Post on 18-Jul-2016
description
TUGAS MATA KULIAH SEMINAR AKUNTANSI PEMERINTAH
TINJAUAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK BERBASIS AKRUAL
DI SELANDIA BARU, AUSTRALIA, DAN INDONESIA
Disusun oleh:
Aditya Putra (01)
Akbar Satria (02)
Bima Aditra Ngudi Saputra (08)
Cesar Samuel R. Radjagukguk (09)
Irsan Elkana Manik (18)
Zahid Abidin (29)
KELAS 8-G
PROGRAM DIPLOMA IV AKUNTANSI – KURIKULUM KHUSUS
SEKOLAH TINGGI AKUNTANSI NEGARA
2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemerintah dalam penyelenggaran pemerintahan diwajibkan memilki asas transpransi
dan akuntabilitas dalam pertanggungjawaban kinerja pengelolaan keuangan. Hal ini terkait
karena dalam proses penyelenggaraan pemerintah melibatkan dana yang dihimpun dari
masyarakat dalam bentuk pajak yang sangat besar. Pemerintah juga diwajibkan menyampaikan
informasi mengenai pengelolaan sumber daya keuangan dan kinerjanya. Bentuk
pertanggungjawaban pemerintah terhadap pengelolaan keuangan yang dilakukan yaitu melalui
Laporan Keuangan (Financial Statement) yang merupakan penjelasan dari hasil kinerja
keuangan dan pengelolaan keuangan negara dalam kurun waktu tertentu. Laporan Keuangan
berfungsi sebagai alat pertanggungjawaban terhadap stakeholder dan masyarakat dan menjadi
referensi sejauhmana pemerintah melakukan pengelolaan sumber daya anggaran sesuai dengan
kriteria yang telah ditetapkan.
Dalam penyusunan laporan keuangan, dikenal dua basis yaitu basis kas dan basis akrual.
Basis kas merupakan basis akuntansi yang mengakui peristiwa ekonomi ketika terjadinya
pengeluaran kas sedangkan basis akrual merupakan basis akuntansi yang mengakui peristiwa
ekonomi ketika mereka terjadi, bukan ketika uang sebenarnya dipertukarkan. Dengan demikian,
basis akrual ini lebih sering disukai khususnya dalam situasi dimana transaksi barang dan jasa
belum tentu selesai dalam satu periode. Berdasarkan pertimbangan inilah pemerintah di berbagai
negara mempertimbangkan untuk menerapkan basis akrual dalam mengukur penganggaran dan
pelaporan keuangan mereka. Sistem akuntansi akrual juga diyakini mampu meningkatkan
transparansi fiskal khususnya dalam mencatat aset dan kewajiban jangka panjang, dan sebagai
alat pemerintah dalam meningkatkan efisiensi melalui manajemen berbasis kinerja.
Negara yang telah mengimplementasikan basis akrual secara penuh baik dalam akuntansi
maupun penganggaran adalah Selandia Baru dan Australia. Negara-negara tersebut sebagai
negara yang paling komprehensif dalam mengadopsi akuntansi akrual dibandingkan dengan
negara lainnya. Atas keberhasilan menerapkan basis akrual dan reformasi kebijakan fiskal,
negara-negara tersebut dijadikan rujukan dan acuan dalam implementasi akuntansi akrual di
negara lain.
2
B. Rumusan Masalah
Dalam tulisan ini akan akan dijelaskan mengenai beberapa hal terkait dengan penerapan
akuntansi sektor publik, yaitu:
1. Apa sajakah current issue terkait dengan penerapan akuntansi berbasis akrual pada
sektor publik secara umum dan secara spesifik di Australia, Selandia Baru, dan
Indonesia?
2. Bagaimanakan perbandingan implementasi sistem akuntansi berbasis akrual di
Australia, Selandia Baru, dan Indonesia?
3. Mengapa memilih akuntansi berbasis akrual?
3
BAB I
PEMBAHASAN
A. Current Issue Terkait dengan Penerapan Akuntansi Berbasis Akrual pada Sektor
Publik
Akuntansi akrual adalah metodologi akuntansi penerimaan diakui saat diterima dan beban
diakui saat terjadi kewajiban atau terpakainya sumber daya tanpa menghiraukan kapan kas
diterima atau dikeluarkan. Perbedaan basis akrual dan basis kas yang paling menonjol adalah
saat pengakuan penerimaan dan pengeluaran pada akuntansi berbasi kas diakui pada saat kas
diterima atau dikeluarkan.
Akuntansi akrual dalam konteks sektor publik pada umumnya menjelaskan pencatatan
transaksi menggunakan basis akrual dan penyusunan laporan keuangan pemerintah berbasis
akrual secara keseluruhan. Sebagai tambahan, setiap kementerian juga wajib menyiapkan laporan
keuangan yang telah diaudit dan laporan-laporan lainya yang diperlukan secara berkala.
1. Isu-isu umum terkait dengan akuntansi akrual di sektor publik
Sejumlah isu dalam pengakuan muncul ketika akuntansi akrual diterapkan pada
sektor publik. Hal ini disebabkan beberapa jenis aset dan kewajiban sama sekali tidak ada
di sektor privat, termasuk aset warisan (heritage), aset militer, aset infrastruktur dan
program asuransi sosial.
a. Heritage Assets
Aset warisan termasuk bangunan bersejarah, monumen dan situs arkeologi,
museum, galeri dan koleksi arsip. Isu-isu yang terkait dengan pengakuan aset tersebut
umumnya tidak terlalu signifikan berdampak pada keuangan fiskal secara
keseluruhan. Hal ini umumnya dimulai dari fakta bahwa akrual dipandang oleh
beberapa orang sebagai penetapan "nilai pasar" pada sesuatu yang nilainya secara
inheren budaya dan tidak moneter.
