Post on 10-Feb-2016
PROSPEK BIOETANOL SEBAGAI PENGGANTI
MINYAK TANAH
AJENG AYU PUSPASARI (1115041001)
ALIEF NURTENDRON (1115041002)
BAARIKLIE MUBAAROKAH
(1115041007) M. NURUL HIDAYAT (1115041026)
RAINAL RAHMAN (1115041039)
RINA SEPTIANA (1115041042)
Bioetanol
Bioetanol (C2H5OH) merupakan salah satu biofuel yang hadir
sebagai bahan bakar alternatif yang lebih ramah lingkungan dan
sifatnya yang terbarukan. Merupakan bahan bakar alternatif
yang diolah dari tumbuhan yang memiliki keunggulan karena
mampu menurunkan emisi CO2 hingga 18%, dibandingkan
dengan emisi bahan bakar fosil seperti minyak tanah.
Bioetanol dapat diproduksi dari berbagai bahan baku yang
banyak terdapat di Indonesia, sehingga sangat potensial
untuk diolah dan dikembangkan karena bahan bakunya
sangat dikenal masyarakat. Tumbuhan yang potensial
untuk menghasilkan bioetanol antara lain tanaman yang
memiliki kadar karbohidrat tinggi, seperti tebu, nira, aren,
sorgum, ubi kayu, jambu mete (limbah jambu mete), garut,
batang pisang, ubi jalar, jagung, bonggol jagung, jerami,
dan bagas (ampas tebu).
Bahan bakar berbasis produk proses biologi
seperti bioetanol dapat dihasilkan dari hasil
pertanian yang tidak layak/tidak dapat
dikonsumsi, seperti dari sampah/limbah pasar,
limbah pabrik gula (tetes/mollases). Yang penting
bahan apapun yang mengandung karbohidrat
(gula,pati,selulosa, dan hemiselulosa) dapat
diproses menjadi bioetanol.
Melalui proses sakarifikasi (pemecahan gula komplek
menjadi gula sederhana), fermentasi, dan distilasi, bahan-
bahan tersebut dapat dikonversi menjadi bahan bakar
bioetanol. Untuk menjaga kestabilan pasokan bahan pangan
sebaiknya bioetanol diproduksi dari bahan-bahan yang
tidak layak/tidak dapat dikonsumsi, seperti singkong gajah
yang beracun, sampah atau limbah apapun yang
mengandung karbohidrat, melalui proses sakarifikasi dan
seterusnya (pemecahan gula seperti tersebut di atas), bahan-
bahan tersebut dapat dikonversi pula menjadi bioetanol.
POTENSI SUMBER BIOETANOL
A. Sagu
Pohon penghasil sagu (Metroxylon spp) termasuk jenis palma yang banyak tumbuh di Indonesia bagian Timur. Sagu merupakan salah satu komoditas hasil hutan bukan kayu (HHBK) dimana kandungan karbohidratnya lebih tinggi dari pada kandungan tanaman lainnya. Secara alami tumbuhan sagu tersebar hampir di setiap pulau atau kepulauan di Indonesia.
Potensi sagu sangat tinggi dan sudah saatnya
dilakukan pemanfaatan pohon sagu agar tidak
mubazir. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan, telah merintis pemanfaatan sagu
menjadi bioetanol, baik skala laboratorium mapun
skala usaha kecil. Dan ini merupakan penelitian
awal dalam rangka menuju optimalisasi produksi
dan produktivitas bioetanol dari sagu.
Pati sagu disebut juga poliglukosa, karena unit monomernya glukosa. Kemurnian sagu pada pati sangat tinggi karena rendahnya kandungan senyawa lain, sehingga pati sagu sangat cocok digunakan sebagai bahan baku pembuatan dekstrin, dekstrose, gula, dan produk turunan lainnya. Bioetanol dari sagu berasal dari dua bagian yaitu pati sagu dan serat sagu.
Sedangkan prosesnya berlangsung dalam empat
tahapan yaitu:
a. hidrolisa bahan menjadi oligosakarida
b. hidrolisa oligosakarida menjadi gula
(monosakarida)
c. konversi gula menjadi bioetanol
d. pemurnian bioetanol.
Langkah-langkah pembuatan bioetanol berbahan sagu sebagai berikut:
B. Tandan Kosong Kelapa Sawit
Tandan kosong kelapa sawit (TKKS) merupakan limbah
biomassa berserat selulosa yang memiliki potensi besar
dengan kelimpahan cukup tinggi. TKKS merupakan hasil
samping dari pengolahan minyak kelapa sawit yang
pemanfaatannya masih terbatas sebagai pupuk, bahan baku
pembuatan matras, dan media bagi pertumbuhan jamur serta
tanaman. potensi bioetanol dari TKKS adalah sebesar 2.000 juta liter atau menghasilkan panas setara dengan menggunakan 1446.984 liter bensin .
c. Ganyong (Canna edulis)
Di Indonesia ganyong (Canna edulis) merupakan
tanaman yang memiliki banyak manfaat, antara lain
umbi mudanya untuk sayuran, umbi tuanya dapat
diekstrak patinya untuk dibuat tepung, sedangkan
daun dan tangkainya digunakan untuk pakan ternak.
Umbi ganyong mengandung karbohidrat yang cukup
tinggi sehingga berpotensi sebagai bahan dasar untuk
produksi glukosa dan fermentasi etanol.
d. Nira Sorgum (Sorgum bicolor)
Sorgum (Sorgum bicolor L.) merupakan salah satu jenis
tanaman serealia yang mempunyai potensi besar dikembangkan
di Indonesia karena mempunyai area adaptasi yang luas.
