Post on 02-Jul-2015
description
i
PELAKSANAAN MEKANISME KEPANGKATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH
(Studi pada Kantor Badan kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka)
Tesis
Untuk memenuhi sebagian persyaratan
Mencapai derajat Magister
Program Studi Magister Ilmu Hukum
Oleh :
MUHAMMAD TAUFAN
No. Induk Mahasiswa :
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2007
ii
PELAKSANAAN MEKANISME KEPANGKATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH
(studi Pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka)
Oleh :
MUHAMMAD TAUFAN
No. Induk Mahasiswa :
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 06 Januari 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
susunan Tim Penguji
Ketua
Hamzah Baharuddin, S.H.,M.H.
DR. H. La Ode Husen, S.H.,M.H. DR.H.Muh. Syarief Nuh, S.H.,M.H.
Said Sampara, S.H.,M.H. H.Hasbi Ali, S.H.,M.S.
Makassar………………..Program Pascasarjana UMI
Direktur,
Prof. DR. H. Hambali Thalib, S.H.,M.H.
ii
Tesis
PELAKSANAN MEKANISME KEPANGKATAN PEGAWAI
NEGERI SIPIL DALAM RANGKA OTONOMI DAERAH
(Studi pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka)
Oleh :
MUHAMMAD TAUFAN
No. Induk Mahasiswa :
Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji
Pada tanggal 06 Januari 2007
dan dinyatakan telah memenuhi syarat
Komisi Pembimbing
Ketua Anggota
DR. H. La Ode Husen, S.H.,M.H. Said Sampara, S.H.,M.H.
Makassar………………..Program Pascasarjana UMI
Direktur,
Hamzah Baharuddin,S.H.,M.H.
iii
ABSTRAK
Muhammad Taufan, Nim : ……………………….., Judul Tesis
Pelaksanaan Mekanisme Administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
dalam kerangka Otonomi Daerah (Studi pada Kantor Badan kepegawaian
Daerah Kabupaten Kolaka), dibimbing oleh Bapak DR. H. LAODE
HUSEN, SH.MH dan Bapak SAID SAMPARA, SH.MH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
Pelaksanaan Mekanisme Administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan dalam kerangka Otonomi
Daerah atau belum serta mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Penelitian ini dilaksanakan di Kantor Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kolaka dengan populasi seluruh Pegawai Negeri Sipil yang
melakukan pengurusan Administrasi kepangkatan dan penentuan sample
dilakukan secara purposive dengan jumlah 40 responden.
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif dan kuantatif. Analisis kualitatif digunakan untuk data
yang tidak dapat dikuantifikasi berupa studi liberatur, dokumen-dokumen
dan peraturan perundang-undangan,. Sedangkan analisis kuantitatif
dipergunakan untuk ditabulasi dengan angka-angka dan pengujiannya
menggunakan model distribusi frekuensi.
iv
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Mekanisme
Administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Kerangka otonomi
Daerah pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka
kurang terlaksana secara efektif, karena dipengaruhi oleh beberapa factor
antara lain factor perundang-undangan yang mengatur Mekanisme
Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil belum dilaksanakan sebagaimana
mestinya. Prosedur kepangkatan belum diarahkan untuk peningkatan
kualitas Pegawai Negeri Sipil dan syarat Kepangkatan masih dipandang
prosedurnya berbelit-belit dan terkesan sangat birokratis
Penelitian ini pada akhirnya menyarankan agar dalam pelaksanaan
Administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil senantiasa lebih
menitikberatkan kepada kemampuan dan system prestasi kerja pegawai
Negeri Sipil. Pelaksanaan pendidikan dan latihan bagi Pegawai Negeri
Sipil secara teratur dan berkesinambungan diadakan dengan anggaran
yang cukup dalam menunjang pelaksanaan kegiatan tersebut. Demikia
pula persyaratan mengenai prosedur Administrasi Kepangkatan
hendaknya lebih efisien.
v
ABSTRACT
Muhammad Taufan, Nim : ………, Thesis Title The implementation of judul tesis Pelaksanaan Mekanisme Administrasi of civil servant hierarchy administration merchanism (Case Study on Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka), Supervisor Dr.H. la Ode Husen, SH.,MH and Said Sampara, SH.MH.
The aims of this research are to investigation and analyse whether the implementation of civil servant hierarchy administration mechanism in “Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka” by using all civil servants which do the hierarchy which and determined by using purposive sampling method.
Qualitative and quantitative analysis technique are employed in this research. Qualitative analysis is used for un-quantified data which include literature studies, documents and legal documents . meanwhile, Quantitative analysis is applied for quantifield data in the form of empirical data which can be numbered and tabulated. Further analysis is conducted by using frequency distribution model.
The reseult show that the implementation of hirerchhy of civil servant administration mechanism based on regional autonomy framework in kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka is not effective. This is influenced by several factor. First is the implementation of regulations which related to the hierarchy of civil servant administration mechanism not optimimum. Second factors is the hierarchy procedure is not directed towards the civil servant quality improvement. The last factors is the uncertainty and too bureactic procedures that applied
The results of the research suggest that the civil servant hierarchy administration must be emphasised on capabilities and ferpormance based Moreover, it is necessary to imply regular education and training which is sustained and supported by appropriate budget. In addition, the effective and efficient requirement hiierarchy administration procedure must also be applied.
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirahim.
Segala puji hanya dipersembahkan bagi ALLAH SWT, Tuhan seru
sekalian alam, yang hanya dengan kekuasaan-Nya lah hamba yang dhoif
ini bisa menikmati indahnya kehidupan jagad raya. Ucapan Alhamdulillah
dan Allahu Akbar, penulis sampaikan kepada ILLAHI ROBBY yang telah
memberi petunjuk dan bimbingan-Nya, sehingga dengan upaya yang
terus menerus dan optimal penulis telah bisa merampungkan penulisan
tesis ini sebagai syarat guna memperoleh Kesarjanaan Strata Dua (S2)
Magister Ilmu Hukum pada Universitas Muslim Indonesia Makassar.
Kekkurangan dan kekeliruan dalam penulisan tesis yang menjadi
kritikan dari berbagai pihak, penulis senantiasa mengucapkan terima
kasih.
Dalam penyelesaian tesis ini tidak terlepas bantuan dan bimbingan
dari berbagai pihak, untuk itu dengan penuh ketawadhu’an,
perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih dan perhargaan yang
tinggi kepada :
1. Prof. DR. H. M. Nasir Hamzah, SE., MSi. Selaku Rektor UMI Makassar
2. Prof. DR. H. Hambali Thalib, S.H.,M.H. Direktur Program Pascasarjana
UMI Makassar
3. DR. H. La Ode Husen, S.H.,M.H. selaku Ketua, yang senantiasa
mendorong penulis untuk berfikir secara komprehensif dalam mengkaji
vii
permasalahan hukum. Pola berpikir seperti itu, sangat mempengaruhi
kajian dan tulisan yang disusun dalam tesis ini
4. Bapak Said Sampara, S.H.,M.H, sebagai pembimbing Kedua yang
telah memberikan masukan konseptual dalam proses penyelesaian
Tesis in.
5. Ucapan terim kasih kepada Bapak DR.H. MUH. SYARIF NUH,SH.MH,
bapak H. HASBI ALI, SH.MSi dan Bapak HAMZA BAHARUDDIN,
SH.MH sebagai Tim Penilai yang memberikan masukan dan koreksi
atas penulisan tesis ini dimulai sejak seminar proposal, seminar hasil
sampai pada ujian tutup.
6. Semua Dosen pada program Studi Ilmu-ilmu Hukum dan Staf pasca
Sarjana Universitas Muslim Indonesia Makassar.
7. Bapak Drs. H. Buhari Hatta, M.Si, Selaku Bupati Kolaka yang telah
memberikan peluang kepada penulis untuk melanjutkan studi
8. Bapak Drs. Khaerun, MM, selaku Kepala Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kolaka yang memberi peluang kepada penulis untuk
mendapatkan informasi berkenaan dengan pelaksanaan Administrasi
Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.
9. Ayahanda
10. Istri tercinta
Semoga Allah SWT, memberikan balasan yang setimpal terhadapa
pihak-pihak tersebut diatas, dan tentunya harapan penulis semoga karya
ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu hukum. Amin.
viii
Penulis
Muhammad Taufan
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL..................................................................................
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................
ABSTRAK...............................................................................................
ABSTRAC...............................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................
DAFTAR ISI............................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................
A. Latar Belakang Masalah....................................................
B. Rumusan Masalah............................................................
C. Tujuan Manfaat Penelitian.................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................
A. Otonomi Daerah................................................................
B. Pengembangan Otonomi Daerah......................................
C. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil......................................
D. Dasar Hukum Mekanisme Administrasi Kepangkatan......
E. Mekanisme Administrasi Kepangkatan.............................
F. Kewenangan Otonomi Daerah Dalam fungsi ...................
Administrasi.......................................................................
G. Kerangka Konseptual........................................................
H. Hipotesis...........................................................................
I. Defenisi operasional..........................................................
x
BAB III METODE PENELITIAN..........................................................