Dari sudut pandang yang lebih teknis, aset warisan sangat berbeda dari jenis
lain aset. Mereka memiliki siklus hidup yang sangat panjang, umumnya, diukur
dalam ratusan tahun. Nilai mereka tidak berkurang dari waktu ke waktu karena
keausan (tapi bisa ada biaya pemeliharaan yang signifikan), bahkan, nilai aset
tersebut cenderung meningkat dari waktu ke waktu. Biaya akuisisi mereka umumnya
4
tidak dikenal dan dalam banyak kasus sama sekali tidak relevan untuk tujuan
penilaian berdasarkan nilai pasar. Akuisisi aset mungkin terjadi melalui cara-cara
non-orthodox, seperti yang disesuaikan selama perang. Aset umumnya tidak berharga
dalam arti apapun, karena penjualan mereka umumnya dilarang oleh hukum. Dan,
menurut sifatnya, mereka tidak memiliki nilai penggantian.
Mendefinisikan apa yang merupakan aset warisan seringkali cukup sulit.
Lebih kompleks lagi ketika bangunan bersejarah memiliki kegunaan ganda: misalnya,
kantor-kantor pemerintah yang terletak di istana sejarah. Haruskah ini diperlakukan
sebagai aset normal atau sebagai aset warisan? Atau haruskah aset dipisahkan
sehingga bagian dari nilai bangunan dihitung sebagai aset normal dan sisanya
diperlakukan sebagai aset warisan? Isi museum dan galeri adalah hal khusus lain.
Beberapa negara mengambil pendekatan yang sangat komprehensif. Misalnya,
Selandia Baru menghargai isi dari arsip nasional dengan penilaian yang diberikan
oleh sebuah rumah lelang internasional.
Isi galeri seni, dalam banyak hal, yang paling berharga dari semua aset
warisan, karena merupakan pasar seni internasional yang hidup. Dalam praktiknya,
beberapa negara melakukan penilaian khusus, sementara negara lainnya tidak. Di
samping itu, ada beberapa negara yang tidak melakukannya untuk koleksi yang telah
ada, tetapi melakukannya untuk akuisisi baru.
b. Military assets
Perlakuan aset militer merupakan masalah unik lainnya di sektor publik.
Pandangan internasional jelas mendukung pengakuan aset militer sebagai aset lainnya.
Jika mereka harus diperlakukan berbeda, maka mendefinisikan apa yang merupakan
aset militer perlu diperjelas. Hal ini perlu dilakukan untuk membedakan antara aset
tujuan militer bersifat umum dan aset militer bersifat khusus. Perlu pula diketahui
bahwa aset ini juga rentan terhadap kerusakan dini, baik melalui kerugian dalam
pertempuran atau karena usang (misalnya, musuh mengembangkan senjata militer
yang canggih sehingga menyebabkan aset ini tidak berguna). Kriteria mendefinisikan
apa yang merupakan aset militer tertentu dapat lebih diperketat. Misalnya, barang-
barang pendukung (seperti angkutan militer) dapat dikapitalisasi dan disusutkan,
5
sedangkan item tempur (seperti jet tempur) tidak akan dikapitalisasi dan
disusutkan.
Amerika Serikat menggunakan pendekatan di atas untuk aset militernya.
Mereka sekarang telah memutuskan bahwa semua properti militer, tetap harus
dikapitalisasi dan disusutkan. Mereka percaya bahwa perubahan itu secara konseptual
benar dan akan membantu manajemen dalam perhitungan biaya penuh untuk
memproduksi output. Hal ini juga menghindari masalah yang terkait dengan
pendefinisian apa sebenarnya yang merupakan aset militer itu? Di samping itu,
pandangan bahwa aset militer rentan terhadap kerusakan dini karena alasan-alasan
yang disebutkan di atas dapat diterima. Tapi pendekatan yang diadopsi adalah untuk
depresiasi secara normal dan dicatat sebagai kerugian jika aset tersebut dihancurkan
atau menjadi usang.
Sejumlah isu militer khusus lainnya dapat diidentifikasi. Pertama,
sulit untuk melakukan penelitian di bidang aset militer, terutama bila sistem militer
baru sedang dikembangkan. Hal ini terjadi karena keengganan pihak militer untuk
memberikan informasi dan juga karena mereka sering merahasiakan biaya. Kedua,
militer memegang peranan tidak proporsional dari surplus aset - seperti fasilitas yang
dinonaktifkan - yang dicatat sebesar nilai nihil, tetapi pada dasarnya harus diberikan
nilai negatif karena biaya militer tidak bisa di publikasikan. Ketiga, penggunaan
eksklusif atas aset militer yang digunakan untuk komunikasi dan penggunaan wilayah
udara, di mana situasi ini membutuhkan biaya besar bagi pemerintah. Di samping itu,
informasi yang diberikan memiliki nilai komersial yang besar. Timbul pertanyaan
bagaimana, dan jika perlu, kedua isu terakhir dapat secara khusus diperlakukan
dengan menggunakan akuntansi akrual.
c. Infrastructure assets
Aset infrastruktur adalah kategori sektor publik yang penting. Aset ini
meliputi jalan raya dan aset jaringan lainnya. Aset ini sering memiliki nilai yang
sangat tinggi, dan sering menjadi tanggung jawab pada tingkat pemerintahan yang
lebih rendah (pemerintah daerah).
