Post on 05-Jul-2015
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Maksud
Melakukan interpretasi data wireline log secara kualitatif.
Mengevaluasi parameter-parameter dalam analisis kualitatif
data wireline log yang meliputi zona batuan reservoir, jenis
litologi, serta jenis cairan pengisi formasi.
Menentukan jenis-jenis dan urutan litologi dengan
menggunakan data wireline log .
Menentukan ada atau tidaknya kandungan hidrokarbon pada
suatu formasi menggunakan data wireline log.
Menentukan lingkungan pengendapan suatu zona hidrokarbon
berdasarkan data wireline log.
1.2 Tujuan
Mengetahui informasi-informasi seperti litologi, porositas,
resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon berdasarkan data
wireline log.
Mengetahui keterdapatan hidrokarbon dalam suatu lapisan
dengan menggunakan data wireline log .
Mengetahui lingkungan pengendapan suatu zona hidrokarbon
berdasarkan interpretasi data wireline log.
1.3 Pelaksanaan Praktikum
Hari/ Tanggal : Jumat/ 9 Mei 2010
- Waktu : 15.30 – 18.00
- Kegiatan : - Post test
- Praktikum
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Well Logging
Well logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data
bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke
dalam lubang sumur, untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri batuan
di bawah permukaan (Schlumberger, 1958).
Tujuan dari well logging adalah untuk mendapatkan informasi
litologi, pengukuran porositas, pengukuran resistivitas, dan kejenuhan
hidrokarbon. Sedangkan tujuan utama dari penggunaan log ini adalah
untuk menentukan zona, dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas
bumi dalam suatu reservoir.
Pelaksanaan wireline logging merupakan kegiatan yang dilakukan
dari memasukkan alat yang disebut sonde ke dalam lubang pemboran
sampai ke dasar lubang. Pencacatan dilakukan dengan menarik sonde
tersebut dari dasar lubang sampai ke kedalaman yang diinginkan dengan
kecepatan yang tetap dan menerus. Kegiatan ini dilakukan segera setelah
pekerjaan pengeboran selesai ( lihat Gambar 1.1). Hasil pengukuran atau
pencatatan tersebut disajikan dalam kurva log vertikal yang sebanding
dengan kedalamannya dengan menggunakan skala tertentu sesuai
keperluan pemakainya.
Tampilan data hasil metode tersebut adalah dalam bentuk log yaitu
grafik kedalaman dari satu set kurva yang menunjukkan parameter yang
diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur (Harsono,
1997). Dari hasil kurva-kurva yang menunjukkan parameter tersebut dapat
diinterpretasikan jenis-jenis dan urutan-urutan litologi serta ada tidaknya
Komposisi hidrokarbon pada suatu formasi di daerah penelitian. Dengan
kata lain metode well logging merupakan suatu metode yang dapat
memberikan data yang diperlukan untuk mengevaluasi secara kualitatif
dan kuantitatif adanya Komposisi hidrokarbon.
Dalam pelaksanaan well logging truk logging diatur segaris dengan
kepala sumur, kabel logging dimasukkan melalui dua buah roda-katrol.
Roda katrol atas diikat pada sebuah alat pengukur tegangan kabel. Di
dalam kabin logging atau truk logging terdapat alat penunjuk beban yang
menunjukkan tegangan kabel atau berat total alat.
Roda katrol bawah diikat pada struktur menara bor dekat dengan
mulut sumur. Setelah alat-alat logging disambungkan menjadi satu
diadakan serangkaian pemeriksaan ulang dan kalibrasi sekali lagi
dilakukan supaya yakin bahwa alat berfungsi dengan baik dan tidak
terpengaruh oleh suhu tinggi atau lumpur. Alat logging kemudian ditarik
dengan kecepatan tetap, maka dimulailah proses perekaman data. Untuk
mengumpulkan semua data yang diperlukan, seringkali diadakan
beberapa kali perekaman dengan kombinasi alat yang berbeda (Harsono,
1997).
Sistem pengiriman data di lapangan dapat menggunakan jasa
satelit atau telepon, sehingga data log dari lapangan dapat langsung
dikirim ke pusat komputer untuk diolah lebih lanjut.
Gambar 1.1 Operasi kegiatan Logging (Mastoadji, 2007).
2.2 Tipe – tipe Log
Log adalah suatu grafik kedalaman (atau waktu) dari satu set yang
menunjukkan parameter fisik, yang diukur secara berkesinambungan
dalam sebuah sumur (Harsono, 1997). Logging adalah pengukuran atau
pencatatan sifat-sifat fisika batuan di sekitar lubang bor secara tepat dan
kontinyu pada interval kedalaman tertentu (Schlumberger, 1986). Maksud
dari logging adalah untuk mengukur parameter fisika sehingga dapat
diinterpretasi litologi penampang sumur, karakteristik reservoir antara lain
porositas, permeabilitas dan kejenuhan minyak.
Ada 4 jenis log yang sering digunakan dalam interpretasi yaitu :
1. Log listrik, terdiri dari log resistivitas dan log SP (Spontaneous
Potential).
2. Log radioaktif, terdiri dari log GR (Gamma Ray), log porositas yaitu
terdiri dari log densitas (RHOB) dan log neutron (NPHI).
3. Log akustik berupa log sonic.
4. Log Caliper.
1.2.1 Log Listrik (Electrical Log)
Log listrik merupakan suatu jenis log yang digunakan untuk
mengukur sifat kelistrikan batuan, yaitu untuk mengukur resistivitas atau
tahanan jenis batuan dan juga potensial diri dari batuan. Log jenis ini
terdiri dari :
1.2.1.1 Log Spontaneus Potensial (SP)
Log SP mengukur perbedaan potensial dari suatu elektroda yang
berjalan (dalam lubang bor) dengan elektroda yang tetap di permukaan,
keterangan elektroda melewati berbagai jenis batuan yang berbeda sifat
serta isi Komposisinya (Dewan, 1983). Potensial ini ada karena
perbedaan elektrokimia antara air di dalam formasi dan lumpur pemboran,
akibat adanya perbedaan salinitas antara lumpur dan Komposisi dalam
batuan maka akan menimbulkan defleksi positif atau atau negatif dari
kurva ini (Bassiouni, 1994).
Gambar 1.2 Metode log SP (modified from Bassiouni, 1994).
Potensial ini diukur dalam milivolts (mV) dalam skala yang relatif
yang disebabkan nilai mutlaknya (absolute value) bergantung pada sifat-
sifat dari lumpur pemboran. Dibagian yang shaly, defleksi SP maksimum
ke arah kanan yang dapat menentukan suatu garis dasar shale. Defleksi
dari bentuk log shale baseline menunjukan zona batuan permeabel yang
mengandung fluida dengan salinitas yang berbeda dari lumpur pemboran
(Russell, 1951).
Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeabel, namun tidak
dapat mengukur harga absolut dari permeabilitas maupun porositas dari
suatu formasi. Log SP sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter
seperti resistivitas formasi, air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan
parameter lain. Jadi pada dasarnya jika salinitas Komposisi dalam lapisan
lebih besar dari salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang negatif
dan jika salinitas Komposisi dalam lapisan lebih kecil dari salinitas lumpur
maka kurva SP akan berkembang positif. Dan bilamana salinitas
Komposisi dalam lapisan sama dengan salinitas lumpur maka defleksi
kurva SP akan merupakan garis lurus sebagaimana pada shale (Doveton,
1986).
