Post on 25-Sep-2020
PELAKSANAAN PENGAWASAN PANGAN OLAHAN OLEH BALAI
BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KOTA BANDAR
LAMPUNG
(Jurnal Skripsi)
OlehRIANDIKA KURNIA
1512011156
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2019
ABSTRAK
PELAKSANAAN PENGAWASAN PANGAN OLAHAN OLEH BALAI BESARPENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDAR LAMPUNG
Oleh:
Riandika kurnia, Upik Hamidah, S. Charles Jakson
Masyarakat Indonesia sanagatlah memerlukan asupan Gizi Pangan Olahan untukmemenuhi kebutuhan nutrisi tetapi, diera modern ini, banyak Produsen yang tidakmemenuhi ketentuan karena memberikan bahan berbahaya/bahan tambahan kedalampangan olahan. walaupun sudah dilakukan pengawasan secara efektif tetapi masihbanyak pangan olahan berbahaya beredar Karena kurangnya sanksi tegas dari pihakBBPOM dan kurang rutinya pengawasan. untuk mewujudkan yang tercantum dalamUndang-Undang Dasar 1945 Pasal 28 H ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahteralahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dansehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Adapun peran pemerintah danBBPOM sangat penting dalam melaksankan pengawasan seperti yang tercantumdalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 tahun 2017 Pasal 1 ayat (1)Badan pengawas Obat dan Makanan adalah lembaga pemerintah non kementrianyang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan.Maka dari itu perlu dilakukannya penelitian dengan permasalahan: (1).BagaimanakanPelaksanaan Pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan terhadap PanganOlahan di Bandar Lampung? (2).Apa sajakah Hambatan Pelaksanaan PengawasanBalai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan Pengawasan terhadapPangan Olahan di Bandar Lampung?
Pendekatan masalah dalam skripsi ini adalah pendekatan normatif empiris yaitupendekatan masalah yang dilakukan dengan mengkaji pelaksanaan atau implementasiketentuan hukum normatif dan studi lapangan dimana dilakukannya sesi wawancaraoleh bagian Kepala Inspeksi. Sumber dan jenis data yang digunakan adalah dataprimer dan data sekunder. Metode pengumpulan data dilakukan dengan studikepustakaan dan studi lapangan.
Berdasarkan hasil penelitian, Bentuk pengawasan yang dilakukan BBPOM adalahsebagai berikut: (1). Yaitu pengawasan Pre-Market yaitu pengawasan sebelum diedarkan di pasaran dan; (2). Pengawasan Post-Market yaitu pengawasan sesudahdiedarkan dipasaran. Tetapi pada kenyataannya, masih banyak produk yangmengandung bahan berbahaya beredar. Faktor penghambat dalam pengawasanadalah: (1).Karena kurang tegasnya sanksi yang diberikan oleh Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan karena hanya memberikan pembinaan, (2).kurangnyasosialisasi/pendekatan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE), (3).dan kurangnyasumber daya manusia di sektor Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan.
Saran dalam penelitian ini adalah: BBPOM harus lebih efektif lagi dalam melindungikonsumen, BBPOM harus lebih tegas lagi dalam memberikan sanksi bagi yangmelanggar, BBPOM harus lebih rutin dalam melakukan pengawasan post-market danpre-market.
Kata kunci: Pangan Olahan, BBPOM, Pengawasan BBPOM
PELAKSANAAN PENGAWASAN PANGAN OLAHAN OLEH BALAI BESAR
PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI KOTA BANDAR LAMPUNG
Oleh
RIANDIKA KURNIA
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai GelarSarjana Hukum
Pada
Bagian Hukum Administrasi NegaraFakultas Hukum Universitas Lampung
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS LAMPUNG
2019
Nama lengkap penulis adalah Riandika Kurnia, penulis
dilahirkan di Desa Rajabasa Lama Kab.Lampung
Timur pada tanggal 06 Desember 1996. Penulis adalah
anak pertama dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak
Muhairi dan Ibu Anita Aftina Sari.
Penulis mengawali pendidikan di SD Negeri 1
Rajabasa Lama yang diselesaikan pada tahun 2009,
SMP Negeri 1 Labuhan Ratu diselesaikan pada tahun 2012 dan SMA Negeri 1
Labuhan Ratu yang diselesaikan pada tahun 2015. Selanjutnya pada tahun 2015
penulis diterima sebagai mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Lampung melalui
jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri). Selanjutnya pada
tahun 2017 penulis memfokuskan ilmu hukumnya dengan mengambil bagian Hukum
Administrasi Negara.
Penulis Juga telah mengikuti program pengabdian langsung kepada masyarakat yaitu
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Desa Bujung Sari Marga, Kecamatan Pagar Dewa,
Kabupaten Tulang Bawang Barat selama 40 (empat puluh) hari pada bulan Januari
sampai Februari 2017. Kemudian pada tahun 2019 penulis menyelesaikan skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) pada Fakultas
Hukum Universitas Lampung.
MOTTO
JANAGN PERNAH PUTUS ASA DIKALA KESUSAN MELANDA PERCAYALAHALLAH ADA BERSAMA KITA
DIKALA AKU BERMALAS-MALASAN AKU SADAR BAHWA YANG KULAKUKANADALAH SALAH KARENA MASIH ADA ORANG YANG HARUS AKU BANGGAKAN
YAITU AYAH DAN IBUKU
KARENA SUKSES ITU KETIKA KITA BISA MEMBUAT ORANG TUA KITABAHAGIA
(RIANDIKA KURNIA)
KESUKSESAN ADA DITANGAN KITA KETIAK KESUKSEAAN TELAH TIBAKEPADA KITA INGATLAH KEPADA SANG PENCIPTA AGAR BERSYUKUR
KEPADANYA
(RIANDIKA KURNIA)
Persembahan
Dengan segala kerendahan hati, penulis mempersembahkan
karya kecil ini untuk:
Orang Tua tercinta ayahanda Muhairi dan Ibunda Anita Aftina Sari yang telah menjadi motivasi
terbesar selama ini.
Adik tercinta Rizki Ananda dan Rianisma Mustika yang telah menjadi kebanggaan dan
penyemangat bagi penulis
Keluarga besar dan sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberi semangat, motivasi, dan
doa kepada penulis.
Para dosen bagian pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan
pengetahuan dan membimbing penulis selama ini.
Almamater Universitas Lampung.
SANWACANA
Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena
atas rahmat, nikmat, dan hidayahnya penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi
ini yang berjudul “Pelaksanaan Pengawasan Pangan Olahan Oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan di Kota Bandar Lampung” sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum (SH) di Fakultas Hukum Universitas
Lampung.
Pada penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan ketulusan hati penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Maroni, S.H. M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Lampung;
2. Bapak Syamsir syamsu, S.H., M.Hum., selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung;
3. Ibu Eka deviani, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Administrasi
Negara Fakultas Hukum Universitas Lampung;
4. Bapak Charles Jackson, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing I yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini;
5. Ibuk Upik Hamidah, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan arahan, bimbingan, dan masukan sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi ini;
6. Ibuk Nurmayani, S.H., M.H., selaku dosen pembahas I yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini;
7. Ibuk Ati Yuniati, S.H., M.H., selaku dosen pembahas II yang telah memberikan
kritik, saran, dan masukan dalam penulisan skripsi ini;
8. Ibuk Aprilianti, S.H., M.H., selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis dalam perkuliahan selama ini;
9. Seluruh dosen pengajar Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah
berdedikasi dalam memberikan ilmu pengetahuan kepada penulis;
10. Terima kasih kepada Ibuk Hotna Panjaitan selaku narasumber yang telah
memberikan pendapatnya dalam penulisan skripsi ini;
11. Terima kasih kepada kedua orang tuaku Umi dan ayah serta adik tercinta yang
telah memberikan doa, perhatian, dan kasih sayang serta motivasi bagi penulis.
