Post on 04-Aug-2020
Pendidikan Agama di Daerah 3T 1
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA DI DAERAH TERLUAR, TERDEPAN,
DAN TERTINGGAL (3T) DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
Penanggungjawab
Dr. H. Idham, M.Pd
Penulis
Amiruddin, Abdul Rahman Arsyad,
Badruzzaman, Baso Marannu, Rosdiana
Editor
Amiruddin
Cover Design
Tim Kreatif Balitbang Agama Makassar
Cetakan I : Nopember 2018
Penerbit : Balitbang Agama Makassar
Pendidikan Agama di Daerah 3T 2
KATA PENGANTAR
KEPALA BALITBANG AGAMA MAKASSAR
Alhamdulillah, kita panjatkan syukur kehadirat
Allah SWT, karena atas Rahmat dan Hidayah-Nya
kita dapat menyelesaikan laporan hasil Penelitian
tahun 2018, dengan judul Pelaksanaan Pendidikan
Agama di daerah 3T yang di teliti oleh Tim Peneliti
Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan.
Tidak terasa selama setahun ini Balitbang
Agama Makassar sebagai lembaga penyedia data
dan informasi untuk kebijakan di Kementerian
Agama, telah menyelesaikan tugas dan tanggungjawab yang telah
diamanahkan oleh Kementerian Agama
Perjalanan dalam satu tahun ini, tentu banyak hal yang telah
dilakukan oleh seluruh peneliti dan staf, sebagai rasa terima kasih,
perkenankan saya secara pribadi maupun kepala Balai mengucapkan
terima kasih atas partisipasi, dukungan dan kerja keras Bapak dan ibu
sekalian, semoga kerjasama dan prestasi yang telah kita raih secara
bersama ini, dapat kita pertahankan dan ditingkatkan di tahun
mendatang. Amin.
Hasil penelitian tahun 2018 yang kita lakukan saat ini, menjadi
momentum penting untuk memberikan informasi kepada seluruh
stakeholder tentang beberapa hal yang menjadi temuan hasil penelitian
bidang agama dan keagamaan khususnya di Kawasan Timur Indonesia.
Pada kesempatan berbahagia ini, dengan tulus saya mengucapkan
terima kasih dan rasa bangga kepada seluruh Tim Pengendali Mutu
Kelitbangan (PEMUKA), yakni bapak Prof. Dr. H. Hamdar Arraiyyah,
Prof. Dr. H. Abd. Kadir Ahmad, Dr. H. Abd. Kadir Massoweang, Prof.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 3
Dr. H. Arifuddin Ismail, Bapak Drs. Ilham, M.Si sebagai Kasubag TU,
serta seluruh peneliti dan staf Balitbang Agama Makassar yang telah
mencurahkan segenap Ilmu dan energi serta pemikiran untuk
mengawal hasil penelitian dan pengembangan selama ini, sehingga
kualitas kelitbangan tetap terjaga.
Terima kasih kepada Kanwil Kemenag Provinsi Sulawesi Selatan,
Sulawesi Barat, Kalimantan Timur, Gorontalo, Sulawesi Utara,
Sulawesi tenggara, Sulawesi Tengah, Papua, Papua Barat, Maluku,
Maluku Utara dan Kalimantan Utara yang telah membantu dan
memfasilitasi para peneliti Balai Litbang Agama Makassar untuk
melakukan penelitian dan pengembangan di wilayah tersebut.
Laporan hasil penelitian tahun 2018 ini kami sampaikan sebagai
pertanggungjawaban ke publik, semoga bermanfaat untuk kebijakan di
Kementerian Agama.
Makassar, 23 November 2018
Dr. H. Idham, M.Pd NIP. 19731231 200501 036
Pendidikan Agama di Daerah 3T 4
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
DI DAERAH TERLUAR, TERDEPAN,
DAN TERTINGGAL (3T)
DI KAWASAN TIMUR INDONESIA
BIDANG PENDIDIKAN AGAMA DAN KEAGAMAAN PENDAHULUAN
da kesenjangan yang begitu besar antara
pendidikan agama yang ada di daerah
perkotaan dan pedesaan, apalagi di
daerah 3T (Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal). Salah satu dampaknya adalah
mendorong peningkatan arus urbanisasi ke daerah
perkotaan guna mendapatkan pendidikan yang
lebih baik.
Kebijakan berkaitan dengan pentingnya
penyelenggaraan pendidikan telah tertuang dalam
Undang-Undasar Dasar 1945 pasal 31 ayat 1
menjelaskan bahwa “setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 pasal 4 ayat 2 berbunyi;
setiap peserta didik pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang dan jenis
pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai agama yang
dianutnya dan diajar oleh pendidik yang seagama. Sedangkan dalam
Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2017 yang mengatur tentang peningkatan
pendidikan di daerah pedesaan. serta Renstra Badan litbang dan Diklat
Kementrian Agama tahun 2015 – 2019 tentang perluasan akses pendidikan
agama.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan studi kasus pada satuan pendidikan umum, yang berupaya
untuk memotret pelaksanaan pendidikan agama di daerah 3T di Kawasan
Timur Indonesia yang difokuskan pada standar pelayanan minimal di lima
Provinsi yaitu Provinsi Maluku (Kabupaten Buru), Kalimantan Timur
A
Pendidikan Agama di Daerah 3T 5
(Kabupaten Berau), Kalimantan Utara (Kabupaten Nunukan), Sulawesi Utara
(Kabupaten Talaud), dan Papua Barat (Kabupaten Sorong).
TEMUAN
Pelaksanaan pendidikan agama di Provinsi Maluku (Kabupaten Buru)
khususnya pendidikan agama Kristen belum berjalan secara maksimal
karena tidak memiliki guru agama Kristen pada sekolah sasaran. Hanya
dilakukan oleh pendidik yang seagama dengan peserta didik berdasarkan
instruksi dan penunjukan oleh kepala sekolah, Dalam proses pembelajaran
pendekatan dan metode yang dipakai masih bersifat konvensional, dengan
menggunakan fasilitas kegiatan keagamaan yang serba kekurangan. Faktor
pendukung pelaksanaan pendidikan agama meliputi; Kondisi sosial
Masyarakat yang kondusif, keterlibatan tokoh agama dan tokoh masyarakat,
kegiatan keagamaan di luar sekolah, peran Guru Garis Depan, dan dukungan
masyarakat dan pemerintah. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi;
Tidak tersedianya guru agama (Kristen), kurangnya sumber belajar, sarana
dan prasarana pendukung, peran orang tua dalam pembinaan keagamaan
masih rendah.
Pemenuhan pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan
berdasarkan agama, di Kabupaten Talaud Provinsi Sulawesi Utara ditemukan
bahwa walaupun masih memiliki keterbatasan sarana dan prasarana
pembelajaran dan tenaga pengelola (guru) agama serta ruang pembelajaran.
Begitupun halnya pada aspek wadah dalam pengembangan SDM dan karier
serta kesejahteraan guru agama (PAK dan PAI) yang berstatus honorer.
Kemudian, dalam pengangkatan dan penempatan belum selektif (tidak
berdasar pada kebutuhan) satuan pendidikan.
Terdapat empat hal yang yang menjadi temuan di Kabupaten Berau Provinsi
Kalimantan Timur, yang mendukung kompetensi guru dalam pembelajaran
yang bersifat holistik dan integratif dalam kinerja guru di antaranya: (a) Guru
agama harus mengenal peserta didik secara mendalam terutama karakter dan
latarbelakang orang tua mereka dalam pendidikan agama dan keagamaan di
keluarga; (b) Guru Agama diharapkan menguasai secara baik bidang studi
pendidikan agama yang bersifat ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar
dalam kurikulum sekolah (c) Guru agama harus melaksanakan dengan penuh
tanggungjawab penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik meliputi
perencanaan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi proses dan hasil
belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan pengayaan; dan (d)
Pendidikan Agama di Daerah 3T 6
pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan. Guru
yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara
professional.
Pelaksanaan pendidikan agama di Kecamatan Klaomono Kabupaten Sorong
diantaranya mata pelajaran agama Islam, Kristen dan Katolik, dengan
menggunakan kurikulum KTSP dan K13 baik pada satuan pendidikan dasar
maupun menengah. Proses pembelajaran pendidikan agama didasarkan pada
standar proses pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
pengawasan. Faktor pendukung. Pelaksanaan Pendidikan agama, didukung:
1) Adanya dana BOS penggunaannya dana disesuaikan dengan kebutuhan, 2)
Motivasi dan semangat para pendidik yang terus berupaya agar peserta didik
dapat memperoleh pengetahuan, 3) Animo peserta didik untuk melanjutkan
pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Faktor penghambat, adalah: 1)
kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan, 2) media pembelajaran (buku
pegangan bagi guru, buku paket bagi peserta didik, dan alat belajar, dan 3)
akses sekolah untuk memperoleh berbagai informasi, telepon maupun akses
internet.
Dominan satuan pendidikan di Kabupaten Nunukan Provinsi Kalimantan
Utara di mana guru GGD ditugaskan tidak memiliki guru Pendidikan agama
yang berstatus PNS. Namun proses pembelajaran pendidikan agama tetap
berjalan meskipun diajar oleh guru yang tidak berkualifikasi dan tidak
berkompetensi pendidikan agama.
Peranan guru GGD dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan
agama pun beragam. Dominan guru GGD tidak terlibat secara kurikuler
dalam proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan di
mana ditugaskan. Guru GGD hanya aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan
di sekolah, seperti pembinaan karakter religius, peringatan hari besar agama,
serta kompetisi pendidikan agama. Pendidikan agama sejatinya diajarkan oleh
guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi pendidikan agama, termasuk
di daerah lokasi SM-3T dan GGD ditugaskan. Dalam upaya itu, maka
pelibatan sarjana/guru yang berlatar belakang disiplin ilmu kependidikan
agama pada Program SM-3T dan Program GGD perlu dipertimbangkan pada
angkatan berikutnya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 7
REKOMENDASI
Berdasarkan temuan penelitian, maka perlu direkomendasikan sebagai
berikut:
1. Kepada pihak terkait, Pemerintah Daerah, Dinas pendidikan dan
Kebudayaan, dan Kementerian Agama untuk melakukan koordinasi
dalam rangka pengangkatan guru agama di sekolah umum
2. Pengadaan dan pendistribusian buku-buku teks dan buku pegangan
guru, peningkatan sarana dan prasarana sekolah, kesejahteraan guru
agama utamanya tunjangan sertifikasi atau tunjangan guru untuk
daerah khusus (3T) sangat di butuhkan.
3. Program riset aksi dengan kegiatan KKN Nusantara yang di laksanakan
oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Pendidikan Agama, Badan
Litbang dan Diklat Kementerian Agama perlu dilanjutkan karena
sangat relevan dengan pemberdayaan guru-guru agama di daerah 3T.
4. Diperlukan keseriusan pengawas sekolah untuk melakukan pembinaan
dan pembimbingan di sekolah–sekolah yang berada di daerah 3T.
5. Memberikan kesempatan kepada guru agama dalam mengembangkan
SDM dan meningkatkan wawasan lewat diklat peningkatan kompetensi
dan kegiatan ilmiah;
6. Pelibatan sarjana/guru yang berlatar belakang disiplin ilmu
kependidikan agama pada program SM-3T dan program GGD perlu
dipertimbangkan pada angkatan berikutnya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 8
LAPORAN HASIL PENELITIAN
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL (3T)
TIM PENELITI
Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan
Amiruddin (Koordinator), Abdul Rahman Arsyad,
Badruzzaman, Baso Marannu, Rosdiana
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat (3) yang telah diamandemen,
dinyatakan bahwa Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu
sistem pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan
serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang
diatur dengan undang-undang. Untuk mewujudkan amanat tersebut,
Pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan, antara lain UU
Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Nomor 14
tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Peraturan Pemerintah No. 74
Tahun 2008 tentang Guru.
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan wilayah yang sangat
luas dan heterogen baik secara geografis maupun sosiokultural, memiliki
berbagai permasalahan pendidikan, terutama pada daerah yang tergolong
terdepan, terluar, dan tertinggal (daerah 3T). Permasalahan pendidikan di
daerah 3T antara lain masalah kekurangan jumlah guru (shortage),
distribusi guru tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi guru
di bawah standar (under qualification), kompetensi guru yang masih
rendah (low competencies), serta ketidaksesuaian antara kualifikasi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 9
pendidikan dan bidang yang diampu (mismatched). Permasalahan lainnya
adalah angka putus sekolah yang masih relatif tinggi, angka partisipasi
sekolah yang rendah, sarana prasarana yang belum memadai, dan
infrastruktur untuk kemudahan akses pendidikan yang terbatas.
Sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia, daerah
3T perlu dikelola secara khusus dan sungguh-sungguh, terutama dalam
mengatasi permasalahan-permasalahan pendidikan tersebut agar daerah 3T
dapat maju bersama dan sejajar dengan daerah lain. Oleh karena itu,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi menaruh perhatian
khusus terhadap daerah 3T, mengingat daerah ini memiliki peran
strategis dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
Dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T,
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi mengembangkan
Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia (MBMI). Program MBMI
ini meliputi (1) Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi dengan
Kewenangan Tambahan (PPGT), (2) Program Sarjana Mendidik di Daerah 3T
(SM-3T), dan (3) Program Kolaboratif Pendidikan Profesi Guru SMK
Produktif (PPG Kolaboratif). Program tersebut merupakan sebagian
jawaban untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T.
Hal yang sama juga di lakukan oleh Kementerian Agama RI, Pada
tahun 2018 ini, Pusat Penelitian dan Pengembangan Agama Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama bekerjasama dengan Perguruan tinggi (UIN,
IAIN, STAIN) memprogramkan KKN Nusantara, dimana peserta KKN di
tempatkan di daerah 3T (Terdepan, Terluar, Dan Tertinggal), tentu program
ini menarik patut untuk di apresiasi, walaupun belum ada tolak ukur
keberhasilannya, namun secara substansi program tersebut sudah ada
keberpihakan dengan daerah-daerah yang tergolong 3T.
Sebagai bagian dari Negara Kesatuan Republik Indonesia
peningkatan mutu pendidikan di daerah 3T perlu dikelola secara khusus dan
sungguh-sungguh, utamanya dalam mengatasi permasalahan-
permasalahan tersebut, agar daerah 3T dapat segera maju bersama
sejajar dengan daerah lain. Hal ini menjadi perhatian khusus Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, mengingat daerah 3T memiliki peran strategis
Pendidikan Agama di Daerah 3T 10
dalam memperkokoh ketahanan nasional dan keutuhan Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
Dengan adanya fenomena permasalahan pendidikan di daerah 3T
secara terus menerus tentu akan menimbulkan kesenjangan yang begitu
besar dengan pendidikan yang ada didaerah perkotaan. Dan akan
mendorongmeningkatnya arus urbanisasi ke daerahperkotaan guna
mendapatkan pendidikanyang lebih baik. Kesenjangan yang terjadimasih
cukup tinggi jika dibandingkandengan kondisi di perkotaan
(PeraturanPresiden no 7 tahun 2005). Sedangkan didalam undang-undang
pasal 31 ayat 1menjelaskan bahwa setiap warga Negaraberhak mendapatkan
pendidikan, hal initentu harus di perhatikan kembali olehpemerintah dalam
pelaksanaaan pembangunan pendidikan di seluruhIndonesia supaya tidak
terjadi suatukesenjangan antar satu daerah dengandaerah yang lain guna
tercapai pemerataan pendidikan.
Pembangunan pendidikan merupakan salah satu prioritas utama
dalam agenda pembangunan nasional. Pembangunan pendidikan sangat
penting karena perannya yang signifikan dalam mencapai kemajuan di
berbagai bidang kehidupan (sosial, ekonomi, politik, dan budaya). Oleh
karena itu, pemerintah berkewajiban untuk memenuhi hak setiap warga
negara dalam memperoleh layanan pendidikan guna meningkatkan kualitas
hidup bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh UUD 1945, yang
mewajibkan pemerintah bertanggung jawab dalam mencerdaskan kehidupan
bangsa dan menciptakan kesejahteraan umum. Kurang meratanya
pendidikan di Indonesia terutama akses memperoleh pendidikan bagi
masyarakat miskin dan terpencil menjadi suatu masalah klasik yang hingga
kini belum ada langkah-langkah strategis dari pemerintah untuk
menanganinya. Pembangunan pendidikan masih dihadapkan pada sejumlah
permasalahan terutama berkaitan dengan perluasan akses dan pemerataan
pendidikan pada jalur formal. (Badruzzaman dkk. tth: h.197) (Elektabilitas
Satuan Pendidikan Agama dan Keagamaan)
Permasalahan penyelenggaraan pendidikan, utamanya di daerah
3T antara lain adalah permasalahan pendidik, seperti kekurangan jumlah
(shortage), distribusi tidak seimbang (unbalanced distribution), kualifikasi di
bawah standar (under qualification), kurang kompeten (low competencies),
serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang yang
diampuh (mismatched). Permasalahan lain dalam penyelenggaraan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 11
pendidikan adalah angka putus sekolah juga masih relatif tinggi, angka
partisipasi sekolah masih rendah, sarana prasarana belum memadai, dan
infrastruktur untuk kemudahan akses dalam mengikuti pendidikan
masing sangat kurang.
Sebagai bahan perbandingan Kebijakan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan dalam rangka percepatan pembangunan pendidikan di
daerah 3T, adalah Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia.
Program ini meliputi (1) Pedoman | Program Sarjana Mendidik di Daerah 3T
2 Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi dengan Kewenangan
Tambahan (PPGT), (2) Program Sarjana Mendidik di daerah 3T (SM-3T),
dan (3) Program Pendidikan Profesi Guru Terintegrasi Kolaboratif (PPGT
Kolaboratif). Program-program tersebut merupakan sebagian jawaban
untuk mengatasi berbagai permasalahan pendidikan di daerah 3T.
Program SM-3T sebagai salah satu Program Maju Bersama
Mencerdaskan Indonesia ditujukan kepada para Sarjana Pendidikan yang
belum bertugas sebagai guru (PNS/GTY), untuk ditugaskan selama satu
tahun di daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan untuk membantu
mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan calon guru
profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli terhadap
sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa, agar
dapat maju bersama mencapai cita-cita luhur seperti yang diamanatkan oleh
para pendiri bangsa Indonesia. (Direktorat Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2012:1-2).
Kebijakan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam rangka
percepatan pembangunan pendidikan di daerah 3T, adalah Program Maju
Bersama Mencerdaskan Indonesia. Program SM-3T sebagai salah satu
Program Maju Bersama Mencerdaskan Indonesia ditujukan kepada para
Sarjana Pendidikan yang belum bertugas sebagai guru (PNS/GTY), untuk
ditugaskan selama satu tahun di daerah 3T. Program SM-3T dimaksudkan
untuk membantu mengatasi kekurangan guru, sekaligus mempersiapkan
calon guru profesional yang tangguh, mandiri, dan memiliki sikap peduli
terhadap sesama, serta memiliki jiwa untuk mencerdaskan anak bangsa,
agar dapat maju bersama mencapai citacita luhur seperti yang diamanatkan
oleh para pendiri bangsa Indonesia. (Direktorat Pendidik dan Tenaga
Pendidikan Agama di Daerah 3T 12
Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan
dan Kebudayaan. 2012:7).
Sejalan dengan UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan
Nasional pasal 5 ayat (1) menyatakan bahwa setiap warga Negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu, pasal 11 ayat
(1) menyatakan pemerintah wajib memberikan layanan dan kemudahan serta
menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga
Negara tanpa diskriminasi, termasuk pembaruan pelaksanaan pendidikan
agama dan akhlak mulia, yang merupakan salah satu pilar utama untuk
meujudkan pendidikan Nasional.Selanjutnya secara oprasional pemerataan
memperoleh pendidikan di rumuskan dalam kebijakan pembangunan di
bidang pendidikan pada tahun 2007 yang mencakup: pemerataan dan
perluasan akses pendidikan, peningkatan mutu, relevansi dan daya saing,
peningkatan tata kelola, akuntabilitas dan pencitraan .
Secara kultural, pendidikan pada umumnya berada dalam lingkup
peran, fungsi dan tujuan yang tidak berbeda. Semuanya hidup dalam upaya
yang bermaksud mengangkat dan menegakkan martabat manusia melalui
transmisi yang dimilikinya, tertama dalam membentuk tranfer of knowlege
dan tranfer of values.Oleh Soyomukti (2015:22) pendidikan merupakan proses
tanpa akhir yang diupayakan oleh siapapun, terutama (sebagai penaggung
jawab) negara. Sebagai sebuah upaya untuk meningkatkan kesadaran dan
ilmu pengetahuan, pendidikan telah ada seiring dengan lahirnya peradaban
manusia. Pendidikan seumur hidup bermakna bahwa pendidikan adalah
bagian dari kehidupan itu sendiri. Pengalaman belajar dapat berlangsung
dalam segala lingkungan dan sepanjang hayat. Dari pendidikan segala
sesuatu dalam kehidupan yang meperngaruhi pembentukan berfikir dan
bentindak individu. Kurun waktu kehidupan yang panjang dan saling
berkaitan dengan perubahan-perubahan cara berfikir masyarakat juga turut
menjadi pembentukan individu.
Pendidikan nasional menggalakkan potensi individu secara
menyeluruh dan terpadu untuk mewujudkan insan yang seimbang dan
harmonis dari segi inteletual, rohani dan iman, berdesarkan kepada
kepercayaan dan kepatuhan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Memang adanya
penekanan pada pembentukan manusia seutuhnya baik jasmani maupun
rohani dalam sistem pendidikan nasional merupakakn ciri pendidikan agama.
karean itu, dalam kurikulum terpadu yang dimuat dalam kurikulum
Pendidikan Agama di Daerah 3T 13
pendidikan maupun yang melekat pada setiap mata pelajaran sebagai bagian
dari pendidikan nilai. Oleh sebab itu, nilai-nilai agama akan selalu
memberikan corak dan warna pada pendidikan nasional di Indonesia.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang SISDIKNAS, pasal 12,
ayat (1) huruf a, mengamanatkan: “Setiap peserta didik pada setiap satuan
pendidikan berhak mendapatkan pendidikan agama sesuai dengan agama
yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik yang seagama.” Bukan hanya di
sekolah negeri, juga di sekolah swasta, bahwa setiap siswa berhak
mendapatkan pelajaran agama sesuai dengan agamanya harus dipenuhi,
maka pemerintah berkewajiban menyediakan / mengangkat tenaga pengajar
agama untuk semua siswa sesuai dengan agamanya baik sekolah negeri
maupun swasta.
Penyelenggaraan sekolah umum dengan ciri keagamaan merupakan
hak masyarakat. UU No. 20 Tahun 2003, pasal 55 menegaskan: “Masyarakat
berhak menyelenggarakan pendidikan berbasis masyarakat pada pendidikan
formal dan nonformal sesuai dengan kekhasan agama, lingkungan sosial, dan
budaya untuk kepentingan masyarakat.” Penyelenggaraan pelajaran agama di
sekolah sesuai dengan ciri keagamaan merupakan hak sekaligus kewajiban
sekolah yang diselengarakan oleh masyarakat.
PP No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan, yang menyatakan bahwa pendidikan agama merupakan proses
pendidikan dan memberikan pengetahuan, membentuk kepribadian, sikap,
serta keterampilan para siswa dalam mengamalkan norma, nilai, serta ajaran
agamanya. Pendidikan agama ini sekurang-kurangnya dilaksanakan melalui
mata pelajaran ataupun kulian pada semua jenjang, serta semua jenis
pendidikan.
Penelitian terkait pendidikan agama yang diberikan kepada peserta
didik oleh penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan
Litbang dan Diklat tentang Indeks Pendidikan Agama di SMA (2016)
menemukan secara nasional angka layanan pendidikan agama sebesar 0,81
(untuk semua agama) di sekolah. Ini menunjukkan pemenuhan terhadap tiga
indikator utama atas ketersediaan layanan pendidikan agama belum penuh,
yakni: guru agama, sarana belajar agama, dan proses belajar mengajar.Angka
tersebut menurut penelitian ini belum mencakup kualitas atau mutu layanan
pendidikan agama. Jika dijabarkan pada tiga indikator tersebut, maka faktor
Pendidikan Agama di Daerah 3T 14
yang paling rendah adalah ketersediaan sarana pembelajaran. Faktor tersebut
turut mempengaruhi keterpenuhan standar proses pembelajaran.
Pada beberapa sekolah, baik negeri maupun swasta, ketersediaan guru
sudah cukup baik. Artinya, sudah terpenuhi berdasarkan siswa beragama,
meskipun pada sekolah-sekolah lainnya masih belum
terpenuhi.Keterpenuhan layanan pendidikan agama pada sekolah negeri lebih
besar dibandingkan sekolah swasta. Ini menunjukkan perhatian pemerintah
termasuk pemerintah daerah terhadap layanan pendidikan agama di sekolah
negeri sudah cukup baik. Namun, masih kurang untuk sekolah swasta.
(http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/1637-Indeks-Pendidikan-
Agama-di-SMA.
Berdasarkan beberapa uraian di atas, maka, penelitian ini diharapkan
dapat memberikan masukan pada Kementerian Agama tentang KKN
Nusantara yang telah diprogramkan oleh Badan Litbang dan Diklat,
khusunya Pusat Penelitian Pendidikan agama dan Keagamaan, kemudian jika
mereka telah menyelesaikan studinya (Sarjana) terutama sarjana Tarbiyahdan
akan mengajar di daerah 3T, maka penelitian ini dapat dijadikan rujukan
untuk kebijakan-kebijakan yang akan dibuat oleh Kementerian Agama.
Masalah Penelitian
Masalah penelitian adalah Bagaimana Penyelenggaraan Pendidikan
Agama di daerah Terdepan, Terluar dan tertinggal (3T). kemudian dituangkan
dalam beberapa pertanyaan penelitian:
1. Seperti Apa Pelaksanaan Pendidikan Agama di Daerah Terdepan, Terluar,
dan Tertinggal (3T)?
2. Bagaimana Proses Pembelajaran Pendidikan Agama pada satuan
pendidikan di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T)?
3. Apa faktor pendukung dan penghambat Pendidikan agama di Daerah
Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T)?
Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah ingin mengetahui bagaimana
implementasian Pendidikan Agama pada daerah 3T (Terdepan, Terluar dan
tertinggal) terutama yang telah Implementasi Pendidikan Agama di daerah 3T
Pendidikan Agama di Daerah 3T 15
oleh Kementerian Agama. Sedangkan secara khusus tujuan yang ingin
dicapai adalah:
1. Mengetahui Implementasi Pendidikan Agama di Daerah Terdepan,
Terluar, dan Tertinggal (3T)?
2. Mengetahui Proses Pembelajaran Pendidikan Agama pada pendidikan
Dasar di daerah 3T sehingga ada solusi konstruktif untuk program
Pendidikan di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T)?
3. Mengetahui Faktor yang mempengaruhi pendidikan agama di Daerah
Terdepan, Terluar, dan Tertinggal (3T) untuk mensukseskan program
pemerintah dalam hal Pendidikan agama di Indonesia.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan menjadi acuan bagi lembaga unit
teknis, terdiri dari: Direktur Pendidikan Agama Islam sebagai bahan untuk
melalukan kebijakan terhadap program peningkatan mutu pendidikan agama
ke depan. Kanwil Kementerian Agama sasaran penelitian yang hasilnya
nantinya akan ditindak lanjuti berdasarkan temuan penelitian yang
dilakukan nantinya. Pusdiklat Teknis dan Balai Diklat Keagamaan melakukan
program-program kediklatan yang berbasis penelitian terutama untuk guru-
guru yang mengajar di daerah 3T.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Kriteria Daerah Terluar, Terdepan, Tertinggal
Pendidikan di Indonesia mendefinisikan wilayah pedalaman sebagai
daerah khusus yang ditetapkan melalui Permendikbud No. 34 Tahun 2012
tentang kriteria daerah khusus dan pemberian tunjangan khusus bagi guru.
Daerah khusus, yaitu: a) daerah yang terpencil atau terbelakang, b) daerah
dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil, c) daerah perbatasan dengan
negara lain, d) daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau
daerah yang berada dalam keadaan darurat lain; dan/atau, e) pulau kecil
terluar. Penjelasan mengenai definisi wilayah pedalaman atau daerah khusus
lebih terperinci diuraikan pada pasal dua, yaitu :
Pendidikan Agama di Daerah 3T 16
a. Kriteria daerah yang terpencil atau terbelakang sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 1 huruf a adalah sebagai berikut :
1. Akses transportasi sulit dijangkau dan mahal disebabkan oleh tidak
tersedianya jalan raya, tergantung pada jadwal tertentu, tergantung pada
cuaca, satu-satunya akses dengan jalan kaki, memiliki hambatan dan
tantangan alam yang besar;
2. Tidak tersedia dan/atau sangat terbatasnya layanan fasilitas umum,
fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas listrik, fasilitas informasi
dan komunikasi, dan sarana air bersih; dan/atau
3. Tingginya harga-harga dan/atau sulitnya ketersediaan bahan pangan,
sandang, dan papan atau perumahan untuk pemenuhan kebutuhan
hidup.
a. Kriteria daerah dengan kondisi masyarakat adat yang terpencil
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf b adalah adanya resistensi
masyarakat lokal terhadap perubahan nilai-nilai budaya, sosial, dan adat
istiadat. Kriteria daerah perbatasan dengan negara lain sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 1 huruf c adalah sebagai berikut:
1. Sebagai kawasan laut dan kawasan daratan pesisir yang berbatasan
langsung dengan negara tetangga yang meliputi Batas Laut Teritorial
(BLT), Batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), Batas Landas Kontinental
(BLK), dan Batas Zona Perikanan Khusus; dan/atau
2. Sebagai kawasan perbatasan darat yang berbatasan langsung dengan
negara tetangga.
b. Kriteria daerah yang mengalami bencana alam, bencana sosial, atau daerah
yang berada dalam keadaan darurat lain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 huruf d adalah sebagai berikut:
1. Minimnya fasilitas perlindungan keamanan, baik fisik maupun
nonfisik;
2. Hilangnya fasilitas sarana pelayanan umum berupa fasilitas
pendidikan, fasilitas kesehatan, fasilitas listrik, fasilitas informasi dan
komunikasi, dan sarana air bersih; dan/atau
Pendidikan Agama di Daerah 3T 17
3. Ditetapkan sebagai daerah bencana alam, bencana sosial, atau daerah
yang berada dalam keadaan darurat lain oleh pejabat Pemerintah yang
berwenang.
c. Kriteria pulau kecil terluar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 huruf
e adalah pulau dengan luas area kurang atau sama dengan 2000 Km²
(dua ribu kilometer persegi) yang memiliki titik-titik dasar koordinat
geografis yang menghubungkan garis pangkal laut kepulauan sesuai
dengan hukum Internasional dan Nasional.
Gambaran mengenai definisi pedalaman di atas, menunjukkan bahwa
untuk menjadi guru di wilayah pedalaman tentunya memiliki banyak
tantangan dibandingkan dengan guru-guru yang bertugas di wilayah
perkotaan, tantangan mendasar yang harus dihadapi, yaitu : 1) kondisi
internal, yang terdiri atas upaya pemenuhan kebutuhan hidup, kesempatan
untuk pengembangan karir, dan peningkatan kesejahteraan guru menjadi
suatu hal yang menyulitkan; (2) kondisi eksternal, yang terdiri dari sulitnya
akses informasi, komunikasi, transportasi, dan jalan yang menjadi kendala
atau masalah.
Pendidikan Agama
Salah satu perubahan paradigma pendidikan, khususnya dalam
pembelajaran tersebut adalah orientasi yang semula berpusat pada guru
(teacher centered eduacation) beralih berpusat pada murid (student centered
education) Haedari (2010:2).
Kaitan Pendidikan Agama di daerah 3T (Terluar, Terdepan, tertinggal)
menarik jika dihubungkan dengan pendapat Durkheim dalam Kadir Ahmad,
dkk (2010:1) Pemenuhan kebutuhan atas agama dapat meningkatkan derajat
dan kualitas kemanusiaan seseorang dan sekaligus mendinamisasi suatu
masyarakat menuju peradaban yang agung. Emil Durkheim (turner, 1981:80)
mengatakan bahwa fungsi agama adalah untuk menyatukan spiritualitas
manusia dengan yang sakral untuk membnangun moralitas tunggal.
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha
manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam
masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan
atau paedagogik berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan
sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa (Hasbullah, 2006:1).
Pendidikan Agama di Daerah 3T 18
Pendidikan Agama dalam bingkai Ideologi negara dan misi jangka panjang
pembangunan nasional menempati enam posisi strategik yang diharapkan
mampu mewarnai dinamika pembangunan bangsa Indonesia. (Haedar,
2010:ix)
Sementara agama memiliki kedudukan yang penting dalam pendidikan
nasional. Dalam tujuan pendidikan nasional: “Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.” (UU 20/2003, pasal 3).
Dalam Undang-undang Nomor 20 tahun 2003, pasal 37 ayat 1 dan 2
bahwa pendidikan agama merupakan mata pelajaran wajib di dalam
kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi. “(1) Kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama, (b)
pendidikan kewarganegaraan, (c) bahasa, (d) matematika, (e) ilmu
pengetahuan alam, (f) ilmu pengetahuan sosial, (g) seni dan budaya, (h)
pendidikan jasmani dan olah raga, (i) keterampilan/kejuruan, dan (j) muatan
lokal. (2) Kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat: (a) pendidikan agama,
(b) pendidikan kewarganegaraan, (c) bahasa.”
Pengembangan kurikulum: Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang
pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan
memperhatikan: (a) peningkatan iman dan takwa, (b) peningkatan akhlak
mulia, (c) peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik, (d)
keragaman potensi daerah dan lingkungan, (e) tuntutan pengembangan
daerah dan nasional, (f) perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni,
(g) agama, (h) dinamika perkembangan global, (i) persatuan nasional dan
nilai-nilai kebangsaan.” (UU 20/2003, pasal 36).
Implementasi pendidikan agama pada satuan pendidikan setidaknya
haruslah didasarkan pada standar yang telah ditetapkan yang oleh
pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005
tentang standar nasional pendidikan. Standar tersebut merupakan kriteria
minimal tentang sistem pendidikan nasional. Lingkup standar tersebut
meliputi: standar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar
Pendidikan Agama di Daerah 3T 19
pendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar
pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaian. Fungsi dari standar
tersebut adalah sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan
pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang
bermutu.
Peningkatan kualitas pembelajaran pada satuan pendidikan tentunya
didasarkan pada standar proses pembelajaran. Menurut Thobroni
pembelajaran membutuhkan sebuah proses yang disadari yang cenderung
bersifat permanen dan mengubah perilaku. Pada proses tersebut terjadi
pengingatan informasi yang kemudian disimpan dalam memori dan organisasi
kognitif. Selanjutnya, keterampilan tersebut diwujudkan secara praktis pada
keaktifan siswa dalam merespons dan bereaksi terhadap peristiwa-peristiwa
yang terjadi pada diri siswa maupun lingkungannya (Thobroni, 2016:17).
Standar proses sebagaimana dijelaskan pada PP Nomor 19 Tahun 2005
pasal 19-24 meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian, dan pengawasan
kegiatan pendidikan.
Pendidikan agama merupakan bagian tak terpisahkan dari
pembaharuan dan pembangunan pendidikan nasional: “Pembaharuan sistem
pendidikan nasional memerlukan strategi tertentu. Strategi pembangunan
pendidikan nasional dalam undang-undang ini meliputi: (1) pelaksanaan
pendidikan agama serta akhlak mulia. Kelembagaan pendidikan agama.
Selain pendidikan agama, di dalam sistem pendidikan nasional pemerintah
dan/atau kelompok masyarakat dapat menyelenggarakan pendidikan
keagamaan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menjadi anggota
masyarakat yang memahami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran agamanya
dan/atau menjadi ahli ilmu agama. (UU 20/2003, pasal 30/2).
Berdasarkan hal tersebut pendidikan agama menjadi penting untuk
diberikan hal ini terlihat dari berbagai kebijakan yang tertuang dalam
perundang-undangan dan berbagai kebijakan yang mengatur tentang
bagaimana pendidikan agama tersebut dijalankan dan implementasikan
kepada peserta didik khususnya dalam satuan pendidikan.
Penelitian Sebelumnya
Penelitian sebelumnya tentang daerah 3T ini, diantaranya Gigantara
(2016:1-10), meneliti tentang Faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 20
alumni Jurusan Pendidikan Ekonomi dalam mengikuti program SM-3T, dari
hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa ada 6 (enam) faktor yang
memengaruhi partisipasi mereka yakni (1) Kemauan; (2) Kemampuan; (3)
Kesempatan; (4) Status Sosial; (5) Program Kegiatan dan (6) Keadaan Alam,
dari keenam faktor tersebut, disimpulkan bahwa faktor Kemauan menjadi
faktor dominan untuk berpartisipasi mengikuti program SM-3T.
Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yusuf (2003:120-127)
menyimpulkan bahwa efektifitas dan efisiensi sekolah di daerah terpencil
yang menjadi problem adalah manajemen sekolah itu sendiri, untuk itu
disarankan menggunakan manajemen sekolah secara mandiri. Penelitian ini
cukup beralasan mengingat beberapa sekolah di daerah 3T memiliki
keterbatasan dalam berbagai hal, terutama daya dukung sarana dan
prasarana.
Suciati, Ariningsih. 2016. Dalam penelitian, penulis memberikan solusi
tentang pentingnya kurikulum pendidikan yang memiliki muatan kebangsaan
dan nilai-nilai kejuangan berbasis karakter dan life skill berjiwa bela negara
dengan memperhatikan keunggulan lokal yang dimiliki daerah perbatasan
dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia khususnya
didaerah 3T dan perbatasan.
Aylin, A’ing. 2015. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa
pembangunan pada bidang pendidikan di daerah perbatasan Kecamatan
Kayan Hulu mengalami kekurangan tenaga pendidik dibeberapa sekolah
dalam penempatan pendidik di setiap sekolah belum merata. Dari rekrutmen
pendidik sistem yang digunakan adalah pendidik mengikuti tes CPNS, untuk
tenaga kontrak mengikuti tes yang dilaksanakan oleh Dinas Pendidikan
sementara untuk honorer langsung member permohonan lamaran kerja ke
sekolah. Dalam pemberian bantuan ini sangat tidak diimbangi dengan
pembimbingan dan pembekalan manajemen pengelolaan yang baik dan tepat
guna dan jumlah bantuan yang diberikan belum cukup untuk memenuhi
semua kebutuhan sekolah yang ada didaerah perbatasan karena dipengaruhi
oleh kondisi daerah yang jauh.
Lia Rosliana, dkk. 2015. Kesimpulan dari kajian ini adalah terdapat
tiga buah inovasi yang ada di perbatasan Kalimantan Utara yaitu: sekolah
tapal batas, sekolah filial serta sarjana mengajar. Rekomendasi model inovasi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 21
yang dapat diterapkan diperbatasan meliputi inovasi lingkup guru, siswa dan
sosial masyarakat, inovasi lingkup fasilitas, dan inovasi lingkup kurikulum.
Lantip Diat Prosojo, dkk. 2017. Penelitian ini menyimpulkan bahwa
manajemen kurikulum yang diselenggarakan oleh Universitas Negeri
Yogyakarta untuk program SM-3T telah sesuai dengan aturan yang
diberlakukanoleh pemerintah pusat dan memiliki dampak yang baik bagi
peserta.
Bejo. 2016. Pendampingan guru dengan SUPERDIKSON (Supervisi,
Diskusi dan Konsultasi) dirasakan efektif dan efesien dalam pencapaian
tujuannya. Dengan demikina jika pengawas sekolah melakukan
pendampingan dengan supervisi yang artistic, dilanjutkan dengan diskusi dan
memberikan ruang kepada guru untuk konsultasi dengan berbagai cara
langsung tidak langsung, dengan memanfaatkan media komunikasi yang ada
akan cepat meningkatkan kemampuan guru. Dengan demikian dapat ditarik
kesimpulan bahwa pendampingan pembelajaran kolaboratif melalui
superdiskon (supervisi,diskusi, dan konsultasi) dapat meningkatkan mutu
pendidikan di daerah 3T.
Asis Wahyudi, dkk. 2016. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa
karakter siswa di dearh terdepan, terluar, dan tertinggal adalah kurangnya
rasa cinta tanah air, kerja keras, kreatif, tanggung jawab, disiplin dan gemar
membaca. Pembelajaran berbasis karakter yang tepat diterapkan bagi siswa di
daerah 3T adalah pengintegrasian pendidikan karakter dalam budaya sekolah
dan mata pelajaran, seperti peningkatan rasa cinta tanah air melalui
penggunaan Bahasa Indonesia yang baikdan benar dalam setiap
pembelajaran dan selalu memulai pembelajaran dengan menyanyikan lagu
nasional. Adapun rendahnya karakter kerja keras dapat ditingkatkan melalui
pemberian motivasi tentang pentingnya belajar dan sekolah bagi masa depan
siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan Metode
kualitatif. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha memberikan
gambaran secara sistematis dan cermat fakta-fakta faktual dan sifat-sifat
Pendidikan Agama di Daerah 3T 22
populasi tertentu (Zuriah, 2005:14). Penelitian deskritif dapat disebut juga
penelitian ekploratif yaitu untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai sesuatu
fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah
variabel yang berkenaan dengan masalah atau unit yang diteliti. (Faisal,
1999:200). Penelitian ini akan menggambarkan fakta-fakta atau kenyataan
sosial mengenai pelaksanaan pendidikan agama di daerah 3T.
Obyek Penelitian
Obyek penelitian ini adalah dengan memilih salah satu Pendidikan
Dasar (SD/MI) dan atau pendidikan menengah (SMP/MTs, MA/SMA) yang
berada di daerah 3T yang dimasudkan, sasarannya adalah Guru Pendidikan
Agama di sekolah sekolah umum serta guru Agama di MI/MTs/MA.
Pemilihan lokasi Penelitian tentang pendidikan Agama di di daerah 3T,
berdasarkan wilayah kerja Balai Litbang Agama Makassar, kemudian
relevansinya dengan jumlah peneliti dan judul ditetapkan lima Provinsi yakni
1) Papua Barat; 2) Kalimanta Utara; 3) Kalimantan Timur; 4) Maluku; dan 5)
Sulawesi Utara. Dari ke lima lokasi menjadi wilayah kerja tersebut, penulis
mendapat tugas di Provinsi Maluku dengan memilih Kabupaten Buru sebagai
lokasi peneltian.
Penentuan Subyek Penelitian
Sebagaimana yang dituliskan oleh Sugiyono (2007:2015-20160, dalam
penelitian kualtitatif tidak menggunakan istilah populasi tapi oleh Spardley
dinamakan “social situation” atau situasi sosial yang terdiri atas tiga elemen
yaitu: Tempat (place), pelaku (actors), aktifitas (actifity) yang berinteraksi
secara sinergis.
Penentuan subyek dipilih berdasarkan teknik snowball dengan
mencari informan kunci, dalam hal ini adalah mereka yang pernah
mengajarkan pendidikan agama pada beberapa tingkatan yang menjadi
sasaran penelitian yang dimaksud.
Sumber Data
Data penelitian terdiri data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh dari hasil wawancara langsung dengan informan yang terkait
dengan penelitian seperti Guru Agama, kepala sekolah/madrasah, pengurus
komite sekolah/madrasah atau orang tua siswa, guru, dan tokoh masyarakat
Pendidikan Agama di Daerah 3T 23
atau pemerhati pendidikan di daerah 3T. Data sekunder adalah data-data
pendukung penelitian yang diperoleh secara tidak langsung dari informan,
biasanya dalam bentuk dokumen-dokumen atau artikel-artikel yang terkait
penelitian, seperti data sekolah/madrasah dari Kantor Kementerian Agama
dan Kementerian Pendidikan Nasional setempat atau data gambaran lokasi
penelitian dari Badan Pusat Statistik setempat.
Instrumen penelitian terdiri atas pedoman wawancara. pedoman
wawancara dipergunakan untuk menjaring data primer berkaitan dengan
data-data pendukung penelitian yang menjawab pelaksanaan Pendidikan
Agama ada daerah 3T di Kawasan Timur Indonesia? dan proses pembelajaran
Pendidikan Agama pada pendidikan Dasar di daerah 3T?
Teknik Analisa Data
Data yang terkumpul dianalisis dengan mengunakan jenis analisis
deskriftif kualitatif untuk mendeskripsikan secara mendalam dari tujuan
penelitian. Penelitian ini merupakan kajian sosiologi pendidikan agama mikro
dengan mengamati pelaksanaan pendidikan agama pada satuan pendidikan
tertentu (di sekolah) hingga pelaksanaannya di kelas. Tentu yang dilihat
adalah gejala-gejala sosiologis pendidikan dalam perspektif pendidikan agama
di sekolah 3T tersebut.
Menurut Miles and Huberman (1984) mengemukakan bahwa aktivitas
dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung
terus menerus sampai tuntas sehingga datanya sudah jenuh, aktifitas
tersebut adalah data reduction, data display, dan Conclution
drawing/verification dalamSugiyono (2007:246).
Tahapan Kegiatan
Kegiatan yang dimaksud dalam tahapan penelitian tersebuit sebagai
berikut: (1) Rapat Persiapan; (2) Penyusunan dan Pembahasan Desain
Operasional dan Instrumen Pengumpulan Data (IPD); (3) Penjajakan
Lapang/Uji Coba IPD; (4) Pembekalan dan Penyiapan Administrasi; (5)
Pengumpulan Data Lapangan; (6) Pengolahan Data; (7) Penyusunan Laporan
Hasil Penelitian; (8) Pra seminar; (9) Seminar; (10) Evaluasi Kegiatan dan
Pembahasan draftExecutiveSummary; (11) Penggandaan Laporan.
Menyikapi Surat Edaran Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama Nomor 1 tahun 2018, tentang Surat keputusan Nomor 32 Tahun
Pendidikan Agama di Daerah 3T 24
2018, serta Petunjuk Teknis Nomor 46 tahun 2017 yang mengatur tentang
pelaksanaan Penelitian di lingkungan Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI. Maka Bidang Pendidikan Agama dan Keagamaan menyampaikan
beberapa pertimbangan berdasarkan Penelitian, khususnya pada penelitian
ini tahapan serta aktifitas yang dilakukan sebagai berikut:
TAHAPAN WAKTU KETERANGAN
PENJAJAKAN
LAPANG
(FIELD RESEARCH)
7 HARI
(Sesuai Teknis
Nomor 46 tahun
2017)
• Identifikasi Faktual Obyek Penelitian
• Penelusuran Data – Data Pendukung
• Pengembangan dan Penyesuaian Instrumen
• Identifikasi Informan Kunci
• Observasi Kondisi Demografi, Sosial Fokus dan
Lokus Penelitian
• Observasi Faktual Stakeholder
PENELITIAN
LAPANG
18 HARI
(Sesuai Teknis
Nomor 46 tahun
2017)
• Pengumpulan Data
• Observasi
• Focus Group Discussion (FGD)
• Reduksi Data
• Penyajian Data
• Verifikasi data (Awal)
• Penelusuran Pustaka Lokal yang berkaitan
dengan Kebijakan Lokal
• Pembimbingan dan Monitoring
• Diskusi Implikasi Temuan Awal dgn Stakeholder
Pendidikan Agama di Daerah 3T 25
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA
DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL (3T)
DI KECAMATAN WAPLAU, KABUPATEN BURU
Amiruddin
email: amiruddinlaterru@gmail.com
Peneliti pada Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Jl. A. P. Pettarani No. 72 Makassar
Abstrak Penelitian ini mendalami pelaksanaan pendidikan agama di sekolah sebagai bahan
pertimbangan jika Kementerian Agama membuat kebijakan di bidang pendidikan di daerah 3T.
Tujuan penelitian ini untuk memotret pelaksanaan, proses, pendukung dan penghambat
pembelajaran pendidikan agama di Kabupaten Buru dengan mengambil lokasi di Kecamatan
Waplau sebagai daerah 3T. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif yang difokuskan
pada tiga (3) lembaga pendidikan yaitu SMPN 36 Buru dan SDN 6 Waplau yang terletak di
Dusun Miskoko, dan MTs Al-Khairaat Lamahang. Masalah penelitian ini adalah “Bagaimana
Penyelenggaraan Pendidikan Agama di Daerah 3T. Teknik pengumpulan data berupa
wawancara, observasi, dan studi dokumentasi.
Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pelaksanaan pendidikan agama Kristen belum
berjalan secara maksimal karean ketertersediaan guru agama Kristen. Pelaksanaan pendidikan
agama hanya dilakukan oleh pendidik yang seagama dengan peserta didik berdasarkan
instruksi dan penunjukan oleh kepala sekolah. Proses pembelajaran pendidikan agama
dilaksnakan dengan menggunakan K13. Dalam proses pembelajaran pendekatan dan metode
yang dipakai masih bersifat konvensional, sedangkan fasilitas kegiatan keagamaan yang
dimiliki sekolah yang berada di daerah 3T serba kekurangan tidak sama dengan sekolah yang
ada diperkotaan. Bentuk dan jenis evalusai yang diberikan secara tertulis dan tidak tertulis
(lisan) yang dilaksanakan pada tengah dan akhir semester. Selain itu evaluasi diberikan dalam
bentuk tugas-tugas kegiatan intra kurikuler. Faktor pendukung pelaksanaan pendidikan agama
meliputi; Kondisi sosial Masyarak yang kondusif, keterlibatan tokoh agama dan tokoh
masayarak, kegiatan keagamaan di luar sekolah, peran Guru Garis Depan, dan dukungan
masyarakat dan pemerintah. Sedangkan faktor penghambatnya meliputi; Tidak tersedianya
guru agama (Kristen), kurangnya sumber belajar, sarana dan prasarana pendukung, peran
orang tua dalam pembinaan keagamaan masih rendah.
Kata Kunci: Pelaksanaan, Proses Pembelajaran, Pendidikan Agama, Kabupaten
Buru.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kabupaten Buru sebagai Daerah Tertinggal
Kabupaten Buru adalah merupakan salah satu Kabupaten di Provinsi
Maluku dengan ibukota Kabupaten Namlea. Untuk sampai ke kabupaten ini
hanya ada dua jalur transportasi yang tesedia yang pertama, transportasi laut
dengan menggunakan kapal cepat (durasi 4 jam), atau mengunakan Kapal
Peri (durasi 8 jam). Kedua menggunakan transportasi Udara. Wings Air
adalah Satu-satunya pesawat yang bisa mengantar kita ke Kabupaten Buru
dengan durasi waktu ± 30 menit saja itupun hanya satu kali penerbangan
dengan jadwal rutin setiap hari dan berangkat pada pagi hari jam 06.30.
Nama lain dari Kabupaten Buru dikenal dengan julukan “BUPULO” ,
hal ini ditandai dengan beberapa program Pemerintah Daerah yang memakai
ikon Bupulo sebagai perekat masyarakat. Program tesebut adalah “GELORA”
yaitu Gerakan Masyarakat Bupulo Magrib Mengaji, dan “GENCAR” Gerakan
Bupulo Gemar Membaca. Upaya dan harapan Pemerintah Daerah (PEMDA)
Kabupaten Buru dalam meningkatkan kualitas religiusitas masyarakatnya
(Islam) dan peningkatan kualitas pendidikannya agar bisa sejajar dengan
daerah lain, dapat terealisasi dari kedua program ini.
Kabupaten Buru juga dikenal dengan penyuplai produksi minyak kayu
putih di Provinsi Maluku, maka tidak heran mata pencaharian masayarakat
asli Kabupaten Buru adalah petani dan penyuling minyak kayu putih yang di
produksi secara tradisonal, tempat penylingannya bernama Ketel. Dominan
Ketel (tempat Penyulingan minyak kayu putih) bukan milik masyarakat
setempat tetapi milik para pemilik modal (orang Cina). Bahkan hampir
sebagian wilayah yang ditanami pohon kayu putih ternyata sudah menjadi
milik dari pada keturunan cina yang ada di Kabupaten Buru. Bisa
dibayangkan bahwa masyarakat setempat hanya sebagian kecil saja yang
menjadi pemiliki lahan. Dominan masyakarat hanya sebagai pekerja saja.
Luas wilayah daratan Kabupaten Buru 7.595,58 km2, dan secara
administratif terdiri dari 10 wilayah kecamatan. Luas daratan masing-masing
kecamatan yaitu: Kecamatan Namlea (951,15 km2), Waeapo (102,50 km2),
Waplau (585,23 km2), Batabual (108,60 km2), Teluk Kaiely (141,08 km2),
Waelata (234,50 km2), Lolong Guba (457,02 km2), Lilialy (481,50 km2), Air
Pendidikan Agama di Daerah 3T 27
Buaya (1.702,35 km2), serta Fena Laisela (2.832,65 km2). (BPS. Kabupaten
Buru 2017)
Gambaran Umum Lembaga Pendidikan di Daerah 3T
Kondisi Pendidikan di Kabupaten Buru
Berdasarakan Peraturan Presiden Nomor 131 Tahun 2015 tentang
Penetapan Dearah Tertinggal Tahun 2015 – 2019 khusus di Provinsi Maluku
dari hasil rilis dalam Perpres tersebut menyebutkan bahwa terdapat 8
Kabupaten di Provinsi Maluku yang masuk dalam zona atau kategori daerah
tertinggal, salah satunya adalah Kabupaten Buru yang menjadi lokasi
penelitian ini. Adapun nama ke 8 kabupaten diantaranya: 1. Kabupaten
Maluku Tenggara Barat, 2. Maluku Tengah, 3. Kepulauan Aru, 4. Seram
Bagian Barat (SBB), 5. Seram Bagian Timur (SBT), 6. Maluku Barat Daya, 7.
Buru Selatan, dan 8. Kabupaten Buru.
Sedikit mengulas tentang Kabupaten Buru yang menjadi lokasi
penelitian ini dengan sasaran pada salah satu Kecamatan yaitu Kecamatan
Waplu tepatnya di Susun Miskoko Desa Lamahang. Kabupaten Buru memliki
10 Kecamatan termasuk Kecamatan Waplau. Dari 10 kecamatan tersebut
yang masuk dalam kategori kecamatan Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T)
sebanyak 7 kecamatan yaitu Airbuaya, Batabual, Fena Leisela, lolong Guba,
Teluk Kaeyeli, Waelata, dan Waplau. Sedangkan untuk Kecamatan Namlea,
Waeapo, dan Lilialy tidak termasuk dalam kategori kecamatan 3T.
