Post on 12-Jul-2019
1
LAPORAN PENELITIAN
STUDI DESKRIPTIF STATUS KEAMANAN INSANI
(HUMAN SECURITY) DI KOTA DENPASAR
PENELITI
Idin Fasisaka, S.IP, M.A.
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS UDAYANA
TAHUN 2015
2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Kemunculan konsep keamanan insani (human security) merupakan implikasi dari
perluasan makna keamanan paska-Perang Dingin. Dalam penakrifannya, konsep keamanan
kini lebih dititikberatkan pada keamanan komprehensif dan lebih bersifat multidimensi dengan
aktor/objek keamanan itu tidak lagi semata-mata bersandar pada keamanan negara (state-
sentris) tapi juga meliputi keamanan manusia (people-centric). Di sisi lain, perubahan tipologi
ancaman juga memberi dampak bagi perkembangan konsep human security. Ancaman yang
dahulu bersifat tradisional dan kental dengan unsur-unsur militer secara perlahan mengalami
perluasan menjadi ancaman non-tradisional yang mencakup isu terorisme, human trafficking,
kekurangan pangan, degradasi lingkungan dan lain sebagainya. Beberapa contoh ancaman
non-tradisonal tersebut kemudian terbukti memiliki implikasi, baik langsung maupun tak
langsung, terh adap kebutuhan dasar dan kelangsungan hidup manusia.
Konsep keamanan insani (human security) lahir sebagai titik tengah antara dilema
dan perdebatan terkait keamanan dan pembangunan. Secara umum, keamanan insani dapat
diartikan sebagai pemenuhan keamanan bagi individu dan komunitas dalam hal jasmani,
mental dan spiritual baik dalam konteks lokal maupun global (HumanSecurityIndex.org,
2011). Adalah United Nations Development Program (UNDP) yang pertama kali
memunculkan 7 (tujuh) dimensi/bidang1 yang dianggap sebagai ancaman bagi keamanan
individu, yang dalam perkembangan selanjutnya menjadi indikator untuk menilai
aman/tidaknya seorang individu terhadap ancaman lokal, nasional maupun global.
1 Tujuh dimensi ancaman bagi keamanan insani menurut versi UNDP adalah: economic security, food security, health security, environmental security, personal security, community security dan political security
3
Dalam memaknai konsep keamanan insani ini, beberapa negara di dunia seperti
Jepang, Kanada, dan Norwegia mulai memasukkan konsep keamanan insani dalam formulasi
dan implementasi kebijakan mereka, khususnya dalam kebijakan luar negeri mereka.
Indonesia sendiri tengah berupaya untuk menginklusi konsep keamanan insani dalam
kebijakan keamanan yakni dengan memasukkan keamanan insani dalam Rancangan Undang-
Undang (RUU) tentang Keamanan Nasional (Kamnas), yang sayangnya hingga sekarang
belum disahkan karena masih dalam proses tarik-ulur antara pihak legislatif dan eksekutif.
Salah satu kritikan utama terkait dimasukkannya keamanan insani dalam RUU Kamnas adalah
adanya kekhawatiran bahwa untuk menegakkan keamanan insani ini, pihak militer dapat
kembali masuk hingga ke ranah sipil sehingga bukan menyelesaikan masalah namun justru
menciptakan masalah baru dalam sistem perpolitikan (Tribun Pontianak, 2011). Masih adanya
perdebatan terkait implementasi konsep keamanan insani di Indonesia menunjukkan masih
perlunya banyak studi yang harus dilakukan terkait implementasi konsep ini di Indonesia.
Selain dari sisi praktis, dari sisi teoritis juga telah muncul berbagai upaya untuk
membuat keamanan insani menjadi lebih aplikatif. Salah satu upaya yang dilakukan adalah
dengan memunculkan instrumen untuk mengukur tingkat keamanan ataupun ketidakamanan
insani dari suatu negara ataupun kawasan (region) agar dapat dilakukan tindakan intervensi
yang tepat. Beberapa upaya yang telah dilakukan untuk mengukur keamanan insani antara lain
Human Security Report Project dari Simon Fraser University (Kanada) dan Human Security
Index yang dilakukan oleh United Nations Economic and Social Commission for Asia Pacific
(UNESCAP).
Kedua instrumen ini memiliki beberapa persamaan namun juga perbedaan
mendasar. Sebagai contoh, Human Security Index menggunakan 3 komponen utama yakni
4
Economic Fabric Index yang terdiri dari 7 (tujuh) indikator, Environmental Fabric Index yang
mencakup 4 (empat) indikator dan Social Fabric Index yang terbagi lagi ke dalam enam
variabel yakni Education & Information Empowerment, Diversity, Peacefulness, Food
Security, Health dan Governance dengan total 22 indikator (www.HumanSecurityIndex.org).
Di sisi lain, Human Security Report menggunakan indikator yang bersifat lebih global dan
bernuansa keamanan tradisional dengan menghitung tingkat prevalensi perang, konflik global,
penyerangan terhadap warga sipil ataupun inisiatif perdamaian.
Sayangnya, kedua upaya pengukuran ini masih bersifat nasional dan bahkan
regional sehingga belum bisa memetakan ancaman-ancaman yang sifatnya sangat spesifik bagi
wilayah di suatu negara, sedangkan ancaman seringkali bersifat sangat endemik bagi suatu
wilayah. Atas dasar itulah, maka dibutuhkan sebuah studi awal untuk memberikan gambaran
mengenai aman/tidaknya suatu wilayah dengan menggunakan indikator yang secara khusus
mengukur ancaman yang sifatnya endemik bagi suatu daerah. Sebagai sebuah negara yang
memiliki tingkat keberagaman yang tinggi, Indonesia membutuhkan gambaran umum
mengenai kondisi keamanan insani di tiap wilayahnya. Pemetaan kondisi keamanan insani
yang tepat bagi Indonesia dapat menjadi dasar bagi munculnya kebijakan intervensi yang tepat
guna menciptakan rasa aman yang dibutuhkan individu dan masyarakat. Karenanya, perlu
digagas sebuah penelitian yang dapat menjadi pilot project bagi pengukuran dan pemetaan
kondisi keamanan insani di Indonesia.
Penelitian ini direncanakan akan menjadi riset awal dari sebuah proyek jangka
panjang untuk melakukan pemetaan mengenai kondisi keamanan manusia secara keseluruhan
di Indonesia. Dikarenakan kedekatan geografis, maka Denpasar dipilih sebagai lokasi awal
dilakukannya riset ini untuk selanjutnya dikembangkan di beberapa wilayah lain di Indonesia.
5
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini akan berusaha
untuk menjawab pertanyaan berikut: Bagaimanakah kondisi umum keamanan insani (human
security) di kota Denpasar?
Secara lebih khusus, rumusan masalah di atas akan dipecah menjadi 3 (tiga) sub-
rumusan masalah, yakni sebagai berikut:
a. Berdasarkan tujuh dimensi keamanan insani di atas, bidang apakah yang memiliki
tingkat ketidakamanan paling tinggi dan paling rendah di kota Denpasar?
b. Adakah perbedaan dalam kondisi keamanan insani di kota Denpasar, baik antar-
wilayah, antar-ras/etnis, antar-agama?
c. Apa sajakah sumber-sumber utama ancaman yang menyebabkan ketidakamanan
insani di kota Denpasar?
1.3. Tujuan Penelitian
Dengan melihat rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk:
a. Memberikan gambaran umum mengenai keamanan insani di kota Denpasar dengan
mengidentifikasi tingkat ancaman tertinggi dan terendah bagi keamanan insani di
kota Denpasar.
b. Memetakan kondisi keamanan insani di kota Denpasar berdasarkan wilayah,
ras/etnis, agama dan jenis kelamin sehingga dapat ditarik kesimpulan mengenai
berbagai faktor yang berpengaruh bagi keamanan insani di kota Denpasar
c. Mengidentifikasi sumber-sumber ancaman utama bagi keamanan insani di kota
Denpasar agar dapat dilakukan tindakan intervensi yang tepat.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keamanan Insani (HumanSecurity)
Sebagai konsep yang masih dalam proses pemapanan, literatur konsep keamanan
insani bisa dianggap telah cukup memadai untuk meretaskan agenda riset dan membaca arah
perdebatan. Perdebatan yang muncul berkisar dari persoalan redefinisi atau penakrifan ulang
konsep keamanan, pendekatan yang menjadi acuan, serta transformasinya ke ranah kebijakan.
Perubahan yang cukup signifikan dalam cara pandang global terkait keamanan
berasal dari adanya perubahan dalam memaknai konsep keamanan tradisional yang dahulunya
hanya berorientasi pada keamanan negara. Keamanan Insani merupakan perluasan makna
keamanan dalam bentuknya yang paling mutakhir (Werthes dan Debiel, 2006: 11). Berada di
generasi ketiga yang berpijak pada perspektif masyarakat dunia, keamanan insani menjalin
kelindankan pemaknaan keamanan dalam jangkauan sempit (freedom from fear) dengan
pemaknaan keamanan dalam cakupan yang lebih luas (freedom from want).
Generasi pertama meletakkan pemaknaan keamanan secara konvensional dalam
konsep keamanan tradisional (traditional or common security). Bagi generasi pertama, pusat
pengkajian keamanan terletak pada persoalan power. Sementara generasi kedua
merentangkan pemaknaan keamanan pada keamanan yang diperluas dan komprehensif
(extended or comprehensive security). Bagi generasi ini, pengkajian tertuju tak hanya pada
persoalan power, tapi juga memasukkan hukum (internasional) untuk meningkatkan, serta
menyelesaikan, persoalan keamanan. Bagi generasi ketiga, keamanan insani tak hanya hirau
pada persoalan power dan hukum internasional, tapi juga menyertakan upaya pemberdayaan
7
individu dalam penyelesaian persoalan keamanan yang kian pelik (Werthes dan Debiel 2006:
10). Kerr (2007: 98) melihatnya dengan lebih sederhana. Tanpa membaginya berdasar
generasi, baginya, keamanan insani adalah upaya rekonsiliasi antara kubu sempit (narrow
school) dengan kubu perluasan (broad school).
Titik anjak pemaknaan dari keamanan tradisional ke keamanan yang lebih mutakhir
terletak pada penentuan obyek rujukan (referent object). Mazhab pertama, berhaluan Realis
yang negara-sentris, masih memfokukan pada keamanan negara dan integritasnya dari
ancaman, utamanya militer, dengan sedikit kepedulian pada upaya membangun kapabilitas
bagi perlindungan warganya. Sementara kubu kedua—berhaluan konstruktivis atau kritis—
beranjak lebih jauh dengan menjadikan individu sebagai obyek rujukan yang harus mendapat
fokus perlindungan dari ancaman baik militer maupun nirmiliter. .
Setidaknya ada dua hal utama yang menyebabkan bergesernya paradigma
tradisional terkait keamanan. Pertama, meluasnya kesadaran bahwa keamanan secara nasional
dan global hanya bisa tercapai jika keamanan secara individual telah terpenuhi. Kedua,
keamanan tidak bisa dilihat sebagai sebuah proses yang terpisah dari pembangunan, di mana
kedua fenomena ini saling menguatkan dalam mencapai tujuan nasional dan dalam
memperjuangkan kepentingan nasional. Meningkatnya kesadaran mengenai pentingnya
keamanan individual dan titik temu antara pembangunan-keamanan menyebabkan lahirnya
konsep keamanan insani (human security) dalam studi mengenai keamanan. Meski demikian,
ada perbedaan pendekatan sebagai acuan penerapan keamanan insani
Dalam beragam literatur, setidaknya ada tiga pendekatan acuan dalam keamanan
insani; United Nations Development Program (UNDP), Kanada, dan Jepang/Asia.
Pendekatan UNDP berasal dari Human Development Report yang pertama kali dikeluarkan
8
oleh UNDP pada tahun 1994 dianggap sebagai tonggak sejarah penting dalam memformalkan
konsep keamanan insani dengan memunculkan dua pembagian utama terkait ancaman dan
keamanan yakni freedom from fear dan freedom from want. Dalam perkembangan selanjutnya,
dua konsep besar ini diturunkan menjadi 7 elemen utama dari keamanan insani (UNDP, 1994).
Secara umum, keamanan insani meliputi 7 bidang utama yakni a) Economic
Security; b) Food Security; c) Health Security; d) Environmental Security; e) Personal
Security; f) Community Security dan g) Political Security. Ketujuh bidang inilah yang
selanjutnya harus dipromosikan agar dapat menciptakan rasa aman bagi individu. Jika ketujuh
aspek keamanan ini telah terpenuhi, barulah seorang individu dapat dikatakan aman, baik dari
freedom from fear maupun freedom from want. Sekilas Definisi UNDP atas keamanan mudah
dinisbatkan pada hak asasi manusia dan hukum humaniter—yang lekat dengan pengalaman
Barat—melihat cakupannya yang luas, hal yang dituduhkan oleh beberapa ilmuwan. Namun
sebenarnya penggagasnya, Mahbub-ul-Haq—konselor kawak UNDP dari Pakistan—
meretaskannya dari pengalaman empatik dan empirisnya sebagai warga negara dunia
berkembang.
Pendekatan UNDP mendapat kritik dari Kanada yang segera mengajukan
pendekatan tandingan. Setelah sebelumnya memiliki kemiripan dengan UNDP, Kanada
kemudian menemukan ketidaksepakatan dengan UNDP (Bajpai, 2003: 17). Selain lingkupnya
dianggap terlalu luas, bagi Kanada, takrif dari UNDP atas keamanan lekat dengan
keterbelakangan dan abai atas "ketidakamanan manusia dari konflik dengan kekerasan".
Kanada kemudian menginisiasi konferensi di Lysoen tahun 1999 dengan menggandeng
Norwegia. Dari kota di Norwegia ini, Deklarasi Lysoen menyatakan bahwa nilai pokok dari
keamanan insani ialah freedom from fear, freedom from want, dan kesempatan yang setara.