Kurva log SP tidak mampu secara tepat mengukur ketebalan
lapisan karena sifatnya yang lentur. Perubahan dari posisi garis dasar
serpih (Shale Base Line) ke garis permeabel tidak tajam melainkan halus
sehingga garis batas antara lapisan tidak mudah ditentukan.
Kegunaan Log SP adalah untuk (Exploration Logging, 1979) :
1. Identifikasi lapisan-lapisan permeabel.
2. Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur
berdasarkan batasan lapisan tersebut.
3. Menentukan nilai resistivitas air-formasi (Rw).
4. Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.
Gambar 1.3 Pembacaan kurva log SP (Bassiouni, 1994).
Dari berbagai kondisi batuan dan Komposisi yang ada di dalamnya,
bentuk-bentuk kurva SP adalah sebagai berikut :
Pada lapisan shale, kurva SP berbentuk garis lurus.
Pada lapisan permeabel mengandung air asin, defleksi kurvanya
akan berkembang negatif (ke arah kiri dari garis shale).
Pada lapisan permeabel mengandung hidrokarbon, defleksi SP
akan berkembang negatif.
Pada lapisan permeabel mengandung air tawar, defleksi SP akan
berkembang positif.
1.2.1.2 Log Resistivitas
Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu
kemampuan batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir
melalui batuan tersebut (Thomeer, 1948). Resistivitas rendah apabila
batuan mudah untuk mengalirkan arus listrik dan resistivitas tinggi apabila
batuan sulit untuk mengalirkan arus listrik. Resistivitas kebalikan dari
konduktivitas, satuan dari resisitivitas adalah ohmmeter (Ωmeter).
Besarnya harga resisitivitas (tinggi atau rendah) suatu batuan tergantung
pada sifat karakter dari batuan tersebut.
Nilai resistivitas pada suatu formasi bergantung dari (Chapman, 1976) :
Salinitas air formasi yang dikandungnya.
Jumlah air formasi yang ada.
Struktur geometri pori-pori.
Sifat atau karakter batuan diantaranya adalah porositas, salinitas
dan jenis batuan, hal ini dapat dianalisis sebagai berikut:
Pada lapisan permeabel yang mengandung air tawar, harga
resistivitasnya tinggi, karena air tawar mempunyai salinitas rendah
bahkan lebih rendah dari air filtrasi sehingga konduktivitasnya
rendah.
Pada lapisan permeabel yang mengandung air asin, harga
resistivitasnya rendah karena air asin mempunyai salinitas yang
tinggi sehingga konduktivitasnya tinggi.
Pada lapisan yang mengandung hidrokarbon resistivitasnya tinggi.
Pada lapisan yang mengandung sisipan shale, harga resistivitasnya
menunjukkan penurunan yang selaras dengan persentase sisipan
tersebut.
Pada lapisan kompak harga resistivitas tinggi, karena lapisan
kompak mempunyai porositas mendekati nol sehingga celah antar butir
yang menjadi media penghantar arus listrik relatif kecil.
Gambar 1.4 Defleksi log resistivitas (Rider, 1996).
Ketika suatu formasi di bor, air lumpur pemboran akan masuk ke
dalam formasi sehingga membentuk 3 zona yang terinvasi, yaitu :
a. Flushed Zone
Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang
bor serta terisi oleh air filtrat lumpur yang mendesak Komposisi
semula (gas, minyak ataupun air tawar). Meskipun demikian
mungkin saja tidak seluruh Komposisi semula terdesak ke dalam
zona yang lebih dalam.
b. Transition Zone
Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam keterangan zona ini
ditempati oleh campuran dari air filtrat lumpur dengan Komposisi
semula.
c. Uninvaded Zone
Merupakan zona yang tidak mengalami infiltrasi dan terletak paling
jauh dari lubang bor, serta seluruh pori-pori batuan terisi oleh
Komposisi semula.
Gambar 1.5 Zona-Zona Infiltrasi (Asquith 1982 fade Link, 2001).
2.2.2 Log Radioaktif
Log ini menyelidiki intensitas radioaktif mineral yang mengandung
radioaktif dalam suatu lapisan batuan dengan menggunakan suatu
radioaktif tertentu.
2.2.2.1 Log Gamma Ray
Menurut Bassiouni (1994), log ini digunakan untuk mengukur
intensitas radioaktif yang dipancarkan dari batuan yang didasarkan bahwa
setiap batuan memiliki komposisi komponen radioaktif yang berbeda-
beda. Unsur–unsur radioaktif itu adalah Uranium (U), Thorium (Th), dan
Pottasium (K). Log sinar gamma mengukur intensitas sinar gamma alami
yang dipancarkan oleh formasi. Sinar gamma ini berasal dari peluruhan
unsur-unsur radioaktif yang berada dalam batuan.
Batupasir dan batugamping hampir tidak mengandung unsur-unsur
radioaktif. Serpih mempunyai komposisi radioaktif yang tinggi yaitu rata-
rata 6 ppm Uranium, 12 ppm Thorium dan 2% Potassium (Schlumberger,
1958). Berdasarkan hal ini maka log sinar gamma dapat digunakan untuk
mengetahui komposisi serpih pada suatu formasi.
Pada lapisan permeabel yang bersih (clean), kurva gamma ray
menunjukkan intensitas radioaktif yang sangat rendah, terkecuali jika
mempunyai komposisi mineral-mineral tertentu yang bersifat radioaktif.
Sedangkan pada lapisan yang kotor (shally), kurva gamma ray akan
menunjukkan intensitas radioaktif yang tinggi. Batubara oleh log sinar
gamma ditunjukkan dengan nilai yang sangat rendah. Hal ini disebabkan
batubara berasal dari material organik sehingga tidak mempunyai
komposisi unsur radioaktif.
Log ini umumnya berada disebelah kiri kolom kedalaman dengan
satuan API unit (American Petroleum Institute). Log sinar gamma
terutama digunakan untuk membedakan antara batuan reservoir dan non
reservoir. Selain itu juga penting didalam pekerjaan korelasi dan evaluasi
komposisi serpih di dalam suatu formasi.
Gambar 1.6 Defleksi log gamma ray (Dewan, 1983).
2.2.2.2 Log Densitas (RHOB)
Log ini menunjukkan besarnya densitas dari batuan yang ditembus
lubang bor. Dari besaran ini sangat berguna dalam penentuan besaran
porositas. Selain itu juga dapat mendeteksi adanya indikasi hidrokarbon
atau air bersama-sama dengan log neutron.
Prinsip dasar dari log densitas ini adalah menggunakan energi
yang berasal dari sinar gamma. Pada saat sinar gamma bertabrakan
dengan elektron dalam batuan akan mengalami pengurangan energi.
Energi yang kembali sesudah mengalami benturan akan diterima oleh
detektor yang berjarak tertentu dengan sumbernya (makin lemah energi
yang kembali menunjukkan makin banyaknya elektron-elektron dalam
batuan, yang berarti makin padat butiran/mineral penyusun batuan
persatuan volume (Dewan, 1983). Dalam log densitas besarnya nilai kurva
dinyatakan dalam satuan gram/cc.
