Post on 14-Dec-2014
ABSTRAK
Pada penelitian ini telah dipelajari pengaruh penyetabil pada perilaku solusi permasalahan inversi medan terhambur dengan metode Newton Kantorovoich (NK). Medan terhambur terjadi karena gelombang mikro yang ditransmisi ke obyek mengalami difraksi. Persamaan integral medan terhambur ini berbentuk non linier dan berkondisi ill -possed. Dengan menggunakan metode Newton Kantrovoich akan diselesaikan persamaan integral non linier yang tidak dapat diinversi secara langsung. Untuk menyetabilkan kondisi pada metode NK, persamaan integral medan diberi penyetabil . Pada peneliti an ini akan diinvestigasi penggunaan metode penentu nilai penyetabil . Metode yang diamati adalah metode empirik. Metode ini diaplikasikan pada data dengan kontras homogen dan bikontras, dan juga data dengan noise, dimana data-data tersebut diambil dari perhitungan komputer. Kemudian untuk menilai kualitas dari metode yang dipil ih dapat diketahui dengan melihat kualitas citra yang dihasilkan. Dari peneliti an didapatkan bahwa penyetabil dengan metode empirik lebih cepat mencapai kestabilan, begitu juga dengan kualitas citra yang dihasilkan, metode empirik lebih bagus dalam menghasilkan kualitas citra dibandingkan dengan penyetabil dengan bilangan konstan. Untuk pengaruh noise pada hasil rekonstruksi citra, didapatkan bahwa besar kecilnya data noise tidak berpengaruh terhadap kualitas citra. Kata kunci : parameter penyetabil , tomografi gelombang mikro, inversi medan terhambur
Latar Belakang Masalah
Sebelum teknologi tomografi gelombang mikro dikembangkan, dalam
dunia kedokteran digunakan sinar α untuk menggambar organ-organ bagian
dalam. Sumber (Source) yang digunakan pada proses ini sangat berbahaya bagi
tubuh, karena bahan yang digunakan mengandung unsur radioaktif dan dapat
menimbulkan efek radiasi pada tubuh. Selain itu, dari sudut pandang ekonomi
bahan yang digunakan sangat mahal harganya, sehingga tidak semua rumah sakit
dapat memanfaatkan teknologi ini. Dengan semakin majunya teknologi,
belakangan ini telah ditemukan suatu cara pencitraan bagian dalam organ tubuh
yang aman tanpa menimbulkan efek radiasi, yaitu dengan ditemukannya sistem
tomografi dengan menggunakan gelombang mikro sebagai sumber. Pengertian
tomografi menurut Sternheim (1991 : 641) “Tomography is a procedure that
produces an image of a slice of an object” . Maksudnya, tomografi adalah suatu
proses yang dapat menghasilkan citra suatu obyek. Kemudian dengan
memanfaatkan gelombang mikro dikenal adanya Microwave Tomography System
(MTS) dimana dengan menggunakan sistem ini maka rekonstruksi distribusi
bahan-bahan dielektrik pada suatu obyek dapat dilakukan dengan aman. Dengan
MTS distribusi bahan dielektrik (dielectric properties) dalam tubuh tersebut dapat
direkonstruksi sehingga akan dihasilkan suatu citra. Adapun bahan dielektrik yang
ada pada tubuh tersebut dipengaruhi oleh kondisi psikologis obyek, seperti :
1. Konsentrasi Ion.
2. Konsentrasi Zat Cair, dan
3. Suhu
Ketiga unsur tersebut mempunyai tingkatan yang berbeda-beda pada setiap organ
dalam setiap keadaan, dalam arti pada salah satu organ pada bagian tertentu
memiliki konsentrasi ion, konsentrasi zat cair dan suhu yang berbeda-beda.
Kondisi ini dimanfaatkan oleh MTS dalam menampilkan suatu citra.
Telah disebutkan di atas bahwa MTS menggunakan gelombang mikro
sebagai sumber. Adapun pengertian dari gelombang secara umum menurut
Sutrisno; “Gelombang adalah suatu gangguan yang menjalar dalam suatu
medium” (Sutrisno, 1979 : 5).
Gelombang mikro merupakan gelombang dengan panjang gelombang
antara 0,1 mm hingga 1 cm (Beiser, 1997:258). Gelombang mikro yang muncul
dari sumber tersebut akan menjalar ke medium dan mengenai obyek. Gelombang
yang menjalar melalui suatu sel yang seukuran atau seorde akan memberikan
gejala penyebaran arah yang biasa disebut dengan difraksi. Ini merupakan ciri
khas dari gelombang elektromagnetik yang tidak dimiliki oleh partikel, karena
suatu partikel yang bergerak bebas jika melewati suatu celah tidak akan
mengalami perubahan arah.
Pada peneliti an ini obyek akan dibagi menjadi beberapa sel, semakin
banyak pembagian sel akan semakin halus citra yang dihasilkan, sebaliknya
semakin sedikit pembagian sel maka citra yang dihasilkan akan kasar. Penentuan
banyak sedikitnya sel dibatasi oleh panjang gelombang mikro. Dalam arti lebar
maksimal sel sebanding dengan panjang gelombang (λ), sehingga efek difraksi
seperti tersebut di atas tidak terlalu besar.
MTS memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak didapatkan apabila proses
pencitraan menggunakan sinar α, kelebihan dari sistem ini antara lain :
1. tidak radioaktif (aman)
2. sensiti f terhadap kondisi tubuh.
3. bahan yang digunakan murah (terjangkau).
Dengan mempertimbangkan kelebihan-kelebihan yang ada pada MTS
seperti yang telah disebutkan di atas, menjadikan masalah ini banyak
mendapatkan perhatian para ahli , sehingga tidak sedikit para ahli yang meneliti
permasalahan inversi medan terhambur pada pencitraan dengan menggunakan
gelombang mikro.
Permasalahan
Dengan metode NK permasalahan inversi hamburan dapat diselesaikan,
akan tetapi solusi yang ditawarkan masih belum bisa diaplikasikan pada dunia
medis dan industri, hal ini disebabkan solusinya tidak stabil atau berubah-ubah.
Dengan digunakannya penyetabil maka solusi yang dihasilkan akan stabil , akan
tetapi masalah yang timbul kemudian yaitu apabila nilai penyetabil yang diberikan
terlalu besar dibandingkan data yang ada, maka solusinya stabil tetapi solusi
menjadi jauh atau menutupi data asli , dan jika penyetabil yang diberikan terlalu
kecil , maka solusi yang dihasilkan menjadi tidak stabil .
