Post on 24-Jul-2015
LAPORAN KERJA PRAKTEK
PENGUJIAN TERHADAP SIFAT FISIKA PERPANJANGAN
PUTUS, BOBOT JENIS, KETAHANAN KIKIS KOMPON SOL
KARET CETAK DAN KETIDAKPASTIANNYA
Disusun oleh :
Erwin Isna Megawati
08/269577/PA/11978
&
Liana Fibriawati
08/270118/PA/12216
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2011
1
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Kerja Praktek
Pengujian Terhadap Sifat Fisika Perpanjangan Putus, Bobot Jenis,
Ketahanan Kikis Kompon Sol Karet Cetak Dan Ketidakpastiannya
Laporan ini telah diperiksa dan disetujui
Pada tanggal, Maret 2011
Oleh :
Dosen Pembimbing
Dr. Kuwat Triyana, M.Eng
Ketua Program Studi Fisika FMIPA
UGM
Dr. Arief Hermanto, M.Sc
Kepala Bidang Pengujian
Sertifikasi dan Kalibrasi
Ir.Titik Purwati Widowati, MP
Pembimbing
L. Triyono, SE
2
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Tuhan semesta alam, hanya karunia,
rahmat, hidayah dan inayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan
kerja praktek yang telah dilaksanakan pada tanggal 24 Januari sampai
dengan tanggal 18 Februari 2011 di Laboratorium Uji Komoditi Karet
Plastik (LUKKAPS) Balai Besar Kulit Karet dan Plastik. Kerja Praktek ini
merupakan mata kuliah pilihan program studi Fisika Universitas Gadjah
Mada.
Laporan ini disusun berdasarkan data yang diperoleh selama kerja
praktek dan literatur-literatur sebagai pendukung. Penulis menyadari tanpa
bantuan dari berbagai pihak, penyusunan laporan kerja praktek ini tidak
terselesaikan. Oleh karena itu pada kesempatan ini, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada :
1. Dr. Arief Hermanto selaku Kepala Program Studi Fisika Fakultas
MIPA
2. Dr. Kuwat Triyana, M.Eng selaku dosen pembimbing kerja
praktek.
3. Kepala Balai Besar Kulit Karet dan Plastik beserta seluruh staf.
4. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
membantu terselesainya laporan kerja praktek ini.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna,
oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun, penulis harapkan
demi kesempurnaan laporan ini. Akhirnya, penulis berharap semoga
laporan ini dapat bermanfaat bagi yang membutuhkannya.
Yogyakarta, Maret 2011
Penulis
3
DAFTAR ISI
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1.Latar Belakang...............................................................................................1
1.2.Tujuan............................................................................................................2
1.3.Profil BBKKP................................................................................................2
1.4.Ruang Lingkup...............................................................................................3
BAB II......................................................................................................................4
KAJIAN TEORI......................................................................................................4
2.1. Pengertian Karet dan Sejarah Penggunaannya..............................................4
2.2. Kompon Karet...............................................................................................6
2.3. Sistem Vulkanisasi......................................................................................10
2.4. Sol Karet Cetak...........................................................................................12
2.5. ISO 17025...................................................................................................13
BAB III..................................................................................................................15
METODOLOGI PENGUJIAN..............................................................................15
3.1. Pengujian Kuat Tarik (tegangan putus dan perpanjangan putus)...............20
3.2. Uji Ketahanan Sobek..................................................................................21
3.3. Kekerasan....................................................................................................22
3.4. Perpanjangan Tetap.....................................................................................23
3.5. Bobot jenis..................................................................................................24
3.6. Ketahanan Kikis..........................................................................................25
3.7. Ketahanan Retak Lentur..............................................................................25
BAB IV..................................................................................................................27
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN....................................27
4.1.Tegangan Putus............................................................................................27
4.2.Perpanjangan Putus......................................................................................27
4.3.Ketahanan Sobek..........................................................................................28
4.4.Perpanjangan Tetap......................................................................................28
4.5.Ketahanan kikis............................................................................................29
4.6.Kekerasan.....................................................................................................29
4.7.Bobot Jenis...................................................................................................30
4
BAB V....................................................................................................................31
PEMBAHASAN....................................................................................................31
BAB VI..................................................................................................................36
KESIMPULAN......................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................37
LAMPIRAN...........................................................................................................38
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Semakin cepatnya perkembangan teknologi dan tingginya tingkat
persaingan dalam dunia usaha, merupakan sebuah tantangan yang harus
dihadapi oleh semua pihak, terutama dalam dunia industri yang tidak bisa
lepas dari teknologi elektronika dan informasi. Perubahan serta
perkembangan yang sudah dicapai seperti otomatisasi dan komputerisasi telah
sedemikian cepatnya dan menuntut kalangan industri serta para praktisi yang
berkecimpung didalamnya untuk lebih siap menghadapi kemajuan yang ada.
Sementara itu, disatu sisi masih terdapat kesenjangan antara dunia
pendidikan kita, khususnya dari kalangan Perguruan Tinggi, dengan dunia
kerja yang sebenarnya. Kenyataan yang kita temui saat ini adalah para sarjana
lulusan Perguruan Tinggi hanya sebagai sumber daya yang siap latih, bukan
siap pakai. Penyebab utamanya adalah ketertinggalan Perguruan Tinggi
terhadap perkembangan teknologi dan informasi yang ada di dunia luar.
Untuk itu, sebagai salah satu upaya yang ditempuh Perguruan Tinggi untuk
mengantisipasi permasalahan di atas adalah dengan mewajibkan setiap
mahasiswanya untuk mengikuti Program Kerja Praktek di suatu lembaga,
instansi atau perusahaan, baik pemerintah maupun swasta, yang sesuai
dengan disiplin ilmu yang ditekuninya. Dengan kerja praktek pada
perusahaan-perusahaan atau instansi tertentu diharapkan mahasiswa dapat
memiliki gambaran yang lebih mendalam tentang kondisi nyata di dunia
kerja, sekaligus dapat menambah pengalaman serta membuka cakrawala
pandang yang lebih luas yang mungkin tidak didapatkan di bangku kuliah.
Oleh karena itu, kami menggunakan kesempatan kerja praktek ini untuk
menambah pengetahuan dan pengalaman di dunia kerja. Dengan
pertimbangan tersebut kami menggunakan kesempatan kerja praktek pada
salah satu badan usaha yang kompeten untuk pengaplikasian ilmu Fisika di
bidang pengujian beserta kalibrasi yaitu di Balai Besar Kulit, Karet dan
Plastik (BBKKP).
6
1.2.Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan kerja praktek ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk memperoleh gambaran nyata tentang penerapan atau implementasi
dari ilmu atau teori yang selama ini diperoleh melalui bangku kuliah dan
membandingkannya dengan kondisi nyata yang ada di lapangan.
2. Untuk memperoleh tambahan pengetahuan dan pengalaman yang akan
membuka cakrawala berpikir yang lebih luas mengenai disiplin ilmu yang
ditekuni selama ini.
1.3.Profil BBKKP
BBKKP mempunyai tugas melaksanakan kegiatan penelitian,
pengembangan, kerjasama, standardisasi, pengujian, sertifikasi, kalibrasi
dan pengembangan kompetensi industri kulit, karet dan plastik sesuai
kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Kepala Balai Penelitian dan
Pengembangan Industri.
Dalam melaksanakan tugas, BBKKP menyelenggarakan fungsi:
penelitian dan pengembangan, pelayanan jasa teknis bidang teknologi
bahan baku, bahan pembantu, proses, produk, peralatan dan pelaksanaan
pelayanan dalam bidang pelatihan teknis, konsultansi atau penyuluhan,
alih teknologi serta rancang bangun dan perekayasaan industri, inkubasi,
dan penanggulangan pencemaran industri, pelaksanaan pemasaran,
kerjasama, pengembangan dan pemanfaatan teknologi informasi,
pelaksanaan pengujian dan sertifikasi bahan baku, bahan pembantu, dan
produk industri kulit, karet dan plastik, serta kegiatan kalibrasi mesin dan
peralatan, pelaksanaan perencanaan, pengelolaan, dan koordinasi sarana
dan prasarana kegiatan penelitian dan pengembangan di lingkungan
BBKKP, serta penyusunan dan penerapan standardisasi industri kulit,
karet dan plastik dan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua
unsur di lingkungan BBKKP.
7
Visi:
Menjadi pusat inovasi teknologi dan pelayananan di bidang kulit, dan
pelayanan di bidang kulit karet dan plastik yang profesional, terpercaya
dan diakui di tingkat nasional maupun internasional.
Misi :
Meningkatkan litbang inovatif dan aplikasi teknologi sektor kulit, karet
dan plastik.
Meningkatkan layanan teknologi sektor industri kulit karet dan plastik.
Meningkatkan jejaring nasional maupun internasional.
Meningkatkan kemampuan sumber daya.