A. Lokasi Penelitian...............................................................
B. Populasi dan sampel.........................................................
C. Jenis dan sumber data......................................................
D. Teknik pengumpulan data.................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................
A. Gambaran lokasi penelitian...............................................
B. Pelaksanaan Mekanisme Administrasi Kepangkatan........
Pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten.....
Kolaka...............................................................................
C. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan ..............
Mekanisme Administrasi Kepangkatan pada Kantor.........
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka..............
BAB V PENUTUP..............................................................................
A. Kesimpulan.......................................................................
B. Saran-saran......................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam bidang kepegawaian selain ditaur oleh Undang-undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah juga ditaur
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian.
Kebijakan kepegawaian dalam undang-undang ini dianut
kebijakan yang mendorong pembangunan Otonomi Daerah, sehingga
kebijakan kepegawaian di daerah yang dilaksanakan oleh daerah
otonom sesuai dengan kebutuhannya.
Sastra Djatmiko (1995 : 28) menyebutkan bahwa yang
dimaksud dengan kebijaksanaan dalam penyelenggaraan
kepegawaian adlah kebijaksanaan dalam arti garis-garis pada
ketentuan pokok (policy) dalam bidang kepegawaian, adalah
pengangkatan, pemberhentian, pemindahan, kenaikan pangkat dan
sebagainya.
Penentuan dan penetapan kebijaksanaan itu dalam peraturan
perundang-undangan, presiden dibantu oleh Menteri negara
Pendayagunaan Aparatur Negara, Kepala Badan Kepegawaian
Negara dan Menteri-menteri lainnya seperti Menteri Keuangan dan
sebagainya.
2
Selanjutnya tugas Badan Kepegawaian Negara (BKN) adalah
membantu Presiden dalam menetapkan kebijaksanaan kepegawaian,
merencanakan peraturan perundang-undangan, merencanakan
pembinaan kepegawaian sesuai dengan kebijaksanaan Presiden.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah sekarang merupakan landasan formal penyelenggaraan
Pemerintah daerah dengan mengutamakan asas otonomi atau
desentralisasi. Dangan berlakunya Undang-undang tersebut terjadi
perubahan secara menyeluruh baik di pusat maupun di daerah yang
harus diikuti oleh negara, penataan personil dan kelembagaan antara
instansi dari Pegawai Negeri Sipil Pusat yang diperbantukan dan atau
dipekerjakan menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1999, meletakkan dasar bagi
desentralisasi kepegawaian dengan tetao mempertahankan standar,
kualitas dan fungsi Pegawai Negeri Sipil sebagai unsur perekat
pemersatu bangsa, sehingga dalam pelaksanaan fungsi tersebut,
kepegawaian diserahkan sebagian kepada daerah sebagaimana
dalam penjelasan Umum Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintah Daerah :
“sejalan dengan kebijakan desentralisiai dalam penyelenggaraan pemerintahan, maka ada sebaian kewenagan dibidang kepegawaian untuk diserahkan kepada daerah yang dikelola dalam sistem kepegawaian”.
3
Walaupun undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 telah
meletakkan dasar bagi desentralisasi kepegawaian, tetapi menjadi
mengambang, ketika kewenangan daerah yang diatur dalam undang-
undang Nomor 32 Tahun 2004 dihadapkan pada kewenangan
kepegawaian yang diatur dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun
1999 Pasal 25, yang menyebutkan bahwa pengangkatan,
pemindahan, dan pemberhentian Pegawai Negeri Sipil dilakukan oleh
presiden. Disinilah terjadi inkonsistensi antara undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 dengan Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 yang
mengakibatkan kurang efektif dalam mewujudkan kepastian
hukumnya.
Landasan yuridis pelaksanaan otonomi daerah adalah dari TAP
MPR No.XV/MPR/1998, dalam pasal 1 yang dinyatakan :
“penyelenggaraan otonomi daerah dengan memberikan kewenangan yang luas dan nyata, serta bertanggung jawab di daerah secara profesional, diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan, serta perimbangan keuangan pusat daerah”.
Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan
prinsip-prinsip demokrasi dan memperhatikan keanekaragaman
daerah.
Bahkan begitu kuat keinginan terhadap pelaksanaan otonomi
daerah ini maka Sidang Tahunan MPR tahun 2000, yaitu TAP MPR
No.IV/MPR/2000, dalam konsididaran huruf (b) mengemukakan
bahwa :
4
“pelaksanaan otonomi daerah selama ini belum dilaksanakan
sebagaimana yang diharapkan sehingga banyak mengalami
kegagalan dan tidak mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
Kegagalan itu menimbulkan ketidakpuasan dan
ketersinggungan rasa keadilan yang melahirkan antara lain
tuntutan untuk memisahkan diri dan tuntutan keras agar
otonomi daeah ditingkatkan pelaksanaannya”.
Pembangunan daerah sebagai bagaian integral dari
pembangunan nasional dilaksanakan berdasarkan prinsip otonomi
daerah dan pengaturan sumber daya nasional yang memberikan
kesempatan bagi peningkatan demokrasi dan kinerja daerah untuk
meningkatkan kesejahteraan masyarakat menunju masyarakat
madani yang bebas korupsi, kolusi dan nepotisme. Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah sebagai subsistem pemerintahan negara
dimaksudkan untuk meningkatkan daya guna penyelenggaraan
pemrintahan dan pelayanan masyarakat.
Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab menyelengarakan kepentingan masyarakat
berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan
pertanggung jawaban kepada masyarakat.
Undang-undang Nomor 32 Tahhun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan Undang-undang No 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dan Undang-undang
5
No 43 Tahun 1999 tentang pokok-pokok Kepegawaian yang memberi
kewenangan yang luas pada daerah untuk menggali dan
mengembangkan segala potensi yang dimiliki daerah dalam upaya
penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat.
Misi utama dari ketiga Undang-undang tersebut, bukan hanya
pada keinginan untuk melimpahkan kewenangan dan pembiayaan
dari Pemerintah Pusat ke Pemerintah Daerah, tetapi yang lebih
penting adalah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas
pengelolaan sumber daya termasuk Sistem Administrasi Kepangkatan
kepada masyarakat.
Untuk itu semangat desentralisasi, demokrasi, transparansi,
dan akuntabilitas menjadi sangat dominan dalam mewarnai proses
penyelenggaraan pemerintahan pada umumnya dan proses
pengelolaan kepegawaian di daerah pada khususnya.
Disamping itu, dalam pelaksanaan desentralisasi pemerintahan
kepada daerah, Pegawai Negeri Sipil berkewajiban untuk tetap
menjaga persatuan dan kesatuan bangsa dan harus melaksanakan
tugasnya secara profesional dan bertanggung jawab dalam
menyelenggarakan tugas pemerintahan serta bersih dan bebas dari
korupsi, kolusi dan nepotisme.
Mekanisme Administrasi Kepangkatan yang merupakan bagian
yang integral dari pembinaan Pegawai Negeri Sipil perlu dilakukan
sebaik-baiknya dengan berdasarkan pada perpaduain sistem prestasi
6
kerja dan sistem karie yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja
untuk peningkatan kualitas sumber daya manusia secara menyeluruh
dan efektif terlepas dari berbagai penafsiran yang berbeda tentang
perangkat Undang-undang yang mengatur tentang Pegawai Negeri
Sipil.
Hal ini dimaksudkan untuk memberi peluang bagi Pegawai
Negeri Sipil yang berprestasi untuk meningkatkan kemampuannya
secara profesional dan berkopetisi secara sehat. Dengan demikian,
peningkatan dalam jabatan harus didasarkan atas penilaian objektif
terhadapa prestasi, kompetensi dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil,
serta kenaikan pangkat, d an juga harus diperhatikan system karir di
Kabupaten Kolaka.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka masalah
yang diidentifikasi adalah sebagai berikut :
1. Apakah mekanisme administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil
pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka telah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Apakah faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan mekanisme
administrasi kepangkatan Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka?
7
C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya bertujuan untuk ?
1. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah pelaksanaan
Mekanisme Administrasi Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil pada
Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka sudah
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis apakah faktor-faktor yang
mempengaruhi pelaksanaan mekanisme Administrasi Kepangkatan
PNS di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka.
Disamping itu diharapkan pula penelitian ini bermanfaat antara
lain :
1. Secara teoritis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan
ilmu hukum pada umumnya, dan Hukum Kepegawaian pada
khususnya
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah khususnya Kantor
Badan Kepegawian Daerah Kabupaten Kolaka terhadap pelayanan
Administrasi kepegawaian baik kenaikan Pangkat Pegawai Negeri
Sipil maupun berbagai kegiatan administrasi kepegawaian.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Otonomi Daerah
Menurut pendapat Koesoemaatmaja (1979 : 15) bahwa :
“isitilah otonomi daeri penggalan dua kata bahasa Yunani, yaitu autos berarti sendiri, nomos berarti undang-undang. Berarti otonomi bermakna membuat perundang-undangan sendiri, namun dalam pengembangannya, konsep otonomi daerah, selain mengandung arti membuat Peraturan Daerah, selain mengandung arti membuat Peraturan Daerah juga utamanya mencakupi pemerintahan sendiri”.