Kemudian yang menjadi permasalahan adalah bagaimana cara menentukan
nilai penyetabil yang tepat yang digunakan untuk menyelesaikan kondisi il l
possed tersebut ?
Untuk menentukan nilai penyetabil yang tepat, digunakan metode empirik,
kemudian bagaimana efektivitas dan efesiensi metode tersebut ketika diberi data
dengan dan tanpa noise dari obyek yang mempunyai distribusi kontras homogen
dan bikontras. Hal ini merupakan permasalahan utama dalam skripsi ini.
Tujuan
Dari permasalahan di atas maka peneliti an ini mempunyai tujuan sebagai
berikut :
1. Mempelajari cara menentukan nilai penyetabil yang tepat guna menyelesaikan
permasalahan inversi medan terhambur pada citra gelombang mikro.
2. Investigasi cara menentukan parameter penyetabil guna menyelesaikan
persamaan inversi medan terhambur pada metode NK.
3. Mempelajari pengaruh noise dan kontras pada citra gelombang mikro dengan
menggunakan nilai penyetabil yang dipil ih.
Manfaat
Peneliti an ini akan sangat berguna sebagai tambahan wawasan untuk
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lebih khusus lagi dapat memberikan
solusi permasalahan inversi medan terhambur pada citra gelombang mikro,
dengan menentukan nilai penyetabil yang tepat, sehingga diharapkan citra
gelombang mikro dapat diaplikasikan pada dunia medis dan industri.
Tinjauan Pustaka
Pencitraan obyek dengan menggunakan metode tomografi gelombang
mikro pada dasarnya adalah merekonstruksi distribusi bahan dielektrik dari suatu
obyek. Rekonstruksi ini dilakukan dengan cara menginverskan data terhambur di
sekitar obyek.
Data terhambur merupakan data yang diperoleh dari efek terjadinya
difraksi. Difraksi pada permasalahan ini timbul karena gelombang mikro yang
dipancarkan dari sumber gelombang menumbuk obyek, dimana panjang
gelombang dari gelombang mikro tersebut seorde dengan lebar sel obyek. Karena
pengaruh dari difraksi, maka integral medan terhambur menjadi non linier,
sehingga mengakibatkan kondisi ill possed. Kondisi ini merupakan pokok
permasalahan inversi medan terhambur.
Untuk mempermudah pembahasan, pada penelitian ini mengambil sebuah
obyek yang terdiri dari benda (D) yang dikelilingi medium eksterior (D0) seperti
tampak pada Gambar 2.1 di bawah ini.
Gambar 2.1. Obyek penelitian
Persamaan Gelombang
Seperti yang telah disebutkan di atas bahwa gelombang mikro menumbuk
obyek yang tampak pada Gambar 2.1, sehingga gelombang mikro terdifraksi,
kemudian medan elektromagnetik di sekelil ing obyek yang timbul akibat
pengaruh dari tumbukan tadi dapat dicari solusinya dengan menggunakan
persamaan Maxwell . Secara umum persamaan gelombang yang menumbuk
sebuah obyek pada charge free medium (daerah tanpa muatan listrik) menurut
Balanis (Balanis, 1989:104) dapat dituliskan sebagai berikut :
( ) s22 Jjk ϖµ=Ε+∇ (2.1)
dan telah diketahi bahwa pada daerah tanpa muatan listrik 0._
=∇ D (Balanis,
1989:104).
Dimana :
∇2 : Tetapan Laplace
k = k0n : Bilangan gelombang di dalam medium
0
21
000�2�
c)�( �k === ϖϖ : Bilangan gelombang pada ruang hampa.
λ0 : Panjang gelombang pada ruang hampa.
n = ( µrεr )1/2 = √εr untuk µr = 1 : indek refraksi medium.
SJ_
: Rapat arus sumber.
D
D0
D
Kemudian persamaan gelombang untuk medan magnet dapat dituliskan sebagai
berikut :
sJxHk −∇=+∇ )( 22 , (2.2)
Pada sumber free region (ruang bebas) dimana 0=sJ , persamaan
gelombang menjadi :
0)(_
22 =+∇ Ek (2.3)
0)(_
22 =+∇ Hk . (2.4)
Permasalahan pada Medan di Sekitar Obyek
Dengan berpijak pada persamaan-persamaan gelombang dua dimensi
tersebut di atas, maka solusi persamaan Maxwell pada medan disekitar obyek
untuk medium dielektrik bisa dijabarkan dengan menggunakan Jt seperti yang
telah dituliskan oleh Balanis ( Balanis, 1989:104 ) sebagai berikut :
H�j�
x 0ϖ−=∇ (2.5)
0�jHx ϖ=∇ (2.6)
( )E1��jJ r0eq −= ϖ . (2.7)
Jt = Rapat arus total
Kemudian total medan listrik pada titi k r (Ez(r)) adalah jumlah total medan
incident (medan datang) (EI) dengan medan terhambur (Ezs)
)()()(___
rErErE zSzlz += (2.8)
dan Ezs dapat dicari dengan
∫−=D
eqzS dDrJrrGjrE ')()',()(____
0
_
ϖµ (2.9)
dimana
dD’ = dr’dθ’
)(4
1)',( '0
)2(0
__
rrkHjrrG ρ−= = fungsi Green
'' rrrr −=ρ
Guna mempermudah penyelesaian permasalahan medan di sekitar obyek
di atas maka persamaan (2.7) dan (2.9) disubstitusikan ke persamaan (2.8),
sehingga akhirnya diperoleh :
( ) ( ) ( ) ( ) ( )dD''r�
r'
r'r,Gkr
r
sr
D
20ZIZ ∫+= (2.10)
dimana
( ) ( ) 1−= ∗ rr εξ merupakan kontras dielektrik.
Pada persamaan (2.10) terdapat variabel kontras pada titi k r yang
dinotasikan ξ(r). Adapun definisi kontras adalah selisih relatif dielektrik benda
dengan medium eksterior :
0
0
ξξξξ −
= b .
Indek medan listrik total pada titi k r (z) pada persamaan (2.10) tersebut di
atas dihilangkan guna mempermudah penulisan lebih lanjut. Selanjutnya
persamaan (2.10) tersebut sukar diselesaikan karena non linier (Francois, 1997),
sehingga menyebabkan medan listrik terhambur (Ezs) belum dapat dicari
solusinya, dan secara otomatis bahan dielektrik obyek belum dapat direkonstruksi.