Gambar 1.7 Defleksi log densitas (Doveton, 1986).
Menurut Sonnenberg (1991), kegunaan log densitas adalah untuk :
Mengukur nilai porositas
Korelasi antar sumur pemboran
Mengenali komposisi atau indikasi fluida dari formasi
2.2.2.3 Log Neutron (NPHI)
Menurut Schlumberger (1958), log neutron berguna untuk
penentuan besarnya porositas batuan. Prinsip dasar dari alat ini adalah
memancarkan neutron secara terus menerus dan konstan pada lapisan
(keterangan massa neutron netral dan hampir sama dengan massa atom
hidrogen).
Partikel-partikel neutron memancar menembus formasi dan
bertumbukan dengan material-material dari formasi tersebut. Akibatnya
neutron mengalami sedikit hilang, besar kecilnya energi yang hilang
tergantung dari perbedaan massa neutron dengan massa material
pembentuk batuan/formasi (Doveton, 1986).
Hilangnya energi yang paling besar adalah bila neutron
bertumbukan dengan suatu atom yang mempunyai massa yang sama
atau hampir sama, seperti halnya atom hidrogen. Peristiwa ini dalam
microsecond ditangkap oleh detektor alat pengukur. Bila konsentrasi
hidrogen di dalam formasi besar, maka hampir semua neutron mengalami
penurunan energi serta tidak tertangkap jauh dari sumber radioaktifnya.
Sebaliknya bila konsentrasi hidrogen kecil, partikel-partikel neutron akan
memancar lebih jauh menembus formasi sebelum tertangkap (Russell,
1951). Dengan demikian kecepatan menghitung detektor akan meningkat
sesuai dengan konsentrasi hidrogen yang semakin menurun. Defleksi log
neutron dapat dilihat pada Gambar 1.7.
2.2.3 Interpretasi Log
a) Log Resistivity (LLD, LLS, MSFL)
- Litologi batugamping menunjukkan Resistivitas yang besar
- Litologi batugamping menunjukkan Resistivitas yang kecil
- Air resistivitasnya kecil
- Hidrokarbon resistivitasnya besar
b) Log Porositas (NPHI, RHOB)
- Batuamping (NPHI) : kecil
(RHOB) : besar
- Pasir (diantara batugamping dan batulempung)
- Batulempung (NPHI) : besar
(RHOB) : kecil
2.2.3 Interpretasi Porositas
Apabila kurva densitas (RHOB) lapisan tersebut berada di sebelah
kiri kurva neutron (NPHI) maka lapisan tersebut menunjukkan komposisi
fluida.
Air : - Reisitivitas kecil (LLD, LLS, MSFL = kecil)
- NPHI kecil
- RHOB kecil
Hidrokarbon : - Reisitivitas besar (LLD, LLS, MSFL = besar)
- NPHI kecil
- RHOB besar
2.2.4 Log Akustik/Log Sonic
Litologi
Log akustik ini yaitu log sonik dapat juga berfungsi dalam
penentuan besarnya harga porositas dari batuan. Pada log ini terdapat
transmitter yang mengirimkan gelombang suara ke dalam formasi yang
diterima oleh penerima yang terdapat dalam log ini. Waktu yang
diperlukan gelombang suara setelah mencapai formasi untuk kembali
terdeteksi oleh penerima dinamakan transit time (Δt). makin lama waktu
tempuhnya maka porositas batuannya tinggi (batuan tidak kompak) dan
sebaliknya (Norman & Edward, 1990).
Tabel 1.1 Kecepatan sonik pada material tertentu (Schlumberger, 1958)
2.2.5 Log Caliper
Log ini merupakan log penunjang keterangan log ini digunakan
untuk mengetahui perubahan diameter dari lubang bor yang bervariasi
akibat adanya berbagai jenis batuan yang ditembus mata bor. Pada
lapisan shale atau clay yang permeabilitasnya hampir mendekati nol, tidak
terjadi kerak lumpur sehingga terjadi keruntuhan dinding sumur bor
(washed out) sehingga dinding sumur bor mengalami perbesaran
diameter. Sedangkan pada lapisan permeabel terjadi pengecilan lubang
sumur bor karena terjadi endapan lumpur pada dindingnya yang disebut
kerak lumpur (mud cake). Pada dinding sumur yang tidak mengalami
proses penebalan dinding sumur, diameter lubang bor akan tetap. Log ini
berguna untuk mencari ada atau tidaknya lapisan permeabel (Rider,
2002).
Gambar 1.8 Defleksi log caliper (Rider, 1996).
2.3 Penentuan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Wireline Log
Ahli geologi telah sepakat bahwa penentuan lingkungan
pengendapan dapat dilihat dari bentuk kurva log terutama log gamma ray
dan spontaneous potential (Walker, 1992). Bentuk tipikal log dengan
beberapa fasies pengendapan yang merupakan indikasi dari bentuk kurva
log GR atau SP secara umum dapat dilihat pada Gambar 1.9. Bentuk
kurva log yang tidak spesifik dari setiap lingkungan pengendapan
membuat interpretasi berdasarkan data tersebut sangat beresiko tinggi.
Interpretasi lingkungan pengendapan yang cukup akurat didapat dari data
core. Bentuk kurva log GR, SP dan resistivitas memiliki suatu urutan
vertikal, yaitu :
1. Cylindrical
Bentuk silinder pada log GR atau SP dapat menunjukkan sedimen
tebal dan homogen yang dibatasi oleh pengisian channel atau channel-
fills dengan kontak yang tajam. Cylindrical merupakan bentuk dasar yang
mewakili homogenitas dan ideal sifatnya. Bentuk cylindrical diasosiasikan
dengan endapan sedimen braided channel, estuarine atau sub-marine
channel fill, anastomosed channel, eolian dune, tidal sand.
2. Irregular
Bentuk ini merupakan dasar untuk mewakili adanya batuan reservoir.
Bentuk irregular diasosiasikan dengan sedimen alluvial plain, floodplain,
tidal sands, shelf atau back barriers. Umumnya mengidentifikasikan
lapisan tipis silang siur atau thin interbeded. Unsur endapan tipis mungkin
berupa crevasse splay, overbanks deposits dalam laguna serta turbidit.
3. Bell Shaped
Profil berbentuk bell menunjukkan penghalusan ke arah atas,
kemungkinan akibat pengisian channel atau channel fills. Pengamatan
membuktikan bahwa besar butir pada setiap level cenderung sama,
namun jumlahnya memperlihatkan gradasi menuju berbutir halus dengan
lempung yang bersifat radioaktif makin banyak ke atas. Bentuk bell
dihasilkan oleh endapan point bars, tidal deposits, transgressive shelf
sands, sub marine channel dan endapan turbidit.
4. Funnel Shaped
Profil berbentuk corong atau funnel menunjukkan pengkasaran ke
arah atas yang merupakan bentuk kebalikan dari bentuk bell. Bentuk
funnel kemungkinan dihasilkan sistem progradasi seperti sub marine fan
lobes, regressive shallow marine bar, barrier islands atau karbonat
terumbu depan yang berprogradasi di atas mudstone, delta front atau
distributary mouth bar, crevasse splay, beach and barrier beach,
strandplain, shoreface, prograding shelf sands dan submarine fan lobes.
5. Symmetrical
Bentuk symmetrical merupakan kombinasi antara bentuk bell-funnel.
