Post on 06-Nov-2020
PEMBATALAN HAK PATEN AKIBAT TIDAK TERPENUHINYA UNSUR
KEBARUAN (NOVELTY) (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR.
144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
HAIDAR
NIM : 11140480000117
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440H/2019M
v
ABSTRAK
HAIDAR. NIM 11140480000117, “PEMBATALAN HAK PATEN AKIBAT TIDAK
TERPENUHINYA UNSUR KEBARUAN (NOVELTY) (STUDI PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG NOMOR. 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)”. Konsentrasi Hukum
Bisnis, Program Studi Ilmu Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islan Negeri
Syatif Hidayatullah Jakarta. 1440H/2018M.
Toilon Indonesia mendaftarkan invensi nya yaitu insulasi panas untuk mendapatkan
hak paten kepada Direktorat Paten dengan melalui serangkaian proses pendaftaran yang
melewati berbagai macam pemeriksaan substantif yang kemudian diterbitkan lisensi hak
patennya yang bernama “Insulasi Panas” dengan nomor ID P0029369. Cintas Sentul Raya
menggugat Toilon Indonesia dan Direktorat Paten ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat karena
paten tersebut tidak memiliki unsur kebaruan (Novelty), serta Direktorat Paten selaku
pemeriksa melaksanakan sistem pendaftaran paten yang kurang teliti dan cermat.
Masalah penelitian ini adalah untuk mengetahui terkait bentuk eksistensi perlindungan
hukum dalam unsur kebaruan atas paten, serta memberikan analisis yuridis atas pertimbangan
hakim yang memutus perkara pembatalan paten insulasi panas yang seharusnya dimuat dalam
putusan pembatalan paten. Metode penelitian yang digunakan penelitian ini ialah yuridis
normatif sedangkan bentuk hasil penelitian deskriptif analitis dimana semua bahan hukum atau
referensi yuridis yang dikumpulkan, menggambarkan dan menganalisis ketentuan yang
berkaitan dengan putusan majelis hakim dan Mahkamah Agung.
Dari hasil analisis yuridis diketahui bahwa Hakim memutus paten insulasi panas
tersebut dinilai tidak memiliki langkah inventif karena tidak mengandung penciptaan karena
sudah banyak ditemukan produk insulasi panas yang diperdagangkan dan teknologi insulasi
panas itu sendiri sudah ada sejak tahun 1972 oleh Furukawa yang menyebutkan bahwa
berdasarkan Pasal 3 Ayat 2, produk tersebut merupakan duplikasi invensi yang dilakukan
melalui bentuk lainnya. Atas Putusan Kasasi Mahkamah Agung yang membatalkan paten
invensi insulasi panas belum sesuai dengan Undang-Undang Paten, karena seharusnya unsur
terpenting dalam pemberian hak paten bukan hanya unsur kebaruan,akan tetapi dalam suatu
pertimbangan hakim atas kasus pembatalan paten insulasi panas setidaknya harus memuat: (1)
identifikasi invensi dalam klaim yang didukung deskripsi, (2) identifikasi invensi pembanding
yang ada sebelum tanggal penerimaan; dan (3) antisipasi invensi terdahulu terhadap invensi
yang disangka tidak baru yang dilakukan atas setiap satuan klaim dari paten yang hendak
dibatalkan. Judex Facti dan Judex Juris telah mencampuradukkan pemeriksaan paten dengan
pemeriksaan pada ranah hukum desain industri dimana kebaruan memang diukur dari
penampilan fisik. Judex Facti dan Judex Juris telah menggunakan cara penilaian kebaruan dan
langkah inventif yang salah.
Kata Kunci : Paten, Pembatalan, Insulasi Panas, Invensi, Kebaruan (novelty), Undang-Undang
Nomor 14 Tahun tahun 2001 Tentang Paten.
Pembimbing : H. Syafrudin Makmur, S.H., M.H.
Daftar Pustaka :Tahun 1962 sampai Tahun 2013
vi
KATA PENGANTAR
حِيمِ حْمنِ الرَّ بِسْمِ اللهِ الرَّ
Segala puji dan syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT Tuhan
semesta alam atas segala rahmatnya peneliti dapat membuat skripsi yang berjudul
“PEMBATALAN HAK PATEN AKIBAT TIDAK TERPENUHINYA
UNSUR KEBARUAN (NOVELTY) (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH
AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)”.
Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga, para sahabat yang telah membawa kita keluar
dari zaman kegelapan menuju zaman yang terang benderang saat ini. Semoga kita
diberikan syafaatnya pada yaumil akhir kelak.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum pada Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Peneliti menyadari bahwa sangat sederhana karya tulis ini dan
jauh dari kata sempurna. Namun juga peneliti tidak menutup mata akan peran
berbagai pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dukungan , arahan dan
bimbingan, sehingga dalam kesempatan ini peneliti mengucapkan terimakasih yang
tak terhingga kepada yang terhormat:
1. Dr. Asep Saepudin Jahar, M.A. Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Dr. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H., M.H. ketua Program Studi Ilmu Hukum
dan Drs. Abu Tamrin, S.H., M.Hum. Sekertaris Program Studi Ilmu Hukum
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sudah memberikan arahan berupa saran
dan masukan terhadap kelancaran proses penyusunan skripsi ini.
3. Syafrudin Makmur, S.H.,M.H. dosen pembimbing yang telah bersedia
menyediakan waktu, tenaga, dan pikirannya untuk memberikan saran, arahan,
masukan, serta bimbingan terhadap proses penyusunan skripsi ini.
4. Pimpinan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pimpinan
Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum yang telah memberikan fasilitas
vii
untuk mengadakan studi kepustakaan, sehingga saya dapat memperoleh bahan
referensi untuk melengkapi hasil penelitian saya.
5. Pihak-pihak lain yang telah memberikan kontribusi kepada penulis dalam
menyelesaikan karya tulis ini.
Sebagai akhir kata semoga Allah Subhanahu Wata’ala memberikan balasan
atas bantuan yang telah diberikan kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan
skripsi ini, dan juga menjadi berkah dan amal kebajikan serta bermanfaat bagi kita
semua. Amin.
Jakarta, 20 Desember 2018
Penulis,
Haidar
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI ......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ......................................................................................................... iv
ABSTRAK ......................................................................................................................................v
KATA PENGANTAR .................................................................................................................. vi
DAFTAR ISI............................................................................................................................... viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................................1
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah .......................................................4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ......................................................................................6
D. Metode Penelitian ..........................................................................................................6
E. Sistematika Penulisan ..................................................................................................10
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual....................................................................................................12
B. Kerangka Teori..............................................................................................................14
C. Tinjauan Umum Hak Paten
1. Pengertian Paten.....................................................................................................16
2. Sejarah Hak Paten di Indonesia..............................................................................18
3. Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia..................................................................19
4. Perkembangan Hukum Paten di Indonesia.............................................................22
D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu .................................................................................. 28
ix
BAB III PERLINDUNGAN HUKUM ATAS PATEN DAN PERAN DIREKTORAT
JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL DALAM PENDAFTARAN PATEN
A. Profil Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual...........................................................30
1.Tugas dan Fungsi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual.................................... 30
2.Visi dan Misi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual............................................32
3.Sejarah Perkembangan Perlindungan Hukum dalam Kekayaan Intelektual..............33
B. Peran Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Dalam Pendaftaran Paten di Direktorat
Jenderal Kekayaan Intelektual.......................................................................................37
1.Peran Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.....37
2.Sistem Pendaftaran Paten pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual........39
C. Perlindungan Hukum Atas Paten ......................................................................................... 46
D. Pembatalan Atas Paten..................................................................................................47
E. Jangka Waktu Perlindungan Paten ....................................................................................... 49
BAB IV ANALISIS YURIDIS PUTUSAN SENGKETA PATEN INSULASI PANAS
(PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 144
PK/Pdt.Sus-HKI/2017)
A. Posisi Kasus Pembatalan Paten Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017.............................................................................51
B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Indonesia dalam Kasus Paten Insulasi
Panas...........................................................................................................................57
C. Analisis Putusan Pembatalan Hak Paten Insulasi Panas.............................................62
1. Pembuktian Kebaruan dalam Invensi Paten Insulasi Panas..................................62
2. Unsur-Unsur yang seharusnya menjadi Pertimbangan Mahkamah Agung..........65
3. Adanya Dualisme mengenai Kebaruan antara Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual Sebagai Panitia Pendaftaran Paten dan Majelis Hakim Mahkamah
Agung Republik Indonesia...................................................................................70
x
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................................................................72
B. Rekomendasi ..............................................................................................................74
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................76
LAMPIRAN..................................................................................................................................80
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia hidup di lingkungan alam senantiasa survival
(mempertahan dan mengembangkan hidupnya). Upaya mempertahankan dan
mengembangkan diri inilah yang menjadikan manusia sebagai makluk kreatif
dibandingkan makhluk-makhluk lainnya. Kekuatan yang dimiliki oleh setiap
pikiran tiap manusia yang sering disebut dengan daya khayal, dan dengan daya
khayal inilah manusia dapat mencapai kemauan yang tinggi dan
kesanggupannya dalam menemukan segala hal. Menurut Cropley, A. J. (2001)
daya khayal dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu daya khayal sintesis dan
daya khayal kreatif. Daya khayal sintesis adalah untuk tidak menciptakan hal
yang baru, tetapi membentuk dan menyusun yang lama dalam bentuk
kombinasi baru. Sedangkan daya khayal kreatif adalah menciptakan hal-hal
baru yang biasa disebut Inovasi. Inovasi merupakan penerapan secara praktis
gagasan kreatif. Inovasi tercipta karena adanya kreativitas yang tinggi.
Kreativitas adalah kemampuan untuk membawa sesuatu yang baru ke dalam
kehidupan.
Manusia yang memliki daya pengembangan kreativitas yang tinggi
akan dapat merombak dan mendorong di dalam pengembangan lingkungan
usahanya menjadi berhasil1. Karena dengan kreativitas seorang dapat :
1. Meningkatkan efisiensi kerja,
2. Meningkatkan inisiatif,
3. Meningkatkan penampilan,
4. Meningkatkan mutu produk, dan
5. Meningkatkan keuntungan.
Manfaat diatas mencirikan begitu berharganya sebuah kreasi yang
berupa ide, gagasan, bahkan sebuah konsep, dijamin dalam bentuk hak paten.
1 Carol Kinsey Goman , Kreativitas Dalam Bisnis (Jakarta: Binarupa Aksara,1999),h. 29
2
Negara Indonesia adalah Negara hukum, maka segala hal yang ada di
dalam Negara Indonesia ini harus didasarkan pada hukum2. Pemerintah sebagai
perwakilan rakyat haruslah mampu mengakomodir kebutuhan hak atas
kekayaan intelektual setiap rakyat, yaitu adanya rasa aman, damai dan terjaga,
baik diri, harta, maupun keluarga, agar tidak terjadi ketidakadilan di dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. Jangan sampai sesorang yang telah
dengan susah payah mencipta sebuah kekayaan intelektual kemudian dengan
mudahnya orang lain mengambil dan mengakui itu sebagai kekayaan dirinya,
dan kemudian sesukanya menyebarluaskan tanpa adanya komunikasi atau izin
dari sang pemilik kekayaan intelektual, yang hal tersebut di akomodir dalam
aturan hukum.
Sistem paten di Indonesia pertama kali dikenal dan diberlakukan pada
tahun 1910 oleh pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan
Octrooiwet (patent law) yang berfungsi untuk menerima pendaftaran
permohonan-permohonan paten, Keterlibatan Indonesia didalam, perjanjian
TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Right) yang artinya
adalah “Aspek-Aspek Dagang yang Terkait dengan Hak atas Kekayaan
Intelektual" pada tanggal 1 Januari 2000 memberikan harapan adanya
perlindungan bagi berbagai produk intelektual dari upaya pelanggaran hak atas
produk yang dihasilkan baik oleh individu maupun suatu korporasi dalam
bidang industri dan perdagangan dalam upaya menjaga pelanggaran hak atas
keaslian karya cipta yang menyangkut Hak Cipta, Merek, Paten, Desain
Produk, Rahasia Dagang dan Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu.3, yang hal
tersebut menjadi terdapat pada Undang-undang Nomor 14 Tahun 2001
Tentang Paten.
Hak-Paten memberikan kepada pemiliknya hak ekslusif untuk mencegah
atau menghentikan pihak lain untuk membuat, menggunakan, menawarkan
2 Nurul Qamar,Negara Hukum atau Negara Undang-Undang (Makassar: Refleksi, 2010),
h. 6
3 Achmad Zen Umar Purba , Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung: Alumni
2005), h. 43
3
untuk dijual, menjual atau mengimpor produk atau sebuah proses, berdasarkan
temuan yang sudah dipatenkan, tanpa seizin pemilik paten4. Paten merupakan
“alat bisnis yang kuat” bagi perusahaan untuk memperoleh hak eksklusivitas
atas produk atau proses yang baru, membentuk posisi dalam pasar dengan kuat
dan menghasilkan pendapatan tambahan melalui lisensi. Sebuah produk yang
bersifat kompleks (seperti sebuah kamera, telepon genggam, atau sebuah
mobil) menggabungkan sejumlah temuan yang meliputi beberapa paten, yang
mungkin saja dimiliki oleh pemegang paten yang berbeda, namun hak paten
ini dapat dibatalkan oleh beberapa hal, salah satunya apabila tidak ada nilai
kebaruan dari ide yang yang digagas, seperti kasus PT Cintas Sentul Raya,
sebuah perusahaan yang mengimpor, menjual dan memproduksi produk
Insulasi panas untuk keperluan industri di Indonesia menggugat PT Toilon
Indonesia asal Tangerang, Banten. Cintas Sentul juga menyeret Direktorat
Paten sebagai turut tergugat. PT Cintas Sentul menggugat pembatalan paten
Nomor IDP0029369B yang berjudul "Insulasi Panas" atau peredam panas atas
nama Toilon pada Direktorat Paten pada 7 Agustus 2009 dan diberi paten pada
13 Oktober 2011.
PT. Cintas Sentul Raya adalah perusahaan yang bergerak di bidang
pengimporan, penjualan dan memproduksi produk insulasi panas yang
digunakan untuk keperluan industri di Indonesia. Proses dan produk insulasi
panas yang digunakan Cintas Sentul menyerupai proses dan produk
sebagaimana diklaim pada paten milik Toilon. menilai klaim-klaim pada paten
Insulasi Panas milik Toilon tidak memiliki kebaruan atau lack of novelty. Salah
satunya Tentang klaim suatu insulasi panas yang dapat digunakan untuk
insulasi suara, konstruksi dan industri yang merupakan busa dilekatkan ke
peralatan yang akan diinsulasi melalui beberapa tahap.
Klaim-klaim pada paten Insulasi Panas juga tidak mengandung langkah
inventif atau lack of inventive step. Ambil contoh klaim mengenai proses
pembuatan insulasi panas tidak mengandung langkah inventif. Soalnya
4 OK. Saidin., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual (Makassar: Rajawali Pers,1995), h.
223
4
tahapan-tahapan dalam proses pembuatan insulasi telah dapat diduga
sebelumnya. Karena itu, PT Cintas sentul Raya meminta agar majelis hakim
menyatakan bahwa pendaftaran paten Insulasi Panas tidak mengandung
kebaruan dan langkah inventif. Terhadap upaya hukum tersebut, Mahkamah
Agung telah menjatuhkan putusan, yaitu putusan No. 144 PK/Pdt.Sus-
HKI/2017 yang amar putusannya menyatakan menolak permohonan kasasi
dari pemohon kasasi PT Toilon Indonesia.
Dengan latar belakang di atas maka penulis tertarik untuk mengkaji dan
menganalisis putusan Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017 mengenai pembatalan
pendaftaran Hak Paten Insulasi Panas dengan maksud akan dilakukan
penelitian yang kemudian dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
“PEMBATALAN HAK PATEN AKIBAT TIDAK TERPENUHINYA
UNSUR PRINSIP KEBARUAN (NOVELTY) (STUDI PUTUSAN
MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA NOMOR. 144
PK/Pdt.Sus-HKI/2017) ”.
B. Idenfitikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti mengidentifikasikan beberapa
masalah dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Urgensi pemberlakuan hak paten didalam hak kekayaan intelektual.
b. Hal-hal yang dapat membatalkan Hak Paten.
c. Adanya pencabutan pada hak paten karena kurangnya langkah inventif
didalamnya.
d. Terdapat Perusahaan yang memegang lisensi hak paten Insulasi Panas yang
didaftarkan PT. Toilon Indonesia terbukti tidak baru dan tidak mengandung
langkah inventif sebagaimana seharusnya sebuah produk paten.
e. Pihak Produsen lain sebagai pesaing merasa dirugikan karena PT. Toilon
Indonesia memegang hak Paten atas Insulasi Panas yang seharusnya sudah
menjadi milik umum sehingga PT. Toilon Indonesia mendapat hak ekslusif
atas Insulasi Panas dan bisa melakukan Monopoli pada pasar.
5
2. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini dapat dilakukan lebih fokus dan mendalam maka
peneliti memandang permasalahan penelitian yang diangkat perlu dibatasi
variabelnya. Oleh sebab itu, peneliti membatasi diri hanya berkaitan dengan
pada Hukum Perdata umumnya terutama bidang hak paten terutama dalam
prinsip kebaruan dalam pendaftaran hak paten ,permasalahan yang akan
diungkap pada rumusan masalah, maka peneliti membatasi pembahasan dalam
penelitian ini mengenai keberadaan prinsip kebaruan yang dapat membatalkan
paten.
3. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah yang telah
dijabarkan sebelumnya yaitu adanya pelanggaran dalam pendaftaran Hak Paten
oleh PT.Toilon Indonesia dalam Paten “Insulasi Panas” yang dinilai tidak
punya nilai kebaruan (Novelty) dan mempertanyakan peran Ditjen Hki sebagai
Panitia pendaftaran Hak Paten yang diduga melakukan kesalahan dalam proses
pemeriksaan substantif dan ada dualisme dalam penafsiran unsur kebaruan
antara Ditjen Hki dan Majelis Hakim yang memutus yang mengakibatkan
ketidakjelasan dari kepastia hukum dari perlindungan hukum pemegang Hak
Paten, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini meliputi
sebagai berikut:
a. Apakah Pertimbangan Majelis Hakim dalam putusan Mahkamah Agung
terkait pembatalan Hak paten karena kurangnya unsur prinsip kebaruan
(Novelty) didalamnya sudah tepat sesuai peraturan perundang-undangan
Hak Paten yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Nomor 14
Tahun 2001 Tentang Paten?
b. Bagaimana kesalahan dalam pemeriksaan substantif dalam pendaftaran
paten, apakah terdapat dualisme dalam penafsiran Tentang unsur kebaruan
oleh Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dan Majelis Hakim
dalam Putusan Mahkamah Agung 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017?
6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan pokok permasalahan yang ditulis di atas,
dapat dilihat bahwa tujuan umum dari penulisan penelitian ini untuk
mengangkat suatu permasalahan, yaitu:
a. Untuk mengetahui bagaimana relevansi pertimbangan Majelis Hakim dalam
putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor.144PK/Pdt.Sus-
HKI/2017 terhadap peraturan perundang-undangan hak paten yang berlaku
di Indonesia.
b. Untuk mengetahui bagaimana prinsip Kebaruan (Novelty) dalam
pendaftaran Hak Paten di Indonesia menurut Undang Undang Nomor 14
Tahun 2001 Tentang paten apakah ada dualisme mengenai standar kebaruan
antara Majelis Hakim yang memutus dan Direktorat Paten selaku panitia
pemeriksa substantif paten insulasi panas.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penulisan ini dapat digunakan sebagai salah satu sumber
pengetahuan untuk penulisan selanjutnya dan upaya pengembangan
pengetahuan mengenai analisis terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017 Tentang sengketa Pembatalan Pendaftaran Hak
Paten Berdasarkan Kurangnya Langkah Inventif.
b. Manfaat Praktis
Penulisan ini sebagai upaya pengembangan kemampuan dan
pengetahuan hukum bagi peneliti, dalam lingkup hukum perdata khususnya
dalam bidang hukum hak kekayaan intelektual terutama dalam Hak Paten
sehingga dapat bermanfaat untuk diri sendiri dan masyarakat.
D. Metode Penelitian
Metode penelitian adalah suatu metode cara kerja untuk dapat memahami
obyek yang menjadi sasaran ilmu pengetahuan yang bersangkutan. Metode
7
adalah pedoman cara seorang ilmuwan mempelajari dan memahami
lingkungan-lingkungan yang dipahami. Pada dasarnya sesuatu yang dicari
dalam penelitian ini tidak lain adalah pengetahuan atau lebih tepatnya
pengetahuan yang benar, dimana pengetahuan yang benar ini nantinya dapat
dipakai untuk menjawab pertanyaan atau ketidaktahuan tertentu. Dalam
penelitian ini, akan digunakan metode penelitian hukum secara yuridis
normatif. Penelitian secara yuridis normatif adalah penelitian yang dilakukan
dengan mengkaji dan menganalisa substansi peraturan perundang-undangan
atas pokok permasalahan atau isu hukum dalam konsistensinya dengan asas-
asas hukum yang ada.5
Ada beberapa hal terkait metode yang digunakan dalam penulisan ini
antara lain :
1. Tipe Penelitian
Tipe Penelitian yang digunakan didalam skripsi ini menggunakan
studi Yuridis Normatif,6 yaitu penelitian yang mengacu pada norma hukum
yang terdapat pada peraturan perundang-undangan dan keputusan
pengadilan dalam penelitian ini mengacu pada peraturan perundang-undang
maupun serta norma-norma yang berlaku dimasyarakat, karena titik tekan
peraturan lainnya, serta azas-azas dalam Hukum Kekayaan Intelektual.
2. Pendekatan Masalah
Berkaitan dengan tipe penelitian yang peneliti lakukan, peneliti
menggunakan penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Pendekatan Undang-Undang (Statute Approach)
5 Soerjono Soekanto dan Sri Mahmudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan
Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011, Cet. Ketigabelas), h. 24
6 Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Surabaya:
Bayumedia, 2005), h. 295
8
Dalam hal pendekatan menggunakan perundang-undangan (Statute
Approach) peraturan perundang-undangan yang digunakan khususnya
pada Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
b. Pendekatan Kasus (Case Approach)
Kasus ini ditelaah untuk referensi bagi isu hukum. Pendekatan ini
diperlukan guna mempelajari penerapan-penerapan norma-norma atau
kaidah hukum yang dilakukan dalam praktik hukum. Pendekatan kasus
dalam penelitian normatif bertujuan untuk mempelajari norma-norma
atau kaidah hukum dalam praktek hukum. Dalam menggunakan
pendekatan kasus, yang perlu dipahami oleh peneliti adalah ratio
decidendi, yaitu alasan hukum yang digunakan hakim untuk sampai
kepada putusannya. Dalam hal ini peneliti akan menganalisa kasus
pelanggaran pendaftaran hak paten yang dinilai tidak memiliki unsur
kebaruan.
3. Bahan Hukum
Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitan ini, menuggunakan 3 jenis
bahan hukum, diantaranya :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif,
artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri atas
perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.Bahan
hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder berupa literatur, jurnal-
jurnal hukum,pendapat para sarjana, kasus-kasus hukum, dan hasil
simposium mutakhir yang berkaitan dengan topik penelitian
dimaksudkan untuk memperoleh sekunder guna menunjang bahan yang
bersifat primer.
9
c. Bahan non-hukum
Bahan Hukum non-hukum berupa bahan yang memberikan informasi
Tentang bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder berupa
ensiklopedia, jurnal, kamus hukum dan lain-lain.
4. Metode Pengumpulan data
Bahan hukum primer, sekunder dan bahan non hukum yang telah
didapatkan serta dikumpulkan, dipadukan dan disusun serta studi
kepustakaan dilakukan dengan cara mempelajari peraturan perundang-
undangan, buku, hasil penelitian, surat kabar, jurnal, internet dan fakta
hukum.7
5. Analisis data
Teknis analisis data dalam penelitian diawali dengan
mengumpulkan berbagai dokumen peraturan perundang-undangan, bahan
hukum yang berhubungan dan putusan Mahkamah Agung Nomor 144
PK/Pdt.Sus-HKI/2017 analisis data dapat disimpulkan sebagai suatu proses
penguraian secara sistematis dan konsisten terhadap gejala-gejala tertentu8.
Dari pengertian yang demikian, terlihat analisis memiliki kaitan erat dengan
pendekatan masalah. Analisis data dilakukan menggunakan metode analisis
yuridis kualitatif, yaitu data dianalisis dengan cara melakukan interprestasi
atas peraturan perundang-undangan sebagai norma hukum positif.
6. Teknis Penulisan
Teknik penulisan serta pedoman yang digunakan oleh penulis dalam
menyusun skripsi ini berpacu dengan kaidah-kaidah penulisan karya ilmiah
dan buku “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri iSyarif Hidayatullah Jakarta tahun 2017”.
7Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukumu. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010), h. 35
8 Soerjono Soekanto, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Rajawali, 1982),
h. 37
10
E. Sistematika Penulisan
Untuk menjelaskan isi skripsi ini secara menyeluruh ke dalam
penulisan yang sistematis dan terstruktur,maka skripsi ini disusun dengan
sistematika penulisan yang terdiri dari 5 (lima) bab sebagai berikut:
BAB I : Bab ini dijelaskan Tentang latar belakang masalah,
pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat
penulisan, tinjauan (review) kajian terdahulu, kerangka
konseptual,metode penelitian, sistematika penulisan, daftar
pustaka sementara.
BAB II : Bab ini menjelaskan mengenai tinjauan teori berisi uraian
materi hasil penelitian kepustakaan yang meliputi: Landasan
teori ,bab ini menguraikan teori-teori yang berhubungan
dengan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia terutama
perlindungan Hak Paten dan Aspek Kebaruan (Novelty)
suatu invensi, materi-materi ini merupakan landasan untuk
menganalisis putusan Mahkamah Agung Nomor 144
PK/Pdt.Sus-HKI/2017.
BAB III : Berisi Tentang Profil dan Kewenangan Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual dalam Pendaftaran Paten.
BAB IV : Berisi Tentang pertimbangan majelis hakim dalam
memutuskan perkara antara PT. Cintas Sentul Raya dan PT.
Toilon dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 144
PK/Pdt.Sus-HKI/2017 dan apakah putusan majelis hakim
dalam putusan Mahkamah Agung Nomor 144 PK/Pdt.Sus-
HKI/2017 sudah sesuai dengan Undang-undang Republik
Indonesia Nomor 13 tahun 2016 Tentang Paten dengan cara
yang menganalisis data-data yang didapat peneliti dan
mengkorelasikan dengan referensi literature-literature yang
terkait dengan penelitian.
11
BAB V : Yang berisi penutup,yang meliputi kesimpulan dari analisis
bab-bab sebelumnya secara sistematis dan rekomendasi yang
diambil sebagai masukan terkait penelitian ini.
12
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kerangka Konseptual
Untuk lebih memahami isi penulisan ini, maka akan diuraikan beberapa
istilah yang akan digunakan dalam penulisan ini agar tidak terjadinya
interpretasi, sebagai berikut:
1. Hak Atas Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual menurut Adrian Sutedi adalah hak atau
wewenang atau kekuasaan untuk berbuat atas kekayaan intelektual tersebut
dan hak tersebut diatur oleh norma-norma atau hukum-hukum yang berlaku,
kekayaan intelektual merupakan kekayaan atas segala hasil produksi
kecerdasan daya pikir seperti teknologi, pengetahuan, sastra, seni, karya tulis,
karikatur, pengarang lagu dan seterusnya.
2. Hak Paten
Hak Paten menurut Octroiert (patent law) ialah hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya di bidang
teknologi, yang untuk selama waktu tertentu melaksanakan sendiri
Invensinya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada pihak lain untuk
melaksanakannya yang merupakan hak bagi seseorang yang telah
mendapatkan penemuan baru atau cara kerja baru dan perbaikannya yang
kesemua istilah itu tercakup dalam satu kata “invensi” dalam bidang
teknologi yang diberikan oleh pemerintah, dan kepada pemegang haknya
diperkenankan untuk menggunakannya sendiri atau atas ijinnya mengalihkan
penggunaan hak itu kepada orang lain.
3. Pencipta
Pencipta adalah seseorang atau beberapa orang yang memiliki
kemampuan pikiran, keterampilan, kecekatan atau keahlian untuk
menghasilkan suatu karya yang baru dan dalam bentuk yang khas.1
1 Rooseno Harjowidigdo, S.H, Mengenal Hak Cipta di Indonesia, (Jakarta; Pustaka Sinar
Harapan, 1992), h. 30
13
4. Invensi
Invensi menurut menurut UU 14/2001 Tentang paten artinya adalah ide
inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah yang
spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk atau proses, atau
penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.
5. Pengajuan Permohonan Paten
Paten diberikan atas dasar permohonan dan memnuhi persyaratan
administratif dan subtantif sebagaimana diatur dalam Undang-undang
Paten.
6. Kebaruan (Novelty)
Suatu penemuan dianggap baru jika pada tanggal penerimaan
pemenuan tersebut tidak salam dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya (teknologi terdahulu). 2
7. Sistem Konstitutif (First to File)
Suatu sistem pemberian Paten yang menganut mekanisme bahwa
seseorang yang pertamakali mengajukan permohonan dianggap sebagai
pemegang Paten, bila semua persyaratannya dipenuhi.
8. Inventor atau pemegang Paten Inventor
Seorang yang secara sendiri atau beberapa orang yang secara
bersama-sama melaksanakan ide yang dituangkan ke dalam kegiatan yang
menghasilkan invensi. Pemegang paten adalah inventor sebagai pemilik
paten atau pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak
lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut, yang terdaftar dalam daftar
umum paten.
9. Pemeriksaan Subtantif
Pemeriksaan substansi terhadap klaim-klaim dari permohonan paten
yang diajukan yang bertujuan untuk menentukan apakah invensi yang
dimintakan paten dapat diberi paten atau tidak.
2Dian Nurfitri ,Rani Nuradi, Pengantar Hukum Paten Indonesia, (Jakarta Alumni,2013), h.
34
14
10. Hak Ekslusif
Hak yang diberikan kepada pemegang Paten untuk jangka waktu
tertentu guna melaksanakan sendiri secara komersial atau memberikan hak
lebih lanjut kepada orang lain dan orang lain dilarang melaksanakan paten
tersebut tanpa persetujuan Pemegang Paten.
B. Kerangka Teori
Hak merupakan lembaga atau pranata sosial dan hukum. Hak selalu
berkaitan dengan dua aspek, yaitu aspek kepemilikan (owner) dan sesuatu yang
dimiliki (something owned). Terminologi hukum menggabungkan dan
menyatukannya ke dalam istilah hak (right).
Sementara kata Intelektual (intellectual) bermakna kecerdasan, daya
pikir dan kemampuan otak yang dimiliki oleh seseorang. Maka Hak Kekayaan
Intelektual dapat diartikan sebagai kekuasaan yang diberikan oleh hukum
kepada subjek hukum (manusia/badan hukum) terhadap suatu benda yang
merupakan hasil dari kecerdasan intelektual manusia. Yang dijadikan landasan
teori perlindungan hak kekayaan intelektual, antara lain, yaitu:
1. Teori Hak Alami (Natural right theory)
Teori hak alami bersumber dari teori hukum alam. Penganut teori hak
alam yaitu John Locke, Yaitu Manusia dengan kebebasan yang dimiliki
bebas untuk melakukan tindakan. Meski demikian kebebasan itu tidak
sebebas bebasnya, namun tetap terikat pada aspek moralitas dan kebebasan
yang juga dimiliki orang lain. Kebebasan membuat manusia kreatif dalam
mengolah hidupnya, mendayagunakan akal pikiran untuk membuat atau
menciptakan sesuatu yang berguna bagi diri sendiri dan bagi banyak orang.
Usaha mendayagunakan kerja otak itulah yang menghasilkan suatu
ciptaan, desain atau invensi baru dan selanjutnya secara alami dan otomatis
merupakan milik dari pencipta, pendesain atau inventornya. Sekaligus
juga berhak untuk memanfaatkannya, baik secara ekonomi, sosial maupun
15
budaya. Sebaliknya orang lain juga wajib menghormati hak hak yang
timbul tersebut.3
2. Teori karya (Labor Theory)
Teori Karya merupakan kelanjutan dari teori hak alami yang
dikemukakan oleh David McClelland. Jika pada teori hak alami titik
tekannya pada kebebasan manusia bertindak dan melakukan sesuatu, pada
teori karya titik tekannya pada aspek proses menghasilkan sesuatu dan
sesuatu yang dihasilkan. Semua orang memiliki otak, namun tidak semua
orang mampu mendayagunakan fungsi otaknya (intelektual) untuk
menghasilkan sesuatu. Menghasilkan suatu karya (produk) tidak serba
otomatis, melainkan melalui tahap tahap yang harus dilewati. Maka proses
berkarya yang menghasilkan suatu ciptaan atau temuan (invensi) sekaligus
menimbulkan kekuasaan terhadap ciptaan, desain atau invensi
tersebut.Sehingga orang lain tidak boleh mengakui ciptaan atau invensi
orang lain, dan kepada si pencipta, pendesain atau inventor harus diberikan
perlindungan hukum.4
3. Teori Fungsional (Functional Theory)
Kajian teori fungsional atau fungsionalisme dianut oleh antara lain
Talcot Parsons dan Robert K. Merton yang berangkat dari asumsi dasar
yang menyatakan bahwa seluruh struktur sosial atau yang di prioritaskan
mengarah kepada suatu integrasi dan adaptasi sistem yang
berlaku.Eksistensi atau kelangsungan struktur atau pola yang sudah ada
dijelaskan melalui konsekuensi konsekuensi atau efek efek yang penting
dan bermanfaat dalam mengatasi berbagai permasalahan yang timbul dan
berkembang dalam kehidupan masyarakat. Para fungsionalis berusaha
menunjukan suatu pola yang ada telah memenuhi kebutuhan sistem vital
untuk menjelaskan eksistensi pola tersebut. Objek kajiannya adalah
masyarakat itu sendiri.