Richmond (Richmond, 1965) memberikan solusi diskrit untuk
menyelesaikan permasalahan medan di sekitar obyek, yaitu dengan cara mencacah
obyek (D) dalam N sel, sehingga medan lisrik dan konstanta dielektrik dapat
dianggap konstan pada setiap selnya. En dinotasikan sebagai medan listrik dan ξn
sebagai konstanta dielektrik dari sel n, sehingga persamaan (2.10) yang ada pada
posisi tengah dari sel n adalah sebagai berikut :
∑=
−=N
nnnnnInn ECEE
1''''ξ (2.11a)
Dimana jika n≠n’
)()(2 '0
)2(0'01
'0' nnn
nnn kHakj
akjC ρπ
= (2.11b)
dan jika n=n’
−=
ππ j
akHakj
C nnnn
2)(
2 '0)2(
1'0' (2.11c)
sama dengan persamaan (2.11.a) hubungan antara total medan di titi k observasi
(m) dan total medan didalam obyek pada tiap-tiap sel (N) dapat di tulis seperti di
bawah ini :
∑=
−=N
nnnmnm ECEE
1''''Im ξ (2.12)
dimana
)()(2 '0
)2(0'01
'0' mnn
nmn kHakj
akjC ρπ= (2.13)
sehingga total medan terhambur pada antena ke-m, dapat ditulis sebagai berikut :
∑=
−=N
nnnmnSm ECE
1''''ξ m=1,2…M. (2.14)
Dari persamaan-persamaan di atas jika nilai kontras (ξ) diketahui, maka
medan terhambur dapat ditentukan (Es). Akan tetapi dalam prakteknya nilai
kontras tidak diberikan, medan terhambur (Es) dapat diukur. Oleh karena itu perlu
metode inversi, namun karena persamaan (2.14) tersebut berada pada kondisi ill
possed maka inversi akan mengalami : 1) tidak ada solusi ; 2) solusi ganda ; dan
3) solusi yang dihasilkan sensiti f. Untuk menyelesaikan permasalahan ini
digunakan metode Newton Kantrovoich yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan permasalahan inversi tersebut.
Metode Newton Kantorovoich
Untuk menyelesaikan permasalahan di atas diperlukan sebuah operator D.
Dengan meninjau hubungan antara Es dengan ξ maka dapat dituliskan sebagai
berikut :
Es = D .ξ (2.15)
D merupakan operator integral medan, dengan operator ini pendekatan yang
dilakukan oleh Richmond (Richmond, 1965) dapat dikuantisasi secara diskrit,
dimana kontras (ξ) adalah variabel yang tidak diketahui. Dari sini maka komputer
mutlak diperlukan untuk menyelesaikannya. Solusi permasalahan inversi
bertujuan mendapatkan ξ dari Es, sayangnya permasalahan tersebut tidak dapat
diinversi. Artinya tidak bisa mendapatkan ξ dengan cara menginverskan D secara
langsung. Untuk mendapatkan fungsi ξ, digunakan metode Newton Kantrovoich,
yang merupakan generalisasi dari metode newton. Dalam metode tersebut Es yang
didapatkan dari hasil pengukuran dan ξ0 yang merupakan nilai dugaan awal
digunakan untuk mencari ∆ξ, sehingga akan didapatkan persamaan berikut :
ξ0 + ∆ξ = ξ1 (2.16)
selanjutnya persamaan di atas Es dan ξ1 digunakan untuk menentukan ξ2 dengan
harapan ξξξξξξ −>−>− 210 , untuk lebih jelasnya dapat dil ihat pada
Gambar 2.2 di bawah ini.
Gambar 2.2 Skema Metode Newton Kantorovoich
)( 1210 ξξυ −=− DSS EE (2.17)
11 ξυDSE =
Dυ adalah diferensial dari D di titi k ξ, atau bisa juga disebut sebagai fungsi
“ tangen” D pada ξ. Dari sini dapat disimpulkan bahwa ada kaitan antara turunan
dari D dengan ξ. Kemudian akan dilakukan proses yang sama untuk mendapatkan
nilai ξ2, ξ3, …. ξn dengan harapan ξn sama dengan ξ yang sebenarnya.
Implementasi metode Newton Kantrovoich untuk menyelesaikan
permasalahan inversi telah dijabarkan oleh Franchois (Franchois, 1997).
Franchois menggunakan obyek berbentuk silinder yang dikelil ingi oleh medium
eskterior homogen. Obyek tersebut digambarkan pada sumbu x, y, dan z yang
dinotasikan dengan S. Medium eksterior yang digunakan disini adalah air.
ξ ξ0 ξ1 ξ ξ2
ES1
E S0
ES
Franchois mengasumsikan ketergantungan waktu e-iωt; permitivitas komplek ε
(r) obyek ( S ) pada titi k r(x,y) dinotasikan sebagai berikut :
ε (r) = ε’ (r) + iε’’ (r) (2.18)
dimana ε’ adalah permitivitas dielektrik, dan ε’’ sebanding dengan konduktivitas
(σ). Kemudian kontras yang telah diketahui relatif terhadap permitivitas komplek
dari medium eksterior (εext) diformulasikan sebagai berikut :
Srjikar
ext
ext ∈−ε
εε )(
ξ (r) = (2.19)
Srjika ∉0
Total medan yang juga memenuhi persamaan gelombang skalar dituliskan
sebagai berikut :
∫∫+=D
IS drrrGrErkrErE ')'.()'()'()()( 20ε (2.20)
Implementasi metode NK untuk menyelesaikan permasalahan inversi
seperti yang telah di uraiakan oleh Franchois di atas berbeda dengan yang
dilakukan oleh Belkebir ( Belkebir, 1997 ). Belkebir menggunakan operator non
linier D yang ditulis dalam persamaan dibawah ini :
nnmnSm EDE ξ= , m = 1… M, n = 1 … N (2.21)
Metode Newton Kantrovoich dapat digunakan untuk menyelesaikan
persamaan (2.21) di atas. Metode ini juga dapat mencari solusi permasalahan
inversi dengan melakukan proses iterasi. Pada setiap proses iterasi perkiraan nilai
fungsi obyek diformulakan sebagai berikut :
ξξξ ∆+= −1nn (2.22)
dimana ξ∆ adalah data tebaan, yang diperoleh dari hasil solusi permasalahan
inversi.
∑ ∑=
=
=
=
−=∆Nn
n
Nn
nSS
n EED1 1
')(ξ (2.23)
Dimana D adalah versi linier dari operator non linier yang menghubungkan medan
terhambur dengan fungsi obyek Nnn E.ξ . Sayangnya permasalahan dalam mencari
solusi pada persamaan (2.23) berkondisi il l possed, sehingga diperlukan
penyetabil untuk menyetabilkannya. Belkebir (Belkebir, 1997) menggunakan
Penyetabil Thikonov untuk menyelesaikan permasalahan ini.
