Post on 22-Jan-2017
Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro Growth) sebagai upaya
pemberdayaan masyarakat Desa Hutan
(studi pada Perum Perhutani KPH Jombang dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan dalam
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa Jipurapah Kecamatan
Plandaan Kabupaten Jombang).
A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Pengelolaan sumberdaya alam di indonesia memberikan peran yang besar kepada
pemerintah atas nama negara untuk memnfaatkan demi kemakmuran rakyat. Hal tersebut
sebagaimana diamanatkan dalam pasal 33 UUD 1945 yang menyatakan bahwa “bumi, air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Salah satu kekayaan alam indonesia adalah
hutan, pengertian hutan adalah sumberdaya alam yang strategis, oleh karenanya hutan
seharusnya dikelola secara berkelanjutan agar dapat memberi manfaat sebesar-
besarnyabagi rakyat Indonesia, sebagaimana amanat Undang-Undang Dasar 1945.
Perhutani sebagai badan usaha milik negara (BUMN) mewakili negara dalam
memegang peran dalam pengelolaan hutan sebagai bentuk implementasi pasal 33 UUD
1945 tersebut. Prasyarat menuju pengelolaan hutan secara lestari dan berkelanjutan, tidak
terlepas dari kebutuhan data dan informasi yang lengkap, terpercaya dan terkini. Salah
satu informasi yang dibutuhkan adalah kondisi tutupan hutan dan penggunaan lahan.
Informasi ini menjadi landasan ketika hendak merencanakan, memanfaatkan dan
melakukan evaluasi terhadap pengelolaan sumberdaya hutan, yang mampumenjamin
kelestarian hutan dan peningkatan kemakmuran rakyat.Kementerian Kehutanan sebagai
lembaga penyedia data resmi kehutanan mengatakan bahwa kelemahan tata kelola telah
menyebabkan tutupan hutan Indonesia terus berkurang. Di tahun 2004, tutupan hutan
diperkirakan sekitar 94 juta hektareatau 50 persen dari total luas lahan di Indonesia1dan
terus berkurang menjadi 90 juta hektare di tahun 20122. Sedangkan tahun 2007
Kementerian Lingkungan Hidup(KLH) melakukan interpretasi citra Landsat-7 ETM+, dan
memperlihatkan bahwatutupan hutan pada seluruh pulau di Indonesia berkurang menjadi
1Departemen Kehutanan: Statistik Kehutanan Indonesia, 2004, yang dikutip dalamPotret Keadaan Hutan Indonesia hlm 5,2Kementerian Kehutanan: Statistik Kehutanan Indonesia 2011, 2012, yang dikutip dalam Potret Keadaan Hutan Indonesia hlm 5.
sekitar 83 juta hektar3. Kondisi tersebut sebagaimana tergambar dari tabel data kondisi
tutupan hutan alam indonesia berikut:
Tabel 1.1 Kondisi Tutupan Hutan Alam Indonesia Tahun 2009 dan 2013 (ribu hektare)
Sumber: Analisis Citra Satelit ETM+7, 2014
Hutan Indonesia juga merupakan paru-paru dunia, yang dapat menyerap karbon dan
menyediakan oksigen bagi kehidupan di muka bumi ini. Fungsi hutan sebagai penyimpan
air tanah juga akan terganggu akibat terjadinya pengrusakan hutan yang terus-menerus.
Hal ini akan berdampak pada semakin seringnya terjadi kekeringan di musim kemarau dan
banjir serta tanah longsor di musim penghujan. Pada akhirnya, hal ini akan berdampak
serius terhadap kondisi perekonomian masyarakat secara umum.
Dari segi pemanfaatan hasil hutan, selama ini pemanfaatan hasil hutan untuk industri
perkayuan di Indonesia memiliki kapasitas produksi sangat tinggi dibanding ketersediaan
kayu. Pengusaha kayu melakukan penebangan tak terkendali dan merusak, pengusaha
perkebunan membuka perkebunan yang sangat luas, serta pengusaha pertambangan
membuka kawasan-kawasan hutan. Sementara itu rakyat digusur dan dipinggirkan dalam
pengelolaan hutan yang mengakibatkan rakyat tak lagi punya akses terhadap hutan
mereka. Hal ini juga diperparah dengan adanya oknum pemerintahan yang
menyalahgunakan kekuasaan dengan memanfatkan ijin pengelolaan hutan untuk
memperkuat ekonomi pribadi, dimana hutan dianggap sebagai sumber uang dan dapat
dikuras habis untuk kepentingan pribadi dan kelompok.