Isu-isu utama dari aset infrastruktur yang dapat diidentifikasi dari beberapa
literatur sebagaimana uraian Blondal (2003) adalah, pertama, bagaimana dampak dari
6
umur ekonomis yang sangat panjang dalam menentukan metode penyusutan yang
sesuai. Dalam konteks ini, ada contoh kasus di mana aset tersebut tidak
didepresiasikan, melainkan hanya menyatakan bahwa aset tersebut dipertahankan
sedemikian rupa. Kedua, isu berkaitan dengan pengakuan aset infrastruktur yang
dihubungkan dengan kebutuhan untuk belanja pemeliharaan atas aset tersebut, di
mana pengeluaran ini sering diabaikan oleh pihak pemerintah. Ketiga, seringkali
sangat sulit untuk memperkirakan biaya akuisisi asli dari aset tersebut jika metode
biaya perolehan digunakan. Hal ini baik karena usia tua dan kesulitan dalam
memisahkan investasi awal dan biaya pemeliharaan. Keempat, adalah isu
berkaitan dengan pemilihan metode penilaian (biaya perolehan vs nilai saat ini)
memiliki dampak yang sangat tinggi atas aktiva tersebut.
d. Social insurance programmes
Perlakuan program asuransi sosial, seperti program pensiun hari tua di sektor
publik, adalah masalah yang sangat kontroversial di lingkungan akuntansi akrual. Hal
yang perlu ditekankan di sini adalah program ini tidak merujuk pada perlakuan atas
program pensiun pegawai pemerintah, tetapi program ini merupakan kewajiban
kontrak di mana perlakuan atas kewajibannya harus jelas.
Ada dua pemikiran tentang hal ini: mereka yang berpendapat bahwa program
asuransi sosial diperlakukan sebagai kewajiban bagi pemerintah dan mereka yang
berpendapat bahwa bukan sebagai kewajiban. Pada dasarnya, program-program ini
merupakan kewajiban yang sangat besar bagi pemerintah di masa depan, terutama
dalam keadaan jumlah populasi usia tua yang besar. Pengalaman sejarah dan politik
berkaitan dengan program ini menunjukkan bahwa pemerintah tidak hanya
memperlakukannya sebagai kewajiban, tetapi juga sebuah penghormatan.
Walaupun pandangan ini memiliki dasar kuat, namun, tidak ada satu negara
pun yang menerima konsep ini. Artinya, tidak ada kasus di mana program asuransi
sosial diperlakukan sebagai kewajiban. Alasan untuk ini bermacam-macam, dan yang
paling menarik adalah program ini bukan merupakan transaksi kontrak, apabila di
kemudian hari pemerintah ingin mengurangi tingkat tunjangan yang dibayarkan di
masa depan, maka orang-orang yang merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah
dapat mengajukan ke pengadilan untuk mencari ganti rugi atas kehilangan manfaat ini.
7
Perlu dicatat bahwa program ini merupakan transfer pendapatan yang dibiayai oleh
pajak yang wajib, dan bahwa tingkat keuntungan sering berhubungan tidak langsung
atau bahkan tidak proporsional dengan tingkat pajak yang sebenarnya dibayar.
Intinya, secara umum dapat diterima bahwa pengalaman sejarah dan politik
telah menunjukkan bahwa pemerintah menghormati "janji" mereka kepada para
pensiunan. Namun, dengan jumlah populasi orang tua yang besar, reformasi
diperlukan untuk menjamin keberlanjutan program ini. Kewajiban yang diakui
berdasarkan tingkat manfaat saat ini, akan menghambat reformasi tersebut. Secara
tidak langsung, hal ini menunjukkan bagaimana penerapan akrual dapat berpengaruh
terhadap perilaku.
Pendapat kontra dari para ahli akan hal ini adalah informasi tambahan
program jaminan sosial sangat dibutuhkan. Mereka berpendapat bahwa pemerintah
memiliki komitmen jangka panjang yang sama pentingnya, misalnya, di bidang
kesehatan dan pendidikan. Mengapa program asuransi sosial yang diberikan
perlakuan khusus? Hal ini menimbulkan pertanyaan konseptual mendasar tentang
ruang lingkup model akuntansi.
e. Valuation issues
Pendekatan tradisional untuk penilaian adalah berdasarkan harga historis.
Namun demikian, terjadi gerakan yang berkembang untuk mengadopsi pendekatan
harga saat ini (current cost) untuk penilaian. Secara konseptual, valuasi dengan
menggunakan harga saat ini umumnya dipandang sebagai superior, namun
pertimbangan praktis sering menyebabkan kelanjutan/adopsi dari pendekatan biaya
historis. Namun, ada masalah terlepas dari pendekatan yang diadopsi.
Pendekatan historis atas penilaian aset didasarkan pada biaya akuisisinya
setelah dikurangi penyusutan. Hal ini tampak sebagai pendekatan yang lebih
objektif karena didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan untuk aset tersebut.
Selain itu, akan lebih mudah penanganannya dari sudut pandang praktis. Masalah
dengan pendekatan harga historis, adalah bahwa nilai-nilai aset menjadi out-of-date,
di mana nilainya semakin berkurang dengan berjalannya waktu sejak akuisisi.
Masalah utama lainnya adalah inkonsistensi dalam perlakuan aset individu, baik
antara entitas dan dalam entitas itu sendiri. Sebagai contoh, dua bangunan yang
8
identik dapat dinilai sangat berbeda jika mereka dibeli pada waktu yang berbeda.
Masalah selanjutnya - terutama dalam konteks sektor publik - adalah catatan tidak
lengkap sehingga biaya akuisisi tidak diketahui.