3 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII, 2008),
h. 12 44 Rhona K. M. Smith, dkk., Hukum Hak Asasi Manusia , ... , h. 12
16
Guna memenuhi kebutuhan diri, seseorang berusaha lebih kreatif
mengelola sumber daya yang dimilikinya, baik sumber daya alam maupun
sumber daya manusianya. Sejalan dengan konsep integrasi dan adaptasi
sistem ini diyakini teori fungsional, maka ciptaan atau invensi harus
bersifat fungsional dalam kehidupan masyarakat. Artinya harus
memberikan kontribusi positif terhadap sistem kemasyarakatan dan bukan
melemahkan integrasi sistem atau masyarakat yang sudah ada.5
4. Teori Kepastian Hukum
Menurut Fance M. Wantu, kepastian hukum dirumuskan sebagai berikut:
a.Melakukan solusi autotorif yaitu memberikan jalan keluar untuk
menciptakan stabilitas yakni memberikan ketertiban dan ketentraman
bagi para pihak dan masyarakat.
b.Efisiensi prosesnya cepat, sederhana, dan biaya ringan.
c.Sesuai dengan tujuan hukum yaitu Undang-Undang yang dijadikan dasar
dari putusan untuk memberikan kepastian dalam hukum itu sendiri dan
kepastian karena hukum.6
C. Tinjauan Umum Hak Paten
1. Pengertian Paten
Paten adalah hak khusus yang diberikan Negara kepada penemu atas hasil
penemuannya dibidang teknologi, untuk selama waktu tertentu melaksanakan
sendiri penemuannya tersebut atau memberikan persetujuannya kepada orang
lain untuk melaksanakannya7.
Kata paten, berasal dari bahasa inggris patent, yang awalnya berasal dari
kata patere yang berarti membuka diri (untuk pemeriksaan publik) dan hal ini
juga berasal dari praktik pada abad pertengahan di inggris yang dibuat oleh
kerajaan yang diberikan dalam bentuk surat yang tertutup segel atau dalam
5https://belapendidikan.com/landasan-teori-perlindungan-hak-kekayaan-intelektual/
diakses pada tanggal 12 Februari 2018 14.00 WIB.
6 Budi Agus Riswandi, “Hukum dan Hak Cipta,” (Yogyakarta: UII, 2006), h. 11
17
keadaan terbuka yang dapat dibaca tanpa merusak segel yang digunakan bagi
pemberian grasi, tanda kehormatan, perjanjian di kantor dan kemudian
pemberian, pengakuan terhadap inventor. Dan juga berasal dari istilah letter
patent adalah surat-surat terbuka dengan dibubuhi Raja Great Seal berkenaan
dengan pemberian hak yang seringkali diberikan kepada penenun atau
pengrajin-pengrajin lainnya, yang isinya mengizinkan para penenun atau
pengrajin tersebut untuk berdagang dan juga digunakan sebagai sarana untuk
menekan adanya persaingan. Surat Paten pertama diberikan pada John Kempe
pada tahun 1311, sebagai seorang penenun Flemish yang ingin berdagang di
Inggris.8
Dalam hal Paten Chairul Anwar mengatakan “Paten merupakan muara
dari dua buah sungai,yang satu menunjuk kepada ilmu pengetahuan dan
teknologi dan satu lagi menunjuk kepada Hukum”9 Dari definisi kata paten itu
sendiri, konsep paten mendorong inventor untuk membuka pengetahuan demi
kemajuan masyarakat dan sebagai gantinya, inventor mendapat hak ekslusif
selama yang dapat dinikmati manfaat ekonominya selama masa periode
ternentu .10
Hak Paten juga merupakan bagian dari Hak Kekayaan Intelektual, yang
dalam kerangka ini termasuk dalam kategori hak kekayaan perindustrian
(Industrial Property Right). Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri merupakan
bagian dari benda yaitu benda tidak berwujud (benda immateril). Pengertian
benda secara yuridis adalah segala sesuatu yang dapat menjadi objek hak.
Sedangkan yang dapat menjadi objek hak itu tidah hanya benda berwujud
(materiil) tetapi juga benda tidak berwujud.
8 David I. Bainbridge, intellectual property, fifth edition, (England: Pearson Education
Limited,2002), h. 311
9 Chairul Anwar, S.H., “Hukum Paten dan Perundang-undangan Paten Indonesia”
(Djambatan,Jakarta 1992), h. 1
10 Bagby, Jhon W., “Cyberlaw Handbook for E-Commerce”,(Thomson, South-Western
West, Pennsylvania, 2001), h. 177
18
2. Sejarah Hak Paten di Indonesia.
Sistem paten di Indonesia pertama kali dikenal dan diberlakukan pada
tahun 1910 oleh pemerintahan kolonial Belanda yang dikenal dengan sebutan
Octrooiwet (patent law) yang berfungsi untuk menerima pendaftaran
permohonan-permohonan paten, dimana dalam pelaksanaannya dilakukan
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J.S 5/41/4(B.N.53-
69) tanggal 12 Agustus 1953 Tentang permohonan sementara pendaftaran dari
dalam negeri dan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor
J.G. 1/2/17 Tahun 1953 (BN.53-91) khusus untuk menerima permohonan
pendaftaran paten dari luar negeri.
Dalam mengantisipasi kemajuan dan lingkup kepastian hukum
perlindungan Hak Kekayaan Intelektual terutama dalam lingkup Hak Paten
disamping melakukan harmonisasi atas perundang-undangannya di bidang hak
kekayaan intelektual, maka pemerintah Indonesia juga melakukan
penyempurnaan institusi berdasarkan Surat Keputusan Presiden Nomor 32
Tahun 1986 dengan terbentuknya Direktorat Jenderal Hak Cipta dan Paten.
Pada tanggal 1 november 1989 Dewan Perwakilan Rakyat (DPR-RI) bersama-
sama dengan Pemerintah Republik Indonesia menyetujui Rancangan Undang-
undang Paten menjadi Undang-undang Nomor 6 Tahun 1989 Tentang paten
dan berlaku efektif pada tanggal 1 Agustus 1991. Kemudian seiring dengan
perjalanan waktu dan kebutuhan masyarakat internasional akan perlindungan
hukum hak kekayaan intelektual terutama Hak Paten, maka pemerintah
indonesia melakukan perubahan atau amandemen terhadap Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1989 Tentang Paten menjadi undang-undang Nomor 13 Tahun
1997 Tentang Paten, kemudian mengganti Undang-undang Nomor 13 Tahun
13 Tahun 1997 Tentang Paten dengan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001
dan yang terbaru adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 Tentang
Paten.11
11 Dian Nurfitri ,Rani Nuradi, Pengantar Hukum Paten Indonesia, (Jakarta
Alumni,2013),h. 34
19
3. Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia
Perlindungan Hak Kekayaan Intelektual di Indonesia merupakan hak
yang mendapat perlindungan dari undang-undang, dan barang siapa
melanggarnya akan dapat dikenakan sanksi. Perlindungan hukum di sini
dimaksudkan sebagai upaya yang diatur oleh undang-undang guna mencegah
terjadi pelanggaran Hak kekayaan intelektual oleh orang yang tidak berhak.
Jika terjadi pelanggaran, maka pelanggar tersebut harus diproses secara hukum,
dan bila terbukti, maka dapat dijatuhi hukuman sesuai peraturan yang berlaku
dengan ancaman hukuman baik yang sifatnya pidana maupun perdata,
sedangkan Tujuan perlindungan Hak kekayaan intelektual itu sendiri adalah
untuk memberikan kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan
intelektual dengan pencipta atau penemu, pemilik atau pemegang dan pemakai
yang menggunakan Hak Kekayaan Intelektual. Pebuatan pelanggaran Hak
Kekayaan Intelektual perlu dipenuhi unsur-unsur penting sebagai berikut:
a. Larangan undang-undang, Perbuatan yang dilakukan oleh seseorang
pengguna Hak Kekayaan Intelektual dilarang dan diancam dengan hukuman
oleh undang undang.
b. Ijin penggunaan, Pengguna Hak Kekayaan Intelektual dilakukan tanpa
persetujuan dari pemilik atau pemegang hak tedaftar.
c. Pembatasan undang-undang, Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual
melampaui batas ketentuan yang telah ditetapkan oleh undang-undang.
d. Jangka waktu, Penggunaan Hak Kekayaan Intelektual dilakukan dalam
jangka waktu perlindungan yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau
perjanjian tertulis atau lisensi.12
Hak paten memperoleh hak-hak ekslusif kepada inventornya untuk dapat
dilaksanakan menurut hukum, untuk menentukan siapa-siapa yang akan dan
siapa-siapa yang dilarang memanfaatkan penemuan yang telah dipatenkannya.
Inventor mendapat hak ini selama jangka waktu paten, asalkan membayar
12 Lena Griswanti, “Perlindungan Hukum terhadap Penerima Lisensi dalam Perjanjian
Lisensi Paten di Indonesia,” (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2005), h. 74
20
biaya pemeliharaan dan pembaharuan. Perjanjian TRIP’S mensyaratkan bahwa
suatu paten harus memberikan pemiliknya hak-hak ekslusif sebagai berikut.
1.Apabila yang dipatenkan tersebut adalah barang, untuk mencegah pihak
ketiga yang tidak mempunyai izin dari pemilik dari perbuatan-perbuatan
memakai, menawarkan untuk dijual, menjual, atau mengimpor barang-
barang tersebut;
2. Apabila yang dipatenkan tersebut berupa proses, untuk mencegah pihak
ketiga yang tidak mempunyai izin dari pemilik dari tindakan menggunakan
proses, dan dari perbuatan-perbuatan menggunakan, menawarkan untuk
menjual atau mengimpor untuk tujuan-tujuan tersebut paling tidak produk
yang dihasilkan langsung oleh proses tersebut.13
Hak Kekayaan Intelektual adalah harta kekayaan yang dilindungi oleh
undang-undang dan setiap orang wajib untuk menghormatinya. Perlindungan
hukum atas hak kekayaan intelektual itu berlangsung selama jangka waktu
yang telah ditentukan menurut bidang dan klasifikasinya.Hal ini menimbulkan
konsekuensi, bahwa apabila orang lain ingin menikmati manfaat ekonomi dari
hak atas kekayan intelektual tersebut, dia wajib mendapatkan ijin dari orang
yang berhak terlebih dahulu. Penggunaan atau pemalsuan hak atas kekayaan
intelektual orang lain tanpa ijin tertulis dari pemiliknya, adalah merupakan
suatu pelangaran hukum. Perlindungan hukum merupakan upaya yang diatur
oleh Undang Undang guna mencegah terjadinya pelanggaran hak atas
kekayaan intelektual oleh orang yang tidak berhak. Jika terjadi pelanggaran,
maka pelanggar tersebut dapat atau harus diproses secara hukum, dan dapat
dijatuhi hukuman sesuai dengan ketentuan undang-undang jika memang
tebukti telah melakukan pelanggaran tersebut akan diadili dengan
menggunakan peraturan-peraturan Hukum Acara Perdata.
Dalam peraturan Hukum Acara Perdata diatur bagaimana cara pihak
yang dirugikan mengajukan perkaranya ke Pengadilan, bagaimana cara pihak
yang diserang mempertahankan diri, bagaimana Hakim bertindak terhadap
13 Intellectual Property Rights (Advanced), Material prepared solely for use by IASTP
Indonesian course participants Coordinated by Asian Law Group Pty Ltd., h. 110
21
pihak-pihak yang berperkara, bagaimana Hakim memeriksa dan memutuskan
perkara, sehingga dapat diselesaikan secara adil, bagaimana cara melaksanakan
putusan Hakim. Dengan demikian, hak dan kewajiban sebagimana diatur
dalam Hukum perdata diperoleh dan dipenuhi sebagaiman mestinya14. Wirjono
Prodjodikoro merumuskan,”Hukum Acara Perdata adalah rangkaian peraturan
yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka
Pengadilan dan cara bagaimana Pengadilan itu harus bertindak, semuanya itu
untuk melaksanakan Hukum Perdata.”15.
Paten merupakan suatu hak khusus berdasarkan Undang-Undang
diberikan kepada si pendapat/si penemu (uitvinder) atau menurut hukum pihak
yang berhak memperolehnya, Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa paten
diberikan bagi ide dalam bidang teknologi dan teknologi pada dasarnya adalah
berupa ide (immateril) yang dapat diterapkan dalam proses industri. Teknologi
pada dasarnya lahir dari karsa intelektual, sebagai karya intelektual manusia.
Karena kelahirannya telah melibatkan tenaga, waktu, dan biaya (berapapun
besarnya misalnya dalam atas permintaannya yang diajukannya kepada pihak
penguasa, bagi temuan baru di bidang teknologi, perbaikan atas temuan yang
sudah ada, cara kerja baru, atau menemukan suatu perbaikan baru dalam cara
kerja, untuk selama jangka waktu tertentu yang dapat diterapkan dalam bidang
industri. Undang-Undang Paten Indonesia menyebutnya dengan istilah
Inventor dan istilah temuan disebut sebagai Invensi, maka teknologi memiliki
nilai atau sesuatu yang bernilai ekonomi, yang dapat menjadi objek harta
kekayaan (property). Dalam ilmu hukum, yang secara luas dianut oleh bangsa-
bangsa lain, hak atas daya pikir intelektual dalam bidang teknologi tersebut
diakui sebagai hak kekayaan yang sifatnya tidak berwujud. Hak seperti inilah
yang dikenal sebagai “Paten”.
14Marni Emmy Mustafa, Prinsip-prinsip Beracara Dalam Penegakan hukum Paten di
Indonesia Dikaitkan Dengan TRIP’s-WTO (Bandung: Alumni 2007), h. 13
15 Wirjono Prodjodikoro, Hukum Acara Perdata di Indonesia,(Bandung: Sumur 1962), h.
12
22
4.Perkembangan Hukum Paten di Indonesia
World Intellectual Property Organization (WIPO) memberikan definisi
paten sebagai berikut: Paten adalah hak yang dapat dilaksanakan secara hukum
yang diberikan berdasarkan undang-undang kepada seseorang untuk
mengecualikan, untuk waktu yang terbatas, selain dari tindakan-tindakan
tertentu dalam kaitannya dengan menjelaskan penemuan baru; hak istimewa
diberikan oleh otoritas pemerintah sebagai masalah hak orang yang dikandung
untuk mengajukan permohonan dan yang memenuhi syarat yang ditentukan16
Pengertian di atas dapat dikaji unsur penting paten, yaitu hak paten adalah
hak yang diberikan oleh pemerintah untuk melaksanakan penemuan dan
bersifat ekslusif. Pada dasarnya semua invensi di bidang teknologi dapat
diberikan paten, asal memenuhi persyaratan paten (patentability) sebagaimana
acuan ketentuan Article 27 (1) TRIPs yaitu Paten harus tersedia dan hak paten
dapat dinikmati tanpa adanya diskriminisasi berdasarkan tempat asal invensi,
dibidang teknologi serta baik produk tersebut diproduksi secara lokal ataupun
diimpor. Untuk mendapatkan paten; suatu penemuan harus melewati syarat
substantif tertentu, yaitu kebaruan (novelty), bisa dipraktikkan dalam industri
(industrial applicability), mempunyai nilai langkah inventif (inventif step), dan
memenuhi syarat formal.
Invensi diartikan sebagai Ide Inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah spesifik di bidang teknologi dapat berupa produk
atau suatu proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses
(Pasal 1 Angka 2 Undang-Undang No.14/2001 Tentang Paten). Invensi disini
lebih mengetengahkan unsur kreativitas intelektual manusia, kreasi tambahan
(artificial creation) yang timbul atau dipacu oleh kebutuhan untuk
memecahkan masalah teknis tertentu.
Hukum mensyaratkan bahwa invensi yang diberikan paten harus baru
(Novelty) bahwa pemohon paten harus memberikan kontribusi untuk sesuatu
16 Endang Purwaningsih, Intellectual Property Rights: Kajian Hukum terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005), h. 27.
23
yang baru bagi masyarakat17. Tidak ada sistem paten yang diberikan untuk
invensi yang telah diketahui umum. Pada dasarnya novelty dapat dinilai dari
dua aspek yakni dari sisi teknologinya dan dari tenggang waktu pendaftarannya
setelah adanya pengungkapan sesuai dengan Pasal 4 Undang-Undang
No.14/2001 Tentang Paten yang menyatakan :
1. Suatu invensi tidak dianggap telah diumumkan jika dalam jangka waktu
paling lama 6 (enam) bulan sebelum tanggal penerimaan:
a. Invensi tersebut telah dipertunjukkan dalam suatu pameran
internasional di Indonesia atau di luar negeri yang resmi atau diakui
sebagai resmi atau dalam suatu pameran nasional di Indonesia yang
resmi atau diakui sebagai resmi.
b. Invensi tersebut telah digunakan di Indonesia oleh inventornya dalam
rangka percobaan dengan tujuan penelitian dan pengembangan.
2. Invensi juga tidak dianggap telah diumumkan apabila dalam jangka waktu
12 (dua belas) bulan sebelum Tanggal Penerimaan, ternyata ada pihak lain
yang mengumumkan dengan cara melanggar kewajiban untuk menjaga
kerahasiaan invensi tersebut.
Tujuan pemberian paten oleh Negara/Penguasa kepada si penemu pada
umumnya dirangkum dalam dua tujuan yang seolah saling bertentangan yaitu,
pada satu sisi adalah untuk memberikan insentif bagi penemu, dengan tujuan
agar pemberian perangsang tersebut dapat merangsang untuk dilakukannya
penemuan-penemuan baru yang lain atau pengembangan dari penemuan
penemuan yang terdahulu dari orang yang sama maupun dari orang lain.
Penemuan-penemuan baru yang kemudian dilaksanakan pasti akan
membawa kemajuan-kemajuan bagi masyarakat dalam bentuk kemajuan di
bidang ilmu dan teknologi, yang pada gilirannnya ilmu dan teknologi akan
memberikan berkah kemajuan di bidang perdagangan, dan industri, yang pada
akhirnya akan membuat masyarakat semakin sejahtera. Pada sisi yang lain,
bertujuan agar masyarakat umum pada suatu saat, dapat mengambil manfaat
17 Donald S.Chisum and F.Scott Kieff, Cases and Material Principle of Patent Law, Third
Edition, (New York:Thomson Foundation Press, 2004), h. 324
24
dari hasil penemuan itu dengan cara melaksanakan sendiri penemuan dari si
pemegang paten tanpa harus memperoleh ijin atau memberikan kontra prestasi
kepada si pemegang paten. Menurut Bagi penemunya hak paten memberikan
arti penting kepadanya antara lain:
1. Kemanfaatan bagi diri sendiri, artinya sebagai pemegang suatu hak milik.
Penemu memiliki wewenang untuk mengambil manfaat dari penemuan itu
bagi keuntungannya sendiri dengan cara-cara yang dibenarkan oleh hukum.
Kemanfaatan itu dapat meliputi kemanfaatan di bidang materiil maupun di
bidang immaterial
2. Mengalihkan kemanfaatannya kepada orang lain, dalam bentuk
mengijinkan, menyewakan, menjual, menghibahkan, ataupun mewariskan
isi hak paten itu kepada orang lain.
3. Melarang orang lain yang tanpa hak memanfaatkan penemuan pemegang
paten yang sah.
4. Melarang importasi atau eksportasi hasil dari penemuan itu yang dilindungi
hak patennya, tanpa persetujuan dari pemegang paten yang sah. Larangan
semacam ini justeru dimungkinkan setelah perdagangan/pasar Indonesia
berkembang secara pesat, tidak hanya terbatas pada pasar domestik saja
melainkan juga telah memasuki pasar di luar negeri
5. Memproduksinya di luar negeri, prinsip pemberian paten di Indonesia
adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Indonesia, oleh
karena itu paten yang diberikan di Indonesia sudah seharusnya dilaksanakan
di Indonesia, agar manfaat dari penemuan tersebut dapat dinikmati oleh
bangsa Indonesia. Namun, bilamana karena lasan-alasan financial, dan
teknologi pemprosesannya belum mampu diadakan di dalam negeri sendiri,
undang-undang paten memberikan kelonggaran kepada si pemegang paten
untuk memproduksinya di luar negeri.
Oleh karena itu, Negara menjadikan hak kekayaan intelektual sebagai
salah satu sumber pendapatan negara dalam melakukan pembangunan
ekonominya. Perubahan paradigma telah terjadi terhadap aset hak kekayaan
intelektual, dimana semakin maju suatu negara maka negara tersebut semakin
25
bergantung pada modal intelektualnya karena modal intelektual bersifat
“renewable and sustainable”18.
Sistem perlindungan paten terjain hubungan kerjasama dan saling
keterkaitan antara industri dengan institusi Penelitian dan Pengembangan
(R&D) merupakan tempat dihasilkan invensi teknologi yang menghasilkan
produk-produk unggulan yang berguna bagi masyarakat luas atau pasar global
yang menerima produk-produk yang dihasilkan dari paten yang dilindungi
tersebut dan pemilik paten akan menerima penghargaan yang layak atas hasil
karya intelektualnya dan seterusnya akan mendorong para pemilik paten untuk
menghasilkan pemilik paten untuk lebih menghasilkan invensi teknologi yang
lebih baik dan maju lagi yang pada akhirnya akan memajukan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang dapat dilaksanakan dalam industri untuk
memajukan pembangunan ekonomi suatu negara.
Secara etimologis, kata teknologi berasal dari bahasa yunani yang terdiri
dari kata Technigos yang berarti kesenian atau keterampilan, dan kata logos
yang berarti ilmu atau asas-asas utama (fundamental principle). Kata teknologi
mempunyai definisi beragam, beberapa diantaranya adalah definisi James D.
Grant, teknologi adalah keterampilan praktis (know-how) untuk penerapan
pengetahuan ilmiah dalam penciptaan produk khusus atau pelaksanaan tugas
khusus.19
World Intelectual Property Right (WIPO) mengemukakan bahwa ada
beberapa hal yang perlu dicatat dari definisi teknologi di atas, yaitu bahwa
teknologi terdiri dari pengetahuan, akan tetapi tidak semua pengetahuan
mencakup di dalamnya. Teknologi tersebut haruslah sistematis dan dapat
dikomunikasikan, dapat dialokasikan untuk memecahkan suatu problem atau
suatu kebutuhan yang timbul dari suatu kegiatan khusus manusia dalam
perindustrian, pertanian, dan komersial, sehinga WIPO mendefinisikan
18 Carlos Maria Correa “Intellectual property rights, the WTO, and Developing Countries
the TRIPS agreement and policy options”, (Argentina: Zed Books, 2000), h.134
19 Lena Griswanti, Perlindungan Hukum Terhadap Penerima Lisensi Dalam Perjanjian
Lisensi Paten Di Indonesia (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada, 2005), h. 37
26
teknologi adalah suatu system pengetahuan untuk membuat suatu produk,
mengaplikasikan proses atau menjalin suatu pelayanan, di mana pengetahuan
itu dapat direfleksikan dalam suatu pendapatan, desain industri, utility model
atau new plant variety atau dalam informasi teknik atau kecakapan atau dalam
pelayanan dan bantuan bagi pabrik industri atau menajemen industri atau
perusahaan komersial dengan segenap aktifitasnya. Dari berbagai definisi
diatas serta luasnya perkembangan teknologi dapat dikelompokkan menjadi 3
(tiga) bagian, yaitu:
1. Teknologi sebagai barang buatan, Artinya teknologi adalah istilah umum
untuk semua benda, prosedur dan system yang berdasarkan penyusunan
kreatif dihasilkan untuk pemenuhan sebagai keperluan perorangan yang
melalui fungsi-fungsi yang ditapkan melayani Tujuan-tujuan tertentu dan
dalam keseluruhan dunia.
2. Teknologi sebagai kegiatan manusi, Artinya teknologi adalah penerapan
secara teratur dari seni dan ilmu pada Tujuan-tujuan industri berguna.
3. Teknologi sebagai kumpulan pengetahuan, Artinya teknologi adalah suatu
pengetahuan praktis yang teratur, didasarkan pada percobaan dan atau teori
imiah yang memperbesar kemampuan masyarakat untuk menghasilkan
bagian-bagian dan jasa-jasa yang diwujudkan dalam keterampilan
produktif, organisasi atau perindustrian. 20
Pengertian alih teknologi menurut United Nation Centre on Transnational
Commission (UNTAC) mendefinisikan alih teknologi sebagai suatu proses
penguasaan kemampuan teknologi dari luar negeri, yang dapat diuraikan dalam
3 (tiga) tahap, yaitu:
1) Peralihan teknologi yang ada ke dalam produksi barang dan jasa tertentu.
2) Asimilasi dan difusi teknologi tersebut ke dalam perekonomian Negara
penerima teknologi tersebut.
3) Pengembangan kemampuan Indigeneous Technology untuk inovasi.
20 Ridwan Khairandy, ”Hukum Alih Teknologi,” (Yogyakarta: Fakultas Hukum Universitas
Islam Indonesia, 1995), h. 90
27
Erman Radjagukguk, mengemukakan bahwa alih teknologi merupakan
salah satu cara untuk memperoleh kemampuan teknologi, di mana konsep alih
teknologi dapat dibedakan pada 2 (dua) tingkat, yaitu tingkat nasional dan
tingkat perusahaan. Pada tingkat nasional, konsep alih teknologi di antara
berbagai penulis belum beragam. Lebih jauh dikemukakan bahwa konsep alih
teknologi ini ada 4 (empat) macam konsep yang masing-masing konsep
memerlukan kemampuan teknologi dan pengalaman yang berbeda, yaitu:
1) Alih teknologi secara geografis. Alih teknologi telah terjadi jika teknologi
tersebut telah digunakan ditempat yang baru, sedangkan sumber-sumber
masukan sama sekali tidak diperhatikan
2) Alih teknologi kepada tenaga kerja lokal. Alih teknologi terjadi jika tenaga
kerja lokal sudah mampu menangani teknologi impor dengan efisien
3) Transmisi dan difusi teknologi. Alih teknologi terjadi jika teknologi
menyebar ke unit-unit produktif lokal lainnya di Negara penerima
4) Pengembngan dan adaptasi teknologi. Alih teknologi terjadi jika tenaga
kerja lokal yang memahami teknologi tersebut nilai mengadaptasi untuk
keperluan-keperluan spesifik setempat atau dapat memodifikasikan untuk
berbagai keperluan.
Pengalihan teknologi dapat dilakukan baik terhadap benda berwujud
maupun tidak berwujud. Atas hal ini ada 2 (dua) cara pengalihan teknologi,
yaitu:
1) Pengalihan teknologi non komersial adalah pengalihan teknologi yang
melibatkan pemerintah, misalnya penggunaan expertise dari luar negeri dan
program kerja sama teknik antar bangsa.
2) Pengalihan teknologi komersial adalah pengalihan teknologi yang tidak
melibatkan pemerintah dan dilakukan dengan Technology Contract,
misalnya: lisensi, joint venture dan franchise.
Pengalihan teknologi komersial yang tidak melibatkan pemerintah dan
dilakukan dengan technology contract dengan lisensi yang berarti masuk ke
ranah Hak Kekayaan Intelektual yaitu Hak Paten.
28
Lebih jauh WTO mengatur Tentang pengalihan teknologi yang berkaitan
erat dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yaitu Tentang aspek-aspek
dagang dari hak atas kekayaan intelektual TRIPs. Pengaturan Tentang
pengalihan teknologi oleh WTO diatur dalam BAB I Pasal 7 lampiran 1(c)
mengenai sasaran, yaitu:
Perlindungan dan penegakan hak kekayaan intelektual harus berkontribusi
pada promosi inovasi teknologi dan untuk transfer dan diseminasi teknologi,
untuk keuntungan timbal balik dari produsen dan pengguna pengetahuan
teknologi dan dengan cara yang kondusif untuk kesejahteraan sosial dan
ekonomi, dan untuk keseimbangan hak dan kewajiban21.
D. Tinjauan (review) Kajian Terdahulu
Untuk menghindari kesamaan pada penulisan skripsi ini dengan penelitian
Tentang klausula eksonerasi dalam hukum perlindungan konsumen, maka
penulis melakukan penelusuran terhadap beberapa penelitian terlebih dahulu,
diantaranya penelitian-penelitian tersebut yakni :
1. Skripsi Hukum yang berjudul “Perlindungan Hukum bagi Pemegang Hak
Desain Industri dikaitkan dengan asas Sistem pendaftaran pertama
(analisis putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 01
K/N/HaKI/2005) karya Ilyas Aghnini fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Tahun 2015. Dalam
skripsi ini poin bahasan yang dibahas lebih mengacu kepada bagaimana
perlindungan hukum bagi pemegang hak desain industri ditinjau dari asas
sistem pendaftaran pertama (first to file) sedangkan peneliti lebih mengacu
kepada asas kebaruan dalam pendaftaran hak paten.
2. Buku yang berjudul “Pengantar Hukum Paten Indonesia” karya Dian
Nurfitri dan Rani Nuradi ,Alumni, tahun 2013. Dalam buku ini dijelaskan
secara lengkap Tentang sejarah Paten di indonesia dan Perlindungan
21 Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights,
https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf, diakses tanggal 25 september 2018.
29
terhadap pemegang lisensi Hak Paten di Indonesia serta beberapa peraturan
dasar dari buku ini untuk menjadi landasan dasar dari setiap penelitian yang
akan dilakukan peneliti. Perbedaan antara buku di atas banyak membahas
Tentang peraturan-peraturan Tentang perlindungan Hak Paten di Indonesia
sedangkan peneliti lebih berfokus kepada asas kebaruan dalam pendaftaran
Hak Paten yang sesuai dengan Undang-undang No. 14 Tahun 2001 Tentang
Paten.
3. Jurnal Hukum oleh S.Sahrial dari Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta
Tentang “Aspek Hukum dalam Pendaftaran Hak cipta dan Paten di
Indonesia” Dalam jurnal ini poin bahasan yang dibahas terkait aspek hukum
perdata pada pendaftaran suatu hak cipta atau paten dan skripsi yang peneliti
kaji lebih berfokus pada pembatalan pendaftaran hak paten yang sudah
terdaftar karena tidak dianggap memiliki nilai kebaruan (Novelty)
30
BAB III
PERAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN INTELEKTUAL
DALAM PENDAFTARAN PATEN
A. Profil Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
1. Tugas dan Fungsi Jenderal Kekayaan Intelektual
Direktorat Jendral Hak Kekayaan Intelektual (Ditjen HKI) merupakan
lemabaga yang ditugaskan untuk memberikan perlindungan terhadap Hak
Kekayaan Intelektual seperti Hak Cipta, Hak Desain Industri, Hak Paten, Hak
Merek, Indikasi Geografis dan Rahasia Dagang. Tugas untuk melindungi Hak
Kekayaan Intelektual tersebut lahir karena Ditjen Hak Kekayaan Intelektual
merupakan lembaga yang memberikan legitimasi terhadap pendaftaran hak-
hak tersebut.1
Banyak terjadi pelanggaran dan pembajakan Hak Cipta di Indonesia.
Guna mendapatkan perlindungan hukum dan kepastian hukum sebaiknya
didaftarkan hasil karya cipta atau temuannya kepada Direktorat Jendral Hak
Kekayaan Intelektual sehingga negara mempunyai data yang lengkap setiap
pemohon yang Hak karyanya telah didaftarkan suatu karya ciptaan asli atau
yang pertama kali menciptakan suatu karya ciptaan agar dapat terlindungi
karyanya atau mendapatkan perlindungan hukum yang yang kuat agar
karyanya tidak dijiplak atau digunakan orang lain yang tidak bertanggung
jawab.2
Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual adalah unsur pelaksana yang
berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia yang dipimpin oleh seorang Direktur Jenderal. Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan dan
1Surianto Ruslan, Mendesain Logo, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2009), h. 40
2 Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta, (Jakarta: P.T. Alumni,
cetakan ke-1, 2013), h. 165
31
pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan intelektual sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.3
Gambar 1.0 Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Hak
intelektual
Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud, Direktorat Jenderal
Kekayaan Intelektual menyelenggarakan fungsi:
a. Perumusan kebijakan di bidang perlindungan hukum kekayaan intelektual,
penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan intelektual, penyidikan,
penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran kekayaan intelektual,
kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta teknologi informasi di
bidang kekayaan intelektual;
3 http://www.dgip.go.id/struktur-organisasi, diakses pada tanggal 1 November 2018 , pukul
14.00 WIB.
32
b. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang perlindungan hukum
kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran kekayaan
intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan pelanggaran
kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan intelektual, serta
teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
c. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi dan pelaporan di bidang perlindungan
hukum kekayaan intelektual, penyelesaian permohonan pendaftaran
kekayaan intelektual, penyidikan, penyelesaian sengketa dan pengaduan
pelanggaran kekayaan intelektual, kerja sama, promosi kekayaan
intelektual, serta teknologi informasi di bidang kekayaan intelektual;
d. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual;
e. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri.
Direktorat Jenderal Kekayaan memiliki kantor yakni yang berlokasi di
Jalan H.R. Rasuna Said Kav. 8-9, Kuningan, Jakarta Selatan yang berfungsi
sebagai tangan pertama yang menerima pelayanan permohonan dalam
Kekayaan Intelektual.
2. Visi dan Misi Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
Sebagai sebuah organisasi, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
(Ditjen KI) telah merumuskan tujuan dan sasaran organisasi untuk mendukung
keberhasilan perjalanan sebuah organisasi dengan merumuskan visi atau cara
pandang jauh kedepan kemana organisasi harus dibawa agar dapat hidup,
antisipatif, dan inovatif dalam menghadapi perubahan serta merumuskan misi
sebagai pernyataan yang menetapkan tujuan dan sasaran yang ingin dicapai.
Adapun visi dan misi Ditjen KI adalah:
a. Visi: Menjadi Institusi Kekayaan Intelektual yang menjamin kepastian
hukum dan menjadi pendorong inovasi, kreatifitas dan pertumbuhan
ekonomi nasional.
33
b. Misi: Mewujudkan pelayanan dan penegakan kekayaan intelektual yang
berkualitas.4
3. Sejarah Perkembangan Perlindungan Hukum dalam Kekayaan
Intelektual
Secara historis, peraturan perundang-undangan di bidang Kekayaan
Intelektual di Indonesia telah ada sejak tahun 1840-an. Pemerintah Kolonial
Belanda memperkenalkan undang-undang pertama mengenai perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual pada tahun 1844. Selanjutnya, Pemerintah Belanda
mengundangkan undang-undang merek (1885), undang-undang paten (1910),
dan undang-undang hak cipta (1912). Indonesia yang pada waktu itu masih
bernama Netherlands East-Indies telah menjadi anggota Paris Convention for
the Protection of Industrial Property sejak tahun 1888 dan anggota Berne
Convention for the Protection of Literary and Artistic Works sejak tahun 1914.
Pada jaman pendudukan Jepang yaitu tahun 1942 s.d. 1945, semua peraturan
perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual tersebut tetap
berlaku.