9
Meski demikian, mereka menyatakan bahwa inti utamanya ialah kebebasan dari "pervasive
threats to people’s right, their safety or their lives". Bagi mereka, kemanan insani adalah
keamanan warga negara yang berpedoman pada Piagam PBB, Deklarasi Universal HAM, dan
Konvensi Jenewa. Pernyataan ini—yang mencerminkan konteks pengalaman dan kondisi
psikologis mereka sebagai warga dunia maju—menjadikan pendekatan Kanada lebih dikenal
sebagai kubu freedom from fear (Bajpai, loc.cit., Alkire, 2003: 21).
Pendekatan ketiga, pendekatan Jepang, sangat mirip dengan pendekatan UNDP.
Bagi Jepang, keamanan insani mencakup secara komprehensif segala hal yang mengancam
keselamatan, kesejahteraan, dan kehormatan individu, misalnya kerusakan lingkungan,
pelanggaran HAM, kejahatan internasional terorganisir, persoalan pengungsi, peredaran
narkotika, penyebaran penyakit menular, dan sebagainya. Namun, Jepang sebenarnya tak
menawarkan upaya konseptualisasi keamanan insani untuk diterjemahkan sebagai pedoman
praktis dalam pelaksanaan. Negara yang dipaksa menjadi negara pasifis oleh AS melalui
Konstitusi 1947 sejatinya menjadikan keamanan insani sebagai alat pandu kebijakan bagi
aktivitasnya di wilayah keamanan non-tradisional dengan penekanan utama pada pemenuhan
kebutuhan dan pembangunan insani (Atanassove-Cornelis, 2006: 49)
Sayangnya dalam implementasinya, belum banyak negara yang telah memasukkan
konsep keamanan insani dalam kebijakannya. Tercatat hanya tiga negara di dunia yang
memasukkan kerangka keamanan insani ke dalam kebijakan luar negerinya, yakni Jepang,
Kanada, dan Norwegia (Alkire, 2003: 17). Kerangka kebijakan luar negeri Kanada dibangun
dengan fokus pada perdamaian, keamanan, pembangunan, dan kerja sama internasional
semasa dan selewat Perang Dingin. Bidang garapnya meliputi pemberantasan ranjau darat,
perlindungan warga sipil saat pecah konflik, hingga intervensi kemanusiaan di Rwanda atau
10
Srebrenica. Sementara Norwegia, masih bersudut pandang freedom from fear, memfokuskan
pada upaya preventif perang, kontrol senjata ringan dan tangan (small and light arms), serta
operasi jaga damai. Kanada dan Norwegia bermitra dalam membangun Human Security
Network (Lysoen Group) yang pertemuan tahunannya menarik minat pemerintah dan ornop
dari 13 negara, termasuk diantaranya Australia, Chili, Yunani, Yordania, Mali, Slovenia,
Thailand. Di sisi lain, Jepang, yang memiliki kemiripan dengan bidang garap UNDP,
mewujudkan komitmennya melalui program Official Development Assistance (ODA) ke
negara berkembang dan mendirikan Commission on Human Security (CHS).
Meski ada perbedaan dalam filosofi dan penerjemahan bidang garap, namun
tantangan yang juga harus diajukan adalah persoalan keterukuran, yakni kemungkinan
menyusun audit keamanan insani yang bisa dijadikan patokan tahunan untuk merekam tingkat
keselamatan dan kebebasan individu di pelbagai tempat dan kapabilitas untuk menanggulangi
ancaman tersebut. Bagi Bajpai, ancaman keamanan dan kapabilitas untuk meredamnya akan
berubah dari waktu ke waktu, maka takrif keamanan insani yang universal akan menyesatkan
(Tadjbakhsh, 2007: 433). Pun indikator kemanan insani bisa lentur tergantung tempat karena
perbedaan konteks (Bajpai 2000: 55). Namun demikian, ada dua hal penting yang layak
dipertimbangkan: 1) ancaman langsung dan tak langsung bagi keselamatan dan kebebasan
individu, dan 2) kapasitas untuk menghadapi ancaman, yakni kemampuan menciptakan
norma, institusi, dan demoktratisasi/keterwakilan dalam struktur pembuatan keputusan di
tingkat global, regional, nasional atau sub-nasional (Bajpai, 2000: 53). Yang pertama berarti
pengukuran pertumbuhan atau penurunan ancaman, sementara yang kedua bermakna
perkiraan kapabilitas untuk menghadapi ancaman tersebut.
11
Dari sisi operasionalisasi, audit kemanan insani, menurut Bajpai, bisa dijalankan
secara kuantitatif maupun kualitatif. Pertama, metode kuantitif bisa dilakukan untuk mengukur
keamanan insani sebagai patokan tahunan. Hal ini paralel dengan Human Security Index (HSI)
dan Humane Governance Index (HDI). Sementara metode kualitatif lebih kerap untuk
mengukur "kapabilitas" daripada "ancaman"
12
BAB III
DESAIN DAN METODE PENELITIAN
3.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksploratif dan deskriptif karena berupaya untuk
menggambarkan dan menjelaskan secara mendalam kondisi umum keamanan insani di kota
Denpasar serta mengidentifikasi sumber-sumber ancaman utama bagi keamanan individu di
kota Denpasar. Metode penelitian akan menggabungkan antara metode kuantitatif dan metode
kualitatif (mixing method). Pendekatan kuantitatif akan digunakan untuk meneliti indikator-
indikator keamanan yang sifatnya angka semisal indikator untuk mengukur economic security
(tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran dll.).
Pendekatan kualitatif dipilih berdasarkan kondisi dan situasi obyek penelitian dan
hasil yang diharapkan pasca-penelitian. Penelitian secara kualitatif memungkinkan peneliti
untuk menjawab pertanyaan penelitian dengan menganalisis tingkah laku, tindakan, struktur
sosial dan memunculkan fakta-fakta yang tidak dapat dikuantifikasikan atau diukur secara
pasti (Berg, 2004). Berdasarkan cakupan tersebut, maka metode kualitatif akan secara lebih
akurat menjawab pertanyaan terkait persepsi mengenai ancaman dan penilaian terkait
aman/tidaknya suatu kondisi semisal dalam mengukur aspek personal security.
3.2 Metode Pemilihan Daerah Penelitian
Lokasi penelitian akan difokuskan di Kota Denpasar yang mencakup 4 kecamatan
yakni Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan di mana
masing-masing kecamatan terdiri dari 16 kelurahan. Dari masing-masing kecamatan akan
13
diambil 2 (dua) kelurahan sebagai sampel dengan menggunakan teknik simple random
sampling.
3.3. Metode Pengambilan Sampel
Untuk teknik pengambilan sampel, akan digunakan teknik purposive sampling, di
mana pemilihan sampel akan ditentukan berdasarkan tujuan penelitian sehingga sampel akan
dipilih berdasarkan data yang ingin diperoleh. Berdasarkan tujuan penelitian, maka sampel
akan dipilih sebagai berikut :
Kecamatan Jumlah Responden
Teknik Pengumpulan Data Keterangan
Denpasar Barat
4
In-depth interview
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
20 Focus Group Discussion
Denpasar Timur
4
In-depth interview
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
20 Focus Group Discussion
Denpasar Utara
4
In-depth interview
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
20 Focus Group Discussion
Denpasar Selatan
4
In-depth interview
Disesuaikan berdasarkan jenis kelamin, agama, ras/etnis
20 Focus Group Discussion
14
Total
96
3.4. Sumber Data
Data yang akan digunakan terbagi atas data primer dan data sekunder yang akan
diperoleh dari berbagai sumber.
1. Data primer yaitu berupa hasil wawancara terstruktur secara mendalam (in-depth
interview) dan focus group discussion (FGD) dengan subyek penelitian di wilayah
sampling. Data yang diperlukan meliputi persepsi individu dan kelompok terkait
ancaman dan keamanan, serta informasi mengenai sumber-sumber-sumber ancaman
di wilayah tempat tinggal subyek. Pemilihan subyek masyarakat akan didasarkan
pada teknik sampling dengan perimbangan yang sesuai. Selain itu, data primer juga
akan diperoleh melalui wawancara dengan instansi-instansi terkait semisal Dinas
Kesatuan Bangsa dan Politik serta Pemerintah Kota Denpasar.
2. Data sekunder yaitu berupa data statistik deskriptif (descriptive statistics) mengenai
data-data kuantitatif semisal indikator pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan,
indikator stabilitas keamanan dan politik serta indikator kualitas lingkungan.
Beberapa instansi yang akan menjadi target utama peneliti untuk perolehan data
sekunder ini meliputi Badan Pusat Statistik (BPS) Kota Denpasar dan dinas-dinas
terkait yang memiliki data yang dimaksud. Selain itu, data juga dapat diperoleh
melalui beberapa instansi lain yang dirasa peneliti memiliki sumber data yang cukup
akurat seperti Bank Dunia dan beberapa NGO lokal.
15
3.5. Metode & Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data akan dilakukan melalui beberapa teknik yaitu:
1. Wawancara, yaitu dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada pihak-
pihak yang terkait.
2. Observasi langsung, yaitu dengan melakukan kunjungan langsung ke wilayah
penelitian, dan mengamati hal-hal penting yang relevan bagi penelitian ini.
3. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data-data sekunder ke pihak-pihak terkait. Selain
itu, jika dibutuhkan, juga akan dilakukan dokumentasi secara audio, visual maupun
audio-visual untuk memastikan keabsahan data.
4. Focus Group Discussion (FGD), yaitu dengan melakukan dialog/diskusi kelompok
dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) serta pihak-pihak lain yang
berkepentingan dan relevan dengan penelitian ini. Tujuan dari metode dan teknik ini
adalah untuk lebih memfokuskan bidang-bidang atau topik-topik apa saja yang
harus mendapat perhatian lebih dan tindak lanjut guna kepentingan penelitian.
3.6. Teknik Analisis Data
Analisis data akan dilakukan secara kualitatif di mana analisis akan dilakukan dalam
3 model pengolahan data untuk memastikan tercapainya tujuan penelitian. Ketiga model
tersebut adalah:
1. Data Reduction, yaitu melibatkan "pengerucutan" data-data kualitatif semisal hasil
wawancara, di mana data mentah tersebut dikelola kembali dalam bentuk transkrip
wawancara, kesimpulan wawancara ataupun rangkuman hasil diskusi. Tujuan dari data
reduction ini adalah untuk menghasilkan analisis yang lebih fokus terhadap isu yang
16
akan diteliti sehingga mempermudah proses penelitian, namun juga tidak
menghilangkan esensi penelitian. Data reduction ini akan dilakukan selama masa
penelitian untuk manjamin validitas data.
2. Data Display, meliputi proses penyampaian data penelitian dalam bentuk yang lebih
mudah semisal tabel, grafik ataupun pembagian lain yang dapat mempermudah proses
pembacaan hasil dan percapaian tujuan penelitian.
3. Penarikan Kesimpulan dan Verifikasi, meliputi kegiatan penarikan kesimpulan logis
dari data yang tersaji dan pada waktu bersamaan melakukan verifikasi ulang terhadap
keabsahan penarikan kesimpulan. Verifikasi ini akan dilakukan melalui metode inter-
coder reliability check atau pemeriksaan silang oleh peneliti lain untuk memastikan
kesimpulan yang diperoleh adalah sahih dan valid. Selain itu, verifikasi juga akan
dilakukan untuk memastikan apakah penelitian yang serupa dapat dilakukan di tempat
lain (dengan kondisi yang serupa) dan tetap memperoleh hasil yang sama.
3.7. Waktu Penelitian
NO KEGIATAN PELAKSANAAN
September Oktober Nopember
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Koordinasi tim peneliti
2 Pemetaan awal wilayah penelitian
3 Studi Pustaka
17
4 Penyusunan instrumen riset
5 Pencarian data Sekunder
6 Pencarian data Primer
7 Pembahasan temuan lapangan
8 Penyusunan draf awal laporan
penelitian
9 Pembahasan draf awal laporan
penelitian
10 Pencarian data tambahan
11 Revisi dan Finalisasi Hasil Riset
3.8. Perkiraan Beaya Penelitian
No. Keterangan Unit Satuan Harga (Rp) Jumlah (Rp)
1 Bahan dan peralatan penelitian
1. a. Bahan Habis Pakai
1. Honorarium Peneliti 2 orang 1.600.000 3.200.000
2. Biaya kompilasi pengetikan
transkrip dan seleksi dokumen 33 jam 150.000 4.950.000
3. Alat Tulis Kantor 1 paket 100.000 100.000
4. Biaya Komunikasi 1 paket 300.000 300.000
5. Biaya cetak/print 1 paket 100.000 100.000
18
1.b. Sewa Alat 0
1. Sewa alat perekam 12 hari 150.000 1.800.000
2 Perjalanan 0
a. Transportasi lokal 15 hari 50.000 750.000
b. Lumpsum akomodasi dan
konsumsi 10 hari 100.000 1.000.000
3
Penggandaan Laporan
Penelitian 6 buku 50.000 300.000
Jumlah Total 12.500.000
19
BAB IV
HASIL DAN ANALISIS
4.1. Gambaran Umum Lokasi
Kota Denpasar merupakan sebuah wilayah administratif setingkat kotamadya di
Propinsi Bali dan merupakan ibu kota di propinsi tersebut. Denpasar terdiri dari 4 kecamatan,
yaitu Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, dan Denpasar Selatan, serta 43
desa/kelurahan dengan jumlah populasi kurang lebih sebanyak 788.445 jiwa (Maret, 2012).