Berkaca pada berbagai permasalahan tersebut perlu perlu paradigma baru dalam
manajemen atau pengelolaan hutan yang baik. Perum Perhutani dengan segala
3Kementerian Lingkungan Hidup, Luas Penutupan Lahan Hasil Interpretasi Citra Satelit Landsat-7 ETM+2004-2006, 2007, yang dikutip dalam Potret Keadaan Hutan Indonesia hlm 5.
keterbatasannya membutuhkan pihak lain untuk mewujudkan tujuannya yakni memenuhi
hajat hidup orang banyak dalam beberapa bidang, misal dalam bidang pemberdayaan dan
pengembangan hutan di desa. Untuk merealisasikan tujuannya tersebut, organisasi ini
membutuhkan bantuan dalam hal sumber daya manusia (SDM), modal dan manajemen
yang profesional. Selain itu, perhutani juga ingin bekerjasama dengan masyarakat desa
untuk membangun masyarakat yang produktif sehingga mampu bersinergi dengan sumber
daya manusia lainnya dan Perum Pehutani dalam peningkatan mutu dan efektivitas
produksi (http://perumperhutani.com/).
Untuk mengelola fungsi tersebut, perhutani perlu menjalankan kerjasama dengan
masyarakat sekitar hutan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan Badan Usaha
Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina Lingkungan. Kebijakan pemerintah
melalui Peraturan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang
Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan pasal 1 ayat 8 yang menerangkan tentang keharusan sebuah badan usaha
milik negara untuk melaksanakan kerjasama dalam program Bina Lingkungan (BL).
Untuk mendukun Program Kerjasama Bina Lingkungan (PKBL), perhutani
menggunakan pendekatan Triple Tracks yang mempunyai fokus pada 3 pilar, pilar
tersebut adalah Pro Job(pengurangan jumlah pengangguran), Pro Poor (pengurangan
jumlah penduduk miskin) dan Pro Growth (Peningkatan pertumbuhan ekonomi). Dari
pendekatan yang telah dijelaskan tadi diharapkan Perum Perhutani khususnya pada Perum
Perhutani KPH Jombang mampu menyelesaikan masalah utama yang layak untuk segera
di selesaikan untuk menuju kesejahteraan masyarakat desa hutan (Asdep PKBL, 2010:5).
Sejalan dengan permasalahan dan kosep penanganan masalah hutan tersebut, Perum
Perhutani KPH Jombang membentuk suatu badan khusus masyarakat desa yang bernama
Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) agar bantuan kerjasama bisa langsung sampai
ditangan masyarakat desa dan sesuai dengan kapasitas hutan yang ada di lokasi desa. Setelah
terbentuk LMDH, Perum Perhutani KPH Jombang juga membentuk struktur organisasi yang
membidangi program pengelolaan hutan yaitu program Pengelolaan Hutan Bersama
Masyarakat (PHBM). Penelitian ini diharapkan memberikan sumbangsih dalam
mengembangkan pengetahuan yang dilakukan di bidang pengelolaan hutan. Untuk itu
penelitian ini dilakukan untuk mengkaji Model kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor,
Pro Growth) sebagai upaya pemberdayaan Masyarakat Desa Hutan. Kajan ini berfokus pada
kajian studi pada program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) di Desa
Jipurapah Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang.
2. Rumusan Masalah
Batasan masalah yang dikaji dalam penelitian ini adalah bagaimana pelaksanaan kerjasama
Perum Perhutani KPH Jombang dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dalam
pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) dengan
model pendekatan Triple Tracks di kabupaten Jombang Jawa Timur.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pelaksanaan kerjasama Perum
Perhutani KPH Jombang dengan Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH) dalam
pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyaraka tdengan
pendekatan Triple Tracks.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian terkait kerjasama yang dilakukan Perum Perhutani KPH Jombang dan LMDH
Wana Ayu Lestari melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat kabupaten
Jombang diharapkan dapat memperkaya kajian tentang pilihan pendekatan dalam model
kerjasama BUMN dengan masyarakat.