Kombinasi coarseninng-finning upward ini dapat dihasilkan oleh proses
bioturbasi, selain tatanan secara geologi yang merupakan ciri dari shelf
sand bodies, submarine fans and sandy offshore bars. Bentuk
asymmetrical merupakan ketidakselarasan secara proporsional dari
kombinasi bell-funnel pada fasies pengendapan yang sama.
Gambar 1.9 Bentuk Kurva Log GR / SP dengan indikasi beberapafasies pengendapan (Walker, 1992).
Analisis lingkungan pengendapan tidak akan terlepas dari analisis
pola log yang bertujuan untuk mengetahui perubahan muka air laut pada
interval penelitian dengan mengkombinasikan antara kemenerusan
vertikal pengendapan, stratigrafi dan pelamparan litologi secara lateral.
Interpretasi dilakukan dengan cara membedakan perubahan pola
log GR, resistivitas, dan log porositas. Hasil dari penentuan pola log
tersebut akan menunjukkan arah penghalusan litologi baik penghalusan
ke atas dan pengkasaran ke atas maupun konstan sehingga akan
mencirikan peristiwa perubahan muka air laut relatif seperti transgresi dan
regresi (Walker 1992). Penghalusan ke atas bentuk bell shape atau bell
merupakan indikasi peristiwa regresi, sedangkan pengkasaran ke atas
funnel shape atau corong mewakili peristiwa transgresi sedangkan
konstan yaitu cilindrical shape mengindikasikan transisi. Penentuan
lingkungan pegendapan pertama kali diarahkan kepada skala yang besar
kemudian akan dianalisis ke dalam skala kecil dengan kombinasi data
yang ada yaitu data cutting dan karakter wireline log.
2.3.1 Contoh Interpretasi Lingkungan Pengendapan Delta Dari Data
Log
Delta merupakan suatu endapan progradasi yang tidak teratur yang
terbentuk pada lingkungan subaerial yang secara langsung dikontrol oleh
sungai (Gambar 1.10). Morfologi delta dan bentuk penyebaran sedimen
pada delta dikontrol oleh tiga proses utama yaitu : influx fluvial, tidal, wave
atau gelombang.
Menurut Serra (1990), secara umum lingkungan pengendapan
delta dapat dibagi dalam beberapa subfasies sebagai berikut :
1. Delta Plain
Merupakan bagian delta yang bersifat subaerial yang terdiri dari channel
aktif dan channel yang ditinggalkan atau abandoned channel. Delta plain
cenderung tertutup oleh vegetasi yang rapat. Subfasies delta plain dibagi
menjadi:
a) Upper delta plain
Merupakan bagian dari delta yang terletak diatas area tidal atau
laut. Endapannya secara umum terdiri dari :
Endapan distributary channel yang berpindah
Merupakan endapan braided atau meandering, tanggul
alam atau natural levee, dan endapan point bar. Endapan
distributary channel ditandai dengan adanya bidang erosi pada
bagian dasar urutan lingkungan dan menunjukkan
kecenderungan menghalus ke atas. Struktur sedimen yang
dijumpai umumnya adalah cross bedding, ripple cross
stratification, scour and fill, dan lensa-lensa lempung. Endapan
point bar terbentuk apabila terputus dari channel-nya. Endapan
tanggul alam terbentuk dan memisahkan diri dengan
interdistributary channel. Sedimen pada bagian ini berupa pasir
halus dan rombakan material organik serta lempung yang
terbentuk sebagai hasil luapan material selama terjadi banjir.
Lucustrine delta fill dan endapan interdistributary flood plain.
Lingkungan pengendapan ini mempunyai kecepatan arus
paling kecil, dangkal, tidak berelief, dan proses akumulasi
sedimen berjalan lambat. Interdistributary channel dan flood
plain, endapan yang terbentuk merupakan endapan yang
berukuran lanau sampai lempung yang dominan. Struktur
sedimen yang terbentuk adalah laminasi sejajar dan burrowing
structure endapan pasir yang bersifat lokal, tipis, dan kadang
hadir karena adanya pengaruh gelombang.
b) Lower delta plain
Merupakan bagian dari delta yang terletak pada daerah yaitu
terjadi interaksi antara sungai dan laut yaitu low tide mark sampai
batas pengaruh pasang surut. Endapannya meliputi :
Endapan pengisi teluk atau bay fill deposit
Endapannya meliputi interdistributary bay, tanggul alam,
crevasse splay, dan rawa.
Endapan pengisi distributary channel yang ditinggalkan.
2. Sub aquaeous Delta Plain
Merupakan subfasies delta yang berada pada kedalaman air 10-300
meter bawah permukaan laut. Lingkungan ini dapat dibedakan menjadi
beberapa bagian:
a) Delta front
Merupakan subfasies delta yang berada pada daerah dengan
energi yang tinggi, yaitu sedimen secara langsung dipengaruhi oleh
arus pasang surut, arus laut sepanjang pantai, dan aksi gelombang
dari kedalaman 10 meter atau kurang. Endapan dari delta front
meliputi: delta front sheet sand, distributary mouth bar, river mouth
tidal range, stream mouth bar, tidal flat serta endapan dekat pantai
sepanjang pantai. Endapan delta front ditunjukkan oleh sikuen
mengkasar ke atas atau coarsening upward dalam skala yang
relatif besar yang menunjukkan perubahan lingkungan
pengendapan secara vertikal ke atas. Sikuen ini hasil dari
progradasi delta front yang mungkin diselingi oleh sikuen
distributary channel dari sungai atau tidal pada saat progradasi
sungai berlangsung. Fasies pengendapan delta front dibagi
menjadi beberapa subfasies dengan karakteristik gradasi
lingkungan yang berbeda yaitu :
Distal bar
Memilki urutan lingkungan pengendapan cenderung
menghalus ke atas. Umumnya tersusun atas pasir halus dengan
struktur sedimen laminasi. Fosil pada lingkungan ini jarang
dijumpai.
Distributary mouth bar
Menurut Walker (1992), distributary mouth bar memilliki
kecepatan yang paling tinggi dalam sistem pengendapan delta.
Sedimen umumnya tersusun atas pasir yang diendapkan melalui
proses fluvial dan merupakan tempat terakumulasinya sedimen
yang ditranspor oleh distributary channel dan diantara mouth
bars akan terendapkan sedimen berukuran halus. Pasokan
sedimen yang menerus akan menyebabkan terjadinya
pengendapan mouth bars yang menuju ke arah laut. Struktur
sedimen yang terbentuk pada lingkungan ini antara lain: current
ripple, cross bedding, dan massive graded bedding.
Channel
Menurut Walker (1992), channel ditandai adanya bidang
erosi pada bagian dasar urutan lingkungan pengendapannya dan
cenderung menghalus ke atas. Sedimen umumnya berukuran
pasir. Struktur sedimen yang terbentuk adalah cross bedding,
ripple cross stratification,scour and fill.
Subaquaeous levees
Merupakan kenampakan lain dari lingkungan
pengendapan delta front yang berasosiasi dengan active channel
mouth bar. Lingkungan ini sulit dibedakan dan diidentifikasi
dengan lingkungan lainnya pada endapan delta masa lampau.