Persebaran lembaga pendidikan pada jenjang Sekolah Menengah Atas
(SMA) di Kabupaten Buru yang diperoleh dari instansi terkait yaitu Kantor
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku persebarannya
tidak merata di setiap Kecamatan, terdapat dua kecamatan yang belum
memiliki lembaga pendidikan pada jenjang SMA baik sekolah Negeri maupun
Swasta yaitu Kecamatan Fena Laisela dan Kecamatan Teluk Kaiely. Data
terkait dapat di lihat pada tabel 1 di bawah ini:
Pendidikan Agama di Daerah 3T 28
Tabel 1
Persebaran Satuan Pendidikan Tingkat SMA
Kabupaten Buru Berdasarkan Status Sekolah Per Kecamatan
No Kabupaten Tingkat SMA
Negeri Swasta Jml
1 Air Buaya 1 1 2
2 Bata Bual 2 - 2
3 Fena Laisela - - -
4 Lilialy 1 - 1
5 Lolong Guba 1 - 1
6 Namlea 3 - 3
7 Teluk Kaiely - - -
8 Waeapo 1 - 1
9 Waelata 1 - 1
10 Waplau 3 - 3
Jumlah 13 1 14
Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Prov. Maluku Tahun 2017 – 2018
Data tentang persebaran lembaga pendidikan pada jenjang Sekolah
Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) diperoleh dari Kantor
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Buru dengan
persebaran hampir merata disetiap kecamatan, hal ini dapat disimak pada
tabel 2 berikut ini:
Tabel 2
Persebaran Satuan Pendidikan Tingkat SD dan SMP
Kabupaten Buru Berdasarkan Status Sekolah Per Kecamatan
No Kabupaten Jenjang SD Jenjang SMP
Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah
1 Air Buaya 12 2 14 9 - 9
2 Bata Bual 6 3 9 4 - 4
3 Fena Laisela 21 3 24 7 1 8
4 Lilialy 4 4 8 3 - 3
5 Lolong Guba 20 4 24 3 1 4
6 Namlea 12 5 17 6 1 7
7 Teluk Kaiely 5 1 6 2 - 2
8 Waeapo 10 - 10 4 - 4
9 Waelata 14 1 15 4 - 4
10 Waplau 10 7 17 4 1 5
Jumlah 114 30 144 46 4 50
Disamping data persebaran lembaga pendidikan umum, juga terdapat
lembaga pendidikan agama dalam bentuk madrasah seperti Madrasah
Ibtidaiyah (MA), Madrasah Tsanawiyah (MTs) maupun Madrasah Aliyah (MA)
yang di kelola oleh Kantor Kementerian Agama Kabupaten Buru. Perolehan
data persebaran madrasah di Kabupaten Buru melalui Seksi Pendidkan Islam
Pendidikan Agama di Daerah 3T 29
(Pendis). Dominan penggelolaan madrasah dalam bentuk yayasan, sehingga
hampir seluruh madrasah statusnya swasta, hanya terdapat satu (1)
madrasah yang bersatus negeri yaitu pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI)
yang berlokasi di Kecamatan Waeapo. Berikut ini akan disajikan laporan
tentang persebaran Satuan Pendidikan Agama sebagai berikut:
Tabel 2
Persebaran Satuan Pendidikan Tingkat MI, MTs, dan MA
Kabupaten Buru Berdasarkan Status Madrasah Per Kecamatan
No Kabupaten Jenjang MI Jenjang MTs Jenjang MA
Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah Negeri Swasta Jumlah
1 Air Buaya - 1 1 - 1 1 - - -
2 Bata Bual - 1 1 - 1 1 - - -
3 Fena Laisela - - - - 1 - - - -
4 Lilialy - 1 1 - 1 1 - 1 1
5 Lolong Guba - 1 1 - 1 1 - - -
6 Namlea - 1 1 - 2 2 - 2 2
7 Teluk Kaiely - - - - - - - - -
8 Waeapo 1 1 2 - 2 2 - 1 1
9 Waelata - 3 3 - 2 2 - 1 1
10 Waplau - - - - 1 1 - - -
Jumlah 1 9 10 0 12 12 0 5 5
Sumber: Kementerian Agama Kabupaten Buru Tahun 2017 – 2018
Kondisi Pendidikan di Kecamatan Waplau
Di kecamatan Waplau sarana pendidikan sudah tersedia mulai dari
Sekolah Dasar (SD) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Berdasarkan
data BPS Kecamatan Waplau dalam Angka Tahun 2017 melansir data sekolah
Tingkat pendidikan Sekolah Dasar terdapat sebanyak 17 sekolah (10 Negeri
dan 7 swasta) yang telah tersedia diseluruh desa dengan jumlah siswa 2.225
orang dan jumlah guru sebanyak 148 orang. Terdapat 6 Sekolah Menengah
Pertama (5 Negeri dan 1 swasta) yang tersebar pada empat desa yaitu
Waepotih, Hatawano, Waeura, Waplau, dan Lamahang. Dengan jumlah siswa
sebanyak 961 orang dan jumlah guru sebanyak 77 orang Sedangkan Sekolah
Menengah Atas terdapat 2 buah sekolah yang berada di desa Ibu Kota
Kecamatan (Desa Waplau) dan Desa Waipotih dengan jumlah siswa sebanyak
858 orang dan jumlah guru sebanyak 43 orang.
Desa Lamahang, secara administratif memiliki 1 Dusun yaitu Miskoko
dan 2 RW dan 6 RT dengan jumlah penduduk tahun 2017 sebanyak 1.702
jiwa, memiliki komposisi penduduk terbesar ke dua setelah desa Waplau yang
merupakan ibukota Kecamatan. Penduduk Besa Lamahang mayoritas
pemeluk agama Islam kemudian agama Kristen dan terdapat beberapa warga
Pendidikan Agama di Daerah 3T 30
yang masih menganut kepercayaan animisme atau agama adat (suku anak
dalam) yang biasa disebut “Alifuru”.
Lembaga pendidikan di Desa Lamahang terdiri dari Sekolah Dasar
sebanyak 3 lembaga yaitu, SD Swasta Al-Hilaal Lamahang, SDN 6 Waplau
(Miskoko), dan SDN 7 Waplau (Waelesi), dengan jumlah siswa sebayak 343,
dan jumlah guru 88 orang. Pada jenjang SMP/MTs juga terdapat 2 lembaga
yaitu, SMPN 36 Buru yang berlokasi di Dusun Miskoko, dan MTs Al-Khairaat
Lamahang, dengan jumlah siswa sebanyak 113, dan jumlah guru 25 orang.
Dusun Miskoko dengan Keterbatasannya
Kondisi geografis Dusun Miskoko berada pada daerah pegunungan
dengan kondisi jalan berlumpur dan berkerikil kalau tidak hati-hati
kendaraan bisa oleng dan terbalik. Oleh karena itu, tidak ada kendaraan
umum yang sanggup menjangkau daerah ini, hanya terdapat satu buah
kendaraan truk yang biasa lalu lalang itupun hanya sebagai kendaraan
pengumpul daun kayu putih yang dijadikan bahan utama pembuatan minyak
kayu putih, selebih sudah tidak ada lagi. Satu-satunya transportasi yang
dapat menjangkau daerah ini adalah kendaraan roda dua alias motor tetapi
kondisinya harus prima, sebab jika terjadi masalah dengan kendaraannya
sudah dipastikan akan mengalami kesulitan. Jangan harap ada bengkel di
daerah ini, disepanjang jalan hanya di suguhkan pemandangan pegunungan
yang diatasnya berdiri kokoh pohon kayu putih.
Memang mata pencaharian utama masyarakat di sekitar Dusun
Miskoko hanyalah bertani dan berkebun, utamanya sebagai pengepul dan
penyuling minyak kayu putih di atas gunung. Tempat penyulingannya di
sebut “Ketel”. Keberadaan ketel ini dominan di miliki oleh keturunan Cina.
Namun, ada juga beberapa warga lokal tapi jumlah hanya sedikit masih
memiliki ketel.
Butuh waktu ± 2 jam untuk sampai di Dusun Miskoko dengan
melewati 5 anak sungai. Kondisi ini sebenarnya belum terlalu parah karena
kondisinya masih kemarau, tapi pada saat terjadi musim hujan banyak warga
yang mengurungkan niatnya untuk turun ke Ibu Kota Kecamatan (Waplau)
hanya untuk membeli kebutuhan pokok. Kondisi jalanan pada saat hujan
sangat licin, hanya warga yang punya nyali besar dan sudah berpengaaman
yang berani melewati kondisi jalanan seperti iti, sudah banyak kendaraan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 31
yang tergelincir itu menurut penuturan para warga dan guru yang mengajar
di sekolah ini.
Keterbatasan lain yang di sa jndang Dusun Miskoko sebagai daerah 3T
yaitu sampai saat ini belum tersentuh aliran listrik. Sudah puluhan tahun
masyarakatnya belum menikmati indah di malam hari, satunya-satunya alat
penerangan yang dimiliki sebagian besar masyarakat Dusun Miskoko yaitu
berteman dengan lampu teplok (lampu pelita) yang terbuat dari kaleng
didalam diberi sumbu dengan bahan bakar minyak tanah. Bisa dibayangkan
betapa terbatasnya anak-anak belajar dimalam hari.
Air bersih adalah sumber kehidupan manusia, Namun masyarakat
Dusun Miskoko belum menikmati itu bukan karena air tidak ada. Penyediaan
sarana air bersih berupa pembuatan kran air bersih di beberapa titik berasal
dari bantuan dari Dinas Pekerjaan Umum (PU) melalui program PAMSIMAS
atau PNPM tahun 2014, tapi saat ini sudah banyak yang tidak berfungsi lagi
(rusak). Sehingga untuk memperoleh air bersih harus berjalan kaki beberapa
kilo meter dengan kondisi jalanan yang rusak.
Warga Dusun Miskoko menurut penuturan bapak Yongki selaku
pejabat sementara (kareteker) Kepala Dusun menyebutkan komposisi
penduduknya sebanyak 76 Kepala Keluarga (KK), hampir seluruhdd
penduduknya beragama Kristen Protestan, hanya terdapat 3 KK yang
beragama Islam (muallaf), dan beberapa guru yang menetap sementara di
Dusun Miskoko.
Tempat ibadah umat Kristiani terdapat 2 buah Gereja Protestan yang
dipergunakan untuk melakukan peribadatan seperti kegiatan ibadah
kebaktian, ibadah yunit, ibadah remaja (sekolah minggu), dan hari raya
keagamaan lainnya (Natal dan Paskah).
Suasana Dusun Miskoko tenang, masyarakatnya ramah, relasi antar
umat beragama harmonis nyaris tidak ada sekat. Walaupun kondisi
masyarakatnya terbelakang dari aspek pendidikan namun prakter-praktek
tolong menolong, kesopanan, tutur kata, dan tata krama tampak nyata
penerapannya.
Latar belakang pendidikan masyarakatnya masih rendah, dominan
hanya sampai pada pendidikan menengah saja, kebanyakan hanya lulusan
setingkat SMP. Tapi ada satu sosok perempuan yang ikut mewarnai
masyarakat Dusun Miskoko dalam Dunia Pendidikan, beliau adalah satu-
Pendidikan Agama di Daerah 3T 32
satunya perempuan asli Dusun Miskoko yang berhasil menyelesaikan studi
sampai meraih predikat sarjana S1 di Universitas Pajajaran, dan sekarang
menjadi tenaga guru honorer di lingkungan tempat tinggalnya yaitu di SMPN
36, mata pelajaran yang diampuh adalah Bahasa Indonesia serta mendapat
tugas tambahan mengajar Pendidikan Agama Kristen (PAK).
Sosok ibu Marlina Nacikit, S.Pd ini banyak mengambil peran baik di
sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Keterlibatannya di sekolah
patut di acungi jempol sabang hari kesekolah karena rumah memang dekat
dari lokasi sekolah untuk mengajar bidang studi bahasa Indonesia dan
mengisi kelas yang lowong. Dalam struktur organisasi sekolah beliau
dipercayakan sebagai Kepala Urusan Hubungan Masyarakat.
Di lingkungan masyarakat ibu Merlina juga diserahi taggung jawab
dalam urusan keagamaan dan pendidikan. Ada beberapa jabatan penting
yang diembangnya untuk meningkatan pemahaman keagamaan dan mutu
pendidikan di Dusun Miskoko sebut saja sebagai ketua Yunit 1, ketua Sektor
Jemaat, sebagai Guru Pengasuh. Agenda kegiatan yang dilakukan seperti
melakukan kegiatan ibadah yunit untuk semua warga yang berlangsung
setiap hari Sabtu, ibadah remaja berlangsung setiap hari Jum’at, sekolah
minggu di laksanakan pada setiap hari minggu yang di ikuti oleh anak-anak
mulai dari indria sampai remaja. Dan sebagai guru pengasuh melakukan
kegiatan ibadah tutup Usbu yang berlangsung disekolah bagi setiap siswa
Kristen.
Dusun Miskoko, salah satu desa yang memiliki 2 sekolah yaitu SMPN
36 Buru yang berada di Dusun Miskoko dan MTs Swasta Al-Khairaat
Lamahang. Di dusun ini lokasi sekolah menjadi tempat melakukan
pengumpulan data. Ada dua sekolah di Dusun Miskoko yang lokasinya
bersebelahan. Sekolah yang dimaksud adalah SMPN 36 Buru dan SDN 6
Waplau.
Gambaran Umum Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar dan
Menengah di Daerah 3T
Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan
daerah, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar, yang merupakan tolok ukur
kinerja pelayanan pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam
Pendidikan Agama di Daerah 3T 33
perencanaan program dan penganggaran pencapaian target masing-masing
daerah kabupaten/kota. Penyelenggaraan pelayanan pendidikan dasar
merupakan kewenangan kabupaten/kota. di dalamnya mencakup: (a)
pelayanan pendidikan dasar oleh kabupaten/kota dan; (b) pelayanan
pendidikan dasar oleh satuan pendidikan. (Permendikbud Nomor 23 Tahun
2013).
Pelayanan Pendidikan Dasar Kabupaten Buru
Pemerintah Daerah berkewajiban menyediakan standar layanan
minimal pada satuan pendidikan dasar . Untuk memastikan penerapan
Standar Pelayanan Minimal (SPM) di Kabupaten Buru apakah setiap sekolah
terpenuhi kondisi standarisasi yang dibutuhkan untuk menjamin
terselenggaranya proses pendidikan.
Dalam Permendiknas 23 Tahun 2013, mengamanatkan beberapa
standarisasi yang harus di penuhi yang akan diamati dalam penelitian
ini,meliputi:
Ketersediaan Satuan Pendidikan
Satuan pendidikan dasar yang terdata di Kecamatan Waplau sudah
tersedia secara merata di masing-masing desa. Khusus di Desa Lamahang
satuan pendidikan dasar setingkat SD/MI terdapat 3 buah sekolah yaitu,
SDN 6 Waplau (Dusun Miskoko), SDN 7 Waplau (Dusun Waelesi), dan SD
Alhiilal Lamahang. Sedangkan untuk jenjang pendidikan setingkat SMP/MTs
terdapat (satu) lembaga yaitu MTs Al-Khairaat Lamahang. Dominan peserta
didik ke sekolah dengan berjalan kaki karena lokasi sekolah dekat dengan
pemukiman, jarak terjauh sekitar 3 km dari sekolah. Apalagi peserta didik
yang berasal SDN 6 Waplau (Dusun Miskoko), dan SMPN 36 Buru (Dusun
Miskoko) hanya bisa diakses dengan berjalan kaki, karena tidak tersedia
sarana kendaraan umum.
Jumlah Peserta Didik
Peserta didik yang menuntut ilmu pada tiga (3) satuan pendidikan
dalam penelitian ini sangat terbatas, dimana dalam aturan permendiknas
menyatakan pada setiap rombongan belajar (rombel) untuk SD/MI tidak
melebihi 32 peserta didik, dan SMP/MTs tidak lebih 36 peserta didik.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 34
Sedangkan pada kenyataannya di 3 sekolah tersebut kurang dari 32 peserta
didik pada setiap rombelnya.
Lembaga pendidikan yang menjadi sampel penelitian ini yaitu MTs Al-
Kairaat Lamahang, SMPN 36 Buru, dan SDN 6 Waplau, jika di lihat dari
jumlah peserta didiknya masih jauh dari harapan yang dipersyaratkan dalam
standar pelayanan minimalnya. Di MTs Al-Khairaat Lamahang jumlah
peserta didik sebanyak 57 dan masing-masing tingkatan terdapat 1 rombel.
Kelas VII terdapat (17 peserta didik), kelas VIII (16 Peserta didik), dan Kelas IX
(24 Pesrta didik).
Data yang diperoleh dari SMPN 36 Buru yang teletak di Dusun
Miskoko secara keseluruhan jumlah peserta didik hanya 50 orang, dan setiap
tingkatan kelas terdapat satu rombel saja dengan komposisi peserta didik,
untuk kelas VII (14 Peserta didik), Kelas VII (21 peserta didik), dan kelas IX
(15 peserta didik).
Hal yang sama juga diperoleh di SDN 6 Waplau yang berada di Dusun
Miskoko memiliki peserta didik yang sangat terbatas dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 52 orang saja. Peserta didik di kelas I sebanyak 5
peserta didik, Kelas II (9 peserta didik), Kelas III (11 peserta didik), kelas IV (9
peserta didik), Kelas V (7 peserta didik) dan kelas VI (11 peserta didik).
Keterbatasan dan kekurangan peserta didik pada tiga sekolah tersebut
disebabkan karena rasio usia sekolah penduduk di daerah tersebut tergolong
rendah. Utamanya pada Dusun Miskoko, serapan peserta didik di SDN 6
Waplau tersebut hanya berasal dari warga Dusun Miskoko, dimana anak-
anak usia sekolahnya masih sedikit. Begitupun pada SMPN 36 Buru yang
lokasinya bersebelahan dengan SDN 6 Waplau, sudah bisa di kalkulasi bahwa
peserta didik yang akan menimbah ilmu di sekolah ini pasti lulusan dari SDN
6 Waplau dan terdapat satu sekolah lagi yang berada di Dusun Waelesi yaitu
SDN 7 Waplau dengan kondisi peserta didiknya tidak jauh beda dengan
sekolah yang ada di Dusun Miskoko.
Ketersediaan Sarana dan Prasarana
Ketersediaan sarana dan prasarana merupakan bagian terpenting pada
sebuah lembaga pendidikan. Sarana seperti ruangan kepala sekolah, guru,
dan ruangan administrasi mutlak harus terpenuhi. Namun kenyataan masih
terdapat kita jumlah sebuah sekolah ada yang belum memiliki sarana itu.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 35
Untuk kasus di MTS Al-Khairaat Lamahang yang berlokasi di pusat
Desa Lamahang semenjak di didirikan sekolah ini memang tidak memiliki
gedung sama sekali. Sekolah ini hanya numpang dan meminjam tiga ruangan
di SD Al-Hilaal Lamahang. Ruangan tersebut dijadikan ruangan kelas sebagai
proses belajar mengajar yang dilaksanakan di siang hari pada saat siswa-
siswa SD Al-Hilaal usai melaksanakan kegiatan sekolah. Sedangkan untuk
ruangan guru, kepala sekolah dan ruangan administrasi tidak ada. Aktivitas
seharian kepala sekolah dan guru baik dalam menerima tamu maupun
kegiatan lainnya di lakukan di luar kelas secara terbuka di sebua tempat
layak disebut tempat duduk biasa yang diatapi seng yang biasa di pakai oleh
penjaga sekolah. MTs Al-Khairaat Lamahang keterpenuhan standar pelayanan
minimal jika dihat pada ketersediaan sarana ruangan guru dan kepala
sekolah sangat jauh dari harapan, oleh karena itu hal ini bisa menjadi
perhatian dari pemerintah setempat dalam hal ini PEMDA dan Kementerian
Agama setempat untuk di berikan bantuan pengadaan gedung sekolah.
Menurut informasi bahwa lahan sudah tersedia namun tidak memiliki cukup
dana untuk melakukan pembangunan gedung madrasah.
Sedangkan untuk SDN 6 Waplau dan SMPN 36 Buru mengenai
ketersedian sarana dalam betuk ruangan kepala sekolah, guru dan
administrasi sudah tersedia walaupun tidak sama dengan sekolah yang ada
diperkotaan. Kondisi ruangannya di gabung antara ruangan kepala sekolah,
guru, dan staf administrasi. Sarana dan prasarana yang di miliki di sekolah
ini sudah permanen bahkan kursi dan meja sudah tercukupi.
Ketersediaan Tenaga Pendidik
Walaupun keberadaan sekolah yang disasar ini berada pada wilayah
daerah tertinggal namun ketersedian tenaga pendidik sudah memadai dan
sesuai dengan standar pelayanan minimal, sebagaimana yang diatur dalam
permediknas Nomor 23 tahun 2013 bahwa setiap SD/MI tersedia 1 (satu)
orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk
setiap satuan pendidika, dan untuk daerah khusus (tertinggal) 4 (empat)
orang guru setiap satuan pendidikan. Sedangkan di setiap SMP/MTs tersedia
1 (satu) orang guru untuk setiap mata pelajaran, dan untuk daerah khusus
tersedia satu orang guru untuk setiap rumpun mata pelajaran.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 36
Nama sekolah Jumlah
PTK
Status Kepegawean Jenis Kelamin Pendidikan
PNS NON PNS Laki Pr S1 SMA
MTs AlKhairaat 12 1 11 5 7 12 -
SMPN 36 BURU 14 3 11 10 4 13 1
SDN 6 WAPLAU 10 9 1 5 5 8 2
JUMLAH 36 13 32 20 16 33 3
Data keberadaan pendidik dan tenaga kependidikan didaerah 3T
seperti yang terdata pada tabel diatas sudah sesuai harapan pemerintah,
apalagi dengan kehadiran program sarjana Mendidik di daerah 3T yang
sekarang lebih dikenal dengan istilah Guru Garis Depan (GGD) yang ditempat
dibeberapa sekolah didaerah 3T termasuk di Desa Lamahang Kecamatan
Waplau terdapat 4 Guru Garis Depan yang mengabdi yang tersebar pada 3
sekolah.
Kehadiran Guru Garis Depan di daerah ini telah memberikan warna
tersendiri di dunia pendidikan. Dari beberapa guru GGD yang sempat di
mintai keterangannya memberikan tanggapan betapa sulitnya mengajak
peserta didik datang ke sekolah bahkan ada beberapa guru GGD yang
mendatangi rumah peserta didik untuk di ajak kesekolah, sekaligus
memberikan penyadaran dan pemahaman kepada orang tua
siswa/masyarakat agar anak-anaknya lebih mementingkan sekolah.
Disamping itu, guru GGD menjadi juru kunci di sekolahnya masing-masing.
Mereka selalu datang lebih amal bahkan mereka seringkali yang membuka
pintu sekolah begitupu pada saat pulang paling terakhir sekaligus mengunci
pintu sekolah kembali.
Guru GGD tidak hanya mengambil peran di dunia pendidikan sebagai
pendidik untuk mencerdaskan anak bangsa di daerah 3T, akan tetapi lebih
daripada itu kehadirannya di masyarakat juga selalu diharapkan dalam
berbagai hal baik dari aspek sosial kemasyarakatan maupun pada aspek
kehidupan keagamaan. Itulah sekadar pengalaman yang dilontarkan oleh
para guru GGD yang mengabdi daerah 3T.
Kualifikasi Kepala Sekolah
Mencermati tingkat kualitas kepala sekolah yang dituangkan dalam
Permendiknas Nomor 23 Tahun 2013 bahwa secara kualifikasi kepala sekolah
minimal berpendidikan Sarjana (S1) atau Diploma IV (D-IV) dan telah
memiliki sertifikat pendidik. Pada 3 sekolah sasaran kualifikasi kepala
sekolah telah memenuhi syarat dimana semuanya telah berkualifikasi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 37
pendidikan S1 yaitu sarjana Pendidikan (S.Pd). di SMPN 36 Buru kepala
sekolahnya di pimpin oleh seorang perempuan yaitu ibu Halima Makatita,
S.Pd. sedangkan di SDN 6 Waplau di pimpin oleh bapak Karim Buton, S.Pd.
beliau ini semenjak menjadi kepala sekolah semanjak berdirinya sekolah ini
pada tahun 2006, jadi sudah 12 tahun menjabat sebagai kepala sekolah. Di
MTs Al-Khairaat untuk kepala madrasah di jabat sementara oleh bapak Drs.
Sudirman Tasidjawa.
Kualifikasi Pengawas
Secara umum semua pengawas pendidikan baik yang dibawah
naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan maupun di Kementerian
Agama telah memenuhi syarat kualifikasi pendidikan bahkan ada pengawas
yang telah bergelar Magister (S2). Namun yang banyak dikeluhkan oleh guru-
guru yang membutuhkan bimbingan kepengawasan bahwa tingkat kehadiran
para pengawas khususnya pada sekolah-sekolah yang berada pada daerah 3T
kurang bahkan tidak pernah tersentuh oleh pengawas. Kunjungan pengawas
didaerah 3T nyaris tidak pernah dilakukan. Konsentrasi kunjungan pengawas
lebih banyak diprioritaskan pada sekolah perkotaan saja, sehingga guru-guru
di daerah 3T kurang tersentuh, pada harapan guru-guru di daerah 3T sangat
merindukan perhatian dari para pengawas dalam memberikan bimbingan dan
pembinaan kepada meraka.
Ada hambatan atau kendala yang dihadapi oleh para pengawas
sehingga kegiatan kepengawasan di daerah 3T kurang tersentuh salah satu
faktornya adalah kurangnya tenaga pengawas, dan kondisi medan yang
sangat sulit untuk dijangkau. Dua hal ini menjadi pertimbangan para
pengawas sehingga kurang melakukan kepengawasan pada sekolah yang
berada di daerah 3T.
Padahal dalam permendiknas Nomor 23 Tahun 2013 dijelaskan bahwa
kunjungan pengawas pendidikan ke satuan pendidikan di lakukan satu (1)
kali setiap bulan dan setiap kunjungan di lakukan selama 3 jam untuk
melakukan suvervisi dan pembinaan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 38
Pelayanan Pendidikan Dasar oleh Satuan Pendidikan
Penyediaan Buku Teks
Penyediaan buku-buku teks pada 3 sekolah tampaknya belum
memadai baik dalam bentuk buku pegangan guru maupun buku-buku teks
untuk siswa. Menurut penuturan salah salah satu guru yang sempat ditemui
di SDN 6 Waplau yaitu bapak Raden Salasiwa S.Pd, mengatakan bahwa
penyediaan dan pendistribusian buku-buku teks siswa di sekolah ini sangat
minim. Utamanya buku Pendidikan Agama belum ada, baru tahun ini kepala
sekolah memesan buku-buku teks pendidikan agama melalui dana BOS, tapi
sampai saat ini belum juga teralisasi.
Terkait kesediaan buku teks pendidikan agama kepala sekolah juga
menyadari keterbatasan itu dan sudah mengupayakan untuk memesan buku-
buku teks pada distributor dan salah satunya yang diprioritaskan adalah
adalah buku-buku pendidikan agama.
Penerapan Kurikulum
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembalajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Hasil wawancara dari guru- guru bahwa kurikulum yang dipakai di
SMPN 36 Buru dan SDN 6 Waplau adalah kombinasi antara kurikulum KTSP
tahun 2006 dengan kurikulum 13 (K13). Namun khusus untuk mata
pelajaran pendidikan agama semua tingkatan sudah menggunakan
kurikulum 13 (K13).
Penerapan Kurikulum 13 (K13) belum berjalan secara menyeluruh
pada setiap sekolah. Berdasarkan informasi dari guru-guru bahwa pihak
sekolah masih memberikan kesempatan kepada guru-guru yang belum siap.
Ketidaksiapan guru-guru karena masih banyak dari mereka belum
mendapatkan kesempatan untuk ikut diklat penerapan kurikulum K13 baik
ditingkat Kabupaten, Provinsi, maupun nasional.
Pelaksanaan Rencana Pelaksanaa Pembelajaran
Setiap pendidik wajib menyiapkan perencanaan pembelajaran dalam
bentuk silabus dan Pelaksanaan Rencana Pembelajaran (RPP). Ini menjadi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 39
prasayarat mutlak bagi setiap pendidik sebelum melaksanakan proses
pembelajaran di kelas.
Proses ini telah di jalankan oleh pendidik pada tiga (3) sekolah sasaran,
langkah dan prosedur telah di implementasikan dengan baik. Hanya pada
bidang studi Pendidikan Agama tidak menyiapkan perangkat pembelajaran
pada saat proses pembelajaran. pendidik yang diserahi tanggung jawab untuk
menjadi pendidik penganti mata pelajaran pendidikan agama melakukan
kegiatan pembelajaran tanpa berpedoman pada RPP. Karena hanya sebagai
guru pengganti saja, sehingga dalam memberikan materi pendidikan agama
wsebatas kemampuan mereka.
Supervis Kepala Sekolah
Salah satu tugas kepala sekolah/madrasah selaku pimpinan adalah
melaksanakan Supervisi Akademik kepada setiap pendidik. Kegiatan supervisi
yang dilakukan oleh kepala sekolah dengan senantiasa memberikan
pembinaan dan melakukan kontroling terhadap kesiapan para pendidik
dalam menjalankan tugasnya seperti, kesiapan perangkat pembelajaran
(Silabus dan RPP).
Pelaksanaan Pendidikan Agama di Daerah 3T
Agama memiliki peran yang amat penting dalam kehidupan umat
manusia. Agama menjadi pemandu dalam upaya untuk mewujudkan suatu
kehidupan yang bermakna, damai dan bermartabat. Menyadari peran agama
amat penting bagi kehidupan umat manusia maka internalisasi agama dalam
kehidupan setiap pribadi menjadi sebuah keniscayaan, yang ditempuh
melalui pendidikan baik pendidikan di lingkungan keluarga, di lembaga
pendidikan formal maupun nonformal serta masyarakat.
Pendidikan merupakan media pembekalan pengetahuan, keterampilan
dan penguasaan teknologi pada peserta didik oleh karena itu,
penyelenggaraan pendidikan Agama sebagai media elementer pembentukan
watak, kepribadian dan karakter bangsa dengan nuansa etika dan ajaran
moral yang kokoh. Juga merupakan salah satu aspek pembangunan dan
sekaligus merupakan syarat mutlak untuk wujudkan pembangunan nasional.
Pendidikan Agama dimaksudkan untuk peningkatan potensi spritual
dan membentuk peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berakhlak mulia yang cakupan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 40
meliputi pembentukan etika, budi pekerti dan moral. Peningkatan potensi
spritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan, serta pengamalan nilai-nilai tersebut dalam kehidupan individual
ataupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan potensi spritual tersebut pada
akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai potensi yang dimiliki manusia
yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan.
Sebelum membahas bagaimana pelaksanaan pendidikan agama pada
satuan pendidikan di Daerah Terluar, Terdepan, dan Tertinggal (3T) di
kabupaten Buru, terlebih dahulu menggambarkan batasan penelitian ini
bahwa yang dikaji di sini adalah lokasi satuan pendidikan yang terletak di
Desa Lahamang Kecamatan waplau Kabupaten Buru, meliputi beberapa
satuan pendidikan meliputi: MTs Swasta Alkhairaat Lamahang, SDN 6
Waplau (Miskoko), dan SMPN 36 Buru (Miskoko).
Keberadaan Guru Pendidikan Agama pada Satuan Pendidikan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 tahun 2007.
Pendidikan agama diatur pada pasal 3 ayat (1), bahwa setiap satuan
pendidikan pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan wajib
menyelenggarakan pendidikan agama. Pasal 4 ayat (2) setiap peserta didik
pada satuan pendidikan disemua jalur, jenjang dan jenis pendidikan berhak
mendapat pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianut dan diajar
oleh pendidik yang seagama. Pasal 9 ayat (2) pendidikan keagamaan
diselenggarakan pada jalur pendidikan formal, nonformal dan informal. Pasal
10 ayat (1) Pendidikan keagamaan menyelenggarakan pendidikan ilmu-ilmu
yang bersumber dari ajaran agama, ayat (2) yang memadukan ilmu agama
dan ilmu umum/keterampilan. Oleh sebab itu pendidikan agama, adalah
pendidikan agama yang dilakukan di sekolah umum dan madrasah yang
bertujuan memenuhi pasal 37 ayat (1).
Potret pelaksanaan pendidikan agama pada masyarakat di Dusun
Miskoko utamanya dilingkup pendidikan belum berjalan secara maksimal
pada dua lembaga pendidikan yaitu di SDN 6 Waplau dan SMPN 36 Buru.
kehadiran guru agama yang menjadi dambaan bagi peserta didik sampai saat
ini belum terealisasi, sehingga proses pembelajaran pendidikan agama juga
berjalan apa adanya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 41
Sampai saat ini, pelaksanaan pendidikan agama di berikan kepada
guru lain yang secara kompetensi tentu tidak memenuhi harapan. Berangkat
dari fenomena seperti ini tentu berimplikasi pada kualitas pembelajaran
pendidikan agama yang diterima oleh peserta didik juga tidak maksimal.
Guru hanya memberikan materi pendidikan agama seadanya saja, tanpa
berpedoman pada penerapan silabus dan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran.
Informasi yang obyek yang dipaparkan oleh informan memberikan
gambaran bahwa pelaksanaan pendidikan agama Kristen belum berjalan
secara maksimal hal ini disebabkan keberadaan guru agama Kristen yang di
dambakan oleh sekolah sampai saat ini belum terwujud. Guru yang
mengajarkan pendidikan bukan spesifik guru pendidikan agama cuma
kebetulan guru tersebut beragama Kristen sehingga diberikan peluang oleh
kepala sekolah untuk mengisi kekosongan mata pelajaran agama tersebut.
Nah, persoalannya sekarang karena tidak adanya pakem untuk mata
pelajaran agama mestinya ada rambu-rambu lewat silabus dan RPP,
selanjutnya buku pegangan pendidikan agama Kristen tidak dimiliki oleh
guru yang ditunjuk untuk memberikan pelajaran pendidikan agama Kristen,
sehingga materi-materi yang disampaikan kepada peserta didik tentu tidak
mengacu kepada silabus dan RPP seperti lazimnya di buat oleh guru bidang
studi lain. Sementara proses pembelajaran pendidikan agama harus berjalan
sehingga pengetahuan guru terhadap materi pendidikan agama sebatas yang
dipahami saja oleh guru.
Peserta didik pada dua sekolah ini seluruhnya penganut agama Kristen
Protestan sehingga kehadiran Guru Pendidikan Agama Kristen di dua sekolah
ini sangat diharapkan untuk memberikan internalisasi nilai-nilai agama.
Upaya-upaya yang telah dilakukan oleh pimpinan sekolah dalam hal ini
kepala sekolah dalam menanggulangi kekurangan guru agama Kristen
tersebut, dengan memberikan instruksi kepada guru-guru beragama Kristen
yang dianggap mampu untuk mengajarkan mata pelajaran pendidikan agama
dengan harapan agar peserta didik dapat menyerap internalisasi nilai-nilai
agama di sekolah.
Tidak adanya guru agama di sekolah baik di SDN 6 Waplau maupun di
SMPN 36 Buru, sehingga kepala sekolah mengambil kebijakan baik secara
tertulis maupun dalam bentuk instruksi langsung kepada guru-guru yang
Pendidikan Agama di Daerah 3T 42
beragama Kristen karena peserta didik di dua sekolah tersebut semuanya
beragama Kristen untuk memberikan pelajaran agama kepada peserta didik.
Masalah ketersediaan tenaga pendidik untuk mata pelajaran
pendidikan agama Kristen lama tidak terpenuhi. Kasus di SDN 6 Waplau
semenjak kehadiran sekolah ini di tahun 2006 sampai saat ini memang tidak
pernah memiliki tenaga guru pendidikan agama khusus Pendidikan Agama
Kristen. Begitu juga pada SMPN 36 Buru sejak tahun 2013 sampai sekarang
belum pernah ada guru pendidikan agama Kristen. Pihak sekolah sudah
mengupayakan untuk melakukan kordinasi dengan Dinas Kementerian
Pendidikan dan Kementerian Agama setempat agar di sediakan guru agama,
tapi sampai saat ini belum terealisasi.
Hal senada juga diungkapkan oleh Kepala Seksi Bimas Kristen
Kementerian Agama Kabupaten Buru bahwa ada beberapa kendala yang di
hadapi terkait dengan ketersediaan guru agama Kristen disekolah umum
tidak berimbang. Memang masih banyak sekolah yang tidak tersedia guru
agama Kristen, sehingga upaya yang dilakukan dengan meminta bantuan
kepada tenaga guru disekolah bersangkutan untuk mengkafer dan terlibat
langsung dalam memberikan pembinaan keagamaan baik dalam bentuk
pendidikan formal maupun non formal seperti sekolah minggu dengan
melibatkan gereja.
Bagi sekolah yang tidak memiliki guru agama Kristen, diupayakan agar
peserta didik dapat mengikuti kegiatan keagamaan di gereja dalam bentuk
sekolah minggu dan kurikulum yang dipakai pada sekolah minggu tersebut
mengadopsi dari materi-materi pelajaran Pendidikan Agama Kristen (PAK) di
sekolah. Kegiatan ini merupakan bentuk antisipasi atas kekurangan guru
agama Kristen di sekolah umum.
Selama ini kementerian agama berkeinginan untuk mengangkat guru
agama Kristen baik honorer maupun PNS di sekolah umum, tapi upaya itu
terkendala dari segi penganggaran (kekuatan finansial) yang tersedia di Seksi
Bimas Kristen tidak memungkinkan untuk melakukan hal tersebut.
Disamping itu penerimaan guru agama CPNS di sekolah umum bukan lagi
menjadi kewenangan di lingkup Kementerian Agama, akan tetapi merupakan
kewenangan dari Pemerintah Daerah (PEMDA), dan hal ini sudah
berlangsung lama.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 43
Oleh karena itu, Pelibatan guru-guru sekolah minggu di gereja sangat
diharapkan kontribusinya dengan melakukan hubungan kerja sama dalam
bentuk pembinaan kepada guru-guru sekolah minggu untuk menjadi guru
Pendidikan Agama Kristen (PAK) di sekolah. Pola pembinaan guru agama
pada sekolah minggu dilakukan dalam bentuk diskusi dan kegiatan workshop
pengembangan kompetensi guru agama Kristen dengan mendatangkan
narasumber yang berkaitan dengan kegiatan proses belajar mengajar
disekolah minggu.
Keberadaan guru pendidikan agama Kristen di SMPN 36 Buru pada
tahun-tahun sebelumnya pernah diupayakan oleh pihak sekolah dengan
menghadirkan salah seorang guru honorer yaitu ibu Eka tapi itu hanya
berlangsung beberapa karena beliau menikah dan pada saat itu pula
mengundurkan diri dengan alasan ikut ketempat kerja suami di Namrole Kab.
Buru Selatan. Tapi sekarang ini dengan kehadiran salah seorang Guru Garis
Depan yang mengabdi disekolah ini cyaitu ibu Mega Rayani Manik, S.Pd yang
kebetulan beragama Kristen sehingga pihak sekolah merasa terbantu untuk
mengatasi kekurangan guru agama yang selama ini dikeluhkan. Semenjak
kehadiran ibu Mega dan di bantu dengan Ibu Herlina Nacikit pelaksanaan
pendidikan agama Kristen sudah bisa teratasi. Kedua ibu guru ini saling
bergantian mengisi mata pelajaran pendidikan agama di SMPN 36 Buru.
Lain halnya di MTs Swasta Lamahang, ketersediaan guru agama Islam
pada lima mata pelajaran agama yaitu Quran Hadits, Bahasa Arab, Fiqhi,
Aqidah Akhlak, dan Sejarah Kebudayaan Islam (SKI) telah terimplementasi
dengan baik dan di ajar oleh guru yang memiliki spesifikasi yang sesuai
dengan kompetensi keilmuanya.
MTs Swasta Lamahang adalah satu-satunya madrasah yang ada di
Desa Lamahang, namun sampai saat ini fasilitas gedung belum ia miliki.
Proses belajar mengajar hanya numpang pada sekolah swasta di SD Alhilaal
Lamahang dengan meminjam 3 ruangan. Nyaris tidak ada kegiatan
administrasi dilakukan di madrasah ini, guru dan kepala madrasah tidak
memiliki ruangan dan ini sudah berlangsung selama 5 tahun. Kondisi MTs Al-
Kkairaat dari aspek sarana dan prasarana cukup memprihatinkan.
Masyarakat Dusun Miskoko adalah penganut agama Kristen Protestan
dengan jumlah penduduk kurang lebih 76 KK
Proporsi dan Kompetensi Guru Agama
Pendidikan Agama di Daerah 3T 44
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan agama dan keagamaan terdapat pada
fasal 37, ayat (1) pendidikan agama dimaksudkan untuk membentuk peserta
didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa serta beakhlak mulia. Pendidikan keagamaan dimuat pada fasal 15,
pendidikan keagamaan merupakan pendidikan dasar, menengah dan tinggi
yang mempersiapkan peserta didik untuk dapat menjalankan peranan yang
menuntut penguasaan pengetahuan tentang ajaran agama dan/atau menjadi
ahli agama. (Suparta. 2003: 55)
Guru merupakan komponen penting dalam kegiatan belajar mengajar.
Guru adalah orang yang diberi kepercayaan untuk menciptakan suasana
kelas yang kondusif untuk pembelajaran. Untuk menjadi tenaga pengajar
(Guru) Agama Kristen tentunya mempunyai sejumlah prasyarat yang harus
dimiliki diantaranya bahwa guru agama hendaknya mempunyai kualifikasi
akademik yang kompeten dibidangnya dengan latar belakang pendidikan yang
sekurang kurangnya Sarjana (S1) Theologi (S.Th) atau S1 Pendidikan Agama
Kristen (S.PAK).
Karena jumlah atau proporsi guru agama Kristen di Kecamatan
Waplau belum memiliki guru agama sesuai kompetensi yang dipersyaratkan
khususnya pada SMPN 36 Buru dan SDN 6 Waplau bahwa setiap sekolah
tersedia satu guru agama. Namun kenyataan, guru yang melaksakan tugas
sebagai guru agama bukan berlatarbelakang sarjana Theologi atau sarjana
pendidikan agama Kristen, hanya kebetulan guru tersebut seagama dengan
siswa dan dengan sangat terpaksa memberikan materi pendidikan agama
sesuai dengan kemampuannya. Bahkan di SDN 6 Waplau yang biasa mengisi
kekosongan mata pelajaran pendidikan agama Kristen bukan dari kalangan
guru tapi beliau adalah tenaga administrasi yang dengan sukarela dan penuh
keikhlasan mengajar mata pelajaran tersebut, tentunya melalui petunjuk dari
kepala sekolah.
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama di daerah 3T
Proses pembelajaran pada hakikatnya dilakukan oleh dua subyek,
yaitu pendidik dan peserta didik. Penekanan dalam kurikulum adalah ada
peserta didik yang belajar, sedangkan materi pembelajaran dapat berwujud
pengetahuan, nilai, sikap, keterampilan dan agama.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 45
Pendekatan dan Metode Pembelajaran
Model pendekatan pembelajaran yang dipakai atau diterapkan oleh
guru Pendidikan Agama di MTs Al-Khairaat Lamahang, SMPN 36 Buru, dan
SDN 6 Waplau masih tetap memakai kedua pola pendekatan yaitu terpusat
pada pendidik dan terpusat pada peserta didik. Sebetulnya pemilihan atau
penggunaan pola pendekatan ini bergantung pada metode mengajar yang
dipilih oleh guru, jika metode ceramah yang dipilih oleh guru tersebut maka
gurulah yang dominan dalam proses pembelajaran sehingga model
pendekatannya tentu memakai Teacher Centered (Pendekatan yang berpusat
pada guru), begitupula jika guru memakai metode yang lain seperti, metode
diskusi, kerja kelompok, Tanya jawab, penugasan, praktek Lapangan,
demonstrasi dan lain-lain tentunya akan memakai model pendekatan Student
Centered (pendekatan yang berpusat pada siswa).
Penggunaan metode pembelajaran dapat dilihat pada Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) guru agama yang secara garis besarnya
memakai beberapa metode seperti: Metode Ceramah, Metode Diskusi, Metode
Tanya Jawab, Metode Praktek Lapangan, Metode Demonstrasi, Metode Kerja
Kelompok dan lain-lain. Metode seperti ini dirasa efektif dalam merangsang
dan mengairahkan siswa untuk berkreativitas, sehingga kemungkinan potensi
yang dimiliki oleh siswa dapat tersalurkan dan terpantau oleh guru, sehingga
guru dapatlah menentukan metode pembalajaran yang tepat. Olehnya itu
metode yang dipakai oleh guru agama dalam kegiatan pembelajaran tidak
tergantung pada satu metode, tetapi disesuaikan dengan kondisi kelas dan
lingkungan.
Fasilitas Kegiatan Keagamaan
Fasilitas kegiatan keagamaan yang dimiliki sekolah yang berada di
daerah 3T tidak sama dengan sekolah yang ada diperkotaan. Sedangkan
untuk memperlancar proses belajar mengajar pendidikan agama haruslah
didukung oleh fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai.
Keterbatasan fasilatas keagamaan yang dimiliki tetntu juga akan berdampak
pada implementasi penyelenggaraan kegiatan keagamaan disekolah.
Adapun fasilitas kegiatan keagamaan terdapat dilokasi sasaran
penelitian ini, seperti gereja yang dipakai untuk kegiatan peribadatan,
ruangan khusus yang dipakai dalam kegiatan pembelajaran, buku pelajaran
dan Alkitab yang terbatas sebagai buku panduan guru dalam memberikan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 46
materi pelajaran. Tidak memiliki alat pengeras suara yang dipakai untuk
kegiatan berdoa dan bernyanyi. Kegiatan berdoa di lakukan tanpa pengeras
suara karena ditempat ini belum tersentuh aliran listrik.
Selain itu, untuk menumbuhkan semangat keimanan peserta didik,
pihak sekolah selalu melakukan kegiatan-kegiatan yang bernuansa
keagamaan sebagai wahana bagi peserta didik untuk menemukan hakekat
dirinya melalui pendalaman iman. Kegiatan keagamaaan yang biasa
dilakukan khusus di SMPN 36 Waplau yaitu do’a bersama akhir pekan
dengan nama do’a tutup Usbuk yang di selenggaran pada setiap hari sabtu
pada saat siswa mau pulang sekolah. Kegiatan ini di pandu oleh ibu Marlin
Nacikit, S.Pd selaku guru yang sering mengisi kegiatan keagamaan di sekolah.
Di samping itu beliau juga memberikan pembinaan keagamaan siswa di gereja
yang berada di dekat sekolah.
Sistem Evaluasi
Kualitas pendidikan sangat ditentukan oleh kemampuan satuan
pendidikan dalam mengelola proses pembelajaran. Penilaian merupakan
bagian yang penting dalam pembelajaran. Dengan melakukan penilaian,
pendidik sebagai pengelola kegiatan pembelajaran dapat mengetahui
kemampuan yang dimiliki siswa, ketepatan metode mengajar yang digunakan,
dan keberhasilan siswa dalam meraih kompetensi yang telah ditetapkan.
Berdasarkan hasil penilaian, guru dapat mengambil keputusan secara tepat
untuk menentukan langkah yang harus dilakukan selanjutnya. Hasil
penilaian juga dapat memberikan motivasi kepada peserta didik untuk
berprestasi lebih baik.
Evaluasi pembelajaran merupakan penilaian kegiatan dan kemajuan
belajar siswa yang dilakukan secara berkala berbentuk ujian, praktikum,
tugas, dan atau pengamatan guru. Bentuk ujian meliputi ujian tengah
semester, ujian akhir semester, dan ujian tugas akhir.
Tujuan dari penilaian adalah untuk mengukur seberapa jauh tingkat
keberhasilan proses belajar mengajar yang telah dilaksanakan oleh guru.
Disamping itu penilaian juga bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh
keberhasilan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, yang
digunakan sebagai feedback/umpan balik bagi guru dalam merencanakan
proses pembelajaran selanjutnya. (Trianto. 2010:254)
Pendidikan Agama di Daerah 3T 47
Pelaksanaan evaluasi yang diterapkan oleh guru agama Kristen
dilakukan setelah siswa selesai proses pembelajaran pada satu pokok
bahasan, Evaluasi yang diberikan oleh guru umumnya untuk mengetahui
apakah tujuan pembelajaran tersebut telah tercapai atau belum, dan untuk
mengetahui apakah pengetahuan sikap dan keterampilan telah benar-benar
dimiliki oleh siswa atau belum. Bentuk dan Jenis evalusai yang diberikan
secara tertulis dan tidak tertulis (lisan) yang dilaksanakan pada tengah dan
akhir semester.
Selain itu evaluasi diberikan dalam bentuk tugas-tugas kegiatan intra
kurikuler yang dilakukan oleh siswa terdiri dari kegiatan: tugas berstruktur
(pekerjaan sekolah/pekerjaan rumah), pelaksanaan praktek PAK seperti
(kunjungan, pelayanan gerejawi melalui kesaksian pujian, dan lain-lain),
praktek ibadah yang dilakukan di luar sekolah dalam bentuk sekolah minggu
yang biasanya di kontrol oleh guru sekolah minggu, aktif mengikuti kegiatan
kebaktian baik diselenggarakan digereja maupun dirumah, serta evaluasi
tengah dan akhir semester. Sedangkan siswa yang dianggap belum mampu
memenuhi standar kompetensi yang diharapkan, akan diadakan remedial
atau pengayaan oleh guru yang bersangkutan, dan pelaksanaan remedial
atau pengayaan dilakukan sebelum semester.
Faktor Pendukung dan Penghambatan Pelaksanaan Pendidikan Agama
di Kecamatan Waplau
Lembaga pendidikan di Kecamatan Waplau utamanya yang berada di
daerah 3T seperti di Dusun Miskoko yang terkategori daerah terpencil dan
tertinggal terdapat dua lembaga pendidikan yaitu SMPN 36 Buru dan SDN 6
Waplau yang menjadi tumpuhan harapan masyarakat Dusun Miskoko untuk
putra putrinya agar kedepan peningkatan taraf pendidikan bisa sejajar
dengan daerah lain.
Oleh karena itu, lembaga pendidikan tersebut dengan keterbatasannya
terus berbenah untuk memacu diri meraih prestasi baik akademik maupun
non akademik. Namun upaya yang terus dilakukan tentu saja tidak terlepas
dari adanya potensi kekuatan dan peluang, begitu juga hambatan dan
kelemahan yang selalu merintangi. Untuk melihat sejauh mana potensi-
potensi tersebut memberikan pengaruh terhadap perkembangan pendidikan
utamanya pelaksanaan pendidikan agama di sekolah dan di masyarakat,
Pendidikan Agama di Daerah 3T 48
maka dapat di analisis pada faktor-faktor yang ikut mempengaruh
pelaksanaan pendidikan agama pada sekolah tersebut.
Faktor Pendukung Pelaksanaan Pendidikan Agama
Berdasarkan observasi yang dilakukan selama penelitian ini, maka
ditemukan beberapa faktor yang menjadi pendukung pelaksanaan pendidikan
agama Kristen di sekolah sebagai berikut:
Kondisi Sosial Masyarakat yang Kondusif
Masyarakat Dusun Miskoko adalah masyarakat dengan komposisi
penduduk yang beragama Kristen, sehingga peserta didik di sekolah
semuanya beragama Kristen. Namun pendidik yang mengabdikan diri di
sekolah tersebut mayoritas beragama Islam. Seperti di SMPN 36 Buru dari 14
pendidik hanya terdapat 3 pendidik yang beragama Kristen, begitupun di SDN
6 Waplau dengan jumlah pendidik sebanyak 10 pendidik, hanya terdapat 3
yang beragama Kristen.
Interaksi guru dengan guru maupun masyarakat dengan guru sangat
dinamis dan cair. Perbedaan kultur dan agama tidak menjadi penghalang
untuk saling merekat kemajemukan. Bahkan pengalaman guru GGD
beragama Islam yang tinggal lingkungan tersebut, tidak mengalami
diskriminasi bahkan sebaliknya mereka sangat dihormati, ini ditandai dengan
segala kebutuhan keseharian nyaris terpenuhi oleh masyarakat, seperti
masyarakat sering membagikan hasil pertanian berupa pisang, kasbi (ubi
kayu), sayur-sayuran, bahkan kebutuhan air bersih pun di bantu oleh para
siswa yang bermukin di sekitar sekolah.
Keterlibatan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat
Ada dua tokoh atau figur yang secara langsung melibatkan diri dalam
pembinaan keagamaan baik di lingkungan sekolah maupun dilingkungan
masyarakat di Dusun Miskoko, yaitu ibu Marlina Nacikit, S.Pd disamping
menjadi tenaga guru honorer Pemda di SMPN 36 Buru, juga secara nyata
menjadi tokoh agama di lingkungan Dusun Miskoko.
Figur pertama adalah, ibu Marlina Nacikit, S.Pd ini banyak mengambil
peran baik di sekolah maupun di lingkungan tempat tinggalnya. Ada
beberapa jabatan penting yang diembangnya untuk meningkatan pemahaman
keagamaan dan mutu pendidikan di Dusun Miskoko sebut saja sebagai ketua
Pendidikan Agama di Daerah 3T 49
Yunit 1, ketua Sektor Jemaat, sebagai Guru Pengasuh. Agenda kegiatan yang
dilakukan seperti melakukan kegiatan ibadah yunit untuk semua warga yang
berlangsung setiap hari Sabtu, ibadah remaja berlangsung setiap hari Jum’at,
sekolah minggu di laksanakan pada setiap hari minggu yang di ikuti oleh
anak-anak mulai dari indria sampai remaja. Dan sebagai guru pengasuh
melakukan kegiatan ibadah tutup Usbu yang berlangsung disekolah bagi
setiap siswa Kristen.
