Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar ... · Pedoman ini menguraikan persyaratan,...

Post on 19-Oct-2020

15 views 0 download

Transcript of Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar ... · Pedoman ini menguraikan persyaratan,...

1

Pedoman OperasionalPrinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

Juni 2019

Persyaratan, praktik-praktik yang baik, dan pertimbangan praktis bagi perusahaan untuk memenuhi kewajiban mereka dalam menjamin Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) bagi Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan

Accountability Framework = Kerangka Akuntabilitas

© 2019 Accountability Framework initiative. Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.

DISKLAIMER: Produk kerja ini dimaksudkan sebagai imbauan saja dan bukan sebagai opini atau nasihat hukum tentang persoalan yang ditangani. Pembaca disarankan untuk melibatkan penasihat hukum sejauh yang diperlukan.

Accountability Framework dibuat melalui proses konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan termasuk perusahaan, LSM, dan pemerintah, serta mengikuti praktik-praktik yang baik dan berlaku untuk inisiatif multi pihak.

Dokumen ini adalah bagian dari Accountability Framework versi 1.0 (dirilis pada Juni 2019), yang mewakili konsensus anggota Kelompok Pengarah Accountability Framework initiative (AFi) yang berpartisipasi dalam pengembangannya:

Untuk informasi lebih lanjut tentang AFi dan proses pengembangan Framework, silakan kunjungi www.accountability-framework.org

AFi didanai oleh:

Tim utama AFi (sekretariat) dipimpin bersama oleh Rainforest Alliance dan Meridian Institute.

Pakar independent

Inisiatif Kerangka Akuntabilitas bertanggung jawab atas isi dokumen ini, yang mungkin tidak mewakili pandangan para penyandang dana AFi.

i

Daftar Isi

Tujuan & ringkasan 01

1. Definisi dan ikhtisar FPIC 02

1.1 Hubungan antara konsultasi dan FPIC 03

2. Ketika FPIC diperlukan 04

3. Elemen-elemen utama proses FPIC yang efektif 06

4. Kebijakan dan praktik perusahaan untuk menghormati hak atas FPIC 14

4.1 Kebijakan dan praktik internal perusahaan 14

4.2 Keterlibatan perusahaan dengan pemerintah untuk memenuhi persyaratan FPIC 16

Lampiran: Menangani tantangan-tantangan umum yang terkait dengan FPIC 18

Catatan akhir 24

ii

Kredit foto: Adrienne Supernant/Forest Peoples Programme

01Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

Tujuan & ringkasanPedoman ini menguraikan persyaratan, praktik-praktik terbaik, dan pertimbangan praktis bagi perusahaan untuk memenuhi kewajibannya menjamin Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) bagi Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan dalam kaitannya dengan kegiatan operasional perusahaan dan rantai pasokan mereka sendiri. Secara khusus, pedoman ini menjabarkan Prinsip Inti 2.2.3, yang menyatakan bahwa perusahaan harus:

“memastikanbahwa sebelum kegiatan apa pun yang dapat mempengaruhi hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, dan ketahanan pangan masyarakat adat dan masyarakat tempatan, persetujuan mereka atas dasar informasi di awal tanpa paksaan (FPIC) harus diperoleh. Hal ini dilakukan dengan tata cara yang sesuai dengan budaya, mengikuti tradisi, norma dan nilai-nilai penduduk dan masyarakat tersebut, melalui perwakilan dan institusi yang mereka pilih.”

Prinsip ini konsisten dengan banyak instrumen internasional yang bersifat mengikat, yang menegaskan FPIC sebagai norma hukum.1 Prinsip ini juga selaras dengan banyak standar sukarela, inisiatif, dan kerangka kerja untuk rantai pasokan yang etis.2 Pedoman Operasional ini tidak dirancang untuk menduplikasi panduan yang sudah tersedia bagi perusahaan, tetapi merujuk dan mengembangkan panduan yang sudah ada untuk menyaring elemen umum dan utama dari FPIC seraya membantu menjelaskan bagaimana perusahaan dapat menangani tantangan-tantangan utama dalam pelaksanaan FPIC. Dokumen ini memberikan gambaran ringkas dan praktis mengenai FPIC dengan membahas:

y Apakah FPIC itu dan apa saja elemen utamanya?

y Kapan tanggung jawab untuk memperoleh FPIC muncul?

y Apa yang dapat dilakukan perusahaan untuk menunjukkan penghormatan terhadap hak atas FPIC?

y Bagaimana perusahaan dapat terlibat dengan pemerintah sehubungan dengan FPIC dan konsultasi terkait?

y Bagaimana perusahaan dapat bertindak dengan itikad baik untuk mengatasi sejumlah tantangan umum yang berkaitan dengan penerapan FPIC?

02 Accountability Framework

1. Definisi dan ikhtisar FPIC

Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) adalah hak asasi kolektif dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan (IP/LC) untuk memberikan atau menahan persetujuan mereka sebelum mulainya kegiatan apa pun yang dapat mempengaruhi hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, dan ketahanan pangan. Hak ini dijalankan melalui perwakilan yang mereka pilih sendiri dengan cara yang konsisten menurut kebiasaan, nilai, dan norma mereka sendiri. FPIC ada untuk memajukan, melindungi, dan menjaga penuh proses pelaksanaan berbagai Hak Asasi Manusia yang mendasar, termasuk hak atas properti, budaya dan hak untuk menentukan nasib sendiri. Penjabaran lebih lanjut dari definisi dan penjelasan mengenai IP/LC, lihat Definisi dan juga Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatant.

Memahami istilah yang berkaitan dengan FPIC dapat membantu perusahaan secara efektif berkontribusi untuk, memfasilitasi, memimpin, dan menilai proses FPIC.

y Tanpa paksaan: Persetujuan diberikan oleh IP/LC yang terkena dampak secara sukarela tanpa paksaan, ancaman, atau intimidasi.

y Di Awal: Persetujuan diberikan sebelum kegiatan tertentu diotorisasi atau dimulai.

y Terinformasi: Persetujuan diberikan sesudah IP/LC menerima informasi yang relevan, tepat waktu dan sesuai dengan budaya untuk membuat keputusan yang terinformasi sepenuhnya.

y Persetujuan: IP/LC mengambil keputusan kolektif untuk memberikan atau menahan persetujuan atas kegiatan tertentu.3

FPIC merupakan sebuah proses dan juga suatu hasil. Sebagai suatu proses, FPIC adalah serangkaian pertukaran informasi, konsultasi, pertimbangan internal, dan langkah negosiasi yang dilakukan untuk mendapatkan persetujuan dari IP/LC yang terkena dampak sebelum mengimplementasikan suatu rangkaian kegiatan. Proses ini dapat menghasilkan persetujuan tanpa syarat atau persetujuan dengan syarat untuk kegiatan yang diusulkan (atau untuk proposal yang dimodifikasi), atau dapat juga menghasilkan tidak adanya persetujuan. Pada akhir proses ini, hasil FPIC adalah dokumen tertulis yang menetapkan apa yang disetujui atau tidak disetujui.

03Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

Ketika IP/LC memberikan persetujuan, dokumen tertulis menjabarkan lebih lanjut ketentuan dari persetujuan ini, termasuk sifat dari kegiatan yang disepakati, syarat-syarat yang ditempatkan pada implementasinya, rencana pemantauan, mekanisme pengaduan, dan persyaratan atau proses lain untuk memastikan rencana yang disepakati diberlakukan dengan benar.

Tidak semua proses FPIC berujung pada persetujuan dan merupakan hak dari IP/LC yang terkena dampak untuk menahan persetujuan. Jika ini hasilnya, maka perusahaan perlu menerima bahwa kegiatan yang ditentukan tidak dapat berjalan sesuai rencana. Namun, jika sesuai dan hanya jika IP/LC mengundang untuk meneruskan dialog, maka proposal yang dimodifikasi dapat kemudian dikembangkan dan bergantung pada pelibatan masyarakat lebih lanjut melalui proses FPIC.

1.1 Hubungan antara konsultasi dan FPICKonsultasi dengan para pemangku kepentingan (termasuk pemangku kepentingan IP/LC) adalah proses yang perlu dilakukan perusahaan selama kegiatan operasional berlangsung di seluruh rantai pasokan untuk bertukar informasi, mengidentifikasi dalam menyelesaikan tantangan dan masalah. Sehingga dengan demikian dapat meningkatkan hubungan dan hasil bagi perusahaan maupun pemangku kepentingan. Konsultasi dengan IP/LC selalu diwajibkan untuk menjamin hak berpartisipasi secara efektif terhadap masalah yang dapat mempengaruhi kondisi kelompok.

Proses konsultasi yang dilakukan dengan itikad baik harus bertujuan untuk mencapai kesepakatan antara perusahaan dan para pemangku kepentingan mengenai permasalahan yang dibahas. Hal tersebut umumnya memiliki karakteristik yang sama dengan proses FPIC yang diwujudkan melalui itikad baik yang:

y dipicu oleh keadaan tertentu (lihat Bagian 2)

y memiliki karakteristik tertentu (lihat Bagian 3) untuk memastikan bahwa keputusan benar mencerminkan prinsip “bebas,” “di awal,” “terinformasi,” dan “persetujuan” sebagaimana dijelaskan di atas

y memiliki titik akhir yang terpisah—memberikan atau menahan persetujuan—yang didokumentasikan sebagai hasil proses FPIC

04 Accountability Framework

2. Ketika FPIC diperlukan

Konsisten dengan interpretasi dan penerapan penjanjian dan kovenan (hukum) internasional,4 serta Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP) yang harus dipatuhi perusahaan,5 Prinsip Inti 2.2.3 menyerukan agar FPIC diperoleh sebelum kegiatan apa pun yang dapat mempengaruhi hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, dan ketahanan pangan.