Valuasi dengan menggunakan nilai saat ini dimaksudkan untuk mengatasi
masalah di atas. Dengan sifatnya, metode ini lebih relevan, karena informasi tidak
out-of-date. Karenanya, metode ini dipandang sebagai indikator yang lebih baik untuk
mengetahui sumber daya yang ada dalam suatu entitas dan dasar yang lebih baik
untuk mengevaluasi kinerja suatu entitas. Hal ini terutama terjadi ketika menghitung
biaya yang sebenarnya dikeluarkan atas layanan yang diberikan (seperti aliran
informasi dari neraca ke laporan laba-rugi dalam bentuk depresiasi). Valuasi dengan
menggunakan harga saat ini juga nilainya jauh lebih besar untuk analisis ekonomi.
Penggunaan metodologi valuasi saat ini sangat membutuhkan banyak pertimbangan
profesional dalam membuat penilaian.
Ada beberapa metodologi berbeda yang dapat digunakan dalam menerapkan
valuasi berdasarkan harga saat ini, yaitu, biaya penggantian yang disusutkan, nilai
penggunaan dan nilai realisasi bersih. Masing-masing metode memiliki masalah
mereka sendiri. Biaya penggantian terdepresiasi mengasumsikan bahwa orang akan
membeli aset yang sama di masa depan dengan harga yang sama, di mana hal tersebut
kemungkinan besar tidak terjadi. Sementara nilai penggunaan, metodologi ini sangat
tergantung pada niat manajemen. Ketika pendekatan ini diadopsi dalam lingkungan
non-kompetitif, suatu entitas dapat meningkatkan biaya sehingga arus kas dari aset
bertambah. Akibatnya, nilai aset akan meningkat. Masalah dengan pendekatan nilai
realisasi bersih, terjadi misalnya pada aset khusus, di mana harga pasar mungkin tidak
ada atau mungkin harga tersebut tidak akurat.
Kesulitan lebih lanjut dengan valuasi menggunakan harga saat ini adalah
hasilnya dapat berfluktuasi secara signifikan dari tahun ke tahun, menciptakan
keuntungan ketika nilai naik, tapi kerugian ketika nilai turun. Hal ini dapat memiliki
dampak besar pada surplus defisit (bottom line) yang dilaporkan pemerintah. Apakah
politisi bersedia untuk menerima bahwa bottom line pemerintah dapat ditentukan oleh
fluktuasi seperti itu? Juga, akan berbahaya dan merusak disiplin fiskal, apabila
keuntungan dari fluktuasi tersebut digunakan untuk meningkatkan pengeluaran
9
lainnya? Padahal keuntungan tersebut bukanlah sebuah keuntungan yang nyata dalam
bentuk penerimaan uang. Hal ini yang menjadi sorotan yaitu perubahan perilaku
karena adopsi akuntansi akrual dan berakibat kurang baik.
2. Current issue di Australia
The AASB (Australia Accounting Standard Board) telah merilis standar baru
yang mereformasi secara komprehensif pelaporan keuangan yang berlaku untuk entitas
pelaporan dana pensiun. Artikel AASB nomor 1056 tentang entitas pelaporan dana
pensiun menggantikan AAS nomor 25 yang dimulai pada atau setelah 1 Juli 2016.
Kebutuhan untuk standar baru tersebut mencerminkan pelaksanaan IFRS di Australia dan
perubahan substansial dalam industri dana pensiun yang telah terjadi sejak AAS 25
terakhir diterbitkan pada tahun 1993.
AASB 1056 berlaku untuk entitas pelaporan dana pensiun skala besar diatur
dengan Australian Prudential Regulation Authority (APRA) dan entitas pensiun sektor
publik tetapi tidak berlaku untuk dana pensiun yang dikelola sendiri atau dana APRA
kecil. Persyaratan berlaku di tempat persyaratan Standar Akuntansi Australia lain di mana
AASB 1056 khusus membahas hal-hal tersebut.
Rincian perubahan utama antara AASB 1056 dan pendahulunya AAS 25
disertakan pada akhir standar dan penjelasan tentang bagaimana persyaratannya sejajar
dengan yang internasional setara IAS 26 Akuntansi dan Pelaporan Program Manfaat
Purnakarya disertakan di awal.
Beberapa perubahan penting antara AASB 1056 dan AAS 25 adalah:
- Tingkat integrasi antara AASB 1056 dan standar AASB lainnya
- Definisi entitas pensiun
- Revisi dan konsisten konten untuk laporan keuangan
- Penggunaan nilai wajar daripada nilai pasar bersih untuk pengukuran aset
dan kewajiban
- Revisi kewajiban anggota pengakuan dan pengukuran persyaratan
- Prinsip keterbukaan Revisi
3. Current issue di Selandia Baru
Pada bulan April 2012, XRB (External Reporting Board) mengeluarkan Kerangka
Standar Akuntansi (Accounting Standards Framework) yang baru. Kerangka ini
10
didasarkan pada multi-sektor, multi-tingkatan pendekatan pelaporan dan sedang
dikembangkan secara progresif selama periode 2012-2015.
Kerangka Standar Akuntansi baru dilaksanakan dalam tiga tahap:
- Tahap 1 (melibatkan perubahan pada standar akuntansi untuk entitas
nirlaba) berlaku efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1
Desember 2012.
- Tahap 2 (melibatkan perubahan pada standar akuntansi untuk entitas
kepentingan umum sektor publik, dalam hal ini adalah pemerintah) berlaku
efektif untuk periode yang dimulai pada atau setelah 1 Juli 2014.
- Tahap 3 (melibatkan perubahan pada standar akuntansi untuk entitas
pribadi non-profit) diharapkan akan efektif untuk periode yang dimulai
pada atau setelah 1 April 2015.
