Post on 05-Oct-2021
i
PEMBERDAYAAN GELANDANGAN, PENGEMIS DAN ANAK
JALANAN DI KOTA JAMBI
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016
(Studi Dinas Sosial)
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S.1) dalam Program Studi Hukum Tata Negara
Oleh:
ANI PRIASTUTI
NIM. 106170686
PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTHAN THAHA SAIFUDDIN
JAMBI
2021
ii
Pembimbing I : Ayub Mursalin, S. Ag. MA
Pembimbing II : Yudi Armansyah, M. Hum
Alamat : Fakultas Syariah UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi
Jl. Jambi-Muara Bulian KM. 16 Simp. Sei Duren
Jaluko Kab. Muaro Jambi 31346 Telp. 90741) 582021
Jambi, April 2021
Kepada Yth.
Bapak Dekan Syariah
Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi
di-
Jambi
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Assalamu’alaikum wr. wb.
Setelah membaca dan mengadakan perbaikan perbaikan seperlunya, maka
Skripsi Saudara Ani Priastuti yang berjudul “Pemberdayaan Gelandangan,
Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Jambi. Implementasi Peraturan Daerah
Nomor 29 Tahun ( Studi Dinas Sosial ) telah disetujui dan dapat diajukan untuk
dimunaqasahkan guna melengkapi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Strata
Satu (S1) dalam Ilmu Hukum Tata Negara pada Fakultas Syariah Universitas
Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin Jambi.
iii
Demikianlah, kami ucapkan terimakasih semoga bermanfaat bagi
kepentingan Agama, Nusa dan Bangsa.
Wassalamu’alaikum wr. wb.
Pembimbing I Pembimbing II
Ayub Mursalin, S. Ag. MA Yudi Armansyah, M. Hum
NIP. 197606072003121005 NIP. 198806092015031007
iv
v
MOTTO
“Barangsiapa meminta-minta kepada orang lain dengan tujuan untuk memperbanyak kekayaan,
sesungguhnya ia telah meminta bara api; terserah kepadanya, apakah ia akan mengumpulkan
sedikit atau memperbanyaknya” (HT. Muslim: 1041)
vi
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah segala puji hanya milik Allah SWT yang senantiasa
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis diberikan
kekuatan dan ketegaran dalam menyelesaiakan skripsi ini dengan judul
“Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Jambi.
Implementasi Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016 ( Studi Dinas Sosial)
Penelitian dan penulisan Skripsi ini bertujuan untuk melengkapi persyaratan
memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1) dalam Program Studi Hukum Tata
Negara pada Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri Sultan Thaha Saifuddin
Jambi.
Selanjutnya dengan tulus hati penulis ingin menyampaikan terimakasih
kepada semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini, terutama
kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Su’aidi, MA., Ph. D Selaku Rektor UIN STS Jambi
2. Ibu Dr. Rofiqoh Ferawati, SE., M. EI Selauk Wakil Rektor I UIN STS
Jambi
3. Bapak Dr. As’ad Isma, M. Pd Selaku Wakil Rektor II UIN STS Jambi
4. Bapak Dr. Bahrul Ulum, S. Ag., MA Selaku Wakil Rektor III UIN STS
Jambi
5. Bapak Dr. Sayuti Una, M. H Selaku Dekan Fakultas Syariah
6. Bapak Agus Salim, S. Th.I., MA., M.IR., Ph.D Selaku Wakil Dekan I
Fakultas Syariah
7. Bapak Dr. Ruslam Abdul Ghani, SH., M. Hum Selaku Wakil Dekan II
Fakultas Syariah
8. Bapak Dr. H. Ishak, SH., M. Hum Selaku Wakil Dekan III Fakultas Syariah
9. Bapak Abdul Razak, S. H., M.i.S Selaku Ketua Prodi Hukum Tata Negara
UIN STS Jambi
10. Ibu Tri Endah, S.ip., Mip Selaku Sekretaris Prodi Hukum Tata Negara UIN
STS Jambi
11. Bapak Ayub Mursalin, S. Ag. MA Selaku Pembimbing I
12. Bapak Yudi Armansyah, M. Hum Selaku Pembimbing II
13. Dosen-Dosen Beserta Staf Fakultas Syariah
vii
14. Semua pihak yang terlibat dalam penulisan skripsi ini yang tidak mungkin
penulis sebutkan satu persatu.
15. Para karyawan dan karyawati Fakultas Syariah Universitas Islam Negeri
Sultan Thaha Saifuddin Jambi. yang telah memberikan pelayanan dan
berbagai urusan bagi penulis dalam penyelesaian dan penyusunan skripsi.
16. Keluarga besar Dinas Sosial dan Satpol PP Kota Jambi yang telah bersedia
memberikan informasi mengenai data-data yang diperlukan dalam penulisan
skripsi ini.
17. Kedua orang tuaku, yang telah memberi semangat sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik.
18. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu
kelancaran dalam penyusunan skripsi.
Semoga bantuan dan dorongan yang diberikan kepada penulis baik secara
langsung maupun tidak langsung menjadi amal baik serta diterima oleh Allah
SWT dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembacanya.
Jambi, April2021
Ani Priastuti
106170686
viii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep dan tujuan pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan menurut Peraturan Daerah Kota Jambi
No 29 Tahun 2016 di Kota Jambi serta mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah
Kota Jambi No 29 Tahun 2016 tentang pemberdayaan gelandangan, pengemis dan
anak jalanan di Kota Jambi. Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif
kualitatif. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara dan analisis data menggunakan analisis deskriptif. Berdasarkan hasil
penelitian menunjukkan bahwa konsep dari Peraturan Daerah Kota Jambi No 29
Tahun 2016 dalam melakukan pemberdayaan terhadap gelandangan, pengemis
dan anak jalanan adalah memberikan pelatihan dan pembekalan baik secara moral
maupun keterampilan agar pada gelandangan, pengemis dan anak jalanan ini
dapat mencapai kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Tujuan dari adanya
kegiatan pemberdayaan tersebut selain untuk memberdayakan para gelandangan,
pengemis dan anak jalanan agar hidup mandiri baik secara ekonomi maupun
sosial. Selanjutnya pelaksanaan Perda No 29 Tahun 2016 tentang penanganan dan
pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan sudah tepat dan sudah
dilakukan dengan baik oleh Dinas Sosial Kota Jambi. dimana Dinas Sosial sudah
bekerjasama dengan Satpol PP, isntansi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat
dalam penanganan dan pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Dinas sosial juga sudah melakukan penanganan, penertiban, pembinaan
(rehabilitasi sosial), pemberdayaan, penyediaan anggaran dan fasilitas serta
penerapan sanksi yang sesuai dengan aturan dalam Perda No 29 Tahun 2016.
................ Kata kunci : Pemberdayaan, Implementasi
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
PERNYATAAN KEASLIAN ........................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING................................................................. iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN ............................................................... iv
MOTTO ......................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 4
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ...................................................... 5
D. Kerangka Teori ................................................................................. 6
E. Kerangka Konseptual………………………………………………..6
F. Tinjauan Pustaka ................................................................................ 18
G. Metode Penelitian .............................................................................. 19
BAB II KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN
GELANDANGAN, PENGEMIS DAN ANAK JALANAN
A. Penanganan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan ................... 22
B. Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Penangganan
Gelandangan, Penggemis Serta Anak Jalanan di Kota Jambi ............ 24
BAB III GAMBARAN UMUM POTENSI DAN PERMASALAHAN
EKONOMI DI KOTA JAMBI
A. Gambaran Umum Kota Jambi ........................................................... 26
B. Potensi Ekonomi Kota Jambi ............................................................. 29
C. Masalah Kemiskinan di Kota Jambi .................................................. 31
BAB IV IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 29 TAHUN
2016 DALAM PEMBERDAYAAN GELANDANGAN, PENGEMIS
DAN ANAK JALANAN DI KOTA JAMBI
A. Program dan Tujuan Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan Anak
Jalanan Menurut Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 di
Kota Jambi ......................................................................................... 33
B. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016
Tentang Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan
x
di Kota Jambi ..................................................................................... 39
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 57
B. Saran ................................................................................................. 57
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Akhir-akhir ini sering kita jumpai banyak sekali anak-anak, remaja bahkan
orang tua yang lanjut usia berdiri disetiap lampu merah di Kota Jambi untuk
mengemis atau dalam kata lain meminta-minta kepada pengguna jalan raya.
Dilihat dari perilaku tersebut tentu saja tindakan ini sangat tidak dibenarkan dan
bahkan menganggu pengguna jalan atau masyarakat sekitar yang berlalu lalang di
jalanan raya tersebut. Perilaku meminta-minta yang dilakukan seseorang atau
kelompok tertentu biasa di sebut dengan pengemis.
Menurut Kepala Badan Pusat Statistic(BPS) Wilayah Jambi, tahun lalu
angka pengangguran tertinggi bertambah sekitar 15,56 ribu orang. Namun,
pertumbuhan pengangguran lebih rendah dari peningkatan jumlah orang yang
bekerja sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) naik 0,79 persen menjadi
4,41 persen pada Februari 2020, berbanding terbalik dengan Februari 2019.
Sedangkan menurut data badan statistic Kota Jambi pengangguran ditahun 2018
mencapai 19.488 orang.1 Dengan demikian peningkatan ini berimbas kepada
semakin meningkatnya jumlah pengemis di Kota Jambi dimana mereka mengemis
untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka.
Dikutip dari Dinas Sosial Kota Jambi jumlah pengemis tahun 2018
berjumlah 23 jiwa, gelandangan berjumlah 15 jiwa sedangkan jumlah anak
jalanan berjumlah 139 jiwa, Dengan total keseluruhan data penngemis,
geladangan dan anak jalanan berjumlah 231 jiwa. Pada tahun 2019 pengemis
1 https://metrojambi.com/read/2020/05/06/53304/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-di-
jambi-naik-sebesar-441-persen. diakses pada Senin, 22 November 2020
2
berjumlah 51 jiwa, gelandangan berjumlah 15 dan anak jalanan berjumlah 76 jadi
total keselurahan menjadi 142 jiwa. Adapun jumlah Gelandangan dan Pengemis di
Kota Jambi pada tahun 2018 dan 2019 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan Kota Jambi
Tahun 2018-2019
No Kategori Tahun 2018
L P Jumlah
Tahun 2019
L P Jumlah
1 Gelandangan 7 8 15 7 8 15
2 Pengemis 15 8 23 21 30 51
3 Anak Jalanan 105 34 139 53 23 76
Jumlah
Dari data diatas dapat peneliti simpulkan bahwa jumlah geladangan,
pengemis dan anak jalanan mengalami penurunan. Menurut Kabit Rehabilitas
Sosial yang peneliti wawancarai pada hari Senin tangal 23 November 2020 hal
tersebut terjadi karena Dinas Sosial Kota Jambi sudah melaksanakan razia rutin
yang dilakukan seminggu 2 kali.2 Razia ini dilakukan dengan tujuan untuk
menertibkan dan membina para gelandangan, pengemis dan anak jalanan tersebut
agar tidak mengemis dan hidup di jalanan serta tidak berkeliaran di Kota Jambi.
Sesuai Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 tentang penangganan
Gelandangan, penggemis serta anak jalanan di Kota Jambi Mengingat Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1980 tentang Penanggulangan Kemiskinan dan Vs
2 Dokumen Laporan Dinas Sosial Kota Jambi, Jumlah Gelandangan, Pengemis dan Anak
Jalanan Kota Jambi Tahun 2018-2019, 28 Maret 2021
3
(Berita Negara Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 51, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3177).3
Sesuai dengan UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi fakir miskin dan
anak terlantar dipelihara oleh negara, Pasal 34 Ayat 2 negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memperdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusian, Pasal 34 Ayat 3
menegaskan Negara bertanggungjawab atas penyedian pelayanan kesehatan dan
fasilitas pelayanan umum yang layak.4
Disamping itu diperlukannya usaha represif dan usaha preventif, akan
tetapi di Kota Jambi tidak dilakukannya usaha preventif hal ini dikatakan karena
tidak adanya kebijakan dari Dinas Sosial Kota Jambi yang mengatur bahwa
masyarakat wajib ikut andil dalam menertibkan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan, sedangkan usaha represif sudah diterapkan seperti yang dilakukannya
razia, dikembalikan ke tempat asal dan diberi bimbingan mental tentang
keagamaan, yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Jambi.5
Minimnya lapangan pekerjaan di Kota Jambi membuat masyarakat
binggung untuk berkerja dan memilih untuk tidak berkerja atau menggangur.
Pengangguran merupakan salah satu sumber masalah ekonomi yang sering terjadi
di kehidupan bermasyarakat. Ketidakseimbangan jumlah angkatan kerja dengan
kesedian lapangan kerja menjadi penyebab terjadinya pengangguran. Tingginya
angka pengangguran disuatu negara atau daerah akan berdampak pada
perekonomian negara atau daerah tersebut. Salah satu dampak yang ditimbulkan
3 Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016 tentang penangganan Gelandangan, penggemis
serta anak jalanan di Kota Jambi 4 Pasal 34 Ayat 1-3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
5 Wawancara dengan Bapak Rekan Budiaman, Kabid Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas
Sosial Kota Jambi, 23 November 2020
4
oleh pengangguran adalah banyaknya jumlah orang yang akan menjadi pengemis,
geladangan dan anak jalanan karena tidak memiliki perkerjaan untuk
menghasilkan uang yang akan digunakan untuk keberlangsungan hidup. Hal
tersebut merupakan salah satu permasalahan sosial yang dapat mengganggu
ketentraman khalayak ramai mulai dari pengendara di jalan dan masyarakat
sekitar.6
Hal tersebut sejalan dengan yang dijelaskan oleh Shintia (2019) Penggerak
utama adalah titik di mana jumlah pembangunan penduduk tidak sebanding
dengan jumlah posisi yang tersedia. Pada umumnya orang-orang ini mendapatkan
dengan bertanya dan bertanya di kota dan ada juga gelandangan yang
menggunakan peralatan seperti bernyanyi dengan instrumen dengan harapan
mendapatkan kehangatan dari lingkungan sekitar. Bertanya biasanya dilakukan
oleh gelandangan di tempat-tempat terbuka seperti kafe, angkutan umum, lampu
merah dan bahkan dengan mengunjungi rumah individu.7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka peneliti merumuskan
masalah yakni:
1. Bagaimana program dan tujuan pemberdayaan gelandangan, pengemis
dan anak jalanan menurut Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun
2016 di Kota Jambi?
