Post on 04-Feb-2018
NASKAH PUBLIKASI
HUBUNGAN TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
Oleh :
ADE ERFANI
RATNA SYIFA’A R
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI
FAKULTAS PSIKOLOGI DAN ILMU SOSIAL BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA
2007
NASKAH PUBLIKASI
TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO
PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
Telah Disetujui Pada Tanggal
Dosen Pembimbing :
(Hj. Ratna Syifa’a R, S.Psi., M.Si)
TOLERANSI STRES DENGAN PERILAKU PENGAMBILAN RESIKO
PADA KARYAWAN PERUSAHAAN VALAS
ADE ERFANI
Hj. Ratna Syifa’a R,
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas. Hipotesis untuk penelitian ini, yaitu : ada hubungan positif antara toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas. Semakin tinggi tinggi toleransi stres, maka semakin tinggi perilaku pengambilan risikonya. Semakin rendah toleransi stres, semakin rendah pula perilaku pengambilan risikonya.
Subjek dalam penelitian ini adalah keryawan perusahaan valas. Jenis kelamin subjek laki-laki atau perempuan, berusia 20-40 tahun. Jumlah subjek adalah 30 orang. Skala yang digunakan dalam pengumpulan data penelitian ini berupa skala perilaku pengambilan resiko pada karyawan perusahaan valas dan toleransi stres. Skala perilaku pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek pengambilan resiko dari Marfin Zukerman, Harvey Cleckley, terdiri dari 6 aitem. Skala toleransi stres disusun oleh penulis berdasarkan aspek-aspek toleransi stres yang dikemukakan oleh Braham (Leila; 2002), terdiri dari 15 aitem.
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis product moment yang digunakan untuk mangetahui hubungan antara perilaku pengambilan risiko dengan toleransi stres pada karyawan perusahaan valas. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa besarnya koefisien korelasi r = -0,467 ( p = 0,00 dengan p < 0,01 ),sehingga hipotesis yang menyatakan bahwa ada hubungan positif antara perilaku pengambilan risiko dengan toleransi stres tidak diterima
Kata kunci : Perilaku Pengambilan Resiko, Toleransi Stres
Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia sebagai negara yang sedang membangun mengadakan
perubahan sosial diantaranya kondisi demografi yang menggambarkan angkatan
kerja. Hal ini merupakan aset pembangunan yaitu dapat mengalami perubahan
dari kondisi masyarakat tertentu ke kondisi masyarakat yang lebih baik.
Diantaranya dapat dilihat dengan semakin meningkatnya pembangunan di segala
bidang.
Dewasa ini peranan sumberdaya manusia semakin penting artinya di dalam
menentukan kelangsungan hidup perusahaan, karena betapa pun sempurnanya
peralatan yang di miliki, tetapi tanpa manusia yang bermoral baik, dinamis dan
bersatu, maka organisasi tidak akan bertahan lama. Sumberdaya manusia
tampaknya telah menjadi kebutuhan pokok bagi organisasi tanpa pandang bulu,
apakah organisasi publik atau swasta, organisasi sosial atau bisnis, semua
berusaha membebani diri melalui manajemen sumberdaya manusia agar dapat
hidup dan mampu menjawab tantangan jaman.
Di dalam perusahaan akan terdapat tenaga kerja, tenaga kerja merupakan
faktor yang paling utama sebab maju tidaknya suatu perusahaan akan di tentukan
oleh tenaga kerja itu sendiri. Manajemen Sumber Daya Manusia amatlah penting
bagi suatu organisasi, lebih lagi dalam hal yang menyangkut karyawan karena
merupakan bagian dari terpenting dalam organisasi. Bagi manajemen sumberdaya
manusia mengatasi masalah karyawan bukanlah hal yang luar biasa karena itu
sudah menjadi bagian tugas manajemen sumberdaya manusia. Tetapi hal tersebut
bukanlah hal yang mudah, terlebih lagi bila hal tersebut sudah menyangkut
kondisi perasaan atau pribadi seseorang. Salah satu kondisi utama karyawan yang
perlu diperhatikan adalah cara pandang atau persepsi suatu sistem di perusahaan,
dan tentu saja kepuasan karyawan. Persepsi merupakan tanggapan penyelesaian
yang diperantarai oleh suatu sistem di perusahaan dan keinginan karyawan yang
menetapkan permintaan psikologis atau fisik karyawan di perusahaan.
Kinerja karyawan adalah hasil kerja karyawan yang dapat di capai oleh
seseorang atau kelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan
tanggung jawab masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi
bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan
etika.