Sebagai aturan umum, perusahaan sebaiknya berasumsi bahwa jika IP/LC berada di dalam atau di sekitar area produksi atau operasi pengolahan, maka FPIC akan diperlukan. Hal ini termasuk tetapi tidak harus terbatas pada pemukiman IP/LC dan penggunaan lahan atau sumber daya, seperti produk hutan non-kayu, perikanan, dan situs budaya.6 FPIC juga mungkin diperlukan ketika IP/LC rentan terkena dampak dari kegiatan operasional, meskipun ketika kegiatan tersebut berada di luar wilayah IP/LC. Tiga keadaan paling umum ketika FPIC diharuskan dalam konteks operasional rantai pasokan adalah:

1) Akuisisi, pembangunan, atau operasional baru: FPIC diperlukan sebelum memulai atau memperluas kegiatan yang dapat melanggar hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, dan ketahanan pangan IP/LC, termasuk:

y Akuisisi hak atas tanah atau sumber daya alam

y Operasional produksi, pengolahan, atau pemanenan baru

y Penunjukan lahan untuk keperluan konservasi

y Perluasan yang signifikan dari hal-hal di atas

y Penerbitan atau pengadopsian persetujuan proyek atau tindakan-tindakan legislatif dan administratif yang memungkinkan hal-hal di atas, seperti pengalokasian atau penunjukan lahan atau sumber daya alam untuk keperluan tersebut atau memberikan izin, lisensi, atau persetujuan

Sebagaimana ditetapkan oleh UNDRIP, setiap kali proses FPIC diperlukan harus dilakukan dan diselesaikan sebelum melakukan kegiatan apa pun di atas. Jika FPIC tidak diperoleh sebelum melakukan kegiatan-kegiatan tersebut, maka kegiatan operasional (dan semua bahan yang diproduksi) belum memenuhi komitmen perusahaan untuk menghormati hak-hak yang diakui secara internasional (termasuk FPIC). Dalam kejadian seperti itu, perusahaan perlu melakukan hal berikut:

05Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

y Jika memungkinkan, kegiatan harus ditunda sampai FPIC dapat diperoleh dengan benar. Misalnya, jika proses perizinan atau pemberian lisensi telah dimulai tetapi belum diselesaikan, maka proses ini harus berhenti menunggu pelaksanaan dan penyelesaian proses FPIC yang sah. Jika izin, lisensi, atau hak atas lahan atau sumber daya telah didapat tetapi pembangunan atau implementasi proyek belum selesai, kegiatan juga harus dihentikan sampai FPIC telah diperoleh dengan cara yang semestinya. Dalam situasi ini, proses FPIC perlu mencakup remediasi untuk setiap kerugian yang muncul akibat dari kegiatan perusahaan sampai saat ini.

y Jika proyek atau kegiatan sudah berjalan dan penghentiannya akan berdampak negatif terhadap masyarakat, pekerja setempat, atau lingkungan hidup, maka setidaknya perusahaan harus menilai setiap kerugian yang telah terjadi dan menyediakan atau bekerja sama dalam menyediakan perbaikan kepada pihak-pihak yang terkena dampak. Proses FPIC perlu dilakukan untuk menyetujui langkah-langkah remediasi yang tepat, seperti dijelaskan dalam poin 2 di bawah ini. Situasi ini dapat muncul, misalnya, ketika perusahaan gagal mendapatkan FPIC melalui proses yang sah atau ketika perusahaan membeli suatu operasi atau hak dalam properti di mana pemilik sebelumnya tidak memperoleh FPIC dengan benar.

2) Remediasi kerusakan di masa lalu: Ketika suatu perusahaan telah menyebabkan atau berkontribusi pada perenggutan atau kerusakan pada lahan, wilayah, sumber daya IP/LC tanpa terlebih dahulu memperoleh FPIC, proses remediasi diperlukan untuk menangani kerusakan di masa lalu tersebut. Proses FPIC perlu dilakukan untuk mencapai kesepakatan mengenai langkah-langkah remediasi yang sesuai (lihat Pedoman Operasional Remediasi dan Akses terhadap Perbaikan). Perjanjian untuk memperbaiki harus menetapkan ketentuan dan hasil yang diputuskan melalui proses FPIC, misalnya, melanjutkan atau menghentikan sementara kegiatan operasional, restitusi lahan, pemberian kompensasi kepada pihak yang dirugikan, atau pengaturan baru dalam pembagian manfaat.

3) Konflik lahan yang sedang berlangsung: Ketika ada konflik lahan antara IP/LC dan pihak luar seperti perusahaan, pemilik lahan pribadi, atau pemerintah, perusahaan diharuskan untuk menghentikan semua upaya untuk mendapatkan atau memiliki kendali atas lahan, sumber daya, dan wilayah yang berhubungan dengan konflik sampai mereka diselesaikan melalui proses FPIC.7 Ketika konflik yang berlangsung adalah antara dua atau lebih IP/LC (misalnya, jika mereka memiliki klaim yang tumpang tindih), perusahaan tetap diharuskan untuk menunggu sampai masalah diselesaikan. Namun, proses FPIC yang diuraikan dalam Pedoman Operasional ini umumnya tidak cocok untuk mendukung perjanjian di antara IP/LC saja (dengan kata lain tanpa pihak luar). Dalam kasus seperti ini, apabila pihak-pihak IP/LC setuju, perusahaan dapat mendanai dan mendukung secara teknis upaya semua pihak untuk menyelesaikan konflik sesuai dengan metode yang disetujui oleh semua pihak, seperti mekanisme penyelesaian sengketa lokal.

06 Accountability Framework

3. Elemen-elemen utama proses FPIC yang efektif

Proses FPIC dimulai sesudah pemetaan pemangku kepentingan selesai dilakukan (lihat Penilaian Dasar Sosial yang dijelaskan dalam Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatant). Melalui uji tuntas perusahaan dan pelibatan pemangku kepentingan, kegiatan produksi dan perdagangan rantai pasokan tertentu diidentifikasi sebagai memerlukan FPIC dari pihak-pihak IP/LC yang diidentifikasi berpotensi terkena dampak. Ada konsensus yang berkembang tentang elemen dan karakteristik minimum dari suatu proses FPIC yang tepat. Bagian ini memberikan gambaran dari elemen minimum utama yang disaring dari berbagai hukum, standar sukarela, inisiatif, panduan, dan kerangka kerja tentang FPIC, Hak Asasi Manusia, dan rantai pasokan yang etis. Untuk perincian lebih lanjut mengenai elemen-elemen ini dan bagaimana mereka dapat diterapkan dalam konteks tertentu, pembaca diimbau untuk mencari keterangan dari manual dan panduan FPIC yang lebih panjang yang tercantum dalam Kotak 1. Beberapa sumber informasi ini juga menetapkan kombinasi dari berbagai elemen dan berfokus pada aspek-aspek berbeda, yang bermanfaat untuk ditinjau ketika diterapkanpada konteks yang berbeda.

Ketiga belas elemen yang diuraikan di bawah ini umumnya dilakukan secara berurutan, meskipun perulangan dalam proses kadang diperlukan untuk mengakomodasi keadaan khusus dari situasi tertentu. Sembilan elemen pertama biasanya disepakati di awal dalam apa yang sering disebut sebagai fase “pra konsultasi” di mana parameter utama dari proses FPIC didefinisikan dan disepakati oleh para pihak.8 Persetujuan di awal ini menetapkan landasan untuk proses yang berhasil dengan membangun kepercayaan di antara para pihak dan meningkatkan kredibilitas, reliabilitas, dan prediktabilitas pada suatu proses.9 Langkah-langkah pra konsultasi juga memungkinkan perusahaan untuk mengidentifikasi potensi risiko dan tantangan yang mungkin muncul selama proses FPIC dan untuk mengambil tindakan mitigasi. Sebagai contoh, selama pembicaraan pra konsultasi dapat terungkap bahwa adat istiadat Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan (selanjutnya disingkat “IP/LC”) lokal memarjinalisasikan perempuan adat dari pengambilan keputusan dan partisipasi dalam pembagian manfaat, dengan demikian mempertaruhkan komitmen perusahaan untuk menghormati hak asasi perempuan. Atau, dapat ditemukan bahwa terdapat konflik internal mengenai entitas mana yang mengatur atau mengklaim untuk mewakili IP/LC yang bersangkutan, yang bila dibiarkan tidak teratasi, dapat membahayakan legitimasi setiap persetujuan yang didapat (lihat Lampiran untuk panduan bagaimana menangani tantangan-tantangan semacam ini). Lebih lanjut, fase pra konsultasi ini dapat memunculkan peluang

07Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

untuk fasilitasi proses FPIC yang efektif. Juga dapat disepakati dan menjadi praktik yang baik, bahwa para pihak akan berbagi dan memasukkan dalam pertimbangan mereka, pemetaan wilayah-wilayah utama pemukiman dan penggunaan oleh IP/LC yang telah dilakukan oleh masyarakat atau pihak lain.