( )'_#_
SS EEDIDD −=∆
+ ξα
dimana α adalah parameter penyetabil , I adalah matrik identitas, dan tanda #
adalah konjugat transpose.
2.2 Parameter Penyetabil
Telah disebutkan pada Bab I bahwa fungsi penyetabil adalah
menyetabilkan integral medan yang ada pada permasalahan inversi hamburan,
seperti yang dikatakan oleh Joachimovicz (Joachimovicz, 1991)
Strong value of parameter α stabil izes the inversion procedure. But it may cover up some information and decrease the spatial resolution. On the other hand, a low value of the regularization factor may effect the stabili ty and the converge of the iteration process. Therefore, one must look for somewhat delicate compromise. (Joachimovicz, 1991:).
Pada penelitian ini digunakan metode empirik untuk mencari nilai
penyetabil . Metode empirik mengontrol pada tahap inversi data non linier yang
menyebabkan kondisi ill possed agar tidak terjadi tingkat eror yang tinggi.
Metode Empirik
Nilai α dicari dengan menggunakan formula dibawah ini : ( Franchois,
1997 )
[ ] ( )2
2#
.meaS
meaSS
E
EE
N
DDtrace −=
ξβα (2.24)
dimana
( ) ( )[ ] ( ) ( )[ ]( )∑=
=N
nnn
llDDDD
1
#
∑=
=N
nnn xxx
1
2
β adalah parameter empirik, dan tanda # adalah tanda konjugat komplek.
Nilai α proporsional dengan eror ∆ ES. Nilai matrik [ ] [ ][ ]DD# berfungsi
untuk menjembatani perbedaaan antara spektrum nilai eigen. Parameter β dapat
difungsikan sebagai penyetabil dari metode empirik, sesuai dengan proses
konvergen di bawah ini :
[ ] [ ] [ ]2221,0 old
SoldS
CS errEerrEerrE −<−⇔β
=newβ [ ] [ ] [ ] [ ]2222.1,01,0.5,0 old
SoldS
cS
oldS errEerrEerrEerrE ≤−≤−⇔β (2.25)
[ ] [ ] [ ]222.1,0.2 old
SoldS
cS errEerrEerrE >−⇔β
dimana
meaS
kS
meaS
SE
EEerrE
−= dan ( )∑
=
=N
nnn xxx
1
Parameter empirik pada penyetabil ini hasilnya adalah satu. Parameter
empirik ini akan bernilai setengah β new = 0,5β apabila proses konvergensinya
lambat atau ketika kenaikan erornya cepat. Parameter empirik β new ini akan
bernilai ganda apabila prosesnya divergen.
Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam peneliti an ini adalah metode simulasi.
Obyek yang akan diteli ti ditentukan sendiri dan data diperoleh dari perhitungan
komputer.
Obyek yang Diteliti
Obyek yang akan diteliti atau dicitrakan berbentuk kotak dua dimensi
seperti tampak pada Gambar 3.1
Gambar 3.1. Obyek yang direkonstruksi
Seperti tampak pada Gambar 3.1 bahwa dalam obyek terdapat benda dan
medium eksterior. Kemudian benda akan diberi kontras yang berbeda untuk
menguji kualitas citra yang dihasilkan dengan x ≠ y, dimana x = 3 (konstan) dan y
= 1 s/d 5.
Sebagai perbandingan pada peneli tian ini akan dicantumkan hasil
peneliti an para ahli dengan karakterisasi obyek yang berbeda-beda. Pertama dari
Joachomowicz, dia mencacah obyek yang akan direkonstruksi menjadi 21x 21 sel
dengan frekuensi kerja 100 MHz, diameter obyek 1 λ, kemudian dalam
aplikasinya pada dunia medis Joachimovicz juga memakai obyek dengan
karakterisasi : lebar 3,5 λ, obyek dicacah menjadi 11 x 11 sel, dengan panjang
obyek 8,5 cm dan lebar 6,5 cm (Joachimovicz, 1991). Peneliti selanjutnya yaitu
Belkebir yang menggunakan obyek dengan karakterisasi obyek dicacah menjadi
Benda (D)
Obyek
Medium eksterior (D0)
D X Y D X Y
17 x 17 sel, frekuensi kerja 7, 10 dan 13 GHz, diameter obyek 1 λ.
(Joachimowicz, 1991 : 1745).
Dengan mengacu pada obyek yang telah ditelit i oleh para ahli tersebut
maka pada penelitian ini agar lebih bervariasi obyek dicacah menjadi 12x12 sel
dengan panjang 8,5 cm, lebar 6,5 cm seperti tampak pada Gambar 3.2 di bawah
ini.
Gambar 3.2 Pencacahan obyek
Frekuensi Kerja
Seperti yang telah di tuliskan di atas bahwa Joachimowicz menggunakan
100 MHz sebagai frekuensi kerja, dan diameter sel 1 λ (Joachimovicz, 1991),
dalam peneliti an ini digunakan frekuensi dan diameter obyek yang sama yaitu 100
MHz dan 1λ secara berturut-turut.
Konfigurasi Antena
Pada peneliti an ini guna merekonstruksi obyek diperlukan antena sebagai
media untuk mengambil data proyeksi benda dalam bentuk integral medan
terhambur. Untuk merekonstruksi obyek tersebut digunakan 32 antena yang
diletakkan mengelil ingi obyek seperti tampak pada Gambar 3.3 di bawah ini.
8,5 cm
6,5 cm Y X
Gambar 3.3. Konfigurasi antena
Metode Simulasi Data
Data diambil dari nilai yang dihasilkan pada setiap proyeksi. Maksud dari
kata setiap proyeksi tersebut yaitu nilai yang dihasilkan pada saat satu antena
bertindak sebagai pemancar dan antena-antena yang lain bertindak sebagai
penerima seperti tampak pada Gambar 3.3. Untuk mendapatkan data keseluruhan
maka antena yang berfungsi sebagai pemancar akan digili r dari antena yang satu
ke antena yang lain, secara otomatis antena yang berfungsi sebagai penerima juga
akan bergili r sampai ke Rn.
Gambar 3.4. Nilai per proyeksi
T1
R1
Rn
R2
D X Y
Kemudian untuk mengetahui nilai-nilai yang dihasilkan pada tiap-tiap
proyeksi diperkenalkan variabel-variabel sebagai berikut :
- Antena-antena yang berfungsi sebagai penerima dinotasikan oleh R1 s/d Rn
yang akan menghasilkan vektor N.
