Konsep dan Rekomendasi Kebijakan Cukai BBM€¦ · Konsep dan Rekomendasi Kebijakan Cukai BBM Pusat...

Post on 19-Oct-2020

25 views 1 download

Transcript of Konsep dan Rekomendasi Kebijakan Cukai BBM€¦ · Konsep dan Rekomendasi Kebijakan Cukai BBM Pusat...

Konsep dan Rekomendasi Kebijakan Cukai BBM

Pusat Kebijakan Pembiayaan Perubahan Iklim

Dan Multilateral, Badan Kebijakan Fiskal

Dr. Joko Tri Haryanto

2

OUTLINE

Isu Perubahan Iklim (PI) di Indonesia

Gap Sektoral Energi/Transportasi/Industri

Isu Carbon Tax di Sektor Transportasi

1

2

3

3

ISU PERUBAHAN IKLIM DI INDONESIA

Competitive Indonesia

Just and Distributed

Development

Green and Everlasting Indonesia

Indonesia as a Strong, Self-

reliant Archipelagic

Country base on National Interests

Source: Bappenas, 2010 and Ministry of Finance, 2012

Vision“ Prosperous, Democratic and Just

Indonesia”

Mission▪ Continue Development to achieve

Prosperous Indonesia▪ Strengthen Democratic Pillars ▪ Strengthen Justice in every Aspect of

Development

• Pro-poor (poverty alleviation)

• Pro-jobs

• Pro-growth

2004

• Added by Pro-environment2007

• Economic Growth 7%2014

• GHG Emission reduction 26% (+15%)

• Reduced biodiversity loss2020

44

Direvisi dlm Paris Agreement yg

diratifikasi berdasarkanUU No 16/2016

Alokasi Penurunan Emisi di 5 sektor/bidangutama pada tahun 2020 *

Perpres RAN GRK No 61/2011

Sektor/BidangTarget Penurunan (Gton CO2e)

26% 41%

Kehutanan dan Lahan Gambut 0.672 1.039

Pertanian 0.008 0.011

Energi dan Transportasi 0.038 0.056

Industri 0.001 0.005

Limbah 0.048 0.078

Total 0.767 1.189

5

6

❑RAN/RAD terdiri dari

kegiatan inti dan

pendukung;

❑Pasal 11: Pendanaan

PI wajib dari APBN,

APBD dan sumber-

sumber lainnya yang

sah sesuai regulasi;

❑Kewajiban di daerah

untuk menyusun

Rencana Aksi Daerah

(RAD) Penurunan

Emisi GRK oleh

Gubernur dan

diregulasikan dalam

Pergub;

Lampiran Perpres No 61/2011

7

Gap Kebijakan

8

Lampiran Perpres No 61/2011 (Inti)

9

Lampiran Perpres No 61/2011 (Inti)

10

Lampiran Perpres No 61/2011

11

Lampiran Perpres No 61/2011

12

Lampiran Perpres No 61/2011

13

Lampiran Perpres No 61/2011 (pendukung)

14

Lampiran Perpres No 61/2011 (pendukung)

15

Lampiran Perpres No 61/2011 (pendukung)

16

17

Tantangan Carbon Tax di Sektor Otomotif

ISU UTAMA

KERANGKA

REGULASI

BISNIS

PROSES

SKEMA

INSENTIF

DIS-INSENTIF

18

• Kebijakan Fiskal dan Non-Fiskal;

• Kebijakan Fiskal:

✓Dari sisi pengelolaan kendaraannya → cukai KB, pajakemisi ;

✓Dari sisi pengelolaan kualitas BBM → fuel efficiency dan fuel quality, peningkatan kualitas refinery, cukaiBBM;

• Kebijakan Non-Fiskal → manajemen pengelolaantransportasi public missal: GANGEN, pembatasan umurkendaraan bermotor dll;

Solusi Transportasi

19

• Pengenaan carbon tax pada sektor otomotif akanmemberikan double benefit kepada pemerintah;

• Double benefit:

✓Pemerintah mendapatkan tambahan pendapatan dlmAPBN/APBD;

✓Pemerintah dpt meningkatkan perekonomian melaluisektor industri otomotif;

✓Pemerintah mampu menjaga kelestarian lingkugan;

✓Potensi pengenaan cukai kendaraan bermotor (APBN) dan optimalisasi Pajak Kendaraan Bermotor (APBD);

Double Benefit

20

• Komitmen pemerintah dalam mengurangi emisi GRK→pemanasan global;

• Menjaga kelestarian LH sbg HAM paling mendasar;

• Perbaikan kesehatan masyarakat akibat dampak biayakemacetan (Dinas Perhubungan Prov DKI, 2007) sebesarRp42,9 triliun terdiri dari kerugian waktu, BBM dankesehatan;

• Pembangunan berkelanjutan;