6 Wawancara dengan Bapak Rekan Budiaman, Kabid Bidang Rehabilitasi Sosial Dinas
Sosial Kota Jambi, 23 November 2020 7 Shinta, Analisis Implementasi Peraturan Daerah No,6 Tahun 2002 tentang Ketertiban
Sosial dalam Menangani jumlah di Kota Batam, Jurnal Ilmu Sosial, Vol 1, No 6 Tahun 2002,
hlm. 1
5
2. Bagaimana pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016
tentang pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota
Jambi?
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui konsep dan tujuan pemberdayaan gelandangan,
pengemis dan anak jalanan menurut Peraturan Daerah Kota Jambi No 29
Tahun 2016 di Kota Jambi.
b. Untuk mengetahui pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Jambi No 29
Tahun 2016 tentang pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan di Kota Jambi.
2. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan tersebut, maka kegunaan dari hasil penelitian ini adalah:
a. Kegunaan Praktis
Penelitian ini digunakan studi awal yang dapat dijadikan suatu wawasan
bagi peneliti di bangku perkuliahan, serta dapat dijadikan dasar dan
bahan informasi untuk penelitian lebih lanjut bagi mahasiswa.
b. Kegunaan Praktis
Bagi pemerintah penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi pengambilan
keputusan, terutama dalam menangani permasalahan sosial dan
kemiskinan di daerahnya.
6
D. Kerangka Teori
1. Teori Implementasi
Teori implementasi adalah suatu rangkaian aktivitas dalam
rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan
tersebut dapat membawa hasil sebagaimana di harapkan. Rangkaian
kegiatan tersebut mencangkup, pertama persiapan seperangkat peraturan
lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Kedua,
menyiapkan sumber daya guna menggerakkan kegiatan implementasi
termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan
tentu saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan
kebijaksanaan tersebut. Ketiga, bagaimana mrnghantarkan
kebijaksanaan secara kongkrit kemasyarakat.
E. Kerangka Konseptual.
1. Proses Pembentukan Peraturan Daerah
Peraturan daerah adalah salah satu produk peraturan perundang-undangan
tingkat daerah yang dibentuk oleh Kepala Daerah, baik daerah Provinsi maupun
daerah Kabupaten/Kota dengan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
maupun Kabupaten Kota.
Mengingat Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Pasal 1 Ayat (1) Keadaan Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah Negara
Kesatuan.8 Kemudian, pada pasal 18 Ayat (1) disebutkan: Negara Kesatuan
Republik Indonesia dibagi menjadi daerah-daerah umum dan daerah umum
8 Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
7
dipisahkan menjadi rezim dan masyarakat kota, di mana setiap daerah, daerah,
dan kota memiliki pemerintahan teritorial, yang diarahkan oleh undang-undang.9
Pembagian wilayah negara menjadi daerah-daerah umum dan di dalam
daerah terdiri dari rezim/daerah, sama seperti pemerintah teritorial, sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) “Pemerintah provinsi, daerah, dan kota mengendalikan
dan mengawasi sendiri masalah pemerintah sesuai dengan undang-undang. .aturan
pemerintahan sendiri dan organisasi bersama." Sebagai pelengkap
penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai komponen pemerintahan daerah,
badan usaha perseorangan provinsi dibingkai sebagaimana dimaksud pada ayat
(3). Kemudian, pada saat itu wakil ketua, pejabat dan ketua secara individu
sebagai kepala pemerintahan umum, lokal dan regional dipilih secara adil.10
Dalam mengatur pemerintahan di daerah, pemerintah provinsi diberikan
pemerintahan sendiri yang paling luas, kecuali masalah pemerintahan yang
ditentukan oleh undang-undang sebagai urusan pemerintah pusat. Sehubungan
dengan pelaksanaan pemerintahan mandiri yang luas di kabupaten, pemerintah
daerah memiliki hak istimewa untuk menentukan pedoman provinsi dan pedoman
lain untuk melakukan tugas pemerintahan sendiri dan membantu tugas. Mengingat
pengaturan Pasal 1 angka 10 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah, maka yang dimaksud dengan pedoman daerah adalah
pedoman daerah umum atau pedoman lokal yang berpotensi rezim/metropolitan.
Pengaturan lebih lanjut mengenai pedoman lokal ini diatur dalam pasal 136
9 Pasal 18Ayat 13 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
10 Pasal 34 Ayat 2-3 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
8
sampai dengan 149 UU No. 32 Tahun 2004. Pedoman provinsi dibuat oleh
pemerintah daerah dalam rangka pelaksanaan kemerdekaan daerah dalam NKRI.11
DPRD dan Kepala Daerah akan bersama-sama memutuskan Rencana
Pendapatan dan Penggunaan Daerah (APBD) dan Pedoman Daerah lainnya.
Kepala Daerah mendorong pemerintah daerah untuk melaksanakan APBD dan
pedoman yang berbeda. Apa lagi DPRD juga mengatur. Terhadap kepala daerah
dalam melaksanakan APBD dan pedoman provinsi lainnya. Di dalam sistem
kewajiban dan ahli kepala provinsi, memimpin dan mengendalikan organisasi
lokal. Ada beberapa hal yang harus diselesaikan, khususnya menjalankan strategi
teritorial, menerapkan pedoman provinsi, menawarkan jenis bantuan publik ke
jaringan dan pengumpulan terdekat, dan mengawasi data untuk diajukan sebagai
saran kepada kepala daerah. Kabupaten sebagai daerah yang mandiri sebagai
satuan pemerintahan daerah yang mempunyai daya ikat dan disetujui untuk
membuat pedoman-pedoman dalam mengatur keluarganya.
Pedoman teritorial adalah keseluruhan pedoman yang dibuat oleh
pemerintah terdekat untuk melaksanakan pedoman yang berbeda pada tingkat
yang lebih signifikan. Dengan demikian, materi pedoman daerah pada umumnya
berisi antara lain:
1. Hal-hal yang berhubungan dengan keluarga tetangga dan hal-hal
yang berhubungan dengan asosiasi pemerintah terdekat;
2. Hal-hal yang diidentikkan dengan kewajiban dan bantuan
(mendebewindl) selanjutnya pedoman provinsi adalah hasil yang
sah dari pemerintah lingkungan dalam melaksanakan pemerintahan
11 Undang-Undang RI Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
9
daerah sendiri, khususnya melaksanakan swasembada daerah,
khususnya mengamalkan hak dan kedudukan untuk menguasai dan
mengurusi daerahnya. masalah keluarga sendiri hanya sebagai
pedoman lokal. . adalah sah untuk membantu pemerintah bersama
sebagai daerah yang memerintah sendiri.12
.
3. Ada beberapa prasyarat untuk membuat undang-undang dan
pedoman yang besar termasuk pembuatan pedoman provinsi di
mana kebutuhan ini juga dapat diterima untuk pengembangan
pedoman daerah, antara lain:
1) Prasyarat filosofis, lebih spesifiknya adanya keterkaitan
antara keutamaan suatu negara sebagai gaya hidup (jika di
Indonesia terhimpun dalam Pancasila).
2) Prasyarat yuridis, khususnya adanya dasar hukum yang
menjadi alasan dikeluarkannya suatu pedoman, selain itu
juga menjadi alasan pendirian/yayasan yang memberikan
pedoman yang telah ditetapkan. Kebutuhan yuridis
dibedakan menjadi dua:
a) Formal adalah pedoman/undang-undang yang
membingkai premis pedoman/undang-undang bagi
instansi/kantor untuk memberikan pedoman
tertentu.
b) Materi adalah premis sejauh (materi) hanya sebagai
survei sejauh ilmu hukum, terutama menurut sudut
12
Rosyidi Ranggawidjaja, Pengatur Imu Perundang-undangan Indonesia, (Bandung:
Penerbit Mandar Maju, 1998), hlm. 23.
10
pandang sosiologis, khususnya sejauh mana
pedoman/undang-undang dapat mengubah
keakraban masyarakat dengan hukum.
2. Pemberdayaan
a. Pengertian Pemberdayaan
Penguatan berasal dari bahasa Inggris “Strengthening” yang umumnya
diartikan sebagai kekuatan. Dalam perasaan memberi atau menambah “kekuatan”
(power) kepada individu yang lemah sekaligus tidak beruntung.13
Pemberdayaan merupakan siklus nonstop untuk memperluas kapasitas dan
kebebasan daerah setempat dalam menggarap way of life mereka, upaya ini harus
diakhiri dengan membangkitkan penguatan mereka, membangun way of life
mereka di atas solidaritas mereka sendiri. Anggapan mendasar yang digunakan
adalah bahwa setiap individu memiliki potensi dan kemampuan untuk membina
dirinya untuk memperbaiki sesuatu. Dengan demikian, pada dasarnya manusia
bersifat dinamis dengan tujuan akhir untuk mengembangkan penguatan diri.
Berkenaan dengan penguatan ini, upaya utama adalah untuk membangun tingkat
pendidikan dan kesejahteraan dan penerimaan aset moneter seperti modal,
kemampuan, inovasi, data dan pekerjaan.14
Pemberdayaan adalah gerakan yang gigih, dinamis, dan sinergis untuk
memberdayakan asosiasi semua kemungkinan daerah yang ada secara partisipatif.
Teknik ini akan memberdayakan tatanan masyarakat umum yang pluralistik, sarat
13
Engking Soewarman Hasan, Strategi Menciptakan Manusia yang Bersumber Daya
Unggul, (Bandung: Pustaka Rosda Karya, 2002), hlm. 56-57 14
K Suhendra, Peran Birokrasi dalam Pemberdayaan Masyarakat, (Bandung: Alfabaeta,
2006), hlm. 74
11
dengan komitmen dan hak yang terus-menerus, penghargaan bersama tanpa orang
luar di mata publik.15
Suatu pemberdayaan (empowerment), pad intinya ditujukan guna membantu
klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan
yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek
hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan, hal ini dilakukan melalui
peningkatan kemapuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia
miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungan.16
Secara mendasar, penguatan wilayah lokal merupakan pendekatan yang
pragmatis dan bermanfaat untuk mendapatkan hasil terbaik bagi wilayah lokal
yang dipersyaratkan oleh peruntukan serta pengaturan kekuasaan secara baik dan
memadai. Artinya, siklus dinamis dan kewajiban diserahkan sepenuhnya kepada
daerah. Lambat laun, penguatan meminta lebih banyak kemampuan dan aset
administratif, termasuk memberdayakan, bekerja sama, menasihati, mengarahkan,
dan mendukung yang menghasilkan keseimbangan kepuasan. perspektif yang
mendalam dan material, atau kepuasan keseimbangan terhadap isu-isu informasi
dan ekonomi (instruksi dan pembayaran).17
Penguatan wilayah lokal adalah dorongan untuk membuat atau membangun
batas wilayah lokal baik secara mandiri maupun secara berkelompok dalam
mengatasi berbagai persoalan yang diidentifikasikan dengan upaya mengupayakan
kepuasan pribadi, kebebasan, bantuan pemerintah. Penguatan area lokal
15 Kartasasmitha, G. Pembangunan untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan. (Jakarta: PT Pusaka Cisendo, 2016), hlm. 146 16 Adi, I.R. Intervensi Komunitas dan Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018), hlm. 77-78 17
Sulistyani, A.T, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, (Yogyakarta: Gava Media,
2014), hlm. 6
12
membutuhkan inklusi yang lebih menonjol dari otoritas pemerintah terdekat dan
pertemuan yang berbeda untuk memberikan keterbukaan dan menjamin dukungan
dari hasil yang dicapai. Penguatan adalah usaha membangun keluhuran lapisan
masyarakat yang meliputi:18
1) Memberdayakan, memacu, meningkatkan kesadaran
kemampuannya untuk membangun lingkungan atau iklim
pembangunan.
2) Memperkuat gaya, potensi digerakkan oleh langkah pasti dalam
menciptakannya.
3) Berikan sumber data yang berbeda dan tingkatkan tingkat
pengajar, derajat kesehatan, penerimaan modal, inovasi yang
sesuai, data, bisnis dan pasar seperti kantor yang ada.
Upaya penguatan daerah harus memiliki pilihan untuk mengambil bagian
dalam menggarap sifat (SDM), terutama dalam membentuk dan mengubah
perilaku individu untuk mencapai cara hidup yang lebih baik. Perkembangan dan
perubahan tingkah laku, baik dalam ukuran sektoral, khususnya dalam semua
sudut pandang atau bidang keberadaan manusia, pengukuran sosial, yang
mencakup ruang lingkup bantuan pemerintah dari materi ke non-materi, unsur
waktu dan kualitas, khususnya saat ini. selama mungkin dan membatasi kualitas
bangunan dan administrasi. , juga sebagai target pengukuran yang dapat dijangkau
dari semua lapisan masyarakat.