Pada tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia memproklamirkan
kemerdekaannya. Sebagaimana ditetapkan dalam ketentuan peralihan UUD
1945, seluruh peraturan perundang-undangan peninggalan kolonial Belanda
tetap berlaku selama tidak bertentangan dengan UUD 1945. Undang-undang
hak cipta dan undang-undang peninggalan Belanda tetap berlaku, namun tidak
demikian halnya dengan undang-undang paten yang dianggap bertentangan
dengan pemerintah Indonesia. Sebagaimana ditetapkan dalam undang-undang
paten peninggalan Belanda, permohonan paten dapat diajukan di kantor paten
yang berada di Batavia (sekarang Jakarta) namun pemeriksaan atas
permohonan paten tersebut harus dilakukan di Octrooiraad yang berada di
Belanda.5.
4http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tanggal 1 November 2018 , pukul 14.05 WIB.
5http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tanggal 1 November 2018 , pukul 14.30 WIB.
34
Pada tahun 1953 Menteri Kehakiman Republik Indonesia
mengeluarkan pengumuman yang merupakan perangkat peraturan nasional
pertama yang mengatur Tentang paten, yaitu Pengumuman Menteri
Kehakiman No. J.S. 5/41/4, yang mengatur Tentang pengajuan sementara
permintaan paten dalam negeri, dan Pengumuman Menteri Kehakiman No.
J.G. 1/2/17 yang mengatur Tentang pengajuan sementara permintaan paten luar
negeri.
Pada tanggal 11 Oktober 1961 pemerintah Republik Indonesia
mengundangkan Undang-Undang No. 21 tahun 1961 Tentang Merek
Perusahaan dan Merek Perniagaan (undang-undang merek tahun 1961) untuk
menggantikan undang-undang merek kolonial Belanda. Undang-undang
merek tahun 1961 yang merupakan undang-undang Indonesia pertama di
bidang Hak Kekayaan Intelektual. Berdasarkan Pasal 24, Undang-Undang No.
21 Tahun 1961, yang berbunyi "Undang-Undang ini dapat disebut undang-
undang merek 1961 dan mulai berlaku satu bulan setelah Undang-Undang ini
diundangkan". Undang-undang tersebut mulai berlaku tanggal 11 November
1961. Penetapan undang-undang Merek 1961 dimaksudkan untuk melindungi
masyarakat dari barang-barang tiruan/bajakan. Saat ini, setiap tanggal 11
November yang merupakan tanggal berlakunya Undang-Undang No. 21 tahun
1961 juga telah ditetapkan sebagai Hari KI Nasional.
Pada tanggal 10 Mei 1979 Indonesia meratifikasi Konvensi Paris [Paris
Convention for the Protection of Industrial Property (Stockholm Revision
1967)] berdasarkan Keputusan Presiden No. 24 Tahun 1979. Partisipasi
Indonesia dalam Konvensi Paris saat itu belum penuh karena Indonesia
membuat pengecualian (reservasi) terhadap sejumlah ketentuan, yaitu Pasal 1
s.d. 12, dan Pasal 28 Ayat (1).6
Pada tanggal 12 April 1982 Pemerintah mengesahkan Undang-Undang
No.6 tahun 1982 Tentang Hak Cipta ( undang-undang hak cipta tahun 1982)
untuk menggantikan undang-undang hak cipta peninggalan Belanda.
6http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tanggal 1 November 2018, pukul 14.30 WIB
35
Pengesahan undang-undang hak cipta tahun 1982 dimaksudkan untuk
mendorong dan melindungi penciptaan, penyebarluasan hasil kebudayaan di
bidang karya ilmu, seni dan sastra serta mempercepat pertumbuhan kecerdasan
kehidupan bangsa.
Tahun 1986 dapat disebut sebagai awal era modern sistem Hak
Kekayaan Intelektual di tanah air. Pada tanggal 23 Juli 1986 Presiden Republik
Indonesia membentuk sebuah tim khusus di bidang Hak Kekayaan Intelektual
melalui Keputusan No. 34/1986 (Tim ini lebih dikenal dengan sebutan Tim
Keppres 34). Tugas utama Tim Keppres 34 adalah mencangkup penyusunan
kebijakan nasional di bidang Hak Kekayaan Intelektual, perancangan peraturan
perundang-undangan di bidang Hak Kekayaan Intelektual dan sosialisasi
sistem Hak Kekayaan Intelektual di kalangan instansi pemerintah terkait,
aparat penegak hukum dan masyarakat luas. Tim Keppres 34 selanjutnya
membuat sejumlah terobosan, antara lain dengan mengambil inisiatif baru
dalam menangani perdebatan nasional Tentang perlunya sistem paten di tanah
air. Setelah Tim Keppres 34 merevisi kembali rancangan undang-undang paten
yang telah diselesaikan pada tahun 1982, akhirnya pada tahun 1989 Pemerintah
mengesahkan undang-undang paten.
Pada tanggal 19 September 1987 Pemerintah Republik Indonesia
mengesahkan Undang-Undang No. 7 tahun 1987 sebagai perubahan atas
Undang-Undang No. 12 tahun 1982 Tentang Hak Cipta. Dalam penjelasan
Undang-Undang No. 7 tahun 1987 secara jelas dinyatakan bahwa perubahan
atas Undang-Undang No. 12 tahun 1982 dilakukan karena semakin
meningkatnya pelanggaran hak cipta yang dapat membahayakan kehidupan
sosial dan menghancurkan kreativitas masyarakat.7
Menyusuli pengesahan Undang-Undang No. 7 tahun 1987 Pemerintah
Indonesia menandatangani sejumlah kesepakatan bilateral di bidang hak cipta
sebagai pelaksanaan dari undang-undang tersebut. Pada tahun 1988
berdasarkan Keputusan Presiden No. 32 di tetapkan pembentukan Direktorat
7http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tangga2 November 2018, pukul 14.30 WIB
36
Jendral Hak Cipta, Paten dan Merek (DJ HCPM) untuk mengambil alih fungsi
dan tugas Direktorat Paten dan Hak Cipta yang merupakan salah satu unit
eselon II di lingkungan Direktorat Jendral Hukum dan Perundang-undangan,
Departemen Kehakiman.
Pada tanggal 13 Oktober 1989 Dewan Perwakilan Rakyat menyetujui
rancangan undang-undang Tentang paten, yang selanjutnya disahkan menjadi
Undang-Undang No. 6 Tahun 1989 (undang-undang paten 1989) oleh Presiden
Republik Indonesia pada tanggal 1 November 1989. Undang-undang paten
1989 mulai berlaku tanggal 1 Agustus 1991. Pengesahan undang-undang paten
1989 mengakhiri perdebatan panjang Tentang seberapa pentingnya sistem
paten dan manfaatnya bagi bangsa Indonesia. Sebagaimana dinyatakan dalam
pertimbangan undang-undang paten 1989, perangkat hukum di bidang paten
diperlukan untuk memberikan perlindungan hukum dan mewujudkan suatu
iklim yang lebih baik bagi kegiatan penemuan teknologi. Hal ini disebabkan
karena dalam pembangunan nasional secara umum dan khususnya di sektor
industri, teknologi memiliki peranan sangat penting. Pengesahan undang-
undang paten 1989 juga dimaksudkan untuk menarik investasi asing dan
mempermudah masuknya teknologi ke dalam negeri. Namun demikian,
ditegaskan pula bahwa upaya untuk mengembangkan sistem, termasuk paten,
di Indonesia tidaklah semata-mata karena tekanan dunia internasional, namun
juga karena kebutuhan nasional untuk menciptakan suatu sistem perlindungan
Hak Kekayaan Intelektual yang efektif.8
Pada tanggal 28 Agustus 1992 Pemerintah Republik Indonesia
mengesahkan Undang-Undang No. 19 tahun 1992 Tentang Merek (undang-
undang merek 1992), yang mulai berlaku tanggal 1 April 1993. Undang-
undang merek 1992 menggantikan undang-undang merek 1961. Pada tanggal
15 April 1994 Pemerintah RI menandatangani Final Act Embodying the Result
of the Uruguay Round of Multilateral Trade Negotiations, yang mencakup
8http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tangga2 November 2018, pukul 14.30 WIB
37
Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights
(Persetujuan TRIPS). Tiga tahun kemudian, pada tahun 1997 Pemerintah RI
merevisi perangkat peraturan perundang-undangan di bidang KI, yaitu
Undang-Undang Hak Cipta 1987 jo. Undang-Undang No. 6 tahun 1982,
Undang-Undang Paten 1989, dan Undang-Undang Merek 1992.
Di penghujung tahun 2000, disahkan tiga Undang-Undang baru di
bidang KI, yaitu Undang-Undang No. 30 tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang,
Undang-Undang No. 31 tahun 2000 Tentang Desain Industri dan Undang-
Undang No 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Dalam
upaya untuk menyelaraskan semua peraturan perundang-undangan di bidang
Kekayaan Intelektual dengan Persetujuan TRIPs, pada tahun 2001 Pemerintah
Indonesia mengesahkan Undang-Undang No. 14 tahun 2001 Tentang Paten,
dan Undang-Undang No. 15 tahun 2001 Tentang Merek. Kedua undang-
undang ini menggantikan undang-undang yang lama di bidang terkait. Pada
pertengahan tahun 2002 Tentang Hak Cipta yang menggantikan undang-
undang yang lama dan berlaku efektif satu tahun sejak diundangkan nya. Untuk
sekarang Undang-Undang No.20 Tahun 2016 kini telah tergantikan dengan
undang-undang merek yang baru yaitu Undang-Undang No.20 Tahun 2016
Tentang Merek dan Indikasi Geografis.
B. Peran Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual Dalam Pendaftaran Paten
di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual
1. Peran Direktorat Paten,Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia
Dagang
Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang
mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan dan pelaksanaan
kebijakan, pemberian bimbingan teknis dan supervisi, dan pelaksanaan
evaluasi dan pelaporan di bidang permohonan, publikasi dan dokumentasi,
klasifikasi dan penelusuran paten, pemeriksaan, sertifikasi, pemeliharaan,
38
mutasi, lisensi, dan pelayanan hukum paten, desain tata letak sirkuit terpadu,
dan rahasia dagang.9
Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, dan Rahasia Dagang
menyelenggarakan fungsi:
1. Penyiapan perumusan kebijakan di bidang permohonan, publikasi,
klasifikasi, penelusuran, pemeriksaan, sertifikasi, pemeliharaan, mutasi,
lisensi, dan pelayanan hukum paten, desain tata letak sirkuit terpadu, dan
rahasia dagang;
2. Pelaksanaan kebijakan di bidang permohonan, publikasi, klasifikasi,
penelusuran, pemeriksaan, sertifikasi, pemeliharaan, mutasi, lisensi, dan
pelayanan hukum paten, desain tata letak sirkuit terpadu, dan rahasia
dagang;
3. Pelaksanaan fasilitasi komisi banding paten;
4. Pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang permohonan, publikasi
dan dokumentasi, klasifikasi, penelusuran, pemeriksaan, sertifikasi,
pemeliharaan, mutasi, lisensi, dan pelayanan hukum;
5. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang paten, desain tata letak sirkuit
terpadu, dan rahasia dagang; dan
6. Pengelolaan urusan tata usaha dan rumah tangga Direktorat Paten, Desain
Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang.
Direktorat Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia Dagang
terdiri atas:
1) Subdirektorat Permohonan dan Publikasi;
2) Subdirektorat Klasifikasi dan Penelusuran Paten;
3) Subdirektorat Pemeriksaan Paten;
4) Subdirektorat Sertifikasi, Pemeliharaan, Mutasi dan Lisensi;
5) Subdirektorat Pelayanan Hukum dan Fasilitasi Komisi Banding Paten;
6) Subbagian Tata Usaha; dan
7) Kelompok Jabatan Fungsional.
9http://www.dgip.go.id/sejarah-perkembangan-perlindungan-kekayaan-intelektual-ki,
diakses pada tanggal 2 November 2018 , pukul 16.25 WIB
39
Gambar 1.1 Struktur organisasi Direktorat Paten, Desain Tata letak
sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang.
2. Sistem Pendaftaran Paten pada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual
Dalam paten berlaku prinsip first to file, di mana hak paten hanya akan
diberikan kepada yang pertama kali mengajukan permohonan paten yang
setidaknya sudah dilengkapi syarat minimum pengajuannya, sehingga berhak
mendapatkan Tanggal Penerimaan (filling date). Dengan demikian, paten
bersifat sangat time-sensitive sehingga waktu pengajuan permohonan menjadi
faktor yang sangat krusial. Konon dalam sejarah, Alexander Graham Bell
diakui sebagai inventor telefon hanya karena ia mengajukan permohonan paten
setengah jam lebih awal daripada kompetitornya.10
10 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 15.00 WIB
40
Apalagi syarat substantif paten dari sisi kebaruan (novelty) membuat suatu
invensi tidak akan dapat dipatenkan manakala invensi tersebut sudah terlanjur
terungkap ke publik sebelum Tanggal Penerimaan permohonannya. Dengan
demikian, wajar kiranya jika banyak orang/lembaga/perusahaan yang memilih
untuk secepatnya mengajukan permohonan paten atas invensi mereka,
meskipun mereka belum sungguh-sungguh memastikan apakah invensi
tersebut memiliki nilai komersial. Bagi banyak pihak, biaya pendaftaran paten
yang terbuang untuk sejumlah invensi yang tidak komersial tidaklah seberapa
dibandingkan kerugian tidak memilki hak paten atas satu invensi yang bernilai
komersial tinggi.
Orang yang berhak memperoleh paten adalah yang menghasilkan suatu
invensi, baik sendirian maupun beberapa orang bersama-sama, disebut dengan
istilah inventor. Inventor inilah yang paling pertama berhak mendapatkan hak
paten atas invensi yang dihasilkannya. Siapapun di luar inventor yang ingin
memiliki hak paten atas invensi tersebut harus terlebih dahulu memperoleh
pengalihan hak secara tertulis dari sang inventor.
Baik Inventor maupun pihak lain yang menerima pengalihan hak dari
inventor merupakan Pemilik/Pemegang Hak Paten (Patentee), yang memiliki
hak eksklusif untuk melaksanakan invensi yang dipatenkan tersebut selama 20
tahun dihitung dari Tanggal Penerimaan. Setelah 20 tahun tersebut, invensi
yang dimaksud akan menjadi milik umum (public domain) dan dapat
dimanfaatkan oleh siapapun tanpa perlu meminta izin dari si pemegang paten.
Bagi pemohon yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia, permohonan
tersebut wajib diajukan melalui kuasanya di Indonesia. Pemohon tersebut
wajib menyatakan dan memilih tempat tinggal kuasanya sebagai domisili
hukumnya di Indonesia.
Sebelum mengajukan permohonan paten, sangat disarankan agar inventor
terlebih dahulu melaksanakan penelusuran (search), untuk memperoleh
gambaran apakah invensi yang diajukan memang memenuhi syarat kebaruan,
artinya belum pernah ada pengungkapan sebelumnya oleh siapapun, termasuk
oleh si inventor sendiri. Penelusuran dapat dilakukan terhadap dokumen-
41
dokumen paten baik yang tersimpan pada database Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual, maupun kantor-kantor paten lain di luar negeri yang
representatif dan juga relevan terhadap teknologi dari invensi yang akan kita
patenkan; dan juga terhada dokumen-dokumen non-paten seperti jurnal-jurnal
ilmiah yang terkait. Penelusuran Paten bahkan sangat disarankan untuk
dilakukan sebelum rencana penelitian terhadap suatu teknologi dilaksanakan,
demi untuk melakukan technology mapping berdasarkan dokumen paten yang
tersedia, sehingga penelitian bisa dilakukan secara lebih efektif dan efisien.11
Setelah dilakukan penelusuran dan dapat diyakini bahwa invensi yang
akan dipatenkan masih mengandung kebaruan, langkah selanjutnya adalah
membuat spesifikasi paten, yang terdiri sekurang-kurangnya atas:
1. Judul Invensi;
2. Latar Belakang Invensi, yang menerangkan teknologi yang ada sebelumnya
serta masalah yang terdapat pada teknologi tersebut, yang coba
ditanggulangi oleh invensi;
3. Uraian Singkat Invensi, yang menerangkan secara ringkas mengenai fitur-
fitur yang terkandung dalam, dan menyusun, invensi;
4. Uraian Lengkap Invensi, yang menerangkan mengenai bagaimana cara
melaksanakan invensi;
5. Gambar Teknik, jika diperlukan untuk menerangkan invensi secara lebih
jelas;
6. Uraian Singkat Gambar, untuk menerangkan mengenai Gambar Teknik
yang disertakan;
7. Abstrak, ringkasan mengenai invensi dalam satu atau dua paragraf;
8. Klaim, yang memberi batasan mengenai fitur-fitur apa saja yang dinyatakan
sebagai baru dan inventif oleh sang inventor, sehingga layak mendapatkan
hak paten.
Spesifikasi Paten adalah salah-satu dari persyaratan minimum yang harus
disertakan dalam mengajukan permohonan paten untuk bisa mendapat Tanggal
11 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 15.10 WIB
42
Penerimaan, di samping Formulir Permohonan yang diisi lengkap dan dibuat
rangkap empat, dan membayar biaya Permohonan Paten sebesar Rp.
750.000,00. Apabila ketiga persyaratan minimum ini dipenuhi, maka
permohonan akan mendapat Tanggal Penerimaan (Filling Date).
Gambar 1.2 Alur Prosedur Pendaftaran Paten12
Persyaratan lain berupa persyaratan formalitas dapat dilengkapi selama
tiga bulan sejak Tanggal Penerimaan, dan dapat dua kali diperpanjang, masing-
masing untuk dua dan satu bulan. Persyaratan formalitas tersebut adalah:
1. Surat Pernyataan Hak, yang merupakan pernyataan Pemohon Paten bahwa
ia memang memiliki hak untuk mengajukan permohonan paten tersebut;
2. Surat Pengalihan Hak, yang merupakan bukti pengalihan hak dari Inventor
kepada Pemohon Paten, jika Inventor dan Pemohon bukan orang yang sama;
12 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 15.10 WIB
43
3. Surat Kuasa, jika permohonan diajukan melalui Kuasa;
4. Fotokopi KTP/Identitas Pemohon, jika Pemohon perorangan;
5. Fotokopi Akta Pendirian Badan Hukum yang telah dilegalisir, jika Pemohon
adalah Badan Hukum;
6. Fotokopi NPWP Badan Hukum, jika Pemohon adalah Badan Hukum; dan
7. Fotokopi KTP/Identitas orang yang bertindak atas nama Pemohon Badan
Hukum untuk menandatangani Surat Pernyataan dan Surat Kuasa.13
Setelah masa pemeriksaan dilalui dan seluruh persyaratan formalitas
dinyatakan lengkap, maka tahap berikutnya adalah Pengumuman. Masa
pengumuman akan dimulai segera setelah 18 (delapanbelas) bulan berlalu dari
sejak Tanggal Penerimaan, dan akan berlangsung selama 6 (enam) bulan.
Memasuki masa pengumuman ini permohonan paten akan dimuat dalam Berita
Resmi Paten dan media resmi pengumuman paten lainnya. Tujuannya adalah
membuka kesempatan kepada masyarakat untuk mengetahui mengenai invensi
yang dimohonkan paten, di mana masyarakat bisa mengajukan keberatan
secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual jika
masyarakat mengetahui bahwa invensi tersebut tidak memenuhi syarat untuk
dipatenkan.
Segera setelah masa pengumuman berakhir, atau selambat-lambatnya 36
(tiga puluh enam) bulan dari Tanggal Penerimaan, pemohon dapat mengajukan
Permohonan Pemeriksaan Substantif dengan menyerahkan Formulir yang telah
dilengkapi dan membayar biaya ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual. Jika pemohon tidak mengajukan Permohonan Pemeriksaan
Substantif dalam batas waktu 36 bulan dari Tanggal Penerimaan tersebut, maka
permohonannya akan dianggap ditarik kembali dan dengan demikian
invensinya menjadi public domain.14
13 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 15.20 WIB
14 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 16.00 WIB
44
Gambar 1.3 Contoh Formulir Pendaftaran Paten
Dalam Tahap Pemeriksaan Substantif inilah Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual melalui Pemeriksa Paten akan menentukan apakah invensi
yang dimohonkan paten tersebut memenuhi syarat substantif sehingga layak
diberi paten, berdasarkan dokumen-dokumen pembanding baik dokumen paten
maupun non-paten yang relevan. Dalam waktu paling lambat 36 bulan sejak
Permohonan Pemeriksaan Substantif diajukan, Pemeriksa Paten sudah harus
memutuskan apakah akan menolak ataupun memberi paten.
Pemohon yang permohonan patennya ditolak dapat mengajukan banding ke
Komisi Banding Paten, yang dapat berlanjut ke Pengadilan Niaga hingga
akhirnya kasasi ke Mahkamah Agung. Jika pemohon menerima penolakan,
45
ataupun upaya hukum yang diajukannya tetap berujung pada penolakan, maka
invensi tersebut menjadi public domain.
Terhadap Invensi yang diberi paten, Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual akan segera mengeluarkan Sertifikat Hak Paten. Pengajuan
Permohonan Paten bagi sebagian orang mungkin memang melibatkan proses
yang sangat panjang dan tidak dapat dikatakan sederhana.
Dari uraian sebelumnya, satu permohonan dari mulai penerimaan hingga
pemberian paten bisa memakan waktu antara 3 hingga 6 tahun. Sebagai ilustrasi,
jika seseorang mengajukan permohonan paten dan memperoleh Tanggal
Penerimaan 1 Oktober 2014, maka permohonan tersebut baru akan memasuki
tahap Pengumuman paling cepat pada tanggal 1 April 2016. Masa Pengumuman
akan berakhir pada 1 Oktober 2016. Jika pemohon segera mengajukan
Permohonan Pemeriksaan Substantif pada hari yang sama, maka paling lambat
pemeriksaan paten akan diputus pada tanggal 1 Oktober 2019.
Jika paten diberi, maka masa perlindungan akan berlaku 20 tahun sejak
Tanggal Penerimaan yaitu tanggal 1 Oktober 2014, dan berakhir tanggal 1
Oktober 2034. Selama permohonan masih dalam proses, pemohon dapat
memproduksi invensi yang sedang dipatenkan tersebut, dan memberitahukan
kepada pihak lain mengenai proses paten yang sedang berjalan - biasanya dengan
mencantumkan istilah pending patent.
Pemohon tidak dapat mengambil tindakan hukum apapun terhadap pihak
lain yang melaksanakan invensi pemohon tanpa ijin selama paten belum diberi
dan Sertifikat Paten belum terbit, namun saat setelah Hak Paten diberi Pemilik
Paten dapat menuntut ganti kerugian atas pelanggaran paten yang dilakukan
sebelum Paten diberi. Dalam ilustrasi di atas, jika ada pihak lain yang
melaksanakan invensi tanpa ijin sejak 1 Januari 2015 hingga setelah paten diberi,
maka Pemilik Paten bisa menuntut ganti rugi yang dihitung sejak 1 Januari 2015.
Komponen Biaya Permohonan Paten adalah :
1. Biaya Permohonan sebesar Rp. 750.000,00 untuk Umum; atau Rp.
450.000,00 untuk UMKM, Lembaga Penelitian, atau Litbang Pemerintah;
46
2. Jika Spesifikasi Lebih dari 30 lembar, maka setiap lembar tambahan akan
dikenakan biaya sebesar Rp. 5.000,00;
3. Biaya Pemeriksaan Substantif sebesar Rp. 2.000.000,00;
4. Jika jumlah klaim lebih dari 10 klaim, maka setiap klaim tambahan akan
dikenakan biaya sebesar Rp. 50.000,00.15
Pemegang Hak Paten juga berkewajiban untuk membayar biaya tahunan
pemeliharaan paten sampai dengan tahun terakhir masa perlindungan. Jika
Pemegang Hak Paten tidak membayar biaya pemeliharaan selama tiga tahun
berturut-turut, maka paten akan dianggap batal demi hukum.
Besaran biaya pemeliharaan Paten yang harus dibayarkan setiap tahun oleh
Pemegang Hak Paten ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah terkait Penerimaan
Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkup Kementerian Hukum dan HAM.
Komponen biaya terdiri atas biaya pokok dan biaya per klaim.
Batas waktu untuk melakukan pembayaran biaya pemeliharaan tahunan
setiap tahunnya adalah pada tanggal yang sama dengan tanggal pemberian paten.
Jika paten diberi pada tanggal 2 Februari 2019, maka setiap tanggal 2 Februari
Pemohon Paten harus membayar biaya pemeliharaan hingga masa perlindungan
paten berakhir.
C. Perlindungan Hukum Atas Paten
Menurut ketentuan undang-undang, setiap Hak Kekayaan Intelektual wajib
didaftarkan pendaftaran yang memenuhi persyaratan undang-undang merupakan
pengakuan dan pembenaran atas Hak Kekayaan Intelektual seseorang yang
dibuktikan dengan sertifikat pendaftaran, sehingga memperoleh perlindungan
hukum. Pendaftaran adalah bentuk perlindungan hukum yang menimbulkan
kepastian hukum. Perlindungan hukum Hak Kekayaan Intelektual yang diawali
dengan pendaftaran tersebut sejalan dengan sistem konstitutif (First to File).
Menurut sistem konstitutif, Hak Kekayaan Intelektual milik seseorang hanya
dapat dilindungi oleh undang-undang apabila telah didaftarkan. Tidak
15 https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 17.00WIB
47
didaftarkan berarti tidak ada perlindungan dan tidak ada pengakuan sistem
konstitutif antara lain dianut oleh Undang-Undang Paten.16
Perubahan yang diawali dari sistem deklaratif (first to use) dirubah menjadi
sistem konstitutif (first to file) dilakukan karena sistem konstitutif lebih
menjamin kepastian hukum dibanding sistem deklaratif. Sistem deklaratif yang
mendasar kepada perlindungan hukum untuk mereka yang menggunakan invensi
nya terlebih dahulu yang terjadi pada pemakaian merek, hal ini kurang menjamin
pada kepastian hukumnya dan menimbulkan persoalan dan hambatan dalam
dunia usaha, sehingga dirubahlah sistem dalam Hak Kekayaan Intelektual
menjadi konstitutif. Dalam penjelasan Undang-Undang Paten disebutkan bahwa
paten diberikan diberikan negara bila diminta oleh penemu, baik perseorangan
atau badan hukum yang berhak atas invensi tersebut. Selanjutnya dinyatakan
bahwa paten adalah temuan teknologi yang lahir dari karya intelektual manusia.
Melibatkan tenaga dan waktu dan biaya, maka teknologi memiliki nilai atau
manfaat ekonomi. Oleh karena itu temuan teknologi tersebut harus diberi
perlindungan hukum. Agar mendapat perlindungan hukum oleh Negara penemu
paten perlu mendaftarkan invensinya didaftarkan dan dicatatkan.
D.Pembatalan Paten
Undang-Undang Paten menegaskan bahwa ada 3 (tiga) macam
pembatalan paten, yaitu Pertama, karena batal demi hukum, Kedua, batal atas
permohonan pemegang paten, dan Ketiga, batal karena adanya gugatan. Paten
yang dinyatakan batal demi hukum apabila pemegang paten tidak memenuhi
kewajiban membayar biaya tahunan dalam jangka waktu yang ditentukan oleh
undang-undang, yang akan diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual kepada pemegang paten serta penerima lisensi dan
mulai berlaku sejak tanggal pemberitahuan tersebut. Paten yang dinyatakan batal
demi hukum ini akan dicatat dan diumumkan.
16Rahmi Jened, Hukum Merek (dalam Era Globalisasi dan Integrasi Ekonomi), (Jakarta:
Kencana, 2015), h. 1-16
48
Untuk pembatalan paten atas permohonan pemegang paten dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual untukseluruh atau sebagian atas
permohonan paten yang diajukan. Atas pembatalan paten ini tidak dapat
dilakukan jika penerima lisensi tidak memberikan persetujuan secara tertulis
yang dilampirkan pada permohonan pembatalan tersebut. Selanjutnya keputusan
pembatalan paten tersebut diberitahukan secara tertulis oleh Direktorat Jenderal
Hak Kekayaan Intelektual seperti halnya batal demi hukum. Sedangkan untuk
pembatalan paten karena gugatan terjadi karena adanya gugatan yang diajukan
oleh pihak ketiga kepada pemegang paten melalui Pengadilan Niaga dalam hal
paten tersebut sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak lain
untuk invensi yang sama berdasarkan undang-undang. Gugatan pembatalan
dapat juga dilakukan oleh Jaksa terhadap pemegang paten atau penerima lisensi
dalam hal pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah
berlangsungnya pelaksanaan paten dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak
tanggal pemberian lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal
pemberian lisensi-wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-wajib.
Akibat hukum dari adanya pembatalan paten adalah :
1) akan menghapuskan segala akibat hukum yang berkaitan dengan paten dan
hal-hal lain yang berasal dari paten tersebut;
2) penerima lisensi tetap berhak melaksanakan lisensi yang dimilikinya sampai
dengan berakhirnya jangka waktu yang ditetapkan dalam perjanjian lisensi
yaitu penerima lisensi yang dibatalkan karena alasan paten yang digugat
pembatalannya sama dengan paten lain yang telah diberikan kepada pihak
lain untuk invensi yang sama berdasarkan undang-undang;
3).Penerimaan lisensi tidak wajib meneruskan pembayaran royalti yang
seharusnya masih wajib dilakukan kepada pemegang paten yang patennya
dibatalkan, tetapi mengalihkan pembayaran royalti untuk sisa jangka waktu
lisensi yang dimilikinya kepada pemegang paten yang berhak. Apabila
pemegang paten sudah menerima sekaligus royalti dari penerima lisensi,
pemegang paten tersebut wajib mengembalikan jumlah royalti sesuai dengan
sisa jangka waktu pengguna lisensi kepada pemegang paten yang berhak.
49
Ketentuan tentang Pembatalan Paten dimuat dalam Pasal 91 Undang-Undang14
Tahun 2001 yaitu:
(1) Gugatan pembatalan Paten dapat dilakukan apabila:
a.Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan;
b.Paten tersebut sama dengan Paten lain yang telah diberikan kepada pihak
lain untuk Invensi yang sama berdasarkan Undang-undang ini;
c.pemberian lisensi-wajib ternyata tidak mampu mencegah berlangsungnya
pelaksanaan Paten dalam bentuk dan cara yang merugikan kepentingan
masyarakat dalam jangka waktu 2 (dua) tahun sejak tanggal pemberian
lisensi-wajib yang bersangkutan atau sejak tanggal pemberian lisensi-
wajib pertama dalam hal diberikan beberapa lisensi-wajib.
(2) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a diajukan oleh pihak ketiga kepada Pemegang Paten melalui
Pengadilan Niaga.
(3) Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dapat diajukan oleh Pemegang Paten atau penerima Lisensi kepada
Pengadilan Niaga agar Paten lain yang sama dengan Patennya dibatalkan.
(4) Gugatan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat
diajukan oleh jaksa terhadap Pemegang Paten atau penerima lisensi-wajib
kepada Pengadilan Niaga.
E. Jangka Waktu Perlindungan Paten
Suatu ciptaan yang memenuhi persyatan perlidungan Hak Cipta secara
otomatis akan dilindungi selama jangka waktu tertentu. Ketentuan undang-
undang Hak Kekayaan Intelektual, setiap karya intelektual yang terdaftar
ditentukan masa perlindungannya, yang tentunya selama masa perlindungan
tersebut, karya intelektual tersebut tidak boleh digunakan oleh pihak lain yang
tidak memiliki izin dari pemegang lisensi karya intelektual tersebut, untuk Hak
Paten menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 negara mengatur masa
perlindungannya dibatasi sampai 20 tahun, dimulai dari tanggal penerimaan
50
permintaan paten (filling date), yang tanggalnya dinyatakan dalam surat paten
yang diberikan oleh Direktorat Jenderal Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
kepada Pemegang lisensi.
Undang-Undang Nomor 14 tahun 2001 menentukan apabila masa
perlindungan paten sudah melampaui 20 tahun maka invensi tersebut sudah
resmi menjadi milik umum (public domain), siapapun diperbolehkan
menggunakan invensi tersebut tanpa perlu lisensi atau membayar royalti kepada
pemegang paten sebelumnya yang bersangkutan.
Jangka waktu yang diberikan oleh Negara menurut Undang-Undang
tergolong sangat singkat untuk dilakukan komersialisasi produk paten tersebut.
Jika Paten tidak segera dilaksanakan, komersialisasi paten tidak akan maksimal,
jika dibandingkan dengan biaya pendaftaran dan biaya pemeliharaan paten yang
cukup mahal.17
17 Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung :
OaseMedia, 2010), h.1056
51
BAB IV
ANALISIS PUTUSAN SENGKETA PATEN INSULASI PANAS
(PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR. 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017)
A. Posisi Kasus
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor 144 PK/Pdt.Sus-
HKI/2017 merupakan kasus sengketa Paten antara perusahaan Pemegang lisensi
Hak Paten Insulasi panas yaitu P.T Toilon Indonesia selaku Tergugat dengan P.T
Cintas Sentul Raya sebagai Penggugat, sebuah perusahaan yang mengimpor,
menjual dan memproduksi produk Insulasi panas untuk keperluan industri di
Indonesia.
Gugatan pertama dilayangkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dengan
Nomor 50/PATEN/2012/PN.NIAGA/JKT.PST pada tanggal 14 agustus 2012. P.T
Toilon Indonesia, berkedudukan di Jalan Raya Serang, KM 16,8, Desa Telaga,
Kecamatan Cikupa, Kabupaten Tangerang, Banten, yang diwakili oleh Direktur
Utama Je Kyung Jong, dalam hal ini memberi kuasa kepada Nurwidiatmo, S.H.,
M.M., M.M., Advokat, berkantor Jalan Raya Hankam Nomor 50A, Jati Rahayu,
Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
30 November 2016 merupakan Pemegang lisensi Hak Paten atas Insulasi panas
Paten Nomor ID P0029369 B yang berjudul “Insulasi Panas” atas nama Tergugat
pada Turut Tergugat yang diajukan pada tanggal 7 Agustus 2009 dan diberi paten
pada tanggal 13 Oktober 2011.
