Post on 27-Jan-2021
Makna Ritual Bakar Batu Bagi Masyarakat Kristen Suku Dani di Kota Semarang ditinjau
dari Perspektif Sosio-Antropologi
Oleh,
VENSCHA MARIA LESIPUTTY
712010040
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains Teologi
(S.Si-Teol)
Fakultas Teologi
Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga
2015
Motto
Diberkati untuk Memberkati
“orang-orang yang menabur dengan mencucurkan air mata, akan menuai dengan bersorak-sorai. Orang yang
berjalan maju dengan menangis sambil menabur benih, pasti pulang dengan sorak-sorai sambil membawa
berkas-berkasnya.
(Mazmur 126:5-6)
Ku tak cemas kan jalan yang naik turun lewat lembah dan gurun yang terjal, sebab Engkau berjalanlah
bersamaku, membimbingku ke negeri baka.
Tulisan ini saya persembahkan kepada Tuhan Yesus Kristus sang
Penopang dalam hidup saya.
Bapak dan Mama, serta semua orang yang selalu mendukung penulis dan mengandalkan Tuhan di dalam
hidupnya.
v
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis menyadari bahwa hanya karena kasih dan kemurahan Tuhan Yesus maka
penulisan tugas akhir ini dapat dikerjakan dan diselesaikan dengan baik. Lelah, capek dan
kadang-kadang hampir putus asa, itulah yang penulis alami tetapi Tuhan tetap memberikan
semangat dan kekuatan, sehingga penulis tetap semangat dan berusaha semaksimal mungkin
mengerjakan tugas akhir ini. Untuk pencapaian ini, penulis hendak mengucapkan terima kasih
kepada beberapa pihak yang telah membimbing dan memungkinkan penulis berproses di
Fakultas Teologi UKSW.
1. Papa dan Mama. Terimakasih untuk cinta, kasih sayang dan dukungan yang diberikan
kepada Penulis, selama proses penulisan Tugas Akhir ini. Terimakasih untuk nasihat dan
juga lutut yang tidak pernah lelah untuk terus mendoakan penulis yang ada di tanah
rantauan, serta yang penulis butuhkan selama perkuliahan. Kiranya Tuhan Yesus yang
dapat membalas jerih payah papa dan mama.
2. Untuk K’Edo, Jerry, Edwin, Ucup, Yanti, Billy, Vero, Maria, K’Bety, Kezya dan semua
di rumah. Trima kasih untuk keceriaan dan kasih persaudaraan yang selalu ku rindukan di
tanah rantau ini. walau ada berjuta kebahagiaan yang di tawarkan di tempat lain
tetapi saya akan memilih menghabiskan masa-masa indah bersama kalian. I am
coming home. I Love u all
3. Pdt. Dr. Retnowati, M.Si, selaku pembimbing 1. Terimakasih banyak ibu untuk
bimbingannya selama ini, terimakasih sudah membuat saya sibuk demi mengejar date
line hanya untuk wisuda, terimakasih untuk proses pembelajaran dan nasehat selama
masa bimbingan. Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan
bapa, juga untuk pembimbing 2, Pdt. Dr. Ebenheazer. terimakasih sudah membimbing
penulis, memberikan revisi dan masukan-masukan yang baik sehingga menyadarkan
penulis untuk terus belajar dan mengembangkan ilmu yang ada. Trima kasih bapa karena
tidak pernah bosan lihat beta ketuk pintu kantor. Penulis juga mohon maaf apabila sering
membuat kesal. Kiranya segala jerih payah yang telah diberikan Tuhan Yesus Kristus
yang akan membalasnya. Tuhan Yesus Memberkati
vi
4. Pdt. Izak Lattu dan Bapak David Samiono yang sudah mereview Tugas Akhir dari
penulis. Terimakasih sudah meluangkan waktu demi membaca Tugas Akhir dari penulis.
Tuhan Yesus memberkati selalu.
5. Seluruh dosen Fakultas Teologi UKSW. Terimakasih banyak bapak dan ibu dosen untuk
kebersamaannya selama ini, terimakasih untuk ilmu-ilmu yang telah diberikan kepada
penulis yang terkadang menguras pikiran dan tenaga, mebuat penulis bersungut-sungut
dan kadang mengumpat dalam hati, tetapi penulis sangat yakin bahwa apa yang sudah
bapak dan ibu dosen berikan suatu saat nanti akan berguna. Bapak Thobias terimakasih
untuk nasehat yang di berikan, sangat peduli bahkan sudah menjadi orang tua bagi
penulis dan teman-teman Kiranya Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala
kebaikan bapak. Untuk Pak Yusak, terimakasih ibu sudah menjadi wali studi, menjadi
motivator terhebat selama penulis berada di Fakultas Teologi. Tuhan Yesus Kristus
memberkati bapak dan ibu bersama keluarga.
6. Pegawai TU. Bu Budi, Mbak Liana dan mas Eko makasih banyak untuk keakraban dan
bantuannya selama ini. Terutama bu Budi, terimakasih ibu untuk bantuan dan kesabaran
dalam menghadapi penulis. Kiranya Tuhan Yesus memberkati selalu
7. Majelis Jemaat GKO Solideo Waena dan seluruh komisi. Terimkasih telah menjadi
bagian terpenting dalam proses perkuliahan penulis. Tempat di mana penulis belajar dan
bekerja selama kurang lebih 4 bulan. Terimakasih untuk Bapak Pdt. Jalahan. Sianturi
bersama mami Pdt. Ni Wayan. Terimakasih banyak untuk kasih sayang yang diberikan
kepada penulis,
8. Masyarakat Suku Dani di kota Semarang, Persekutuan Pondok Daud dan HIPMAPAS
Terimakasih telah memberikan waktu dan kesempatan untuk melakukan penelitian.
Kiranya tulisan ini berguna.
9. Mejelis Jemaat GKI Salatiga yang sudah menjadi tempat di mana penulis melakukan
pelayanan, terimakasih banyak karena sudah menerima kehadiran penulis layaknya
keluarga. Kiranya keakraban ini tetap terjalin sampai kapan pun. Tuhan Yesus Kristus
memberkati selalu.
10. Teologi 2010 UKSW. Terimakasih banyak teman-teman tersayang untuk
kebersamaannya selama ini, mengenal kalian adalah sejarah indah dalam hidup saya.
Dimanapun kalian berada cerita dan kenangan kita akan selalu terukir indah dalam hati
kita masing-masing. Tetap ingat motto kita, “one heart, one dream and one vision”
teologi 2010 tetap di hati. Tuhan Yesus Memberkati kita selalu.
11. Sahabat sekaligus saudara terbaik Janeman Jorgie Pieter dan Lionita Itta. terimakasih
sudah mengisi hari-hari indah selama di salatiga, menjadi teman duduk yang tak
tergantikan, teman translate tugas yang abadi. Masih teringat jelas omelan dan sindiran
yang memacu penulis untuk menyelesaikan penulisan tugas akhir ini. Tuhan Yesus
berkati kalian berdua dalam pelayanan. Semoga masa vicarnya sukses.
12. Sylvia, Javier, Bill, Frida, Tommy, Ogel, K’Dontes, Insos, K’Gaby, Usi Nina, Pepy,
Amelia, Henny , Oyen, dan semua teman-teman yang selalu memberikan semangat dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Tuhan Yesus berkati
13. Trima kasih untuk Keluarga Faot. Bapa, mama, dan semua ade-ade yang selalu
mendoakan dan memberikan semangat kepada penulis. Tuhan Yesus memberkati
14. Trima kasih untuk Bapak Albert Kayame dan Ibu Diana, k’Juan, ade Grace, Kakak Ishak
Ronsumbre, istri dan semua ade-ade, Bapak Atenius Murib dan Mama Ida. Trima kasih
untuk doa dan dukungan selama ini. trima kasih karena menganggap penulis bagian dari
keluarga kalian. penulis senang mengenal semua keluarga ini. Tuhan Yesus memberkati
15. untuk yang terkasih, Julio O. Avner . Faot. S.Th. Trima kasih untuk doa, nasehat, dan
semangat yang selalu diberikan disaat penulis sedih dan menetaskan air mata dalam
proses penyelesaian tugas akhir ini. trima kasih karena selalu meyakinkan penulis untuk
meyelesaikan dengan baik penulisan ini. Tuhan Yesus memberkati mu.
Akhirnya untuk semua pihak yang terlibat, bapak-mama, om-tante, oma-opa bahkan
beberapa pihak yang tidak saya sebutkan satu per satu yang mendukung dan mendoakan
terimakasih banyak. Kiranya tulisan yang jauh daripada sempurna dapat berguna bagi kita
semua. Tuhan Yesus Kristus yang akan membalas segala kebaikan hati yang diberikan kepada
penulis. Tuhan Yesus memberkati kita selalu.
Salatiga, 1 Juli 2015
Viii Venscha Maria Lesiputty
Abstrak
Tradisi bakar batu merupakan sebuah ritus yang sangat bermakna dalam kehidupan
masyarakat suku Dani. Dalam tindakan ritual terkandung seluruh nilai-nilai kehidupan yang
dianut oleh masyarakat tersebut. Ritual-ritual yang dilakukan tidak terpisahkan dari bentuk
kepercayaan, norma dan nilai-nilai luhur yang terdapat dalam masyarakat. Ritual bakar batu
merupakan ritual yang dilakukan dalam kehidupan masyarakat suku Dani. Ada dua makna
umum ritual bakar batu dalam kehidupan masyarakat suku Dani yaitu: sebagai bentuk pemujaan,
dan sarana mediasi. Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ritual bakar batu yang dilakukan
oleh masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mangalami penambahan makna. Makna
baru tersebut berkaitan dengan kehidupan mereka yang menyadang gelar baru sebagai
perantauan. Ritual bakar batu yang dilakukan merupakan bentuk pelestarian budaya leluhur,
penjaga identitas sosial, sebagai salah satu sarana pewarisan budaya kepada generasi penerus,
dan memperkenalkan budaya suku Dani kepada Masyarakat kota Semarang. Teori yang dipakai
sebagai alat analisa adalah identitas sosial, simbol dan ritual. Dalam penilitian ini metode yang
digunakan ialah deskriptif dengan pendekatan kualitatif.
Kata kunci: Identitas sosial, Simbol, Ritual dan Masyarakat suku Dani
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN .............................................................................................. i
LEMBAR PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ............................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES .................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................................ iv
MOTTO .............................................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... vi
ABSTRAK ......................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ...................................................................................................................... x
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah............. .................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ……. ............................................................................................... 4
1.3 Tujuan . ......................................................................................................................... 4
1.4 Signifikansi atau Manfaat Penelitian ............................................................................ 4
1.5 Metode Penelitian ........................................................................................................ 5
1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................................. 6
2. LANDASAN TEORI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL DAN RITUAL
2.1 Identitas Sosial. ............................................................................................................. 7
2.2 Simbol . ......................................................................................................................... 12
2.3 Ritual . ........................................................................................................................... 15
2.4 Ritual Bakar Batu. ......................................................................................................... 17
3. GAMBARAN UMUM SUKU DANI
3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani . ................................................................................... 19
3.2 Ritual Bakat Batu di Daerah Asal Suku Dani .............................................................. 22
3.3 Masyarakat Suku Dani yang tinggal di kota Semarang ............................................... 24
3.4 Ritual Bakar Batu di kota Semarang . ........................................................................... 25
4. ANALISA MAKNA BAKAR BATU BAGI KEHIDUPAN MASYARAKAT
KRISTEN SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DITINJAU DARI PRESPEKTIF
SOSIO-ANTROPOLOGI . ............................................................................................... 29
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI . ..................................................................... 33
DAFTAR PUSTAKA . .................................................................................................. 36
xi
1
MAKNA RITUAL BAKAR BATU BAGI MASYARAKAT KRISTEN
SUKU DANI DI KOTA SEMARANG DI TINJAU DARI PERSPEKTIF
SOSIO – ANTROPOLOGI
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia adalah negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, adat-istiadat
dan budaya, daerah satu dengan yang lain memiliki kebudayaan yang berbeda.