B. PEMBAHASAN
1. Kebijakan Pengelolaan Hutan
Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (PHBM) sebenarnya bukan hal baru di
Indonesia. Keragaman masyarakat, kondisi geografis serta melalui proses panjang
pengalaman empirik telah mendorong masyarakat membangun cara dan aturan (adat) yang
khas khususnya dalam pengelolaan hutan. Hal tersebut juga menunjukkan hubungan yang
khas antara masyarakat dan alam lingkungannya baik secara jasmani maupun rohani.
Sejarah terbentuknya PHBM (Prambudianto,2007) diwarnai oleh:
a. Kebijakan pemerintah
b. UU No. 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah
c. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
d. Permasalahan dari UU otonomi daerah
Melalui PHBM Perhutani bekerjasama dengan masyarakat desa hutan dan pihak-
pihak lainnya melaksanakan kegiatan pengelolaan hutan bersama. Kegiatan telah
berlangsung sejak tahun 2001, sebagai keberlanjutan dari program program sosial
perusahaan sejak dicanangkannya kebijakan Forest for People tahun 1978 di Indonesia.
Tidak kurang dari 5.403 desa hutan di pulau Jawa dan Madura berada di sekitar kawasan
hutan Perhutani. Sejak tahun 2005 sampai tahun 2010, Perhutani tercatat 5.054 desa hutan
atau sekitar 94% dari total desa hutan di Pulau Jawa dan Madura bekerjasama melalui
program PHBM.
Program PHBM yang dilaksanakan Perhum Perhutani KPH Jombang dengan
LMDH Wana Ayu Lestari yang diangkat untuk dijadikan penelitian sehingga memperoleh
deskripsi tentang konsep kerjasama Perum Perhutani KPH Jombang dengan Lembaga
Masyarakat Desa Hutan dalam pengelolaan hutan melalui program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat dan manfaat pendekatan Triple Tracks dalam program PHBM agar
tercapai tujuan dasar dari program tersebut.
Gambar 1. Peta Kawasan Hutan di Kabupaten Jombang
Sumber : Humas Perum Perhutani KPH Jombang
2. Gambaran Penelitian Terdahulu
Peneliti ingin memberikan gambaran yang hampir sama dengan mengkaji kembali
penelitian terdahulu yang berjudul Kemitraan Antara KPH Perhutani Dan LMDH Dalam
Menjaga Kelestarian Hutan (Studi pada Desa Jengglungharjo Kecamatan
Tanggunggunung Kabupaten Tulungagung) oleh Mohamad Rizal Nur Zain, di dalam
penelitian tersebut menerangkan bahwa dalam pengelolaan hutan dibutuhkan kerjasama
yang dibuktikan melalui dibangun kemitraan antara KPH Perhutani dengan LMDH
(Lembaga Masyarakat Desa Hutan), oleh karena itu kemitraan dirasa telah mampu
dijadikan sebagai jalan keluar untuk mengelola hutan dengan baik. Disamping itu dengan
adanya kemitraan antara KPH Tulungagung dengan LMDH dapat memberikan efek
bahwa masyarakat telah dipercaya kembali untuk mengelola hutan dengan tetap mendapat
pantauan dari pihak KPH Tulungagung sehingga pengelolaan hutan lebih maksimal dan
tetap memenuhi kaedah 4K yang ada dalam buku panduan PHBM.
Kemudian dapat kita lihat pada penelitian terdahulu yang kedua berjudul Kebijakan
Perum Perhutani Kesatuan Pemangkuan Hutan Saradan dalam Pengelolaan Hutan
Berbasis Partisipasi Masyarakat Melalui Program Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Bersama Masyarakat oleh Arief Budiono, di dalam penelitian tersebut menerangkan
bahwa dengan menerapkan pola kerjasama antara Perum Perhutani KPH Saradan dengan
Masyarakat Desa Hutan (MDH) melalui program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat
setelah beberapa tahun dilaksanakan maka tujuan yang berhasil dicapai : 1) PHBM
berhasil meningkatkan pendapatan MDH, 2) Meredanya konflik yang terjadi antara
Perhutani KPH Saradan dan masyarakat sekitar hutan, 3) Berhasil menurunkan angka
illegal logging, 4) Berhasil menselaraskan PHBM dengan pembangunan wilayah oleh
Pemda melalui Forum Komunikasi PHBM. Hal demikian semakin menguatkan bahwa
untuk mencapai tujuan Perum Perhutani dalam mengelola hutan tentu akan lebih baik jika
juga melibatkan masyarakat sekitar hutan agar terbentuk kerjasama yang harmonis antara
Pemerintah yang diwakili oleh Perum Perhutani dengan pihak Swasta yang diwakili oleh
Masyarakat Desa Hutan.