• Pertumbuhan ekonomi melalui dukungan sektor otomotifdlm PDB;

• Potensi peningkatan pendapatan negara;

ISU UTAMA

Explosive vehicle

0

20

40

60

80

100

120

1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Mill

ions

Car

Motorcycle

Total

Souce: BPS Source: BPPT and MoE (2009)

High future emissions

1 % GDP per capita increase, 2.75 % additional

car

23

KERANGKA

REGULASI

UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan danPengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH);

PP Nomor 46 Tahun 2017 tentang Instrumen EkonomiLingkungan Hidup (IELH)

Perpres Nomor 77 Tahun 2018 tentang Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH);

• Beberapa mekanisme akselerasi pendanaan LH dapat dimanfaatkan;

• Misalnya PES (double devident), Ecological Fiscal Transfer, Green Tax, Green Bond, Green Insurance dll;

• Beberapa regulasi turunan untuk level implementasi sudah diselesaikan;

24

PP 46/2017Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup

• UU No 8 Tahun 1983 dan perubahannya terkait PPN dan PPnBM→ pajak penjualan yang dikenakan terhadap nilai jual setiap perpindahan/pertukaran barang;

• UU No 39 Tahun 2007 ttg Cukai → pungutan atas barang tertentu yg memiliki karakteristik:✓Konsumsinya perlu dikendalikan;

✓Peredarannya perlu diawasi;

✓Pemakaiannya dpt menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat atau LH atau;

✓Pemakaiannya perlu pembebanan pungutan negara demi keadilan dan keseimbangan;

25

KERANGKA

REGULASI

• UU No 25 Tahun 2004 ttg Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN), Pasal 1;✓Ayat 1: PN dilaksanakan berdasarkan demokrasi dgn prinsip

kebersamaan, berkeadilan, bekelanjutan, berwawasan lingkunganserta kemandirian dgn menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan Nasional;

26

• UU No 28 Tahun 2009 ttg Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Pasal 5;✓Ayat 1: dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian antara NJKB

dan bobot yg mencerminkan secara relatif tingkat kerusakan jalan dan/atau pencemaran lingkungan akibat KB;

✓Ayat 10: penghitungan dasar pengenaan PKB ditinjau ulang setiap tahunnya;

KERANGKA

REGULASI

27

• Pajak Kendaraan Bermotor

dan Kendaraan di Atas Air;

• Bea Balik Nama Kendaraan

Bermotor dan Kendaraan di

Atas Air;

• Pajak Bahan Bakar

Kendaraan Bermotor;

• Pajak Pengambilan dan

Pemanfaatan Air Bawah

Tanah dan Air Permukaan.

• Pajak Hotel;

• Pajak Restoran;

• Pajak Hiburan;

• Pajak Reklame;

• Pajak Penerangan

Jalan;

• Pajak Pengambilan

Bahan Galian

Golongan C;

• Pajak Parkir.

KERANGKA

REGULASI

• UU No 16 Tahun 2016 ttg Ratifikasi Paris Agreement;

• Perpres No 16 Tahun 2011 ttg Rencana Aksi Nasional (RAN) Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK);

28

KERANGKA

REGULASI

29

➢ Terkait dengan instrumen apa yang nantinya cocok untuk dipilih;Jika instrumen yang dipilih pajak maka mekanisme pemungutan mengikuti

ketentuan yang berlaku. Akan berbeda pula jika instrumen yang dipilih adalah

cukai;

➢ Perlu dibangun dan dipastikan kesiapan infrastruktur;Pajak karbon berdasarkan kadar emisi, maka perlu dibangun teknologi

pengujian emisi sehingga dapat dijadikan alat dan indikator pengenaan

insentif dan dis-insentif. Atau pilihan lainnya dilekatkan di STNK;

➢ Perlu konsistensi kebijakan, jangan sekedar mengulang kasus

penerapan pajak emisi gas buang kendaraan bermotor ;Di beberapa kota besar pernah dilakukan pemungutan pajak emisi gas buang.

Namun ketiadaan teknologi menyebabkan kebijakan terhenti;

BISNIS

PROSES

30

➢ Perlu dipikirkan adanya mekanisme “dedicated fund” atau

mekanisme ear marking anggaran;Hasil pemungutan pajak akan masuk dalam blended pos anggaran

(APBN/APBD). Arah prioritas penggunaan akan diselaraskan dengan Rencana

Kerja Pemerintah (RKP)/Pemda (Renjada);

➢ Sistem penganggaran tdk mengenal mekanisme ear marking

anggaran→ meskipun faktanya sering dilakukan;Anggaran minimal 20% APBN/APBD untuk sektor pendidikan, anggaran

minimal 5% APBN/APBD untuk sektor kesehatan, anggaran Transfer ke

Daerah sebesar 26% PDN Netto;