Denpasar merupakan pusat semua aktivitas warga yang ada di Bali. Sebagai ibukota provinsi
Bali, Denpasar merupakan tempat yang strategis dan sangat cocok untuk bisnis serta
investasi. Denpasar menjadi pusat pemerintahan, pusat perdagangan, pusat pendidikan, pusat
industri dan pusat pariwisata. Denpasar terkenal sebagai kota budaya dan kota pariwisata
karena banyak memiliki banyak situs budaya dan pariwisata dan merupakan salah satu tujuan
pariwisata utama di Indonesia sehingga Denpasar memiliki beberapa karakteristik utama yang
cukup distinktif jika dibandingkan dengan wilayah lain di Indonesia.
Di samping itu, Denpasar adalah kota bisnis dan perdagangan. Pertumbuhan
industri pariwisata di Pulau Bali mendorong Kota Denpasar menjadi pusat kegiatan bisnis, dan
menempatkan kota ini sebagai daerah yang memiliki pendapatan per kapita dan pertumbuhan
tinggi di Provinsi Bali (www.bi.go.id, KER Provinsi Bali Triwulan IV 2009). Secara
geografis, wilayah Denpasar dapat dilihat pada peta berikut:
Secara demografis,
asli dan mayoritas selain beberapa etnis lain seperti
Denpasar juga merupakan salah satu kota tujuan utama untuk
Indonesia sehingga banyak penduduk luar kota
Indonesia yang kemudian menetap di daerah
menjadi salah satu kota dengan tingkat keber
banyak didominasi oleh pebisnis dan pedagang
Gambar 1. Peta Kota Denpasar
Secara demografis, Denpasar didominasi oleh suku Bali yang merupakan penduduk
mayoritas selain beberapa etnis lain seperti Jawa, Madura, Cina dan
juga merupakan salah satu kota tujuan utama untuk bisnis dan perdagangan
Indonesia sehingga banyak penduduk luar kota Denpasar, baik dari Indonesia maupun luar
Indonesia yang kemudian menetap di daerah Denpasar. Hal ini menyeb
menjadi salah satu kota dengan tingkat keberagaman etnis yang cukup tinggi, meskipun lebih
pebisnis dan pedagang. Selain dari isi etnisitas,
20
yang merupakan penduduk
Madura, Cina dan Arab. Selain itu,
bisnis dan perdagangan di
, baik dari Indonesia maupun luar
. Hal ini menyebabkan Denpasar
agaman etnis yang cukup tinggi, meskipun lebih
Selain dari isi etnisitas, Denpasar juga
21
merupakan kota dengan keberagaman agama yang cukup tinggi. Meskipun mayoritas
penduduk Denpasar merupakan penganut agama Hindu Bali, banyak juga penganut agama lain
di wilayah ini. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya tempat-tempat ibadah di kota Denpasar
baik untuk penganut agama Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu maupun Buddha. Hal ini
menunjukkan cukup tingginya tingkat keberagaman di wilayah ini, baik dari sisi etnis maupun
agama.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Kota
Denpasar (www. denpasarkota.bps.go.id), pencerminan penduduk Kota Denpasar pada tahun
2010 berjumlah 788.589 jiwa yang terdiri dari penduduk laki laki 403.293 jiwa (51,14 persen)
dan penduduk perempuan 385.296 jiwa (48,86 persen). Kecamatan dengan jumlah penduduk
terbesar adalah Kecamatan Denpasar Selatan dengan penduduk sebesar 244.851 jiwa atau
sebesar 31,05 persen dari seluruh penduduk Denpasar yang diikuti oleh Kecamatan Denpasar
Barat 229.432 jiwa (29,09 persen), Kecamatan Denpasar Utara 175.899 jiwa (22,31 persen),
dan Kecamatan Denpasar Timur 138.404 jiwa (17,55 persen). Kepadatan penduduk adalah
banyaknya penduduk per km2, yang merupakan perbandingan jumlah penduduk dan luas
wilayah. Kepadatan penduduk di Kota Denpasar pada tahun 2010 telah mencapai 6.171 jiwa
per-km2. Angka ini merupakan angka tertinggi di propinsi Bali.
Dari 4 kecamatan, yang memiliki kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan
Denpasar Barat (9.536 jiwa per km2) kemudian Kecamatan Denpasar Timur (6.204 jiwa per
km2 ), Kecamatan Denpasar Utara (5.598 jiwa per km2), dan Kecamatan Denpasar Selatan
(4.898 jiwa per km2). Lihat tabel 3.1.4.
Selain dari segi pertumbuhan ekonomi, performa pembangunan Kota Denpasar juga
cukup memuaskan. Berdasarkan angka Indeks Pembangunan Manusia/IPM (Human
22
Development Index) yang merupakan indeks yang mengukur angka harapan hidup, tingkat
melek huruf dan daya beli masyarakat, Kota Denpasar terus mengalami peningkatan dalam
ketiga dimensi di atas sejak tahun 2008 (BPS Kota Denpasar, 2012). Hal ini menunjukkan
adanya peningkatan dalam 3 dimensi dasar pembangunan yakni bidang kesehatan, pendidikan
dan ekonomi.
4.2. Keamanan Insani Kota Denpasar
Berdasarkan definisi dan pembagian 7 (tujuh) dimensi keamanan insani dari United
Nations Development Programme (UNDP), maka kondisi keamanan insani di kota Denpasar
dapat ditelaah berdasarkan dimensi-dimensi di atas.
4.2.1 Economic Security
Untuk dimensi keamanan ekonomi, hal utama yang perlu dijadikan pertimbangan
adalah tingkat upah/pendapatan dan kemampuan atau daya beli. Berdasarkan keputusan
pemerintah, Upah Minimum Regional (UMR) Kota Denpasar untuk tahun 2013 adalah sebesar
Rp1.135.800,00 atau naik dari tahun 2012 yang hanya sebesar Rp 1.130.000,00. Studi ini
menemukan bahwa sebagian besar responden telah memiliki penghasilan di atas UMR Kota
Denpasar dan yang memiliki upah di bawah UMR tidak lebih dari 10%. Sekitar 15% dari total
responden memiliki upah sebesar 3 kali lipat atau lebih dari UMR kota Denpasar dan sisanya
memiliki upah 1,5 sampai dengan 2,5 kali lipat dari UMR Kota Denpasar. Hal ini
menunjukkan bahwa jika dilihat dari sisi (hanya) upah, sebagian besar masyarakat Denpasar
telah cukup aman.
23
Selain dari sisi upah, keamanan ekonomi yang juga diperhatikan adalah terkait
sustainabilitas pekerjaan dan resiko kehilangan pekerjaan. Untuk aspek ini, lebih dari setengah
responden menyatakan kekuatiran yang sangat besar terkait hilangnya pekerjaan mereka.
Beberapa alasan utama kekuatiran ini adalah karena sistem kontrak yang diterapkan
perusahaan serta lemahnya posisi tawar mereka jika dibandingkan dengan pemberi kerja.
Salah seorang responden adalah seorang sarjana (S1) Teknik Sipil yang memiliki upah antara
Rp.1.000.000,00 s.d Rp.2.000.000,00 namun merasa tidak aman karena hanya dipekerjakan
secara sistem kontrak. Responden lain juga memberikan pernyataan serupa terkait
sustainabilitas pekerjaannya yang tergolong sangat beresiko. Selain ancaman terhadap
sustainabilitas pekerjaan karena sistem kontrak, banyak responden yang juga merasa
penghasilannya terancam dengan banyaknya toko-toko serba ada seperti Indomaret atau
Alfamart yang menyebabkan warung-warung tradisional dan pasar tidak lagi menjadi tujuan
utama konsumen.
"Karena kalo di tempat kerja saya, saya sebagai arsitek jalan dan jembatan sistem kontrak. Satu kontrak, 1 proyek." (Laki-laki, arsitek, 33 tahun, Kec. Denpasar Barat) "Ya namanya juga sopir angkot. Satu kali salah saja langsung dipecat." (Laki-laki, sopir angkutan umum, 41 tahun, Kec. Denpasar Utara) "Sekarang banyak supermarket kayak Indomaret jadinya saingan banyak dan resiko kehilangan pekerjaan tinggi." (Laki-laki, pedagang, 45 tahun, Kec. Denpasar Selatan)
Kurang baiknya sustainabilitas pekerjaan ini juga diperparah dengan tidak
adanya tindakan pengamanan dari sebagian besar responden jika suatu saat kehilangan
pekerjaan. Hanya sekitar 5% dari total responden yang menyatakan memiliki simpanan
ataupun investasi jika suatu saat kehilangan pekerjaannya. Sebagian besar responden mengaku
tidak memiliki simpanan apapun yang dapat digunakan jika suatu saat mereka kehilangan
24
pekerjaan. Meskipun beberapa program Jaring Pengaman Sosial (JPS) telah dijalankan oleh
pemerintah, sekitar 40% dari total responden mengaku tidak pernah menggunakannya. Untuk
yang benar-benar berhak menggunakannya, sekitar 30% yang pernah dan bisa
menggunakannya. Beberapa responden mengaku mengetahui adanya program JPS yang
dijalankan pemerintah namun tidak pernah menggunakannya, baik karena tidak tahu
mekanismenya ataupun tidak bisa/boleh menggunakannya.
"Saya 2 lebih tahun jadi Ketua Kampung, jadi tahu kalo soal sumbangan sosial. Beberapa warga miskin yang terdaftar sudah menerimanya." (Laki-laki, swasta, 45 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme pengamanan dari pemerintah untuk aspek
ekonomi belum berjalan secara optimal sehingga tingkat ketidakamanan dari sisi ekonomi
cukup tinggi.
Secara umum, tingkat ketidakamanan ekonomi (economic insecurity) di wilayah
Denpasar cukup tinggi. Jika hanya dilihat dari sisi upah dan daya beli, tingkat keamanan
ekonomi sudah baik namun tingkat keamanan terkait sustainabilitas pekerjaan dan upaya
pengamanan terhadap resiko hilangnya mata pencarian rendah (tidak aman).
4.2.2. Food Security
Untuk ketahanan pangan (food security), yang menjadi hirauan utama adalah terkait
ketersediaan dan aksesibilitas terhadap bahan pangan serta kualitas bahan pangan yang
dikonsumsi. Dalam hal ini, tidak banyak responden yang kesulitan mengakses bahan pangan
dikarenakan bahan pangan yang selalu tersedia. Hanya sekitar 5% responden yang mengaku
kesulitan mengakses bahan pangan dikarenakan harganya yang terlalu mahal.
25
Jika dari sisi aksesabilitas tidak terlalu banyak mengalami masalah, maka
sebagian besar responden mengaku tidak mendapat makanan yang berkualitas cukup baik.
Dalam studi ini ditemukan bahwa sebagian besar responden hanya makan untuk sekedar
"makan" tanpa memperhatikan kandungan gizi yang terdapat di dalamnya. Beberapa
responden mengaku tidak sulit mengakses bahan makanan namun makanan yang
dikonsumsinya bersifat ala kadar dan belum memenuhi kaidah minimum seperti 4 sehat 5
sempurna.
"Sering ngebon makan ke warung. Kalo makan biasanya tempe, tahu dan ikan. Kadang-kadang ayam." (Laki-laki, 30 tahun, sales, Kec. Denpasar Barat)
Kurangnya tingkat konsumsi makanan yang sehat dan berkualitas disebabkan
karena kurangnya pemahaman tentang standar gizi minimum. Sebagian besar responden
mengaku tidak mengetahui dan/atau tidak peduli terhadap standar makanan sehat yang
menunjukkan rendahnya tingkat pemahaman dan kepedulian terkait makanan berkualitas.
Dari segi keamanan pangan (food security), masyarakat kota Denpasar tidak
memiliki kesulitan dalam hal ketersediaan dan aksesibilitas terhadap bahan pangan, namun
memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi dalam hal mengkonsumsi makanan yang sehat
dan berkualitas dikarenakan pemahaman yang masih kurang.
4.2.3. Environmental Security
Secara umum, keamanan lingkungan (environmental security) di Kota Denpasar
cukup mengkhawatirkan. Banyak permasalahan lingkungan yang kemudian cukup
mengancam wilayah-wilayah tertentu di kota Denpasar sehingga penduduknya mendapatkan
ancaman yang cukup tinggi dalam hal lingkungan hidup. Tiga ancaman utama dalam hal
26
keamanan lingkungan di kota Denpasar adalah sampah (80% responden), polusi udara (50%
responden) dan polusi air (15% responden).
Gambar 2. Sampah selokan di Kecamatan Denpasar Barat
Selain tiga sumber ancaman di atas, minimnya upaya untuk melakukan
pencegahan dan perbaikan kualitas lingkungan hidup juga menjadi sumber ancaman lainnya.
Sebagian besar upaya perbaikan dan pencegahan kerusakan lingkungan hidup di Denpasar
dilakukan sendiri oleh warga secara swadaya. Beberapa wilayah di Denpasar memiliki
mekanisme kerja bakti yang dilakukan secara rutin sedangkan beberapa wilayah lain hanya
27
dilakukan menjelang hari besar nasional, atau hari besar keagamaan. Selain kerja bakti, warga
juga secara swadaya melakukan pengangkutan sampah ataupun secara sukarela membayar
iuran untuk menggaji orang yang bertugas mengangkut sampah.
"Warga biasanya kerja bakti sendiri buat bersihin sampah. Sama gak buang sampah lagi di sungai. Tapi tetap saja ada yang buang sampah di sungai dari kampung lain." (Perempuan, 39 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Selain upaya swadaya dari masyarakat, upaya pencegahan dan perbaikan
lingkungan juga dilakukan oleh pihak swasta (perusahaan), meskipun tidak banyak. Salah satu
perusahaan yang melakukan ini berada di keempat kecamatan di Kota Denpasar yang
beberapa kali mengadakan kegiatan tanam pohon dan perbaikan lingkungan sebagai bagian
dari aktivitas Corporate Social Responsibility-nya.