Berdasarkan ringkasan penelitian sebelumnya maka penting untuk mengkaji pola
kerjasama yang dilakukan antara pihak Perum Perhutani KPH Jombang dengan
masyarakat desa dengan pendekatan kerjasama Triple Tracks (Pro Job, Pro Poor, Pro
Growth). Pendekatan tersebut merupakan sebuah upaya mencapai tujuan bersama yakni
mewujudkan masyarakat desa hutan yang makmur dengan tetap menjaga dan
mengembangkan hutan, lahan kosong di desa. Selain itu memberi dapat membantu pola
produksi hasil hutan oleh perusahaan (perhutani) yang terus menerus lebih efisien dan
efektif dalam pengelolaan hutan.
3. Gambaran Proses Kerjasama yang Dilakukan Perum Perhutani KPH Jombang
dengan LMDH Wana Ayu Lestari melalui Program PHBM
Kerjasama Perum Perhutani KPH Jombang dan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH) Wana Ayu Lestari mengelola hutan di desa Jipurapah yang wujudkan dalam
program Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM) tidak hanya sebagai konservasi
saja. Program tersebut juga untuk mendukung terciptanya kawasan produksi dan
pengolahan dengan skala tertentu disektor pertanian-kehutanan dalam arti luas, penelitian,
alih teknologi, ekspose, pendidikan dan latihan serta kerjasama bisnis dengan sektor
swasta maupun masyarakat. Pola itu dapat disebut dengan pola PHBM Plus (Dephut,
2006).
Pada awal mula pencanangan, program PHBM belum banyak diketahui oleh banyak
pihak. PHBM dianggap sama saja dengan program-program keproyekan dari pemerintah.
Hal ini menjadikan munculnya sikap apatis pada masyarakat desa hutan. Perum Perhutani
KPH Jombang melakukan sosialisasi mengenai PHBM kepada masyarakat secara lebih
rinci. Setelah sosialisasi, kemudian dibentuklah Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH). LMDH adalah perwakilan masyarakat desa yang berperan sebagai wadah yang
bertanggung jawab dalam pelaksanaan PHBM di desa masing-masing. Pembentukan dan
penyusunan pengurusnya diserahkan sepenuhnya kepada masyarakat. LMDH kemudian
dibentuk sebagai badan hukum sebagai atas nama masyarakat dalam rangka melakukan
perjanjian atau kesepakan-kesepakatan dengan perhutani atau pihak lain yang terkait.
Status badan hukum LMDH penting agar dapat dibuat perjanjian (MoU) antara
masyarakat dengan perhutani mengenai pelaksanaan PHBM. MoU memuat antara lain
mengenai pemaparan tentang PHBM (termasuk istilah yang dipakai dalam MoU), hak dan
kewajiban masing-masing pihak, serta mekanisme penyelesaian sengketa yang mungkin
muncul di antara kedua pihak. Mengenai pembagian hasil (sharing) hasil tebangan, Perum
Perhutani KPH Jombang menggunakan rumus yang terdapat dalam SK Direksi PT
Perhutani (Persero) No. 001/KPTS/Dir/2002 tanggal 2 Januari 2002 tentang Pedoman
Berbagi Hasil Hutan Kayu. LMDH berfungsi sebagai eksekutif dalam masyarakat. Dengan
demikian perlu dibentuk lembaga kontrol (fungsi legislatif) berupa Forum PHBM. Forum
PHBM terdapat di desa, kecamatan, dan kabupaten yang masing-masing diketuai oleh
Sekretaris Desa, Sekretaris Kecamatan, dan Assisten bidang Kesra.