Kapan saja sebelum atau selama fase pra konsultasi ini, IP/LC juga dapat menyatakan ketidakinginan untuk berpartisipasi dalam proses FPIC selanjutnya. Ini akan dianggap sebagai keputusan untuk menahan persetujuan dan harus tercermin dalam dokumen tertulis. Jika penolakan memiliki persyaratan, perusahaan hanya dapat melanjutkan keterlibatan jika berupaya dengan itikad baik untuk mengatasi persyaratan tersebut.

08 Accountability Framework

TAbEL 1. Elemen-Elemen Utama dari Proses FPIC yang Efektif

1. Identifikasi pembuat keputusan dan pihak-pihak dalam negosiasi

Setiap pihak (perusahaan, IP/LC, pemerintah) mengidentifikasi siapa yang akan menjadi penasihat mereka, siapa yang memiliki wewenang untuk bernegosiasi atas nama mereka, siapa yang memiliki wewenang untuk membuat keputusan akhir, siapa yang dapat mereka minta untuk mengamati proses FPIC, dan siapa yang memiliki hak untuk berbicara dan berpartisipasi dalam perundingan.

2. Menentukan proses pengambilan keputusan dari masing-masing pihak

Setiap pihak berbagi metode pengambilan keputusannya. Misalnya, IP/LC menjelaskan adat istiadat, nilai, dan norma untuk pengambilan keputusan (misalnya, hanya orang tua berusia lebih dari 70 tahun membuat keputusan akhir dan hanya sesudah perundingan dilakukan di dua rapat majelis umum desa). Demikian pula, perusahaan menjelaskan peraturan perusahaan dan peraturan internal untuk pengambilan keputusan (misalnya peran dewan, atau peran orang tertentu yang memiliki wewenang untuk mengambil keputusan akhir). Para pihak juga dapat mendiskusikan berapa lama dan tipe informasi apa yang diperlukan oleh masing-masing untuk membuat keputusan semacam itu.

3. Mencapai kesepakatan awal tentang peran pengacara atau penasihat luar (termasuk penggunaan mediator atau fasilitator)

Penasihat, mediator, dan fasilitator yang digunakan dengan benar dapat membantu mengatasi masalah kapasitas dan ketidakseimbangan kekuatan dalam proses FPIC. Setiap pihak berhak mempunyai penasihat teknis dan hukum mereka sendiri. Juga dapat diputuskan bahwa seorang penasihat boleh melayani kedua belah pihak. Identitas dan peran dari individu ini harus diberitahu kepada kedua pihak. Para pihak juga perlu sepakat jika fasilitasi atau mediasi akan digunakan, dan jika demikian, siapa yang akan menjalankan peran tersebut. Namun, harus berhati-hati dalam melakukan seleksi, karena mediator atau fasilitator yang tidak dipersiapkan dengan baik dan tidak berpengalaman dapat membuat legitimasi proses FPIC dipertanyakan.

09Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

4. Mendiskusikan dan berupaya untuk mencapai pemahaman bersama tentang hukum yang berlaku dan prinsip-prinsip lain yang akan memandu proses FPIC dan mendasari negosiasi tentang kepentingan dan hak yang bersangkutan

Para pihak harus mendiskusikan dan berupaya untuk mencapai saling pengertian tentang hukum dan prinsip dasar yang akan berlaku untuk negosiasi. Diskusi ini harus didasari oleh penilaian hukum yang berlaku (lihat Pedoman Operasional Hubungan antara Komitmen Sukarela dan Hukum yang Berlaku) yang tersedia untuk kedua pihak. Tujuannya untuk membangun kesepakatan bersama tentang hal-hal utama seperti penguasaan lahan dan hak masyarakat versus hak negara, serta prinsip dan format utama untuk proses negosiasi. Sebagai contoh, pada saat dimulainya diskusi, perusahaan mungkin menganggap bahwa negosiasi harus berdasar pada hukum nasional yang menyatakan bahwa tanah yang dimaksud adalah tanah publik dan dimiliki oleh negara, sementara IP/LC mungkin merasa bahwa negosiasi harus didasarkan pada hukum internasional yang diratifikasi yang menegaskan bahwa tanah yang secara tradisional dimiliki atau digunakan oleh masyarakat adat adalah tanah leluhur, bukan tanah negara. Sebagai contoh lain, suatu IP/LC dapat mengatakan bahwa perempuan berpartisipasi dalam pertemuan tetapi bukan bagian dari kepemimpinan yang membuat keputusan akhir, sementara perusahaan dapat menyatakan keprihatinan jika praktik ini mengabaikan hak-hak perempuan untuk berpartisipasi secara setara dalam keputusan yang dapat mempengaruhi mereka.

Setiap perspektif yang berbeda perlu didiskusikan dan direkonsiliasi sedapat mungkin. Prinsip dan format negosiasi lainnya dapat disepakati sejak awal, seperti kerahasiaan (atau tidak) dari diskusi; komitmen untuk menghindari paksaan atau untuk mengatasi ketidakseimbangan kekuasaan; lokasi, netralitas, dan keamanan lokasi pertemuan; format untuk mendokumentasikan perundingan; dan kapan otoritas pembuat keputusan perlu hadir dalam pertemuan.

5. Menyetujui jangka waktu dan penjadwalan negosiasi

Para pihak harus menyepakati jangka waktu dan tenggat waktu yang wajar untuk berbagai fase proses konsultasi dan negosiasi. Prediktabilitas, keadilan, dan kewajaran itu bermanfaat bagi semua pihak. Akan tetapi, penetapan jangka waktu yang disepakati bersama tidak mengabaikan atau mengesampingkan kebutuhan untuk menghormati proses pengambilan keputusan IP/LC yang mengikuti tradisi, norma, dan nilai-nilai adatyang dalam beberapa kasus mungkin memerlukan fleksibilitas dalam jangka waktu dan penjadwalan.

6. Identifikasi adat istiadat danprotokol IP/LC yang harus dihormati oleh proses

Adat istiadat dan peraturan IP/LC perlu diidentifikasi dan dihormati selama pdan setelah proses diidentifikasi oleh IP/LC, tidak diubah secara tidak wajar. Misalnya, adat istiadat masyarakat mungkin menentukan bahwa negosiasi berhenti selama periode keagamaan tertentu, bahwa semua pertemuan dibuka dengan doa, atau bahwa semua delegasi perusahaan harus diperiksa oleh suatu dewan sebelum masuk ke dalam wilayah mereka.

10 Accountability Framework

7. Menyepakati langkah-langkah untuk menciptakan kondisi tanpa paksaan atau tekanan

Para pihak harus berdiskusi dan menyepakati langkah-langkah yang disepakati untuk menghindari pemaksaan dan tekanan selama proses FPICtermasuk menetapkan tipe-tipe pelibatan, penawaran, dan bujukan yang tidak boleh terjadi selama negosiasi. Contohnya, para pihak dapat menyetujui bahwa perusahaan boleh membayar untuk mentransportasikan orang ke pertemuan tetapi tidak boleh memberikan penghargaan finansial apapun kepada pemimpin individu. Para pihak umumnya setuju dengan tidak adanya militer, polisi, atau petugas keamanan perusahaan selama negosiasi. Para pihak juga biasanya melarang pernyataan atau ancaman bahwa lebih banyak lahan akan hilang jika persetujuan tidak diberikan untuk hak atas bidang tanah yang lebih kecil. Menghindari pemaksaan dan tekanan juga memerlukan tindakan untuk memastikan bahwa anggota masyarakat tidak terancam dalam cara apapun (misalnya, dengan kekerasan, ujaran kebencian, kehilangan pekerjaan, atau litigasi pembalasan).

8. Menentukan bagaimana IP/LC yang terkena dampak akan berpartisipasi dalam analisis dampak dan risiko

Bagian sangat penting dari FPIC adalah memastikan bahwa IP/LC yang terkena dampak mendapat informasi tentang semua potensi dampak dan risiko dari kegiatan yang diusulkan dan dapat berpartisipasi dalam keputusan tentang cara untuk menghindari atau memitigasinya. Persyaratan ini biasanya ditangani dengan melakukan Penilaian Dampak Sosial dan Lingkungan (SEIA), pemetaan partisipatif, atau proses terstruktur serupa. Pihak-pihak dalam proses FPIC harus saling sepakat tentang bagaimana proses penilaian dampak dilaksanakan, termasuk proses partisipatif yang akan digunakan, periode untuk tinjauan oleh IP/LC dan komentar pada konsep temuan, bantuan penasihat teknis, dan tindakan-tindakan untuk memastikan bahwa proses tersebut sesuai secara budaya dan inklusif, terutama berkenaan dengan gender dan populasi yang termarjinalisasi.