Perubahan standar sistem akuntansi yang dilakukan oleh pemerintah Selandia Baru,
dibagi menjadi dua tahap:
- Tahap 1 (sampai dengan 30 Juni 2014) pemerintah Selandia Baru
menggunakan NZ IFRS PBE
- Tahap 2(dimulai dari 1 Juli 2014) pemerintah Selandia Baru menggunakan
XRB A1 yang lebih mengadopsi IPSAS
4. Current issue di Indonesia
Sampai dengan tahun 2014, Indonesia masih menggunakan sistem Cash Toward
Accrual (CTA) dalam penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP). Mulai
tahun 2015, pemerintah Indonesia diharuskan menggunakan sistem akuntansi berbasi
akrual. Hal ini sesuai dengan PP Nomor 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi
Pemerintah.
Pada saat ini, pemerintah Indonesia sedang dalam masa transisi dari sistem CTA
ke akuntansi berbasis akrual, dimana dalam persiapannya terdapat beberapa kendala yang
dialami, antara lain:
a. Sumber daya manusia (SDM)
Tidak dapat dipungkiri bahwa SDM merupakan faktor penting dalam
pelaksanaan setiap kegiatan, tidak terkecuali dalam pelaksanaan sistem akuntansi
pemerintah. Saat ini, SDM yang dimiliki oleh pemerintah Indonesia, baik di pusat
11
maupun daerah, belum mampu mencapai standar yang diperlukan untuk
melaksanakan perubahan sistem akuntansi pemerintah. Meskipun pemerintah telah
mengadakan pendidikan dan pelatihan terkait dengan perubahan dimaksud, namun
dengan waktu yang cukup singkat, hal ini dirasa belum mampu meningkatkan
kualitas SDM sesuai dengan kebutuhan.
b. Perubahan peraturan pemerintah yang berlaku
Dalam menjalankan sistem akuntansi berbasis akrual, Pemerintah mengalami
beberapa kesulitan dalam melakukan forecast terhadap sektor penerimaan dan
belanja negara. Contohnya adalah forecast terhadap penerimaan dari sektor pajak.
Pemerintah mengalami kesulitan dalam memprediksi berapa penerimaan pajak yang
akan diperoleh dikarenakan peraturan-peraturan perpajakan yang terus mengalami
perubahan. Hal ini berdampak terhadap jumlah penerimaan pajak negara. Contohnya
adalah kebijakan menaikkan tarif Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) yang
mengakibatkan pajak terutang menjadi lebih kecil dari sebelumnya.
c. Struktur organisasi
Berbeda dengan kebanyakan negara lain, organisasi pemerintahan di
Indonesia dianggap masih terlalu lebar. Hal ini mengakibatkan jalur birokrasi yang
cukup panjang dan berbelit-belit. Disamping itu, sistem aplikasi dan jaringan yang
digunakan oleh setiap departemen cenderung tidak terintegrasi, sehingga untuk
melakukan kompilasi data dan informasi akan sangat sulit dan membutuhkan waktu
yang lama.
d. Geografis
Letak geografis indonesia menjadi salah satu kendala dalam proses perubahan
sistem akuntansi pemerintah. Meskipun Pemerintah telah melaksanakan kebijakan
desentralisasi, namun pada kenyataannya tidak dapat dipungkiri bahwa dalam
pelaksanaannya masih bersifat sentralisasi, dimana semua pusat informasi masih
dominan berada di pulau jawa, sedangkan di tempat lain masih banyak yang belum
memilliki pengetahuan dan informasi yang cukup mengenai sistem akuntansi
berbasis akrual. Hal ini perlu diperhatikan oleh pemerintah, mengingat dalam
pelaksanaan sistem akuntansi berbasis akrual dilakukan baik oleh pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah.
12
B. Perbandingan Implementasi Sistem Akuntansi Berbasis Akrual
Selelah kita mengetahui isu-isu dalam akuntansi eberbasis akrual, dalam sub-bab ini akan
dijelaskan mengenai perbandingan implementasi sistem akuntansi berbasis akrual pada sektor
publik di Australia, Selandia Baru, dan Indonesia. Perbandingan meliputi latar belakang
mengapa menggunakan akuntansi berbasis akrual pada negara yang bersangkutan, bagaimana
implementasinya, dan bagaimanakah hasilnya.
1. Selandia Baru
a. Latar belakang
Perubahan sistem akuntansi di Selandia Baru dilatarbelakangi oleh krisis
perekonomian yang dialami oleh Selandia Baru pada tahun 1980-an, dimana hal
tersebut membuat pemerintah pada saat itu melakukan manuver dengan melakukan
transisi sistem akuntansi pemeritahan dari basis kas ke basis akrual
b. Implementasi
Reformasi sistem akuntansi di Selandia Baru terjadi secara besar-besaran pada
pertengahan 1980-an dengan privatisasi dan korporatisasi entitas komersial milik
pemerintah. Selain itu juga ditandai dengan adanya deregulasi besar pasar finansial
dan mata uang Selandia Baru. Pemerintah berusaha untuk meningkatkan kinerja dan
akuntabilitas dalam entitas komersial publik yang tersisa dengan mengadopsi praktek-
praktek manajemen modern, seperti memberikan kewenangan kuat terhadap personil
untuk kepala eksekutif (kepala badan) dan juga menerapkan kinerja berbasis evaluasi
eksekutif.
Selandia Baru akhirnya dapat membuat laporan keuangan gabungan berbasis
akrual sepenuhnya yang pertama pada tahun 1992, yang dikenal sebagai the Crown
Financial Statements. Laporan ini diaudit secara independen dan sangat mirip dengan
laporan kepatuhan korporasi GAAP. Tahun 1994, Fiscal Responsibility Act
memperluas sistem akrual lebih jauh dan mensyaratkan pemerintah
mengartikulasikan strategi fiskal dan laporan kemajuan ke arah tujuan pada akrual
basis. Sejak saat itu, akuntansi akrual telah menjadi sistem utama baik sistem
penganggaran di parlemen maupun untuk pelaporan keuangan oleh the Crown, dan
terus digunakan sebagai ukuran kinerja entitas pemerintah seperti pada perusahaan.