- Antena-antena yang berfungsi sebagai pemancar dinotasikan oleh T1 s/d TM
yang menghasilkan matrik M
Sehingga total data yang didapatkan akan mempunyai bentuk matrik M X N.
Metode Menentukan Penyetabil
Untuk menentukan nilai penyetabil yang tepat akan digunakan metode
empirik. Secara umum formula yang digunakan adalah sebagai berikut :
( ) ( )[ ] ( )2
2
meaS
meaSS
ll
E
EE
N
DD −=
ξβα
dimana
( ) ( )[ ] ( ) ( )[ ]( )∑=
=N
nnn
llDDDD
1
#
∑=
=N
nnn xxx
1
2
β adalah parameter empirik
Metode Merekonstruksi Citra
Data-data yang telah didapatkan akan dicari solusinya dengan
menggunakan metode Newton Kantrovoich, dengan menggunakan penyetabil .
Metode Pengujian Citra
Untuk menguji kualitas citra yang dihasilkan maka salah satunya
adalah dengan cara memberikan kontras. Oleh karena itu diperkenalkan
formula untuk relative mean square error (kuadrat rata-rata eror) sebagai
berikut
( ) ( )12
1
2
1
2/
∆= ∑∑
==
N
i
N
iks isiSerr
i = sel-sel
s = nilai kontras
kS∆ = selang antara data hasil rekonstruksi dan data terukur pada
langkah ke k.
Kemudian selain dengan kontras, pengujian kualitas citra juga dapat
dilakukan dengan memberikan noise. Efek dari noise pada citra dapat diketahui
dengan menambahkan sinyal pada bilangan real dan imaginer dari data integral
medan.
Signal to noise ratio S / N didefinisikan sebagai berikut :
S / N = 20 log (medan terhambur maksimal / kuadrat rata-rata noise)
(Joachimovicz, 1991).
Efek yang ditimbulkan oleh noise dan kontras pada citra akan ditampilkan dalam
bentuk grafik dengan menggunakan Bahasa Pemrograman Matlab.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Implementasi Penelitian
Obyek yang Disimulasi
Obyek yang akan direkonstruksi seperti tampak pada gambar di bawah ini
Gambar 4.1 Obyek yang akan direkonstruksi
Obyek yang akan direkonstruksi berbentuk kotak dua dimensi yang
dicacah menjadi 12 x 12 sel dan dikelilingi oleh 32 antena yang mengelil inginya.
Sebelum memulai proses rekonstruksi citra maka terlebih dahulu harus diketahui
koordinat dari masing-masing sel, posisi antena, dan jarak antar sel dengan
masing-masing antena yang mengeli lingi obyek. Selanjutnya dengan data-data
yang telah diperoleh tersebut obyek akan diuji dengan memberikan kontras
heterogen dan noise. Obyek dibagi menjadi dua bagian sama besar yang
disimbolkan dengan x dan y. x bernilai konstan dan y berubah-ubah.
Koordinat Sel
Posisi tengah pada tiap-tiap sel hasil cacahan obyek dapat ditentukan
dengan cara membagi lebar sel yang panjangnya 8,5 cm menjadi 12 sel, begitu
juga dengan lebar sel yang berukuran 6,5 cm dicacah menjadi 12 sel. Pencacahan
8,5 cm
6,5 cm D Y X
ini dilakukan dengan bantuan Matlab seperti tertulis pada listing program di
bawah ini :
function[X,Y]=koor(l,p,n); % program ini digunakan untuk menentukan koordinat titik tengah
% dari masing-masing sel dimana :
% l=lebar, p=panjang, n=jumlah cacahan kx=l/n; %pembagian lebar sel (6,5 m) menjadi 12. ky=p/n; % pembagian panjang sel (8,5) menjadi 12. i=-(n-1):2:(n-1); x=kx* i; y=ky* i; [X,Y]=meshgrid(x,y); X=X(:);Y=Y(:);
Dengan memasukkan
Lebar (l) = 8,5 : 2 = 4,25
Panjang (p) = 6,5 : 2 = 3,25
Jumlah cacahan (n) = 12
Dari nilai yang telah dimasukkan pada listing program di atasmaka akan
dapat diketahui koordinat titik tengah pada masing-masing sel. Telah dicantumkan
pada peneliti an ini obyek dicacah menjadi 12 x 12 sehingga dari l isting program
di atasakan dihasilkan data yang berukuran 144 x 1.
Koordinat Antena
Untuk menentukan posisi antena, dalam penelitian ini digunakan function
posant seperti yang tertulis pada listing program di bawah ini :
function[XA,YA]=posant(m,r); % program ini digunakan untuk menentukan koordinat % / posisi antena yang mengeli lingi obyek. theta=2*pi/m; sudut=(0:1:(m-1))* theta; %menentukan besarnya sudut dari posisi antena XA=r*sin(sudut); %posisi antena pada sumbu x YA=r*cos(sudut); %posisi antena pada sumbu y XA=XA(:);YA=YA(:);
Dari li sting program di atasakan dapat diketahui posisi antena yang
mengelil ingi obyek, dengan ukuran 32 x 1.
Jarak Antar Sel dan Jarak Sel dengan Antena
Sebelum memulai proses pencitraan terlebih dahulu harus diketahui jarak
antara sel dengan sel dan jarak antara tiap-tiap sel dengan tiap-tiap antena.
Dimana data-data tersebut akan digunakan untuk mencari medan terhambur
seperti tampak pada persamaan 2.11a.