Pada beberapa perusahaan valas saat ini sedang mengalami peningkatan
kualitas pelayanan kepada investor, dan itu berarti karyawan dituntut bekerja lebih
maksimal dari sebelumnya untuk mengejar target perusahaan, karena jika kinerja
karyawan rendah, maka hal ini akan jadi tanggung jawab karyawan. Perusahaan
ini bergerak dalam bidang manajemen investasi. Perusahaan ini merupakan
perusahaan jasa yang melayani investor dalam penanaman modalnya. Dana
investor yang di setorkan melalui perusahaan ini kemudian diputarkan ke dalam
Bursa Berjangka Jakarta untuk kemudian dapat mengambil keuntungan yang
terjadi akibat selisih pergerakan yang terjadi di pasar modal. Pada pasar modal
yang dimaninkan meliputi pasar Asia, Amerika dan Eropa dimana ketiganya
tersebut buka selama 24 jam. Setiap saat dapat terjadi perubahan harga yang
signifikan, tergantung dari kondisi suatu negara yang bersangkutan. Sedangkan
modal yang dibutuhkan untuk dapat masuk ke dalam pasar modal tidaklah sedikit
jumlahnya. Minimlah investasi yang harus dikeluarkan oleh seorang investor
adalah sejumlah $10,000.00 yang kemudian disesuaikan dengan kurs mata uang
yang berlaku saat itu. Jadi karyawan dalam perusahaan ini harus benar-benar
bekerja giat, karena kalau dalam waktu tiga bulan kerja pertama karyawan tidak
memiliki investor, maka karyawan akan kehilangan hak mendapatkan gaji
sementara yang digunakan untuk menopang transport sementara karyawan yang
belum mendapatkan investor. Karena dalam perusahaan ini berlaku komisi dan
tidak ada gaji tetap, itu berarti tanpa investor, kerja tanpa penghasilan.
Ada investor pun bukan berarti merupakan jaminan seorang karyawan
mendapatkan pendapatan, karena dengan mendapatkan investor hanyalah sebuah
langkah awal untuk mendapatkan pendapatan yang selama ini diharapkan. Masih
ada langkah-langkah selanjutnya yang juga memerlukan kerja keras karyawan.
Agar seorang karyawan mendapatkan pendapatan atau komisi haruslah melalukan
trading, yaitu melakukan proses jual beli mata uang asing ke pasar internasional.
Proses inilah yang memerlukan keahlian dan kejelian seorang karyawan dalam
melakukan jual beli, karena kalau salah sedikit perhitungan maka akan terjadi
keuntungan atau bahkan kerugian yang tidak sedikit jumlahnya hanya dalam
hitungan menit. Ini dikarenakan cepatnya pergerakan pasar mata uang
internasional yang dalam detik selalu berubah poin demi poin.
Setiap satu poin pergerakan mata uang asing itu berharga $10, bayangkan
kalau dia bergerak 1 poin setiap detiknya turun dan naik. Spread atau perbedaan
harga jual dan beli adalah 6 poin atau $60 ditambah komisi 5 poin atau $50. Jadi
setiap kali masuk transaksi, nasabah sudah rugi 11 poin atau $110. Spread dan
komisi ini bisa dikembalikan kalau posisi yang kita lakukan pada pasar
internasional itu benar, misalnya kalau kita pada posisi beli dan ternyata mata
uang yang bersangkutan naik terus harganya, maka dengan otomatis akan terbayar
spread dan komisi tadi sekaligus mendapatkan keuntungan yang menggiurkan
pula, tetapi kalau posisi yang kita ambil salah, maka akan menjadi malapetaka
buat investor.
Sesuai pedomanya, bertransaksi dalam voluta asing itu ’high risk, high
profit’, atau berisiko tinggi dan memiliki keuntungan yang besar pula.
Ada beberapa pedoman yang bisa digunakan dalam proses jual beli mata
uang asing ini, misalnya fondamental yang berupa berita-berita yang terjadi di
luar negeri yang bisa mempengaruhi pergerakan mata uang asing misalkan berita
politik, bencana alam, kerusuhan dan lain-lain. Sedangkan pedoman lainya adalan
grafik, yang bisa memberikan ramalan pergerakan mata uang asing berdasarkan
statistik. Namun demikian, walau bagaimanapun seahli karyawan yang sering kita
sebut sebagai broker ini menggunakan pedoman-pedoman tersebut, tetap saja bisa
terjadi kesalahan dalam proses jual beli yang mengakibatkan kerugian buat
nasabah, hal ini bisa di sebabkan adanya spekulan dari luar negeri yang memiliki
modal yang besar sehingga bisa menggerakan pasar semau mereka.