➢ Perlu pengawalan dari mulai menciptakan pajak karbon hingga

monev penggunaan ;Perlu adanya persentase minimal aer marking (bagi hasil) utk dikembalikan

pada sektor transportasi;

BISNIS

PROSES

31

➢ Kendaraan Bermotor;

o Cukai Kendaraan Bermotor

o Sudah ada PP 73/2019 Barang

Kena Pajak Yang Tergolong

Mewah Berupa Kendaraan

Bermotor Yang Dikenai Pajak

Penjualan Atas Barang Mewah

o Sudah ada Pajak Kendaraan

Bermotor (PKB) yang dipungut

daerah;

➢ BBM ;

o Sudah ada pungutan PPN 10%

o Sudah ada pungutan Pajak Bahan

Bakar Kendaraan Bermotor (PBB-KB)

mak 10%;

SUBYEK PUNGUTAN

32

EMISI GAS RUMAH KACA EMISI GAS BUANG

ITEM APA YG DIPUNGUT ??

33

SIAPA YG MEMUNGUT

➢Secara filosofi layak untuk menjadi pajak daerah→;Karena aspek lokalitas dan mobilitas maka layak dijadikan pajak daerah

dengan mereview dasar pengenaan PKB sebagai mekanisme pungutan pajakatas gas buang per tahun;

➢Jika mendasarkan aspek eksternalitas yang ditimbulkan maka layakutk menjadi obyek pajak pusat→ instrumen tetap pajak atau cukai;Mendasarkan kepada aspek eksternalitas yang ditimbulkan sangat sesuai

dengan semangat Cukai Kendaraan Bermotor/ revisi PPnBM sebagaimekanisme pungutan atas emisi GRK industri;

34

Skema Insentif dan Dis-insentif

➢Mekanisme insentif dan dis-insentif merupakan keharusan ;Untuk kendaraan bermotor yang memenuhi standar layak mendapatkan

insentif dan sebaliknya;

➢ Pengenaan skema insentif dan dis-insentif dapat didasarkan

kepada pembedaan/progresifitas tarif ;

35

REJIM CUKAI

➢Potensi nya adalah cukai kendaraan bermotor atau cukai BBM→;Sudah ada revisi PPnBM Kendaraan Bermotor yang memberikan dukungan

bagi pengembangan transportasi ramah lingkunganSudah ada pungutan PPN 10% atas BBM yang dijual di SPBU;

➢Klasifikasi BBM sebagai BKC → diperlukan usulan PP BKC daripemerintah ke DPR untuk disahkan menjadi BKC baru ;

PILIHAN KEBIJAKAN

➢Ear marking hasil pungutan → diperlukan mekanisme ear markingdana pungutan cukai KB/BBM untuk dikembalikan ke sektoraltransportasi ;

➢Critical thinking → urgensi BBM dikenakan pungutan baru → insentifdisinsentif penggunaan fossil dan mengembangkan EBT sinergi dengandraft RUU EBT;

36

REJIM PKB

➢Pasal 5 UU 28/2009 →dasar pengenaan PKB adalah hasil perkalian nilaijual KB dan bobot yang mencerminkan kerusakan jalan atau kerusakanlingkungan;

➢Klasifikasi bobot → nilai 1 masih dlm batas toleransi, nilai >1 melewatibatas toleransi ;

PILIHAN KEBIJAKAN

➢Variabel bobot → cc kendaraan, jenis bahan bakar, jenis dan tahunpembuatan (2 tak/4 tak) ;

➢Penghitungan dasar pengenaan PKB ini dapat ditinjau ulang setiaptahunnya dan sifat pungutannya progressif (KB ke-1 tariff 1%-2% danselanjutnya 2%-10%);

37

REJIM PBB-KB

➢Pasal 16 UU 28/2009 → obyek pungutan PBB-KB adalah BBM yangdisediakan atau dianggap digunakan utk kendaraan bermotor termasukkendaraan di atas air;

➢Pasal 17→ subyek PBB-KB adalah konsumen BBM-KB ;

PILIHAN KEBIJAKAN

➢Pasal 18 → dasar pengenaan adalah Nilai Jual KB sebelum dikenakanPPN;

➢Tarif PBB-KB paling tinggi 10% tanpa ada klausul dasar penetapankualitas BBM-KB;

38

➢Finalisasi Draft RUU EBT→ potensi sinergi dengan mekanismecukai BBM ;

➢Pengembangan Instrumen Ekonomi Lingkungan Hidup ( PP 46/2017);

UPDATE

KEBIJAKAN

➢Pembentukan Badan Pengelola Dana Lingkungan Hidup (BPDLH)(Perpres 77/2019);

➢Finalisasi Draft Perpres Carbon Pricing→ Carbon Market, Result BasedPayment, Carbon Cap dan Taxing for Carbon Insentity;

Pengertian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

• Pajak Penjualan Atas Barang Mewah (PPnBM) merupakan pajakpenjualan yang dikenakan terhadap nilai jual setiap perpindahan/pertukaran barang, sehingga menimbulkan pajak berganda.

