Larangan Penggunaan Cantrang Perlu Sinkronisasi Kebijakan...

Post on 02-Dec-2020

10 views 0 download

Transcript of Larangan Penggunaan Cantrang Perlu Sinkronisasi Kebijakan...

Sua ra Pem ba ru an Rabu, 4 Maret 2015 Utama A 3

[JAKARTA] Aksi demo nelayan yang memprotes kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dalam beberapa pe-kan terakhir harus dilihat secara bijak. Upaya pele-starian sumber daya kelau-tan dan perikanan tidak ser-ta merta mematikan sum-ber penghidupan nelayan selama ini.

Kebi jakan Menter i Kelautan dan Perikanan (KP) Susi Pudjiastuti sudah tepat, namun proses transi-si harus tetap dilakukan dan perlu menyiapkan sumber penghasilan alter-natif. Selain itu, kebijakan pemerintah pusat dan daer-ah harus sinkron dan tidak saling menyalahkan.

Demikian rangkuman pandangan dari Mantan Menter i Kelautan dan P e r i k a n a n S a r w o n o Kusumaatmadja, Direktur Ocean Watch Indonesia Herman Jaya, dan pengajar Institut Pertanian Bogor (IPB) Arif Satria yang juga staf ahli Menteri Kelautan dan Perikanan. Mereka di-mintai pandangan terkait protes ribuan nelayan di se-jumlah kawasan pantai utara (pantura) Jawa, khususnya di Jawa Tengah, dalam be-berapa pekan terakhir.

Dalam dua hari terakh-ir, aksi ribuan nelayan di Rembang dan Batang, Jateng, sempat melumpuh-kan jalur utama Pantura dan terjadi kericuhan aki-bat ketidakpuasan nelayan. Sarwono menilai, langkah yang diambil Menteri Susi Pudjiastuti saat ini sudah tepat. Langkah selanjutnya yang harus diambil adalah solusi untuk mengatasi problem perikanan yang ki-ta alami.

“Yang dikeluarkan sela-ma ini langkah pelarangan. Itu sudah tepat dan memang harus tegas. Tidak boleh mundur. Yang dibutuhkan selanjutnya adalah solusi untuk mengatasi masalah perikanan tangkap. Ini bu-kan pekerjaan mudah dan dibutuhkan langkah holis-tik,” ujar Sarwono kepada SP di Jakarta, Rabu (4/3).

Menurutnya, kebijakan pelarangan yang dilakukan Menteri Susi merupakan awal yang tepat. Sebab, masalah ini sudah bersifat sistemik, sehingga dibutuh-kan ketegasan dan kebera-nian. “Masalah utama ada-lah ikan kita berkurang, ta-pi nelayannya banyak. Keadaan ini yang diman-faatkan sebagian kalangan yang aji mumpung, jadi dikeruk semua. Ini yang membahayakan sektor per-ikanan kita dan dilarang

dengan tegas oleh Menteri S u s i . K o m p l o t a n -komplotan itu marah dan mengatasnamakan ne-layan,” jelasnya.

Langkah selanjutnya adalah langkah pengenda-l i a n , y a n g m e n u r u t Sarwono leb ih susah dibandingkan pelarangan. “Contohnya, perikanan tangkap kita sudah berku-rang sementara nelayannya banyak. Tidak mudah men-gubah mereka menjadi ne-layan budidaya. Ini butuh proses,” ujarnya.

Sementara itu, Arif Satria menilai, kebijakan pelarangan cantrang me-mang dilematis. Kebijakan tersebut memiliki nilai positif untuk menjaga ke-berlanjutan sumber daya serta perlindungan nelayan kecil. Banyak nelayan non-cantrang yang mendukung kebijakan Menteri Susi.

Namun , tidak sedikit konflik antarnelayan terjadi karena pengoperasian can-trang dan sejenisnya. Meski begitu, harus diakui bahwa kebijakan ini mem-bawa dampak terhadap ma-ta pencarian sebagian ne-layan sehingga mereka be-runjuk rasa.

Kementerian Perikanan dan Kelautan (KKP) telah mengeluarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.2/2015 ten-tang Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets) di Wi l ayah Penge lo l aan Perikanan Negara Republik Indonesia. Peraturan itu merupakan penegasan dari Pasal 9 Ayat 1 UU Nomor 31/2004 tentang Perikanan, yang menyebutkan laran-gan kepemilikan dan peng-gunaan alat tangkap ikan yang mengganggu dan mer-usak keberlanjutan sumber daya ikan di wilayah Indonesia, termasuk jaring trawl atau pukat harimau, dan/atau kompresor.