1.4.Ruang Lingkup
Ruang lingkup kerja praktek di Balai Besar Kulit Karet dan Plastik
(BBPPK), meliputi kegiatan :
1. Orientasi mengenai Laboratorium Uji Komoditi Karet Plastik dan
Sepatu (LUKKAPS) di BBPPK secara umum.
2. Pembuatan tugas khusus yaitu “Pengujian Sol Karet Cetak Sepatu
TNI“, yang meliputi :
Studi literatur dan pengujian di lapangan.
Diskusi dan konsultasi dengan pembimbing dan teknisi di
lapangan.
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1. Pengertian Karet dan Sejarah Penggunaannya
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan
(dikenal sebagai latex) di getah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga
diproduksi secara sintetis.
Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk
menciptakan karet adalah pohon karet Para. Hevea brasiliensis
(Euphorbiaceae). Ini dikarenakan melukainya akan memberikan respons
yang menghasilkan lebih banyak latex lagi.
Pada dasarnya karet bisa berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet
(atau dikenal dengan istilah latex), maupun produksi manusia (sintetis). Saat
8
pohon karet dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Saat
ini Asia menjadi sumber karet alami. Awal mulanya karet hanya hidup di
Amerika Selatan, namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia
Tenggara. Kehadiran karet di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry
Wickham. Saat ini, negara-negara Asia menghasilkan 93% produksi karet
alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia dan Malaysia.
Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan
antara lain bola karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. Saat Christopher
Columbus dan rombongannya menemukan benua Amerika pada tahun 1476,
mereka terheran-heran melihat bola yang dimainkan orang-orang India yang
dapat melantun bila dijatuhkan ke tanah. Di sinilah sejarah karet dimulai,
tetapi baru pada tahun 1530 ada laporan tertulis mengenai gummi optimum,
sebutan dari Pietro Martire d’Anghiera untuk karet. Pada tahn 1535, Ahli
sejarah mengenai bangsa India, Captain Gonzale Fernandez de Oveida
menulis bahwa dia melihat 2 tim orang India yang bermain bola. Bola itu
terbuat dari campuran akar, kayu dan rumput, yang dicampur dengan suatu
bahan (latex) kemudian dipanaskan di atas unggun dan dibulatkan seperti
bola. Bola orang India ini, bisa melambung lebih tinggi daripada bola yang
umum dibuat orang-orang Eropa waktu itu. Oviedo mengatakan bahwa bila
bola buatan India itu dijatuhkan, bola itu bisa melambung lebih tinggi dan
kemudian jatuh, lalu melambung lagi walaupun agak rendah daripada
lambungan yang pertama. Pada tahun 1615 seorang penulis, F.J. Torquemada
melaporkan bahwa orang Indian Mexico membuat sepatu tahan air dari bahan
latex atau karet. Tentara Spanyol juga dilaporkan mengoleskan latex ke
mantel mereka, saat hujan menjadi tahan air, tetapi di musim panas menjadi
lengket.
Karet sintetik berkembang pesat sejak berakhirnya perang dunia kedua
tahun 1945. Saat ini lebih dari 20 jenis karet sintetik terdapat di pasaran
dunia. Sifat-sifat, spesial karakteristik dan harga karet sangat bervariasi.
Pengetahuan tentang keuntungan dan kekurangan karet sangat membantu
dalam pemilihan karet termurah dan cocok dengan spesifikasi
penggunaannya. Sebelum perang dunia kedua, hanya karet alam tersedia
9
dalam jumlah besar di pasaran dunia. Dengan berkembangnya kebutuhan
manusia seiiring dengan berkembangnya pengetahuan, sangat dirasakan
keterbatasan dari karet alam, antara lain tidak tahan pada suhu tinggi.
Pengembangan karet sintetik sesudah perang dunia kedua lebih banyak
ditujukan untuk memperoleh karet yang sifat-sifatnya tidak dimiliki oleh
karet alam, antara lain karet tahan minyak, karet tahan panas, dll.
Karet alam adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah
penemuan proses vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap
cuaca dan tidak larut dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai
bahan dasar dalam pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam
rumah ataupun pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu
yang semuanya terbuat dari bahan karet.
Sebelum itu usaha-usaha menggunakan karet untuk sepatu selalu gagal
karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket serta berbau di musim
panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury Indian Rubber Company
pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam terpenting dan
mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet keras yang
tahan air.
Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit isoprene (C5H8) yang
berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000 sampai dengan 400.000.
Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat
digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu dan telapak ban
kendaraan. Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga
tidak berbentuk cairan.
Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata pada sifat karet
yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi kesan bahwa karet
alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu cairan dengan
kekentalan yang sangat tinggi. Namun begitu, sifat-sifat mekaniknya
menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk memutus rantai
molekulnya agar menjadi lebih pendek. Proses mastikasi ini mengurangi
keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan memudahkan proses
selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat karet alam
10
ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam proses
pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau kompon maupun
dalam bentuk vulkanisat. Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat
disukai karena mudah menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open
mill/penggiling terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahan-
bahan yang diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon,
karet alam sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai
dalam pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum
vulkanisasi dilakukan. Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan
karet alam sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk
ban radial ataupun dalam pembuatan sol karet yang sepatunya diproduksi
dengan cara vulkanisasi langsung.
2.2. Kompon Karet
Karet alam maupun karet sintetik tidak dipergunakan dalam keadaan
mentah, karena tidak kuat dan sebagian mudah teroksidasi. Selanjutnya karet
mentah mengalami perubahan bentuk yang tetap bila ditarik atau ditekan,
yaitu tidak bisa kembali kebentuk semula. Dengan kata lain karet mentah
tidak elastis. Karet yang tidak elastis cenderung sulit untuk dimanfaatkan
lebih jauh, oleh karena itu karet mentah harus terlebih dahulu diproses dengan
perlakuan-perlakuan tertentu serta penambahan bahan-bahan kimia tertentu
untuk memperoleh suatu kompon.
Menurut Abednego (1979) kompon karet adalah campuran karet mentah
dengan bahan-bahan kimia yang belum divulkanisasi. Proses pembuatan
kompon adalah proses pencampuran antara karet mentah dengan bahan-bahan
kimia karet (bahan aditip). Kompon merupakan campuran karet dengan
bahan-bahan kimia yang mempunyai komposisi tertentu dengan cara
pencampuran digiling pada suhu tertentu, kompon karet dapat dibuat pada
mesin giling 2 rol atau pada mesin pencampur tertutup (Banbury mixer,
Internal mixer). Akan tetapi dalam pembahasan laporan ini hanya dibahas
tentang kompon sol luar sepatu.
11
Pembuatan kompon karet adalah ilmu dan seni untuk menyeleksi dan
mencampur jenis karet mantah dan jenis-jenis bahan kimia karet, sehingga
diperoleh kompon karet yang setelah dimasak, dapat dihasilkan barang jadi
karet dengan sifat-sifat fisik yang dibutuhkan. Pada pembuatan kompon karet
ada 3 faktor yang perlu diperhatikan, yaitu sifat kompon, karakteristk
pengolahan dan harga. Kompon karet selain karet mentah pada umumnya
mengandung 8 atau lebih jenis bahan kimia karet. Setiap jenis bahan tersebut
memiliki fungsi spesifik dan mempunyai pengaruh terhadap sifat,
karakteristik pengolahan dan harga dari kompon karetnya, bahan kimia
tersebut adalah:
1. Bahan Pemvulkanisasi
Adalah bahan kimia yang dapat bereaksi dengan gugus aktif pada
molekul karet membentuk ikatan silang tiga dimensi. Bahan pemvulkanisasi
yang pertama dan paling umum digunakan adalah belerang (sulfur), khusus
digunakan untuk memvulkanisasi karet alam atau karet sintetis jenis SBR,
NBR, BR, IR, dan EPDM. 1
2. Bahan Pencepat (accelerator)
Adalah bahan kimia yang digunakan dalam jumlah sedikit bersama-sama
dengan belerang untuk mempercepat reaksi vulkanisasi. Bahan pencepat yang
digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari dua atau lebih jenis
pencepat. Menurut abednego (1979) mengatakan bahwa bahan pencepat
adalah katalisator dalam proses vulkanisasi.
Beberapa keuntungan menggunakan accelerator adalah :
a. Penggunaan panas alat dikurangi.
b. Hasil akhir lebih seragam.
c. Bahan digunakan pada bahan dasar kualitas rendah.
d. Dapat memperbaiki sifat-sifat fisis barang jadinya.
e. Dapat memperbaiki performasi dan kemampuan memberi warna.
f. Meningkatkan daya tahan terhadap aging.
12
g. Mengurangi kecenderungan untuk memisahkan diri dari permukaan.