9. Menetukan format dan protokol untuk berbagi informasi

Proses FPIC yang efektif membutuhkan pertukaran informasi yang konstan antara para pihak, dengan informasi yang relevan dibagikan sebelum pengambilan keputusan dengan format yang tepat waktu dan sesuai dengan budaya dan disebarkan secara luas, terutama di kalangan perempuan dan kelompok rentan lainnya. Proses juga harus memastikan bahwa komentar dan keprihatinan diterima dan ditanggapi dan dialog ini didokumentasikan. Untuk memastikan praktik-praktik ini diikuti, para pihak harus menyetujui jangka waktu untuk berbagi dokumen (misalnya, tidak lebih dari dua minggu sebelum pertemuan), metode yang digunakan untuk pendistribusian dokumen (misalnya, penerima yang ditunjuk, format lisan dan tertulis, media yang digunakan, logistik), bahasa dan terjemahan, kerahasiaan protokol, dan bagaimana pembagian informasi akan didanai.

11Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

10. Mendokumentasikan hasil FPIC dan sifat mengikatnya

Hasil konkret dari proses FPIC harus didokumentasikan dalam perjanjian tertulis yang didistribusikan secara luas dengan anggota IP/LC yang terkena dampak dan dengan kepemimpinan saat ini dan selanjutnya. Untuk meningkatkan transparansi, rekaman suara dan rekaman video juga merupakan praktik yang baik. Perjanjian harus diajukan kepada pihak berwenang yang tepat dan harus bisa ditegakkan di pengadilan hukum dan forum penyelesaian sengketa lainnya yang ditentukan oleh para pihak. Dokumen hasil kemungkinan akan mencerminkan salah satu dari tiga hasil: 1) persetujuan untuk kegiatan yang diusulkan; 2) persetujuan dengan syarat, seperti modifikasi kegiatan atau kesepakatan untuk paket pembagian manfaat; atau 3) tidak ada persetujuan sama sekali. Dalam kebanyakan kasus ketika persetujuan diberikan, hal tersebut tergantung kepada ketentuan atau tuntutan tertentu, yang mungkin datang dari kedua pihak. Meskipun ketika persetujuan tidak tercapai, dokumentasi hasil dari proses FPIC sangat penting, dan semua pihak terkait harus menerima salinannya.

Selain menyatakan keputusan, dokumen hasil harus mencakup semua ketentuan dan persyaratan dari persetujuan. seperti:

• Mempekerjakan anggota masyarakat dalam kegiatan operasional baru

• Ketentuan penggunaan atas pengetahuan adat

• Pembatasan akses terhadap wilayah-wilayah tertentu yang memiliki signifikansi keagamaan atau budaya

• Periode waktu untuk hak penggunaan yang diberikan kepada perusahaan

• Pengaturan pembagian manfaat yang adil dan setara dengan IP/LC, seperti royalti, perbaikan infrastruktur masyarakat, dukungan teknis untuk kegiatan ekonomi masyarakat, atau bantuan pendidikan

• Remediasi untuk kerusakan di masa lalu atau yang potensial di masa depan

• Pemicu dan protokol untuk proses keterlibatan atau persetujuan di masa depan (lihat elemen 11, di bawah)

• Ketentuan untuk monitoring dan verifikasi (lihat elemen 12, di bawah)

• Mekanisme atau proses untuk menyelesaikan potensi sengketa di masa depan (lihat elemen 13, di bawah)

• Apa yang mungkin diminta perusahaan dari masyarakat sebagai imbalan dari persetujuan

11. Mengidentifikasi kegiatan atau keadaan perusahaan lain yang dapat memicu proses persetujuan tambahan di masa depan

Proses FPIC bersifat berulang, dan perubahan pada keadaan fundamental dapat terjadi terutama ketika kegiatan perusahaan mungkin menjadi luas dan dinamis seiring waktu (misalnya, penanaman baru yang tidak termasuk dalam negosiasi FPIC sebelumnya). Sebagai hasil dari dialog antara IP/LC dan perusahaan seringkali ada peluang dalam proses FPIC bagi para pihak untuk mengantisipasi kemungkinan kegiatan di masa depan yang akan membutuhkan FPIC. Para pihak harus mengidentifikasi situasi semacam ini dalam dokumen hasil ketika diketahui.

12 Accountability Framework

12. Menetapkan mekanisme monitoring dan verifikasi partisipatif

Selama negosiasi dan kemudian dalam perjanjian hasil tertulis, para pihak perlu menjelaskan bagaimana kepatuhan terhadap perjanjian akan dimonitor dan diverifikasi. Para pihak harus menerangkan peran IP/LC yang terkena dampak dalam mendefinisikan mekanisme monitoring dan verifikasi dan berpartisipasi dalam penerapannya. Para pihak akan perlu memutuskan bagaimana mereka akan bekerja sama untuk menetapkan indikator kinerja, pelaksanaan monitoring akan dilakukan, kesepakatan anatara kedua pihak berpartisipasi dalam pemantauan, pendanaan, dan kebutuhan verifikasi pihak ketiga dalam mengawasi kepatuhan (lihat Pedoman Operasional Monitoring dan Verifikasi untuk penjabaran lebih lanjut). Pihak-pihak juga dapat menentukan sejauh mana nilai dapat ditambahkan dengan memasukkan pelaku masyarakat sipil lain dalam proses monitoring dan verifikasi (misalnya, jika hal ini akan meningkatkan kepercayaan atau membawa keahlian tambahan).

13. Menentukan bagaimana para pihak akan menyelesaikan perselisihan di masa depan

Dalam dokumen hasil, para pihak perlu mengidentifikasi mekanisme yang tersedia untuk menyelesaikan perselisihan di masa depan, termasuk pelanggaran perjanjian yang telah dicapai, perbedaan pendapat mengenai interpretasi dan penerapan perjanjian FPIC, dan setiap dampak buruk di masa depan kepada IP/LC yang dapatdiakibatkan oleh kegiatan yang disetujui. Ini dapat menggunakan pendekatan eskalasi, di mulai dengan pembicaraan damai, dan kemudian bergerak ke mediasi, arbitrase independen, dan ajudikasi atau forum internasional untuk pengaduan, jika perlu. Jika ada mekanisme pengaduan perusahaan yang telah ada, (lihat Pedoman Operasional Remediasi dan Akses terhadap Perbaikan), para pihak perlu menentukan hubungan antara mekanisme tersebut dan mekanisme yang diidentifikasi dalam perjanjian FPIC.

13Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

KoTAK 1. Sumber informasi untuk panduan tambahan dalam menerapkan proses FPIC yang efektif

y Panduan FPIC untuk anggota RSPO RSPO-GUI-P02-001 V1.0 (2015)

y Pedoman UN-REDD tentang FPIC (2013)

y Standar Sosial dan Lingkungan UNDP #6, Pedoman Masyarakat Adat (UNDP, Social and Environmental Standards #6, Indigenous Peoples Guideline) (2017)

y Pelapor Khusus PBB tentang laporan Masyarakat Adat Kosta Rika menjelaskan proses FPIC berdasarkan hukum internasional (UN Special Rapporteur on Indigenous Peoples’ report on Costa Rica describing an FPIC process based on international law) (2011)10

y Pendekatan Stok Karbon Tinggi (HCSA) Toolkit Versi 2.0: Mempraktekkan Tanpa Deforestasi (Putting No Deforestation into Practice), Modul 3, Integrasi Nilai Konservasi Tinggi (HCV), Stok Karbon Tinggi (HCS): Hutan dan FPIC (2018)

y Panduan FAO tentang Penghormatan FPIC: Panduan praktis untuk pemerintah, perusahaan, LSM, masyarakat adat dan masyarakat tempatan sehubungan dengan akuisisi lahan (FAO guide on Respecting free, prior and informed consent: Practical guidance for governments, companies, NGOs, indigenous peoples and local communities in relation to land acquisition) (2014)

y Elemen-elemen Utama untuk Inisiasi, Kinerja dan Pemeliharaan Konsultasi dan Negosiasi Itikad Baik dengan Masyarakat Adat dan Suku serta Komunitas (Key Elements to the Initiation, Performance and Maintenance of Good Faith Consultations and Negotiations with Indigenous and Tribal Peoples and Communities) (Forest Peoples Programme, 2008))

14 Accountability Framework

4. Kebijakan dan praktik perusahaan untuk menghormati hak atas FPIC

Perusahaan perlu menetapkan kebijakan dan praktik yang memadai dengan sumber daya dan pelatihan staf untuk memastikan bahwa situasi yang membutuhkan FPIC diidentifikasi pada tahap awal dan ditangani melalui proses yang efektif dalam melindungi hak-hak IP/LC. Hal ini mencakup kebijakan dan praktik internal serta keterlibatan yang bertanggung jawab dengan lembaga pemerintah jika sesuai, sebagaimana dijelaskan di bawah ini.

4.1 Kebijakan dan praktik internal perusahaanPerusahaan harus menetapkan kebijakan, mengidentifikasi rencana manajemen, dan menerapkan praktik-praktik, sepadan dengan posisi mereka dalam rantai pasokan untuk membantu memastikan bahwa mereka menghormati hak atas FPIC.