Hal ini yang membuat Negara Indonesia disebut negara majemuk karena setiap
suku memiliki keunikan. Perbedaan-perbedaan tersebut bukan membuat
perpecahan tetapi dari perbedaan tersebut menunjukan bahwa Indonesia adalah
negara yang kaya akan keberagaman budaya dan agama. Kebudayaan setiap
kelompok memiliki ciri-ciri khusus.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kebudayaan adalah hasil dan
penciptaan batin atau akal budi manusia seperti kepercayaan, keseniaan, dan adat
istiadat.1Kebudayaan juga merupakan hasil prestasi manusia dan bagian dari
warisan manusia di setiap tempat atau waktu yang sudah diberikan pada manusia
secara teratur.2 Istilah lain untuk memahami pengertian culture yaitu bahwa
manusia di dalam kebudayaan tidak berdiri sendiri. Manusia hidup dalam suatu
lingkungan kebudayaan dan di situ mereka mengenal cara hidup tertentu.3
Kebudayaan mengatur agar manusia dapat mengerti bagaimana seharusnya
bertindak, berbuat dan menentukan sikapnya kalau mereka berhubungan dengan
orang lain.4 Oleh sebab itu sebuah komunitas atau masyarakat sangat penting bagi
setiap induvidu, karena di dalam masyarakat tersebut, kebudayaan mengalami
pertumbuhan dan perkembangan.5 Dalam Setiap kebudayaan terdapat tradisi,
ritual (upacara) dan juga norma yang mengatur setiap masyarakat. Ritual atau
upacara ini dilakukan sebagai alat kontrol sosial yang bermaksud mengontrol
1DepartemenPendidikandanKebudayaan,KamusBesarBahasa Indonesia (Jakarta:
BalaiPustaka, 1991), 149. 2 H. Richard Niebuhr, Kristusdan Kebudayaan (Jakarta: Petra Jaya, 1956).38
3 Verkuyl, Etika Kristen dan Kebudayan (Bogor: Percetakan Bogor, 1966).13
4 Tri Widiarto, Pengantar Antropologi. (Salatiga: Widya Sari Press,2007) 38
5 Tri Widiarto, Pengantar Antropologi……., 11
2
perilaku dan kesejahteraan induvidu demi dirinya sendiri sebagai individu.6 Ada
begitu banyak upacara yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia misalnya
prosesi upacara adat Kebo-keboan yang dilaksanakan setiap tahun oleh warga
desa Alas Malang awalnya upacara adat ini dilaksanakan untuk memohon
turunnya hujan saat kemarau panjang selanjutnya upacara Rambu Solo atau
upacara kedukaan /kematian. Adat istiadat yang telah diwarisi oleh masyarakat
Toraja secara turun temurun.7.
Berkaitan dengan upacara adat yang dimiliki oleh masyarakat, masyarakat
Papua juga memiliki ritual (upacara) yang sering dilakukan dalam rangka
merayakan pesta adat, pesta panen, kematian dan peristiwa-peristiwa yang
dipandang penting bagi orang Papua.Ritual bakar batu yang dilakukan oleh
masyarakat Papua merupakan sebuah tradisi yang diturunkan dari para leluhur.
Ritual bakar batu pada zaman dahulu dilakukan dalam rangka mempersembahkan
persembahan dan juga wujud ekspresi kegembiraan dan kesedihan kepada pada
leluhur dalam setiap peristiwa yang mereka alami.Ritual ini juga diadakan karena
mampu membangun satu kekuatan jiwa secara bersama-sama untuk
menghadirkan kekuatan supranatural. Jiwa atau roh pelindung Klen akan hadir
dan berfungsi sebagai pengontrol dan membantu jiwa pribadi dalam memenuhi
tanggung jawabnya kepada klen atau masyarakat.8Ritual bakar batu juga bertujuan
untuk membagikan makanan kepada orang-orang yang belum mempunyai
makanan, seperti ubi,jagung dan sayur-sayur seperti yang ada di dalam ritual
bakar batu.9Makanan-makanan tersebut dapat dimakan bersama-sama setelah
ritual ini berakhir.
6 Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama,(Yogyakarta: Penerbit
Kanisius,1995) 180 7“upacara-adat-di-berbagai-macam-daerah-indonesia”. dalam alamat link
http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/Diunduhpadatanggal: 18 November 2014 8Ibrahim Gwijangge, “Bakar Batu Babi Sakral Bagi Masayarakat Pegunungan
sebuah perspektif sosialogi agama emile Durkheim” dalam link
http://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-
pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheim Diunduh pada tangal 17
November 2014 9 Dumma Socratez, Kita Meminum Air dari Sumur Kita Sendiri,(Jayapura:
Cendrawasih Press, 2010).113
http://ensiklonesia.blogdetik.com/2012/05/28/Diunduhhttp://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheimhttp://majalahselangkah.com/content/bakar-batu-babi-sakral-bagi-masyarakat-pegunungan-sebuah-perspektif-sosiologi-agama-emile-durkheim
3
Seiring berjalannya waktu perkembangan terjadi di berbagai bidang.Berbagai
alat teknologi turut mengambil bagian dalam perubahan-perubahan lingkungan
serta mempengaruhi kehidupan masyarakat. Peralatan-peralatan memasak yang
berteknologi tinggi sudah tersedia diberbagai tempat dan memudahkan proses
memamasak, Hal tersebut mempengaruhi tradisi atau ritual yang sering dilakukan
oleh Masyarakat Papua yaitu ritual bakar batu. Sebagian besar masyarakat Papua
yang berada di daerah perkotaan jarang melakukan tradisi bakar batu, Akan tetapi
hal ini berbeda dengan masyarakat suku Dani baik yang tinggal di perkampung
maupun di perkotaan masih melakukan ritual bakar batu disetiap peristiwa-
peristiwa yang mereka anggap penting.
Masyarakat suku Dani merupakan suku di Lembah Baliem, Papua.10
Suku ini
identik dengan sebutan suku-suku di daerah pegunungan Papua. Sebelum
datangnya pekabar injil dari dunia barat, Masyarakat suku Dani masih mempunyai
ritual-ritual yang mereka jalankan dalam kehidupan ritus mereka, Dengan
hadirnya para pekabar Injil yang datang ke daerah pegunungan dan
mengkristenkan masyarakat suku Dani, maka sampai hari ini sebagian besar
penduduk suku Dani beragama Kristen.Masyarakat suku Dani yang beragama
Kristen kini melakukan peribadatan dan ikut serta merayakan hari-hari raya
Kristiani, seperti natal, paskah, serta memperingati masuknya Injil di daerah
mereka. Keikutsertaan masyarakat suku Dani dalam hari raya gerejawi tidak
membuat masyarakat Dani meninggalkan ritual mereka. Ritual bakar batu tetap
mereka lakukan dalam acara adat dan juga hari raya Kristiani.
Kini masyarakat Papua terkhusus suku Dani tersebar hampir di seluruh
pulau di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Bandung, Surabaya,
Malang dan beberapa kota lainnya. Masyarakat suku Dani yang merantau di kota
Semarang berjumlah 220 orang yang berasal dari berbagai kampung antara lain
Tolikara, Wamena, Puncak Papua, Nduga, Lanny Jaya dan Intan Jaya.11
10
“Suku Dani Kebudayaan-Sistem Kepercayaan, bangsa dan kekerabatan dalam
link http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-
kepercayaan-bangsa-kekerabatan.html . Diunduh pada tanggal 17 November 2014 11
LT (inisial) ketua persekutuan publatduwa atau persekutuan yang
menghimpunkan masyarakat-masyarakat daerah pegunungan. wawancara, (Semarang,
26-02-2015, Pukul 16.00 WIB)
http://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-kepercayaan-bangsa-kekerabatan.htmlhttp://perpustakaancyber.blogspot.com/2013/02/suku-dani-kebudayaan-sistem-kepercayaan-bangsa-kekerabatan.html
4
Keberadaan mereka di kota Semarang dengan berbagai tujuan dan kepentingan
individu yaitu kuliah, sekolah dan bekerja. Masyarakat suku dani yang merantau
di kota semarang tidak hanya melakukan aktivitas harian mereka sebagai
mahasiwa, pelajar dan pekerja tetapi mereka juga menjalakan ritual- ritual yang
mereka miliki. Salah satu ritual yang sering di lakukan oleh masayarakat suku
Dani di kota Semarang adalah ritual bakar batu. Berbeda dengan masyarakat
suku Dani di kota-kota lain yang jarang melakukan ritual bakar batu. Ritual ini
masih tetap dilakukan oleh masyarakat Dani yang berada di kota Semarang.
Walaupun kini mereka hidup sebagai perantau jauh dari lingkungan asal mereka
tetapi masyarakat Dani yang tinggal di kota Semarang tidak begitu saja
meninggalkan ritual bakar batu. Kota semarang masih tetap menjadi tempat
dimana mereka menjalankan ritual tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan Latar belakang masalah diatas, maka rumusan penelitian ini
adalah :
1. Mengapa masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang masih
melakukan upacara bakar batu?
2. Apa makna bakar batu bagi masyarakat Kristen suku Dani di kota
Semarang
1.3 Tujuan
1. Mengetahui alasan mengapa masyarakat Kristen suku Dani di kota
Semarang masih melakukan upacara bakar batu.
2. Mengetahui makna bakar batu menurut masyarakat suku Dani di
kota Semarang.
1.4 Signifikansi (manfaat) Penelitian
Memberi sumbangsi pemikiran kepada dunia akademis tentang
kebudayaan, secara khusus kebudayaan masyarakat Papua yang berkaitan
dengan ritual bakar batu Serta sumbangsi kepada Masyarakat secara
umum dan Gereja secara khusus tentang makna ritual bakar batu bagi
5
kehidupan masyarakat Papua, serta usaha untuk melestarikan ritual
tersebut.
1.5 Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah suatu pengkajian dalam mempelajari suatu
peraturan-peraturan yang ada dalam sebuah penelitian.12
Metode
penilitian yang digunakan adalah metode deskriptif dengan pendektan
kualitatif.Metode deskriptif adalah metode yang diartikan sebagai usaha
mengungkapkan masalah atau keadaan dan memberikan gambaran secara
obyektif tentang keadaan yang sebenaranya dari obyek yang diselidiki.13
Teknik Pengumpulan Data
a. Interview atau wawancara.