Bahan pencepat yang digunakan dapat berupa satu atau kombinasi dari
dua atau lebih jenis pencepat. Berdasarkan fungsinya bahan pencepat dapat
dibedakan menjadi bahan pencepat primer dan bahan pencepat sekunder.
Pencepat dikelompokkan berdasarkan fungsinya sebagai berikut;
a. Pencepat primer : - Thiazol (semi cepat), contoh: MBT, MBTS
- Sulfenamida (cepat-ditunda), contoh: CBS
b. Pencepat sekunder : - Guanidine (sedang), contoh : DPG, DOTG
- Thiuram (sangat cepat), contoh : TMT
- Dithiokarbonat (sangat cepat), contoh :
ZDC, ZMDC
- Dithiofosfat (cepat), contoh : ZBPP
3. Bahan Penggiat
Adalah bahan kimia yang ditambahkan kedalam sistim vulkanisasi
dengan pencepat untuk menggiatkan kerja pencepat. Penggiat yang paling
umum digunakan adalah kombinasi antara ZnO dengan asam stearat.
4. Bahan Antidegradant
Adalah bahan kimia yang berfungsi sebagai anti ozonan dan anti oksidan,
yang melindungi barang jadi karet dari pengusangan dan meningkatkan usia
penggunaanya. Penambahan anti oksidan pada kompon karet akan
menghambat kerusakan karet karena udara (O2), sinar matahari dan ozon.
Karet tanpa anti oksidan akan mudah teroksidasi sehingga menjadi lunak
kemudian lengket dan akhirnya menjadi keras dan retak-retak (aging).
Contoh: wax (anti ozonan), senyawa amina dan senyawa turunan fenol
(ionol).
5. Bahan Pengisi
Bahan pengisi adalah bahan yang berfungsi untuk mengubah atau
memperbaiki sifat fisis barang jadi karet, seperti daya tahan terhadap gesekan,
irisan, dll. Bahan pengisi ditambahkan kedalam kompon karet dalam jumlah
yang cukup besar dengan tujuan untuk meningkatkan sifat fisik, memperbaiki
karakteristik pengolahan tertentu dan menekan biaya. Bahan pengisi dibagi
dalam dua golongan besar yaitu bahan pengisi yang bersifat penguat, contoh
13
carbon black, silica, dan silikat serta bahan pengisi yang bukan penguat,
contoh CaCO3, kaolin, BaSO4 dan sebagainya.
6. Bahan Pelunak (Softener)
Adalah bahan yang berfungsi untuk melunakkan karet mentah agar
mudah diolah menjadi kompon karet. Jenis bahan pelunak antara lain jenis
aromatik, naftenik, parafinik, ester dan sebagainya.
7. Bahan Kimia Tambahan
Bahan ini ditambahkan kedalam kompon karet dengan tujuan tertentu
dan sesuai dengan kebutuhan, misalkan :
a. Bahan pewarna
b. Bahan penghambat (inhibitor)
c. Bahan pewangi
d. Bahan peniup (blowing agent)
e. Bahan bantu olah (homogenizer, peptizer, senyawa pendispersi, tacki-
fier, dsb)
Pada penyusunan formulasi kompon yang paling penting adalah
menetukan jenis atau campuran karet mentah. Kemudian ditentukan jenis
bahan pengisi. Setelah itu ditentukan sistim vukanisasinya kombinasi bahan
pemvulkanisasi, bahan pencepat dan penggiat. Terkahir ditentukan bahan-
bahan kimia tambahan yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan tergantung
jenis proses selanjutnya dan barang yang akan dibuat.
Pada proses pencampuran kompon karet biasanya menggunakan alat
pencampur (mixer) dapat berupa internal mixer (mesin giling tertutup) atau
mesin giling terbuka (open mill). Alat yang paling sederhana adalah mesin
giling terbuka yang terdiri dari dua rol keras dan permukaanya licin.
Kecepatan berputar kedua rol berbeda (penggilangan dengan friksi). Lebar
celah diatara dua rol dapat diatur dan disesuaikan dengan banyaknya kompon
dan keadaan kompon, sebelum proses pencampuran, karet mentah terlebih
dahulu dilunakkan yang disebut dengan proses mastikasi yang bertujuan
untuk mengubah karet padat dan keras menjadi lunak (viskositas berkurang)
agar proses pencampuran dengan bahan kimia mneghasilkan dispersion yang
merata (homogen). Pencampuran dimulai setelah karet menjadi plastis dan
14
suhu rol hangat. Celah dua rol (nip) diatur sedemikian rupa sampai diperoleh
tumpukan material diatas rol yang disebut bank, kemudian bahan kimia
bentuk serbuk segera ditambahkan kecuali belerang. Penggulungan dan
pemotongan juga dilakukan. Penambahan bahan pengisi dilakukan sedikit
demi sedikit. Langkah terkahir adalah pemasukan belerang. Setelah semua
bahan kimia tercampur, kompon karet yang dihasilkan dipotong dan
dikeluarkan dari gilingan, kemudian dimasukkan gilingan lagi untuk dibentuk
menjadi bentuk lembaran dengan ketebalan sesuai dengan kebutuhan.
2.3. Sistem Vulkanisasi
Setalah tahap pembuatan kompon selesai tahap selanjutnya untuk
membuat barang karet adalah tahap pemberian bentuk dan proses vulkanisasi
(pematangan). Proses pemberian bentuk adalah salah satu cara pemberian
bentuk terhadap kompon karet adalah dengan cara cetak tekan (pres
moulding) dimana kompon karet dibentuk dalam acuan (cetakan) dan
sekaligus dimasak dalam mesin kempa vulkanisasi (pres vulaknisasi). Pada
mesin kempa vulaknisasi tunggal terdapat satu pasang plat tebal datar yaitu
plat atas dan bawah. Kedua plat datar tersebut pada bagian dalamnya terdapat
alur yang dapat dialirkan uap jenuh atau dipasang elemen listrik sebagai
sumber panas. Plat atas tidak dapat bergerak, sedang plat bawah dipasang
pada kempa hirolik sehingga dapat digerakkan ke atas dan ke bawah. Dengan
memompa minyak dari tangki minyak ke dalam silinder hidrolik, maka plat
bawah akan ditekan ke atas. Tekanan minyak dapat mencapai 100 hingga 150
kg/cm2. Sebaliknya dengan mengeluarkan minyak dari selinder kempa
hidrolik, kempa bawah akan kembali turun. Pada mesin kempa vulkanisasi,
kompon karet diberi bentuk dan divukanisasi pada mesin yang sama.
Vulkanisasi adalah kunci dari keseluruhan teknologi karet, walaupun
kadar barang yang terlibat dalam proses vulkanisasi tidak lebih dari 0,5
hingga 5% dari berat keseluruhan campuran, namun proses ini memegang
peranan penting dalam pembentukan sifat kimia dan fisika yang dikehendaki.
Proses vulkanisasi adalah proses pematangan karet mentah dengan
15
menggunakan panas belerang (S), disamping itu daya guna karet mentah akan
bertambah karena sifat-sifat fisisnya menjadi lebih baik.
Vulkanisasi merupakan proses irreversible (tidak dapat balik) yang
menggabungkan rantai-rantai molekul karet secara kimiawi dengan molekul
belerang membentuk ikatan tiga dimensi. Sehingga karet mentah yang semula
plastis setelah vulaknisasi berubah menjadi elastis, kuat dan ulet. Salah satu
syarat yang harus dimiliki karet agar dapat divulaknisasi dengan belerang
adalah memiliki ikatan rangkap pada rantai utamanya. Sistim vulkanisasi
belerang yang dipercepat dapat diterapkan untuk jenis-jenis karet yang
memiliki ikatan rangkap yaitu:
a. Untuk keperluan umum: karet alam (NR), Isoprene Rubber (IR),
Polibutadiene Rubber (BR) dan karet stiren/butadiene Rubber (SBR).
b. Untuk keperluan khusus : Karet Nitril (NBR), Karet Butil (IIR), Karet
Bromo Butyl (BIIR), Chlorobutil (CIIR) dan Karet Ethylene Propylene
Diene Monomer (EPDM).
Vulkanisasi karet alam biasanya dilakukan pada suhu sekitar 1500C dan
suhu lebih tinggi (1550C hingga 1600C) untuk karet sintetis (SBR dan IIR).
Untuk memperoleh vulkanisat yang dapat matang sempurna yaitu yang
memiliki sifat fisika optimum, maka kompon karet dalam cetakan harus
dikempa (ditekan) pada tekanan, suhu dan waktu vulkanisasi tertentu.