Perusahaan yang secara langsung mengesahkan atau melakukan kegiatan yang memicu persyaratan FPIC seperti akuisisi dan penanaman baru (biasanya perusahaan hulu seperti produsen dan pengolah primer) diharapkan untuk memiliki kebijakan, praktik, sumber daya yang dialokasikan, staf terlatih, dan rencana pelibatan pemangku kepentingan yang terinci untuk secara efektif melakukan proses FPIC dan mengidentifikasi terlebih dahulu di mana FPIC diperlukan, sebelum memulai kegiatan tertentu. Hal ini perlu didasari oleh kajian yang dilakukan sebagai bagian dari uji tuntas yang disyaratkan perusahaan, seperti kajian dasar sosial, studi pertanahan, penilaian risiko, dan penilaian hukum yang berlaku. Untuk informasi lebih lanjut, lihat Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan dan Pedoman Operasional Manajemen Rantai Pasokan.

Perusahaan hilir (seperti manufaktur dan pengecer) juga perlu memiliki kebijakan dan praktik yang mengakui FPIC sebagai perlindungan penting dalam memenuhi komitmen mereka untuk menghormati Hak Asasi Manusia. Perusahaan perlu memiliki mekanisme untuk membantu memastikan bahwa pemasok hulu mereka melakukan proses FPIC ketika diharuskan. Ini termasuk uji tuntas dan proses penilaian kesenjangan yang memadai untuk mengidentifikasi potensi risiko dalam portofolio pembelian dan pengadaan mereka; langkah-langkah untuk

15Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

menggabungkan istilah-istilah Hak Asasi Manusia dan FPIC dalam sistem manajemen pemasok (termasuk kontrak pemasok); pelatihan staf yang relevan akan memiliki visibilitas tentang apakah proses FPIC telah dipicu dan diimplementasikan; melakukan monitoring atau audit atas pemasok untuk memastikan FPIC yang memadai; dan tindakan-tindakan untuk mengatasi ketidakpatuhan yang teridentifikasi. Bagan elemen utama pada Bagian 3 di atas dapat dikonversi menjadi seperangkat indikator dan ambang batas yang dapat diterapkan untuk membantu menilai apakah proses FPIC dilakukan dengan benar oleh pemasok hulu.

Selain itu, semua perusahaan perlu:

1) Memiliki kebijakan dan prosedur FPIC yang mematuhi Prinsip-Prinsip Inti AFi dan perincian tambahan yang diuraikan di atas dan memungkinkan anggaran yang sepadan dan personel yang berpengalaman untuk melaksanakan proses tersebut dan mengidentifikasi di mana kegiatan perusahaan mungkin memerlukan FPIC. Materi ini harus tersedia untuk umum di situs web perusahaan dan dalam format lain yang sesuai budaya untuk pemangku kepentingan yang berpotensi terkena dampak, jika diperlukan. Ketika perusahaan hilir tidak dapat melakukan hal-hal ini secara langsung, perusahaan sebaiknya menggunakan pengaruh mereka dan memberikan dukungan yang diperlukan untuk memfasilitasi proses-proses ini dalam basis pasokan mereka.

2) Memastikan bahwa staf penting di seluruh departemen terkait (misalnya, bagian kontrak, pembelian dan pengadaan, serta kepatuhan) sadar bahwa perusahaan tidak boleh melakukan tindakan yang dapat mempengaruhi keberadaan atau nilai lahan, sumber daya dan wilayah IP/LC sampai FPIC diperoleh.

3) Melatih staf tentang hak atas partisipasi IP/LC yang bermakna dan efektif melalui konsultasi dengan itikad baik dan proses FPIC, dan lebih khususnya, tentang tujuan, sasaran, elemen-elemen utama, karakteristik, dan alat untuk menerapkan proses FPIC yang efektif.

4) Menerapkan dan memperbarui pemetaan pemangku kepentingan untuk memastikan bahwa IP/LC yang berpotensi terkena dampak diidentifikasi dan kemudian dilibatkan secara teratur untuk ke depannya dengan cara yang sesuai budaya dan inklusif (lihat Penilaian Dasar Sosial yang dijelaskan dalam Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan).

5) Memeriksa, secara retroaktif jika perlu, kegiatan perusahaan sebelumnya untuk menentukan jika tindakan dilakukan tanpa FPIC yang disyaratkan dan karena itu, perubahan pada operasional perusahaan ke depannya dianggap perlu, serta perbaikan yang mungkin diperlukan.11

16 Accountability Framework

Kebijakan dan praktik ini biasanya dapat digabungkan ke dalam aspek lain dari program produksi dan pembelian dan pengadaan yang etis, termasuk proses perencanaan lokasi terintegrasi dan pengembangan Rencana IP/LC (lihat Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan).

4.2 Keterlibatan perusahaan dengan pemerintah untuk memenuhi persyaratan FPIC

Menurut hukum Hak Asasi Manusia internasional, pemerintah memiliki tugas dan kewajiban untuk “menghormati, memajukan dan melindungi” hak asasi manusia, termasuk hak atas FPIC. Namun, perusahaan juga berkewajiban untuk menghormati ini dan Hak Asasi Manusia lainnya. Kegagalan untuk memperoleh FPIC karena itu dapat mengakibatkan keluhan terhadap negara dan perusahaan yang terlibat. Banyak pemerintahan tidak memiliki undang-undang nasional yang membahas tugas dan kewajiban terkait hak atas FPIC secara memadai. ketika hukum semacam itu ada, mungkin terdapat penegakan hukum yang buruk, kapasitas kelembagaan yang kecil, atau keinginan politik yang terbatas untuk menerapkannya. Batasan-batasan ini dapat menimbulkan risiko bagi perusahaan: jika negara gagal memenuhi tugas dan kewajibannya terkait FPIC, upaya untuk memperbaiki pelanggaran ini dapat membatalkan transaksi bisnis, mengharuskan pengembalian lahan yang telah diberikan atau dijanjikan kepada perusahaan atau pemasoknya kepada IP/LC yang terkena dampak, berakibat pada penangguhan kegiatan, dan secara signifikan mengubah prospek finansial operasional perusahaan. Jika pemerintah meminta perusahaan untuk memainkan peranan penting dalam mengamankan FPIC atas namanya, keberhasilan atau kegagalan proses tersebut dapat semakin mengekspos perusahaan.

Agar perusahaan dapat menunjukkan penghormatan kepada hak atas FPIC, seraya menghormati dan berkontribusi secara positif kepada tugas dan kewajiban negara pada hal yang sama, mereka harus siap untuk:

1) Berkontribusi secara efektif untuk konsultasi dan proses FPIC yang dipimpin pemerintah, misalnya dengan menyetujui untuk melibatkan pemangku kepentingan secara teratur, berinvestasi pada kapasitas staf untuk berpartisipasi secara efektif dalam proses FPIC, dan mengungkapkan semua informasi yang relevan tentang kegiatan operasional perusahaan dengan cara yang sesuai budaya.

17Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

2) Memfasilitasi dan/atau memimpin konsultasi dengan itikad baik dan proses FPIC. Perusahaan mungkin perlu menjalankan peran ini baik atas permintaan pemerintah atau jika pemerintah gagal memenuhi kewajiban dan tugasnya sendiri. Jika situasi yang kedua muncul, adalah bijaksana bagi perusahaan untuk melakukan upaya yang wajar untuk melanjutkan melibatkan pemerintah dalam proses dan, setidaknya, memberi informasi mengenai proses tersebut kepada pemerintah secara teratur.

3) Bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil yang memiliki pengalaman, akses terpercaya kepada masyarakat yang terkena dampak, dan sumber daya untuk membantu perusahaan memastikan bahwa konsultasi dengan itikad baik dan proses FPIC dilakukan apabila sesuai.

4) Memberikan salinan dari semua hasil negosiasi proses FPIC kepada negara, apabila pemerintah belum memimpin proses.

5) Menilai legitimasi proses FPIC yang dilakukan oleh pemerintah yang menghasilkan manfaat bagi perusahaan. Misalnya, jika perusahaan diberikan lisensi untuk beroperasi di wilayah tradisional masyarakat adat dan pemerintah menegaskan bahwa FPIC telah didapatkan, sebelum menyelesaikan dan menyetujui lisensi, perusahaan harus melakukan uji tuntas sendiri untuk memastikan bahwa FPIC telah diperoleh berdasarkan proses yan sah. Bagan elemen utama pada Bagian 3 di atas dapat diubah menjadi seperangkat indikator dan ambang batas untuk membantu melakukan penilaian ini.

6) Menjauhkan diri dari kegiatan operasional produksi serta pembelian dan pengadaan yang mungkin mempengaruhi hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, dan ketahanan pangan IP/LC ketika FPIC yang tepat belum didapat oleh pemerintah,12 dan memulai operasi hanya ketika FPIC telah diperoleh dengan baik.

7) Ketika kegiatan operasional produksi serta pembelian dan pengadaan yang telah berjalan dilakukan tanpa FPIC yang didapat oleh pemerintah, mempertimbangkan risiko yang terkait dengan melanjutkan kegiatan operasional tersebut kecuali dan sampai persetujuan tentang perbaikan telah dicapai dengan IP/LC yang terkena dampak.