Teknik pengumpulan data adalah wawancara, yang memberi
keleluasaan bagi informan kunci untuk memberi pandangan-
pandangan secara bebas. Sebaliknya, wawancara seperti ini akan
memungkinkan peneliti untuk mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara mendalam untuk memperoleh data primer yang diperlukan
dalam penelitian ini. Sumber data yang diambil adalah data yang
diperoleh langsung melalui wawancara dengan informan kunci secara
lisan dan tulisan.
b. Studi Kepustakaan
Teknik ini digunakan untuk mengumpulkan bahan atau data melalui
studi kepustakaan dari berbagai buku dan dokumen lainnya. Selain itu
studi kepustakaan bermanfaat juga untuk menyusun landasan teori yang
akan menjadi tolak ukur dalam menganalisa data penelitian lapangan
guna menjawab persoalan pada rumusan masalah penelitian.
12
David Samiyono, “Diktat Metode Penelitian Sosial”’ (Salatiga: Universitas
Kristen Satya Wacana, 2004), 25 13
H. Hadari Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial( Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1990), 131.
6
1.6 SistematikaPenulisan
Pada bagianpertamamemuat uraian yang menggambarkan permasalahan
Tugas Akhir yang meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan
manfaat penelitian serta metodologi penelitian. Pada bagian kedua penulis
akan memaparkan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan Ritual dan
Simbol. Padaketigaberisi tentang selayak pandang mengenai Masyarakat
Suku Dani serta budaya bakar batu, serta data-data lapangan mengenai
makna bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat suku Dani di kota
Semarang. bagian keempatberisi analisis atau tinjauan kritis terhadap data
lapangan dengan menggunakan teori-teori yang ada. Bagian kelima berisi
kesimpulan.
7
2. LANDASAN TEORI MENGENAI IDENTITAS SOSIAL, SIMBOL,
DAN RITUAL
2.1 Identitas Sosial
Identitas merupakan hal yang sangat penting dalam interaksi antara
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya. Menurut Sherman, setiap orang
berusaha membangun sebuah identitas sosial (social identity), sebuah representasi
diri yang akan membantu mengkonseptualisasikan dan mengevaluasi siapa diri
(self) kita dan dan siapa yang lain (Others).14
Francis M Deng mengatakan bahwa
Identitas menggambarkan cara individu dan kelompok mengidentifikasikan diri
dengan orang lain atas dasar ras, etnis, agama, bahasa, dan budaya.15
Richard
Jenkis berpendapat bahwa identitas adalah pemahaman kita akan siapa kita, dan
siapa orang lain, serta secara resiprokal, pemahaman orang lain akan diri mereka
sendiri dan orang lain.16
Identitas sosial sangat diperlukan oleh setiap induvidu
agar dia mengetahui siapa dirinya dan siapa orang lain serta apa yang menjadi ciri
khas serta membendakan kelompok sosialnya dengan kelompok lain.
Menurut Hogg dan Abrams Identitas sosial juga merupakan konsep diri
seseorang sebagai anggota kelompok.17
Henry Tajfel mendefenisikan identitas
sosial sebagai: “bagian dari konsep diri induvidu yang berasal dari keanggotaan
mereka pada suatu kelompok (kelompok-kelompok) sosial bersama-ama dengan
nilai dan emosi yang signifikan dari keanggotaan tersebut.18
Identitas sosial
terbentuk lewat tiga proses yang dijelaskan oleh Henry Tajfel yaitu kategorisasi
sosial, kategorisasi diri atau identifikasi diri dan perbandingan sosial.
14
Robert A. Baron & Don Bayner.Psikologi Social Jilid I. (Jakarta: Erlangga,
2003),162-163. 15
Deng, Francis M. War of Visions: Conict Of Identities in the Sudan (
Washington, DC: Brookings,1995),1. 16
Jenkins, Richard. Social Identity.(London: Routledge,1996),5.
17
Michael A. Hogg, Dominic Abrams, Social Identification. ( London and New
York: Routledge, 1988),7. 18
Henry Tajfel “ Social Psychology of intergroup relation. Dalam http://www.unpeit/facolta/psychologia/avvisi/tajfel 1982.Pdf. Di unduh pada tanggal 11 april 2015
http://www.unpeit/facolta/psychologia/avvisi/tajfel%201982
8
1. Kategorisasi sosial (social-categorization)
Kategorisasi sosial merupakan cara manusia di dalam
mengklasifikasikan diri mereka dan orang lain kedalam kategori-kategori
atau kelompok-kelompok sosial yang bermakna .19
lewat kategorisasi sosial
berbagai objek atau peristiwa sosial didalam kelompok disesuaikan dengan
tindakan, maksud, sikap dan sistem keyakinan yang ada di dalam
kelompok.20
Ketegorisasi sosial membantu induvidu untuk menentukan
dan menilai dimana dirinya dan dimana orang lain. Dari
pengkategorisasian ini maka akan muncul kelompok kita (in –Group) dan
kelompok mereka (Out-group). Kedua kelompok ini akan membentuk
sistem nilai dan keyakinan kelompok masing-masing, Setiap kelompok
akan menyusun dan menetapkan keyakinan, Perasaan, sikap dan tingkah-
laku yang menjadi ciri dari satu kelompok sosial yang membedakannya
dengan kelompok sosial lainnya.
2. Kategorisasi diri
Identitas sosial, diperoleh ketika suatu kelompok sosial tertentu
mempunyai nilai-nilai yang diyakini kelompoknya dan membedakannya
dengan kelompok sosial lainya, akan tetepi pengkategorisasian diri juga
merupakan penentu dalam membanguan identitas sosial karena seseorang
mengkategorisasi dirinya pada kelompok di saat itu seseorang mendapat
identitas sosialnya. berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya, tetapi
induvidu itupun tidak bisa diabaikan. Kategorisasi diri manusia kepada
kelompok di motivasi oleh berbagai macam hal yaitu:
a. Untuk mendapatkan suatu harga diri ( Self-Esteem)
yang positif.
b. Untuk memenuhi kebutuhan akan rasa dimiliki dan
dimiliki serta mengoptimalkan perbedaan.
19
J Krueger, Social categorization, Psychology of,” dalam Neil J. Smeler &
Paul B Baltes (ed), international Encyclopedia of social science and behavior, (London:
Elsevier Science,2001) 14219-14223 20
Henry Tajfel, “Social Identity and….., 69
9
3. Perbandingan Sosial
Kategorisasi sosial lebih berhubungan dengan interaksi internal
kelompok, sedangkan perbandingan sosial berhubungan dengan interaksi
antar kelompok. Setelah seseorang dikategorikan sebagai bagian dari
kelompok dan diidentifikasikan dengan kelompok, selanjutnya akan ada
kecenderungan untuk membandingkan kelompoknya dengan kelompok
lain. Perbandingan sosial dimotivasikan oleh kebutuhan untuk
mengoptimalkan perbedaan dan untuk mendapatkan self–esteem yang
positif, Marylinn Brewer berargumentasi bahwa seseorang mempunyai
kebutuhan yang saling bertentangan yang memotivasi mereka untuk
mengidentifikasikan dirinya dengan suatu kelompok sosial kebutuhan
untuk menjadi bagian dari suatu kelompok sosial dan kebutuhan untuk
berbeda.
Ketika berbicara identitas, kita tidak bisa memisahkan antara induvidu dan
kelompok, induvidu mendapat identitas dari kelompk sosialnya dan kelompok
sosial terbentuk karena adanya induvidu-induvidu yang berkumpul dengan suatu
kesepakatan dan nilai yang dipegang bersama.Dengan demikian kelompok sosial
merupakan faktor pembentuk sebuah identitas. Kelompok atau grup dapat
didefenisikan sebagai sekumpulan manusia yang disatukan oleh prinsip dengan
pola rekrutmen hak dan kewajiban tertentu yang juga dipahami sebagai interaksi
yang bersifat kebiasaan, melembaga atau bertahan dalam waktu yang relatif lama
yang biasanya terjalin antarkelompok.21
Jenkins dalam buku Ethnicity and race
yang ditulis oleh Cornell dan Hartman, mengatakan bahwa pada usia kanak-
kanan, etnisitas dan hubungan darah adalah identitas utama yang cenderung lebih
kuat dan elastic (resilient) dari pada identitas lainnya.22
tidak bisa disangkal bahwa
setiap induvidu dilahirkan ke dunia, ia sudah ada dalam satu komunitas etnisnya
hal itu di sebabkan faktor keturunan.
21
H. dadang Supardan, Pengantar Ilmu Sosial: sebuah Kajian Pendekatan
Struktural. ( Jakarta: PT. Bumi Aksara, 20008), 118. 22
Cornell, Stephen dan douglas Hartmann. Ethicity and Race.( Amerika:
Pine Forge Press. 1997) 81.
10
Sebuah komunitas atau kelompok sosial seperti kelompok-kelopok etnis
berdiri berdasarkan aturan dan syarat. Adapun syarat-syarat penting komunitas
atau sebuah kelompok sosial menurut Charles H. Cooley dalam tulisan Soerjono
Soekanto adalah:23
1. Bahwa anggota-anggota kelompok tersebut secara fisik berdekatan satu
dengan yang lainnnya;
2. Bahwa kelompok tersebut adalah kecil dan
3. Adanya suatu kelanggengan dari pada hubungannya antara kelompok
anggota-anggota kelompok yang bersangkutan.
Namun Soerjono Soekantopun menegaskan bahwa himpunan manusia yang
dapat disebut kelompok sosial jika mereka juga memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut: 24
1. Setiap anggota kelompok harus sadar bahwa dia merupakan bagaian
dari kelompok yang bersangkutan.
2. Ada hubungan timbal-balik antar anggota yang satu dengan anggota
yang lainnya.
3. Ada suatu faktor yang dimiliki bersama, sehingga hubungan mereka
bertambah erat. Seperti: latar belakang sejarah yang sama ,
kepentingan yang sama, tujuan yang sama, ideology politik yang sama
dan lainya.
4. Berstruktur, berkaidah dan memiliki pola perilaku
5. Bersistem dan berproses
Ketika seseorang sudah menjadi bagian dari sebuah kelompok tertentu
maka dapat dikatakan ia telah memiliki identitas sosial. Identitas sosial merupakan
pengetahuan induvidu dimana dia merasa sebagai bagian anggota kelompok yang
memiliki kesamaan emosi serta nilai.25
Menurut Jan E. Stets dan peter J. Burke,
ketika seseorang telah memiliki identitas sosial dan menjadi bagian dari sebuah
23
Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu pengantar.( Jakarta: CV Rajawali,1990)
138. 24
Ibid 125-126 25
H. Tajfel, Social categorization, dalam S. Moscovici (ed). Introduction a la
pschologic sociale, vol. 1,(Paris: Larousse 1972) 31
11
kelompok, maka ia akan melihat segala sesuatunya berdasarkan perspektif dari
kelompok tersebut.26
Seorang sosiolog bernama Emile Durkheim mengungkapkan
pandangannya yang berkaitan dengan kehidupan sosial masyarakat
primitif.Menurutnya kehidupan sosial telah membentuk corak-corak paling
mendasar dalam kebudayaan manusia. Ia menyatakan bahwa masyarakat tidak
hanya tercipta ketika dua orang saling sepakat ia mengatakan bahwa dalam
masyarakat primitif sekalipun, seorang induvidu yang dilahirkan ke dunia
langsung mendapati kelompok-kelompok, keluarga, klan, suku dan bangsa-bangsa
serta tumbuh dalam konteks kelompok tersebut.27
Durkheim menjelasakan
bagaimana kehidupan masyarakat purba atau primitif. Menurutnya kontrak sosial
masyarakat purba selalu terikat dengan sumpah-sumpah sakral keagamaan yang
memperlihatkan bahwa setiap kesepakatan yang terbentuk antara mereka bukan
hanya ikatan antara dua belah pihak, tapi juga melibatkan campur tangan dewa
didalamnya, sebab yang merasakan akibat dari kesepakatan tersebut adalah
seluruh anggota masyarakat. Dalam kehidupan masyarakat seperti ini terlihat
bahwa setiap induvidu memiliki identitas yang terbentuk dari kelompok sosial
mereka. Setiap orang akan menyatu dengan kelompok sosialnya hal ini dapat
terlihat dalam penjelasan Durkheim tentang ide kepemilikan dalam masyarakat
primitif. Kepemiliki sebuah barang atau sebidang tanah bukanlah kepemilikan
induvidu melainkan kepemiliki bersama dan berlandaskan sesuatu yang sakral,
dan barang-barang tersebut dikuasai oleh semua anggota suku secara bersama.