2.4. Sol Karet Cetak
Sol karet cetak adalah salah satu komponen bagian bawah alas kaki yang
dibuat dari kompon dan dicetak dengan sistem cetak vulkanisasi. Karet alam
adalah jenis karet pertama yang dibuat sepatu. Sesudah penemuan proses
vulkanisasi yang membuat karet menjadi tahan terhadap cuaca dan tidak larut
dalam minyak, maka karet mulai digemari sebagai bahan dasar dalam
pembuatan berbagai macam alat untuk keperluan dalam rumah ataupun
pemakaian di luar rumah seperti sol sepatu dan bahkan sepatu yang semuanya
terbuat dari bahan karet. Sebelum itu, usaha-usaha menggunakan karet untuk
sepatu selalu gagal karena karet manjadi kaku di musim hujan dan lengket
serta berbau di musim panas seperti yang pernah dilakukan oleh Roxbury
Indian Rubber Company pada tahun 1833 dengan cara melarutkan karet alam
16
terpentin dan mencampurnya dengan hitam karbon untuk menghasilkan karet
keras yang tahan air. Struktur dasar karet alam adalah rantai linear unit
isoprene (C5H8) yang berat molekul rata-ratanya tersebar antara 10.000
sampai dengan 400.000.
Sifat-sifat mekanik yang baik dari karet alam menyebabkannya dapat
digunakan untuk berbagai keperluan umum seperti sol sepatu (sol karet
cetak). Pada suhu kamar, karet tidak berbentuk kristal padat dan juga tidak
berbentuk cairan. Perbedaan karet dengan benda-benda lain, tampak nyata
pada sifat karet yang lembut, fleksibel dan elastis. Sifat-sifat ini memberi
kesan bahwa karet alam adalah suatu bahan semi cairan alamiah atau suatu
cairan dengan kekentalan yang sangat tinggi. Namun begitu, sifat-sifat
mekaniknya menyerupai kulit binatang sehingga harus dimastikasi untuk
memutus rantai molekulnya agar menjadi lebih pendek. Proses mastikasi ini
mengurangi keliatan atau viskositas karet alam sehingga akan memudahkan
proses selanjutnya saat bahan-bahan lain ditambahkan. Banyak sifat-sifat
karet alam ini yang dapat memberikan keuntungan atau kemudahan dalam
proses pengerjaan dan pemakaiannya, baik dalam bentuk karet atau kompon
maupun dalam bentuk vulkanisat.
Dalam bentuk bahan mentah, karet alam sangat disukai karena mudah
menggulung pada roll sewaktu diproses dengan open mill atau penggiling
terbuka dan dapat mudah bercampur dengan berbagai bahan-bahan yang
diperlukan di dalam pembuatan kompon. Dalam bentuk kompon, karet alam
sangat mudah dilengketkan satu sama lain sehingga sangat disukai dalam
pembuatan barang-barang yang perlu dilapis-lapiskan sebelum vulkanisasi
dilakukan. Keunggulan daya lengket inilah yang menyebabkan karet alam
sulit disaingi oleh karet sintetik dalam pembuatan karkas untuk ban radial
ataupun dalam pembuatan sol karet yang sepatunya diproduksi dengan cara
vulkanisasi langsung.
Vulkanisasi karet alam sangat baik dalam hal-hal berikut:
• Kepegasan pantul
• Tegangan putus
• Ketahanan sobek dan kikis
17
• Fleksibilitas pada suhu rendah
• Daya lengket ke fabric atau logam
Sol sepatu sangat memerlukan sifat-sifat tersebut di atas, karena itu karet
alam adalah pilihan sangat tepat. Secara umum sol sepatu membutuhkan
kekuatan, ketahanan kikis, dan ketahanan sobek yang tinggi. Vulkanisat karet
alam kuat dan tahan lama bahkan dapat digunakan pada suhu -60°F. Karet
alam bisa dibuat menjadi karet yang agak kaku tetapi masih mempunyai
fleksibilitas dan ketahanan kikis, ketahanan retak lentur serta kekuatan tinggi.
Hal ini menguntungkan dalam pembuatan sol sepatu karena sol sepatu bisa
dibuat tipis (seperti sol luar sepatu olahraga), sambil tetap menjaga agar tidak
merasakan batu sewaktu berjalan.
2.5. ISO 17025
Badan akreditasi yang mengakui kompetensi laboratorium pengujian dan
kalibrasi sebaiknya menggunakan standar Internasional ini sebagai dasar
akreditasi mereka.
Perkembangan dalam penggunaan sistem manajemen, secara umum telah
meningkatkan kebutuhan untuk memastikan bahwa laboratorium yang
merupakan bagian dari suatu organisasi yang lebih besar atau yang
menawarkan jasa lainnya dapat mengoprasikan sistem manajemen yang
dipandang memenuhi persyaratan standar Internasional ini. Laboratorium
pengujian dan kalibrasi ini yang memenuhi standar standar Internasional ini
juga akan beroperasi sesuai dengan ISO 9001.
Penggunaan standar Internasional ini dapat memfasilitasi kerjasama antar
laboratorium dan lembaga-lembaga lainnya, dan membantu dalam pertukaran
informasi pengalaman dan dalam harmonisasi standar dan prosedur.
Standar ini menetapkan persyaratan umum kompetensi dalam melakukan
pengujian/atau kalibrasi, termasuk pengambilan contoh. Hal ini mencakup
pengujian dan kalibrasi dengan menggunakan metode yang baku, metode
yang tidak baku dan metode yang dikembangkan laboratorium.
Standar Internasional ini digunakan oleh laboratorium untuk
mengembangkan sistem manajemen untuk mutu, administratif dan kegiatan
18
teknis. Customer laboratorium, regulator dan badan akreditasi dapat juga
menggunakannya dalam melakukan konfirmasi atau mengakui kompetensi
laboratorium. Standar Internasional ini tidak ditujukan sebagai dasar untuk
sertifikasi laboratorium. Laboratorium yang memenuhi standar ini, akan
mengoperasikan sistem manajemen untuk kegiatan pengujian yang juga
memenuhi prinsip ISO 9001.
Persyaratan teknis Laboratorium, menurut ISO 17025:
Berbagai faktor menentukan kebenaran dan kehandalan pengujian
dan/atau kalibrasi yang dilakukan oleh laboratorium. Faktor-faktor tersebut
meliputi:
1. Personil/faktor manusia
2. Kondisi akomodasi/kondisi lingkungan
3. Metode pengujian, metode kalibrasi dan validasi metode
4. Peralatan
5. Ketertelusuran pengukuran
6. Pengambilan sampel
7. Penanganan barang yang diuji
8. Jaminan mutu hasil pengujian
9. Pelaporan hasil
BAB III
METODOLOGI PENGUJIAN
Dalam proses pengujian sol karet cetak, dilakukan berbagai pengujian
yang bersifat fisika yang berfungsi untuk mengetahui sifat-sifat fisis dari
karet yang memenuhi standar sesuai SNI 0778:2009.
Standar Nasional Indonesia Mutu Sol Karet Cetak No. SNI 0788:2009
No Uraian SatuanPersyaratan
Mutu 1 Mutu 2 Mutu 3
Fisika
1 Tegangan putus N/mm2 Min 16 Min 11 Min 5,0
2 Perpanjangan - Min 250 Min 200 Min 150
19
putus
3 Kekerasan Shore A 55-80 55-80 55-80
4 Ketahanan sobek N/mm2 Min 6,0 Min 4,0 Min 3,5
5Perpanjangan tetap
50%- Maks 3 Maks 4 Maks 6
6 Bobot jenis g/cm3 Mak 1,2 Mak 1,3 Mak 1,4
7 Ketahanan kikis mm3 Maks 250 Maks 300 Maks 350
8Ketahanan retak
lentur 150.000 kcs- Tidak retak
Tidak
retakTidak retak
9
Organoleptis
(keadaan dan atau
kenampakan sol
Tidak cacat dan atau rusak yang serupa sobek,
lubang, retak, goresan.
Pengujian Fisis
Sifat-sifat fisis yang diuji dalam praktikum ini meliputi; uji tegangan
putus dan perpanjangan putus, uji kekerasan, uji ketahanan sobek, uji
perpanjangan tetap, uji bobot jenis, uji ketahanan kikis dan uji ketahanan
retak lentur.
Alat-alat yang digunakan dalam pengujian ini meliputi ;
20
Gambar alat uji tarik (tensile strength)
Gambar caliper (jangka sorong)
21
Gambar thickness (pengukur tebal)
Gambar Shore A Durometer (pengukur kekerasan)
Gambar alat perpanjangan tetap (permanen)
22
Gambar neraca elektronik
Gambar alat uji kikis grasselli
23
Gambar densimeter (uji bobot jenis)
Gambar flexometer
Gambar bagian dalam flexometer
24
Alat pemotong dumbell
Semua pengujian dilakukan dalam ruangan dengan suhu 25 ± 2°C dan
kelembaban 65 ± 5 % . Cuplikan harus dikondisikan dahulu minimal 24 jam.
Pengujian terhadap sol karet cetak meliputi :
3.1. Pengujian Kuat Tarik (tegangan putus dan perpanjangan putus)
Pengujian dilakukan dengan alat uji ketahanan tarik (tensile strength).