Figur kedua adalah, Bapak Yongky yang telah lama mengabdikan
dirinya di SDN 6 Waplau. Beliau adalah salah satu warga setempat yang ikut
andil dalam mengawal kehadiran sekolah ini. Sejak tahun 2006 menjadi
tenaga honorer administrasi dan sekarang telah diangkat menjadi PNS.
Dedikasinya di SDN 6 Waplau telah dia jalankan selama 12 Tahun dan
disamping mengurus administrasi sekolah beliau juga sering mendapat tugas
dari kepala sekolah untuk mengajar pendidikan agama Kristen.
Di masyarakat Dusun Miskoko pak Yongky adalah figur yang disegani,
beliau sekarang menjadi pejabat sementara (karetaker) sebagai Kepala Dusun,
dan menurut informasi masyarakat bahwa beliau telah disetujui oleh
pemerintah setempat untuk diangkat menjadi Kepala Dusun yang sah.
Kegiatan Keagamaan di Luar Sekolah
Di Dusun Miskoko terdapat dua gereja yang menjadi sarana kegiatan
keagamaan masyarakatnya. Satu berada di depan SDN 6 Waplau yang
merupakan Gereja Pantekosta dan yang berada di tengah penduduk terdapat
Gereja Protestan. Kedua sarana ibadah ini aktif melakukan pelayanan umat.
Bagi peserta didik yang kurang mendapatkan pelajaran pendidikan
agama Kristen di sekolah, di wajibkan untuk mengikuti kegiatan keagamaan
yang di laksanakan pada dua gereja tersebut baik dalam bentuk pelaksanaan
sekolah minggu maupun kegiatan keagamaan lainnya yang telah disebutkan
diatas.
Hasil dari kegiatan keagamaan siswa di lingkungan gereja dan di
masyakarat di jadikan acuan untuk memberikan penilaian pendidikan agama
Kristen disekolah, dengan menyertakan hasil kegiatan yang telah dilakukan
oleh peserta didik kepada guru-guru yangtelah ditunjuk oleh kepala sekolah
bertanggung jawab pelaksanaan pendidikan agama di sekolah.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 50
Peran Guru Garis Depan (GGD)
Guru Garis Depan (GGD) yang mengabdikan diri di Dusun Miskoko
keberadaan sudah berlangsung selama satu (1) tahun, namun kehadirannya
sudah mewarnai proses pendidikan. Ada 3 Guru Garis Depan yang
ditempatkan pada sekolah yang ada di Dusun Miskoko. Di SMPN 36 Buru
ditempatkan satu (1) orang Guru Garis Depan yaitu ibu Mega Rayani Manik,
S.Pd, sedangkan di SDN 6 Waplau di tempatkan dua (2) orang Guru Garis
Depan yaitu Yulida Herlina, S.Si, dan Desty Widiani, S.Si.
Ketiga Guru Garis Depan ini adalah srikandi-srikandi pendidikan yang
tangguh dan rela menetap dan tinggal di Dusun Miskoko dengan segala
keterbatasannya demi untuk menjalankan tugas sebagai agen perubahan di
sector pendidikan. Mereka sementara tinggal sementara di sebuah bangunan
rumah dinas PUSTU (Puskesmas Pembatu), sambil menunggu rampungnya
pembangunan rumah dinas yang berlokasi di lingkungan SDN 6 Waplau.
Dukungan Pemerintah dan Masyarakat
Sekolah adalah sebuah lembaga pendidikan yang bertujuan untuk
memberikan pencerdasan kepada peserta didik. Untuk mewujudkan hal
tersebut maka di perlukan dukungan moril dari masyarakat. Komponen
sekolah senantiasa berupaya melakukan sinergitas dengan elemen
masyarakat dan pemerintah.
Masyarakat Dusun Miskoko adalah masyarakat petani dengan latar
belakang pendidikan rendah, sehingga sekolah dalam menjalankan fungsinya
sebagai pendidik dan garda terdepan dengan segala keterbatasan juga
memiliki peluang untuk berkembang menjadi sebuah unit pelaksanaan
pendidikan yang besar. Dukungan dari masyarakat (orang tua siswa), saat ini
sudah mulai menyadari bahwa pendidikan penting untuk masa depan putra
putrinya.
Pemerintah juga sudah memberikan dukungannya terhadap sekolah-
sekolah yang berada di aderah 3T walaupun belum maksimal. Perbaikan
sarana dan prasarana sekolah berupa gedung dan penyediaan rumah dinas
untuk guru telah dilakukan, pemberian tunjangan khusus bagi guru yang
mengabdi di daerah 3T, dan lain sebagainya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 51
Faktor Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama
Faktor penghambat yang dianggap menjadi titik kelemahan dan
tantangan pelaksanaan proses pendidik agama meliputi:
Tidak tersedianya Guru Agama Kristen
Sebagaimana telah diungkapkan pada pembahasan sebelumnya,
bahwa titik lemah pelaksanaan pendidikan agama Kristen di sekolah yaitu
keberadaan guru agama itu sendiri. Pada saat di lakukan penelitian ini
kendala utamanya karena tidak memiliki pendidik untuk mata pelajaran
pendidikan agama Kristen. Hal ini tentu berimplikasi kepada internalisasi
nilai-nilai agama pada peserta didik tidak tertransformasi dengan baik. Salah
satu langkah yang di lakukan oleh pihak sekolah dengan menunjuk pendidik
yang seagama dengan siswa untuk mengajarkan pendidikan agama Kristen
walaupun dengan pengetahuan yang seadanya.
Keterbatasan Aksesbitas, Alat Penerangan, dan Jaringan Seluler
Kendala eksternal yang dianggap turut menghambat terselenggaranya
pendidikan agama yang pertama adalah aksesbiltas menuju kesekolah
dengan medan jalan yang menantang, bagaimana tidak untuk sampai ke
sekolah yang dituju membutuhkan waktu 1 sampai 2 jam perjalanan dengan
kondisi jalanan yang berbukit penuh dengan krikil, dan tanah berdebu,
berlumpur, licin pada saat musim hujan. Kondisi inilah yang menyebabkan
pendidik yang tidak menetap di Dusun Miskoko kadang mengurungkan
niatnya untuk datang kesekolah. Jadi tingkat kehadiran pendidik ke sekolah
juga tidak tiap hari.
Alat penerangan berupa jaringan listrik juga sangat berpengaruh.
Masyarakat di Dusun Miskoko sampai saat ini belum menikmati jaringan
listrik salah satu alat penerangan di malam hari dominan mengandalkan
lampu pelita atau lampu teplok yang bahan bakarnya minyak tanah. Kondisi
ini sangat berpengaruh pada kegiatan administrasi di sekolah, segala proses
administrasi sekolah dikerjakan di rumah kepala sekolah atau pendidik yang
kebetulan tinggal di desa Lahamang yang sudah teraliri jaringan listrik.
begitupun semangat peserta didik untuk belajar di malam hari hari juga
cukup terganggu.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 52
Komunikasi antar lembaga juga terhambat dengan tidak adanya
jaringan seluler di sekitar lokasi sekolah. Saat ini komunikasi lewat handpone
(HP) sudah menjadi kebutuhan utama masyarakat milenial, informasi-
informasi kekinian bisa di update lewat jaringan internet. Sehingga jika ada
informasi penting dari lembaga terkait, sudah di pastikan para pendidik di
sekolah itu terlambat memperoleh informasi tersebut.
Kurangnya Sumber Belajar yang tersedia di Sekolah
Sumber belajar yang dimaksud disini adalah tersediannya buku-buku
siswa dan buku pegangan pendidik (guru). Apalagi saat ini khusus untuk
mata pelajaran pendidikan agama sudah menerapkan Kurikulum 13 (K13).
Menurut penuturan beberapa pendidik yang sempat penulis wawancarai yaitu
Bapak Raden Silasiwa dan Yongky mengungkapkan bahwa sekolah ini sangat
kekurangan buku-buku teks untuk semua mata pelajaran. Khusus untuk
buku teks dan buku pegangan guru pada mata pelajaran pendidikan agama
sampai saat ini belum ada. Pihak sekolah sudah mengupayakan pengadaan
buku tersebut lewat dana BOS, tapi sampai saat ini belum terealisasi. Semoga
dengan tersedianya buku teks dan buku pegangan pendidik, proses
pembelajaran bisa berjalan dengan baik ungkapnya.
Sarana dan Prasarana Pendukung
Salah satu sarana pendukung sangat diharapkan oleh pihak sekolah
ini adalah penyediaan mesin pembangkit listrik disekolah berupa gangset.
Sedangkan untuk kebutuhan masyarakat menginginkan adanya pembangkit
listrik tenaga surya dengan skala kecil. Disamping itu ketersediaan ruangan
alat-alat peraga kegiatan keagamaan sangat dibutuhkan di sekolah.
Peran Orang Tua dalam Pembinaan Keagamaan masih Rendah
Terbatasnya materi pendidikan agama di sekolah, maka dituntut
keterlibatan orang tua untuk lebih meningkatkan pengetahuan agama anak-
anaknya dilingkungan keluarga. Karena pemahaman keagamaan orang tua
juga masih rendah sehingga pola pembinaan keagamaan di lingkungan
keluarga juga tergolong rendah. Untuk saat ini, peran pembinaan keagamaan
lebih banyak mengarahkan anak-anaknya untuk aktif melakukan kegiatan
keagamaan di gereja. Oleh karena itu, peran gereja dan tokoh agama sangat
Pendidikan Agama di Daerah 3T 53
dibutuhkan dalam rangka memberikan internalisasi nilai-nilai
keagamaanpada masyakat baik orang tua maupun anak-anaknya.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan paparan hasil penelitian yang telah diungkapkan pada
pokok bahasan sebelumnya. Maka penelitian ini dapat memberikan
kesimpulan sebagai berikut:
Potret pelaksanaan pendidikan agama pada masyarakat di Dusun
Miskoko utamanya dilingkup pendidikan belum berjalan secara maksimal
pada dua lembaga pendidikan yaitu di SDN 6 Waplau dan SMPN 36 Buru.
kehadiran guru agama yang menjadi dambaan bagi peserta didik sampai saat
ini belum terealisasi, sehingga proses pembelajaran pendidikan agama juga
berjalan apa adanya. Sampai saat ini, pelaksanaan pendidikan agama di
berikan kepada guru lain yang secara kompetensi tentu tidak memenuhi
harapan. Berangkat dari fenomena seperti ini tentu berimplikasi pada
kualitas pembelajaran pendidikan agama yang diterima oleh peserta didik
juga tidak maksimal. Guru hanya memberikan materi pendidikan agama
seadanya saja, tanpa berpedoman pada penerapan silabus dan Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran. Bagi sekolah yang tidak memiliki guru agama
Kristen, diupayakan agar peserta didik dapat mengikuti kegiatan keagamaan
di gereja dalam bentuk sekolah minggu dan kurikulum yang dipakai pada
sekolah minggu tersebut mengadopsi dari materi-materi pelajaran Pendidikan
Agama Kristen (PAK) di sekolah. Kegiatan ini merupakan bentuk antisipasi
atas kekurangan guru agama Kristen di sekolah umum.
Proses pembelajaran pendidikan agama di daerah 3T, khusus pada
sekolah sasaran bahwa model pendekatan pembelajaran yang dipakai atau
diterapkan oleh guru Pendidikan Agama di MTs Al-Khairaat Lamahang, SMPN
36 Buru, dan SDN 6 Waplau masih tetap imemakai kedua pola pendekatan
yaitu terpusat pada pendidik dan terpusat pada peserta didik. Sebetulnya
pemilihan atau penggunaan pola pendekatan ini bergantung pada metode
mengajar yang dipilih oleh pendidik, jika metode ceramah yang dipilih oleh
guru tersebut maka gurulah yang dominan dalam proses pembelajaran
sehingga model pendekatannya tentu memakai Teacher Centered (Pendekatan
yang berpusat pada guru), begitupula jika guru memakai metode yang lain
seperti, metode diskusi, kerja kelompok, Tanya jawab, penugasan, praktek
Pendidikan Agama di Daerah 3T 54
Lapangan, demonstrasi dan lain-lain tentunya akan memakai model
pendekatan Student Centered (pendekatan yang berpusat pada siswa).
Fasilitas kegiatan keagamaan yang dimiliki sekolah yang berada di
daerah 3T tidak sama dengan sekolah yang ada diperkotaan. Sedangkan
untuk memperlancar proses belajar mengajar pendidikan agama haruslah
didukung oleh fasilitas atau sarana dan prasarana yang memadai.
Keterbatasan fasilitas keagamaan yang dimiliki tentu juga akan berdampak
pada implementasi penyelenggaraan kegiatan keagamaan disekolah.
Pelaksanaan evaluasi yang diterapkan oleh guru agama Kristen dilakukan setelah siswa
selesai proses pembelajaran pada satu pokok bahasan, Evaluasi yang diberikan oleh guru
umumnya untuk mengetahui apakah tujuan pembelajaran tersebut telah
tercapai atau belum, dan untuk mengetahui apakah pengetahuan sikap dan
keterampilan telah benar-benar dimiliki oleh siswa atau belum. Bentuk dan Jenis
evalusai yang diberikan secara tertulis dan tidak tertulis (lisan) yang dilaksanakan pada tengah
dan akhir semester.
Faktor yang menjadi pendukung pelaksanaan pendidikan agama
Kristen di sekolah sebagai berikut: 1) Kondisi Sosial Masyarakat yang
Kondusif, 2) Keterlibatan Tokoh Agama dan Tokoh Masyarakat, 3) Kegiatan
Keagamaan di Luar Sekolah, 4) Peran Guru Garis Depan (GGD), 5) Dukungan
Pemerintah dan Masyarakat. SedangkanfFaktor penghambat yang dianggap
menjadi titik kelemahan dan tantangan pelaksanaan proses pendidik agama
meliputi: 1) Tidak tersedianya Guru Agama Kristen, 2) Keterbatasan
Aksesbitas, Alat Penerangan, dan Jaringan Seluler, 3) Kurangnya Sumber
Belajar yang tersedia di Sekolah, 4) Sarana dan Prasarana Pendukung, 5)
Peran Orang Tua dalam Pembinaan Keagamaan masih Rendah
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian, maka perlu direkomendasikan
beberapa hal sebagai tindak lanjut dari hasi penelitian ini adala sebagai
berikut:
a. Karena keterpenuhan pendidik untuk mata pelajaran Pendidikan Agama
Islam tidak terpenuhi, sehingga di pihak terkait Pemerintah Daerah,
Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, serta Kementerian Agama perlu
duduk bersama untuk melakukan pengangkatan Guru Agama di sekolah
umum.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 55
b. Pengadaan Buku-buku teks dan buku pegangan guru, mendesak untuk
didistribusikan ke sekolah-sekolah daerah 3T.
c. Diperlukan keseriusan pengawas sekolah untuk melakukan pembinaan
dan pembimbingan di sekolah 3T.
DAFTAR PUSTAKA
Asis Wahyudi, dkk. 2016. Pembelajaran Berbasis Karakter untuk Meningkatkan Daya
Saing dalam Era Global bagi Siswa di Daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal (Studi Kasus di Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, NTT, dan
Papua). Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS. Vol. 1 No. 1 April 2016.
Hal. 1-12
Aylin, A’ing. 2015. Studi Tentang Pembangunan Bidang Pendidikan di Daerah
Perbatasan Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Malinau. Ejurnal Pemerintahan
Integratif, 2015, 3 (4): 545-559.
Bejo. 2016. Meningkatkan Mutu dan Akses Pendidikan di Daerah 3T Melalaui
Superdiskon oleh Pengawas Sekolah. Simposium Guru dan Tenaga
Kependidikan. Hasil Penelitian Tindakan Kelas. Tidak diterbitkan.
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif untuk Komunikasi, Kebijakan Publik dan Ilmu
sosial Lainnya. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Faisal, Sanapiah. 1999. Format-Format Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Fiegenbaum, A., V. 1996. Total Quality Control. New York: McGraw-Hill Book.
Haedar, Amin. 2010. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Haedar, Amin. 2010. Pendidikan Agama di Indonesia – gagasan dan Realitas. Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Hasbullah. 2006: Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/1637-Indeks-Pendidikan-Agama-di-
SMA.
Kadir Ahmad, dkk. 2010 Dakwah di daerah Terpencil. Jakarta: Pustaka Mapan
Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan, Komponen-Komponen Elementer Kemajuan
Sekolah. Yogyakarta. Ar Ruzz Media.
Lantip Diat Prasojo, dkk. 2017. Manajemen Kurikulum Program Profesi Guru untuk
Daerah Terdapan, Terluar, Tertinggal di Universitas Negeri Yokyakarta. Jurnal
Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 2, Nomor 1, Juni 2017. Hal. 39-53
Lia Rosliana, dkk. 2015 Manajemen Perbatasan Fokus Inovasi Pendidikan di
Perbatasan Kalimantan Utara. Jurnal Borneo Administrator/Volume 11/N.
3/2015. Hal. 316-339
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Purwanto, N. 2007. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 56
Rigantara, I Nengah Suharse, 2016. Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi
Partisipasi Alumni Jurusan Pendidikan Ekonomi dalam mengikuti SM-3T.
Jurnal program Studi Pendidikan Ekonomi. Vol: 8 nomor 3 Tahun 2016 hal. 1-
10.
Soyomukti, Nurani. 2015. Teori-teori Pendidikan, dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern. Yogyakarta. Ar Ruzz Media.
Suciati, Ariningsih. 2016. Pengembangan Model Pendidikan Menengah “Sekolah
Kebangsaan di Daerah Terpencil, Tertinggal, Terluar, dan Perbatasan sebagai
Implementasi Pembelajaran PKn. Jurnal Moral Kemasyarakatan, Vol 1. No. 1
Juni 2016. Hal. 76-86
Suparta. 2003. Undang-Undang dan Peraturan pemerintah RI, Tentang Pendidikan.
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Departemen Agama. Jakarta.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Ciputat Jakarta. Ciputat
Press
Thobroni, M. 2016. Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Praktek. Cet II.Yogyakarta.
Ar-Ruzz Media.
Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Trianto. Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif.Cetakan ke-2. Kencana
Prenada Media Group. Jakarta. 2010.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusup, Sahrir, 2003. Kajian terhadap efektifitas dan efisensi usaha pemberdayaan
sekolah Dasar negeri di daerah terpencildan pedalaman dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun di provinsi Bengkulu. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah dasar, Vol 1 Nomor 2 Nopember 2003. Hal 120-127.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori dan Aplikasi.
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 57
SEKOLAHKU BUKAN MARATUAKU Pendidikan Agama di Daerah Terdepan, Terluar, dan Tertinggal
Studi Kasus Pulau Maratua Kabupaten Berau Provinsi Kalimantan Timur
Baso Marannu
Email: athobasomarannu70@gmail.com
Peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
ABSTRAK
Tema Penelitian yang dilakukan di Kabupaten Berau Kalimantan Timur studi kasus sekolah
Dasar di Kecamatan Maratua ini adalah “Pelaksanaan Pendidikan Agama di daerah 3T
(Terdepan, terluar dan terpencil)”. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan
menggunbakan pendekatan field research fokus pada sekolah dasar di empat kampung, yakni
SD Teluk harapan, SD Teluk Alulu, SD Payung-Payung dan SD Bohe Silian.
Hasil penelitian ini menyimpulkan secara umum bahwa penelian Ada empat hal yang akan
mendukung kompetensi guru dalam pembelajaran yang bersifat holistik dan integratif dalam
kinerja guru. diantaranya (a) Guru agama harus mengenal peserta didik secara mendalam
terutama karakter dan latarbelakang orang tua mereka dalam pendidikan agama dan
keagamaan di keluarga; (b) Guru Agama diharapkan menguasai secara baik bidang studi
pendidikan agama yang bersifat ilmu (disciplinary content) maupun bahan ajar dalam
kurikulum sekolah (c) Guru agama harus melaksanakan dengan penuh tanggungjawab
Penyelenggaraan pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk perbaikan dan
pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan profesionalitas secara berkelanjutan.
Guru yang memiliki kompetensi akan dapat melaksanakan tugasnya secara profesional
Penelitian ini merekomendasikan untuk Kementerian Agama sebagai berikut: Kepada
Kementerian Agama Kabupaten Berau kiranya memberikan kesempatan seluas-luasnya untuk
guru agama di Pulau Maratua dapat melanjutkan pendidikan dari diploma ke jenjang S1,
khususnya kuliah Pendidikan keagamaan termasuk memperhatikan kesejahteraan guru agama
utamanya tunjangan sertifikasi atau tunjangan guru untuk daerah khusus (3T). Perlunya
dukungan pemerintah Kabupaten Berau untuk peningkatan sarana dan prasarana sekolah,
bangunan yang sudah lama harus segera diperbaharui dengan membangun kelas baru,
khususnya sekolah yang bangunannya terbuat dari kayu Ulin seperti SDN di Payung-payung
dan di Teluk Alulu, termasuk intensitas pengawas sekolah di Kecamatan Maratua. Untuk
mendukung Pendidikan Agama pada pendidikan Dasar di Kabupaten Berau, Kecamatan
Maratua, kiranya kegiatan keagamaan oleh masyarakat harus terus digiatkan, sehingga anak-
anak juga merasakan dan terbiasa dengan kegiatan keagamaan di Kecamatan Maratua
Kata Kunci:Pendidikan Agama, Kabupaten Berau, Kecamatan Maratua.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 58
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kabupaten Berau
Ketika mendengar kata Berau, Mungkin diantara kita masih ada yang
asing terdengar, Berau adalah sebuah kabupaten yang ada di Kalimantan
Timur daerah Utara, sebagai sebuah kabupaten yang berkembang, Berau
telah mampu menunjukkan Jati dirinya sebagai salah satu Kabupaten yang
mampu mengelola hasil sumber daya alam serta pariwisata sedemikian
rupanya, bahkan menjadi tujuan wisata parang turis di berbagai negara
seperti halnya pulau Bali.
Secara Administratif, Berau memiliki ibukota di Tanjung Redeb,
dengan luas wilayah 34.127,47 km² serta dihuni oleh penduduk dengan
Jumlah 214.828 Jiwa (Data BPS Tahun 2017 dan Belum termasuk karyawan
beberapa perusahaan di Berau) kepadatan penduduk 6,29 jiwa/km2dan
terdiri 110 Desa dan 10 kelurahan dari 13 Kecamatan yang di antaranya
adalah : 1). Kecamatan Tanjung Redeb; 2) Kecamatan Sambaliung; 3)
Kecamatan Teluk Bayur; 4) Kecamatan Gunung Tabur; 5) Kecamatan Pulau
Derawan; 6) Kecamatan Maratua; 7) Kecamatan Talisayan; 8) Kecamatan Batu
Putih; 9) Kecamatan Biatan; 10) Kecamatan Tabalar; 11) Kecamatan Segah;
12) Kecamatan Kelay; 13) Kecamatan Biduk-Biduk.
Kabupaten Berau Dengan Jumlah penduduknya 214.828 Jiwa tersebut
Laki-laki 115.521 jiwa dan perempuan 99.307 jiwa dengan laju pertumpuhan
2,84%. Jumlah penduduk yang terbanya berada di Ibukota kabupaten yakni
kecamatan Tanjung Redeb sebanyak 67.114 jiwa sedangkan yang terendah
adalah kecamatan Maratua 3.747 jiwa (Survey Data BPS tahun 2016).
Tidak Berbeda dengan iklim di wilayah Indonesia lainnya, iklim di
Kabupaten Berau juga tidak menentu, terkadang hujan, lembab serta
panas. Kabupaten Berau memiliki Beraneka ragam sumber daya alam namun
yang paling dominan saat ini adalah Sektor pertambangan Batu Bara dan
Perkebunan kelapa sawit,terbukti dengan adanya beberapa investor dari
group besar seperti : PT. Berau Coal, KLK Group, Makin Group, Teladan
Prima Group dan Masih banyak lagi perusahaan lainnya.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 59
Sekilas Kecamatan Maratua
Jam tangan saya menunjukkan pukul 5.45 waktu Berau, rencananya
menuju Pulau Maratua menggunakan Speedboat Sinar Harapan yang
bermuatan maksimal 20 orang akan mengantarkan kami ke Pulau Maratua,
sekitar pukul 7,30 berangkat dari dermaga Tanjung KPPP sungai Segah,
sebenarnya jam enam kami sudah siap hanya speednya terlambat
menjemput.
Speed-nya menelusuri sungai Segah yang ditumbuhi pohon nipah,
kurang lebih satu jam setengah, keluar dari Tanjung sekitar pukul delapan
pagi, kecepatan perahu yang bermesin 200 pk yang kami tumpangi memang
tidak berkecepatan tinggi saat menelusuri sungai segah, karena yang
dikhawatirkan adalah kayu Batang (Pohon kayu yang hanyut) di sungai.
Ombak setinggi kurang lebih satu setengah meter terkadang
menghempaskan speed kami yang memuat 10 orang satu orang nakhoda dan
pembantu nakhoda kapal, selama diperjalanan kami dilarang merokok karena
memuat bensin, ini juga sudah merupakan SOP setiap penumpang yang ikut
dalam perjalanan menggunakan speed. Perjalanan kami ke Pulau Maratua
memakan waktu kurang lebih 3 jam. selama diperjalan pulau yang kami
lewati seperti Pulau Derawan yang menjadi obyek wisata, termasuk Pulau
Sangalaki yang menjadi tempat Penyu bertelur, dan terakhir sebelum
berlabuh di pulau Maratua, nampak dengan jelas Pulau Kakaban dimana
tempat ini dikenal dengan hidupnya jenis Ubur-ubur yang tidak menyengat,
dan hanya ada dua di dunia.
Tepat Pukul 10.30 saya berlabuh di pulau Maratua tepatnya di
Kampung Tanjung Harapan. Kecamatan Maratua dengan luas wilayah
4.119,54 Km2. Kecamatan Maratua terbagi menjadi 4 desa yaitu Payung-
Payung, Bohesilian, Teluk Alulu dan Teluk Harapan yang juga merupakan ibu
kota kecamatan, dari luas tersebut Kampung Bohesilian yang terluas, yakni
3.808,54 km2 sedangkan yang terkecil adalah Teluk Alulu sekitar 53,33 km2
Penduduk kecamatan Maratua dari tahun ke tahun meningkat.Dari
tahun 2010 berjumlah 3.200 jiwa terus meningkat hingga di tahun2016
menjadi 3.747 jiwa. Dari tahun 2015 ke tahun 2016, pendudukkecamatan
Maratua meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 2.63persen.Dari
jumlah tersebut perempuan sebanyak 1.815 sedangkan jenis kelamin laki-laki
sebanyak 1.932 jiwa.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 60
Desa yang terpadat penduduknya adalah TelukHarapan dengan jumlah
penduduknya sebesar 1.180 jiwa dikarenakanTeluk Harapan merupakan
ibukota kecamatan Maratua.Lalu diikuti dengan Bohesilian dengan jumlah
penduduksebesar 1.139 jiwa dimana di Bohesilian merupakan desa
yangmemiliki jumlah RT terbanyak di kecamatan Maratua. Lalu diikutidengan
Teluk Alulu yang jumlah penduduknya sebesar766 jiwa dan Payung-Payung
yang jumlah penduduknya sebesar 662 jiwa.
Kecamatan Maratua juga merupakan salah satu pulau terluar
diIndonesia karena berbatasan langsung dengan Laut Philipina. Desadengan
luas terbesar adalah Bohe Silian dikarenakan wilayahPulau Kakaban masuk
di dalam adminstrasi Bohe Silian.Karena kecamatan Maratua merupakan
daerah kepulauan, makasebagian besar wilayahnya merupakan perairan yang
potensial akanperikanan dan wisata dasar lautnya, sehingga kecamatan
Maratuamerupakan salah satu tujuan pariwisata yang ada di kabupaten
Beraubaik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.
Pendidikan merupakan salah satu tolak ukur keberhasilan
pembangunan suatu negara. Program–program pemerintah seperti wajib
belajar 9 tahun, bantuan operasional sekolah (BOS), bantuan siswa miskin
(BSM) dan program-program pemerintah lainnya adalahupaya-upaya
pemerintah untuk meningkatkan pendidikan pendudukIndonesia. Pada tahun
ajaran 2016/2017, jumlah anak bersekolah TK dikecamatan Maratua
mengalami penurunan dari 123 siswa menjadi 119siswa. Berbeda dengan
anak bersekolah SD yang mengalami peningkatan dari 526 siswa menjadi 547
siswa. Begitupun dengan anakyang bersekolah SMP mengalami peningkatan
dari 181 menjadi 212siswa. Sedangkan anak yang bersekolah SMA meningkat
dari 81menjadi 96 siswa.Untuk bangunan sekolah, kecamatan Maratua
memiliki 3bangunan sekolah TK, 4 bangunan sekolah SD, 1 bangunan
sekolahSMP dan 1 bangunan sekolah SMA.
Sama seperti sebagian besar penduduk Indonesia, dikecamatan
Maratua juga sebagian besar penduduknya beragama Islam. Fasilitas ibadah
yag ada di kecamatan Maratua total sejumlah 6unit yang terdiri dari 5 masjid
dan 1 buah Musholla. Selain itu, tidakada tempat peribadatan bagi penduduk
kecamatan Maratua yangberagama selain Islam. Dari jumlah penduduk
tahun 2016 sebanyak 3. 517, yang beragama Islam sebanyak 3.500 sisanya
beragama kristen 10 orang dan Katholik 7 orang.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 61
Gambaran Umum Lembaga Pendidikan Di Pulau Maratua
Tiba di dermaga Maratua tepatnya di Teluk Harapan, istirahat sejenak
di rumah warga. Saya dijemput sama pak Bambang (45) naik sepeda motor
menuju kampung payung-payung, saya memilih untuk stay di Kampung
payung-payung, karena di kampung ini terletak SD, SMP dan SMA untuk
memudahkan dalam pengumpulan data.
Pak Bambang (45) yang berperawakan tinggi dan bercambang, adalah
salah satu narasumber lapangan, seorang Staf perpustakaan di SDN 001
Bohe Silian, Beliau penduduk Asli Pulau Maratua, seorang Ayah dengan 3
anak, Putri yang besar sekolah di SMK 2 Kebupaten Berau, nomor dua Kelas
IV SDN 001 Payung-Payung dan yang kecil masih berumur 3 tahun, Suami
istri asli Pulau Maratua, religiusitas pak Bambang cukup baik, itulah sekilas
saya lihat, dari cara berbicara dan menjelaskan tentang Maratua
Jika dilihat data di atas, menunjukkan bahwa siswa SD yang
terbanyak di SD 001 Kampung Maratua Teluk Harapan sekitar 34% dan yang
terendah berada SD 001 di Kampung Payung-Payung yakni sekitar 17%,
namun dari data tersebut yang kurang seimbang adalah jumlah gurunya,
walaupun SD Payung-payung jumlah siswanya rendah namun gurunya lebih
banyak dibandingkan dengan SD yang berada di Teluk Harapan.
Menurut pengakuan Indri (30), persoalan penempatan guru tergantung
dari Dinas pendidikan Kabupaten Berau, mereka juga heran mengapa
beberapa tenaga pendidik justru ditempatkan di payung-payung, sementara
jumlah siswanya paling sedikit.
Pada jenjang SMP, di Kecamatan Maratua hanya ada satu sekolah,
yakni SMP Negeri 1 Maratua. Dengan jumlah siswa 212 orang, Sekolah ini
berdiri sejak tahun 2007, Tenaga pendidikan 14 orang sebagai pendidik tetap
selebihnya adalah tenaga honor.Sementara untuk jenjang pendidikan
menengah, hanya ada 1 yakni SMA negeri 9 Maratua, jumlah siswanya 96
orang dan guru tetapnya 11 orang.
Secara keseluruhan Lembaga pendidikan di Pulau Maratua terdiri dari
4 Sekolah Dasar, sedang SMP dan SMA masing masing-masing 1 sekolah,
pada penelitian ini fokus lembaga pendidikan adalah Sekolah Dasar, yakni
1). SD Negeri 001 Bohe Silian; 2) SD Negeri 001 Payung-Payung; 3) SD negeri
001 Teluk Alulu dan 4) SD Negeri 001 Teluk Harapan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 62
Dalam penelitian ini penulis sengaja hanya memfokuskan pada
Sekolah Dasar, dengan pertimbangan ada variasi data sekaligus ada
perbandingan penyelenggaraan pendidikan di masing-masing Kampung,
Gambaran umum keempat sekolah dasar tersebut sebagai berikut:
Sekolah dasar di kecamatan Maratua ada 4 sekolah, masing-masing di
setiap kampung ada didirikan sekolah, jumlah siswa SD secara keseluruhan
pada tingkat Sekolah dasar sebanyak 536 siswa, dengan jenis kelamin laki-
laki sebanyak 277 siswa sedangkan perempuan 259 siswa. Persentasi jumlah
siswa laki-laki sebanyak 52% dan perempuan 48%.
Sekolah Dasar Negeri 001 Bohe Silian, sekolah yang letaknya diujung
selatan pulau Maratua ini terletak di kampung Bohe Silian, RT 3 RW 1 di
Desa Maratua Bohesilian, sekolah ini berdiri sejak tahun 1997. Sekolah yang
terbilang cukup lama ini dipimpin oleh Bapak Bahridin, tenaga pendidik
sebanyak 13 orang, sedangkan siswanya 146, dengan proporsi jenis kelamin
perempuan 58 dan laki-laki 88 anak.
Sekolah Dasar Negeri 001 Payung-Payung, sekolah yang letaknya
ditengah pulau Maratua ini terletak di kampung Payung-Payung, RT 2 di Desa
Maratua Payung-Payung, sekolah ini berdiri sejak tahun 1952, bahkan
sekolah inilah yang kedua berdiri di Pulau Maratua, beberapa gurunya
bahkan pernah sekolah di sekolah tersebut, gedung yang mereka tempati
belajar kala itu masih ada hingga saat ini, Sekolah yang terbilang cukup lama
ini dipimpin oleh Bapak Juhri, tenaga pendidik sebanyak 16 orang,
sedangkan siswanya 106, siswa perempuan sebanyak 51 orang dan laki-laki
55 orang. Beberapa tenaga pendidik alumni SM-3T sebagian besar mengajar
di sekolah ini.
Sekolah Dasar Negeri 001 Teluk Alulu, Sekolah ini leteknya lebih
jauh dari ketiga kampung yang berada di Pulau Maratua. Letaknya di Jalan
Punggawa Sukma teluk Alulu, RT 2 di Desa Maratua Teluk Alulu, sekolah ini
berdiri sejak tahun 1951. Sekolah yang terbilang cukup lama karena terbilang
sebagai sekolah pertama yang didirikan di Pulau maratua, ini dipimpin oleh
Bapak Agus Purwo Utomo, tenaga pendidik sebanyak 12 orang, sedangkan
siswanya 108 dengan komposisi siswa laki-laki sebanyak 48 orang dan
perempuan 60 orang.
Sekolah Dasar Negeri 001 Teluk Harapan, sekolah letaknya Jalan
Langoan RT 3 Desa Maratua Teluk Harapan, sekolah ini berdiri sejak tahun
Pendidikan Agama di Daerah 3T 63
1978. Jumlah siswa 176 dengan komposisi siswa laki-laki 86 orang dan
perempuan 90 orang. Kampung Teluk harapan memang sedikit istimewa,
karena di Kampung ini aliran listrik masih berfungsi (Pembangkit listrik
Tenaga Surya), sementara di Kampung Payung-payung dan Kampung Bohe
Silian alat mereka sudah rusak setahun yang lalu.
Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar Di Pulau Maratua
Pembahasan mengenai SPM (Standar Pelayanan Minimal) Pendidikan
dasar di Kabupaten Berau, secara khusus di Pulau Maratua beracuan pada
Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23
tahun 2013 Tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
Nomor 15 tahun 2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Pendidikan Dasar
Di Kabupaten/Kota, khususnya Pasal 2.
Pada pembahasan pelayana Minimal pendidikan Dasar ini ada dua hal
yang akan dibahas lebih lanjut, pertama Pelayanan Pendidikan oleh
Pemerintah dalam hal ini Diknas dan Kementerian Agama dan yang kedua
adalah Pelayanan Pendidikan oleh Satuan pendidikan itu sendiri.
Pada saat penulis berkunjung ke Kementerian Agama Kabupaten
Berau, saat itu penulis diterima oleh Bapak Kepala Kemenag Kab. Berau
sendiri. Dalam diskusi tersebut ada tiga hal yang selalu menjadi perhatian
kita pelayanan pendidikan di Kementerian Agama, pertama Pembangunan
Fisik, kedua Pengembangan SDM dan ketiga adalah Pengembangan Penyuluh
Agama.
Walaupun di Pulau Maratua sendiri belum ada didirikan Madrasah
ataupun Pesantren, hal ini juga yang menjadi perhatian Kemenag Berau,
menurut data di Kabupaten Berau pada tingkat madrasah Ibtidiyah (MI)
jumlahnya ada 6 Madrasah, dari keenam Madrasah Ibtidaiyah tersebut
jumlah siswanya sebanyak 1.207 siswa, dan gurunya sebanyak 79 orang
dengan tingkat rasio 15.Sedangkan pada tingkat madrasah Tsanawiyan di
Kabupaten Berau jumlah madrasah sebanyak 7 madrasah, dengan
menampung siswa sebanyak 1.105 siswa, dengan tenaga pengajar sebanyak
81 Guru, rasio murid terhadap guru sekitar 14.Pada tingkatan Madrasah
Aliyah se kabupaten Berau jumlah sekolahnya hanya 3 Madrasah, dengan
jumlah siswa 673 siswa dan gurunya 45 orang dan rasio murid terhadap
siswa 13.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 64
Guru Agama yang mengajar di sekolah Umum se Kabupaten Berau
jumlahnya 263 guru, dengan komposisi di tingkat TK 3 orang, SD sebanyak
160 guru, SMP 63 guru dan di SMA 37 orang. Sementara Pesantren yang ada
di Kabupaten berau hanya 4 Pesantren.Beberapa guru-guru agama yang
bertugas di sekolah umum, terutama di di tingkat Dasar, pada saat ini
pendistribusian dan pembiayaannya guru agama di sekolah umum sebagian
di bebankan pada anggaran daerah (Diknas Kabupaten Berau).
Sebagai bahan masukan penulis, dalam beberapa hal memang
peningkatan koordinasi antara Diknas dan Kementerian Agama Kabupaten
Berau masih perlu diintensifkan, sehingga beberapa permasalahan
khususnya Sumber Daya Guru agama dapat lebih terdistribusi secara baik.
Hal ini menjadi temuan lapangan bahwa ada beberapa guru agama di Pulau
Maratua yang belum mendapatkan perhatian penuh dari Kementerian Agama
Kabupaten Berau.
Pelayanan Pendidikan Dasar Kabupaten Berau
Standar pelayanan minimal pendidikan dasar selanjutnya disebut SPM
Pendidikan Dasar adalah tolok ukur kinerja pelayanan pendidikan dasar
melalui jalur pendidikan formal yang diselenggarakan Pemerintah Kabupaten
Berau. Standar Pelayanan Minimal (SPM) Pendidikan yang dimaksud dalam
penelitian ini merupakan ketentuan tentang jumlah dan mutu layanan
pendidikan, secara langsung maupun secara tidak langsung melalui sekolah
dan madrasah.
Penerapan SPM dimaksudkan dalam penelitian Pendidikan Agama di
daerah 3T, sekaligus menjawab pertanyaan tentang pelaksaan pendidikan
agama ini untuk memastikan bahwa di setiap sekolah terpenuhi kondisi
minimum yang dibutuhkan untuk menjamin terselenggaranya proses
pembelajaran Pendidikan Agama yang memadai, ada delapan hal yang secara
umum Pelayanan Pendidikan yang dilaksanakan di Kabupaten berau
khususnya di Pulau Maratua, yakni (1) Ketersediaan Satuan Pendidikan; (2)
Keterpenuhan Jumlah Pendidik; (3) Jumlah Peserta Didik; (4) Ketersediaan
Ruang Guru; (5)Ketersediaan Tenaga Pendidik; (6) Kualifikasi tenaga Pendidik;
(7) Kualifikasi Kepala Sekolah; (8) Pengembangan Kurikulum. Pelayanan
Pendidikan dasar oleh Pemerintah Kabupaten Berau dalam hal ini
disesuaikan dengan Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia Nomor 23 tahun 2013, hasilnya pengamatan sebagai berikut:
Pendidikan Agama di Daerah 3T 65
Pertama Ketersediaan satuan pendidikan, mengamati ketersediaan
sekolah dasar di Pulau Maratua ini menurut pengamatan penulis sudah
terpenuhi, karena di masing-masing Desa di kecamatan Maratua sudah
memiliki Sekolah Dasar, walaupun untuk Madrasah Ibtidaiyah belum ada,
sesuai dengan aturan menyebutkan bahwa dalam jarak yang terjangkau
dengan berjalan kaki yaitu maksimal 3 km untuk SD/MI dari kelompok
permukiman permanen di daerah terpencil. Saat penulis mengamati beberapa
siswa sekolah dasar yang kesekolah di Kampung Payung-Payung, terlihat
hanya berjalan kaki, ada juga yang menggunakan sepeda, sesekali beberapa
siswa diantar oleh orang tuanya menggunakan sepeda motor.
Dalam satu tahun terakhir ini, menurut Pak Busrah (54) warga
Kampung Payung-payung yang rumahnya tepat di depan SMP Negeri 1
Payung-Payung, menceritakan bahwa anak SMP dan SMA dulunya banyak
yang naik motor, semenjak ada kecelakaan yang merenggut nyawa siswa,
maka kesepakatan seluruh orang tua melarang anak SMP dan SMA naik
motor, kejadian itu sekita satu tahun yang lalu. Maka saat ini beberapa siswa
yang rumahnya diluar kampung Payung-Payung (Khusus SMP dan SMA)
mereka menggunakan kendaraan Pickup antar jemput, Biayanya Rp. 2.500
sekali antar. Semenjak ada larangan bagi siswa menggunakan motor ke
sekolah, maka saat ini mereka menggunakan kendaraan antar jemput,
sebagaimana gambar di atas.
Kedua, Jumlah peserta didik, Dalam peraturan Mendiknas disebutkan
dalam setiap rombongan belajar untuk SD/MI tidak melebihi 32 orang, Untuk
setiap rombongan belajar tersedia 1 (satu) ruang kelas yang dilengkapi
dengan meja dan kursi yang cukup untuk peserta didik dan guru, serta
papan tulis, hal ini juga sudah memenuhi standar, walaupun ada beberapa
sekolah yang siswanya tidak terlalu banyak.Dari data ditemukan bahwa
seluruh siswa SD di Kecamatan Maratua, dari kelas I s.d VI sebanyak 536
siswa, dari jumlah tersebut, Hanya di SDN 001 Teluk harapan khususnya
kelas II yang membuka dua kelas, (IIa dan IIb).
Ketiga, Ketersediaan ruang guru, mengenai ketersediaan ruang bagi
guru sekolah-sekolah di pulau Maratua tidak dapat dibandingkan dengan
sekolah di daerah perkotaan, bagi mereka ada meja dan ruang bersama
walaupun sempit sudah merupakan sesuatu yang istimewa. Sebagaimana
standar pelayanan pendidikan yang diharapkan setiap sekolah dasar harus
dilengkapi dengan meja dan kursi untuk setiap orang guru, kepala sekolah
Pendidikan Agama di Daerah 3T 66
dan staf kependidikan lainnya. Bahkan adakalanya ruang kepala sekolah
bergabung dengan guru, hanya meja saja yang membedakannya. Bagi guru-
guru di Pulau Maratua yang utama adalah ruang kelas bagi anak-anak
belajar, karena hal ini sangat penting, sebagai contoh saja di SD Payung-
Payung ruang kelas belajar bagi anak kelas I, II, III dan IV dinding dan lantai
masih terbuat dari Kayu ulin, itupun kondisinya masih sangat
memperihatinkan, terutama saat hujan ataupun angin kencang, anak-anak
tidak boleh di ruang kelas, mereka menyuruh keluar ruangan, dikhawatirka
tertimpa plafon yang sudah mulai rapuh.
Syukur Alhamdulillah, ungkap ibu Rahma (guru Agama) SD Payung-
Payung, bahwa ruang guru di sekolah ini sudah menempati ruang permanen,
bbukan lagi terbuat dari kayu ulin. Bahkan beberapa meja dan peralatan
perkantoran sudah dilengkapi, itu saja, ruang kelas yang disamping perlu
bantuan, sambil menunjukkan ruang yang berada disebelah kanan ruang
guru.
Keempat Ketersediaan Tenaga Pendidik, walaupun Pulau Maratua
dalam Wilayah pendidikan sebagai daerah terluar, namun tenaga pendidiknya
cukup memenuhi standar pelayanan minimal, sebagai mana yang diatur
dalam permendikas nomor 23 tahun 2013setiap SD/MI tersedia 1 (satu)
orang guru untuk setiap 32 peserta didik dan 6 (enam) orang guru untuk
setiap satuan pendidikan, dan untuk daerah khusus 4 (empat) orang guru
setiap satuan pendidikan, keseluruh jumlah Pendidik dan tenaga
Kependidikan sebanyak 56 orang, dari data tersebut yang status
kepegawaiannya sebagai PNS sebanyak 59%, artinya lebih dari separuh sudah
bersatus PNS. Demikian halnya dengan pendidikan PTK, 71% sudah S1, tentu
hal ini memberikan harapan yang baik terhadap penyelenggaraan pendidikan
di Pulau Maratua dimasa mendatang, melihat Kapasitas PTKnya.
Namun yang perlu diperhatikan oleh Pemerintah Berau, adalah
tunjangan 3T, karena menurut pengakuan Rahardian (52), tunjangan untuk
daerah khusus seperti Maratua, dulunya ada tapi saat inisudah tidak
diberikan, termasuk sertifikasi guru masih ada yang belum mendapatkannya.
Kelima, Kualifikasi Kepala Sekolah, kualifikasi Keempat Kepala SD di
Pulau Maratua sudah memenuhi standar sebagai mana yang dipersyaratkan
dalam permendikas nomor 23 tahun 2013setiap kabupaten/kota semua
Pendidikan Agama di Daerah 3T 67
kepala SD/MI berkualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah memiliki
sertifikat pendidik.
Keenam, Kualifikasi Pengawas Sekolah, Walaupun dalam dalam
permendikas nomor 23 tahun 2013setiap kabupaten/kota semua pengawas
sekolah dan madrasah memiliki kualifikasi akademik S-1 atau D-IV dan telah
memiliki sertifikat pendidik, namun beberapa guru mengeluhkan peran
Pengawas yang sangat minim mengunjungi mereka.
Ketujuh, Pengembangan Kurikulum, Dalam dalam permendikas nomor
23 tahun 2013 Pemerintah kabupaten/kota memiliki rencana dan
melaksanakan kegiatan untuk membantu satuan pendidikan dalam
mengembangkan kurikulum dan proses pembelajaran yang efektif; dan
kunjungan pengawas ke satuan pendidikan dilakukan satu kali setiap bulan
dan setiap kunjungan dilakukan selama 3 jam untuk melakukan supervisi
dan pembinaan. Menurut kepala sekolah hal ini selalu saja dilakukan
walaupun tidak sepenuhnya memenuhi aturan yang ditetapkan.
Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan
Yang dimaksud dengan pelaksaan pendidikan agama, utamanya
pelayanan pendidikan oleh satuan pendidikan (sekolah Dasar) yakni:
Pertama, Penyediaan Buku Teks, penyediaan buku-buku yang berada
di perpustakaan menurut penuturan pak Bambang (staf perpustakaan) SDN
001 Bohe Silian, sudah memadai, terutama buku teks yang ditetapkan
kelayakannya oleh Pemerintah mencakup mata pelajaran Bahasa Indonesia,
Matematika, IPA, IPS, dan Pendidikan Kewarganegaraan, hal ini hanya terjadi
di SD Teluk harapan dan SD di Bohe Silian, sedangkan di SD Payung-payung
dan SD Teluk Harapan masih membutuhkan buku yang dimaksudkan. Jika
membanding keempat desa di pulau Maratua, secara umum memang belum
merata untuk penyediaan buku teks untuk siswa, jadi sifatnya bergiliran, jika
tahun ini SD di payung-payung mendapatkan bantuan buku maka tiga desa
lainnya tidak mendapatkannya, hal ini menyebabkan distribus setiap
tahunnya belum dilkasanakan oleh pemerintah Berau, termasuk buku yang
mendukung pendidikan agama.
Sebagai bahan masukan kedepannya, penyediaan buku harus
memperhatikan kebutuhan tiap-tiap sekolah, agar tidak terjadi kecemburuan
akademik. Memang sikap proaktif dari kepala sekolah sangat dibutuhkan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 68
untuk selalu berkoordinasi dengan pihak pemerintah Berau. Kepedulian
siswa juga menjadi perhatian utnuk menjaga dan merawat buku-buku yang
di sediakan sekolah, karena bagaimanapun segala fasilitas yang diberikan jika
tidak dirawat, maka buku dan bahan bacaan tersebut cepat rusak, jadi
sekolah di Maratua telah memiliki 100 judul buku pengayaan dan 10 buku
referens walaupun beberapa kondisinya perlu diperbaharui.Secara spesifik
buku-buku agama, menurut penuturan Ibu Rahma dan Ibu Ratna sebagai
guru agama di Maratua, menyatakan bahwa masih perlu di lengkapi,
sehingga mereka menyarankan kepada pihak Kementerian Agama, agar
referensi untuk mengembangkan pengetahuan anak-anak perlu segera
diwujudkan.
Kedua, Penyediaan Alat Peraga Pendidikan, terutama yang
mendukung pembelajaran IPA bagi anak-ank menurut Kepala sekolah SDN
Bohe Silian boleh dikatakan tidak ada, terutama model kerangka manusia,
model tubuh manusia, bola dunia (globe), hal ini sangat berpengaruh
terhapap proses pembelajaran. Demikian halnya dengan alat peraga untuk
pendidikan agama, khususnya bagaimana mendukung kegiatan praktek
pendidikan agama anak-anak.
Beberapa guru terkadang berinisiatif untuk mengadakan sendiri,
itupun mereka usahakan dengan dan sekolah dan dan pribadi, yang menjadi
permasalahan pengadaan alat peraga tidak mudah, mereka harus ke Tanjung
Redeb yang jaraknya cukup jauh dari Pulau Maratua, untuk membeli itupun
sebelumnya harus menanyakan ketersediaan alat yang dimaksud.Kondisi ini
menyebabkan proses pembelajaran yang membutuhkan alat peraga kurang
optimal, kreatifitas guru untuk mengantisipasi proses pembelajaran tersebut
dengan hanya memperlihatkan gambar melalui buku, tanpa melihatkan
wujud secara 3 dimensi. Seandainya ada listrik ungkap ibu Indri (Guru SD
Payung-payung), kita masih dapat memperlihatkan melalui gambar bergerak,
karena keterbatan listrik terpaksa hal ini juga tidak dapat kami lakukan.
Kreatifitas guru untuk pembelajaran yang menggunakan alat peraga
sangat dibutuhkan, keterbatan media menjadi pemicu bagi guru untuk tidak
mengalah, selalu saja ada akal dan jalan keluar yang dapat dilakukan tanpa
meninggalkan substansi pembelajaran yang ingin dicapai.
Ketiga, Proses Pembelajaran, sebagaimana penjelasan sebelumnya
bahwa SD yang ada di Pulau Maratua berjumlah empat sekolah, ada satu
Pendidikan Agama di Daerah 3T 69
sekolah yang menyelenggarakan pendidikan 5 hari kerja yakni di SDN 001
Bohe Silian sebagai sekolah percobaan untuk fullday school dengan
meliburkan anak-anak pada hari sabtu, sementara yang lainnya masih enam
hari kerja.Sementara dalam permendikas nomor 23 tahun 2013 setiap guru
tetap bekerja 37,5 jam per minggu di satuan pendidikan, termasuk
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing atau melatih peserta didik, dan melaksanakan
tugas tambahan.
Secara umum tiga sekolah dasar yang masih menggunakan enam hari
kerja, pemenuhan waktu pembelajaran sudah terealisasi, demikian halnya
SDN 001 Bohe Silian, namun yang menjadi problem bagi sekolah yang
menggunakan lima hari kerja, ada beberapa kendala yang dihadapi. Kendala
pertama tentang jam istirahat, sebagaimana beberapa sekolah yang
menggunakan sistem fullday, saat istirahat mereka disediakan makan siang,
entah itu disekolah secara mandiri atau dikoordinir oleh sekolah, namun di
SDN 001 Bohe Silian tidak demikian, anak-anak jika istirahat mereka pulang
kerumah untuk makan siang, kekurangannya ada beberapa anak yang
terkadang sudah tidak kembali kesekolah, dengan berbagai alasan, salah
satunya persoalan cuaca, entah itu panas atau karena hujan.Sedangkan
kendala kedua adalah kegiatan pengayaan yang diterapkan sebelumnya
dengan menambah pelajaran agama dengan memanfaatkan guru TPA yang
ada di Maratua, hanya dapat berjalan kurang lebih setahun, saat ini sudah
tidak berjalan, karena para pengajar TPA tidak bersedia lagi mengajar,
konfirmasi didapatkan karena persoalan internal kelompok guru TPA.
Dua kendala inilah yang menjadi bahan evaluasi tentang pelaksanaan
sistem fullday di SDN 001 Bohe Silian, namun sementara ini dilakukan
kegiatan yang umum untuk pengayaan, seperti pramuka dan kegiatan olah
raga.
Keempat, Penerapan kurikulum, Seluruh sekolah di Pulau Maratua
menggunakan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP), karena menurut
informasi dari Ibu Indri (guru SDN 001 Payung-payung) sekolah dapat
memilih kurikulum yang digunakan, jika belum siap menggunakan
kurikulum K13, maka sekolah masih diberikan kesempatan untuk
menggunakan kurikulum KTSP.Mengapa belum siap, karena hampir sebagian
besar pendidik di Pulau Maratua belum mengikuti pelatihan tentang K13,
Pendidikan Agama di Daerah 3T 70
sehingga disepakati untuk tetap menggunakan kurikulum sebelumnya yakni
KTSP, khususnya guru-guru agama di Maratua.