Berikut listing program yang digunakan untuk menentukan jarak antar sel
dan jarak antar sel dengan masing-masing antena.
function[ rn1,rm]=jarak(l,p,n,m,r); % program ini digunakan untuk mencari jarak antar sel dan % jarak sel dengan antena [X,Y]=feval('koor',l,p,n); % untuk mengambil data yang ada
pada % function koor [XA,YA] =feval('posant',m,r); % untuk mengambil data yang ada
pada % function posant
X0=meshgrid(X); Y0=meshgrid(Y); X1=X0'; Y1=Y0'; XX=X0-X1; YY=Y0-Y1; rn=sqrt(XX.̂ 2+YY.̂ 2); %jarak antar sel. rn1=rn+eye(144); [Xnm0,XAnm]=meshgrid(X,XA); [Ynm0,YAnm]=meshgrid(Y,YA); Xnm=Xnm0-XAnm; Ynm=Ynm0-YAnm; rm=sqrt(Xnm.^2+Ynm.^2); %jarak sel dengan antena
Kemudian untuk mencari nilai cnn, cnn0 dan cmn seperti yang dirumuskan pada
Bab II sebagai berikut :
n<>n’
)()(2 '0
)2(0'01
'0' nnn
nnn kHakj
akjC ρπ=
ji ka n=n’
−=
ππ j
akHakj
C nnnn
2)(
2 '0)2(
1'0'
kemudian untuk jarak sel dengan antena dirumuskan sebagai berikut
)()(2 '0
)2(0'01
'0' mnn
nmn kHakj
akjC ρπ=
dengan bantuan Matlab rumus tersebut dapat dituliskan sebagai berikut
cnn=j*pi*k0*an/2* j1=besselj(1, k0*an)* besselH(0,2, k0*rn1); cmn=(j*pi* k0*an)/2*besselj (1, k0*an)* besselH(0,2, k0*rm); cnn0=j*pi/2*[k0*an*besselH(1,2, k0*an)-2* j/pi] ;
Listing program di atasakan menghasilkan data untuk jarak antar sel yang
berukuran 144 x 144, kemudian untuk jarak sel dengan tiap antena yang
berukuran 32x144.
Cara Merekonstruksi Citra Tomografi
Untuk merekonstruksi citra terlebih dahulu akan ditentukan medan internal
total Ek dengan rumus sebagai berikut :
Ek=inv(eye(144,144)+psi*cnnN)*Ei; % [ ][ ][ ] [ ]i
1knn'
k E�
C1E−
+=
Kemudian data tersebut digunakan untuk memperkirakan medan hamburan :
Esu=-cmn*psi*Ek; % [ ][ ] [ ]kkmn
ks ECE
1
'
−−= ξ
Selanjutnya memperhitungkan kesalahan antara medan penghamburan dan medan
pengukuran. Karena pada iterasi pertama medan penghamburan (Esh) = 0, maka
Sel = Esu % selisih = Esu
Kemudian selisih (sel) tersebut akan digunakan untuk menentukan selisih kontras
(∆ξ) sebagai berikut :
delpsi=inv(conj(D')*D+0.0000000000001*eye(144,144))*conj(D')*Esu;
% [ ] [ ] [ ] [ ][ ] [ ] [ ]sEDIDD ∆+=∆− #1# αξ
(∆ξ) akan dicitrakan dengan bantuan Matlab. Dalam bahasa Matlab hasil
rekonstruksi dapat digambarkan dengan perintah :
pcolor (reshape(real(psi0)12,12)
% mencitrakan obyek dengan cara dil ihat dari permukaan
(∆ξ) yang didapatkan akan dimasukkan kembali pada proses pertama, yaitu pada
saat menentukan Ek, yang disebut dengan iterasi ke-2. proses ini akan berlangsung
secara berulang-ulang.
Pada proses penentuan ∆ξ terdapat variabel α (penyetabil ). Pada peneliti an
ini akan diuji metode penentu penyetabil , yaitu metode empirik dibandingkan
dengan bilangan konstan dengan nilai 0,0000000000001.
Rekonstruksi Citra dengan Kontras Heterogen
Obyek dengan Nilai Kontras x = 3 dan y = 1
Obyek yang akan direkonstruksi tampak seperti gambar di bawah ini :
(a) (b)
Gambar 4.2 : (a) Obyek dengan Kontras x = 3, y = 1 pada bagian real , (b) pada bagian imaginer
Dengan bantuan Matlab maka hasil rekonstruksi obyek dengan menggunakan
Penyetabil bilangan konstan dan Metode Empirik dengan kontras x = 3 dan y = 1
adalah sebagai berikut :
Bilangan Konstan Metode Empirik
Iterasi Pertama
Iterasi ke-2
Iterasi ke-4
Gambar 4.3. Hasil rekonstruksi obyek dengan kontras x = 3 dan y = 1 pada bagian real
Bilangan Konstan Metode Empirik
Iterasi Pertama
Iterasi ke-2
Iterasi ke-4
Gambar 4.4 Hasil rekonstruksi obyek dengan kontras x = 3 dan y = 1 pada bagian imaginer
Dari hasil rekonstruksi obyek tersebut di atasakan didapatkan Grafik Eror
pada Gambar 4.5 (a), (b) (c) dan (d) di bawah ini :
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.5 : (a) Grafik eror citra dengan penyetabil bilangan konstan, dan (b) menggunakan metode empirik, (c) grafik eror data dengan penyetabil bilangan konstan dan (d) menggunakan metode empirik pada x = 3 dan y = 1
Dari Gambar 4.3, pada iterasi pertama antara penyetabil konstan dan
metode empirik tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Untuk iterasi ke-2 mulai
kelihatan perbedaan, yaitu citra pada penyetabil dengan metode empirik sel-selnya
mulai menunjukkan perubahan mendekati obyek asli . Begitu juga pada iterasi ke-
4, sel-sel citra hasil rekonstruksi pada metode empirik semakin banyak yang
berubah mendekati citra obyek yang direkonstruksi, sedangkan penyetabil dengan
bilangan konstan juga berubah akan tetapi tidak sebanyak pada penyetabil dengan
metode empirik dan citra yang dihasilkan masih tampak pudar. Hal ini disebabkan
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi E
ror
rela
tif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
karena penyetabil dengan metode empirik akan berubah bernilai setengah dari
harga awal ji ka proses konvergensinya lambat. Jadi pada proses iterasi ke-2 s/d
ke-4 akan mengalami perubahan yang lebih banyak dibandingkan dengan
menggunakan penyetabil bilangan konstan.
Pada Gambar 4.4, hasil rekonstruksi obyek untuk bagian imaginer dengan
menggunakan penyetabil metode empirik, langsung terdapat perbedaan yang
mencolok pada proses iterasi ke-2. Yaitu sel-sel pada citra hasil rekonstruksi
sebagian besar sama dengan obyek asli . Sedangkan untuk penyetabil bilangan
konstan sampai i terasi ke-4 sebagian besar sel citra hasil rekonstruksi masih
banyak yang tidak sesuai dengan obyek asli . Hal ini juga disebabkan karena
prilaku penyetabil metode empirik terus melakukan perbaikan guna mempercepat
hasil yang konvergen.