Beruntunglah kalau seorang broker mendapatkan nasabah yang memiliki
jiwa spekulan tinggi, karena brooker hanya perlu memberikan saran dan yang
melakukan proses jual beli adalah nasabah, di akhir bulan broker mendapatkan
pendapatan ato komisi. Sedangkan brooker yang di berikan kepercayaan penuh
dalam melakukan proses jual beli oleh investor (full outority) akan mengalami
masalah besar, karena dia harus bisa melakukan tindakan mengambil risiko untuk
melakukan transaksi. Biasanya broker yang baru sering kali melalukan ini, karena
mereka belum terbiasa untuk mengamati pergerakan pasar, hanya dengan
menggunakan pengetahuan yang seadanya tentang pedoman untuk transaksi,
mereka masuk pasar internasional. Akibatnya fatal, kerugian buat investor. Akan
tetapi langkah mengambil risiko ini harus dilakukan, karena tanpa transaksi ama
tidak ada pula komisi dan itu berarti tidak ada pendapatan buat broker alias kerja
tanpa dibayar. Disisi lain, kalau seorang broker yang salah dalam melakukan
transasi, maka ia akan merasa sangat tertekan, akibatnya stres.
Ibarat buah simalakama, sorang broker harus berusaha untuk mencari
pendapatan, tapi kalau dia salah sedikit saja dalam melakukan mengambil risiko,
maka tekanan yang sangat berat akan diterima dan mengakibatkan stres. Tapi
kalau tindakan tersebut tidak dilakukan, maka tidak ada pendapatan yang selama
ini di idam-idamkan.
. Dari hasil observasi penulis, karyawan yang memilki pengambilan risiko
yang besar dan toleransi stres yang kecil sering mengalami apa yang sering
disebut psikosomatis seperti rasa mual, sakit kepala dan lain-lain. Ada juga yang
mengasingkan diri dari lingkungan sosialnya, susah diajak berkomunikasi, dan
mudah marah. Penampilan mereka pun menjadi tidak serapih yang diharapkan
sebagai sorang karyawan perusahaan valas yang dikenal parlente atau memukau
agar bisa menarik perhatian calon klien ataupun yang susah menjadi klien.
Bahkan ada karyawan wanita yang sampai menangis kalau sedang dalam tekanan
stres dalam pekerjaanya.
Ada juga yang menggunakan hari liburnya dan hasil kerja mereka untuk
berfoya-foya ke diskotik, caffe ataupun tempat hiburan lainya untuk
melonggarkan jeratan stres yang mereka alami selama ditempat kerja, dan masih
banyak lagi tindakan yang mereka lakukan dalam rangka pelepasan diri dari stres
ditempat bekerja.
Seandainya karyawan tersebut bisa melakukan toleransi stres dalam
melakukan pekerjaanya yang dikenal memiliki risiko yang cukup tinggi, mungkin
mereka bisa berusaha untuk mengatur tingkat risiko yang mereka akan ambil,
bahkan mungkin bisa mengurangi stres yang bakal mereka derita. Hal ini menjadi
penting, karena stres bisa menghambat kerja karyawan atau bahkan merusak
kesehatan karyawan itu sendiri.
Akibat dari rendahnya toleransi stres ini, mengakibatkan perilaku
pengambilan risiko pada karyawan perusahaan valas menjadi kecil pula. Hal ini
bertolak belakang dengan harapan perusahaan dan harapan karyawan dalam hal
pengasilan yang diidam-idamkan. Tanpa pengambilan tingkat pengambilan risiko
yang tinggi, maka transaksi tidak bisa berjalan dengan lancar, transaksi tidak
berjalan dengan lancar, maka penghasilan akan kecil. Hal ini menjadi masalah
bagi karyawan maupun pihak perusahaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara toleransi stres
dengan perilaku pengambilan resiko pada keryawan perusahaan valas.