18
Mutmainah, R. dan Sumardjo, Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas
Pemberdayaan Petani. Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 1 No. 1, 2012, hlm. 185
13
b. Tujuan Pemberdayaan
Penguatan cita-cita negara untuk dicapai melalui perubahan yang
bersahabat, khususnya daerah yang berdaya, kekuatan atau informasi dan
kemampuan untuk memenuhi kebutuhan fisik, finansial, dan sosial mereka seperti
keberanian, mengkomunikasikan kerinduan, memiliki pekerjaan, tertarik pada
persahabatan. latihan. latihan. lebih lanjut, mandiri dalam melakukan usaha-usaha
hidup. Sebagaimana dikemukakan oleh Fahrudin, penguatan merupakan suatu
upaya untuk menginisiasi dan memberdayakan daerah dengan upaya-upaya yang
menyertainya: dividu manusia yang meliputi:19
1) Pemberdayaan, yaitu secara spesifik membangun lingkungan atau
lingkungan yang memungkinkan kemampuan daerah setempat untuk
berkreasi. Tahap awal adalah pengakuan bahwa setiap masyarakat
umum, setiap masyarakat umum memiliki potensi yang dapat
diciptakan. Penguatan adalah dorongan untuk mengkonstruksi
kekuatan itu dengan (memberdayakan), menginspirasi dan membawa
isu-isu (perhatian) kapasitas laten dan berusaha untuk
menumbuhkannya.
2) Melibatkan, yaitu perluasan batas tertentu dengan membentengi
potensi atau kekuatan yang digerakkan oleh daerah setempat.
Penguatan ini mencakup kemajuan substansial, misalnya, memberikan
sumber informasi yang berbeda dan membuka akses ke berbagai
kebebasan yang dapat membuat area lokal lebih aktif.
19 Fahrudin, Tujuan Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Kanisius, 2013), hlm. 17
14
3) Protecting yaitu melindungi kepentingan dan pengembangakan system
perlindungan bagi masyarakat yang menjadi subjek pengembangan.
Dalam proses pemberdayaan harus dicegah yang lemah menjadi
bertambah lemah, oleh karena kekurang berdayaan dalam menghadapi
yang kuat. Melindungi dalam hal ini dilihat sebagai upaya untuk
mencegah terjadinya persaingan yang tidak seimbang serta eksploitasi
yang kuat atas yang lema
Pemberdayaan pada hakekatnya adalah untuk menyiapkan masyarakat agar
mereka mampu dan mau secara aktif berpartisipasi dalam setiap program dan
kegiatan pembangunan yang bertujuan untuk memperbaiki mutu hidup
(kesejahteraan) masyarakat, baik dalam pengertian ekonomi, sosial, fisik, maupun
mental.20
3. Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan
Kata melarat dan gelandangan dibatasi menjadi "gepeng", masyarakat
Indonesia pada umumnya tahu tentang bentuk singkatan "gepeng" yang bukan
hanya jargon biasa dalam diskusi biasa dan topik inklusi komunikasi luas, namun
juga telah menjadi istilah dalam strategi pemerintah. . mengacu pada kumpulan
individu tertentu yang umumnya ditemukan di daerah perkotaan yang sangat luas.
Jargon lain yang sering digunakan untuk menggambarkan keberadaan
gelandangan dan gelandangan dalam budaya Indonesia adalah Tunawisma.21
Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1980
Tentang Penanggulangan Gelandangan dan Pengemis, Gelandangan adalah orang-
20 Mardikanto, T, Konsep Pemberdayaan Masyarakat, (Surakarta: UNS Press, 2010), hlm.
73 21
Magfud Ahmad, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan dan Pengemis (Gepeng),
Jurnal Penelitian STAIN, Vol. 7. No. 2, Pekalongan, 2010,,hlm, 2.
15
orang yang hidup dalam keadaan tidak sesuai dengan norma kehidupan yang
layak dalam masyarakat setempat, serta tidak mempunyai tempat tinggal dan
pekerjaan yang tetap di wilayah tertentu dan hidup mengembara di tempat umum.
Sedangkan, pengemis adalah orang-orang yang mendapatkan penghasilan dengan
meminta-minta di muka umum dengan berbagai cara dan alasan untuk
mengharapkan belas kasihan dari orang lain. Mengemis ialah upaya meminta
harta orang lain, bukan untuk kemaslahatan agama melainkan untuk kepentingan
pribadi.
Sebagaimana ditegaskan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor
11 Tahun 2009 tentang Bantuan Sosial Pasal 5 ayat (1) menjelaskan, pelaksanaan
bantuan sosial pemerintah difokuskan pada: orang, keluarga, perkumpulan,
jaringan. Gelandangan dan gelandangan diperintahkan sebagai perkumpulan
orang-orang yang mengalami kehancuran sosial atau Orang-orang dengan
Masalah Bantuan Pemerintah Sosial (PMKS). Sebagai pedoman yang sah dalam
kaitannya dengan bantuan sosial pemerintah di Indonesia, Undang-undang ini
menekankan pelaksanaan utama, khususnya pelaksanaan bantuan sosial
pemerintah untuk daerah yang berfokus pada individu yang memiliki kehidupan
sehari-hari yang tidak simpatik. tepat dan memiliki langkah-langkah untuk
masalah sosial: kebutuhan, pengabaian, ketidakmampuan, jarak, jatuh. terlebih
lagi, penyimpangan sosial dari pelakunya, penyintas bencana, atau korban
potensial dari demonstrasi kebrutalan, pelecehan dan pemisahan. Dalam tingkat
ini orang miskin dan gelandangan jelas merupakan kumpulan individu yang
mengalami masalah kemelaratan dengan tujuan agar masalah pelaksanaan latihan
bantuan pemerintah yang ramah harus menghubungi fakir miskin.
16
Penggambaran fakir miskin secara keseluruhan adalah sebagai berikut: (1)
berkumpulnya individu-individu yang miskin atau terdesak oleh wilayah
setempat, (2) individu-individu yang dijauhkan dari keberadaan penduduk secara
keseluruhan, dan (3) individu-individu yang cara hidup adalah memiliki pilihan
untuk bertahan dalam kebutuhan dan keterasingan. Istilah melarat, yang
menyiratkan terus-menerus berkelok-kelok atau selalu gagal memiliki rumah
abadi.22
Selain itu, gelandangan sering digunakan sebagai tugas untuk orang-orang
yang membutuhkan uang, makanan, penutup, atau hal-hal lain dari orang yang
mereka temui dengan bertanya. Mereka menggunakan kualitas yang berbeda,
seperti pakaian usang dan usang, topi, gelas plastik, atau penutup permen, atau
kotak kecil untuk menaruh uang yang mereka dapatkan dari meminta. Mereka
menjadikan meminta sebagai pekerjaan mereka karena berbagai alasan, seperti
kebutuhan dan kelemahan mereka karena pembukaan bisnis yang ketat.23
Sebagaimana tercantum dalam Perda Nomor 15 Tahun 2017 tentang
Perlakuan Miskin dan , Pasal 5 dan Pasal 6 menjelaskan bahwa gelandangan
adalah orang perseorangan dengan ketentuan sebagai berikut:24
a) .Tidak ada kartu identitas.
b) Tanpa tempat yang berbeda / abadi dari rumah.
c) Tidak ada gaji yang konsisten.
22 Isma Riskawati, Abdul Syani, “Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan dan Pengemis
(Studi Pada Gelandangan dan Pengemis Di Kecamatan Tanjung Karang Pusat Kota Bandar
Lampung)”, Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 1, September 2011), hlm. 43. 23 Dimas Dwi Irawan, Pengemis Undercover Rahasia Seputar Kehidupan Pengemis,
(Jakarta: Titik Media Publisher, 2013), hlm. 1. 24
Pasal 5 dan 6 Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanganan Gelandangan
dan Pengemis
17
d) Tidak ada desain untuk nasib anak-anaknya atau dirinya
sendiri.
Selain itu, fakir adalah individu dengan langkah-langkah berikut
a) bergantung pada kebaikan orang lain.
b) Berpakaian menyedihkan, babak belur, dan tidak wajar.
c) Berada di tempat-tempat siang bolong.
d) Memanfaatkan orang lain untuk menjiwai simpati orang lain
Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian besar energi
mereka untuk melakukan latihan sehari-hari yang tinggal di kota, baik untuk
menghasilkan uang atau berkeliaran di jalan dan tempat umum lainnya. Anak
jalanan memiliki ciri-ciri, dewasa antara 5 hingga 18 tahun, melakukan latihan
atau berkelok-kelok di jalan, penampilan mereka sebagian besar kusam dan
pakaian tidak terlalu disukai, portabilitas tinggi Mengenai waktu yang dihabiskan
dan sekitar 4 jam dalam satu hari. Pada dasarnya, anak jalanan menginvestasikan
energi mereka untuk menghasilkan uang, baik dengan mudah maupun di bawah
tekanan orang tua mereka.25
Secara garis besar anak jalanan dibedakan dalam 3 kelompok yaitu:26
a. Children on the street
Apakah anak-anak muda yang memiliki latihan keuangan di jalan yang
benar-benar memiliki asosiasi dengan keluarga mereka. Ada dua
kelompok anak-anak di kelas ini, tepatnya: 1) anak-anak yang tinggal
bersama orang tua mereka dan selalu pulang ke rumah setiap hari, dan 2)
anak-anak yang melakukan latihan keuangan dan hidup di jalanan
25
Sri Sanituti Hariadi dan Bagong Suyanto, Anak Jalanan di Jawa Timur, (Surabaya:
Airlangga University Press, 2009), hlm. 1. 26 Ibid. hlm. 3
18
namun tetap menjaga hubungan dengan mereka. keluarga dengan
kembali dengan tepat. sebentar-sebentar atau pada jadwal yang tidak
terduga.
b. Children of the street Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh
atau sebagian besar waktunya di jalanan yang tidak memiliki atau
memutuskan hubungan dengan orang tua / keluarganya lagi.
c. Children in the street atau children from the families of the street
Adalah anak-anak yang menghabiskan seluruh waktunya di jalanan yang
berasal dari keluarga yang hidup di jalanan.
Anak jalanan adalah anak-anak yang menghabiskan sebagian besar
energinya di kota atau di tempat-tempat di siang hari bolong, dewasa di suatu
tempat dalam kisaran 6 dan 21 tahun yang melakukan latihan di kota atau tempat-
tempat terbuka, misalnya, penjaja, pengamen, taksi cruiser, wiper kendaraan, dan
lain-lain. lain. Latihan yang dilakukan dapat membahayakan diri sendiri atau
mengganggu permintaan publik. Anak jalanan adalah anak-anak yang berkeliaran
dan memiliki latihan yang tidak jelas dengan status instruktif masih sekolah dan
ada juga yang tidak sekolah. Sebagian besar dari mereka berasal dari keluarga
yang tidak berdaya..27
F. Tinjauan Pustaka
Tinjauan pustaka merupakan penelusuran tentang studi terdahulu yang
berkait dengan penelitian ini. Untuk membedakan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu, maka peneliti mencantumkan penelitian-penelitian terdahulu dan
27
Zulfadli, “Pemberdayaan Anak Jalanan dan Orang tuanya Melalui Rumah Singgah (Studi
Kasus Rumah Singgah Amar Makruf I Kelurahan Pasar Pandan Air Mati Kecamatan Tanjung
Harapan Kota Solok Propinsi Sumatra Barat)”, Tesis Institut Pertanian Bogor, (2004), hlm. 5
19
menunjukkan perbedaan dalam penelitian ini, literatur yang relavan dengam
masalah yang menjadi objek penelitian di jelaskan antara lain:
a) Penelitian yang dilakukan oleh Najemia, mahasiswi fakultas Syariah jurusan
Ilmu Pemerintahan UIN Jambi, dengan judul skripsi Implementasi Peraturan
Walikota Jambi Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Penertiban Gelandangan dan
Pengemis. Adapun dalam skripsi ini membahas bagaimana
pengimplementasian peraturan walikota dalam menanggani penertiban
Gelandangan dan penggemis. Sedangkan penelitian yang di lakukan oleh
peneliti yaitu membahas bagaimana pemberdayaan Gekandangan, Pengemis
dan Anak Jalanan di Kota Jambi.
b) Penelitian yang di lakukan oleh Khairul lahmi, mahasiswa fakultas Syariah
jurusan Ilmu Pemerintahan UIN Jambi, dengan judul skripsi Kinerja Dinas
Sosial Dalam Penangganan Gelandangan dan Penggemis di Kota Jambi,
Adapun dalam skripsi ini membahas tolak ukur kinerja Dinas Sosial dalam
menangani masalah gelandangan dan pengemis. Penelitian yang di teliti oleh
peneliti yaitu membahas program dan tujuan dari Pemberdayaan
Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan.
G. Metode Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang menggunakan
metode dekriptif untuk menjelaskan serta menggambarkan hasil penelitian
yang dilakukan.
20
2. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer bersumber dari Peraturan Daerah Kota Jambi No
29 Tahun 2016 dan informan yaitu Kepala/Staf Kantor Dinas Sosial Kota
Jambi, Kepala/Staf Kantor Satpol PP Kota Jambi dan Gelandangan,
pengemis serta anak jalanan. Selanjutnya sumber data sekunder dalam
penelitian ini di antaranya buku, dokumen, artikel, jurnal dan website
internet.
3. Instrument Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
wawancara kepada informan serta melkaukan analisis terhadap Peraturan
Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016.
4. Analisis Data
Analisis data dalam penelitian ini dilakukan menggunakan analisis
deskriptif dengan cara menjabarkan hasil analisis mengenai Peraturan
Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 dan implementasinya menggunakan
kalimat yang sederhana sehingga mudah untuk dipahami.
Bab I Pendahuluan
Bab ini membahas tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori, tinjauan pustaka, metode
penelitian dan sistematikan penulisan.
Bab II Kebijakan Pemerintah dalam Penanganan Gelandangan, Pengemis dan
Anak Jalanan
21
Bab ini membahas tentang kebijakan pemerintah dalam penanganan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan dan apa alasan pemerintah
mengeluarkan Peraturan Daerah mengenai penanganan gelandangan,
pengemis dan anak jalanan
Bab III Gambaran Umum Potensi dan Permasalahan Ekonomi di Kota Jambi
Bab ini membahas tentang gambaran umum Kota Jambi termasuk potensi
dan permasalahan ekonomi yang ada di dalamnya.