Dari ide kepemilikan ini muncullah pemikiran bahwa barang-barang yang dimiliki
bersama itu bersifat sakral. Dari aturan-aturan bersama dalam komunitas itu
munculah sistem kepercayaan.Seperti sebuah pohon besar yang ditanam oleh
leluhur mereka harus di jaga bersama karena berhubungan dengan ritus tertentu.
oleh sebab itu Durkheim meyakini bahwa moralitas yang mengatur hubungan
seseorang dengan orang lain dan menjadi patokan bagi seluruh anggota kelompok
tidak bisa dipisahkan dari agama. Sistem kepercayaan dalam masyarakat memang
memiliki kemampuan yang unik dalam rangka mengikat dan menempatkan
26
Jan E. Stests dan Peter J. Burke, “ Identity Theory and Social Identity”, 226 27
Daniel L Pals, Seven Theories of Reigion ( Jogjakarta: IRCiSoD) 136-137
12
seseorang dalam sebuah kelompok ataupun juga komunitas, sehingga si induvidu
dapat mengidentifikasikan dan mengekspresikan identitasnya dalam dunia sosial.
Dalam kehidupan masyarakat seperti ini simbol-simbol memiliki pengaruh yang
besar terhadap kepercayaan dan juga solidaritas sosial menjadi hal yang sangat di
utamakan dalam kehidupan masyarakat seperti ini.28
2.2 Simbol
Simbol atau lambang berasal dari bahasa Yunani Symbolos yang berarti
tanda atau ciri yang memberitahukan sesuatu hal kepada seseorang.29
Kehidupan
manusia sangat banyak dikelilingi oleh berbagai macam simbol.Simbol seringkali
disama artikan dengan tanda, tetapi kedua hal tersebut memiliki perbedaan. Tanda
mempunyai satu arti yang sama bagi semua orang, sedangkan simbol mempunya
banyak arti. Tanda merupakan sesuatu yang mewakili dirinya dan tidak mewakili
sesuatu yang lain, sedangkan Simbol sesuatu yang terdiri atas sesuatu yang lain.
Simbol juga merupakan sarana komunikasi yang kompleks yang seringkali
memiliki beberapa tingkatan makna.30
Keunikan kualitas tanda terletak pada
hubungan satu persatu yang berarti bahwa tanda memberikan makna yang sama
bagi semua orang yang menggunakannya. Setiap tanda berhubungan langsung
dengan objeknya, karena semua orang akibat konvensi bersama memberikan
makna yang sama atas tanda tersebut, setiap tanda langsung mewakili sebuah
realitas.31
Perbedaan lain adalah bahwa ciri khas simbol cenderung multivokal
(menunjuk pada banyak arti). Sedangkan tanda tidak memiliki banyak arti .32
Turner mengartikan simbol sebagai sesuatu yang memiliki banyak makna,
baik itu makna sosial (ideologi, moral, normatif) maupun individual (emosi, panca
indra, keinginan).33
Ia Juga mengkaji sistem nilai ritus dari sudut pandang makna
yang terkandung dalam simbol-simbol.Ritual dan simbol menurutnya memiliki
28
Seven Theories of Relegio,… 137-139 29
Ibid. 17 30
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, (Bandung: Penerbit Nusa Media),
295 31
Alo Liliweri, Pengantar Studi Kebudayaan, 296-297 32
Y.W. Wartaya Wirangun, Masyarakat Bebas Struktur: Liminalitas dan
Komunitas menurut Victor Turner (Yogyakarta:Kanisius,1990) 18-19 33
Viktor Turner, “Sacrifice as Quintessential Process: Prophylaxis or
Abandonment?,” dalam Jeffrey Carter Understanding . . . , 292-294.
13
hubungan fungsional, di mana simbol menjadi pendukung ritual.34
Turner juga
berpendapat bahwa simbol dilihat dan difahami sebagai manifestasi yang tampak
dari ritus. Melalui simbol-simbol orang dapat mengungkapkan dan
mengalamisesuatu yang transenden. Simbol ritual bagi Turner tidak hanya
berperan sebagai istilah atau abstraksi saja, tetapi harus dilihat juga sebagai
sesuatu yang hidup, terlibat dalam proses hidup sosial, kultural dan religius.
Mircea Eliade juga berpendapat bahwa ,” simbol adalah suatu alat atau
sarana untuk dapat mengenal akan yang kudus dan transenden35
Begitu eratnya
kehidupan kebudayaan manusia itu dengan simbol-simbol sehingga manusia dapat
pula disebut sebagai makhluk bersimbol. Atau dengan perkataan lain, dunia
kebudayaan adalah dunia penuh simbol. Manusia berpikir, berperasaan, dan
bersikap dengan ungkapan-ungakapan yang simbolis.36
Raymond Firth
memandang sebuah simbol memiliki peranan yang sangat penting dalam
kehidupan manusia, sebab manusia menata dan menafsirkan realitasnya dengan
simbol-simbol dan bahkan merekonstruksi realitasnya itu dengan simbol.37
Setiap
simbol yang di munculkan memiliki instrument nilai.38
Kehidupan manusia tidak terlepas dari simbol-simbol.Segala macam
gerak-gerik dan kegiatan tubuh juga mempunyai arti simbolis. Penyembelihan
binatang, pemberian kado, proses memasak,cara-cara makan dan minum, menari
dan bersandiwara semuanya itu dapat berfungsi sebagai simbol dan semuanya
berhubungan dengan masyarakat.39
Mary Douglas adalah tokoh yang sangat yakin
bahwa simbol-simbol tidak hanya memiliki fungsi untuk menata masyarakat
tetapi juga untuk mengungkapkan kosmologinya. Di dalam bukunya Natural
Symbol, sebagaimana yang dicatat oleh Dillistone, Douglas berpendapat bahwa
34
Victor Turner, The Ritual Process: Structure And Anti-Structure, (Ithaca, New
York: Cornell Paperbacks,1989), 211 35
P.S. Hari Susanto , Mitos Menurut pengertian Mircea Eliade (Yogyakarta:
Kanisius, 1987) 61 36
Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, ( Yogyakarta:Penerbit Ombak, 2008)
16. 37
Raymond Firth, Symbols: Public and Private, (New York, Ithaca, cornell
University Press, 1973), 132 38
Raymond Firth, Symbols: Public and Private,76 39
F. W.Dillistone, Daya Kekuatan Simbol, The Power Of Simbols. (
Yogyakarta:Penerbit Kanisius:2002). 22
14
tubuh merupakan analogi yang cocok sekali untuk diterapkan pada masyarakat
umum: susunan, tata kerja, dan tata hubungan antara pelbagai bagian tubuh dapat
disejajarkan dengan hidup setiap masyarakat tertutup.40
Singkatnya, bagi Douglas,
tubuh jasmani dapat mempunyai makna universal hanya sebagai sistem yang
menjawab sistem sosial, dengan mengungkapkannya sebagai sistem41
Douglas
sama sekali tidak simpatik melihat sikap dari beberapa antropolog yang
meremehkan tata cara (ritual), sebab ia percaya bahwa apa yang rohani tidak dapat
ditumbuhkankembangkan dengan memisahkan yang rohani dari yang formal dan
material. Tata cara menurutnya merupakan sarana yang terlambangkan untuk
menciptakan dan memelihara tatanan simbolis. 42
Simbol dibuat oleh manusia dengan maksud dan tujuan tertentu yakni:43
1. dipakai sebagai peringatan untuk memperingati suatu kejadian
atau peristiwa tertentu agar peristiwa tersebut terus diingat
kembali oleh masyarakat maupun generasi selanjutnya. Untuk
dapat memenuhi maksud tersebut maka digunakan alat-alat
pembawa informasi yang tahan lama, mudah dibuat, dan mudah
ditangkap oleh indra manusia. Bentuk-betnuk penyataan
tersebut kemudian diwujudkan dalam monument-monumen
seperti patung-patung pemakaman, atau lingga dan candi relief.
Selain itu juga ke dalam syair, cerita tembang dan lain
sebagainya.
2. Dipakai sebagai media atau perantara dalam religi. Dalam
artian bahwa untuk mengadakan komunikasi atau hubungan
dengan Yang Maha Kuasa, arwah nenek moyang dan makhluk-
mahkluk halus diperlukan suatu media atau perantara yang
dapat dipakai untuk:
40
F. W. Dillistone, The Power Of Symbols, ….. 108. 41
Mary Douglas, Natural Symbols: Explorations In Cosmology, ( London:
Penguin Books, 1973), 112
43
Budiono Herusatoto, Simbolisme Jawa, 129-131
15
a. memuja yang Maha Kuasa atas segla rahmat yang telah
dilimpahkan pada manusia, untuk itulah dibangun tempat-
tempat pemujaan.
b. Mendatangkan arwah nenek moang untuk dimintai berkah
dan petunjuknya, untuk maksdu ini maka dibuatlah boneka-
boneka, wayang, sesajian, mantra, nyanyian yang dipakai
dalam upacara untuk mendatangkan arwah nenek moyang.
c. Memberikan makan dan minum bagi makhluk halus yang
bersifat baik dan yang selalu bersedia membantu atau
melindungi kehidupan manusia, maka dibakarlah dupa,
disediakan sesaji dan barang-barang kesukaan mereka.
d. Membujuk makhluk-makhluk halus yang bersifa jahat agar
menyingkir atau tidak mengganggu. Untuk itu dipakai
benda-benda penolak bala.
3. dipakai sebagai media pembawa pesan/ nasehat. Dalamm artian
bahwa sarana komunikasi yang ada masih sangat terbatas
jangkauannya dan kurang tahan terhadap kerusakan yang
disebabkan oleh cuaca alam, maka dipakailah material yang
tahan lama seperti batu-batu, bahasa lisan, suara, cahaya, warna
serta tindakan-tindakan simbolis.