Tinjauan Pustaka
Dalam www.asuransi-mobil.com dikatakan bahwa istilah risiko sudah
biasa dipakai dalam kehidupan kita sehari-hari, yang kita umumnya secara intuitif
sudah memahami apa yang dimaksudkan. Tetapi pengertian secara ilmiah dari
risiko sampai saat ini masih tetap beragam, yaitu antara lain :
1. Risiko adalah suatu variasi dari hasil-hasil yang dapat terjadi selama
periode tertentu (Arthur Williams dan Richard, M.H)
2. Risiko adalah ketidaktentuan (uncertainy) yang mungkin melahirkan
peristiwa kerugian (loss) (A. Abas Salim)
3.. Risiko adalah ketidakpastian atas terjadinya suatu peristiwa (Soekarto)
4. Risiko merupakan penyebaran / penyimpangan hasil aktual dari hasil
yang diharapkan (Herman Darmawi)
5. Risiko adalah probalitas sesuatu hasil / outcome yang berbeda dengan
yang diharapkan (Herman Darmawi)
Dengan definisi-definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa risiko selalu
dihubungkan dengan kemungkinan terjadinya sesuatu yang merugikan yang tidak
dapat diduga / tidak diinginkan. Jadi merupakan ketidak pastian atau
kemungkinan terjadinya sesuatu, yang bila terjadi akan mengakibatkan kerugian.
Perilaku pengambilan risiko adalah pasrtisipasi sukarela dalam perilaku
yang mengandung risiko, atau merupakan hampir berupa risiko, signifikan derajat
dari risiko. Sebagai bentuk awalnya kelompok dari signifikan risiko tanpa sengaja
ditemukan, bagaimanapun juga kasus bisa jadi merupanan perilaku yang di
lakukan untuk mengatasi resiko yang lebih tinggi dengan perilaku lainya, dan juga
termasuk risiko yang lebih tinggi dan bisa mengakibatkan kemungkinan kematian.
Stres menurut Hans Selye adalah respon tubuh tidak spesifik terhadap
sesuatu tuntutan yang dihadapi. Ini bukan ketegangan syaraf, melainkan
ketegangan tubuh. Stres menerangakn efek- efek dari reaksi tubuh terhadap
tekanan.
Kalau dilihat dari kacamata psikologi, tidak semua stres itu jelek. Stres
dibagi menjadi tiga: Neustres, Distres, dan Eustres. Selama ini yang
dikonotasikan lebih ke arah merusak dan negatif itu adalah Distres. Kalau
misalnya dilihat dari dasar kata, stres itu berarti tekanan. Setiap orang akan
mengalami tekanan-tekanan tertentu, tekanan itu ada yang baik ada yang buruk,
tekanan yang baik mungkin akan memacu seseorang melakukan sesuatu dengan
lebih baik, sedangkan tekanan yang buruk berjalan sebaliknya (www.percikan-
iman.com).
Beberapa gejala stres yang biasanya berlangsung terus-menerus dan lebih
dari dua minggu diantaranya:hilang minat terhadap kegiatan yang disenangi,
hilang selera makan, sehingga terjadi penurunan berat badan ( pada beberapa
orang justru terjadi hal sebaliknya), terlihat lelah atau kurang energi, memiliki
perasaan tidak berharga tidak ada harapan, rasa bersalah yang tidak pada
tempatnya, tidak mampu berkonsentrasi dan berfikir jernih, sulit tidur, bahkan
stres karena psikologis bisa akhirnya dimanifestasikan dalam sakit fisik seperti:
pusing, diare, mual, muntah, gatal-gatal di kulit, dsb (rumah-sehat.blogspot.com)
Perubahan- perubahan serba cepat di bidang perdagangan, sosial, politik,
dan lain- lain, membuat para eksekutif sering terkena tekanan (stres). Dengan
menjadi berlipat gandanya tuntutan, baik dalam kehidupan perorangan/
perkawinan maupun perusahaan, maka dalam upaya melayani seseorang yang
cermat akan mengambil risiko untuk memaksakan dirinya berbuat melampaui
batas kemampuan fisik dan mentalnya. Tantangan- tantangan yang pernah
dihadapinya merupakan pendorong dan motivasi, kini mengancam
ketepatgunaanya selaku pimpinan dan pengambil keputusan, semata- mata karena
jumlahnya yang banyak. Oleh karena itu tidaklah mengehrankan kalau 80% dari
mereka terkena stres dan depresi dengan berbagai komplikasi di bidang penyakit
fisik lainya.
Cary Cooper dan Alison Straw (1995:8-15) mcngcmukakan gejala stress
dapat berupa tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu nafas memburu, mulut dan kerongkongan kering, tangan lembab,
rnerasa panas, otot-otot tegang, pencemaan terganggu, sembelit, letih yang
tidak beralasan, sakit kepala, salah urat dan gelisah.
2. Perilaku, yaitu perasaan bingung, cemas dan sedih, jengkel, saiah paham, tidak
berdaya, tidak mampu berbuat apa-apa, gelisah, gagal, tidak menarik, kehilangan
semangat, sulit konsentrasi, sulit berfikir jemih, sulit membuat keputusan,
hilangnya kreatifitas, hilangnya gairah dalam penampilan dan hilangnya minat
terhadap orang lain.