Program PHBM secara yuridis tertuang dalam Surat Keputusan Direktur Utama
Perum Perhutani Nomor 136/KPTS/DIR/2001 tentang Pengelolaan Sumberdaya Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM). Kegiatan PHBM meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu:
a) Sosialisasi
Tahap sosialisasi dilakukan sebagai upaya pendekatan kepada masyarakat tentang
hutan, kehutanan, dan penjelasan program-program PHBM kepada masyarakat dan
jajaran petugas Perum Perhutani. Sosialisasi ini dilakukan oleh tim PHBM
(beranggotakan petugas dari KPH, BKPH) maupun TPM (Tenaga Pendamping
Masyarakat) yaitu LSM pendamping. Kegiatan ini memanfaatkan kegiatan rutin desa
seperti pengajian, majelis taklim.
b) Dialog
Dialog dilaksanakan untuk membicarakan hal-hal yang mengarah pada kerjasama
mengelola hutan antara pihak Perum Perhutani dan masyarakat. Pembicaraan ini
bertujuan untuk menyamakan persepsi tentang pengelolaan PHBM dan mendesain
teknis pelaksanaan PHBM. Dalam tahap ini terjadi proses tawar menawar
pendahuluan dalam pelaksanaan PHBM yang masing-masing berusaha
mengakomodasi kebutuhannya (Perhutani dan masyarakat). Pada tahap dialog ini,
masyarakat diwakili oleh para pemimpin lokal.
c) Kelembagaan/Pembentukan KTH
Pembentukan kelembagaan adalah pembentukan organisasi Kelompok Tani Hutan
(KTH) sebagai wadah kegiatan masyarakat desa hutan terkait dengan pengelolaan
kawasan hutan. Struktur organisasi pada prinsipnya terdiri dari ketua, wakil ketua,
sekretaris, bendahara, dan seksi keamanan. Pengurus biasanya adalah orang-orang
yang dipandang sebagai tokoh masyarakat (pemimpin nonformal). Organisasi ini
dibentuk disaksikan para pemimpin formal, nonformal baik dari pemerintah desa,
Perum Perhutani maupun masyarakat.
d) Negosiasi
Setelah lembaga dibentuk selanjutnya KTH membentuk AD & ART, menyusun
ketentuan-ketentuan yang merupakan hak dan kewajiban pengurus anggota. Negosiasi
merupakan proses tawar menawar tentang lokasi kawasan dan ketentuan ketentuan
pengaturan pengelolaan dan bagi hasil. Kegiatan ini merupakan kelanjutan dari
kegiatan dialog. Dalam negosiasi ini dihasilkan kesepakatan antara pihak masyarakat
dan Perum Perhutani.
e) Perjanjian Kerjasama
Kontrak Kerjasama atau Perjanjian kerjasama merupakan ketentuan yang mengikat
pihak LMDH dan Perum Perhutani secara tertulis dan berkekuatan hukum. Perjanjian
kerjasama ini merupakan naskah tertulis dan berkekuatan hukum tentang hasil
negosiasi. Penandatanganan naskah ini dihadiri oleh masyarakat (pemimpin
nonformal, pengurus KTH), Perum Perhutani dan Pemerintah Desa serta LSM
Pendamping disaksikan oleh pejabat notaris.
f) Pelaksanaan
PHBM dilakukan dengan proses penyiapan lahan, penanaman, pemeliharaan,
pemanfaatan hasil, peliharaan keamanan, dan monitoring evaluasi. Pelaksanaan
PHBM ini dilakukan oleh masyarakat dan Perum Perhutani sesuai hak dan kewajiban
dalam naskah perjanjian. Dalam pelaksanaan ini masyarakat sebagai pelaksana dan
Perum Perhutani sebagai regulator. Namun demikian, dalam pelaksanaannya
masyarakat belum sepenuhnya dapat memerankan sebagai operator, penanaman
tanaman pokok masih dilakukan bersama dengan mandor.
4. Penerapan Pendekatan Triple Tracks dalam PHBM
Pendekatan Triple Tracks adalah pendekatan yang di usung oleh Badan Usaha Milik
Negara sebagai dasar pendekatan kerjasama BUMN yang disampaikan Asisten
Departemen PKBL pada acara rapat koordinasi “Penguatan Kerjasama Pengelolaan
Peluang Kerja dan Peluang usaha” di Bandung, 14-15 November 2015 dan mengacu
Peraturan Menteri BUMN No.Per-05MBU2007 Tentang Program Kemitraan BUMN
dengan Usaha Kecil Bina Lingkungan. Maka dalam konteks pengelolaan hutan, kerjasama
antara perhutani dan masyarakat yang dinaungi lembaga semakin kuat dan jelas arah
tujuannya, maka pendekatan Triple Tracks menjadi salah satu pilihan dalam kegiatan
pengelolaan hutan berbasis masyarakat desa.