Menteri Susi Pudjiastuti bersikukuh kalau pihaknya tidak bakal memberi dana bantuan bagi nelayan yang

menggunakan alat penang-kapan ikan (API) pukat atau cantrang. Nelayan yang memakai cantrang di-pastikan memiliki ekonomi baik, sebab harga alat tang-kap itu ditaksir mencapai Rp 1 miliar.

“Kalau saya izinkan pe-makaian cantrang, itu artin-ya saya kembali membiar-kan konflik di antara ne-layan. Nelayan yang me-makai cantrang sama saja mengintimidasi nelayan lain yang alat penangkap ikannya terbilang sederhana atau berkapasitas rendah,” ujar Susi baru-baru ini.

Penyusutan Berdasarkan laporan di

pesisir utara Jawa, banyak pelabuhan ikan di sana yang lumpuh karena masih ban-yak kapal bergross ton ting-gi yang masih mengambil ikan di Laut Jawa dengan menggunakan alat penang-kap jenis ini. Penggunaan c a n t r a n g d i s i n y a l i r menyumbang Penyusutan produksi perikanan, sehing-ga nelayan tradisional ter-paksa mencari ikan di loka-si yang lebih jauh.

“Kenyataannya, saat ini 90 persen kapal cantrang atau pukat hela dipakai oleh kapal-kapal di atas 100 GT (gross ton). Contoh di Tegal, ditemukan 10 kapal di atas 150 GT yang menggunakan cantrang,” ujar Susi.

Namun, Susi mem-persilakan setiap daerah untuk menelaah kembali kebijakan yang ditetapkan-nya. Otonomi daerah mem-buat tiap daerah memiliki kewenangan dalam pembe-rian izin bagi kapal ne-layan. “Lihat saja Jawa Tengah. Mereka memper-bolehkan kapal-kapal ne-layan menggunakan can-trang. Cuma, yang saya te-gaskan, nelayan-nelayan itu hanya boleh melaut di bawah garis 12 mil dari ka-wasan pantai Jawa Tengah. Namun, kalau sudah ada kapal dengan cantrang yang berani melaut di wilayah lain, tentu itu men-

jadi persoalan,” katanya.Sebelumnya, Gubernur

Jateng Ganjar Pranowo telah mengirimkan surat kepada Menteri Kelautan dan Perikanan perihal tin-dak lan ju t Pera tu ran Menteri Kelautan dan Pe r ikanan Nomor 2 /Permen-KP/2015. Dalam surat tersebut, Ganjar men-yatakan, pemberlakuan Permen tersebut akan ber-dampak terhadap kese-jahteraan nelayan serta pengolah dan pemasar peri-kanan di Jateng.

Ganjar menjelaskan,

jumlah kapal ikan dengan alat tangkap yang dilarang sesuai peraturan tersebut sebanyak 10.758 unit atau 41,25 % dari jumlah kapal perikanan di Jawa tengah. Pengolah dan pemasar ha-sil perikanan yang terkait dengan produksi kapal den-gan alat tangkap yang dila-rang meliputi 6.808 Unit Pengolah Ikan (UPI) skala UMKM dengan jumlah tenaga kerja 107.918 orang. Ada 30 UPI skala ekspor dengan tenaga kerja 5.203 orang dan 18.401 unit pe-masar hasil perikanan.

“Total tenaga kerja yang terdampak sebanyak 252.488 orang. Volume ek-spor hasil perikanan yang terdampak 29.808 ton den-gan nilai US$. 333.140.262 (data 2014),” ujarnya.

Sedangkan, Herman Jaya menilai, protes nelayan beberapa pekan terakhir se-benarnya bisa diselesaikan jika KKP dan Pemprov Jateng bisa sejalan dan kon-sisten dalam menerapkan aturan yang sudah ada. “Pada saat transisi, berbagai program bisa dibuat sehing-ga nelayan tidak terlantar dan semakin miskin karena hilangnya sumber penghasi-lan,” katanya.

Sementara itu, Kapolres Batang AKBP Widiatmoko mengatakan, pihaknya masih memeriksa 24 orang nelayan yang diduga menjadi pro-vokator terjadinya ricuh da-lam aksi demo ribuan ne-layan, kemarin. “Saat ini mer-eka masih dalam proses pe-meriksaan. Jika kami anggap perlu untuk dilanjutkan pros-esnya, kami lanjutkan,” ujar Kapolres kepada SP, Rabu (4/3). [142/O-2/Y-9/H-12]

Larangan Penggunaan Cantrang

Perlu Sinkronisasi Kebijakan Pusat dan Daerah