3. Watak dan kepribadian, yaitu sikap hati-hati menjadi cermat yang berlebihan,
cemas menjadi lekas panik, kurang percaya diri menjadi rawan, penjengkel
menjadi meledak-ledak.
Sedangkan gejala stres di tempat kerja, yaitu meliputi:
1. Kepuasan kerja rendah
2. Kinerja yang menurun
3. Semangat dan energi menjadi hilang
4. Komunikasi tidak lancar
5. Pengambilan keputusan jelek
6. Kreatifitas dan inovasi kurang
7. Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif.
Gejala-gejala stres mencakup mental, sosial dan fisik. Hal-hal ini meliputi
kelelahan, kehilangan atau meningkatnya napsu makan, sakit kepala, sering
menangis, sulit tidur dan tidur berlebihan. Melepaskan diri dari alkohol, narkoba,
atau perilaku kompulsif lainnya sering merupakan indikasi-indikasi dari gelaja
stres. Perasaan was-was, frustrasi, atau kelesuan dapat muncul bersamaan dengan
stres. (1797 - 1883 America, www.studygs.net)
Menurut Dr. Ko, sumber Stres (Stresor) berasal dari dalam dan dari luar.
Faktor dari dalam meliputi kepribadian, harapan dan kesehatan. Sedangkan factor
dari luar berupa tekanan pekerjaan, keluarga, teman, pengalaman hidup dan
keuangan. (http://www.mitsuilease.co.id).
Maramis (1996) menyatakan toleransi stres adalah sebagai daya tahan stres
atau nilai ambang frustasi (stres frustation tolerance, frustratic drempel). Menurut
supardi (dalam www.geocities.com) bahwa toleransi stres adalah suatu batas nilai
ambnag kemampuan seseorang untuk mengatasi stres yang dihadapi dengan cara
yang tidak mengakibatkan gangguan keseimbangan fungsi mental dan fisik.
Artinya orang tersebut dapat mengatasi permasalahan yang dihadapi dengan cara
yang baik.
Faktor- faktor yang mempengaruhi kerasnya stres antara lain: .
kemampuan menerka, kontorol atas jangka waktu, evaluasi kognitif, perasaan
mampu, dukungan masyarakat. Adapun Faktor-faktor psikologis yang mengurangi
stres antara lain: Cara coping stres, Harapan akan Self-Efficasy, ketahan
psikologis, optimisme, oukungan sosial, identitas etnik.
Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), orang tidak tahan stress akan
menunjukan tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar,
adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa
sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah
selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah
dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan
depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta mudah
menyerang, dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
4. Interpersonal, yailu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang
lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
Sedangkan ciri-ciri kepribadian yang tahan terhadap stres atau orang-
orang tabah oleh Atkinson (Atkinson, 1996) disimpulkan dengan istilah pendek:
- bertanggung jawab
misalnya berkaitan dengan orang-orang yang memberikan dukungan kepada
masyarakat dalam waktu stres.
- mempunyai kontrol yang tinggi
orang-orang yang merasa bahwa mereka mampu mengenakan kontrol atas situasi
yang penuh stres (bukan malah merasa tidak berdaya)
- mampu ngatasi tantangan
melibatkan evaluatif kognitif , percaya bahwa perubahan dalam hidup merupakan
hal yang normal dan harus dipandang sebagai kesempatan untuk berkembang
ketimbang sebagai ancaman keamanan.
Karyawan perusahaan valas adalah orang yang bekerja dalam perusahaan
yang bergerak dalam bisang voluta asing dan bertugas sebagai pencari klien serta
sebagai kondultan klien untuk bertransaksi.
Transaksi Bursa adalah kontrak yang dibuat oleh Anggota Bursa Efek
sesuai dengan persyaratan yang ditentukan oleh Bursa Efek mengenai jual beli
efek, pinjam-meminjam Efek, atau kontrak lain mengenai Efek atau harga Efek
(Peraturan BAPEPAM No. III. A. 10 tentang Transaksi Efek).
Menurut artikel Sawfa dalam www.freelists.org dikatakan bahwa motivasi
atau niat utama dalam investasi saham, secara garis besar dikelompokan menjadi
dua golongan:
1. Sebagai bagian dari portfolio kekayaan pribadi.
Filosofi : Don't put all eggs in the same basket. (kalo keranjangnyajatuh, telurnya
pecah semua dong) Ini berarti investor jenis initermasuk orang bingung. Bingung
karena duitnya kebanyakan dan bingung karena tidak tahu, duitnya mesti
digimanain lagi.