Reformasi berbasis akrual di Selandia Baru dapat dikatakan sebagai reformasi sistem
13
akuntansi pemerintah yang paling komprehensif yang telah dilakukan oleh berbagai
negara sampai saat ini. GAO (General Accounting Office) melaporkan bahwa, pada
umumnya sebagian besar pengamat sepakat bahwa tindakan akrual telah memberikan
informasi yang lebih baik untuk tujuan pengelolaan aset dan kalkulasi biaya. Selain
itu, banyak yang percaya bahwa tindakan akrual telah menghasilkan disiplin fiskal
yang jauh lebih besar, terutama untuk para legislator dan pejabat pemerintah lainnya
sehingga dapat lebih mudah memastikan kesinambungan fiskal (atau ketiadaan
kesinambungan) pada program pemerintah.
c. Hasil
Sejak pelaksanaan reformasi, Selandia Baru telah menunjukkan pengendalian
fiskal yang kuat. Dalam hal anggaran, Selandia Baru mengambil kebijakan dengan
memberikan toleransi kenaikan anggaran tiap departemen di angka yang konstan.
Hebatnya, kewajiban keuangan bruto Selandia Baru telah menurun dari 65% dari
PDB pada 1993-23% pada tahun 2005, sedangkan OECD secara keseluruhan telah
meningkat dari 66% menjadi 76% pada periode yang sama. Hutang bersih Selandia
Baru juga telah menurun secara signifikan, dari sekitar 52% dari PDB pada tahun
1992 menjadi 10% di tahun 2005. Pada tahun yang sama, Selandia Baru telah
mengalami pertumbuhan ekonomi yang kuat, dimana rata-rata pertumbuhan tahunan
sekitar 3,3% GDP selama hampir satu dekade.
2. Australia
a. Latar belakang
Basis akrual pada mulanya adalah basis yang dikenal pada sektor privat saja.
Pada basis ini, transaksi yang terjadi diakui pada saat terjadinya (subtance over form)
yang kemudian dicatat dan disajikan dalam laporan keuangan pada periode
bersangkutan. Hal ini berbeda pada basis kas yang mengakui transaksi pada saat
diterima dan dikeluarkan pada periode bersangkutan. Dampak dalam basis akrual ini
akan menghasilkan informasi yang lebih pada laporan keuangan apabila
dibandingkan dengan basis kas, misalnya piutang, utang, depresiasi, yang kemudian
lebih berguna dalam pengambilan keputusan.
Negara-negara OECD, termasuk Australia tentunya, menilai bahwa
penggunaan basis akrual akan dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas informasi
14
laporan keuangan yang kemudian berguna dalam pengambilan keputusan dan
akuntabilitas publik. Dengan semakin berkualitas informasi yang didapat, maka
pemerintah akan dapat mengambil keputusan yang efisien dan efektif dalam
pengelolaan keuangan negara.
b. Implementasi
Australia sudah sejak belasan tahun lalu menerapkan basis akuntansi akrual di
negaranya. Akuntansi akrual untuk individual departemen/lembaga
diimplementasikan tahun 1995. Laporan konsolidasian akrual diterapkan sejak tahun
1997, dan penganggaran akrual dilaksanakan sejak tahun 2000.
Pengaruh Inggris terlihat pada struktur akuntansi Australia. Australia
merupakan negara persemakmuran dan tumbuh sebagai hasil dari migrasi warga
inggris pada tahun 1800-an. Oleh karena itu, praktik akuntansi Australia lebih fokus
pada informasi yang diperlukan oleh investor dibandingkan dengan keperluan pajak
negara tersebut.
Pada tahun 1991, The Australian Securities & Invesment Commission
dibentuk untuk membantu peraturan dan menyelenggarakan hukum perusahaan untuk
melindungi konsumen, investor dan kreditor. Standar akuntansi dibuat oleh
Australian Accounting Standards Board (AASB). Sejatinya, ASSB bekerja sama
dengan Public Sector Accounting Standards Board untuk membuat standar Australia.
Urgent Issues Group (UIG) didirikan pada tahun 1994 untuk membantu menunjuk isu
mendesak dalam bidang akuntansi kebanyakan seperti Emergency Issues Task Force
(EITF) di Amerika Serikat.
Pada tahun 1999, pengaturan standar Australia mereorganisasi ulang melalui
The Corporate Law Economic Reform Program Act. Reorganisasi ini membuat
Financial Reporting Council (FRC) mengatur tindakan AASB. FRC dapat
memberikan AASB pengarahan tapi tidak akan bisa mempengaruhi isi dari standar
akuntansi. AASB sekarang mempunyai tanggung jawab untuk membuat standar baik
sektor publik maupun sektor pribadi dan bebas untuk mencari tim dan staf. Di
samping itu, UIG terus memberikan panduan mengenai isu akuntansi yang mendesak.
Australia mengadopsi IFRS pada tahun 2005.
15
Seperti halnya dengan Selandia Baru, adopsi akuntansi akrual di Australia
untuk sektor publik terjadi selama periode reformasi ekonomi luas, meskipun
reformasi Australia barangkali lebih sederhana dibandingkan dengan Selandia Baru.