Otonomi daerah dilihat dari sudut wilayahnya dilakukan
penyelenggaraan dalam batas-batas wilayah yang dilakukan
Pemerintah Pusat. Di lihat dari sudut substansi atau materi
penyelengaraan otonomi daerah ditentukan oleh sistem rumah tangga
otonomi daerah yang digunakan.
Rumah tangga otonomi daerah materinya memuat pembagian
tugas yang tegas dan terperinci antara kewenangan Pemerintah
Daerah dan Pemerintahan Pusat, materi yang tidak tercantum dalam
undang-undang tersebut tidak termasuk kewenangan rumah tangga,
tetapi berada dalam rumah tangga Pemerintah pusat.
Adapun dalam rumah tangga otonomi daerah secara formal,
kewenangan rumah tangga otonomi daerah tidak ditentukan secara
apriori, Pemerintah Daerah bebas mengatur dan mengurus rumah
tangganya sendiri sepanjang dipandang bermanfaat bagi
9
kepentingannya guna kemajuan dan perkembangan daerah yang
bersangkutan.
Rumah tangga otonomi daerah secara rill didasarkan kepada
keadaan dan faktor-faktor yang nyata, sehingga tercapai harmonisasi
antara tugas , kemampuan dan kekuatan kondusif, baik ditingkat
Pemerintah Daerah, maupun ditingkat Pemerintah Pusat.
Menurut Tresna (Laica Marzuki,2000 : 2) bahwa : “Rumah
tangga otonomi rill merupakan jalan tengah, tidak melepaskan
kewenangan rumaha tangga otonomi daerah secara formal”.
Sedangkan pengertian otonomi daerah sebagai mana
dijelaskan dalam pasal 1 butir 5 dalam undang-undang Nomor 32
Tahun 2004 bahwa :
“Otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.
Otonomi daerah merupakan wujud kehidupan demokrasi dalam
konteks penyelenggaraan negera kesatuan, otonomi daerah
merupakan wadah kehidupan demokrasi rakyat melalui para wakilnya
(DPRD) turut serta dalam penyelenggaraan pemerintahan,
berdasarkan otonomi daerah yang dibangun dalam sistem
pemerintahan desentralisasi, rakyat mengatur rumah tangga mereka
sendiri dalam rangka penyelengaran otonomi daerah.
Suatu negara kesatua baru merupakan wujud pemerintahan
demokrasi bila otonomi daerah dijalankan secara efektif guna
10
pemberdayaan kemaslahatan rakyat, meliputi kewenangan peraturan
Daerah-peraturan Daerah yang mengakomodir kepentingan rakyat dan
penyelenggaraan pemerintahan yang diemban secara demokratis.
Winarya Surya Adisubrata (1999 : 11), mengemukakan
prinsip-prinsip pemberian otonomi daerah dalam undang-undang
nomor 32 tahun 2004 sebagai berikut :
a. Penyelenggaraan otonomi daerah dilaksanakan dengan prinsip
demokrasi dan dengan memperhatikan keanekaragaman daerah.
b. Pelaksanaan otonomi daerah didasarkan pada otonomi luas dalam
arti penyaluran kewenangan pemerintah yang secara nyata
dilaksanakan di daerah.
c. Pelaksanaan otonomi daerah yang luas dan utuh diletakkan di
kabupaten dan kota, sedangkan otonomi daerah propinsi dalah
otonomi terbatas.
d. Pelaksanaan otonomi daerah sesuai dengan konstitusi negara,
sehingga tetap terjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah
pusat dan Daerah.
e. Pelaksanaan otonomi daerah lebih mengutamakan kemandirian
otonom sehingga dalam kabupaten dan kota tidak ada lagi wilayah
administrasi atau kawasan khusus.
B. Pengembangan Otonomi Daerah
Otonomi daerha yang dilaksanakan dalam Negara Republik
Indonesia telah diatur kerangka landasannya dalam Undang-undang
11
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yaitu pasal 18 ayat (1)
dan ayat (2) dijelaskan bahwa :
Ayat (1) : “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah propinsi dan daerah propinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap propinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai Pemerintah Daerah, yang diatur dengan undang-undang”
Ayat (2) : “pemerintah daerah Propinsi, Daerah Kabupaten, dan kota mengatur dan mengurusi sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan”.
Maksud otonomi daerah ialah untuk memberikan status atau
kedudukan yang lebih demokratis kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten dan kkota. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, diharapkan akan mampu mengakomodasikan
perkembangan yang mengacu ke masa depan, lebih-lebih dalam
menghadapi abad ke 21 dan era globalisasi yang bersifat perdamaian
dan persaiangan.
Asas dari pelaksanaan otonomi daerah keseimbangan
desentralisasi, dekonsentralisasi dan asas pembantuan. Undang-
undang nomor 32 Tahun 2004 memberikan ruang gerak kepada
Pemerintah Daerah untuk dapat melaksanakan tugas-tugasnya.
Prinsip penyelenggaraan pemerintahan di daerah harus serasi dengan
pembinaan politik dalam rangka membina persatuan dan kesatuan
bangsa.
Titik berat otonomi pada daerah menurut H.A.W. Widjaja
(1998 : 139) mempunyai tujuan yaitu :
12
“untuk meningkatkan daya guna dan hasil guna penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, membina tingkat kestabilan politik dan membina persatuan dan kesatuan”.
Selain itu, otonomi daerah juga bertujuan agar daerah dapat
meningkatkan peran serta masyarakat dalam kegiatan pembangunan
nasional, dengan demikian daerah kabupatenn dan daerah kota
memiliki kesempatan untuk mengatur rumah tangganya sendiri
menurut pelaksanaan secara nyata, dinamis, serasi dan bertanggung
jawab.
Titik berat otonomi di daeah, karena merupakan yang paling
dekat bersentuhan dengan masyarakat dalam berinteraksi secara
inisiatif dengan masyarakat setempat, dan merupakan ujung tombak
dari Pemerintah Pusat dalam melaksanakan pembangunan.
Dalam pelaksanaan otonomi daerah adalah penting melakukan
pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai pembangunan
daerah yang diperlukan aparat Pegawai Negeri Sipil sebagai pelaku
penyelenggaraan pemerintahan yang benar-benar mampu mengajak
masyarkat berpartisipasi dalam pembangunan.
C. Pembinaan Pegawai Negeri Sipil
Pembinaan Pegawai Negeri Sipil, sebagai bagian dari tugas
Badan Kepegawaian Daerah sangat luas, maka pembinaan Pegawai
Negeri Sipil yang menjadi dasar pembahasan dalam tesis ini meliputi :
13
1. Penggajian
Perubahan peraturan gaji Pegawai Negeri Sipil sejak Tahun
1984 sampai tahun 2000 dimaksudkan untuk mengadakan
perbaikan terhadap pendapatan Pegawai Negeri Sipil. Dalam
peraturan-peraturan gaji tersebut dasar penggajian yang dipakai
adalah tetap yaitu berdasar atas pengangkatan pertama sesuai
dengan derajat pendidikan yang dicapai oleh seorang (skala gaji
pemulaan), dan selanjutnya gaji didasarkan atas masa kerja dan
pangkat lanjutan.
Dalam setiap aturan tentang gaji selalu disertakan aturan
tentang pemberian tunjangan sebagai komponen dari pendapatan.
Ada 2 jenis tunjangan, pertama tunjangan yang bersifat sosial yaitu
tunjangan istri/suami dan tunjangan anak; kedua tunjangan kerja
dngan bermacam-macam istilah, seperti tunjangan pelaksana,
tunjangan pejabat, tunjangan khusus pegawai yang bekerja di
tempat terpencil atau di tempat yang berbahaya, tunjangan jabatan
peneliti.
Tunjangan kerja tersebut sifatnya menyeluruh tanpa
membedakan departemen atau lembaga tempat kerja, asal
memenuhi ketentuan pemberian tunjangan tersebut. Ada
tunjanggan kerja yang sifatnya seperti tunjangan khusus Irian Jaya,
tunjangan jabatan bagi pegawai negeri tertentu di bidang
pendidikan, tunjangan jabatan bagi Hakim dan Mahkamah Agung
14
dan Peradilan Umum, tunjangan jabatan Hakim pada peradilan
Agama, tunjangan jabatan Jaksa, tunjangan jabatan bagi Ketua dan
Anggota Mahkamah Pelayaran, tunjangan jabatan bagi pejabat
tertentu yang ditugaskan pada BPK, tunjangan jabatan bagai
pegawai negeri Sipil yang ditugaskan dibidang persandian.