2.3 RITUAL
Ritus dan agama merupakan dua hal yang tak terpisahkan.44
Ritus sendiri
merupakan upacara atau salah satu unsur dalam sistem religi.45
Ritus merupakan
suatu sarana bagi manusia religius berkomunikasi dengan hakekat tertinggi yang
kudus yang diyakini sungguh ada, penuh kekuatan, serta menjadi sumber
44
Catherine Bell, Ritual Theory, Ritual Practice, (New York-Oxford: Oxford
University Press, 1992), 19
45 Koentjaraningrat, Sejarah Teori Antropologi (Jakarta: Universitas Indonesia
Press,1990) 181.
16
kehidupan dan dapat mempengaruhi nasib manusia secara baik dan buruk.46
Ritus
juga merupakan aturan tentang perilaku yang menentukan bagaimana manusia
harus mengatur hubungan dirinya dengan hal-hal yang sakral.47
Susanne Langer
dalam Dhavamony, menjelaskan bahwa makna dari ritual adalah merupakan
ungkapan yang lebih bersifat logis dari pada hanya bersifat psikologis. Ritual
memperlihatkan tatanan atau simbol-simbol yang diobjekkan. Simbol-simbol ini
mengungkapkan perilaku dan perasaan, serta membentuk disposisi pribadi dari
para pemuja mengikuti modelnya masing-masing.48
Victor Turner mengartikan upacara (ritual) sebagai tingkah laku resmi
tertentu untuk sejumlah kesempatan yang tidak bersifat rutin melainkan ada
kaitannya dengan kepercayaan akan makhluk-makhluk atau kekuatan-kekuatan
mistik.49
Demikian juga pandangan Koentjaraningrat, mengenai ritual ( upacara)
dapat dipahami sebagai usaha untuk memperjelas dan mempertegas konsep
keyakinan dengan menggunakan peralatan bermakna simbolis, seperti mantra,
doa, sesajen, korban, benda-benda sakral dan isyarat kenetis lainnya
Ada beberapa bentuk ritual yang sering dijumpai dalam masyarakat.Ritual-
ritual tersebut dilakukan sesuai dengan peristiwa, dan waktu yang sudah
disepakati bersama dalam komunitas tersebut, seperti ritual penguburan, ritual
pemujaan leluhur dan beberapa ritual lainnya. Ritual-ritual tersebut biasanya
dilakukan bervariasi dalam beberapa pola di antaranya tari-tarian, doa dan
penyajian beberapa makanan, semua kegiatan ini dilakukan dan dikhususkan
sebagai sarana pemujaan kepada leluhur.
Ritual-ritual yang dilakukan dalam bentuk tari-tarian, doa dan penyajian
makanan bukan tanpa makna akan tetapi, setiap tindakan yang dilakukan
memiliki tujuan tertentu yang berkaitan dengan kepercayaan dan kehidupan
masyarakat. Suku Sara di Tsad menampilkan upacara-upacara keagamaan yang
46
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , (Yogyakarta: Kanisius,
1995),176
47 Emile Durkheim, Sejarah Agama, (Yogyakarta: Kanisius, IRCiSoD, 2003),72
48 Susanne Langer, dalam Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama , 174
49 Victor turner, The Forest of symbols, (Ithaca,1967),19
17
behubungan dengan pertanian bagi roh padi-padian.Roh itu dipanggil pada saat
penaburan benih kemudian hasil panan pertama dipersembahkan
untuknya.50
sesajenan yang dipersembahan kepada para leluhur dalam bentuk hasil
panen sederhana seperti buah-buahan, padi yang dipanen pertama kemudian
ditaruh di hutan atau di ladang jadikan sebagai simbol persembahan.51
Pemberian
sesajenan kepada dewa-dewi dan luluhur bertujuan agar sang dewi kesuburan
memberkahi tanaman mereka dan juga sebagai bentuk ungkapan syukur karena
telah memberikan hasil panen yang baik. Suku Sodon di Sudan
mempersembahkan seekor anjing dan seekor ayam dengan tujuan agar para
leluhur mengampuni dosa pemuda-pemuda.
Ada beberapa tujuan dari ritual-ritual diantarnya: tujuan penerimaan,
perlindungan, pemurnian, pemulihan, kesuburan (produktifitas), penjamin,
melestarikan kehendak leluhur (penghormatan), mengontrol perilaku komunitas
menurut situasi kehidupan sosial, yang semuanya diarahkan pada transformasi
keadaan dalam manusia atau alam. Kadang tujuannya adalah untuk menjamin
perubahan amat cepat dan menyeluruh pada keadaan akhir yang diinginkan oleh
pelaku upacara. Kadang-kadang tujuannya juga adalah untuk mencegah
perubahan yang tidak diinginkan.52
Ritus juga memberikan motivasi dan nilai
pada tingkat yang paling dasar dalam masyarakat di antaranya ritus mempunyai
peran menghilangkan konflik, mengatasi perpecahan dan membangun solidaritas
masyarakat, menyatukan prinsip yang berbeda-beda dan memberi motivasi serta
kekuatan baru untuk hidup dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
2.4 Ritual Bakar Batu
Pada bagian pertama adalah tahap persiapan, para wanita melakukan
tarian-tarian pembukaan, para bapa mempersiapkan batu, kayu, susunan batu dan
kayu tidak sembarang, batu-batu disusun dibawah kayu kemudian kayu di bakar
agar batu-batu tersebut menjadi panas. Pada bagian yang berikutnya yaitu daging
yang digunakan dalam ritual bakar batu disiapkan oleh kaum laki-laki, biasanya
50
Mariasusai Dhavamony, fenomenologi Agama, 168-169 51
Mariasusai Dhvamony, Fenomenologi Agama,168 52
Mariasusai Dhavamony, Fenomenologi Agama, 180.
18
daging yang digunakan adalah daging babi. Babi yang di gunakan untuk ritual ini
harus dibunuh menggunakan cara tradisional yaitu dengan memanah, dan yang
melakukannya adalah kepala suku atau pemimpin suku tersebut.Dalam kehidupan
masyarakat suku Dani, ritual bakar batu dilakukan sebagai simbol perdamaian
antar suku yang berperang. ketika pihak-pihak yang bertikai mulai berdamai ritual
bakar batu dilakukan sebagai tanda bahwa mereka berdamai, dimana tog pilaptuk
ane (busur panah harus dilepas) dalam ritual bakar batu. 53
Perang yang terjadi
bisa di akibatkan oleh banyak hal seperti: adanya kematian, pencurian ternak,
konflik lahan dan hasil tani
Upacara bakar batu dilakukan beberapa kali yang mana masing-masing
memiliki tujuan tersendiri.Upacara bakar batu yang pertama adalah upacara bakar
batu pokok perang yaitu upacara bakar batu yang dilakukan untuk kepala perang,
suku-suku yang berperang dan keluarga dari korban peperangan. Pada saat
upacara bakar batu ini alat-alat perang yang digunakan selanjutnya disimpan di
onai (rumah adat) terlarang yang dalam bahasa dani disebut Kunu Mage dengan
tujuan agar tidak di ganggu oleh roh leluhur atau roh nenek moyang yang mereka
panggil saat perang berjalan. Menurut masyarakat suku roh nenek moyang yang
ada di hutan yang telah membantu mereka memenangkan perang, dan sekaligus
mereka sampaikan upacara terima kasih dengan melakukan upacara bakar batu
yang didalamnya mereka mempersembahkan beberapa potong babi kepada roh
leluhur bakar batu pokok perang biasanya d ikuti oleh kepala perang dan
kelompok yang bertikai dalam bakar batu pokok perang, para pokok perang saling
mengungkapkan isi hati dan acap kali menangis meratapi keluarga yang tewas
dalam peperangan.54
Selanjutnya upacara bakara batu yang diikuti oleh semua
orang baik anak-anak, perempuan dan laki-laki disebut bakar batu makan bersama
yang dilanjutkan dengan prosesi Amia Onggo atau utang darah yang merupakan
prosesi pembayaran ganti rugi, sudah ada patokan dalam ganti rugi tersebut
seperti: ganti rugi dengan uang asli atau kulit Bia (Siput) dengan beberapa
tingkatan pertama, Inkop arga Rp 50 juta-an, kedua Intoi Rp 60-90 juta, dan
53
Ismael Roby Silak, Konflik Perang dan Perdamaian Orang Yali di Anggruk,
(Makasar: Pustaka Reflekasi, 2011), 86 54
Hans Wakerkwa, Perang Antar Suku.(Salatiga: dalam Thesis Program
Pascasarjana Magister Sosiologi Agama) 62.
19
ketiga Mungka bege Rp 100-200 juta, serta uang rupiah dan 10-20 ekor babi,
sesuai kesepakatan bersama keluarga korban dan pokok. Dalam upacara ini,
“Pihak yang satu (pihak korban) akan menuntut bayaran untuk meneyelesaikan
utang darah55
Selesai utang darah dilakukan, mereka akan makan bersama hasil
bakar batu sebagai tanda sukacita dan perdamaian serta kekeluarga. Setiap
kelompok marga atau klen harus duduk berdasarkan klennya dan makanan akan
dibagikan di kelompok-kelompok tersebut.
3. Gambaran umum Masyarakat Suku Dani
3.1 Sistem Kehidupan Orang Dani
Suku Dani merupakan sebutan kepada orang-orang Papua yang hidup di
daerah Pegunungan.Nama Dani yang sekarang dipakai untuk menamai penduduk
lembah Balim sekarang ini sebenarnya bukan berasal dari penduduk asli lembah
tersebut. Nama itu adalah suatu nama yang diberikan oleh orang Moni kepada
orang-orang di lembah Balim, yang berarti “orang asing” nama itu pada mulanya
berbunyi Ndani dan untuk pertama kalinya didengar dan digunakan oleh orang
asing pada tahun 1926, ketika ekspedisi bersama orang-orang Amerika dan
Belanda mengunjungi daerah yang didiami oleh orang Moni.56
Orang Dani sudah mengenal suatu pola perkampungan yang terdiri dari
rumah-rumah kecil yang terbuat dari bahan ringan yang didirikan menempel pada
dinding karang ataupun dinding gua besar.57
Rumah tempat mereka tinggal
disebut Honai, sebuah tempat yang terbuat dari kayu-kayu dan alang-alang, ada
beberapa Honai yang digunakan untuk kepentinganya masing-masing, Honai laki-
laki adalah Honai yang diperuntuhkan khusus untuk kaum pria dewasa dan
pemuda duduk bersama dan berdiskusi mengenai strategi perang, kemajuan
ekonomi, keamanan daerah, berbagi pengalaman dan memikirkan kehidupan
55
Rodger Lewis. Karya Kristus di Indonesia (Bandung: Kalam Hidup, 1993),
424. 56
Jhoszua Robert Mansoben, sistem politik tradisonal di irian Jaya.