18 Accountability Framework

Lampiran: Menangani tantangan-tantangan umum yang terkait dengan FPIC

Ada beberapa tantangan umum yang dapat muncul bahkan ketika perusahaan berkomitmen penuh untuk melakukan konsultasi dengan itikad baik dan proses FPIC. Lampiran ini mengidentifikasi beberapa tantangan dan bagaimana perusahaan dapat menanganinya. Untuk latar belakang lebih lanjut, silakan merujuk pada Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan.

1) Tantangan: Hukum yang berlaku dapat menghambat pelaksanaan proses FPIC yang efektif karena mereka (a) tidak konsisten dengan komitmen FPIC perusahaan, atau (b) tidak dikelola dan ditegakan dengan baik.

Tanggapan perusahaan: Keterbatasan hukum yang berlaku atau implementasi pemerintah atas hukum tersebut tidak membebaskan perusahaan dari kewajibannya untuk menghormati hak asasi manusia yang diakui secara internasional (lihat Pedoman Operasional Hubungan antara Komitmen Sukarela dan Hukum yang Berlaku). Dalam keadaan demikian:

y Perusahaan umumnya perlu menolak untuk menerima hibah pemerintah, lisensi, dan peluang atau manfaat ekonomi lainnya yang dimungkinkan oleh pelanggaran hak, termasuk kegagalan untuk menjalani proses FPIC. Sebagai contoh, jika hukum nasional hanya mensyaratkan konsultasi dengan, dan bukan persetujuan dari IP/LC, maka lisensi yang dikeluarkan berdasarkan penerapan hukum ini mungkin tidak memenuhi komitmen atau kewajiban perusahaan yang berkaitan dengan FPIC.

y Perusahaan dapat mencari cara-cara untuk menafsirkan dan menerapkan secara progresif, hukum nasional tentang partisipasi atau konsultasi yang memungkinkan pemenuhan kewajiban FPIC mereka.

y Perusahaan dapat meminta keringanan untuk mematuhi hukum yang tidak konsisten dengan komitmennya dan dapat berdampak buruk karena tidak adanya atau implementasi FPIC yang tidak tepat.

19Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

y Dalam kasus administrasi atau penegakan hukum yang lemah, perusahaan dapat berupaya membantu pemerintah dan/atau melibatkan organisasi masyarakat sipil dalam memperkuat proses FPIC dengan menawarkan dukungan teknis dan finansial atau dengan mendorong proses FPIC yang lebih kuat pada forum lokal, nasional dan internasional. Menawarkan untuk memimpin fasilitasi proses FPIC dapat memberikan peluang bagi perusahaan untuk memastikan proses yang diselesaikan konsisten dengan hukum yang berlaku dan komitmen perusahaan.

2) Tantangan: Struktur tata kelola IP/LC tidak selalu sepadan dengan kerangka hukum negara. Misalnya, bukanlah hal yang tidak biasa bagi banyak lembaga pemerintahan, asosiasi, atau dewan untuk berpendapat bahwa mereka mewakili keinginan IP/LC yang bersangkutan, tetapi dalam banyak kasus, hanya satu yang diakui oleh hukum nasional sebagai perwakilan hukum dari pihak yang terkena dampak. Dalam kasus semacam itu, struktur tata pemerintahan lokal yang dikenakan pada IP/LC dan tanah mereka oleh kerangka hukum negara dapat memberikan persetujuan kepada operasional perusahaan atas nama IP/LC yang terkena dampak. Namun, banyak IP/LC mungkin tetap menolak legitimasi persetujuan ini karena mereka berasosiasi dengan lembaga pemerintahan yang bersaing (yaitu struktur tradisional seperti Dewan Tetua). Ini sering muncul ketika ada undang-undang nasional yang menciptakan dan mengakui satu struktur pemerintahan di atas wilayah adat, meninggalkan struktur adat tradisional wilayah tersebut di luar karangka hukum yang diakui. Hal ini sering mengarah pada perpecahan yang tajam dalam IP/LC dan ketidakpastian bagi perusahaan jika satu entitas pemerintahan mendukung operasional perusahaan sementara yang lainnya tidak.

Tanggapan perusahaan: Konsultasi dan proses FPIC perlu dilakukan dengan perwakilan yang ditunjuk oleh IP/LC yang berpotensi terkena dampak sesuai dengan norma, nilai, dan adat istiadat. Artinya, perusahaan mungkin harus mengambil langkah-langkah selama uji tuntas dan pra konsultasi untuk memahami asal usul dari berbagai struktur tata pemerintahan yang berbeda, sejauh mana mereka secara sah mewakili keinginan masyarakat yang terkena dampak, inklusivitas anggota IP/LC, dan hubungan masing-masing dengan pemerintah. Analisis dan dokumentasi oleh organisasi hak asasi manusia yang dihormati dan para pakar di bidang tertentu dapat membantu menginformasikan perusahaan tentang masalah ini. Dalam konsultasi dengan IP/LC yang terkena dampak, perusahaan mungkin perlu untuk menemukan mekanisme yang disepakati bersama untuk mengakomodasi pandangan semua pihak dan memfasilitasi solusi bersama di antara perwakilan yang berbeda-beda. Hal ini dapat berarti menunda proses FPIC sampai konflik internal antara entitas pemerintahan diselesaikan. Meskipun ini dapat memperpanjang proses, tetapi hal tersebut dapat memperkuat legitimasi dan kekuatan hasil. Sebagaimana semua tantangan yang dijelaskan dalam lampiran ini, ketika langkah-langkah ini tidak sepenuhnya mengurangi ambiguitas atau ketidaksepakatan tata kelola, perusahaan harus mengkaji risiko dalam meneruskan kegiatan.

20 Accountability Framework

3) Tantangan: Beberapa IP/LC memiliki struktur tata kelola tradisional yang lemah, di mana pimpinan atau perwakilan yang ditunjuk mungkin tidak mampu melaksanakan tanggung jawab mereka selama proses FPIC dan memastikan bahwa proses FPIC dan persetujuan yang dihasilkan dihormati oleh seluruh masyarakat di sepanjang waktu. Sebagai contoh, perwakilan IP/LC atau anggota masyarakat dapat berpartisipasi secara minimal dalam pertemuan; peserta mungkin bertindak tidak konsisten dari satu pertemuan ke pertemuan lainnya; atau peserta mungkin tidak tahu mengenai persetujuan atau materi dari pertemuan sebelumnya, atau tidak mengormati keputusan sebelumnya. Skenario-skenario ini dapat disebabkan oleh kurangnya sumber daya finansial untuk membangun konsensus, pembagian informasi yang terbatas, perwakilan atau pemimpin yang menikmati dukungan politik terbatas dari anggota masyarakat, atau tidak adanya mekanisme yang memadai untuk memastikan bahwa keputusan sebelumnya diketahui dan dihormati ketika kepemimpinan bertransisi ke perwakilan baru. Apapun penyebabnya, tantangan-tantangan ini dapat memperumit negosiasi.

Tanggapan perusahaan: Kesabaran dan upaya diperlukan untuk memahami mengapa struktur tata kelola IP/LC lemah dan untuk menanggapi dengan cara yang tepat dan konstruktif. Tantangan sering muncul sebagai akibat dari diskriminasi, marjinalisasi, dan pengikisan oleh pemerintah selama bertahun-tahun atas hak-hak IP/LC untuk mengendalikan sumber daya alam mereka dan membangun serta memelihara lembaga pemerintahan mereka sendiri. Terkadang solusinya hanya sekedar pemompaan sumber daya finansial secara transparan sehingga pemimpin dapat membuat dan mendistribusikan material yang relevan ke seluruh masyarakat dan menyimpannya dengan baik untuk perwakilan pemerintahan selanjutnya, atau supaya anggota masyarakat memiliki transportasi ke semua pertemuan yang relevan (termasuk perundingan internal dan perundingan dengan perusahaan dan pemerintah). Pada waktu yang lain dapat mensyaratkan diberlakukannya mekanisme untuk memastikan pertemuan dijadwalkan pada waktu-waktu yang memungkinkan partisipasi yang maksimal, yaitu waktu yang mengakomodasi perempuan dengan kewajiban membesarkan anak di siang hari, atau petani dengan kewajiban panen selama musim tertentu, atau yang tidak bertentangan dengan ibadah keagamaan, dan setiap konsultasi diakhiri dengan ringkasan tertulis (“notulen rapat”) yang disahkan oleh peserta dan diberitahukan kepada semua pihak terkait.

4) Tantangan: Fasilitator independen dari proses FPIC tidak efektif dalam peran mereka.

Tanggapan perusahaan: Jika disetujui oleh IP/LC yang merupakan pihak dari proses FPIC, perusahaan dapat mempekerjakan fasilitator independen dengan pengalaman, pengetahuan, dan sensitivitas budaya yang sesuai. Untuk menghindari prasangka atau persepsi yang bias, para pihak dapat menyepakati sebelumnya kerangka acuan untuk fasilitator; mereka dapat bersama-sama mencalonkan kandidat dan memilih fasilitator; dan mereka dapat menentukan bahwa fasilitator bertanggung jawab kepada kedua belah pihak (terlepas dari siapa yang membayar jasanya).

21Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

5) Tantangan: Staf perusahaan yang berpartisipasi dalam proses FPIC tidak efektif dalam peran mereka. Ini mungkin berasal dari berbagai faktor, termasuk kurangnya pelatihan atau pengalaman tentang bagaimana memandu proses tersebut dengan efektif, penuh hormat, dengan cara yang sesuai budaya, dan konsisten dengan hukum yang berlaku.