Dimensi lingkungan merupakan salah satu dimensi keamanan insani dengan
tingkat ancaman tertinggi di Kota Denpasar. Sampah, polusi udara dan polusi air merupakan
ancaman utama lingkungan hidup yang memiliki implikasi membahayakan bagi warga kota
Denpasar. Kendati telah ada upaya pencegahan dan perbaikan lingkungan yang dilakukan oleh
warga dan pihak swasta, dimensi lingkungan hidup masih tetap merupakan salah satu dimensi
keamanan insani dengan tingkat ketidakamanan paling tinggi.
4.2.4. Health Security
Dalam aspek keamanan kesehatan (health security), studi ini terfokus pada tiga hal
utama terkait kesehatan yakni pemahaman dan implementasi hidup dan lingkungan sehat,
ketersediaan dan akses terhadap air bersih serta aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan.
Dalam aspek pemahaman dan implementasi hidup sehat, banyak responden sudah mengerti
28
mengenai pentingnya dan implementasi hidup sehat. Banyak responden yang sudah pernah
mengikuti sosialisasi gaya hidup sehat yang dilakukan oleh desa/banjar yang terseebar di
seluruh wilayah Kota Denpasar ataupun oleh kelompok mahasiswa yang melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN). Kegiatan-kegiatan ini telah cukup membantu dalam mengajarkan budaya
hidup sehat bagi masyarakat.
Terkait kesehatan lingkungan tempat tinggal, masih banyak wilayah di Denpasar
yang memiliki sistem drainase, sanitasi dan sirkulasi udara yang buruk sehingga menimbulkan
ancaman kesehatan. Responden mengeluhkan mampetnya saluran air sehingga menyebabkan
banjir yang sering terjadi di kawasan tempat tinggal mereka. Sebagai contoh, wilayah
kecamatan Denpasar Barat memiliki siklus banjir tahunan yang disebabkan karena timbunan
sampah yang terus menggunung di wilayah tersebut.
Selain dua elemen keamanan lingkungan di atas, akses terhadap pelayanan
kesehatan juga menjadi perhatian utama. Berdasarkan observasi dan wawancara yang
dilakukan, masyarakat tidak mengalami terlalu banyak kesulitan mengakses pelayanan
kesehatan. Meskipun beberapa wilayah tidak memiliki Rumah Sakit (RS), fasilitas Pusat
Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) telah tersedia sehingga warga dapat mengaksesnya
dengan mudah. Selain itu, beberapa responden juga memperoleh kemudahan akses pelayanan
melalui mantri/suster/bidan yang berdomisili di wilayah mereka. Beberapa responden
mengaku tidak perlu ke RS atau Puskesmas jika sakit dan hanya perlu ke rumah
mantri/suster/bidan untuk mendapat pelayanan kesehatan.
"Jalan ke Rumah sakit dan Puskesmas jauh. Tapi di sini ada mantri dan bidan jadi warga seringnya ke situ." (Perempuan, 64 tahun, Kel. Denpasar Selatan)
29
Dari sisi finansial, beberapa responden yang secara ekonomi kurang tercukupi
mengaku bisa menggunakan kartu Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) meskipun
secara administrasi dan biaya kadang masih kurang lancer.
"Pernah ngobatin anak ke rumah sakit. Kalau gak tau prosedurnya jadi bingung." (Perempuan, 30 tahun, IRT, Kel Denpasar Barat)
Secara umum, kondisi keamanan kesehatan (health security) di Kota Denpasar
cukup aman, kecuali untuk elemen kesehatan lingkungan tempat tinggal. Budaya hidup sehat
dan akses terhadap pelayanan kesehatan telah banyak dibantu oleh pemerintah dan mahasiswa,
namun kesehatan lingkungan tempat tinggal cukup mengkahwatirkan sehingga bisa menjadi
sumber ancaman utama bagi keamanan kesehatan.
4.2.5. Personal Security
Dari aspek keamanan personal, sebagian besar wilayah di kota Denpasar memiliki
ancaman yang rendah tentang keamanan individu dalam hal pencurian khususnya pencurian
kendaraan bermotor serta premanisme dan pemalakan. Banyak wilayah di Denpasar yang
sudah memiliki mekanisme pengamanan personal yang cukup baik dikarenakan belum
efektifnya kineja aparat penegak hukum dan keamanan adat yang diaktifkan untuk
pengamanan swakarsa di wilayahnya.
"Ya saya tinggalnya dekat daerah TNI jadi lingkungannya bagus dan terjaga." (Perempuan, 25 tahun, Kel. Denpasar Barat)
Rendahnya angka kriminalitas ini disebabkan karena rapinya organisasi keamanan,
khususnya yang dilakukan oleh koordinasi adat dalam upaya penjagaan/pemeliharaan
30
keamanan, selain oleh aparat penegak hukum, baik dalam bentuk patroli ataupun penempatan
pos-pos polisi di wilayah-wilayah yang dianggap rawan kejahatan. Untuk mengantisipasi hal
ini, banyak wilayah di Denpasar yang selanjutnya melakukan upaya swadaya untuk
pemeliharaan keamanan di wilayahnya, baik dalam bentuk keamanan swakarsa di masing-
masing wilayah. Beberapa wilayah memiliki keamanan adat yang cukup efektif dalam
mencegah kejahatan sehingga berhasil mengurangi prevalensi kejahatan di wilayahnya.
"Banjar sini pernah jadi contoh keamanan adat yang bagus tingkat Kota Denpasar jadi lumayan bagus usaha warganya sendiri." (Laki-laki, 37 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Utara)
Permasalahan lain adalah terkait kurangnya alat-alat bantu penjaga keamanan, baik
berupa rambu-rambu lalu lintas. Sebagian besar wilayah di Denpasar masih kekurangan
rambu-rambu lalu lintas sehingga kecelakaan masih sering terjadi di banyak wilayah. Untuk
mengantisipasi hal ini, warga banyak melakukan upaya sendiri untuk mengamankan
wilayahnya seperti pemasangan sendiri rambu-rambu lalu lintas ataupun memberdayakan
keamanan adat, satpam setempat atau tukang parkir untuk membantu mengatur lalu lintas dan
mengurangi kecelakaan di wilayahnya.
"Di depan itu tikungan tidak ada rambunya. Pernah ada warga yang terserempet motor yang melaju kencang." (Laki-laki, 44 tahun, swasta, Kec. Denpasar Selatan)
Secara umum, personal security di kota Denpasar memiliki tingkat ancaman yang
rendah khususnya dalam hal pencurian dan fasilitas publik yang kurang menjamin
keselamatan warga. Belum efektifnya kinerja aparat penegak hukum mampu diperkuat oleh
keamanan adat dan warga banyak melakukan upaya swadaya untuk menjaga keamanannya
masing-masing.
31
4.2.6. Community Security
Keamanan komunitas (community security) difokuskan pada prevalensi konflik
sosial dan ancaman yang ditimbulkannya bagi masyarakat serta ketahanan budaya lokal.
Dalam hal ini, konflik sosial terbuka tidak terjadi di masyarakat, namun terdapat beberapa
tindakan diskriminasi ataupun stereotyping yang dapat memicu terjadinya konflik sosial.
Sebagai wilayah yang memiliki heterogenitas yang tinggi dalam hal ras/suku/etnis dan agama,
Denpasar memiliki potensi untuk memunculkan diskriminasi antar warga yang cukup tinggi.
Diskriminasi etnis yang terjadi adalah pemisahan/penutupuan diri, baik secara fisik maupun
psikologis antara etnis-etnis di Denpasar seperti suku Bali, Jawa, Madura, Cina dan Arab.
Beberapa wilayah di Denpasar dibagi berdasarkan etnis sehingga menyebabkan dikotomi antar
ras menjadi semakin terlihat. Stereotyping juga kerap muncul di beberapa wilayah dikarenakan
stereotyping buruk terhadap etnis tersebut. Diskriminasi dan stereotyping ini terjadi baik di
lingkup pergaulan, perkerjaan maupun pendidikan sehingga secara langsung telah menyentuh
banyak elemen dasar kehidupan di Denpasar.
"Setelah Bom Bali dulu, kadang-kadang orang suka sinis. Nyari kontrakan juga susah. Langsung ditolak dan dibilang penuh begitu lihat saya dari (daerah) A." (Laki-laki, 41 tahun, swasta, Etnis J) "Saya pernah dibilangin bahwa saya sudah dikasih kesempatan kerja di sini, maka jangan macam-macam. Tapi ya gak masalah kok." (Laki-laki, 47 tahun, pedagang, etnis J)
"Ya karena bapak saya sudah lama menetap di sini, dan saya juga kelahiran sini, maka sudah biasa mengerti adat di sini, jadi gak pernah ada masalah sih." (Laki-laki, 31 tahun, etnis A)
32
Selain adanya bibit diskriminasi etnis, beberapa wilayah juga memiliki potensi friksi
antar agama. Salah seorang responden menceritakan mengenai penolakan warga setempat
terhadap pembangunan rumah ibadah tertentu dan penyelenggaraan kegiatan keagamaan
dikarenakan tidak ingin mengganggu keharmonisan warga setempat. Beberapa potensi friksi
ini juga terjadi di tingkat remaja maupun di tingkat warga dewasa.
"Warga menyelenggarakan kegiatan agama di rumah-rumah secara bergantian saja. Biar gak ada masalah." (Perempuan, 44 tahun, beragama X, Kec. Denpasar Barat) "Apalagi kalo pas perayaan ibadah bersamaan, kadang ya kami mengalah saja biar gak terjadi apa-apa." (Laki-laki, 39 tahun, Kec. Denpasar Barat)
Terkait ketahanan budaya lokal dan upaya pemeliharaannya, hal yang tidak aneh
dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat di Bali, bahwa semua responden mengakui
bahwa budaya lokal sangat mendapatkan perlindungan selayaknya sehingga jauh dari ancaman
kepunahan. Upaya pelestarian budaya lokal selama ini dilakukan oleh masyarakat sendiri
dengan dibantu oleh beberapa organisasi massa kepemudaan yang cukup dominan di wilayah
Denpasar seperti Laskar Bali, Baladika, dan Pemuda Bali Bersatu (PBB). Selain swakarsa
masyarakat yang tinggi, peran pemerintah dalam upaya pelestarian ini juga memperlihatkan
keseriusan yang tinggi dalam melestarikan budaya dan adat lokal.
Secara keseluruhan, tingkat keamanan komunitas di Denpasar sangatlah rendah.
Kendati tidak ada konflik sosial terbuka, namun potensi konflik tetap ada, baik dalam bentuk
diskriminasi ataupun stereotyping antar warga. Di sisi lain, upaya pelestarian budaya lokal
oleh secara swakarsa oleh anggota masyarakat yang dibantu oleh organisasi massa
kepemudaan sangatlah tinggi. Hal ini juga didukung oleh peran pemerintah daerah yang juga
sangatlah mendukung.
33
4.2.7. Political Security
Dimensi terakhir dari keamanan insani adalah terkait keamanan politik yakni
mengenai partisipasi politik, hak-hak politik warga dan praktek demokrasi di wilayah
Denpasar. Berdasarkan dimensi ini, sebagian besar merasa bahwa partisipasi politik warga
sekitar sudah cukup tinggi, baik itu dalam partisipasi untuk Pemilihan Umum (Pemilu),
khususnya dalam Pemilihan Kepala Desa Adat dan Kepala Daerah (Pilkada).
"Kalo ada Pemilu, warga biasanya antusias, apalagi pemilihan kepala desa." (Laki-Laki, Kel, Denpasar Selatan)
Sisi lain dari keamanan politik yang membuat optimis adalah sikap masyarakat yang
cukup baik dalam kepedulian mereka dengan kondisi perpolitikan di Denpasar. Secara
keamanan, hak-hak politik mereka sebagai warga negara telah dipenuhi karena mereka merasa
bebas memilih dan dipilih, dan inilah yang mereka gunakan dalam proses-proses politik.
Ketika ditanyakan terkait proses demokrasi dan demokratisasi di kota Denpasar, sebagian
besar responden merasa cukup optimis dengan demokrasi di kota Denpasar. Mayoritas
responden merasa bahwa politik ini adalah milik warga Bali sehingga perlu mendapatkan
dukungan dan partisipasi untuk kebaikan warga Bali secara umu. Hal ini didorong oleh
tingginya rasa memiliki Pulau Bali bagi warga Bali secara umum dan kewajiban untuk
menjaganya berdasarkan nilai-nilai adat yang mereka tanamkan sejak dini pada generasi
muda, khususnya nilai dalam Tri Hita Karana.
"Ya, saya sih gak terlalu ngerti soal demokrasi. Tapi memang politik local sudah menjadi bagian dari adat yang baik di Bali." (Laki-laki, 52 tahun. Kec. Denpasar Timur)
34
Secara singkat, keamanan politik di kota Denpasar bisa dikatakan sangatlah baik,
yang tercermin dalam hal partisipasi politik (hak memilih dan dipilih sudah terpenuhi), hanya
saja masih terdapat ancaman yang cukup besar terkait transparansi dan akuntabilitas politik di
wilayah Denpasar.
Berdasarkan pemaparan di atas, kondisi keamanan insani di kota Denpasar secara
umum dapat dipetakan sebagai berikut:
Tabel 1. Kondisi Umum Keamanan Insani di Denpasar
Dimensi Keamanan Tingkat Ancaman Jenis-Jenis Ancaman Utama Economic Security Sedang - Sustainabilitas pekerjaan yang tidak
terjamin. - Tidak adanya jaminan atau upaya pengamanan terhadap resiko kehilangan pekerjaan.
Food Security Sedang - Kurangnya akses terhadap makanan berkualitas dan bergizi. - Kurangnya pemahaman terkait makanan bergizi.
Health Security Sedang - Akses terhadap pelayanan kesehatan yang kurang memadai. - Lingkungan tempat tinggal yang rawan dari sisi lingkungan (banjir, sirkulasi udara buruk).