Semoga kelak penulis menjadi anak yang berbakti bagi kalian;
12. Terima kasih kepada orang yang selalu membuat ku semnagat selain ke dua
orang tua ku Ri’am Sentya.
13. Trimaksih kepada teman dan sahabat (Desman, Aghan, Tangkas, Mujib, Ilham,
Nirmala, Vera, Karmila , Ayu, Saraya, Putri, Rika yang telah menemani dan
memotivasi penulis sejak awal hingga akhir perkuliahan, semoga kita
memperoleh ilmu yang berkah dan bermanfaat serta dapat berbakti pada orang
tua, agama, bangsa dan negara.
14. Terima kasih kepada seluruh teman-teman seperjuangan bagian pidana Fakultas
Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan bantuan, dukungan dan
doa untuk penulis.
15. Terima kasih kepada teman-teman KKN Mas Pram, Mas Supri, Sari, Resti, Risa,
Andini, yang telah memberikan pelajaran hidup yang teramat berharga bagi
penulis.
Akhir kata penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila selama
perkuliahan terdapat perkataan ataupun prilaku penulis yang kurang berkenan di hati
Bapak dan Ibu dosen serta teman-teman sekalian. Penulis pun menyadari bahwa
masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, oleh karena itu penulis
menghaturkan maaf yang sedala-dalamnya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
mampu memberikan sumbangsih dalam pembangunan hukum di Negeri ini.
Bandar Lampung, 2019Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN Halaman
1.1 Latar Belakang .....................................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................................9
1.3 Ruang Lingkup.....................................................................................................9
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitan...........................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Panganan olahan dan kesehatan.........................................................12
2.2.1 Pengertian Panganan Olahan ......................................................................12
2.2.2 Pengertian Kesehatan ..................................................................................15
2.2 Pengertian Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) ..................................16
2.2.1 Fungsi Pengawasan Badan (POM) .............................................................18
2.2.2 pengawasan sebelum dan sesudah beredar .................................................19
2.2.3 pengawasan preventifdan represif...............................................................20
2.3 perlindungan konsumen, hak dan kewajiban konsumen......................................21
2.3.1 perlindungan konsumen ..............................................................................22
2.3.2 hak konsumen .............................................................................................24
2.3.3 kewajiban konsumen...................................................................................25
2.4 pelaku usaha,hak dan kewajiban pelaku usaha ....................................................27
2.4.1 pelaku usaha ................................................................................................27
2.4.2 hak pelaku usaha .........................................................................................28
2.4.3 kewajiban pelaku usaha ..............................................................................28
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 pendekatan masalah .............................................................................................30
3.2 sumber data ..........................................................................................................32
3.3 metode pengumpulan dan pengolahan data .........................................................32
3.4 Analisis Data ........................................................................................................34
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum (BBPOM) di Bandar Lampung .............................................35
4.1.1 Gambaran Lokasi (BBPOM) di Bandar Lampung ..................................35
4.1.2 Visi dan Misi (BBPOM) di Bandar Lampung........................................36
4.1.3 Strktur Organisasi (BBPOM) di Bandar Lampung ................................42
4.1.4 Tugas dan Fungsi (BBPOM) di Bandar Lampung .................................45
4.1.5 Jenis-Jenis Produk yang Terdaftar di (BBPOM)....................................48
4.2 Pelaksanaan Pengawasan BBPOM Terhadap Pangan Olahan di Bandar
Lampung ..........................................................................................................52
4.2.1 Pengawasan Pre Market ............................................................................52
4.2.2 Penilaian BTP dan Bahan Baku dalam Produk Pangan ............................56
4.2.3 Pengkajian Keamanan, Mutu, Gizi dan Manfaat Pangan untuk
Kategori Pangan, Label dan Iklan Pangan................................................58
4.2.4 Kajian Keamanan Kemasan ...................................................................60
4.2.5 Kajian Paparan Zat Kontak Pangan Beresiko Tinggi ..............................61
4.2.6 Pengawasan Post-Market ..........................................................................62
A. Sampling dan Pengujian Laboratorium...................................................62
B. Sampling dan Pengujian Kemasan Pangan ...........................................64
C. Pemeriksaan Sarana Produksi dan Distribusi .........................................65
D. Wewenang Pemerintah Daerah Dalam Pengawasan Pangan Olahan ....68
4.3 Hambatan Pelaksanaan Pengawasan Pangan Olahan oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan...........................................................................69
4.3.1 Sanksi Administratif..................................................................................71
4.3.2 Sanksi Pidana ............................................................................................72
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan .........................................................................................................74
5.2. Saran....................................................................................................................77
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dizaman yang modern dan perkembangan ilmu teknologi banyak masayarakat
Indonesia yang menginginkan sesuatu secara instan apa lagi di kota-kota besar seperti
di kota Bandar Lampung saat ini dimana masyarakat sangat di sibukan dengan
pekerjaan dan aktivitas lainya. masyarakat sanagatlah memerlukan asupan gizi
pangan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tetapi di era modern ini, jadwal
masyarakat sangatlah padat apalagi di kota-kota besar seperti di Bandar lampung ini
masyarakat memilih makanan instan atau panganan olahan dan masyarakat masih ada
yang bergantung kepada pangan olahan bahan pangan harus lah bersih dan sehat bagi
yang mengkonsumsinya agar masyarakat sejahtera dalam Undang-Undang Dasar
1945 Pasal 28 H ayat (1) setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin,
bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta
berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Untuk mewujudkan kesejahteraan umum,
maka dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan,
pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
2
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi.1 kemajuan teknologi telah
membawa perubahan-perubahan yang cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat
asli Indonesia, makanan, kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan
teknologi modern, industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala
yang sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry barrier yang makin tipis
dalam perdagangan internasional, maka produk-produk tersebut dalam waktu yang
amat singkat dapat menyebar ke berbagai negara dengan jaringan distribusi yang
sangat luas dan mampu menjangkau seluruh strata masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud cenderung terus
meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat termasuk pola
konsumsinya. Sementara itu pengetahuan masyarakat masih belum memadai untuk
dapat memilih dan menggunakan produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak
iklan dan promosi secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara
berlebihan dan seringkali tidak rasional.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional dan gaya hidup
konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko dengan implikasi yang luas
pada kesehatan dan keselamatan konsumen. Apabila terjadi produk sub standar, rusak
atau terkontaminasi oleh bahan berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala
besar dan luas serta berlangsung secara amat cepat.
1 Happy Susanto, Hak-Hak Konsumen Jika Dirugikan, Transmedia Pustaka, Jakarta: 2008, hlm 2.
3
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan Makanan
(SISPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi, mencegah dan
mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi keamanan, keselamatan dan
kesehatan konsumennya baik di dalam maupun di luar negeri. Untuk itu telah
dibentuk BPOM yang memiliki jaringan nasional dan internasional serta kewenangan
penegakan hukum dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi. Pasal 1
Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Republik Indonesia
Nomor HK.00.05.23.1455 menyebutkan bahwa pangan adalah segala sesuatu yang
berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah, yang diperuntukan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi, termasuk bahan tambahan pangan, bahan
baku pangan, dan bahan lain yang di gunakan dalam proses penyiapan pengolahan
dan bahan lain yang di gunakan dalam proses penyiapan, bahan pengelolahan dan
bahan lain yang digunakan dalam proses penyiapan pengolahan dan atau pembuatan
makanan atau minuman. Tetapi semakin modern dan perkembangan ilmu teknologi
seperti saat ini banyak oknum yang nakal dalam menjual pangan olahan seprti
perusahaan-perusahaan besar yang mengedarkan Panganan Olahan menggunakan
bahan yang berbahaya. Pemerintah Daerah dan Badan Pengawas Obat dan Makanan
harus tegas dalam mengevaluasi pengawasan panganan olahan yang beredar di
Indonesia.