Kuat tarik (tensile strength) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk menarik
benda uji sampai putus. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah
thickness, caliper (jangka sorong) dan tensile strength.
Langkah pertama adalah memotong contoh uji (sol karet cetak) dalam
bentuk dayung (dumbell) memakai pisau pons D dengan bentuk dan ukuran
sebagai berikut :
c
25
a
b
d
e
Gambar.1 Contoh uji kuat tarik pada pengujian sol karet cetak
Keterangan :
a : (75 ± 1) mm
b : (25 ± 1) mm
c : (3 ± 0,1) mm
d : (25 ± 0,5) mm
e : (50 ± 1) mm
Setelah contoh uji (sampel) siap, diberi tanda dua garis sejajar pada
cuplikan berjarak (25 ± 0,5) mm, simetris dari tengah cuplikan. Lalu diukur
lebar dan tebal cuplikan sebanyak 3 kali pada titik yang berbeda, kemudian
dirata-rata hasilnya. Kemudian contoh uji dijepit pada mesin tes tensile
streght dengan jarak antara kedua jepitan (50 ± 1) mm, penarikan dikerjakan
dengan kecepatan (250 ± 10)mm/menit sampai cuplikan putus. Diamati
panjang saat putus dan beban yang diperlukan sampai sampel putus.
Dilakukan 3 kali pengujian dengan 3 sampel, kemudian dicari rata-ratanya.
Kemudian dilakukan perhitungan dengan persamaan :
Tegangan putus= Ft × w
N /mm2
Perpanjangan putus=l0−l1
l0
×100 %
Keterangan :
F adalah beban untuk menarik cuplikan sampai putus (N)
t adalah tebal cuplikan (mm)
w adalah lebar cuplikan (mm)
l0 adalah panjang ukur cuplikan antara 2 tanda garis
l1 adalah panjang ukur cuplikan antara 2 garis, pada waktu putus
3.2. Uji Ketahanan Sobek
Ketahanan sobek adalah beban yang diperlukan untuk menarik beban
sampai putus suatu cuplikan yang telah dilubangi memakai pons ditengah -
tengah cuplikan sepanjang 5 mm tegak lurus pada arah tarik. Alat yang
digunakan adalah Tensile Strength, pisau pons untuk membuat cuplikan
dengan lebar 5 mm, pengukur tebal (thickness) dan caliper (jangka sorong).
Langkah pertama yaitu memotong karet vulkanisat sol luar sepatu sesuai
dengan contoh uji ketahanan sobek seperti gambar dibawah ini:
26
Gambar. 2 Contoh uji ketahanan sobek
Keterangan;
Panjang (a) : 60 mm
Lebar (b) : 9,0 ± 0,1 mm
Lebar sobekan awal (c) : 5,0 0,1 mm
Tebal cuplikan : maksimum 2 mm
Setelah contoh uji siap, lalu dibuat lubang pada tengah cuplikan tegak
lurus sumbu panjang cuplikan dengan lebar (5,0 ± 0,1) mm. Diukur tebal dan
lebar cuplikan, tepat ditengah cuplikan. Kemudian dipasang kedua ujung
cuplikan pada penjepit tensile strength, kemudian ditarik dengan kecepatan
(250±10) mm/menit, dicacat beban yang diperlukan sampai cuplikan
tersobek. Dilakukan pengujian 3 kali, kemudian dicari rata-ratanya.
Ketahanan Sobek= Ft × w
N /mm2
Keterangan :
F adalah beban untuk menarik sampai putus, dinyatakan dalam Newton (N).
t adalah tebal cuplikan, dinyatakan dalam milimeter (mm).
w adalah lebar yang tersobekkan, dinyatakan dalam milimeter (mm).
3.3. Kekerasan
Uji kekerasan digunakan dengan alat uji kekerasan shore A Durometer.
Kekerasan shore adalah ukuran dari ketahanan suatu material terhadap tekan
dari jarum (indentor jarum). Shore skala A biasanya digunakan untuk skala
lunak Elastomer (karet) dan polimer lunak lainnya. Durometer menggunakan
sebuah indentor yang dimuat oleh pegas kalibrasi. Kekerasan diukur oleh
kedalaman penekanan indentor bawah beban. Kekuatan beban atau kekuatan
tekanan adalah 822 gram. Nilai kekerasan shore dapat bervariasi dalam
27
cb
a
rentang dari 0 sampai 100. Penetrasi (penekanan) maksimum untuk setiap
skala 0,97 sampai dengan 0,1 inchi (2,5 sampai dengan 2,54 mm). Nilai ini
sesuai dengan kekerasan shire minimum : 0. Maksimum nilai kekerasan 100
sesuai dengan nol penetrasi.
Pengujian kekerasan tidak memerlukan cuplikan dengan ukuran tertentu,
asal memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1. Ketebalan contoh sekurang-kurangnya 6,3 mm. Contoh yang tipis
boleh disusun untuk mencapai ketebalan tersebut.
2. Lebar contoh sekurang-kurangnya 2,54 mm.
3. Pengujian tidak boleh dilakukan pada tempat yang kurang dari 12,7
mm dari tepi permukaan contoh dan luas permukaan ini tidak boleh
kurang dari luas permukaan kaki penekan.
4. Permukaan contoh harus rata, karena kaki penekan alat harus
sejajar benar dengan permukaan contoh.
Pengujian dilakukan dengan meletakkan contoh di atas dasar yang keras
dan datar. Alat dipegang tegak lurus dengan erat oleh ibu jari dan jari tengah
serta jari manis. Telunjuk diletakkan dibagian alas alat. Alat ditekankan pada
permukaan contoh sampai kaki penekan alat menyentuh dan sejajar benar
dengan permukaaan contoh.
Besarnya tekanan yang diberikan oleh kaki penekan pada permukaan
contoh harus menurut standar penekanan tertentu (60 shore). Pembacaan
skala segera setelah diperoleh kontak yang erat dan sejajar tadi. Pengujian
dilakukan 3 kali pada 3 tempat yang berlainan dan tidak terlalu dekatr dengan
tempat yang sudah ditekan oleh jarum untuk menghindari kelelahan contoh
(fatique). Hasil uji dinyatakan dengan satuan Shore A.
3.4. Perpanjangan Tetap
Alat suatu plat logam bentuk persegi panjang berukuran panjang 45
hingga 50 cm, lebar 30 hingga 35 cm, dengan bingkai memanjang ke kiri dan
kanan, tinggi 2 cm dan lebar 2 cm. Cuplikan dibuat dengan bentuk seperti
dibawah ini :
28
Dengan ukuran :
Panjang : 100 mm
Lebar : 4 mm
Tebal : 3 mm
Dibuat garis sejajar pada cuplikan dengan jarak 50 mm. Cuplikan
dipasang pada alat dengan menggunakan klem. Klem yang satu dipindahkan
dengan memutar sekrup dengan menggunakan kunci T, sehingga cuplikan
ditarik samapi perpanjangan 50 %. Dalam keadaan tertarik dibiarkan selama
24 jam. Sesudah itu dilepaskan dan dibiarkan selama 1 jam, lalu diukur jarak
antara 2 garis sejajar.
Perhitungan :
perpanjangantetap=t1−t 0
t0
x 100 %
Dimana:
t1 = panjang antara dua garis sejajar pengujian
t0 = panjang antara dua garis sejajar semula
hasil uji adalah rata-rata dari tiga kali pengujian
3.5. Bobot jenis
Bobot jenis adalah bilangan murni tanpa dimensi, yang dapat diubah
menjadi kerapatan dengan menggunakan rumus yang cocok. Bobot jenis
didefinisikan sebagai perbandingan kerapatan dari suatu zat terhadap
kerapatan air, harga kedua zat itu ditentukan pada temperatur yang sama, jika
tidak dengan cara lain yang khusus. Istilah bobot jenis, akan lebih cocok bila
disebut sebagai kerapatan relative.
Cuplikan tidak ditentukan bentuknya, hanya beratnya ± 2 g. Cuplikan
ditimbang terlebih dahulu. Densimeter merupakan alat untuk mengukur
massa jenis (densitas) zat cair secara langsung. Cuplikan dimasukkan ke
dalam gelas yang berisi aquades. Angka-angka yang tertera pada tangkai
berskala secara langsung menyatakan massa jenis zat cair yang
permukaannya tepat pada angka yang tertera. Bobot jenis dinyatakan dalam
g/cm3.
29
3.6. Ketahanan Kikis
Pengujian ketahanan kikis dengan cara Grasselli. Alat yang digunakan
dalam pengujian ini adalah mesin kikis grasselli, neraca elektronik dan
stopwatch. Sebelum pengujian dimulai, ditentukan terlebih dahulu bobot jenis
contoh. Dibuat cuplikan dengan ukuran :
Panjang : 2 cm
Lebar : 2 cm
Tebal :1 cm (kiri dan kanan ditambah sedikit untuk
jepitan).