Dari grafik eror citra dengan menggunakan penyetabil bilangan konstan
yang tampak pada Gambar 4.5 (a) dan (b), pada proses iterasi pertama eror citra
yang didapatkan bernilai 0,323. Nilai ini perlahan-lahan turun dan mulai stabil
pada proses iterasi ke-9 dengan nilai 0,291. Sedangkan eror citra dengan
menggunakan penyetabil metode empirik, pada iterasi pertama menunjukkan
angka 0,323 dan nilai ini langsung turun drastis pada proses iterasi ke-3 dengan
nilai 0,29. Nilai ini juga langsung turun pada proses iterasi ke-5 dengan nilai
0,285. Kemudian iterasi selanjutnya cenderung lebih stabil pada angka 0,281.
Untuk eror data baik penyetabil konstan maupun dengan metode empirik
yang tampak pada Gambar 4.5 (c) dan (d), tidak terdapat perbedaan yang
signifikan. Pada iterasi pertama penyetabil konstan bernilai 1, sama dengan
penyetabil metode empirik. Nilai ini langsung turun pada iterasi ke-2 dengan nilai
mendekati nol. Perbedaan kedua penyetabil ini terletak pada kecepatan mencapai
kestabilan. Penyetabil empirik mencapai kestabilan pada proses iterasi ke-4,
sedangkan penyetabil konstan pada iterasi ke-6.
4.2.1 Obyek dengan Nilai Kontras x = 3 dan y = 3
Untuk variasi kontras berikut yaitu dengan x = 3 dan y = 3, ini berarti
obyek yang akan direkonstruksi mempunyai kontras homogen. Untuk lebih
jelasnya obyek tersebut tampak pada Gambar 4.10 berikut :
(a) (b)
Gambar 4.10 : (a) Obyek dengan nilai kontras x = 3 dan y = 3 pada bagian real, (b) pada bagian imaginer
Hasil rekonstruksi obyek pada Gambar 4.10 tersebut adalah sebagai
berikut :
Bilangan Konstan Metode Empirik
Iterasi Pertama
Iterasi ke-2
Iterasi ke-4
Gambar 4.11 Hasil rekonstruksi obyek dengan kontras x = 3 dan y = 3 pada bagian real
Bilangan Konstan Metode Empirik
Iterasi Pertama
Iterasi ke-2
Iterasi ke-4
Gambar 4.12 Hasil rekonstruksi obyek dengan kontras x = 3 dan y = 3 pada bagian imaginer
Dari hasil rekonstruksi tersebut diatas, akan lebih sempurna hasilnya jika
mengetahui tingkat eror citra dan eror data yang ada pada grafik eror di bawah ini:
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 4.13 : (a). Grafik eror citra dengan penyetabil bilangan konstan, dan (b) menggunakan metode empirik, (c) grafik eror data dengan penyetabil bilangan konstan dan (d) menggunakan metode empirik pada x = 3 dan y = 3
Hasil rekonstruksi obyek dengan kontras homogen pada Gambar 4.11
(pada bagian real), pada iterasi pertama kedua penyetabil menghasilkan citra yang
sama. Pada iterasi ke-2 penyetabil dengan mennggunakan metode empirik
sebagian besar sel citra hasil rekonstruksi sudah mulai memudar. Pada iterasi ke-4
sel-sel tersebut semakin memudar lagi. Ini berarti semakin mendekati obyek asli .
Sedangkan dengan penyetabil konstan pada iterasi pertama, ke-2 dan ke-4 hanya
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
beberapa sel saja yang memudar. Hal ini disebabkan karena penyetabil dengan
metode empirik selalu memperbaiki kualitas citra dengan merubah nilai
penyetabil tersebut sesuai dengan hasil rekonstruksi. Hal inilah yang
menyebabkan mengapa pada iterasi pertama citra yang dihasilkan antara
penyetabil konstan dan metode empirik sama, sedangkan pada iterasi kedua dan
keempat perubahan sel-sel hasil rekonstruksi yang terjadi pada penyetabil metode
empirik lebih banyak yang memudar dibandingkan dengan penyetabil bilangan
konstan. Penyetabil bilangan konstan sel-sel hasil rekonstruksi yang dihasilkan
berubah sedikit demi sedikit.
Begitu juga dengan hasil rekonstruksi pada bagian imaginer yang tampak
pada Gambar 4.12, pada iterasi pertama kedua penyetabil menghasilkan citra yang
sama. Akan tetapi pada iterasi ke-2 sudah kelihatan perbedaan antara kedua
penyetabil . Penyetabil konstan, citra yang dihasilkan pada iterasi ke-2 tidak begitu
banyak perbedaan dengan iterasi pertama, hanya beberapa sel saja yang berubah
mendekati obyek asli. Sedangkan penyetabil dengan metode empirik, pada iterasi
ke-2 sebagian besar sel langsung berubah mendekati obyek asli , dan perubahan ini
lebih banyak lagi pada iterasi ke-4. Penyetabil konstan, pada iterasi ke-4 juga
tidak mengalami banyak perubahan jika dibandingkan dengan iterasi ke-2. Hal ini
disebabkan karena pada penyetabil konstan, nilai penyetabilnya tidak berubah
walaupun citra yang dihasilkan semakin mendekati konvergen, sehingga
mengakibatkan perubahan pada setiap iterasinya tidak begitu banyak. Sedangkan
penyetabil dengan metode empirik, nilai penyetabilnya akan berubah setengah
dari nilai awal ketika prosesnya mulai mendekati konvergen, pada iterasi ke-2
prosesnya sudah mulai mendekati konvergen, sehingga nilai penyetabilnya juga
sudah berubah. Dengan perubahan ini mengakibatkan penyetabil dengan metode
empirik akan lebih cepat melakukan perbaikan kualitas citra ji ka dibandingkan
dengan penyetabil konstan. Hal inilah yang menyebabkan pada iterasi ke-4 jumlah
sel-sel yang berubah mendekati obyek asli pada penyetabil metode empirik jauh
lebih banyak jika dibandingkan dengan penyetabil bilangan konstan.
Kemudian dari Gambar 4.13 (a) dan (b) dapat diketahui eror citra hasil
rekonstruksi dengan penyetabil konstan dan penyetabil dengan menggunakan
metode empirik. Pada iterasi pertama kedua penyetabil menunjukkan eror citra
sebesar 0,026. Pada iterasi ke-2 penyetabil konstan berada pada nilai antara 0,019
s/d 0,02, sedangkan penyetabil metode empirik berada antara 0,018 s/d 0,02. Pada
iterasi ke-4 penyetabil konstan bernilai 0,0198, sedangkan penyetabil empirik
bernilai mendekati angka 0,016. Untuk grafik eror data pada Gambar 4.13 (c) dan (d), kedua penyetabil
tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan. Pada iterasi pertama kedua
penyetabil bernilai 1, dan iterasi ke-2 keduanya sudah hampir mendekati angka 0.