2. Sebagai bagian dari usaha pribadi.
Filosofi : Pemasukan harus berasal dari segala sumber. (duit itu sepertinya
melayang-layang di udara, tinggal angkat tangan dan tangkap). Investor jenis ini
selalu merasa kekurangan duit dan selalu merasakan kebutuhan yang tak pernah
terpenuhi.
Hipotesis
Hipotesis untuk penelitian ini, yaitu : Ada hubungan yang positif antara
toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko pada karyawan valas”.
Semakin tinggi toleransi stress semakin tinggi pula tingkat pengambilan risiko.
Semakin rendah toleransi stress, semakin rendah pula tingkat pengambilan risiko.
Pembahasan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada atau tidaknya
hubungan antara tleransi stresor dengan perilaku pengambilan risiko pada
karyawan perusahaan valas. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa menunjukkan
bahwa besarnya koefisien korelas r = -0,467 ( p = 0,00 dengan p < 0,01 ), antara
variabel toleransi stres dengan perilaku pengambilan risiko terdapat hubungan
yang sangat signifikan. Tapi dikarenakan hasilnya berupa r = -0,467, ini berarti
hubungan yang terjadi adalah hubungan yang negatif, sehingga hipotesis yang
berbunyi “semakin besar toleransi stress maka semakain besar perilaku
pengambilan risiko, semakin kecil toleransi stress maka akan semakin kecil pula
perilaku pengambilan risiko tidak dapat diterima.
Hal ini dimungkinkan karena ketidak seriusan responden dalam mengisi
koesioner yang bisanya terjadi karena tidak ingin rahasia pribadinya terbongkar
atau sedang dalam keadaan yang tidak memungkinkan untuk membaca dengan
jelas setiap butir pertanyaan yang diajukan. Faktor lain yang memungkinkan hasil
hipotesis yang positif tidak bias diterima adalah istilah “kejar setoran” sehingga
walaupun karyawan perusahaan valas memiliki toleransi stress yang kecil, tapi
demi penghasilan yang diharapkan maka perilaku pengambilan risiko tetap
dilakukan.
Berdasarkan table tersebut di atas, dapat diketahui bahwa skor mean
emipirik pada skala toleransi stress lebih besar dibandingkan skor mean
hipotetiknya, yaitu 43,83 > 40. Ini berarti rata-rata responden memiliki toleransi
stres yang tinggi dalam mengatasi tekanan-tekanan yang terjadi dalam
pekerjaanya. Sedangkan untuk skor mean empirik pada skala kecenderungan
perilaku pengambilan risiko ternyata lebih kecil jika dibandingkan dengan skor
mean hipotetiknya yaitu 12,77 < 15, ini menunjukan rata-rata responden
penelitian memiliki kecenderungan perilaku pengambilan risiko yang rendah.
Gejala fisik, dapat berupa munculnya keluhan sakit kepala, gangguan
tidur, kelelahan/ energi terkuras, sembelit, diare, peningkatan tekanan darah,
ketegangan otot (terutama leher dan bahu), penurunan nafsu makan sering
dirasakan oleh beberapa karyawan perusahaan valas selama hari kerja. Hanya hari
libur sabtu dan minggu mereka bisa beristirahat. Ada yang bisa membiarkan
masalah di kantor tetap di kantor, ada juga yang membawa masalah kantor di
dalam pikiranya selama hari libur. Jadi secara psikologis, tidak ada hari libut
untuk stres buat mereka.
Berdasarkan pengertian pengambilan risiko adalah pasrtisipasi sukarela
dalam perilaku yang mengandung risiko, atau merupakan hampir berupa risiko,
begitu pula karyawan perusahaan valas dalam melakukan pengambilan risiko.
Tidandakanya sering dilakukan dengan sukarela dengan pertimbangan toleransi
stres yang kecil. Akibatnya banyak karyawan perusahaan valas yang memiliki
tingkat stres yang tinggi.
Marfin Zukerman mengembangkan teori “sensation Seeking” dan ini
mempengaruhi figur dari psikologi perlilaku pengambilan risiko. Dia berpendapat
bahwa ada empat sub dimensi dari pencarian sensasi:
1. Ketegangan dan petualangan (Thrill and Andvanture Seeking)
2. Pencarian pengalaman (Experience seeking)
3. Kebebasan (Disinhition)
4. Kebencian terhadap kebosanan (Boredom Susceptibility)
Faktor-faktor di atas, juga merupakan faktor perilaku pengambilan risiko dalam
pekerjaan karyawan perusahaan valas.