Kelima, Pelaksanaan Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), Pada
hakekatnya penyusunan RPP bertujuan merancang pengalaman belajar siswa
untuk mencapai tujuan pembelajaran. Tidak ada alur pikir (algoritma) yang
spesifik untuk menyusun suatu RPP, karena rancangan tersebut
seharusnya kaya akan inovasi sesuai dengan spesifikasi materi ajar dan
lingkungan belajar siswa (sumber daya alam dan budaya lokal, kebutuhan
masyarakat serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi).
Pengalaman dari penilaian portofolio sertifikasi guru ditemukan, bahwa pada
umumnya RPP guru cenderung bersifat rutinitas dan kering akan
inovasi. Mengapa? diduga dalam melakukan penyusunan RPP guru tidak
melakukan penghayatan terhadap jiwa profesi pendidik. Keadaan ini dapat
dipahami karena, guru terbiasa menerima borang-borang dalam bentuk
format yang mengekang guru untuk berinovasi dan penyiapan RPP cenderung
bersifat formalitas. Bukan menjadi komponen utama untuk sebagai acuan
kegiatan pembelajaran. Sehingga ketika otonomi pendidikan dilayangkan tak
seorang gurupun bisa mempercayainya. Buktinya perilaku menyusun RPP
dan perilaku mengajar guru tidak berubah jauh.
Keenam, Program penilaian, tujuan utama dari program penilaian
adalah untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik.
Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-
langkahperencanaan, penyusunan alat penilaian, pengumpulan informasi
melalui sejumlahbukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar peserta
didik, pengolahan, danpenggunaan informasi tentang hasil belajar peserta
didik. Penilaian kelasdilaksanakan melalui berbagai teknik/cara, seperti
penilaian unjuk kerja (performance), penilaian sikap, penilaian tertulis (paper
and pencil test), penilaian proyek, penilaian produk, penilaian melalui
kumpulan hasil kerja/karya peserta didik (portfolio), dan penilaian diri.
Penilaian hasil belajar baik formal maupun informal diadakan dalam suasana
yangmenyenangkan, sehingga memungkinkan peserta didik menunjukkan
apa yangdipahami dan mampu dikerjakannya. Hasil belajar seorang peserta
didik dalam periode waktu tertentu dibandingkan dengan hasil yang dimiliki
peserta didiktersebut sebelumnya dan tidak dianjurkan untuk dibandingkan
dengan peserta didiklainnya. Dengan demikian peserta didik tidak
Pendidikan Agama di Daerah 3T 71
merasa dihakimi oleh guru tetapi dibantu untuk mencapai kompetensi atau
indikator yang diharapkan.
Ketujuh, Supervisi Kepala Sekolah, Salah satu tugas kepala
sekolah/madrasah adalah melaksanakan supervisi akademik. Untuk
melaksanakan supervisi akademik secara efektif diperlukan keterampilan
konseptual, interpersonal dan teknikal (Glickman, at al. 2007). Oleh sebab
itu, setiap kepala sekolah /madrasah harus memiliki dan menguasai konsep
supervisi akademik yang meliputi: pengertian, tujuan dan fungsi, prinsip-
prinsip, dan dimensi-dimensi substansi supervisi akademik. Kompetensi
supervisi akademik intinya adalah membina guru dalam meningkatkan mutu
proses pembelajaran. Sasaran supervisi akademik adalah guru dalam
melaksanakan proses pembelajaran, yang terdiri dari materi pokok dalam
proses pembelajaran, penyusunan silabus dan RPP, pemilihan
strategi/metode/teknik pembelajaran, penggunaan media dan teknologi
informasi dalam pembelajaran, menilai proses dan hasil pembelajaran serta
penelitian tindakan kelas. Oleh karena itu, materi ini diharapkan dapat
memberikan wawasan kepada Kepala Sekolah dalam meningkatkan
kompetensi supervisi akademik yang meliputi: (1) memahami konsep
supervisi akademik, (2) membuat rencana program supervisi akademik, (3)
menerapkan teknik-teknik supervisi akademik, (4) menerapkan supervisi
klinis, dan (5) melaksanakan tindak lanjut supervisi akademik
Kedelapan, Evaluasi pembelajaran, setiap guru menyampaikan
laporan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap peserta didik
kepada kepala sekolah pada akhir semester dalam bentuk laporan hasil
prestasi belajar peserta didik; Sebagai telah kita bahas sebelumnaya bahwa
evaluasi pembelajaran berkaitan denga aktivitas untuk menentukan nilai, jas
atau manfaat dari kegiatan pemebelajaran. Karena kegiatan pembelajaran
meliputi berbagai aspek kegiatan yang cukup luas, maka evaluasi
pembelajaran meliputi berbagai dimensi pula. Berikut ini beberapa bentuk
evaluasi pembelajaran yang lazim dilakukan dalam kegiatan pembelajaran. (1)
Evaluasi formatif sering kali diartikan sebagai kegiatan evaluasi yang
dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok bahasan.; (2) Evaluasi
sumatif adalah evaluasi yang dilakukan pada setiap akhir satu satuan waktu
yang didalamnya tercakup lebih dari satu pokok bahasan, dan dimaksudkan
untuk mengetahui sejauhmana peserta didik telah dapat berpindah dari
suatu unit ke unit berikutnnya; (3) Evaluasi diagnostik adalah evaluasi yang
Pendidikan Agama di Daerah 3T 72
digunakan untuk mengetahui kelebihan-kelebihan dan kelemahan-kelemahan
yang ada pada peserta didik sehingga dapat diberikan perlakuan yang tepat.
Pada tahap proses evaluasi ini diperlukan untuk mengetahui bahan-
bahan pelajaran mana yang masih belum dikuasai dengan baik, sehingga
guru dapat memberi bantuan secara dini agar siswa tidak tertinggal terlalu
jauh. Sementara pada tahap akhir evaluasi diagnostik ini untuk mengetahui
tingkat penguasaan siswa atas seluruh materi yang telah dipelajarinya
Kesembilan, laporan hasil ulangan, kepala sekolah atau madrasah
menyampaikan laporan hasil ulangan akhir semester (UAS) dan Ulangan
Kenaikan Kelas (UKK) serta ujian akhir (US/UN) kepada orang tua peserta
didik dan menyampaikan rekapitulasinya kepada Dinas Pendidikan
kabupaten/kota atau Kantor Kementerian Agama di kabupaten/kota pada
setiap akhir semester; dan Penerapan Manajemen berbasis sekolah (MBS).
Walaupun saat ini penggunaan teknologi dalam sistem pelaporan sudah
mulai diterapkan, karena persoalan listrik dan jaringan internet kurang
maksimal maka laporan pelaksanaan ulangan harus dibawa langsung oleh
kepala sekolah atau guru yang ditugaskan ke Tanjung Redeb ibukota
Kabupaten Berau. Walaupun terkadang hal ini kurang efektif dan efisien
namun itulah realitas yang harus dilakukan oleh sekolah-sekolah di Pulau
Maratua.
Pelaksanaan Pendidikan Agama Di Pulau Maratua
Berbicara persoalan pendidikan agama di Pulau Maratua utamanya
agama Islam, karena sebagaian besar siswanya beragama Islam, dari
beberapa penjelasan sebelumnya tersebut diatas dapat diambil suatu
pemikiran secara umum bahwa pendidikan Islam ialah usaha dalam
pengubahan sikap dan tingkah laku individu dengan menanamkan ajaran-
ajaran agama Islam dalam proses pertumbuhannya menuju terbentuknya
kepribadian yang berakhlak mulia, Dimana akhlak yang mulia adalah
merupakan hasil pelaksanaan ajaran Islam dalam kehidupan sehari-hari
sebagaimana yang sudah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW. Oleh
sebab itu individu yang memiliki akhlak mulia menjadi sangat penting
keberadaannya sebagai cerminan dari terlaksananya pendidikan Islam.
Realitasnya, sebagaimana diungkapkan oleh beberapa guru di Pulau
Maratua, bahwa hal yang utama di berikan pendidikan bagi siswa ditingkat
sekolah dasar ini adalah akhlak, jika hal iini dapat berjalan dengan baik,
Pendidikan Agama di Daerah 3T 73
maka pendidikan agama lainnya dapat berjalan sebagaimana yang kita
inginkan. Pelaksanaan pendidikan agama yang ingin dijabarkan lebih lanjut
dalam pembahasan ini ada empat hal yang penting untuk diketahui, pertama
bagaiaman proporsi guru agama, kedua ketersediaan dan distribusi guru
agama, kualitas mengajar dan keempat adalah bagaimana kesiapan anak-
anak belajar pendidikan agama.
Pertama, Proporsi guru Agama dan latarbelakang pendidikannya,
upaya untuk membangun sumber daya manusia yang berdaya saing tinggi,
berwawasan iptek, serta bermoral dan berbudaya bukanlah suatu pekerjaan
yang ringan. Masalah pendidikan adalah masalah yang tidak pernah tuntas
untuk dibicarakan karena ia menyangkut persoalan manusia dalam rangka
memberi makna dan arah moral.Sementara tuntutan muatan moral dalam
hidup dan kehidupan semakin dibutuhkan, pendidikan memegang peran
penting untuk menata kehidupan tersebut, salah satunya melalui pendidikan,
disinilah peran guru di sekolah untuk membentuk watak dan kepribadian
anak selalin dari masyarakat dan keluarga.
Pendidikan yang diberikan oleh guru sebagai pendidik, tentunya harus
memiliki ilmu mendidik yang diperoleh dari bangku kuliah minimal
berpendidikan diploma keguruan (PGSD) tentu labih baik lagi jika
pendidikannya sudah mencapai Strata 1 (sarjana). Walaupun pendidik hanya
mengajar di tingkat sekolah dasar, tapi latar belakang ilmu keguruan
merupakan syarat penting dalam pendidikan.Sebagaimana kita ketahui
bahwa di sekolah dasar, pemenuhan guru ada dua yakni guru kelas dan guru
mata pelajaran. Patut disyukuri, walaupun Maratua sebagai daerah terluar,
namun latar belakang pendidik di sekolah dasarnya hampir sebagian besar
berlatarbelakang pendidikanm keguruan, walaupun beberapa masih sebatas
pendidikan diploma (PGSD), namun semangat untuk melanjutkan pendidikan
sangat besar, beberapa diantaranya sudah menyelesaikan S1 di Universitas
Terbuka.
Jumlah atau proporsi guru agama di Pulau Maratua masih memenuhi
standar minimal, yakni satu sekolah dengan satu orang guru agama, memang
tugas dan tanggungjawabnya sebagai guru agama di satu sekolah terasa berat
karena harus mengajar di semua tingkatan dan rombel, namun diakui oleh
semua guru agama di Pulau Maratua bahwa mereka menjalankan tugas
dengan senang dan penuh tanggungjawab. “jika kita menikmati dan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 74
mejalankan dengan ikhlas, maka insya allah tugas itu menjadi ringan”
ungkap ibu Rahmatia guru SDN Payung-Payung.
Kedua, Ketersediaan dan distribusi guru Agama di Pulau Maratua,
ketersediaan guru agama di empat sekolah Dasar di pulau Maratua secara
kuantitas sudah baik dan terdistribusi sebagaimana yang diharapkan, namun
yang menjadi persoalan adalah, hanya di SDN 001 Payung-payung yang
berkualifikasi S1 (Sarjana pendidikan Agama) sedangkan selebihnya masih
setingkat Diploma.Persoalan yang dialami adalah kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan kejenjang S1 masih terbatas, hal ini disebabkan
anggaran pemerintah daerah untuk memberikan beasiswa untuk sekolah
tidak ada. Selain itu, jika mereka menggunakan biaya sendiri, terhalang pada
guru pengganti yang akan memberikan pelajaran agama.
Memang persoalan guru yang ingin melanjutkan pendidikan di Pulau
Maratua ini menjadi dilematis, satu sisi mereka ingin mengembangkan
pendidikan dari Diploma (PGSD) menjadi S1 (Sarjana) namun disisi lain
mereka terbentur pada siapa yang akan menggantikan mereka mengajar jika
kuliah, sementara sekolah memiliki keterbatasan penyediaan guru.Bahkan
ada guru kelas yang juga merangkap menjadi guru agama (guru mata
pelajaran), ketersediaan pendidik ini juga seharusnya menjadi perhatian
Pemerintah Berau, agar kualitas pendidikan di daerah terluar semacam Pulau
Maratua ini dapat terus ditingkatkan.
Ketiga, Kualitas mengajar Guru Agama di Pulau Maratua, Penelitian
ini dilakukan hanya kurang lebih 2 minggu, dan tidak melakukan tes untuk
mengukur kualitas mengajar guru agama di Pulau Maratua, untuk itu
penjabaran tentang kualitas mengajar guru agama hanya memberikan
gambaran umum saja. Sebagai contoh sederhana salah satu untuk menilai
Pembelajaran yang berkualitas dapat diamati dengan melihat tingkat
keaktifan siswa, pengorganisasian dan penemuan informasi sehingga
memperjelas apa yang seharusnya dicapai oleh siswa selama
pembelajaran. Pembelajaran berkualitas akan meningkatkan minat siswa.
Pengaruh minat siswa terhadap pembelajaran sangat besar, siswa akan aktif
dan bertanggung jawab terhadap peran yang diberikan. Mereka akan
terdorong dengan sukarela dan atas kemauan sendiri untuk menemukan
pengetahuan dan informasi baru, mereka akan semakin senang karena
merasa tertantang terhadap materi yang diberikan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 75
Untuk mengukur kualitas pembelajaran, diperlukan beberapa
indikator. Indikator itu dapat berupa (1) Pencapaian efektivitas aktivitas guru
dan siswa; (2) Pencapaian efektivitas kemampuan guru dalam mengelola
pembelajaran kooperatif; (3) Pencapaian efektivitas keterampilan kooperatif
siswa; (4) Pencapaian ketuntasan belajar siswa dan respon siswa terhadap
pembelajaran.Keempat hal tersebut, setelah berdiskusi dengan para guru di
Pulau Maratua, adalah persoalan respon anak-anak, “mereka terkadang
lamban dalam menerima pelajaran, bahkan untuk satu materi pelajaran
harus diulang berkali-kali agar mereka mengerti” ungkap Indri guru di SD
Payung-payung.
Keempat, Kesiapan anak belajar Pendidikan Agama di Pulau Maratua,
tujuan kegiatan belajar mengajar di kelas utamanya pendidikan Agama
adalah menguasai kompetensi atau tujuan pembelajaran pendidikan agama
oleh siswa. Tugas guru agama yaitu melakukan pengelolaan pembelajaran
(mulai dari perencanaan, pelaksanaan, hingga penilaian). Hal ini ditujukan
agar siswa dapat mencapai tujuan belajar secara maksimal. Akan tetapi, ada
kalanya bapak/ibu guru tidak mampu mewujudkan tercapainya tujuan mulia
tersebut karena rendahnya gairah siswa untuk belajar. Dampaknya tentu
kurang baik, di antaranya siswa tidak dapat menguasai kompetensi atau
tujuan pelajaran. Kesiapan belajar anak pada tingkat Sekolah Dasar sangat
berbeda dengan mereka yang sudah SMP atau SMA. Mereka yang masuk
kategori kelas rendah (Kelas I s.d IV) masih membutuhkan bimbingan yang
tinggi, termasuk kesabaran dalam membimbing mereka.Termasuk jika ada
pelajaran praktek sholat, terkadang untuk memulai saja anak-anak lebih
suka bermain, bahkan peralatan sholat yang sudah diperintahkan
sebelumhya untuk dibawa, ada saja yang lupa membawa, kesiapan semacam
ini yang menjadi kendala, namun sebagai guru SD bukan hanya mengajar
tapi lebih utama mendidik, hal yang perlu di perhatikan adalah:
Lingkungan yang menginspirasi
Lingkungan berpengaruh besar terhadap perilaku individu, termasuk
juga dengan lingkungan kelas. Oleh karena itu, lingkungan kelas harus
memiliki pengaruh positif terhadap siswa. Agar semangat belajar siswa
tumbuh, maka lingkungan kelas sebaiknya bisa menginspirasi siswa untuk
belajar.Idealnya lingkungan kelas misalnya mulai dari cahaya, udara, warna, sarana, dan
sebagainya harus mendukung pembelajaran, namun realitasnya di Pulau Maratua ada ruangan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 76
kelas yang masih terbuat dari kayu ulin (SD Payung-Payung atau bahkan satu ruangan dibagi
dua (SD Teluk Alulu), jika kita menuntut hal yang ideal maka boleh dikatakan kelas yang
dimaksud diatas sudah masuk kategori tidak ideal.
Idealnya jika ruangan kelas kurang cahaya dan udara, maka akan
menyesakkan dada dan membuat mata lelah. Kemudian untuk penentuan
warna, usahakan pilih yang cerah. Jangan lupa sertakan pajangan yang
inspiratif. Tokoh-tokoh hebat, kalimat motivasi, hasil karya siswa, alat peraga,
dan lain-lain.Sekali lagi lingkungan kelas yang ideal menurut pengamatan
penulis di Pulau Maratua masih sangat memprihatinkan, masih perlu
bantuan pemerintah setempat (Kabupaten Berau), termasuk media-media
gambar yang sebaiknya dipasang didinding kelas, sehingga memotivasi siswa,
media gambar yang ideal dipajang tidak ada diperjual belikan di Pulau
Maratua, bahkan penulis juga mengelilingi Kabupaten Berau, toko yang
menjual media pendidikan boleh dikatan tidak ada, sehingga salah satu jalan
keluarnya adalah dengan memesan media tersebut diluar kabupaten Berau.
Proses belajar yang efektif dan menyenangkan
Suasana hati siswa juga dipengaruhi dengan suasana lingkungan di
kelas. Dengan demikian, jika proses berjalan dengan menyenangkan, maka
motivasi belajar siswa otomatis meningkat. Kelas jadi lebih interaktif karena
keaktifan siswa. Untuk menciptakan proses yang menyenangkan, teknik
penilaian proses belajar siswa harus disiapkan guru secara variatif.
Disarankan untuk mengajukan pertanyaan pada siswa sesuai pada apa yang
hendak diukur.Jika hal tersebut dilihat dari potensi guru-guru yang mengajar
di Pulau Maratua, pengamatan sekilas sudah memenuhi standar minimal,
penulis mengamati proses pembelajaran bagi siswa cukup kreatif, bahkan
mereka sangat menikmati cara guru mereka mengajar.
Sebagai bahan masukan agar kreativitas dan orisinalitas siswa
bangkit, maka guru-guru di Pulau Maratua perlu membuat pertanyaan
terbuka. Pertanyaan ini sifatnya membuat siswa merasa tertantang untuk
mencapai sesuatu yang lebih, namun tetap dalam jangkauan. Jika
pertanyaan itu-itu saja, terlalu mudah, maka semangat siswa untuk
memberikan usaha lebih tidak akan bangkit. Pun sebaliknya, apabila terlalu
sulit maka bisa mematikan usaha siswa.
Banyak hal yang sebenarnya dapat dilakukan oleh guru sekolah dasar
di Pulau Maratua agar proses belajar efektif dan menyenangkan, sebagai
Pendidikan Agama di Daerah 3T 77
daerah yang dikelilingi air, bahkan hampir sebagian besar sekolah di Maratua
letaknya tidak jauh dari tepian, maka potensi alam ini justru dapat dijadikan
inspirasi. Bahkan media dan sumber belajar yang digunakan sebaiknya
menggunakan potensi alam sekitarnya, terutama dari laut. Patut disadari
bahwa kelemahan dari penciptaan suasana yang lebih kreatif sekolah di
Maratua, adalah keadaan kelas yang kurang kondusif, misalkan ada kelas
yang dibagi dua (dipisahkan dinding yang tidak permanen), bahkan guru yang
memberikan penjelasan dikelas sebelah terdengan jelas, sehingga saling
mempengaruhi.
Suasana kompetisi kelas yang menantang
Pada umumnya, setiap individu akan merasa bangga jika memiliki
sesuatu yang lebih dibanding orang lain. Sebut saja lebih pandai, lebih
berhasil, lebih baik, dan masih banyak lagi. Begitu juga sebaliknya, orang
akan merasa sedih jika dirinya berada di bawah orang lain. Misalnya, lebih
bodoh, paling malas, selalu gagal, dan lainnya. Nah, dari sinilah setiap orang
punya naluri untuk berkompetisi, namun kompetisi ini harus disikapi secara
bijak, karena kesalahan dalam penciptaan kondisi untuk berkompetisi antar
siswa berakibat negatif.
Sebagai guru, perlu menyiapkan strategi agar kompetisi yang terjadi di
kelas berjalan dengan baik. Mereka harusnya mengatur agar kompetisi tetap
bisa diikuti oleh seluruh siswa dan menghasilkan juara bergilir setiap waktu.
Jadi tidak melulu siswa yang itu-itu saja yang menang. Biarkan setiap siswa
memiliki kesempatan menjadi juara di bidangnya masing-masing.
Kondisi siswa di Maratua menyenangi hal-hal yang sifatnya berlomba,
karena mereka suka bermain, pola ini dimanfaatkan oleh guru-guru di
Maratua untuk mengolah proses pembelajaran siswa yang lebih proaktif.
Sumber belajar
Acapkali siswa enggan belajar karena kurang memadainya sumber
pembelajaran. Jika di beberapa sekolah perkotaa Sumber belajar yang
memadai dan telah mendukung kurikulum, berkaitan dengan pengembangan
diri, serta pengembangan karir. Buku cetak yang terpercaya, audio, video,
media ajar yang menarik sehingga siswa tidak jenuh dengan penyampaian
materi yang monoton, dampaknya semakin beragam dan lengkap sumber
yang tersedia di kelas, akan makin besar kecenderungan siswa suka
Pendidikan Agama di Daerah 3T 78
belajar.Namun di Pulau Maratua, hal tersebut sebaliknya, sekolah minim
buku cetak, perangkat audio dan video tidak dapat berjalan karena tidak ada
listrik, akibatnya guru hanya memanfaatkan media yang sangat sederhana.
Penulis justru berfikir berbeda, media yang baik adalah media yang
akrab dengan lingkungan siswa, jika di maratua ini adalah daerah pulau,
maka sumber belajar dalam arti yang lebih sederhana adalah dengan
mrmanfaatkan lingkungan sekitar Maratua, bukan persepsi guru, sebagai
contoh guru SM-3T yang rata-rata dari pulau jawa yang sedikit lebih maju,
maka guru tidak boleh menggunakan pola pikir perkotaan, harusnya lebih
berkearifan lokal, sesuai kondisi di Maratua.
Bantuan belajar yang siap siaga
Ketika siswa mengalami kesulitan belajar, mereka butuh bantuan dari
yang lebih paham. Jika bantuan yang dibutuhkan tidak ada, maka akan
timbul kecenderungan siswa malas melanjutkan belajar. Bantuan belajar di
sini bisa berasal dari guru kelas, atau guru lain yang ditugaskan membantu
siswa. Jadi, dengan disediakannya bantuan belajar bagi siswa di kelas, maka
mereka akan lebih suka belajar.Mereka (Guru di Pulau Maratua) menyadari
bahwa ada kelemahan dalam dunia pendidikan di tingkat keluarga, ketika
mereka menyekolahkan anak-anak mereka seolah seluruh tanggungjawab
pendidikan itu ada dipundak guru, bantuan belajar terfokus di guru, bahkan
ketika orang tua siswa ingin dikumpulkan untuk berdiskusi dengan pengelola
sekolah, hal ini kurang direspon dengan penuh semangat, hanya beberapa
orang tua saja (Komite sekolah) yang mau datang dan memberikan masukan
uhntuk pengembangan sekolah termasuk pola pendidikan anak di rumah
untuk membantu kerja guru di sekolah.
Kesadaran untuk membantu siswa untuk meningkatkan sikap dan
pengetahuan mereka untuk belajar lebih baik harus menjadi tanggungjawab
bersama, walaupun guru di Maratua sudah melaksanakan tugas dan
tanggungjawabnya secara maksimal, namun tidak didukung oleh orang tua di
rumah atau masyarakat lingkungan tempat bermain anak, maka akan hasil
pembelajaran juga tidak mungkin optimal.Kesiapsiagaan membantu siswa di
Maratua untuk belajar akan membuahkan hasil jika semua pihak
bekerjasama, pelibatantokoh-tokoh masyarakat terutama tokoh agama lebih
diintensifkan, namun beberapa guru justru mengeluhkan hal ini, suasana
kemeriahan dan semangat keberagamaan di Maratua mulai terlihat saat
Pendidikan Agama di Daerah 3T 79
bulan Ramadhan, pada bulan ramadhan itulah girah keberagamaan anak-
anak Maratua baru nampak semangat, namun setelah itu kembali pada
suasana yang biasa-biasa saja. Dorongan dan motivasi dari pada ulama dan
Ustadz sangat kurang di luar bulan Ramadhan.
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Di Pulau Maratua
Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia
Nomor 16 Tahun 2007 Tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru, adapun macam-macam kompetensi yang harus dimiliki oleh tenaga
guru antara lain: kompetensi pedagogik, kepribadian, profesional dan sosial
yang diperoleh melalui pendidikan profesi. Keempat kompetensi tersebut
terintegrasi dalam kinerja guru yang dmaksud adalah: (1) Kompetensi
pedagogik meliputi pemahaman guru terhadap peserta didik, perancangan
dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan
peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya; (2)
Kompetensi Kepribadianmerupakan kemampuan personal yang
mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa,
menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia; (3) Kompetensi
Sosial sebagaimana yang diajarkan dalam agama merupakan kemampuan
guru untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan peserta didik,
sesama pendidik, tenaga kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan
masyarakat sekitar; (4) Kompetensi profesional merupakan penguasaan
materi pembelajaran secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan
materi kurikulum mata pelajaran di sekolah dan substansi keilmuan yang
menaungi materinya, serta penguasaan terhadap stuktur dan metodologi
keilmuannya.
Keempat kompetensi tersebut di atas bersifat holistik dan integratif
dalam kinerja guru. Oleh karena itu, secara utuh sosok kompetensi guru
meliputi (a) pengenalan peserta didik secara mendalam; (b) penguasaan
bidang studi pendidikan agama yang bersifat ilmu (disciplinary content)
maupun bahan ajar dalam kurikulum sekolah (c) penyelenggaraan
pembelajaran yang mendidik yang meliputi perencanaan dan pelaksanaan
pembelajaran, evaluasi proses dan hasil belajar, serta tindak lanjut untuk
perbaikan dan pengayaan; dan (d) pengembangan kepribadian dan
profesionalitas secara berkelanjutan. Guru yang memiliki kompetensi akan
dapat melaksanakan tugasnya secara profesiona.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 80
Pertama, Konsep Pengajaran dan Aplikasinya di Pulau Maratua,
Pembahasan mengenai pembelajaran pendidikan agama di Pulau Maratua
sebagai daerah terluar, tentu Kompetensi guru sebagaimana yang di tuliskan
di atas perlu pengukuran yang jelas dan melalui sebuah pengujian, untuk itu
dalam pembahasan ini penulis menggunakan empat konsep dalam
pengajaran guru di sekolah sebagai pendidik yang profesional berkaitan
dengan pengembangan pengetahuan peserta didik.
Kinerja guru sekolah dasar dapat diukur dengan mempergunakan
instrumen kinerja yang terkait dengan hasil pelaksanaan kerja guru, yaitu
berdasarkan hasil pelaksanaan tugas pokok dan fungsi guru yang meliputi
tugas dalam mendidik, mengajar, melatih dan mengarahkan, membimbing,
serta menilai dan mengevaluasi, yang dibebankan kepadanya berdasarkan
atas kecakapan, pengalaman, kesanggupan serta waktu. Indikator kinerja
guru sekolah dasar merupakan indikator hasil pelaksanaan tugas pokok dan
fungsi guru. Tugas pokok dan fungsi guru, meliputi: (1) Tugas guru dalam
mengajar; (2) Tugas Guru dalam Mendidik; (3) Tugas Guru dalam Melatih dan
Mengarahkan; (4) Tugas Guru dalam Membimbing; (5) Tugas Guru dalam
Menilai dan Mengevaluasi
Guru agama merupakan salah satu faktor dari luar yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak didik. Tingkah laku
guru agama didalam maupun di luar kelas akan menjadi perhatian dan
cermin bagi semua anak didik. Di sekolah anak memperoleh pengetahuan
yang tidak didapat dari lingkungan keluarga. Cara guru agama
berbicara,bergaul berpakaian dan mengambil suatu keputusan terjhadap
suatu masalah,ini semua akan menjadi contoh dan akan ditiru oleh para
siswa.
Kedua, Pengetahuan tentang konten (content knowledge), Sebagai
Pendidik di Sekolah Dasar, memang sangat berbeda dengan Guru yang di
SMP atau SMA, karena diantara mereka ada yang tugasnya sebagai Guru
Kelas. Berkaitan dengan content knowledge yaitu pengetahuan mengenai
materi pelajaran yang akan diajarkan kepada siswa.
Pendidikan Agama sangatlah penting dalam kehidupan manusia.
Demikian pentingnya agama dalam kehidupan manusia, sehingga diakui atau
tidak sesungguhnya manusia sangatlah membutuhkan agama dan sangat
dibutuhkanya agama oleh manusia. Tidak saja di masa premitif dulu sewaktu
Pendidikan Agama di Daerah 3T 81
ilmu pengetahuan belum berkembang tetapi juga di zaman modern sekarang
sewaktu ilmu dan teknologi telah demikian maju. Pendidikan Agama yang ada
di Pulau Maratua semuanya adalah guru Agama Islam, maka dalam
pembahasan ini penulis akan lebih banyak membahas tentang Pengetahuan
Pendidikan Agama islam.Ruang lingkup ajaran Islam meliputi tiga bidang
yaitu aqidah, syari’ah dan akhlak, hal itu juga hanya yang bersifat praktis,
bahkan harus diulang-ulang untuk pelajaran yang sama.
Ketiga, Pengetahuan konten pedagogik (paedagogical content
knowledge), merepresentasikan topik materi pelajaran pendidikan Agama
islam sebagaimana yang dituturkan oleh Ibu Rahama dan Ibu Ratna sebagai
guru agama di Maratua, harus menggunakan berbagai cara sehingga mudah
dipahami oleh siswa, namun yang paling sering mereka lakukan adalah
mengulang pelajaran yang sudah diberikan. Mengapa hal ini penting, karena
kondisi siswa di Pulau Maratua sangat berbeda, yang paling menonjol adalah
lamban dalam menghafal.Sebagai contoh ketika anak-anak diajarkan tentang
praktek sholat, jika di tanyakan pada pertemuan berikutnya mereka sudah
lupa, terpaksa harus mengulangnya. Demikiaan halnya dengan pengenalan
huruf-huruf hijaiyyah, mereka ada beberapa siswa yang kesulitan menulis,
terutama siswa yang berada di kelas rendah (Kelas I s.d IV).Yang menjadi
permasalahan utama sekolah dasar di Pulau Maratua adalah hampir sebagian
besar siswa baru SD ttidak melalui tingkatan sebelumnya yakni TK/RA,
karena di Pulau Maratua hanya ada satu TK. Jadi persoalan pengenalan
huruf (membaca) dan berhitung serta menulis terkadang harus dimulai pada
tingkat dasar. Bahkan ini menjadi tugas utama guru di Pulau Maratua.
Secara umum, pengetahuan yang perlu dipelajari oleh guru-guru jika
dikaitkan dengan pendidikan agama adalah persoalan Akhlak anak-anak,
kecenderungan anak-anak di kelas rendah mereka lebih menyukai bermain,
disamping itu dengan pendidikan orang tua yang rata-rata hanya tamatan
SMP dan SMA, terkadang kurang membantu siswa ketika berada di rumah,
sebagai contoh jika ada tugas rumah (PR) dukuingan orang tua masih rendah,
kondisi ini membuat tugas guru dalam menyampaikan pelajaran harus lebih
intens.
Keempat, Pengetahuan pedagogik umum (general paedagogical
knowledge), Pemahaman tentang prinsip-prinsip dari pengajaran (strategi
instruksional) guru-guru di Pulau Maratua sudah baik karena hampir
sebagaian besar berpendidikan S1, hanya saja kondisi sarana dan prasarana
Pendidikan Agama di Daerah 3T 82
yang serba terbatas, membuat mereka harus kreatif menerapkan strategi
pengajaran.Pengelolaan Manajemen kelas juga menjadi tantangan berat,
karena kondisi kelas yang bangunannya sebagian besar dari Kayu Ulin yang
sudah lapuk, tentu manajemen kelasnya memperhatikan kondisi. Sebagai
contoh jika hujan atau ada angin kencang maka sistem pengelolaan kelas
harus dirubah, termasuk suara bising lantai yang sudah goyang, tentu
berbunyi keras jika ada anak-anak di kelas seblah yang berlari atau bermain
di kelas. Pendidikan agama melalui moralitas inilah yang sangat diutamakan
oleh guru agama di Pulau Maratua.
Maratua yang memiliki kondisi yang serba terbatas dalam sudut
pandangan agama, menurut penulis seharusnya dapat dijadikan motivasi
bagi anak-anak untuk tetap bersemangat belajar, jangan sebaliknya membuat
mereka sedih bersekolah di tempat yang serba terbatas. Dalam agama juga
mengajarkan agar kita tidak mudah mengeluh, guru di Maratua harus
menunjukkan bahwa walaupun dalam lingkungan sekolah yang serba
sederhana, namun anak-anak harus tetap menunjukkan prestasi belajar
mereka.Bagaimanapun juga, keadaan seperti di Maratua ini kejadiannya
hampir sama di seluruh Indonesia sebagai kategori daerah 3T, ungkapan
kekurangan dan kesulitan untuk mengembangkan kreatifitas dalam
pembelajaran tidak perlu dijadikan alasan utama, jika guru ingin berbuat
yang terbaik, maka kekurangan ini dapat dijadikan tantangan untuk
berkreasi.
Kelima, Pengetahuan tentang pembelajar (siswa) dan belajar
(knowledge of learners and learning).Sebagaimana yang sudah dijelaskan di
atas, bahwa karakteristik siswa di Pulau Maratua utamanya dalam
pembelajaran masih perlu ditingkatkan, menurut para guru yang mengajar di
SD nanti saat kelas tinggi (Kelas V dan VI) pengetahuan anak-anak serta
tanggungjawab dalam belajar mandiri sudah terlihat. Pemahaman tentang
siswa sebagai penerima ilmu dari apa yang diajarkan oleh guru terlihat
berjalan lamban, termasuk pendidikan agama yang diajarkan bagi siswa.
Sebagai jalan keluar, maka guru agama setiap mengajarkan pelajaran baru,
harus memberikan pengulangan pelajaran yang telah di ajarkan sebelumnya,
dan perlu memberikan tugas dirumah, agar motivasi belajar dapat meningkat.
Faktor Penghambat dan Pendukung Pendidikan Agama Di Pulau
Maratua
Pendidikan Agama di Daerah 3T 83
Faktor Penghambat pendidikan Agama di Maratua
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Rudi (Guru SD 001 Payung-
Payung) Pertama faktor penghambat pembelajaran di Maratua yakni faktor
aksesbilitas, sebagaimana kita ketahui bahwa jarak antara Pulau Maratua
dan Kebupaten Berau cukup Jauh, jika ditempuh dengan menggunakan
speedBoad jarak tempuhnya paling cepat 3 jam namun kendaraan laut
dengan kapasitas antara sepuluh orang dan maksimal 20 orang ini sangat
tergantung dari jumlah penumpang. Jika yang ingin menyeberang ke
kabupaten berau kurang dari 10 orang maka speedboad tersebut tidak jadi
berangkat, mengingat biaya bahan bakar tidak sesuai dengan pembayaran
penumpang, selain itu juga memperhitungkan cuaca, dengan demikian jika
ada undangan atau pertemuan di Kabupaten berau, entah itu Diknas atau
Kemenag yang mengadakan acara maka sudah dipastikan guru dari
kecamatan Maratua tidak dapat menghadirinya.Selain itu melalui laut, guru
juga dapat menempuh melalui jalur Udara, karena di kecamatan Maratua
sudah terdapat bandara perintis, namun hanya sekali penerbangan ke
Kabupaten berau yakni pada hari Rabu setiap sore, menggunakan pesawat
susiair.
Kedua, sebagai penghambat adalah kurangnya sumber belajar yang
tersedia di sekolah. Yakni buku siswa dan buku untuk guru. Apalagi saat ini
Diknas menekankan kurikulum K13, disisi lain SDN 001 Payung-payung
masih menggunakan kurikulum KTSP 2006 dan 2009. Kondisi ini
menyebabkan terhambatnya proses pembelajaran, sehingga diharapkan
instansi Diknas atau Kemenag dapat memperhatikan dan menyediakan
sumber belajar yang dimaksudkan, termasuk media-media pendukung alat
pembelajaran.
Ketiga, adalah daya dukung eksternal, yang dimaksud disini adalah
pendampingan siswa siswa yaitu orang tua siswa dirumah. Kenyataan secara
umum di maratua, orang tua setelah menyekolahkan anaknya di sekolah
seolah-olah lepas tangan, sepenuhnya diserahkan pada sekolah, padahal
pendidikan itu bukan saja tanggungjawab guru di sekolah tapi juga
tanggungjawab orang tua di rumah. Harapannya, dengan kekuarangan ini
komite sekolah dan kepala sekolah dapat memaksimalkan peran orang tua
dan masyarakat dalam mendidik anaknya setalah sampai di rumah. Harapan
lainnya minimal mendampingi anak-anak mereka belajar ketika sampai di
Pendidikan Agama di Daerah 3T 84
rumah, agar wawasan dan pengetahuan mereka dapat lebih tinggi dan lebih
baik.
Keempat, adalah kurangnya kontrol antara kegiatan pembelajaran
dengan pola bermain anak-anak, sebagaimana realitasnya anak-anak di
maratua cenderung fokusnya bermain saja, belum ada kesadaran pribadi
untuk belajar secara kuntinyu, sebagai contoh ketika guru memberikan
Pekerjaan rumah (PR) setidaknya anak-anak mengerjakan dirumah
didampingi oleh orang tua mereka, justru banyak orang tua yang tidak
mensuport anaknya ketika belajar dirumah.
Kelima, adalah sarpras, (sarana dan prasarana) sekolah terutama
bangunan sekolah, sebagaimana kita ketahui bahwa bangunan sekolah di
SDN 001 Payung-payung secara fisik sudah tidak layak, banyak atapnya yang
bocor, demikian juga dengan dinding yang terbuat dari kayu ulin sudah
banyak yang copot, ruang kelas itu khususnya untuk kelas I, II, III dan Kelas
IV. Jika Guru mengajar di kelas I, maka suara bising dan Gaduh sampai
terdengar di kelas II, III dan IV, karena lantainyapun terbuat dari kayu yang
sudah mulai goyang jika diinjak. Yang lebih parah lagi adalah jika musim
angin Barat atau Selatan, maka untuk menghindari hal-hal yang tidak
diinginkan terutama korban akibat katu dan atap yang mulai lapuk maka
pembelajaran di kelas tersebut dihentikan.
Keenam yang disampaikan oleh Ibu Rahma (Guru Agama SDN 001
Payung-payung adalah anak-anak sangat lamban dalam membaca huruh
hijaiyyah dan sangat lamban menghafal beberapa surat-surat Pendek, sebagai
contoh saja, ketika dilakukan praktek sholat, hari ini diberikan penjelasan
dan dipraktekkan, ketika diulangkan beberapa hari kemudian mereka sudah
lupa. Termasuk alat peraga pendidikan agama sangat kurang, sementara
tidak ada dijual di maratua, untuk itu terkadang Ibu rahma harus membiayai
sendiri pengadaan alat peraga jika ada tugas ke Berau utnuk membeli alat
peraga tersebut.
Ketujuh, sebagaimana juga disampaikan oleh Ibu Ratna (Guru
Agama), karena di SDN 1 Bohe Silian menggunakan sistem lima hari kerja,
maka sebagian kegiatan disore hari menjelang pulang mereka belajar
pendidikan agama, namun dalam enam bulan terakhir ini kegiatan tersebut
terhenti, hal ini disebabkan karena tim pengajar dari TPA di sekitar Bohe
Silian karena persoalan internal tidak dapat lagi melaksanakan tugasnya di
Pendidikan Agama di Daerah 3T 85
sekolah tersebut, sehingga pihak sekolah melakukan perubahan sistem
pendidikan agama yang selama ini berjalan, dengan melibatkan beberapa
guru untuk membantu pendidikan agama mereka.
Kedelapan, sedangkan menurut ibu Indri (guru SDN Payung-payung)
faktor penghambat dalam pembelajaran adalah dukungan listrik yang tidak
ada, sedangkan dalam pembelajaran terkadang ingin menggunakan teknologi
sudah tidak bisa karena dukung listrik yang tidak ada, sebagai contoh
terkadang mereka ingin menggunakan video, atau presentasi menggunakan
Laptop pada akhirnya tidak dapat difungsikan.
Itulah kedelapan faktor penghambat dalam pendidikan agama dan
pendidikan secara umum di Kecamatan Maratua, yang pada prinsipnya ada
dua hal yang perlu mendapatkan perhatian, keterlibatan orang tua dalam
mengembangkan pendidikan agama anak-anak, juga suppor dari pemerintah
dalam pengadaan media pembelajaran termasuk pendidikan agam bagi siswa,
walaupun disadari bahwa tingkat pendidikan orang tua siswa sebagian besar
hanya berpendidikan tingkat dasar dan menengah, inilah juga yang
mempengaruhi p[eran aktif orang tua terhadap kepedulian pendidikan anak.
Faktor Pendukung Pendidikan Agama di Maratua
Pertama dalam pendidikan agama di Maratua adalah penduduknya
sebagian besar (99%) beragama Islam, tentu ini menjadi modal utama bagi
guru-guru mengembangkan pendidikan agama secara maksimal.
Kedua dari para pengajar adalah dukungan dari keluarga para
pendidik untuk tetap mengabdi sebagai pendidik walaupun berada di daerah
terluar, seperti halnya para guru-guru SM3T sudah teken kontrka dan
menyetujui untuk mengajar dan mengabdi di daerah terluar seperti halnya di
Pulau maratua. Walaupun aksesbilitas lewat laut cukup menantang, namun
jadwal dan penyedia kapal penyeberangan ke Berau banyak yang
menyediakan, sehingga ada alternatif jika sebuah penyedia kapal tidak
menyeberang.
Ketiga adalah penghargaan dari masyarakat terhadap seluruh
pendidik sangat tinggi, mereka sangat dihargai oleh masyarakat, bahkan
mereka menyediakan lahan secara gratis untuk didirkan rumah dinas guru,
termasuk mereka yang tidak dapat rumah dinas dapat menempati beberapa
rumah dinas dari instansi lainnya untuk ditempati secara gratis.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 86
Keempat adalah perhatian dari Dinas pendidikan sangat memberikan
perhatian terhadap kesejahteraan ataupun pengembangan SDM para
pendidik termasuk jaminan perlindungan untuk melaksanakan tugas dan
fungsi sebagai pendidik di maratua, walaupun tidak semuanya tapi tetap ada
jatah jika ada pelatihan yang dilakukan oleh diknas di Kabupaten Berau.
Kelima adalah tradisi-tradisi keberagamaan di Maratua tetap
dipertahankan, seperti memasuki Bulan Safar, kemeriahan menyambut bulan
ramadhan, dan keaktifan anak-anak untuk mengaji di masjid kampung dan
di rumah-rumah, hal-hal tersebut tentunya memberikan dukungan secara
tidak langsung pendidikan agama di sekolah.
P E N U T U P
Kesimpulan
Banyak hal yang menarik untuk diungkapkan pada penelitian tentang
Pendidikan Agama di daerah Terdepan, Terluar dan tertinggal, khususnya di
Kabupaten Berau Kecamatan Maratua yang masuk kategori terluar. Ada
empat sekolah dasar yang dijadikan fokus dalam penelitian ini, yakni Sekolah
Dasar yang terletak di Kampung Teluk Harapan, Teluk Alulu, Payung-Payung
dan Bohe Silian.
Secara umum kendala yang dihadapi oleh sekolah-sekolah mengenai
pendidikan agama yang ditemukan dalam penelitian ini, khususnya yang
berada di kecamatan Maratua secara substansi perlu mendapatkan perhatian
oleh sekolah dan pemerintah Kabupaten Berau, terutama membangun
kesadaran beragama masyarakat Maratua, untuk sekolah perlu peningkatan
sarana dan prasarana yang mendukung pendidikan agama dan
keagamaan.Berkaitan dangan Pendidikan Agama Sebagaimanagambaran
kinerja guru diatas sama halnya dengan guru agama merupakan manusia
yang profesinya mengajar,mendidik anak dengan pendidikan agama,tentu
tidak bisa lepas dari tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru
agama.Adapun tugas dan tanggung jawab selaku guru agama antara lain: (1)
Mengajar ilmu pengetahuan agama; (2) Menanamkan keimanan kedalam jiwa
anak; (3) Mendidik anak agar taat menjalankan ajaran agama; (4) Mendidik
anak agar berbudi pekerti yang mulia.
Guru agama merupakan salah satu faktor dari luar yang besar
pengaruhnya terhadap perkembangan kepribadian anak didik. Tingkah laku
Pendidikan Agama di Daerah 3T 87
guru agama didalam maupun di luar kelas akan menjadi perhatian dan
cermin bagi semua anak didik. Di sekolah anak memperoleh pengetahuan
yang tidak didapat dari lingkungan keluarga.Cara guru agama
berbicara,bergaul berpakaian dan mengambil suatu keputusan terjhadap
suatu masalah,ini semua akan menjadi contoh dan akan ditiru oleh para
siswa
Keterlibatan aktif Kementerian Agama untuk meningkatan sumber
daya guru-guru agama perlu segera ditindaklanjuti, seperti memberikan
kesempatan studi lanjut dan mengadakan media-media pembelajaran
pendidikan Agama di sekolah. Dari beberapa pertanyaan yang diajukan dalam
penelitian ini maka kesimpulan yang dapat dijabarkan secara umum sebagai
berikut: (1) Implementasi Pendidikan Agama ada daerah Kabupaten Berau,
masih perlu ditingkatkan, bagi gurunya perlu ditingkatkan baik kuantitasnya
maupun kualitas sumber daya. Pendidikan Agama seharusnya bukan saja
menjadi tanggungjawab guru di sekolah, masyarakat dan orang tua dirumah
juga perlu meningkatkan peran sertanya; (2) Penerapan Standar Pelayanan
Minimalyang dilaksanakan di Kabupaten berau khususnya di Pulau Maratua,
Sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Dan
Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 23 tahun 2013 secara umum berjalan
dengan baik, kecuali ketersediaan sarana fisik untuk proses belajar mengajar
yang masih perlu ditingkatkan; (3) Proses pembelajaran Pendidikan Agama
pada pendidikan Dasar, Kecamatan Maratua masih diperlukan kreatifitas
guru untuk tetap bertahan dalam suasana kesederhanaan.
Faktor Penghambat
Beberapa Faktor penghambat yang mempengaruhi pendidikan agama
di Kabupaten Berau, Kecamatan Maratuakhusus pada pendidikan di tingkat
sekolah dasar diantaranya: (1) Aksesbilitas, jarak antara Pulau Maratua dari
Kebupaten Berau cukup Jauh; (2) kurangnya sumber belajar yang tersedia di
sekolah; (3) daya dukung eksternal, terutama pendampingan siswa siswa
yaitu orang tua siswa dirumah; (4) kurangnya kontrol antara kegiatan
pembelajaran dengan pola bermain anak-anak; (5) sarpras, (sarana dan
prasarana) sekolah terutama bangunan sekolah; (6) anak-anak sangat lamban
dalam membaca huruf hijaiyyah dan sangat lamban menghafal beberapa
surat-surat Pendek. Termasuk alat peraga pendidikan agama sangat kurang,
sementara tidak ada dijual di Maratua; (7) dukungan listrik yang tidak ada,
Pendidikan Agama di Daerah 3T 88
sedangkan dalam pembelajaran terkadang ingin menggunakan teknologi
sudah tidak bisa karena dukung listrik yang tidak ada.
Faktor Pendukung
Beberapa faktor pendukungyang mempengaruhi pendidikan agama di
Kabupaten Berau, Kecamatan Maratuakhusus pada pendidikan di tingkat
sekolah dasar diantaranya; (1) penduduknya sebagian besar (99%) beragama
Islam, tentu ini menjadi modal utama bagi guru-guru mengembangkan
pendidikan agama secara maksimal; (2) dari keluarga para pendidik untuk
tetap mengabdi sebagai pendidik walaupun berada di daerah terluar; (3)
penghargaan dari masyarakat terhadap seluruh pendidik sangat tinggi; (4)
perhatian dari Dinas pendidikan sangat memberikan perhatian terhadap
kesejahteraan ataupun pengembangan SDM para pendidik termasuk jaminan
perlindungan untuk melaksanakan tugas dan fungsi sebagai pendidik di
maratua; (5) tradisi-tradisi keberagamaan di Maratua tetap dipertahankandan
keaktifan anak-anak untuk mengaji di masjid kampung dan di rumah-rumah,
hal-hal tersebut tentunya memberikan dukungan secara tidak langsung
pendidikan agama di sekolah
Rekomendasi
a. Kepada Kementerian Agama Kabupaten Berau kiranya memberikan
kesempatan seluas-luasnya untuk guru agama di Pulau Maratua dapat
melanjutkan pendidikan dari diploma ke jenjang S1, khususnya kuliah
Pendidikan keagamaan termasuk memperhatikan kesejahteraan guru
agama utamanya tunjangan sertifikasi atau tunjangan guru untuk daerah
khusus (3T).
b. Perlunya dukungan pemerintah Kabupaten Berau untuk peningkatan
sarana dan prasarana sekolah, bangunan yang sudah lama harus segera
diperbaharui dengan membangun kelas baru, khsusunya sekolah yang
bangunannya terbuat dari kayu Ulin seoperti SDN di Payung-payung dan
di Teluk Alulu, termasuk intensitas pengawas sekolah di Kecamatan
Maratua
c. Untuk mendukung Pendidikan Agama pada pendidikan Dasar di
Kabupaten Berau, Kecamatan Maratua, kiranya kegiatan keagamaan oleh
Pendidikan Agama di Daerah 3T 89
masyarakat harus terus digiatkan, sehingga anak-anak juga merasakan
dan terbiasa dengan kegiatan keagamaan di Kecamatan Maratua.
DAFTAR PUSTAKA
Asis Wahyudi, dkk. 2016. Pembelajaran Berbasis Karakter Untuk Meningkatkan Daya
Saing Dalam Era Global Bagi Siswa Di Daerah Terdepan, Terluar, Dan
Tertinggal (Studi Kasus Di Kalimantan Utara, Sulawesi Utara, Ntt, dan Papua).
Jurnal Teori dan Praksis Pembelajaran IPS. Vol.1 No.1 April 2016. Hal. 1-12
Aylin, A’ing. 2015. Studi Tentang Pembangunan Bidang Pendidikan Di Daerah
Perbatasan Kecamatan Kayan Hulu Kabupaten Malinau. eJournal Pemerintahan
Integratif, 2015, 3 (4): 545-559.
Bejo. 2016. Meningkatkan Mutu Dan Akses Pendidikan Di Daerah 3t Melalui
Superdiskon Oleh Pengawas Sekolah. Simposium Guru dan tenaga
Kependidikan. Hasil penelitian tindakan kelas. Tidak diterbitkan.
Benediktus, dkk. 2015. Kesenjangan Pendidikan desa dan Kota. Prosiding Ks: Riset &
Pkm Volume: 2 Nomor: 2 Hal: 147-300 Issn: 2442-4480
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif untuk Komunikasi, Kebijakan Publik dan Ilmu
sosial Lainnya. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Eka T.P. Simanjuntak 2016. Program SM3T: Kebijakan Populis, minus Keadilan dan
efektifitas. http://new-indonesia.org/beranda/opini/457-program-sm3t-
kebijakan-populis,-minus-keadilan-dan-efektivitas.html (diunduh tanggal 23 Juli
2018)
Faisal, Sanapiah. 1999. Format-Format Penelitian Sosial. PT RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Fiegenbaum, A., V. 1996. Total Quality Control. New York: McGraw-Hill Book.
Haedar, Amin. 2010. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Haedar, Amin. 2010. Pendidikan Agama di Indonesia – gagasan dan Realitas. Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Hasbullah. 2006: Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/1637-Indeks-Pendidikan-Agama-di-
SMA.
Jero Budi Darmayasa, dkk. 2016 Ibm Master Mendampingi Guru Di Wilayah
Terdepan, Terluar, Dan Tertinggal Propinsi Kalimatan Utara (2MG3T-Kaltara)
Jurnal Surya : Seri Pengabdian kepada Masyarakat Volume 2 Edisi 1 Nopember
2016. Hal. 78-88
Kadir Ahmad, dkk. 2010 Dakwah di daerah Terpencil. Jakarta: Pustaka Mapan
Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan, Komponen-Komponen Elementer Kemajuan
Sekolah. Yogyakarta. Ar Ruzz Media
Lantip Diat prasojo, dkk. 2017. Manajemen Kurikulum Program Profesi Guru Untuk
Daerah Terdepan, Terluar, Dan Tertinggal Di Universitas Negeri Yogyakarta.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 2, Nomor 1, Juni 2017 Hal. 39-53
Pendidikan Agama di Daerah 3T 90
Lia Rosliana, dkk. 2015. Manajemen Perbatasan Fokus Inovasi Pendidikan Di
Perbatasan Kalimantan Utara. Jurnal Borneo Administrator/Volume 11/No.
3/2015 Hal. 316-339.
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Purwanto, N. 2007. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rigantara, I Nengah Suharse, 2016. Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi
Partisipasi Alumni Jurusan Pendidikan Ekonomi dalam mengikuti SM-3T.
Jurnal program Studi Pendidikan Ekonomi. Vol: 8 nomor 3 Tahun 2016 hal. 1-
10.
Roy Eka pribadi, 2017. Implementasi sustainable development goals (sdgs) dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di papua. eJournal Ilmu Hubungan
Internasional, Volume 5, Nomor 3, 2017: 917-932
Rumtini, 2014. Dampak Peningkatan Kesejahteraan GuruTerhadap Mutu Peminat.