Tanggapan perusahaan: Untuk dapat berpartisipasi dalam dan mendukung proses FPIC, staf perusahaan memerlukan pelatihan lanjutan dalam topik-topik seperti elemen konsultasi yang efektif dan proses FPIC, Hak Asasi Manusia, sensitivitas budaya, inklusivitas, dan kesetaraan gender. Para pakar independen dan penasihat tanggung jawab sosial perusahaan tersedia untuk mendukung jenis pembangunan kapasitas seperti ini dan penggunaan mereka dianjurkan.

6) Tantangan: Perusahaan memulai atau berpartisipasi dalam konsultasi atau proses FPIC dengan kesalahpahaman kritis — misalnya, bahwa keputusan IP/LC akan diambil oleh konsensus luas atau oleh anggota masyarakat mayoritas, dan bahwa persetujuan akan selalu diberikan.13

Tanggapan perusahaan: Pertama, FPIC meliputi hak untuk tidak setuju dengan kegiatan perusahaan yang diusulkan. Meskipun perusahaan harus menjamin adanya persetujuan dari IP/LC, tidak ada kewajiban yang sama bagi IP/LC untuk memberikan persetujuan. Perusahaan perlu mempersiapkan kemungkinan ini dengan mencari kemungkinan alternatif. Hal ini sesuai dengan panduan pada Bagian 2.2(7) dalam Pedoman Operasional Penghormatan Hak-Hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Tempatan.

Kedua, hukum internasional mensyaratkan keputusan IP/LC berdasarkan proses FPIC untuk dibuat sesuai dengan adat istiadat, nilai dan norma dari IP/LC yang terkena dampak dan dilaksanakan dengan cara yang sesuai budaya. Sistem adat dapat berarti keputusan akhir dibuat semata-mata oleh tetua kelompok, atau oleh perempuan terpilih, atau oleh seorang Kepala sesudah berkonsultasi dengan penduduknya. Walaupun ini mungkin tampak tidak biasa bagi perusahaan, hal ini belum tentu tidak sejalan dengan hak asasi manusia yang diakui secara internasional.

Melakukan pra konsultasi (lihat Bagian 3) dan mencapai pemahaman tentang adat istiadat dan norma yang berlaku untuk pengambilan keputusan akan menghindari kejutan dan kesalahpahaman di sekitar masalah ini sambil juga mengidentifikasi risiko potensial yang berdampak buruk terhadap Hak Asasi Manusia. Pra konsultasi, misalnya, dapat menegaskan apa yang merupakan forum untuk pengambilan keputusan dalam majelis masyarakat, jika ada persyaratan super mayoritas atau konsensus, apakah anggota masyarakat harus berusia tertentu untuk memilih, siapa yang membuat keputusan untuk IP/LC tertentu, dan apa yang mendasari keputusan dari para pengambil keputusan. Pra konsultasi juga dapat membantu memastikan peran perempuan dalam perundingan dan pengambilan keputusan, terutama jika mereka tidak mudah terlihat selama pertemuan publik, seperti yang terkadang terjadi. Pra konsultasi juga dapat membantu mengidentifikasi cara terbaik untuk memastikan partisipasi kelompok rentan atau terpinggirkan dalam masyarakat, seperti pemuda atau orang tua.

22 Accountability Framework

Hukum internasional melarang diskriminasi berdasarkan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik atau lainnya, asal usul kebangsaan atau sosial, properti, kelahiran, atau status lainnya, dan mengakui hak-hak perempuan (termasuk perempuan adat dan mereka yang mengidentifikasi diri sebagai bagian dari masyarakat tempatan lainnya) untuk berpartisipasi secara adil dan setara dalam kehidupan masyarakat dan keputusan yang mempengaruhi mereka. Dengan demikian, perusahaan didorong untuk mengambil langkah-langkah yang memungkinkan konsultasi yang inklusif. Oleh sebab itu, diskusi antara para pihak mungkin perlu membahas apakah adat istiadat atau praktik tertentu dapat menempatkan perusahaan pada risiko tidak memenuhi komitmen non diskriminasi. Hal ini dapat melibatkan pengimbangan hak dengan sangat hati-hati dan akan memerlukan diskusi yang transparan dan jujur di antara semua pihak. Jika perlu, perusahaan pada akhirnya mungkin perlu memutuskan apakah tindakan mitigasi yang tepat sudah cukup untuk memenuhi komitmennya.

7) Tantangan: Konflik dapat muncul di sekitar siapa yang berhak untuk berpartisipasi dalam konsultasi — khususnya, siapa yang dianggap “anggota” oleh penduduk atau masyarakat. Sebagai contoh, suatu masyarakat adat dapat menyatakan bahwa hanya anggota masyarakat atau komunitas mereka yang berada di wilayah tersebut dapat berpartisipasi dalam keputusan yang mempengaruhi wilayah tersebut, sementara individu non asli yang berada di wilayah mereka dan anggota masyarakat adat yang tinggal di luar wilayah tersebut tidak dapat berpartisipasi. Mereka yang merasa terpinggirkan dapat menyatakan keberatan atas pengecualian mereka.

Tanggapan perusahaan: Menurut hukum internasional, hanya IP/LC yang bersangkutan yang dapat menentukan siapa anggota masyarakat mereka. Seperti pemerintah yang memutuskan siapa yang dapat berpartisipasi dalam pemilihan atau pertemuan lokal dan nasional, IP/LC lah yang menentukan siapa yang berhak untuk berpartisipasi dalam konsultasi dan proses FPIC. Misalnya IP/LC dapat membatasi partisipasi untuk anggota dengan usia tertentu atau anggota yang telah tinggal di dalam wilayah untuk jangka waktu tertentu, atau mereka dapat memilih untuk mengecualikan penduduk non anggota yang tinggal di wilayah mereka. Ini adalah hak mereka. Merupakan peran IP/LC untuk memberitahu perusahaan tentang norma, nilai, dan adat istiadat masyarakat di mana konsultasi atau proses FPIC harus dilakukan, termasuk siapa yang berhak untuk berpartisipasi. Pra konsultasi dapat membantu untuk menetapkan parameter-parameter ini sehingga tidak ada kejutan.14

23Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

Selain itu, meskipun proses persetujuan mungkin dipicu sehubungan dengan IP/LC tertentu, ini tidak berarti bahwa perusahaan tidak bisa atau tidak boleh melibatkan pemangku kepentingan lain yang mungkin tinggal di atau sekitar wilayah IP/LC dalam forum terpisah. Memang, perusahaan harus berbicara secara terpisah dengan pemangku kepentingan lainnya yang berpotensi terkena dampak (misalnya kelompok penambang emas yang terpisah atau petani kecil non IP/LC) sebagai bagian dari proses pelibatan pemangku kepentingan yang lebih besar. Ini adalah bagian dari kewajiban umum perusahaan untuk menghormati hak atas partisipasi yang bermakna dan efektif dari mereka yang mungkin terpengaruh oleh kegiatan operasionalnya. Namun, individu yang bukan bagian dari IP/LC umumnya tidak dimasukkan sebagai bagian dari proses FPIC untuk IP/LC yang terkena dampak spesifik.

8) Tantangan: Informasi yang relevan tentang operasional perusahaan tidak mudah diakses oleh IP/LC yang terkena dampak dan anggotanya karena tantangan seperti hambatan bahasa dan budaya serta hambatan untuk distribusi yang luas, seperti lokasi terpencil pihak yang terkena dampak, infrastruktur dan komunikasi yang buruk.

Tanggapan perusahaan: Selama pra konsultasi, pemahaman dapat dicapai di antara semua pihak mengenai cara terbaik untuk mempersiapkan dan menyampaikan pemberitahuan dan informasi yang relevan tentang operasional perusahaan yang diperlukan untuk membuat keputusan yang terinformasi. Pertimbangan perlu diberikan kepada preferensi bahasa dan sarana komunikasi (misalnya, secara lisan, tertulis, bergambar, atau melalui radio, postingan gereja, SMS/Whatsapp, atau jaringan OMS). Panduan dan referensi FPIC yang diberikan dalam Pedoman Operasional ini menawarkan instruksi tentang jenis informasi yang harus dibagikan untuk memastikan pengambilan keputusan yang tepat. Kalender konsultasi harus berusaha untuk mengakomodasi adat istiadat, perayaan, dan kewajiban mata pencaharian masyarakat yang bersangkutan serta hambatan geografis dan cuaca. Jika ada kesepakatan bahwa semua informasi akan dibagikan setidaknya dua minggu sebelum semua pertemuan, langkah-langkah khusus mungkin diperlukan selama musim hujan ketika jalan tidak dapat dilewati atau ketika sungai telalu tinggi untuk dinavigasi dengan aman. Jika anggota masyarakat mengalami kesulitan dalam memproses informasi, perwakilan perusahaan mungkin perlu memberikan dukungan tambahan dengan menyoroti masalah-masalah utama sebelum pertemuan (misalnya, melalui penggunaan ringkasan eksekutif) dan memberikan waktu kepada IP/LC untuk melibatkan penasihat teknis mereka sendiri untuk menjelaskan materi tersebut kepada populasi yang terkena dampak.