Environmental Security Tinggi - Banyaknya sampah. - Polusi udara sebagai konsekuensi dari meningkatnya jumlah kendaraan bermotor dan kegiatan pabrik (khususnya wilayah pinggir kota). - Polusi air, khususnya sampah yang tergenang di sungai
Personal Security Rendah - Fasilitas publik yang membahayakan keselamatan warga
Community Security Sedang - Adanya potensi konflik antar
35
etnis/suku/ras - Adanya potensi konflik antar agama/kepercayaan - Tingginya upaya pelestarian budaya lokal
Political Security Rendah - Transparansi & Akuntabilitas Politik
4.3 Disparitas Kondisi Keamanan Insani Di Kota Denpasar Berdasar Wilayah,
Antaretnis, dan Antaragama.
Sub-bab ini akan membahas mengenai temuan atas pertanyaan penelitian yang
kedua yang menyoal perbedaan kondisi keamanan insani di Kota Denpasar, baik antar-
wilayah, antaretnis, maupun antaragama. Dalam pemaparan temuan tersebut, pembahasan
akan dibagi ke dalam tiga sub-bab utama yaitu: identifikasi kondisi keamanan insani di Kota
Denpasar yang dibedakan atas temuan utama antar wilayah, antaretnis dan antaragama.
Identifikasi kondisi keamanan insani di masing-masing sub-bab tersebut bertujuan untuk
mengetahui disparitas kondisi keamanan insani di Kota Denpasar.
4.3.1. Kondisi Keamanan Insani Antar-Wilayah di Kota Denpasar
Secara umum temuan utama dari hasil survey dan wawancara mendalam kondisi
keamanan insani yang diklasifikasikan ke dalam 5 wilayah kecamatan di Kota Denpasar yaitu
kecamatan Denpasar Barat, Denpasar Timur, Denpasar Utara, Denpasar Selatan dan
Kedungkandang telah berhasil mengidentifikasi 7 dimensi ketidakamanan insani yaitu :
dimensi economic security, food security, health security, environmental security, personal
36
security, community security serta political security. Untuk lebih jelasnya, pemaparan hasil
temuan akan dibagi per-wilayah/kecamatan untuk melihat disparitas ketidakamanan insani
antar wilayah di kota Denpasar.
4.3.1.1 Kecamatan Denpasar Barat
Secara umum, temuan terhadap responden di 11 desa/kelurahan di kecamatan
Denpasar Barat dapat disimpulkan bahwa derajat ketidakamanan tertinggi di Kecamatan
Denpasar Barat terdapat pada dimensi environmental security dan personal security.
Kecamatan Denpasar Barat sendiri terdiri dari Desa Dauh Puri Kangin, Desa Dauh Puri Kauh,
Desa Dauh Puri Klod, Desa Padangsambian Kaja, Desa Padangsambian Klod, Desa
Pemecutan Klod, Desa Tegal Harum, Desa Tegal Kerta, Kelurahan Dauh Puri, Kelurahan
Padang Sambian, dan Kelurahan Pemecutan.
Sementara untuk dimensi health security dan community security derajat
ketidakamanannya berada pada kisaran sedang, serta dimensi economic security, food security
dan political security berada pada kisaran rendah. Pemaparan selanjutnya bertujuan untuk
mengidentifikasi beberapa karakteristik pada masing-masing temuan utama di Kecamatan
Denpasar Barat yang akan dibagi ke dalam 7 dimensi keamanan insani.
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Barat
Identifikasi karakteristik utama dimensi environmental security di Kecamatan
Denpasar Barat berhasil beberapa ciri yaitu: (i) masalah pengelolaan sampah; (ii) polusi udara
akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di Kecamatan Denpasar Barat; (iii) polusi
suara; dan (iv) kecenderungan untuk mengantisipasi sendiri masalah-masalah
37
lingkungan/swadaya masyarakat. Beberapa kutipan berikut menggambarkan ilustrasi
karakteristik environment security di Kecamatan Denpasar Barat.
"Pembuangan sampah diurus sendiri, dengan iuran bulanan dibayarkan ke pengangkut sampah." (Laki-laki, 55 tahun, swasta, Kec. Denpasar Barat) "Karena (hari) minggu libur, jadi sampahnya numpuk dan berbau sampai diambil hari Senin." (Perempuan, 60 tahun, IRT, Kec. Denpasar Barat) "Kan (rumahnya) di pinggir jalan raya, jadi terganggu juga sama asap kendaraan." (Laki-laki, 45, PNS guru, Kec. Denpasar Barat)
Dari kutipan wawancara di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa permasalahan
utama yang dihadapi masyarakat di Kecamatan Denpasar Barat adalah soal pembuangan dan
pengelolaan sampah rumahan dan sampah bekas persembahyangan. Untuk mengantisipasinya
mereka membayar iuran bulanan kepada jasa pengangkut sampah walaupun konsekuensinya
terjadi penumpukan sampah di akhir pekan karena jasa pengangkut sampah hanya beroperasi
di hari kerja.
Dalam penanganan masalah sampah, pemerintah Kota Denpasar memanfaatkan
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah di Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar
Selatan, seluas 40 Ha. Dari data tahun 2002, jumlah timbulan sampah Kota Denpasar adalah
sebanyak 127.750 m³, sebagian besar adalah sampah domestik yang mencapai 71.14 %.
Namun volume sampah yang telah tertangani baru sebanyak 1.904 m³, sehingga banyaknya
sampah yang belum terlayani adalah 125.846 m³ atau 98.5% (www.ciptakarya.pu.go.id)
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Barat
Dimensi kedua yang derajat ketidakamanannya sedang di Kecamatan Denpasar
Barat adalah personal security yang diidentifikasikan ke dalam beberapa karakteristik utama
38
yang meliputi: (i) keselamatan berkendara; dan (ii) keselamatan pejalan kaki. Kutipan berikut
menggambarkan kondisi personal insecurity di Kecamatan Denpasar Barat.
"Kalau pencurian sih Denpasar relative aman." (Laki-laki, 37 tahun, swasta pemilik toko, Kec. Denpasar Barat) "Gak ada preman kalo di sini (di Denpasar)." (Perempuan, 40 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat) "Agak takut sih kalo mau nyebrang, soalnya kendaraannya rame dan kencang-kencang." (Perempuan, 33, penjaga toko, Kec. Denpasar Barat)
Senada dengan masalah polusi udara pada dimensi environmental security di atas
akibat meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di mana hal ini berbanding lurus dengan
keluhan masyarakat Denpasar Barat terhadap keselamatan berkendara maupun keselamatan
pejalan kaki. Lagi-lagi masyarakat di Kecamatan Denpasar Barat lebih memilih untuk
mengupayakan sendiri pembangunan polisi tidur dan rambu-rambu keselamatan berkendara
ketimbang menyerahkannya kepada Pemerintah untuk mengurangi jumlah kecelakaan
bermotor di sekitar wilayah mereka.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Barat
Temuan mengenai kondisi health security di Kecamatan Denpasar Barat termasuk
yang memiliki derajat ketidakamanan sedang. Permasalahan utama masyarakat Kecamatan
Denpasar Barat khususnya pada dimensi health security meliputi: (i) ketidaktahuan akan
standar kesehatan minimal, antara lain: sanitasi, drainase dan higienitas, dan (ii) kurangnya
sistem drainase yang baik untuk mengantisipasi banjir. Temuan-temuan utama tersebut
tercermin dari beberapa komentar berikut.
39
"Nggak terlalu ngerti sih (standar kesehatan minimal), yang penting masih bisa makan bersih, dan mandi air bersih." (Laki-laki, 29, sales kartu GSM, Kec. Denpasar Barat) "Kalau sampah numpuk, selokan mampet ya setiap musim hujan harus siap-siap sama banjir." (Perempuan, 35, pekerja toko, Kecamatan Denpasar Barat)
Identifikasi permasalahan pada dimensi environmental security sangat erat
kaitannya dengan health security dimana ketidakpahaman warga akan standar kesehatan
minimal dan buruknya sistem pengelolaan sampah kemudian berimplikasi pada kurangnya
kepedulian akan pemeliharaan sistem drainase sehingga bisa dipastikan setiap musim hujan
wilayah Denpasar Barat sangat rentan terkena banjir. Meskipun demikian, pemerintah juga
mengupayakan seperti pembangunan box culvert normalisasi alur Pangkung Muding di Jalan
Gunung Soputan, Desa Padangsambian Klod.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Barat
Temuan menarik berhasil diidentifikasi pada dimensi community security di
Kecamatan Denpasar Barat. Perkiraan awal peneliti, dengan heterogenitas masyarakat
Kecamatan Denpasar Barat yang cukup tinggi maka community insecurity pada wilayah ini
diperkirakan akan berada pada kisaran tinggi. Namun ternyata, community insecurity di
Denpasar Barat berada pada kisaran rendah. Karakteristik utama temuan adalah: terdapat
penurunan diskriminasi etnis tertentu pasca Bom Bali.
"Dulu setelah (peristiwa) Bom Bali, kesenjangan antar etnis lumayan parah, tapi setelah beberapa tahun ya biasa lagi. (Laki-laki, 51 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat) "Asalkan bisa membawa diri aja meskipun pendatang gak masalah sih." (Perempuan, 40 tahun, pedagang, Kec. Denpasar Barat)
40
"Pengurusan KTP Bali yang yang masih sulit meski sudah agak lama di sini." (Laki-laki, 43 swasta, Kec. Denpasar Barat)
Walaupun dikriminasi terhadap etnis tertentu mengalami penurunan sejak beberapa
tahun belakangan, namun prasangka-prasangka terhadap etnis tertentu masih sangat lazim
terjadi. Di beberapa kasus, responden yang merupakan pendatang dan etnis tertentu mengaku
kesulitan untuk diterima oleh warga pribumi.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Barat
Dimensi ekonomi merupakan 1 dari 3 dimensi yang tingkat ketidakamanannya
relatif rendah di Kecamatan Denpasar Barat. Hanya sebagian kecil responden yang
penghasilannya di bawah UMR Kota Denpasar. Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali
tertanggal 12 Nopember 2012, Upah Minimum Kota Denpasar untuk tahun 2013 adalah Rp
1.358.000,00. Berikut kutipan wawancaranya :
"Kalau dagang itu nggak nentu (penghasilannya) tapi dicukup-cukupin ya cukup buat sebulan." (Perempuan, 39, penjual makanan, Kec. Denpasar Barat) "Saya sih, kalau ada pameran bursa kerja biasanya ikut ngeliat. Kayak yang di GOR Lila Bhuana itu." (Perempuan, 24 tahun, lulusan S1, Kec. Denpasar Barat)
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Barat
Kondisi food security di beberapa wilayah umumnya berkaitan erat dengan kondisi
economic security nya. Namun untuk wilayah Denpasar Barat tidak ada keluhan yang berarti
soal harga maupun akses bahan pangan karena sebagian besar warga Kecamatan Denpasar
Barat merasa tercukupi kebutuhan pangannya.
41
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Barat
Tingginya partisipasi politik warga Kecamatan Denpasar Barat baik di level
nasional seperti Pemilu maupun lokal seperti pemilu calon legislatif menempatkan Denpasar
Barat sebagai wilayah yang relatif aman dari political insecurity. Walaupun rata-rata reponden
mengaku bahwa pihak yang paling berperan aktif dalam melindungi HAM dan kebebasan
warga negara adalah masyarakat itu sendiri namun mereka tetap merasa optimis dengan masa
depan demokratisasi di Kota Denpasar.
"Pemilu presiden, pemilukada, pemilihan caleg saya selalu ikut, kalau tidak dipakai nanti hak saya disalahgunakan." (Laki-laki, 32 tahun, pemilik rumah makan, Kec. Denpasar Barat).
4.3.1.2. Kecamatan Denpasar Timur
Kecamatan Denpasar Timur terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu Desa Dangin Puri
Klod, Desa Penatih Dangin Puri, Desa Sumerta Kaja, Desa Sumerta Kauh, Desa Kesiman
Kertalangu, Desa Sumerta Klod, Desa Kesiman Petilan, Kelurahan Dangin Puri, Kelurahan
Kesiman, Kelurahan Penatih, dan Kelurahan Sumerta. Secara garis besar temuan pada
Kecamatan Denpasar Timur menggambarkan sebaran ketidakamanan insani yang
distribusinya tidak merata. Dimensi keamanan insani yang derajat keamanannya sedang
adalah environmental security, personal security dan community security. Sedangkan untuk
dimensi economic security, food security, health security serta politic security menempati
kisaran ketidakamanan pada level rendah.
42
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Timur
Temuan akan environmental insecurity hampir merata di seluruh Kecamatan di
Kota Denpasar. Di kecamatan Denpasar Timur sendiri mayoritas responden mengeluhkan
beberapa masalah terkait kerusakan lingkungan yaitu (i) masalah pengelolaan sampah; (ii)
polusi udara; (iii) polusi air; (iv) masalah kerusakan lingkungan ditanggulangi sendiri secara
swadaya oleh masyarakat; dan (v) rata-rata responden mengaku pernah mendapat pelatihan
penanganan bencana alam baik dari pemerintah maupun swasta.
"Warga di sini gotong-royong bikin tempat penampungan sampah, kalau nunggu Pemerintah keburu menumpuk." (Laki-laki, 44 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur). "Ada pelatihan SARS dari Pemerintah kami dikumpulkan di balai banjar." (Laki-laki, 59 tahun, guru, Kec. Denpasar Timur) "Airnya berwarna coklat karena pake air sumur, kalau pakai (air) PAM kadang alirannya kecil." (Laki-laki, 28, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur). "Tetangga saya punya kolam ikan yang tidak sehat dan airnya berwarna hijau, baunya sampai ke rumah." (Laki-laki, 41, guru, Kec. Denpasar Timur). "Dulu nggak ada polusi udara, tapi semenjak kendaraan makin rame jadi banyak asap." (Perempuan, 51, karyawan BUMN, Kec. Denpasar Timur)
Permasalahan lingkungan yang umumnya dihadapi oleh warga Denpasar Timur
selain pengelolaan sampah adalah polusi air dan polusi udara. Untuk masalah pengelolaan
sampah rata-rata responden memilih untuk mengaktifkan kerja bakti di lingkungan sekitar.