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Vol. 20, Nomor 2, Juni 2014. Hal. 211-222.
Soyomukti, Nurani. 2015. Teori-teori Pendidikan, dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern. Yogyakarta. Ar Ruzz Media.
Subarkah, 2016. Analisis Program Sarjana Mengajar Di Daerah TerluarTerdepan Dan
Tertinggal (Sm3t) Dalam PemerataanTenaga Pendidik Di Indonesia (Studi
Kasus Pengajar- Pengajar SM3T yang Mengikuti Program Profesi Guru di
Universitas Negeri Yogyakarta). Skripsi. Tidak diterbitkan.
Suciati, Ariningsih. 2016. Pengembangan Model Pendidikan Menengah “Sekolah
Kebangsaan “Di Daerah Terpencil, Tertinggal, Terluar Dan Perbatasan
Sebagai Implementasi Pembelajaran Pkn. Jurnal Moral Kemasyarakatan, Vol 1.
No. 1 Juni 2016. Hal. 76-86
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Ciputat Jakarta. Ciputat
Press
Thobroni, M. 2016. Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Praktek. Cet II.Yogyakarta.
Ar-Ruzz Media.
Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusup, Sahrir, 2003. Kajian terhadap efektifitas dan efisensi usaha pemberdayaan
sekolah Dasar negeri di daerah terpencildan pedalaman dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun di provinsi Bengkulu. Jurnal Pendidikan Guru
Sekolah dasar, Vol 1 Nomor 2 Nopember 2003. Hal 120-127.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori dan Aplikasi.
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 91
PENDIDIKAN AGAMA DI DAERAH 3T
(SD dan SMP Daerah 3T: Kec. Beo,
Beo Selatan dan Kec. Melonguane)
Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara
Abdul Rahman Arsyad
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Kantor Jl. A. P. Petta Rani No. 72 Makassar
E-mail: arsyadrahman056@gmail.com
Abstrak
Tujuan penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana implementasi
pendidikan agama di satuan pendidikan tingkat dasar (SD/MI dan SMP) di daerah 3T,
dengan masalah penelitian Bagaimana pelaksanaan, proses belajar pendidikan agama
serta faktor pendukung dan penghambat pendidikan agama pada tingkat dasar di
daerah 3T.
Hasil penelitian adalah Pemenuhan pembelajaran pendidikan agama pada
satuan pendidikan berdasarkan agama, walaupun masih memiliki keterbatasan sarana
dan prasarana pembelajaran dan tenaga pengelola (guru) agama serta ruang
pembelajaran. Begitupun halnya pada aspek wadah dalam pengembangan SDM dan
karier serta kesejahteraan guru agama (PAK dan PAI) yang berstatus honorer.
Kemudian, dalam pengangkatan dan penempatan belum selektif (tidak berdasar pada
kebutuhan) satuan pendidikan.
Perlu adanya sinergisitas antara pemerintah (Pemda, Kementerian Agama,
Kementerian Pendidikan Pemuda dan olahraga) dalam pemenuhan fasilitas
pembelajaran pendidikan agama berdasarkan kebutuhan satuan pendidikan di daerah
3T.
Kata Kunci: Pendidikan Agama daerah 3T
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum di Daerah 3T
Geografis dan Demografi
Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki luas wilayah 1.125.02 Km2 dan
pulau 1.025.765 Km2, yang memiliki 11 Kelurahan dan Desa 143 yang
tersebar di 19 wilayah kecamatan di kabupaten Kepulauan Talaud. Adapun
batas wilayah kepulauan Talaud, sebagai berikut: Sebelah Utara : Republik
Philipina bagian selatan (P. Mindanao), Sebelah Timur : laut Pasifik, Sebelah
Selatan : Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan Sebelah Barat berbatasan
dengan laut Selatan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 92
Adapun jumlah penduduk 89.836 jiwa (pria 45.900 dan perempuan
43.936) dan hasil bumi Pertanian: Kelapa (kopra), cengkeh, pala, dan abaka,
Peternakan: Babi, Kambing, dan Sapi. Persebaran penduduk berdasarkan
usia 10 – 14 tahun dengan jumlah 12.135 (pria 4.388 dan wanita 3.955),
sedangkan yang berusia 60 – 64 tahun berjumlah 3.792 (1.913 pria dan
wanita 1.879) jiwa. (Sumber Data: BPS Talaud dalam angka 2017)
Monumen Yusus Adalah Raja Kabupaten Kepulauan Talaud
Kepulauan Talaud memiliki ikon dalam bentuk Monumen Yesus adalah
Raja, yang berlokasi di pusat perkantoran. Monumen ini, merupakan simbol
dan tempat wisata bagi masyarakat kepulauan Talaud. (observasi).
Pelabuhan Speed Melonguane
Pendidikan Agama di Daerah 3T 93
Ada beberapa sarana transportasi yang digunakan masyarakat di
daerah 3T kepulauan talaud, diantaranya: Pesawat, Kapal laut, Speed, lintas
pulau/kecamatan. Sedangkan Mobil, Ojek dan bentor merupakan sarana
transportasi pada wilayah kecamatan dengan tarif yang bervariatif.
1. Lembaga Pendidikan
Lembaga pendidikan (TK/RA, SD/MI, SMP, SMA/SMK), guru
pendidikan agama dan pengawas (PAI dan PAK) terdapat di 18 wilayah
kecamatan dari 19 kecamatam di Kabupaten Kepulauan Talaud. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel, sebagai berikut:
Tabel 1. Jumlah Lembaga pendidikan dan Guru Agama (Islam dan Kristen)
NO KECAMATAN S E K O L A H
JML SD SMP SMA SMK
1 MELONGUANE 7 3 3 2 15
2 MELONGUANE TIMUR - - - - -
3 BEO 6 2 1 1 10
4 BEO SELATAN 6 2 1 - 9
5 BEO UTARA 8 1 1 - 10
6 ESSANG 6 3 2 - 11
7 ESSANG SELATAN 5 1 1 1 8
8 LIRUNG 6 2 1 1 10
9 DAMAU 9 2 - 1 12
10 KABARUAN 11 4 - - 25
11 SALIBABU 6 2 1 1 10
12 MORONGE 3 1 1 - 5
13 KALONGAN 3 1 - - 5
14 RAINIS 10 3 1 - 14
15 PULUTAN 3 1 - - 4
16 TAMPAN AMMA 8 5 1 1 15
17 GEMEH 11 4 2 1 18
18 NANUSA 9 3 2 - 14
19 MIANGAS 1 1 - 1 3
T O TA L 118 41 18 10 187
Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Persebaran lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah hanya
Kecamatan Melonguane Timur yang belum ada lembaga pendidikan. Secara
kuantitas lembaga pendidikan tingkat dasar (SD dan SMP) yang dominan
dibanding lembaga pendidikan pada tingkat menengah (SMA/SMK).
Sedangkan perbandingan penduduk usia sekolah antara 10 – 14 tahun
terdapat9 % dari jumlah penduduk yang ada di Kepulauan Talaud.
Ini membuktikan bahwa dari aspek pemenuhan lembaga pendidikan
tingkat dasar dan menengah sudah dapat memenuhi masyarakat kepulauan
talaud. Walaupun masih terdapat beberapa wilayah yang belum memiliki
Pendidikan Agama di Daerah 3T 94
sekolah pada jenjang menengah (SMA/SMK). Terkait dengan pembangunan
atau penambahanlembaga pendidikan sangat memungkinkan dengan luas
wilayah (lahan) yang ada di daerah 3T Kepulauan Talaud.
Ada beberapa hal yang dijadikan sebagai bahan pertimbangan
pemerintah daerah, dalam penambahan gedung sekolah, yaitu: Daerah baru,
masih banyak yang perlu dibenahi diantaranya: pembangunan infrastruktur,
diperlukan adanya keseimbangan antara jumlah penduduk usia sekolah
dalam pengembangan atau penambahan lembaga pendidikan serta tenaga
pendidikan yang ada di daerah.
Secara kuantitas lembaga pendidikan dasar dan menengah, terdapat
63% (SD), 22%, (SMP), 19%(SMA), dan 5% (SMK). Rata-rata alumni
sebahagian besar melanjutkan pada daerah masing-masing. Sedangkan
untuk lanjut pada jenjang perguruan tinggi, mereka melanjutkan
keperguruan tinggi yang ada di Kota Manado, baik perguruan tinggi umum
maupun agama.
Tabel 2. Jumlah Tenaga Pendidik, Peserta Didik, dan Pengawas
NO JENJANG GURU DAN SISWA
PENGAWAS GURU SISWA
1 SD 989 9.242 Pengawas Diknas 48 Orang
3 SMP 514 5.044
Pengawas Kemenag 2 Orang 4 SMA 333 2.758
5 SMK 151 812
T O T A L 1.987 17.856 Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Keberhasilan suatu lembaga pendidikan baik ditingkat dasar,
menengah, sampai keperguruan tinggi, tidak terlepas pemenuhan tenaga
pendidik (guru) dan peserta didik (siswa). Sehingga, pemenuhan tenaga
pendidik dan peserta didik pada tingkat dasar (SD) guru (50%) dan Siswa
(52%); tingkat SMP guru 26% dan siswa 28%, tingkat SMA guru (17%) dan
siswa (16%, sedangkan tingkat kejuruan SMK guru (7%) dan siswa (4%).
Penempatan para tenaga pengajar (guru) belum berdasarkan pada
kebutuhan lembaga pendidikan dasar dan menengah dengan kata lain belum
selektif. Ini dibuktikan masih terdapat beberapa SD dan SMP yang memiliki
kekurangan guru. Pengangangatan dan penempatan tenaga pendidik
terutama yang PNS memiliki SK Pemda atau diangkat oleh Pemerintah
Pendidikan Agama di Daerah 3T 95
Daerah. Sedangkan, yang masih status honorer adalah wewenang pihak
sekolah.
Begitupun halnya dengan pengangkatan dan penempatan para guru
garis depan (GGD) yang sebahagian besar adalah alumni dari SM-3T.
Pemerintah pusat sudah menetapkan sekolah masing-masing berdasarkan
jenjang, tetapi tidak melihat dari kebutuhan sekolah secara obyektif.
Sehingga, masih terdapat beberapa sekolah yang kekurangan tenaga pendidik
(guru) baik tingkat dasar maupun menengah.
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa peserta didik (siswa)
berfariatif dalam jumlah per kelas, walaupun kenyataannya secara kuantitas
jumlah siswa SD lebih besar dibanding sekolah SMP, SMA/SMK.
Tenaga fungsional (pengawas) Diknas dan Kemenag berjumlah 30
orang dengan memiliki wilayah kerja 18 Kecamatan dari 187 lembaga
pendidikan dasar dan menengah. Untuk pengawas Diknas berjumlah 28
orang (93%) dengan membina semua jenjang lembaga pendidikan. Sedangkan
jumlah pengawas Kemenag berjumlah 2 orang (7%) yang membina 118 guru
agama kristen tingkat SD dan 73 guru agama kristen tingkat SMPdan
SMA/SMK. Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud belum
merekrut pengawas PAI. Terlepas minimnya guru PAI dan siswa muslim yang
mengabdi dan mengenyam pendidikan di sekolah dari semua jenjang, juga
secara kuantitas jumlah masyarakat muslim sangat sedikit.
Tabel 3. Jumlah Madrasah, Tenaga Pendidik dan Peserta Didik
NO JENJANG
MADRASAH
GURU DAN SISWA PENGAWAS WILAYAH
Madrasah Guru Siswa
1 RA 4 10 77 Tidak Ada
Beo
Lirung
Melonguane
3 MI 2 13 61
4 MTs - - -
5 MA - - -
T O T A L 6 23 138
Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Sejak tahun 2016 lembaga pendidikan agama (madrasah), hanya
terdapat 6 (3%) sekolah yang bercirikan Islam yang tersebar pada 3 wilayah
kecamatan dari 19 wilayah di Kabupaten Kepulauan Talaud. Untuk jumlah
guru 23 orang (1%) dan siswa 138 (1%) dari keseluruhan jumlah lembaga
pendidikan yanag ada di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Kegiatan pembinaan di madrasah sementara dilaksanakan oleh pihak
yayasan dan pengelola, karena Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan
Talaud belum menyiapkan tenaga fungsional (pengawas) untuk sekolah yang
Pendidikan Agama di Daerah 3T 96
bercirikan Islam. Inilah tiga wilayah memiliki pemeluk agama Islam yang
terbanyak dibandingkan dengan 16 wilayah kecamatan lainnya.
Tabel 4. Jumlah Guru PAI Berdasarkan Jenjang
NO KECAMA
TAN
GURU PAI JML KETERANGAN
SD SMP SMA SMK
1 MELONGU
ANE
1
1 1 - 3 SMA
2 Orang (PNS) 2 BEO 1 1 1 - 3
3 LIRUNG 1 - - - 1 SD (3), SMP (2)
(Non- PNS) T O T A L 3 2 2 - 7
Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah guru PAI yang
tersebar pada 3 wilayah kecamatan dari 7 sekolah, terdapat 2 tenaga pendidik
PNS (SMA) dan 5 tenaga pendidik yang berstatus honoren pada lembaga
pendidikan tingkat dasar dan menengah (SD dan SMP).
Dari kelima guru PAI (SD dan SMP), terdapat satu orang yang bersatus
guru bina kawasan (SD) bertempat di Kecamatan Lirung, sedangkan empat
orang lainya berstatus honoren (non-PNS) yang mengajar di sekolah SD 2
orang dan SMP 2 orang. Para guru PAI memiliki kompetensi yang tidak
dimiliki guru-guru lainnya. Misalnya: Pagi hari mengajar di
sekolah/madrasah, siang s/d sore hari mengajar santri di TPA/TPQ, serta
memberikan siraman rohani pada lembaga/instansi pemerintah serta
masyarakat lewat ceramah dan khotbah di Masjid setiap Jum’at, Ramadhan,
Idul Fitri, serta membantu masyarakat dalam hal transportasi lokal (bentor).
Tabel 5. Jumlah Guru PAK Berdasarkan Status dan Latar Belakang Pendidikan
KABUPATEN GURU AGAMA KERISTEN (PAK) JML
TK SD SMP SMA
K
E
P
U
L
A
U
A
N
TALAUD
10 173 20 31 234
PNS (SK. PEMDA)
9 96 15 10 130
NON – PNS (SK. SEKOLAH DAN YAYASAN)
1 77 5 21 104
LATAR BELAKANG PENDIDIKAN
-
S1 = 52
Diploma = 16
PGA/KP =
115
S1 = 12
Diploma = 5
PGA/KP = 3
S1 = 9
S1/PAK =
21
Diploma = 1
UNISAM
STAKN
S1 73 (31 %), S1/PAK = 21 (9 %), Diploma 21 (9 %), PGA/KP = 118 (50 %)
Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Pendidikan Agama di Daerah 3T 97
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa 97 % guru pendidikan
agama Kristen yang tersebar pada 187 lembaga pendidikan tingkat dasar,
menengah, dan atas (SD,SMP, SMA/SMK) di Kepulauan Talaud. Setiap
sekolah terdapat 1 sampai 4 guru yang mengajarkan mata pelajaran
pendidikan agama Kristen. Baik yang berstatus PNS maupun yang Non- PNS.
Penempatan guru pendidikan agama kristen belum berdasarkan asas
kebutuhan lembaga pendidikan tingkat dasar/menengah. Sehingga, proses
belajar mengajar terkadang 1 guru mengajar 6 kelas dengan jumlah siswa
menghampiri 100 peserta didik, bahkan status masih Honorer yang diangkat
oleh sekolah dimana dia mengabdi.
Tabel 7. Jumlah SM – 3T Angkatan VI Tahun 2016
NO KECAMATAN S E K O L A H
JML SD SMP SMA SMK
1 MELONGUANE - 4 - 3 7
2 MELONGUANE TIMUR 1 1 - - 2
3 BEO 4 - - - 4
4 BEO UTARA - 1 - - 1
5 ESSANG SELATAN 6 - 1 - 7
6 LIRUNG - 2 - - 2
7 KALONGAN 1 - - - 1
8 RAINIS 2 - - - 2
9 DAMAO 2 - - - 2
10 TAMPAN AMMA 4 2 1 - 7
11 GEMEH - 2 - 4 6
T O TA L 20 12 2 7 41
Sumber Data: Muhammad Hamka (GGD) SMPN 1 Melonguane
Seperti yang telah diuraikan diatas, tentang jumlah sekolah tingkat
dasar dan menengah yang tersebar pada 18 wilayah kecamatan di Kabupaten
Kepulauan Talaud. Terdapat 11 wilayah kecamatan dengan jumlah 41 orang
yang telah mengabdi dan mentrasfer ilmu pengetahuannya berdasarkan
kompetensi yang dimiliki di sekolah SD, SMP, SMA/SMK. Dan sekarang telah
menjadi GGD, kemudian pemerintah pusat telah mengangkat dan
menempatkan di berbagai daerah di Indonesia.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 98
Guru SM-3T – Guru Garis Depan (PNS) Kepulauan Talaud
Untuk lebih jelasnya dapat dilahat pada tabel berikutnya, tentang
kondisi guru garis depan (GGD) yang sudah menjadi PNS (guru) yang
mengajar di Kabupaten Kepulauan Talaud yang di sebar di berbagai wilayah
kecamatan dan sekolah berdasrkan jenjang, sebagai berikut:
Tabel 8. Jumlah Guru Garis Depan berdasarkan Penempatan dan
Mata Pelajaran
KABUPATEN PENDIDIKAN DASAR
KETERANGAN
SD SMP JML
KEPL TALAUD 40 27 67
Sekolah Satu Atap
6 Guru Rangkap (SD –
SMP)
Pengangkatan Guru Garis Depan (GGD) Pemerintah Pusat berjumlah 62 Orang
MENGAJAR BIDANG STUDY
1. BHS. INDONESIA = 3
2. MATEMATIKA = 5
3. BHS. INGGRIS = 3
4. IPA = 3
5. IPS = 1
6. PENJASKES = 8
7. SENI BUDAYA = 1
8. PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN = 1
9. BIMBINGAN KONSELING (BK) = 27
10. GURU KELAS = 35
Pemerintah Pusat Mengangkat dan Menempatkan Guru Garis Depan (GGD) yang
merupakan Alumni SM-3T, terdapat 62 Orang yang ditempatkan di Sekolah
tingkat dasar (SD dan SMP) di Kabupaten Kepulauan Talaud
Sumber Data: Muhammad Hamka (GGD) SMPN 1 Melonguan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 99
Pengangkatan dan penempatan bagi guru garis depan (GGD),
pemerintah lebih memprioritaskan pada lembaga pendidikan dasar dan
menengah (SD dan SMP), khususnya di daerah 3T (terdepan, terluar, dan
tertinggal) di Kepulauan Talaud. Kemungkinan dengan penempatan tersebut,
pemerintah telah melihat dari besaran angka pendidik yang memiliki usia
sekolah 10 – 14 Tahun yang tertinggi di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Pada umumnya guru garis depan (GGD) yang ditempatkan oleh
pemerintah di sekolah dasar (SD) dengan tugas dan tanggung jawab selaku
Guru Kelas. Sedangkan, yang mengampuh mata pelajaran umum adalah
sekolah menengah pertama (SMP) dan rata-rata 2 orang per sekolah.
Kompetensi GGD telah terbukti dan teruji selama mengabdi (SM-3T) dan
memiliki latar belakang pendidikan S1 dan linear dengan mata pelajaran yang
diampuh.
Lembaga Pendidikan Agama
Tabel 9. Jumlah Majelis Taklim dan TPA/TPQ Berdasarkan Wilayah
NO KECAMATAN
L E M B A G A
JML MAJELIS
TAKLIM
TPA/TPQ
1 MELONGUANE 3
Al Mawaddah
Al Inayah
Baudatul
Jannah
2
Al Muhajirin
Al Inayah 5
2 BEO 3
Asy.
Syuhadah
Khairunnisa
Nur Salam
2
Asy Syihadah
Nur Salam 5
3 BEO UTARA 1 Nurul Jihad 1 Nurul Jihad 2
4 LIRUNG 1 Al Anshar 1 Al Anshar 2
T O T A L 8 6 14
BKMT (Badan Kontak Majelis Taklim) Kabupaten Kepulauan Talaud
Pimpinan: Suptraningsih Utomo S.Pd. M.Pd
Sumber Data: Pendis Kementerian Agama Kab. Kepulauan Talaud
Berdasarkan data Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten
Kepulauan Talaud, terdapat beberapa lembaga pendidikan agama Non-formal,
yaitu: Majelis Taklim dan TPA/TPQ yang membina masyarakat muslim (Islam)
yang tersebar dari 4 wilayah kecamatan. Dimana, wilayah tertsebut
merupakan jumlah pemeluk muslim yang terbanyak, sehingga nomenklatur
di majelis taklim ada kesamaan pada taman pendidikan Al Quran, tetapi
memiliki pembina atau ketua yang berbeda.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 100
Lembaga tersebut didirikan sebelum pmekaran antara Sangihe dan
Talaud, sekitar tahun 2007 sampai sekarang. Namun dalam operasionalnya
belum berjalan secara efektif seperti layaknya majelis taklim dan TPA/TPQ
didaerah perkotaan. Karena adanya keterbatasan yang dimiliki, seperti
kurangnya pembimbing, waktu (jadwal) serta kesadaran masyarakat terhadap
pengelola TPA/TPQ dalam hal kewajiban. Kegiatan pengajian MT terkadang
dilaksanakan dirumah anggota (pengelola) atau di masjid. Sedangkan
kegiatan pembelajaran di TPA/TPQ dilaksanakan di rumah pimpinan dan di
masing-masing masjid.
Pendidikan Agama Dan Keagamaan
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama
dan Pendidikan Keagamaan. Pasal 1, ayat 1.Pendidikan Agama adalah
pendidikan yang memberikan pengetahuan dan membentuk sikap,
kepribadian dan keterampilan peserta didik dalam mengamalkan ajaran
agamanya, yang dilaksanakan sekurang-kurangnya melalui mata pelajaran
pada semua jalur, jenjang dan jenis pendidikan, dan berfungsi sebagai ilmu
pengetahuan dan pembentukan sikap dan keterampilan peserta didik dalam
mengamalkan ajaran agamanya.
Tabel 10. Jumlah Penduduk Berdasarkan Pemeluk Agama
No KECAMATAN PEMELUK AGAMA
Islam Khatolik Protestan Sinode/Lembaga
1 MELONGUANE 470 317 GERMIT 6529
0
GSJA 7
6
2 MELONGUANE
TIMUR
82 - GPDI 4458 GPKDI 6
4
3 BEO 1.150 80 GSPDI 580 GB 1
2
9
4 BEO SELATAN 24 89 GMHAK 681 GPR 5
2
5 BEO UTARA 370 - GP 364 GAA 4
5
6 ESSANG 25 39 GPPS 173 KGB 4
9
7 ESSANG
SELATAN 20 - GPSDI 193
GMHAK-
G
P
2
6
8 LIRUNG 875 257 GBI 935 GKII 2
0
Pendidikan Agama di Daerah 3T 101
9 DAMAU 4 612 GBI 1338 GBIS 1
9
10 KABARUAN 13 814 GGPR 301 SSI 1
5
11 SALIBABU 25 271 GGP 208 GPR 1
0
0
12 MORONGE 13 - GP-JLN-
SUCI 113 GTI
1
2
0
13 KALONGAN 20 - GMPU 1254 GAO 1
0
0
14 RAINIS 26 - GPI 165 GKSI 2
9
15 PULUTAN 20 19 GKB 1106 GPI 1
5
16 TAMPAN
AMMA
14 - KGPM 922 GMII 1
0
17 GEMEH 22 27 KGMPI 365
79.793 18 NANUSA 10 - GFPR 233
19 MIANGAS 14 - GJKI 245
T O T A L 3.197 2.525 Jumlah Pemeluk 85.515
Sumber Data Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud
Jumlah pemeluk agama yang terdaftar (diakui) oleh Kementerian
Agama Kabupaten Kepulauan Talaud, yang bersumber dari Bimas Islam,
Kristen Protestan dan Khatolik. Sehingga ada perbedaan jumlah pemeluk
agama antara data BPS (Talaud dalam angka) 89.836 (2016) dengan
Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud berjumlah 85.515 (2018).
Adapun etnis/suku yang menetap di kepulauan talaud, adalah Suku Sangihe,
Bugis/Makasar, Jawa, dan Gorontalo.
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa pemeluk agama
terbanyak adalah Kristen Protestan 93%, jumlahnya tidak berdasarkan per
wilayah kecamatan tetapi berdasarkan lembaga/sinode. Beda halnya dengan
pemeluk agama Islam dan Kristen Khatolik berdasarkan wilayah/kecamatan,
Islam 4% yang tersebar pada 19 wilayah kecamatan. Sedangkan, pemeluk
agama Kristen Khatolik 3% hanya tersebar pada 10 wilayah kecamatan saja.
Untuk pemeluk agama Hindu, Budha, dan Konghuchu belum ada.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 102
Tabel 11. Jumlah Rumah Ibadah Berdasarkan Pemeluk Agama
NO KECAMATAN
RUMAH IBADAH
Masjid Musholah Gereja
Khatolik Gereja Protestan
1 MELONGUANE 1 1 3 GERMITA 113 GSJA 1
2 MELONGUANE
TIMUR - - - GPDI 68 GPKDI 1
3 BEO 2 1 1 GSPDI 8 GB 3
4 BEO SELATAN - - 1 GMHAK 13 GPR 2
5 BEO UTARA 1 - - GP 6 GAA 1
6 ESSANG - - 1 GPPS 4 KGB -
7 ESSANG
SELATAN - - - GPSDI 6 GMHAK-GP 1
8 LIRUNG 1 - 1 GBI 16 GKII 1
9 DAMAU - - 3 GBI 16 GBIS 1
10 KABARUAN - - 4 GGPR 5 SSI -
11 SALIBABU - 1 1 GGP 14 GPR -
12 MORONGE - - - GP-JLN SUCI - GTI 55
13 KALONGAN - - - GMPU 5 GAO 55
14 RAINIS - - - GPI 4 GKSI 1
15 PULUTAN - - - GKB 3 GPI -
16 TAMPAN
AMMA - - - KGPM 6 GMII -
17 GEMEH - - - KGMPI -
416 18 NANUSA - - - GFPR 3
19 MIANGAS - 1 - GJKI 4
T O T A L 6 4 15 Jumlah Rumah Ibadah : 441
Sumber Data Bimas Islam Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud
Rata-rata pemeluk agama (Protestan, Islam, dan Khatolik) memiliki
rumah ibadah, Jumlah rumah ibadah untuk pemeluk agama Islam 6 (1%)
Masjid dan 4 Mushollah yang tersebar pada empat wilayah kecamatan, untuk
rumah ibadah pemeluk agama Kristen Khatolik 15 (3%) gereja yang tersebar
pada delapan wilayah kecamatan, sedangkan rumah ibadah pemeluk agama
Kristen Protestan 416 (96%) gereja yang tersebar berdasarkan sinode/lembaga
di Kabupaten Kepulaua Talaud.
Pemeluk agama dalam melaksanakan kegiatan ibadah, mereka
melaksanakan berdasarkan kedekatan/keterjangkauan dari tempat
tinggal/domisili masing-masing. Pembangunan rumah ibadah (masjid) di
daerah 3T tidak berdasarkan pada ketersediaan lahan, tetapi harus di
musyawarahkan lewat pemuka agama dan tokoh-tokoh adat dan masyarakat.
Implementasi pendidikan agama dan keagamaan di daerah 3T, berjalan
seperti layaknya di daerah perkotaan (formal maupun non-formal). Dari
Pendidikan Agama di Daerah 3T 103
berbagai lembaga pendidikan (TK/RA, SD/MI, SMP, dan SMA/SMK),
begitupun masyarakat yang beraktivitas di Majelis Taklim dan TPA/TPQ
Kepulauan Talaud yang tersebar pada 19 wilayah kecamatan (pulau
melonguane sampai miangas).
Pembimbingan dan pembinaan pendidikan agama di sekolah dan
madrasah, tidak terlepas dari tanggung jawab pihak yayasan dan pengelola.
Dimana pelaksanaannya terkadang dilakukan di ruang kelas, gereja, masjid,
bahkan dirumah. Para pengelola terkadang mengkondisikan proses belajar
mengajar, karena adanya keterbatasan yang dimiliki setiap pengelola dan
yayasan.
Kegiatan pendidikan agama dan keagamaan di masyarakat, baik yang
beragama Islam maupun non-Islam, memiliki kecendrungan untuk
melaksanakan kegiatan di masing-masing rumah ibadah dan rumah para
pimpinan/pembina serta anggota mereka. Dengan menghadirkan pemuka
agama (ustaz, pendeta, dan pastor). Sesekali juga melaksanakan kegiatan
tersebut di Instansi/lembaga pemerintah, dalam bentuk siraman rohani.
Aktivitas masyarakat Talaudsetiap hari minggu tidak seramai hari-hari
biasa, semua aktivitas para pedagang yang beragama Nasrani tidak
melansungkan kegiatan jual beli (pasar, toko, dan rumah makan),karena
mereka fokus melaksanakan ibadah di gereja masing-masing. Sehingga
masyarakat pendatang (muslim) juga mengikuti kebiasaan masyarakat
setempat. Begitu pula halnya masyarakat muslim, setiap hari jum’at mereka
berkumpul disatu titik yang terdekat dari rumah dan tempat aktivitas
mereka, yaitu Masjid untuk melaksanakan ibadah (shalat) jum’at.
(Observasi/pengamatan, Minggu, 29/07/2018).
Hubungan antar umat beragama dalam konteks birokrasi di
pemerintahan, cenderungtidak nampak adanya perbedaan. Salah satu
contoh: Acara pelepasan calon haji (Hari rabu, 25 Juli 2018) yang
dilaksanakan di Kementerian Agama Kepulauan Talaud dan dihadiri Muspida
dan masyarakat (muslim dan non-muslim) mereka berbaur dan saling
memberikan ucapan selamat serta makan bersama. Begitupun dengan
sambutan Asisten 1, beliau mengatakan “perbedaan itu ada, tetapi mari kita
meminimalisir perbedaan yang ada”.
Masyarakat setempat masih menjunjung tinggi para Tokoh-tokoh adat,
agama dan masyarakat, karena beliau memiliki kharismatik yang besar
Pendidikan Agama di Daerah 3T 104
terhadap masyarakat. Dan mereka memiliki kompetensi dalam bidang,
budaya, sosial, agama, dan ekonomi. Jadi setiap ada permasalahan apapun
nyang dihadapi masyarakat (politik, agama, ekonomi) tetap meghadirkan para
tokoh. Contoh: Kasus pembangunan rumah ibadah (masjid) tidak boleh
menggunakan pengeras suara (toa), dengan adanya berbagai pro dan kontra
toh bisa diselesaikan dengan baik tanpa ada perseteruan yang fatal. Jadi
peran atau kapasitas penegak hukum nanti bertindak apabila ada terjadi
benturan atau tindakan yang bisa merugikan kedua belah pihak dalam
bentuk tindakan anarkis.
Menurut salah satu Tokoh Masyarakat (migran bugis) asal Pinrang
Sulawesi Selatan, yang berhasil dirantauan Kepulauan Talaud, yaitu: (H.
Kasim). Awal karier beliau adalah tukang jahit (pakaian), tukang jual beli
emas sampai menjadi seorang pengusaha besar dan sekarang masyarakat
menjuluki beliau sebagai putra daerah Talaud, walaupun beliau lahir di tanah
makassar. Konsep yang dijadikan sebagai gerbang kesuksesan adalah:
Motivasi dan Pemahaman. Sehingga kesuksesannya dapat dinikmati
masyarakat talaud secara umum dan khusus masyarakat muslim yang
tersebar di 19 wilayah kecamatan.
Perhatian dan kepedulian beliau sangat tinggi terhadap masyarakat, ini
dibuktikan lewat pembangunan Instansi/lembaga pemerintah yang terpusat
pada satu tempat dan fasilitas umum (masjid, mushollah, madrasah, bahkan
gedung dan fasilitas Kantor Kementerian Agama Kabupaten Talaud) tidak
terlepas dari campur tangan beliau. Ada satu kebiasaan yang dijadikan
sebagai kekuatan besar secara pribadi, yaitu: perbanyak bersedekah sesama
manusia. (Wawancara, Rabu, 25 Juli 2018).
Standar Pelayanan Minimal
Untuk menjamin tercapainya mutu pendidikan yang diselenggarakan
didaerah, pemerintah melalui Menteri Pendidikan Nasional telah menetapkan
Standar Pelayanan Minimail Pendidikan Dasar, yang dituangkan dalam
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor. 15 Tahun 2010.
Standar Pelayanan Minimal merupakan tolak ukur kinerja pelayanan
pendidikan dasar, sekaligus sebagai acuan dalam perencanaan program dan
penganggaran pencapaian target masing-masing daerah. Peneyelenggaraan
pelayanan pendidikan dasar merupakan kewenangan Kabupaten/Kota, yang
Pendidikan Agama di Daerah 3T 105
mencakup: (a) Pelayanan pendidikan dasar oleh Kabupaten/Kota dan; (b)
Pelayanan pendidikan dasar oleh satuan pendidikan.
Dalam PP. RI. Nomor 74 Tahun 2006 tentang Guru, pasal 46
manyatakan bahwa : Guru memiliki kesempatan untuk mengembangkan
kualifikasi Akademik dan kopetensinya, serta untuk memperoleh pelatihan
dan pengembangan profesi dalam bidangnya. Peraturan ini menjadi dasar
hukum bagi Pemerintah melaksanakan program pengembangan profesi guru.
Bagi guru yang sudah memiliki sertifikat pendidik, program pengembangan
dilakukan dalam rangka menjaga agar kopetensi keprofesionalnya tetap
sesuai dengan perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, sikap dan
keterampilan, meningkatkan profesionalisme maupun dalam rangka
menghasilkan sesuatu bermanfaat bagi pendidikan di sekolah.
Pengembangan dan peningkatan kopetensi di maksud dilakukan
melalui sistem pembinaan dalam pembelajaran keprofesionalan guru
berkelanjutan yang dikaitkan dengan perolehan Angka Kredit Jabatan
Fungsional.
Pembinaan dan pengembangan keprofesionalan guru meliputi
pembinaan kopetensi pedagogi, kepribadian, sosial dan profesional sementara
pembinaan dalam pengembangan karir meliputi penugasan, kenaikkan
pangkat dan promosi.
Pengembangan profesi dan karir diarahkan untuk meningkatkan
kopetensi dan kinerja guru dalam rangka pelaksanaan proses pendidikan dan
pembelajaran di kelas dan di luar kelas. Inisyatif peningkatan kopetensi
dan profesionalitas itu harus sejalan dengan upaya untuk memberikan
penghargaan, kesejahteraan, dan perlindungan terhadap guru. Seperti telah
dijelaskan dalam PP. Nomor 74 Tahun 2005, tentang guru, menyatakan
bahwa terdapat dua alur pembinaan dengan pengembangan profesi dan
pembinaan dengan pengembangan karir. Khusus untuk pembinaan dengan
pembinaan profesi, kegiatan ini dapat dilakukan oleh Instansi Pemerintah,
Lembaga Pelatihan Non Pemerintah, penyelenggara atau satuan pendidikan.
Semua guru memiliki hak yang sama untuk mengikuti kegiatan dan
pembinaan profesi yang terfokus pada empat kopetensi dasar, menurut
Mardapi (2012), salah satu faktor penting dalam peningkatan profesionalisme
guru ialah pemberian pelatihan secara berkala. Setiap tahun guru harus
Pendidikan Agama di Daerah 3T 106
diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuan melalui pelatihan
terprogram dan sistematis. (Iskandar Agung, 2014:138)
Selain dari program pengembangan dan pembinaan yang dilakukan
oleh Pemerintah, gurupun memiliki kesempatan mengembangkan
keprofesionalan secara mandiri. Glatthom menjelaskan bahwa pengembangan
profesional guru adalah apa yang dicapai guru sebagai akibat dari
pengalaman dan mengeksplorasikannya atau pengajaran secara sistematis.
Pelayanan SPM Pemerintah
Kadis Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kab. Kepl Talaud
Menurut Adrianson (Kepala Dinas Pendidikan dan Pemuda Olahraga),
Lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah yang tersebar di Kabupaten
Kepulauan Talaud, telah memenuhi persyaratan dalam mendirikan lembaga
pendidikan dan menyelenggarakan proses belajar mengajar. Karena, sudah
memeiliki gedung, peserta didik, tenaga pendidik, ruang kelas dan guru.
Dimana masing-masing sekolah memiliki tenaga pendidik dan kepala sekolah
yang memiliki kualifikasi pendidikan yang bervariatif. Serta menggunakan
kurikulum KTSP dan K.13 dalam proses pembelajaran pendidikan agama,
yang dikondisikan berdasar tingkatan kelas. Lebih jelasnya akan diuraikan
tentang, bagaimana pelayanan pemerintah terhadap Standar Pelayanan
Minimal (SPM) pada lembaga pendidikan tingkat dasar dan menengah,
terkhusus pada pendidikan agama. (wawancara, Selasa, 24 Juli 2018).
Ketersediaan Satuan Pendidikan
Pemenuhan lembaga pendidikan (sekolah) di daerah 3T, tepatnya di
Kabupaten Kepulauan Talaud. Terdapat beberapa sekolah berdasarkan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 107
tingkat dan jenjang yang tersebar di beberapa daerah kepulauan. Kecamatan
Melonguane Timur merupakan wilayah paling termuda diantarakecamatan
yang ada di Kepulauan Talaud, Kebetulan wilayah pemekaran ini, tidak ada
bangunan sekolah sebelumnya.
Seperti yang telah diurai diatas, bahwa belum semua wilayah memiliki
satuan pendidikan berdasarkan jenjang /tingkatan secara utuh (TK/RA,
SD/MI, SMP/MTs, dan SMA/SMK/MA. Sumber data diperoleh dari
Kementrian Agama, Kemendikpora, dan BPS.Masing-masing satuan
pendidikan memiliki khas yang berbeda terutama pada aspek bangunan
(gedung), riwayat pendirian, dan status kepemilikan. Jenis satuan pendidikan
Negeri dibawah naungan pemerintah dan swasta dibawah naungan yayasan
(Islam dan Kristen). Secara, kuantitas lebih besar jumlah pendidikan dasar
(SD), tingkat menengah (SMP) dibanding dengan SMA/SMK.
Secara keseluruhan jumlah satuan pendidikan 240 lembaga (TK/RA,
SD/MI, SMP, dan SMA/SMK).Sedangkan MTs dan MA belum tersentuh,
disebabkan adanya keterbatasan secara kuantitas (jumlah pemeluk muslim)
yang terbilang tidak begitu banyak dan masyarakat muslim lebih cendrung
menimbah ilmu di sekolah umum dibanding madrasah.
Adapun perbandingan secara persentase antara sekolah umum dan
madrasah, yaitu: Sekolah Umum 234 (97.5 % ) dan Madrasah 6 (2.5 %), lebih
jelasnya akan digambarkan secara rincinya (SD 116, MI 2, SMP 144, SMA 19,
dan SMK 13) lembaga. Sedangkan perbandingan antara sekolah umum (N/S)
dan yayasan (Islam dan Kristen) yaitu:Sekolah Umum Pemerintah (Negeri: 67
% dan Swasta: 37 %), wewenang pemerintah adalah 65 % (SD, SMP,
SMA/SMK) sedangkan wewenangyayasan adalah 35 % (SD/MI, SMP,
SMA/SMK).
Terdapat 65% satuan pendidikan merujuk kepada pemerintah dalam
pemenuhan dan pengembangan lembaga pendidikan baik fisik maupun non-
fisik.Sedangkan 35% satuan pendidik dibawah kendali yayasan, dimana
dalam pemenuhanoperasional dan pengembangan lembaga, sepenuhnya
dibebankan kepada pihak yayasan dan pengelola satuan pendidikan masing-
masing.
Keterjangkauan jarak antara satuan pendidikan, terkadang ditempuh
dengan menggunakan transfortasi dan jalan kaki dari pemukiman guru dan
peserta didik. Kondisi lokasi satuan pendidikan (sekolah dan madrasah)
Pendidikan Agama di Daerah 3T 108
berada pada wilayah daratan. Tetapi sebahagian tenaga pendidik berdomisili
di seberang pulau dan setiap hari pulang pergi menggunakan alat
transportasi SPEED untuk bisa melaksanakan tugasnya di masing-masing
sekolah.
Adapun jarak tempuh dari pemukiman guru ke sekolah, yang
menggunakan transportasi darat (motor) sekitar 1 jam (30 – 40) Km dan yang
menggunakan transportasi laut speed 20 – 25 menit (2 – 3) Mil. Walaupun,
dalam pemenuhan kesejahteraan para guru agama (honorer) terbilang belum
memadai.
Ketersediaan Jumlah Peserta Didik
Peserta didik merupakan salah satu penunjang lembaga pendidikan,
dimana terdapat 98% siswa yang mengenyam pendidikan di sekolah umum
(SD) dan hanya 2% madrasah (MI). Sedangkan, untuk SMP (100%), SMA
(59%), dan SMK (41%).Terkait dengan persentase ketersediaan peserta didik
pada tingkat dasar dan menengah lebih dominan siswa sekolah dasar (SD)
dibanding SMP, SMA/SMK yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Sebahagian sekolah yang memiliki peserta didik, terkadang dalam
mengikuti proses belajar mengajar pendidikan agama memiliki keragaman
yang berbeda antara tingkat dasar dan menengah. Untuk tingkat dasar, lebih
cendrung proses belajar mengajar dilaksanakan dengan menggunakan
metode ceramah. Hal ini, dibuktikan lewat hasil observasi pada berbagai
sekolah tingkat dasar (SD). Antusias peserta didik dalam mengikuti proses
belajar mengajar pendidikan agama terlihat adanya interaksi apabila
mendengarkan kisah-kisah atau riwayat pada agama masing-masing.
Dalam hal latar belakang para peserta didik lebih dominan berada
pada tataran kelas menengah kebawah, sehingga pengelola lembaga
pendidikan terutama dalam mengaktualisasikan pelajaran pendidikan agama
menggunakan metode ceramah karena adanya keterbatasan perangkat media
pembelajaran.
Sebaliknya pada peserta didik yang sudah berada pada tingkat
menengah, dalam mengikuti proses belajar pendidikan agama, lebih cendrung
dan antusias dengan menggunakan metode diskusi. Namun, pada kegiatan
praktek masih tetap diperkuat, agar peserta didik lebih mudah memahami
dan dapat diaplikasikan baik disekolah maupun dirumah terutama dalam hal
Pendidikan Agama di Daerah 3T 109
melaksanakan ibadah baik peserta yang memeluk agama Islam maupun
Nasrani.
Rata-rata setiap rombel pada tingkat dasar (SD) tidak mencapai 32
orang, terkadang 7 s/d 20 peserta didik yang mengikuti proses belajar
mengajar. Beda halnya dengan peserta didik tingkat menengah (SMP). Untuk
siswa yang melangsungkan pembelajaran PAK terkadang melebihi dari 30an
sedangkan yang mengikuti pembelajaran PAI 3 s/d 15 orang.
Ketersediaan Ruang Guru
Pemenuhan sarana dan prasarana terhadap lembaga pendidikan baik
tingkat dasar maupun tingkat menengah, sangat dirasakan oleh pihak
lembaga pendidikan dengan adanya keterbatasan yang dimiliki. Apalagi
Kepulauan Talaud merupakan daerah yang baru dan masuk kategori daerah
3T (terdepan, terluar, dan terpencil), sehingga ruang guru belum secara
menyeluruh dapat terpenuhi. Sementara pemerintah masih lebih cendrung
menyediakan ruang kelas atau ruang pembelajaran yang terkait dengan
kebutuhan peserta didik.
Walaupun kenyataannya, masih terdapat beberapa sekolah yang belum
juga memiliki ruang (laboratorium, perpustakaan, dan lain-lain). Para
pengelola dalam melangsungkan kegiatan administrasi dan yang lainnya yang
terkait dengan kegiatan guru bidang study dan kelas masih mengkondisikan
ruangan yang ada. Terdapat beberapa sekolah memiliki ruang guru dan
masih bergabung dengan beberapa ruang yang diskat oleh lemari (ruang
guru, kasek, perpus, dan ruang tenaga kependidikan) baik SD maupun SMP.
Kondisi ruang guru dimanfaatkan dari berbagai ruang, agar semua
kegiatan administrasi dapat berjalan berdasarkan fungsi masing-masing.
Dalam hal pembangunan ruang guru secara khusus pemerintah dan pihak
pengelola belum merencanakan, karena adanya keterbatasan yang dimiliki,
seperti: anggaran dan lahan. Sementara, pihak pengelola masih terfokus pada
pemenuhan kebutuhan siswa dalam proses belajar mengajar, yaitu: media,
alat, dan ruang pembelajaran.
Seperti yang telah diurai diatas, tentang pemenuhan ruang
pembelajaran dan guru terlihat sangat minim, karena belum semua guru
memiliki meja dan kursi. Hanya menggunaka kursi tamu, cuman meja dan
kursi kepala sekolah yang sudah lengkap baik tingkat dasar begitupun
Pendidikan Agama di Daerah 3T 110
menengah. Pada prinsipnya yang penting sudah ada ruang yang bisa
dijadikan sebagai tempat untuk menyelesaikan tugas-tugas adminsitrasi bagi
para pengelola (tenaga pendidik dan kependidikan).
Ketersediaan Tenaga Pendidik
Guru Agama tidak hanya menyampaikan pengetahuan tetapi
menambahkan nilai. Caples Siberman (1987) dalam karyanya berjudul
Education Psicology sebagaimana dikutip oleh Suwardi Sumatias ,
menjelaskan bahwa sebagai pendidik, guru tidak hanya berperan
menyampaikan pengetahuan (tranfer of knowledge), tetapi juga melatihkan
keterampilan (tranfer of skills), membentuk sikap dan memindahkan nilai
(tranfer of valued )(Iskandar Agung, 2014: 20-21)
Guru Agama PAK SDN 1 Mala Melonguane Kabupaten Kepl Talaud
Persebaran tenaga pendidik (guru) baik guru umum maupun guru
pendidikan agama (Islam dan Kristen) berjumlah 2.228. Sedangkan secara
kuantitas, terdapat 89% guru umum dan 11% guru agama (PAI 3% dan PAK
97%) yang mengabdi pada semua jenjang lembaga pendidikan (SD, SMP, dan
SMA/SMK). Pemenuhan tenaga pendidik guru agama pada lembaga
pendidikan pada tingkat dasar dan menengah terdapat adanya perbedaan
antara SD dan SMP. Pada umumnya pemenuhan guru agama di tingkat SMP
lebih mencukupi dibanding guru agama SD.
Guru agama (PAK) terkadang dalam satu sekolah SMP terdapat 2
sampai 4 orang, sedangkan SD rata-rata hanya 1 guru agama. Sedangkan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 111
untuk guru agama (PAI) dikondisikan berdasarkan jumlah siswa yang ada
pada masing-masing sekolah. Ini merupakan suatu problem, karena
pengangkatan dan penempatan guru agama belum selektif. Padahal, latar
belakang pendidikan guru agama linear dengan mata pelajaran yang
diampuh, misalnya: guru agama (PAK) adalah alumni STAKN dan guru agama
(PAI) alumni IAIN.
Sedangkan, status guru agama masih terdapat beberapa tenaga
honorer dari pada PNS. Hal ini sangat berpengaruh dalam melangsungkan
kegiatan proses belajar mengajar (sikologis) secara pribadi. Walaupun mereka
memiliki latar belakang pendidikan dari STAKN dan IAIN, tetapi terkadang
muncul rasa percaya diri yang kurang, disebabkan faktor kapasitas (status).
Pada umumnya bagi guru agama (PAI dan PAK), yang berstatus
honoren, diangkat oleh masing-masing sekolah dimana ia mengabdi, karena
pihak pemerintah (Kementerian Agama dan Kemendiknas) belum menyiapkan
angggaran. Sehingga, kesejahteraan dibebankan pada KOMITE, itupun
terkadang masih ada beberapa guru agama yang belum mendapatkan secara
rutin (tiap bulan).
Ini merupakan hal yang sangat urgen dalam pemenuhan
pengangkatan, penempatan dan kesejahteraan para guru agama. Menurut
Ibu Rediana. S.Pd.K (PAK) yang mengajar di Sekolah Dasar Tarohan
Kecamatan Beo Selatan, mereka mengabdi dengan alasan ingin merubah
akhlak peserta didik dengan bermodalkan ilmu yang dimiliki dan rasa
semangat yang tinggi. Karena, beliau adalah guru sekolah minggu disalah
satu gereja Protestan. Sedangkan Ibu Sudtriyanti Lambanaung, S.Pd.I yang
mengajar di SMP 1 Beo terpanggil untuk mengabdi, karena mereka pernah
mengenyam pendidikan di sekolah Kristen dan salah satu
pengelola/pengurus Masjid di wilayah Kecamatan Beo, begitupula halnya
dengan Ibu Renny Novita Sari. S.Pd.I yang mengajar di SMP 1 Melonguane,
seorang guru mengaji dan mendapat saran dari salah satu guru SM-3T untuk
mengabdi di SMP karena terdapat 15 siswa muslim yang belum memiliki guru
PAI.
Pengangkatan dan penempatan guru agama PAI dan PAK, tidak
terlepas dari wewenang kepala sekolah. Misalnya: Ibu Dra. O.M. Puansalai
Kasek SMP 1 Melonguane, mengatakan, “Kenapa siswa Islam tidak memiliki
guru agama, padahal dalam pendidikan semua berhak mengenyam pendidikan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 112
agama berdasarkan agama masing-masing (punya hak yang sama)”. Dengan
alasan tersebut, sehingga pemerintah dalam hal pemenuhan guru agama (PAI)
diberikan wewenang sepenuhnya pada pihak lembaga pendidikan (kepala
sekolah).
Secara umum guru sudah terpenuhi, cuman untuk guru agama yang
belum selektif dalam hal pengangkatan apalagi penempatannya. Beda halnya
di sekolah agama yang dibawah naungan yayasan, karena semua guru
memiliki kompetensi atau kemampuan bidang pendidikan agama. Dimana,
guru mata pelajaran umum bisa juga mengajarkan pendidikan agama,
sedangkan tenaga pengajar pada sekolah umum terfokus pada mata pelajaran
yang diampuh atau bidang masing-masing. Sehingga pembelajaran integrasi
belum bisa diimplementasikan secara efektif.
Kualifikasi Tenaga Pendidik
Kompetensi para tenaga pendidik (guru) yang tersebar dari berbagai
lembaga pendidikan, baik tingkat dasar maupun pada tingkat menengah
memiliki latar belakang pendidik dengan berbagai latar pendidikan yang
beragama, diantaranya: S1 dan Diploma (pendidikan umum dan agama).
Begitupun halnya denga guru pendidikan agama (PAI dan PAK).
Adapun latar belakang pendidikan dan status tenaga pendidik guru
agama berdasarkan lembaga pendidikan. Secara presentase, SD (S1 28%,
Diploma 9%, dan PGA/KP 63%), SMP (S1 60%, Diploma 25%, dan PGA/KP
15%), dan SMA (S1 97%, dan Diploma 3%). Sedangkan, kondisi status guru
agama SD (53% PNS dan 47% Non-PNS), SMP (75% PNS dan 25% Non-PNS),
dan SMA (32% dan 68% Non-PNS).
Rata-rata tenaga pendidik guru agama yang mengabdi pada sekolah
tingkat dasar menengah memiliki kompetensi berdasarkan kepakaran.
Namun, dalam hal pemenuhan kebutuhan sekolah belum dapat terpenuhi
secara kuantitas. Hal ini di sebabkan karena penempatan para guru agama
belum berjalan secara selektif. Sehingga, ada sekolah yang kekurangan
tenaga pendidik guru agama (PAK), beda dengan guru agama PAI, karena
memiliki siswa yang tidak sama dengan siswa lainnya.
Sedangkan melihat dari tingkat status para guru agama, lebih dominan
yang PNS dibanding yang masih honorer. Pada umumnya pengangkatan dan
penempatan guru agama tidak terlepas dari wewenang dan kebijakan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 113
pemerintah daerah, sedangkan yang berstatus Non-PNS (honorer) adalah
wewenang sekolah (kepala sekolah) masing-masing.
Kasubag TU Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud
Secara keseluruhan tenaga pendidik (guru umum dan agama), masih
memerlukan bimbingan dan pembinaan, guna meningkatkan sumber daya
manusia (SDM). Menurut, Kasubab TU Kementerian Agama Kabupaten
Talaud (Lere Bonte), “Keikutsertaan Pendidikan dan pelatihan (DIKLAT) guru
agama masih minim, kemudian pengembangan karier (melanjutkan
pendidikan) adanya batasan Izin Belajar yang dikeluarkan oleh PEMDA”.
Kantor Dinas Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Talaud
Pendidikan Agama di Daerah 3T 114
Pada pertemuan di kantor Dinas Pendidikan Pemuda dan Olah raga
(Bidang PTK) Kabupaten Talaud. Tentang sosialisasi Evaluasi pengembangan
profesi dan Tunjangan profesi, Menurut Kasi PTK (Karen Lungari), dari 170
orang yang pernah mengikuti Ujian Kompetensi hanya 4 orang yang lulus. Ini
membuktikan, bahwa SDM guru masih memerlukan bimbingan dan
pembinaan secara serius dan berkesinambungan.
Sumber data Seksi Pendidikan Kementerian Agama Kabupaten
Kepulauan Talaud, tentang sertifikasi. Dari 234 guru agama PAI dan PAK
belum ada tersertifikasi baik yang PNS maupun Non-PNS. Tetapi rata-rata
memiliki kualifikasi akademik Diploma dan S1. Beda halnya dengan guru
yang mengampuh mata pelajaran umum, secara keseluruhan para guru telah
mengantongi sertifikat pendidik.