Meskipun pertumbuhan ekonomi Australia lebih konsisten dari Selandia Baru,
tekanan muncul pada awal 1990-an untuk meningkatkan efisiensi pemerintah dan
meningkatkan kinerja. Reformasi komprehensif pada akhirnya dilakukan dengan cara
melaksanakan dua inisiatif yaitu Financial Management Improvement Program dan
Program Management and Budgeting.
c. Hasil
Sama Halnya seperti Selandia Baru, Australia mengalami penguatan fiskal
dalam beberapa dekade tahun terakhir. Australia telah menghasilkan surplus anggaran
pada setiap tahun dan telah berhasil mengurangi utang bersih dari tinggi 25% dari
PDB pada pertengahan tahun 1990. Kewajiban keuangan bruto Australia telah
menurun dari tinggi 43% dari PDB pada tahun 1995 menjadi 15% pada tahun 2005,
persentase terendah kedua di OECD. Pada saat yang sama, Australia telah menikmati
pertumbuhan ekonomi PDB riil rata-rata 3,6% per tahun selama dekade terakhir.
3. Indonesia
a. Latar belakang
Perubahan sistem akuntansi di Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa hal,
yaitu:
- Adanya keinginan pemerintah untuk melakukan perbaikan di bidang
keuangan negara
- Adanya pengalaman negara lain yang telah menerapkan sistem
akuntansi berbasis akrual dan berhasil membawa transisi ekonomi ke
arah yang lebih baik
- Adanya keinginan untuk mendapatkan legitimasi dan pengakuan baik
dari komunitas lokal maupun internasional setelah terjadinya krisis pada
tahun 1998
b. Implementasi
Reformasi dalam pengelolaan keuangan negara meliputi pengelolaan
anggaran, pelaporan keuangan pemerintah, audit dalam sektor pemerintahan dan
16
menegakkan lembaga pemberantasan korupsi. Hasil dari reformasi keuangan tersebut
ditandai dengan dikeluarkannya paket Undang-Undang Keuangan Negara yang
meliputi UU no 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU no 1 tahun 2004
tentang Perbendaharaan Negara dan UU no 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
Pengelolaan dan dan Akuntabilitas Keuangan Negara. Reformasi dalam pelaporan
keuangan pemerintah menjadi penting karena Perkembangan akuntansi pemerintahan
di Indonesia sebelum reformasi belum menggembirakan. Saat itu, akuntansi
pemerintahan di Indonesia belum berperan sebagai alat untuk meningkatkan
akuntabilitas kinerja birokrasi pemerintah dalam memberikan pelayanan publik
kepada masyarakat. Pada periode tersebut, output yang dihasilkan oleh akuntansi
pemerintahan di Indonesia sering tidak akurat, terlambat, dan tidak informatif,
sehingga tidak dapat diandalkan dalam pengambilan keputusan.
Keharusan penggunaan basis akrual dalam pelaporan keuangan pemerintah
tercantum dalam Pasal 36 ayat (1) yang berbunyi sebagai berikut: ”Ketentuan
mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16 undang-undang ini
dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan
pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan
pengakuan dan pengukuran berbasis kas”. Basis Akrual diyakini dapat memberikan
gambaran posisi keuangan pemerintah secara utuh dan full disclosure, sehingga
memberikan informasi keuangan yang lebih baik dalam pengambilan suatu keputusan.
Untuk menjembatani diterapkannya basis akrual maka pemerintah mengeluarkan PP
no 24 tahun 2005 mengenai Standar Akuntansi Pemerintahan (Kas Menuju Akrual).
Dalam perkembangannya, penerapan basis akrual tidak berjalan sesuai dengan
tenggat waktu yang diagendakan. Implemetasi akrual secara penuh seharusnya
dilakukan pada tahun 2008, namun kenyataannya sampai dengan tahun tersebut
belum ada standar akuntansi akrual. Pada tahun 2010 terbitlah PP 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Akrual, dalam PP ini disebutkan bahwa basis akrual mulai
berlaku untuk diterapkan dalam pemerintah pusat dan daerah mulai tahun 2010.
Walaupun basis akrual berlaku efektif untuk laporan keuangan atas
pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran mulai tahun 2010, tetapi apabila entitas
17
pelaporan belum dapat menerapkan PSAP ini, entitas pelaporan dapat menerapkan
PSAP Berbasis Kas Menuju Akrual paling lama 4 (empat) tahun setelah Tahun
Anggaran 2010. Penerapan SAP Berbasis Akrual dapat dilaksanakan secara bertahap
dari penerapan SAP Berbasis Kas Menuju Akrual menjadi penerapan SAP Berbasis
Akrual. Ketentuan lebih lanjut mengenai penerapan SAP Berbasis Akrual secara
bertahap pada pemerintah pusat diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan,
sedangkan untuk pada pemerintah daerah diatur dengan Peraturan Menteri Dalam
Negeri (pasal 7 PP 71 tahun 2010).
c. Hasil
Hingga saat ini belum dapat diketahui bagaimana hasil dari implementasi
penerapan SAP berbasis akrual di Indonesia, mengingat waktu penerapannya baru
akan dimulai pada awal tahun 2015.
C. Mengapa Memilih Basis Akrual?
Dalam penerapan basis akrual memiliki beberapa keuntungan akan didapatkan oleh
sebuah entitas antara lain:
1. Lebih transparan dan relevan
Pada tingkat makro fiskal, dalam pembuatan kebijakan makro ekonomi,
pentingnya akuntansi berbasis akrual adalah untuk mengukur aset dan kewajiban yang
relevan untuk menyusun kebijakan fiskal dan kesinambungan fiskal. Dimana,
pengukuran aset dan kewajiban ini tidak diakomodasi oleh akuntansi berbasis kas.
Di sisi lain, akuntansi berbasis akrual yang nantinya menghasilkan Laporan
Keuangan yang memiliki angka yang merefleksikan angka yang mendekati kebenaran,
sehingga stakeholder akan dapat mengambil keputusan dengan lebih benar.