Namun untuk polusi air dan udara, rata-rata responden tidak mampu berbuat apa-apa dan
berharap Pemerintah yang mengatasinya.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Timur
43
Hal utama yang menjadi temuan utama dalam pemetaan kondisi personal security di
Kecamatan Denpasar Timur adalah tentang keselamatan berkendara. Berikut kutipan
wawancaranya.
"Ya kalau saya kan tinggalnya di perumahan, jadi aman-aman aja." (Perempuan, 28 tahun, staf perusahaan, Kec. Denpasar Timur) "Daerah sini soal preman gak ada, apalagi di sekitar banjar adat. Kalau kendaraan sih memang rame sekali." (Laki-laki, 49, pedagang, Kec. Denpasar Timur)
Hal yang perlu dicermati dari kondisi personal security di kecamatan Denpasar
Timur adalah di satu sisi warga sepakat bahwa selain lingkungan tempat tinggalnya relatif
aman karena ada keamanan warga. Selain itu, tindakan premanisme juga sangat rendah terjadi,
khususnya bagi responden yang pemukimannya di daerah desa adat.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Timur
Hasil wawancara responden pada dimensi community security di kecamatan
Denpasar Timur juga menunjukkan kecenderungan community insecurity yang berada pada
kisaran cukup tinggi. Masalah utamanya terletak pada (i) prasangka antar etnis dan yang
berlaku timbal balik, dan (ii) masih adanya sentimen terhadap pendatang. Berikut pendapat
beberapa responden yang mencerminkan adanya prasangka antar etnis serta antar penduduk
pribumi dan pendatang di Kecamatan Denpasar Timur.
"Mereka (pendatang) sendiri yang kadang menutup diri. Bergaulnya Cuma sama sesame pendatang aja. (Perempuan, 29 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Timur)
"Semuanya diurus sendiri, ya kadang-kadang kami ditanya soal KIPEM.." (Laki-laki, 31, pekerja toko, Kec. Denpasar Timur)
44
Selain populasi yang sangat heterogen karena terdiri atas beberapa etnis, prasangka-
prasangka lama antar etnis juga turut memperkeruh jurang pemisah antar etnis yang pada
akhirnya berimplikasi pada community insecurity di Kecamatan Denpasar Timur.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Timur
Kesimpulan peneliti atas temuan dimensi economic security di Kecamatan Denpasar
Timur adalah: dimensi ini termasuk ketidakamanan dalam level rendah. Mayoritas responden
di Kecamatan Denpasar Timur memiliki penghasilan di atas UMR yang ditetapkan Pemerintah
Kota Denpasar. Hanya sebagian kecil responden yang memiliki penghasilan di bawah UMR
dengan resiko kehilangan pekerjaan yang relatif rendah sehingga dimensi economic insecurity
di Kecamatan Denpasar Timur bisa disimpulkan relatif rendah.
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Timur
Dimensi food security termasuk salah satu dimensi yang termasuk dalam kategori
ketidakamanan level rendah. Salah satu penyebabnya adalah mayoritas responden pada
dimensi sebelumnya yaitu economic security rata-rata tingkat penghasilannya di atas UMR
yang ditetapkan sehingga secara ekonomi mereka relatif tidak memiliki kesulitan yang berarti
ketika mengakses kebutuhan pangan.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Timur
Hal yang bisa disimpulkan dari temuan dimensi health security di Kecamatan
Denpasar Timur adalah kondisi health insecurity yang berada pada level rendah. Hal ini bisa
dilihat pada jawaban rata-rata responden yang merasa telah memenuhi standar minimal hidup
45
sehat yaitu: sanitasi, drainase dan higienitas. Satu-satunya temuan yang mengemuka adalah
kesulitan responden untuk mengakses rumah sakit akibat jarak yang terlalu jauh namun hal ini
bisa ditanggulangi dengan keberadaan Puskesmas di sekitar pemukiman responden.
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Timur
"Kalau pemilihan kepala desa semuanya ikut, jarang ada yang gak mau ikut. Tapi kalo pemilihan legislative masih ada aja yang gak ikut." (Laki-laki, 53, pengusaha rumah makan, Kecamatan Denpasar Timur) "Kalau saya ya tetep nyoblos." (Perempuan, 34, guru, Kecamatan Denpasar Timur).
Kutipan wawancara di atas menggambarkan tingkat partisipasi warga Kecamatan
Denpasar Timur ketika pemilihan umum, baik pemilihan Klian Adat, maupun pemilihan
kepala daerah. Temuan yang didapat dari wawancara terhadap warga untuk dimensi political
security adalah (i) tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu umumnya cukup tinggi; (ii)
warga berpendapat pihak yang paling berperan aktif dalam melindungi HAM dan kekebasan
adalah masyarakat itu sendiri; (iii) Warga merasa optimis melihat masa depan demokratisasi di
Kota Denpasar. Pendapat tersebut muncul akibat beberapa warga merasa Pemilu adalah bagian
dari pembangunan masyarakat Bali, sehingga tidak bisa dipisahkan dari keterpanggilan adat
untuk berpartisipasi di dalamnya.
4.3.1.3. Kecamatan Denpasar Utara
Kecamatan Denpasar Utara terdiri dari 11 desa/kelurahan, yaitu: Desa Dangin Puri
Kaja, Desa Dangin Puri Kangin, Desa Dangin Puri Kauh, Desa Dauh Puri Kaja, Desa
Peguyangan Kaja, Desa Peguyangan Kangin, Desa Pemecutan Kaja, Desa Ubung Kaja,
Kelurahan Peguyangan, Kelurahan Tonja, dan Kelurahan Ubung. Berbeda dengan Kecamatan
46
Denpasar Timur, hasil penelitian di Kecamatan Denpasar Utara menunjukkan distribusi
ketidakamanan insani yang cukup merata pada ketujuh dimensi keamanan insani. Dimensi
yang dikategorikan dalam ketidakamanan insani dengan level tinggi adalah personal security.
level sedang di antaranya economic security dan environmental security. Sementara dimensi
food, health, community dan political security termasuk dalam level rendah.
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Utara
Di antara empat kecamatan di Kota Denpasar, Kecamatan Denpasar Utara
merupakan salah satu kecamatan dengan tingkat heterogenitas penduduk yang paling tinggi.
Hal ini dikarenakan terdapat terminal bis Ubung untuk perhubungan antar-kota dan antar-
propinsi yang berbasis di kecamatan Denpasar Utara. Hal ini berdampak selain pada
heterogenitas penduduk kecamatan Denpasar Utara juga padatnya populasi penduduk
kecamatan Denpasar Utara yang rata-rata didominasi oleh kaum pendatang, namun justru
jarang terjadi gesekan-gesekan antar penduduk baik antar penduduk pribumi dan pendatang
serta gesekan antar etnis. Ciri-ciri utama community security di Denpasar Utara adalah
rendahnya diskriminasi dalam pergaulan social karena heterogenitas etnis yang tinggi.
"Kalau di wilayah sini banyak yang pendatang juga. Tapi ya biasa aja kok." (Laki-laki, 40 tahun, wiraswasta, Kecamatan Denpasar Utara) "Soal ibadah agama sih sejauh ini gak ada masalah." (Laki-laki, 61 tahun, pemilik kedai, Kecamatan Denpasar Utara) "Sudah terbiasa dengan banyak pendatang kok." (Perempuan, 41 tahun, IRT, Kecamatan Denpasar Utara)
Ilustrasi di atas menggambarkan cukup rendahnya diskriminasi etnis yang kerap
diterima oleh warga pendatang di Kecamatan Denpasar Utara. Mayoritas responden menjawab
47
bahwa mereka merasa cukup aman dari kemungkinan terjadinya konflik di lingkungan
sekitarnya.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Utara
Seperti telah disinggung di atas, adanya terminal bis antar kota dan antar propinsi
yang berbasis di Kecamatan Denpasar Utara berimplikasi pula pada heterogenitas penduduk
yang sebagian besar di antaranya adalah kaum pendatang di mana hal ini turut menimbulkan
ekses negatif yaitu tingginya tingkat kriminalitas. Responden di sekitar terminal bis Ubung
menyebut mereka rata-rata mengaku pernah hampir menjadi korban pencurian barang. Namun
tindakan pencegahannya diserahkan kepada masing-masing individu untuk lebih
memerhatikan keselamatan barang miliknya.
Kondisi Ennvironmental Security di Kecamatan Denpasar Utara
Karakteristik utama temuan kondisi environmental security di Kecamatan Denpasar
Utara dapat dilihat melalui tiga aspek utama ini yaitu: (i) Sebagian penduduk Kecamatan
Denpasar Utara merasa bahwa daerah tempat tinggal mereka mengalami kerusakan
lingkungan; (ii) permasalahan lingkungan yang paling umum dihadapi oleh warga di Denpasar
Utara adalah: polusi udara; (iii) Inisiatif untuk mengatasi kerusakan lingkungan sebagian besar
datang dari masyarakat sendiri dengan mengandalkan perangkat desa/keluraharan dan adat..
"Kebanyakan orang yang kerja itu (pendatang) bawa motor. Jadi lalu lintas pada jam-jam tertentu juga rame." (Laki-laki, 24 tahun, mahasiswa, Kecamatan Denpasar Utara). "Hampir tiap bulan ada kerja gotong-royong." (Perempuan, 34 tahun, wiraswasta, Kecamatan Denpasar Utara) "Ya namanya pendatang ya sifatnya macam-macam. Ada yang baik, juga ada yang suka mengganggu." (Laki-laki, 42 tahun, guru, Kec. Denpasar Utara.
48
Seperti yang telah diungkapkan di atas, padatnya populasi penduduk yang mayoritas
didominasi oleh kaum pendatang telah menimbulkan implikasi beragam di kecamatan
Denpasar Utara. Selain kontur masyarakat yang lebih heterogen, cukup tingginya angka
kriminalitas, di sisi lain juga muncul keluhan masyarakat akan padatnya jumlah kendaraan
bermotor dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir sehingga kadar pencemaran udara di
wilayah Denpasar Utara merupakan pencemaran udara dengan kategori tinggi di Kota
Denpasar.
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Utara
Kondisi economic insecurity di Denpasar Utara sendiri berada pada kisaran sedang.
Mayoritas responden adalah pekerja serabutan dan pedagang kecil di terminal Ubung,
sehingga untuk kebutuhan finansial, kami mengasumsikan sebagian dari mereka masih belum
sejahtera. Beberapa responden lain yang kami wawancarai mengeluhkan pendapatan mereke
yang rata-rata berada di bawah kisaran UMR Kota Denpasar, dengan resiko kehilangan
pekerjaan yang cukup tinggi.
"Namanya pedagang, penghasilan ada setiap bulan tapi jumlahnya nggak pasti." (Perempuan, 23, pedagang, Kecamatan Denpasar Utara)
Di antara sebagian kecil responden ini, mayoritas dari mereka pernah mendengar
tentang program Jaring Pengaman Sosial dan sejenisnya namun belum ada yang secara
maksimal memanfaatkannya.
"Tau sih, tapi belum pernah mengurus buat itu." (Laki-laki, 29, swasta, Kecamatan Denpasar Utara)
49
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Utara
Walaupun hanya sebagian kecil responden saja yang pendapatannya di bawah UMR
namun untuk keseluruhan responden mereka merasa tercukupi kebutuhan sandang, pangan
dan papannya. Rata-rata responden menggunakan setengah dari penghasilannya untuk
mencukupi kebutuhan pangannya yang didapat dengan cara membeli serta tidak ada keluhan
tentang kesulitan mendapatkan bahan makanan karena ketersediaan pasar tradisional,
swalayan relatif banyak tersedia di Denpasar Utara.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Utara
Masalah yang umum ditemui pada minoritas responden mengenai dimensi health
security adalah kesulitan untuk mengakses pelayanan kesehatan secara ekonomi. Beberapa
responden merasa biaya pengobatan yang dibebankan kepada pasien relatif mahal. Sementara
itu kepemilikan kartu miskin untuk menjamin keringanan biaya pengobatan belum
dimaksimalkan pemanfaatannya. Hal ini dikarenakan responden yang sebagian besar
pendatang merasa kesulitan secara administratif untuk mengakses kartu miskin.
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Utara
Temuan untuk kondisi political security di Kecamatan Denpasar Utara ternyata
agak berbeda dengan temuan di kecamatan-kecamatan lainnya di Kota Denpasar. Sebagian
besar responden merasa partisipasi mereka dalam Pemilu baik yang tingkat nasional maupun
lokal sudah kurang maksimal, hal ini dikarenakan sebagian besar responden bukan penduduk
yang memiliki KTP Denpasar sehingga mereka tidak bisa menggunakan hak politiknya untuk
50
Pemilu di Denpasar selain karena mereka merasa Pemilu di Denpasar secara eksklusif
merupakan domain penduduk asli.
4.3.1.4. Kecamatan Denpasar Selatan
Kecamatan Denpasar Selatan terdiri dari 10 desa/kelurahan, yaitu Desa Pemogan,
Desa Sanur Kaja, Desa Sanur Kauh, Desa Sidakarya, Kelurahan Panjer, Kelurahan Pedungan,
Kelurahan Renon, Kelurahan Sanur, Kelurahan Serangan, dan Kelurahan Sesetan.
Temuan menarik didapatkan dari hasil penelitian dan wawancara responden
terhadap tujuh dimensi keamanan insani di 11 kelurahan di Kecamatan Denpasar Selatan.