Kualifikasi Kepala Sekolah
Sebahagian besar para kepala sekolah memilikilatar belakang guru dan
sarjana. Jabatan kepala sekolah di Kepulauan Talaud merupakan jabatan
politis, dimana PEMDA memiliki kuasa penuh dalam hal pengangkatan dan
penempatan dibandingkan dengan yayasan. Kondisi sekarang, fenomena yang
berkembang dalam pengangkatan kepala sekolah menjadi dilema. Contoh:
Ada beberapa sekolah memiliki 2 orang KASEK (SD, SMP, SMA) yang memiliki
TMT 22 Juni 2018 dan TMT Juli 2018.
Sedangkan pengangkatan dan penempatan kepala sekolah yang
dibawah naungan yayasan tidak terlalu banyak di intervensi oleh pemerintah
daerah, hanya sebatas koordinasi yang terkait dengan pengembangan
pengelolaan lembaga pendidikan pada tingkat dasar maupun menengah.
Sepenuhnya, yayasan yang lebih bertanggungjawab terhadap pengembangan
pada komponen pendidikan pada sekolah masing-masing.
Kekuatan para kepala sekolah yang diangkat oleh PEMDA, dalam hal
kebijakan untuk mengembangkan pendidikan memiliki
keterbatasan.Kreatifitas dan inovasi belum mampu dimaksimalkan secara
efektif terutama dalam hal pemenuhan fasilitas proses pembelajaran
pendidikan agama, diantaranya: media/alat, ruang khusus, dan
kesejahteraan para guru agama.
Pada prinsipnya para kepala sekolah berbuat berdasarkan tupoksi,
sedangkan dalam hal kebijakan belum mampu diaktualisasikan secara
Pendidikan Agama di Daerah 3T 115
maksimal berdasarkan pemenuhan kebutuhan proses belajar mengajar
terutama pada pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama. Harapan
sekolah pengawas (umum 28 orang dan agama 2 orang) yang dapat
menjembatani fenomena yang terjadi di semua lembaga pendidikan, ternyata
tuidak jauh beda dengan wewenang yang di miliki oleh para kepala sekolah.
Kelayakan para pengawas pendidikan agama belum terpenuhi secara
kuantitas, sehingga kunjungan atau pertemuan dalam membimbing dan
membina para guru agama melum berjalan secara optimal. Terkadang dalam
mengunjungi sekolah berdasarkan kesiapan satuan pendidikan, itupun
dikelompokkan berdasarkan zona agar memudahkan kunjungan para
pengawas yang dilaksanakan 4 kali dalam setahun (awal dan akhir semester),
karena tidak memenuhi rasio. Perbandingan pengawas guru agama pada
tingkat dasar (SD) 118 sekolah (PAI/PAK) dan SMP, SMA/SMK 73 sekolah
masing-masing hanya 1 orang pengawas.
Pengembangan Kurikulum
Implementasi pembelajaran pendidikan agama disetiap lembaga
pendidikan pada tingkat dasar dan menengah menggunakan kurikulum KTSP
dan K.13. Dimana kurikulum ini merupakan program nasional dalam
mengembangkan pembelajaran pendidika agama kedepan. Di setiap satuan
pendidikan masih menggunakan kdua kurikulum tersebut berdasrkan
jenjang siswa. Tingkat SD (Kls III – VI ) KTSP dan Kls I, II, IV, V) sudah
menggunakan K.13. Begitupun halnya pada tingkat menengah SMP (Kls VII
K.13 dan VIII, IX KTSP).
Pengembangan kurikulum yang telah di implementasikan pada
lembaga pendidikan (SD, SMP, SMA/SMK) bahkan di Madrasah Ibtidaiyah
yang tersebar di Kabupaten Kepulauan Talaud. Namun, masih terdapat
kendala yang dihadapi oleh lembaga pendidikan (guru) dalam penerapannya.
Pengembangan kurikulum tidak hanyadilaksanakan melalui sosialisasi atau
workshop, tetapi para guru mata pelajaran umum dan agama harus
mengikuti lewat pendidikan dan latihan (DIKLAT) secara berkesinambungan.
Efektivitas pengembangan kurikulum tidak terlepas dari peran
pemerintah dalam meningkatkan SDM pengelola satuan pendidikan serta
pemenuhan fasilitas pembelajaran. Dalam hal ini Dinas Pendidikan Pemuda
dan Olahraga dan Kementerian Agama Kabupaten Kepulauan Talaud terus
Pendidikan Agama di Daerah 3T 116
melakukan pengembangan guru dalam meningkatkan kompetensi para guru,
khususnya guru agama (PAI dan PAK).
Menurut, (Bobby F. Gagola) Kasi Pendidikan Dasar DIKSPORA
Kabupaten Kepulauan Talaud. Pengangkatan dan penempatan para guru
(umum dan agama) masih perlu dibenahi, karena rekrutmen adalah
wewenang pemerintah daerah (PEMDA). Apalagi dengan hal sarana dan
prasarana, media pembelajaran, kompetensi, dan kesejahteraan. Hal tersebut
merupakan bahan evaluasi pemerintah dalam pemenuhan komponen
pendidikan pada semua satuan pendidikan berdasarkan jenjang dan tingkat
yang tersebar di kepulauan Talaud.
Pelayanan Satuan Pendidikan
Penyediaan Buku Teks
Ketersediaan buku teks pada pembelajaran pendidikan agama, secara
keseluruhan pada satuan pendidikan telah menyiapkan berdasarkan agama.
Dan ini hanya sebatas pegangan bagi guru agama (buku sumber). Sedangkan
untuk peserta didik belum dapat terpenuhi secara keseluruhan. Sehingga,
peserta didik hanya mendapatkan copyan saja (KTSP dan K.13), itupun belum
tercafer dari jumlah siswa yang ada pada masing-masing kelas baik tingakat
dasar maupun menengah.
Sedangkan untuk buku-buku pengayaan dan referensi merupakan
tanggung jawab satuan pendidikan, tetapi kenyataannya belum dapat
terpenuhi. Jadi para tenaga pengajar menyampaikan materi hanya berdasar
pada buku sumber saja baik PAI maupun PAK. Kreatifitas dan inovasi guru
agama dalam memberikan tambahan materi pelajaran melalui internet.
Adapun tugas-tugas yang diberikan, terkadang peserta didik
menyelesaikan secara sendiri/pribadi atau kelompok. Dalam menyelesaikan
tugas tersebut, para tenaga pendidik memberikan kebijakan/kemudahan
terhadap peserta didik, misalnya: “Kisah-kisah atau riwayat Nabi”. Karena
kurangnya referensi yang dimiliki, sehingga hanpone yang dijadikan sebagai
referensi dalam mengembangkan wawasan pengetahuan agama peserta didik.
Melihat fenomena yang berkembang pada satuan pendidikan dengan
adanya keterbatasan referensi yang dimiliki. Maka para guru agama dituntut
untuk lebih kreatif dan inovasi dalam menyiapkan atau memberikan materi
Pendidikan Agama di Daerah 3T 117
pendidikan agama. Menurut Ibu Sudtriyanti (guru PAI) SMP 1 Beo, terkadang
mengolaborasi materi dari pengalaman dan buku sumberK.13 dan KTSP.
Penyediaan Alat Peraga Pendidikan
Penggunaan alat peraga dalam melangsungkan pembelajaran
pendidikan agama, pada umumnya satuan pendidikan hanya menggunakan
secara tekstual. Pada hakikatnya hanya terfokus pada materi ajar yang
disampaikan kepada siswa (kognitif). Jangankan alat peraga yang harus
disiapkan oleh satuan pendidikan dalam pemenuhan proses belajar mengajar,
referensi (buku-buku) saja terbatas.
Terkadang para peserta didik yang menyiapkan alat peraga tersebut,
apabila melangsungkan kegiatan pembelajaran pendidikan agama dalam
bentuk praktek baik PAI maupun PAK. Dan ini tidak mengurangi nilai bagi
satuan pendidikan, utamanya bagi guru agama untuk memenuhi jam
mengajar dalam per seminggu 37,5 jam termasuk dalam merencanakan,
melaksanakan, menilai hasil pembelajaran, membimbing atau melatih peserta
didik dan melaksanakan tugas tambahan.
Proses Pembelajaran
Pembelajaran pendidikan agama dilaksanakan pada dua tempat
sekolah dan rumah ibadah, bahkan dirumah guru agama masing-masing.
Implementasi pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan
terlihat ada perbedaan antara proses pembelajaran PAK dan PAI dalam
penggunaan rungan. Proses pembelajaran PAI tidak memiliki ruang secara
khusus, disebabkan jumlah peserta didik yang beragama Islam tidak banyak
dibanding yang beragama Kristen.
Materi pendidikan agama dilaksanakan mulai hari senin sampai
jum’at, sedangkan hari sabtu kagiatan ibadah. Terkadang satuan pendidikan
memberikan kebijakan pada peserta didik dan guru muslim pada hari jum’at
untuk pulang cepat. Pembelajaran PAI pada kegiatan praktek terkadang
dilaksanakan di masjid dan rumah guru agama, misalnya: Mengaji, berudhu,
Ibadah (shalat) dan lain-lain yang terkait dengan kegiatan praktek yang tidak
bisa dilaksanakan di sekolah masing-masing, karena adanya keterbatasan
yang dimiliki oleh satuan pendidikan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 118
Namun, dalam hal pemenuhan jam mengajar berdasarkan tingkat dan
jenjang dapat terpenuhi dalam per minggu, karena ini merupakan aturan
yang harus dipenuhi oleh setiap satuan pendidikan (guru).
Penerapan Kurikulum
Penerapan kurikulum di satuan pendidikan berdasarkan KTSP dan
K.13, kurikulum yang digunakan dikondisikan dari tingkat dan jenjang pada
sekolah dan madrasah. Seperti yang telah dijelaskan diatas, dalam
penggunaan kurikulum dalam materi pendidikan agama. Untuk tingkat dasar
(SD) Kelas III – VI KTSP dan I,II,IV,V K.13, tingkat menengah (SMP) Kelas VII
K.13 dan VIII – IX KTSP.
Satuan pendidikan menggunakan kurikulum terlihat bervariatif,
karena ada juga sekolah menggunakan K.13 pada tingkat dasar kelas I dan IV
bahkan I, II, IV, dan V. Penggunaaan kurikulum berdasarkan ketersediaan
buku sumber dan media pembelajaran pada satuan pendidik, sehingga tidak
nampak keseragamanpada satuan pendidikan yang tersebar pada 18 wilayah
kecamatan di Kabupaten Kepulauan Talaud.
Pelaksanaan RPP
Rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) merupakan kewajiban bagi
semua guru bidang study agar dapat menyusun dan diaplikasikan. Secara
teori pada umumnnya tenaga pendidik mengetahui/memahami kalau RPP
merupakan acuan atau dasar dalam mengefektifkan proses belajar mengajar.
Tetapi dalam menyusun atau membuat berdasarkan mata pelajaran yang
diampuh, terkadang masih menggunakan copy paste.
Secara akademik rata-rata guru memiliki latar belakang pendidikan
yang memamadai, tetapi dalam hal kompetensi guru dalam pembuatan RPP
masih memerlukan bimbingan dan pembinaan secara berkesinambungan
lewat DIKLAT, karena kegiatan sosialisasi dan workshop belum bisa berjalan
secara efektif dalam pengembangan wawasan guru untuk membuat
perencanaan pelaksanaan pembelajaran terutama yang terkait dengan
kurikulum (K.13).
Begitupun dalam hal kompetensi dibidang IT, rata-rata guru agama
belum memiliki fasilitas Laptop apalagi untuk mengoperasikan. Ini dibuktikan
lewat hasil uji kompetensi kepala sekolah dan guru, hanya 4 orang yang lulus
dari 170 peserta yang ikut ujian kompetensi se Kabupaten Talaud.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 119
Program Penilaian
Tenaga pendidik (guru) mengembangkan danmenerapkan program
penilaian untuk membantu meningkatkan kemampuan belajar peserta didik.
Kompetensi para tenaga pendidik sangat dibutuhkan dalam memberikan
penilaian terhadap siswa secara obyektif. Maka, penilaian terhadap peserta
didik diperlukan kreatifitas dan inovasi guru dalam memberikan tugas-tugas
yang terkait dengan struktur penilaian.
Ada beberapa aspek penilaian yang diberikan terhadap siswa,
diantaranya: Ulangan harian, tugas, mit semester dan semester. Ini yang
diakumulasi sehingga menghasilkan nilai akhir pada masing-masing bidang
study, khususnya pendidikan agama.
Secara obyektif dalam memberikan penilaian pada mata pelajaran
pendidikan agama Islam, tidak hanya dilihat dari hasil ujian yang
dilaksanakan di satuan pendidikan saja, tetapi terkadang guru memonitoring
di lingkungan keluarga dan masyarakat terutama penilaian pelaksanaan
ibadah (shalat) fardhu maupun jum’at. Beberapa alat penilaian yang
digunakan, antara lain: Jurnal shalat, monitoring dengan menggunakan
asisten di masjid. Sedangkan untuk mata pelajaran PAK, tetap fokus pada
penilaian yang berlangsung di satuan pendidikan.
Konsep penilaian ini yang digunakan guru PAI, agar siswa bisa
termotivasi untuk bisa lebih giat belajar dan dapat mengaplikasikan ibadah
secara rutin setiap hari. Pada umumnya guru pendidikan agama hanya
memberikan tugas yang terkait dengan rukun Iman dan Islam. Sedangkan
dalam hal penunjang yaitu: kisah-kisah atau riwayat Nabi.
Supervisi Kepala Sekolah
Pelaksanaan supervisi kelas yang dilakukan para kepala sekolah dan
umpan balik terhadap guru umum dan agama sangat beragam. Terkadang
melibihi dari waktu yang telah ditetapkan (dua kali dalam setiap semester).
Kepala sekolah memiliki tanggunjawab dalam memonitoring dan sering
terhadap guru kelas dan bidang study pada satuan pendidikan, agar mampu
mengevaluasi hasil (output) proses belajar mengajar.
Umpan balik dilakukan tidak hanya sebatas proses belajar mengajar
dan komponen pembelajaran saja, bahkan sampai masalah karier dan
prestasi tenaga pendidik. Upaya kepala sekolah dalam mengembangkan dan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 120
meningkatkan kegiatan supervisi, yaitu: menjaring komunikasi terhadap
tenaga pendidik, tenaga kependidikan, serta orang tua peserta didik. Agar
dapat meningkatkan kegiatan proses belajar mengajar pada setiap satuan
pendidikan.
Kebiasaan kepala sekolah melakukan supervisi di kelas dan umpan
balik terhadap guru dua kali dalam setiap semester, apabila satuan
pendidikan memiliki jumlah rombel yang besar, sebaliknya yang memiliki
rombel kecil terkadang supervisi dilakukan tanpa mengikuti aturan yang
telah ditetapkan dalam arti jalan-jalan, monitoring sambil supervisi.
Evaluasi Pembelajaran
Pada akhir semester para tenaga pendidik (guru) PAI dan PAK
menyampaikan hasil evaluasi mata pelajaran serta hasil penilaian setiap
peserta didik kepada kepala sekolah dalam bentuk hasil prestasi belajar
peserta didik.
Guru Madrasah Ibtidiyah Al Hidayah Melonguane
Menurut, guru PAI SMPN 1 Beo, Kegiatan evaluasi pembelajaran
terkadang terjadi perbedaan persepsi dari sesama guru dalam pemberian nilai
atau prestasi terhadap peserta didik. Hal ini sering terjadi pada satuan
pendidikan pada tingkat menengah (SMP) apabila ada salah satu siswa yang
mendapatkan nilai yang tinggi PAI 98 dan meraih prestasi juara 3 umum.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 121
Bukan karena adanya hubungan emosional antara guru dan siswa,
tetapi kreatifitas dan inovasi guru dalam memberikan motivasi pada setiap
peserta didik untuk bisa memperoleh nilai dan meraih prestasi misalnya:
guru PAI tidak hanya menilai secara formal di sekolah saja, bahkan dilakukan
di luar sekolah.
Laporan Hasil Ulangan
Pelaksanaan laporan hasil ulangan sekolah dan madrasah pada
ulangan akhir semester (UAS) dan ulangan kenaikan kelas (UKK) serta ujian
akhir (US/UN) kepada orang tua peserta didik dan menyampaikan
rekapitulasi kepada Dinas Pendidikan dan Kementerian Kabupaten/Kota
pada setiap akhir semester.
Hal tersebut merupakan kewajiban setiap satuan pendidikan dalam
melaporkan hasil proses pembelajaran yang telah dilaksanakan selama
setahun, yang dimulai dari UAS, UKK, dan US/UN. Agar memudahkan bagi
pihak orang tua dan pemerintah dalam mengevaluasi tingkat kualitas pada
satuan pendidikan dalam melangsungkan kegiatan proses belajar
berdasarkan jadwal kelender pendidikan.
Hasil akhir dapat terealisasi dengan baik atau efektif dan efesien,
apabila pelaksanaan supervisi dan evaluasi bisa berjalan sesuai ketentuan
yang telah ditetapkan. Namun, persoalan yang di hadapi oleh setiap satuan
pendidikan (kepala sekolah) belum mampu mengeluarkan suatu kebijakan
dalam pemenuhan kebutuhan proses belajar mengajar dalam meningkatkan
kualitas pendidikan. Dan di dukung lewat bimbingan dan pembinaan
pengawas.
Faktor Pendukung dan Penghambat
Pendukung
Pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan
yang tersebar di daerah 3T (terluar, terdepan, dan terpencil) Kabupaten
Kepulauan Talaud. Sudah terlaksana di lembaga pendidikan pada tingkat
dasar dan menengah berdasarkan agama, yang memiliki beberapa jumlah
guru PAI dan PAK yang berlatar belakang pendidikan S1 dan Diploma yang
tersebar 118 satuan pendidikan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 122
Implementasi pembelajaran pendidikan agama, tidak hanya
dilaksanakan di sekolah, tetapi terkadang di Rumah Ibadah masing-masing
dan rumah guru agama itu sendiri (PAI). Dimana, para guru agama memiliki
keilmuan yang linear dengan mata pelajaran yang diampuh (pendidikan
agama). Ini dibuktikan baik dari tingkat dasar (SD) maupun menengah (SMP)
disamping memiliki kompetensi akademik juga non-akademik. Misalnya:
S1/PAK STAKN juga sebagai guru sekolah minggu, begitupun dengan guru
PAI S1 IAIN.
Selain mampu berkreasi dan berinovasi dalam mengimplementsikan
proses pembelajaran pendidikan agama, dalam memberikan tugas dan
penilaian serta ditunjang dengan semangat dalam menghadapi peserta didik
baik dalam lingkungan sekolah maupun diluar serta yang tak kalah
pentingnya adalah bisa membangun komunikasi sesama guru dan orang tua
peserta didik.
Sebahagian guru agama masih berstatus honorer, tetapi tidak
mengurangi nilai semangat dan kepedulian untuk mengabdikan dirinya di
satuan pendidikan (sekolah dan madrasah). Dan yang patut diapresiasi
adalah para kepala sekolah mampu merekrut/menerima beberapa guru
agama PAK dan PAI dengan bermodalkan kesepakatan orang tua siswa
(komite).
Penghambat
Hal yang utama dalam meningkatkan kualitas lembaga dan komponen
pendidikan pada satuan pendidikan. Dibutuhkan adanya sinergisitas antara
pemerintah, masyarakat dan lembaga itu sendiri. Proses belajar mengajar di
sekolah/madrasah yang tersebar di kepulauan talaud, masih terdapat
beberapa komponen yang harus dibenahi dianataranya: gedung (ruang),
perangkat, fasilitas pembelajaran dan kesejahteraan para guru agama.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 123
Guru Agama Kristen SD Beo Selatan
a. Gedung; Secara keseluruhan belum tersedia ruang khusus dalam
melaksanakan proses belajar pendidikan agama. Dimana
pelaksanaannya terkadang dilaksanakan diruan perpustakaan atau
diruang bimbingan konseling (BK). Untuk pembelajaran PAI.
b. Fasilitas; Pemenuhan media dan alat pembelajaran belum memadai,
terutama buku sumber, buku pengayaan dan referensi (buku) bacaan
untuk peserta didik sangat terbatas.
c. Pengembangan SDM; Pengembangan wawasan bagi guru agama tidak
cukup lewat sosialisasi dan workshop, tetapi diperkuat melalui pelatihan
dan pendidikan (diklat) secara berkesinambungan serta adanya batasan
dalam pengembangan karier (izin belajar) dari pemerintah daerah
d. Kesejahteraan; pemberian tunjangan fungsional belum berjalan secara
rutin, insentif dibawah standar UMR, (15.000,; per hari, 100 s/d 400
ribu) per bulan. Itupun tidak semua guru agama di satuan pendidikan
bisa menerima secara rutin.
e. Masyarakat; Orang tua peserta didik memiliki kemampuan yang
beragama, dominan latar belakang (aktivitas) sebagai besar adalah
petani kopra. Sehingga, bagi sekolah yang dibawah naungan yayasan
bekerja keras dalam memenuhi insentif guru setiap bulan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 124
P E N U T U P
Kesimpulan
Satuan pendidikan 193, sekolah umum 187 (TK, SD, SMP, SMA/SMK),
Madrasah 6 (RA dan MI) dan memiliki guru agama PAI 7 orangdan PAK 234
orang dengan latar belakang pendidikan (PGA, Diploma dan S1) yang
berstatus PNS 131 dan Non-PNS 110, Serta 2 orang tenagafungsional
pengawas PAK danbelum memiliki tenaga fungsional pengawas PAI.
Sedangkan lembaga pendidikan keagamaan 14 (TPA/TPQ 6 dan Majelis
Taklim 8).
Pelaksanaan proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan
pendidikan di daerah 3T, dengan menggunakan kurikulum KTSP dan K.13
berdasarkan tingkat dan jenjang. Dalam implementasinya memiliki
keterbatasan yang dihadapi para pengelola (tenaga pendidik, kependidikan
dan peserta didik), terutama fasilitas dan perangkat pembelajaran PAI dan
PAK pada satuan pendidikan (dasar dan menengah).
Pengembangan SDM dan karier guru agama tidak terlepas dari
wewenang pemerintah daerah (PEMDA), begitupun dengan hal pengangkatan
dan penempatan. Dan yang tak kalah pentingnya adalah masalah
kesejahteraan bagi tenaga pendidik (guru) PAI dan PAK yang berstatus Non-
PNS (honorer), masih dibebankan pada satuan pendidikan dimana dia
mengabdi.
Rekomendasi
Perlu adanya penguatan dari PEMDA, Kementerian Agama dan
Kementerian Pendidikan Pemuda Dan Olahraga Kabupaten Kepulauan Talaud
terhadap Satuan pendidikantingkat dasar dan menengah dalam
meningkatkan kualitas pelaksanaan pendidikan agama dalam aspek
pengangkatan dan penempatan tenaga pendidik dan Standar Pelayanan
Minimal (SPM).
Pihak lembaga pendidikan pada satuan pendidikan (pengelola),
pemerintah, dan masyarakat perlu membangun komunikasi yang sinergi
dalam pemenuhan kebutuhan proses belajar mengajar PAI dan PAK. Agar
dapat melahirkan alumni (generasi) yang memiliki budi pekerti (akhlak) yang
baik, serta mampu membangun atau merubah pola pikir masyarakat
Kabupaten Kepulauan Talaud dalam aspek agama dan keagamaan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 125
Pengembangan wawasan dan karier sangat dibutuhkan para guru
agama di daerah 3T (terdepan, terluar, dan terpencil). Sehingga, tidak cukup
lewat kegiatan sosialisasi, workshop dan DIKLAT. Diperlukan adanya
kerjasama antara pemerintah daerah dengan Perguruan Tinggi, guna
meningkatkan dan memperkuat SDM tenaga pendidik. Serta diharapkan
kepekaan pemerintah terhadap kebutuhan guru PAI dan PAK lewat
kesejahteraan setiap bulan (insentif).
DAFTAR PUSTAKA
Bungin, Burhan. Penelitian Kualitatif untuk Komunikasi, Kebijakan Publik dan Ilmu
sosial Lainnya. Jakarta:Kencana Prenada Media Group.
Faisal, Sanapiah. 1999. Format-Format Penelitian Sosial. PT. RajaGrafindo Persada.
Jakarta.
Fiegenbaum, A., V. 1996. Total Quality Control. New York: McGraw-Hill Book.
Haedar, Amin. 2010. Inovasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Haedar, Amin. 2010. Pendidikan Agama di Indonesia – gagasan dan Realitas. Jakarta:
Puslitbang pendidikan Agama dan Keagamaan, Badan Litbang dan Diklat
Kementerian Agama RI.
Hasbullah. 2006: Dasar-dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada
Iskandar Agung. 2014.Mengembangkan Profesionalitas Guru, upaya peningkatan
Kopetensi dan Keprofesionalan Kinerja Guru(Jakarta, Bee Media Pustaka.
2014).
http://balitbangdiklat.kemenag.go.id/posting/read/1637-Indeks-Pendidikan-Agama-di-
SMA.
Kadir Ahmad, dkk. 2010 Dakwah di daerah Terpencil. Jakarta: Pustaka Mapan
Kompri, 2015. Manajemen Pendidikan, Komponen-Komponen Elementer Kemajuan
Sekolah. Yogyakarta. Ar Ruzz Media
Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan.
Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2007 Tentang Pendidikan Agama dan
Pendidikan Keagamaan.
Peraturan Pemerintah No. 55 Tahun 2007 tentang Pendidikan Agama dan Pendidikan
Keagamaan. Pasal 1, ayat 1.h.116
Peraturan Pemerintah Nomor 74, Tahun 2006, tentang Guru, Pasal 46, OP.Cit.h.21.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 126
Purwanto, N. 2007. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Rigantara, I Nengah Suharse, 2016. Analisis Faktor-faktor yang memengaruhi
Partisipasi Alumni Jurusan Pendidikan Ekonomi dalam mengikuti SM-3T.
Jurnal program Studi Pendidikan Ekonomi. Vol: 8 nomor 3 Tahun 2016 hal. 1-
10.
Soyomukti, Nurani. 2015. Teori-teori Pendidikan, dari Tradisional, (Neo) Liberal,
Marxis-Sosialis, Hingga Postmodern. Yogyakarta. Ar Ruzz Media.
Syafaruddin. 2005. Manajemen Lembaga Pendidikan Islam. Ciputat Jakarta. Ciputat
Press
Thobroni, M. 2016. Belajar dan Pembelajaran, Teori dan Praktek. Cet II.Yogyakarta.
Ar-Ruzz Media.
Tjiptono, F., dan Diana, A. 2003. Total Quality Management. Yogyakarta: Penerbit
Andi.
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Yusup, Sahrir, 2003. Kajian terhadap efektifitas dan efisensi usaha pemberdayaan
sekolah Dasar negeri di daerah terpencildan pedalaman dalam rangka
penuntasan wajib belajar 9 tahun di provinsi Bengkulu. Jurnal Pendidikan
Guru Sekolah dasar, Vol 1 Nomor 2 Nopember 2003. Hal 120-127.
Zuriah, Nurul. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Pendidikan; Teori dan Aplikasi.
PT Bumi Aksara. Jakarta.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 127
PELAKSANAAN PENDIDIKAN AGAMA DAERAH 3T
KECAMATAN KLAMONO KABUPATEN SORONG
Rosdiana
Balai Penelitian dan Pengembangan Agama Makassar
Jl. AP. Pettarani No. 72 Makassar
email:rosdianalitbang03@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan, proses, pendukung dan
penghambat pembelajaran agama di Kabupaten Sorong sebagai salah satu daerah 3T.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
Pendidikan agama yang berjalan pada satuan pendidikan yang ada di Kabupaten Sorong
adalah pendidikan agama Kristen, pendidikan agama Islam, pendidikan agama Katolik,
pendidikan agama Hindu, dan pendidikan agama Budha. Ketersediaan guru bagi mata
pelajaran agama diaktegorikan sangat kekurangan demikian juga keberadaan pengawas
pendidikan agama. Pelaksanaan pendidikan agama satuan pendidikan agama di Kecamatan
Klamono Kabupaten Sorong pada dasarnya melaksanakan pembelajaran agama, diantaranya
mata pelajaran agama Islam, Kristen dan Mata pelajaran Katolik ini didasarkan pada latar
belakang agama dari peserta didik yang yang ada pada satuan pendidikan. Standar kompetensi
lulusan mata pelajaran pendidikan agama didasarkan pada standar lulusan minimal dasar dan
menegah. Proses pembelajaran pendidikan agama agama yang berjalan pada satuan
pendidikan menggunakan kurikulum KTSP dan K13 baik pada satuan pendidikan dasar
maupun menengah. Implementasi penggunaan kurikulum sebagai pedoman dalam menyusun
program pembelajaran pada satuan pendidikan di satuan pendidikan sekolah dasar adalah
menggunakan kurikulum KTSP dan K13. Proses pembelajaran pendidikan agama didasarkan
pada standar proses pendidikan meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
pengawasan. Faktor pendukung; Pelaksanaan Pendidikan agama, di antaranya: 1) Adanya
dana BOS, penggunaan dana disesuaikan dengan kebutuhan, 2) Motivasi dan semangat para
pendidik yang terus berupaya agar peserta didik dapat memperoleh pengetahuan, 3) Animo
peserta didik untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Faktor penghambat;di
antaranya: 1) kurangnya tenaga pendidik dan kependidikan, 2) media pembelajaran (buku
pegangan bagi guru, buku paket bagi peserta didik, dan alat belajar, 3) akses sekolah untuk
memperoleh berbagai informasi, telepon maupun akses internet, dan 4) tidak adanya tempat
tinggal bagi guru.
Kata Kunci: pendidikan agama, pelaksanaan, proses, pendidik
Pendidikan Agama di Daerah 3T 128
HASIL DAN PEMBAHASAN
Lokasi Penelitian
Gambaran Umum Kabupaten Sorong
Peta Kabupaten Sorong
Kabupaten Sorong merupakan salah satu kabupaten yang berada
dalam wilayah Provinsi Papua Barat. Ibu kota Kabupaten Sorong terletak di
Aimas dengan luas 13.603 Km2 yang terbagi menjadi lahan seluas 8.457 Km2
dan luas laut seluas 5.146 Km2. Secara geografis Kabupaten ini berbatasan
langsung dengan Kabupaten Raja Ampat di utara dan barat, Kabupaten
Sorong Selatan di selatan, Kabupaten Manokwari di timur. Kabupaten Sorong
terletak pada 000 33’ 42” – 010 35’ 29” lintang selatan dan 1300 40’ 49” – 1320
13’ 48” Bujur Timur.
Nama Kabupaten Sorong diambil dari nama sebuah perusahaan
Belanda yang pada saat itu mengelola dan mengeksploitasi minyak di wilayah
Sorong, yaitu perusahaan dengan singkatan SORONG (Seismic Ondersub Oil
Pendidikan Agama di Daerah 3T 129
Niew Guines). Kabupaten Sorong pada mulanya dibentuk oleh Sultan Tidore
untuk memperluas wilayah kesultanan dengan penunjukan 4 (empat) Raja
yang disebut Kalano Muraha atau Raja Ampat. Keempat raja itu diangkat
sesuai dengan 4 pulau besar yang tersebar dari gugusan pulau dengan
wilayah kekuasaan sebagai berilkut:Raja Fan Gering menjadi Raja di Pulau
Waigeo, Raja Fan Malaba menjadi Raja di Pulau Salawati, Raja Mastarai
menjadi Raja di Pulau Waigama, dan Raja Fan Malanso menjadi Raja di Pulau
Lilinta Misool.
Jumlah penduduk Kabupaten Sorong tahun 2016 adalah 80.699 jiwa
dengan rincian Laki-laki 42.527 dan perempuan 38.182 jiwa. Data
kependudukantersebut diperoleh dari hasil Sensus penduduk
yangdilaksanakan setiap sepuluh tahunsekali. Sensus penduduk
telahdilaksanakan sebanyak enam kali sejakIndonesia merdeka yaitu tahun
1961,1971, 1980, 1990, 2000, dan 2010 padabulan Mei 2010 yang lalu.
Dalampublikasi data penduduk yangdisajikan melalui Badan Pusat Statistik
adalah proyeksi data SensusPenduduk 2010.
Secara administratif, sampai dengan tahun 2017 Kabupaten Sorong
terbagi menjadi 19 distrik, 12 kelurahan serta 121 kampung (belum
mencakup perubahan wilayah Pemerintah Daerah Kabupaten Sorong
sebanyak 33 distrik yang terdaftar). Dilihat dari komposisi jumlah
kampung/kelurahan Distrik Klamono memiliki jumlah kampung terbanyak,
yaitu 13 kampung. Secara keseluruhan jumlah Satuan Lingkungan Setempat
(SLS) terkecil yang ada di Kabupaten Sorong sebanyak 566 Satua Lingkungan
Setempat (BPS, 2017:23).Sementara penduduk berdasarkan agama menurut
data Kementerian Agama Kabupaten Sorong tahun 2013 adalah Kriste 71.816
(46.94 %), Islam 71.513 (46.74%), Katolik 8.952 (5.85%), dan penduduk
Hindu 112 (0.07%). Ketersediaan rumah ibadah untuk mendukung aktivitas
penduduk terdapat 491 rumah ibadah masing-masing rumah ibadah Kristen
sebanyak 200 (gereja 179 dan pospi 21), Islam 227 (masjid 110 dan
mushallah 117), Katolik 25 (gereja 22 dan kapel 3), Budha 38 (pura 3 dan
sanggah 35), dan rumha ibadah Budha terdapat 1 rumah ibadah.
Perkembangan pemeluk agama pada wilayah Papua (yang dulunya
disebut sebagai Afdeeling Nieuw Guinea Barat menjalin kontak dengan
penduduk di sebalah barat wilayahnya. Hubungan antara Tidoren dan
Kepualauan Raja Ampat tersimpan dalam legenda Gurabesi. Menurut legenda
Gurabesi menjadi raja pertama di Waigeo. Pada pemerintahan Gurabesi ini
Pendidikan Agama di Daerah 3T 130
agama Islam menyebar ke wilayah Kepualauan Raja Ampat, sehingga muncul
dugaan bahwa perkawinan Gurabesi dengan Boki Tabiah dilakukan oleh
Tidore dengan tujuan untuk mendorong penyebaran Islam di Nieuw Guinea
Menurut Clercq, 1893:167&165 dalam Sinaga, 2013:256).
Lebih lanjut dalam tulisan Sinaga bahwa menurut laporan
Gezaghebber Onderafdeeling West Nieuw Guinea A.L. Vink, leluhur raja Patipi
dan Fatagar merupakan putra daerah asli Nieuw Guinea, sedangkan Raja
Nomatote merupakan keturunan campuran Goram. Raja Rumbati dan Raja
Ati-Ati merupakan keturunan campuran Seram. Hal ini membuktikan bahwa
penduduk dari diwilayah barat Afdeling Nieuw Guinea telah lama bermukim
di wilayah itu.
Sebelum penegakan pemerintahan colonial belanda di Neiuw Guinea,
para pedagang Ternate telah melakukan hubungan dagang dengan penduduk
Waigeo dan pantai Utara Salawati (dewasa ini Salawiti merupakan salah satu
kecamatan yang ada di Kabupaten Sorong). Sementara para pedagang dari
Seram melakukan hubungan dagang dengan penduduk pantai selatan
Salawati dan Misool. Pertemuan penduduk pantai Kepulauan Raja Ampat
dengan para pedagang dari Seram, Bugis-Makassar, Tidore dan Ternate
menyebabkan mereka banyak yang masuk Islam. Para pedagang Seram dan
Bugis juga banyak melakukan perdagangan dengan penduduk Teluk Mac
Cluer dan sekitarnya. Melalui pengaruh dari para pedagang Bugis dan Seram
di Teluk Mac Cluer banyak penduduk setempat yang masuk Islam (Stibbe,
1919:34-4 dalam Sinaga, 2013:256). Dengan demikian Islam lebih dulu
masuk dari pada agama Kristen ke Nieuw Guinea khususnya Guinea bagian
Barat (Papua Barat).
Keseharian masyarakat di Kabupaten Sorong yang beragam
menggunakan berbagai bahasa di samping bahasa setempat Bahasa Papua,
Bahasa Indonesia, Bahasa Jawa, Bahasa Bugis Makassar dan bahasa
lainnya. Secara umum untuk Provinsi Papua Barat tercatar 310 bahasa yang
digunakan dengan 67 suku yang tersebar pada semua kota/kabupaten yang
ada. Bahasa-bahasa yang digunakan secara local terdapat 67 bahasa
diantaranya Maybrat, Biga, Seget, Duriankere, Ma’ya, Maden, Biak, Kawe,
Wauyai, Legenyem, Waigeo, Moi, As, Moraid, Abun, Karon Dori. Mpur, Meyah,
Hatam, Manikion, Wandame, Arandai, Maskona, Kaburi, Kais, Mai Brat,
Tehit, Kalabra, Konda, Yahadian, Suabo, Puragi, Kokoda, kemberano,
Tanahmerah, Erokwanas, Bedoanas, Arguni, Sekar, Onin, Iha, Baham, Karas,
Pendidikan Agama di Daerah 3T 131
Uruangnirin, Mor, Irarutu, Kuri, Mairasi, Buruai, Kamberau, Kowiai, Semimi,
Mer, Kamoro, Ekari, Tuanggare, Iresim, Yaur, Yeretuar, tanfia, Roon, Dusner,
Moeswar, Ansus, Woi, Pom, dan Mapia (Sujadi. dkk, 2013: 46).
Kabupaten Sorong sebagai salah satu kabupaten yang cukup
berkembang, menjadi daya tarik bagi imigran untuk hidup dan menetap di
kabupaten ini. Penduduk Kabupaten Sorong terdiri dari penduduk asli dan
migran. Masyarakat adat di Kabupaten Sorong dapat dibagi menjadi beberapa
kelompok, yaitu: 1). Suku Moi, terdiri dari suku Klabra, Karon, Madik, Kebar,
Keboro, dan Yaun, yang tersebar di Kaki, Abun, Sausafor, Moraid, Makbon,
Aimas, Salawati, Seget, Segun, Beraur, Klamono, dan Sayosa Districts; 2).
Suku Maibrat, terdiri dari suku Meimere/Make, Meite, dan Meimaru, yang
tersebar di Distrik Aimas dan Salawati; 3). Suku Inanwatan, terdiri dari suku
Mate Mani, Puragi, Oderau, Kaiso, dan Samaun, yang tersebar di Distrik
Aimas dan Salawati; dan 4). Suku Tehit, terdiri dari suku Sawiat, dan suku
Ogit, yang disebutkan di Distrik Aimas dan Salawati.
Gambaran Umum Layanan Pendidikan Daerah 3t Di Kabupaten Sorong
Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sorong
Ketersediaanlembaga pendidikan di Kabupaten Sorong secara
keseluruhan berjumlah 222 lembaga/satuan pendidikan baik negeri maupun
swasta mulai dari jenjang pendidikan dasar maupun menengah untuk jenjang
Pendidikan Sekolah Dasar (SD) negeri/swasta terdapat 138 sekolah, SMP
terdapat 51 sekolah, dan SMA hanya 1 sekolah. Satuan Pendidikan tersebut
tersebar di beberapa kecamatan/distrit di Kabupaten Sorong.
Tabel 1 Jumlah Satuan Pendidikan Di Kabupaten Sorong
NO Kecamatan SD SMP SMA SMK JUM
N S JUM N S JUM N S JUM N S JUM
1
2
3
4
5
6
Makbon
Beraur
Klamono
Salawati
Mayamuk
Seget
5
3
7
9
8
4
4
2
3
3
6
3
9
5
10
12
14
7
2
2
3
3
2
1
0
0
0
3
5
0
2
2
3
6
7
1
1
1
1
1
3
1
0
0
0
1
5
0
1
1
1
2
8
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
2
1
0
12
8
14
22
30
9
Pendidikan Agama di Daerah 3T 132
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Segun
Salawati
Selatan
Aimas
Sayosa
Klabot
Klawak
Maudus
Mariat
Klayili
Klaso
Mosegen
Mega
Morait/Mega
5
5
15
5
2
3
1
7
3
2
6
1
1
1
2
7
0
1
0
2
7
2
0
1
0
2
6
7
22
5
3
3
3
14
5
2
7
1
3
1
2
5
2
0
1
0
2
2
1
3
0
1
0
0
6
0
1
0
0
3
0
0
0
0
0
1
2
11
2
1
1
0
5
2
1
3
0
1
1
1
2
0
0
0
0
1
0
0
0
1
0
0
0
3
0
0
0
0
2
0
0
1
0
0
1
1
5
0
0
0
0
3
0
0
1
1
0
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
4
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
8
10
42
7
4
4
3
22
7
3
11
2
4
Jumlah 92 46 138 33 18 51 14 12 26 2 5 5 222
Sumber data: Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong 2018
Jumlah satuan pendidikan madrasah dan jumlah guru untuk
Kabupaten Sorong berdasarkan data Kementerian Agama tahun 2017.
Tabel 2 Jumlah Madrasah dan Guru tahun 2017
Ket RA MI MTs MA
N S JUM N S JUM N S JUM
Jumlah
Sekolah
12 1 10 11 1 8 9 1 5 6
Jumlah
Guru
- 105 116 58
Sumber data: Kementerian Agama Kabupaten Sorong 2017
Satuan pendidikan di Kabupaten Sorong cukup banyak khususnya
untuk tingkat satuan pendidikan dasar, sementara untuk tingkat pendidikan
menengah masih sangat kurang demikian juga satuan pendidikan kejuruan.
Peserta Didik, Jumlah Guru dan Rasio Peserta Didik-Guru
Keberadaan jumlah peserta didik di Kabupaten Sorong pada dasar dan
menengahjenjang pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
Pendidikan Agama di Daerah 3T 133
Tabel 3 Jumlah Peserta Didik, Guru, dan Rasio Peserta Didik Pada
Semua Jenjang Pendidikan di Kabupaten Sorong NO Kecamatan SD SMP SMA
PD Guru Rasio
PD-G
PD Guru Rasio
PD-G
PD Guru Rasio
PD-G
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
Makbon
Beraur
Klamono
Salawati
Mayamuk
Seget
Segun
Salawati
Selatan
Aimas
Sayosa
Klabot
Klawak
Maudus
Mariat
Klayili
Klaso
Mosegen
Mega
Morait/Mega
1008
563
1444
2456
2449
1377
502
996
7379
573
288
305
138
1729
341
123
667
-
-
73
41
124
240
212
57
40
48
518
34
15
15
7
19
27
10
76
-
-
84.00-12.30
80.43-13.73
111.08-11.65
122.80-10.23
122.45-11.55
153.00-24.16
62.75-12.55
99.60-20.75
204.97-14.24
81.86-16.85
72.00-19.20
76.25-20.33
46.00- 19.71
123.50-91.00
48.71-12.63
41.00-12.30
60.64-8.78
-
-
751
496
917
1259
1363
1047
406
738
3298
517
231
277
000
1144
290
103
501
-
-
12
22
57
97
73
12
9
20
173
22
6
4
0
47
16
4
39
-
-
375.50-62.58
248.00-22.55
305.67-16.38
251.80-12.98
340.75-18.67
1047-87.25
406-45.11
369-36.90
412.25-19.06
258.50-23.50
231.38.50
277-69.25
000
381.33-24.34
145-18.13
51.50-25.75
000
51.50-25.75
8
0
17
31
25
13
10
10
75
0
0
0
0
0
0
0
9
-
-
75
0
177
316
303
91
27
78
798
0
0
0
0
0
0
0
68
-
-
75.00-9.38
0
177-10.41
158-10.19
151.50-12.12
91.00-7.00
27.00-2.70
78.00-7.80
199.50-10.51
0
0
0
0
0
0
0
68.007.56
-
-
Sarana Rombongan Belajar (Ruang Kelas)
Ketersediaan srana ruang kelas sebagai tempat belajar bagi peserta
didik secara keseluruhan yang ada di Kabupaten Sorong.
Tabel 4 Jumlah Sarana Rombongan Belajar (Ruang Belajar)
NO Satuan Pendidikan Jumlah Rombel
1 SD 701
2 SMP 171
3 SMA 104
4 SMK 48
5 MI 52
6 MTs 31
7 MA 18
Jumlah 1125
Program Peningkatan Tenaga Pendidik
Penempatan Guru Garis Depan
Guru Garis Depan (GGD) yang merupakan program pemerintah pusat
Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan. Program GGD sudah berjala dua
Pendidikan Agama di Daerah 3T 134
angkatan yakni angkatan 2016 dan angkatan 2016.Tahun 2016 seleksi bagi
calon GGD yang telah mengikuti Pendidikan Profesi Guru (PPG) dan lulus
dilakukan terhadap 6296 sarjana. Hasil seleksi GGD tersebut tiba dan
ditempatkan pada tahun 2017. Untuk Kabupaten Sorong sebagai salah satu
wilayah 3T juga menerima penempatan dari GGD tersebut. Selain program
GGD tersebut Kabupaten Sorong juga menerima penempatan dari Sarjana
Mendidik 3T beberapa angkatan.Penempatan dari SM 3T tersebut dilakukan
di seluruh kecamatan/distrik yang ada di Kabupaten Sorong.
Menurut Romanus Rasid, M.Pd (Kasub PTK Dinas Pendidikan
Kab.Sorong) “bahwa SM 3T terdominasi sarjana dari perkotaan, sementara
dari sarjana atau sumber daya lokal atau putra daerah sendiri kurang
informasi disebabkan akses yang sulit, hal ini juga bisa menimbulkan
kecemburuan sarjana di daerah. Di samping itu, persyaratan yang yang tidak
terpenuhi misalnya akreditasi prodi dan perguruan tinggi, ipk yang tidak
memenuhi standar persyaratan dan sudah menikah serta umur yang
tetapkan sebagai persyaratan, hal ini yang tidak memenuhi bagi sarjana lokal
(wawancara, 24/07/2018).
Daftar Guru Garis Depan yang telah di tempatkan di Kabupaten
Sorong adalah:
Tabel 5 Penempatan Guru Garis Depan Di Kabupaten Sorong
NO Kecamatan/
Distrik
Satuan Pendidikan Jumlah GGD
1 Klabot SD Inpres 10
SMP YPK Satap Buk
2
2
2 Beraur SD Inpres 47
SMPN 27
2
3
3 Klamono SDN 10
SMP 15
1
1
4 Klaso SDN 19
SDN 20
1
1
5 Klawak SD Inpres 45
SD Inpres 56
SMPN 21
2
1
1
Pendidikan Agama di Daerah 3T 135
6 Klayili SD Inpres 6
SD YPK Satap Klayili
SMPN Satap Klayili
1
1
1
7 Makbon SD YPK Sion Dela
SMPN 24
2
1
8 Mariat SD Inpres 19 1
9 Mayamuk SMPN 2 1
10 Moisegen SMPN 22 2
11 Moraid SMPN 7 1
12 Moudus SD Inpres 2
13 Salawati SMPN 16 1
14 Salawati Selatan SD Inpres 37
SD Inpres 5
SD Inpres 9
SDN 15
SD YPK Sakapul
SMPN 17
SMPN 28
1
1
1
1
1
1
1
15 Sayosa SD Inpres 52
SD Inpres 7
SD Inpres 8
SD Inpres 23
SMPN 23
1
1
1
1
3
16 Seget SD YPK Tanjung Suka
SMPN 5
1
1
17 Segun SD Inpres 30
SD Inpres 57
1
1
Jumlah 49 Sumber Data: Bidang PTK Dinas Pendidikan Kab.Sorong 2018
Pendidikan Agama di Daerah 3T 136
Keberadaan guru-guru ini setidaknya dapat menutupi kekurangan
guru pada satuan pendidikan baik yang ditempatkan di sekolah dasar
maupun di sekolah menengah pada daerah-daerah terdepan, terluar dan
tertinggal. Selain ini, para GGD ini juga mendapat tunjangan daerah
tertinggal satu kali gaji pokok dan juga mendapat tunjangan lauk pauk.
Melalui Kementerian Pendidikan dan Kubudayaan telah
memprogramkan dan telah dianggarkan setiap tahunnya sekitar Rp.3,1
Triliun yang diperuntukkan bagi pembangunan mislanya Unit Sekolah Baru
(USB), Ruang Kelas Baru (RKB), rehab bagi bangunan lama, revitalisasi,
termasuk gizi anak sekolah dengan Program Gizi Anak Sekolah”.
Wadah MGMP dan KKG
Wadah Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) bagi sekolah
menengah menjadi Lembaga yang menyatukan guru-guru berdasarkan mata
pelajaran. Di Kabupaten Sorong wadah ini rutin dilakukan setiap minggu.
Masing-masing wadah MGMP ini menyusun rencana dan memiliki program
tersendiri. Pihak Dinas Pendidikan Kabupaten turut mengambil bagian dalam
kegiatan-kegiatan yang diselenggarakan oleh masing-masing MGMP.
Keterlibatnya pihak terkait dalam bentuk sebagai narasumber atau sebagai
wadah untuk melakukan sosialisasi berbagai aturan dan peraturan baru.
Demikian halnya pada Kelompok Kerja Guru (KKG) sekolah dasar juga
melakukan kegiatan yang sama dengan program MGMP kabupaten.
Pelaksanaan MGMP dan KKG dilakukan di sekolah-sekolah yang ditunjuk
atau yang telah ditentukan, tetapi dominan dilakukan di sekolah-sekolah di
ibukota kabupaten. Masing-masing MGMP dan KKG memiliki struktur
kepengurusan yang dipilih berdasarkan musyawarah bersama.
Pelatihan Bagi Kepala sekolah
Upaya bagi peningkatan tenaga pendidik dan kependidikan oleh Dinas
Pendidikan Kabupaten Sorong telah dilakukan, beberapa kegiatan yang telah
dilakukan oleh Dinas Pendidikanadalah pelatihan dan pembinaan
peningkatan kapasitas kepala sekolah telah dilakukankepada sekitar 30
orang kepsek tahun 2016. Program lainnya terutama bagi tenaga pendidik
adalah akan dilakukan sekitar 50 tenaga pendidik dengan bekerjasama
dengan Lembaga Pengembangan LP2K sesuai dengan petunjuk Peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan. Untuk wilayah Papua Baru Kabupaten
Pendidikan Agama di Daerah 3T 137
Sorong merupakan salah satu yang telah melakukan kegiatan ini. Untuk
kegiatan pelatihan ini masih terdapat lebih kurang 140 tenaga pendidik pada
jenjang TK, SD, dan SMP yang belum ikut dalam pelatihan ini.
Selain itu, tuntutan bagi kepala sekolah pada tahun 2019 yang
mengharuskan kepala sekolah juga memiliki standar sertifikasi juga menjadi
agenda dari bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong sebagai upaya dalam
meningkatkan integritas kompetensi kepala sekolah.
Pembinaan bagi peningkatan kompetnsi guru yang berkelanjutan
sebagai upaya dalam meningkatkan mutu pendidikan juga menjadi perhatian
bagi Dinas Pendidikan Kabupaten Sorong.
Ketersediaan Tenaga Pendidik (guru) Pendidikan Agama
Pada aspek ketersediaan tenaga pendidik mata pelajaran pendidikan
agama di Kabupaten Sorong secara umum belum merata pada satuan
pendidikan mengingat dalam beberapa tahun terakhir tidak adanya
pengangkatan bagi pendidik khususnya mata pelajaran agama pada semua
agama.Selanjutnya dapat digambarkan pendidik mata pelajaran agama di
Kabupaten Sorong.
Guru Pendidikan Agama Islam
TK SD SLTP SLTA SMK Jumlah PNS Non PNS
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Manokwari 3 43 20 9 4 79 48 31
2 Kabupaten Sorong 0 30 18 9 5 62 52 10
3 Fak- fak 1 87 30 7 7 132 114 18
4 Sorong Selatan 6 17 11 4 4 42 28 14
5 Kaimana 0 30 11 5 2 48 35 13
6 Teluk Wondama 0 0 3 2 1 6 6 0
7 Teluk Bintuni 0 23 16 5 1 45 33 12
8 Raja Ampat 6 13 12 11 4 46 38 8
9 Maybrat 0 0 0 0 0 0 0 0
10 Tambrauw 0 0 0 0 0 0 0 0
11 Kota Sorong 2 53 18 7 8 88 63 25
18 296 139 59 36 548 417 131
Kabupaten/Kab Se Papua Barat Tahun 2017
Status Kepegawaian
JUMLAH
Tempat BertugasKab./KotaNo.
Guru Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Menurut Tempat Bertugas
Guru Pendidikan Agama Budha
Guru pendidikan agama Budha di Kabupaten Sorong yang merupakan
pegawai negeri sipil Kementerian Agama hanya satu orang yakni Budi
Wardono, S.Pd merupakan guru Agama Budha di SD Inpres 13 Kabpaten
Sorong Jalan Nangka.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 138
Guru Pendidikan Agama Hindu
Guru agama Hindu terdapat tiga PNS dan satu orang Non PNS orang
yakni:
• Kasiyatun (S1) Guru SD Inpres 32 Kabupaten Sorong. Status
kepegawaian PNS
• Ni Nyoman Budiani (S1) guru SD Inpres 13 Kabupaten Sorong.
Status kepegawaian PNS
• Gusti Ayu Putu Raka Pratiwi (S1) bertugas di SMAN 2 Kabupaten
Sorong. Status kepegawaian non PNS
• Gusti Ayu Made Rai ratih (S1) guru SMAN 1 Aimas Kabupaten
Sorong. Status kepegawaian non PNS.
Guru Pendidikan Agama Katolik
Jumlah tenaga guru bagi pendidikan agama Katolik secara keseruhan
berjumlah 32 orang yang merupakan guru PNS, honorer dan relawan.
• Guru PNS SD 8 orang, SMP 2 orang, dan SMA 2 orang.
• Guru honor SD 5 orang, SMP 5 orang dan SMA 2 orang
• Relawan SD 6 orang dan SMP 2 orang.
Guru Pendidikan Agama Kristen
Keberadaan guru Pendidikan Agama Kristen di Kabupaten Sorong
sebanyak 180 orang dan hanya terdapat 10 orang yang merupakan tenaga
honorer di SD, SMP, dan SMA.nGuru SD 60 orang (PNS/ Non PNS) dan
SMP/SMA 120 orang (PNS/Non PNS).