Klaim Paten pada sertifikat Paten ID P0029369 pada dasarnya berisi Klaim
1 berisi Tentang Proses pembuatan insulasi panas yang dapat digunakan untuk
insulasi suara, konstruksi dan industri yang merupakan busa (crosslinked foam)
dilekatkan ke peralatan yang akan di-insulasi dengan proses melalui tahap-tahap
yaitu:
1) Bahan baku LDPE (Iow density polyehylene), ditimbang sesuai dengan
rencana;
2) Pengadukan bahan baku PE, TSK, OCP dalam mesin kneader;
52
3) Bahan baku yang telah dipanaskan dikirim melalui konveyor;
4) Pembentukan butiran-butiran bahan baku hasil mesin kneader;
5) Pencampuran dengan bahan pembantu;
6) -Bahan tambahan (H40/KCN/HOPE/EVA);
7) Pemanasan untuk pembuatan lembaran solid sheet; pemanasan temperatur
tinggi menghasilkan busa berbentuk lembaran dan mesin foaming oven;
8) Pendinginan lembaran busa;
9) Pemotongan sisa-sisa busa;
10) Penggulungan sehingga dihasilkan busa dalam bentuk rol;
11) Pengepakan busa;
12) Proses tingkat lanjut, laminating busa dengan alumnium foil;
Klaim 2 berisi Tentang Produk Insulasi panas yang dibuat melalui Proses pada
Klaim 1, yang dapat digunakan untuk insulasi suara, konstruksi dan industri yang
merupakan busa (crosslinked foam) dilekatkan ke peralatan yang akan di-insulasi
sesuai dengan klaim 1 dimana meng gunakan bahan PP dan PE yang terdiri dari:
1) LDPE (Iow density polyethylene) yang merupakan senyawa polyethylene
berbentuk butiran; - D 1500 PE (pigmen organik sintetis berbentuk powder
yang berfungsi sebagai pengeras foam); - D 1500 TSK (pigmen organik sintetis
berbentuk powder yang berfungsi sebagai pelunak foam);
2) Master batch colour (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi
sebagai pewarna);
3) DCP (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang berfungsi sebagai
pembentukan kerangka foam);
4) LDPE (Iow density polyethylene) senyawa polyethylene berbentuk butiran;
5) D 1500 TSK (berfungsi sebagai pelunak foam, terdiri dari azodicarbonamite
30% + LOPE 70%);
6) D 1500 PE (berfungsi sebagai pengeras foam, terdiri dari LDPE 70% + 30% D
1500 PE);
7) H40 (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai bahan anti
api, terdiri dari Oearbone 25 kg + LDPE 40 kg + sb203 Antimony 8,3 Kg);
53
8) KCN (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai
pengembang, terdiri dari LDPE 70% + MgOh2;
9) DCP (berfungsi sebagai pembentukan kerangka foam, terdiri dari LDPE 70 Kg
+ 3,5 Kg DCP);
Gambar 1.4 Produk Insulasi Panas Tergugat1
Gambar diatas adalah contoh produk insulasi panas yang diproduksi oleh
P.T Toilon Indonesia yaitu Crosslinked Polyethylene Foam (XPE) sheet yang
diklaim diproduksi dalam gulungan terus menerus menghasilkan busa dengan
seragam, sel tertutup dan kulit halus di kedua sisi. Ringan, fleksibel dan lembut
untuk disentuh, namun kuat, tangguh, tahan banting dan tahan terhadap
kelembapan, bahan kimia dan suhu tinggi.
1 http://www.toilon.co.id/en/xpe-foam-sheet/ diakses pada tanggal 01-11-2018 pada pukul
20.00.
54
Dibandingkan dengan non-crosslinked polyethylene Foam, XPE
menawarkan stabilitas termal yang luar biasa dan sifat isolasi dimensi membaik
ditambah konsistensi dan stabilitas atas berbagai metode fabrikasi pada pengguna
akhir kondisi. Busa digunakan untuk menyerap suara isolasi dan bahan-bahan
dalam berbagai desain dan wadah yang sesuai di bidang konstruksi bangunan dan
tempat isolasi termal, melawan kelembaban, suara dan getaran yang kritis.2
Gambar 1.5 Produk Insulasi Panas Toilon
Penggugat yaitu P.T Cintas Sentul Raya menyatakan bahwa proses dan
produk insulasi panas yang digunakan oleh penggugat sama dengan yang
digunakan dan diklaim Paten dengan Nomor ID P0029369 B yang terdaftar atas
nama P.T. Toilon Indonesia selaku tergugat dan PT.Cintas Sentul Raya sebagai
pihak ketiga (3) yang berhak mengajukan gugatan Pembatalan Paten yang
terdaftar atas nama Tergugat.
P.T Cintas Sentul adalah pihak yang pernah membeli atau menjadi
distributor produk milik P.T Toilon Indonesia selama beberapa tahun/bulan,
namun karena adanya ketidakcocokan atau Penggugat mempunyai keinginan
untuk bisa memproduksi dalam jumlah banyak dan tidak terikat dengan Pemohon
Kasasi/Tergugat yang notabene sebagai pemilik paten Paten Nomor ID P0029369
yang telah secara sah diperoleh secara hukum
2 http://www.toilon.co.id/en/xpe-foam-sheet/ diakses pada tanggal 01-11-2018 pada pukul
20.00.
55
Penggugat menyatakan bahwa Paten ID P0029369 B yang tergugat ajukan
dinilai tidak memiliki nilai kebaruan (Lack of Novelty), Penggugat menyatakan
bahwa Teknologi Insulasi Panas yang diajukan Paten oleh tergugat dianggap telah
diungkap sebelumnya sesuai dengan Pasal 3 Ayat (1) Undang Undang Nomor
14/2001 Tentang Paten menyatakan “Suatu Invensi dianggap baru jika pada
tanggal Penerimaan, Invensi tersebut tidak sama dengan teknologi yang
diungkapkan sebelumnya” dan dianggap banyak dijumpai produk-produk yang
sama dengan klaim tergugat diperdagangkan yang berarti digunakan jauh sebelum
Sertifikat Paten milik Tergugat didaftarkan kepada Turut Tergugat.
Proses pembuatan insulasi panas pada klaim 1 dinilai tidak baru
dikarenakan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan insulasi panas tersebut
adalah telah umum, telah dikenal atau diketahui, sama dengan teknologi yang
diungkapkan sebelumnya dan dinilai tidak jelas (Lack of Clarity) dan Tidak dapat
diterapkan dalam Industri (Lack of Industrial Applicable), yang diatur dalam Pasal
5 Undang-Undang 14 tahun 2001 Tentang paten yang menyatakan, "Suatu invensi
dapat diterapkan dalam industri jika invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam
industri sebagaimana yang diuraikan dalam permohonan”, Penjelasan Pasal 5
Undang Undang Nomor 14/2001 Tentang Paten menyatakan “Jika invensi
tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk tersebut harus mampu dibuat secara
berulang-ulang (secara massal) dengan kualitas yang sama, sedangkan jika
invensi berupa proses, proses tersebut harus mampu dijalankan atau digunakan
dalam praktik”.
Gugatan yang diajukan penggugat kepada Pengadilan Niaga pada
Pengadilan Negeri Jakarta Pusat adalah :
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya
2. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak baru (lack of novelty);
3. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak mengandung langkah Inventif (lack of
inventive step);
56
4. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak jelas dan tidak dapat diterapkan di dalam
Industri (lack of industrial applicable);
5. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak memenuhi persyaratan patentabilitas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang Undang 14/2001 Tentang Paten
sehingga klaim-klaim tersebut seharusnya tidak diberikan paten atau ditolak;
6. Membatalkan klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” yang terdaftar atas nama Tergugat;
7. Membatalkan Sertifikat Paten Nomor ID. P0029369 B tertanggal Pemberian
13 Oktober 2011 untuk Invensi dengan Judul “Insulasi Panas” atas nama
Pemegang Paten PT Toilon Indonesia yang beralamat di JaIan Raya Serang
Km. 16.8 Desa Telaga, Cikupa, Tangerang;
8. Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk mencatat dan mengumumkan
Putusan Pembatalan Paten atas nama Tergugat;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar bea perkara.
Dapat disimpulkan bahwa Invensi yang diajukan tergugat terbukti bukanlah
hal yang baru dan sudah diungkap jauh sebelumnya yaitu tidak mengandung
langkah inventif sehingga tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 5
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, oleh karenanya klaim 1
dan klaim 2 invensi ID P0029369 B tersebut harusnya tidak diberi paten atau
ditolak oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual selaku panitia pendaftaran
yang memegang penuh kuasa tertinggi dalam hal kekayaan Hak intelektual yaitu
hak Paten.
Klaim 1 khususnya pada halaman 8 baris ke 20-21 dalam dokumen paten
tersebut dimana disebutkan “pemanasan temperatur tinggi menghasilkan busa
berbentuk lembaran dan mesin foaming oven” dinilai tidak jelas, Dalam hal ini,
sangatlah tidak mungkin untuk dapat melaksanakan tahapan proses menurut klaim
1 tersebut dikarenakan tidak mungkinnnya tahapan pekerjaan pemanasan
temperatur tinggi tersebut menghasilkan "mesin foam oven".
57
Pada klaim 2 fitur produk insulasi panas yang dihasilkan tidak memiliki
kejelasan khususnya pada pernyataan dimana disebutkan dimana menggunakan
bahan PP dan PE, yang artinya komposisi di dalam produk insulasi panas menurut
invensi ID P0029369 B harus mengandung bahan PP dan PE. Namun, fitur-fitur
klaim 2 tersebut temyata tidak pernah menyebutkan PP dan PE akan tetapi produk
insulasi panas tersebut hanya menyebutkan bahan PE saja sehingga klaim 2
tersebut dinyatakan tidak jelas dan tidak didukung oleh fitur-fitur klaim 2 tersebut
yang tidak pernah menyebutkan bahan PP sebagai komposisi bahan utamanya.
Produk yang dijelaskan pada klaim 2 yang dibuat dengan tahapan sesuai yang
disebut dalam klaim 1 dan semua tahapan tersebut harus terpenuhi agar produk
insulasi panas yang dimaksud dapat terbentuk, Akan tetapi klaim 2 invensi ID
P0029369 B sangat tidak jelas sehubungan dengan tidak adanya fitur mengenai
aluminium foil sebagai bagian utama dari produk insulasi panas yang dihasilkan
oleh proses pembuatan pada klaim 1 tersebut .
Bahwa ketidakberadaan aluminium foil yang merupakan komponen yang
harus ada ketika tahapan proses pembuatan insulasi panas pada klaim 1 dilakukan
dan menjadikan klaim 2 invensi ID P0029369 B dinilai tidak jelas dan tidak dapat
diterapkan dalam industri yang tidak memenuhi ketentuan Pasal 5 Undang
Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten dan seharusnya tidak diberi paten
atau ditolak.
Bukti yang diajukan Penggugat Tentang teknologi yang dianggap proses
teknis dan cara produksinya yang telah diungkap sebelumnya berupa Teknologi
insulasi untuk alat-alat audio dan pengeras suara dengan bahan polistirena untuk
peredam panas yang sudah banyak diperdagangkan di pasar umum dan dinilai
bukan sesuatu yang baru yang tidak perlu diberikan sertifikat paten.
B. Pertimbangan Hakim Mahkamah Agung Indonesia dalam Kasus Paten
Insulasi Panas
Mahkamah Agung Republik Indonesia sebagai badan tertinggi pelaksana
kekuasaan kehakiman yang membawahi 4 (empat) badan peradilan di bawahnya,
yaitu peradilan umum, peradilan agama, peradilan militer, dan peradilan tata
58
usaha negara telah menentukan bahwa putusan hakim harus mempertimbangkan
segala aspek yang bersifat yuridis, filosofis, dan sosiologi, sehingga keadilan yang
ingin dicapai, diwujudkan, dan dipertanggungjawabkan dalam putusan hakim
adalah keadilan yang berorientasi pada keadilan hukum (legal justice), keadilan
moral (moral justice), dan keadilan masyarakat (social justice). 3
Pertimbangan hakim merupakan salah satu aspek terpenting dalam
menentukan terwujudnya nilai dari suatu putusan hakim yang mengandung
keadilan (ex aequo et bono) dan mengandung kepastian hukum, disamping itu
juga mengandung manfaat bagi para pihak yang bersangkutan sehingga
pertimbangan hakim ini harus disikapi dengan teliti, baik, dan cermat.4. Pada
kasus ini Majelis Hakim Mahkamah Agung telah memberikan pertimbangan
terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
telah memberi Putusan Nomor 50/Paten/2012/PN Niaga Jkt. Pst.,tanggal 18-09-
2014 yang amarnya sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2. Menyatakan bahwa Klaim 1 dan Klaim Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak baru (lack of novelty);
3. Menyatakan bahwa Klaim 1 dan Klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak mengandung langkah Inventif (lack of
inventive step);
4. Menyatakan bahwa Klaim 1 dan Klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak jelas dan tidak dapat diterapkan di dalam
Industri (lack of industrial applicable);
5. Menyatakan bahwa Klaim 1 dan Klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak memenuhi persyaratan patentabilitas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang Undang 14/2001 Tentang Paten
sehingga klaim-klaim tersebut seharusnya tidak diberikan paten atau ditolak
3Achmad Rifa’I, Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif),
(Jakarta:Sinar Grafika, 2011), h. 126
4Mukti Arto, Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004), h. 140
59
6. Membatalkan Klaim 1 dan Klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” yang terdaftar atas nama Tergugat;
7. Membatalkan Sertifikat Paten Nomor ID. P0029369 B tertanggal Pemberian 13
Oktober 2011 untuk Invensi dengan Judul “Insulasi Panas” atas nama
Pemegang Paten PT Toilon Indonesia yang beralamat di JaIan Raya Serang
Km. 16.8 Desa Telaga, Cikupa, Tangerang;
8. Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk mencatat dan mengumumkan
Putusan Pembatalan Paten atas nama Tergugat;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar bea perkara;
Bahwa terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat dan Turut Tergugat tidak
dapat menerima hasil putusan Pengadilan Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat Putusan Nomor 50/Paten/2012/PN Niaga Jkt. Pst., tanggal
18 September 2014, oleh karena itu Tergugat mengajukan Eksepsi yang
menyatakan atas gugatan yang diajukan penggugat bahwa PT.Cintas Sentul Raya
tidak dapat dikualifikasi sebagai pihak yang dapat mengajukan gugatan
pembatalan yang bersifat pembatalan karena penggugat bukan pemegang paten
atau penerima lisensi dan diangap secara hukum bahwa gugatan penggugat adalah
cacad hukum sehingga patut dinyatakan tidak dapat diterima gugatannya.
Tergugat juga berpendapat bahwa Dokumen-dokumen asing yang
digunakan sebagai bukti oleh penggugat dinilai tidak sah karena tidak dilegalisasi
dan bukti tersebut dalam bentuk fotokopi yang tidak pernah diperlihatkan aslinya
di persidangan, karena bukti yang sah dalam kaidah hukum positif yang doktrin
hukum dari Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H menyatakan bahwa fotokopi
dapat diterima sebagai alat bukti apabila fotokopi itu disertai "Keterangan atau
dengan jalan apapun secara sah dari mana ternyata bahwa fotokopi-fotokopi
tersebut dengan aslinya"5. P.T Toilon Indonesia mengklaim bahwa produk mereka
dinilai memiliki nilai invensi bahwa sebenarnya teknologi pada paten terdaftar
milik P.T Toilon Indonesia adalah suatu paten yang baru dan mengandung
langkah inventif karena memiliki fungsi teknis yang berbeda secara fundamental
5 Sudikno, Mertokusumo, "Hukum Acara Perdata Indonesia", (Yogyakarta,Penerbit
Liberty,1979), h. 167
60
dengan seluruh teknologi pembanding yang diajukan Penggugat dan dianggap
telah terbukti bahwa bahan baku dan fungsi yang berbeda dengan teknologi
pembanding tersebut dan Invensi tergugat merupakan penyempurnaan dari
seluruh teknologi-teknologi sebelumnya
Terhadap upaya hukum permohonan kasasi, Mahkamah Agung telah
menjatuhkan putusan Nomor 54 K/Pdt.Sus-HKI/2015 yang amar putusannya
menyatakan menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi P.T Toilon
Indonesia dan Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya
perkara dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah).
Mahkamah Agung yang telah dalam yurisprudensi nya yang berkekuatan hukum
tetap juga telah menyatakan bahwa telah dapat dibuktikan dan dipertimbangkan
dengan benar oleh Judex Facti kepemilikan paten yang diterima Tergugat adalah
tidak baru, oleh karena memang sudah ada sebelumnya sehingga pemberian paten
“Insulasi Panas” kepada Tergugat tidak mengandung langkah inventif.
Bahwa sesudah Putusan Mahkamah Agung yang telah berkekuatan hukum
tetap tersebut diberitahukan kepada Pemohon Kasasi dahulu Tergugat pada
tanggal 17 Februari 2015, terhadap putusan tersebut, oleh P.T Toilon Indonesia
dengan perantaraan kuasanya berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30
November 2016 mengajukan permohonan pemeriksaan peninjauan kembali di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 13 Januari
2017 sebagaimana ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali.
Pihak P.T Toilon Indonesia menyatakan bahwa gugatan penggugat atas
pendaftaran paten dengan Nomor ID P0029369 B atas nama P.T Toilon Indonesia
tidak ada terdaftar di kantor Paten sehingga tidak bisa dieksekusi karena yang
terdaftar adalah P00290369 (tidak ada huruf B). Huruf B oleh Termohon
Peninjauan Kembali mungkin terlihat sederhana dan tidak signifikan. Namun
demikian pada kenyataannya pencantuman huruf B tersebut menjadi sangat
fundamental untuk menentukan apakah gugatan pembatalan paten yang diajukan
oleh Termohon Peninjauan Kembali dapat diterima atau tidakdan dinilai gugatan
yang diajukan P.T Cintas Sentul Raya adalah cacad hukum sehingga patut
dinyatakan tidak dapat diterima gugatannya. Pemohon Peninjauan Kembali
61
memohon kepada Majelis Hakim Agung yang Terhormat untuk membatalkan
Putusan Judex Facti dan Putusan Judex Juris dan menyatakan gugatan Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat diterima karena telah terbukti bahwa putusan-
putusan justru membatalkan lampiran sertifikat paten dan bukan sertifikat paten
itu sendiri.
Bahwa setelah membaca dan meneliti secara saksama memori peninjauan
kembali dan kontra memori peninjauan kembali para pihak dihubungkan dengan
pertimbangan hukum Putusan Judex Facti dan Judex Juris dalam perkara a quo,
di samping tidak terdapat kekhilafan Hakim ataupun kekeliruan yang nyata,
ternyata bukti-bukti baru (novum) yang dimaksud Pemohon Peninjauan Kembali
dahulu Tergugat selain dari pada beberapa bukti baru (novum) berupa Peraturan
Pemerintah, Peraturan Menteri dan Surat Edaran serta buku, bukti-bukti baru
(novum) selebihnya ternyata bukan merupakan bukti yang menentukan dalam
perkara a quo karena di samping bukti-bukti baru (novum) tersebut sebagian besar
tidak dapat diperlihatkan aslinya dan juga bukti-bukti baru (novum) selebihnya
tidak mempunyai hubungan langsung dengan pokok sengketa sehingga Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu Tergugat tidak dapat membuktikan bahwa paten telah
mengandung unsur kebaruan dalam inventifnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah Agung
berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang diajukan oleh
Pemohon Peninjuan Kembali: PT TOILON INDONESIA tidak beralasan,
sehingga harus ditolak; Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan
kembali dari Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan
Kembali dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan
kembali.
Mahkamah Agung telah salah dalam melakukan pemeriksaan perkara
perdata di Pengadilan bila dihadiri kedua belah pihak, yaitu pihak Penggugat dan
pihak Tergugat, maka kita mengenal suatu asas pemeriksaan perkara yaitu asas
audi et alteram partem Asas ini berarti bahwa hakim tidak boleh menerima
keterangan dari salah satu pihak sebagai benar, bila pihak lawan tidak didengar
atau tidak diberi kesempatan untuk mengeluarkan pendapatnya. Hal ini berarti
62
juga pengajuan alat bukti harus dilakukan dimuka sidang yang dihadiri kedua
belah pihak. Asas ini juga mengandung pengertian, bahwa dalam hukum acara
perdata kedua belah pihak harus diperlakukan sama, tidak memihak dan harus
didengar secara bersama-sama; Penerapan asas tersebut bertujuan untuk
memberikan jaminan, bahwa proses peradilan perdata berlangsung secara tidak
memihak (imparsial) guna menegakkan kebenaran dan keadilan6. Disamping itu
penerapan asas ini diharapkan dapat menepis pendapat yang miring terhadap
lembaga Peradilan, bahwa keadilan dalam perkara perdata itu hanya didapatkan
oleh orang berpunya dan tidak akan didapatkan oleh orang yang papa;
Bahwa menurut peneliti putusan Mahkamah Agung dalam memutus kasus
Paten Insulasi Panas belum tepat karena seharusnya unsur terpenting dalam
pemberian hak paten bukan hanya unsur kebaruan,akan tetapi dalam suatu
pertimbangan hakim atas kasus pembatalan paten insulasi panas setidaknya harus
memuat: (1) identifikasi invensi dalam klaim yang didukung deskripsi, (2)
identifikasi invensi pembanding yang ada sebelum tanggal penerimaan; dan (3)
antisipasi invensi terdahulu terhadap invensi yang disangka tidak baru yang
dilakukan atas setiap satuan klaim dari paten yang hendak dibatalkan.
C.Analisis Putusan Pembatalan Hak Paten Insulasi Panas
1. Pembuktian Kebaruan dalam Invensi Paten Insulasi Panas
Bahwa sesuai dengan tujuan pemberian Paten yaitu untuk memberikan
penghargaan atas suatu hasil karya berupa penemuan baru yang dengan adanya
penghargaan dimaksud akan mendorong penemuan teknologi baru, maka sudah
sepatutnya Undang-undang memberikan perlindungan atas Invensi dimaksud bagi
para Inventornya P.T Toilon Indonesia mendaftarkan invensinya pada 2009 yaitu
Suatu insulasi panas yang dapat digunakan untuk insulasi suara, konstruksi, dan
industri, yang merupakan busa (crosslinked foam) dilekatkan ke peralatan yang
akan diinsulasi sangat jelas perbedaanya secara signifikan dengan invensi lain
yang dijadikan pembanding dilihat dari struktur bahan insulasi panas yang terdiri
6 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, (Yogyakarta, cetakan ke-
3,Liberti,1981), h. 12
63
dari tiga layer/lapis, yaitu lapis tengah, dan lapis dasar. Sedangkan bahan yang
digunakan dalam teknologi pembanding menggunakan folium alumunium, dan
polyuethane, bahan ini jelas tidak digunakan dalam paten ID P0029369 Insulasi
Panas dan jika dibandingkan dengan invensi EP 1273435A1 dari Kantor Paten
Eropa yaitu paten Lembar Laminasi (Laminate Sheet), memang ada kesamaan
dalam penggunaan poliethylene tapi penggunaannya yang berbeda karena invensi
dari ID P0029369 B Tentang Insulasi Panas yaitu adalah pemanfaatan bahan
polyethilen bersama dengan bahan-bahan yang lain yang kemudian menghasilkan
suatu insulasi panas dengan struktur dan kualitas tertentu yang diklaim pada klaim
2 Paten milik Tergugat.
Suatu invensi dapat dikatakan baru jika tidak didahului pengetahuan dan
kecakapan terdahulu (prior art). Penemuan terdahulu adalah penemuan dan segala
bentuk informasi yang terkait dengan penemuan tersebut yang telah ada sebelum
penemuan yang bersangkutan diajukan permintaan paten atau sebelum tanggal
pengajuan permintaan paten yang bersangkutan; Bahwa, pengetahuan dan
kecakapan terdahulu (prior art) meliputi halhal yang diungkapkan(disclose)
kepada umum dengan cara: 1. Publikasi dalam bentuk yang nyata seperti tulisan,
gambar dan rekaman, atau; 2. Bentuk pengungkapan lain seperti pameran,
peragaan dan ungkapan melalui penggunaan produk atau proses;
Pihak P.T Toilon Indonesia menilai bahwa invensi teknologi nya dalam
bidang insulasi panas merupakan suatu invensi yang baru karena jika dimaknai
invensi tergugat merupakan perpaduan pemecahan teknologi yang terdiri dari
perpaduan beberapa komposisi yang berarti invensi tersebut merupakan
penyempurnaan teknologi Insulasi Panas yang sudah ada sebelumnya. Ir. Syah
Johan Ali Nasirin, M.Sc., Ph.D menyatakan bisa terjadi dua produk yang keluar
sama tetapi pembuatannya berbeda. Pembuatan busa bisa tidak melalui
mekanisme kneader tapi melalui twin struder. Bahwa teknologi kneader sendiri
setahu ahli sudah sejak tahun 1950-an dan sudah ada patennya sejak tahun 1972
oleh Furukawa. Bahwa saksi ahli mengetahui adanya insulasi panas sejak tahun
1970 tapi dalam bentuk yang lain yaitu stereofoam.
64
Dokumen invensi pembanding yang diajukan penggugat dalam gugatannya
menggunakan metode yang salah karena pembandingan tersebut berupa
pembandingan tiap klaim paten, Termohon Kasasi/Penggugat dengan dokumen
pembanding secara terpisah-pisah (perbagian kalimat/fitur dari klaim) dengan
data dalam dokumen pembanding. Metode ini tidak tepat karena dalam
membandingkan klaim paten dari suatu dokumen paten dengan prior art ataupun
paten terdahulu, yang harus dibandingkan adalah tiap klaim secara utuh, yang
mana klaim tersebut mewujudkan sebuah invensi yang memiliki kebaruan dan
langkah inventif, dari sudut fungsi, kualitas, maupun perpaduan dari komposisi
atau susunan fitur-fitur yang menjadikannya sebagai satu kesatuan invensi;
Sebagai contoh sebuah klaim paten A yang tersusun dari bahan (fitur) B, C,
D, dan X. Apabila B atau C merupakan alat atau teknologi yang sudah ada, bukan
berarti serta merta A merupakan invensi yang tidak baru. Karena nilai kebaruan
dalam klaim paten A disini harus dimaknai secara utuh yaitu adalah produk/proses
kombinasi atau perpaduan pemecahan masalah teknologi yang terdiri dari
perpaduan B, C, D, dan X yang menyebabkan A menjadi suatu produk yang
memiliki kualitas atau wujud yang berbeda dengan kualitas atau wujud B, C, D,
dan X itu sendiri. Dengan demikian merupakan metode yang salah apabila yang
diperbandingkan dengan prior art adalah bagian-bagian fitur dari klaim. Bukan
klaim secara utuh. Dalam doktrin hukum paten, klaim paten harus mengikuti
kaedah one sentence rule, yaitu klaim paten harus dibuat dalam bentuk sebuah
kalimat utuh, dimana pemaknaan dari lingkup/cakupan klaim juga harus dilihat
sebagai satu atau sebuah klaim secara utuh, dimana bagian-bagian klaim
(komposisi, bahan, atau proses) hanya merupakan ciri-ciri khusus yang
mempertajam klaim, namun bagian/fitur klaim itu bukan dapat dianggap sebagai
sebuah klaim yang berdiri sendiri;
Bahkan hanya mengenai tutup botol air mineral merk “AQUA” dan selang
pada motor milik Astra bisa dipatenkan. Hal ini menunjukkan meski dalam
lingkup atau bidang yang sama asalkan memiliki “sedikit” kebaruan dengan
tahapan yang detail dapat memperoleh paten. Hal ini tidaklah berlebihan jika kita
membandingkan dengan syarat memperoleh gelar “Doktor”, dengan sedikit
65
penemuan yang baru dalam disertasi atas suatu teori maka bisa sangat
dimungkinkan dengan proses yang terstandarisasi dapat memperoleh gelar
Doktor.
Pembatalan paten insulasi panas milik P.T Toilon tidak sesuai dengan teori
karya yang titik tekannya ada pada aspek proses menghasilkan sesuatu dan sesuatu
yang dihasilkan. Semua orang memiliki otak, namun tidak semua orang mampu
mendayagunakan fungsi otaknya (intelektual) untuk menghasilkan sesuatu.
Menghasilkan suatu karya (produk) tidak serba otomatis, melainkan melalui tahap
tahap yang harus dilewati. Maka proses berkarya yang menghasilkan suatu ciptaan
atau temuan (invensi) sekaligus menimbulkan kekuasaan terhadap ciptaan, desain
atau invensi tersebut.Sehingga orang lain tidak boleh mengakui ciptaan atau
invensi orang lain, dan kepada si pencipta, pendesain atau inventor harus
diberikan perlindungan hukum.
Hal ini menandakan dengan adanya Putusan Judex Facti yang mengabulkan
gugatan pembatalan paten milik Pemohon Kasasi/Tergugat, menunjukan bahwa
perlindungan terhadap pihak inventor berupa hak eksklusif yang diberikan oleh
Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya menjadi hanya isapan jempol
semata. Karena begitu mudah pihak yang mengaku-ngaku mempunyai
kepentingan dalam sebuah kegiatan distributor pada kasus a quo, untuk bisa
mengajukan gugatan pembatalan paten dan hal ini jelas bisa mengurangi niat para
calon inventor untuk bisa melakukan penemuan baru dibidang teknologi;
2. Unsur-Unsur yang seharusnya menjadi Pertimbangan Majelis Hakim
Mahkamah Agung
Penilaian yang dilakukan oleh Judex Facti dan diafirmasi oleh Judex Juris
dinilai menggunakan pemeriksaan kasat mata. Dalam hal ini, Judex Facti telah
memperbandingkan antara produk dengan paten terdaftar milik Pemohon
Peninjauan Kembali dengan memperbandingkan fisik dan penampilan dan produk
tersebut dengan bukti-bukti yang diajukan oleh P.T Cintas Sentul Raya. Cara
penilaian ini jelas salah karena seharusnya yang diperbandingkan adalah teknologi
yang digunakan pada tiap-tiap produk.
66
Judex Facti dan Judex Juris telah mencampuradukkan pemeriksaan paten
dengan pemeriksaan pada ranah hukum desain industri dimana kebaruan memang
diukur dari penampilan fisik. Judex Facti dan Judex Juris telah menggunakan cara
penilaian kebaruan dan langkah inventif yang salah. Pemeriksaan kasat mata
tidaklah cukup, karena ada begitu banyak jenis produk yang sama yang telah
tercipta sejak dahulu. Untuk melihat sebuah produk yang telah mempunyai paten
dapat dikatakan sama atau berbeda dengan produk yang sama jenisnya, “Tidak
bisa dilihat dari kasat mata/secara fisik, melainkan harus di uji lab terlebih dahulu
untuk bisa mengetahui komposisinya maupun cara/proses pembuatannya , salah
satu bukti adalah produk handphone (telepon selular) yang banyak beredar di
pasaran dengan bentuk fisik dan penampilan yang sama bahkan identik, padahal
diciptakan oleh produsen yang berbeda dan menggunakan teknologi yang berbeda
pula. Pertanyaannya tentu saja apakah suatu handphone dapat dikatakan
melanggar teknologi paten pada handphone lainnya semata-mata dengan
mengamat-amati fisik produk? Tentu saja tidak. Yang harus diperbandingkan
adalah teknologi yang digunakan pada kedua handphone tersebut. Demikian juga
ilustrasi kasus di atas harus berlaku di dalam perkara a quo. Judex Facti dan Judex
Juris seharusnya tidak menggunakan penilaian secara fisik untuk menilai
kebaruan dan langkah inventif dalam perkara pembatalan paten dengan objek
perkara masalah teknologi paten. Judex Facti dan Judex Juris seharusnya
memeriksa, mencermati, meniliti dan terakhir, memperbandingkan paten yang
digunakan dalam bukti-bukti pembanding yang diajukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali dengan teknologi paten pada paten terdaftar milik Pemohon
Peninjauan Kembali sebelum memutusan apapun..
Dalam perkembangan zaman yang semakin maju, banyak hasil invensi yang
merupakan hasil penyempurnaan dari invensi yang sudah ada, sama halnya
dengan invensi Paten ID P0029369 mengenai Insulasi Panas milik P.T Toilon
Indonesia yang diklaim adalah cara baru untuk teknologi insulasi panas yang lebih
efisien dengan memanfaatkan bahan polyethilen bersama dengan bahan-bahan
yang lain yang kemudian menghasilkan suatu insulasi panas dengan struktur dan
kualitas tertentu merupakan perpaduan pemecahan teknologi yang terdiri dari
67
perpaduan beberapa komposisi yang berarti invensi tersebut merupakan
penyempurnaan teknologi Insulasi Panas yang sudah ada Keadaan ini biasanya
terjadi dalam pelaksanaan Paten yang merupakan hasil penyempurnaan atau
pengembangan Invensi yang lebih dahulu telah dilindungi paten. Pasal 1 Ayat (2)
Undang-Undang 14 tahun 2001 Tentang Paten menyatakan bahwa “Invensi
adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu kegiatan pemecahan masalah
yang spesifik di bidang teknologi berupa produk atau proses, atau penyempurnaan
dan pengembangan produk atau proses” dan pada Pasal 82 Ayat (1) Undang-
Undang no 14 tahun 2001 mengatur Tentang Paten yang merupakan hasil
penyempurnaan atau pengembangan Invensi yang lebih dahulu telah dilindungi
Paten karenanya pelaksanaan Paten yang baru tersebut berarti melaksanakan
sebagian atau seluruh Invensi yang telah dilindungi Paten yang dimiliki oleh pihak
lain. Apabila Pemegang Paten terdahulu memberi Lisensi kepada Pemegang Paten
berikutnya, yang memungkinkan terlaksananya Paten berikutnya tersebut, maka
dalam hal ini tidak ada masalah pelanggaran Paten.
Hal ini hanya dapat terlaksana apabila lisensi-wajib diberikan oleh
Direktorat Jenderal. Contoh mengenai hal ini adalah sebagai berikut:
1.)Paten A terdiri atas empat klaim yang seluruhnya merupakan satu kesatuan.
2.)Paten B yang diperoleh sesudah Paten A, pada dasarnya berisikan tiga klaim
yang pada hakekatnya merupakan penyempurnaan dan pengembangan tiga klaim
di antara empat klaim pada Paten A. Sebagai hasil penyempurnaan dan
pengembangan, sudah barang tentu Paten B memiliki basis teknologi yang ada
pada Paten A. Seandainya Pemegang Paten B bermaksud akan melaksanakan
Patennya hal tersebut akan sulit tanpa melanggar salah satu klaim dalam Paten A.