Cuplikan dipasang pada tempatnya. Satu kali pengujian dapat dipasang 2
cuplikan sekaligus. Pertama mesin dijalankan selama 2 menit untuk
meratakan cuplikan. Lalu cuplikan dikeluarkan, kemudian ditimbang dengan
teliti, lalu dipasangkan lagi pada tempat pengujian semula.
Mesin dijalankan selama 6 menit untuk mengikis cuplikan. Waktu mesin
berjalan, neraca pegas diatur juga beban pemberatnya sehingga lengan neraca
letaknya tetap seimbang ditengah-tengah, diantara 2 pena. Pada saat mesin
berjalan, permukaan amplas dibersihkan dengan menyapukan kuas, karena
bekas kikisan yang menempel pada amplas dapat menganggu proses
pengikisan. Pembacaan timbangan neraca pegas dilakukan setiap menit,
setelah 6 menit, kedua cuplikan dikeluarkan dan ditimbang kembali dengan
teliti, kemudian dicari bobot jenisnya.
Perhitungan :
ketahanan kikis=w0−w1
BJ×1000 mm3
Keterangan :
W0 : berat semula setelah diratakan selama 2 menit (g).
W1 : berat setelah pengikisan selama 6 menit (g).
BJ : bobot jenis contoh uji (cuplikan).
3.7. Ketahanan Retak Lentur
Alat yang digunakan dalam pengujian ini dinamakan flexometer.
Flexometer digunakan untuk penilaian daya tahan kelenturan karet dan
permukaannya. Alat uji ini terdiri dari piringan logam dasar kaku. Contoh uji
30
(sampel) diletakkan diantara 2 plat logam yang akan berosilasi. Ketika logam
berosilasi, maka sampel karet yang terjepit akan bergerak seperti huruf T.
Cuplikan dibuat dengan bentuk seperti dibawah ini :
Ukuran cuplikan :
Panjang : 150 mm
Lebar : 20 mm
Tebal : 6 mm
Cuplikan dipasang pada flexometer, cuplikan melingkar setengah
lingkaran dari karton, dilenturkan 150.000 pelenturan. Setelah selesai,
dikeluarkan dari alat flexometer dan diamati ada tidaknya keretakan.
Pengujian dilakukan pada 3 cuplikan (sample).
Pengujian ini dianalogikan pada waktu berjalan, sepatu akan
membengkuk. Dimisalkan jarak kedua kaki ketika berjalan (jarak 1 langkah)
adalah 0,25 m. Sehingga pelenturan 150.00 kali sama dengan kemampuan
sepatu untuk berjalan sepanjang 37500 m (0,25 x150.000)
31
BAB IV
DATA HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
4.1.Tegangan Putus
tebal (mm) lebar (mm) area (mm2) beban (N) hasil (N/mm2)2,670 2,700 7,209 123,115 17,0782,860 2,400 6,864 132,435 19,2942,830 2,300 6,509 142,245 21,853
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 19,408 N/mm2
µrep = 1,38 N/mm2
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 ticknes = ± 6,3 µm
k = 1,996
µ95 caliper = ± 29 µm
k = 2
µ95 tensile strength = ± 0,05 kgf
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 0,797
d. Ketidakpastian diperluas : 1,594
e. Tegangan putus : (19,408 ± 1,594) N/mm2
4.2.Perpanjangan Putus
awal (mm) akhir (mm) hasil (%)2,54 9,5 274,0162,54 10 293,7012,54 10,5 313,386
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 293,701 %
µrep = 11,365 %
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 caliper = ± 29 µm
32
k = 2
µ95 tensile strength = ± 0,05 kgf
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 6,562
d. Ketidakpastian diperluas : 13,124
e. Perpanjangan putus : (293,701 ± 13,124) %
4.3.Ketahanan Sobek
tebal (mm) lebar (mm) area (mm2) beban (N) hasil (N/mm2)2,820 5,100 14,383 179,032 12,4472,750 5,900 16,225 188,842 11,6392,600 4,200 10,920 155,489 14,239
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 12,775 N/mm2
µrep = 0,960 N/mm2
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 ticknes = ± 6,3 µm
k = 1,996
µ95 caliper = ± 29 µm
k = 2
µ95 tensile strength = ± 0,05 kgf
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 0,397
d. Ketidakpastian diperluas : 0,796
e. Ketahanan sobek : (12,775 ± 0,796) N/mm2
4.4.Perpanjangan Tetap
awal (mm) akhir (mm) hasil (%)50 52,3 5,850 52,1 4,250 52,1 4,2
33
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 4,733 %
µrep = 0,517 %
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 caliper = ± 29 µm
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 0,299
d. Ketidakpastian diperluas : 0,598
e. Perpanjangan tetap : (4,733 ± 0,598) %
4.5.Ketahanan kikis
berat sebelum (g)
berat sesudah (g)
berat terkikis (g)
BJ hasil (mm3)
9,626 9,541 0,084 1,155 72,9009,452 9,414 0,038 1,160 32,7589,313 9,248 0,064 1,170 54,700
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 53,538 mm3
µrep = 11,609 mm3
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 neraca elektronik = ± 0,0012 g
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 6,7
d. Ketidakpastian diperluas : 13,411
e. Tegangan putus : (53,538 ± 13,411) mm3
4.6.Kekerasan
Data 1 (shore A)
Data 2 (shore A)
Data 3 (shore A)
75 75 75
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 75 shore A
µrep = 0 shore A
34
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 durometer = ± 0,14 shore A
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 0,297
d. Ketidakpastian diperluas : 0,594
e. Kekerasan : (75,000 ± 0,594) shore A
4.7.Bobot Jenis
Data 1 (g/cm3)
Data 2 (g/cm3)
Data 3 (g/cm3)
1,155 1,16 1,17
a. Ketidakpastian Repeat (µrep) :
Rata-rata = 1,160 g/cm3
µrep = 0,005 g/cm3
b. Ketidakpastian kalibrasi alat (µkal) :
µ95 durometer = ± 0,0076 g/cm3
k = 2
c. Ketidakpastian gabungan : 4,8 x 10-3
d. Ketidakpastian diperluas : 9,6 x 10-3
e. Bobot jenis : (1,160 ± 0,010) g/cm3
35
BAB V
PEMBAHASAN
Sol sepatu merupakan bahan tumpuan pijakan untuk kaki pada saat
berjalan atau berlari. Pada proses tersebut terjadi gesekan, kelekukan,
kemuluran dan lain-lain yang dapat mempengaruhi ketahanan dari sol
tersebut sehingga diperlukan pengujian ketahanan sobek, ketahanan retak
lentur, perpanjangan tetap/permanent set, kemuluran dan ketahanan kikis.
Pengujian tersebut dapat dikelompokkan menjadi dua macam, yaitu
pengujian fisika dan pengujian kimia. Pengujian fisika digunakan untuk
mengetahui sifat-sifat fisika yang ada pada sol sepatu yang akan diuji dan
perubahannya terhadap pengaruh alam. Contohnya ketahanan sobek,
ketahanan retak lentur, perpanjangan tetap/permanent set, kemuluran dan
ketahanan kikis. Pengujian kimia digunakan untuk mengetahui sifat-sifat
fisika yang ada pada sol sepatu yang akan diuji dan perubahannya terhadap
pengaruh alam dan bahan kimia.
Pengujian-pengujian tersebut juga dapat dipergunakan sebagai titik ukur
suatu perusahaan untuk menentukan standar berapa lama maksimal sepatu
tersebut dapat bertahan sehingga produk di dalam perusahaan dapat terus
berjalan.
Untuk mendapatkan sol sepatu karet dengan mutu yang baik, juga perlu
dilakukan analisis karet beserta bahan kimia yang digunakan sebagai additif
dalam pembuatan kompon karet, baik terhadap barang karet yang belum
divulkanisasi maupun yang sudah divulkanisasi.
1. Pengujian Ketahanan Retak Lentur
Pengujian ketahanan retak lentur merupakan salah satu pengujian fisika
dalam pengujian sol sepatu. Dalam uji ketahanan retak lentur, sampel
dibekuk-bekuk berulang-ulang. Bila kita didiskripsikan dalam kehidupan
sehari-hari, bila sepatu kita dipergunakan untuk berjalan dan berlari, maka
berapa jarak sol tersebut dapat bertahan, dapat diperkirakan dari percobaan
ini.
36
Setelah diuji dengan Flexometer, contoh uji tidak mengalami keretakan.
Hal tersebut menunjukkan bahwa kualitas sepatu tersebut bagus. Semakin
lama pengujian dan hasil sampel tidak mengalami keretakan maka semakin
bagus kualitas sol tersebut.