Bab IV Implementasi Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016 dalam
Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Jambi
Bab ini akan membahas tentang konsep dan tujuan pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan menurut Peraturan Daerah No 29
Tahun 2016 di Kota Jambi. selain itu juga membahas tentang pelaksanaan
Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 tentang pemberdayaan gelandangan,
pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi.
Bab V Penutup
Bab ini berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran sebagai
bentuk rekomendasi dalam penelitian.
22
BAB II
KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM PENANGANAN GELANDANGAN,
PENGEMIS DAN ANAK JALANAN DI KOTA JAMBI
C. Penanganan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan
Pertumbuhan gelandangan, pengemis dan anak jalanan sebenarnya erat
kaitannya dengan pertumbuhan kota dan tren urbanisasi yang kelewat batas maka
menimbulkan permasalahan yang kompleks sebagai bentuk resiko dari pertumbuhan
kota. Pada dasarnya gelandangan dan pengemis yang muncul pada wilayah urban
akan selalu mencai celah yang ada dengan mencari sentrak keramain dan juga
kawasan wisata untuk dapat melakukan aksinya mereka. Artinya di mana ada
kawasan ramai dalam perkoataan maka tidak akan luput dari eksistensi gelandangan
pengemis. Berbagai riset sejarah mengemukakan jika lahirnya masalah gelandangan
pengemis pada mayoritas kota kota besar pada belahan dunia sudah mengalami titik
temu di mana lahirnya gelandangan pengemis akan selalu berjalan berbarengan
dengan gelombang gerakan industrialisasi, globalisasi, modernisasi, dan
pembangunan.28
Gelandangan, pengemis dan anak jalanan penting untuk ditindak lanjuti atau
ditertibkan, karena keberadaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan akan
berdampak pada berdampak pada sisi kebijakan, ekonomi, politik, serta pada aspek
keyakinan dalam pengetahuan, keaneragaman dan bangunan world view
masyarakat.29
28 Hendi Setiawan, Fenomena Gelandangan Pengemis Sebagai Dampak Disparitas
Pembangunan Kawasan Urban dan Rural Di Daerah Istimewa Yogyakarta, Jurnal Moderat, Vol. 6
No. 2, Mei 2020, hlm. 263 29 Ibid. hlm. 364
23
Isu perataan dan anjal menjadi titik fokus perhatian para pemerhati bantuan
sosial yang berupaya mengatasinya. Layanan Silaturahmi dengan program
pemulihannya yang tersebar melalui rumah singgah yang tersebar di seluruh
Indonesia, belum menunjukkan hasil yang kritis. Hal ini karena yang utama, jumlah
masalah yang tidak merata kontras dengan mengurus. Jumlah panti jompo dengan
staf yang menanganinya tidak sebanding dengan jumlah organisasi spesialis,
sehingga masih banyak ghetto yang berkeliaran. Kedua, berkembangnya contoh
pemanfaatan publik yang dibawa oleh perubahan yang bersahabat karena
globalisasi.30
Kesederhanaan yang digunakan orang untuk mengakses berita, menunjukkan
dengan kehalusan publikasi mendorong peningkatan dalam desain penggunaan
individu sehingga semakin banyak orang merasa bahwa gaji mereka tidak memadai.
Faktor berikutnya adalah kecenderungan untuk menjadi sosial dan sosial, bukan
hanya finansial. Semakin terlihat bahwa ada peningkatan dalam preferensi individu,
dengan banyak "umpan" terlihat setiap hari. Tampaknya perkembangan petunjuk
kemiskinan bukan karena mereka tidak bisa makan. Misalnya, orang miskin (vs)
tidak memiliki keinginan untuk diberi makan, melainkan periode 20 sampai 30 tahun
sebelumnya. Sebelum tahun 90-an, banyak orang miskin yang meminta makanan,
kemudian dengan cepat menikmatinya. Berbeda dengan gelandangan yang dialami
akhir-akhir ini, gelandangan lebih memilih untuk tidak dirawat, namun mereka
meminta uang tunai atau pakaian. Gaun biasanya akan ditukar dengan uang tunai.
Realitas seperti ini menunjukkan adanya spread dan anjal saat ini sebagai akibat dari
kebutuhan uang tunai.31
30 Ani Mardiyati, Gelandangan Pengemis dan Anak Jalanan dari Perpektif Sosial Budaya,
Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol. 39 No. 1, Maret 2015, hlm. 80 31 Ibid.
24
Bagian dari otoritas publik dan area privat sangat diharapkan untuk
mempertimbangkan untuk mengurus masalah sosial yang tidak akan pernah berakhir.
Pemerintah lingkungan melakukan perjalanan melalui Peraturan Daerah Provinsi
Nomor 9 Tahun 2013 tentang Permintaan Masyarakat, melakukan tindakan keras
dengan menurunkan Satpol Bantuan Umum untuk menyelesaikan serangan.
Pemerintah lingkungan mengatur dengan Bantuan Sosial untuk melakukan arahan
tindak lanjut dengan tujuan yang pasti agar mereka tidak kembali ke jalan, dengan
harapan mereka dapat melakukan kapasitas sosialnya. Usaha-usaha ini dapat
mengalahkan masalah kemerataan dan anjal, namun hal itu tidak kekal. Spread dan
smoothing kembali dipindahkan ke spread di berbagai tempat yang dianggap
penting. Hal ini dimungkinkan karena ditampung setelah dirazia.
Penanganan anak jalanan, gelandangan, dan pengemis memiliki beberapa
tujuan, antara lain mencegah dan mengantisipasi meningkatnya komunitas anak
jalanan, gelandangan dan pengemis, mencegah penyalahgunaan komunitas anak
jalanan, gelandangan dan pengemis dari eksploitasi pihak-pihak tertentu, mendidik
komunitas anak jalanan, gelandangan dan pengemis agar lebih mandiri.32
D. Peraturan Daerah Nomor 29 Tahun 2016 Tentang Penangganan
Gelandangan, Penggemis Serta Anak Jalanan di Kota Jambi
Gelandangan, pengemis dan anak jalanan juga menjadi masalah tersulit bagi
pemerintah Kota Jambi. Hal ini dikarenakan keberadaan gelandangan, pengemis dan
anak jalanan menggambarkan bahwa terjadi kesenjangan sosial yang menyebabkan
sebagian masyarakat di Kota Jambi tidak dapat merasakan kesejahteraan sosial
maupun ekonomi secara baik.
32 https://puspensos.kemsos.go.id/pentingnya-peran-serta-pemerintah-dalam-rangka-
penanganan-permasalahan-anak-jalanan-gelandangan-dan-pengemis diakses 25 Maret 2021
25
Oleh karena itu, pemerintah Kota Jambi mengeluarkan Peraturan Daerah
Nomor 29 Tahun 2016 tentang penangganan gelandangan, penggemis serta anak
jalanan di Kota Jambi. Peraturan ini sebagai wujud kebijakan pemerintah Kota Jambi
dalam menangani masalah gelandangan, penggemis serta anak jalanan. Selain itu,
Perda ini juga dibentuk karena jumlah gelandangan, penggemis serta anak jalanan di
Kota Jambi ini cukup banyak sehingga mereka perlu ditangani dengan cara
dilakukan penertiban dan pemberdayaan agar mereka dapat mencapai kesejahteraan
sosial dan ekonomi sesuai dengan yang tercantum dalam Peraturan Daerah Nomor
29 Tahun 2016 ttersebut.
Untuk memahami kehidupan masyarakat yang mulia dan sosial, penting untuk
memiliki upaya yang substansial dalam melibatkan komunitas lokal yang miskin,
gelandangan dan anak jalanan. Maka, pada saat itu persoalan transien dan vs di Kota
Jambi harus ditangani secara menyeluruh dan terkoordinasi untuk membangun
kebutuhan fisik, mendalam dan aktivitas publik lainnya sambil terus
mempertahankan kebebasan bersama sesuai dengan sifat-sifat Pancasila..
Perda ini juga menjelaskan bahwa fenomena berkembangnya komunitas
gelandangan dan pengemis apabila tidak ditanggulangi secara benar dan terpadu
akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan ketertiban yang dapat
mengganggu keharmonisan kehidupan sosial masyarakat sebagai salah satu faktor
kunci keberhasilan pembangunan.
26
BAB III
GAMBARAN UMUM POTENSI DAN PERMASALAHAN EKONOMI DI
KOTA JAMBI
A. Gambaran Umum Kota Jambi
1. Kondisi Geografi
Secara geografis, Kota Jambi memiliki atas-batas wilayah Kota Jambi
sebelah utara, barat, selatan dan timur berbatasan dengan kabupaten Muaro Jambi,
dengan kata lain Kota Jambi ini wilayahnya dikelilingi oleh kabupaten Muaro
Jambi. Kota jambi memiliki luas wilayah 205,38 Km yang terdiri dari 11
Kecamatan dan 62 Kelurahan. Untuk lebih jelasnya mengenai orientasi wilayah
Kota Jambi dan batas administrasinya dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Wilayah Administrasi Kota Jambi
No Kecamatan Luas Wilayah (Km) Persentase (%)
1 Kota Baru 36,11 17,56
2 Alam Barajo 41,67 20,27
3 Jambi Selatan 11,41 5,55
4 Paal Merah 27,13 13,20
5 Jelutung 7,92 3,85
6 Pasar Jambi 4,02 1,96
7 Telanaipura 22,51 10,95
8 Danau Sipin 7,88 3,83
9 Danau Teluk 15,70 7,64
10 Pelayangan 15,29 7,44
11 Jambi Timur 15,34 7,75
Sumber : BPS Kota Jambi (2020)
Tabel 3. Kecamatan dengan luas wilayah terluas adalah Kecamatan Alam
Barajo yaitu 41,67 Km atau sekitar 20,27% dari luas Kota Jambi, sedangkan
Kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Pasar Jambi dengan
luas 4,02 Km atau sekitar 1,96% dari luas Kota Jambi.
27
2. Kondisi Demografi
Kondisi demografi merupakan kondisi kependudukan di wilayah Kota
Jambi tahun 2019. Penduduk adalah orang yang berdomisili di wilayah
pemerintahan Kota Jambi. Adapun jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur
di Kota Jambi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Penduduk di Kota Jambi Tahun 2019
No Usia (tahun) Jumlah Penduduk (Jiwa) Persentase (%)
1 0-14 147.302 24,63
2 15-64 426.612 71,33
3 65->75 24.199 4,04
Jumlah 598.113 100
Sumber : BPS Kota Jambi (2020)
Tabel 4. menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kota Jambi sebanyak
598.113 jiwa. Jumlah penduduk tersebut dibagi dalam tiga kategori yaitu kategori
penduduk berdasarkan usia belum produktif (0-14 tahun) di Kota Jambi sebanyak
147.302 jiwa (24,63%), jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun) di Kota
Jambi sebanyak 426.612 (71,33%) serta jumlah penduduk berdasarkan usia tidak
produktif (65->75 tahun) di Kota Jambi sebanyak 24.199 jiwa (4,04). Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Kota Jambi lebih banyak yang berada
dalam kategori usia produktif. Jumlah penduduk dalam usia produktif akan
mempengaruhi perekonomian di kota Jambi.
3. Kondisi Sosial
Dalam mendukung kemajuan di Kota Jambi, tentunya tidak dapat
dipisahkan dari bidang pendidikan mulai dari sekolah dasar hingga perguruan
tinggi, sekolah nonformal sebagai persekolahan dan persiapan di berbagai bidang
28
informasi sebagai pelatihan kemampuan yang diperlukan untuk kemajuan.
Berdasarkan laporan dari Dinas Pendidikan Kota Jambi pada tahun 2018/2019
adalah Taman Kanak-Kanak 171 buah, Sekolah Dasar dan MI 266 buah,
SMTP/Sederajat 103 buah dan SLTA/Sederajat 65 buah.
Perguruan tinggi di Kota Jambi diantaranya, yaitu Universitas Negeri Jambi,
Universitas Islam Negeri Serata Universitas/Perguruab Tinggi swasta diantaranya
universitas Batanghari, Akademi Sekretariat dan Manajemen, Sekolah Tinggi
Manajemen Informatika Komputer, STIKOM Dinamika Bangsa, Akper
Baiturrahim, serata Akper Depkes dan perguruan tinggi Muhammadiyah.
Penyediaan sarana kesehatan dalam Kota Jambi tahun 2019 tersebar
dibeberapa Kecamatan masing-masing, diantaranya: Rumah Sakit Umum Jambi,
RS. Bratananta (DKT), RS. Teressia, RS. Siloam, RS. MMC, RS Bhayangkara
Serata I Rumah Sakit Khusus. Jumlah pusat kesehatan masyarakat dan sejenisnya
antara lain: Puskesmas 22 buah dan puskesmas pembantu 36 buah.
Tempat ibadah yang ada di Kota Jambi tersebar disetiap Kecamatan yang
digunakan bagi setiap penduduk sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-
masing. Adapun jenis tempat ibadah tersebut adalah sebagai berikut Masjid 380
buah, Langgar dan Musholla 420 buah, Kelenteng 25 buah, Gereja 42 buah dan
Wihara 11 buah.
4. Kondisi Perekonomian Kota Jambi
Pertumbuhan ekonomi wilayah dapat dilihat dari Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) Produk Domestik Regional Bruto merupakan produksi yang
dihasilkan oleh suatu masyarakat dalam kurun waktu 1 tahun yang berada di
29
daerah atau regional tertentu. Produk Domestik Regional Bruto sebagai salah satu
indikator ekonomi memuat berbagai instrumen ekonomi yang didalamnya terlihat
dengan jelas keadaan makro ekonomi suatu daerah dengan pertumbuhan
ekonominya, pendapatan per kapita dan berbagai instrumen lainnya. Dimana
dengan adanya data-data tersebut akan sangat membantu pengambil kebijakan
dalam perencanaan dan evaluasi sehingga pembangunan tidak akan salah arah.