Bila Pemegang Paten A memberikan Lisensi kepada Pemegang Paten B untuk
melaksanakan satu klaim miliknya, jelas tidak akan timbul masalah. Tetapi kalau
Pemegang Paten A tidak bersedia memberikan Lisensi maka satu-satunya jalan
bagi Pemegang Paten B adalah meminta lisensi-wajib ke Direktorat Jenderal.
Uraian diatas didukung dengan pendapat saksi ahli Drs. Sudirman, M.Si.
yang menyatakan bahwa paten milik tergugat sudah ada diluar negeri yakni
dengan menggunakan senyawa polymer sehingga tidak diberikan hak paten,
68
namun beliau menyatakan dan menyetujui bahwa sangat mungkin dari teknologi
Insulasi panas bisa menghasilkan banyak/puluhan produk yang bisa mendapatkan
paten baru, tinggal bagaimana dilihat dari proses pembuatan dan adanya bahan
adiktif yang digunakan dalam produk tersebut sehingga bisa menghasilkan produk
yang mempunyai nilai kebaruan. Hal ini didukung dari keterangan ahli dari pihak
Penggugat Ir. Syah Johan Ali Nasirin, M.Sc., Ph.D., yang memberikan keterangan
bahwa dari paten insulin panas tahun 1972 sampai sekarang menghasilkan 46
paten dengan inovasi-inovasi.
Mobil, motor, kereta api, handphone, dan semua barang-barang yang
diberikan paten dan dilindungi juga terdaftar dari sejak jaman dahulu kala. Apakah
dengan demikian semua barang tersebut tidak baru dan tidak mengandung langkah
inventif juga? Salah, tentu saja salah, karena rejim paten mengenal pengembangan
teknologi dimana setiap orang dipacu untuk senantiasa berkreasi menciptakan
produk-produk baru demi kemakmuran umat manusia. Tidak ada satupun orang
di dunia ini yang dapat menyatakan bahwa suatu teknologi tidak baru atau
terungkap atau tidak mengandung langkah inventif apabila tidak melakukan
pemeriksaan secara mendetail atas teknologi yang digunakan dan
memperbandingkannya dengan prior art atau teknologi yang telah ada
sebelumnya.
Uraian diatas mengatur mengenai invensi yang sudah dipatenkan di
Indonesia namun ada invensi lain di yang merupakan penyempurnaan teknologi
invensi paten yang sudah terdaftar dalam Direktorat Jenderal Kekayaan
Intelektual. Dengan menggunakan penilaian perbandingan produk untuk suatu
perkara paten, maka sebenarnya Judex Facti dan Judex Juris telah
mencampuradukkan pemeriksaan paten dengan pemeriksaan pada ranah hukum
desain industri dimana kebaruan memang diukur dari penampilan fisik. Majelis
Hakim Agung yang Terhormat Judex Facti dan Judex Juris telah menggunakan
cara penilaian kebaruan dan langkah inventif yang salah.
Pengambilan keputusan sangat diperlukan oleh hakim atas sengketa yang
diperiksa dan diadilinya. Hakim harus dapat mengolah dan memproses data-data
yang diperoleh selama proses persidangan, baik dari bukti surat, saksi,
69
persangkaan, pengakuan maupun sumpah yang terungkap dalam persidangan
(Lihat Pasal 164 HIR). Sehingga keputusan yang akan dijatuhkan dapat didasari
oleh rasa tanggung jawab, keadilan, kebijaksanaan, profesionalisme dan bersifat
obyektif. Pada Pasal 5 Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan
Kehakiman, dalam memutus perkara yang terpenting adalah kesimpulan hukum
atas fakta yang terungkap dipersidangan. Untuk itu hakim harus menggali nilai-
nilai, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup
dalam masyarakat.
Hal ini tidak sesuai dengan Prinsip Keadilan (The Principle of Natural
Justice) yaitu hukum memberikan perlindungan kepada pencipta/inventor berupa
suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak.
Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya
wajar jika diakui kasil karyanya.
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang
berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di
antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah
memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah
adalah Mahamendengar lagi Mahamelihat.” (QS. an-Nisaa’: 58).
“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang
diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan
berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu
dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka
berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa
sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka
disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan
manusia adalah orang-orang yang fasik. (Al Maidah Ayat 49).”
70
Dua Ayat diatas menurut peneliti merupakan anjuran bahwa seorang yang
mempunyai hak untuk memutuskan sesuatu yang dalam lingkup hukum berarti
Majels Hakim agar senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Kebenaran, Keadilan
dan Kemandirian didalam menjalankan tugasnya dalam penyelesaian terhadap
kasus-kasus yang diadili. Karena tanpa nilai Kebenaran, Keadilan dan
Kemandirian, maka Profesionalisme jabatan Hakim menjadi bernuansa
materialistis dan pragmatis, bukan bernuansa penjaga dan penegak keadilan bagi
masyarakat. Hakim senantiasa dituntut untuk meningkatkan intlektualitas dan
profesionalisme keilmuannya . semua itu terangkum dalam sifat Siddiq, Amanah,
Tablig dan Fathanah; Wibawa hukum dan kepastian hukum adalah buah atau hasil
dari pelaksanaan atau penegakan hukum yang benar, adil dan mandiri. Apabila
hukum ditegakkan sesuai dengan perinsip-perinsip dan kaidah-kaidah seperti
yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para Shahabatnya, maka wibawa dan
kepastian hukum pasti akan dapat ditegakkan;
3. Adanya Dualisme mengenai Kebaruan antara Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual Sebagai Panitia Pemeriksa Pendaftaran Paten dan
Hakim Mahkamah Agung Republik Indonesia.
Tergugat sebagai pemegang hak paten dinyatakan tidak memiliki nilai
kebaruan (novelty), padahal sebuah permohonan paten harus melewati
pemeriksaan substantif sehingga permohonan paten tersebut bisa dikabulkan
dengan melihat 3 syarat, yakni 1. adanya sebuah kebaruan, 2. Langkah inventif
dan 3. industrial applicability, Dan ini domain dari pemeriksa paten di Ditjen Hak
Kekayaan Intelektual.
Jelas hal ini menafikan sebuah proses panjang untuk mendapatkan Sertifikat
Paten yang dikeluarkan oleh Direktorat Paten, dimana pihak pemegang paten telah
melalui rangkaian proses permohonan pemeriksaan subtantif kemudian
dipenuhinya persyaratan untuk diberi paten-hingga terbit Sertifikat Paten Nomor
P0029369, “tanpa ada penolakan permohonan paten pada komisi banding”, yang
secara keseluruhan proses administrasinya sudah memakan waktu 38 bulan (3
tahun 2 bulan).
71
Sedangkan Hakim pada putusannya memutus untuk membatalkan Paten
Insulasi Panas milik Tergugat dan menyatakan bahwa invensinya tidak memiliki
nilai kebaruan yang sejatinya telah diperiksa penuh oleh Direktorat Paten dan
dinyatakan memiliki kebaruan sehingga diterbitkan sertifikat Patennya. Hal ini
seharunya tentu menimbulkan masalah yang ditimbulkan akibat terdapat
perbedaan penafsiran standar kebaruan antara Direktorat Jenderal Hak Kekayaan
Intelektual sebagai panitia pendaftaran paten yang meloloskan sebuah invensi
paten yang ternyata tidak memiliki unsur kebaruan (novelty) atau sudah menjadi
milik publik (public domain), dan hal ini jelas bisa mengurangi niat para calon
inventor untuk bisa melakukan penemuan baru dibidang teknologi.
Pembatalan Hak Paten yang sudah terdaftar sebelumnya dan dinyatakan
tidak memiliki unsur kebaruan (novelty) akan berpotensi menciptakan iklim
persaingan usaha yang tidak sehat (unfair competition) antara pemegang paten
dan kompetitornya. Hak paten memberikan kepada inventor hak-hak ekslusif
untuk menggunakan, memproduksi, dan memanfaatkan invensi tersebut dan
mencegah pihak lain untuk melaksanakan hak-hak tersebut tanpa izin, Adanya
dualisme dalam penerapan Hak Paten di Indonesia tentu merugikan inventor
karena perlindungan terhadap pihak inventor berupa hak eksklusif yang diberikan
oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya menjadi hanya isapan jempol
semata. Karena begitu mudah pihak yang mengaku-ngaku mempunyai
kepentingan dalam sebuah kegiatan distributor pada kasus a quo, untuk bisa
mengajukan gugatan pembatalan paten dan hal ini jelas bisa mengurangi niat para
calon inventor untuk bisa melakukan penemuan baru dibidang teknologi;
Bahwa pada dasarnya pihak penggugat yaitu P.T Cintas Sentul Raya adalah
pihak yang pernah menjadi distributor produk milik PT. Toilon namun karena
adanya ketidakcocokan pihak penggugat memiliki keinginan untuk bisa
memproduksi sendiri dalam jumlah banyak dan tidak terikat dengan pihak
tergugat yang sah sebagai pemegang paten insulasi panas yang telah melalu
rangkaian proses permohonan pemeriksaan substantif tanpa ada penolakan oleh
komisi banding .
72
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uruian pembahasan yang sebagaimana yang telah disampaikan
diatas, maka dapat ditarik kesimpulan atas beberapa hal, yaitu:
1.Dari hasil analisis yuridis diketahui Putusan Mahkamah Agung yang
membatalkan paten tersebut berdasarkan kajian yuridis dalam penelitian bahwa
tidak sesuai dengan Undang-Undang 14 Tahun 2001 Tentang Paten karena
Penilaian yang dilakukan oleh Judex Facti dan diafirmasi oleh Judex Juris di atas
adalah penilaian dengan menggunakan pemeriksaan kasat mata invensi yang
merupakan inovasi terhadap inovasi yang sudah diungkap. Pemeriksaan kasat
mata tidaklah cukup, karena ada begitu banyak jenis produk yang sama yang telah
tercipta sejak dahulu. Salah satu bukti adalah produk handphone (telepon selular)
yang banyak beredar di pasaran dengan bentuk fisik dan penampilan yang sama
bahkan identik, padahal diciptakan oleh produsen yang berbeda dan menggunakan
teknologi yang berbeda pula. Bahwa Paten ID P0029369 “Insulasi Panas” terdapat
kesamaan fungsi teknis dengan paten yang sudah ada patennya sejak tahun 1972
oleh Furukawa. Pasal 1 (2) Undang-Undang 14 tahun 2001 Tentang Paten
menyatakan bahwa “Invensi adalah ide inventor yang dituangkan ke dalam suatu
kegiatan pemecahan masalah yang spesifik di bidang teknologi berupa produk
atau proses, atau penyempurnaan dan pengembangan produk atau proses.” Yang
berarti Paten milik Tergugat sangat layak diberi lisensi Paten karena merupakan
pengembangan atau penyempurnaan dari invensi yang sudah ada
sebelumnya.Pendapat saksi ahli Drs. Sudirman, M.Si. yang menyatakan bahwa
paten milik tergugat sudah ada diluar negeri, namun beliau menyatakan dan
menyetujui bahwa sangat mungkin dari teknologi Insulasi panas bisa
menghasilkan banyak/puluhan produk yang bisa mendapatkan paten baru, tinggal
bagaimana dilihat dari proses pembuatan dan adanya bahan adiktif yang
digunakan dalam produk tersebut sehingga bisa menghasilkan produk yang
mempunyai nilai kebaruan.
73
Putusan Judex Facti yang mengabulkan gugatan pembatalan paten milik
Pemohon Kasasi/Tergugat, menunjukan bahwa perlindungan terhadap pihak
inventor berupa hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada Inventor atas
hasil Invensinya menjadi hanya isapan jempol semata. Karena begitu mudah pihak
yang mengaku-ngaku mempunyai kepentingan dalam sebuah kegiatan distributor
pada kasus a quo, untuk bisa mengajukan gugatan pembatalan paten dan hal ini
jelas bisa mengurangi niat para calon inventor untuk bisa melakukan penemuan
baru dibidang teknologi;
2.Ada Dualisme dalam penafsiran Nilai kebaruan antara Direktorat Paten dan
Majelis Hakim yang memutus pembatalan Paten Nomor P0029369 Insulasi Panas,
Jelas hal ini menafikan sebuah proses panjang untuk mendapatkan Sertifikat Paten
yang dikeluarkan oleh Direktorat Paten, dimana pihak pemegang paten telah
melalui rangkaian proses permohonan pemeriksaan subtantif kemudian
dipenuhinya persyaratan untuk diberi paten-hingga terbit Sertifikat Paten Nomor
P0029369, “tanpa ada penolakan permohonan paten pada komisi banding”, yang
secara keseluruhan proses administrasinya sudah memakan waktu 38 bulan (3
tahun 2 bulan). Sedangkan Hakim pada putusannya memutus untuk membatalkan
Paten Insulasi Panas milik Tergugat dan menyatakan bahwa invensinya tidak
memiliki nilai kebaruan yang sejatinya telah diperiksa penuh oleh Direktorat
Paten dan dinyatakan memiliki kebaruan sehingga diterbitkan sertifikat Patennya.
Hal ini seharunya tentu menimbulkan masalah yang ditimbulkan akibat
terdapat perbedaan penafsiran standar kebaruan antara Direktorat Jenderal Hak
Kekayaan Intelektual sebagai panitia pendaftaran paten yang meloloskan sebuah
invensi paten yang ternyata tidak memiliki unsur kebaruan (novelty) atau sudah
menjadi milik publik (public domain), dan hal ini jelas bisa mengurangi niat para
calon inventor untuk bisa melakukan penemuan baru dibidang teknologi.
Pembatalan Hak Paten yang sudah terdaftar sebelumnya dan dinyatakan tidak
memiliki unsur kebaruan (novelty) akan berpotensi menciptakan iklim persaingan
usaha yang tidak sehat (unfair competition) antara pemegang paten dan
kompetitornya. Hak paten memberikan kepada inventor hak-hak ekslusif untuk
74
menggunakan, memproduksi, dan memanfaatkan invensi tersebut dan mencegah
pihak lain untuk melaksanakan hak-hak tersebut tanpa izin.
Adanya dualisme dalam penerapan Hak Paten di Indonesia tentu merugikan
inventor karena perlindungan terhadap pihak inventor berupa hak eksklusif yang
diberikan oleh Negara kepada Inventor atas hasil Invensinya menjadi hanya isapan
jempol semata. Karena begitu mudah pihak yang mengaku-ngaku mempunyai
kepentingan dalam sebuah kegiatan distributor pada kasus a quo, untuk bisa
mengajukan gugatan pembatalan paten dan hal ini jelas bisa mengurangi niat para
calon inventor untuk bisa melakukan penemuan baru dibidang teknologi juga
merugikan inventor yang mencurahkan segala daya upayanya dan mengeluarkan
sumber dayanya yang cukup banyak untuk mendaftarkan paten yang pada
akhirnya tidak bisa dinikmati keuntungan ekonomisnya.
Rekomendasi
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat dikemukakan saran, yaitu:
1.Upaya Melakukan perubahan atau amandemen ketentuan Perundang-undangan
Tentang Paten, khususnya mengenai suatu standar sebuah kebaruan Invensi yang
merupakan penyempurnaan paten yang sudah ada yang menjadi fokus pada
penelitian penulis. Sehingga tidak timbul dualisme dalam penegakan penerapan
prinsip kebaruan di Indonesia, dan tidak terjadi lagi pelanggaran yang dilakukan
invensi baru terhadap invensi yang sudah ada lebih dahulu. Dengan begitu akan
menimbulkan kepastian hukum bagi para inventor yang akan lebih termotivasi
untuk menghasilkan invensi-invensi yang akan menyelesaikan masalah manusia
atau memberikan kemudahan bagi manusia.
2.Dalam menjatuhkan suatu putusan hakim lebih bisa menimbang dalam putusanya
tidak mencampuradukkan pemeriksaan paten dengan pemeriksaan pada ranah
hukum desain industri dimana kebaruan memang diukur dari penampilan fisik
yang pada dasarnya membedakan paten tidak sekedar menyandingkan atau
membandingkan paten-paten namun juga perlu di lakukan uji laboratorium untuk
mengetahui nilai kebaruan suatu paten.
3.Hendaknya dalam proses persidangan gugatan pembatalan Paten, Pejabat
Direktorat Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang bertanggung jawab kepada
75
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia yang melakukan pemeriksaan dihadirkan
sebagai saksi agar didengar keterangannya untuk mengetahui bagaimana pendapat
dan kesaksiannya selaku pemeriksa langsung dan meloloskan Paten yang digugat
akibat kurangnya kebaruan dalam Invensinya apakah dokumen yang digunakan
dalam pemeriksaan sudah tepat.
4.Penyamaan pemahaman mengenai kriteria kebaruan (novelty), oleh para kalangan
saksi ahli, Dirjen HKI, aparat penegak hukum, maupun sosialisasi mengenai
kebaruan kepada orang yang bergerak di bidang hukum sehingga tidak timbul lagi
ketidakjelasan dari kriteria unsur kebaruan yang terkandung dalam perundang-
undangan Tentang Paten yang akan menimbulkan permasalahan dalam penegakan
hukum dilapangan. Hal ini perlu dilakukan sejalan dengan proses pembenahan
atau perubahan dari Undang-Undang Paten.
75
DAFTAR PUSTAKA
A. Kitab Suci
Al-Qur’anul Karim.
B. Buku
Agus Riswandi, Budi, “Hukum dan Hak Cipta,” Bahan Ajar (Yogyakarta: UII, 2006).
Anwar, Chairul, “Hukum Paten dan Perundang-undangan Paten Indonesia”
(Djambatan: Jakarta 1992).
Arto, Mukti , Praktek Perkara Perdata pada Pengadilan Agama, (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2004).
Bagby, Jhon W., “Cyberlaw Handbook for E-Commerce”,( Pennsylvania: Thomson,
South-Western West,2001.)
Bainbridge, David I, intellectual property, fifth edition, (England: Pearson Education
Limited,2002.)
Correa , Carlos Maria “Intellectual property rights, the WTO, and Developing
Countries the TRIPS agreement and policy options”, (Buenos Aeires:Zed Books,
2000.)
Donald S.Chisum and F.Scott Kieff, I, Third Edition, (New York:Thomson,Foundation
Press, 2004.)
Marni Emmy Mustafa, Prinsip-prinsip Beracara Dalam Penegakan hukum Paten di
Indonesia Dikaitkan Dengan TRIP’s-WTO (Alumni,Bandung 2007).
Qamar, Nurul, ,Negara Hukum atau Negara Undang-Undang, (Makassar:Refleksi,
2010.)
Goman ,Carol Kinsey , Kreativitas Dalam Bisnis,(Jakarta: Binarupa Aksara,1999).
76
Griswanti, Lena, “Perlindungan Hukum terhadap Penerima Lisensi dalam Perjanjian
Lisensi Paten di Indonesia,” Skripsi (Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada,
2005).
Harjowidigdo, Rooseno, Mengenal Hak Cipta di Indonesia, (Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan, 1992).
Ibrahim, Johny, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif,
(Surabaya:Bayumedia, 2005).
Intellectual Property Rights (Advanced), Material prepared solely for use by IASTP
Indonesian course participants Coordinated by Asian Law Group Pty Ltd.
Khairandy, Ridwan, Hukum Alih Teknologi, Modul II (Yogyakarta: Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia, 1995).
Nurfitri, Dian, dan ,Rani Nuradi, , Pengantar Hukum Paten Indonesia, (Jakarta:
Alumni,2013).
Marzuki, Mahmud Peter, Penelitian Hukum. (Jakarta: Kencana, cet-IV 2010).
Mertokusumo, Sudikno, .Hukum Acara Perdata Indonesia, cetakan ke-3, (Yogyakarta:
Liberti, 1981).
Prodjodikoro, Wirjono, Hukum Acara Perdata di Indonesia, (Bandung: Sumur
Bandung,1962).
Purwaningsih ,Endang, Intellectual Property Rights: Kajian Hukum terhadap Hak atas
Kekayaan Intelektual dan Kajian Komparatif Hukum Paten (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2005).
Rifa’I, Achmad Penemuan Hukum oleh Hakim (Dalam Perspektif Hukum Progresif),
(Jakarta:Sinar Grafika, 2011).
77
Ruslan, Surianto, Mendesain Logo, (Jakarta: Garmedia Pustaka, 2009).
Smith, Rhona K. M., dkk., Hukum Hak Asasi Manusia (Yogyakarta: PUSHAM UII,
2008).
Saidin, H. OK., Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual, (Makassar: Rajawali Pers,
2,1995).
Soemitro, Ronny Hanijo, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurimetri, (Jakarta: Ghalia
Indonesia, 1990).
Soekanto, Soerjono, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, (Jakarta: Rajawali,
1982).
Soekanto, Soerjono Soekanto dan Mahmudji, Sri, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2011).
Sunggono, Bambang, Metode Penelitian Hukum, (Bandung: Rajawali Press,2006).
Sudaryat, Sudjana, dan Rika Ratna Permata, Hak Kekayaan Intelektual, (Bandung:
OaseMedia), 2010.
Syarifuddin, Perjanjian Lisensi Dan Pendaftaran Hak Cipta, (Jakarta: P.T. Alumni:
cetakan ke-1, 2013).
Umar Purba , Achmad Zen, Hak Kekayaan Intelektual Pasca TRIPs, (Bandung:
Alumni, 2005).
Website :
Agreement on Trade-Related Aspects of Intellectual Property Rights,
https://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/27-trips.pdf, diakses tanggal 25
september 2018.
78
https://belapendidikan.com/landasan-teori-perlindungan-hak-kekayaan-intelektual/
diakses pada tanggal 12 Februari 2018 14.00 WIB.
http://www.dgip.go.id/struktur-organisasi, diakses pada tanggal 1 November 2018 ,
pukul 14.00 WIB.
https://www.hki.co.id/paten.html diakses pada 17 November 2019, pukul 15.00 WIB
http://www.toilon.co.id/en/xpe-foam-sheet/ diakses pada tanggal 01-11-2018 pada
pukul 20.00.
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 1 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
P U T U S A NNomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG MAHA ESA
M A H K A M A H A G U N G
memeriksa perkara perdata khusus hak kekayaan intelektual (desain
industri/desain tata letak sirkuit terpadu/paten/merek/hak cipta) pada
pemeriksaan peninjauan kembali telah memutus sebagai berikut dalam perkara
antara:
PT TOILON INDONESIA, berkedudukan di Jalan Raya Serang,
KM 16,8, Desa Telaga, Kecamatan Cikupa, Kabupaten
Tangerang, Banten, yang diwakili oleh Direktur Utama Je Kyung
Jong, dalam hal ini memberi kuasa kepada Nurwidiatmo, S.H.,
M.M., M.M., Advokat, berkantor Jalan Raya Hankam Nomor 50A,
Jati Rahayu, Kecamatan Pondok Melati, Kota Bekasi, berdasarkan
Surat Kuasa Khusus tanggal 30 November 2016;
Pemohon Peninjauan kembali dahulu Pemohon Kasasi/Tergugat;
L a w a n
PT CINTAS SENTUL RAYA, berkedudukan di Jalan Desa Sentul,
Nomor 88, RT.001/05, Desa Sentul, Kecamatan Babakan Madang,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, diwakili oleh Presiden Direktur
Probo Prasetio, dalam hal ini memberi kuasa kepada Juliane Sari,
S.H., dan kawan-kawan, Para Advokat, berkantor di Suite 702,
Wisma Pondok Indah 2, Jalan Sultan Iskandar Muda Kav. V-TA,
Pondok Indah, Jakarta, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal
13 Maret 2017;
Termohon Peninjauan Kembali dahulu Termohon Kasasi/
Penggugat;
Dan
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA Cq. KEMENTRIAN
HUKUM & HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA Cq.
DIREKTORAT JENDERAL HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL Cq.
DIREKTORAT PATEN, berkedudukan di Jalan Daan Mogot, KM.
24 Tangerang, Banten;
Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu Turut Termohon
Kasasi/Turut Tergugat;
Mahkamah Agung tersebut;
Membaca surat-surat yang bersangkutan;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 1
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 2 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa Pemohon
Peninjauan Kembali dahulu Pemohon Kasasi/Tergugat telah mengajukan
permohonan peninjauan kembali terhadap Putusan Mahkamah Agung Nomor
54 K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 17 Februari 2015 yang telah berkekuatan
hukum tetap, dalam perkaranya melawan Termohon Peninjauan Kembali dahulu
Termohon Kasasi/Penggugat dan Turut Termohon Peninjauan Kembali dahulu
Turut Termohon Kasasi/Turut Tergugat, pada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa gugatan ini mengenai Pembatalan Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” atas nama Tergugat pada Turut Tergugat
yang diajukan pada tanggal 7 Agustus 2009 dan diberi paten pada tanggal
13 Oktober 2011 (bukti P.1);
2. Bahwa permohonan pendaftaran Paten milik Tergugat pada Turut Tergugat
adalah berdasarkan permohonan paten yang diajukan tanpa menggunakan
Hak Prioritas;
3. Bahwa permohonan pendaftaran Paten milik Tergugat pada Turut Tergugat
adalah berdasarkan permohonan paten yang diajukan dengan klaim-klaim
yang Tergugat ajukan pada Turut Tergugat sebagai dasar pemberian paten
Nomor ID P0029369 B adalah sebagai berikut:
Klaim:
3.1. Suatu insulasi panas yang dapat digunakan untuk insulasi suara,
konstruksi dan industri yang merupakan busa (crosslinked foam)
dilekatkan ke peralatan yang akan di-insulasi dengan proses melalui
tahap-tahap yaitu:
- bahan baku LDPE (Iow density polyehylene), ditimbang sesuai
dengan rencana;
- pengadukan bahan baku PE, TSK, OCP dalam mesin kneader;
- bahan baku yang telah dipanaskan dikirim melalui konveyor;
- pembentukan butiran-butiran bahan baku hasil mesin kneader;
- pencampuran dengan bahan pembantu;
- bahan tambahan (H40/KCN/HOPE/EVA);
- pemanasan untuk pembuatan lembaran solid sheet;
- pemanasan temperatur tinggi menghasilkan busa berbentuk
lembaran dan mesin foaming oven;
- pendinginan lembaran busa;
- pemotongan sisa-sisa busa;
- penggulungan sehingga dihasilkan busa dalam bentuk rol;
- pengepakan busa;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 2
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 3 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
- proses tingkat lanjut, laminating busa dengan alumnium foil;
3.2. Insulasi panas yang dapat digunakan untuk insulasi suara, konstruksi
dan industri yang merupakan busa (crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi sesuai dengan klaim 1 dimana meng -
gunakan bahan PP dan PE yang terdiri dari:
- LDPE (Iow density polyethylene) yang merupakan senyawa
polyethylene berbentuk butiran;
- D 1500 PE (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang
berfungsi sebagai pengeras foam);
- D 1500 TSK (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang
berfungsi sebagai pelunak foam);
- Master batch colour (pigmen organik sintetis berbentuk butiran
berfungsi sebagai pewarna);
- DCP (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pembentukan kerangka foam);
- LDPE (Iow density polyethylene) senyawa polyethylene berbentuk
butiran;
- D 1500 TSK (berfungsi sebagai pelunak foam, terdiri dari
azodicarbonamite 30% + LOPE 70%);
- D 1500 PE (berfungsi sebagai pengeras foam, terdiri dari LDPE 70%
+ 30% D 1500 PE);
- H40 (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai
bahan anti api, terdiri dari Oearbone 25 kg + LDPE 40 kg + sb203
Antimony 8,3 Kg);
- KCN (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai
pengembang, terdiri dari LDPE 70% + MgOh2;
- DCP (berfungsi sebagai pembentukan kerangka foam, terdiri dari
LDPE 70 Kg + 3,5 Kg DCP);
4. Bahwa adapun dasar gugatan pembatalan paten ini diajukan adalah sesuai
dengan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:
I. Pasal 91 ayat (1) huruf a Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang
Paten (Undang Undang Nomor 14/2001) yang menyatakan:
“Gugatan paten dapat dilakukan apabila:
Paten tersebut menurut ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Pasal 6, atau Pasal 7 seharusnya tidak diberikan”;
dimana;
Pasal 2 menyatakan:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 3
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 4 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
“(1) Paten diberikan untuk Invensi yang baru dan mengandung langkah
inventif serta dapat diterapkan dalam industri;
(2) Suatu Invensi mengandung langkah inventif jika Invensi tersebut bagi
seseorang yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik
merupakan hal yang tidak dapat diduga sebelumnya;
(3) Penilaian bahwa suatu Invensi merupakan hal yang tidak dapat
diduga sebelumnya harus dilakukan dengan memperhatikan keahlian
yang ada pada saat Permohonan diajukan atau yang telah ada pada saat
diajukan permohonan pertama dalam hal Permohonan itu diajukan
dengan Hak Prioritas”;
Pasal 6 menyatakan:
“Setiap Invensi berupa produk atau alat yang baru dan mempunyai nilai
kegunaan praktis disebabkan oleh bentuk, konfigurasi, konstruksi, atau
komponennya dapat memperoleh perlindungan hukum dalam bentuk
Paten Sederhana”;
Pasal 7 menyatakan:
“Paten tidak diberikan untuk Invensi tentang:
a. Proses atau produk yang pengumuman dan penggunaan atau
pelaksanaannya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku, moralitas agama, ketertiban umum, atau kesusilaan;
b. Metode pemeriksaan, perawatan, pengobatan dan/atau pembedahan
yang diterapkan terhadap manusia dan/atau hewan;
c. Teori dan metode di bidang ilmu pengetahuan dan matematika; atau;
d. Semua makhluk hidup, kecuali jasad renik, ii. Proses biologis yang
esensial untuk memproduksi tanaman atau hewan, kecuali proses
non-biologis atau proses mikrobiologis”;
II. Pasal 91 ayat (2) menyatakan:
“Gugatan pembatalan karena alasan sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a diajukan oleh Pihak Ketiga kepada Pemegang Paten melalui
Pengadilan Niaga”;
5. Bahwa dalil-dalil hukum dan teknis terhadap gugatan Penggugat mengenai
Pembatalan Paten milik Tergugat adalah sebagai berikut:
5.1. Penggugat Adalah Pihak Ketiga Yang Berkepentingan;
Bahwa Penggugat adalah pihak yang mengimpor, menjual dan
memproduksi di Indonesia suatu produk insulasi panas yang digunakan
untuk keperluan industri;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 4
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 5 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
1. Bahwa Proses dan Produk insulasi panas yang digunakan oleh
Penggugat menyerupai Proses dan Produk sebagaimana diklaim pada
Paten Nomor ID P0029369 B yang terdaftar atas nama Tergugat;
2. Bahwa berdasarkan Pasal 91 ayat (2) Undang Undang Nomor
14/2001 tentang Paten maka Penggugat adalah sebagai Pihak
Ketiga yang berhak untuk mengajukan gugatan Pembatalan Paten
yang terdaftar atas nama Tergugat;
5.2. Klaim-Klaim Pada Paten ID P0029369 B Yang Tergugat Ajukan Tidak
Memiliki Kebaruan (Lack Of Novelty);
1. Bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 14/2001 tentang
Paten menyatakan “Paten diberikan untuk Invensi yang baru dan
mengandung langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri”;
2. Pasal 3 ayat (1) Undang Undang Nomor 14/2001 menyatakan “Suatu
Invensi dianggap baru jika pada tanggal Penerimaan, Invensi tersebut
tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan sebelumnya”;
3. Penjelasan Pasal 3 ayat (1) menyatakan bahwa “'yang dimaksud
tidak sama pada ayat ini adalah bukan sekedar beda, tetapi harus
dilihat sama tidak samanya fungsi ciri teknis (features) Invensi
tersebut dengan ciri teknis Invensi sebelumnya”;
4. Bahwa di pasaran sangat banyak dijumpai produk-produk yang sama
milik Tergugat yang telah diperdagangkan, digunakan jauh sebelum
Sertifikat Paten milik Tergugat didaftarkan kepada Turut Tergugat;
6. Bahwa hal-hal yang berkenaan dengan klaim-klaim pada Paten ID
P0029369 B yang Tergugat ajukan tidak baru adalah sebagai berikut:
6.1. klaim 1 dan klaim 2 (klaim-klaim utama/ independent claim);
klaim 1 adalah tentang:
Suatu insulasi panas yang dapat digunakan untuk insulasi suara,
konstruksi dan industri yang merupakan busa (cross linked foam)
dilekatkan ke peralatan yang akan di-insulasi dengan proses melalui
tahap-tahap:
- Bahan baku LDPE (Iow density polyehylene), ditimbang sesuai
dengan rencana;
- Pengadukan bahan baku PE, TSK, OCP dalam mesin kneader;
- Bahan baku yang telah dipanaskan dikirim melalui konveyor;
- Pembentukan butiran-butiran bahan baku hasil mesin kneader;
- Pencampuran dengan bahan pembantu;
- Bahan tambahan (H40/KCN/HOPE/EVA);
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 5
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 6 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
- Pemanasan untuk pembuatan lembaran solid sheet;
- Pemanasan temperatur tinggi menghasilkan busa berbentuk
lembaran dan mesin foaming oven;
- Pendinginan lembaran busa;
- Pemotongan sisa-sisa busa;
- Penggulungan sehingga dihasilkan busa dalam bentuk rol;
- Pengepakan busa;
- Proses tingkat lanjut, laminating busa dengan alumnium foil;
Klaim 2 adalah tentang:
Insulasi panas yang dapat digunakan untuk insulasi suara,
konstruksi dan industri yang merupakan busa (crosslinked foam)
dilekatkan ke peralatan yang akan di-insulasi sesuai dengan klaim 1
dimana menggunakan bahan PP dan PE yang terdiri dari:
- LDPE (Iow density polyehylene) yang merupakan senyawa
polyethylene berbentuk butiran;
- D 1500 PE (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang
berfungsi sebagai pengeras foam);
- D 1500 TSK (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang
berfungsi sebagai pelunak foam);
- Master batch colour (pigmen organik sintetis berbentuk butiran
berfungsi sebagai pewarna);
- DCP (pigmen organik sintetis berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pembentukan kerangka foam);
- LDPE (Iow density polyethylene) senyawa polyethylene berbentuk
butiran;
- D 1500 PE (berfungsi sebagai pengeras foam, terdiri dari LDPE 70%
+ 30% D 1500 PE);
- H40 (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai
bahan anti api, terdiri dari Dearbone 25 kg + LDPE 40 kg + sb203
Antimony 8,3 kg);