2. Pengembangan pegawai
Pengembangan pegawai terdiri atas 3 jenis, yaitu : (1)
pendidikan dan latihan; (2) kenaikan pangkat atau jabatan dan; (3)
perpindahan/mutasi
3. Pendidikan dan Latihan
Landasan hukum untuk pembinaan Pegawai Negeri Sipil
jenis ini adalah undang-undang No 8 Tahun 1974 yang telah diubah
dengan undang-undang No. 43 Tahun1999 tentang pokok-pokok
kepegawian, yaitu pada psal 31 jo Peraturan Pemrintah No. 100
Tahun 2000 yang berbunyi sebagai berikut :
“untuk mencapai daya guna dan hasil yang sebesar-besarnya, diadakan pengaturan pendidikan serta pengaturan dan penyelenggaran latihan jabatan Pegawai Negeri Sipil yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu, keahlian dan keterampilan”.
Namun berhubung dengan kompleksitas pendidikan dan
latiha bagi pegawai negeri yang meliputi berbagai macam keahlian
dan keterampilan, maka Pendidikan dan Latihan pegawai negeri
yang dapat ditangani langsung oleh lembaga Administrasi Negara
barulah pendidikan dan latihan yang mengenai bidang administrasi
15
dan manajemen, yaitu untuk jenis Pendidikan dan Latihan dengn
istilah Diklatpim, yang terdiri dari Diklatpim IV adalah Diklatpim
untuk jabatan Struktural Eselon IV; Diklatpim Tinggakt III adalah
Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon III; Diklatpim Tinggakt II
adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon II; Diklatpim
Tinggakt I adalah Diklatpim untuk jabatan Struktural Eselon I;
Diklatpim Fungsional
Diklatpim fungsional dilaksanakan untuk mencapai
persyaratan fungsional yang sesuai dengan jenis dan jenjang
jabatan fungsional masing-masing
Jenis dan jenjang Diklat Fungsional untuk masing-masing
jabatan fungsional sebagaimana dimaskud pada poin (a)
ditetapkan oleh masing-masing Pembina Jabatan Fungsional
yang bersangkutan.
Diklat Teknis
Diklat Teknis dilaksanakan untuk mencapai persayaratan
kompetensi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas Pegawai
Negeri Sipil
Diklat Teknis sebagaimana dimaksud dalam poin (a)
dapat dilaksanakan secara berjenjang. Jenis dan jenjang diklat
teknis ditetapkan oleh isntansi teknis yang bersangkutan.
Pendidikan dan latihan dengan tingkat-tingkat seperti
tersebut diatas adalah merupakan Pendidikan dan Latihan yang
16
bersifat penjenjangan yang ditujuakan untuk meningkatkan dan
mengembangkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan
kepribadian guan memenuhi persyaratan jabatan struktural
dalam pekerjaannya.
Mengenai Pendidikan dan Latihan Pegawai Negeri Sipil
yang sifatnya khusus dan teknis sesuai bidang dan tugas
sektoral pemerintah, pada umumnya dilaksanakan sendiri oleh
masing-masing departemen. Penanggung jawab penyelenggara
Pendidikan dan Latihan ialah Pusat Pendidikan dan Latihan
(PUSDIKLAT), atau apabila di suatu departemen tidak terdapat
unit seperti itu, penyelenggara Pendidikan dan Latihan
dipertanggunga jawabkan kepada beberapa unit misalnya kalau
Departemen Pertambangan dan Energi unit Biro Kepegawaian,
Biro Keuangan,Direktorat Teknik Pertambangan, Pusat
Pengembangan Tekhnologi Minyak dan Gas Bumi (PPTMGB)
“LEMIGAS”. Apabila di BPS ditangani oleh PUSDIKLATKOM,
baik secara langsung maupun dalam bentuk kerjasama dengan
LAN Perwakilan Daerah.
4. Kenaikan Pangkat dan Jabatan
a. Masa kenaikan Pangkat
Masa kenaikan pangkat pegawai Negeri Sipil ditetapkan
tanggal 1 April dan 1 Oktober setiap tahun, kecuali kenaikan
Anumerta dan kenaikan pangkat pengabdian.
17
Masa kerja untuk kenaikan pangkat pertama Pegawai
Negeri Sipil dihitung sejak pengangkatan sebagai Calon
Pegawai Negeri Sipil.
b. Kenaikan pangkat
Berdasarkan Peraturan No. 12 Tahun 2002 ditegaskan
beberapa hal antara lain :
1. Kenaikan Pangkat Reguler
Kenaikan pangkat reguler kepada Pegawai Negeri
Sipil yang tidak menduduki jabatan fungsional tertentu, dan
melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya tidak
menduduki jabatan pimpinan yang telah ditetapkan
persamaan eseonnya atau jabatan fungsional tertentu.
Kenaikan pangkat reguler diberikan sepanjang tidak
melampaui pangkat atasan langsungnya. Kenaikan pangkat
reguler diberikan kepada Pegawai Negeri Sipil sampai
dengan :
Pengatur muda, golongan Ruang II/a bagi yang
memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Dasar.
Pengatur, Golongan Ruang II/c, bagi yang memiliki
surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan Tingkat
Pertama.
18
Pengatur Tingkkat I, Golongan Ruang II/d, bagi yang
memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan
Kejuruan Tingkat Pertama.
Penata Muda Tingkat I, Golongan Ruang III/b, bagi
yang memiliki Surat Tanda Tamat Belajar Sekolah Lanjutan
Tingkat Atas, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 3
Tahun, Sekolah Lanjutan Kejuruan Tingkat Atas 4 tahun,
ijazah Diploma I atau Ijazah diploma II.
Penata, Golongan Ruang III/c, bagi yang memiliki
ijazah Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa, Ijazah Diploma
III, ijazah Sarjana Muda, Ijazah Akademi dan Ijazah
Bakaloreat.
Penata Tingkat I, Golongan Ruang III/d, bagi yang
memiliki ijazah Sarjana (S1) atau Ijazah Diploma IV.
Pembina, Golongan Ruang IV/a, bagi yang memiliki
Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister (S2) atau ijazah yang
setara.
Ijazah Dokter, Ijazah Apoteker dan Ijazah Magister
(S2) yang penetapan kesetaraannya dilaksanakan oleh
Menteri yang bertanggung jawab di Bidang Pendidikan
Nasionala atau Menteri Agama sesuai bidang masing-
masing.
19
Pembina tingkat I, Golongan Ruang IV/b, bagi yang
memiliki ijazah Doktor (S3).
Kenaikan pangkat reguler dapat diberikan kepada
Pegawai Negeri Sipil setingkat lebih tinggi apabila yang
bersangkutan sekurang-kurangnya 4 (empat) tahun dalam
pangkat terakhir, dan setiap unnsur penilaian prestasi kerja
sekurang-kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun
terakhir.
Pegawai negeri sipil yang kenaikan pangkatnya
mengakibatkan pindah golongan dari golongan II menjadi
Golongan III dan Golongan III menjadi Golongan IV, harus
telah mengikuti dan lulus ujian dinas yang ditentukan, kecuali
bagi kenaikan pangkat yang dibebaskan dari ujian dinas
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pegawai Negeri Sipil yang diperkejakan atau
diperbantukan di luar instansi induk secara penuh pada
proyek pemerintah, organisasi profesi, nnegara sahabat,
badan internasional atau badan swasta yang ditentukan
dapat diberikan kenaikan pangkat regule sebanyak 3 (tiga)
kali selama dalam penugasan/diperbantukan, kecuali yang
dipekerjakan atau diperbantukan pada lembaga pendidikan
sosial, kesehatan dan perusahaan jawatan.
20
Bagi Pegawai Negeri Sipil yang dipekerjaan atau
diperbantukan di luar instansi induknya pada Departemen,
Kantor Menteri Negara, Kantor Menteri Koordinasi,
Sekretariat Presiden, Sekretariat Wakil Presiden, Kepolisian
Negara, Kejaksaan Agung, Kesekretariatan Lembaga
Tinggi/Tertinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non
Departemen/Pemerintah Daerah, Propinsi/Kabupaten,
kenaikan pangkatnya tidak di batasi 3 (tiga) kali.
2. Kenaikan pangkat Pilihan
Kenaikan pangkat pilihan diberikan kepada pegawai
Negeri Sipil yang :
a. Menduduki jabatan struktural atau jabatan fungsional
tertentu.
b. Menduduki jabatan tertentu yang kepangkatannya
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
c. Menunjukkan prestasi kerja yang luar biasa
d. Diangkat menjadi pejabat negara
e. Menemukan penemuan baru yang bermanfaat bagi
negara
f. Memperoleh Surat Tanda Tamat Belajar atau Ijazah
g. Melaksanakan tugas belajar dan sebelumnya menduduki
jabatan struktural atau jabatan struktural tertentu
h. Telah selesai mengikuti dan lulus tugas belajar
21
i. Dipekerjakan atau diperbantukan secara penuh diluar
instansi induknya yang diangkat dan ditetapkan
eselonnya atau jabatan fungsional tertentu.
3. Kenaikan Pangkat Anumerta
Pegawai Negeri Sipil yang dinyatakan tewas,
diberikan kenaikan pangkat anumerta setingkat lebih tinggi.