Gambar 1.10 Morfologi Lingkungan Pengendapan Delta (Allen,
1999).
b) Prodelta
Menurut Serra (1990), prodelta merupakan subfasies transisi
antara delta front dengan endapan normal marine shelf yang
berada di bawah kedalaman efektif erosi gelombang yang terletak
di luar delta front. Sedimen yang ditemukan pada lingkungan ini
adalah sedimen yang berukuran paling halus. Endapan prodelta
didominasi oleh sedimen berukuran lanau dan lempung dan
kadang-kadang dijumpai lapisan tipis batupasir. Struktur sedimen
yang sering dijumpai adalah masif, laminasi, dan burrowing
structure. Seringkali dijumpai cangkang organisme bentonik yang
tersebar luas dan mengindikasikan tidak adanya pengaruh air tawar
atau fluvial (Gambar 1.11).
Gambar 1.11 Penampang Lingkungan Pengendapan Delta (Walker, 1992).
2.4 Geologi Regional
Secara fisiografis Cekungan Sumatra Selatan merupakan cekungan
Tersier berarah barat laut – tenggara, yang dibatasi Sesar Semangko dan
Bukit Barisan di sebelah barat daya, Paparan Sunda di sebelah timur laut,
Tinggian Lampung di sebelah tenggara yang memisahkan cekungan
tersebut dengan Cekungan Sunda, serta Pegunungan Dua Belas dan
Pegunungan Tiga Puluh di sebelah barat laut yang memisahkan
Cekungan Sumatra Selatan dengan Cekungan Sumatera Tengah.
Posisi Cekungan Sumatera Selatan sebagai cekungan busur belakang (Blake, 1989)
Tektonik Regional
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera
Selatan merupakan cekungan busur belakang berumur Tersier yang
terbentuk sebagai akibat adanya interaksi antara Paparan Sunda (sebagai
bagian dari lempeng kontinen Asia) dan lempeng Samudera India. Daerah
cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510 km2, dimana sebelah barat
daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di sebelah timur
oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian
Lampung.
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk
selama Awal Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben
berkembang sebagai reaksi sistem penunjaman menyudut antara
lempeng Samudra India di bawah lempeng Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah
terjadi 3 episode orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah
Cekungan Sumatera Selatan yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik
Kapur Akhir – Tersier Awal dan Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik
termetamorfosa, terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan
diintrusi oleh batolit granit serta telah membentuk pola dasar struktur
cekungan. Menurut Pulunggono, 1992 (dalam Wisnu dan
Nazirman ,1997), fase ini membentuk sesar berarah barat laut – tenggara
yang berupa sesar – sesar geser.
Episode kedua pada Kapur Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan
gerak – gerak tensional yang membentuk graben dan horst dengan arah
umum utara – selatan. Dikombinasikan dengan hasil orogenesa Mesozoik
dan hasil pelapukan batuan – batuan Pra – Tersier, gerak gerak tensional
ini membentuk struktur tua yang mengontrol pembentukan Formasi Pra –
Talang Akar.
Episode ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang
menyebabkan pola pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan
dalam pembentukan struktur perlipatan dan sesar sehingga membentuk
konfigurasi geologi sekarang. Pada periode tektonik ini juga terjadi
pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang menghasilkan sesar
mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan Bukit
Barisan. Pergerakan horisontal yang terjadi mulai Plistosen Awal sampai
sekarang mempengaruhi kondisi Cekungan Sumatera Selatan dan
Tengah sehingga sesar – sesar yang baru terbentuk di daerah ini
mempunyai perkembangan hampir sejajar dengan sesar Semangko.
Akibat pergerakan horisontal ini, orogenesa yang terjadi pada Plio –
Plistosen menghasilkan lipatan yang berarah barat laut – tenggara tetapi
sesar yang terbentuk berarah timur laut – barat daya dan barat laut –
tenggara. Jenis sesar yang terdapat pada cekungan ini adalah sesar naik,
sesar mendatar dan sesar normal.
Kenampakan struktur yang dominan adalah struktur yang berarah
barat laut – tenggara sebagai hasil orogenesa Plio – Plistosen. Dengan
demikian pola struktur yang terjadi dapat dibedakan atas pola tua yang
berarah utara – selatan dan barat laut – tenggara serta pola muda yang
berarah barat laut – tenggara yang sejajar dengan Pulau Sumatera .
BAB IV
PEMBAHASAN
Data log merupakan salah satu kriteria utama sebagai dasar
dalam proses pengambilan keputusan geologi pada eksplorasi
migas. Log digunakan untuk melakukan korelasi zona-zona
prospektif sumber data untuk membuat peta kontur struktur dan
isopach, menentukan karakteristik fisik batuan seperti litologi,
porositas, geometri pori dan permeabilitas. Data logging digunakan
untuk mengidentifikasi zona-zona produktif, menentukan kandungan
fluida dalam reservoar serta memperkirakan cadangan hidrocarbon.
Log adalah gambaran kedalaman dari suatu perangkat kurva yang
mewakili parameter-parameter yang diukur secara terus menerus
didalam suatu sumur ( Schlumberger, 1986). Parameter yang biasa
diukur adalah sifat kelistrikan, tahanan jenis batuan, daya hantar
listrik, sifat keradioaktifan, dan sifat meneruskan gelombang suara
Pada log ini diketahui terdapat data-data wireline pada 4
komposite log yang meliputi kurva Gamma Ray Log (GR), kurva Caliper
Log (CALI), kurva Density Log (RHOB), kurva Neutron Log (NPHI), serta
kurva Resistivity Log (LLD, LLS). Berikut pembahasan dari masing –
masing komposite log. Dari data log, kita dapat menginterpretasikan
apakah pada daerah tersebut memiliki kandungan hidrokarbon atau tidak.
Metode yang digunakan yaitu metode interpretasi pintas ( quick look).
Hal ini berdasarkan pada data-data yang terdiri dari:
Kurva Gamma Ray Log (GR)
Kurva Density Log (RHOB)
Kurva Neutron Log (NPHI)
Kurva Resistivity Log (ILM,ILD dan SFLU)
Berdasarkan kurva GR, kita melihat bahwa pada kurva GR
menunjukkan nilai GR menuju pada minimum. Hal ini dapat
mengindikasikan bahwa daerah dengan kurva yang mendekati minimum
kemungkinan merupakan lapisan reservoir. Lapisan reservoir adalah
lapisan permeabel yang biasanya ditunjukkan oleh rendahnya harga kurva
gamma Ray yang menunjukkan kandungan serpih yang rendah.
Dalam identifikasi litologi berdasarkan kurva log Gamma Ray yang
pertama ditentukan adalah Shale Base Line dan Sand Base Line dari
kurva log Gamma Ray tersebut. Shale base line yang merupakan garis
lempung ini adalah garis yang ditarik dari titik yang memiliki harga paling
tinggi yang mengisyaratkan bahwa daerah tersebut perupakan daerah
impermeabel, sedangkan sand base line merupakan garis yang ditarik dari
titik yang memiliki harga yang paling kecil dalam kurva log gamma ray
yang juga mengisyaratkan bahwa daerah tersebut adalah daerah yang
permeabel. Log Gamma ray yang memiliki skala 0 sampai 300 ini
kemudian dianggap mempunyai persentase 100%. Maka selanjutnya
barulah ditentukan daerah interes yang menjadi kandidat batuan
permeabel dimana kandidat ini adalah zona yang terletak diantara 50%-
80% (sering juga disebut cut off). Daerah yang terletak pada zona inilah
yang dianggap sebagai zona clean sand.