4
Dikutip dari okezone.com Bandar Lampung Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan Bandar Lampung masih menemukan makanan, dari razia yang dilakukan
selama bulan puasa pada sejumlah pusat perbelanjaan modern di daerah setempat.
Hasil dari pemeriksaan yang dilakukan di sejumlah tempat perbelanjaan modern,
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar Lampung masih menemukan
makanan yang dijual tanpa ada izin edar, Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan di Bandar Lampung setia murni, di Bandar Lampung, Rabu 21 Juni 2017
malam. setia murni mengatakan bukan hanya makanan tanpa izin edar, pihaknya juga
menemukan makanan yang dijual telah kadaluarsa dan dalam kondisi rusak. Menurut
setia murni, pengawasan itu telah dilakukan sejak 3 mei 2017 hingga menjelang idul
fitri 1438 Hijriah. Hasil pengawasan itu, terdapat 11 item makanan yang mengalami
kerusakan pada kemasan, tujuh item makanan yang telah kadaluarsa, tanpa izin edar
91 item dengan jumlah kemasan 85.212 buah. Yang paling banyak adalah makanan
tanpa izin edar, dari pada yang lain kata Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan.
Produk yang di musnahkan dari hasil pengawasan takjil, yakni pacar cina, cetuk kue
cenil, apem, kolang kaling, kerupuk singkong, bolu kukus dan air gula, Jika di
bandingkan Tahun 2016 lalu, jumlah takjil yang tidak memenuhi syarat lebih tinggi
dibandingkan dengan Tahun 2017 ini.
Pemerintah mengatur tentang perlindungan konsumen ini secara tegas dengan
menyebutkan hak-hak konsumen yang harus dipenuhi oleh pelaku usaha dalam
5
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
selanjutnya disebut sebagai Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang-barang dan/jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapatkan barang
dan/jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang/jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/jasa
yang digunakan
Berdasarkan Peraturan Kepala BBPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang Organisasi
dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan
Makanan kedudukan, tugas dan fungsi BBPOM di dalam Pasal 3 mengatakan2:
1. Dalam Pasal 3 mengatakan, dalam melaksanakan tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 2, Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
pengawas obat dan Makanan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
2 Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2014tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat danMakanan.
6
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan
penilaian mutu produk terapetik narkotika, psikotropika zat adiktif,
obat tradisional, kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan
berbahaya;
c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian
mutu produk secara mikrobiologi;
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan
pemeriksaan saran produksi, disribusi dan pelayanan
e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran
f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi
tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan pengawas Obat dan
Makanan;
g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan; dan
j. Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
Tugas Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar Lampung hingga saat ini
sudah terlaksana dengan baik yaitu dalam hal pengawasan walaupun sudah sering
dilaksanakan tetapi tetap saja bahan berbahaya ditemukan, dan sampai saat ini
BBPOM terus melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan yang berlaku dengan
tujuan untuk melindungi masyarakat dari makanan yang mengandung bahan
7
berbahaya. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
453/MEN.KES/IX/1983 tentang Bahan Berbahaya menyebutkan bahwa formalin
termasuk bahan berbahaya golongan iritan, cairan yang mudah menyala jenis
karsinogenik, mutagenik dan teratogenik yang apabila dikonsumsi secara berlebihan
dapat menyebabkan rasa mual, pusing dan dalam jangka panjang dapat
mengakibatkan kanker. Hal ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen Pasal 8 huruf e yaitu:
“Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau
jasa yang tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya,
mode atau penggunaan tertentu sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut. Produk barang dan jasa yang digunakan
untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia semakin lama semakin canggih, sehingga
timbul kesenjangan terhadap kebenaran informasi dan daya tanggap konsumen.3
Dengan posisi konsumen yang lemah ini, produsen atau pelaku usaha akan dengan
mudah memasarkan setiap barang dan atau jasa tanpa memperhatikan hak-hak
konsumen. Untuk meningkatkan harkat dan martabat konsumen maka perlu
ditingkatkan kesadaran, pengetahuan,kepedulian, kemampuan, dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri serta menumbuh kembangkan sikap pelaku usaha
yang bertanggungjawab. Kewajiban untuk menjamin keamanan suatu produk agar
tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan kepada pelaku usaha dan
3 Celina Tri Siwi Kristiyanti,S.H., M.Hum, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, cetakan pertama,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 4
8
produsen, karena pihak pelaku usaha dan produsen yang mengetahui komposisi dan
masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu produk tertentu.
Peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia Nomor 33 tahun 2012 mengenai
bahan tambahan pangan, PERMENKES menyebutkan bahan tambahan pangan yang
dilarang digunakan pada pangan, diantaranya pewarna sintetis Rhodamin B yang
berbentuk Kristal berwarna hijau atau ungu kemerahan yang biasanya digunakan
pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain. Sedangkan di dalam peraturan
menteri kesehatan (permenkes) Nomor 239/Menkes/Per/V/85 menyebutkan larangan
penggunaan bahan berbahaya Metanil Yellow yang merupakan bahan sintetik yang
bukan digunakan untuk makanan karena dapat membahayakan sistem tubuh manusia,
tidak hanya ginjal dan gagal hati tapi kadang-kadang dapat menghasilkan karsinoma.
Peredaran bahan pangan yang mengandung zat berbahaya dapat berdampak luas bagi
masyarakat sehingga peran pemerintah melalui BPOM harus dilaksanakan secara
intensif.4
4 Jumpa Malum Simarmata, pelaksanaan tugas dan pengawas obat dan makanan (bpom) dalampengawasan pangan yang mengandung bahan berbahaya di kota pekanbar, Jom fakultas hukumVolume III Nomor 1 Februari 2016, Page 3-4
9
1.2 Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah sebagaimana diuraikan di atas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimanakah Pelakasanaan pengawasan Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (BBPOM) terhadap Pangan Olahan di Bandar Lampung?
2. Apa sajakah hambatan Pelaksanaan Pengawasan Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan (BBPOM) dalam melakukan pengawasan terhadap
pangan olahan di Bandar Lampung ?
1.3 Ruang Lingkup
Pada pembahasan ini berfokus kepada:
1. Supaya masyarakat mengetahui pangan olahan yang mengandung bahan
berbahaya bila dikonsumsi.
2. Supaya masyarakat mengetahui produk yang terdaftar di Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan.
3. Supaya masyarakat mengetahui tugas dan fungsi Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan.
10
1.4 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Berdasarkan pokok bahasan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk memperoleh
deskripsi lengkap, rinci dan sistematis tentang:
1. tujuan penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan pengawasan badan
pengawas obat dan makanan (BPOM) terhadap panganan olahan di
Bandar lampung.
b. Untuk mengetahui bagaimana tugas badan pengawas obat dan
makanan hingga saat ini belum terlaksana dengan baik yaitu dalam hal
pengawasan.
c. Untuk mengetahui hambatan Badan Pengawasan Obat dan Makanan
(BPOM) dalam melakukan pengawasan terhadap panganan olahan di
Bandar Lampung.