Angka Produk Domestik Regional Bruto sangat dibutuhkan dan perlu disajikan,
karena selain dapat dipakai sebagai bahan analisa perencanaan pembangunan juga
merupakan barometer untuk mengukur hasil-hasil pembangunan yang telah
dilaksanakan.
Penyajian PDRB biasanya dilakukan dalam 2 (dua) bentuk ; PDRB atas
harga berlaku dan PDRB atas harga konstan. PDRB atas dasar harga berlaku
menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung dengan
menggunakan harga pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan
menunjukan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga pada
satu tahun tertentu sebagai dasar. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik
Kota Jambi tahun 2019 meenunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Kota
Jambi sebesar 5,48%. Struktur ekonomi disektor perdagangan besar dan eceran,
reparasi mobil dan sepeda motorsebesar 30,75%. Selanjutnya nilai PDRB atas
dasar harga konstan di Kota Jambi sebesar 28,92%.
B. Potensi Ekonomi Kota Jambi
Perda Nomor 3 Tahun 2009 tentang RPJPD Kota Jambi, diungkapkan
bahwa Kota Jambi memiliki cita-cita untuk berubah menjadi Masyarakat yang
30
Tegas dan Sosial untuk Pertukaran dan Administrasi. Melalui visi ini, peningkatan
metropolitan ditujukan untuk meningkatkan penggunaan potensi di area
pertukaran untuk barang-barang mekanis kecil, sedang dan besar. Untuk
membantu pencapaian visi ini, dukungan usaha sangat penting. Lingkungan usaha
yang menguntungkan terjadi ketika otoritas publik, area pribadi dan populasi
secara keseluruhan dapat memanfaatkan kehadiran spekulasi. Pemerintah
setempat mengenakan kenaikan pendapatan, pengusaha mendapatkan keuntungan
yang tinggi, dan pekerjaan dikonsumsi dengan cara ini mengurangi jumlah
pengangguran.
Jumlah penduduk di Kota Jambi merupakan komitmen nilai tambah secara
keseluruhan sebesar 598.113 individu, dengan ketebalan 2.766 individu/km2.
Praktis 71,33% dari mereka memiliki tempat dengan kelompok usia 15 – 59
tahun, khususnya kelas usia yang berguna, ini menyiratkan bahwa mereka adalah
sumber utama bagi pembangunan keuangan Kota Jambi. Pekerjaan yang pasti
dilakukan oleh penduduk Kota Jambi sebagian besar bekerja di bidang diskon,
ritel dan penginapan, disusul oleh pekerjaan di bidang struktur/pembangunan,
bidang usaha perakitan, bidang administrasi keuangan, organisasi perlindungan
dan persewaan, bidang sosial , wilayah administrasi sosial dan individu.
Memang, kemajuan pertukaran fokus dan ruko telah berkembang pesat
dalam sepuluh tahun terakhir. Kota Jambi memiliki situasi yang esensial terhadap
keberadaan wilayah dan rejim yang berdampingan (hinterland), khususnya:
Aturan Batang Hari, Muaro Jambi, Tanjung Jabung Barat dan Tanjung Jabung
Timur. Dalam kedudukannya sebagai pusat pemerintahan, Kota Jambi harus
31
menyediakan berbagai kerangka kerja agen, dan bekerja dengan kebutuhan pihak
swasta dan pemerintah untuk langsung berhubungan dengan latihan mekanik dan
pertukaran.33
Selain itu, kota Jambi merupakan wilayah yang menghubungkan bagian
tengah dan timur Sumatera dan dapat menjadi pusat pertukaran wilayah karena
wilayah geologisnya. Selain aksesnya yang sederhana ke komunitas perkotaan
yang signifikan di Sumatera, Kota Jambi juga dekat dengan habitat
pengembangan wilayah Batam, Singapura dan Johor.
C. Masalah Kemiskinan di Kota Jambi
Permasalahan kemiskinan memang merupakan permasalahan yang
kompleks dan bersifat multidimensi yang terjadi di Kota Jambi. Pada tahun 2018
jumlah penduduk miskin di Kota Jambi sebanyak 50,61 ribu jiwa dan tahun 2019
jumlahnya menurun menjadi 57,95 ribu jiwa.34
Melihat kondisi tersebut, maka jumlah penduduk miskin di Kota Jambi
masih cukup tinggi karena jumlah penduduk miskin tersebut mencapai 9,69% dari
total pnduduk di Kota Jambi. Tingginya angka kemiskinan ini disebabkan karena
terbatasnya jumlah lapangan pekerjaan yang dapat menyerap tenaga kerja,
sedangkan jumlah angkatan kerja terus meningkat. Tahun 2018 jumlah angkatan
kerja di Kota Jambi sebanyak 297.290 jiwa dan tahun 2019 meningkat sebanyak
33 Tri Rahardjanto, Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Dalam Pembangunan Daerah Di
Kota Jambi, Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, Vol. 11 No. 1, Juni 2018, hlm. 43 34
Badan Pusat Statistik KotaJambi, Jumlah Penduduk Miskin di Kota Jambi Tahun 2018-
2020, 29 April 2021
32
307.022 jiwa. Dari jumlah angkatan kerja tersebut, maka jumlah penduduk yang
bekerja hanya 286.387 jiwa dan sisanya menganggur.
Mereka yang menjadi pengangguran ini tentu tidak memiliki penghasilan
tetap, sementara kebutuhan hidup tetap berjalan dan harus dipenuhi. Akibatnya
mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup dan berada dalam garis kemiskinan.
Kondisi ini akhirnya yang mendorong mereka untuk menjadi pengemis dan
gelandangan. Bagi remaja ada pula yang memilih utnuk menjadi anak jalanan.
33
BAB IV
IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 29 TAHUN 2016
DALAM PEMBERDAYAAN GELANDANGAN, PENGEMIS DAN
ANAK JALANAN DI KOTA JAMBI
A. Program dan Tujuan Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan
Anak Jalanan Menurut Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun
2016 di Kota Jambi
Gelandangan, pengemis dan anak jalanan merupakan permasalahan besar
bagi beberapa wilayah termasuk Kota Jambi. Selain mengganggu ketertiban
umum, keberadaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan dapat menajdi
indikasi bahwa kesejahteraan sosial masyarakat di Kota Jambi belum berjalan
dengan baik, dimana masih ada beberapa penduduknya yang belum memiliki
kelayakan hidup secara pebuh sehingga mereka harus turun kejalanan menjadi
gelandangan, pengemis maupun anak jalanan.
Berdasarkan data dari Dinas Sosial Kota Jambi jumlah gelandangan,
pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi selama tahun 2018 sampai 2019
mengalami peningkatan. Adapun jumlah gelandangan, pengemis dan anak jalanan
tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Jumlah Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota Jambi
No Kategori Tahun 2018 Tahun 2019
L P Jumlah L P Jumlah
1 Gelandangan 7 8 15 7 8 15
2 Pengemis 15 8 23 21 30 51
3 Anak jalanan 105 34 139 53 23 76
Jumlah
Sumber : Dinas Sosial Kota Jambi (2018-2019)
34
Tabel 5. Menunjukkan bahwa selama tahun 2018 sampai 2019 jumlah
gelandangan di Kota Jambi cenderung tetap yaitu 15 orang, jumlah pengemis
mengalami peningkatan dari 23 orang di tahun 2018 menjadi 51 orang di tahun
2019, serta anak jalanan di Kota Jambi juga mengalami penurunan dari 139 orang
menjadi 76 orang di tahun 2019. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah
gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi masih cukup tinggi dan
perlu penanganan serius, agar permasalahan kesejahteraan sosial masyarakat di
Kota Jambi dapat dituntaskan.
Oleh karena itu, pemerintah Kota Jambi melalui Dinas Sosial Kota Jambi
berupaya penuh untuk melakukan penertiban terhadap keberadaan gelandangan,
pengemis dan anak jalanan. Salah satu upaya yang dilakukan oleh pemerintah
Kota Jambi dalam menangani permasalahan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan adalah dengan menerbitkan Peraturan Daerah dalam hal ini adalah
Peraturan Walikota Jambi No 29 Tahun 2016 tentang Penanganan Gelandangan,
Pengemis (Gepeng) dan Anak Jalanan.
Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 tersbeut merupakan tindak lanjut dari
Peraturan Daerah Kota Jambi No 41 Tahun 2002 tentang Ketertiban Umum.
Penerbitan Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 dilakukan karena masalah
gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi perlu ditanggulangi secara
komprehensif dan terpadu guna meningkatkan kebutuhan hidup jasmani, rohani
dan kehidupan sosial lainnya dengan senantiasa menjunjung tinggi hak-hak asasi
manusia yang sesuai dengan nilai-nilai pancasila.
35
Konsep dari Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 dalam menangani
permasalahan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi adalah
melalui kegiatan pemberdayaan. Kegiatan pemberdayaan ini bertujuan untuk
menjadikan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi menjadi
pribadi yang lebih baik dan dapat hidup secara mandiri , baik mandiri secara
ekonomi maupun secara sosial.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 3 huruf (d) Peraturan Daerah
No 29 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa penanganan gelandangan, pengemis
dan anak jalanan bertujuan untuk :
Memberdayakan para gelandangan, pengemis dan anak jalanan untuk dapat
hidup mandiri secara ekonomi dan sosial.
Bunyi dari Pasal 3 tersebut secara tegas mengatur bahwa tujuan utama dari
pemberdayaan adalah untuk memberikan kemandirian secara ekonomi dan sosial
terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemandirian secara ekonomi
artinya gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang telah mendapat pembekalan
selama mengikuti kegiatan pemberdayaan dapat meningkatkan taraf hidupnya
sendiri dan mengakses sumberdaya dengan sebaik mungkin. Artinya kemandirian
ekonomi berkaitan dengan kemampuan gelandangan, pengemis dan anak jalanan
untuk memanfaatkan keterampilan dan sumberdaya yang dimiliki guna
memperoleh pendapatan dan meningkatkan taraf hidupnya.
Contoh dari kemandirian ekonomi yang diharapkan dari kegiatan
pemberdayaan ini adalah ketika mengikuti kegiatan pemberdayaan, maka
gelandangan, pengemis dan anak jalanan akan diberi pelatihan seperti menjahit,
bengkel, pelatihan potong rambut dan salon kecantikan serta pelatihan-pelatihan
36
lain. kemudian setelah kegiatan ini selesai diharapkan para gelandangan,
pengemis dan anak jalanan tidak kembali ke pekerjaan awal, melainkan sudah
bekerja atau membuka usaha sesuai dengan keterampilan yang diperoleh selama
pelatihan sehingga pendapatan mereka menjadi lebih tinggi dibanding dengan
mengemis atau mengamen.
Selain kemandirian ekonomi, kegiatan pemberdayaan juga bertujuan untuk
memberikan kemandirian sosial. Kemandirian sosial merupakan kemampuan
seseorang untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan masyarakat disekitar
tempat tinggalnya. Selama ini sebagian besar masyarakat di Kota Jambi
memandang kelompok gelandangan, pengemis dan anak jalanan dengan sebelah
mata. Masyarakat menganggap bahwa kelompok ini cukup meresahkan dan bisa
menjadi permasalahan bagi tatanan kehidupan di masyarakat. Terutama anak
jalanan yang dianggap oleh masyarakat sering menimbulkan keresahan dan
banyak berbuat tindak kriminal seperti tawuran dan mencuri.
Bukan hanya masyarakat, bahkan keluarga yang seharusnya menjadi
pelindung justru menganggap bahwa gelandangan, pengemis dan anak jalanan ini
sebagai beban keluarga. Padahal gelandangan, pengemis dan anak jalanan hidup
dibawah garis kemiskinan dan seharusnya keluarga merupakan orang pertama
yang dapat membantu mereka agar tidak menjadi gelandangan maupun pengemis,
namun faktanya justru keluarga mereka sendiri yang bersikap semena-mena
terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Akibat dari hal ini, maka gelandangan, pengemis dan anak jalanan tdiak
akan mampu bersosialisasi dengan lingkungan disekitarnya. Kondisi ini harus
37
ditangani dengan setepat mungkin, karena gelandangan, pengemis dan anak
jalanan juga manusia dan memiliki hak dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh
karenanya, melalui kegiatan pemberdayaan tersebut maka gelandangan, pengemis
dan anak jalanan dapat memperoleh pelatihan dan keterampilan untuk kemudian
bekerja maupun membuka usaha dan mereka mandiri secara ekonomi. Ketika
gelandangan, pengemis dan anak jalanan ini sudah mandiri secara ekonomi, maka
secara otomatis kemandirian sosial juga akan diperoleh karena mereka sudah
memiliki mata pencaharian yang lebih layak dan keluarga serta masyarakat tentu
akan menghormati mereka sehingga mereka dapat bersosialisasi dan terlibat
dalam kehidupan masyarakat pada umumnya.
Hal ini juga sesuai dengan hasil wawancara kepada staf Dinas Sosial Kota
Jambi yang menyatakan bahwa :
Sesuai wawancara dengan Bapak Toyib selaku stap dinas sosial beliau
mengatakan Konsep dari Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 itu
merupakan bentuk tindak lanjut dari Peraturan Daerah No 41 Tahun 2002
tentang Ketertiban Umum, dimana penaganan Gelandangan, pengemis dan
anak jalanan dapat diwujudkan melalui kegiataan pembinaan dan
pemberdayaan. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk menjadikan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan agar mandiri secara ekonomi dan
sosial, sehingga mereka tidak perlu ada dijalanan dan dapat hidup dengan
layak serta bersosial dengan masyarakat pada umumnya.35
Berdasarkan hal tersebut, maka konsep dari Peraturan Daerah Kota Jambi
No 29 Tahun 2016 dalam melakukan pemberdayaan terhadap gelandangan,
pengemis dan anak jalanan adalah memberikan pelatihan dan pembekalan baik
secara moral maupun keterampilan agar pada gelandangan, pengemis dan anak
jalanan ini dapat mencapai kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial. Olehk
35 Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
38
arena itu, Dinas Sosial dan Satpol PP Kota Jambi terus melakukan penertiban dan
pendataan terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Kemudian mereka
akan diseleksi, setelah itu mereka akan ditempatkan dalam panti penampungan
sementara dan dilakukan penyuluhan, pembinaan, pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan kemudian disalurkan kedunia kerja.