Selain itu, dari kurva ini juga dapat ditentukan batas-batas perlapisan
dengan mengambil patokan adanya perubahan pola kurva (defleksi kurva)
merupakan tanda bahwa terdapat perubahan litologi. Namun yang perlu
diingat kurva Gamma Ray ini tidak mengisyaratkan besar butir tetapi
hanya memberikan informasi tentang distribusi butir dan kandungan
lempungnya.
4.1 Interpretasi Masing – masing Komposit Log
Dari hasil interpretasi data Wireline Log, dapat disimpulkan
bahwa pada formasi ini didominasi oleh lapisan batupasir,
batulempung, dan juga batugamping ,batuan beku sebagai
basement. Interpretasi dari masing – masing komposite sebagai
berikut :
1. Limestone
Litologi ini terdapat pada komposit log PT-3 dengan kedalaman
4570 – 4580 m maka ketebalannya sekitar 10 m, pada data log WPT- 6
kedalaman 4400- 4440, jadi litologi tersebut mempunyai ketebalan sekitar
40 m pada log WPT- 6, pada PTD -7 terdapat pada kedalaman 4500 –
4520 dengan ketebalan 20 m, pada PT-2 terdapat pada kedalaman 4380
– 4410 dengan ketebalan 30 m Litologi batuan ini dicirikan dengan data
log berupa harga Gamma Ray yang rendah yaitu sekitar 35 API, hal ini
karena pada lapisan ini mempunyai kandungan radioaktif yang cukup
rendah. Pada Log resistivity, harga yang ditunjukkan cukup tinggi. Dan
pada Log Neutron (NPHI) menunjukkan harga yang cukup rendah dan
pada Log Density (RHOB) menunjukkan harga yang cukup tinggi yaitu
>2.71 API, oleh karena itu batuan ini mempunyai porositas yang baik.
Sedangkan pada kombinasi data log neutron dan data log densitas
ditemukan adanya separasi yang mengindikasikan kehadiran fluida di
dalam batuan ini, sehingga dapat disimpulkan kemungkinan pada batuan
ini tidak terdapat fluida.
2. Shale
Pada PT-3 shale terdapat pada kedalaman 4370 – 4700 feet.
Litologi batuan ini dicirikan dengan data log Gamma Ray yang tinggi yaitu
sekitar 80 gAPI, hal ini karena pada lapisan ini mempunyai kandungan
radioaktif yang sangat tinggi.. Pada Log resistivity harga yang ditunjukkan
rendah, hal ini karena terjadi sparasi tahanan jenis yang negatif. Pada Log
Neutron (NPHI) menunjukkan harga yang tinggi dan pada Log Density
(RHOB) menunjukkan harga yang rendah, oleh karena itu batuan ini
mempunyai porositas yang sangat kecil (impermeable).
Pada litologi shale yang kedua yaitu terletak pada WPT-6
kedalaman 4300 – 4370 feet, jadi litologi ini mempunyai ketebalan
sebesar 70 feet. Dari data log dicirikan dengan nilai log Gamma Ray yang
cukup tinggi yaitu sekitar 70 gAPI. Pada Log resistivity, harga yang
ditunjukkan rendah. Pada Log Neutron (NPHI) menunjukkan harga yang
tinggi dan pada Log Density (RHOB) menunjukkan harga yang rendah,
oleh karena itu batuan ini mempunyai porositas yang sangat kecil
(impermeable). Lapisan shale pada data log ini hanya bersifat sebagai
lapisan non reservoir atau pada lapisan 4300 – 4370 bisa bersifat Cap
Rock dari batuan reservoir seperti batupasir dan adanya kandungan
hidrokarbon yang ada. Lapisan shale yang relatif tipis pada data log ini le
disebabkan sifat pengendapan shale yang dipengaruhi proses diagenesis
pada batuan yang telah berproses sangat lama dan terendapkan pada
formasi ini sebagai sisipan dimana lapisan utamanya berupa batupasir
yang nantinya mempunyai nilai ekonomis sebagai batuan reservoir karena
didukung nilai permeabilitas dan porositas yang dapat dijadikan perkiraan
adanya hidrokarbon Source
3. Sandstone
Berdasarkan data log PT-3, litologi ini terdapat di kedalaman 4030
– 4030 feet. Litologi ini dicirikan dengan data log Gamma Ray yang
rendah yaitu sekitar 40 - 60 gAPI, hal ini karena pada lapisan ini hampir
tidak mempunyai kandungan radioaktif atau dapat dikatakan mempunyai
intensitas radioaktif yang sangat rendah. Dari hasil log neutron (NPHI)
yang menunjukan angka yang besar maka dapat diketahui bahwa batuan
ini memiliki porositas yang besar. Dan dengan melihat dari Log Density
(RHOB) maka dapat diketahui pula bahwa batuan ini memiliki densitas
yang rendah yang dimungkinkan berasal dari jumlah porositas yang
banyak, oleh karena itu batuan ini mempunyai porositas yang baik
(permeable).
Pada lapisan batupasir sangat jarang terjadi runtuhan dinding
akrena disebabkan nilai permeabilitasnya sangat besar sehingga tekanan
Log pada sumur dinding tidak terlalu signifikan. Pada tekanan lapisan ini
zona pemboran harus melakukan casing hal ini dilakukan agar tekanan
gas dan bor tidaka menganggu kerentanan dinding sehingga perlu dijaga
besaran tekanan formasi untuk menjaga agar tidak terjadinya blow up.
Untuk lebih menentukan apakah zona pemboran ini bersifat
ekonomis maka dioverlay dengan data-data seismik untuk melihat main
structure serta sebaran batuan reservoir yang ada dengan melihat
amplitudo anomali yang terbentuk pada seismik tersebut untuk melihat
nilai amplitudo yang terbentuk pada zono reservoir.
Dari analisis hasil interpretasi fluida masing – masing log
sebagai berikut :
1. Zona Prospek Minyak
Pada kurva GR terlihat bahwa sinar gamma-nya rendah,
terlihat defleksi menjauhi shale base line. Hal ini
mengindikasikan bahwa daerah dengan kurva yang mendekati
minimum kemungkinan merupakan lapisan reservoir. Lapisan
reservoir adalah lapisan permeabel yang biasanya ditunjukkan
oleh rendahnya harga sinar gamma Ray yang menunjukkan
kandungan serpih yang rendah.
Kurva resistivitas (LLD dan LLS) menunjukkan nilai resistivitas
yang semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada zona ini
terdapat kandungan fluida. Zona prospek minyak bumi memiliki
resistivitas yang sangat tinggi. Jika kurva LLD menunjukkan
bentuk defleksi yang lebih besar daripada kurva RHOB,maka
zona tersebut dianggap sebagai zona minyak bumi.
Berdasarkan dua kurva tersebut (GR dan Resisitivitas) yang
memperlihatkan sinar gamma bernilai rendah dan resistivitas
bernilai tinggi maka kemungkinan terdapat kandungan sand
pada formasi tersebut. Berdasarkan litologinya yaitu sand,
dapat diketahui bahwa zona ini merupakan zona prospek
hidrokarbon, sebab minyak dan gas selalu bertumpuk di
bebatuan pasir (sand).