Menurut teoritikus terkemuka, Harvey Cleckley (1976), perilaku
pengambilan risiko yang dilakukan oleh seseorang, bisa dikarenakan kurangnya
kecemasan sebagai respon situasi mengancam sehingga seseorang dengan
mudahnya mengambil perilaku pengambilan risiko tanpa berfikir panjang.
Anggapan “ini bukan uang saya, maka yang akan rugi bukan saya” mungkin bisa
dikaitkan dengan teori ini.
Model Model lapar akan stimulasi mengemukakan tingkat keterangsangan
yang kurang optimum menyebabkan seseorang mengambil perilaku pengambilan
risiko agar dirinya merasa dalam kondisi terbaik dan berfungsi paling efisien. Hal
ini bisa menjadi alasan kenapa perilaku pengambilan risiko dilakukan oleh
karyawan perusahaan valas, agar merasa lebih berfungsi dan efisien.
Coleman (Puspita, 2003), menyatakan bahwa pengertian toleransi stres
mengacu pada kemampuan individu untuk bertahan terhadap stres tanpa
mengganggu berfungsinya individu dan mengakibatkan kerugian serius. Carson &
Buther (1992), menatakan bahwa istilah toleransi stres mengacu pada kemampuan
individu untuk bertahan hidup dalam menghadapi stres tanpa mengakibatkan
kerugian yang berarti. Lebih lanjut dikatatakan, bahwa toleransi stres sangat
berperan dalam menentukan tingkah laku penyesuaian individu dalam
menghadapi stres.
Hasil yang mengatakan bahwa perilaku pengambilan risiko pada karyawan
perusahaan valas rendah, mungkin dikarenakan tidak disertakanya faktor lain
dalam pengambilan risiko, misalnya locus of countrol, perasaan positif, need of
power, motivasi berprestasi, sifat altruistik, kepribadian ulet, lingkungan
organisasi (kelompok), peraturan dan kebijakan perusahaan, kreatifitas (Puspita,
2003). Seandainya faktor-faktor tersebut disertakan dalam penelitian ini, mungkin
hasilnya akan menunjukan tingkat pengambilan risiko yang tinggi.
Menurut Braham (dalam Handoyo; 2001:68), orang tidak tahan stress akan
menunjukan tanda-tanda berikut ini:
1. Fisik, yaitu sulit tidur atau tidur lidak teratur, sakit kepala, sulit buang air besar,
adanya gangguan pencemaan, radang usus, kuiit gatal-gatal, punggung terasa
sakit, urat-urat pada bahu dan !eher terasa tegang, keringat berlebihan, berubah
selera makan, tekanan darah tinggi atau serangan jantung, kehilangan energi.
2. Emosional, yaitu marah-marah, mudah tersinggung dan terlalu sensitif, gelisah
dan cemas, suasana hati mudah berubah-ubah, sedih, mudah menangis dan
depresi, gugup, agresif terhadap orang lain dan mudah bermusuhan serta
mudah menyerang, dan kelesuan mental.
3. Intelektual, yaitu mudah lupa, kacau pikirannya, daya ingat menurun, sulit
untuk berkonsentrasi, suka melamun berlebihan, pikiran hanya dipenuhi satu
pikiran saja.
4. Interpersonal, yaitu acuh dan mendiamkan orang lain, kepercayaan pada orang
lain menurun, mudah mengingkari janji pada orang lain, senang mencari
kesalahan orang lain atau menyerang dengan kata-kata, menutup din secara
berlebihan, dan mudah menyalahkan orang lain.
Hal-hal di atas sering dirasakan oleh karyawan perusahaan valas, mungkin
dkarenakan oleh lemahnya toleransi stress dalam disi karyawan itu.
Tapi tidak menutup kemungkinan juga adanya karyawan yang tahan
terhadap stress yang memiliki ciri kepribadian yang tahan terhadap stres atau
orang-orang tabah oleh Atkinson (Atkinson, 1996) disimpulkan dengan istilah
pendek:
- bertanggung jawab
misalnya berkaitan dengan orang-orang yang memberikan dukungan kepada
masyarakat dalam waktu stres.