(Jakarta:LIPI, 2005) 32-35 57
Koentjaraningrat.Manusia dan kebudayaan di Indonesia. (Jakarta: djambatan,
2002) 5
20
generasi penerus mereka, Honai perempuan diperuntuhkan bagi wanita-wanita
serta anak-anak kecil yang digunakan untuk tempat bersitirahat. Honai yang
terakhir adalah Honai yang khusus untuk ternak-ternak mereka. Honai
mempunyai beberapa fungsi antara lain:Sebagai tempat tinggal, tempat
menyimpan alat-alat perang, tempat mendidik dan menasehati anak-anak lelaki
agar bisa menjadi orang berguna di masa depan, Tempat untuk merencanakan atau
mengatur strategi perang agar dapat berhasil dalam pertempuran atau perang dan
tempat menyimpan alat-alat atau simbol dari adat orang Dani yang sudah ditekuni
sejak dulu. Honai-honai tersebut dibuat dalam bentuk bulat karena memiliki
makna tersendiri dalam kehidupan orang Dani. Filosofi bangunan Honai yang
bentuknya bulat melingkar adalah : dengan kesatuan dan persatuan yang paling
tinggi kita mempertahankan budaya yang telah dipertahankan oleh nenek moyang
dari dulu hingga saat ini, dengan tinggal dalam satu honai maka kita sehati, sepikir
dan satu tujuan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan, Honai merupakan symbol
dari kepribadian
Mata pencahariaan masyarakat Dani adalah pertanian.58
Bercocok tanam
merupakan bentuk mata pencaharian utama suku Dani. Pertanian dilakukan pada
tanah kering yang terletak tidak hanya di Lembah Baliem , namun juga di lereng-
lereng gunung yang tinggi dan curam. Tanaman yang dibudidayakan adalah ubi,
Suku Dani bercocok tanam dengan cara ladang berpindah. hasil panen tersebut
akan di perdagangkan di pasar dan hasilnya untuk menunjungkan kegiatan
ekonomi keluarga dan menyekolahkan anak-anak, selain bercocok tanam
masyarakat suku Dani juga berternak. Hewan yang di ternakkan adalah
babi.Dalam kehidupan masyarakat suku Dani babi juga memiliki nilai yang
tinggi.Semakin banyak babi yang dimiliki melambangkan status sosial dalam
masyarakat tersebut.Akan tetapi ada sebagian masyarakat suku Dani yang bekerja
di instansi-instansi milik pemerintah daerah.
Sistem Kekerabatan
Kelompok kekerabatan terkecil dalam masyarakat suku Dani adalah
kelompok kecil yang mendiami suatu perkampungan, yang secara ilmiah disebut
58
Koentjaraningrat, Keseragaman dan Aneka Warna Masyarakat Irian Barat… 13-15
21
sebagai keluarga-luas virilokal. Di dalam suatu perkampungan sering terjadi
perkawinan poligami, dimana seorang pria dapat memiliki lima, enam dan bahkan
lebih dari enam istri, sehingga keluarga luas yang disebut di atas benar-benar
luas dalam arti yang sesungguhnya. Masyarakat suku Dani yang memiliki marga
rumpun marga sama tidak diperbolehkan untuk menikah karena itu menyalahi
aturan dalam kebudayaan mereka karena orang-orang tersebut dianggap memiliki
nenek moyang yang sama dan apabila ada yang melanggar aturan tersebut mereka
akan dikucilkan. Hal inilah yang membuat mereka memiliki ikatan yang kuat.
Sistem Religi Suku Dani
Sistem keyakinan Dani berdasarkan pada penghormatan roh nenek
moyang. Roh leluhur tersebut digambarkan sebagai manusia-manusia konkret
yang masih mereka kenal, meskipun samar-samar. Mereka diyakini mendiami
alam sekitar mereka, dan dapat mempengaruhi kehidupan manusia yang masih
hidup,baik secara positif maupun negatif. Orang Dani percaya bahwa nenek
moyang membantu mereka dalam pekerjaan mereka sehari-hari melalui cara-cara
tertentu.Suatu konsep yang pentimg dalam religi suku Dani adalah konsep
Atou.Atou merupakan kesaktian yang diturunkan oleh nenek moyang kepada para
laki-laki suku Dani. Kekuatan menyembuhkan penyakit, kekuatan menyuburkan
tanah
Orang Dani menyimbolkan nenek moyang dengan batu-batu berbentuk
kapak lonjong yang terasah indah dan dikeramatkan.Batu itu disebut Kaneka atau
Yei.Yei umumnya disimpan di dalam Honai yang dihuni kaum pria.Pada saat-saat
tertentu, dalam Yei diolesi dengan lemak babi yang juga dianggap suci. Yei ini
diletakan dalam Klakhok, diberi alas noken- tas rajutan yang terbuat dari kulit
kayu, dan diikat dengan Yokel. Yei atau Kaneke dianggap sebagai timbunan dan
sangat dikramatkan dalam kehidupan sehari-hari, dan dipandang pantang bagi
wanita dan anak-anak. Yei hanya dikeluarkan pada upacara-upacara besar dan
penting.Masyarakat suku Dani menghormati roh nenek moyang dan juga
diselenggarakannya upacara yang dipusatkan pada pesta babi.
22
3.2Ritual Bakar Batu di Daerah Asal Suku Dani.
Bakar batu adalah sebuah proses memasak makanan dengan menggunakan
peralatan tradisional yang sudah dilakukan oleh nenek moyang orang Papua.
Ketika nenek moyang suku Dani hidup, belum ada peralatan memasak seperti
sekarang ini sehingga agar dapat bertahan hidup mereka mengambil bahan-bahan
makan seperti ubi, jagung dan sayur-sayuran dari lingkungan sekitar dan
memasaknya dengan menggunakan cara tradisional yaitu memanaskan batu-
batuan kemudianmereka mulai memasak hasil kebun tersebut.59
Proses memasak
seperti ini juga dirasakan sangat bermanfaat bahkan sampai saat ini dalam
kehidupan masyarakat suku Dani, dengan menggunakan semua bahan makanan
dimasukan kedalam kolam yang yang sudah dibuat dan diisi batu-batuan panas
sehingga proses memasak tidak terjadi berulang kali tetapi sekali memasak
mereka sudah bisa memakan berbagai jenis makanan.Kalau memasak dengan
alat-alat yang sudah canggih, masakan matang cukup lama, kalau masak di
bebatuan panas ubi, jagung, sayur, daging semuanya tersedia dalam satu jam dan
dapat dimakan bersama-sama60
Bakar batu bukan hanya sebuah bentuk memasak untuk memenuhi
kebutuhan hidup masyarakat Dani akan tetapi ritual bakar batu memiliki peranan
penting dalam tradisi masyarakat suku Dani. Walaupun memang tidak dapat
disangkal bahwa bakar batu menolong masyarakat dalam hal memenuhi
kehidupan jasmani dalam hal ini kebutuhan akan makanan akan tetapi tetapi lebih
dari itu bakar batu biasanya dilakukan oleh nenek moyang suku Dani ketika
mereka sedang mengadakan acara-acara adat dan ritual-ritual khusus,61
seperti
ritual penghormatan yang dilakukan untuk menghormati leluhur yang dipercayai
mengatur kehidupan mereka dari segi pertanian, perburuan dan peperangan.
Ketika orang tua kami dulu pergi untuk bercocok tanam dan berburu biasanya
sebelum membuka lahan mereka akan mengucapkan kata-kata permisi atau izin
59
WK (Inisial), Ketua Paguyuban Lanny Jaya , wawancara (Semarang, 14 April 2015
pukul 10.00 WIB). 60
JW (inisial) Wakil ketua paguyuban Lanny Jaya, Wawancara, (Semarang,14 April
2015, pukul 15.00 WIB) 61
LH (inisial), Senioritas dan Penasehat Komunitas Mayarakat Suku Dani Kota Semarang
, Wawancara, (solo,17 April 2015, pukul 10.00 WIB)
23
dalam bahasa Dani kepada penjaga tanah dan hutan agar tanaman mereka nanti
tumbuh dengan subur, setelah musim panen tiba dan mereka memanen hasil
pertanian maka bakar batu akan dilakukan untuk mempersembahkan ubi, jagung,
sayur-sayuran dan daging babi kepada sang penjaga hutan dan tanah yang sudah
menjaga tumbuhan-tumbuhan mereka.62
Sedangkan dalam upacara perkawinan
ritul bakar batu dilakukan sebagai bentuk kegembiraan pihak yang menikah
dengan semua anggota suku.
Ritual bakar batu juga dilakukan sebagai media untuk mendamaikan dua
belah pihak yang sedang bertikai. Perang bukan menjadi sesuatu yang baru dalam
kehidupan Masyarakat Suku Dani. Waktu saya kecil saya sudah melihat bapak
dan om-om berperang melawan para pria dari kelompok lain.63
Ketika
pembagian lahan tempat tinggal atau tempat bercocok tanam tidak merata dan ada
pihak yang merasa dirugikan, biasanya konflik akan terjadi. untuk menyelesaikan
konflik tersebut kedua belah pihak akan melakukan perang dengan saling
menyerang menggunakan alat-alat berburu seperti tombak dan panah. Apabila ada
korban jiwa suasana perang yang tadinya sangat panas akan berubah menjadi
suasana tenang karena mama-mama dan anak-anak menangisi orang yang
menjadi korban perang, Perang akan diakhiri apabila ada korban jiwa dari salah
satu pihak. Perang sudah berakhir tetapi dendam masih ada dihati kedua belah
pihak untuk mendamaikan kedua pihak maka kepala suku memerintahkan agar
ritual bakar batu dilakukan. Ritual bakar batu yang dilakukan setelah peperang
terjadi dalam suasan perdamaian dan kekeluargaan, pihak-pihak yang bertikai
duduk dan membuat lingkaran-lingkaran berdasarkan kelompok mereka dan ritual
bakar batu segera dilakukan. Semua tindakan yang dilakukan dalam proses bakar
batu punyak makna tersendiri. Batu-batu yang diambil oleh kepala-kepala perang
merupakan batu-batu yangdianggap penting dalam kehidupan kelompok mereka,
Batu-batu yang digunakan biasanya diberikan oleh masing-masing ketua dari
setiap kelompok yang bertikai sebagai simbol mewakili setiap kelompok yang
62
AK (Inisial), sesepuh dan penasehat komunitas Masyarakat Suku Dani kota Semarang,
wawancara, (Semarang, 15 April 2015, pukul 16.00 WIB) 63
NK (Inisial), anggota Paguyuban Wamena,(Gunung Pati,15 april 2015, pukul 14.00
WIB)
24
ada.64
Hal inilah yang membuat bakar batu menjadi bernilai tinggi karena di dalam
proses pelaksanaannya mengandung nilai-nilai pemersatu dan solidaritas.
3.3 Masyarakat Suku Dani yang tinggal di Kota Semarang
Masyarakat suku Dani kini tersebar bukan hanya di daerah-daerah Papua akan
tetapi mereka juga tersebar hampir dibeberapa kota di Indonesia. Berdasarkan data
yang diambil dari pengurus persekutuan Pondok Daud yang menaungi beberapa
paguyuban yaitu Wamena, Lanny Jaya, Nduga, Pegunungan bintang, Tolikara dan
Puncak Papua.