Selanjutnya tujuan dari adanya kegiatan pemberdayaan tersebut selain untuk
memberdayakan para gelandangan, pengemis dan anak jalanan agar hidup mandiri
baik secara ekonomi maupun sosial, tujuan lainnya adalah mendidik komunitas
gelandangan, pengemis dan anak jalanan agar dapat diterima oleh masyarakat
serta mengajak seluruh elemen masyarakat dan para pelaku usaha agar sama-sama
membantu para gelandangan, pengemis dan anak jalanan untuk hidup layak.
Sebagaimana yang telah dijelaskan dalam Pasal 3 huruf c dan e Perda No 29
Tahun 2016 bahwa tujuan dari kegiatan pemberdayaan dan penanganan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan adalah (c) mendidik komunitas
gelandangan, pengemis dan anak jalanan agar dapat hidup secara normal dan
layak sebagaimana kehidupan masyarakat hukum; (e) meningkatkan peran serta
kesadaran pemerintah daerah, dunia usaha dan seluruh elemen masyarakat lainnya
untuk berpartisipasi dalam penanggulangan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan.
Berdasarkan konsep dan tujuan tersbeut, maka Perda No 29 Tahun 2016
berperans angat penting dalam kegiatan pemberdayaan gelandangan, pengemis
dan anak jalanan. Selai, itu, Perda ini juga menjadi pedoman bagi Dinas Sosial
39
dan instansi terkait yang ada di Kota Jambi agar dapat bergerak dengan tepat dan
sesuai dnegan Peraturan yang telah ditetapkan tersebut.
B. Pelaksanaan Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 Tentang
Pemberdayaan Gelandangan, Pengemis dan Anak Jalanan di Kota
Jambi
Penerbitan Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 dilakukan oleh pemerintah
Kota Jambi dengan tujuan untuk mewujudkan kehidupan masyarakat yang
ebrmartabat dan berkeadilan sosial melalui upaya-upa kongkrit dalam
pemberdayaan kelompok masyarakat gelandangan, pengemis maupun anak
jalanan.
Hal ini dikarenakan semakin berkembangnya kelompok-kelompok
gelandangan, pengemis dan anak jalanan apabila tidak ditanggulangi secara tepat
maka akan menimbulkan berbagai permasalahan sosial dan ketertiban yang dapat
mengganggu keharmonisan kehidupan sosial masyarakat sebagai salah satu faktor
kunci keberhasilan pembangunan.
Kondisi ini menyebabkan pemerintah Kota Jambi melalui Dinas Sosial Kota
Jambi benar-benar melaksanakan Peraturan Daerah No 29 Tahun 2016 dalam
penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Dinas Sosial dan Satpol PP
Kota Jambi selalu menerapkan dan menggalakkan Perda tersebut dalam setiap
tindakan yang diambil untuk penanganan permasalahan gelandangan, pengemis
dan anak jalanan.
Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Staf Dinas Sosial Kota Jambi yaitu
Babak Toyib beliau menyatakan bahwa :
40
Sebelum adanya Perda No 29 Tahun 2016 penertiban gelandangan,
pengemis dan anak jalanan hanya dilakukan sebatas merazia, mendata,
membuat surat perjanjian yang isinya mereka tidak akan mengganggu
ketertiban umum dan kembali kejalanan serta mengembalikan mereka
kepada pihak keluarga. Akan tetapi sejak adanya Perda tersebut, Dinas
Sosial benar-benar mengimplementasikan Perda dalam setiap tindakan yang
dimabil untuk penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Artinya semua aturan-aturan yang ada dalam Perda tersebut sudah kami
terapkan.36
Hasil wawancara tersbeut juga didukung hasil wawancara dengan staf
Satpol PP Kota Jambi yaitu bapak Rafli yang menyatakan bahwa :
Satpol PP dalam melakukan razia gelandangan, pengemis dan anak jalanan
itu berpedoman pada Perda No 29 tahun 2016. Dalam Perda tersebut sudah
dijelaskan tatacara penanganan, pembinaan maupun pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Namun tugas Satpol PP hanya
melakukan penertiban, ketika sudah kami tertibkan untuk kemudian kami
serahkan kepada pihak Dinas Sosial Kota Jambi.37
Pelaksanaan Perda No 29 Tahun 2016 tersebut merupakan wujud dari
implementasi kebijakan yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Kota Jambi.
adapun pelaksanaan dari Perda No 29 Tahun 2016 dalam pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang telah dilakukan oleh Dinas Sosial
Kota Jambi sebagai berikut:
1. Penertiban
Langkah awal yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Jambi dalam
melakukan kegiatan pemberdayaan adalah dengan menertibkan pada gelandangan,
pengemis dan anak jalanan. Penertiban atau pengamanan ini dilakukan oleh Dinas
Sosial yang bersinergi dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Kota
Jambi. Dinas Sosial dan Satpol PP akan melakukan patroli terhadap wilayah-
36 Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021 37
Hasil Wawancara dengan Bapak Rafli Selaku Petugas Satpol PP Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
41
wilayah yang menjadi pusat adanya gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Setelah mereka diamankan, maka seluruh gelandangan, pengemis dan anak
jalanan yang terjaring razia akan dibahwa ke Dinas Sosial untuk dilakukan
pembinaan.
Hal sesuai hasil wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi yaitu
Bapak Toyib menyatakan bahwa :
Konsep dari Perda No 29 Tahun 2016 itu menegaskan tentang bagaimana
tahap awal sampai tahap akhir pemberdayaan terhadap gelandangan,
pengemis dan anak jalanan yang ada di Kota Jambi. sebelum melakukan
pemberdayaan, terlebih dahulu harus di lakukan pengamanan terhadap
gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang ada di wilayah-wilayah
rawan. Setelah diamankan, mereka akan kami data, kemudian kami bawa ke
Dinas untuk dibina dan dilakukan pemberdayaan. Dalam hal ini Dinas
Sosial bekerjasama dengan Satpol PP.38
Hasil wawancara tersebut juga didukung dengan hasil wawancara petugas
Satpol PP Kota Jambi Yaitu Bapak Rafli menyatakan bahwa :
Dinas Sosial Kota Jambi memang bekerjasama dengan Satpol PP dalam
melakukan mengamanan terhadap anak jalanan, gelandangan dan pengemis.
Hal ini dikarenakan Satpol PP memiliki kewenangan untuk penertiban
umum, tetapi dalam kegiatan pemberdayaan dan pembinaannya nanti itu
yang berwenang adalah Dinas Sosial Kota Jambi. jadi Satpol PP hanya
membantu dalam hal penertiban gelandangan, pengemis dan anak jalanan.39
Setelah diamankan, maka gelandangan, pengemis dan anak jalanan akan di
bawa ke Dinas Sosial dan akan dibina kemudian dilakukan kegiatan
pemberdayaan. Selama mengikuti kegiatan pemberdayaan gelandangan, pengemis
dan anak jalanan ditempatkan di panti penampungan sementara yang ada di Dinas
Sosial Kota Jambi dan harus sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaa, kesusilaan dan
38 Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021 39
Hasil Wawancara dengan Bapak Rafli Selaku Petugas Satpol PP Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
42
kesopanan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 9 Ayat 1 dan 2 Perda No
29 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa:
1. Suaka singkat di tempat perlindungan sementara bagi gelandangan,
orang miskin, dan anak jalanan setelah penyerangan dilakukan
sehubungan dengan pengumpulan dan penentuan informasi.
2. Selama di rumah penampungan sementara, Cabang Para Pihak
bersama dengan kantor-kantor yang berlaku harus fokus pada
kualitas manusia, konvensionalitas dan kesopanan..
Setelah gelandangan, pengemis dan anak jalanan berada di penampungan
sementara, maka tidak semua dari mereka akan diberdayakan, elainkan harus
melalui tahap seleksi dan pembinaan terlebih dahulu. Hal ini sebagaimana hasil
wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi yaitu Bapak Toyib menjelaskan
bahwa :
Berdasarkan Perda No 29 Tahun 2016 kegiatan pemberdayaan tidak bisa
langsung dilakukan begitu saja, melainkan harus melalui tahap seleksi dan
pembinaan terlebih dahulu. Tujuannya adalah agar kegiatan pemberdayaan
ini benar-benar tepat sasaran.40
Pemilah terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan dilakukan oleh
Dinas Sosial sesuai dengan pasal-pasal yang tercantum dalam Perda No 29 Tahun
2016. Berdasarkan Perda tersebut, maka seleksi yang dimaksud adalah
menentukan kualifikasi permasalahan yang disandang oleh para gelandangan,
pengemis dan anak jalanan. Jika gelandangan, pengemis dan anak jalanan masih
dibawah umum biasanya mereka akan direhabilitasi di Panti sosial atau
dikembalikan kepada pihak keluarga, sedangkan apabila gelandangan, pengemis
40
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
43
dan anak jalanan sudah memasuki usia produktif maka akan diberi kegiatan
pemberdayaan tersebut.
2. Penanganan
Selanjutnya setelah ditertibkan, maka yang dilakukan oleh Dinas Sosial
Kota Jambi sebagai bentuk pelaksanan Perda No 29 Tahun 2016 dalam kegiatan
pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi adalah
melakukan penanganan terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Dalam
melakukan penanganan ini, Dinas Sosial Kota Jambi melaksanakan secara terpadu
yang melibatkan Satpol PP, pelaku usaha dan seluruh elemen masyarakat, seperti
pemerintah Kecamatan, pemerintah Kelurahan, pihak RT/RW bahkan pihak
keluarga dan orang-orang terdekat dari gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Tujuan dari Dinas Sosial Kota Jambi dengan melakukan penanganan
melalui pihak-pihak tersebut sebagai wujud pencegahan agar para gelandangan,
pengemis dan anak jalanan mendapat pengawasan dari pihak terkait, sehingga
mereka tidak kembali ke jalanan.
Hal ini sesuai hasil wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi yaitu
Bapak Toyib menyatakan bahwa:
Pelaksanaan pertama dari Perda Kota Jambi No 29 Tahun 2016 itu adalah
melakukan penanganan terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Penanganan ini tidak hanya melibatkan Dinas Sosial dan Satpol PP saja,
tetapi juga pelaku usaha dan masyarakat khususnya keluarga atau
lingkungan terdekat dengan gelandangan, pengemis dan anak jalanan
tersebut. hal ini sebagai bentuk implementasi atau pelaksanaan dari Perda
No 29 Tahun 2016 Bagian ke Ayat 1 dan 2.41
41
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
44
Hasil wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi menjelaskan bahwa
penanganan yang dilakukan oleh Dinas Sosial merupakan wujud implementasi
atau pelaksanaan dari Perda No 29 Tahun 2016 di BAB III bagian Penanganan
Ayat 1 dan 2 berbunyi:
1) Penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan dilaksanakan
secara terpadu oleh pemerintah Kota Jambi dengan melibatkan dunia
usaha dan elemen masyarakat lainnya.
2) Penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mengacu pada asas dan tujuan
peraturan ini dilakukan secara terpadu melalui usaha preventif,
respensif, rehabilitasi dan represif.
Berdasarkan hal tersebut, maka pelaku usaha yang biasanya dilibatkan oleh
Dinas Sosial sebagai pelaksanaan penanganan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan adalah pemilik usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) yang ada di
Kota Jambi, seperti usaha industri rumahan, bengkel, salon, cuci motor dan lain-
lain yang sesuai dengan kegiatan pemberdayaan yang diadakan di Dinas Sosial.
Keterlibatan peelaku usaha ini sebagai pihak yang memberikan pelatihan dan
arahan kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan ketika mengikuti
kegiatan pemberdayaan. Selain itu, pelaku usaha tersebut juga sebagai fasilitas
untuk menyalurkan gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang telah selesai
mengikuti pemberdayaan, teetapi jika gelandangan, pengemis dan anak jalanan
tersbeut merasa memiliki kemampuan maka mereka boleh untuk membuka usaha
secara mandiri.
Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Jambi dalam hal ini melalui
Dinas Sosial Kota Jambi telah melaksanakan Perda No 29 Tahun 2016 tentang
penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan dengan cukup baik dan telah
45
melakukan upaya-upaya penanganan gelandangan, pengemis dan anak jalanan
dengan optimal dan sesuai aturan dalam Perda tersebut.
3. Pelaksanaan Kegiatan Pemberdayaan
Selama mengikuti kegiatan pemberdayaan, gelandangan, pengemis dan anak
jalanan akan diberi penyuluhan, bimbingan mental, bimbingan sosial, bimbingan
keterampilan baru kemudian disalurkan kedunia kerja. Hal ini sebagaimana
tercantum dalam Pasal 14 Ayat 1 Perda No 29 Tahun 2016 menegaskan bahwa :
Usaha rehabilitasi sosial terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan
meliputi serangkaian kegiatan bimbingan mental, bimbingan sosial,
bimbingan keterampilan dan penyaluran.
Hal ini juga dijelaskan oleh staf Dinas Sosial Kota Jambi bahwa :
Sebelum gelandangan, pengemis dan anak jalanan ini diberdayakan,
merekka harus terlebih dahulu mendapat bimbingan mental maupun
keterampilan sampai mereka benar-benar siap untuk kita salurkan dalam
kehidupan sosial masyarakat.42
Berdasarkan konsep dari Perda No 29 Tahun 2016 tersebut, maka kegiatan
pemberdayaan terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang dilakukan
oleh Dinas Sosial Kota Jambi pada tahun 2020 lalu adalah pelatihan kemampuan
dibidang salon dan kecantikan, dimana gelandangan, pengemis dan anak jalanan
yang berjenis kelamin laki-laki akan dibina keterampilannya dalam hal potong
rambut sedangkan gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang berjenis kelamin
perempuan akan dibina keterampilannya dalam hal salon kecantikan. Sementara
untuk tahun 2021 ini belum ada kegiatan pemberdayaan yang dilakukan.