2. Pengujian Perpanjangan Tetap/Permanent Set
Pengujian perpanjangan tetap/permanent set merupakan salah satu
pengujian fisika dalam pengujian ini. Dalam uji perpanjangan
tetap/permanent set, sampel ditarik dan dibiarkan beberapa hari, kemudian
dilihat perubahannya. Bila kita didiskripsikan dalam kehidupan sehari-hari,
bila sepatu kita dipergunakan untuk dipakai dalam kehidupan sehari-hari,
maka sol akan mengalami perpanjangan, perpanjangan tersebut dapat
diperkirakan dari percobaan ini.
Hasil pengujian Perpanjangan Tetap untuk sampel A.1 = 5,8% , sampel
A.2 = 4,2% dan sampel A.3 = 4,2%. Dari hasil tersebut dapat dirata-rata
sehingga hasilnya = 4,73 %. Menurut SNI 0778:2009, standar maksimum
perpanjangan tetap untuk kelas 1 = 3, kelas 2 = 4 dan kelas 3 = 6. Dari
pengujian yang kita lakukan, rata-rata hasilnya mendekati kelas atau mutu 2.
3. Pengujian kuat tarik (Kemuluran/perpanjangan putus)
Pengujian kemuluran atau perpanjangan putus merupakan salah satu
pengujian fisika dalam praktikum ini. Dalam uji kemuluran atau
perpanjangan putus, sampel ditarik hingga putus. Percobaan ini dalam
kehidupan sehari-hari dapat dijadikan patokan sebagai nilai ambang batas sol
tersebut dapat tertarik.
Kode A.1 Kemuluran = 274,016%, Kode A.2 Kemuluran = 293,701%,
Kode A.3 Kemuluran = 313,386% Menurut SNI 0778:2009, standar
minimum perpanjangan tetap untuk kelas A (mutu 1) = 250%, kelas B (mutu
2) = 200% dan kelas C (mutu 3) = 150%. Dari pengujian yang kita lakukan,
rata-rata hasilnya melebihi standar kelas A sehingga kualitas untuk kemuluran
sangat baik.
4. Pengujian ketahanan kikis
Pada sol sepatu karet digunakan untuk menentukan seberapa kuat sol
sepatu terhadap daya pengikisan, dalam pengujian ini kita menentukan berat
37
jenis terlebih dahulu dari sampel yang kita gunakan karena berat jenis sangat
menentukan dalam ketahanan kikis. Selain berat jenis kita juga harus
mengetahui berat serta waktu pengikisan, dalam pengukuran berat jenis kita
menimbang cuplikan terlebih dahulu karena berat jenis yang kita hitung ada
dua yaitu berat jenis di dalam air dan berat jenis udara, berat disini sangat
berpengaruh dimana semakin besar berat kikisan maka pengikisan yang
terjadi itu besar belum tentu dengan ketahanan kikisnya.
Dapat kita lihat dari hasil pengujian untuk sampel A1 dengan berat
terkikis 0,084 gram didapatakan ketahanan kikis 72,900 mm3 dan sampel A2
yang memiliki berat terkikis 0,038 gram memiliki ketahanan kikis
32,758mm3. Hal ini menunjukan besarnya berat terkikis mempengaruhi
ketahanan kikis dari sol karet. Semakin besar berat terkikis semakin kecil
ketahan kikis dari sol karet karena itu maka terjadi banyak pengikisan yang
dapat mengurangi berat sampel sol sepatu. Dalam SNI 0778:2009 dapat kita
lihat untuk ketahan kikis nilai untuk kelas A (mutu 1) maksimal ketahan kikis
250 mm3, kelas B (mutu 2) maksimal ketahan kikis 300 mm3 dan untuk kelas
C (mutu 3) adalah 350 mm3 dari hasil pengujian ini dapat kita simpulkan
bahwa sol karet tersebut memiliki ketahan kikis yang terlalu kecil hal ini
menunjukan tidak sesuai dengan standar. Dari pengujian dua jenis sepatu A
dan B diperoleh nilai BJ di bawah 1,2 yaitu sesuai SNI 0778:2009 mutu 1
(pertama).
5. Pengujian Tegangan putus
Pengujian dilakukan dengan alat uji ketahanan tarik (tensile strength).
Kuat tarik (tensile strength) adalah tenaga yang dibutuhkan untuk menarik
benda uji sampai putus. Alat yang digunakan dalam pengujian ini adalah
thickness, caliper (jangka sorong) dan tensile strength. Pengujian ini di
analogikan dalam kehidupan sehari-hari, seberapa kuat sepatu jenis A ini
apabila diberikan beban, dan apabila putus, berapa beban minimal untuk jenis
sepati A tersebut. Dari hasil pengujian didapatkan hasil rata-rata 19,408
N/mm2. Hasil ini telah sesuai dengan SNI 0778:2009 yaitu bahwa mutu 1
tegangan putusnya minimal 16 N/mm2.
38
6. Pengujian ketahanan sobek
Pengujian ketahanan sobek merupakan salah satu pengujian fisika yang
ditentukan dalam pengujian ini. Dalam uji ketahanan sobek, sampel dilubangi
tengahnya untuk memudahkan penyobekan. Bila kita didiskripsikan dalam
kehidupan sehari-hari, bila sepatu kita tersobek sedikit, maka berapa lama
waktu karet tersebut dapat rusak, dapat diperkirakan dari pengujian ini. Sam-
pel A.1 memiliki ketahanan sobek = 12,447, Sampel A.2 memiliki ketahanan
sobek = 11,639, sampel A.3 memiliki ketahanan sobek = Menurut SNI 0778-
2009, standar minimum kelas A (mutu 1) adalah 6,0 kg/cm2, kelas B (mutu 2)
4,0 kg/cm2 dan kelas C(mutu 3) 3,5 kg/cm2. Jadi sol yang kita uji merupakan
sol dengan kualitas di ats mutu 1 yaitu kelas A.
7. Pengujian kekerasan
Uji kekerasan digunakan dengan alat uji kekerasan shore A Durometer.
Kekerasan shore adalah ukuran dari ketahanan suatu material terhadap tekan
dari jarum (indentor jarum). Shore skala A biasanya digunakan untuk skala
lunak Elastomer (karet) dan polimer lunak lainnya. Durometer menggunakan
sebuah indentor yang dimuat oleh pegas kalibrasi. Kekerasan diukur oleh
kedalaman penekanan indentor bawah beban. Kekuatan tekan Shore A adalah
822 gram. Nilai kekerasan shore dapat bervariasi dalam rentang dari 0 sampai
100. Pengujian kekerasan tidak memerlukan cuplikan dengan ukuran tertentu,
asal memenuhi persyaratan sebagai berikut :
Pengujian dilakukan dengan meletakkan contoh di atas dasar yang keras
dan datar. Alat dipegang tegak lurus dengan erat oleh ibu jari dan jari tengah
serta jari manis. Telunjuk diletakkan dibagian alas alat. Alat ditekankan pada
permukaan contoh sampai kaki penekan alat menyentuh dan sejajar benar
dengan permukaaan contoh.
Besarnya tekanan yang diberikan oleh kaki penekan pada permukaan
contoh harus menurut standar penekanan tertentu (60 shore). Pembacaan
skala segera setelah diperoleh kontak yang erat dan sejajar tadi. Pengujian di-
lakukan 3 kali pada 3 tempat yang berlainan dan tidak terlalu dekat dengan
tempat yang sudah ditekan oleh jarum untuk menghindari kelelahan contoh
(fatique). Hasil uji dinyatakan dengan satuan Shore A. Dari hasil pengujian
39
jenis sepatu di atas untuk sampel A yaitu rata-rata 75. Hasil ini telah sesuai
SNI 0778:2009. Karena menurut SNI 0778:2009 sepatu dikatakan memiliki
kekerasan standar diantara 55 sampai dengan 80 shore A.
40
BAB VI
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengujian kerja praktek yang telah dilakukan selama satu bulan,
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Sol sepatu dari karet yang dilakukan pengujian dapat diperuntukkan sebagai
alas sepatu untuk TNI.
2. Kekuatan tarik, perpanjangan putus, ketahanan putus, ketahanan kikis,
kekerasan, ketahanan sobek, perpanjangan tetap, bobot jenis sol sepatu untuk
TNI yang telah dilakukan pengujian didapatkan hasil sebesar dan telah
memenuhi standard mutu sesuai dengan SNI 0778:2009 .
3. Sampel sepatu diatas setelah melalui berbagai pengujian fisika, telah lulus uji
dengan kualitas mutu 1.
4. Ketidakpastian yang diperoleh dari hasil pengujian bernilai kecil menunjukkan
nilai yang relatif kecil. Hal ini menunjukkan bahwa mengujian yang dilakukan
mempunyai kesalahan pengukuran yang relative kecil, sehingga hasil data yang
diperoleh valid.
41
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Analisa Karet dan Bahan Karet. Balai Penelitian Teknologi Karet:
Bogor.