Tabel 1. Data Masyarakat Suku Dani Kota Semarang
Jumlah masyarakat suku Dani pada table di atas berdasarkan masing-masing
Paguyuban dari suku Dani. Jumlah Masyarakat suku Dani di kota Semarang
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Masyarakat Suku Dani yang berpindah
dari desa ke kota untuk beberapa hal seperti melanjutkan pendidikan dan bekerja
membutuhkan sebuah komunitas yang dimana setiap induvidu didalamnya
64
DM (inisial), ketua paguyuban puncak papua, wawancara,(Semarang,13 april 2015,
pukul 14.30 WIB)
No Nama Paguyuban
Bekerja Mahasiswa Pelajar
L P L P L P
1 Wamena 1 3 25 3 3 2
2 Lanny Jaya - - 40 8 2 2
3 Tolikara - - 25 2 2
4 Puncak Papua 4 - 35 5
5 Nduga 1 - 20 3 3 -
6 Pegunungan Bintang 1 - 10 5 10 5
7 Jumlah 10 181 29
8 Jumlah Laki-Laki 182 (83%)
9 Jumlah Perempuan 38 (17%)
10 Total 220
25
memiliki kesamaan-kesamaan. Sehingga, di kota Semarang terbentuklah
paguyuban-paguyuban yang menaungi setiap anggota dari kelompoknya masing-
masing.65
Sadar atau tidak sadar ada beberapa perubahan yang terjadi dalam kehidupan
masyarakat suku Dani yang kini hidup menjadi para perantau di kota Semarang.
Diantaranya:
1. Perubahan cara Pandangan: masyarakat suku Dani yang keluar dari
kampung ke kota Semarang mengalami perubahan cara berpikir hal
disebabkan karena faktor pendidikan. Mereka yang hidup di kota
Semarang bersifat terbuka kepada budaya disekitar merekaserta dapat
menyesuaikan diri dengan
2. Perubahan gaya hidup: kehidupan masyarakat suku Dani mengalami
perubahan karena kini mereka berhadapan dengan realita keberagaman
dan kemajuan teknologi yang pesat. Gaya hidup seperti di kampung halam
mereka tidak lagi dapat diterapkan dalam kehidupan mereka di kota
Semarang. Seperti bercocok tanam, berburu dan beternak babi.
3.4 Ritual Bakar Batu di Kota Semarang
Ritual bakar batu pertama kali dilakukan di Kota Semarang kira-kira tahun
2004, tepatnya di Tinjomoyo area itu masih ada sisa lahan kosong.66
Ritual bakar
batu dilakukan pertama kali oleh beberapa anggota suku Dani dikarenakan
adanya konflik diantara mereka. Kubu A dan kubu B yang mempunyai masalah
tertentu sehingga kedua kubu tersebut saling bermusuhan Akan tetapi ada inisiatif
dari beberapa orang anggota suku Dani yang ingin mendamaikan kedua kubu
sehingga satu-satunya cara agar kedua kubu dapat duduk bersama dan
membicarakan masalah mereka tanpa ada pertikaian maka beberapa orang tadi
membuat ritual bakar batu dan mengundang kedua pihak yang berselisih paham
65
LK (Inisial), Ketua Persekutuan Pondok Daud, Wawancara ( Semarang ,15 april 2015,
pukul 11.00 WIB) 66
WK (inisial), Ketua Paguyuban Lanny Jaya, wawancara, (Semarang, 14 April 2015,
pukul 10.00 WIB)
26
untuk bersama-sama mencari solusi yang tepat.67
Sejak saat itu lahan di daerah
Tinjomoyo menjadi tempat diadakannya ritual bakar batu bahkan dari tahun 2004
hingga sekarang Ritual bakar batu masih dilakukan pada acara-acara wisuda,
HUT paguyuban, hari raya gerejawi dan acara-acara yang kami anggap penting
dalam kehidupan kelompok kami.68
Ritual bakar batu yang dilakukan di kota Semarang tidak sama persis dengan
yang dilakukan di daerah asal suku Dani. Menurut seorang narasumber, proses
bakar batu yang terjadi di daerah asal mereka sering diiringi oleh tarian-tarian dari
para wanita dan para pria, para anggota suku Dani juga melantunkan nyanyi dan
teriakan-teriakan dalam bahasa Dani yang menceritakan kehidupan suka, duka
yang alami oleh masyarakat. Ritual bakar batu terjadi ketika ada konflik dan
untuk mendamaikan pihak-pihak yang bertikai maka diadakan ritual bakar
batu.dalam suasana seperti ini yang dapat mengikuti ritual ini hanyalah pihak-
pihak yang bertikai, karena dalam ritual bakar batu ini kepala suku dan kepala
perang serta pihak keluarga korban membuat sebuah kesepakatan perdamaian.69
Ritual bakar batu yang dilakukan di kota Semarang juga tidak menggunakan
batu-batu khusus sebagai ciri dari masing-masing kelompok, sebagian orang juga
tidak memakai pakaian tradisonal seperti yang terjadi di kampung.70
Ritual bakar
batu di Kota Semarang lebih bersifat terbuka kepada lingkungan sekitar,semua
orang dapat mengambil bagian didalam ritual ini akan tetapi hal terpenting adalah
orang-orang tersebut datang sebagai tamu undangan dan mereka akan membentuk
kelompok mereka sendiri. Dalam proses bakar batu biasanya setiap kelompok
akan membuat lingkaran berdasarkan klen-klennyaatau di kota Semarang lebih
sering disebut paguyuban, jadi paguyuban Tolikara, paguyuban Wamena,
paguyuban Lanny Jaya, paguyuban Nduga, dan Paguyuban Puncak Papua. Setiap
paguyuban ini duduk dan membentuk sebuah lingkaran dalam kelompok-
67
DW (inisial), Senioritas Paguyuban Lanny Jaya, wawancara, (Semarang, 16 april 2015,
pukul 14.00 WIB) 68
RK (inisial), Anggota paguyuban Nduga,Wawancara, (semarang, 17 april 2015, pukul
19.00 WIB) 69
LH (inisial), Senioritas dan Penasehat Komunitas Mayarakat Suku Dani Kota,
Wawancara, (Solo,17 April 2015, pukul 10.00 WIB)
70
AD (Inisial), Ketua Paguyuban Wamena, wawancara , (Semarang, 18 April 2015,
pukul 13.00 WIB)
27
kelompok itulah hasil bakar batu akan di bagikan, siapa saja boleh ambil bagian
dalam proses bakar batu. Apabila ia datang sebagai tamu undangan dalam sebuah
acara yang kami selenggarakan maka orang-orang tersebut duduk dan membuat
lingkaran sendiri. Lingkaran itu akan disebut lingkaran tamu, karena orang-orang
itu tidak termasuk dalam anggota paguyuban yang ada. Masyarakat Papua yang
berada di kota Semarang juga tidak ketinggal mengambil bagian dalam ritual
bakar batu. Masyarakat Papua yang berada di kota Semarang dihimpun dalam satu
organisasi khusus yanitu Himpunan Masyarakat Papua Kota Semarang yang
mengatur masyarakat Papua yang berada di kota Semarang. Berikut adalah data
Masyarakat Papua kota Semarang berdasarakn penuturan ketua HIPMAPAS.71
Tabel 2. Jumlah Masyarakat Papua Kota Semarang
NO Bekerja
Mahasiswa Pelajar
L P L P L P
1 15 7 230 140 65 50
3 Jumlah Laki-Laki 310 (61%)
4 Jumlah Perempuan 197 (39%)
5 Total 507
Berdasarkan wawancara salah seorang anggota masyarakat suku Dani
mengatakan bahwa Kehidupan berbudaya di kampung sangat kuat. Saya sendiri
adalah orang yang datang dari kampung, dibesarkan di tengah-tengah budaya
Dani, jadi saya melihat bagaimana orang tua saya di kampung bersama-sama
menjaga kebudayaan yang mereka miliki. Oleh karena itu ketikaritual ini
dilakukan di kota Semarang saya sangat antusias untuk terlibat dalam ritual
tersebut karena hal ini merupakan bentuk penghormatan saya akan kebudayaan
nenek moyong suku Dani.72
Ketika ritual bakar batu dilakukan semua orang dari
suku Dani dengan penuh kegembiraan dan semangat kekeluargaan yang tinggi
71
BB (inisial), Ketua Himpunan Masyarakat Papua Kota Semarang, wawancara,
(Semarang, 06 Mei 2015 pukul 10.00 WIB) 72
MW (inisial), Ketua Paguyuban Tolikara, wawancara, (Semarang, 19 April 2015, pukul
11.00 WIB)
28
berkumpul dan saling menolong untuk melakukan ritual ini.Salah seorang anggota
suku Dani mengatakan bahwa untuk melakukan ritual bakar batu memerlukan
kerjasama yang baik karena peralatan-peralatan memasak yang diperlukan seperti
batu, kayu, daun pisang tidak diperoleh semudah di desa kami.
Ritual bakar batu juga mampu menyatukan masyarakat suku Dani secara
khusus yang ada di kota Semarang. Kalau ada kegiatan gerejawi atau
kegiatanyang diselenggarakan oleh paguyuban-paguyuban, anggota kelompok
yang menghadiri kegiatan tersebut dalam jumlah sedikit. Tetapi, ketika ritual
bakar batu diadakan dalam kegiatan-kegiatan tersebut minat dari anggota
kelompok untuk bergabungan lebih banyak.73
Selain itu ritual bakar batu juga
memiliki makna tersendiri bagi orang-orang yang merantau cukup lama serta
bekerja dikota Semarang.Seorang narasumber mengatakan bahwa iasudah tinggal
dikota semarang sejak tahun 2005 karena menjalankan tugas dinas. di kota
Semarang saya datang bersama dengan keluarga yaitu istri dan dua orang anak.
Dengan adanya ritual bakar batu anak-anak saya dapat mengetahui budaya dan
juga komunitas mereka.74
Bagi para orang tua yang sudah lama menetap di kota
Semarang diadakannya ritual bakar batu menolong mereka untuk memberikan
pelajaran dan pemahaman akan budaya luluhur kepada anak-anak mereka. Hal
serupa juga dikatakan oleh bapak JD (inisial) “Saya sudah cukup lama hidup di
Jawa sekitar lima belas tahun. Saya bekerja di salah satu yayasan milik Papua
yang memfasilitasi anak-anak yang sekolah dan kuliah di luar kota secara khusus
di Semarang, istri saya bukan berasal dari Suku Dani dan anak saya dilahirkan di
Semarang. Saya sering mengajak anak menghadiri setiap acara yang diadakan
oleh komunitas orang Dani di Semarang karena di saat itu saya memperkenalkan
kepada anak saya kebudayaan leluhurnya sehingga anak-anak mengetahui jati
dirinya sebagai seorang Dani walaupun kini ia hidup di tengah-tengah lingkungan
yang bukan orang Dani.
73
ZT (inisial), anggota paguyuban pegunungan bintang, wawancara ( Semarang, 24 April
2015, pukul 15.00 WIB 74
TH (inisial), senioritas masyarkat suku Dani kota Semarang, wawancara, (Semarang,
26 april 2015, pukul 18.00 WIB)
29
4. Analisa Makna Bakar Batu Bagi kehidupan Masyarakar Kristen Suku
Dani di kota Semarang ditinjau dari Prespektif Sosio-Antropologi
Ritual berkaitan dengan kepercayaan sekelompok masyarakat.Untuk
menjelaskan ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Kristen Suku Dani
di kota Semarang, maka teori Durkheim pada bagian dua akan menolong kita
untuk menganalisa prilaku masyarakat yang berkaitan dengan sitem kepercayaan.