Pengawas Pendidikan Agama Kabupaten Sorong
Tugas dan fungsi kepengawasan yang menjadi ujung tombak bagi
pelayanan Pendidikan dengan tujuan untuk mengontrol dan memberi
masukan kepada guru-guru agama secara rutin dan intens harus terus
dijalankan dan ditingkatkan. Dalam mendukung kegiatan kepengawasan ini
jumlah tenaga pengawas yang ada di kementerian Agama Kabupate Sorong
dapat dikategorikan sangat kurang jika dibandingkan dengan jumlah dan
satuan Pendidikan yang ada. Sejauh ini keberadaan pengawas berdasarkan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 139
agama diantaranya; pengawas Katolik 1 orang,Pengawas Kristen 2 orang, dan
pengawas Pendidikan Agama Islam 5 Orang. Dengan melihat keberdaan
jumlah pengawas dan membandingkan dengan jumlah satuan Pendidikan
yang ada ini sangat kekurang mengingat pentingnya tugas dan fungsi
kepengawasan.
Tabel 6 Jumlah Pengawas Berdasarkan Agama
NO KOTA/KAB JUM AGAMA
ISLAM KRISTEN KATOLIK HINDU BUDHA
1 Kab. Manokwari 3 - 3 - - -
2 Kab. Sorong 8 5 2 1 - -
3 Kota Sorong 5 3 4 2 - -
4 Kab. Sorong Selatan 8 - 4 1 - -
5 Kab.Fakfak 8 5 2 1 - -
6 Kab. Kaimana 1 - 1 - - -
7 Kab. Raja Ampat 1 1 - - - -
8 Kab. T. Wondama - - - - - -
9 Kab. T. Bintuni 1 - 1 - - -
10 Kab. Maybrat - - - - - -
11 Kab. Tambraw - - - - - -
JUMLAH 36 14 17 5 - -
GAMBARAN UMUM LAYANAN PENDIDIKAN SATUAN PENDIDIKAN DI
KECAMATAN KLAMONO
Dalam lingkup kecamatan/distrik berdasarkan kriteria daerah
tertinggal dari 19 distrik salah satu sampel kecamatan/distrik adalah
Kecamatan Klamono. Di Kecamatan Klamono terdapat 13 satuan pendidikan
yang terdiri atas SD negeri/swasta terdapat 9 sekolah, SMP negeri 3 Sekolah,
dan SMA negeri 1 sekolah. Gambaran satuan Pendidikan yang ada di
kecamatan/distrik adalah:
1. SD Inpres 26 Jl. Tut Wuri Kalmono
2. SD Inpres 60 Jl. Klawagi SP. I Rt.001 Rw 001 Wonosari
3. SD Inpres 10 Jl. Trans Klagulu SP.III
4. SD Inpres 11 Jl. Kalmono SP.III
5. SD negeri 12 Maladuk
Pendidikan Agama di Daerah 3T 140
6. SD Negeri 9 Jl. Klamono SP.II Malajapa
7. SD YPK Eden Kepala Sawit Jl. Sorong Klamono Gisim Darat
8. SD YPK Eucaristia Klamono Jl. Idik Komp.Pertamnina Klamono
9. SD YPK Klawana Jl. Masuat Klawana
10. SMA Negeri 4 Jl. Andolon Klawana
11. SMP Negeri 15 Jl. Sudirman Malasigit SP.II
12. SMP Negeri 18 Jl Klamono KM.42 Kepala Sawit Gisim Darat
13. SMP Negeri 6 Jl. Tut Wuri Klamono 02 Klamon.
Sebagai sampel sasaran sekolah yang diambil diantaranya adalah SMP
Negeri 15, SD Negeri 9 dan SD Negeri 60 Kabupaten Sorong. Pada awalnya
ketiga satuan Pendidikan ini berada dalam satu wilayah kamupung yakni
Kampung Malasigit Distrit Klamono. Sejak tahun 2017 terjadi pemekaran
distrik untuk SMP 15 dan SD 9 berada dalam wilayah Distrik Malabotom,
tetapi dalam data dan identitas masing-masing sekolah masih menggunakan
Distrik Klamono.
SMP Negeri 15 Kabupaten Sorong
Foto: SMP Negeri 15 Kabupaten Sorong
SMP Negeri 15 Kabupaten Sorong beralamat di jalan Jenderal
Sudirman Kampung Malasigit SP. II Kecamatan Klaomono Kabupaten Sorong.
SK pendirian Nomor 200 tahun 2010 tanggal SK pendirian 27 September
Pendidikan Agama di Daerah 3T 141
2010. Tanggal ini juga merupakan tanggal SK operasional sekolah. Status
akreditasi sekolah adalah B dengan nomor akreditasi 002/BAN-
SM/LL/X/2014. Luas tanah yang dimiliki sekolah adalah 20.000 m2.
Dewasa ini SMP ini berada pada wilayah Kampung Megakarta
Kecamatan Malabotom, hal ini disebabkan adanya pemerkaran dari wilayah
Distrik Klamono.Selama berdirinya SMP 15 telah dikepalai oleh dua kepala
sekolah yakni Bapak Nursarananto, S.Pd dan Bapak Luth Weal, S.Pd, M.Pd.
SMP 15 awalnya adalah SMP 2 yang berubah pada tahun 2016.
Tenaga pendidik dan kependidikan SMPN 15 secara keseluruhan
adalah 8 orang yang terdiri 6 orang guru PNS dan 2 orang Non PNS. Dengan
kualifikasi tenaga pendidik semuanya merupakan sarjana S1 5 orang dan S2
1 orang dan untuk tenaga kependidikan 2 orang yang merupakan tamatan
SMA/sederajat.
Jumlah siswa yang terdaftar di SMP Negeri 15 untuk tahun ajaran
2018-2019 sebanyak 77 peserta didik. Peserta didik berdasarkan agama
adalah Islam 41 peserta didik, Kristen 29 orang dan Katolik 9 orang.
Latar belakang peserta didik berdasarkan kesukuan adalah sangat
beragam merupakan penduduk lokal dan pendatang. Letak dari SMP ini
berada pada wilayah transmigrasi yang berasal dari pulau Jawa pada tahun
1976. Suku-suku dari pulau Jawa cukup mendominasi siswa di sekolah ini.
Di samping suku Jawa juga terdapat transmigrasi lokalan sekitar Papua
Barat. Keragaman ini sangat menusantara meskipun berada jauh didaerah
yang terkategorikan terpencil ini. Di samping penduduk asli diantaranya suku
Moi, suku Klabra umumnya siswa didominasi oleh peserta didik yang berasal
dari suku-suku Jawa (Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sunda, dan
lain-lain), juga terdapat peserta didik yang berasal dari Ternate, Serui, Seram,
Kupang, Merauke, Ambon, Biak, dan lain-lain.
Pada aspek latar belakang pekerjaan orang tua peserta didik dan
masyarakat di Distik Malabotom adalah pertanian khususnya menanam rica
(Lombok) dan tanaman sayur mayur. Di samping itu, kekayaan alam Distrik
Klomono Kabupaten Sorong masih banyak menyimpan potensi hutan yang
memiliki pohon kayu hitam/kayu besi. Menjadi potensi yang luar biasa dan
dapat dimanfaatkan dengan batas-batas tertentu oleh berbagai pihak. Potensi
lain yang dimiliki kabupaten ini adalah potensi alam minyak bumi khususnya
Pendidikan Agama di Daerah 3T 142
di Distrik Klaomono yang belum dikelola secara massal. Potensi ini telah
diketahui sejak zaman Belanda berkuasa.
Kemitraan yang berjalan selama ini antara sekolah dengan pihak lain
belum menjangkau secara luas. Beberapa kegiatan yang pernah berjalan
adalah kemitraan dengan Puskesmas pada aspek kesehatan baik pemberian
materi tentang kesehatan maupun pemeriksaan kesehatan bagi guru dan
peserta didik. terutama penyakit malarian yang sangat terkenal dan ditakuti
khususnya di wilayah dan daerah pedalaman.
Kemitran untuk kantin sekolah, meskipun hanya untuk memenuhi
bagi peserta didik untuk jajan-jajan makanan ringan. Hal ini mengantisipasi
berbagai macam makanan yang tidak dijamin kesehatannya. Seperti kasus
keracunan yang pernah terjadi pada peserta didik beberapa tahun yang lalu.
Kemitraan dengan Komite sekolah. Untuk tahun ajaran 2018/2019
belum dilakukan pembentukan komite baru. Kemitraan dengan komite
sekolah sangat penting mengingat komite ini sangat memiliki andil bagi
kesukses program-program yang telah diputuskan secara bersama sekolah
dan komite. Terutama dukungan bagi kelancaran proses pembelajaran. Salah
satu dukungan yang telah diberikan oleh orang tua siswa melalui komite
adalah pengadaan fasilitas bangku dan meja yang telah rusak.
Fasilitas lain jika didasarkan pada standar minimal pendidikan dasar
adalah keterpenuhan laboratorium. Tahun 2017. sekolah telah menerima
bantuan peangkat laboratorium IPA yang cukup lengkap, alat praga biologi,
alat praga beberapa alat music.. Fasilitas laboratorium ini belum
dimanfaatkan disebaban belum adanya ruangan yang diperuntukkan bagi
alat-alat laborotaorium ini. Bantuan ini awalnya juga menyertakan
pembangunan gedung atau ruangan setelah mendapatkan alat
laboratoriumnya.
Prestasi yang pernah diraih SMP 15 diantaranya juara III oOSN tahun
2016 dan juara II tahun 2015.
SD Negeri 9 Kabupaten Sorong
Pendidikan Agama di Daerah 3T 143
Foto: SD Negeri 9 Kabupaten Sorong
SD Negeri 9 kabupaten Sorong beralamat di jalan Pendidikan Klamono
SP II Kampung Malajapa Kecamatan Klamono. NPSN 60401336. SD ini berdiri
pada tahun 1998 dangan status akreditasi C pada tanggal 01 Januari 2015.
SK izin Operasional sekolah Nomor: 421.2/130/2014. Luas tanah yang
dimiliki SDN 9 adalah 10.000 m2. SDN 9 merupakan sekolah yang berbentuk
panggung mungkin satu-satunya di Kabupaten Sorong dan hanya memilik
tiga ruangan kelas yang masing-masing disekat satu ruangan ditempati
menjadi dua kelas, selama ini belum pernah mendapatkan bantuan atau
tambahan ruang kelas. Bantuan pembangunan dapat diberikan dengan
melihat jumlah siswa dan tenaga pengajar.
Siswa yang terdaftar pada sekolah ini tahun ajaran 2018-2019
sebanyak 54 orang. Berdasarkan agama peserta didik Islam sangat
mendominasi yakni sebanyak 33 orang, Katolik 11 orang dan Kristen 10
orang. Latar belakang orang tua peserta didik 99% adalah petani, hanya 1
orang yang PNS. Asal orang tua peserta didik merupakan penduduk
transmigrasi dan pendatang, diantarnya Jawa, Batak, Ternate, Ambon,
Teminabuan, Suku Moi, Klabra, Merouke, dan lain-lain.
Jumlah tenaga pendidik dan tenaga pendidik SDN 9 adalah 8 orang
pendidik dan satu diantaranya merupakan tenaga pendidik. Tenaga pendidik
tersebut semuanya merupakan guru kelas dan hanya satu orang yang
merupakan guru mata pelajaran. Latar belakang pendidikan tenaga pendidik
SDN 9 adalah semua merupakan sarjana S1.
Selain itu SD 9 menerima PROGRAS (Program Gizi Anak Sekolah). Oleh
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Pusat berkerjasama dengan Pangan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 144
Dunia sudah berjalan dua tahun 2017-2018. Diberikan persiswa, ke rekening
sekolah, Rp.15.000 persiswa setiap hari. Pemberian ini diawali dengan
pelatihan bagi sekolah penerima terkait pengelolaan dari program ini
admiistrasi dan menu-menu yang harus sesuai dengan menu yang telah ada.
Tahun 2017 di Kabupaten Sorong terdapat 83 sekolah yang mendapat
bantuan Progras. Tahun 2018 hanya 10 sekolah untuk Kabupaten Sorong
yakni di Distrik Aimas 5 sekolah dan Distrik Kalmono 5 sekolah. Kriteria
sekolah penerima program ini ditentukan oleh pusat(wawancara dengan
Yermina Latupeirissa, S.Pd. SD (Kepsek SDN 9 Kab. Sorong), 29.07/2018).
Bantuan lain adalah biaya Pendidikan gratis melalui dana Bantuan
Indonesia Pintar BIP melalui BOSDA untuk kelengapan peserta didik
mendapat empat pakaian (pakai merah putih, pramuka, batik, dan olahraga).
SD Negeri 60 Kabupaten Sorong
SD Negeri 60 Kabupaten Sorong berada di Jalan Klawagi SP.IRT 001
RW 001 Desa Wonosari Kecamatan Klamono. Sekolah in berdiri pada tahun
1998. SD ini terakreditasi C pada tanggal 22 Desember 2013. Luas tanah
yang dimiliki sekolah adalah 20.000 m2.
Jumlah peserta didik di SDN 60 sebanya 101 orang, berdasarkan
agama Islam 37 orang, Katolik 5 orang dan Kristen 49 orang. Masyarakat
dilingkungan sekolah adalah Jawa, Ternate, NTT, dan suku-suku asli Papua
diantaranya suku Moi, marga Mambringgofale dan marga Domine Edward
Osok (DEO). Sekolah ini juga berada dilingkungan transmigrasi.
Jumlah tenaga pendidik di SD ini adalah sebayak 7 orang semua
merupakan PNS dan tenaga 2 orang honorer.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 145
Foto:SD Negeri 60 Kabupaten Sorong
Toleransi cukup kental di kampung Malajapa, Malasigit dan
Megatarum, tempat di mana satuan pendidikan yang menjadi sasaran tempat
satuan pendidikan berada. Di kampung ini terlihat dikalangan penduduk
belum pernah terjadi perselisihan, demikian juga untuk antar siswa belum
pernah ada tawuran. Demikian tenggang rasa toleransi terlihat ketika saling
mengunjungi ketika ada perayaan hari-hari lebaran atau natalan. Dan setiap
tahunnya diadakan halal bi halal bagi semua warga distrik di Klamono.
Perayaan lain adalah menyambut perayaan 17 Agustusan yang
dimeriahkan dengan berbagai perlombaan oleh raga. Satuan pendidikan yang
ada menjadi lokasi tempat perayaan dalam memeriahkan hari kemerdekaan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 146
SDN 9 merupakan sekolah yang paling sering ditempat untuk mengadakan
perlombaan.
Beberapa perlombaan yang sering di lakukan sepak bola, voly ball,
panjat pinang, tarik tambang dan bagi ibu PKK dilakukan lomba memasak
makan tradisional (makanan khas Papua) dengan biaya di tentukan.
Rp,150.000 tahun lalu dan tahun 2018 lomba membuat kue dengan biaya
50.000.
Perayaan ini dilakukan oleh seluruh komponen sekolah dan masyarakt
demikian juga pertandingan yang dilakukan antar sekolah dan antar
kampung.
PEMBAHASAN
Pembelajaran Pendidikan Agama Pada Pendidikan Dasar Daerah 3T Di
Kecamatan Klamono Kabupaten Sorong
Peran penting dari mata pelajaran agama bagi peserta didik sangatlah
besar. Mencerdaskan dan membekali peserta didik dengan nilai-nilai religius
merupakan salah satu tujuan dari pendidikan agama. Implementasi
pendidikan agama pada satuan pendidikan didasarkan pada standar dan
tujuan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.Melalui Peraturan Pemerintah
Nomor 19 tahun 2005 tentang standar nasional pendidikan ditetapkan
beberapa standar. Diantara ketentuan standar tersebut diantaranya: standar
isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standar tenaga pendidik dan
tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana, standar pengelolaan,
standar pembiayaan dan standar penilaian.
Pendidikan agama yang berjalan pada satuan pendidikan agama di
Kecamatan Klaomono (khsusnya pada tiga sekolah sasaran diantaranya
SMPN 15, SDN 9, dan SDN 60) pada dasarnya melaksanakan pembelajaran
agama, diantaranya mata pelajaran agama Islam, Kristen dan Mata pelajaran
Katolik). Hal ini didasarkan pada latar belakang agama dari peserta didik
yang yang ada pada satuan pendidikan yang menjadi sasasaran penelitian.
Standar kompetensi lulusan mata pelajaran pendidikan agama tingkat
Sekolah Dasar dan Sekolah Menegah Pertama berdasarkan agama peserta
didik (Islam, Kristen, dan Katolik) pada SMP 15, SD 9, dan SD 60 didasarkan
pada standar lulusan. Standar lulusan yang minimal dipeoleh peserta didik
SD dan SMP adalah:
Pendidikan Agama di Daerah 3T 147
Standar Lulusan Tingkat Sekolah Dasar (SD)
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Harapan dan tujuan yang ingin diperoleh dan dimiliki oleg peserta
didik setelah tamat dari pendidikan dasar dari mata pelajaran pendidikan
agama Islam adalah: peserta didik mampu 1). Menyebutkan, menghafal,
membaca dan menafsirkan surat-surat pendek dalam Al-Qur'an, dari surat
Al-Fatihah ke Surat Al-'Alaq, 2). Mengetahui dan percaya pada aspek harmoni
dari iman kepada Allah untuk iman dalam Qadha dan Qadar, 3) Dipuji dalam
kehidupan sehari-hari dan menghindari perilaku tercela, 4). Mengetahui dan
melaksanakan rukun Islam dari pemurnian (thaharah) ke zakat dan
mengetahui prosedur untuk melaksanakan Haji, 5). Menceritakan kisah para
nabi dan mengambil contoh dari cerita dan menceritakan kisah dari tokoh-
tokoh orang tercela dalam kehidupan nabi.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen
Mata pelajaran pendidikan agama Kristen, tujuannya: 1). Memahami
kasih Tuhan melalui keberadaannya, 20. Menanggapi cinta Tuhan dengan
mencintai orang tua, keluarga dan teman-teman, 3). Menyembah Tuhan
sebagai ucapan syukur melalui doa dan membaca Alkitab, 4).
Mempertahankan ciptaan Tuhan lainnya dalam kehidupan sehari-hari.
Mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik
Mata pelajaran ini bertujuan untuk: 1). Peserta didik menggambarkan
pengertian pribadi mereka sebagai anugerah dari Tuhan dan mengungkapkan
rasa syukur mereka dengan berdoa, bernyanyi dan melakukan perbuatan
nyata, 2). Siswa memahami dan mengasihi Tuhan sebagai Pencipta dan
Penyelenggara Bapa sebagaimana diceritakan oleh Perjanjian Lama dan Kitab
Suci Perjanjian Baru dan meniru Yesus Kristus sebagai Juruselamat hidup
manusia, 3). Siswa memahami Gereja sebagai persekutuan dari Umat Tuhan
dan sebagai sakramen keselamatan yang dikirim ke dunia dan Roh Kudus
yang dikirim oleh Yesus sebagai jiwa Gereja yang selalu menyertainya, 4).
Siswa memahami kehidupan iman yang terlibat dalam masyarakat sebagai
manifestasi dari iman mereka.
Standar lulusan yang ditetapkan bagi peserta didik di sekolah dasar
secara umum terus diupayakan oleh pihak sekolah. Hal ini mendorong guru-
Pendidikan Agama di Daerah 3T 148
guru agama yang ada untuk melalukan upaya agar ketercapaian akan
kualitas yang dimiliki oleh peserta didik setelah lulus dari sekolah dasar
dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan ini. Kenyataan yang ada pada
sekolah dasar SDN 9 dan SDN 60 ini untuk mencapai standar ini sedikit sulit
untuk di capai. Latar belakang dari peserta didik sekolah dasar ini tidak
dibekali dengan pengetahuan dasar dan hampir semua siswa tidak memiliki
latar belakang dari Taman Kanak-kanak (TK)/sederajat. Kondisi ini tentu jauh
berbeda dengan kondisi yang ada di daerah perkotaan, di mana peserta didik
sebelum memasuki jenjang sekolah dasar hampir semua calon siswa
merupakan tamatan dari TK/sederajat.
Menurut Magi Ngadiri, S. Pd (Kepala SDN 60). standar lulusan yang
dirapkan bagi siswa SD jika dibandingkan dengan siswa di kota tentu jauh
berbeda yang terbiasa dengan berbagai teknologi yang ada dekat dengan
berbagai informasi yang sangat jauh jika dibandingkan dengan siswa di
pedalaman dan terpencil. Bagi kami lulusan mencapai 3 M (yakni Membaca,
Menghitung dan Menulis) saja sudah sangat luar biasa (wawancara,
01.08/2018).
Menghadapai kondisi ini pihak sekolah hanya mampu untuk
memberikan pembelajaran awal dan dapat dikatakan baru pengenalan awal
sama dengan pembelajaran yang dilakukan pada tingkat TK, terutama pada
tingkatan awal misalnya kelas satu dan kelas dua ini merupakan kelas-kelas
dasar bagi peserta didik baru. Kelas satu dan kelas dua bagi peserta didik SD
merupakan pengenalan awal bagi mereka dan jika dibandingkan dengan
peserta didik yang ada di perkotaan kondisi ini sangat jauh tertinggal.
Keadaan ini tentunya sedikit menghambat ketercapai standar lulusan
yang ingin dicapai, terutama dalam mencapai standar yang diinginkan dalam
mata pelajaran agama baik Islam, Kristen, dan mata pelajaran Katolik.
Kegiatan-kegiatan tambahan yang dilakukan di luar jam pembelajaran
pendidikan agama hampir tidak ada. Kegiatan-kegiatan tambahan yang biasa
dilakukan dominan lebih banyak dilakukan pada rumah-rumah ibadah,
misalnya Untuk peserta didik SDN 9 dominan melakukan kegiatan pengajian
bada asar di masjid Baiturrahim (Islam)dan gereja Santonius (Kristen)
dominan dilakukan pada hari minggu dan gereja Petra (Katolik). Dan untuk
peserta didik SD 60 melakukan pengajian juga di sore hari (bada asar) di
Pendidikan Agama di Daerah 3T 149
masjid At Taqwa dan masjid Al Barokah, gereja St. Yusuf (Katolik), dan Gereja
Kristen Injili (GKI) (Kristen).
Standar Lulusan Tingkat Sekolah Menegah Pertama (SMP)
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam
Mata pelajaran ini bagi peserta didik setelah mempelajarainya
diharapkan memperoleh dan mengetahui: 1). Menerapkan prosedur untuk
membaca Alquran menurut tajwid, mulai dari cara membaca "Al" - Syamsiyah
dan "Al" - Qomariyah untuk menerapkan hukum membaca mad dan waqaf,
2). Meningkatkan pengakuan dan keyakinan dalam aspek-aspek rukun iman
dimulai dari iman kepada Tuhan untuk iman dalam Qadha dan Qadar dan
AsmaulHusna, 3). Menjelaskan dan mengenali perilaku terpuji seperti qanaah
dan tasawuh dan menjauhkan diri dari perilaku tercela seperti ananiah,
hasad, ghadab dan namimah, 4. Mampu menjelaskan dan melaksanakan
untuk wajib mandi dan doa munfarid dan jamaah baik sholat wajib dan sunat
sholat 5. Memahami dan mencontoh sejarah Nabi Muhammad dan para
sahabat serta menceritakan sejarah masuk dan berkembangnya agama Islam
di nusantara.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Kristen
Dari mata pelajaran ini peserta didik diharapkan memperoleh
pengetahuan: 1). Menjelaskan pekerjaan Tuhan dan keselamatan untuk
manusia dan semua ciptaan, 2). Menginternalisasi nilai-nilai Kristen dengan
menanggapi secara nyata, dan 3). Bertanggung jawab untuk diri sendiri dan
orang lain, masyarakat dan gereja sebagai orang yang diselamatkan.
Mata Pelajaran Pendidikan Agama Katolik
Harapan bagi peserta didik dalam mata pelajaran ini adalah: 1) Peserta
didik dapat menggambarkan pemahaman pribadi mereka sebagai pria dan
wanita yang memiliki berbagai kemampuan dan keterbatasan untuk
berhubungan dengan orang lain dan lingkungan mereka. 2). Peserta didik
dapat menguraikan pemahaman tentang Yesus Kristus dan bagaimana
meneladani Yesus yang mewartakan Bapa dan Kerajaan Allah 3). Peserta
didik dapat menggambarkan arti Gereja sebagai sakramen keselamatan dan
bagaimana mewujudkannya dalam kehidupan nyata. 4). Peserta didik dapat
menggambarkan pemahaman tentang kehidupan masyarakat dan bagaimana
Pendidikan Agama di Daerah 3T 150
menjalankan kehidupan komunitas sesuai dengan ajaran Firman Tuhan dan
ajaran Yesus Kristus.
Berdasarkan standar ketercapaian yang harus dimiliki oleh peserta
didik di tingkat SMP menjadikan para guru pendidikan agama senantiasa
melakukan hal yang terbaik terutama dalam pembelajaran pendidikan agama
baik agama Kristen, Katolik dan Islam. Pada SMP 15 misalnya pembelajaran
pendidikan agama diberikan sesuai dengan standar lulusan yang akan
dicapai. Meskipun pada kenyataannya sedikit sulit untuk mencapai standar
tersebut. Latar belakang dan kemampuan para peserta didik dalam menyerap
pembelajaran agama yang berikan sangat berbeda, demikian juga mata
pelajaran lainnya. Ini juga merupakan salah satu yang menjadi penghambat
dalam mencapai standar minimal yang telah ditetapkan.
Tenaga Pendidik Mata Pelajaran Agama
Tenaga pendidik sebagai salah satu hal yang berperan penting
terhadap proses pembelajaran terutama mata pelajaran agama.
Keberadaannya di sekolah dalam memberikan pengetahuan agama sangat
berperan. Peran-peran dalam mentransfer ilmu pengetahuan yang dimilikinya
kepada peserta didik inilah yang perlu untuk diperhatikan apalagi hal ini
berkaitan dengan idiologi keagamaan yang akan dimiliki oleh peserta didik
dalam kehidupannya kelak.
Ketersediaan guru-guru agama pada daerah-daerah seperti di Distrik
Klamono ini, dapat dikatakan masih sangat kurang, terbatas, dan tidak ada.
Misalnya pada SDN 9 keberadaan guru agama Islam yang tetap tidak ada
(guru agama merupakan guru tidak tetap), dan untuk pembelajaran agama
Islam dilakukan oleh guru kelas masing-masing sesuai dengan agama yang
dianut oleh guru yang bersangkutan. Guru agama Kristen terdapat satu
orang (Bapak Matias Saminya, S.PAK) beliau juga tinggal menunggu masa
pensiun, hal ini dapat dipastikan akan kekosongan guru akan Kristen. Untuk
peserta didik yang beragama Katolik juga diajar oleh beliau.
SDN 60, pada aspek ketersediaan guru agama terdapat guru agama
Islam (Bapak Ahmad Hi Taa, S.Pd.I) dan untuk guru agama Kristen dan
Katolik tidak ada. Dalam memberikan mata pelajaran agama kepada peserta
didik juga diisi oleh guru-guru yang seagama yang dianggap mampu dalam
mengajarkan pelajaran agama.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 151
Bagi SMP 15, kondisi kekurangan guru secara umum terjadi di sekolah
ini dan tidak jarang satu orang guru merangkap beberapa mata pelajaran
yang dianggap mampu untuk melaksanakan pembelajaran tersebut. Khusus
untuk guru agama hanya terdapat guru Kristen (ibu Oktafia Rika Mambrasar,
S. Th), beliau juga merangkap menjadi guru agama Katolik. Dan untuk guru
agama Islam tidak ada.
Ketersedian tenaga pendidik di SMP 15 secara umum belum memenuhi
standar jika didasarkan pada kompetensi pendidik yang diseuaikan dengan
latar belakang Pendidikan. Dengan jumlah mata pelajaran 12 mapel bagi
satuan pendidikan SMP hal ini belum memenuhi standar. Masih terdapat
guru yang merangkap beberapa mata pelajaran yang dianggap memiliki
kemampuan lebih dan dapat melaksanakan tugas pembelajaran di samping
tugas pokoknya dalam mata pelajarannya.
Keberlangsungan pembelajaran agama di SMP 15 dilakukan oleh guru
bidang studi lain yang dianggap mampu. Menurut Luth Weal, M.Pd (kepala
sekolah SMP 15) khusus SMP 15 pembelajaran agama untuk kelas IX diisi
oleh kepala sekolah sendiri di samping tugas pokok beliau sebagai guru
IPS/geografi, secara umum untuk semua mata pelajaran antara guru yang
satu dengan yang lainnya saling mengisi, jika di jam pembelajaran guru yang
bersangkutan tidak hadir. Beberapa tahun yang lalu ada guru agama Islam
yang di SK-kan pada SMP 6 Kalomono tetapi penempatannya dengan
menggunakan nota tugas ditepatkan di SMP 15. Dan dewasa ini guru tersebut
sudah kembali ke sekolah berdasarkan SK pengangkatannya. Kekosongan
guru agama Islam ini diisi oleh guru yang dianggap mampu untuk
mengampuh mata pelajaran tersebut (wawancara, 25/07/2018).
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam untuk kelas VII dan kelas VIII diisi
oleh guru matematika (Nur Iza Dewi Cahayani, S.Pd).
Kurikulum Pendidikan Agama
Kurikulum merupakan hal yang sangat melekat dalam satuan
pendidikan. Kurikulum dikembangkan dan ditetapkan oleh pemerintah yang
memuat seluruh alur dalam kegiatan pembelajaran yang akan dicapai.
Kurikulum sebagaimana yang berlaku dewasa ini adalah kurikulum K13
revisi pada tahun 2018. Perkembangan kurikulum terus terjadi pada lembaga
pendidikan yang ada mulai kurikulum KBK, KTSP dan selanjutnya K13.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 152
Implementasi penggunaan kurikulum sebagai pedoman dalam
menyusun program pembelajaran pada satuan pendidikan di satuan
pendidikan sekolah dasar seperti SDN 9 dan SDN 60 adalah menggunakan
kurikulum KTSP dan K13. Untuk kelas I sampai IV menggunakan K13 dan
untuk kelas V sampai VI menggunakan KTSP.
Untuk satuan pendidikan SMP misalnya di SMP 15 kurikulum yang
digunakan juga masih KTSP kelas IX dan untuk kelas VII dan kelas VIII
menggunakan K13.
Dan untuk tahun ajaran 2018/2019 keharusan menggunakan K13
sudah wajib. Artinya semua kurikulum sudah menggunakan K13 pada semua
satuan pendidikan.
Kepengawasan Pendidikan Agama
Kepengawasan pada satuan pendidikan merupakan hal yang sangat
penting dalam mengontrol proses pemelajaran pendidikan agama pada satuan
pendidikan. Keberadaan pengawas khsusnya pengawas agama menjadi
penting terutama dalam pembinaan kesupervisian seperti supervisi akademik.
Menurut Hurhaedah (pengawas PAI SD) yang merupakan pengawas
Pendidikan Agama Islam SD. Dengan jumlah sekolah SD yang diawasi adalah
35 SD se Kab. demikian juga pengawas PAI pada satuan pendidikan SMP juga
hanya 1 orang Dewi, S.Ag. demikian untuk pengawas madrasah (Nurhasanah
pengawas MI, Sirajuddin pengawas MTs, dan Mustamin pengawas MA)
(wawancara. 27/07/2018).
Selanjutnya menurut beliau kepengawasan yang dilakukan belum
menjangkau semua sekolah binaan. Keberadaan guru sangat kekurangan
demikian juga pengawas. Ini juga merupakan salah satu kendala. Kendala
ketika pengawasan yang ingin dilakukan terkendala dengan ketidak
terjangkauan sekolah yang sangat sulit dijangkau dan jauh. Belum lagi lokasi
sekolah yang melewati sungai/laut. Disamping itu, ketersdian transfortasi
biaya dan dana yang ada juga tidak mencukupi bahkan tidak ada sama
sekali.
Kondisi ini juga terjadi pada pengawas pendidikan agama Kristen dan
Katolik. Untuk pengawas Kristen hanya terdapat dua orang (Setia, S.PAK, dan
Musa Maratar, S.Th) dan untuk pengawas pendidikan agama Katolik hanya
satu orang (Pak Markus).
Pendidikan Agama di Daerah 3T 153
Secara internal sebagai kepala pada satuan pendidikan kepala sekolah
juga melakukan supervis kepada semua tenaga pendidik dalam satuan
pendidikanya. Misalnya pada SMP menurut Bapak Luth Weal melakukan
pembinaan secara internal melalui supervisi sebagai tambahan tugas menjadi
kepala sekolah juga pada rapat-rapat internal disekolah baik berkenaan
akademik guru maupun tugas-tugas tambahan yang telah diberikan. Terkait
kelengkapan guru sebelum melakukan pembelajaran dikelas agar guru-guru
tetap menjalankan tugasnya dan tanggungjawab secara professional sesuai
dengan tuntutan yang telah diberikan (wawancara. 25/07/2018).Supervise
akademik yang dilakukan kepala sekolah melihat kelengkapan perangkat
pembelajaran, pra persiapan, masuk kelas ketikan proses pembelajaran
untuk melihat kekurangan-kekurangan yang pada pembelajaran selanjutnya
dilengkapi dan evaluasi sehingga tujuan yang diinginkan pada setiap
pembelajaran dapat tercapai.
Di SMP 15 Keberadaan pengawas juga belum meperlihatkan perhatian
yang berarti yang ditandai dengan pembinaan yang diberikan bagi guru
termasuk kunjugan kesekolah belum menunjukkan hal yang berarti. Untuk
tingkat sekolah dasar kunjungan pengawas cukup rutin tetapi intensitas
kunjungan perlu ditingkatkan sebagai upaya dalam memberikan pembinaan
yang lebih baik lagi.
Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Proses pembelajaran yang akan dilakukan memerlukan beberapa
persiapan yang wajib disiapkan dan rencanakan oleh pendidik. Perencanaan
yang matang dan baik tentunya akan memudahkan pendidik
mengimplementasikan materi yang akan diajarkan. Dalam proses
pembelajaran beberapa kelengkapan yang menjadi tuntutan bagi pendidik
untuk dipenuhi yang didasarkan pada standar proses pendidikan
sebagaimana yang dijelaskan pada Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun
2005 pasal 19-24 meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan
pengawasan.
Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Agama
Perencanaan pembelajaran sebagai awal dalam menetukan kearah
mana tujuan dari pembelajaran yang akan dilakukan. Perencanaan
merupakan hal terpenting dari sebuah proses manajemen, karena tanpa
Pendidikan Agama di Daerah 3T 154
perencanaan, proses manajemen lainnya yakni pengorganisasian,
penggerakan, dan pengawasan, tidak akan dapat berjalan. Perencanaan yang
setidaknnya memuat seluruh langkah-langkah pembelajaran, materi, alat dan
media yang akan dilakukan dalam pembelajaran di dalam kelas.
Dari perencanaan yang berisi perumusan tindakan-tindakan yang
dianggap perlu untuk mencapai hasil yang diinginkan sesuai maksud dan
tujuan yang ditetapkan. Perencanaan menunjukkan pula maksud dan tujuan
suatu pekerjaan, dalam pembelajaran adalah bagaimana cara proses
pembelajaran dilaksanakan untuk mencapai tujuan secara efisien dan efektif.
Menurut Imam Gunawan & Djum DJum Noor Benty (2017:40)
perencanaan bidang pendidikan adalah suatu penerapan yang rasional dari
analisis sistematis proses perkembanan pendidikan dengan tujuan agar
pendidikan itu lebih efektif dan efisien serta sesuai dengan kebutuhan dan
tujuan para peserta didik dan masyarakat. Sebagai kegiatan yang rasional,
artinya melalui proses pemikiran yang didasarkan pada data dan riil dan
analisis logis dan dapat dipertanggunjawabkan.
Bagi tenaga pendidik SMP dan SD Distrik Klaomono, perencanaan
pembejaran mata pelajaran agama menjadi sangat penting untuk dibuat dan
direncanakan. Kegiatan perencanaan melalui pembuatan RPP menjadi salah
satu hal yang dipersiapkan guru. RPP disesuaikan dengan tujuan
pembelajaran yang ingin dicapai berdasarkan standar kurikulum yang sudah
ditetapkan. Hal ini biasanya dilakukan pada saat sebelum memasuki tahun
ajaran baru. Koordinasi antar guru agama terus dilakukan melalui MGMP
dan KKG tingkat kabupaten yang sangat rutin dilakukan baik perminggu
maupun perbulan.
Pelaksanaan Proses Pembelajaran Pendidikan Agama
Pelaksanaan pembelajaran agama yang sudah rancang melalui RPP
yang sudah termuat langkah-langkah pembelajaran mulai dari standar
kompetensi dan kompetensi dasar, alokasi waktu, tujuan pembelajaran,
materi pembelajaran, metode pembelajaran, sumber belajar dan penilaian.
Pada implementasi pembelajaran dikelas secara rinci dilakukan dengan
kegiatan pendahuluan, kegiatan inti dan kegiatan penutup.
Kegiatan pendahuluan dilakukan dengan memulai memberi salam dan
memulai pembelajaran dengan membaca basmalah bagi peserta didik Islam
Pendidikan Agama di Daerah 3T 155
dan berdoa bersama, menjelaskan materi yang akan diajrkan, dan
menyiapkan perangkat pembelajaran yang akan digunakan.
Pada kegiatan inti, merupakan kegiatan menguraikan materi dan
memberikan penjelasan tentang materi tersebut kepada peserta didik. Proses
pembejaran ini dilakukan dengan berbagai metode pembelajaran baik
ceramah, tanya jawab, maupun praktek-paraktek ibadah.
Kegiatan terakhir adalah penutup. Pada akhir kegiatan ini guru
mengulang kembali materi yang telah diajarkan dan menjelaskan kesimpulan
dari materi yang telah diajarkan dan memberikan tugas kepada peserta didik
untuk dikerjakan.
Pembelajaran yang diberikan baik pada pserta didik SD maupun SMP,
kondisinya dan latar belakang peserta didik yang jauh berbeda dengan
peserta didik yang ada diperkotaan, misalnya dalam daya tangkap dalam
menerima materi dari pembelajaran. Tidak jarang dalam satu materi harus
diberikan secara perlahan dan berulang. Kondisi ini juga merupakan salah
satu penghambat dalam proses pembelajaran pendidikan agama.
Menurut Matias Saminya, S.PAK Respon yang bagus untuk materi
pembejaran agama pada peserta didik SD, terlihat dari tugas yang diberikan
yang dikerjakan oleh peserta didik, terkadang ada yang mendapatkan nilai
10. Peserta didik sangat tertarik pada mata pelajaran agama dengan
menggunakan alat peraga.Praktek disekolah dilakukan, memberikan teori dan
peraktek, hafalan doa pujian, menyanyi pada jam ibadahada juga tugas yang
diberikan kepada siswa dan membawa ke pendeta sekolah minggu digereja
Petra untuk ditanda tangani.
Sementara di SMP, menurut Oktafia Rika Mambrasar, S. Th (PAK
Kisten dan Katolik) pembelajaran agama Kristen diberikan dengan cara dan
metode yang bervariasi, misalnya belajar bisa di mana saja berdoa bisa
dilakakukan dimana saja di halaman sekolah di teras tidak melulu dikelas
agar peserta didik tidak bosan. Bagi peserta didik masih ada yang
beranggapan bahwa pelajaran agama itu gampang tidak perlu belajar.
Pelajaran yang dilakukan jika tidak tuntas ada pengulangan, tugas, hafalan
doa dan lain-lain. Untuk OSIS ada ibadah OSIS setiap hari jumat. Untuk
kegiatan keagamaan tambahan belum ada ini juga tergantung kesiapan
peserta didik dan hal ini terlihat anak-anak belum siap. Untuk kegaiatan
keagamaan di masyarakat adalah ibadah Bersama di gereja GKI dan gereja
Pendidikan Agama di Daerah 3T 156
Katolik di Kampung. Evaluasi dilakukan dengan tulisan. lisan, hafalan tugas,
disesuaikan dengan materi juga. Dalam bentuk kegiatan tambahan perayaan
misalnya pada pasca dengan melakukan drama di kelas. Dan untuk perayaan
lain belum dilakukan (wawancara. 02/08/2018).
Untuk mata pelajaran agam Islam dari wawancara dengan guru agama
Islam ibu Nur Iza Dewi Cahayani, S.Pd (guru PAI kelas VII dan VIII). Kondisi
dan latar belakang peserta didik masih ada yang belum tahu mengaji ini juga
merupakan tantangan untuk melakukan pembelajaran agama. Sebagian
peserta didik meresponi pelajaran agama agak kurang, sebaliknya ada juga
yang antusias yang belajar. Menghadapi kondisi in pedekan yang dilakukan
adalah pelan-pelan untuk mencuri perhatian peserta didik tersebut. Selain
itu, buku paket yang kurang dan tidak lengkap dan untuk mendapatkannnya
melalui internet atau mengcopy. Kendala lain, ketika praktek wudhu susah
untuk mendapatkan air dan air diperoleh dari tadah hujan (wawancara,
02/08/2018).
Penilaian Pembelajaran Pendidikan Agama
Sebagai akhir dari kegiatan pembelajaran adalah penilaian yang wajib
diberikan oleh pendidik, sebagai bagian dari ketercapainnya dalam
memberikan materi. Khusus pembelajaran agama penilaian diberikan baik
setelah pembelajaran selesai maupun secara berkala dalam bentuk ujian
tengah semester maupun ujian akhir semester. Penilaian yang diberikan jika
terdapat siswa yang tidak lulus maka akan dilakukan pengayaan sehingga
peserta didik mecapai nilai yang telah distandarkan. Penialain akhir diperoleh
dari nilai harian bulanan yang diakumulasi menjadi nilai akhir. Penentuan
kenaikan kelas ketingkat selanjutnya atau nilai kelulusan dari sekolah juga
ditentukam dari nilai standar yang telah diperoleh dari peserta didik.
Demikian hal kompetensi pengetahuan, sikap dan keterampilan yang harus
dimiliki peserta didik setelah lulus dari jenjang sebelumnya juga menjadi
perhatian dari satuan pendidikan.
Faktor Pendukung dan Penghambat Pelaksanaan Pendidikan Agama di
Kabupaten Sorong
Faktor Pendukung
Dukungan dalam pelaksanaan pendidikan agama pada satuan
pendidikan di Kabupaten Sorong diperoleh baik dukungan dari satuan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 157
pendidikan maupun dari luar satuan pendidikan, beberapa faktor yang
mendukung pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama:
Adanya dana BOS yang peruntukannya diseuaikan dengan aturannya.
Penerimaan dana-dana BOS yang didasarkan pada jumlah peserta didik
sangat membantu keberlangsungan dari proses pembelajaran yang ada.
Pengelolaan dan peruntukan dari penggunaan dana disesuaikan dengan
kebutuhan.
Motivasi dan semangat para pendidik yang terus berupaya agar peserta
didik dapat memperoleh pengetahuan yang dapat mengangkat derajat
keluarga dan masyarakat sekitar. Termasuk memberikan motivasi pada
peserta didik untuk terus belajar untuk mengejar cita-cita agar mampu dan
menjadi penerus bangsa yang mampu mengangkat harkat dan martabat
keluarga dan masyarakat.
Animo perserta didik untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang
lebih tinggi. Boleh dikatakan hampir semua peserta didik yang lulus SD/SMP
sudah melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi di Distrik
Kalomono sendiri maupun ke ibu kota kabupaten/kota maupun keluar
daerah. Beberapa alumi SD/SMP sudah ada yang menjadi polisi, tentara,
guru, pegawai daerah, dan lain-lain.
Faktor Penghambat
Kendala yang dirasakan dalam pembelajaran agama diantaranya
adalah:
Tenaga Pendidik dan Kependidikan. Kondisi ini menjadi salah satu
faktor yang sangat dirasakan oleh para pejabat dilingkungan Kemenag
maupun Dinas Pendidikan. Tenaga pendidik sangat kekurangan baik guru
umum maupun guru agama (Islam, Kristen, mau Katolik). Demikian halnya
tenaga pendidik yang mampu menjalankan laboratorium dan tenaga
administrasi lainnya.
Media pembelajaran. Kurangnya buku pegangan bagi guru dan tidak
adanya buku paket bagi peserta didik. untuk mendapatkan buku
pembelajaran agama adalah dengan membeli sendiri, mensearch dan
mendownload melalui internet. Demikian hal sarana pendukung dalam
melakukan praktek-praktek pembelajaran agama.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 158
Akses sekolah untuk memperoleh berbagai informasi, telepon maupun
akses internet yang sudah mengharuskan on line untuk berbagai pendataan.
Tidak adanya tempat tinggal bagi guru. Hal ini wajar mengingat
pembangun yang sangat sulit untuk mendapatkan bahan bangunan. Estimasi
biaya pembangunan akan bertambah berlipat-lipat jika kondisi tidak
mendukung. Salah satunya adalah akses menuju sekolah, yang jika hujan
turun maka akan sulit untuk menjangkau sekolah dengan kondisi jalan yang
berlumpur. Pembangunan akan terasa berat pada ongkos dan biaya bahan
bangunan untuk sampai pada lokasi.
Keterbatasan dalam melakukan kegiatan-kegiatan tambahan cukup
berat dan ada sedikit kondisi kerawanan bagi masyarakat desa. Kondisi dan
keberadaan orang tua siswa yang tidak semua merespon kegiatan-kegiatan
sekolah secara baik. Tugas dan peran sekolah terhadap orang tua siswa
khususnya dan masyarakat sekitar pada umumnya berupaya untuk
memberikan pemahaman tentang pentingnya peran orang tua terhadap
kesuksesan pendidikan anak-anaknya. Ini juga dilakukan dengan cara
berlahan-lahan. Dengan cara seperti ini berlahan-lahan dan sedikit demi
sedikit orang tua peserta didik sudah mulai terbuka terhadap pentingnya
ilmu pengetahuan bagi anak-anaknya. Pada awalnya kondisi peserta didik
yang masih belum terbuka terhadap pentingnnya pendidikan. Demikian juga
orang tua peserta didik yang mau saja menikahkan anak-anaknya yang
masih berada dibangku sekolah. Hal ini sedikit demi sedikit sudah mulai
berkurang tugas berat yang dirasakan di samping mendidik peserta didik juga
memberi pemahaman kepada orang tua peserta didik agar memiliki wawasan
kedepan tentang bagaimana dunia pendidikan memilik peran penting bagi
penigkatan harkat dan martabat keluarga.
P E N U T U P
Kesimpulan
Berdasarkan temuan dan analisis yang telah dilakukan dari penelitian
pendidikan agama di Kabupaten Sorong, dapat disimpulkan diantaranya:
Pendidikan agama yang berjalan pada satuan pendidikan yang ada di
Kecamatan Klamono Kabupaten Sorong adalah Pendidikan agama Kristen,
pendidikan agama Islam, pendidikan agama Katolik, pendidikan agama
Hindu, dan pendidikan agama Budha. Secara keseluruhan jumlah guru
Pendidikan Agama di Daerah 3T 159
agama pada Kementerian Agama Kabupaten Sorong pada semua jenjang
pendidikan Kristen 180 orang, Islam 62 orang, Katolik 32 orang, Hindu 3
orang dan B udha 1 orang. Guru agama ini merupakan guru PNS dan
honorer. Dan untuk jumlah pengawas untuk satuan pendidikan dasar dan
menengah masing-masing hanya satu orang, pengawas Kristen 2 orang dan
Pengawas Katolik hanya satu orang.
Pelaksanaan pendidikan agama di Kabupaten Sorong pada satuan
pendidikan agama di Kecamatan Klaomono (khsusnya pada tiga sekolah
sasaran diantaranya SMPN 15, SDN 9, dan SDN 60) pada dasarnya
melaksanakan pembelajaran agama, diantaranya mata pelajaran agama
Islam, Kristen dan Mata pelajaran Katolik) ini didasarkan pada latar belakang
agama dari peserta didik yang yang ada pada satuan pendidikan. Standar
kompetensi lulusan mata pelajaran pendidikan agama didasarkan pada
standar lulusan minimal SD dan SMP.
Proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan.
Pendidikan agama yang berjalan pada satuan pendidikan menggunakan
kurikulum KTSP dan K13 baik pada satuan pendidikan dasar maupun
menengah. Implementasi penggunaan kurikulum sebagai pedoman dalam
menyusun program pembelajaran pada satuan pendidikan di satuan
pendidikan sekolah dasar adalah menggunakan kurikulum KTSP dan K13.
Untuk kelas I sampai IV menggunakan K13 dan untuk kelas V sampai VI
menggunakan KTSP. Untuk satuan pendidikan SMP kurikulum yang
digunakan juga masik KTSP kelas IX dan untuk kelas VII dan kelas VIII
menggunakan K13. Dalam proses pembelajaran pendidikan agama telah
didasarkan pada standar proses pendidikan sebagaimana yang ditetapkan
meliputi perencanaan, pelaksanaan, penilaian dan pengawasan.
Faktor pendukung.Pelaksanaan Pendidikan agama satuan pendidikan
di Kabupaten Sorong, didukung oleh: 1) Adanya dana BOS yang
peruntukkanya diseuaikan dengan aturannya terutama penggunaan dana
disesuaikan dengan kebutuhan, 2) Motivasi dan semangat para pendidik yang
terus berupaya agar peserta didik dapat memperoleh pengetahuan dan
memberikan motivasi pada peserta didik untuk terus belajar untuk mengejar
cita-cita agar mampu dan menjadi penerus bangsa, 3) Animo perserta didik
untuk melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi. Boleh dikatakan
hampir semua peserta didik yang lulus SD/SMP sudah melanjutkan
pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 160
Faktor penghambat.Kendala yang dirasakan dalam pembelajaran
agama diantaranya adalah: 1) Tenaga Pendidik dan Kependidikan. Tenaga
pendidik dan tenaga kependidikan sangat kekurangan. Terutama guru umum
maupun guru agama (Islam, Kristen, mau Katolik), 2) Media pembelajaran
(buku pegangan bagi guru, buku paket bagi peserta didik, alat belajar dan
lain-lainnya), 3) Akses sekolah untuk memperoleh berbagai informasi, telepon
maupun akses internet, 4) Tidak adanya tempat tinggal bagi guru.
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian dari penelitian yang telah dilakukan
dari penelitian ini merekomendasikan:
1. Pihak Kementrian Agamahendaknya mengambil keputusan dengan
melakukanpengangkatan untuk mengisi kekurangan dan kekosongan
tenaga pendidik mata pelajaran agama. Mengingat terdapat satuan
pendidikan yang tidak memiliki guru agama (Islam, Kristen, dan Katolik).
Meskipun pada daerah-daerah 3T kondisi pembelajaran pendidikan
agama tetap berjalan dengan dilakukan oleh guru mata pelajaran lain
atau guru honorer.
2. Pengadaan fasilitas pembelajaran agama (media pembelajaran) menjadi
hal yang mendesak bagi satuan pendidikan terutama bagi daerah-daerah
3T. Bantuan-bantuan berkaitan dengan buku pegangan, buku paket,
kitab suci perlu diadakan.
3. Kepengawasan dan pembinaan harus terus diupayakan dengan
melakukan pengangkatan bagi tenaga pengawas (pada semua pengawas
agama). Intensitas kunjungan ke satuan pendidikan perlu ditingkatkan
sebagai upaya dalam memberikan pembinaan supervisi akademik
terutama bagi guru-guru mata pelajaran agama.
4. Peningkatan kompetensi bagi guru agama harus terus diprogramkan
sebagai upaya dalam menambah kualitas pengetahuan dan keterampilan
bagi guru-guru agama di daerah.
5. Mempermudah aksebilitas untuk memperoleh berbagai informasi dan
fasilitas terkait pembelajaran agama harus terus ditingkatkan oleh pihak
terkait.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 161
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik, 2017. Kabupaten Sorong Dalam Angka 2017.
Badruzzaman, dkk. tth. Elektabilitas Satuan Pendidikan Agama dan
Keagamaan.Makassar: Lembaga Penerbit Universitas Hasanuddin (LEPHAS)
Barnawi & Jajat Darojat, 2018. Penelitian Fenomenologi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media.
El khulugo, Ihsana. 2017. Belajar dan Pembelajaran Konsep Dasar Metode dan
Aplikasi Nilai-nilai Spritual Dalam Proses Pembelajaran. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Gunawan, Imam dan Djum Djum Noor Benty. 2017. Manajemen Pendidikan Suatu
Pengantar Praktek. Bandung: Alfabeta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Jakarta. Direktorat Pendidik dan
Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Analisis Sebaran Guru Dikdasmen di
Daerah 3T, Tinjauan Sekolah Menengah Pertama. Jakarta: Pusat Data dan
Statistik Pendidikan dan Kebudayaan.
Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 23 Tahun 2006 Tanggal 23
Mei 2006 Standar Kompetensi Lulusan (SKL).
Lampiran Peretauran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2018 Standar
Kompetensi Lulusan.
Lampiran Rencana Strategi Kementerian Agama Tahun 2015-2010.
Sinaga, Rosmaida. 2013. Masa Kuasa Belanda di Papua (1898-1962). Jakarta:
Komunitas Bambu.
Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali Press
Sujadi, Firman, dkk, 2013. Provinsi Papua Barat Cintaku Negeriku. Jakarta: Cita Insan
Madani
Pendidikan Agama di Daerah 3T 162
PENDIDIKAN AGAMA PADA LOKASI PROGRAMSARJANA MENDIDIK DI DAERAH TERDEPAN, TERLUAR, DAN TERTINGGAL (SM-3T)
DAN GURU GARIS DEPAN (GGD)
Badruzzaman Peneliti pada Balai Litbang Agama Makassar
bz69elzam@gmail.com
ABSTRAK
Program SM-3T dan GGD merupakan upaya untuk memenuhi kebutuhan guru yang ada di daerah terutama pada daerah yang tergolong terdepan, terluar, dam tertinggal (3T). Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ini hanya menugaskan guru mata pelajaran pendidikan umum, namun tidak mengakomodasi guru mata pelajaran pendidikan agama.
Penelitian kualitatif ini bertujuan untuk menemukan kondisi pendidikan agama di lokasi di mana peserta SM-3T dan GGD ditugaskan; dan menemukan peran peserta SM-3T dan GGD dalam proses pembelajaran pendidikan Agama.