- mempunyai kontrol yang tinggi
orang-orang yang merasa bahwa mereka mampu mengenakan kontrol atas situasi
yang penuh stres (bukan malah merasa tidak berdaya)
- mampu ngatasi tantangan
melibatkan evaluatif kognitif , percaya bahwa perubahan dalam hidup merupakan
hal yang normal dan harus dipandang sebagai kesempatan untuk berkembang
ketimbang sebagai ancaman keamanan. Ini biasanya dimiliki oleh karyawan yang
sudah makan asam garam petualangan dalam bekerja di perusahaan valas,
sehingga segala macam risiko dianggap sudah biasa bagi mereka.
Di sisi lain lamanya bekerja menjadi karyawan perusahaan valas akan
mempengaruhi mereka dalam menjalankan tugasnya sebagai konsultan dan
pencari klien. Seorang karyawan perusahaan valas akan terbiasa melakukan
pengambilan risiko dalam memberikan pendapat untuk klien bertransaksi ataupun
dalam melakukan transaksi itu sendiri.
Disamping itu persaingan antar perusahaan valas atau bahkan antar sangat
ketat, sehingga tidak jarang para karyawan melakukan perilaku pengambilan
risiko.
Penelitian ini memiliki beberapa kelemahan, terutama pada penggunaan
teknik pemberian skala dengan metode try-out terpakai. Alasan yang mendasari
peneliti untuk memakai metode try-out terpakai adalah berkaitan dengan masalah
teknis pengumpulan data, misalnya jumlah subjek yang terbatas, serta kesibukan
para karyawan yang terkadang susah ditemui ditempat kerja karena harus
melayani klien ataupun sedang mencari klien di tempat-tempat tertentu yang tidak
ditentukan jauhnya.
Kelemahan dalam try-out terpakai ini adalah kejenuhan subjek karena
mengisi butir pertanyaan yang banyak, peneliti tidak dapat mengorganisasikan
kembali validitas tanpa alat ukur, peneliti tidak dapat merevisi butir yang sahih
serta peneliti tidak dapat mengantisipasi jika banyak butir pertanyaan yang gugur
sehingga validitas isi terganggu. Akan tetapi beberapa kelemahan di muka dapat
diantisipasi oleh peneliti sehingga try-out terpakai yang dilakukan oleh peneliti
sehingga try-out terpakai yang dilakukan peneliti berjalan dengan baik, misalnya
validitas isi alat ukur ada yang terganggu dengan adanya butir yang gugur.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data hasil penelitian dari 30 orang subjek,dapat
disimpulkan bahwa : hipotesis yang berbunyi Ada hubungan yang positif antara
toleransi stres dengan perilaku pengambilan resiko pada karyawan valas tidak
dapat diterima dikarenakan r = -0,467, maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah Semakin tinggi toleransi stres semakin rendah pula tingkat pengambilan
risiko. Semakin rendah toleransi stres, semakin tinggi tingkat pengambilan risiko.
Toleransi stress memiliki sumbangan efektif sebanyak 38,5% dan sisanya
61,5 % adalah faktor-faktor lain yang ikut berpengaruh terhadap pengambilan
risiko.
DAFTAR PUSTAKA
Atkinson, R.L. Atkinson, R.C. dan Hilgard, R.E. 1991. Pengantar Psikologi
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga
Hawari, D. 1997. Al-Quran Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa. Edisi 4.
Yogyakarta : Dhana Bhakti Yasa
Leila, G. Stres dan Kepuasan Kerja, Fakultas Kedoktran Program Studi Psikologi
Unversitas Sumatra Utara Puspita, A.G, 2003. Hubungan Antra Toleransi Stres Dengan Kecendrungan
Perilaku Pengmbilan Resiko Pada Wartawan Surat Kabar Harian. Skripsi
(Tidak Diterbitkan). Yogyakarta : Fakultas Psikologi Universitas Islam
Indonesia
Conceptual Isues : What Is Risk? http://www.Risktaking.co.uk 10/10/06
Saham, Judi atau Bukan. http://www.freelists.org/archives/mahasathi/01-
2004/msg00070.html 10/10/06
Stres Membuat Dinamika Dalam Hidup, http://www.percikan-
iman.com/mapi/index.php?option=content&task=view&id=239&Itemid
=64, Februari 2006
Stres Menurunkan Daya Tahan Tubuh, http://rumah-
sehat.blogspot.com/2006/07/stres-menurunkan-daya-tahan-tubuh.html,
10/07/2006
Stres Dapat Menguasai Siapapun Atasi Segera,
http://www.mitsuilease.co.id/berita_detail.asp?id=26&jenis=2 ,
8/31/2005
Investasi Saham di Pasar Modal,http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/eureka/ 2002/05/3 /eur01html 01/10/06