2. kegunaan penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian ini yaitu:
a. Kegunaan Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pemahaman baru bagi pembuat undang-undang dan pemerintah
bagaimana dalam membuat suatu undang-undang harus mengkaji
secara dalam agar tidak kontradiktif dan sulit dijalankan.
b. Kegunaan Praktis Hasil penelitian yang dilakukan penulis juga mampu
memberikan sumbangan praktis kepada :
11
a) Masyarakat
Memberi sumbangan pemikiran kepada masyarakat dan pihak terkait
dalam menghadapi persoalan pangan olahan yang mengandung
berbahaya oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandar
Lampung.
b) Pemerintah
Pemerintah Bandar lampung dan Balai Besar Pengawas Obat dan
Makanan harus lebih ketat lagi dalam pengawasan pangan olahan.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Pangan Olahan Dan Kesehatan
2.1.1 pengertian Pangan Olahan
Pasal 1 ayat (2) Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Republik
Indonesia Nomor Hk.00.05.23.1455 menyebutkan bahwa :
Pangan olahan adalah makanan dan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan. menurut pasal 1 ayat (1)
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan (PBPOM) Republik Indonesia Nomor
Hk.00.05.23.1455 menyebutkan bahwa Pangan adalah segala sesuatu yang berasal
dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia, termasuk
bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain yang digunakan dalam
proses penyiapan, pengolahan dan atau pembuatan makanan atau minuman. Pangan
termasuk kebutuhan dasar terpenting dan sangat esensial dalam kehidupan manusia5.
di samping dua kebutuhan dasar lainya, yaitu sandang dan papan. Demikian penting
nya fungsi pangan bagi manusia, sehingga tanpa pangan manusia tidak akan hidup.
5 Badan POM, 2007, Kumpulan Petunjuk CPMB, hlm. 2
13
Kebutuhan akan produk pangan disuatu Negara dapat di penuhi oleh produk dalam
negri, atau oleh produk impor di era globalisasi, aktivitas perdagangan internasional
berupa ekspor impor barang dan jasa antar Negara sudah tidak terhindarkan lagi.
Dalam perkembangan diberlakukannya era pasar bebas di pasar menjadikan produk
luar negri akan banyak dijumpai di Indonesia. Sebagai kosekuensinya, produk-produk
luar negri akan banyak dijumpai di Indonesia, berkompetisi dengan produk dalam
negri Indonesia. Indonesia merupakan salah satu Negara yang sudah terlibat dalam
aktivitas ekspor maupun impor dengan Negara lain. Ekspor Indonesia meliputi
minyak dan gas sejak tahun 1980an.6 Setelah krisis ekonomi pada akhir 2007,
aktivitas perdagangan internasional meningkat sejak 2001.7 Untuk kegiatan impor
Indonesia sudah sudah dimulai sejak 1990an. Kebutuhan impor barang dan jasa di
Indonesia dirasakan meningkat setelah terjadinya krisis ekonomi. Hal ini dikarnakan
banyak kebutuhan akan broduk dan jasa masyarakat konsumen di Indonesia yang
tidak dapat dipenuhi oleh produsen dalam negri, disamping juga kualitas produk
barang dan jasa impor dipandang mempunyai kualitas tinggi. kualitas produk impor,
tentunya ini tidak hanya terikat dengan kepuasan, dan terlebih lagi keamanan serta
keselamatan dalam mengkonsumsi produk. Produk impor selama ini memang
diyakini oleh sebagian besar masyarakatkonsumen Indonesia sebagai produk yang
mempunyai kualitas yang unggul, karena disertai dengan persyaratan-persyaratan
yang sudah standar mengenai proses produksi, packing, maupun pemasarannya.
6 The Eeconomist Intelligance Unit Limited, “Country Profile Indonesia2006”,http:/web.ebscohost.com.ezproxy.lib.unimelbedu.au/ehost/pdf?vid=36&hid=cf209150-f9c8-458a-bb5e-71236ec6a4ea%40SRCSMI,diakses 4 November 2006.7 “Economy, Indonesia”, http:www.traveldocs.com/id/economy.htm, diakses 18September2006.
14
Praktiknya, realita yang ada tidaklah seperti yang tergambar. Ada, bahkan bebrapa,
produk impor yang tidak memenuhi standar persyaratan, sehingga produk impor yang
disinyalir mengandung penyakit sapi gila (mad cow),8yang tidak memenuhi standar
kesehatan, sehingga tidak aman untuk di konsumsi. Ada juga produk makanan
suplemen impor dari Australia yang setelah beredar beberapa saat di Indonesia
kemudian diumumkan untuk ditarik kembali, karena terkaid dengan masalah
implementasi cara-cara produksi yang kurangn baik yang bedampak pada keamanan
dan mutu produk.9 Lebih lanjut, produk panganan olahan impor dari cina, seperti
permen, manisan, dan buah kering10, yang berdasarkan penelitian Badan Pengawas
Obat dan Makanan (Badan POM) yang diumumkan tanggal 24 juli 2007 ternyata
mengandung formalin11, baru-baru ini disinyalir adanya produk susu formula bayi
dari cina yang mengandungmelamin, yang berdampak menimbulkan gangguan
metabolism pada bayi dan anak,12 sehingga Badan POM mengeluarkan warning
untuk dilakukan pengamanan. Hasil penelitian Badan POM ini tentu mengejutkan,
karena yang sering diberitakan selama ini justru produk makanan dalam negri. Seperti
tahu, bakso, juga ikan asin yang mengandung formalin. dugaan bahwa produk impor
yang dikenal telah memenuhi standarisasi tinggi serta memiliki izin beredar.
Keberadaan formalin sebagai bahan tambahan makanan melalui Peraturan Mentri
8 Shofie, Yusuf, 2003, perlindungan konsumen dan instrument-instrumenhukumnya, PT citra AdityaBakti,Bandung, hlm. 8.9 “tarik 100 Produk Suplemen Australia”,http:/tokohindonesia.com/berita/2003/02/bpom_australia.shtml, diakses tanggal 8 Agustus 2008.10 “Badan POM Temukan Tujuh Produk Pangan Impor Cina Berformalin”,http://www.indonesia.go.id/id/indexphp?option=com_content&task=view&id=4985&=69,diakses, 8Agustus 2008.11 “Biarkan Formalin Beredar dalam Makanan, BPOM Digugat”,http://www.hukumonline,com,diakses, 8 Agustus200812 Kompas,”Minuman Susu, Waspadai Cemaran Melamin”, 19 September 2008.
15
Kesehatan Nomor 1168/Mankes/Per/X/1999 jo Peraturan Mentri No.
722/Menkes/Per/X/1998 tentang Bahan Tambahan Makanan realita mengenai produk
pangan impor yang berkualitas buruk dan tidak memenuhi standar keamanan ini tentu
memprihatinkan. Hal ini dikarenakan keamanan pangan slalu menjadi pertimbangan
nasional maupun internasional.13
2.1.2 Pengertian Kesehatan
Menurut Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial
yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan
menyatakan pengamanan makanan dan minuman yang yang tidak memenuhi
ketentuan mengenai standard dan atau persayaratan kesehatan. Suatu produk impor
untuk masuk ke Indonesia seharusnya sudah memenuhi persyaratan-persyaratan
standar yang ditetapkan, tetapi mengapa produk yang berkualitan buruk, bahkan yang
membahyakan keselamatan konsumen tersebut bisa masuk, bahkan beredar di
Indonesia. Ini tentunya tidak luput dari aspek pengawasan terhadap peredaran produk
panganan olahan impor itu sendiri. Adapun hak dan kewajiban konsumen atas
kesehatan menurut Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan ;
Pasal 4 setiap orang berhak atas kesehatan dan juga Pasal 5 menyebutkan bahwa
setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atau sumber daya
13 Badan POM, Loc. cit
16
di bidang kesehatan. Ayat (2) menyatakan setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau dan ayat (3)
setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawabmenentukan sendiri
pelayanan kesehatanyang diperlukan bagi dirinya. Jadi masyarakat berhak
mendapatkan pelayanaan secara baik tanpa membeda-bedakan
2.2. Pengertian Badan Pengawasan Obat Dan Makanan (BPOM)
menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 Pasal 1 ayat
(1) Badan Pengawas Obat dan Makanan disingkat BPOM adalah lembaga pemerintah
nonkementrian yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang pengawasan
Obat dan Makanan, ayat (2) BPOM berada dibawah dan bertanggung jawab kepada
Presiden melalui mentri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang
kesehatan, ayat (3) BPOM dipimpin oleh Kepala.