Menarik karena sebaran dimenesi ketidakamanan insani di Kecamatan Denpasar Selatan
semua berada pada kisaran sedang yang meliputi: personal security dan health security serta
kisaran rendah yang meliputi: economic security, food security, environmental security,
community security dan political security.
Kondisi Personal Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Beberapa permasalahan utama yang berhasil diidentifikasi dari dimensi personal
security di Kecamatan Denpasar Selatan adalah: banyaknya kendaraan dengan kecepatan
tinggi di dekat pemukiman penduduk sehingga berimplikasi pada keselamatan pejalan kali
secara umum dan anak-anak kecil.
"Kalau anak kecil bersepeda di jalan raya, memang mengkhawatirkan. Kendaraan rame sekali." (Perempuan, 41 tahun, pedagang pasar adat, Kecamatan Denpasar Selatan) "Banyak warga yang minta (pengendara) mematikan dan menuntun motornya kalau lewat gang." (Laki-laki, 64 tahun, pensiunan TNI, Kec. Denpasar Selatan)
51
"Paling ya warga gotong royong sendiri bikin polisi tidur, biar nggak ada yang ngebut." (Laki-laki, 23, office boy supermarket, Kec. Denpasar Selatan)
Beberapa pendapat responden diatas menggambarkan dengan jelas betapa untuk
beberapa kasus yang dianggap mengganggu kenyamanan warga, warga memilih untuk terjun
langsung baik dengan masyarakat maupun perorangan untuk mengantisipasi terjadinya
kecelakaan di daerah pemukiman padat penduduk, di antaranya dengan membangun polisi
tidur dan menghimbau pengendara motor agar menuntun dan mematikan motornya ketika
melewati gang. Usaha ini sering dikoordinasikan dengan adat setempat.
Kondisi Health Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Temuan utama pada dimensi health security di Kecamatan Denpasar Selatan
mengerucut pada salah satu standar minimal kesehatan yaitu sanitasi. Sebagian responden
yang tinggal di perkampungan masih menggunakan sungai sebagai pemenuhan sarana MCK
(mandi, cuci, kakus).
Kondisi Economic Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Pemetaan dimensi economic security di Kecamatan Denpasar Selatan sendiri berada
pada level rendah. Walaupun begitu tidak menutup kemungkinan sebagian kecil responden
mengalami masalah (i) penghasilan di bawah standar UMR yang ditetapkan; (ii) resiko
kehilangan pekerjaan tinggi; (iii) beberapa responden yang berprofesi sebagai pedagang
menganggap menjamurkanya minimarket waralaba sebagai salah satu ancaman terhadap
kelangsungan profesinya; (iv) tidak memiliki jaminan kehilangan pekerjaan; dan (v) simpanan
keuangan masih bersifat konvensional.
52
"Pendapatan sih tidak menentu, tergantung pembelinya lagi rame apa nggak." (Perempuan, 34 tahun, pedagang pasar adat, Kec. Denpasar Selatan) "Sekarang orang-orang lebih suka belanja di mini market itu. Tapi ya masih banyak kok yang belanja ke pasar tradisional." (Perempuan, 45 tahun, pedagang pasar adat, Kec. Denpasar Selatan) "Ya kerja di minimarket penghasilan kecil, juga gak tentu nasib, Pak." (Laki-laki, 24 tahun, kasir minimarket, Kec. Denpasar Selatan) "Kalau saya sih PNS, gak terlalu ada masalah." (Laki-laki, 39 tahun, PNS guru, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Food Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Temuan terhadap kondisi food security di Kecamatan Denpasar Barat relatif sedikit,
warga rata-rata mengaku tidak mengalami kesulitan untuk memenuhi standar gizinya dengan
kisaran makan dua hingga tiga kali sehari. Satu-satunya hal yang mendapat perhatian serius
dari warga adalah kecenderungan meningkatnya harga bahan makanan pokok khususnya yang
termasuk dalam kategori sembako (sembilan bahan pokok).
Kondisi Environmental Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Masalah pencemaran udara dan suara serta tata kelola sampah menjadi
permasalahan yang kerapkali dihadapi oleh sebagian kecil warga Kecamatan Denpasar
Selatan.
"Kadang-kadang dari situ (sungai) keluar bau yang nggak enak." (Perempuan, 25 tahun, karyawan toko, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Community Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Kecamatan Denpasar Selatan sendiri merupakan salah satu kecamatan dengan
kesenjangan etnis cukup rendah, walaupun hasil penelitian menunjukkan kondisi community
53
insecurity berada pada level rendah. Pokok permasalahan bermuara pada gesekan-gesekan dan
kesalahpahaman antar-warga. Namun keterbukaan cara berpikir masyarakat juga telah
mengurangi kesalahpahaman social tersebut yang galibnya bisa berujung tindak kekerasan
massal.
"Ya kalau pendatangnya bisa menempatkan diri di sini, mereka juga menghargaii adat di sini, saya kira gak akan ada masalah." (Laki-laki, 46 tahun, polisi, Kec. Denpasar Selatan) "Kita sama-sama menjaga toleransi saja. Gak perlu bersikap kaku kepada sesama warga." (Laki-laki, 40 tahun, wiraswasta, Kec. Denpasar Selatan)
Kondisi Political Security di Kecamatan Denpasar Selatan
Senada dengan beberapa kecamatan lainnya di Kota Denpasar, dimensi political
security termasuk yang derajat ketidakamanannya berada pada level rendah. Partisipasi
masyarakat dalam Pemilu cukup tinggi hal ini dibarengi dengan tingkat optimisme masyarakat
Kecamatan Denpasar Selatan yang relatif tinggi terhadap masa depan demokratisasi di Kota
Denpasar. Namun tak bisa dipungkiri juga peran adat dan budaya local yang memberi nilai-
nilai kebersamaan termasuk dalam memilih pemimpin secara politis.
4.3.1. Disparitas Kondisi Keamanan Insani Antaretnis di Kota Denpasar
Sub-bab ini secara singkat membahas tentang disparitas keamanan insani antar-
ras/etnis di empat kecamatan di Denpasar yang dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga
kategori utama yaitu: etnis pribumi-mayoritas Bali, etnis pendatang-minoritas yaitu Jawa,
Madura, Lombok, dan Arab, serta etnis pendatang-minoritas lain. Sebaran ketiga kelompok
etnis ini terkonsentrasi di beberapa kecamatan di Denpasar di mana etnis Bali hampir merata
di empat kecamatan di Denpasar
54
Sementara itu sebaran dimensi ketidakamanan insani tidak merata jika dilihat
dari pembagian kategori etnis di atas. Kesimpulan awal kami, terdapat beberapa dimensi yang
level ketidakamannanya merata di semua etnis namun terdapat beberapa etnis tertentu yang
mengalami ketidakamanan dimensi tertentu yang pemaparannya adalah sebagai berikut:
hampir semua etnis mengalami ketidakamanan pada dimensi economic security,
environmental security, food security, health security, personal security dan political security.
Sementara untuk satu dimensi berikutnya yaitu community insecurity tidak dialami oleh etnis
asli Bali, namun rata-rata dialami oleh etnis-etnis pendatang-minoritas seperti etnis Jawa,
Madura, Arab, dan beberapa etnis pendatang lainnya.
4.4. Sumber-sumber Ketidakamanan Insani di Kota Denpasar
Dari ketujuh dimensi keamanan insani (ekonomi, pangan, lingkungan, kesehatan,
personal, komunitas, dan politik) di Kota Denpasar, tiga di antaranya, yakni lingkungan,
personal, dan komunitas, memiliki tingkat ketidakamanan yang tinggi. Sementara empat
selebihnya, yakni ekonomi, pangan, kesehatan, dan politik, memiliki tingkat ketidakamanan
yang sedang. Sub-bab di bawah ini akan mendiskusikan sumber-sumber ketidakamanan insani
di kota Denpasar dan penyebabnya.
4.4.1. Banjir dan Pencemaran (Environmental Security)
Konsep keamanan lingkungan lebih merujuk pada persoalan di sektor
ketidakamanan (lingkungan) daripada pada persoalan pergeseran obyek hirauan (referent
object) keamanan insani yang menekankan pada rasa aman di level individu. Hal ini
55
dikarenakan karena pengabaian akan isu ketidakamanan lingkungan oleh negara akan
berpengaruh pada ketidakamanan individu.
Dus, meski fokus keamanan insani adalah individu, proses yang menguatkan
atau melemahkan keamanan insani adalah ekstra-lokal. Karena itulah, solusi pada persoalan
ketidakamanan lingkungan ini tak bisa dilepaskan semata pada masyarakat dan harus
melibatkan pemerintah atau negara dan kebijakan keamanannya. Bahkan di negara maju
ekspektasi keterlibatan aktornya meluas dari sekedar negara ke sistem internasional, sektor
swasta, civil society, dan masyarakat sendiri.
Di kota Denpasar, setidaknya dua ancaman utama terhadap keamanan
lingkungan di kota Denpasar adalah banjir dan pencemaran lingkungan akibat sampah maupun
akibat polusi udara dan air. Negara/pemerintah justru tidak dianggap hadir dalam upaya
penemuan solusi ketidakamanan lingkungan ini. Dari paparan responden terlihat bahwa
mayoritas mereka (90% responden) mempercayai bahwa masyarakat yang justru lebih
berperan dalam menyelesaikan persoalan tersebut secara swa-bantu (self-help) di
lingkungannya dengan koordinasi apparatus adat setempat.
"Warga membersihkan halamannya masing-masing dan tiap bulan biasanya membayar ongkos orang yang mengangkut sampah." (Laki-laki, 48 tahun, swasta, Kec. Denpasar Selatan)
Selain itu juga kebiasaan masyarakat untuk menjadikan sungai sebagai "halaman
belakang" dan tempat pembuangan sampah memunculkan persoalan berantai seperti soal
kesehatan dan polusi air. Sebagian warga Denpasar masih mengandalkan air sumur. Maka
debit dan kualitas air sumur mereka akan tergantung pada debit dan kualitas
56
air sungai. Sungai yang berdebit air rendah serta kotor akan potensial memunculkan persoalan
kesehatan.
4.4.2. Kriminalitas dan Minimnya Fasilitas Umum (Personal Security)
Meski belum sampai dilabeli negara lemah, namun secara umum di Denpasar
rendahnya ketidakamanan personal bisa menjadi peringatan atas lcukup baiknya kapasitas
infrastruktural dan koersif pemerintah daerah. Namun hal ini masih saja dibarengi dengan
masih cukup rendahnya ketersediaan fasilitas umum (fasum) yang menjamin keselamatan
warga di Kota Denpasar. Lemahnya kapasitas infrastruktural dan koersif mengindikasikan
adanya kerentanan internal dan pada akhirnya menggerus karakteristik penting negara yang
kuat, yakni kemampuan negara memonopoli perangkat kekerasan (the instuments of violence).
Kurangnya fasum penjamin keselamatan masyarakat, seperti rambu-rambu, juga
menjadi sumber ketidakamanan personal. Kecelakaan akibat minimnya fasum berupa rambu-
rambu atau trotoar yang memadai bagi pejalan kaki terbukti menjadi persoalan yang harus
segera dicarikan solusinya.
Kurangnya peran negara mengakibatkan masyarakat mengambil alih perannya
secara swadaya lewat mekanisme ronda (patroli) biasanya oleh desa adat di kampungnya
masing-masing. Monopoli kekerasan oleh negara, jika kehilangan kewibawaan dan
kewenangannya dalam hal ini, potensial berpindah ke masyarakat dan akan memperlihatkan
kelemahan institusi negara.
4.4.3. Prasangka Antaretnis-agama dan Kuatnya Budaya Lokal (Community Security)
57
Keamanan komunitas tercakup dalam kategori keamanan masyarakat (societal
security) yang menjadi jembatan antara keamanan di tingkat global dan individual. Jika
keberlanjutan negara berbasis pada penjagaan kedaulatan, maka keberlanjutan bangsa
bergantung pada pemeliharaan identitas. Ancaman identitas nasional bisa muncul dari
lemahnya kohesi yang dibangun dari bahasa, budaya, agama, atau etnisitas. Maka keamanan
masyarakat merupakan salah satu bagian penting dalam keamanan negara.
Identitas nasional—biasa disebut juga identitas kolektif—dilahirkan dari
akumulasi identitas individu yang beragam dalam suatu negara. Ia muncul dari konsepsi diri
akan kolektivitas (self-conception of collectivities) dan terbentuk dari invididu-individu yang
mengidentifikasi sebagai bagian dari kolektivitas tersebut (Roe, 2007: 166).
Ketidakamanan komunitas di Kota Denpasar terlihat dari tingginya tingkat potensi
konflik sosial, namun demikian hal ini diimbangi dengan kuatnya tatanan dan nilai budaya
adat sehingga dikatakan ketahanan budaya lokal sangat tinggi.
Konflik terbuka memang tidak terjadi di masyarakat, namun prevalensi benih-benih
ke arah itu itu bisa dilihat dari masih terpeliharanya prasangka buruk (prejudices) antaretnis,
antarumat beragama, atau antargolongan, bahkan antar-kepentingan. Konflik sosial terbuka
potensial muncul nyata (manifest) dalam bentuk tindakan atau sikap intoleransi atau yang
paling minimal secara laten lewat prasangka buruk dalam bentuk stereotyping.