Kurva log porositas yaitu log densitas (RHOB) dan log neutron
(NPHI) dapat mendeteksi adanya kandungan hidrokarbon atau
air di suatu formasi. Kedua kurva ini memperlihatkan bentukan
kolom separasi (+) cross over yang kecil, hal ini menandakan
jenis fluida adalah minyak. Terlihat pada kurva RHOB bentukan
garis mengarah pada pengurangan porositasnya (semakin ke
kanan) dan penambahan densitas (semakin ke kiri).
Sedangkan kurva log NPHI memperlihatkan hal yg sebaliknya,
dimana terlihat kurva mengarah pada pertambahan
porositasnya (semakin ke kiri).
Maka berdasarkan pengamatan pada data log
didapatkan zona prospek minyak berada pada :
Komposit log 1 zona prospek minyak berada pada lapisan
batu gamping dengan kedalaman kedalaman 4585 dan
pada lapisan batu pasir kedalaman 4630. Karena pada
kedalaman 4585 ft, nilai densitasnya (RHOB) mengalami
penurunan yang tajam dan konstan sampai pada
kedalaman 4630 ft, dengan nilai porositas (NPHI) yang
rendah, serta berada pada daerah interval
Komposit log 2 zona prospek minyak pada lapisan batu
pasir kedalaman 4445
Komposit log 3 zona prospek minyak berada pada lapisan
batu pasir kedalama, 4370 dan pada lapisan batu
gamping kedalaman 4560
Komposit log 4 zona prospek minyak berada pada lapisan
batu gamping kedalaman 4395 dan 4440
2. Zona Prospek Gas
Zona prospek gas memiliki ciri-ciri yang menyerupai minyak
pada beberapa kurva log. Namun harus dibedakan secara lebih teliti
lagi perbedaan dari keduanya di setiap kurva log. Di bawah ini
penjelasan dari zona prospek gas berdasarkan hasil interpretasi data
wireline log. .
Pada kurva GR terlihat bahwa sinar gamma-nya rendah, jauh
dari shale base line. Hal ini mengindikasikan bahwa daerah
dengan kurva yang mendekati minimum kemungkinan
merupakan lapisan reservoir. Lapisan reservoir adalah lapisan
permeabel yang biasanya ditunjukkan oleh rendahnya harga
sinar gamma Ray yang menunjukkan kandungan serpih yang
rendah.
Kurva resistivitas (LLD dan LLS) menunjukkan nilai resistivitas
yang semakin tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa pada zona ini
terdapat kandungan fluida.
Berdasarkan dua kurva tersebut (GR dan Resisitivitas) yang
memperlihatkan sinar gamma bernilai rendah dan resistivitas
bernilai tinggi maka kemungkinan terdapat kandungan sand
pada formasi tersebut. Berdasarkan litologinya yaitu sand,
dapat diketahui bahwa zona ini merupakan zona prospek
hidrokarbon, sebab minyak dan gas selalu bertumpuk di
bebatuan pasir (sand).
Kurva log porositas yaitu log densitas (RHOB) dan log neutron
(NPHI) dengan harga resistivitas yang tinggi maka zona itu
merupakan zona gas. Kedua kurva ini memperlihatkan
bentukan kolom separasi (+) cross over yang besar
(membentuk seperti butterfly effect), hal ini menandakan jenis
fluida adalah gas. Zona gas juga ditandai dengan harga
porositas neutron yang jauh lebih kecil dari harga porositas
densitas, sehingga akan menunjukkan adanya separasi yang
lebih besar.
Maka berdasarkan pengamatan pada data log
didapatkan zona prospek gas berada pada :
Komposit log 1 zona prospek gas berada pada lapisan
batu pasir kedalaman 4500, karena nilai densitasnya
(RHOB) tiba-tiba turun dengan harga yang berubah-
ubah sampai pada kedalaman 4500 ft. Harga porositas
pada interval ini tidak terlalu tinggi serta berada pada
lapisan permeabel, sedangkan untuk harga LLd nya
tinggi dengan keadaan NPHI dan RHOB membentuk
separasi yang cukup lebar
Komposit log 2 zona prospek gas berada pada lapisan
batu pasir kedalaman 4280
Komposit log 3 zona prospek gas berada pada lapisan
batu pasir kedalaman 4290
Komposit log 4 zona prospek gas berada pada lapisan
batu pasir kedalaman 4390
3. Zona Saline Water
Zona saline water pada data wireline log dapat dikenali dari log
resistivitasnya (kurva LLD dan kurva LLS). Log ini digunakan untuk
mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona air. Zona air akan
menunjukkan harga tahanan jenis formasi yang lebih rendah daripada
zona minyak. Dari log resistivitas yang diberikan terlihat bahwa
defleksinya melurus, sehingga dapat diinterpretasikan bahwa zona ini
merupakan zona saline water. Bila defleksinya membelok
(resistivitasnya semakin membesar) maka merupakan fresh water.
Selain itu zona air juga dapat dikenali bila tidak menunjukkan
adanya separasi antara kurva log densitas (RHOB) dengan kurva log
neutron (NPHI). Kurva densitas (RHOB) lapisan tersebut berada di
sebelah kanan kurva neutron. Saline water menunjukkan harga kurva
NPHI dan RHOB yang kecil.
Maka berdasarkan pengamatan pada data log
didapatkan zona prospek gas berada pada :
Komposit log 1 zona Saline water berada pada kedalaman
4760
Komposit log 2 zona Saline water berada pada kedalaman
4740
Komposit log 3 zona Saline water berada pada kedalaman
4760
Komposit log 4 zona Saline water berada pada kedalaman
4750
4.2 Hasil Korelasi Masing – masing Komposit Log
Hasil korelasi dari masing masing komposit log diatas adalah
korelasi tentang lingkungan pengendapan. Berikut lingkungan
pengendapan dari masing masing komposit log
Lingkungan pengendapan pada masing masing komposit ini berada
pada data log PT-3 kedalaman 4000- 4100, WP-6 kedalaman 4000-4200,
PTD – 7 kedalaman 4000- 4050, PT 2 kedalaman 4000 – 4020 dari hasil
pembacaan Log Gamma Ray dan kandungan litologi yang ada
menunjukan bahwasanya lingkungan pengendapan yang ditunjukkan oleh
intepretasi data log berada pada lingkungan pengendapan delta plain. Hal
ini terlihat dari log Gamma ray yang ada menunjukan bentuk seperti funnel
shapped dimana bentuknya coarsening upward dimana adanya
perselingan antara shale dan sandstone. Pengaruh gelombang pada
lingkungan pengendapan ini sangat tinggi. Endapan yang ada merupakan
termasuk endapan pengisi teluk atau bay fill deposit, dimana endapannya
meliputi distributary mouth bar. hal ini terlihat dari bentuk gamma ray
yang funnel shaped atau berbentuk corong yang menunjukkan
pengkasaran keatas yang merupakan kebalikan dari bentuk bell. Kurva
yang terbentuk cenderung agak tajam atau melengkung yaitu bentuk
kurva yang funnel yang dapat menunjukkan sedimen yang tebal dan
homogen yang dibatasi oleh pengisian chanel dengan kontak yang tajam.