Pengawasan adalah kegiatan dimana suatu sistem terselenggarakan dalam kerangka
norma-norma ditetapkan atau dalam keadaan keseimbagan bahwa pengawasan
memberikan gambaran mengenai hal-hal yang dapat diterima, dipercaya atau
mungkin dipaksakan, dan batas pengawasan (control Limit) merupakan tingkat nilai
atas suatu sistem dapat menerima sebagai batas toleransi dan tetap memberikan hasil
yang cukup memuaskan.14 Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 30
Tahun 2017 Tentang Pengawasan Pemasukan Obat dan Makanan Ke Dalam Wilayah
Indonesia pasal 30 ayat:
14 basu Swastha, Loc.cit
17
1. Pengawasan pemasukan obat dan makanan dilakukan melalui pemeriksaan
produk dan saran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
2. Pengawasan sebagaimana pada ayat (1) dilaksanakan untuk memastikan:
a. kesuian obat dan makanan yang dimasukan kedalam wilayah Indonesia
dengan data yang terancantum dokumen pemasukan dan
b. kepatuahan terhadap peraturan peraturan Perundang-undangan
3. Pengawasan pemasukan obat dan makanan dapat dilakukan berdasarkan
analisis risiko
4. Analisis risiko dimaksut pada ayat (3) dapat dilakukan berdasarkan data
realisasi pemasukan obat dan makanan yang dikirim melalui portal Indonesia
Nasional Single Window
5. Pengawasan pemasukan obat dan makanan dilakukan dengan berkordinasi
dengan kementrian lembaga terkait.
2.2.1. Fungsi Pengawasan Balai besar Pengawas Obat dan Makanan
Berdasarkan Peraturan Kepala BPOM Nomor 14 Tahun 2014 tentang organisasi dan
tata kerja unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
kedudukan, tugas dan fungsi BPOM di dalam Pasal 1 mengatakan:15
15 Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 14 Tahun 2014tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat danMakanan.
18
1. Unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan, yang secara teknis dibina oleh Deputi dan
secara administratif dibina oleh sekretaris utama.
2. Unit pelaksana teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan
dipimpin oleh seorang kepala. Di dalam pasal 2 mengatakan unit pelaksana
teknis di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan mempunyai tugas
melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan obat dan makanan, yang
meliputi pengawasan atas produk terapetik, narkotika, psikotropika, zat
adiktif, obat tradisional, kosmetik, produk komplemen serta pengawasan atas
keamanan pangan dan bahan berbahaya. Sedangkan dalam Pasal 3
mengatakan, dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan pengawas obat dan Makanan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan;
b. Pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu
produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional,
kosmetik, produk komplemen, pangan dan bahan berbahaya;
c. Pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk
secara mikrobiologi;
d. Pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan
sarana produksi dan disribusi;
e. Investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum;
19
f. Pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksidan distribusi tertentu yang
ditetapkan oleh Kepala Badan pengawas Obat dan Makanan;
g. Pelaksanaan kegiatan layanan informasi konsumen;
h. Evaluasi dan penyusunan laporan pengujian obat dan makanan;
i. Pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumah tanggaan; dan
Pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya.
2.2.2 Pengawasan Sebelum Beredar Dan Sesudah Beredar
Menurut Pasal 3 ayat (2) Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 80 Tahun
2017 pengawasan yang dilakukan yaitu :
1. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimasuk pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan
pencegahan untuk menjamin obat dan makanan yang beredar memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat, dan mutu produk yang ditetapkan.
2. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah
pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standard persyaratan keamanan,
khasiat/manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan
hukum. Adapun melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM
mempunyai kewenangan menurut pasal 4 Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 80 Tahun 2017 kewenangannya yaitu:
20
1. Menerbitkan izin edar produk dan sertifikat sesuai dengan standard an
persyaratan keamanan, khasiat/manfaat dan mutu, serta pengujian obat dan
makanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
2. Melakukan intelijen dan penyidikan di bidang pengawaan Obat dan Makanan
sesuai dengan ketentuan Perundang-undangan dan;
3. Pemberian sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan Perundang-
undangan.
2.2.3 Pengawasan Preventif dan Represif
1. Pengawasan Preventif
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai pengawasan yang
dilakukan terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan
sehingga dapat mencegah terjadinya penyimpangan. Lazimnya, pengawasan
ini dilakukan pemerintah dengan maksud untuk menghindari adanya
penyimpangan yang akan mebebankan dan merugikan Negara lebih besar.
Disisi lain, pengawasan ini juga dimaksudkan agar sistem pelaksanaan
pengawasan dapat berjalan sebagaimana yang dikehendaki. Pengawasan
preventif akan lebih bermanfaat dan bermakna jika dilakukan oleh atasan
lansung, sehingga penyimpangan yang kemungkinan dilakukan akan
terdeteksi lebih awal.
2. Pengawasan represif
Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap suatu
kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan. Pengawasan model ini lazimnya
21
dilakukan pada akhir tahun anggaran, dimana anggaran yang telah
ditentukan kemudian disampaikan laporannya. Setelah itu, dilakukan
pemeriksaan dan pengawasannya untuk mengetahui kemungkinan terjadinya
penyimpangan.16
2.3 Perlindungan Konsumen, Hak Dan Kewajiban Konsumen
2.3.1 Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi kepada konsumen. Pengertian konsumen Konsumen
secara harfiah memiliki arti, orang atau perusahaan yang membeli barang tertentu
atau menggunakan jasa tertentu, atau sesuatu atau sese orang yangmenggunakan
suatu persediaan atau sejumlah barang. Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen sebagai setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan
diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan. Berdasarkan dari pengertian tersebut, yang dimaksud konsumen