Anonimous, ”Mengenal Lebih Jauh Teknologi Pembuatan Barang Jadi
Karet”(accessed;
www.google.com/ Mengenal – Lebih – Jauh – Teknologi – Pembuatan – Barang –
Jadi - Karet.pdf.)Balai Penelitian Teknologi Karet: Bogor
Anonimous,2007. ”Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Karet Edisi
Kedua” Badan Penelitian dan Pengembangan Departemen Pertanian
Setyowati Penny,2004, ”Petunjuk Praktikum Teknologi Pembuatan Barang Karet
dan Plastik”,Balai Besar Kulit Karet dan Plastik: Yogyakarta
http://infokaretalamindonesia.blogspot.com/
http://industrikaret.wordpress.com/2008/05/12/hello-world/
42
LAMPIRAN
a. Tegangan Putus
Nilai
Tegangan putus1=F
t × w= 123,115
2,67 ×2,7=17,078 N /mm2
Tegangan putus2=F
t × w= 132,435
2,86 ×2,4=19,294 N /mm2
Tegangan putus3=F
t × w= 142,245
2,83 ×2,3=21,853 N /mm2
Rata-rata
x=∑❑
❑
xi
n=17,078+12,294+21,853
3=19,408 N /mm2
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 5,4289+0,0130+5,97806
=❑√1,903=1,38 N /mm2
U 1=sd❑√3
=1,38❑√3
=0,797
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,05)
❑√3=0,014
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,006
2=3× 10−3
U 4=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,01)
❑√3=2,89× 10−3
43
U 5=ketidakpastian U 95 alat
k=29 ×10−3
2=14,5× 10−3
U 6=
12
resolusi alat
❑√3=
12(0,01)
❑√3=2,89 ×10−3
U 7=ketidakpastianU 95 alat
k=6,3 ×10−3
2=3,15 ×10−3
Ketidakpastian Gabungan
U c=❑√U 1
2+U 22+U 3
2+U 42 +U 5
2+U 62+U 7
2=¿
¿❑√0,635+(1,96×10−4 )+(2,45×10¿¿−4)=❑√0,6354=0,797¿
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=0,797 ×2=1,594
Jadi, Tegangan Putus = (19,408±1,594) N/mm2
b. Perpanjangan Putus
Nilai
Perpanjangan putus1=l1−l0
l0
×100 %=¿
¿ 9,5−2,542,54
× 100 %=274,016 %
Perpanjangan putus2=l1−l0
l0
×100 %=¿
¿ 10−2,542,54
×100 %=293,701 %
Perpanjangan putus3=l1−l0
l0
×100 %=¿
¿ 10,5−2,542,54
×100 %=313,386 %
44
Rata-rata
x=∑❑
❑
xi
n=274,016+293,701+313,386
3=293,701 %
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 387,449+0+387,4493(3−1)
=❑√129,166=11,37%
U 1=sd❑√3
=11,365❑√3
=6,562
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,05)
❑√3=0,014
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,006
2=3× 10−3
U 4=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,01)
❑√3=2,89× 10−3
U 5=ketidakpastian U 95 alat
k=29 ×10−3
2=14,5× 10−3
Ketidakpastian Gabungan
UC=❑√U 12+U 2
2+U 32+U 4
2+U 52=¿
¿❑√43,06+( 4,24 ×10−4 )=❑√43,0604=6,562
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=6,562 ×2=13,12 4
45
Jadi, Tegangan Putus = (293,701±13,124) %
c. Ketahanan sobek
Nilai
Ketahanan sobek1=F
t × w= 179,032
2,82× 5,1=12,447 N /mm2
Ketahanan sobek2=F
t × w= 188,842
2,75 ×5,9=12,447 N /mm2
Ketahanan sobek3=F
t × w= 155,485
2,60 × 4,2=14,239 N /mm2
Rata-rata
x=∑❑
❑
xi
n=12,447+11,639+14,239
3=12,775 N /mm2
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 0,107+1,290+1,4643 (3−1)
=❑√0,477=0,69 N /mm2
U 1=sd❑√3
=0,69❑√3
=0,398
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,05)
❑√3=0,014
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,006
2=3× 10−3
U 4=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,01)
❑√3=2,89× 10−3
46
U 5=ketidakpastian U 95 alat
k=29 ×10−3
2=14,5× 10−3
U 6=
12
resolusi alat
❑√3=
12(0,01)
❑√3=2,89 ×10−3
U 7=ketidakpastianU 95 alat
k=6,3 ×10−3
2=3,15 ×10−3
Ketidakpastian Gabungan
U c=❑√U 1
2+U 22+U 3
2+U 42 +U 5
2+U 62+U 7
2=¿
¿❑√0,158+(4,5 × 10−4 )+¿=❑√0,1584=0,397¿
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=0,397 ×2=0,796
Jadi, Ketahanan Sobek = (12,775±0,796) N/mm2
d. Perpanjangan tetap
Nilai
perpanjangantetap1=t 1−t 0
t 0
x100 %=¿
¿ 52,3−5050
× 100%=5,8 %
perpanjangantetap2=t 1−t 0
t 0
x100 %=¿
¿ 52,1−5050
× 100 %=4,2 %
perpanjangantetap3=t1−t 0
t 0
x 100 %=¿
¿ 52,1−5050
× 100%=4,2 %
Rata-rata
47
x=∑❑
❑
xi
n=5,8+4,2+4,2
3=4,733 %
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 1,04+0,281+0,2813(3−1)
=❑√0,267=0,517 %
U 1=sd❑√3
=0,517❑√3
=0,0298
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,1)
❑√3=0,0289
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,029
2=0,0145
Ketidakpastian Gabungan
UC=❑√U 12+U 2
2+U 32=¿
¿❑√0,088+0,0008+0,0002=❑√0,0898=0,299
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=0,299 ×2=0,598
Jadi, Perpanjangan Tetap = (4,733±0,598)%
e. Uji kekerasan
Nilai : 75 shore A, 75 shore A, 75 shore A
Rata-rata
48
x=∑❑
❑
xi
n=75+75+75
3=75 shore A
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 0+0+0 ,3(3−1)
=0 shore A
U 1=sd❑√3
= 0❑√3
=0
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(1)
❑√3=0,289
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,14
2=0,07
Ketidakpastian Gabungan
UC=❑√U 12+U 2
2+U 32=¿
¿❑√0+0,0835+0,0049=❑√0,0884=0,297
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=0,297 ×2=0,594
Jadi, Kekerasan = (75,000±0,594) shore A
f. Ketahanan kikis
Nilai
ketahanan kikis1=w0−w1
BJ× 1000 mm3=¿
¿ 9,626−9,5411,155
×1000 mm3=72,9 mm3
49
ketahanan kikis2=w0−w1
BJ× 1000 mm3=¿
¿ 9,452−9,4141,16
× 1000 mm3=32,759 mm3
ketahanan kikis3=w0−w1
BJ×1000 mm3=¿
¿ 9,313−9,2481,17
×1000 mm3=54,957 mm3
Rata-rata
x=∑❑
❑
xi
n=72,9+32,76+54,96
3=53,538 mm3
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ 374,81+431,81+2,023(3−1)
=❑√134,77=11,609mm3
U 1=sd❑√3
=11,61❑√3
=6,70
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,0001)
❑√3=2,89×10−5
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,0012
2=6 × 10−4
Ketidakpastian Gabungan
UC=❑√U 12+U 2
2+U 32=¿
¿❑√44,89+(36,08× 10−8)=❑√44,89=6,7
50
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=6,7 ×2=13,4
Jadi, Ketahanan Kikis = (53,541±13,411)mm3
g. Bobot Jenis
Nilai : 1,155 g/cm3; 1,16g/cm3; 1,17 g/cm3
Rata-rata
x=∑❑
❑
xi
n=1,155+1,16+1,17
3=1,16 g/cm3
Standar deviasi
∆ x=❑√∑❑
❑
(xi−x )2
n (n−1)
¿❑√ (2,5 ×10−5 )+0+(10 ×10−5)3(3−1)
¿❑√0,208× 10−4=0,46 ×10−2 g /cm3
U 1=sd❑√3
=0,46× 10−2
❑√3=2,66 ×10−3
U 2=
12
resolusialat
❑√3=
12(0,005)
❑√3=1,44 × 10−3
U 3=ketidakpastian U 95 alat
k=0,0076
2=3,8× 10−3
Ketidakpastian Gabungan
UC=❑√U 12+U 2
2+U 32=¿
¿❑√(7,08 ×10−6)+(2,07× 10−6 )+(14,44 ×10−6)
¿❑√23,59 × 10−6=4,8 ×10−3
51
Ketidakpastian Diperluas
U c ×k=4,8 × 10−3× 2=9,6 ×10−3
Jadi, Bobot Jenis = (1,16±9,6x10-3) g/cm3
52