Kehidupan antaretnis, antarumat beragama, serta antargolongan masyarakat Kota
Denpasar sejauh ini bisa dikatakan cukup rukun serta saling bekerja sama dalam membangun
kotanya. Komposisi penduduk yang berasal terutama dari etnis Bali, Jawa, Lombok, dan
Madura, sebagian kecil Cina, Arab serta beberapa etnis pendatang lain membangun pola
hubungan yang akur. Namun, tingkat potensi konflik sosial akibat keberagaman di Kota
58
Denpasar bisa cenderung meninggi akibat terpeliharanya prasangka buruk antaretnis,
antarumat, dan antargolongan. Beberapa responden dari etnis non-Bali, misalnya, menyatakan
secara terbuka pernah mengalami diskriminasi. Diskriminasi muncul juga karena stereotip
yang dilekatkan pada etnis tertentu sehingga mengakibatkan sulit dalam, misalnya, mencari
tempat kos. Namun dalam beberapa tahun belakangan ini hampir tidak terjadi lagi.
Saling berprasangka buruk yang terjadi dalam hubungan antaretnis lahir dari
adanya ketidakpercayaan sosial (social distrust). Pernyataan beberapa responden dalam
memandang etnis lainnya menunjukkan bahwa rasa saling curiga masih hidup dalam
keseharian masyarakat. Etnis A menyalahkan etnis B karena tidak mudah percaya pada
mereka sebaliknya etnis A dituduh oleh etnis B cenderung menutup diri dari pergaulan dengan
warga lain. Namun dalam kenyataannya pembauran antar-etnis di Kecamatan Denpasar Utara
dan Denpasar Barat khususnya, menunjukkan betapa ketidakpercayaan dan ketidakamanan itu
tidak terlalu popular dalam keseharian, khususnya masyarakat di wilayah Denpasar Utara dan
Denpasar Barat.
Potensi konflik juga muncul dari prasangka antargolongan. Responden dari
Kecamatan Denpasar Timur menyatakan bahwa hal ini bisa muncul karena pemberitaan-
pemberitaan media elektronik nasional yang kadang memberikan makna tertentu secara
provokatif pada berita yang ditayangkan. Bahkan nilai-nilai itu dipromosikan lewat media
elektronik cenderung konfrontatif.
"Hal yang paling sensitif di Bali ini pada umumnya adalah adanya kelompok-kelompok agama garis keras yang bertentangan dengan nilai-nilai keterbukaan dan kemajemukan masyarakat Bali. (Laki-laki, 49 tahun, polisi, Kec, Denpasar Barat)
Ketahanan adat Bali yang sangat kuat mengakar dalam masyarakat local menjadi
kekuatan tersendiri dalam budaya. Sumber dari kuatnya daya tahan dan keberlangsungan adat
59
dan budaya lokal ini dipercayai oleh beberapa responden akibat keterkaitannya dengan agama
Hindu yang dipeluk masyarakat Bali. Demikian juga pengaruh jalinan adat dan agama ini
memberi akar yang kuat pada keamanan politik di Kota Denpasar khususnya. Sehingga
memilih pemimpin pun bisa dikerangkai dalam konteks adat dan agama.
Masyarakat juga mengakui peran Pemerintah dalam merawat budaya dan adat Bali,
sehingga tidak Nampak adanya pesimisme tentang keberlangsungan budaya sebagai salah satu
pilar pembangunan ketahanan dan keamanan masyarakat (community security) Kota
Denpasar.
4.4.4. Kerentanan Ekonomi Rakyat, Asupan Gizi Tak Berimbang, dan Kurangnya
Standar Kesehatan Lingkungan (Economic, Food, and Health Security)
Denpasar, sebagai kota di negara berkembang, juga mengonfimasi keterkaitan erat
antara keamanan ekonomi, pangan, dan kesehatan. Dent (2007: 205) menyatakan bahwa
hirauan utama di negara berkembang soal keamanan ekonomi selalu tertaut erat dengan
keamanan pangan. Temuan dari lapangan memperlihatkan bahwa tingkat keamanan insani
yang bertingkat sedang di sektor ekonomi tak hanya merembet ke sektor pangan, namun juga
kesehatan yang biasnya juga terkait dengan keamanan kesehatan.
Rasa aman yang moderat di sektor ekonomi muncul karena sebagian besar
warga Denpasar berpenghasilan di atas UMK yang bisa menjadi standar kecukupan yang
ditentukan untuk hidup layak. Hanya saja, sumber ketidakamanan terbesar muncul dari tidak
adanya kepastian akan sustainibilitas pekerjaan serta peran negara yang kurang dalam
melindungi ketahanan ekonomi masyarakat. Sistem kontrak dalam pekerjaan formal serta
ketidakpastian dalam sektor usaha informal menjadi pemicu tingginya rasa tidak aman secara
60
ekonomi warga Denpasar. Sementara itu peran pemerintah dalam membuat regulasi yang
membantu ketahanan ekonomi masyarakat dirasa minim dengan bermunculannya minimarket
seperti Circle K, Alfamart, dan Indomart milik pemodal besar yang banyak didirikan di
wilayah hunian atau bahkan berdempetan dengan pasar tradisional.
Dari sisi pangan, masyarakat Denpasar juga merasa cukup aman dalam hal
ketersediaan dan aksesibilitas pangan meski ada sebagian kecil (5% responden) yang mengaku
mendapat kesulitan dalam hal ini. Ketidakamanan muncul dari sisi tingkat asupan gizi pangan
dengan diet berimbang dan sehat. Banyaknya responden yang kurang memahami hal tersebut
menunjukkan kurangnya sosialisasi pemerintah akan pentingnya mengatur pola makan yang
sehat dan berimbang.
Meski masyarakat Denpasar secara umum merasa cukup aman di bidang
kesehatan, sumber ancaman ketidakamanan yang cukup tinggi muncul dari dampak berantai
akibat kurang sehatnya lingkungan. Sampah yang tak terkelola dengan baik atau sistem
drainase, sanitasi, dan sirkulasi yang kurang memenuhi standar kesehatan menjadi masalah
yang banyak dikeluhkan responden.
Indikator lainnya, seperti pemahaman akan budaya hidup masyarakat merasa cukup
terpapar infomasi yang cukup dari sosialisi pemerintah dan KKN mahasiswa di lingkungan
mereka. Sementara menyoal aksesibilitas terhadap pelayanan kesehatan, banyak responden
menyatakan cukup mudah dalam mendaptakan akses pelayanan kesehatan baik secara
kedekatan lokasi maupun dalam prosedur aksesnya.
61
4.4.5. Partisipasi Masyarakat dalam Politik Lokal (Political Security)
Dimensi politik sebagai dimensi terakhir dari keamanan insan menunjukkan level
yang tinggi, dengan artian bahwa keamanan politik di Kota Denpasar cukup terjamin. Dengan
menjadikan partisipasi politik, hak-hak politik warga dan praktek demokrasi di wilayah
Denpasar sebagai parameter, temuan di lapangan mengonfirmasi bahwa tingginya partisipasi
politik warga hanya terbatas pada pemilihan Klian Adat, Ketua Banjar, Kepala Kampung saja
yang memang kaitannya erat dengan jalinan adat dan budaya seperti tersebut di atas, namun
juga partisipasi ini cukup bagus terlihat di tingkat Pemilihan Umum (Pemilu), Pemilukada,
dan pemilihan anggota legislatif. Pada dimensi political security ini, nampak kontribusi nilai-
nilai adat dan agama dalam kehidupan berpolitik masyarakat Bali pada umumnya, dan
Denpasar pada khususnya.
Secara umum, tingkat partisipasi politik di keempat kecamatan di Kota
Denpasar menunjukkan bahwa partisipasi dan kepedulian pada isu politik lokal cukup tinggi
meski sebagaian mereka merasa awam dengan urusan politik. Perlu apresiasi upaya tindak
lanjut untuk tetap mempertahankan kesadaran politik masyarakat Denpasar pada isu-isu politik
lokal, yang mungkin dikembangkan pada politik nasional.
62
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
Studi ini menghasilkan temuan bahwa secara umum kondisi keamanan insani
(human security) Kota Denpasar dalam kondisi baik di bidang ekonomi, pangan, dan politik.
Di tiga matra (dimensi) lainnya; lingkungan, personal, kesehatan dan komunitas, mulai
muncul rasa ketidakamanan di masyarakat Denpasar.
Peran negara/pemerintah dinilai kurang oleh masyarakat dalam memberikan
jaminan rasa aman di hampir semua dimensi keamanan insani. Masyarakat justru merasa
bahwa masyarakat secara swakarsa dan swadaya yang lebih banyak berperan dalam
menumbuhkan rasa aman secara ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan, personal, dan
komunitas. Masyarakat kemudian memunculkan upaya swadaya (self-empowerment) dan
swabantu (self-help) dalam memenuhi rasa amannya. Hanya bidang politik yang mereka nilai
negara berperan memberikan rasa aman kepada masyarakat.
Dalam sudut pandang keamanan insani, ketidakhadiran atau kurang
berperannya negara dinggap menjadi pertanda buruk bagi kapasitas insitusional negara.
Negara masih dianggap sebagai pemberi dan penjamin keamanan (provider of security) bagi
warganya. Kurangnya peran negara di bidang ekonomi, pangan, kesehatan, lingkungan,
personal, komunitas, dan politik menunjukkan kurangnya kapasitas infrastruktural dan koersi
negara. Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, merupakan representasi dari negara/pemerintah
pusat yang juga bertanggung jawab pada pemberian rasa aman ke warganya.
Adanya kebijakan otonomi daerah sebagai upaya menerjemahkan kebijakan
desentralisasi, diharapkan akan membuat pemerintah di tingkat lokal lebih berdaya dengan
63
segala modalitas yang miliki. Pemkot Denpasar bisa mengambil langkah-langkah preventif
atau kuratif sebagai bentuk intervensi negara/pemerintah terhadap persoalan ketidakamanan
yang muncul di masyarakat Kota Denpasar
Dari temuan-temuan studi ini, beberapa saran untuk upaya intervensi antara
lain:
1. Pendidikan multikulturalisme. Program ditujukan untuk mengurangi prasangka
antaretnis, antaragama, maupun antargolongan warga Denpasar. Program ini
ditujukan meningkatkan interaksi antaretnis secara egaliter dan bisa berbentuk live
in/residensi, sosialisasi lewat pengajian/forum keagamaan.
2. Pemberdayaan masyarakat. Dengan modal sosial yang bagus, seperti tingkat
kepedulian atas lingkungan dan rasa komunalitas yang tinggi, pemerintah bisa
menyertakan masyarakat dalam program pengamanan lingkungan (dengan polsek
terdekat), koperasi kelontong dalam satu kelurahan untuk memperkuat ketahanan
ekonomi mereka, lebih memaksimalkan Rumah Belajar Masyarakat untuk sosialisasi
tentang politik lokal, kesehatan, diversifikasi pangan atau peningkatan kualitas
lingkungan
3. Mengutamakan pembangunan/perbaikan fasilitas umum (fasum) yang
berkaitan dengan keselamatan. Prioritasnya diarahkan pada rambu-rambu lalu
lintas seperti portal dalam kawasan hunian, lampu penerangan jalan, termasuk ruang
publik yang berkurang drastis akibat banyaknya pembangunan mall/pusat
perbelanjaan dan ruko.
4. Perbaikan sistem kontrak dan alih daya (outsourcing). Dengan adanya beberapa
industri makanan, obat-obatan, dan tekstil, pemerintah perlu bersinergi tiga pihak
64
dengan serikat pekerja dan pihak perusahaan. Isu ini juga merupakan isu nasional
sehingga jika Pemerintah Kota Denpasar bisa memprakarsainya akani berefek positif
ke daerah lainnya.
Di luar upaya-upaya tersebut di atas, yang paling penting dilakukan adalah
penguatan kapasitas pemerintah baik pusat maupun lokal. Sisi lebih dari kebijakan
desentralisasi/otonomi daerah adalah pemerintah lokal lebih berdaya dalam beberapa bidang
yang tak lagi diurusi pemerintah pusat. Karakter persoalan-persoalan keamanan insani yang
ekstra-lokal menuntut kerja sama dan koordinasi yang baik tak hanya pemerintah lokal dan
pemerintah pusat, namun juga menyertakan aktot global dalam pembuatan kebijakan dan
rekayasa social.
65
DAFTAR PUSTAKA
Buku/Monograf
Alkire, Sabine. 2003. A Conceptual Framework for Human Security, Center for Research on
Inequality, Human Security, and Ethnicity (CRISE), CRISE Working Paper 2. Oxford:
University of Oxford
Atanassova-Cornelis, Elena. 2006. Defining and Impelementing Human Security: The Case of
Japan, dalam Sascha, Werthes, dan Debiel, Tobias (Eds.), INEF Report. Essen: Institut
für Entwicklung und Frieden (Institute for Development and Peace)
Bajpai, Kanti. 2000. Human Security: Concepts and Measuremen", Kroc Institute Occasional
Paper, No. 19. Notre Dame: Kroc Institute for International Peace Studies
Berg, Bruce Lawrence. 2004. Qualitative Research Methods for Social Sciences. Boston:
Perason
Collins, Alan, 2007. Contemporary Security Studies. Oxford: Oxford University Press
Kerr, Pauline. 2007. Human Security, dalam Collins, Alan, Contemporary Security Studies.
Oxford: Oxford University Press
Tadjbakhsh, Shahrbanou. 2007. Human Security: Concepts and Implications. Abingdon:
Routledge.
United Nations Development Program (UNDP). 1994. Human Development Report 1994.
New York: Oxford University Press
Werthes, Sascha, dan Debiel, Tobias. 2006. Human Security on Foreign Policy Agendas:
Introduction to Changes, Concepts, and Cases, dalam Sascha, Werthes, dan Debiel,
Tobias (Eds.), INEF Report. Essen: Institut für Entwicklung und Frieden (Institute for
Development and Peace)
Internet Resources
Anonimus. 2010. Data and Maps: HSI Version 2 and A Classic HDI. Tersedia online di:
http://www.humansecurityindex.org/. Diakses 5 Agustus 2013.
Anonimus. 2010. HSI Version 2. Tersedia online di:
http://www.humansecurityindex.org/?page_id=28 Diakses 2 Agustus 2013.