Penerapan pendekatan kerjasama Triple Tracks bagi perhutana diharapkan dapat
mencapai tujuan dari program pengelolaan hutan yang produktif. Berdasarkan data yang
diperoleh dari LMDH Wana Ayu Lestari, jumlah hasil produksi masih belum maksimal.
Selama ini di hutan desa Jipurapah masih ditemui permasalahan dalam penanaman,
pemeliharaan dan pendistribusian hasil tanaman hutan dan tanaman pangan sehingga hal
tersebut menghambat tercapainya tujuan dari dilaksanakan program Pengelolaan Hutan
Bersama Masyarakat. Adapun tujuan-tujuan yang akan dicapai dalam program
Pengelolaan Hutan bersama Masyarakat tentu juga menjadi bagian dari pendekatan
kerjasama Triple Tracks.
Mengingat permasalahan yang terjadi di desa Jipurapah, maka disini perlu perhatian
khusus dari Perum Perhutani KPH Jombang sebagai BUMN yang wajib mengawal dan
menjalankan program Bina Lingkungan yang memiliki enam fokus bantuan pada aspek
bantuan bencana alam, pendidikan atau pelatihan, kesehatan, sarana dan prasarana umum,
sarana ibadah, pelestarian lingkungan alam sehingga pengelolaan hutan bisa maksimal dan
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa Jipurapah. Untuk mampu mengatasi
permasalahan yang ada, maka peneliti melakukan pendekatan dengan Triple Tracks
(Asdep PKBL, 2010:5) yang berisi Pro Job, Pro Poor, Pro Growth. Lebih jelasnya 3
pendekatan tersebut adalah sebagai berikut :
1) Pro Job
a. Pilar yang pertama adalah Pro Job yang berarti pengurangan jumlah
pengangguran. Pilar pertama merupakan pendekatan yang wajib ditempuh karena
berdasarkan observasi peneliti, sebagian penduduk masih belum memiliki
pekerjaan dan bekerja serabutan. Upaya yang dilakukan Perum Perhutani KPH
Jombang dan LMDH Wana Ayu Lestari dalam pengurangan pengangguran adalah
dengan memberikan permodalan melalui kontrak kerjasama yang disepakati oleh
kedua belah pihak untuk melaksanakan proses pengelolaan hutan sehingga
masyarakat desa Jipurapah yang tidak memiliki pekerjaan dilibatkan dalam
program PHBM.
b. Disisi lain, masyarakat desa yang dituntut aktif melalui LMDH dengan menggali
peluang dan potensi apa saja yang dapat memajukan ekonomi desa Jipurapah.
Hasil dari upaya tersebut adalah pengembangan sektor wisata Dung Cinet yang
pada tahun 2013 telah diresmikan sebagai wisata alam desa Jipurapah dan mampu
menarik wisatawan lokal dan sekitarnya. Dengan adanya kemajuan di sektor wisata
tentu akan memerlukan sumber daya manusia untuk ikut merawat dan menjaga
area wisata. Pengembangan sektor wisata membuat masyarakat desa Jiprapah
optimis bahwa akan ada sektor lain yang mampu menjadi salah satu kegiatan
mengurangi pengangguran di desa Jiprapah dan dijadikan pertimbangan dalam
kontrak kerjasama periode yang akan datang.
2) Pro Poor
Pilar yang kedua adalah Pro Poor yang berarti pengurangan jumlah penduduk miskin.