Sorgum merupakan tanaman bukan asli Indonesia, melainkan
berasal dari Ethiopia dan Sudan Afrika. Di Indonesia sorgum
mempunyai beberapa nama seperti gandrung, jagung pari, dan
jagung cantel. Nira sorgum yang berasal dari batang tanaman sorgum dapat dimanfaatkan untuk membuat bioetanol, karena komposisi nira sorgum hampir sama dengan nira tebu
e. Tetes Tebu
Pada molase atau tetes tebu terdapat kurang lebih 60% selulosa
dan 35,5% hemiselulosa (dasar berat kering). Kedua bahan
polisakarida ini dapat dihidrolisis menjadi gula sederhana (mono
dan disakarida) yang selanjutnya difermentasi menjadi etanol. Di
Indonesia potensi produksi molase ini per ha kurang lebih 10–15
ton, Jika seluruh molase per ha ini diolah menjadi ethanol fuel
grade ethanol (FGE), maka potensi produksinya kurang lebih
766 hingga 1.148 liter/ha FGE. Produksi bioetanol berbahan
baku molase layak diusahakan karena tingkat keuntungan
finansialnya mencapai 24%.
f. Jerami Padi
Jerami padi mengandung kurang lebih 39% selulosa dan
27,5% hemiselulosa (dasar berat kering). Kedua bahan
polisakarida ini, sama halnya dengan tetes tebu dapat
dihidrolisis menjadi gula sederhana yang selanjutnya dapat
difermentasi menjadi bioetanol. Potensi produksi jerami padi
per ha kurang lebih 10-15 ton, keadaan basah dengan kadar
air kurang lebih 60%. Potensi bioetanol dari jerami padi
menurut Kim dan Dale (2004) dalam Patel dan Shoba (2007),
adalah sebesar 0,28 l/kg jerami.
g. Bonggol Pisang (Musa paradisiaca)
Bonggol pisang (Musa paradisiaca) memiliki komposisi
76% pati (karbohidrat), 20% air, sisanya adalah protein
dan vitamin (Yuanita, 2008). Kandungan korbohidrat
bonggol pisang tersebut sangat berpotensi sebagai sumber
bioetanol. Bonggol pisang juga dapat dimanfaatkan untuk
diambil patinya, dimana pati tersebut menyerupai pati
tepung sagu dan tepung tapioka. Bahan berpati yang
digunakan sebagai bahan baku bioetanol.
h. Singkong Karet
Singkong karet atau singkong gajah merupakan salah
satu jenis pohon singkong dimana umbinya
mengandung senyawa beracun, yaitu asam sianida
(HCN), sehingga umbi tersebut tidak diperdagangkan
dan kurang dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh
karena itu sangat tepat sekali bila singkong karet
tersebut ini digunakan sebagai bahan baku bioetanol.
i. Talas (Colocasia esculenta)
Tanaman ini tumbuh dengan baik di tanah yang
basah dengan temperatur 25 – 30oC dan dengan
kelembaban yang tinggi. Tanaman ini toleran
terhadap naungan (tempat teduh) dan ditanam
sebagai tumbuhan selingan pada pertanian. Kadar
pati umbi talas 66,8% dengan kadar air sekitar 7,2%.
PROSES PRODUKSI BIOETANOL MENJADI
BAHAN BAKAR MINYAK TERBARUKAN
Bioetanol sebagai bahan bakar minyak terbarukan
lebih mudah didapatkan karena proses produksi
bioetanol yang juga mudah. Bahkan sumber bioetanol
pun juga mudah didapatkan, terutama di Indonesia.
Berikut tahap proses produksi bioetanol:
1. Proses Pembentukan Bioetanol - Proses
Hidrolisis
2. Proses Pembentukan Bioetanol - Proses
Fermentasi
3. Proses Pembentukan Bioetanol - Proses Destilasi
BIOETANOL SEBAGAI SUMBER ENERGI
TERBARUKAN RAMAH LINGKUNGAN
Penggunaan bioetanol sebagai campuran bahan bakar
minyak (BBM) dapat mengurangi emisi karbon monooksida
dan senyawa lain(asap, gas, dan partikel padat timbal) dari
kendaraan. Hal ini sudah dibuktikan oleh beberapa negara
yang sudah lebih dulu mengaplikasikan bioetanol tersebut,
seperti Brasil dan Jepang.
Perkembangan bisnis bioetanol di
Indonesia seharusnya juga bisa menyamai kedua negara tersebut. Dengan melimpahnya bahan baku, seharusnya kita bisa menggantikan sebagian pemakaian BBM yang sudah semakin langka dengan bioetanol. Selain untuk bahan bakar, bioethanol (FGE) dapat digunakan untuk industri kimia, farmasi, kedokteran, kosmetik, bahan baku aneka minuman, dan sebagainya.
KESIMPULAN Pemanfaatan campuran bio-ethanol dengan
premium secara umum dapat berdampak pada pengurangan emisi gas rumah kaca. Disamping itu, pencampuran bio-ethanol dengan premium dapat mengurangi konsumsi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri dan mendorong program diversifikasi (penganeka ragaman) energy, serta mendorong terciptanya pemanfaatan energi yang berwawasan lingkungan, mendorong berkembangnya industri lokal selanjutnya mendorong terciptanya lapangan kerja di daerah, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah .
Pencampuran Ethanol/bio-ethanol dengan premium dapat meningkatkan nilai oktan premium, dimana nilai oktan untuk 98% ethanol/bio-ethanol adalah sebesar 115, selain itu mengingat ethanol/bio-ethanol mengandung 30% oksigen, sehingga ethanol/bio-ethanol dapat dikatagorikan sebagai high octane gasoline (HOG) yang merupakan bahan pencampur premium dengan angka oktan 88.
SEKIAN DAN TERIMA KASIH