Durkheim berbicara tentang agama masyarakat, inti dari teori Durkheim
menekankan pada masyarakat sebagai bagian yang penting dari realitas “ yang
sakral.” Ketika Durkheim berbicara tentang “yang sakral” dan “ profane,” maka ia
selalu memikirkan tentang masyarakat dan kebutuhan-kebutuhan masyarakat
tersebut. Dalam pandangan Durkheim bahwa unsur mendasar dari agama yaitu:
kepercayaan dan ritual. Ritual merupakan sebuah sarana berkomunikasi dengan
hakekat yang ilahi atau yang transenden.Berkaiatan dengan ritual bakar batu yang
dilakukan merupakan bentuk dari sejarah kehidupan dan kepercayaan yang
dimiliki oleh masyarakat suku Dani.Ritual bakar batu yang dilakukan masyarakat
suku Dani merupakan sebuah sarana peribadatan dan pemujaan kepada sosok
ilahi yang mereka percaya memberikan bantuan, menjaga dan melindungi
kehidupan masyarakat suku Dani.sosok ilahi yang mereka percaya termuat dalam
bentuk kepercayaan akan nenek moyang. Yang mereka anggap memiliki kekautan
dan berkuasa dalam klen atau kelompok mereka.Dengan demikian ritual yang
dilakukan tidak bisa terlepas dari sebuah komunitas pelaksananya.
Ritual bakar batu dilakukan ketika semua masyarakat suku Dani
berkumpul bersama.Durkheim menekankan pentingnya sebuah masyarakat untuk
berkumpul secara kolektif. Dalam suasana berkumpul ini maka masyarakat akan
memperkuat lagi ide-ide kelompok yang menjadi dasar pembentukan kesatuan,
dan pembentukan personalitas. Ide-ide tersebut juga diperkuat dengan tindakan-
tindakan simbolis seperti nyanyian, tarian dan doa, dan kegiatan-kegiatan
kelompok yang dapat membangun semangat kolektif dan kebersamaan.Dalam
kehidupan Masyarakat Kristen suku Dani secara keseluruhan baik masyarakat
Dani yang berada di pegunungan Papua dan Masyarakat Dani yang berada di kota
Semarang. Ritual bakar batu memiliki makna mendasar dalam kehidupan mereka.
30
1. Ritual bakar batu menjadi sarana pemujaan dalam peribadatanyang
berfungsi untuk mengungkapkan rasa syukur dan trima kasih kepada
kekuatan-kekuatan yang lebih besar dari mereka, yang telah menjaga dan
memelihara kehidupan mereka, serta memberikan kesuburan serta
kesuksesan dalam bidang pertanian, perburuan dan peternakan.
2. Sebagi media pendamai: ritual bakar batu menjadi alat perdamai untuk
mendamaikan pihak-pihak yang berkonflik. Konflik dalam kehidupan
masyarakat suku Dani bukanlah hal baru yang mereka jumpai tetapi sudah
mendara daging dalam diri mereka. Akan tetapi ketika konflik terus terjadi
dan mengakibatkan ada korban jiwa maka untuk mendamaikan pihak-
pihak tersebut maka hukum adat dan juga ritual bakar batu merupakan cara
untuk mendamaikan pihak-pihak tersebut.
Berdasarkan data pada bagian tiga, Ritual bakar batu mendapat
penambahan makna yang sangat penting dalam kehidupan masyarakat suku Dani
yang berada di kota Semarang. Penambahan makna tersebut berkaitan dengan
kehidupan masyarakat suku Dani yang pada awalanya hidup sebagai masyarakat
yang homogen. Masyarakat homogen dapat juga di katakan masyarakat pedesaan
yang hidup dalam satu kelompok yang sama berdasarkan kekeluargaan dan tidak
ada realita keberagaman yang lebih besar dari kelompok mereka. Sehingga
pemujaan dan sarana mediasi menjadi hal yang penting dalam pelaksanaan bakar
batu di daerah asal suku Dani. Akan tetapi ketika masyarakatKristen suku Dani
hidup sebagai perantau ritual bakar batu tersebut mendapat penambahan makna.
Masyarakat Kristen suku Dani yang berada di kota Semarang hidup dalam
heterogenitas atau dapat dikatakan penuh dengan berbagai macam perubahan
baik perubahan dalam bidang teknologi, sosial, perilaku, cara pandang bahkan
keberagaman dalam berbudaya. Masyarakat suku Dani kini hidup dalam realitas
keberagaman dan kemajuan teknologi sehingga mereka perlu melakukan sebuah
tindakan komunal yang terwujud dalam pelaksanaan ritual bakar batu di kota
Semarang. Karena dalam ritual bakar batu terkdandung nilai-nilai kelompok yang
menjadi kekuatan tersendiri dalam menjalankan kehidupan mereka sebagai para
perantau.
31
Kehidupan sebagai para perantau, membuat masyarakat suku Dani yang
dulu hidup dalam homogenitas kini hidup dalam kehidupan masyarakat yang
beragam. Masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mengalami perjumpaan
dengan budaya-budaya lain serta kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hal-hal
tersebut mempengaruhi ritual bakar batu yang dilakukan. Ritual bakar batu yang
dilakukan masyarakat Kristen suku Dani di kota Semarang mendapat penambahan
makna baru yang penulis temukan berdasarkan data pada bagian tiga yaitu:
1. Solidaritas: ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat suku
Dani di kota Semarang meningkatkan solidaritas antar masyarakat
suku Dani yang kini hidup dalam lingkungan yang berbeda yang tidak
sama seperti lingkungan di desa. Ketika hidup di desa mereka hidup
dalam satu perkampungan yang memungkinkan mereka untuk selalu
bertemu dan menolong dalam berbagai hal. Oleh sebab itu ritual bakar
batu menjadi sebuah sarana untuk memperkumpulkan masyarakat suku
Dani dan mewujudkan solidaritas sosial diantara mereka.
2. Mempertahankan identitas: anggota Suku Dani yang kini berada di
kota Semarang menyadari bahwa mereka berada di perantauan dan
dikelilingi oleh orang-orang dengan latarbelakang budaya dan
kehidupan yang sangat berbeda sehingga mereka memerlukan
kelompok sosial yang memiliki ciri serta nilai-nilai yang sama agar
jati diri mereka sebagai masyarakat suku Dani tetap kuat ditengah-
tengah kehidupan mereka sebagai masyarakat urban yang penuh
dengan keberagaman dan kemajuan di berbagai bidang. Ritual bakar
batu dilakukan juga untuk menjaga identitas sosial mereka sebagai
masyarakat suku Dani.Melihat kehidupan masyarakat suku Dani
sebagai para perantau sama seperti kehidupan orang-orang Yahudi
yang hidup diaspora. Mereka terus memelihara ritus-ritus yang ada
Karena mereka hidup bercampur dengan budaya-budaya lain bahkan
pada saat itu seluruh kehidupan di kuasai dan dipengaruhi oleh budaya
Helenistik sehingga mereka merasa perlu untuk mempertahankan jati
diri sebagai seorang Yahudi. Hal ini juga yang di alami oleh
32
masyarakat Kristen Suku Dani di kota Semarang yang merasa perlu
untuk mempertahankan budaya mereka ditengah-tengah realita
kemajemukan yang mereka jumpai di kota Semarang.oleh sebab itu
mereka merasa perlu menjaga idenitas sosial dalma menjalankan
kehidupan sebagai para perantau.
3. Pewarisan: ritual bakar batu dilakukan untuk melestarikan budaya
leluhur yang dimiliki oleh masyarakat suku Dani.ritual ini juga
berguna sebagai sarana memberikan pengetahuan kepada anggota suku
Dani yang kini menetap di kota semarang dan memiliki keturunan,
anak-anak mereka belajar tentang budaya Suku Dani dan pada saat itu
anak-anak mereka memperoleh identitas sosial sebagai seorang
anggota Suku Dani. Proses pewarisan ini seperti yang dilakukan dalam
tradisi Yuhudi. pada saat hari raya Paskah, para orang tua
menceritakan tentang kisah perjalanan bangsa mereka, bukan hanya
fakta-fakta keluar dari mesir saja yang di dengarkan, melainkan
identitas mereka sebagai bangsa yang terpilih sedang mendarah daging
dalam diri setiap anggota keluarga.75
Proses pewarisan kebudayaan
suku Dani serta nilai-nilai luhur dari proses bakar batu sedang di
ajarkan oleh para orang tua dalam ritual bakar batu yang dilakukan di
kota Semarang. kegiatan mewariskan budaya merupukan sebuah
tindakan yang baik agar generasi penerus yang hidup di era globalisasi
ini tidak melupakan kebudayaan yang dimiliki oleh leluhur.
4. Memperkenalkan kebudayaan mereka :ritual bakar batu yang
dilakukan oleh masyarakat suku Dani di kota Semarang berfungsi
untuk memperkenalkan budaya mereka kepada masyarakat di kota
Semarang. ada suatu keinginan agar bukan hanya dikenal sebagai
orang Papua dari bentuk fisik tetepi di kenal dari kebudayaan yang
mereka miliki. Sehingga, pelaksanaan ritual bakar batu menjadi sarana
memperkenalkan kebudayaan suku Dani kepada masyarakat luas.
Tindakan memperkenalkan budaya kepada masyarakat luas merupakan
75
Robert R Boehlke, Sejarah Perkembangan Pikiran dan Praktek Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia),31-32
33
tindakan yang baik karena hal tersebut merupakan sebuah bentuk
edukasi tentang keberagaman budaya di negara Indonesia kepada
masyarakat luas dan secara khusus masyarakat Semarang. Dengan
usaha memperkenalkan ritual bakar batu kepada masyaraka Semarang
maka setiap orang mempunyai tanggung jawab bersama untuk ikut
melestarikan budaya-budaya yang dimiliki oleh bangsa kita.
Pada akhirnya ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Suku
Dani di kota semarang merupakan bentuk menjaga identitas sosial. Ketika
mereka hidup sebagai masyarakat Dani di daerah pegunungan Papua.
Identitas sosial tidak menjadi hal terpenting dalam proses ritual bakar
batu, tetapi bagi masyarakat Kristen suku Dani yang berada di kota
Semarang proses ritual bakar batu menjadi sebuah pendukung identitas
sosial di tengah-tengah realita kemajemukan.
5. Kesimpulan dan Rekomendasi
Ritual bakar batu yang dilakukan oleh masyarakat Kristen suku Dani di
kota Semarang merupakan bentuk menjaga identitas ditengah-tengah lingkungan
sosial yang baru sebagai para perantau.Ada begitu banyak hal baru
yangdijumpaidalam kehidupa sebagai masyarakat urban. Seperti: kebudayaan
yang beraneka ragam dan perkembangan teknologi yang semakin maju. Hal-hal
seperti dapat mengakibatkan orang-orang yang jauh dari daerah asal melupakan
budaya serta jati diri sebagai masyarakat suku Dani. Dengan demikian
dilakukannya ritual bakar batu di kota Semarang merupakan sebuah tindakan yang
baik karena di dalam ritual tersebut terkandung nilai-nilai luhur seperti solidaritas,
bergotong royong, dan kerukunan. Pelaksanaan ritual bakar batu di kota Semarang
mengajarkan kepada masyarakat sekitar agar mengenal kebudayaan dari daerah
lain serta bag