- KCN (pigmen organik sintetis berbentuk butiran berfungsi sebagai
pengembang, terdiri dari LDPE 70% + MgOh2;
- DCP (berfungsi sebagai pembentukan kerangka foam, terdiri dari
LDPE 70 kg + 3,5 kg DCP);
6.2. Bahwa klaim 1 pada dasarnya adalah klaim tentang Proses pembuatan
insulasi panas, sedangkan klaim 2 adalah tentang Produk insulasi
panas yang dibuat melalui Proses pada klaim 1;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 6
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 7 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
6.3. Bahwa proses pembuatan insulasi panas pada klaim 1 tidak baru
dikarenakan tahapan-tahapan dalam proses pembuatan insulasi panas
tersebut adalah telah umum, telah dikenal atau diketahui, sama dengan
teknologi yang diungkapkan sebelumnya;
6.4. Bahwa secara umum dalam membuat suatu insulasi panas yang
menggunakan bahan baku LDPE (Iow density polyethylene) akan
melalui tahapan-tahapan sebagaimana diungkapkan di dalam tahapan-
tahapan seperti pada klaim 1 invensi ID P0029369B;
6.5. Bahwa banyak bukti-bukti/dokumen-dokumen pembanding berupa
dokumen paten yang telah mengungkapkan teknologi atau informasi
mengenai proses pembuatan insulasi panas yang sesuai dengan
invensi pada klaim 1 ID P0029369 B, beberapa diantaranya adalah:
Bukti P-2: KR 100908189 B1 yang dipublikasi pada 16-7-2009;
Bukti P-3: KR 100884259 B 1 yang dipublikasi pada 18-2-2009;
Bukti P-4: GB 1215137 (A) yang dipublikasi pada 9-12-1970;
Bukti P-5: KR20040107773 (A) yang dipublikasi pada 23-12-2004;
Bukti P-6: CN 2764669 (Y) yang dipublikasi pada 15-3-2006;
Bukti P-7: EP 1273435 A 1 yang dipublikasi pada 8-1-2003;
Bukti P-8: US 3651183 yang dipublikasi pada 21-3-1972;
6.6. Bahwa untuk dapat mengetahui tahapan-tahapan pada proses invensi
ID P0029369 B sudah tidak baru adalah salah satunya melalui suatu
matriks klaim yang menganalisa perbandingan fitur-fitur klaim invensi ID
P0029369 B dengan fitur-fitur yang ada pada dokumen-dokumen
pembanding tersebut yaitu:
Fitur-fitur klaim 1 invensi ID P0029369 B:
Suatu insulasi panas yang dapat
digunakan untuk insulasi suara,
konstruksi dan industri yang merupakan
busa (crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi dengan
proses melalui tahap-tahap:
Bukti
P-2
Bukti
P-3
Bukti
P-4
Bukti
P -5
Bahan baku LDPE (Iow density
polyehylene), ditimbang sesuai dengan
rencana;
v v v v
pengadukan bahan baku PE, TSK, DCP
dalam mesin kneader
v v v v
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 7
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 8 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Bahan baku yang telah dipanaskan
dikirim melalui konveyor;
v v v v
pembentukan butiran-butiran bahan baku
hasil mesin kneader;
v v v v
pencampuran dengan bahan pembantu; v v v v
Bahan tambahan (H40/KCN/HDPE/ EVA); v v v v
Pemanasan untuk pembuatan lembaran
solid sheet;
v v v v
Pemanasan temperatur tinggi
menghasilkan busa berbentuk lembaran
dan mesin foaming oven;
v v v v
Pendinginan lembaran busa; v v v v
Pemotongan sisa-sisa busa; v v v v
Penggulungan sehingga dihasilkan busa
dalam bentuk rol;
v v v v
pengepakan busa; v v v v
Proses tingkat lanjut, laminating busa
dengan alumnium foil;
v v v v
V = terungkap di dalam dokumen;
6.7. (a) Dari matriks klaim di atas terlihat bahwa semua fitur tahapan yang
dilakukan menurut klaim 1 invensi ID P0029369 B bukanlah hal yang baru
karena telah pernah diungkapkan sebelumnya oleh dokumen-dokumen
pembanding yang ada (bukti P-2 sampai bukti P- 8);
6.8. (b) Bahwa selain bukti dokumen-dokumen pembanding berupa
dokumen paten yang telah mengungkapkan suatu proses pembuatan
insulasi panas yang sesuai dengan proses menurut klaim 1 invensi ID
P0029369 B terdapat pula bukti-bukti lain yang merupakan bukan
dokumen paten misalnya:
Bukti P-9: bukti-bukti penjualan AC yang diduga menggunakan insulasi
panas serupa dengan proses pada klaim 1 invensi ID P0029369 B;
Bukti P-10: informasi pada laman internet produk-produk perusahaan
“indiamart” (berdiri sejak tahun 2004) mengenai thermal insulation;
Bukti P-11: informasi pada laman internet produk-produk perusahaan
“EC21” (sejak 2008) mengenai crosslinked polyethylene foam;
Bukti P-12: buku mengenai “Polymeric Foams and Foam Technology) 2nd
edition tahun 2004 yang ditulis Daniel Klemper dan Vahid sendijarevic;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 8
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 9 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
6.9. Bahwa, berdasarkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen paten dan
bukan dokumen paten di atas (a dan b) maka disimpulkan klaim 1 invensi
ID P0029369 B adalah tidak baru (lack of novelty) sehingga tidak
memenuhi ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5 Undang Undang
Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, oleh karenanya klaim 1 invensi ID
P0029369 B tersebut seharusnya tidak diberi paten atau ditolak;
6.10. Bahwa, klaim 2 adalah mengenai Produk insulasi panas yang dibuat
berdasarkan tahapan proses menurut klaim 1 invensi ID P0029369 B;
6.11. Bahwa banyak dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen
paten yang telah mengungkapkan teknologi atau informasi mengenai
produk insulasi panas yang sesuai dengan invensi pada klaim 1
sebagai kelanjutan ke klaim 2 dalam Paten ID P0029369 B milik
Tergugat adalah, beberapa diantaranya adalah:
Bukti P-2: KR 100908189 B 1 yang dipublikasi pada 16-7-2009;
Bukti P-3: KR 100884259 B 1 yang dipublikasi pada 18-2-2009;
Bukti P-4: GB 1215137 (A) yang dipublikasi pada 9-12-1970;
Bukti P-5: KR20040 107773 (A) yang dipublikasi pada 23-12-2004;
Bukti P-6: CN 2764669 (Y) yang dipublikasi pada 15-3-2006;
Bukti P-7: EP 1273435 A 1 yang dipublikasi pada 8-1-2003;
Bukti P-8: US 3651183 yang dipublikasi pada 21-3-1972;
6.12. Bahwa untuk dapat mengetahui Produk invensi ID P0029369 B sudah
tidak baru adalah salah satunya melalui suatu matriks klaim yang
menganalisa perbandingan fitur-fitur klaim invensi ID P0029369 B
dengan fitur-fitur yang ada pada dokumen-dokumen pembanding
tersebut yaitu:
Fitur-fitur klaim 2 invensi ID P0029369 B:
Insulasi panas yang dapat digunakan
untuk insulasi suara, konstruksi dan
industri yang merupakan busa
(crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi sesuai
dengan klaim 1 dimana menggunakan
bahan PP dan PE yang terdiri dari
Bukti
P-2
Bukti
P-3
Bukti
P-4
Bukti
P -5
Insulasi panas yang dapat digunakan
untuk insulasi suara, konstruksi dan
industri yang merupakan busa
v v v v
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 9
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 10 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
(crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi sesuai
dengan klaim 1 dimana menggunakan
bahan PP dan PE yang terdiri dari:
D 1500 PE (pigmen organik sintetis
berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pengeras foam)
v v v v
D 1500 TSK (pigmen organik sintetis
berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pelunak foam)
v v v v
Master batch colour (pigmen organik
sintetis berbentuk butiran berfungsi
sebagai pewarna);
v v v v
DCP (pigmen organik sintetis berbentuk
powder yang berfungsi sebagai
pembentukan kerangka foam)
v v v v
LDPE (low density polyethylene)
senyawa polyethylene berbentuk butiran
v v v v
D 1500 TSK (berfungsi sebagai pelunak
foam, terdiri dari azodicarbonamite 30%
+ LDPE 70%);
v v v v
Pemanasan temperatur tinggi
menghasilkan busa berbentuk lembaran
dan mesin foaming oven;
v v v v
D 1500 PE (berfungsi sebagai pengeras
foam, terdiri dari LDPE 70% + 30% D
1500 PE);
v v v v
H40 (pigmen organik sintetis berbentuk
butiran berfungsi sebagai bahan anti api,
terdiri dari Dearbone 25 kg + LDPE 40 kg
+ sb203 Antimony 8,3 kg
v v v v
KCN (pigmen organik sintetis berbentuk
butiran berfungsi sebagai pengembang,
terdiri dari LOPE 70% + MgOh2;
v v v v
DCP (berfungsi sebagai pembentukan
kerangka foam, terdiri dari LDPE 70 kg +
v v v v
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 10
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 11 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
3,5 kg DCP);
V = terungkap di dalam dokumen;
6.13. (a) dari matriks klaim di atas terlihat bahwa semua fitur produk insulasi
panas menurut klaim 2 invensi ID P0029369 B bukanlah hal yang baru
karena telah pernah diungkapkan sebelumnya oleh dokumen-
dokumen pembanding yang ada (P-2 sampai P-8);
6.14. (b) Bahwa selain bukti dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen
paten yang telah mengungkapkan suatu produk insulasi panas yang
sesuai dengan proses menurut klaim 2 invensi ID P0029369 B terdapat
pula bukti-bukti lain yang bukan dokumen paten misalnya:
- Bukti P-9 bukti-bukti penjualan AC yang diduga menggunakan
insulasi panas serupa dengan proses pada klaim 1 invensi ID
P0029369 B;
- Bukti P-10: informasi pada halaman internet produk-produk
perusahaan “indiamart” (berdiri sejak tahun 2004) mengenai
thermal insulation;
- Bukti P-11: informasi pada laman internet produk-produk
perusahaan “EC21” (sejak 2008) mengenai crosslinked
polyethylene foam;
- Bukti P-12: buku mengenai “Polymeric Foams and Foam
Technology) 2nd edition tahun 2004 yang ditulis Daniel Klemper dan
Vahid Sendijarevic;
6.15. Bahwa, berdasarkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen paten dan
bukan dokumen paten di atas (a dan b) maka disimpulkan klaim 2
invensi ID P0029369 B adalah tidak baru (lack of novelty) sehingga
tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2, Pasal 3 dan Pasal 5
Undang Undang Paten tahun 2001 tentang paten, oleh karenanya
klaim 2 invensi ID P0029369 B tersebut seharusnya tidak diberi paten
atau ditolak;
7. Klaim-Klaim Pada Paten ID Yang Tergugat Ajukan Tidak Mengandung
Langkah Inventif (Lack Of Inventive Step);
Bahwa Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor 14/2001 tentang Paten
menyatakan, “Paten diberikan untuk Invensi yang baru dan mengandung
langkah inventif serta dapat diterapkan dalam industri”;
Pasal 2 ayat (2) Undang Undang Nomor 14/2001 menyatakan "Suatu
Invensi mengandung langkah inventif jika invensi tersebut bagi seseorang
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 11
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 12 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
yang mempunyai keahlian tertentu di bidang teknik merupakan hal yang
tidak dapat diduga sebelumnya”;
Bahwa dalil-dalil dalam klaim-klaim pada Paten ID yang Tergugat ajukan
tidak mengandung langkah inventif adalah sebagai berikut:
7.1. klaim 1 dan klaim 2 (klaim-klaim utama/independent claim);
7.2. Bahwa klaim 1 pada dasamya adalah klaim mengenai proses
pembuatan insulasi panas sedangkan klaim 2 adalah mengenai produk
insulasi panas yang dibuat melalui proses tersebut;
7.3. Bahwa proses pembuatan insulasi panas sebagaimana disebutkan di
dalam klaim 1 tidak mengandung langkah inventif dikarenakan tahapan-
tahapan dalam proses pembuatan insulasi tersebut telah dapat diduga
sebelumnya;
7.4. Bahwa banyak dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen paten
yang telah mengungkapkan teknologi atau informasi mengenai proses
pembuatan insulasi panas yang sesuai dengan invensi pada klaim 1 ID
P0029369 B, beberapa diantaranya adalah:
Bukti P-2: KR 100908189 B 1 yang dipublikasi pada 16-7-2009;
Bukti P-3: KR 100884259 B 1 yang dipublikasi pada 18-2-2009;
Bukti P-4: GB 1215137 (A) yang dipublikasi pada 9-12-1970;
Bukti P-5: KR20040 107773 (A) yang dipublikasi pada 23-12-2004;
Bukti P-6: CN 2764669 (Y) yang dipublikasi pada 15-3-2006;
Bukti P-7: EP 1273435 A 1 yang dipublikasi pada 8-1-2003;
Bukti P-8: US 3651183 yang dipublikasi pada 21-3-1972;
7.5. Bahwa untuk dapat mengetahui tahapan-tahapan pada proses invensi
ID P0029369 B tidak mengandung langkah inventif adalah salah
satunya melalui suatu matriks klaim yang menganalisa perbandingan
fitur-fitur klaim invensi ID P0029369 B dengan fitur- fitur yang ada pada
dokumen-dokumen pembanding tersebut yaitu:
Fitur-fitur klaim 1 invensi ID P0029369 B:
Suatu insulasi panas yang dapat
digunakan untuk insulasi suara,
konstruksi dan industri yang merupakan
busa (crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi dengan
proses melalui tahap-tahap:
Bukti
P-2
Bukti
P-3
Bukti
P-4
Bukti
P -5
Bahan baku LDPE (Iow density v v v v
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 12
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 13 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
polyehylene), ditimbang sesuai dengan
rencana;
pengadukan bahan baku PE, TSK, DCP
dalam mesin kneader
v v v v
Bahan baku yang telah dipanaskan
dikirim melalui konveyor;
v v v v
pembentukan butiran-butiran bahan baku
hasil mesin kneader;
v v v v
pencampuran dengan bahan pembantu; v v v v
Bahan tambahan (H40/KCN/HDPE/ EVA); v v v v
Pemanasan untuk pembuatan lembaran
solid sheet;
v v v v
pemanasan temperatur tinggi
menghasilkan busa berbentuk lembaran
dan mesin foaming oven;
v v v v
Pendinginan lembaran busa; v v v v
Pemotongan sisa-sisa busa; v v v v
Penggulungan sehingga dihasilkan busa
dalam bentuk rol;
v v v v
pengepakan busa; v v v v
Proses tingkat lanjut, laminating busa
dengan alumnium foil;
v v v v
V = terungkap di dalam dokumen;
7.6. (a) Bahwa, dari matriks klaim tersebut dapat dianallisa fitur-fitur klaim 1
invensi ID P0029369B tidak mengandung langkah inventif berdasarkan
dokumen pembanding yang ada. Dalam hal ini, tahapan-tahapan proses
pada invensi ID P0029369B dapat diduga oleh orang yang ahli di
bidangnya (skilled person in the art) dimana dengan melihat dari
Informasi teknologi yang ada dari dokumen pembanding maka dengan
mudah dibuat tahapan proses pembuatan insulasi panas yang dilakukan
pada invensi ID P0029369 B;
7.7. (b) Bahwa selain bukti dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen
paten yang telah mengungkapkan suatu proses pembuatan insulasi
panas yang sesuai dengan proses menurut klaim 1 invensi ID P0029369
B terdapat pula bukti-bukti lain yang bukan dokumen paten misalnya:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 13
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 14 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
- Bukti P-9: bukti-bukti penjualan AC yang diduga menggunakan
insulasi panas serupa dengan proses pada klaim 1 invensi ID
P0029369 B;
- Bukti P-10: informasi pada halaman internet produk-produk
perusahaan “indiamart” (berdiri sejak tahun 2004) mengenai thermal
insulation;
- Bukti P-11: informasi pada laman internet produk-produk perusahaan
“EC21” (sejak 2008) mengenai crosslinked polyethylene foam;
- Bukti P-12: buku mengenai “Polymeric Foams and Foam
Technology) 2nd edition” tahun 2004 yang ditulis Daniel Klemper dan
Vahid Sendijarevic;
7.8. Bahwa, berdasarkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen paten dan
bukan dokumen paten di atas (a dan b) maka disimpulkan klaim 1 invensi
ID P0029369 B adalah tidak mengandung langkah inventif (lack of
inventive step) karena tahapan-tahapan tersebut dapat diduga sebelumnya
dan tidak ada solusi teknis yang diselesaikan dari tahapan proses
pembuatan insulasi panas invensi ID P0029369 B, sehingga invensi
tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 5 Undang
Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, oleh karenanya klaim 1 dan
klaim 2 invensi ID P0029369 B tersebut seharusnya tidak diberi paten atau
ditolak;
7.9. Bahwa, klaim 2 adalah mengenai Produk insulasi panas yang dibuat
berdasarkan tahapan proses menurut klaim 1 invensi ID P0029369 B;
7.10. Bahwa banyak dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen paten
yang telah mengungkapkan teknologi atau informasi mengenai produk
insulasi panas yang sesuai dengan invensi pada klaim 2 ID P0029369 B
adalah, beberapa diantaranya adalah:
Bukti P-2: KR 100908189 B 1 yang dipublikasi pada 16-7-2009;
Bukti P-3: KR 100884259 B 1 yang dipublikasi pada 18-2-2009;
Bukti P-4: GB 1215137 (A) yang dipublikasi pada 9-12-1970;
Bukti P-5: KR20040 107773 (A) yang dipublikasi pada 23-12-2004;
Bukti P-6: CN 2764669 (Y) yang dipublikasi pada 15-3-2006;
Bukti P-7: EP 1273435 A 1 yang dipublikasi pada 8-1-2003;
Bukti P-8: US 3651183 yang dipublikasi pada 21-3-1972;
7.11. Bahwa untuk dapat mengetahui Produk invensi ID P0029369 B tidak
mengandung langkah inventif adalah salah satunya melalui suatu matriks
klaim yang menganalisa perbandingan fitur-fitur klaim invensi ID
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 14
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 15 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
P0029369 B dengan fitur-fitur yang ada pada dokumen-dokumen
pembanding tersebut yaitu:
Fitur-fitur klaim 2 invensi ID P0029369 B:
Insulasi panas yang dapat digunakan
untuk insulasi suara, konstruksi dan
industri yang merupakan busa
(crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi sesuai
dengan klaim 1 dimana menggunakan
bahan PP dan PE yang terdiri dari
Bukti
P-2
Bukti
P-3
Bukti
P-4
Bukti
P -5
Insulasi panas yang dapat digunakan
untuk insulasi suara, konstruksi dan
industri yang merupakan busa
(crosslinked foam) dilekatkan ke
peralatan yang akan di-insulasi sesuai
dengan klaim 1 dimana menggunakan
bahan PP dan PE yang terdiri dari:
v v v v
D 1500 PE (pigmen organik sintetis
berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pengeras foam)
v v v v
D 1500 TSK (pigmen organik sintetis
berbentuk powder yang berfungsi
sebagai pelunak foam)
v v v v
Master batch colour (pigmen organik
sintetis berbentuk butiran berfungsi
sebagai pewarna);
v v v v
DCP (pigmen organik sintetis berbentuk
powder yang berfungsi sebagai
pembentukan kerangka foam)
v v v v
LDPE (low density polyethylene)
senyawa polyethylene berbentuk butiran
v v v v
D 1500 TSK (berfungsi sebagai pelunak
foam, terdiri dari azodicarbonamite 30%
+ LDPE 70%);
v v v v
Pemanasan temperatur tinggi
menghasilkan busa berbentuk lembaran
v v v v
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 15
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 16 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
dan mesin foaming oven;
D 1500 PE (berfungsi sebagai pengeras
foam, terdiri dari LDPE 70% + 30% D
1500 PE);
v v v v
H40 (pigmen organik sintetis berbentuk
butiran berfungsi sebagai bahan anti api,
terdiri dari Dearbone 25 kg + LDPE 40 kg
+ sb203 Antimony 8,3 kg
v v v v
KCN (pigmen organik sintetis berbentuk
butiran berfungsi sebagai pengembang,
terdiri dari LOPE 70% + MgOh2;
v v v v
DCP (berfungsi sebagai pembentukan
kerangka foam, terdiri dari LDPE 70 kg +
3,5 kg DCP);
v v v v
V = terungkap dalam dokumen;
7.12. (a) dari matriks klaim di atas terlihat bahwa semua fitur produk insulasi
panas menurut klaim 2 invensi ID P0029369 B tidak mengandung
langkah inventif karena telah pernah diungkapkan sebelumnya oleh
kombinasi dokumen-dokumen pembanding yang ada vide bukti-bukti;
7.13. (b) Bahwa selain bukti dokumen-dokumen pembanding berupa dokumen
paten yang telah mengungkapkan suatu produk insulasi panas yang
sesuai dengan proses menurut klaim 1 invensi ID P0029369 B terdapat
pula bukti-bukti lain yang bukan dokumen paten misalnya:
- Bukti P-9: bukti-bukti penjualan AC yang diduga menggunakan
insulasi panas serupa dengan proses pada klaim 1 invensi ID
P0029369 B;
- Bukti P-10: informasi pada halaman internet produk-produk
perusahaan “indiamart” (berdiri sejak tahun 2004) mengenai
thermal insulation;
- Bukti P-11: informasi pada laman internet produk-produk
perusahaan “EC21” (sejak 2008) mengenai crosslinked
polyethylene foam;
- Bukti P-12: buku mengenai “Polymeric Foams and Foam
Technology) 2nd edition” tahun 2004 yang ditulis Daniel Klemper
dan Vahid Sendijarevic;
7.14. Bahwa, berdasarkan bukti-bukti berupa dokumen-dokumen paten dan
bukan dokumen paten di atas (a dan b) maka disimpulkan klaim 2
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 16
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 17 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
invensi ID P0029369 B adalah tidak mengandung langkah inventif
sehingga tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 2 dan Pasal 5
Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, oleh
karenanyanya klaim 2 invensi ID P0029369 B tersebut seharusnya
tidak diberi paten atau ditolak;
8. Bahwa Klaim-Klaim Pada Paten ID P0029369 B Yang Tergugat Ajukan
Tidak Jelas (Lack Of Clarity) Dan Tidak Dapat Diterapkan Dalam Industri
(Lack Of Industrial Applicable);
Bahwa berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) Undang Undang Nomor
14/2001 tentang Paten, masalah penerapan suatu invensi dalam industri
(industrial applicable) juga diatur menurut Pasal 5 Undang Undang Nomor
14/2001 yang menyatakan, "Suatu invensi dapat diterapkan dalam industri
jika invensi tersebut dapat dilaksanakan dalam industri sebagaimana yang
diuraikan dalam permohonan”;
Penjelasan Pasal 5 Undang Undang Nomor 14/2001 tentang Paten
menyatakan “Jika invensi tersebut dimaksudkan sebagai produk, produk
tersebut harus mampu dibuat secara berulang-ulang (secara massal) dengan
kualitas yang sama, sedangkan jika invensi berupa proses, proses tersebut
harus mampu dijalankan atau digunakan dalam praktik”;
Bahwa Hal-hal yang berkenaan dengan klaim-klaim pada Paten ID P0029369 B
yang Tergugat ajukan tidak jelas dan tidak dapat diterapkan dalam industri
adalah sebagai berikut:
8.1. klaim 1 dan klaim 2 (klaim-klaim utama/ independent claims);
8.2. Bahwa, memperhatikan klaim 1 invensi ID P0029369 B tersebut
khususnya pernyataan pada halaman 8 baris ke 20-21 dalam dokumen
paten tersebut dimana disebutkan “pemanasan temperatur tinggi
menghasilkan busa berbentuk lembaran dan mesin foaming oven”;
8.3. Bahwa, pernyataan pada halaman 8 baris 20-21 pada fitur klaim 1 ID
P0029369 B tidak jelas. Dalam hal ini, sangatlah tidak mungkin untuk
dapat melaksanakan tahapan proses menurut klaim 1 tersebut
dikarenakan tidak mungkinnnya tahapan pekerjaan pemanasan
temperatur tinggi terse but menghasilkan "mesin foam oven";
8.4. Bahwa, pada klaim 2 fitur produk insulasi panas yang dihasilkan oleh
tahapan menurut klaim 1 invensi ID P0029369 B tidak memiliki kejelasan
khusnya pernyataan pada halaman 9 baris 1, dimana disebutkan”… klaim
1 dimana menggunakan bahan PP dan PE”;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 17
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 18 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
8.5. Bahwa, pada klaim 2 invensi ID P0029369 B dinyatakan produk insulasi
panas yang terbuat oleh tahapan proses menurut klaim 1 dimana
menggukan bahan PP dan PE, artinya komposisi yang ada di dalam
produk insulasi panas menurut invensi ID P0029369 B harus mengandung
bahan PP dan PE. Namun, fitur-fitur klaim 2 tersebut temyata tidak pernah
menyebutkan PP dan PE akan tetapi produk insulasi panas tersebut hanya
menyebutkan bahan PE saja sehingga klaim 2 tersebut dinyatakan tidak
jelas dan tidak didukung oleh fitur-fitur klaim 2 tersebut yang tidak pernah
menyebutkan bahan PP sebagai bahan utamanya;
8.6. Bahwa klaim 2 invensi ID P0029369 B pada dasarnya mengenai produk
insulasi panas yang dibuat dengan tahapan sesuai dengan klaim 1 invensi
ID P0029369 B, dalam hal ini semua tahapan tersebut harus terpenuhi
agar produk insulasi panas yang dimaksud dapat terbentuk;
Akan tetapi klaim 2 invensi ID P0029369 B sangat tidak jelas sehubungan
dengan tidak adanya fitur mengenai aluminium foil sebagai bagian utama
dari produk insulasi panas yang dihasilkan oleh proses klaim 1 invensi ID
P0029369 tersebut;
8.7. Bahwa ketidak beradaan fitur aluminium foil yang merupakan komponen
yang harus ada ketika tahapan proses pembuatan insulasi panas pada
klaim 1 dilakukan menjadikan klaim 2 invensi ID P0029369 B tidak jelas
dan tidak dapat diterapkan di dalam industri;
8.8. Bahwa dikarenakan klaim 1 dan klaim 2 invensi ID P0029369 B yang tidak
jelas tersebut maka sulit untuk dapat melaksanakan dan tidak dapat
diterapkan di dalam industri terhadap apa yang dinyatakan dalam klaim-
klaim tersebut. sehingga klaim 1 dan klaim 2 invensi ID P0029369 B tidak
memenuhi ketentuan Pasal 5 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten;
8.9. Bahwa dikarenakan klaim 1 dan klaim 2 invensi ID P0029369 B tidak jelas
dan tidak dapat diterapkan di dalam industri maka klaim 1 dan klaim 2
tersebut tidak memenuhi Pasal 5 Undang Undang Nomor 14/2001 tentang
Paten oleh karenanya klaim 1 dan klaim 2 tersebut seharusnya tidak diberi
paten atau ditolak;
Berdasarkan alasan-alasan tersebut di atas, Penggugat mohon kepada
Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat agar memberikan
putusan sebagai berikut:
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 18
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 19 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
2. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak baru (lack of novelty);
3. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak mengandung langkah Inventif (lack of
inventive step);
4. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak jelas dan tidak dapat diterapkan di dalam
Industri (lack of industrial applicable);
5. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak memenuhi persyaratan patentabilitas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang Undang 14/2001 tentang
Paten sehingga klaim-klaim tersebut seharusnya tidak diberikan paten atau
ditolak;
6. Membatalkan klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” yang terdaftar atas nama Tergugat;
7. Membatalkan Sertifikat Paten Nomor ID. P0029369 B tertanggal Pemberian
13 Oktober 2011 untuk Invensi dengan Judul “Insulasi Panas” atas nama
Pemegang Paten PT Toilon Indonesia yang beralamat di JaIan Raya Serang
Km. 16.8 Desa Telaga, Cikupa, Tangerang;
8. Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk mencatat dan mengumumkan
Putusan Pembatalan Paten atas nama Tergugat;
9. Menghukum Tergugat untuk membayar bea perkara;
Atau, maka Penggugat mohon Putusan yang seadil-adilnya (ex aequo et bono);
Bahwa, terhadap gugatan tersebut di atas, Tergugat mengajukan eksepsi
yang pada pokoknya sebagai berikut:
1. Mencermati dalil gugatan Penggugat butir 5.1. yang menyatakan bahwa
Penggugat adalah pihak yang mengimpor, menjual dan memproduksi di
Indonesia suatu produk insulasi panas yang digunakan untuk keperluan
industri. Selanjutnya dinyatakan bahwa Proses dan Produk insulasi panas
yang digunakan oleh Penggugat menyerupai Proses dan Produk
sebagaimana diklaim pada Paten Nomor ID P0029369 B yang terdaftar atas
nama Tergugat;
2. Apabila dicermati Posita gugatan Penggugat butir 5.1. angka 1 dan 2
(halaman 4), secara tegas Penggugat menyatakan bahwa Penggugat adalah
pihak yang menggunakan Paten yang menyerupai Paten Tergugat daftar
Nomor ID P0026393 B. Selanjutnya apabila dicermati dalil penggugat
tersebut eksistensi Penggugat dalam gugatan a quo jelas memposisikan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 19
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 20 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
dirinya sebagai pemegang paten atau pemilik paten atau pihak yang
menerima hak lebih lanjut. Dengan demikian apabila Penggugat mendalilkan
bahwa eksistensi Penggugat adalah pengguna Paten yang menyerupai
Paten terdaftar milik Tergugat, dengan demikian pengajuan gugatan
pembatalan paten sekarang adalah didasarkan pada alasan sebagaimana
dimaksud dalam ketentuan Pasal 91 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor
14 Tahun 2001 tentang Paten;
3. Bahwa apabila Penggugat mengajukan gugatan dan memposisikan diri
sebagai pengguna paten yang menyerupai paten Tergugat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 91 ayat (1) huruf b Undang Undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang Paten dan selanjutnya juga apabila dicermati ketentuan Pasal
91 ayat (3) Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten, maka
apabila Penggugat memposisikan dirinya/kapasitasnya sebagaimana
tersebut diatas, secara hukum para pihak yang berhak mengajukan gugatan
pembatalan paten terdaftar adalah hanya pemegang Paten dan Penerima
Lisensi;
Yang dimaksud Pemegang Paten sebagaimana terdapat dalam ketentuan
Pasal 1 angka 6 Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten
adalah sebagai berikut: Pemegang Paten adalah inventor sebagai pemilik
Paten atau Pihak yang menerima hak tersebut dari pemilik paten atau pihak
lain yang menerima lebih lanjut hak tersebut yang terdaftar dalam Daftar
Umum Paten;
Penerima Lisensi adalah pihak yang diberikan izin untuk menikmati manfaat
ekonomi dari suatu Paten yang diberikan perlindungan hukum oleh
pemegang paten;
4. Berdasarkan penjelasan tersebut diatas pada angka 2 dan 3 Jawaban
Tergugat dan dibandingkan dengan kapasitas Penggugat sebagaimana
telah disampaikan Penggugat didalam gugatannya, secara hukum
Penggugat tidak dapat dikualifikasi sebagai pihak yang dapat mengajukan
gugatan yang bersifat pembatalan, karena Penggugat bukan pemegang
paten atau penerima lisensi. Dengan demikian, secara hukum gugatan
Penggugat adalah cacad hukum sehingga patut untuk dinyatakan tidak
dapat diterima;
Bahwa, terhadap gugatan tersebut Pengadilan Niaga pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat telah memberi putusan Nomor
50/Paten/2012/PN.NIAGA/JKT.PST, tanggal 18 September 2014 yang amarnya
sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 20
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 21 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk sebagian;
2. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak baru (lack of novelty);
3. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak mengandung langkah Inventif (lack of
inventive step);
4. Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” tidak memenuhi persyaratan patentabilitas
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 2 Undang Undang Nomor 14 Tahun
2001 tentang Paten sehingga klaim-klaim tersebut seharusnya tidak
diberikan atau ditolak;
5. Membatalkan klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B yang
berjudul “Insulasi Panas” yang terdaftar atas nama Tergugat;
6. Membatalkan Sertifikat Paten Nomor ID. P0029369 B tertanggal Pemberian
13 Oktober 2011 untuk Invensi dengan Judul “Insulasi Panas” atas nama
Pemegang Paten PT Toilon Indonesia yang beralamat di JaIan Raya Serang
Km. 16.8 Desa Telaga, Cikupa, Tangerang;
7. Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk mencatat dan mengumumkan
Putusan Pembatalan Paten atas nama Tergugat;
8. Menghukum Tergugat untuk membayar biaya perkara yang hingga kini
ditaksir sebesar Rp1.516.000,00 (satu juta lima ratus enam belas ribu
rupiah);
9. Menolak Penggugat untuk selebihnya;
Menimbang, bahwa amar Putusan Mahkamah Agung Nomor 54
K/Pdt.Sus-HKI/2015 tanggal 17 Februari 2015 sebagai berikut:
1. Menolak permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi PT TOILON INDONESIA
tersebut;
2. Menghukum Pemohon Kasasi/Tergugat untuk membayar biaya perkara
dalam tingkat kasasi sebesar Rp5.000.000,00 (lima juta rupiah);
Menimbang, bahwa sesudah Putusan Mahkamah Agung yang telah
berkekuatan hukum tetap tersebut diberitahukan kepada Pemohon Kasasi
dahulu Tergugat pada tanggal 17 Februari 2015, terhadap putusan tersebut,
oleh Pemohon Kasasi dahulu Tergugat dengan perantaraan kuasanya
berdasarkan Surat Kuasa Khusus tanggal 30 November 2016 mengajukan
permohonan pemeriksaan peninjauan kembali di Kepaniteraan Pengadilan
Negeri/Niaga Jakarta Pusat pada tanggal 13 Januari 2017 sebagaimana
ternyata dari Akta Permohonan Peninjauan Kembali Nomor 01 PK/Pdt.Sus-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 21
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 22 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
HKI/2017/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 54 K/Pdt.Sus-HKI/2015. Jo. Nomor
50/Pdt.Sus-Paten/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. Jo. Nomor 143 K/Pdt.Sus-HaKI/2013.