orang yang berststus sebagai pemakai barang dan jasa. Perlindungan konsumen pada
saat ini tidak dapat dipisahkan dari kegiatan perdagangan. Dalam kegiatan
perdagangan ini diharapkan menimbulkan keseimbangan hak dan kewajiban antara
pelaku usaha dan konsumen. Di Indonesia saat ini perlindungan konsumen mendapat
perhatian yang cukup baik karena menyangkut aturan untuk menciptakan
16 Yuswanto dkk., Hukum Keuangan Negara, Bandar Lampung: Juctice Publisher, 2014.
22
kesejahteraan. Dengan adanya keseimbangan antara pelaku usaha dan konsumen
dapat menciptakan rakyat yang sejahtera dan makmur. Negeri-negeri yang sekarang
ini disebut negara-negara maju telah menempuh pembangunannya melalui tiga
tingkat unifikasi, industrialisasi, dan negara kesejahteraan. Pada tingkat yang pertama
yang menjadi masalah berat adalah bagaimana mencapai integritas politik untuk
menciptakan persatuan dan kesatuan nasional. Tingkat kedua perjuangan untuk
pembangunan ekonomi dan modernisasi politik. Akhirya pada tingkat ketiga tugas
negara yang utama adalah melindungi rakyat dari sisi negatif industrialisasi,
membetulkan kesalahan-kesalahan pada tahap sebelumnya dengan menekankan
kesejahteraan masyarakat.17 Dalam Pasal 28 Jo ayat (1) perubahan yang kedua
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia tahun 1945 mengatur mengenai “Setiap
orang wajib menghormati hak asasi manusia orang lain dalam tertib kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.” Sebagaimana diketahui dengan adanya
globalisasi dan perkembangan perekonomian yang terjadi secara pesat dalam era
perekonomian modern telah menghasilkan berbagai jenis dan variasi barang dan atau
jasa yang dapat dikonsumsi oleh masyarakat. Secara umum dan mendasar hubungan
antara produsen (perusahaan penghasil barang dan atau jasa) dan konsumen (pemakai
akhir dari barang dan atau jasa untuk diri sendiri atau keluarganya) merupakan
hubungan yang terus menerus atau berkesinambungan. Hubungan tersebut terjadi
karena keduanya memang saling menghendaki dan mempunyai tingkat
ketergantungan yang cukup tinggi antara yang satu dengan yang lainnya. Produsen
17 Erman Rajagukguk, makalah “Pentingnya Hukum Perlindungn Konsumen Dalam Era PerdaganganBebas”, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen, penyunting Husni Syawali dan Neni SriImaniyati, (Bandung: Mandar Maju, 2000), hlm. 1
23
sangat membutuhkan dan sangat bergantung atas dukungan konsumen sebagai
pelanggan. Tanpa dukungan konsumen, tidak mungkin produsen dapat terjamin
kelangsungan usahanya.18
Produk barang dan jasa yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia
semakin lama semakin canggih, sehingga timbul kesenjangan terhadap kebenaran
informasi dan daya tanggap konsumen.19 Dengan posisi konsumen yang lemah ini,
produsen atau pelaku usaha akan dengan mudah memasarkan setiap barang dan atau
jasa tanpa memperhatikan hak-hak konsumen.Untuk meningkatkan harkat dan
martabat konsumen maka perlu ditingkatkan kesadaran, pengetahuan, kepedulian,
kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri serta menumbuh
kembangkan sikap pelaku usaha yang bertanggungjawab. Kewajiban untuk menjamin
keamanan suatu produk agar tidak menimbulkan kerugian bagi konsumen dibebankan
kepada pelaku usaha dan produsen, karena pihak pelaku usaha dan produsen yang
mengetahui komposisi dan masalah-masalah yang menyangkut keamanan suatu
produk tertentu.20
18 Penyunting Husni Syawali dan neni SriImaniyati, 2000, dalam buku HukumPerlindungan Konsumen,Mandar Maju, Bandung, Hlm.3619 Celina Tri Siwi Kristiyanti,S.H., M.Hum, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, cetakan pertama,Sinar Grafika, Jakarta, hal. 420 repository.usu.ac.id, Tinjauan Yuridis terhadap Perlindungan Konsumen atas beredarnya makananyang kadaluwarsa, hlm.3, 02 Maret 2014
24
2.3.2 Hak Konsumen
Hak konsumen adalah hak yang harus di patuhioleh para pelaku usaha, terdapat
beberapa hak-hak yang diperoleh konsumen berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, yaitu:
1. Hak kenyamanan, keselamatan dan keamanan;
2. Hak untuk memilih;
3. Hak informasi;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi;
6. Hak untuk mendapatkan pendidikan;
7. Hak untuk tidak dapat diperlakukan diskriminasi;
8. Hak untuk mendapat ganti rugi;
9. Hak yang diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainya.
Sebagai bahan pembimbing kesembilan hak-hak konsumen yang dimuat dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, yang pernah dijadikan refrensi lembaga
konsumen Negara ini, adalah hak-hak dasar umum yang diakui secara internasional.
Hak-hak tersebut pertama kali disuarakan oleh John F.Kenndy, presiden Amerika
Serikat (AS) pada tanggal 15 maret 1962 melalui “A special message for the
protection of consumer interest” yang dalam masyarakat internasional lebih dikenal
dengan “Declaration of consumer Right” dalam literatur umumnya disebut “empat
hak dasar konsumen” (the four consumerbasic right). Hak-hak dasar yang
diklarifikasikan meliputi:
25
1. Hak untuk mendapat/memperoleh keamanan (the right to safety)
2. Hak untuk memilih (the right to choose)
3. Hak untuk memperolehinformasi (the right to be informed)
4. Hak untuk di dengar (right to be heard)
Walaupun perlindungan konsumen sudah diatur oleh Undang-Undang Perlindungan
Konsumen namun, masih ada saja pelaku usaha yang sering kali tidak berorientasi
pada konsumen dan membiarkan ketidaktahuan konsumen mengenai hak-haknya
sengaja ditutup-tutupi demi memperoleh laba.
Berdasarkan uraian diatas, konsumen mempunyai hak yang sangat jelas dan melekat
yang dapat ditegaskan secara hukum. Hak-hak tersebut mempunyai
pertanggungjawaban secara hukum dan para produsen panganan olahan harus
melakukan kewajibannya agar hak konsumen terpenuhi.
2.3.3 Kewajiban Konsumen
Selain mempunyai hak, konsumen juga mempunyai kewajiban yang harus dilakukan.
Undang-Undang perlindungan konsumen menghendaki agar masyarakat
menjadikonsumen yang baik. Oleh sebab itu dalam Pasal 5 Undang-Undang
perlindungan konsumen diatur tentang kewajiban consume, yaitu:
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau
pemanfaatan barang/jasa, demi keamanan dan keselamatan. Kelalaian atas
kewajiban ini dapat beresiko bagi konsumen terhadap penuntututan hak-
haknya.
26
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa,
indicator adanya itikad baik dapat diketahuidari rangkaian tindakan atau
perbuatan yang dilakukan konsumen, sehingga menjadi akibat terjadi sesuatu
peristiwa;
3. Membayar sesuai dengan tukar yang disepakati kewajiban konsumen untuk
membayar harus dipenuhi sesuai dengan kesepakatan, termasuk jumlah dan
nilai tukar barang dengan uang serta cara-cara pembayaran;
4. Mengikuti upaya hukum serta perlindungan konsumen secara patut. Dan
penyelesaian sengketa konsumen dapat dilakukan sesuai dengan syarat dan
prosedur dalam undang-undang perlindungan konsumen. Kewajiban ini
konsisten dengan asas kepastian hukum dalam perlindungan konsumen.
Hak-hak konsumen merupakan kewajiban dari pelaku usaha, untuk itu dalam
pembuatan produk panganan olahan pelaku usaha harus menjadikan hak
konsumen sebagai pedoman dalam pelaksanaan kewajiban nya. Sebaliknya selain
mendapatkan hak-hak sesuai dengan undang-undang perlindungan konsumen,
konsumen juga memiliki kewajiban yang harus dilaksanakan. Kewajiban
konsumen harus dilaksanakan agar jika konsumen menuntut haknya kepada
pelaku usaha, kekuatan konsumen kuat karena sudah melakukan kewajibannya
sebagaimana yang tertulis dalam undang-undang perlindungan konsumen. Jika
hak dan kewajiban dilaksanakan dengan baik, maka pelakun usaha dan konsumen
tidak akan saling merugikan.
27
2.4 Pelaku Usaha, Hak Dan Kewajiban Pelaku Usaha
2.4.1 Pelaku Usaha
Undang-Undang Perlindungan Konsumen menggunakan istilah pelaku usaha. Istilah
ini memiliki abstraksi yang tinggi karena dapat mencakup berbagai istilah seperti
produsen, atau pebisnis, pedagang, eksportir, importer, penjual pedagang eceran,
pembuat barang-barang jadi atau pabrikan, penyedia jasa, pengrajin.21 Pengertian
pelaku usaha yang dimaksud dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah
perusahaan, korporasi, BUMN, koprasi, importer pedagang, distributor, dan lain-lain.
Pengertian pelaku usaha dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen cukup luas
karena meliputi grosir, relebansir, pengecer dan sebagainya. Pengertian pelaku usaha
yang bermakna luas tersebutakan memudahkan konsumen menuntut kerugian.22
Dalam Pasal 46 Ayat (1) Undang-Undang No.8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsume, pelaku usaha adalah setiap orang atau perseorang atau badan usaha, baik
yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan
berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik
Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan
kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
21 Wahyu Sasongko, 2007. Op. Cit, hlm. 5722 Ahmad Miru dan Sutarman Yodo, perlindungan konsumen. Eds.1(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada,2007) Hlm.8
28
2.4.2 Hak Pelaku Usaha
Seperti halnya konsumen, pelaku usaha juga memiliki hak dan kewajiban. Hak pelaku
usha sebagaimana diatur dalam pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen
adalah:
1. Hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan mengenai
kondisi dan nilai tukar tambah barangdan/jasa yang diperdagangkan;
2. Hak untuk mendapatkan perlindungan hukum dari dalam penyelesaian
hukum sengketa tidak baik;
3. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian
hukum sengketa konsumen;
4. Hak untuk rehabilitas nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/jasa yang
diperdagangkan;
5. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainya.