24 Accountability Framework

Catatan akhir1 Untuk kompilasi yurisprudensi dan dan instrumen dasar yang tidak menyeluruh tetapi cukup luas, lihat Legal Companion to the UN-REDD Programme Guidelines on FPIC tersedia pada: https://www.unredd.net/documents/ un-redd-partner-countries-181/templates-forms-and-guidance-89/un-redd-fpic-guidelines-2648/legal-companion-to-fpic-guidelines-2655/8792-legal-companion-to-the-un-redd-programme-guidelines-on-fpic-8792.html.2 RSPO Principles and Criteria for the Production of Sustainable Palm Oil (2018), prinsip 4.8, 4.4, 4.5, 4.7 dan Lampiran 2; HCS Approach Toolkit, Modul 2, versi 2.0, The HCS Approach: Putting no Deforestation into Practice, Social Requirements, bagian B (Working Draft of Social Requirements for Conserving High Carbon Stock Forests in Oil Palm Development, diadopsi 22 Januari 2017), SR 7 (Mei 2017) (HCS Approach, SR); Roundtable on Sustainable Biomaterials Principles & Criteria (2016), Prinsip 2b, 9a, 12a & 12b; Voluntary Guidelines on the Responsible Governance of Tenure of Land, Fisheries and Forests in the Context of National Food Security (2012), § 9.9; Malaysia Sustainable Palm Oil (2018); Rainforest Alliance Sustainable Agriculture Standard (2019), Kriteria 3.8; Equator Principles (2013), Prinsip 6; FSC Principles and Criteria for Forest Stewardship (2015), 3.2 & 3.3; FA 2020 African Palm Oil Initiative: Marrakesh Declaration (2016), para. J; IFC Performance Standard #7, Indigenous Peoples (2012), para, 10m 13-17; Due Diligence Guidance for Meaningful Stakeholder Engagement in the Extractives Sector, Langkah 4.B, Tabel 6 & Lampiran B “Engaging with Indigenous Peoples; Sustainable Forest Management, PEFC ST 1003-2018 (2018), Persyaratan 6.3.2.1 dan 6.3.2.1.3 Sumber: “Report of the International Workshop on Methodologies Regarding Free Prior and Informed Consent,” disahkan oleh Forum Permanen PBB untuk Masyarakat Adat, 2005. Lihat metodologi lokakarya di E/C.19/2005/3, diadopsi di UNPFII pada Sesi Keempat tahun 2005.4 Pelapor Khusus, pengadilan internasional, komisi, dan komite yang ditugaskan untuk menafsirkan dan memeriksa perjanjian dan konvensi internasional yang mengikat, serta Pelapor Khusus PBB, lembaga keuangan internasional, standar sosial dan lingkungan serta kebijakan operasional telah menegaskan hak masyarakat adat dan masyarakat tempatan untuk konsultasi dengan iikad baik dan FPIC dalam berbagai konteks. Memastikan komitmen FPIC yang dinyatakan dalam Prinsip-Prinsip Inti, FPIC diperlukan: ketika hak-hak IP/LC dapat terpengaruh, serta sehubungan dengan kegiatan spesifik terkait hak mereka atas tanah dan hal-hal yang mempengaruhi ketahanan pangan dan mata pencaharian mereka, termasuk tetapi tidak terbatas pada keadaan yang melibatkan penebangan, penambangan, dan operasional minyak dan gas; pembentukan kawasan lindung; bendungan; perkebunan agro industri; perpindahan pemukiman fisik penuh atau sebagian dan perpindahan ekonomi; dalam hal penggunaan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual, dalam hal pengambilan wajib; dan keputusan lain yang mempengaruhi status hak tanah penduduk/masyarakat (misalnya penetapan batas dan pemberian sertifikat). Lihat supra note 1.5 Lihat Prinsip Inti 2.2.1 menyerukan perusahaan untuk menyesuaikan kegiatan [mereka] dengan UNDRIP. UNDRIP memiliki tidak kurang dari tujuh ketentuan yang menegaskan persyaratan FPIC sebelum kegiatan yang dapat dikatakan mempengaruhi hak, lahan, sumber daya, wilayah, mata pencaharian, atau keamanan IP/LC. Kegiatan ini mencakup pengambilan properti budaya, intelektual, keagamaan, dan spiritual, serta segala kerusakan, pengambilan, pendudukan, penyitaan, atau penggunaan lahan, wilayah, dan sumber daya. Lihat juga Pedoman tentang FPIC, hal. 14 (UN REDD, FAO 2013) (menjelaskan ketentuan UNDRIP).

25Pedoman Operasional Prinsip Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan

6 Pelapor Khusus, pengadilan internasional, komisi, dan komite yang ditugaskan untuk menafsirkan dan memeriksa perjanjian dan konvensi internasional yang mengikat, serta Pelapor Khusus PBB, lembaga keuangan internasional, standar sosial dan lingkungan serta kebijakan operasional telah menegaskan hak masyarakat adat dan masyarakat tempatan untuk konsultasi dengan iikad baik dan FPIC dalam berbagai konteks. Memastikan komitmen FPIC yang dinyatakan dalam Prinsip-Prinsip Inti, FPIC diperlukan: ketika hak-hak IP/LC dapat terpengaruh, serta sehubungan dengan kegiatan spesifik terkait hak mereka atas tanah dan hal-hal yang mempengaruhi ketahanan pangan dan mata pencaharian mereka, termasuk tetapi tidak terbatas pada keadaan yang melibatkan penebangan, penambangan, dan operasional minyak dan gas; pembentukan kawasan lindung; bendungan; perkebunan agro industri; perpindahan pemukiman fisik penuh atau sebagian dan perpindahan ekonomi; dalam hal penggunaan pengetahuan tradisional dan kekayaan intelektual, dalam hal pengambilan wajib; dan keputusan lain yang mempengaruhi status hak tanah penduduk/masyarakat (misalnya penetapan batas dan pemberian sertifikat). Lihat supra note 1.7 Persyaratan ini tidak mengurangi di mana masalah tersebut diselesaikan oleh pengadilan atau badan otoritatif lainnya yang konsisten dengan hukum yang berlaku.8 Laporan dari Pelapor Khusus tentang hak-hak masyarakat adat, James Anaya, situasi masyarakat adat yang terkena dampak proyek pembangkit listrik tenaga air El Diquís di Kosta Rika, A/HRC/18/35/Add.8, Bagian II.A.4 “Defining Consultations on Consultations”, par. 30-33 (11 Juli 2011). Fase “pra konsultasi” ini serupa dengan apa yang mungkin telah dilakukan perusahaan dengan pihak-pihak non IP/LC lainnya. Tidak jarang, sebelum terlibat dalam negosiasi substansial, bagi perusahaan untuk melakukan diskusi awal dengan perwakilan pihak lain (pemerintah asing dan mitra bisnis masa depan, dll.) untuk mencapai kesepakatan sebelumnya tentang bagaimana negosiasi tersebut akan dilakukan ke depan: berdasarkan prinsip-prinsip dasar apa, dokumentasi apa yang akan dibagikan kepada para pihak, dengan kehadiran tingkat manajemen/otoritas apa, dan dengan tujuan dan jadwal bagaimana, dll.9 Laporan dari Pelapor Khusus tentang hak-hak masyarakat adat, James Anaya, situasi masyarakat adat yang terkena dampak proyek pembangkit listrik tenaga air El Diquís di Kosta Rika, A/HRC/18/35/Add.8, Bagian II.A.4 “Defining Consultations on Consultations”, par. 30-33 (11 Juli 2011).10 Laporan dari Pelapor Khusus tentang hak-hak masyarakat adat, James Anaya, situasi masyarakat adat yang terkena dampak proyek pembangkit listrik tenaga air El Diquís di Kosta Rika, A/HRC/18/35/Add.8, Bagian II.A. “The need for adequate consultations”, par. 10-40 (11 Juli 2011).11 Ke depan, pelajaran yang dapat dipetik dari mekanisme pengaduan tingkat operasional perusahaan juga dapat mempermudah identifikasi ketika proses retroaktif ini diperlukan dan juga skenario di mana perusahaan seharusnya telah atau perlu, melakukan proses FPIC.12 Suatu rujukan kepada FPIC yang diperoleh pemerintah dapat juga mencakup FPIC yang diperoleh pihak swasta yang harus diverifikasi oleh pemerintah (mengingat bahwa pada akhirnya tugas dan kewajiban di bawah hukum internasional menjadi tanggung jawab pemerintah).13 Suatu tantangan terkait adalah ketika perusahaan memiliki komitmen untuk memajukan hak-hak perempuan tetapi menghadapi persyaratan FPIC dalam masyarakat di mana perempuan tampak terpinggirkan dari semua proses pengambilan keputusan.14 Tentu saja, jika ada konflik internal mengenai apa yang diwakili pemerintah lokal atas masyarakat yang terkena dampak dan karenanya membuat keputusan ini, tantangan tersebut menjadi semakin rumit. Lihat Tantangan dan Tanggapan Perusahaan 2, dalam Lampiran ini untuk panduan lebih lanjut.

26

www.accountability-framework.org