Dalam ketentuan ini, yang dimaksud dengan tewas adalah :
a. Meninggal dunia karena menjalankan tugas dan
kewajibannya
b. Meninggal dunia dalam keadaan lain yang ada
hubungannya dengan dinasnya
c. Meninggal dunia yang langsung diakibatkan oleh luka
atau cacat jasmani atau cacat rohani yang di dapat dalam
dan karena menjalankan tugas dan kewajibannya.
d. Meninggal dunia karena perbuatan anasir yang tidak
bertanggung jawab ataupun sebagai akibat tindakan
terhadap anasir itu.
4. Kenaikan Pangkat Pengabdian
Kenaikan pangkat pengabdian bagi Pegawai Negeri
Sipil yang meninggal dunia tau akan diberhentikkan dengan
karena mencapai batas usia pensiun.
Pegawai Negeri Sipil yang meninggal dunia atau akan
diberhentikan dengan hormat dengan hak pensiun karena
22
mencapai batas usia pensiun, dapat diberikan kenaikan
pangkat pengabdian setingkat lebih tinggi, apabila :
a. Sekurang-kurangnya 30 (tiga puluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) bulan
dalam pangkat terakhir.
b. Sekurang-kurangnya 20 (dua Puluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya telah 1 (satu) tahun
dalam pangkat terakhir.
c. Sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun secara terus
menerus dan sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dalam
pangkat terakhir
d. Setiap unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya
bernilai baik dalam 1 (satu) tahun terakhir.
e. Tidak pernah dijatuhi hukuman disiplin tingkat sedang
atau berat dalam 1 (satu) tahun terakhir.
5. Jabatan
Selanjutnya persyaratan untuk dapat diangkat dalam
jabatan struktural adalah :
1. Berstatus Pegawai Negeri Sipil
2. Serendah-rendahnya menduduki pangkat 1 (satu) tingkat
di bawah jenjang pangkat yang ditentukan
3. Semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-
kurangnya bernilai baik dalam 2 (dua) tahun terakhir
23
4. Memiliki kompetensi jabatan yang diperlukan
5. Sehat jasmani dan rohani
Pegawai Negeri Sipil yang menduduki jabatan
struktural tidak dapat menduduki jabatan rangkap, baik
dengan jabatan struktural maupun dengan jabatan
fungsional.
D. Dasar Hukum Mekanisme Administrasi Kepangkatan
Mekanisme Administrasi Kepangkatan merupakan suatu
problem hukum, makanya harus didasarkan pada berbagai peraturan
perundang-undangan yang berlaku, meliputi :
a. UU Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok Kepegawaian.
b. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
c. UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pusat dan Pemerintahan Daerah.
d. PP Nomor 3 Tahun 1980 tentang Pengangkatan dalam Pangkat
Pegawai Negeri Sipil
e. PP Nomor 20 Tahun 1991 tentang Kenaikan Pangkat Secara
Langsung
f. PP Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi Pegawai Negeri Sipil
g. PP Nomor 11 Tahun 2002 tentang Pengadaan Pegawai Negeri
Sipil
24
h. PP Nomor 12 Tahun 2002 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai
Negeri Sipil
i. PP Nomor 13 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri
Sipil
j. PP Nomor 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan Pelatihan
Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
k. PP Nomor 9 Tahun 2003 tentang Wewenang Pengangkatan,
Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil.
l. PP Nomor 159 Tahun 2000 tentang pedoman Pembentukan Badan
Kepegawaian Daerah.
E. Mekanisme Administrasi Kepangkatan
Kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil sebelum berlakunya
otonomi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
1980 yang memuat 11 (sebelas) jenis kenaikan pangkat, yaitu
kenaikan pangkat reguler, kenaikan pangkat pilihan, kenaikan pangkat
istimewa, kenaikan pangkat pengabdian, kenaikan pangkat anumerta,
kenaikan pangkat dalam tugas belajar, kenaikan pangkat selama
menjadi pejabat negara, kenaikan pangkat selama penugasan diluar
instansi induk, kenaikan pangkat selama menjalankan wajib militer,
kenaikan pangkat sebagai penyesuian ijazah, kenaikan pangkat lain-
lain. Selain itu, diatur pula kenaikan pangkat secara langsung bagi
Pegawai Negeri Sipil yang memegang jabatan fungsional tertentu yang
meliputi guru pada Departemen Pendidikan, Departermen Agama dan
25
Medis paramedis pada Departemen Kesehatan, serta Pegawai Negeri
Sipil yang berpangkat Guru Muda Tingkat I Golongan Ruang I/b
samapai pengatur Tingkat I Golongan Ruang II/d yang ditetapkan
Surat Kepetusannya secara langsung olehBadan Kepegawaian
Negara, sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 1991
Mekanisme Administrasi Kepangkatan di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 adalah ususl Kenaikan Pangkat
tersebut terlebih dahulu diusulkan oleh instanso masing-masing ke
Badan Kepegawaian Negara atau Kantor Regional Badan
Kepegawaian Negara sesuai denga wilayah kerjanya, yang meliputi
Propinsi Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Utara, Propinsi Gorontalo serta Propinsi Maluku dan Maluku
Utara.
Berkas usulan Kenaikan Pangkat diterima di sub Bagian Umum
dan Rumah Tangga, selanjutnya didistribusikan ke Bidang Mutasi yang
kemudian diterima dan disortir pada Sub Bidang Mutasi berdasarkan
wilayah kerja kemudian diteruskan ke Unit Tekhnis atau seksi untuk
ditetapkan menjadi Surat Keputusan. Surat Keputusan tersebut setelah
ditandatangani oleh pejabat yang berwenang dikembalikan ke Unit Sub
Bidang Mutasi untuk dibuatkan pengantar dan tanda terima ke instansi
masing-masing.
Dengan berlakunya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004
tentang Pemerintahan Daerah, maka terjadi perubahan di bidang
26
kepegawaian termasuk Mekanisme Kepangkatan, Peraturan
Pemerintah dibidang kepegawaian termasuk Mekanisme Kepangkatan,
Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 diganti dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 yang kemudian dilakukan
perubahan dengan peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil.
Jenis kenaikan pangkat yang diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini hanya ada 4 (empat), yaitu kenaikan pangkat reguler,
kenaikan pangkat pilihan, kenaikan pangkat pengabdian dan kenaikan
pangkat anumerta. Meskipun hanya dibatasi empat jenis kenaikan
pangkat yang ditaur oleh Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980.
Kenaikan pangkat yang diatur oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 99 Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002
tidak lagi mengenal adanya kenaikan pangkat secara langsung dan
penetapan Surat Keputusannya pun tidak lagi ditetapkan oleh Badan
Kepegawaian Negara, akan tetapi ditetapkan oleh Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah setelah mendapat pertimbangan teknis dari
Badan Kepegawaian Negara.
Usul penetapan kenaikan pangkat Pegawai Negeri Sipil terlebih
dahulu dibuatkan Usul Pertimbangan Teknis yang ditandatangani oleh
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota atau
pejabat yang didelegasikan untuk menandatangani usul bagi pegawai
Negeri Sipil Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, sedangkan bagi
27
Pegawai Negeri Sipil Pusat yang ada di daerah diusulkan oleh
Pimpinan Instansi sesuai dengan pendelegasian kewenangan masing-
masing instansi.
Usul Nota Pertimbangan Teknis yang telah ditandatangani
disampaikan ke Badan Kepegawaian Negara/Kantor Regional Badan
Kepegawaian Negara untuk mendapatkan pertimbangan teknis apakah
memenuhi syarat atau tidak untuk ditetapkan kenaikan pangkatnya.
Mekanisme/alur berkas tidak mengalami perubahan pada Kantor
Regional IV Badan Kepegawaian Negara yaitu berkas masuk melalui
Sub Bagian Tata Usaha dan Rumah Tangga, selanjutnya diteruskan ke
Bidang Mutasi, Berkas Usul Pertimbangan Teknis yang diterima oleh
Sub Bagian Mutasi didistribusikan ke masing-masing seksi sesuai
dengan wilayah kerja masing-masing. Setelah mendapat pertimbangan
teknis, maka berkas tersebut dikembalikan ke Sub Bidang Mutasi
beserta berkas yang tidak memenuhi syarat bila ada, untuk dibuatkan
pengantar ke instansi masing-masing.
Pertimbangan teknis yang telah ditetapkan oleh Badan
Kepegawian Negara/Kantor Regional Badan Kepegawaian Negara
belum bisa dijadikan sebagai dasar untuk penggajian sebelum
ditetapkan Surat Keputusan Kenaikan Pangkatnya. Pertimbangan
teknis yang telah ditetapkan oleh Badan Kepegawaian Negara
selanjutnya dikirim ke instansi masing-masing melalui petugas yang
telah ditunjuk untuk kemudian ditetapkan Surat Keputusannya oleh
28
Pejabat Pembina Kepegawaian Daerah/Propinsi/Kabupaten/Kota atau
Pimpinan Instansi bagi Instansi Vertikal.