Funnel shaped mewakili peristiwa transgresi yaitu keneikan muka air laut,
Hal ini dapat di asosiasikan dengan susunan litologi pada lingkungan
pengendapan tersebut. Selain itu juga terlihat litologinya pasir yang
dominan serta terdapat sisipan lempung. Hal ini dapat dijelaskan pada
lingkungan ini memiliki energi kecepatang yang tinggi dalam sistem
pengendapan delta. Sedimen ini, umumnya tersusun atas pasir yang
diendapkan melalui proses fluvial dan merupakan tempat terakumulasinya
sedimen yang ditranspor oleh distributary channel dan diantara mouth bar
akan tersendapkan sedimen berukuran halus
Berdasarkan interpretasi dari nilai Log Gamma Ray yang relatif stabil dan
berbentuk Cylindrical yang berarti tingkat radioaktifnya sedang. Maka
setealah dikorelasikan masing – masing log didapat data log PT-3 pada
kedalaman 4100 - 4270, WP-6 kedalaman 4200 - 4290, PTD – 7
kedalaman 4050- 4440, PT 2 kedalaman 4020 - 4380 . Dari log yang ada
intepretasi delta pada lingkungan pengendapan data log diatas adalah
Upper Delta Plain dimana bagian delta yang terletak diatas area tidal atau
laut, Endapanya secara umum terdiri dari Endapan distributary channel
yang berpindah dan Endapan Lacustrine delta fill. Berdasarkan
intepretasi struktur serta litologi yang ada lingkungan pengendapan log ini
termasuk Endapan distributary channel yang berpindah dimana
merupakan endapan braided atau meandering. Hal ini didasarkan pada
litologi yang cenderung menghalus keatas. Struktur sedimen yang umum
dijumpai adalah struktur cross bedding, ripple cross stratification, scour
and fill dan lensa lempung. Selain itu endapan ini ditandai dengan adanya
bidang erosi pada bagian dasar urutan lingkungan.
Lingkungan pengendapan pada masing masing komposit ini berada
pada data log data log PT-3 pada kedalaman 4270- 4480, WP-6
kedalaman 4290 -4400, PTD – 7 kedalaman 4190- 4440, PT 2 kedalaman
4230 – 4380 . Dari hasil pembacaan Log Gamma Ray dan kandungan
litologi yang ada menunjukan bahwasanya lingkungan pengendapan yang
ditunjukkan oleh intepretasi data log dan korelasi log berada pada
lingkungan pengendapan delta plain. Hal ini terlihat dari log Gamma ray
yang ada menunjukan bentuk seperti bell shapped dimana bentuknya
finning upward dimana adanya Profil berbentuk bell menunjukkan
penghalusan ke arah atas, kemungkinan akibat pengisian channel atau
channel fills. Pengamatan membuktikan bahwa besar butir pada setiap
level cenderung sama, namun jumlahnya memperlihatkan gradasi menuju
berbutir halus dengan lempung yang bersifat radioaktif makin banyak ke
atas. Pengaruh gelombang pada lingkungan pengendapan ini sangat
tinggi. Berdasarkan interpretasi GR kemungkinan lingkungan
pengendapanya berada pada daerah abisal dimana litologi yang paling
dominan adalah lempung sehingga akumulasi sedimennya terendapkan
pada daerah abisal.
Lingkungan pengendapan pada masing masing komposit ini berada
pada data log data log PT-3 pada kedalaman 4480-4620, WP-6
kedalaman 4400 -4580, PTD – 7 kedalaman 4440- 4510, PT 2 kedalaman
4380 – 4570. Dari hasil pembacaan Log Gamma Ray dan kandungan
litologi yang ada menunjukan bahwasanya lingkungan pengendapan yang
ditunjukkan oleh intepretasi data log berada pada lingkungan
pengendapan delta plain. Hal ini terlihat dari log Gamma ray yang ada
menunjukan bentuk seperti funnel shapped dimana bentuknya coarsening
upward dimana adanya perselingan antara shale dan sandstone.
Pengaruh gelombang pada lingkungan pengendapan ini sangat tinggi.
Dimana litologi yang terdapat pada interval kedalaman ini adalah
perselingan antara shale dan sandstone dan juga limestone. Lingkungan
pengendapan ini mempunyai kecepatan arus paling kecil, dangkal, tidak
berelief, dan proses akumulasi sedimen berjalan lambat. Endapan yang
terbentuk merupakan endapan yang berukuran lanau sampai lempung
yang dominan dengan demikian endapan secara khusus terdapat pada
daerah shallow marine. Dilihat dari bentuk kurva gammaray yang
berbentuk funnel shaped. atau berbentuk corong yang menunjukkan
pengkasaran keatas yang merupakan kebalikan dari bentuk bell. Kurva
yang terbentuk cenderung agak tajam atau melengkung yaitu bentuk
kurva yang funnel yang dapat menunjukkan sedimen yang tebal dan
homogen yang dibatasi oleh pengisian chanel dengan kontak yang tajam
Lingkungan pengendapan pada masing masing komposit ini berada
pada data log data log PT-3 pada kedalaman 4620-4700, WP-6
kedalaman 4580 -4790, PTD – 7 kedalaman 4510- 4530, PT 2 kedalaman
4570 – 4650. Dari hasil pembacaan Log Gamma Ray dan kandungan
litologi yang ada menunjukan bahwasanya lingkungan pengendapan yang
ditunjukkan oleh intepretasi data log berada pada lingkungan
pengendapan delta plain. Hal ini terlihat dari log Gamma ray yang ada
menunjukan bentuk seperti funnel shapped dimana bentuknya coarsening
upward dimana adanya perselingan antara shale dan sandstone. Dimana
litologi yang paling dominan adalah lempung. Pengaruh gelombang pada
lingkungan pengendapan ini sangat tinggi. Endapan yang ada merupakan
termasuk endapan pengisi teluk atau bay fill deposit, maka kemungkinan
lingkungan pengendapannya berada pada fasies Sub marine. Dilihat dari
bentuk kurva gammaray yang berbentuk funnel shaped. atau berbentuk
corong yang menunjukkan pengkasaran keatas yang merupakan
kebalikan dari bentuk bell. Kurva yang terbentuk cenderung agak tajam
atau melengkung yaitu bentuk kurva yang funnel yang dapat
menunjukkan sedimen yang tebal dan homogen yang dibatasi oleh
pengisian chanel dengan kontak yang tajam
BAB IV
KESIMPULAN
Dari hasil intepretasi dan analisa data Log maka dapat disimpulkan bahwa
Analisa data kuantitatif meliputi analisa porositas, tahanan jenis
formasi, tahanan air formasi, saturasi, permeabilitas, densitas, dan
ketebalan lapisan yang produktif.
Dari intepretasi data Log maka didapatkan 8 zona hidrokarbon
yang prospektif dimana terdapat kemungkinan mInyak dimana zona
prospek hidrokarbon gas terdapat 3 zona prospek hidrokarbon oil
terdapat 5 zona
Lingkungan pengendapan berdasarkan intepretasi data termasuk
lingkungan pengendapan distributary mouth bar, distributary
chanel, abisal, shalow marine, dan submarine dilihat dari data log
Gamma Ray dan litologi penyusun berupa sandstone , shale dan
gamping