2.4.3 Kewajiban Pelaku Usaha
Kewajiban pelaku usaha, meliputi pemenuhan hak-hak yang dimiliki oleh konsumen,
ditambah dengan kewajiban lainya yang pada dasarnya untuk melindungi
kepentingan konsumen. Adapun kewajiban pelaku usaha berdasarkan Pasal 7
Undang-Undang Perlindungan Konsumen adalah:
1. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
29
2. Memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
3. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif;
4. Menjamin mutu barangdan/jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan
berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku;
5. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/atau mencoba
barangdan/atau jasa tertentu serta memberikan jaminan dan/atau generasi atas
barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan;
6. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat
penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/ataujasa yang
diperdagangkan;
7. Memberi kopensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau
jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.
Jika pelaku usaha melakukan kewajibannya sesuai dengan Undang-Undang
Perlindungan Konsumen maka hak-hak yang dimiliki oleh konsumen akan terpenuhi
dengan baik. Dan juga jika pelaku usaha mendaftarkan produk panganan olahannya
sesuai dengan cara yang benar sesuai peraturan BPOM maka pelaku usaha dapat
memproduksi produk panganan olahannya tanpa perlu kawatir akan ditarik oleh
BPOM karena mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi konsumen.
BAB III
Metode Penelitian
Metode Penelitia merupakan salah satu cara atau langkah-langkah yang digunakan
untuk memecahkan dan menganalisis masalah dengan melakukan suatu kegiatan yang
terencana yang berdasarkan suatu kegiatan yang teencana yang berdaarkan suatu
sistem untuk mendapatkan data yang baru sehingga pada akhirnya akan didapatkan
suatu kesimpulan secara komprehensif. Dalam suatu penelitian, mutlak diperlukan
adanya suatu metode penelitian yang nantinya akan memberikan bahan penelitian
sehingga tidak keluar dari jalur penelitian yang direncanakan.
3.1 Pendekatan Masalah
Pendekatan masalah merupakan proses pemecahan atau penyelesaian masalah
melalui tahap-tahap yang telah ditentukan, sehingga mencapai tujuan penelitian23.
Pendekatan masalah yang diguanakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
normatif empiris yaitu pendekatan masalah yang dilakukan dengan mengkaji
pelaksanaan atau implementasi ketentuan hukum normatif dan studi lapangan dimana
dilakukan nya sesi wawancara oleh ketua BPOM dan mengacu kepada undang-
undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen serta Undang-Undang
No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan secara in action dalam hal ini masalah yang
dibahas adalah bagaimana kriteria, syarat dan prosedur pendaftaran panganan olahan
23 Abdulkadir Muhammad, 2004, Ibid, hlm.112
31
di BPOM serta peran dan fungsi BPOM dalam peredaran produk panganan olahan
terdaftaran di Bandar Lampung.
3.2 Sumber Data
Jenis data yang dapat dilihat dari sumbernya, dapat dibedakan antara data yang
diperoleh lansung dari masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka.24
Adapun dalam mendapatkan data atau jawaban yang tepat dalam membahas skripsi
ini, serta sesuai dengan pendekatan masalah yang diguanakan dalam penelitian ini
maka jenis data yang digunakan dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari hasil wawancara. Data
primer meliputi data penelitian terapan dari ketentuan normatif terhadap peristiwa
hukum in concerto.25 Data primer ini didapatkan dari wawancara dengan pihak-pihak
yang berkaitan dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini pihak yang diwawancarai
adalah dari Badan POM maupun dari pihak masyarakat kususnya di Bandar lampung.
2. Data Skunder
Data skunder adalah data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan. Data skunder
diproleh dengan mempelajari dan mengkaji literature-literatur dan peraturan
perundang-undangan yang terkait dan fungsi BPOM dalam pengawasan peredaran
produk panganan olahan terdaftar di di Bandar Lampung. Data skunder mencakup:
24 Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:Rajawali Pers, 1990) hlm. 11.25 Abdulkadir Muhammad, 2004. Op.Cit, hlm. 115
32
a. bahan hukum primer, yang terdiri dari
1. Udang-Undang No 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK);
2. Undang-Undang No 36 tahun 2009 Kesehatan (UKK);
3. Peraturan-Peraturan pelaksana dari kedua undang-undang tersebut diatas yang
berkaitan dengan masalah yang berkaitan dengan peran dan fungsi BPOM
terhadap peredaran panganan olahan di Bandar lampung.
b. bahan hukum skunder, yaitu bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan
baku primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum
primer dan dapat membantu dalam menganalisa serta memahami bahan hukum
primer, seperti literature dan norma-norma hukum yang berhubungan dengan masalah
yang dibahas dalam skripsi ini.
c. bahan hukum tersier dan bahan hukum penunjang, yaitu bahan-bahan yang
memberikan informasi, petunjuk maupun penjelasan tentang bahan hukum primer
dan bahan hukum skunder, antara lain berupa, paper, jurnal, internet yang berkaitan
dengan masalah yang akan di bahas atau diteliti dalam skripsi ini
3.3 Metode Pengumpulan Dan Pengolahan Data
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara :
1. Studi Kepustakaan
Studi Kepustakaan yaitu pengkajian informasi tertulis mengenai hukum yang berasal
dari berbagai sumber dan dapat dipublikasukan secara luas serta dibutuhkan dalam
33
penelitian hukum normatif.26 Studi Kepustakaan dilakukan untuk memperoleh data
skunder, yaitu melakukan serangkaian kegiatan studi dokumentasi, dengan cara
membaca, mencatat, dan mengutip buku-buku atau literatur yang berhubungan
dengan kriteria, syarat dan prosedur pendaftaran panganan olahan serta serta fungsi
dan peran Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk melakukan tugasnya
dalam pengawasan peredaraan produk panganan olahan terdaftaran di Bandar
Lampung.
2. Studi Lapangan dilakukan untuk mendapatkan data primer. Adapun cara
mengumpulkan data primer yaitu dilakukan dengan menggunakan metode wawancara
terbuka oleh kepala BPOM, yaitu dengan mengajukan pertanyaan yang telah
disiapkan terlebih dahulu dan dilakukan wawancara secara lansung dengan
narasumber. Dimana narasumber yang diwawancarai adalah narasumber lansung dari
penelitian dilapangan oleh Kepala Balai Besar POM Bandar lampung.
3. Setelah semua data yang diperoleh terkumpul baik data dari studi kepustakaan,
studi wawancara maupun studi dokumen, maka langkah selanjutnya adalah
melakukan pengelolaan data-data tersebut dengan cara sebagai berikut:
1. Editing, yaitu data yang diperoleh diperiksa dan diteliti secara selektif untuk
menjamin kelengkapan data-data tersebut sehingga didapatkan data yang
akurat, selektif dan relevan.
2. Evaluasi, yaitu dengan melakukan perbaikan jika ada data yang keliru dan
salah, menambah dan melengkapi data-data yang kurang serta menidentifikasi
26 Abdulkadir Muhammad, 2004. Op.Cit, hlm.81
34
apakah data yang diperoleh sudah lengkap dan sesuai dengan masalah yang
diteliti.
3. sistematisasi data, yaitu menghubungkan, membandingkan dan mengurikan
data kemudian mendeskripsikannya agar dapat ditarik suatu kesimpulan.