42
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
46
Tahun 2020 ini kegiatan pemberdayaan hanya dalam bidang potong rambut
dan salon kecantikan karena terbatasnya anggaran Dinas Sosial untuk melakukan
pemberdayaan terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Anggaran yang
terbatas tersebut dikarenakan Dinas Sosial harus mengalokasikan dana untuk
penanganan wabah covid-19 termasuk meberikan bantuan sosial kepada seluruh
masyarakat yang ada di Kota Jambi.
Semnetara itu, pada tahun-tahun sebelumnya tepatnya tahun 2018 dan 2019
lalu kegiatan pemberdayaan untuk gelandangan, pengemis dan anak jalanan
meliputi pelatihan kemampuan dan keterampilan dibidang otomotif seperti
bengkel dan cuci motor. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan staf Dinas
Sosial Kota Jambi bahwa :
Berpedoman pada Perda No 29 Tahun 2016 tersebut, maka kegiatan
pemberdayaan untuk gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang
dilakuka oleh Dinas Sosial di tahun 2020 lalu adalah pemberdayaan dalam
bidanag potong rambut dan salon kecantikan. Sedangkan
tahun 2021 ini belum ada karena anggaran yang harus dialihkan untuk
bantuan sosial selama pandemic Covid-19. Tapi tahun 2018 daan 2019 lalu
banyak kegiatan pemberdayaan yang dilakukan, diantaranya adalah
pemberdayaan bengkel dan cuci motor.43
Kegiatan pelatihan dalam pemberdayaan tersebut dilakukan sebnayak 3-4
kali dalam seminggu dan akan terus dilakukan sampai gelandangan, pengemis dan
anak jalanan tersebut siap untuk disalurkan dalam dunia kerja sesuai dengan
keterampilan yang telah diajarkan. Setelah kegiatan pemberdayaan tersebut
selesai, maka gelandangan, pengemis dan anak jalanan akan disalurkan
kebeberapa sektor usaha atau lapangan kerja lainnya, dikembalikan kepada pihak
43
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
47
keluarga atau bahkan gelandangan, pengemis dan anak jalanan akan dibantu untuk
membuka usaha mandiri.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 14 Ayat 6 Perda No 29 Tahun
2016 bahwa :
Penyaluran terhadap Gelandangan dan pengemis yang telah direhabilitasi
sosial meliputi pengembalian dalam kehidupan keluarga dan masyarakat,
menyalurkan kejalur-jalur lapangan kerja/sektor usaha serta usaha mandiri.
Kegiatan pemberdayaan ini dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan dari Pasal
14 Ayat 1 sampai Ayat 7 Perda No 29 Tahun 2016. Bagi gelandangan, pengemis
dan anak jalanan yang telah memasuki usia kerja maka akan dilakukan kegiatan
pemberdayaan dengan diberikan bimbingan usaha ekonomi produtkif dan
bimbingan keterampilan kerja untuk kemudian dilakukan penyaluran kepada
dunia kerja. Hal ini dijelaskan dalam Ayat 5 dan 6 Pasal 14 Perda No 29 Tahun
2016 bahwa :
5) Bimbingan keterampilan dalam usaha rehabilitasi sosial meliputi:
a. Bimbingan usaha ekonomis produktif; dan
b. Bimbingan keterampilan kerja
6) Penyaluran terhadap gelandangan dan pengemis yang telah
direhabilitas sosial meliputi:
a. Pengembalian dalam kehidupan keluarga dan masyarakat
b. Menyalurkan ke jalur-jalur lapangan kerja
c. Usaha mandiri.
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa kegiatan pemberdayaan yang diberikan
kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan adalah kegiatan potong rambut
dan salon kecantikan. Kegiatan bimbingan keterampilan kerja ini dilakukan
sebanyak 3 sampai setiap hari selama seminggu. Setelah kegiatan pemberdayaan
ini selesai Dinas juga selalu melakukan pemantauan terhadap gelandangan,
48
pengemis dan anak jalanan. Bagi mereka yang ketahuan kembali turun kejalan
maka akan dikenakan sanksi. Pernyataan tersebut juga dibenarkan oleh salah satu
gelandangan dan pengemis yang telah mengikuti kegiatan pemberdayaan,
menjelaskan bahwa:
Dinas Sosial memberikan pelatihan potong rambut dan salon kecantikan
kepada gelandangan dan pengemis. Pelatihannya selama 3 sampai 1
minggu, itu bisa setiap hari sampai kami benar-benar mampu. Setelah
kegiatan pemberdayaan tersebut selesai, kami akan disalurkan ke usaha
salon atau buka usaha mandiri, tapi ada juga yang kembali kepihak
keluarga. Dinas dan Satpol PP masih terus memantau jika kami ketangkap
lagi maka akan dipenjara.44
4. Menyediakan Anggaran Dana
Guna mendukung pelaksanaan kegiatan pemberdayaan tersebut, maka
pemerintah Kota Jambi juga menyediakan anggaran dana yang dapat digunakan
untuk kegiatan pemberdayaan. Hal ini sebagai bentuk pelaksanan Perda No 29
Tahun 2016 yang menegaskan bahwa pemerintah Kota Jambi harus menyediakan
anggaran dan tempat khusus untuk penampungan dan pelaksanaan kegiatan
pemberdayaan. Hal ini sebagaimana bentuk implementasi dari Pasal 19 Perda No
29 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa:
1) Pembiayaan penyelenggaraan pemeliharaan gelandangan,
gelandangan, dan anak jalanan oleh badan publik, pemerintah
umum, dan tambahan pemerintah daerah dibebankan pada
rencana pengeluaran pendapatan dan konsumsi negara, APBD
biasa, APBD, serta sumber-sumber asli lainnya sesuai
pengaturan hukum dan pedoman.
2) Sumber pembiayaan dalam pengobatan gelandangan,
gelandangan dan anak jalanan dibantu melalui bantuan dunia
44
Hasil Wawancara dengan NN Gelandangan dan Pengemis di Kota Jambi pada Tanggal
24 Maret 2021
49
usaha, kepentingan daerah, pemberi bantuan yang halal dan
tidak dibatasi yang diawasi oleh pejabat yang berwenang.
Berdasarkan bunyi dari Pasal tersebut, maka pemerintah Kota Jambi seelalu
berupaya untuk menyediakan anggaran dan fasilitas agar kegiatan penanganan dan
pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan dapat berjalan dengan
baik.
5. Pelaksanaan Pencegahan dan Rehabilitasi Sosial
Selaanjutnya sebagai bentuk pelaksanaan dari Perda No 29 Tahun 2016
yang dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Jambi adalah melaksanakan Pencegahan
dan Rehabilitasi sosial terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Hal ini
sebagai bentuk implementasi atau pelaksanaan Perda No 29 Tahun 2016 BAB IV
bagian kesatu, kedua ketiga dan keempat.
Bagian pertama dari BAB IV Perda No 29 Tahun 2016 mengatur tentang
usaha preventif yang harus dilakukan oleh Pemerintah Kota Jambi melalui Dinas
Sosial dalam penanganan dan pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak
jalanan. Bagian ini menjelaaskan bahwa usaha preventif dilakukan untuk
mencegah timbulnya atau maraknya gelandangan, pengemis dan anak jalanan.
Usaha preventif ini dapat dilakukan dengan cara melakukan pemantauan dan
pengendalian terhadap penyebab timbulnya gelandangan, pengemis dan anak
jalanan.
Dinas Sosial melakukan kerjasama dengan pihak Satpol PP dalam
melakukan pemantauan dan pengendalian terhadap gelandangan, pengemis dan
anak jalanan. Pemantauan tersebut dilakukan setiap hari selema 24 jam, apabila
50
ketika melakukan pemantauan Satpol PP menemukan gelandangan, pengemis dan
anak jalanan yang sedang beroperasi, maka akan langsung dibawa ke Dinas
Sosial. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi
bahwa :
Pemantauan gelandangan, pengemis dan anak jalanan dilakukan oleh Dinas
Sosial dan Satpol PP Kota Jambi setiap hari dan dilakukan selama 24 jam.
Artinya setiap waktu ada petugas yang berkeliling Kota Jambi untuk
memantau gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Jika ditemukan maka
akan dirazia dan dibawa ke Dinas Sosial untuk kemudian kita bina.45
Pernyataan tersebut juga sesuai hasil wawancara dengan staf Satpol PP Kota
Jambi bahwa:
Pemantauan memang dilakukan selama 24 jam oleh pihak Satpol PP yang
tentu bekerjasama dengan Dinas Sosial. Ketika ada ditemukan gelandangan,
pengemis dan anak jalanan yang sedang beroperasi maka akan langsung
dibawa ke Dinas Sosial dan urusan selanjutnya diserahkan kepada Dinas,
karena mereka lebih berwenang dalam pembinaan dan pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan.46
Selain melakukan pemantauan, Dinas Sosial juga melakukan sosialisasi
sebagai bentuk usaha preventif dalam mencegah maraknya gelandangan,
pengemis dan anak jalanan. Sosialisasi ini dilakukan oleh Dinas Sosial dan
bekerjasama dengan instansi terkait seperti pihak Kecamatan maupun Kelurahan
serta pihak keluarga. Pelaksanaan sosialisasi ini dilakukan secara langsung dan
tidak langsung.
Sosialisasi secara langsung dilakukan dengan cara Dinas Sosial datang ke
Kelurahan atau Kecamatan serta memberikan dampak dari gelandangan, pengemis
dan anak jalanan serta memberikan solusi kepada keluarga yang kurang mampu
45 Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021 46
Hasil Wawancara dengan Bapak Rafli Selaku Petugas Satpol PP Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
51
supaya tidak menjadi gelandangan dan pengemis. Solusi yang diberikan biasanya
berupa pelatihan keterampilan membuat kerajinan tangan maupun pelatihan usaha
kecil. Namun sosialisasi secara langsung ini tidak bisa sering-sering dilakukan
karena keterbatasan anggaran dan tenaga.
Selanjutnya sosialisasi secara tidak langsung juga dilakukan oleh Dinas
Sosial Kota Jambi dnegan cara memberikan himbauan mengenai dampak,
larangan dan sanksi administrative kepada gelandangan, pengemis dan anak
jalanan. Sosialisasi ini tidak hanya ditujukan kepada gelandangan, pengemis dan
anak jalanan, tetapi juga kepada setiap orang yang memberikan uang/barang
kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Sosialisasi tidak langsung ini
dilakukan melalui media cetak maupun media sosial.
Hal ini sesuai hasil wawancara dengan Dinas Sosial Kota Jambi yang
menjelaskan bahwa :
Usaha preventif tidak hanya dilakukan dengan cara pemantauan, ettapi juga
melakukan sosialisasi. Sosialisasi ini dilakukan secraa langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dilakukan dnegan cara orang Dinas datang ke
Kecamatan maupun Kelurahan dan mengumpulkan warga yang kurang
mampu untuk ikut pelatihan dan lain sebagainya agar mereka termotivasi
untuk melakukan usaha dan tidak menjadi gelandangan, pengemis maupun
anak jalanan. Sedangkan sosialisasi tidak langsung biasanya kita himbau
mengenai larangan menajdi gelandangan, pengemis dan anak jalanan atau
bahkan memberikan barang/uang kepada gelandangan, pengemis dan anak
jalanan yang ada di lampu merah, jalan protocol dan lain sebagainya.47
Selanjutnya bagian kedua dari Bab IV Perda No 29 Tahun 2016 adalah
melakukan usaha represif. Usaha represif ini bertujuan untuk mengurangi atau
bahkan meniadakan gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota Jambi.
dalam hal ini usaha represif yang dilakukan oleh Dinas Sosial adalah melakukan
47 Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
52
razia, menampung gelandangan, pengemis dan anak jalanan, melakukan
identifikasi dan seleksi kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan serta
melakukan penyuluhan dan bimbingan kepada gelandangan, pengemis dan anak
jalanan.
Pertama yang dilakukan sebagai usaha represif oleh Dinas adalah
melakukan razia terhadap gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Razia ini
dilakukan oleh Satpol PP yang berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kota Jambi.
pelaksanaan razia tetap memperhatikan dan berlandaskan pada prinsip-prinsip
kemanusiaan, kesopanan dan kesusilaan. Hal ini sebagaimaana hasil wawancara
dengan staf Satpol PP Kota Jambi bahwa :
Razia gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang melaksanakan adalah
Satpol PP, tetapi berkoordinasi dengan Dinas Sosial, karena penanganan
lebih lanjut terhada gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang terkena
razia dillakukan oleh Dinas Sosial. Razia ini tetap memperhatikan asas-asas
kesopanan dan kemanusiaan sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 8 Ayat 1-
4.48
Setelah melakukan razia, maka gelandangan, pengemis dan anak jalanan
akan dibawa ke penampungan sementara yang ada di Dinas Sosial. Kemudian
mereka akan diseleksi, dimana anak gelandangan, pengemis dan anak jalanan
yang belum memasuki usia kerja maka akan dibawa ke Panti sosial, kemudian
gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang mengalami gangguang kejiwaan
akan di bawa ke Rumah Sakit Jiwa serta gelandangan, pengemis dan anak jalanan
yang sudah memasuki usia kerja/produktif akan dilakukan kegiatan pemberdayaan
kembali. Tetapi sebelum dibawa ke Panti Sosial, gelandangan, pengemis dan anak
jalanan ini akan direhabilitasi terlebih dahulu di penampungan sementara minimal
48 Hasil Wawancara dengan Bapak Rafli Selaku Petugas Satpol PP Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
53
3 hari dan paling lama 1 minggu, kecuali bagi gelandangan, pengemis dan anak
jalanan yang mengalami gangguan kejiwaan.
Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan staf Dinas Sosial Kota Jambi
yang menjelaskan bahwa :
Setelah di razia, mereka akan diseleksi, anak jalanan yang masih dibawah
umur akan diserahkan ke Panti dan gelandangan, pengemis dan anak jalanan
yang sudah masuk usia produktif akan dilakukan pemberdayan untuk masuk
dunia kerja. Sedangkan yang mengalami gangguan jiwa akan kita bawa ke
Rumah Sakit Jiwa. Tapi sebelumnya, mereka akan di rehab selama 1
minggu dan paling cepat selama 3 hari.49
Bagian ketiga Bab IV Perda No 29 Tahun 2016 usaha selanjutnya yang
dilakukan oleh Dinas Sosial Kota Jambi adalah melakukan rehabilitasi sosial.
Pelaksanakaan rehabilitasi ini dilakukan dnegan cara gelandangan, pengemis dan
anak jalanan akan dibina, dibimbing dan dilakukan pemberdayaan. Bimbingan
yang diberikan bermacam-macam, bimbingan sosial, bimbingan keterampilan,
keagamaan, budi pekerti, bimbingan usaha ekonomis produktif, bimbingan usaha
keterampilan dan lain sebagainya.
Pada dasarnya, pelaksanaan pencegahan dan rehabilitasi akan dilakukan
kepada gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang sudah mengikuti kegiatan
pemberdayaan tetapi mereka masih kembali ke jalanan.
6. Melakukan Sanksi
Dinas Sosial Kota Jambi juga melakukan sanksi kepada gelandangan,
pengemis dan anak jalanan yang tertangkap dua kali karena kembali kejalanan
setelah mengikuti kegiatan pemberdayaan. Sanksi yang diberikan berrupa teguran
49
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
54
bahkan denda atau kurungan penjara. Hal ini dilakukan sebagai bentuk
pelaksanaan Bab VII daan Bab VIII Perda No 29 Tahun 2016.
Tujuan dari penerapan sanksi ini adalah untuk memberikan efek jera kepada
gelandangan, pengemis dan anak jalanan sehingga mereka tidak kembali
kejalanan. Hal ini sebagaimana hasil wawancara dengan salah satu gelandangan,
pengemis dan anak jalanan yang ada di Kota Jambi bahwa:
Dinas Sosial menghimbau kami untuk tidak kembali kejalanan, melainkan
harus bekerja atau membuka usaha. Jika kami melanggar maka kami akan
dipenjara.50
Sanksi yang ada di Perda No 29 Taahun 2016 tersebut beenar-benar
diimplementasikan oleh Dinas Sosial Kota Jambi dengan tujuan agar penanganan
dan pemberdaayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang ada di Kota
Jambi tepat sasaraan.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, maka pelaksanaan Perda No 29
Tahun 2016 tentang penanganan dan pemberdayaan gelandangan, pengemis dan
anak jalanan sudah tepat dan sudah dilakukan dengan baik oleh Dinas Sosial Kota
Jambi. dimana Dinas Sosial sudah bekerjasama dengan Satpol PP, isntansi
pemerintah, dunia usaha dan masyarakat dalam penanganan dan pemberdayaan
gelandangan, pengemis dan anak jalanan. Dinas sosial juga sudah melakukan
penanganan, penertiban, pembinaan (rehabilitasi sosial), pemberdayaan,
penyediaan anggaran dan fasilitas serta penerapan sanksi yang sesuai dengan
aturan dalam Perda No 29 Taahun 2016.
50
Hasil Wawancara dengan NN Gelandangan dan Pengemis di Kota Jambi pada Tanggal
24 Maret 2021
55
Hal ini tentu mempengaruhi jumlah gelandangan, pengemis dan anak
jalanan, dimana selama tahun 2018-2019 jumlah anak jalanan di Kota Jambi
mengalami penurunan dan gelandangan jumlahnya tetap, sedangkan untuk
pengemis yang jumlahnya masih meningkat tentu Dinas akan melakukan upaya-
upaya optimal agar dapat mengurangi jumlah pengemis di Kota Jambi. Salah
satunya adalah terus melakukan evaluasi terhadap Perda No 29 Tahun 2016
tentang penanganan dan pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan
di Kota Jambi.
Berdasarkan hasil penelitian pemerintah Kota Jambi telah melakukan
pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang sesuai dengan
Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016. Pelaksanaan Perda tersebut juga
sudah tepat karena jumlah gelandangan dan anak jalanan di Kota Jambi sudah
mulai berkurang, sedangkan untuk pengemis masih membutuhkan perhatian dan
upaya yang lebih kompleks agar jumlahnya berkurang.
Seperti yang telah diketahui bahwa jumlah pengemis di Kota Jambi selama
tahun 2018-2019 justru mengalami peningkatan, karena sebagian besar pengemis
tersebut berasal dari luar daerah atau luar Kota Jambi sehingga Dinas Sosial sulit
untuk melakukan kegiatan pemberdayaan. Pengemis-pengemis tersebut sengaja
datang dari luar daerah menuju Kota Jambi untuk mencari keuntungan dengan
cara mengemis.51
Oleh karena itu, pemerintah Kota Jambi masih melakukan evaluasi terus-
menerus terhadap Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 terutama
51
Hasil Wawancara dengan Bapak Toyib Selaku Staf Dinas Sosial Kota Jambi pada
Tanggal 24 Maret 2021
56
untuk menangani gelandangan, pengemis dan anak jalanan yang berasal dari luar
daerah. Pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan penting
dilakukan supaya mereka dapat hidup dengan layak dan mandiri untuk bekerja
maupun berwirausaha.
Upaya penguatan daerah harus dapat berperan dalam menggarap sifat
(SDM), terutama dalam membentuk dan mengubah perilaku individu untuk
mencapai kehidupan yang lebih baik. Perkembangan dan perubahan tingkah laku,
baik dalam ukuran sektoral, khususnya dalam semua sudut pandang atau bidang
keberadaan manusia, pengukuran sosial, yang mencakup ruang lingkup bantuan
pemerintah dari materi ke non-materi, komponen waktu dan kualitas, khususnya
jangka pendek hingga jangka panjang serta peningkatan limit dan kualitas
administrasi. , sebagai ukuran objektif yang dapat menjangkau semua lapisan
masyarakat.
.
57
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat
disimpulkan bahwa :
1. Konsep dari Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 dalam
melakukan pemberdayaan terhadap gelandangan, pengemis dan anak
jalanan adalah memberikan pelatihan dan pembekalan baik secara moral
maupun keterampilan agar pada gelandangan, pengemis dan anak jalanan
ini dapat mencapai kemandirian ekonomi dan kemandirian sosial.. Tujuan
dari adanya kegiatan pemberdayaan tersebut selain untuk memberdayakan
para gelandangan, pengemis dan anak jalanan agar hidup mandiri baik
secara ekonomi maupun sosial.
2. Pelaksanaan Perda No 29 Tahun 2016 tentang penanganan dan
pemberdayaan gelandangan, pengemis dan anak jalanan sudah tepat dan
sudah dilakukan dengan baik oleh Dinas Sosial Kota Jambi.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka saran penelitian ini sebagai berikut:
1. Diharapkan Pemerintah Kota Jambi segera melakukan upaya tegas dalam
melakukan penanganan pengemis yang berasal dari luar daerah sehingga
jumlah pengemis di Kota Jambi dapat berkurang.
2. Sebaiknya evaluasi terhadap Perda No 29 Tahun 2016 segera dilakukan
dan memuat aturan-aturan penanganan terhadap gelandangan, pengemis
dan anak jalanan dari luar daerah.
58
3. Masyarakkat dan keluarga harus bisa membantu Pemerintah Kota Jambi
dalam melakukan pengawasan terhadap gelandangan, pengemis dan anak
jalanan sehingga jumlah gelandangan, pengemis dan anak jalanan di Kota
Jambi dapat terkontrol.
59
DAFTAR PUSTAKA
A. Literatur
Abu Hurairah, Pengorganisasiann dan Pengembangan Masyarakat Model dan
Strategi Pembangunan Yang Berbasis Kerakyatan, Bandung: Humaniora,
2008
Adi, I.R. Intervensi komunitas dan pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya
Pemberdayaan Masyarakat, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2018
Ani Mardiyati, Gelandangan Pengemis dan Anak Jalanan dari Perpektif Sosial
Budaya, Jurnal Kesejahteraan Sosial, Vol. 39 No. 1, Maret 2015
Bagir Manan, Menyongsong Fajar Otonomi Daerah, Yogyakarta: PSH FH UUL,
2002
Dimas Dwi Irawan, Pengemis Undercover Rahasia Seputar Kehidupan Pengemis,
Jakarta: Titik Media Publisher, 2013
Engking Soewarman Hasan, Strategi Menciptakan Manusia Yang Bersumber Daya
Unggul, Bandung: Pustaka Rosda Karya, 2002
Fahrudin, Tujuan Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta: Kanisius, 2013
Hendi Setiawan, Fenomena Gelandangan Pengemis Sebagai Dampak Disparitas
Pembangunan Kawasan Urban dan Rural Di Daerah Istimewa Yogyakarta,
Jurnal Moderat, Vol. 6 No. 2, Mei 2020
Isma Riskawati, Abdul Syani, “Faktor Penyebab Terjadinya Gelandangan dan
Pengemis (Studi Pada Gelandangan dan Pengemis Di Kecamatan Tanjung
Karang Pusat Kota Bandar Lampung)”, Jurnal Sociologie, Vol. 1, No. 1,
September 2011
Kartasasmitha, G. Pembangunan Untuk Rakyat: Memadukan Pertumbuhan dan
Pemerataan, Jakarta: PT Pusaka Cisendo, 2016
K Suhendra, Peran Birokrasi Dalam Pemberdayaan Masyarakat, Bandung:
Alfabaeta, 2006
Magfud Ahmad, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan dan Pengemis
(Gepeng), Jurnal Penelitia STAIN, Vol. 7. No. 2, Pekalongan, 2010
Mardikanto, T, Konsep Pemberdayaan Masyarakat, Surakarta: UNS Press, 2010
Mutmainah, R. dan Sumardjo, Peran Kepemimpinan Kelompok Tani dan Efektivitas
Pemberdayaan Petani. Jurnal Sosiologi Pedesaan, Vol. 1 No. 1, 2012
60
Rosyidi Ranggawidjaja, Pengatur Imu Perundang-undangan Indonesia, Bandung:
Penerbit Mandar Maju, 1998
Shinta, Analisis Implementasi Peraturan Daerah No,6 Tahun 2002 tentang
Ketertiban Sosial dalam Menangani jumlah di Kota Batam, Jurnal Ilmu Sosial,
Vol 1, No 6 Tahun 2002
Sri Sanituti Hariadi dan Bagong Suyanto, Anak Jalanan Di Jawa Timur, Surabaya:
Airlangga University Press, 2009
Sulistyani, A.T, Kemitraan dan Model-Model Pemberdayaan, Yogyakarta: Gava
Media, 2014
Tri Rahardjanto, Analisis Sektor Ekonomi Unggulan Dalam Pembangunan Daerah
Di Kota Jambi, Jurnal Politik Pemerintahan Dharma Praja, Vol. 11 No. 1,
Juni 2018
Zulfadli, Pemberdayaan Anak Jalanan dan Orang tuanya Melalui Rumah Singgah
(Studi Kasus Rumah Singgah Amar Makruf I Kelurahan Pasar Pandan Air
Mati Kecamatan Tanjung Harapan Kota Solok Propinsi Sumatra Barat), Tesis
Institut Pertanian Bogor, 2004
B. Peraturan Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan
Sosial
Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1980 Tentang Penanggulangan
Gelandangan, Dan Pengemis (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
1980 Nomor 51, tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3177)
Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanganan Gelandangan dan
Pengemis
Peraturan Daerah Kota Jambi No 29 Tahun 2016 Tentang Penangganan
Gelandangan, Penggemis Serta Anak Jalanan.
C. Lain-lain
Badan Pusat Statistik KotaJambi, Jumlah Penduduk Miskin di Kota Jambi Tahun
2018-2020, 29 April 2021
Dokumen Laporan Dinas Sosial Kota Jambi, Jumlah Gelandangan, Pengemis dan
Anak Jalanan Kota Jambi Tahun 2018-2019, 28 Maret 2021
61
https://metrojambi.com/read/2020/05/06/53304/tingkat-pengangguran-terbuka-tpt-
di-jambi-naik-sebesar-441-persen. diakses pada Senin, 22 November 2020
https://puspensos.kemsos.go.id/pentingnya-peran-serta-pemerintah-dalam-rangka-
penanganan-permasalahan-anak-jalanan-gelandangan-dan-pengemis diakses
25 Maret 2021
62
RIWAYAT HIDUP
A. Identitas Diri
Nama : Ani Priastuti
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/tgl lahir : Parit Culum / 06 Agustus 1998
NIM : 106170686
Alamat : RT 12 RW 03 Kel. Parit Culum 1 Kec. Muara Sabak Barat,
Kab. Tanjabtim
No Hp : 0819 7799 2105
Nama Ayah : Ahmad Bustami
Nama Ibu : Siti Rahma
B. Riwayat Pendidikan
1. Pendidikan Formal
a. SD/MI, tahun lulus : SDN 77/x TALANG RIMBO 2011
b. SMP/MTs, tahun lulus : SMPN 17 TANJUNG JABUNG TIMUR
2014
c. SMA/MA, tahun lulus : SMAN 8 TANJUNG JABUNG TIMUR 2017
d. Perguruan Tinggi : Universitas Islam Negeri Sulthan
ThahaSaifuddin Jambi 2017
2. Pendidikan Non-formal (Pelatihan, Kursus, dll)
a. Koordinator Bidang Sosial dan Budaya 2017-2018
b. Kabid External HMI Komisariat Syariah 2020
Jambi, Juli 2021
Penulis
ANI PRIASTUTI
106170686