Jo. Nomor 50/Pdt.Sus-Paten/2012/PN.Niaga.Jkt.Pst. tanggal 13 Januari 2017,
permohonan tersebut disertai dengan alasan-alasannya yang diterima di
Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga Jakarta Pusat tersebut pada hari itu
juga;
Bahwa alasan-alasan peninjauan kembali telah diberitahukan kepada Para
Termohon Peninjauan Kembali pada tanggal 6 Maret 2017 dan 10 Februari
2017, Para Termohon Peninjauan Kembali mengajukan jawaban alasan
peninjauan kembali yang diterima di Kepaniteraan Pengadilan Negeri/Niaga
Jakarta Pusat pada tanggal 5 April 2017 dan 3 Maret 2017;
Menimbang, bahwa oleh karena Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001
tentang Paten tidak mengatur mengenai pemeriksaan peninjauan kembali,
maka Mahkamah Agung dalam mempertimbangkan perkara ini mengacu
kepada ketentuan Pasal 67, 68, 69, 71, dan 72 Undang Undang Nomor 14
Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung sebagaimana yang telah diubah dengan
Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang
Undang Nomor 3 Tahun 2009;
Menimbang, bahwa permohonan pemeriksaan peninjauan kembali a quo
beserta alasan-alasannya telah diberitahukan kepada pihak lawan dengan
saksama, diajukan dalam tenggang waktu dan dengan cara yang ditentukan
dalam undang-undang, maka oleh karena itu permohonan pemeriksaan
peninjauan kembali tersebut secara formal dapat diterima;
Menimbang, bahwa Pemohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
alasan-alasan peninjauan kembali yang pada pokoknya sebagai berikut:
Yang Terbukti Dari Bukti PK-1 Sampai Dengan Bukti PK-28
Amar Putusan Judex Facti seharusnya "gugatan tidak dapat diterima" karena
gugatan Termohon Kasasi cacat formil dan putusan tidak akan pernah bisa
dieksekusi
Pengantar
Bahwa berdasarkan seluruh informasi yang ada di dalam Bukti PK-1 sampai
dengan Bukti PK-28, Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan bahwa Judex
Facti ketika mengadili perkara a quo seharusnya menjatuhkan amar Putusan
dengan menyatakan bahwa gugatan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat
diterima (niet ontvankelijke verklaard).
Gugatan Termohon Peninjauan Kembali perlu dinyatakan tidak dapat
diterima karena Termohon Peninjauan Kembali telah melakukan kesalahan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 22
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 23 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
yang begitu fundamental dalam menyusun gugatannya yang telah
menyebabkan gugatan cacat formil dan Putusan Judex Facti dan Judex Juris
yang menguntungkan Termohon Peninjauan Kembali menjadi tidak bisa
dieksekusi.
Uraian dalil yang terbukti dari novum
Berikut adalah penjelasan dari Bukti PK-1 sampai dengan Bukti PK-28 yang
memberikan uraian secara detail dari dalil-dalil pada pengantar tersebut di atas.
1. Bahwa Bukti PK-1 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1991
tentang Tata Cara Pemberian Paten, telah mengatur ketentuan sebagai
berikut:
Pasal 59
(1) Paten dianggap diberikan pada tanggal pencatatan Surat Paten dalam
Daftar Umum Paten dan selanjutnya diumumkan dalam Berita Resmi
Paten.
(2) Dalam Surat Paten dicantumkan:
a. nomor paten;
b. judul penemuan;
c. nama dan alamat pemegang paten;
d. nama penemu;
e. tanggal penerimaan permintaan dan nomor permintaan paten;
f. nama negara atau negara-negara dimana permintaan paten telah
diajukan, dalam hal permintaan diajukan dengan hak prioritas;
g. tanggal pemberian paten.
2. Bahwa Bukti PK-2 yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1993
tentang Bentuk dan Isi Surat Paten, telah mengatur ketentuan sebagai
berikut:
Pasal 1
Surat Paten diberikan dengan bentuk dan isi sesuai dengan contoh
terlampir pada Peraturan Pemerintah ini.
Adapun contoh surat paten yang dimaksud oleh Pasal 1 pada Bukti PK-2
adalah sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 23
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 24 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
3. Bahwa Bukti PK-3 dan Bukti PK-4 merupakan contoh pendaftaran paten
yang dilakukan berdasarkan panduan pada Bukti PK-1 dan Bukti PK-2.
Apabila diperhatikan tata cara pemberian nomor paten pada Bukti PK-3 dan
Bukti PK-4 telah terbukti bahwa nomor untuk pendaftaran paten terdiri atas:
komposisi huruf "P", diikuti dengan penggunaan tiga (3) digit angka 0
selanjutnya diikuti oleh tiga (3) digit nomor register untuk paten yang
diberikan.
4. Bahwa dari Bukti PK-1 sampai dengan Bukti PK-4 telah membuktikan
dengan sempurna bahwa pada tahun 1990-an, praktek pemberian nomor
pendaftaran paten senantiasa dengan menggunakan komposisi huruf "P",
diikuti dengan penggunaan tiga (3) digit angka 0 selanjutnya diikuti oleh tiga
(3) digit nomor register untuk paten yang diberikan.
5. Bahwa Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten (“Undang
Undang Paten) melalui Pasal 57 selanjutnya memperkenalkan istilah
"Sertifikat Paten untuk menggantikan istilah "Surat Paten".
Walaupun Pasal 59 Undang Undang Paten telah mengatur bahwa
"Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian Sertifikat Paten, bentuk dan
isinya, dan ketentuan lain mengenai pencatatan serta permohonan salinan
dokumen Paten diatur dengan Peraturan Pemerintah", namun demikian
Pemerintah Republik Indonesia tidak mengeluarkan suatu Peraturan
Pemerintah yang mengatur tentang bentuk dan isi sertifikat paten.
Oleh karena itu, di dalam praktek, penyusunan bentuk serta isi dari suatu
sertifikat paten diserahkan sepenuhnya kepada Kantor Turut Termohon
Peninjauan Kembali. Dari waktu ke waktu, Turut Termohon Peninjauan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 24
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 25 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Kembali memberikan bentuk penomoran pendaftaran paten yang
disesuaikan dengan kebutuhan.
6. Pada tahun 2009 - sebagaimana terbukti dari contoh-contoh sertifikat paten
pada Bukti PK-5 sampai dengan Bukti PK-8 - telah terbukti bahwa Turut
Termohon Kasasi Peninjauan Kembali menggunakan sistem penomoran
pendaftaran paten pada sertifikat paten sebagai berikut:
komposisi huruf T. "D" dan huruf "P", diikuti dengan penggunaan dua (2)
digit angka 0 selanjutnya diikuti oleh lima (5) digit nomor register untuk
paten yang diberikan.
Berikut adalah sistem penomoran pendaftaran paten pada Bukti PK-5
sampai dengan Bukti PK-8:
Bukti PK-5 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0023070
Bukti PK-6 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0023121
Bukti PK-7 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0002353
Bukti PK-8 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0024132
Bukti PK-5 sampai dengan Bukti PK-8 telah membuktikan bahwa pada
tahun 2009, Turut Termohon Peninjauan Kembali menggunakan komposisi
huruf "I", "D" dan huruf "P", diikuti dengan penggunaan dua (2) digit angka 0
selanjutnya diikuti oleh lima (5) digit nomor register untuk paten yang
diberikan
7. Pada tahun 2009 - sebagaimana terbukti dari contoh-contoh sertifikat paten
pada Bukti PK-9 sampai dengan Bukti PK-13 - telah terbukti bahwa Turut
Termohon Kasasi Peninjauan Kembali menggunakan sistem penomoran
pendaftaran paten pada sertifikat paten sebagai berikut:
komposisi huruf T, "D" dan huruf "P", diikuti dengan penggunaan dua (2)
digit angka 0 selanjutnya diikuti oleh lima (5) digit nomor register untuk
paten yang diberikan.
Berikut adalah sistem penomoran pendaftaran paten pada Bukti PK-9
sampai dengan Bukti PK-13:
Bukti PK-9 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0026307
Bukti PK-10 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0026312
Bukti PK-11 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0026010
Bukti PK-12 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0026484
Bukti PK-13 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0026839
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 25
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 26 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Bukti PK-9 sampai dengan Bukti PK-13 telah membuktikan bahwa pada
tahun 2009, Turut Termohon Peninjauan Kembali menggunakan komposisi
huruf "I", "D" dan huruf "P", diikuti dengan penggunaan dua (2) digit angka
0 selanjutnya diikuti oleh lima (5) digit nomor register untuk paten yang
diberikan.
8. Praktek sistem penomoran pendaftaran paten pada sertifikat paten yang
digunakan pada tahun 2010 tersebut menjadi sistem penomoran yang
dianut oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali hingga hari ini. Oleh
karena itu, seluruh sertifikat Paten yang diterbitkan sejak tahun 2010 oleh
Turut Termohon Peninjauan Kembali senantiasa menggunakan sistem
penomoran sebagai berikut:
komposisi huruf T. "D" dan huruf "P", diikuti dengan penggunaan dua (2)
digit angka O selanjutnya diikuti oleh lima (5) digit nomor register untuk
paten yang diberikan.
9. Fakta bahwa sistem penomoran pendaftaran paten pada sertifikat paten dari
tahun 2010 memang dianut oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali dapat
dicermati dari Bukti PK-14 sampai dengan Bukti P K-28, sebagai berikut:
Tahun Terbit Nomor Bukti PK Nomor Pendaftaran
2011 Bukti PK-14 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0029099
Bukti PK-15 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0029327
Bukti PK-16 Nomor pendaftaran Paten: IDP 0029662
Bukti PK-17 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0029759
Bukti PK-18 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0029823
2012 Bukti PK-19 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0030402
Bukti PK-20 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0030953
Bukti PK-21 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0031137
Bukti PK-22 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0031201
Bukti PK-23 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0031741
2013 Bukti PK-24 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0033222
Bukti PK-25 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0033236
Bukti PK-26 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0033638
Bukti PK-27 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0034068
Bukti PK-28 Nomor pendaftaran Paten: ID P 0034098
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 26
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 27 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Bahwa penggunaan sistem penomoran ID P 000000 sebagaimana diuraikan
di atas tersebut menjadi praktek yang dianut dan digunakan hingga hari ini.
Seluruh sertifikat paten yang diterbitkan oleh Turut Termohon Peninjauan
Kembali senantiasa menggunakan sistem penomoran tersebut.
Mengingat Turut Termohon Peninjauan Kembali selaku instansi
pemerintahan yang berwenang untuk menerbitkan sertifikat paten juga
diikut-sertakan di dalam perkara a quo, maka Pemohon Peninjauan Kembali
percaya bahwa Turut Termohon Peninjauan Kembali akan memberikan
penjelasan yang menkonfirmasi kebenaran seluruh uraian dalil di atas.
10. Bahwa ternyata gugatan yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali,
baik di dalam Posita maupun di dalam Petitum, telah mencantumkan nomor
pendaftaran paten salah untuk dimohonkan pembatalannya.
Nomor pendaftaran paten milik Pemohon Peninjauan Kembali, yang
menjadi objek perkara a quo, adalah ID P00293369.
Sementara itu, nomor pendaftaran paten yang digugat oleh Termohon
Peninjauan Kembali adalah ID P00293369 B.
Berikut adalah perbandingannya:
Nomor paten terdaftar Nomor paten yang digugat
ID P00293369
(tidak ada huruf B)
ID P00293369 B
(menggunakan huruf B)
11. Sebagai referensi yang lebih jelas bagi Majelis Hakim Agung yang
Terhormat, berikut adalah contoh-contoh bagian-bagian dari Posita
Termohon Peninjauan Kembali, yang secara salah menyatakan nomor
paten milik Pemohon Peninjauan Kembali sebagai ID P00293369 B.
Butir 1 Halaman 2
"Bahwa gugatan ini mengenai Pembatalan Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “insulasi panas” atas nama Tergugat ... dst ...”
Butir 3 Halaman 2
“... dengan klaim-klaim yang Tergugat ajukan pada Turut Tergugat sebagai
dasar pemberian paten Nomor ID P0029369 B adalah sebagai berikut
...dst..."
Butir 5.2 Halaman 4
"Klaim-klaim pada Paten ID P029369 B yang Tergugat ajukan tidak memiliki
kebaruan (lack of novelty)"
Butir 6 Halaman 4
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 27
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 28 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
"...klaim-klaim pada Paten ID P029369 B yang Tergugat ajukan tidak baru
adalah sebagai berikut: ...dst..."
Demikian juga halnya dengan petitum dari gugatan Termohon Peninjauan
Kembali yang juga mencantumkan nomor pendaftaran salah ID P029369 B
sebagai berikut.
1). Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya;
2). Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak baru (lack of novelty);
3). Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak mengandung langkah inventif
(lack ofinveative step);
4). Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 Paten Nomor ID P00290369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” tidak jelas dan tidak dapat diterapkan di
dalam industry (lack of industrial applicable)
5). Menyatakan bahwa klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID
P0029369 B yang berjudul “Insulasi Panas” tidak memenuhi
persyaratan patentabilitas sebagaimana ditentukan Pasal 2 Undang
Undang 14/2001 tentang Paten sehingga klaim-klaim tersebut
seharusnya tidak diberikan atau ditolak;
6). Membatalkan klaim 1 dan klaim 2 dalam Paten Nomor ID P0029369 B
yang berjudul “Insulasi Panas” yang terdaftar atas nama "Tergugat";
7). Membatalkan Sertifikat Paten Nomor ID P0029369 B tertanggal 13
Oktober 2011 untuk invensi dengan judul “Insulasi Panas” atas nama
Pemegang Paten PT Toilon Indonesia yang beralamat di Jalan Raya
Serang Km 16,8 Desa Telaga, Cikupa, Tangerang;
8). Memerintahkan kepada Turut Tergugat untuk mencatat dan
mengumumkan putusan pembatalan paten atas nama Tergugat;
9). Menghukum Tergugat untuk membayar bea perkara.
Bahwa uraian di atas, terbukti bahwa seluruh uraian posita dan petitum di
dalam gugatan Pembatalan Paten yang diajukan oleh Termohon Peninjauan
Kembali adalah untuk membatalkan Paten terdaftar Nomor ID P0029369 B.
dan bukan paten Nomor ID P0029369 milik Pemohon Peninjauan Kembali.
12. Bahwa selanjutnya perlu untuk perhatian Majelis Hakim Agung yang
Terhormat, bahwa penggunaan referensi huruf B di dalam praktek adalah
mengacu kepada lembar kedua yang merupakan lampiran dari sertifikat
paten. Huruf B tersebut tidak digunakan di dalam sertifikat paten yang diakui
sebagai bukti hak atas kepemilikan paten yang bersangkutan. Oleh karena
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 28
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 29 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
itu, suatu perkara paten tidak mungkin diajukan untuk membatalkan
lampiran dari suatu sertifikat paten. Yang dibatalkan adalah sertifikat paten
dengan mengacu kepada nomor pendaftaran sertifikat tersebut. Seandainya
dikabulkan sekalipun, maka kalau lampiran sertifikat yang dibatalkan, maka
sertifikat paten tersebut tentu saja masih berlaku.
Sebagaimana telah terbukti dari Bukti PK-1 hingga Bukti PK-28, seluruh
nomor pendaftaran paten tidak ada satupun yang menggunakan huruf B.
Termohon Peninjauan Kembali sendiri sebenarnya telah menyadari dan
mengakui bahwa paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah
terdaftar dengan Nomor ID P0029369 dan bukan Nomor ID P0029369 B.
Hal ini dapat dicermati dari Bukti P-1 yang diajukan sendiri oleh Termohon
Peninjauan Kembali, sebagaimana juga diterangkan di dalam akta bukti
Termohon Peninjauan Kembali.
13. Majelis Hakim Agung yang Terhormat, pencantuman huruf B oleh Termohon
Peninjauan Kembali mungkin terlihat sederhana dan tidak signifikan. Namun
demikian pada kenyataannya pencantuman huruf B tersebut menjadi sangat
fundamental untuk menentukan apakah gugatan pembatalan paten yang
diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali dapat diterima atau tidak.
Sebagaimana telah disinggung di atas, referensi huruf B setelah nomor
pendaftaran paten senantiasa menandakan bahwa dokumen tersebut
adalah lampiran dari sertifikat paten dan bukan sertifikat pendaftaran paten
itu sendiri.
Oleh karena itu, fakta bahwa Termohon Peninjauan Kembali menggugat
gugatan terhadap paten Nomor ID P0029369 B tidak dapat dipandang
dengan cara lain selain kenyataan bahwa Termohon Peninjauan Kembali
sebenarnya gugatan pembatalan terhadap lampiran dari suatu sertifikat
pendaftaran paten dan bukan terhadap pendaftaran paten itu sendiri.
Pasal 57 ayat (1) Undang Undang Paten telah menentukan bahwa
"Sertifikat Paten merupakan bukti hak atas Paten". Oleh karena itu, jelas
bahwa gugatan pembatalan terhadap lampiran sertifikat paten tidak bisa
disamakan dengan gugatan terhadap paten itu sendiri. Mengajukan gugatan
terhadap lampiran pendaftaran paten dengan demikian tidak akan
membatalkan pendaftaran paten atas dasar sertifikat pendaftaran paten.
14. Bahwa Putusan Judex Juris yang menguatkan Putusan Judex Facti untuk
membatalkan pendaftaran paten Nomor ID P0029369 B dijatuhkan pada
tanggal 17 Februari 2015. Melalui Putusan Judex Juris tersebut, maka
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 29
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 30 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
perkara pembatalan pendaftaran paten Nomor ID P0029369 B tersebut
menjadi berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde).
15. Oleh karena telah berkekuatan hukum tetap, maka demi hukum, Turut
Termohon Peninjauan Kembali harus mengeksekusi Putusan dari Judex
Facti yaitu dengan cara membatalkan pendaftaran paten tersebut dan
melakukan coretan dari daftar umum paten.
16. Namun demikian, Turut Termohon Peninjauan Kembali menolak dengan
tegas mengeksekusi Putusan Judex Juris karena memang pada kenyataan
tidak ada terdaftar paten Nomor ID P00290369 B di kantor Turut Termohon
Peninjauan Kembali. Turut Termohon Peninjauan Kembali menerbitkan
Surat Direktur Paten, Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu dan Rahasia
Dagang, Direktorat Jenderal Kekayaan Intellektual, Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia Republik gugatan diajukan terhadap lampiran
sertifikat namun tidak terhadap sertifikat itu sendiri.
17. Bahwa dari seluruh uraian di atas yang didasarkan pada Bukti PK-1 sampai
dengan Bukti PK-28, telah terbukti secara sah dan meyakinkan bahwa
sebenarnya gugatan pembatalan paten yang diajukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali adalah cacat formil karena tidak pernah ada
pendaftaran paten dengan Nomor ID P0029369 B atas nama Pemohon
Peninjauan Kembali.
18. Demi kepastian hukum, Pemohon Peninjauan Kembali memohon kepada
Majelis Hakim Agung yang Terhormat untuk membatalkan Putusan Judex
Facti dan Putusan Judex Juris dan menyatakan gugatan Termohon
Peninjauan Kembali tidak dapat diterima karena telah terbukti bahwa
putusan-putusan justru membatalkan lampiran sertifikat paten dan bukan
sertifikat paten itu sendiri.
19. Perlu Majelis Hakim yang Terhormat ketahui bahwa Pengadilan Tata Usaha
Negara juga telah menolak mengabulkan gugatan Tata Usaha Negara yang
diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali terhadap Surat Direktur Paten
Nomor HKI.3-Hl.05.06.145.
Oleh karena itu, Putusan Judex Facti dan Judex Juris adalah putusan yang
tidak bisa dieksekusi dan mohon agar kiranya Majelis Hakim Agung dalam
tingkat Peninjauan Kembali dapat memperbaiki kesalahan tersebut dengan
menyatakan bahwa gugatan Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat
diterima.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 30
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 31 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Yang Terbukti Dari Bukti PK-29 Dan Bukti PK-30
Bukti sertifikat paten dari luar negeri (vide Bukti P-2, P-3, P-4, P-5, P-6, P-7,
P-8) yang didalilkan mengantisipasi kebaruan paten milik Pemohon
Peninjauan Kembali tidak sah, cacat hukum dan seharusnya ditolak
Pengantar
Bahwa berdasarkan kaidah hukum yang terkandung pada Bukti PK-29 dan
Bukti PK-30, Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan bahwa Judex
Facti ketika mengadili perkara a quo menjatuhkan amar Putusan dengan
menolak Gugatan Termohon Peninjauan Kembali.
Gugatan Termohon Peninjauan Kembali seharusnya dinyatakan ditolak
karena seluruh bukti-bukti berupa dokumen pembanding pendaftaran paten
dari luar negeri tidak sah dan cacat hukum dan tidak memenuhi syarat
formalitas suatu bukti.
Uraian dalil yang terbukti dari novum
Berikut adalah penjelasan dari Bukti PK-29 dan Bukti PK-30 yang
memberikan uraian secara detail dari dalil-dalil pada pengantar tersebut di
atas.
20. Bahwa Bukti PK-29 adalah Peraturan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Nomor 09/A/KP/XI1/2006/01 tentang Panduan Umum Tata Cara
Hubungan dan Kerjasama Luar Negeri oleh Pemerintah Daerah beserta
lampirannya.
Indonesia Nomor HKI.3-HI.05.06.145 tanggal 12 April 2016, perihal
Penolakan Pencatatan dan Pengumuman Isi Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia Republik Indonesia Nomor 54 K/Pdt.Sus-HKI/2015., jo.
Putusan Pengadila pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor
50/Paten/2012/PN.Niaga tentang Pembatalan Paten nomor ID P00290369
B dengan judul "Insulasi Panas atas nama PT Toilon Indonesia".
Adapun alasan penolakan eksekusi putusan oleh Turut Termohon Penin
Kembali tersebut adalah karena memang pada kenyataannya Paten not M.
P00290369 B tidak ada terdaftar di kantor Paten sehingga tidak ada yang
bisa dieksekusi dari Putusan Mahkamah Agung Nomor 54 K/Pdt.Sus-
HKI/2015.
15. Bahwa Termohon Peninjauan Kembali tidak dapat menerima Surat
Penolakan Eksekusi Putusan Mahkamah Agung Nomor 54 K/Pdt.Sus-
HKI/2015 yang diterbitkan oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali.
Pada tanggal 1 Juli 2016, Termohon Peninjauan Kembali mengajukan
Gugatan Tata Usaha Negara terhadap Surat Direktur Paten Nomor HKI.3-
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 31
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 32 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
HI.05.06.145 dan tercatat dalam register perkara Nomor
165/G/2016/PTUN.JKT.
Majelis Hakim di dalam Pengadilan Tata Usaha Negara juga telah
memberikan putusan yang menolak gugatan Termohon Peninjauan Kembali
dan membenarkan tindakan dari Turut Termohon Peninjauan Kembali yang
menolak untuk eksekusi atas Putusan Mahkamah Agung Nomor 54
K/Pdt.Sus-HKI/2015.
Quon non, perkara Tata Usaha Negara dengan register perkara Nomor
165/G/2016/PTUN.JKT memang tidak memiliki hubungan langsung dengan
perkara a quo, terbukti secara tegas bahwa memang tidak ada nomor
pendaftaran Paten ID 0029369 B di kantor Turut Termohon Peninjauan
Kembali.
Gugatan Perkara Tata Usaha Negara dengan register perkara Nomor
165/G/2016/PTUN.JKT yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali
juga membuktikan bahwa Termohon Peninjauan Kembali juga mengakui
kesalahannya dan berharap mekanisme Pengadilan Tata Usaha Negara
dapat memperbaiki kesalahan tersebut.
Mengingat bahwa Turut Termohon Peninjauan Kembali adalah pihak di
dalam perkara a quo, Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan bahwa
Turut Termohon Peninjauan Kembali akan memberikan penjelasan lebih
detail yang mengkonfirmasi bahwa Putusan Judex Juris memang tidak bisa
dieksekusi karena adanya kesalahan gugatan yaitu menggugat lampiran
sertifikat paten.
16. Kontra memori peninjauan kembali oleh Termohon Peninjauan Kembali
nanti akan berdalil bahwa nomor pendaftaran ID P0029369 dan nomor
pendaftaran ID P0029369 B kedua-duanya berasal dari satu sertifikat
pendaftaran paten yang dikeluarkan oleh Turut Termohon Peninjauan
Kembali, maka oleh karena itu kedua nomor tersebut adalah nomor yang
sama dan Putusan Judex Facti dan Judex Juris harus berlaku juga terhadap
pendaftaran paten Nomor ID P0029369.
Pemohon Peninjauan Kembali memohon kepada Majelis Hakim Agung yang
Terhormat untuk menolak dalil-dalil seperti di atas karena nomor pada
lampiran sertifikat paten tidaklah sama dengan sertifikat paten. Bagaimana
mungkin suatu Bukti PK-29 merupakan peraturan umum mengenai
legalisasi suatu dokumen diterbitkan di luar negeri dan akan dipergunakan
untuk kepentingan persidangan di Indonesia.
Bukti PK-29 telah memberikan petunjuk sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 32
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 33 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Butir 68
Legalisasi artinya pengesahan terhadap dokumen dan hanya dilakukan
tema: tangan dan tidak mencakup kebenaran isi dokumen. Setiap dokumen
Indonesia yany akan dipergunakan di negara lain atau dokumen asing yang
akan dipergunakan di Indonesia perlu dilegalisasi oleh instansi yang
berwenang.
Butir 70
Dokumen-dokumen asing yang diterbitkan di luar negeri dan ingin
dipergunakan di wilayah Indonesia, harus pula melalui prosedur yang sama,
yaitu dilegalisasi oleh Kementehan Kehakiman dan/atau Kementehan Luar
Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara
setempat.
Butir 71
Atas dasar itu, semua pihak yang berkepentingan di Indonesia khususnya di
Daerah harus menolak dokumen-dokumen yang tidak atau belum
dilegalisasi sesuai dengan ketentuan yang dimaksud di atas.
Berdasarkan ketentuan pada Butir 68, Butir 70 dan Butir 71 pada Bukti PK-
29, secara tegas menyebutkan bahwa agar suatu dokumen-dokumen asing
yang diterbitkan di luar negeri dan ingin dipergunakan di wilayah Indonesia,
harus dilegalisasi oleh Kementerian Kehakiman dan/atau Kementerian Luar
Negeri negara dimaksud dan Perwakilan Republik Indonesia di negara
setempat.
21. Bahwa selanjutnya Bukti PK-30 adalah Surat Edaran Mahkamah Agung
Nomor 7 tahun 2012 tentang Rumusan Hukum Hasil rapat Pleno Kamar
Mahkamah Agung Sebagai Pedoman Pelaksanaan Tugas Bagi Peradilan.
Berdasarkan Bukti ini telah terbukti bahwa salah satu topik dari Hasil Rapat
Kamar Perdata Khusus di Tangerang tanggal 19-21 April 2012, adalah
pertanyaan sebagai berikut:
Bagaimana proses Legalisasi Dokumen Asing agar dapat diterima sebagai
alat bukti pada peradilan Indonesia?
Rapat Kamar Perdata Khusus Mahkamah Agung telah memberikan
pedoman bagi seluruh Peradilan Indonesia (termasuk dalam hal ini
Pengadilan Niaga Jakarta Pusat) mengenai cara pemeriksaan legalisasi
dokumen asing, sebagai berikut:
Sertifikat dan dokumen asing sebagai alat Bukti harus memenuhi syarat-
syarat legalisasi baik di negara asal dan di Indonesia, disamping itu iuga
harus diterjemahkan oleh seorang oenteriemah resmi dan disumpah di RI.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 33
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 34 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Dokumen asing harus dilegalisir oleh Notaris Publik dan disahkan oleh
Konsul Jenderal RI di negara setempat.
Oleh karena itu, Mahkamah Agung telah memberikan pedoman bahwa
dokumen asing harus dilegalisir oleh Notaris publik dan disahkan oleh
Konsulat Jenderal RI di negara setempat
22. Bahwa bukti-bukti yang berasal dan diterbitkan di luar negeri yang diajukan
oleh Termohon Peninjauan Kembali pada pengadilan tingkat pertama
adalah sebagai berikut:
Nomor Bukti Keterangan Bukti Negara asal bukti
Bukti P-2 Abstrak Paten nomor pendaftaran
100908189 B1 tertanggal 9 Juli 2009
Korea
Bukti P-3 Abstrak Paten nomor pendaftaran
100884259 B1 tertanggal 11 Februari
2009
Korea
Bukti P-4 Spefisikasi Paten 1215137 dengan
nomor pengajuan 8617/67 tertanggal 9
Desember 1970
Korea
Bukti P-5 Paten Korea nomor pendaftaran
200328851 tertanggal 1 Oktober 2003
Korea
Bukti P-6 Penjelasan Paten Fungsi Model Baru
nomor Paten ZL 200520001340.2
tanggal 15 Maret 2006
Republik Rakyat
China
Bukti P-7 Permohonan Paten dengan nomor
1273435 dipublikasikan pada tanggal 8
Januari 2003
Paten Eropa
Bukti P-8 Paten Nomor 3651183 tertanggal 21
Maret 1972
Amerika Serikat
Dari tabel di atas, dokumen pembanding paten luar negeri yang diajukan
oleh Termohon Peninjauan Kembali berasal dari 4 (empat) Negara yaitu
Korea, China, Eropa dan Amerika Serikat.
23. Dokumen-dokumen berupa pendaftaran Paten yang diajukan oleh
Termohon Peninjauan Kembali (vide Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8)
adalah cacat formil dan tidak memenuhi ketentuan legalisasi dokumen luar
negeri, karena alasan-alasan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 34
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 35 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
- Untuk membuktikan bahwa paten milik Pemohon Peninjauan Kembali
tidak baru maka Termohon Peninjauan Kembali telah mengajukan
bukti-bukti dalam bentuk print out
- Bukti-bukti dalam bentuk print out tersebut didalilkan telah diterbitkan
oleh Kantor Paten dari negara Korea, China, Eropa dan Amerika
Serikat.
- Seluruh dokumen asing berupa print out tidak dilegalisasi di negara
asal dimana dokumen tersebut diterbitkan - sesuai dengan ketentuan
dalam Bukti PK-35 dan PK-36, namun melainkan diperoleh dari
internet.
Dari uraian di atas, telah terbukti bahwa Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8
adalah dokumen-dokumen yang cacat hukum dan tidak memenuhi syarat
formil karena menyalahi ketentuan Peraturan Menteri Luar Negeri Republik
Indonesia Nomor 09/A/KP/XI1/2006/01 berserta Surat Edaran Mahkamah
Agung Nomor 7 tahun 2012.
24. Selain daripada itu, mohon perhatian Majelis Hakim yang Terhormat bahwa
Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8 merupakan dokumen-dokumen yang
berasal dari internet namun tidak menyebutkan secara jelas dari situs
(website) mana dokumen tersebut diperoleh dan kapan dokumen tersebut
diunduh. Oleh karena itu jelas tidak dapat dijamin ketersediaan, keutuhan,
keautentikan, kerahasiaan, dan keteraksesan, bukti-bukti tersebut
sebagaimana telah disyaratkan oleh ketentuan Pasal 6 dan Pasal 16
Undang Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi
elektronik.
25. Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8 merupakan salah satu bagian inti dan
pertimbangan Judex Juris untuk menyatakan bahwa teknologi dalam Paten
milik Pemohon Peninjauan Kembali tidak baru. Oleh karena itu, berdasarkan
Bukti PK 26 dan Bukti PK-30, seharusnya Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-
8 disingkiran dan tidak dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan.
Yang Terbukti Dari Bukti PK-31 Dan Bukti PK-32
Bukti pokok perkara dari Pemohon Peninjauan Kembali adalah dalam
bentuk fotokopi sehingga tidak sah, cacat hukum dan seharusnya ditolak
Pengantar
Bahwa berdasarkan kaidah hukum yang terkandung pada Bukti PK-31 dan
Bukti PK-32, Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan bahwa Judex
Facti dan Judex Juris seharusnya menjatuhkan amar putusan dengan
menolak gugatan Termohon Peninjauan Kembali.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 35
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 36 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Gugatan Termohon Peninjauan Kembali seharusnya dinyatakan ditolak
karena bukti-bukti yang digunakan untuk membuktikan pokok perkara terdiri
dari bukti dalam bentuk fotocopy yang tidak pernah diperlihatkan aslinya di
persidangan, sehingga dengan demikian seharusnya ditolak karena banyak
pokok-pokok gugatan yang harus dibuktikan dari dokumen asli.
Uraian dalil yang terbukti dari novum
Berikut adalah penjelasan Bukti PK-31 dan Bukti PK-32 yang memberikan
uraian secara detail dari dalil-dalil pada pengantar tersebut di atas.
26. Bahwa Bukti PK-31 adalah doktrin hukum dari Prof. Dr. Sudikno
Mertokusumo, S.H., pada bukunya dengan judul "Hukum Acara Perdata
Indonesia", Penerbit Liberty, Yogyakarta, Edisi Ke Delapan, Halaman 167.
Di dalam Bukti P-31 telah dinyatakan sebagai berikut:
"Tentang fotocopi dapat disimpulkan dari Putusan MA tanggal 14 April 1976
Nomor 701K/Sip/1974 (Y.l. 1976 hal. 549) bahwa fotokopi dapat diterima
sebagai alat bukti apabila fotokopi itu disertai "Keterangan atau dengan
jalan apapun secara sah dari mana ternyata bahwa fotokopi-fotokopi
tersebut dengan aslinya".
27. Bahwa Bukti PK-32 adalah doktrin hukum dari R. Soeroso S.H., dengan
judul "Yurisprudensi Hukum Acara Perdata Bagian 4 Tentang Pembuktian",
Penerbit Sinar Grafika, cetakan kedua, halaman 227, yaitu salinan atas
Putusan Mahkamah Agung Nomor 701K/Sip/1974 tanggal 1 April 1976,
antara Ny. Ong Hwie Liang melawan Goenandi, dengan kaidah hukum
sebagai berikut:
"Karena Judex Facti mendasarkan keputusannya melulu atas surat-surat
bukti yang terdiri dari fotokopi-fotokopi yang tidak secara sah dinyatakan
sesuai dengan aslinya sedang terdapat diantaranya yang penting-penting
yang secara substansiil masih dipertengkarkan oleh kedua pihak, Judex
Facti sebenarnya telah memutuskan perkara ini berdasarkan bukti-bukti
yang tidak sah"
28. Bukti PK-31 dan Bukti PK-32 membuktikan bahwa bukti yang dianggap sah
uau mempunyai kekuatan pembuktian yang mutlak adalah bukti asli.