F. Kewenangan Otonomi Daerah dalam Fungsi Administrasi
Mencermati permasalahan otonomi daerah yang terkait dengan
fungsi administrasi pemerintahan di daerah otonom, maka dapat
dikatakan pula bahwa kewenangan tersebut mencakup pula
kewenangan dalam bidang pemerintahan dalam lingkup administrasi
daerah sebagai mana dimaksud dalam pasal 9 Undang-undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Secara garis besar, kewenangan otonomi daerah dalam lingkup
administrasi kepegawaian adalah mencakup ke dalam norma, standar
dan prosedur mengenai pengangkatan, pemindahan, pemberhentian,
penetapan pensiun, gaji, tunjangan kesejahteraan, hak dan kewajiban
serta kedudukan hukum Pegawai Negeri Sipil di daerah.
Daerah mempunyai kewenangan untuk melakukan pengangkatan,
pemindahan, pemberhentian, penetapan pensiun, gaji, tunjangan dan
kesejahteraan pegawai serta pendidikan dan pelatihan sesuai dengan
kebutuhan dan kemampuan daerah yang ditetapkan dengan peraturan
Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pemindahan
pegawai antar daerah kabupaten/kota dan atau antar daerah
kabupaten/kota dan daerah propinsi dilakukan oleh Gubernur setelah
berkonsultasi dengan Bupati/walikota dan pemindahan pegawai antar
daerah propinsi dan pusat pemindahan pegawai daerah antar daerah
29
kabupaten/kota dan daerah kabupaten/kota di daerah propinsi lainnya
ditetapkan oleh pemerintah setelah berkonsultasi dengan Kepala
Daerah.
Pemerintah wilayah propinsi melakukan pengawasan
pelaksanaan administrasi kepegawaian dan karier pegawai di
wilyahnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Oleh karena itu, secara garis besar maka dapat dikatakan
bahwa kewenangan otonomi daerah dalam fungsi administrasi
kepangkatan adalah seluruh kewenangan-kewenagan Pemerintah
Daerah dalam menjalankan Administrasi Kepangkatan sebagai
pencerminan otonomi daerah seperti yang telah dijelaskan di atas.
G. Kerangka Konseptual
Landasan hukum dalam pelaksanaan Mekanisme Administrasi
Kepangkatan diatur melalui undang-undang Nomor 43 Tahun 1999
tentang Perubahan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang
pokok-pokok kepegawaian. Disamping itu, terdapat pula dalam
undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan Daerah
yang pengaturannya ditetapkan dalam penjelasan umum bahwa
sejalan dengan kebijakan desentralisasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan, maka ada sebagian kewenangan di bidang
kepegawaian untnuk di serahkan kepada daerah yang dikelola dalam
sistem kepegawaian daerah.
30
Kendati pun demikian, telah ada undang-undang Nomor 43
Tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 yang
mengatur secara konkrit mengenai mekanisme administrasi
kepangkatan, namun dalam realitasnya masih ditemukan kendala-
kendala dalam pelaksanaannya, sehingga berakibat konstribusinya
masih belum memadai guna menunjang terwujudnya otonomi daerah.
Adapun kendala-kendala yang dihadapi Pemerintah Daerah
Kabupaten Kolaka Khususnya Badan Kepegawaian Daerah dalam
melaksanakan Mekanisme Administrasi Kepangkatan ialah :
1. Kurangnya pemahaman tentang substansi hukum yang mengatur
mekanisme Administrasi kepangkatan
2. Biaya administrasi pengurusan yang memberatkan
3. Pengawasan sistem administrasi kepangkatan
4. Penempatan yang tidak disesuaikan dengan jabatan yang
dipangku.
Kendala-kendala tersebut diatas, dapat membawa konsekuensi
terhadap pelaksanaan otonomi daerah di Kabupaten Kolaka.
UU No. 43 Tahun 1999UU No. 32 Tahun 2004
PP No. 25 Tahun 2000PP No 3 Tahun 1980 joPP No. 12 Tahun 2000PP No. 100 Tahun 2000PP No. 97 Tahun 2000PP No. 98 Tahun 2000PP No. 97 Tahun 2000 joPP No. 9 Tahun 2003
Pelaksanaan MekanismeAdministrasi Kepangkatan
Substansi HukumBiaya AdministrasiPengawasan Sistem AdministrasiPenempatan dalam suatu jabatan
SudahOptimal
KuarangOptimal
TidakOptimal
31
Diagram Kerangka Konseptual
32
H. Hipotesis
Bertolak dari permasalahan diatas, maka hipotesis yang dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a. Pelaksanaan Mekanisme Administrasi Kepangkatan di Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka kurang optimal
mendukung pelaksanaan otonomi daerah.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan Mekanisme
Administrasi Kepangkatan di Kantor Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kolaka, antara lain :
1. Substans Hukum Administrasi Kepangkatan
2. Biaya administrasi
3. Pengawasan sistem administrasi kepangkatan
4. Penempatan yang tidak disesuaikan dengan jabatan yang
dipangku
I. Defenisi Operasional
Untuk memudahkan pemahaman dalam penelitian ini, beberapa
istilah diberi batasan pengertian sebagai berikut :
- Mekanisme adalah keseluruhan daru sistem fungsi dan tugas
organisasi Kantor Badan Kepegaawaian Daerah Kabupaten
Kolaka.
- Administrasi adalah kegiatan yang berkaitan dengan
penyelenggaraan pemerintahan.
33
- Pangkat adalah kedudukan yang menunjukkan tingkat seseorang
Pegawai Negeri Sipil berdasarkan jabatannya dalamm rangkaian
susunan kepegawaian dan digunakan sebagai dasar penggajian
- Kenaikan pangkat adalah penghargaan yang diberikan atas
prestasi kerja dan pengabdian Pegawai Negeri Sipil terhadap
Negara.
- Mekanisme Administrasi Kepangkatan adalah kegiatan, cara atau
alur kerja mulai dari pengusulan nota pertimbangan dari daerah
sampai kepada pemberian pertimbangan teknis, kenaikan pangkat
Pegawai Negeri Sipil pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kolaka.
- Otonomi Daerah adalah kewenangan daerah otonomi untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat
menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.
- Eselon adalah tingkat jabatan struktural
- Pejabat yang berwenang adalah pejabat yang berwewenang
mengangkat, memindahkan atau memberhentikan Pegawai Negeri
Sipil dalam dan dari jabatan struktural sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pegawai negeri adalah setiap warga negara Republik Indonesia
yang telah memenuhi syarat yang ditentukan, diangkat oleh pejabat
yang berwenang dan diserahi tugas dalam suatu jabatan negeri,
34
atau diserahi tugas negara lainnya dan di gaji berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Pegawai Negeri Sipil adalah Pegawai Negeri Sipil yang gajinya
dibebankan pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan
bekerja pada Departemen, Kejaksaaan Agung, Sekretariat Negara,
Sekretariat Kabinet, Sekretariat Militer, Sekretariat Presiden,
Sekretariat Wakil Presiden, Kantor Menteri Koordinasi, kantor
Menteri Negara, Kepolisian Negara, Lembaga Pemerintah Non
Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara,
Instansi Vertikal di Daerah Propinsi/Kabupaten/Kota, kepaniteraan
Pengadilan atau dipekerjakan untuk menyelenggarakan tugas
negara lainnya.
- Pegawai Negeri sipil Daerah dalah Pegawai Negeri Sipil Daerah
Propinsi/Kabupaten/Kota yang gajinya pada Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah dan bekerja pada Pemerintah Daerah atau
dipekerjakan diluar instansi induknya.
- Badan kepegawain daerah yang selanjutnya disingkat BKD adalah
perangkat daerah yang melaksanakan manajemen pegawai negeri
sipil daerah dalam membantu tugas pokok Pejabat Pembina
Kepegawaian Daerah.
- Jabatan adalah kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung
jawab, wewenang dan hak seorang pegawai negeri sipil dalam
suatu satuan organisasi negara.
35
- Jabatan struktural adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorang Pegawai Negeri
Sipil dalam rangka memimpin suatu satuan organisasi negara.
- Jabtan fungsional adalah kedudukan yang menunjukkan tugas,
tanggung jawab, wewenang dan hak seseorangg Pegawai negeri
sipil dalam rangka menjalankan tugas pokok keahlian dan/atau
keterampilan untuk mencapai tujuan organisasi.
- Golongan ruang adalah golongan ruang gaji yang diatur dalam
perundang-undangan yang berlaku.
- Sudah optimal adalah mekanisme administrasi kepangkatan sudah
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku
- Kurang optimal adalah Mekanisme Administrasi Kepangkatan
kurang dilaksanakan sebagaimana ketentuan yang berlaku
- Tidak optimal adalah Mekanisme Administrasi Kepangkatan tidak
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
36
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka. Pemilihan lokasi ini
didasarkan pada pertimbangan bahwa Mekanisme Administrasi
Kepangkatan di Kantor Badan Kepegawaian Daerah Kabuaten Kolaka
belum menunjang dalam meningkatkan peranan Pegawai Negeri Sipil.
Pertimbangan lain dipilihnya lokasi ini karena Kantor Badan
Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka adalah salah satu Kantor
BKD yang tidak tertutup kemungkinannya mempunyai kendala-kendala
dalam peningkatan pelayanan administrasi kepegawaian dalam rangka
pelaksanaan otonomi daerah.