Penelitian menenmukan bahwa , dominan satuan pendidikan di mana guru GGD ditugaskan tidak memiliki guru Pendidikan agama yang berstatus PNS. Namun proses pembelajaran pendidikan agama tetap berjalan meskipun diajar oleh guru yang tidak berkualifikasi dan tidak berkompetensi pendidikan agama. Demikian dengan sumber belajar, meskipun satuan pendidikan tersebut menyatakan telah menggunakan Peranan guru GGD dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan agama pun beragam. Dominan guru GGD tidak terlibat secara kurikuler dalam proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan di mana ditugaskan. Guru GGD hanya aktif terlibat dalam kegiatan keagamaan di sekolah, seperti pembinaan karakter religius, peringatan hari besar agama, serta kompetisi pendidikan agama.
Pendidikan agama sejatinya diajarkan oleh guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi pendidikan agama, termasuk di daerah lokasi SM-3T dan GGD ditugaskan. Dalam upaya itu, maka pelibatan sarjana/guru yang berlatar belakang disiplin ilmu kependidikan agama pada Program SM-##T dan Program GGD perlu dipertimbangkan pada angkatan berikutnya.
Kata Kunci: SM-3T, GGD, Pendidikan Agama,
TEMUAN PENELITIAN
Kondisi Kabupaten Nunukan
Kabupaten Nunukan adalah salah satu kabupaten di Kalimantan
Utara.Indonesia. Ibu kota kabupaten ini terletak di kota Nunukan. Pada
tahun 1999, pemerintah pusat memberlakukan otonomi daerah dengan
didasari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan
Daerah.Dengan dasar inilah dilakukan pemekaran pada Kabupaten Bulungan
menjadi 2 kabupaten baru lainnya, yaitu Kabupaten Nunukan dan Kabupaten
Malinau.Kabupaten ini memiliki luas wilayah 14.493 km² dan berpenduduk
sebanyak 140.842 jiwa (hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010).
Pendidikan Agama di Daerah 3T 163
Program Sarjana Mengabdi dan Guru Garis Depan di Kabupaten
Nunukan
Sebagai salah satu kabupaten yang digolongkan Daerah Terluar,
Terdepan dan Tertinggal (Daerah 3T) maka Kabupaten Nunukan menjadi
sasaran kebijakan/program peningkatan kualitas pembangunan, termasuk
dibidang pendidikan. Terdapat lima program di bidang pendidikan yang
disasarkan pada Daerah 3T, dua diantaranya adalah Sarjana Mengabdi di
Daerah Terluar, Terdepan dan Tertinggal (SM-3T) dan Program Guru Garis
Depan (GGD).
Program Sarjana Mengabdi di Daerah Terdepan, Terluar, dan
Tertinggal (SM-3T)
Kebijakan kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dalam
menempatkan guru hasil Program Sarjana Mengabdi pada Daerah Terdepan,
Terluar dan Tertinggal (SM-3T), menyasar Propinsi Kalimantan Utara dua
tahun terakhir, khususnya di dua kabupaten, yaitu Kabupaten Malinau dan
Kabupaten Nunukan. Kabupaten Nunukan mendapatkan program SM-3T
pada tahun 2015 dan 2016. Pada tahun 2015 terdapat sejumlah 53 peserta
SM-3T (13 orang laki-laki dan 22 orang perempuan) yang ditempatkan di
Kabupaten Nunukan. Peserta SM-3T tersebut berasal dari hasil rekrut dari
dua perguruan tinggi, yaitu Universitas Negeri Medan sejumlah 35 orang dan
Universitas Nusa Cendana Kupang sejumlah 18 orang.
Universitas Negeri Medan menempatkan peserta SM-3T dari berbagai
jenis latar belakang disiplin ilmu kependidikan. Ke-35 peserta ( 8 orang laki-
laki dan 10 orang perempuan). Peserta dari kedua universitas penyelenggara
tersebut terdapat 16 jenis latarbelakang disiplin ilmu kependidikan umum.
Tidak satu pun peserta SM-3T berasal dari disiplin ilmu pendidikan
Agama.Lebih jelasnya dapat dilihat pada daftar berikut:Berikut ini jumlah
peserta SM-3T berdasarkan latar belakang disiplin ilmu.
a. Pendidikan Penjasken dan Rekreasi, Pendidikan Teknik Bangunan,
Pendidikan Tataboga, Pendidikan Seni Rupa masing-masing 1 orang
peserta.
b. Pendidikan Dasar, Pendidikan Matematika, Pendidikan Fisika, Pendidikan
Kimia, Pendidikan Biologi, Pendidikan Sejarah dan Pendidikan
Kewarganegaraan, masing-masing 2 peserta.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 164
c. Pendidikan Geografi dan Pendidikan Ekonomi masing-masing 3 peserta.
d. Pendidikan Bahasa Indonesia 4 orang peserta
e. Pendidikan Bahasa Inggris 5 orang peserta.
Ke 53 peserta SM-3T tersebut didistribusi ke 21 SDN dan SMPN di 8
kecamatan dalam wilayah Kabupaten Nunukan. Penetuan satuan pendidikan
peserta ditempatkan diatur oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Nunukan. Kedelapan kecamatan dan jumlah peserta dapat dilihat
pada daftar berikut:
a. Kecamatan Sebaku, 5 orang
b. Kecamatan Krayan, 3 orang
c. Kecamatan Sembakung, 11 orang
d. Kecamatan Krayan Selatan, 4 orang
e. Kecamatan Sie Menggaris, 3 orang
f. Kecamatan Lumbis, 3 orang
g. Kecamatan Lumbis Ogong, 4 orang
h. Tulin Onsoi, 2 orang
Hal serupa dengan Universitas Nusa Cendana Kupang.Terdapat
sejumlah tujuh jenis disiplin ilmu kependidikan peserta SM-3T yang
ditempatkan di Kabupaten Nunukan pada tahun 2015. Ketujuh ragam
tersebut adalah merupakan disiplin ilmu pendidikan umum. Demikian
halnyan dengan tidak adanya satupun dari peserta tersebut berdisiplin ilmu
kependidikan agama. Berikut ini daftar disiplin ilmu kependidikan dan
jumlah peserta SM-3T.
a. Pendidikan Sekolah Dasar, Pendidikan Kewarganegaraan, dan Pendidikan
Matematika, terdiri atas 1 orang.
b. Pendidikan Fisika, Pendidikan Kimia, dan Pendidikan Biologi, masing-
masing terdiri atas 2 orang.
c. Pendidikan Sejarah dan Bahasa Inggeris, masing-masing terdiri atas 3
orang.1
1Sumber data: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 165
Sejumlah 18 peserta SM-3T itu didistribusikan ke SDN dan SMPN
yang berada di tujuh kecamtan. Berikut daftar kecamatan dan jumlah peserta
yang didistribusikan.
a. Kecamatan Sebaku, sejumlah 1 orang
b. Kecamatan Krayan, sejumlah 4 orang
c. Kecamatan Sembakung, sejumlah 4 orang
d. Kecamatan Krayan Selatan, sejumlah 4 orang
e. Kecamatan Sie Menggaris, seejumlah 1 orang
f. Kecamatan Tulin Onsoi, sejumlah 2 orang
g. Kecamatan Lumbis Ogons, sejumlah 3 orang2
Pada tahun 2016, Kabupaten Nunukan mendapat lagi program yang
sama namun berasal dari perguruan tinggi berbeda. Tahun ini, Nunukan
mendapat sejumlah 52 peserta SM-3T dari satu perguruan tinggi yaitu
Universitas Negeri Surabaya. Ke – 52 orang tersebut terdiri atas 31 orang
perempuan dan 21 orang laki-laki.Peserta SM-3T ini berasal dari 12 disiplin
ilmu kependidikan umum.Tak satupun yang berasal dari disiplin ilmu
kependidikan agama.Ke-52 peserta tersebut disebar ke sejumlah tujuh
kecamatan dan 21 satuan pendidikan dasar dan menengah atas. Berikut
daftar disiplin ilmu peserta SM-3T.
a. Pendidikan Dasar, sejumlah 2 orang.
b. Pendidikan Bahasa Inggris, sejumlah 2 orang.
c. Pendidikan Kewarganegaraan, sejumlah 5 orang.
d. Pendidikan Bahasa Indonesia, sejumlah 5 orang.
e. Pendidikan Sejarah, sejumlah 6 orang.
f. Pendidikan Kimia, sejumlah 1 orang.
g. Pendidikan Biologi, sejumlah 1 orang.
h. Pendidikan Seni Rupa, sejumlah 3 orang.
i. Pendidikan Seni Tari dan Drama, sejumlah 2 orang.
j. Pendidikan Penjaskes dan Rekreasi, sejumlah 2 orang.
2Sumber data: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan
Pendidikan Agama di Daerah 3T 166
k. Pendidikan Geografi, sejumlah 1 orang.
l. Pendidikan Bimbingan dan Konseling, sejumlah 2 orang3
Tujuh kecamatan lokasi penempatan peserta SM-3T tahun 2016 dapat
dilihat pada daftar berikut.
a. Kecamatan Sebaku sejumlah 8 orang.
b. Kecamatan Krayan sejumlah 6 orang.
c. Kecamatan Sembakung sejumlah 12orang.
d. Kecamatan Lumbis sejumlah 6 orang.
e. Kecamatan Sie Menggaris sejumlah 4 orang.
f. Kecamatan Tulin Onsoi sejumlah 2 orang.
g. Kecamatan Lumbis Ogong sejumlah 14 orang
Program Guru Garis Depan (GGD)
Selain Program SM-3T, Kabupaten Nunukan juga mendapatkan
Program GGD, selama dua tahun terakhir. Yaitu tahun 2016 dan tahu
2017.Pada tahun 2016 terdapat sejumlah 14 orang guru GGD yang
ditugaskan di Kabupaten Nunukan.Ke 14 orang tersebut saat ini telah
berstatus PNS dengan penugasan Guru Garis Depan di empat Satuan
Pendidikan Menengah Atas.Keempat satuan pendidikan tersebut adalah:
a. SMKN 1 Sei Menggaris.
b. SMKN 1 Krayan.
c. SMKN Sebatik Barat, dan
d. SMUN 1 Lumbis.
Pendistribusian ke-14 guru tersebut dilakukan oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan. Penempatan pada
keempat SMA itu didasari pada kekurangan guru dan wilayah tertinggal,
terluar dan terdepan. SMKN 1 Negeri Sei Menggaris dan SMKN Sebatik Barat
dikategorikan sebagai SMU yang berada di daerah tertinggal, dan
terluar.Sementara SMKN 1 Krayan dan SMAN 1 Lumbus dikategorikan
sebagai SMU yang berada di daerah tertinggal.
3Sumber data: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 167
Terdapat sejumlah enam orang guru GGD yang tempatkan di SMK N 1
Sei Menggaris.Akibat kekurangan guru maka keenam guru tersebut
merangkap mengajar dua atau tiga mata pelajaran.Keenam guru GGD
tersebut dapat dilihat berikut
a. Andi Muammar Kadafi diberikan Surat Keputusan oleh Kementerian
Pedidikan dan Kebudayaan sebagai guru Mata Pelajaran Olah Raga dan
ditugaskan di daerah Garis Depan. Ia saat ini diberikan tugas tambahan
oleh Kepala Sekolah sebagai Kepala Laboratorium, Operator Dapodik,
dan mengajar Mata Pelajarna Alat Mesin Pertanian.
b. Agustinus Dance Tulung, di-SK-kan sebagai guru Bimbingan Konseling
dan diberikan tugas tambahan sebagai guru Mata Pelajaran Teknik
Otomotif.
c. Andi Mimawati, di-SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran Bahasa Inggeris
dan diberi tugas tambahan sebagai Pembina OSIS.
d. Diah Zulkaningsih, di-SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran Bahasa
Indonesia dan diberi tugas tambahan mengajar Mata Pelajaran
Pembinaan Kriatifitas.
e. Muh. Farizi Riski, di-SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran IPS dan diberi
tugas tambahan sebagai Pembina Pramuka.
f. Vidya Miranti, di-SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran Matematika dan
diberi tugas tambahan sebagai Wakil Kepala Sekolah bidang Kesiswaan
dan mengajar Olah Raga.4
Hal serupa dengan guru GGD yang tugaskan di SMKN 1 Krayan
Selatan, SMKN Sebatik Barat dan SMKN 1 Lumbis. Guru GGDtersebut
memiliki tugas ganda. berikut ini guru GGD yang ditugaskan di SMKN 1
Krayan Selatan beserta tugas tambahan yang diemban.
a. Dian Kumala Sari diberikan Surat Keputusan oleh Kementerian Pedidikan
dan Kebudayaan sebagai guru Bahasa Inggeris, diberikan tugas tambahan
sebagai Wali kelas XI dan mengajar Mata Pelajaran Asistensi Perawat
b. Sri Deni Br Girsang, di-SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran Akuntansi di
semua kelas dan tingkatan.
4Muammar Khadafi, Wawancara melalui seluler, tanggal 2 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 168
c. Ester Embo, di SK-kan sebagai guru Mata Pelajarn Matematika dan
ditugaskan sebagan Operator SIAO (Sistem Informasi Absen Online).
d. Cherif Renfly Singai, di SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran IPS dan
diitugaskan sebagai Wali Kelas.5
SMKN 1 Sebatik Barat menerima sejumlah 2 orang guru GGD. Kedua
orang tersebut di –SK-kan sebagai guru Mata Pelajaran Bahasa Inggeris dan
dan Mata Pelajaran Akuntansi, yaitu Dela Dela Karontong dan Endriyan
Sumali. Semetara di SMAN 1 Lumbis juga menerima dua orang guru GGD,
yaitu Rahmat Harianto dan Donal Eryxon Lumbangao. Rahmat Harianto,
selain di-SK-kan mengajar Mata Pelajaran Ekonomi, ia juga diberi tugas
tambahan sebagai Operator Data Pokok Pendidikan (Dapodik) dan Operator
Sains dan Teknologi (Saintek) Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SBMPTN).
Pada tahun 2017, Kabupaten Nunukan mendapat jatah guru alumni
SM-3T sejumlah 14 orang.Ke-14 orang tersebut didistribusikan ke satuan
pendidikan dasar (SD dan SMP) yang ada di Kecamatan Lumbis dan Krayan
Selatan.Terdapat sejumlah 6 orang guru yang ditempatkan di SDN dan 8
orang di SMPN.
Berikut ini guru GGD yang ditugas di dua kecamatan tersebut.
1. Firdinand Nahampun ditugaskan di SDN 10 Limbis Kecamatan Lumbis.
2. Aryani ditugaskan di SDN 6 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
3. Damawati ditugaskan di SDN 8 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
4. Noryani ditugaskan di SDN 7 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
5. Basrani ditugaskan di SDN 9 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
6. Israwati ditugaskan di SMPN 2 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
7. Nur Fitriani ditugaskan SMPN 3 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
8. Setyo Sari ditugaskan di SMPN 1 Lumbis Ogong Kecamatan Lumbis.
9. Ardianto ditugaskan di SDN 3 Kecamatan Karayan Selatan.
10. Muti Munarti ditugaskan di SDN 5 Kecamatan Krayan Selatan.
11. Eka Daravahounna ditugaskan di SDN 6 Kecamatan Krayan Selatan.
5Dian Kumalasari, Wawancara melalui seluler, tanggal 5 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 169
12. Elimatyah Sundira Diri ditugaskan di SMPN 3 Kecamtaan Krayan
Selatan.
13. Ariana ditugaskan di SMPN 1 Kecamatan Krayan Selatan.
14. Agus Arianto ditugaskan di SMPN 2 Kecamatan Karayan Selatan.
Kondisi Guru Agama di Lokasi Guru Garis Depan
Sejak ditetapkannya Peraturan Menteri Agama RI Nomor 16 Tahun
2010 tentang Pengelolaan Pendidikan Agama pada Sekolah, maka
kewenangan pengangkatan guru agama di sekolah umum berada pada
Pemerintah Daerah. Hal ini dapat dilihat jelas pada pasal 14 ayat (1) dan
(2).Diktum ayat tersebut berbunyi.
1. Pengadaan guru pendidikan agama di sekolah diselenggarakan oleh
Pemerintah dilakukan oleh Menteri.
2. Pengadaan guru pendidikan agama di sekolah yang diselenggarakan oleh
Pemerintah Daerah dilakukan oleh Menteri dan/atau Pemerintah Daerah.
Berdasarkan regulasi tersebut diatas, maka tanggung jawab
menanggulangi kekurangan guru agama berada pada kewenangan
Pemerintah Daerah.
Dalam konteks Kabupaten Nunukan, saat ini terdapat sejumlah 157
orang guru agama PNS. Sejumlah guru tersebut ditugaskan ke semua jenjang
pendidikan (SD, SMP, dan SMA). Tampak bahwa guru Pendidikan Agama
Kristen (PAK) lebih banyak dari pada guru Pendidikan Agama Islam (PAI) dan
Pendidikan Agama Katolik (PAK).
Pendistribusian guru pendidikan agama tersebut dilakukan secara
tepat.Dinas Pendidikan Nasional Kabupaten Nunukan telah mendistribusikan
guru agama tersebut berdasarkan jenis agama siswa yang dominan pada
suatu satuan pendidikan. Beberapa Kecamatan tidak mendapatkan distribusi
guru PAI.Hal ini disebabkan karena di sejumlah satuan pendidikan yang
terdapat di kecamatan tersebut dominan tidak terdapat siswa yang menganut
agama Islam, seperti semua satuan pendidikan yang berada dalam wilayah
Kecamatan Krayan, KEc. Lumbis, Kecamatan, Sie Menggaris, Kec. Tuli Onsoi,
dan Kec. Lumbis Ogong. Sementara kecamatan yang lain hanya ditugasi
sejumlah guru PAI pada SD, SMP, atau SMU.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 170
Hal serupa dengan guru PAK. Terdapat sejumlah 9 kecamatan tidak
mendapat distribusi guru.Karena kecamatan tersebut dominan siswa pada
satuan pendidikan SD, SMP, dan SMU menganut agama Islam.Sedangkan
guru PAKt ditugaskan ke sejumlah 10 kecamatan (Lihat Tabel 1)
Teridentifikasi pula jumlah kebutuhan guru agama PNS di seluruh
tingkatan satuan pendidikan di Kabupaten Nunukan. Pada tingkat SD
Kabupaten Nunukan membutuhkan sejumlah 74 orang guru agama PNS,
baik guru PAI (24 orang), guru PAK (47 orang) maupun guru PAKt (3 orang).
Kecamatan yang membutuhkan guru PAI terbanyak adalah Kecamatan
Sembakung, Sebatik Barat, Nunukan, dan Sie Menggaris. Sementara
Kecamatan yang membutuhkan guru PAK terbanyak adalah Kecamatan
Krayan, Lumbis Ogong, Sembakung, Sebuku, dan Lumbis.Sementara Guru
PAKt dibutuhkan di Kecamatan Sembakung, Sebuku, dan Sebatik Tengah.
(Lihat Tabel 2.)
Pada tingkat SLTP, Kabupaten NUnukan membutuhkan sejumlah 16
orang guru agama PNS, baik guru PAI, guru PAK maupun guru PAKt. Guru
PAI yang dibutuhkan sejumlah 7 orang khususnya di Kecamatan Lumbis,
Sembakung, Sebatik, dan Sie Menggaris. Jumlah yang sama terhadap
kebutuhan guru PAK, khususnya di Kecamatan Krayan, Lumbis, Sebaku, dan
Lumbis Ogong. Sementara guru PAKt dibutuhkan d Kecamatan Sembakung
dan Sebatik Tengah. (Tabel 3.)
Hal serupa pada tingkatan SMA. Kabupaten Nunukan membutuhkan
guru agama PNS sejumlah 13 orang, baik guru PAI, guru PAK, guru PAKt,
Guru Pendidikan Agama Hindu (PAH), maupun guru Pendidikan Agama
Budha (PAB). Guru PAI dibutuhkan di Kecamatan Krayan, Nunukan, Sebatik,
Sebuku, dan Sebatik Tengah; Guru PAK dibutuhkan di Kecamatan Nunukan
Sabatik, dan Sebatik Tengah; guru PAKt dibutuhkan di Kecamatan Sebatik,
Sebaku, Nunukan Selatan dan Sebatik Tengah; dan guru PAH dan guru PAB
dibutuhkan di Kecamatan Nunukan. (Lihat Tabel 4. )
Profil Guru Garis Depan
Dari sejumlah 28 orang guru GGD yang ditugaskan di Kabupaten
Nunukan, terdapat sejumlah 9 orang yang dijadikan subyek
penelitian.Berikut ini profil singkat kesembilan guru GGD:
Pendidikan Agama di Daerah 3T 171
a. Ferdinand Nahmpun, merupakan putra kelahiran Propinsi Kalimantan
Utara, tepatnya di Pegatason Desa Lokasi Satu Kecamatan Lumbis.Putra
yang lahir 29 Oktober 1990 ini mendaftar program SM-3T di melalui
Universitas Mulawarman pada tahun 2014 secara dan ditempatkan di
Nunukan. Pada tahun 2917 Ferdinand mendaftar sebagai peserta
Program GGD pada tahun 2017, dan ditugaskan di SDN 10 Lumbis. Saat
ini ia ditugaskan sebagai wali kelas III. Selain sebagai wali kelas, iapun
dipercaya untuk mengemban tugas tambahan sebagai pembina olah raga
untuk memenuhi kekurangan guru Mata Pelajaran Olahraga di SDN 10
Lumbis, khusus membina keahlian siswa di bidang olahraga sepak bola
dan volly. Guru penganut agama Kristen ini juga dilibatkan dalam
berbagai kegiatan rapat sekolah dalam mendiskusikan peningkatan
kualitas pendidikan.6
b. Nur Fitriani, merupakan wanita kelahiran Kuala Samboja, salah satu
kelurahan di Kecamatan Samboja Kabupaten Kutai Kertanegara
Kalimantan Timur.Ia juga salah satu alumni SM-3T Angkatan II pada
tahun 2012, mendaftar melalui Unversitas Mulawarman dan di
ditugaskan di Kabupaten Kepulauan Siau, Tagulandang, Biaro (Sitaro)
Sulawesi Utara. Dua tahun kemudian, putri yang lahir pada 5 Agustus
1989 ini mendaftar sebagai peserta GGD secara online pada tahun 2014.
Setelah dinyatakan lulus, maka wanita lulusan Universitas Mulawarman
jurusan Pendidikan Matematika ditugaskan di SMPN 3 Lumbis
Ogong.Selain sebagai guru Mata Pelajaran Matematika, ia juga dipercaya
untuk mengajarkan Mata Pelajaran IPA dan Bahasa Inggris. Guru
penganut agama Islam ini juga dipercaya sebagai Bendahara Sekolah.7
2. Agus Arianto. Alumni program SM-3T tahun 2013 ini merupakan
kelahiran Kabupaten Bojonegoro Propinsi Jawa Tengah. Saat mengikuti
Program SM-3T di Universitas Negeri Malang ia ditempatkan di salah satu
SD di Kota Nunukan. Dengan pengalaman itu, maka lelaki kelahiran 1
Juni 1988 ini memilih Kabupaten Nunukan saat mendaftar secara online
Program GGD pada tahun 2016. Padahal ternyata oleh Kantor Pendidikan
dan Kebudayaan Kabupaten Nunukan memprogramkan penempatan guru
GGD di tiga Kecamatan, termasuk Kecamatan Krayan Selatan.Lelaki
muslim ini sekarang mengajar Bahasa Inggris merangkap mengajar IPS di
6Ferdinand Nahmpun, Wawancara melalui seluler, tanggal 25 Juli 2018. 7Nur Fitrian, Wawancara melalui seluler, tanggal 26 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 172
SMPN 2 Krayan Selatan. Selain mengajar dengan dua mata pelajaran
tersebut, ia pun dipercaya untuk membina keterampilan Pramuka siswa.8
3. Nuryani. Wanita kelahiran Desa Buduk Tumu Kecamatan Krayan
Kabupaten Nunukan ini mendaftar program SM-3T melalui Universitas
Mulawarman Samarinda pada tahun 2013. Ia ditempatkan di SD Gereja
Masehi Injili Sangige Talaud (GMIST) Sinai Makoa Kabupaten Kabupaten
Sitaro. Wanita yang menganut agama Islam ini kemudian mendaftar
Program GGD pada tahun 2016 dan ditempatkan di SDN 7 Lumbis
Ogong, Meskipun ditempatkan di Kecamatan terdekat dengan asal
kelahirannya, tetapi akses menuju satuan pendidikan tersebut termasuk
sulit sebab ia harus menempuhnya dengan berganti-ganti alat
transportasi, udara, darat kemudian laut. Ia sekarang dipercaya untuk
menjadi wali kelas VI. Selain itu, ia juga dipercaya sebagai bendahara
dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Selain kedua aktivitas itu,
wanita ini juga aktif terlibat dalam kegiatan kesiswaan di sekolah, seperti
mengarahkan siswa pada kegiatan memperingati HUT Kemerdekaan RI
dengan perlombaan puisi, dan lagu-lagu perjuangan.Ia juga terlibat dalam
kegiatan sosial budaya di masyarakat, Seperti program Keaksaraan
Fungsional Dasar (mengajar membaca masyarakat yang tidak mengenal
huruf). Program ini merupakan hasil kerjasama antara Puskesmas
Kecamatan Kraya Selatan dengan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan
Kabupaten Nunukan. Ia juga terlibat dalam kegiatan Program Indonesia
Mengajar dan Taman Baca Masyarakat, sebuah kegiatan belajar
tambahan bagi siswa SD dan bantuan buku.9
4. Basrani.Basrani mengikuti Program SM-3T pada tahun 2013 melalui
Universitas Mulawarman Samarinda.Lelaki kelahiran Kota Balikpapan ini
kemudian ditugaskan di Propinsi Papua. Kemudian mendaftar Program
GGD melalui program Pendidikan Profesi Guru pada tahun 2014, dan
diangkat sebagai guru PNS dalam program GGD pada tahun 2017. Lelaki
yang lahir pada tanggal 25 Juni 1986 ditugaskan di SDN 9 Lumbis
Ogong.Ia dipercaya menjadi wali kelas V dan Kelas III.10
5. Ariana. Salah satu guru GGD yang tidak mengikuti program SM-3T.
Wanita kelahiran Kecamatan Sebatik Kabupaten Nunukan ini langsung
8Agus Arianto, Wawancara melalui seluler, tanggal 27 Juli 2018. 9Nuryani, Wawancara melalui seluler, tanggal 28 Juli 2018. 10Basrani, Wawancara melalui seluler, tanggal 29 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 173
mendaftar program GGD dan mengikuti PPG KolaboratifMata Pelajaran
Kimia di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung pada tahun 2015.
Program ini dilalui dengan tahapan testing tertulis dan wawancara.
Semula wanita yang lahir pada tanggal 8 Nopember 1989 sengaja memilih
Kabupaten Nunukan sebagai tempat tugas dan ditempatkan di SMPN 1
Krayan Selatan. Meskipun ia memiliki disiplin ilmu Kimia, tetapi karena
di satuan pendidikan menengah pertama belum diajarkan mata pelajaran
tersebut, maka ia ditugaskan untuk mengajar mata pelajaran IPA dan
Matematika. Ia juga dipercaya sebagai kepala laboratorium IPA.11
6. Muammar Khadafi. Lelaki ini lahir di Kabupaten Sinjai Propinsi Sulawesi
Selatan padat 8 Nopember 1989.Ia mengikuti Program SM-3T pada tahun
2012 melalui Universitas Negeri Makassar, dan ditempatkan di Kabupaten
Sorong Propinsi Papua Barat. Ia adalah guru olahraga. Pada tahun 2017
ia diangkat sebagai guru GGD dan ditempatkan di SMK N 1 Sei
Menggaris, bersama lima orang guru yang GGD yang lain. Selain sebagai
guru olahraga ia juga dipercaya sebagai kepala Laboratorium Komputer,
Operator Data Pokok Pendidikan (Dapodik), dan mengajar mata pelajaran
Alat Mesin Pertanian. Ia aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, seperti
memandu siswa dan guru dalam bakti sosial membersihkan sumber air,
ikut terlibat dalam pembinaan pemuda karang taruna dalam rangka HUT
Kemerdekaan RI.
7. Selain itu Ia juga pernah terlibat dalam mendampingi guru tamu luar
negeri (Komunitas Pemerhati Pendidikan Perbatasan Asia Tenggara) yang
memiliki program peningkatan pendidikan di daerah perbatasan. Para
guru tamu tersebut berasal dari Jakarta, Bandung, Vietnam, Kamboja,
Brunai, dan Laos.Para tamu tersebut berjumlah 32 orang 12 orang
diantaranya adalah warga negara Indonesia.Selama seminggu Sei
Menggaris, mereka melakukan kegiatan diskusi dan sharing dengan siswa
dan orang tua siswa bertempat di Balai Desa dan kegiatan outbound.12
8. Rahmat Harianto. Ia lahir di Kabupaten Wonogiri Propinsi Jawa Tengah
pada tanggal 25 Nopember 1989. Ia mengikuti Program SM-3T pada
tahun 2012 melalui Universitas Negeri Yogyakarta. Ia kemudian
ditempatkan di salah satu satuan pendidikan di Kabupaten Gayo Lues
Propinsi Aceh. Selepas program SM-3T iapun mendaftar sebagai peserta
11Ariana, Wawancara melalui seluler, tanggal 31 Juli 2018. 12Muammar Khadafi, Wawancara melalui seluler, tanggal 2 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 174
PPG pada tahun 2014 dan ditugaskan sebagai GGD pada tahun 2016 di
SMAN 1 Lumbis. Ia saat ini mengajar mata pelajaran Ekonomi. Namun ia
juga diberi tugas tambahan untuk mengajar Pendidikan Jasmani dan
Kesehatan, Geografi, dan Keterampilan. Ia juga dipercaya sebagai operator
Dapodik dan Saintek SBPMB. Ia juga selalu dilibatkan dalam berbagai
kegiatan di sekolah, seperti penerimaan siswa baru, seleksi olimpiade
siswa, pembawa materi dalam kegiatan Masa Orientasi Siswa dan Diklat
Kepemimpinan, serta pembina Pramuka. Ia juga terlibat dalam kegiatan
kemasyarakatan seperti kegiatan sistem pengamanan lingkungan.13
9. Dian Kumalasari. Ia adalah berasal dari Kabupaten Pinrang Propinsi
Sulawesi Selatan. Ia lahir pada tanggal 15 Juli 1989. Wanita ini mengikuti
Program SM-3T pada tahun 2013 dan PPG pada tahun 2016. Ia semula
memilih penempatan GGD di Kabupaten Ketapang Propinsi Kalimantan
Barat, namun ternyata Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tidak
memprogramkan Propinsi tersebut sebagai lokasi GGD, jadi dia
dipindahkan ke Kalimantan Utara. Ia saat ini ditugaskan di SMKN 1
Krayan bersama tiga orang guru GGD yang lain. Dia Kumalasari
ditugaskan untuk mengajar Bahasa Inggris. Selain mengajar, ia juga
dipercaya sebagai wali kelas XI, sementara temannya yang lain dipercaya
sebagai operator Sistem Informasi Absen Online (SIAO). Ia juga dilibatkan
dalam kegiatan di sekolah seperti sebagai seksi acara, dan juri pada
lomba antar kelas dalam memperingati hari Kartini dan peringatan HUT
Kemerdekaan RI, diikutkan dalam kegiatan penerimaan siswa baru,
pembuatan soal-soal ujian, dan pembina Pramuka.14
Kondisi Pendidikan Agama pada Satuan Pendidikan Lokasi Guru Garis
Depan.
Berikut ini diuraikan kondisi pendidikan agamadi satuan pendidikan
dimana guru GGD ditugaskan. Uraian berikut memuat tentang profil singkat
satuan pendidikan, kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dalam
proses peningkatan kualitas pendidikan Agama.
13Rahmat Harianto, Wawancara melalui seluler, tanggal 4 Agustus 2018. 14Dian Kumalasari, Wawancara melalui seluler, tanggal 5 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 175
SDN 10 Lumbis.
Satuan pendidikan dimana Firdinand Nahampun ditugaskan terletak
di Desa Long Bulu15 Kecamatan Lumbis Kabupaten Nunukan.Satuan
pendidikan yang dikepalai oleh Bapak Kapito, hanya memiliki sejumlah 8
orang guru, empat diantaranya berstatus PNS termasuk Firdinand
Nahampun.Dari kedelapan orang guru tersebut hanya seorang yang telah
mendapat sertifikat sertifikasi guru profesional dan enam diantaranya
berpendidikan terakhir S1. Dari aspek biologis, kedelapan guru tersebut
dominan berjenis kelamin lelaki (7 orang) dan usia guru dominan antara 25-
45 tahun (7 orang). Daftar guru tersebut adalah: a) Rustam Aji, b) Marianto, c)
Hermanto, d) Firdinand Nahampun, e) Yonsil, f) St. Khadijah, g) Sumarman,
h) Kamaruddin16
Siswa yang belajar di satuan pendidikan ini sebanyak 62 orang dan
menganut agama Kristen dan Katolik. Siswa yang menganut agama Kristen
diajar langsung oleh guru PAK. Namun pendidikan agama bagi siswa yang
menganut agama Katolik diperoleh saat mengikuti kegiatan keagamaan di
Gereja Katolik, beberapa pertemuan siswa tersebut diajar oleh guru PAK
dengan pertimbangan memiliki kemiripan ajaran agama.
Ferdinal Nahampun kurang terlibat dalam kegiatan pendidikan agama
di sekolah. Hal ini disebabkan karena seluruh kegiatan pendidikan
keagamaan baik kurikuler dan ekstrakurikuler ditangani langsung oleh guru
PAK. Kegiatan keagamaan di sekolah cukup aktif dan dibina langsung oleh
guru PAK. Kegiatan peribadatan, yaitu berdoa saat sebelum memulai
pelajaran telah dibiasakan dalam proses belajar mengajar. Demikian halnya
dengan kegiatan keagamaan hari raya, seperti Perayaan Hari Natal.Namun
Feedinand Nahampun cukup terlibat dalam kegiatan keagamaan di
Gereja.Ferdinand merupakan Jamaah tetap di salah satu Gereja di Desa Long
Bulu.Tetapi tidak terlibat sebagai gembala dalam melayani umat Kristen.17
15Desa Long Bulu merupakan bagian dari Kecamatan Lumbis Ogong, pemekaran dari
Kecamatan Lumbis. Kabupaten Nunukan. Desa ini hanya dapat diakses melalui transportasi laut menelusuri sungai dan anak sungai. Semua desa-desa di Kecamatan Lumbis Ogong terisolasi jauh dari pusat kota. Daearah ini termasuk Kawasan Strategis Nasional (KSN). Karena akses dari desa ini menuju kota sangat sulit menyebabkan harga sembilan bahan pokok tergolong sangat mahal seperti harga gula mencapai Rp. 20.000,- dan bensin mencapai Rp. 25.000,- 16Kapito, Kepala SDN 10 Lumbis, Wawancara melalui seluler, tanggal 25 Juli 2018. 17Ferdinand Nahmpun, Wawancara melalui seluler, tanggal 25 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 176
Satuan pendidikan yang memiliki luas lahan 4.000m2 memiliki
sejumlah 62 orang menganut Agama Kristen dan Katolik. Terdapat sejumlah
25 siswa yang berusia diluar usia siswa SD, yaitu 1 orang dibawah 7 tahun
dan 24 orang diatas 12 tahun (Tabel 5.)
Satuan pendidikan ini hanya memiliki satu gedung semi permanen.
Gedung tersebut terdiri atas tiga ruang,di mana setiap ruang disekat untuk
dibagi dua untuk memenuhi ruang kelas dari enam tingkatan di layaknya
disatuan pendidikan dasar. Pada tahun 2018, satuan pendidikan ini telah
menerima siswa baru sejumlah 11 orang dan menamatkan siswa sebanyak 4
orang. Satuan pendidikan ini juga merupakan penerima dana Bantuan
Operasional Sekolah.
SMPN 3 Lumbis Ogong.
Satuan pendidikan,dimana guru GGD Nur Fitriani ditugaskan, terletak
di Ibukota Desa Sedalit Kecamatan Lumbis Ogong, tepatnya Jalan
Pembangunan.Satuan pendidikan menengah pertama ini dikepalai oleh
Agustinus K. Terdapat sejumlah 41 orang siswa, yang terdiri atas 19 lelaki an
22 perempuan. Tak satupun siswa yang menganut agama Islam. (Lihat Tabel
6.)
Dalam konteks pembelajaran pendidikan Agama, satuan pendidikan ini
memiliki guru PAK yang berstatus honorer. Meskipun demikian, ia juga
dipercaya untuk mengajarkan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Bapak
Benyamin Mambe juga merupakan pendeta di salah satu gereja di Desa
Sedalit. Namun dalam proses peningkatan kompetensi sebagai guru, ia sering
kali mengikuti diklat Peningkatan Kompetensi Guru Bahasa Indonesia. Multi
fungsi yang diemban oleh guru PAK ini membuatnya tidak consent terhadap
tugasnya sebagai guru PAK di SMPN 3 Lubis Ogong. Meskipun demikian,
kegiatan keagamaan di sekolah aktif, yaitu kegiatan keagamaan Agama
Kristen dan Katolik.
Sementara Nur Fitriani sebagai penganut agama Islam kurang
diperankan dalam proses peningkatan kualitas pendidikan Agama. Sebab tak
satu pun siswa yang menganut agama Islam.Keinginannya untuk terlibat
dalam kegiatan keagamaan Islam di luar waktu mengajar terkendala karena
transportasi.Umat Islam dominan bermukim di Ibukota Kecamatan. Untuk
mengakses Ibu Kota Kecamatan, dibutuhkan proses perjalanan yang berganti-
Pendidikan Agama di Daerah 3T 177
ganti jenis sarana transportasi. Naik perahu selama 2 jam, kemudian naik
bus selama 2 jam, lalu naik speedboat selama 2 jam.18
Satuan pendidikan yang memiliki luas lahan 1.275m2ini memiliki
hanya sejumlah 5 orang guru. Tiga diantaranya sudah berstatus PNS,
termasuk Nur Fitriani, dan seorang guru yang telah mendapat sertifikat guru
profesional. Kelima guru itu terdiri atas tiga laki-laki dan dua perempuan,
yang merangkap sebagai tenaga kependidikan. Berikut ini kelima nama guru
tersebut: a) Sutarman, b) Juniaberry Aran, c) Benyamin Mambe, d) Yunus M.
Labiki, e) Nur Fitriani.19
Satuan pendidikan yang belum mendapat sertifikat akreditasi ini
hanya memiliki tiga ruang kelas. Ketiga ruang kelas itu dipergunakan untuk
proses belajar mengajar. Kondisinya saat ini tergolong kategori rusak sedang.
SMKN 1 Sie Menggaris.
Sekolah kejuruan ini terletak di Desa Tabur Lestari20 Kecamatan Sie
Menggaris Kabupaten Nunukan.Satuan pendidikan dimana guru GGD Andi
Muammar Khadafi, memiliki guru sejumlah 15 orang terdiri atas delapan
orang lelaki dan 7 orang wanita.Semua guru berusia di bawah 40 tahun dan
dominan berpendidikan terakhir S.1.terdapat sejumlah 6 orang guru yang
telah mendapat sertifikasi guru profesional, dan 11 orang diantaranya telah
berstatus PNS, dan empat guru yang menganut Agama Kristen, selebihnya
menganut agama Islam. Berikut ini nama-nama guru SMKN 1 Sie Menggaris.
Berikut ini daftar guru di SMKN 1 Sie Menggaris.
a. Agus Jujun Setiawan
b. Saiful
c. Melania Selo
d. Merlin Patasik Epen
e. Wahdania
f. Aziz Sudariyanto
g. Andi Myrmawati
h. Muh. Farisi Rezki
i. Jrohdy
j. Sudirman Nur
k. Diah Zulkaningsih
18Nur Fitrian, Wawancara melalui seluler, tanggal 26 Juli 2018. 19Agustinus K, Kepala SMPN 3 Lumbis Ogong, Wawancara melalui seluler, tanggal 26 Juli 2018. 20Desa Tabur Lestari adalah hasil pemekaran kelurahan Nunukan Barat pada tahun 20104, merupakan
bagian dari pada Kecamatan Sei Menggaris Kabupaten Nunukan. Sebagian wilayah desa ini merupakan kawasan transmigrasi. Desa ini dibelah oleh sungai Tonghap. Terdapat sejumlah 16 RT dimana 8 RT termasuk kawasan Transmigrasi dan satu RT di seberang sungai Tonghap.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 178
l. Vidya Miranti
m. Andi Muammar Kadafi
n. Mansur
o. Hapipuddin
SMKN 1 Sie Menggaris memiliki sejumlah 165 orang siswa, terdiri atas
55% lelaki dan 45% wanita. Terdapat sejumlah 30% siswa yang berusia diluar
dari usia SMTA, yaitu 1% siswa yang berusia di bawah 16 tahun dan 29%
siswa yang berusia di atas 18 tahun. Dominan siswa menganut agama Islam
yaitu 84%, sementara siswa yang lain menganut agama Kristen (13%) dan
Katolik (2%). Lihat Tabel 7 pada Lampiran.
Berbeda dengan dua satuan pendidikan sebelumnya.Siswa SMKN1 Sie
Menggaris dominan menganut agama Islam. Proses pembelajaran pendidikan
agama di satuan pendidikan ini berlangsung, meskipun diajar oleh bukan
guru yang profesinya sebagai pengajar pendidikan agama. Sejumlah 139
orang siswa muslim diajar oleh seorang guru PAI honorer, sementara siswa
yang menganut agama Kristen dan Katolik diajar oleh guru yang secara
formal ditugaskan mengajar Bahasa Inggris dan Bahasa Indonesia. Guru
Bahasa Indonesia diberikan beban tambahan untuk mengajarkan PAK,
sedangkan guru Bahasa Indonesia ditugaskan untuk mengajar PAKt.
Kegiatan keagamaan dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan
agama pun dilakukan.Salah satu kegiatan yang sangat efektif meningkatkan
pengetahuan agama dan akhlak mulia siswa adalah kegiatan Kuliah Tujuh
Menit (Kultum). Kegiatan ini diikuti oleh seluruh siswa, untuk
mendengarkan pesan-pesan agama oleh guru disetiap hari. Guru yang
diberikan tugas untuk memberikan kuliah keagamaan selama tujuh menir
dan didengarkan oleh seluruh siswa.Muammar Khadafi sebagai guru GGD
pun ikut terlibat untuk mendapat giliran.Kegiatan memperingati hari besar
agama pun secara reguler dilaksanakan.Peringatan Hari besar agama Islam
pun diselenggarakan.Dan Muammar Khadafi sering kali dilibatkan sebagai
panitia.
Selain kegiatan internal satuan pendidikan, Muammar Khadafi juga
pernah dilibatkan dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan oleh
Kantor Kecamatan Sie Menggaris.Yaitu Mushabaqah Tilawatil Qur’an tingkat
Pendidikan Agama di Daerah 3T 179
kecamatan.Ia dilibatkan sebagai panitia di bidang paduan suara, kesenian,
dan membantu di bagian transportasi.21
SMKN 1 Sie Menggaris memiliki tanah seluas 40.000m2.diatas tanah
tersebut dibangun gedung sejumlah empat gedung permanen. Gedung
pertama terdiri dari 4 ruangan diperuntukkan sebagai ruang kelas dan Aula.
Gedung kedua terdiri tas dua ruangan diperuntukkan sebagai ruang
perpustakaan dan laboratorium IPA, gedung ke 3 terbagi atas dua ruangan
yang diperuntukkan sebagai ruang Kepala Sekolah dan laboratorium
Keterampilan. Sedangkan gedung keempat masih dalam proses penyelesaian.
Semua gedung ini berada didalam batas pagar kawat.
Berikut ini diuraikan secara pointer kondisi pendidikan agama dan
peranan guru GGD di enam satuan pendidikan yang lain.
SMPN 2 Karayan Selatan
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Agus
Arianto.
b. Siswa seluruh siswa yang belajar di satuan pendidikan ini menganut
agama Kristen.
c. Terdapat sorang guru PAK berstatus PNS yang bertugas di satuan
pendidikan ini.guru tersebut merupakan sarjana Teologia.
d. Karena siswa satuan pendidikan ini seluruhnya menganut agama Kristen
maka kegiatan keagamaan yang diselenggarakan adalah kegiatan
keagamaan Kristen. Kegiatan keagamaan tersebut terintegrasi pada
proses pembelajaran. Yaituberdoa setiap pagi sebelum masuk kelas dari
jam 07.00-08.00.
e. Terdapat pula kegiatan sosial keagamaan yang secara reguler
diselenggarakan pada hari-hari tertentu.Seperti kegiatan setiap Hari
Jumat: ekstrakurikuler, kegiatan ibadah, dan bakti sosial.
f. Agus Arianto, sebagai Guru GGD tidak terlibat dalam kegiatan keagamaan
di sekolah maupun di masyarakat.22
21Muammar Khadafi, Wawancara melalui seluler, tanggal 2 Agustus 2018. 22Agus Arianto, Wawancara melalui seluler, tanggal 27 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 180
SDN 7 Lumbis Ogong
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Nuryani.
b. Siswa yang belajar di satuan pendidikan ini menganut agama Kristen dan
Katolik. Tahun 2016, terdapat empat orang siswa yang menganut agama
Islam, namun tahun 2017, keempat siswa tersebut pindah pada sekolah
yang terletak di kecamatan lain.
c. Terdapat seorang guru PAK di satuan pendidikan ini namun tidak
berstatus PNS.Ia merupakan pendeta di salah satu gereja di Desa Patal.
Karenanya, proses pembelajaran PAK yang berlangsung aktif.
d. Kegiatan keagamaan telah direncanakan dalam rapat-rapat sekolah,
namun tidak terealisasi secara maksimal karena kendala oleh kebijakan
kepala sekolah.
e. Nuryani tidak pernah terlibat dalam proses pengajaran pendidikan agama
maupun dalam kegiatan keagamaan.23
SDN 9 Lumbis Ogong
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Basrani.
b. Siswa yang bersekolah di satuan pendidikan ini adalah menganut agama
Kristen dan Katolik.
c. Satuan pendidikan ini tidak memiliki guru agama. Namun proses
pembelajaran PAK tetap terlaksana meskipun diajarkan oleh guru PNS
yang tidak berlatar belakang pendidikan agama Kristen. Pembelajaran
PAK tidak menggunakan Kurikulum yang dikeluarkan oleh Kementerian
Agama RI, namun mengajarkan sesuai dengan Injil.Jadi Injil yang
dijadikan sumber belajar utama.
d. Gereja di Desa Panas tidak melibatkan diri untuk memberikan materi PAK
pada satuan pendidikan yang berada di Desa Panas.Hal disebabkan
karena pendeta sudah berusia lanjut.
23Nuryani, Wawancara melalui seluler, tanggal 28 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 181
e. Namun kegiatan keagamaan sangat aktif di satuan pendidikan
ini.terdapat pembelajaran menghafal ayat-ayat injil, kebaktian bersama
antara siswa yang menganut agama Kristen dan Katolik pada hari Natal
dan kegiatan keagamaan lainnya.
f. Basrani penganut agama Kristen juga dilibatkan sebagai panitia dalam
kegiatan keagamaan di sekolah.
g. Basrani juga terlibat dalam kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di
salah satu gereja di Desa Panas. Ia pernah diminta untuk berpartisipasi
membuat spanduk pada kegiatan Gereja menyambut kedatangan Camat
Lumbis Ogong berkunjung.
h. Rencana kegiatan keagamaan seluruhnya direncanakan oleh para
gembala Gereja.24
SMPN 1 Krayan Selatan
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Ariana.
b. Semua siswa yang belajar di satuan pendidikan ini menganut agama
Kristen.
c. Satuan pendidikan ini memiliki guru PAK berstatus PNS. Karenanya
proses pembelajaran PAK berjalan aktif.
d. Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di satuan pendidikan ini
hanya sebatas peribadatan, yaitu berdoa sebelum memulai pembelajaran.
e. Sementara kegiatan keagamaan nasional, seperti Hari Natal
diselenggarakan di Gereja.
f. Ariana hanya terlibat memandu siswa beribadah setiap memulai
pembelajaran, sementara proses pembelajaran PAK dan kegiatan
keagamaan semua direncanakan dan dilaksanakan oleh guru PAK.25
24Basrani, Wawancara melalui seluler, tanggal 29 Juli 2018. 25Ariana, Wawancara melalui seluler, tanggal 31 Juli 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 182
SMA Negeri 1 Lumbis.
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Rahmat
Harianto bersama dengan Donal Eryxon Lumbangaol.
b. Agama siswa satuan pendidikan ini terdiri atas Islam, Kristen dan Katolik.
c. Terdapat dua guru agama di satuan pendidikan ini, yaitu guru PAI dan
guru PAK. Keduanya berstatus PNS.Selain mengajar mata pelajaran
pendidikan agama, kedua guru tersebut juga mendapat tugas tambahan.
Guru PAI merangkap mengajar mata pelajaran Seni Budaya, sementara
guru PAK dipercaya sebagai bendahara.
d. Kegiatan keagamaan Islam diselenggarakan secara rutin.Guru GGD
terlibat dalam kegiatan HBI ini. Guru satuan pendidikan ini dominan
menganut agama Islam. Hanya terdpat 4 orang guru yang menganut
agama Kristen dan Katolik.Karenanya kegiatan keagamaan Islam dominan
diselenggarakan.
e. Guru GGD tidak terlibat dalam proses pembelajaran pendidikan agama,
namun terlibat dalam kegiatan keagamaan di sekolah.
f. Guru GGD juga terlibat dalam kegiatan keagamaan masyarakat Desa
Manselong. Antara lain kegiatannya adalah Pengajian rutin Majelis
Taklim, sebagai narasumber dalam kegiatan remaja masjid. Dan pernah
terlibat dalam kegiatan Karnaval Agama Kristen yang diselenggarakan
oleh Gereja.26
SMKN 1 Krayan
Kondisi pendidikan agama dan peranan guru GGD dapat dilihat secara
singkat pada pointer berikut:
a. Guru GGD yang ditugaskan di satuan pendidikan ini adalah Dian
Komalasari bersama Sri Dave Br Girsang, Ester Embo, dan Cherif Renfly
Singai.
b. Semua Siswa satuan pendidikan ini menganut agama Kristen.
26Rahmat Harianto, Wawancara melalui seluler, tanggal 4 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 183
c. Terdapat satu guru PAK dan berstatus PNS. Jadi proses pembelajaran
pendidikan agama berjalan aktif.
d. Kegiatan keagamaan yang diselenggarakan di sekolah direncanakan oleh
guru PAK dan dilaksanakan dengan melibatkan seluruh siswa dan
guru.Seperti kegiatan ibadah bersama pada hari Sabtu.Seluruh siswa dan
guru yang menganut agama Kristen melakukan peribadatan bersama di
sekolah. Sedangkan guru yang menganut agama Islam juga melakukan
kegiatan keagamaan secara terpisah, seperti mengaji atau membaca
Alquran.
e. Guru GGD yang menganut agama Kristen turut terlibat dalam kegiatan
peribadatan bersama.Demikian halnya dengan guru GGD yang menganut
agama Islam turut terlibat dalam kegiatan mengaji bersama.27
P E N U T U P
Kesimpulan
Dari uraian terdahulu dapat disimpulkan bahwa,
1. Dominan satuan pendidikan di mana guru GGD ditugaskan tidak
memiliki guru Pendidikan agama yang berstatus PNS. Namun proses
pembelajaran pendidikan agama tetap berjalan meskipun diajar oleh guru
yang tidak berkualifikasi dan tidak berkompetensi pendidikan agama.
Demikian dengan sumber belajar, meskipun satuan pendidikan tersebut
menyatakan telah menggunakan Kurikulum Pendidikan Agama tahun
2013, namun sumber belajar utama yang dijadikan rujukan adalah kitab
suci.Hal serupa dengan pembelajaran, dominan satuan pendidikan belum
menyiapkan sarana dan alat pembelajaran serta ruang ibadah.
2. Peranan guru GGD dalam meningkatkan proses pembelajaran pendidikan
agama pun beragam. Dominan guru GGD tidak terlibat secara kurikuler
dalam proses pembelajaran pendidikan agama pada satuan pendidikan di
mana ditugaskan. Guru GGD hanya aktif terlibatdalam kegiatan
keagamaan di sekolah, seperti pembinaan karakter religius, peringatan
hari besar agama, serta kompetisi pendidikan agama.
27Dian Kumalasari, Wawancara melalui seluler, tanggal 5 Agustus 2018.
Pendidikan Agama di Daerah 3T 184
Rekomendasi
Berdasarkan temuan penelitian di atas direkomendasikan
1. Upaya memastikan proses pendidikan agama berjalan dengan efektif,
harus dilakukan. Dengan tujuan tersebut, maka pendidikan agama
sejatinya diajarkan oleh guru yang memiliki kualifikasi dan kompetensi
pendidikan agama, termasuk di daerah lokasi SM-3T dan GGD
ditugaskan
2. Dalam upaya itu, maka pelibatan sarjana/guru yang berlatar belakang
disiplin ilmu kependidikan agama pada Program SM-##T dan Program
GGD perlu dipertimbangkan pada angkatan berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Kementerian Agama Kabupaten Nunukan, Data Guru Agama se Kabupaten Nunukan
Kementerian Agama Propinsi Kalimantan Utara, Kondisi Guru dan Kebutuhan Guru
pada Satuan Pendidikan di Propinsi Kalimantan Utara.
Direktorat Kawasan Khusus dan Daerah tertinggal, Kementerian Perencanaan
Pembangunan Nasional (PPN)/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional
(BAPPENAS), Daftar Daerah Tertinggal dan Perbatasan, Tahun 2015.
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan Kemeterian Keuangan Republik Indonesia, Dafar
Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (Perbatasan) Tahun 2015.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/11/kemendikbud-siapkan-lima-program-
afirmasi-untuk-pemenuhan-guru-di-daerah.
https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/11/.