• PPnBM dikenakan sebagai tambahan dari PPN (Pajak PertambahanNilai) untuk objek pajak yang sama.

• PPnBM dikenakan terhadap:• Penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh

pengusaha yang menghasilkan barang tersebut di dalam Daerah Pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya;

• Impor Barang Kena Pajak yang tergolong mewah.

• PPnBM pada akhirnya dibebankan kepada konsumen. Pengusaha Kena Pajak hanya memungut dan menyetor PPnBM ke kas negara.

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Prinsip dan PertimbanganPemungutan Pajak Penjualan AtasBarang Mewah

•Agar tercipta keseimbangan pembebanan pajak antara konsumen yang

berpenghasilan rendah dan konsumen yang berpenghasilan tinggi

•Untuk mengendalikan pola konsumsi atas Barang Kena Pajak yang

tergolong mewah

•Perlindungan terhadap produsen kecil atau tradisional

•Mengamankan penerimaan negara

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Barang Kena Pajak yang TergolongMewah

• Barang yang bukan merupakan barang kebutuhan pokok

• Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat tertentu

• Barang yang hanya dikonsumsi oleh masyarakat berpenghasilan tinggi

• Barang yang dikonsumsi hanya untuk menunjukkan status atau kelas sosial

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

PPnBM Kendaraan Bermotor

• Lapisan Tarif ditetapkan oleh Menteri Keuangan: PMK No. 64/2014

• 7 Lapisan Tarif: 10%, 20%, 30%, 40%, 50%, 60%, 125%

• 1 s/d 4 Sublapisan

• Total Lapisan Tarif = 18

• Tarif terendah 0% dan tertinggi 125%

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Isu-isu Strategis PPnBM Kenderaan Bermotor

• Rendahnya penerimaan negara• 2013 Rp 18,8 triliun (1,75% dari total penerimaan pajak)

• 2014 Rp 15,6 triliun (1,36% dari total penerimaan pajak)

• 2015. Rp 13,4 triliun (1,08% dari total penerimaan pajak)

• Tingginya tingkat distorsi

• Belum baiknya aspek keadilan

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

2010 2011 2012 2013 2014 2015

Trill

ion

s

Penerimaan PPnBM & Kontribusi terhadap Penerimaan Pajak

Penerimaan perpajakan PPnBM Kontribusi

Distorsi dan Kurangadilnya PPnBM KB

• Tarif Sedan Vs Minibus/Jeep (4 x 2)• Tarif sedan jauh lebih tinggi untuk seluruh kelas CC

• <1.500 CC, sedan 30% dan minibus/jeep 10%• 1.500 – 3000 CC, sedan 40%, jeep/minibus 20%

• Persepsi yang keliru• Sedan itu mobilnya orang kaya dan lebih banyak untuk untuk prestise

(menunjukan status sosial)

• Kenapa demikian?• Tarif PPnBM yang tinggi menyebabkan harga sedan tinggi sehingga hanya

kelompok menengah atas yang mampu membelinya• Di negara-negara OECD seperti USA, Australia, dan Jepang, sedan

digunakan oleh seluruh lapisan masyarakat

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Implikasi Distorsi Sedan Vs Minibus/Jeep

• Produksi/penjualan sedan sangat rendah dibandingkan dengan Minibus/Jeep

• Minibus/Jeep diproduksi bukan untuk mengangkut penumpang yang lebih banyak tetapi lebih untuk menghindari tarif yang lebih tinggi

• Minibus direkayasa menjadi “a sedan-like car”.• Toyota Yaris, Sienta

• Honda HRV, Jazz, Mobilio

• Nissan Serena, Juke

• Datsun Go+, dengan berbagai submodelnya

• Suzuki Ertiga, dengan berbagai submodelnya

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

Distorsi dan Ketidakadilan (lanjutan)

• Pickup/Truk dengan Tarif Nol Persen• Persepsi keliru

• Kenderaan niaga adalah kegiatan produktif dan tidak perlu kenapajak (tambahan)

• Eksternalitas• Kontribusi atas kerusakan jalan dan jembatan semakin tinggi,

semakin tinggi CC dan/atau tonase pickup/truk• Emisi (polusi) semakin tinggi semakin besar CC dan/atau tonase

• Double Cabin dengan tarif 20 persen• Jenis kenderaan ini lebih banyak digunakan oleh kelompok

masyarakat tertentu• Kegiatan offroad• Camping/Surfing/Canoeing

Tim Arsitektur Perpajakan

BKF, Kemenkeu. Alu & Eddy

48

Terima Kasih