Pilar yang kedua tentu dapat direalisasikan jika pilar pertama telah sukses menyerap
jumlah pengangguran yang ada di wilayah kerja Lembaga Masyarakat Desa Hutan
Wana Ayu Lestari. Selain dengan adanya penyerapan pengangguran yang
mengakibatkan pengurangan jumlah penduduk miskin, namun Kontrak Kerjasama
yang disepakati oleh Perum Perhutani KPH Jombang dengan Lembaga Masyarakat
Desa Hutan juga berisi tentang perjanjian bagi hasil (sharing) yang sangat
menguntungkan masyarakat desa. Didalam Perjanjian Kerjasama antara Perum
Perhutani KPH Jombang dengan LMDH Wana Ayu Lestari desa Jipurapah
Kecamatan Plandaan Kabupaten Jombang Nomor 46/052.1/PSDH/JBG/II Nomor
01WAL/TEB./2014 pasal 8 dan pasal 9 terdapat kontrak yang menjelaskan hak dan
kewajiban sebagai berikut :
a) Hak para pihak
1. Pihak pertama berhak untuk :
a. Meminta pertanggung jawaban pihak kedua dalam pelaksanaan periode
pembayaran s/d penyelesaian oekerjaan sebagaimana dalam pasal 4
b. Mengevaluasi hasil kerja yang dilaksanakan oleh pihak kedua
c. Menunjuk dan menentukan petugas mandor tebang sebagai pelaksana
teknis penebangan sesuai Surat Keputusan Administratur
d. Menyelenggarakan pembinaan kepada pihak kedua
e. Memberikan ketentuan eknis dan sesuai keterampilan sesuai standard
pihak pertama terkait penyelenggaraan Tebangan Habis
f. Memutuskan perjanjian dan mengenakan sanksi yang disepakati jika
dipandang pihak kedua tidak bisa memenuhi target yang ditetapkan.
2. Pihak kedua berhak untuk :
a. Menerima biaya pekerjaan sesuai pasal 6
b. Menerima pembinaan teknis, ketrampilan dan administrasi oleh pihak
pertama
c. Memungut limbah tebangan kayu yang sudah dimanfaaatkan sesuai
ketentuan pihak pertama
b). Kewajiban para pihak
1. Pihak pertama berkewajiban untuk :
a. Membayar atas pelaksanaan / penyelesaian pekerjaan yang dilakukan
pihak kedua
b. Menyetorkan PPh yang dipungut dari pihak kedua
2. Pihak kedua berkewajiban untuk :
a. Menyiapkan regu kerja tenaga pelaksanaan tebangan pada wilayah kerja
yang dikerjasamakan
b. Membuat laporan hasil pekerjaan kepada pihak pertama mengenai
kemajuan pekerjaan tersebut secara periodik
c. Mengikuti aturan tata cara penebangan termasuk pembagian batang dari
petugas / mandor tebang yang ditunjuk sesuai aturan yang berlaku di
pihak pertama
d. Melaksanakan tebangan sesuai dengan target pencapaian produksi yang
telah disepakati
e. Berperan aktif mengamankan hutan dari pencurian / perambahan yang
berada di dalam maupun di sekitar lokasi tebangan
f. Melakukan koordinasi dengan petugas mandor tebang yang ditunjuk
terkait teknis penyelenggaraan tebang habis hutan jati
3). Pro Growth
Pilar ketiga adalah Pro Growth yang berarti peningkatan pertumbuhan ekonomi. Pro
Growth merupakan hasil akhir dari realisasi pada pilar pertama dan kedua. Salah satu
Indikator bertumbuhnya kegiatan ekonomi adalah dengan berkurangnya jumlah
pengangguran dan penduduk miskin. Berdasarkan hasil wawancara dengan anggota
LMDH, peningkatan pertumbuhan ekonomi dapat dilihat dari penghasilan LMDH
Wana Ayu Lestari yang mampu berkembang hingga sektor wisata dan menjadi salah
satu LMDH terbaik karena sanggup berkembang cepat dibanding LMDH lainnya
(wawancara, 3 Juni 2015).
C. PENUTUP
1. Kesimpulan
Hasil penelitian ini memberikan gambaran bahwa model kerjasama dengan
pendekatan Triple Tracks yaitu Pro Job, Pro Poor, Pro Growth.yang dilakukan Perum
Perhutani KPH Jombang dengan LMDH Wana Ayu Lestari dalam proses pengelolaan
hutan melalui program PHBM dapat dijalankan dengan baik dan memberikan manfaat
bagi masyarakat desa Hutan.
Pada tujuan pro job, terjadi pengurangan jumlah pengangguran. Solusi nyata yang
diberikan oleh Perum Perhutani KPH Jombang yaitu mengajak LMDH Wana Ayu Lestari
untuk bekerjasama dalam program PHBM dengan menawarkan kontrak kerjasama yang
berisi hak dan kewajiban yang harus dipenuhi kedua belah pihak agar terwujud
masyarakat yang sejahtera. Setelah kontrak kerjasama telah disepakati, bantuan didapat
oleh LMDH Wana Ayu Lestari. Pihak Perhutani membutuhkan tenaga penduduk
setempat untuk memenuhi target hasil hutan kayu maupun non kayu.