Rekonstruksi Citra dengan Noise.
Telah disebutkan pada Bab III, bahwa untuk pengujian kualitas citra selain
dengan variasi kontras, citra yang dihasilkan juga diberi noise. Besarnya nilai
noise yang diberikan didapatkan dengan cara Noise to Signal Ratio (SNR).
Dalam peneli tian ini pengujian kualitas citra dengan noise dilakukan pada
obyek dengan kontras heterogen dengan nilai x = 3 dan y = 1, yang diberi noise
dengan nilai 30, 40, dan 50. Obyek yang akan direkonstruksi sama dengan pada
Gambar 4.2. Hasil rekonstruksi dengan data noise tampak pada Gambar 4.22 dan
Gambar 4.23 di bawah ini :
Iterasi Pertama
Iterasi ke-2
Iterasi ke-4
(b)
Gambar 4.23 Hasil rekonstruksi citra dengan data noise 30 dB, 40 dB dan 50 dB
pada bagian imaginer
Dari hasil rekonstruksi diatas, selanjutnya akan ditampilkan grafik eror citra dan
eror data pada Gambar di bawah ini :
GRAFIK EROR
c
(a) (b)
Gambar 4.24 : (a) Grafik eror citra dan (b) grafik eror data yang diuji dengan data noise 30 dB (a) (b)
Gambar 4.25 : (a) Grafik eror citra dan (b) grafik eror data yang diuji dengan data noise 40 dB
(a) (b)
Gambar 4.26 : (a) Grafik eror citra dan (b) grafik eror data yang diuji dengan data noise 50 dB
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
iterasi
Ero
r re
latif
Dari hasil rekonstruksi citra dengan data noise pada Gambar 4.22 dan
Gambar 4.23, dapat diketahui bahwa kualitas citra pada iterasi pertama sampai
dengan iterasi ke-4 dengan variasi data noise 30, 40 dan 50 dB tetap bagus, citra
yang dihasilkan tetap stabil . Hal ini berarti bahwa rekonstruksi citra dengan
menggunakan metode Newton Kantorovich tidak terpengaruh dengan besar
kecilnya data noise. Hal ini disebabkan karena nilai penyetabil yang digunakan
pada proses rekonstruksi tersebut sudah tepat sehingga walaupun diuji dengan
variasi data noise, ternyata citra yang dihasilkan sampai pada iterasi ke-4 kualitas
citra masih bagus.
Kemudian untuk mengetahui keakuratan penelit ian, dapat diketahui dari
grafik eror citra pada Gambar 4.24 (a) dan eror data (b) diatas. Dari grafik eror
relatif pada Gambar 4.24 (a) terlihat bahwa pada proses iterasi pertama
menunjukkan angka 0,323 nilai ini terus menurun sampai didapatkan angka yang
stabil pada iterasi ke-8 dengan nilai 0,291. Data tersebut tidak berubah untuk
rekonstruksi dengan data noise 30, 40 dan 50 dB. Sedangkan eror data pada
peneliti an ini pada iterasi pertama bernilai 1, kemudian pada iterasi ke-2 tingkat
eror datanya sudah menunjukkan angka mendekati 0.
Dari pembahasan di atasyang berkenaan dengan pengujian kualitas citra
dengan variasi data noise, dapat dirangkum pada tabel 4.2 berikut :
Tabel 4.2 Kualitas Citra Diuji dengan Variasi Data Noise
No Penguji
Kualitas Citra Variasi Noise
Kualitas Citra Hasil Rekonstruksi
1 Variasi Data Noise
30 dB
Tidak terpengaruh dengan besar kecilnya data noise.
2 Variasi Data Noise
40 dB Tidak terpengaruh dengan besar kecilnya data noise.
3 Variasi Data Noise
50 dB Tidak terpengaruh dengan besar kecilnya data noise.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari peneli tian ini yang berkenaan dengan parameter
penyetabil dalam metode Newton Kantorovich pada aplikasi permasalahan inversi
medan terhambur, dimana kualitas citra yang dihasilkan diuji dengan variasi
kontras dan noise adalah sebagai berikut.
1. Rekonstruksi obyek dengan variasi kontras, penyetabil dengan metode
empirik lebih cepat mencapai kestabilan dari penyetabil bilangan konstan.
2. Besar kecilnya nilai noise tidak berpengaruh terhadap kaulitas citra yang
dihasilkan.
3. Penyetabil dengan metode empirik lebih bagus dalam menghasilkan kualitas
citra dibandingkan dengan penyetabil bilangan konstan.
CITRA GELOMBANG MIKRO : PARAMETER PENYETABIL DALAM
METODE NEWTON KANTOROVICH PADA APLIKASI
PERMASALAHAN INVERSI MEDAN TERHAMBUR
MAKALAH
Disusun Oleh
ARIANTO WIDIATMOKO NIM. 971810201020
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MATEMATIKA DAN
ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2003
DAFTAR PUSTAKA Balanis Constantine A, 1998. “Advance Enginering Electromagnetics” , New
York, Wiley.
Beiser A, 1995. “Konsep Fisika Modern” , Jakarta, Erlangga. Franchois Ann, February 1997. Microwave Imaging-Complex Permittivity
Reconstruction with a Levenberg-Marquardt Method, “ IEEE Trans. Antennas Propagat” . Vol. 45. No. 2.
Freedman, 1996. “University Physics” , Addison-Wesley Publishing Company Inc,
USA. Joachimowicz, December 1991. Inverse Scattering: An Iterative Numerical
Method For Elekctromagnetic Imaging, IEEE Trans. Antennas Propagat. Vol. 39. No.12.
Belkebir Kamal, April 1997. Microwave Imaging-Location and Shape
Reconstruction from Multi frequency Scattering Data, IEEE Trans. Antennas Propagat. Vol. 45. No. 4.
Kenneth S, 1992. “Fisika Modern” , UI Press, Richmond J.H, 1965. Scattering by a Dielectric Cylinder of Arbitrary Cross
Section Shape, IEEE Trans Antennas Propagat. Vol AP 13. pp. 334-341. Roger A, March 1981. A Newton Kantorovich Algorithm Applied to an
Electromagnetic Inverse problem, IEEE Trans. Antennas Propagat. Vol. AP-29. No. 2.
Sternhem and Kane, 1991. “General Physics” , Hamilton Printing Company, USA. Sutrisno, 1984. “Fisika Dasar” , ITB Bandung, Bandung. Tjia M.O, 1994. ”Gelombang” , Solo, Dabara Publishers.