B. Populasi dan Sampel
- Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Pegawai Negeri
Sipil yang ditempatkan pada Kantor Badan Kepegawaian Daerah
Kabupaten Kolaka
- Sampel
Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
ditetapkan berdasarkan golongan kepangkatan Pegawai Negeri
Sipil di BKD Kabupaten Kolaka dengan jumlah sampel sebanyak 40
Orang dengan rincian sebagai berikut :
37
1. Golongan IV = 10 orang
2. Golongan III = 10 orang
3. Golongan II = 10 orang
4. Golongan I = 10 orang
Penempatan jumlah sampel di atas didasarkan atas teknik
penarikan sampel secara purposive sampling.
C. Jenis dan Sumber Data
Jenis dan sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
- Data primer, yaitu data empirik yang sumbernya diperoleh secara
langsung dari responden
- Data sekunder, yaitu data yang sumbernya diperoleh dari bahan
jurnal, referensi hukum, dokumentasi hukum yang diperoleh dari
instansi pemerintah dan peraturan perundang-undangan yang
relevan dengan permasalahan penelitian ini.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian
ini adalah :
1. Wawancara, yakni dilakukan langsung dengan para responden,
Pegawai Negeri Sipil pada kantor BKD pada kabupaten kolaka,
yaitu :
a. Pejabat Eselon III di Kantor BKD Kabupaten Kolaka 1 orang
b. Pejabat Eselon IV Kantor BKD Kabupaten Kolaka 4 orang
38
2. Kuisener yakni pengumpulan data melalui teknik pengedaran
pertanyaan dalam bentuk kuisioner kepada para responden yang
telah ditetapkan.
E. Analisis Data
Dalam penelitian ini, analisis data yang dipergunakan adalah
analisis kualitatif dan kuantitatif.
Analisis kualitatif dipergunakan untuk menganalisis data yang
sukar untuk dikuantifikasikan, sedangkan analisis kuantitatif
dipergunakan terhadap data yang telah dikuantifikasikan.
Untuk analisis kuantitaif, dibuktikan dengan menggunakan
teknik pengujian, yaitu : Model distribusi frekuensi dengan rumus :
P= FN×100%
Dimana :
P : Persentase
F : Frekuensi
N : Jumlah Sample
100 % : Angka Pembulat
39
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Lokasi Penelitian
1. Wilayah Hukum Kabupaten Kolaka
Kabupeten Kolaka sebagai salah satu daerah kabupaten /
kota yang ada pada Propinsi Sulawesi Tenggara di Jazirah
Tenggara Pulau Sulawesi dan secara geografis terletak pada
bagian barat Propinsi Sulawesi Tenggara, memanjang dari utara ke
selatan berada diantara 2’ – 5’ Lintang Selatan dan membentang
dari Barat ke Timur diantara 120’ 45’ – 120’ 30’ Bujur Timur,
dengan batasan wilayah kabupaten sebagai berikut.
- Sebelah utara berbatasan dengan kabupaten Luwu Timur
Propinsi Sulawesi Selatan
- Sebelah barat berbatasan dengan Teluk Bone
- Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Buton Propinsi
Sulawesi Tenggara
- Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Kendari Propinsi
Sulawesi Tenggara.
Adapun luas wilayah Kabupaten Kolaka adalah 6.918,33
Km2 atau sama dengan 21,78 persen dari luas wilayah Propinsi
Sulawesi Tenggara yang didistribusikan pad 14 kecamatan.
40
Jika dilihat dari segi luasnya wilayah khususnya per
Kecamatan yang ada, dapat dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 1
Luas Wilayah Kabupaten Kolakadirinci Menurut Kecamatan
No Kecamatan Luas (Km2)Persentase
Terhadapap Luas1 wolo 646,64 9,342 Samaturu 543,90 7,863 Latambaga 297,10 4,294 Kolaka 218,38 3,155 Uluiwoi 120,03 1,756 Baula 170,44 2,467 Pamolaa 333,82 4,828 Tanggetada 409,91 5,929 Watubangga 507,68 7,3410 Mowewe 387,08 5,5911 Wunduloka 2.249,06 32,5112 Tirawuta 381,14 5,5113 Landongi 368,34 3,8714 Lambandia 384,86 5,56
Jumlah 6.918,33 100Sumber data : Kantor BPS Kabupaten Kolaka, 2006
Berdasarkan pada tabel 1 diatas, maka luas wilayah
Kabupaten Kolaka meliputi 14 kecamatan denga luas keseluruhan
6.918,33 Km2, dimana wilayah kecamatan yang paling luas adalah
Kecamatan Wunduloka dan terkecil Kecamatan Uluiwoi.
Selanjutnya, jumlah penduduk Kabupaten Kolaka sebagai
potensi besar masyarakat yang perlu diberdayakan, dimana
berdasarkan hasil registrasi tahun 2003 berjumlah 237,208 jiwa.
Jumlah penduduk per kecamatan di Kabupaten Kolaka
dapat dilihat pada tabel berikut :
41
Tabel 2
Jumlah Penduduk Kabupaten Kolakadirinci Menurut Kecamatan
No KecamatanJumlah Jiwa
Frekuensi Presentase1 wolo 19.950 8,412 Samaturu 14.950 6,303 Latambaga 21.277 8,964 Kolaka 25.567 10,775 Uluiwoi 15.224 6,416 Baula 7.499 3,167 Pamolaa 21.636 9,128 Tanggetada 8.919 3,759 Watubangga 22.872 9,6410 Mowewe 6.483 2,7311 Wunduloka 11.342 4,7812 Tirawuta 17.342 7,5713 Landongi 17.971 9,3314 Lambandia 21.366 9,01
Jumlah 6.918,33 100Sumber data: Kantor BPS Kabupaten Kolaka
Data tersebut di atas menunjukka bahwa potensi produk
yang ada di Kabupaten Kolaka cukup besar untuk diperdayakan.
Hal ini dapat dilihat dari cukup banyaknya populasi penduduk lokasi
disetiap kecamatan tersebut. Ini tentunya menjadi tantangan
tersendiri bagi pemerintahan Daerah Kabupaten Kolaka khususnya
aparaturnya diman dengan jumlah penduduk yang cukup besar
tersebut memerlukan perhatian dan kemampuan untuk diberikan
pelayanan yang sebaik-baiknya.
Dalam kaitan ini, pelaksanaan pemberdayaan aparatur
pemerintah yang mengalami pengalihan status dari Pegawai Negeri
Sipil pusat menjadi Pegawai Negeri Sipil Daerah, karenna dapat
42
dipastikan akan terjadi berbagai perubahan yang berkenaan
dengan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan, termasuk dalam
pelaksanaan Mekanisme Kepangkatan Pegawai Negeri Sipil.
2. Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka
Kabupaten Kolaka sebagai salah satu daerah kabupaten
yang ada di Propinsi Sulawesi Tenggara, mempunyai kewenangan
sebagai pelaksana otonomi daerah sebagaimana yang diatur
dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004.
Untuk melaksanakan kewenangan yang dimiliki tersebut,
ternyata pihak Pemerintah Kabupaten Kolaka harus memiliki input
berupa aparatur, pembiayaan dan peralatan (Sarana dan
Prasarana). Dalam penyelengaraan, kewenangan pemerintah
tersebut, maka kondisi objektif aparatur pemerintah yang dimiliki
oleh Kabupaten Kolaka termasuk dalam konteks Pelaksanaan
Mekanisme Administrasi Kepangkatan aparatur Pemerintah Daerah
Kabupaten Kolaka.
Menurut data yang ada pada Badan Kepegawaian Daerah
dan Diklat (BKD) Kabuapaten Kolaka, maka aparatur pemerintah
Daerah ini berdasarkan hasil pendaftaran ulang Pegawai Tahun
2006 sebanyak 5.678 orang, yang tersebar diseluruh Dinas,
Instansi/Kantor, Sekretariat Daerah, Sekretariat Dewan, Kecamatan
dan Kelurahan.
43
Dari jumlah keseluruhan aparatur Pemerintah Kabupaten
Kolaka tersebut, bila dilihat dari tingkat pendidikan formal maka
ternyata hampir semua aparatur berada pada tingkat pendidikan
menengah (SLTP dan SMU), hanya sebagian kecil yang lulusan S1
dan S2.
Memang pada dasarnya selama ini baik di Pemerintah Pusat
maupun di Pemerintah Daerah, di dalam kerangka melakukan
rekruitmen pegawai atau aparatur senantiasa diarahkan pada
lulusan menengah (SLTA dan Sederajat), walaupun untuk lulusan
pendidikan menengah kebawah dan pendidikan tinggi tetap
dibutuhkan, tetapi jumlahnya relatif lebih sedikit jika dibandingkan
dengan kebutuhan akan tenaga lulusan pendidikan menengah.