Pada pelaksanaan pilar kedua pro poor yaitu pengurangan penduduk miskin.
Dengan disepakati kontrak kerjasama tadi, kemudian dimulainya pelaksanaan
pengelolaan hutan yang menyerap tenaga kerja dari penduduk desa Jipurapah. hal ini
memberikan keuntungan bagi penduduk desa Jipurapah karena bekerja sebagai Kelompok
Tani Hutan yang mendapatkan upah sendiri dari LMDH Wana Ayu Lestari. Upah akan
meningkat seiring target tanaman kayu dan non kayu yang meningkat juga. Jika
penduduk desa mempunyai pendapatan sendiri, maka jumlah penduduk miskin yang ada
di desa Jipurapah juga akan berkurang.
Pada pilar ketiga pro growth, yaitu peningkatan pertumbuhan ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi di desa Jipurapah meningkat karena pola hidup dan kegiatan
ekonomi penduduk desa mulai dinamis. Perjanjian kontrak kerjasama menjadi salah satu
motivasi untuk semakin meningkatkan produksi dan menggali sektor lain yang mampu
meningkatkan pertumbuhan ekonomi penduduk desa hutan jipurapah.
2. Rekomendasi
Beberapa rekomendasi yang dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini antara lain:
a) Pada pilar Pro Job, diharapkan akan ada tindak lanjut dari Perum Perhutani KPH
Jombang terkait lapangan kerja dan program terbaru agar penyerapan tenaga lebih
banyak lagi.
b) Pada pilar Pro Poor, diharapkan LMDH dan Perum Perhutani KPH Jombang terus
memberi motivasi kepada masyarakat untuk aktif dan produktif dan upaya atau
penghargaan bentuk lain selain pemberian upah.
c) Pada pilar Pro Growth, diharapkan LMDH wana Ayu Lestari dan Perum Perhutani
KPH Jombang terus menggali dan menemukan peluang terkait dengan potensi hutan
yang dapat di eksplorasi, diekspos sehingga memberikan dampak yang kuat bagi
peningkatan kegiatan perekonomian desa.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 1999. Undang-undang Republik Indonesia no.41 Tahun 1999 Tentang
Kehutanan. Kopkar Hutan.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Awang, San Afri et al. 2008. Panduan Pemberdayaan Lembaga Masyarakat Desa Hutan
(LMDH). Harapan Prima. Jakarta.
CIFOR. 2003. Perhutanan Sosial. Menuju kesejahteraan dalam Masyarakat Hutan.
Dephut. 2006. Promosi Hasil Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat (CBFM).
Hasan, M. Iqbal, Pokok-pokok Materi Metodologi Penelitian dan Aplikasinya, Ghalia
Indonesia, Bogor, 2002. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2014 tentang Pemerintah.
Humas PHBM. 2015. Pedoman PHBM Plus. Direksi Perum Perhutani. Surabaya.
Humas Perum Perhutani KPH Jombang. 2014. Profil Perum Perhutani KPH Jombang.
Keputusan Direksi Perum Perhutani No: 268/KPTS/DIR/2007 tentang Pedoman
Pengelolaan Sumberdaya Hutan Bersama Masyarakat Plus (PHBM PLUS).
Purba, P.P Cristian dkk. 2014. Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode 2009-2013.
Forest Watch Indonesia. Bogor.
Perhutani, Perum. Profil Perusahaan. http://perumperhutani.com/csr/phbm/
Peraturan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor Per-05/MBU/2007 tentang
Prambudianto. 2007. Rancangan Program Penguatan Kapasitas LMDH Dan Peningkatan
Efektivitas PHBM. IPB. Bogor.
Program Kemitraan Badan Usaha Milik Negara dengan Usaha Kecil dan Program Bina
Lingkungan.
PKBL, Asdep. 2010. Kebijakan Kementrian BUMN tentang Program Corporate Social
Responsibility (CSR). Bandung.
Sugiyono.2014. Metode Penelitian Pendidikan:pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, da
R&D. Bandung : Alfabeta.
SK Dewan Pengawas No. 136/Kpts/Dir/2001 tentang Pengelolaan Sumber Daya Hutan
Bersama Masyarakat (PHBM).