Dari kaidah hukum positif yang berlaku, bukti dalam bentuk fotokopi
terutama harus ditolak apabila ternyata bukti fotokopi tersebut bertujuan
untuk membuktikan sesuatu yang bersifat substansial dan menjadi pokok
sengketa dari suatu perkara (vide Bukti PK-32).
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 36
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 37 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
29. Untuk mendukung gugatannya, Termohon Peninjauan Kembali mengajukan
sebanyak 28 bukti. Apabila dicermati, dari total 28 bukti, setidaknya ada 21
bukti yang diajukan dalam bentuk fotokopi, sebagai berikut:
Nomor Bukti Tujuan Bukti Bentuk bukti
Bukti P-2
sampai dengan
Bukti P-8
Sebagai dokumen pembanding
untuk membuktikan bahwa
teknologi atau informasi pada paten
terdaftar milik Pemohon Peninjauan
Kembali tidak baru karena telah
terungkap.
Dokumen dalam
bentuk printout. tidak
ada referensi situs dan
tidak pernah
diperlihatkan aslinya di
persidangan
Bukti P-9.a
sampai dengan
Bukti P-9.e
Sebagai bukti bahwa produk
dengan teknologi paten terdaftar
milik Pemohon Peninjauan Kembali
telah diperdagangan pihak ketiga
sebelum pendaftaran paten.
Dokumen dalam
bentuk fotocopy tidak
pernah diperlihatkan
aslinya di persidangan
Bukti P-10 Sebagai bukti bahwa invensi dari
paten terdaftar milik Pemohon
Peninjauan Kembali tidak
mengandung kebaruan
Dokumen dalam
bentuk print out
tidak ada referensi
situs dan tidak pernah
diperlihatkan aslinya di
persidangan
Bukti P-12 Sebagai bukti bahwa paten yang
terdaftar atas nama Pemohon
Peninjauan Kembali telah menjadi
milik publik sebelum
pendaftarannya
Dokumen dalam
bentuk print out.
tidak ada referensi
situs dan tidak pernah
diperlihatkan aslinya di
persidangan
Bukti P-14 Sebagai bukti adanya pihak ketiga
yang memproduksi insulasi panas
Dokumen dalam
bentuk print out.
tidak ada referensi
situs dan tidak pernah
diperlihatkan aslinya di
persidangan
Bukti P-16a Sebagai bukti pembelian produk Dokumen dalam
bentuk fotocopy tidak
pernah diperlihatkan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 37
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 38 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
aslinya di persidangan
Bukti P-17a
dan
Bukti -17b
Sebagai bukti adanya penggunaan
suatu merek pada bagian klaim
paten
Dokumen dalam
bentuk fotocopy tidak
pernah diperlihatkan
aslinya di persidangan
Bukti P-19
dan
Bukti P-20
Sebagai bukti bahwa keberadaan
perusahaan-perusahaan yang
memproduksi bahan baku
untuk
Dokumen dalam
bentuk fotocopy tidak
pernah diperlihatkan
aslinya di
30. Termohon Peninjauan Kembali mendalilkan bahwa Paten terdaftar milik
Pemohon Peninjauan Kembali tidak baru karena teknologinya telah
terungkap oleh dokumen Pembanding (vide Bukti P-2 sampai dengan Bukti
P-8) dan juga telah dibahas dalam buku (vide Bukti P-12), serta telah
diproduksi oleh pihak lain (vide Bukti P-9, Bukti 10, Bukti 14 sampai dengan
Bukti P-20).
Ternyata seluruh bukti-bukti yang diajukan untuk mendukung dalil-dalil
tersebut di atas adalah dalam bentuk print out dari internet atau fotocopy
dan tidak pernah diperlihatkan aslinya. Seharusnya Judex Facti dan Judex
Juris dapat melihat bahwa bukti-bukti fotocopy tersebut adalah bukti-bukti
yang bersifat substansial dan penting yang dipersengketakan dalam pokok
perkara, oleh karena itu harus diajukan dalam bentuk asli agar penilaian
pembuktian menjadi sempurna.
31. Dengan mengacu kepada Bukti PK-31 dan Bukti PK-32, maka seharusnya
seluruh bukti yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali dalam
bentuk fotokopi haruslah ditolak karena menyangkut bukti-bukti pokok
perkara yang penting dan dipersengketakan.
Yang Terbukti Dari Bukti PK-33 Sampai Dengan Bukti PK-39
Paten Terdaftar Milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah Paten yang
Baru dan mengandung Langkah Inventif
Pengantar
Bahwa berdasarkan kaidah hukum yang terkandung pada Bukti PK-33 dan
Bukti PK-39, Pemohon Peninjauan Kembali berkeyakinan bahwa Judex
Facti dan Judex Juris seharusnya tidak membatalkan paten terdaftar milik
Pemohon Peninjauan Kembali.
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 38
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 39 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Novum yang diajukan oleh Pemohon Peninjauan Kembali pada bagian ini
bertujuan untuk membuktikan bahwa kerangka berpikir untuk penilaian
kebaruan dan langkah inventif yang digunakan oleh Judex Facti - yang
selanjutnya dikuatkan oleh Judex Juris - adalah keliru dan tidak tepat.
Oleh karena itu, seluruh uraian dalil di bagian ini bukanlah mendalilkan
mengenai keberatan atas penilaian hasil pembuktian yang merupakan
penghargaan atas kenyataan. novum di bagian ini meluruskan adanya
kesalahan cara penilaian yang merupakan bagian dari kerangka berpikir.
Paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali seharusnya dinyatakan
sebagai paten yang baru dan mengandung langkah inventif karena
menggunakan teknologi yang belum pernah terungkap sebelum Paten
tersebut diberikan oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali.
Uraian dalil yang terbukti dari novum
32. Bahwa Bukti PK-33 adalah petunjuk teknis dan petunjuk pelaksanan untuk
pemeriksaan permohonan paten yang digunakan sebagai petunjuk utama
oleh para pemeriksa di kantor Turut Termohon Peninjauan Kembali untuk
penilaian k dan langkah inventif dalam permohonan paten.
Untuk penilaian unsur kebaruan, Bukti PK-33 telah menyatakan maka harus
diperhatikan petunjuk sebagai berikut:
Halaman 50 Suatu Invensi dianggap baru jika pada tanggal
penerimaan invensi tersebut tidak sama dengan teknologi
yang diungkap sebelumnya (teknologi terdahulu). Dalam
Undang Undang Paten Indonesia teknologi terdahulu
adalah teknologi yang diumumkan di Indonesia atau di
luar Indonesia dalam suatu tulisan, uraian lisan atau
melalui peragaan, atau dengan cara lain yang
memungkinkan seseorang yang ahli untuk melaksanakan
invensi tersebut sebelum tanggal penerimaan atau
tanggal prioritas
Halaman 51 Yang dimaksud dengan tidak sama pada ayat ini adalah
bukan sekedar beda, tapi harus dilihat sama atau tidak
samanya fungsi ciri teknis (features) invensi tersebut
dengan ciri teknis invensi sebelumnya.
Untuk penilaian unsur langkah inventif, Bukti PK-33 telah menyatakan maka
harus diperhatikan petunjuk sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 39
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 40 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Halaman 64 Suatu invensi mempunyai langkah inventif jika invensi
tersebut tidak dapat diuga bagi orang dengan keahlian biasa
dalam bidang teknik terdahulu (Pasal 2 ayat (2). Dalam hal
ini, orang tersebut akan disebut sebagai "orang yang ahli".
Sesuatu "dapat diuga" jika dapat diperoleh secara logis dari
teknologi terdahulu, hal tersebut tidak melibatkan keahlian
khusus, di luar apa yang dapat diharapkan secara normal
oleh orang yang ahli.
Halaman 65 4. Pendekatan Masalah dan Pemecahannya
4.1. Tahap pertama adalah untuk membandingkan invensi
sebagaimana yang diklaim dengan teknologi terdahulu
yang tersedia (merujuk pada deskripsi dari
permohonan dan/atau yang ditemukan selama
penelusuran atau bahkan yang diberikan oleh pihak
ketiga selama periode pengumuman, sehingga
pengungkapan teknologi terdahulu yang terdekat
ditentukan).
Pengungkapan teknologi yang terdekat dapat merupakan
salah satu dari:
- Mengungkapkan efek teknik, tujuan atau
penggunaannya yang paling mirip dengan invensi yang
diklaim, atau
- Memiliki jumlah fitur teknik umum terbesar dengan
invensi dan mampu melakukan fungsi dari invensi.
33. Bahwa, Bukti PK-33 telah membuktikan bahwa dalam pemeriksaan unsur
kebaruan dan unsur langkah inventif, maka harus diperhatikan fakta-fakta
sebagai berikut:
- Unsur kebaruan harus memperhatikan sama atau tidak samanya fungsi
ciri teknis (features) invensi tersebut dengan ciri teknis invensi sebelum»
- Unsur langkah inventif harus memperhatikan efek teknik, tujuan atau
penggunaan yang paling mirip dengan invensi yang diklaim.
34. Di dalam perkara a quo, Judex Juris telah menjatuhkan putusan - yang
dikuatkan oleh Judex Juris dalam tingkat Kasasi - bahwa paten terdaftar
milik Pemohon Peninjauan Kembali tidak baru dan tidak mengandung
langkah inventif, berdasarkan pertimbangan sebagai berikut:
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 40
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 41 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Adanya pengungkapan dari dokumen pendaftaran paten di luar negeri,
sebagaimana diuraikan dalam Halaman 47 dan 48 Putusan Judex Facti:
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-2 bahwa pada
tanggal 09-07-2009 Kantor Kekayaan Intelektual Korea telah mengeluarkan
hak ekslusif paten atas nama penemu Song Jeong Gon yang diajukan pada
tanggal 06-04-2008 untuk sistem dan metode pembuatan insulator panas
dengan refleksi tinggi dan radiasi rendah.
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-3, bahwa pada
tanggal 11-02-2009 Kantor Kekayaan Intelektual Korea telah mengeluarkan
hak eksklusif paten atas nama penemu Park Jeong Seo yang diajukan pada
tanggal 31.07.2008 untuk Bahan Insulasi Untuk Dinding Dalam Untuk
Mencegah Munculnya Jamur dan Kelembaban;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-4, bahwa pada
tangggal 9 Desember 1970 Kantor Patent London telah mengeluarkan hak
eksklusif paten atas nama penemu Thomas Alfred George
Muggeridge yang diajukan tanggal 23 Feb 1967 untuk Bahan Insulasi
Termal Yang Telah Ditingkatkan,
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-5, bahwa pada
tanggal 1 Oktober 2013 Kantor Kekayaan Intelektual Korea telah
mengeluarkan hak eksklusif paten atas Yang Terdiri Dari Aluminium
Foil Atau Silver Foil, Foaming Agent, Busa Polietilen, Serat
Dan Tenunan;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-6, pada tanggal 15-
3-2006 Kantor Hak Paten Intelektual RRC telah mengeluarkan hak eksklusif
paten atas nama penerima hak paten PT. Beijing Fangji Hengchimao,
peranang Li Zhuguang, Long Zhongwu, Chen Yong, Xi Guohui Qian Lei,
tanggal permohonan 21.3.2006, produk peredam kebisingan & perlindungan
suhu panas;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-7, pada tanggal 8-
1-2003 Kantor Paten Eropa telah mengeluarkan hak eksklusif paten atas
nama penemu Chikamori, Seishi Saitama-shi, Saitama 336-0923 (JP), atas
nama pemohon IST Co., Ltd. Tokyo 104-0061 (JP), tanggal pengarsipan
15.03.2002, guna meningkatkan efek tahan panas dan menginsulasi panas
yang sangat besar;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-8, kantor Paten
Amerika Serikat telah mengeluarkan hak eksklusif paten atas nama penemu
Kiroku Hosada, Yokohama, dan Naonori Shiina, Tokyo, Jepang, para
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 41
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 42 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
pemberi pengarah tugas The Furukawa Elektrik Company Limited,
Chiyodaku, Tokyo, dipatenkan tanggal 21 Maret 1972, pemanasan
permukaan preform polyolefin yang dapat dibusakan sebelum pembusaan
dan pengikatan silang kimia;
Adanya fakta bahwa produk yang sama telah diperdagangkan sebelum
tanggal penerimaan permohonjan paten milik Pemohon Peninjauan
Kembali, sebagaimana diuraikan dalam halaman 48 dan halaman 49,
sebagai berikut:
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-9a, P-9b, P-9c, P-
9d, bahwa barang-barang insulasi panas tersebut telah diperjualbelikan
pada tahun 2006 dan 2007, sedangkan pada P-10 untuk barang sejenis
sudah ditawarkan secara on line;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-9e, bahwa
Penggugat telah membeli barang-barang sejenis dari PT. Sumbermetal
Internasional pada tanggal 29 Agustus 2006;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-12, P-13a, P-13b,
P-13, P-13d, P-14, P-15, P-16a, barang-barang sejenis telah diperjuabelikan
dan bukti P-16b adalah contoh barangnya;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-17a, 17b, sejak 17
Juli 1989 PT. Lautan Otsuka Hemical adalah agen penjualan barang-barang
sejenis di Indonesia, sedangkan dalam bukti P-18, P-19 dan P-20 barang-
barang insulasi panas sejenis telah diproduksi sejak November 1955;
Adanya keterangan ahli, sebagaimana diuraikan dalam halaman 49,
sebagai berikut:
Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli yang bernama Drs.
Sudirman, Msi, sejak tahun 1970 sudah ada insulasi panas dari foam dan
teknologi ini sudah 4 perusahaan Jepang yang memproduksi insulasi panas
dari foam yaitu Kurikawa, Hitachi, Toray dan Seki Sui, sedangkan insulasi
panas dari foam saat ini sudah ketinggalan jaman;
Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli yang bernama Ir. Syah
Johan Ali Nasiri, Msc. Insulasi panas dari foam sudah dikenal sejak tahun
1970, dan pada tahun 1972 cara membuat insulasi panas dari foam telah
dikenalkan oleh Furukawa;
Selanjutnya, berdasarkan seluruh pertimbangan di atas, maka
Judex Facti kemudian memberikan pertimbangan sebagai berikut:
Menimbang bahwa berdasarkan pertimbangan-pertimbangan di
atas terbukti bahwa yang dimohonkan hak eksklusif paten atas nama
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 42
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 43 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Tergugat Sertifikat Paten Nomor P0029369 yang diajukan pada tanggal 7
Agustus 2009 dan diberi paten pada tanggal 23 Oktober 20, ternyata jauh
sebelum tersebut sudah ada produk serupa yang telah dipatenkan Negara
dari berbagai pemohon dan telah dikeluarkan sertifikat patennya serta
produknya telah diperjualbelikan;
35. Bahwa berdasarkan pertimbangan Judex Facti tersebut di atas, dapat
disimpulkan bahwa Judex Facti telah menilai kebaruan dan langkah inventif
dengan cara sebagai berikut:
- adanya persamaan antara elemen-elemen yang terkandung di dalam
paten pada dokumen pembanding (yang tidak dinotarisasi dan
dilegalisasi);
- adanya pertimbangan perbandingan berdasarkan pengamatan kasat
mata atas produk-produk yang beredar di pasaran dengan produk hasil
teknologi paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali.
Cara menilai yang digunakan oleh Judex Facti tersebut di atas adalah keliru
karena berdasarkan Bukti PK-33, penilai kebaruan tidak bisa didasarkan
pada adanya persamaan berdasarkan pengamatan atas bahan baru atau
elemen dasar yang digunakan untuk membuat patent tersebut. Bukti PK-33
juga telah menentukan bahwa untuk menilai kebaruan dan langkah inventif
maka yang harus dinilai adalah:
- Sama atau tidak samanya fungsi ciri teknis (features) invensi tersebut
dengan ciri teknis invensi sebelumnya;
- Efek teknik, tujuan atau penggunaan yang paling mirip dengan invensi
yang diklaim.
36. Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka seharusnya Judex Facti
menjatuhkan putusannya setelah memeriksa fungsi-fungsi teknik dari
seluruh dokumen pembanding yaitu pendaftaran paten di luar negeri (vide
Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8, maka akan terlihat bahwa fungsi teknik
dari paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah berbeda
secara fundamental, yang dapat diuraikan sebagai berikut:
Nomor
Bukti
Teknologi yang terungkap Catatan
Bukti P-2 Metode insulasi panas dengan
menggunakan refleksi tinggi dan
radiasi rendah
Teknologi insulasi
untuk alat-alat audio
dan pengeras suara
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 43
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 44 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Bukti P-3 Terkait dengan bahan isulasi untuk
mencegah munculnya jamur dan
kelembaban pada dinding
Teknologi
pemerantasan jamur
dan kelembaban.
Bukti P-4 Terkait dengan paten untuk peredam
panas yang digunakan untuk atap
bangunan dengan bahan dasar
Polistirena pengikat bersel tertutup.
Teknologi peredam
panas dengan bahan
dasar Polistirena
Bukti P-6 Terkait dengan bantalan pelindung
sebagai peredam bunyi yang
berfungsi juga untuk meredam panas
Teknologi peredam
suara dan panas pada
alat-alat audio atau >
pengeras suara
Bukti P-7 Terkait dengan lapisan laminasi
untuk isolasi panas yang mampu
mempercepat pencairan salju dan
memancarkan sinar inframerah
Teknologi untuk
mencairkan salju
Bukti P-8 Terkait dengan paten proses untuk
lapisan busa yang dipanaskan untuk
mencegah penempelan dengan
lembar media, digunakan dalam
aplikasi materi bangunan, materi
pengepakan, materi yang
mengambang dan materi agrikultur
(vide latar belakang invensi dari Bukti
P-8 halaman)
Paten proses untuk
penggunaan busa
secara komersial
dalam bidang
pembangunan,
pengepakan, metode
pengepakan dan
agrikultur.
37. Dari uraian tersebut diatas, dan dengan memperbandingkan langkah-
langkah penentuan kebaruan dan langkah inventif sesuai dengan Bukti
PK-33, maka telah terbukti bahwa sebenarnya teknologi pada paten
terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah suatu paten yang baru
dan mengandung langkah inventif karena memiliki fungsi teknis yang
berbeda secara fundamental dengan seluruh dokumen pembanding yang
diajukan sebagai Bukti P-2 samai dengan Bukti P-8 oleh Termohon
Peninjauan Kembali. Perbedaan tersebut dapat dicermati secara nyata dari
perbandingan sebagai berikut:
Fungsi teknis Paten Fungsi teknis dari Dokumen Pembanding
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 44
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 45 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
terdaftar milik Pemohon
Peninjauan Kembali
Bukti P-2 sampai dengan Bukti P-8 yang
diajukan Termohon Peninjauan Kembali
Nomor
Bukti
Teknologi yang terungkap
Insulasi Panas yang dapat
digunakan untuk insulasi
suata, konstruksi dan
industry dengan bahan
Polyethylene dan
Polypropylene
Bukti P-2 Teknologi insulasi untuk alat-alat
audio dan pengeras suara
Bukti P-3 Teknologi pemerantasan jamur
dan kelembaban.
Bukti P-4 Teknologi peredam panas dengan
bahan dasar Polistirena
Bukti P-6 Teknologi peredam suara dan
panas pada alat-alat audio atau
pengeras suara
Bukti P-7 Teknologi untuk mencairkan salju
Bukti P-8 Paten proses untuk penggunaan
busa secara komersial dalam
bidang pembangunan,
pengepakan, metode pengepakan
dan agrikultur.
Sebagaimana dapat dicermati dari perbandingan di atas, maka telah
terbukti secara sempurna bahwa teknologi pada paten terdaftar milik
Pemohon Peninjauan Kembali adalah teknologi baru karena merupakan
penyempurnaan dari seluruh teknologi-teknologi sebelumnya.
38. Satu-satunya teknologi pada dokumen pembanding yang cukup dengan
teknologi pada paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah
Bukti P-4, karena sama-sama memiliki fungsi teknik untuk meredam panas
dan dapat diterapkan untuk insulasi suara, konstruksi dan industry. Namun
demikian, kedua paten ini juga berbeda karena bahan dasar yang
digunakan untuk mencapai fungsi teknik pada paten terdaftar milik
Pemohon Peninjauan Kembali adalah Polyethylene dan Polypropylene
dan bukan bahan dasar Polistirena seperti pada Bukti P-4.
Dari uraian di atas telah terbukti dengan sempurna bahwa teknologi pada
paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali adalah suatu teknologi
yang baru dan mengandung langkah inventif karena telah menghasilkan
suatu fungsi teknis yang baru yang jelas-jelas berbeda dengan teknologi
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 45
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 46 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
yang telah terungkap sebelumnya, dan dengan demikian telah memenuhi
ketentuan dan syarat patentabilitas dalam Undang Undang Paten, yaitu:
- baru karena pada Tanggal Penerimaan, Invensi milik Pemohon
Peninjauan Kembali tidak sama dengan teknologi yang diungkapkan
sebelumnya.
- mengandung langkah inventif karena seseorang yang mempunyai
keahlian tertentu di bidang teknik tidak akan menduga hasil fungsi
teknik yang dihasilkan oleh Invensi milik Pemohon Peninjauan
Kembali.
39. Berdasarkan uraian di atas, maka telah terbukti bahwa seluruh dalil-dalil
yang dikemukakan berserta bukti yang diajukan oleh Termohon
Peninjauan Kembaili dapat mengantisipasi kebaruan dari paten terdaftar
milik Pemohon Peninjauan Kembali;
40. Bahwa di Indonesia, kantor Turut Termohon Peninjauan Kembali juga
telah memberikan paten kepada pihak ketiga dengan teknologi-teknologi
terkait denaan manipulasi panas dan cara mengisolirnya. Adapun paten-
paten yang diberikan oleh Turut Termohon Peninjauan Kembali sebagai
novum dalam perkara a quo, yaitu sebagai berikut:
> Bukti PK-34 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Kabel Listrik dengan Pelindung Insulasi Semi-
Konduktif Berbusa, nomor pendaftaran ID00021429
> Bukti PK-35 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Isolasi Kabel Listrik, nomor pendaftaran
ID00011049
> Bukti PK-36 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Panel Dengan Lapisan Kedap-Suara dan Metode
Pembuatannya, nomor pendaftaran ID00025902
> Bukti PK-37 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Sistem Selubung Penahan Panas, nomor
pendaftaran ID00021562
> Bukti PK-38 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Komposisi Untuk Lapisan Penyekat Panas,
nomor pendaftaran ID00029490
> Bukti PK-39 yaitu petikan resmi dari sertifikat pendaftaran paten untuk
invensi dengan judul Pelapis Tahan Panas, nomor pendaftaran
ID00033322
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 46
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 47 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Bahwa dari seluruh bukti-bukti tersebut di atas, telah terbukti secara sah
dan meyakinkan bahwa memang benar telah terdaftar berbagai invensi
yang berhubungan dengan manipulasi panas dan cara mengisolirnya.
Namun demikian, tidak ada satupun dari paten-paten terdaftar pada Bukti
PK-40 sampai dengan Bukti PK-45 yang sama dengan Paten terdaftar
Insulasi Panas milik Pemohon Peninjauan Kembali.
Oleh karena itu, pertimbangan Turut Termohon Peninjauan Kembali telah
tepat dan benar karena memang tidak ada teknologi yang dapat
mengungkapkan tekonologi yang digunakan pada insulasi panas milik
Pemohon Peninjauan Kembali.
41. Bahwa Judex Facti juga memberikan pertimbangan sebagai berikut:
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-9a, P-9b, P-9c, P-
9d, bahwa barang-barang insulasi panas tersebut telah diperjualbelikan
pada tahun 2006 dan 2007, sedangkan pada P-10 untuk barang sejenis
sudah ditawarkan secara on line;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-9e, bahwa
Penggugat telah membeli barang-barang sejenis dari PT Sumbermetal
Internasional pada tanggal 29 Agustus 2006;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-12, P-13a, P-13b,
P-13, P-13d, P-14, P-15, P-16a, barang-barang sejenis telah
diperjualbelikan dan bukti P-16b adalah contoh barangnya;
Menimbang, bahwa sebagaimana dalam bukti P-17a, 17b, sejak 17
Juli 1989 PT Lautan Otsuka Hemical adalah agen penjualan barang-
barang sejenis di Indonesia, sedangkan dalam bukti P-18, P-19 dan P-20
barang-barang insulasi panas sejenis telah diproduksi sejak November
1955;
Pertimbangan yang diberikan oleh Judex Facti di atas harus ditinjau ulang
karena telah menggunakan kerangka berpikir yang salah untuk menilai
kebaruan dan langkah inventif dalam paten.
42. Penilaian yang dilakukan oleh Judex Facti dan diafirmasi oleh Judex Juris
di atas adalah penilaian dengan menggunakan pemeriksaan kasat mata.
Dalam hal ini, Judex Facti telah memperbandingkan antara produk dengan
paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali dengan
memperbandingkan fisik dan penampilan dan produk tersebut dengan
bukti-bukti yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali.
Cara penilaian ini jelas salah karena seharusnya yang diperbandingkan
adalah teknologi yang digunakan pada tiap-tiap produk. Pemeriksaan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 47
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 48 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
kasat mata tidaklah cukup, karena ada begitu banyak jenis produk yang
sama yang telah tercipta sejak dahulu.
Salah satu bukti adalah produk handphone (telepon selular) yang banyak
beredar di pasaran dengan bentuk fisik dan penampilan yang sama
bahkan identik, padahal diciptakan oleh produsen yang berbeda dan
menggunakan teknologi yang berbeda pula. Pertanyaannya tentu saja
apakah suatu handphone dapat dikatakan melanggar teknologi paten pada
handphone lainnya semata-mata dengan mengamat-amati fisik produk?
Tentu saja tidak. Yang harus diperbandingkan adalah teknologi yang
digunakan pada kedua handphone tersebut.
Demikian juga ilustrasi kasus di atas harus berlaku di dalam perkara a quo.
Judex Facti dan Judex Juris seharusnya tidak menggunakan penilaian
secara fisik untuk menilai kebaruan dan langkah inventif dalam perkara
pembatalan paten dengan objek perkara masalah teknologi paten. Judex
Facti dan Judex Juris seharusnya memeriksa, mencermati, meniliti dan
terakhir, memperbandingkan paten yang digunakan dalam bukti-bukti
pembanding yang diajukan oleh Termohon Peninjauan Kembali dengan
teknologi paten pada paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan Kembali
sebelum memutusan apapun.
Dengan menggunakan penilaian perbandingan produk untuk suatu perkara
paten, maka sebenarnya Judex Facti dan Judex Juris telah
mencampuradukkan pemeriksaan paten dengan pemeriksaan pada ranah
hukum desain industri dimana kebaruan memang diukur dari penampilan
fisik.
Majelis Hakim Agung yang Terhormat, Bukti novum PK-33 dan
diperbandingkan dengan bukti-bukti yang diajukan oleh Termohon
Peninjauan Kembali telah membuktikan bahwa Judex Facti dan Judex
Juris telah menggunakan cara penilaian kebaruan dan langkah inventif
yang salah.
43. Bahwa untuk membatalkan paten terdaftar milik Pemohon Peninjauan
Kembali, Judex Facti juga memberikan pertimbangan sebagai berikut (vide
Halaman 49 Putusan Judex Facti):
Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli yang bernama Drs.
Sudirman, M.Si., sejak tahun 1970 sudah ada insulasi panas dari foam dan
teknologi ini sudah 4 perusahaan Jepang yang memproduksi insulasi
panas dari foam yaitu Kurikawa, Hitachi, Toray dan Seki Sui, sedangkan
insulasi panas dari foam saat ini sudah ketinggalan jaman;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 48
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 49 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
Menimbang, bahwa menurut pendapat ahli yang bernama Ir. Syah
Johan Ali Nasiri, M.Sc. Insulasi panas dari foam sudah dikenal sejak tahun
1970, dan pada tahun 1972 cara membuat insulasi panas dari foam telah
dikenalkan oleh Furukawa.
Ahli Drs Sudirman Msi dan Ahli Syah Johan Ali Nasiri telah memberikan
keterangan lebih daripada kapasitas yang diketahuinya. Dengan mengacu
kepada Bukti PK-33, maka seharusnya ahli-ahli ini tidak dengan
sembarangan menyatakan sesuatu hal yang tidak diketahuinya, kecuali
dapat menunjukkan bagian mana dari teknologi milik Pemohon Peninjauan
Kembali yang telah terungkap dengan bukti-bukti yang diajukan oleh
Termohon Peninjauan Kembali.
44. Ahli Drs Sudirman Msi dan Ahli Syah Johan Ali menyatakan teknologi
insulasi panas telah dikenal sejak tahun 1970. Mobil, motor, kereta api,
handphone, dan semua barang-barang yang diberikan paten dan
dilindungi juga terdaftar dari sejak jaman dahulu kala. Apakah dengan
demikian, di tiap-tiap kesaksian Ahli Drs Sudirman Msi dan Ahli Syah
Johan Ali juga akan menyatakan bahwa semua barang tersebut tidak baru
dan tidak mengandung langkah inventif juga? Salah, tentu saja salah,
karena rejim paten mengenal pengembangan teknologi dimana setiap
orang dipacu untuk senantiasa berkreasi menciptakan produk-produk baru
demi kemakmuran umat manusia. Tidak ada satupun orang di dunia ini
yang dapat menyatakan bahwa suatu teknologi tidak baru atau terungkap
atau tidak mengandung langkah inventif apabila tidak melakukan
pemeriksaan secara mendetail atas teknologi yang digunakan dan
memperbandingkannya dengan prior art atau teknologi yang telah ada
sebelumnya.
Judex Facti dan Judex Juris tergiring untuk memberikan pertimbangan
yang salah karena kesaksian sesat dan menyesatkan yang diberikan oleh
Ahli Drs Sudirman Msi dan Ahli Syah Johan Ali.
Oleh karena, mohon agar kiranya Majelis Hakim Agung yang terhormat
dapat memperbaiki kesalahan Judex Facti dan Judex Juris dengan
menolak gugatan Penggugat.
Menimbang, bahwa terhadap alasan-alasan peninjauan kembali tersebut
Mahkamah Agung berpendapat:
Bahwa alasan-alasan tersebut tidak dapat dibenarkan, oleh karena
setelah meneliti secara saksama alasan-alasan peninjauan kembali tanggal 13
Januari 2017 dan jawaban alasan peninjauan kembali tanggal 5 April 2017 dan
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 49
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 50 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
3 Maret 2017 dihubungkan dengan pertimbangan Judex Juris ternyata bukti-
bukti peninjauan kembali yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali tidak
dapat diterima sebagai bukti baru yang bersifat menentukan, dengan
pertimbangan sebagai berikut:
Bahwa setelah membaca dan meneliti secara saksama memori
peninjauan kembali dan kontra memori peninjauan kembali para pihak
dihubungkan dengan pertimbangan hukum Putusan Judex Facti dan Judex Juris
dalam perkara a quo, di samping tidak terdapat kekhilafan Hakim ataupun
kekeliruan yang nyata, ternyata bukti-bukti baru (novum) yang dimaksud
Pemohon Peninjauan Kembali dahulu Tergugat selain dari pada beberapa bukti
baru (novum) berupa Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri dan Surat
Edaran serta buku, bukti-bukti baru (novum) selebihnya ternyata bukan
merupakan bukti yang menentukan dalam perkara a quo karena di samping
bukti-bukti baru (novum) tersebut sebagian besar tidak dapat diperlihatkan
aslinya dan juga bukti-bukti baru (novum) selebihnya tidak mempunyai
hubungan langsung dengan pokok sengketa sehingga Pemohon Peninjauan
Kembali dahulu Tergugat tidak dapat membuktikan bahwa paten telah
mengandung unsur kebaruan dalam inventifnya;
Menimbang, bahwa berdasarkan pertimbangan di atas, Mahkamah
Agung berpendapat permohonan pemeriksaan peninjauan kembali yang
diajukan oleh Pemohon Peninjuan Kembali: PT TOILON INDONESIA tidak
beralasan, sehingga harus ditolak;
Menimbang, bahwa oleh karena permohonan peninjauan kembali dari
Pemohon Peninjauan Kembali ditolak, maka Pemohon Peninjauan Kembali
dihukum untuk membayar biaya perkara dalam pemeriksaan peninjauan
kembali;
Memperhatikan, Undang Undang Nomor 14 Tahun 2001 tentang Paten,
Undang Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman,
Undang Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung
sebagaimana yang telah diubah dengan Undang Undang Nomor 5 Tahun 2004
dan perubahan kedua dengan Undang Undang Nomor 3 Tahun 2009, serta
peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan;
M E N G A D I L I:
1. Menolak permohonan peninjauan kembali dari Pemohon Peninjauan
Kembali PT TOILON INDONESIA tersebut;
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 50
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Mahka
mah
Agung R
epublik
Indones
ia
Direktori Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesiaputusan.mahkamahagung.go.id
Halaman 51 dari 51 hal. Put. Nomor 144 PK/Pdt.Sus-HKI/2017
2. Menghukum Pemohon Peninjauan Kembali untuk membayar biaya
perkara dalam pemeriksaan peninjauan kembali sebesar
Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah);
Demikianlah diputuskan dalam rapat musyawarah Majelis Hakim pada
Mahkamah Agung pada hari Selasa tanggal 14 November 2017 oleh H. Hamdi,
S.H., M.Hum., Hakim Agung yang ditetapkan oleh Ketua Mahkamah Agung
sebagai Ketua Majelis, H. Panji Widagdo, S.H., M.H. dan Dr. Ibrahim, S.H.,
M.H., LL.M., Hakim-Hakim Agung, masing-masing sebagai Anggota, putusan
diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum pada hari itu juga oleh Ketua
dengan dihadiri oleh Anggota-Anggota tersebut dan Hari Widya Pramono, S.H.,
M.H., Panitera Pengganti tanpa dihadiri oleh para Pihak.
Anggota-Anggota, Ketua,
Ttd Ttd
H. Panji Widagdo, S.H., M.H. H. Hamdi, S.H., M.Hum.
Ttd
Dr. Ibrahim, S.H., M.H., LL.M.
Panitera Pengganti
Ttd
Hari Widya Pramono, S.H., M.H.
Biaya-biaya:1. Meterai : Rp 6.000,002. Redaksi : Rp 5.000,003. Administrasi
Peninjauan kembali : Rp 9.989.000,00 +Jumlah : Rp 10.000.000,00
MAHKAMAH AGUNG R.I
A.n. Panitera
Panitera Muda Perdata Khusus
Rahmi Mulyati, S.H., M.H.,
NIP. 19591207 198512 2 002
DisclaimerKepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu.Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.idTelp : 021-384 3348 (ext.318) Halaman 51