Mengenai tingkat pendidikan aparatur pemerintah Kabupaten
kolaka dapat dilihat pada :
Tabel 3
Tingkat Pendidikan Formasi Aparatur Pemerintah Kabu. KolakaKondisi sampai dengan tahun 2006
No Tingkat Pendidikan Jumlah Presentase
1 SD 8 0,12 SLTP 53 0,93 SMU 2.755 48,64 D1, D2, D3 709 12,55 Sarjana 2.055 36,26 Magister 96 1,77 Doktor - -
Jumlah 5.678 100
Sumber data : Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka, 2006
44
Bila diperhatikan tabel di atas, tampak bahwa pada tingkat
pendidikan menengah, yakni sebanyak 2.755 orang atau 48,6%
dari jumlah keseluruhan aparatur pemerintah sebanyak 5,676
orang.
Sedangkan aparatur pemerintah berpendidikan tinggi (tamat
sarjana, Magister dan Doktor) sebanyak 2.151 orang atau 37,8 %
jumlah ini belum dihitung yang tamatan sarjana muda/D3 sebanyak
709 orang. Hal ini menunjukkan bahwa sudah tersedia tenaga yang
handal, walaupun masih belum mencukupi jika benar-benar
diharapkan terjadi peningkatan kualitas sumber daya aparatur,
termasuk dalam kerangka memberikan pelayanan guna
pemberdayaan masyarakat.
Kondisi dari tingkat formal ini, walaupun masih memerlukan
peningkatan, tetapi kalau dapat diberdayakan secara optimal, akan
mampu meningkatkan kinerja Pemerintah Kabupaten Kolaka, baik
untuk tugas dibidang pemerintahan, pembangunan maupun
kemasyarakatan.
Selanjutnya, akan diketengahkan kondisi aparatur
pemerintah Kabupaten Kolaka menurut Pendidikan dan latihan
yang sudah diikuti baik yang merupakan pendidikan penjenjangan
yang sekarang disebut dengan diklat Kepemimpinan, maupun
Diklat Teknis dan Administrasi yang disesuaikan dengan tugas dari
45
masing-masing aparatur bersangkutan. Untuk lebih jelasnya, dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 4
Pendidikan dan Latihan yang diikuti olehAparatur Pemerintah Kabupaten Kolaka
No Jenis Diklat Jumlah Persentase1 Kepemimpinan (Struktural) 457 17,972 Teknis 1.096 43,083 Administrasi 991 38,95
Jumlah 2.544 100
Sumber Data : Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Kolaka, Tahun 2006
Dari tabel di atas, menunjukkan bahwa jumlah aparatur yang
mengikuti pendidikan perjenjangan (struktural) dalam bentuk Diklat
kepemimpinan Tingkat IV, III, II, dan I relatif masih kurang jika
dibandingkan dengan jumlah aparatur yang ada, karena hanya 477
orang atau sekitar 17,97 % sedangkan kalau dibandingkan dengan
aparatur yang pernah mengikuti diklat, sebanyak 2.544 orang atau
sekitar 38,72 dari keseluruhan aparatur tersebut sebanyak 5.676
orang.
Kondisi aparatur bila dilihat dari pendekatan diklat, masih
lebih dari setengah aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Kolaka
belum pernah mengikuti Diklat, yakni sebanyak 3.132 orang atau
sekitar 55,2 % dari 5.676 orang. Bila dikaji dari segi penempatan
tugas, maka dapat diketahui bahwa masih sangat besar
penempatannya pada kegiatan administrasi dari pada kegiatan
46
teknis, sehingga kondisi tersebut dapat menggambarkan bahwa
banyak aparatur tidak bisa bekerja optimal. Untuk jelasnya dapat
dilihat pada tabel berikut :
Tabel 5
Penempatan Tugas Aparatur Pemerintah Kabupaten KolakaKondisi Sampai dengan Bulan Maret 2004
No Jenis Diklat Jumlah Persentase1 Jabatan Struktural 808 14,22 Jabatan Fungsional 1.072 18,93 Staf Administrasi 3.796 66,9
Jumlah 5.676 100
Sumber Data : Badan Kepegawaian dan Diklat Daerah Kabupaten Kolaka, Tahun 2006
Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa jumlah
aparatur yang ditugaskan pada bidang teknis sebagai pegawai atau
pejabat fungsional sangat sedikit bila dibandingkan dengan uraian
jabatan yang tersedia karena hanya 1.072 orang atau sekitar
18,9%.
Hal ini mengandung arti bahwa perencanaannya belum
dilakukan dengan baik penempatan aparatur dan penataan jabatan
fungsional ini, sehingga penempatan aparatur Pemerintah
Kabupaten Kolaka pada jabatan administrasi (staff) yang kurang
jelas tugas dan fungsinya (job description) konseksuensinya
banyak kalangan aparatur pemerintah tersebut menjadi tidak punya
pekerjaan.
47
Upaya pemerintah untuk melakukan penataan kepegawaian
secara terencana agar dapat memberikan pelayanan secara
optimal kepada masyarakat, sesungguhnya telah mulai dirintis
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun
2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, dimana
menurut ketentuan ini kedudukan, tugas dan fungsu dari aparatur
harus ditata dengan baik dan berkualitas yang disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing.
Dengan peraturan pemerintah ini, diharapkan akan terwujud
suatu penataan organisasi dan kepegawaian secara baik, yang
selanjutnya akan terwujud suatu link dan match antara aparatur
dengan bidang tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari
HAW. Wijaya (1998 : 20-23) yang menyatakan bahwa apabila kita
berbicara tentang sumber daya manusia aparatur Pemerintah
Daerah Maka tidak terlepas dari pembicaraan link dan match yaitu
Pemerataan, kualitas, relevansi dan efesiensi.
Konsekuensi logis dengan berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 8 Tahun 2003, adalah terjadinya efesiensi organisasi
kepegawaian yang diarahkan pada kualitas dan profesionalisme
akan lebih banyak dijadikan sebagai pejabat fungsional daripada
pejabat struktural maupun staf administrasi.
48
B. Pelaksanaan Mekanisme Administrasi Kepangkatan pada Kantor
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Kolaka.
1. Inventarisasi Hukum
Peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang
kepegawaian dalam penyelenggaraan otonomi daerah adalah :
a. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah
b. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 jo undang-undang Nomor
43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian
c. Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pusat dan Pemerintah Daerah.
d. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang
Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan propinsi sebagai
Daerah otonom.
e. Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1980 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 12 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat
Pegawai Negeri Sipil
f. Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.
g. Peraturan Pemerintah Nomor 97 Tahun 2000 tentang Formasi
Pegawai Negeri Sipil
h. Peraturan Pemerintah Nomor 98 Tahun 2000 tentang
Pengadaan Pegawai Negeri Sipil
49
i. Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 jo Peraturan
Pemerintah Nomor 9 Tahun 2003 tentang Kewenangan
Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil.
j. Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2003 tentang Peraturan
Gaji Pegawai Negeri Sipil.
k. Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang
Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil.
l. Keputusan Presiden Nomor 159 Tahun 2000 tentang Pedoman
Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah.
2. Sinkronisasi Hukum
Sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah, peranan
daerah diharapkan mampu memahami perubahan yang terjadi
secara cepat dan tepat dalam arti prospektif nasional maupun
internasional. Keberhasilan untuk menyesuaikan perubahan
tersebut sangat ditentukan oleh aparatur yang memimpin, sejauh
mana dapat mengembangkan misi dan visi organisasi.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah memberikan kewenangan kepad daerah
yang mencakup kewenangan diseluruh bidang pemerintahan,
termasuk kewenangan di bidang kepegawaian sebagaimana diatur
dalam penjelasan umum undang-undang Nomor 32 Tahun 2004.
50
Sebagai konsekuensi dari pemberlakuan otonomi daerah,
wajar saja apabila kewenangan itu dilaksanakan oleh daerah.
Hanya saja, bahwa masalah kepegawaian juga diatur oleh satu
undang-undang tersendiri, yaitu Undang-undang tersendiri Nomor 8
Tahun 1974 jo Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
Pokok-pokok Kepegawaian.
Jika kita mencermati kewenangan yang dimiliki oleh daerah
menurut undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 pada pasal 76
yang menyatakan bahwa “Daerah mempunyai kewenangan untuk
melakukan pengangkatan, pemindahan, pemberhentian, penetapan
pensiun, gaji, tunjangan dan kesejahteraan pegawai serta
pendidikan dan latiha sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan
daerah yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah, berdasarkan
peraturan perundang-undangan terjadi ketidak singkronan dengan
pasal 25 ayat (3) Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang
pokok-pokok kepegawaian dimana dalam pasal tersebut dijelaskan
bahwa pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil dilakukan oleh Presiden walaupun dalam ayat (2) pasal
25 Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999, presiden dapat
menyerahkan wewenangnya kepada pejababt pembina
Kepegawaian Daerah. Dengan demikian antara pusat dan daerah
terjadi tarik ulur, masing-masing ingin mempertahankan
51
kewenangan. Namun dundangkannya Undang-undang Nomor 32
Tahun 2004, tidak ada lagi hal seperti itu.
Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 menginginkan
Pegawai Negeri Sipil dalam melayani masyarakat bersifat netral
dan tidak dipengaruhi oleh partai politik tetapi Peraturan
Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tidak jelas memisahkan antara
kewenangan jabatan politik dan jabatan karier karena yang
memegang wewenang pengangkatan, Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil adalah pejabat politik
3.
C.