2. Meminimalisir accounting fraud
Dengan adanya akuntansi berbasis akrual, nilai beban dan penerimaan dapat
dengan lebih tepat. Sebagai contoh adalah penerimaan pajak. Pada akuntansi berbasis kas,
penerimaan pajak nilainya sejumlah dengan uang yang masuk pada tahun berjalan. Hal
tersebut kadang dimanfaatkan untuk menarik penerimaan pajak tahun sesudahnya (sistem
ijon) agar capaiannya baik. Namun dengan akuntansi berbasis akrual, penerimaan pajak
18
dapat dibagi menjadi penerimaan dari tahun sebelumnya, penerimaan tahun berjalan, dan
penerimaan pajak diterima di depan.
3. Membantu penialian kinerja dan penganggaran yang lebih tepat
Pembuatan anggaran pemerintah akan lebih baik karena pada dasarnya accrual
accounting framework digunakan untuk menentukan seluruh biaya dari aktifitas-aktifitas
yang dijalankan oleh pemerintah. Seluruh informasi biaya (termasuk transaksi non-cash
seperti penyusutan) dipergunakan untuk menilai apakah suatu pelayanan publik berjalan
secara efisien atau tidak.
Karena pada umumnya suatu entitas membuat anggaran berdasarkan kinerja pada
periode berjalan dan sebelumnya, secara tidak langsung akuntansi berbasis akrual ini
secara tidak langsung membantu untuk pengambilan keputusan untuk menentukan
besarnya jumlah anggaran yang diberikan pada periode berikutnya.
4. Manajemen aset yang lebih baik
Akuntansi berbasis akrual akan membantu memberikan pengelolaan aset yang
lebih baik. Sebagai contohnya adalah dengan adanya depresiasi dan akumulasi depresiasi,
apakah suatu aset tetap masih bisa dipergunakan atau sudah layak dibuang.
5. Dapat dibandingkan
Agar stakeholder lebih mudah dalam mambandingkan suatu laporan keuangan
entitas satu dengan entitas lainnya, setidaknya masing-masing laporan keuangan tersebut
memiliki basis akuntansi yang sama. Dewasa ini, banyak negara yang beralih
menerapkan akuntansi berbasis akrual, sehingga suatu negara cenderung untuk
menyesuaikan standar akuntansinya menjadi berbasis akrual.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dalam perkembangannya, banyak negara yang menggunakan penerapan akuntansi
berbasis akrual dalam penyusunan laporan keuangan pemerintah. Standar akuntansi yang
digunakan sebagai acuan pada umumnya adalah IPSAS. Yang perlu diperhatikan adalah IPSAS
tidak wajib diikuti dalam pembuatan standar akuntansi pemerintah berbasis akrual pada suatu
negara. Sebagai contohnya Selandia Baru hingga tahun buku yang berakhir pada 30 Juni 2014
masih menggunakan NZ IFRS PBE dan Australia menggunakan A-IFRS. Namun demikian, baik
NZ IFRS PBE dan A-IFRS memiliki prinsip-prinsip basis akrual yang mirip dengan IPSAS.
Meskipun penerapan akuntansi berbasis akrual memiliki keuntungan-keuntungan yang
lebih baik daripada akuntansi berbasis kas, masih banyak kendala-kendala yang dihadapi dalam
pelaksanannya sesuai dengan penjelasan pada bab sebelumnya, bahkan ada beberapa negara
yang gagal menggunakan akuntansi berbasis akrual seperti Negara Fiji. Khususnya di Indonesia
sendiri yang kapasitas untuk melaksanakannya masih dipertanyakan.
20
DAFTAR PUSTAKA
_____. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah.
2010. Jakarta.
_____. Undang-Undang No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. 2003 . Jakarta.
Khan, Abdul dan Stephen Mayes. 2009. Transition to Accrual Accounting. Amerika: Fiscal
Affairs Department – International Monetary Fund.
Blöndal, Jón R.. 2003. Accrual Accounting and Budgeting: Key Issues and Recent Developments.
Prancis: OECD. Jurnal dipublikasikan dalam OECD Journal on Budgeting – Volume 3 –
No. 1.
Blöndal, Jón R.. 2004. Issues in Accrual Budgeting. Prancis: OECD. Jurnal dipublikasikan dalam
OECD Journal on Budgeting – Volume 4 – No. 1.
Champoux, Mark. 2006. Accrual Accounting in New Zealand and Australia: Issues and Solution.
Amerika: Harvard University.
http://www.law.harvard.edu/faculty/hjackson/NewZealand_Australia_27.pdf (diakses
pada tanggal 4 Oktober 2014).
Chartered Accountant. 2014. AASB Releases Revised Superannuation Standard.
http://www.charteredaccountants.com.au/Industry-Topics/Reporting/Current-issues
(diakses pada tanggal 3 Oktober 2014).
Mulyana, Budi. Penggunaan Akuntansi Akrual di Negara-Negara Lain: Tren di Negara-Negara
Anggota OECD. http://sutaryofe.staff.uns.ac.id/files/2011/10/Akuntansi-berbasis-
akrual.pdf (diakses 3 Oktober 2014).
21
UK Essay. The Full Accrual Accounting Standards Of Australia. Inggris: UK Essay.
http://www.ukessays.com/essays/accounting/the-full-accrual-accounting-standards-of-
australia-accounting-essay.php (diakses pada tanggal 3 Oktober 2014).
Widjajarso, Bambang. Penerapan Basis Akrual pada Akuntansi Pemerintah Indonesia: Sebuah
Kajian Pendahuluan. http://sutaryofe.staff.uns.ac.id/files/2011/10/Akuntansi-berbasis-
akrual.pdf (diakses 3 Oktober 2014).
http://www.aasb.gov.au/
http://www.ifac.org/
http://www.oecd.org/
http://xrb.govt.nz/