3.4 Analisis Data
Analisis data merupakan suatu proses penyederhanaan data kedalam yang lebih
mudah dibaca dan diinterprestasikan. Setelah data yang diperoleh dari lapangan
diolah dan disusun, data akan di analisis dengan menggunakan teknik analisis secara
kualitatif. Analisis dilakukan dengan cara penyajian dalam bentuk uraian kalimat-
kalimat secara sistematis dalam proses perlindungan hukum tentang gambaran secara
lengkap tentang masalah yang diteliti. Analisis kualitatif bertujuan untuk
menghasilkan suatu uraian deskriptif yaitu untuk memperoleh persamaan, perbedaan
dan gejala-gejala tertentu dalam rangka menjawab permasalahan yang diperoleh
melaluia wawancara.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat disimpulkan mengenai macam-macam
pengawasan pangan olahan oleh Balai Besar Obat dan Makanan di Bandar Lampung.
1. Pelaksanaan pengawasan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan diBandar Lampung
Pengawasan preventif lebih dimaksudkan sebagai pengawasan yang dilakukan
terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan sehingga dapat mencegah
terjadinya penyimpangan.
1. Adapun upaya-upaya pengawasan preventif yaitu:
a. KIE (komunikasi, edukasi, informasi) dimana Balai Pengawas Obat
dan Makanan menerapkan KIE dalam upaya pengawasan preventif
seperti sosialisasi untuk menedukasi masyarakat mengenai bahan
berbahaya dalam pangan olahan apabila masyarakat menemukan atau
mengetahui bias mengaduka di BBPOM melalui media online.
b. Sertifikasi yaitu dimana Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
melakukan pengawasan di distribusi untuk mengecek apabila di
distributor melakukan kecurangan maka Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan tidak akan memberikan sertifikasi/izin edar.
75
c. Inspeksi yaitu lebih ke pengawasan apabila produsen melakukan
kecurangan seperti memberikan bahan tambahan pangan melebihi
batas maksimum maka Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan akan
berhak menarik produk pangan olahan.
d. Sampling yaitu dimana produk yang diedarkan oleh produsen yang
mengandung bahan-bahan berbahaya maka Balai Besar Pengawas
Obat dan Makanan akan melakukan sampling/pengujian laboratorium
dan apabila terbukti mengandung bahan-bahan berbahaya maka
BBPOM akan menarik izin edar dan akan memberikan sanksi kepada
distributor/produsen
2. Dimana pengawasan Refresif ini dilakukan penindakan PPNS (penyidik
pegawai negri sipil) yang melaksanakan tugas berdasarkan KUHAP dan
Undang-Undang Nomor.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dimana tugas
PPNS Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan adalah untuk melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap perbuatan melawan hukum dibidang
produk terapetik, narkotika, psikitropika, dan zadadiktif, obat tradisional,
kosmetik dan makanan, serta produk sejenisnya. Apabila distributor
melanggar maka akan dilakukan penindakan.
76
2. Faktor Penghambat dalam melaksanakan Pengawasan Pangan Olahan OlehBBPOM
Adapun hambatan-hambatan pelaksanaan pengawasan oleh BBPOM adalah:
1. Lintas Sektor
Dimana hambatan dalam pengawasan pangan olahan oleh Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan yaitu kurangnya kordinasi lintas sektor seperti
tidak itensifnya dalam melakukan pengawasan, lintas sektor artinya lintas
bidang dimana Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan dalam melakukan
pengawasan selalu berkordinasi dengan sektor-sektor bidang masing-masing.
Namun ada saja hambatan dalam pengawasan seperti kurangnya komunikasi
antar masing-masing bidang.
2. Adanya budaya atau kebiasaan masyarakat yang menggunakan bahan
berbahaya secara turun temurun karena bahan berbahaya sangat mudah
ditemukan masyarakat.
3. Kurangnya sumber daya manusia di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
di kota Bandar Lampung. Sumberdaya manusia (SDM) merupakan salah satu
faktor yang sangat penting bahkan tidak bias dilepaskan dalam suatu
organisasi, baik institusi maupun perusahaan. SDM juga merupakan kunci
yang menetukan maju mundurnya suatu organisasi dan sebagai penggerak
organisasi atau instansi untuk mencapai tujuan. Sumberdaya manusia bukan
sekedar sebagai asset utama, tapin asset yang sangat bernilai dan dapat di
kembangkan, adapun upaya yang dilakukan BBPOM di Bandar Lampung
untuk meningkatkan sumberdaya manusia adalah dengan melakukan program
77
pendidikan dan pelatihan SDM internal profesi, meningkatkan efektivitas
SDM dalam organisasi, meminta penambahan pegawai penyidikan terhadap
pemerintah terkait, untuk menimalisir terbatasnya SDM di BBPOM Bandar
Lampung, dalam melakukan pemeriksaan kesarana distribusi yang menjual
pangan yang mengandung bahan berbahaya.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan penelitian, maka penulis merekomendasikan berupa saran-
saran sebagai berikut:
1. BBPOM harus lebih efektif lagi dalam melindungi konsumen dari kecurangan
produsen.
2. BBPOM harus lebih tegas lagi dalam memberikan sanksi bagi produsen yang
melanggar.
3. BBPOM harus lebih rutin dalam melakukan pengawasan post-market dan pre-
market di Kota Bandar Lampung.
DAFTAR REFRENSI
Abdulkadir Muhammad, Hukum dan Penelitian Hukum (Bandung: PT.Citra Aditiya
Bakti, 2004) hlm.134
Ahmadi, Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo
Persada, Jakarta: 2010, hlm. 17.
Celina Tri Siwi Kristiyanti,S.H., M.Hum, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen,
cetakan pertama, Sinar Grafika, Jakarta, hal. 4
Dapaterman P dan K, Direktorat Kemahasiswaan.Buku Pedoman Masalah-Masalah
Kemahasiswaan, Jakarta, 1977-1978
Erman Rajagukguk, makalah “Pentingnya Hukum Perlindungn Konsumen Dalam Era
Perdagangan Bebas”, dalam buku Hukum Perlindungan Konsumen,
penyunting Husni Syawali dan Neni Sri Imaniyati, (Bandung: Mandar Maju,
2000), hlm. 1
Kelik Wardiono, Hukum Perlindungan Konsumen Aspek Substansi Hukum, Struktur
Hukum dan Kultur Hukum Dalam UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Penerbit Ombak, Yogyakarta: 2014, hlm. 1.
Philipus M. Hadjon, Perlindungan Hukum bagi Rakyat Indonesia, Bina Ilmu, Surabaya:
1987, hlm. 1.
Sigit Wibowo, Perlindungan Hukum Terhadap Konsumen dengan Penerapan Product
liability, Jurnal Media Hukum, Fakultas Hukum Universitas Proklamasi 45
Yogyakarta, volume 15, No.1 juni 2008, hlm. 132.
Shofie, Yusuf, 2003, perlindungan konsumen dan instrument-instrumenhukumnya, PT
citra Aditya Bakti,Bandung, hlm. 8.
Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif (Jakarta:Rajawali Pers, 1990) hlm. 11
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
3. Udang-Undang Republik Indonesia Nomor. 18 Tahun 2012 Tentang Pangan
4. Peraturan Pemerintah No.28 Tahun 2004 Tentang Keamanan Mutu Gizi Pangan
4. Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 02001/SK/KBPOM tentang
Organisasi dan tata kerja Badan Pengawas Obat dan Makanan.
5. Peraturan pemerintah Republik Indonesia, Nomor 28 Tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu
dan Gizi Pangan.
6. Peraturan pemerintah Republik Indonesia Nomor 74 Tahun 2001 tentang pengolahan bahan
berbahaya dan beracun
7. Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 14 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.
8. Peraturan kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia nomor 14 Tahun
2014 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan.