Post on 24-Jan-2017
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
``KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA
BERBASIS BUDAYA JAWA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Syarat-syarat Guna Memperoleh
Derajat Sarjana dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh :
BRESTIARA GANINDYA
E. 0005120
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2011
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS
BUDAYA JAWA
Oleh
Brestiara Ganindya
E.0005120
Disetujui untuk dipertahankan di depan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, 8 Februari 2011
Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si.
NIP. 195602121985031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan hukum (Skripsi)
KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH
UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA
SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA
UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS
BUDAYA JAWA
Oleh
Brestiara Ganindya
NIM. E 0005120
Telah diterima dan disahkan oleh Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 24 Maret 2011
DEWAN PENGUJI
1. Purwono Sungkowo R., S.H. : .................................................................
Ketua
2. Lego Karjoko, S.H.,M.H. :..................................................................
Sekretaris
3. Pius Triwahyudi, S.H.,M.Si. :...................................................................
Anggota
Mengetahui
Dekan,
Moh. Jamin, S.H.,M.Hum. NIP. 196109301986011001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Brestiara Ganindya
NIM : E0005120
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan Apartemen Sebagai Upaya Untuk
Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya Jawa adalah betul-betul karya
sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini
diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian
hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, 8 Februari 2011
Yang membuat pernyataan
Brestiara Ganindya
NIM. E0005120
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
ABSTRAK BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, KAJIAN PENERBITAN IZIN MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS BUDAYA JAWA. Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta. Penulisan Hukum (Skripsi). 2011.
Tujuan penelitian ini berfungsi untuk mengetahui persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta, selain itu juga bertujuan untuk mengetahui harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen..
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat preskriptif dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang diklasifikasikan menjadi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, serta bahan hukum tersier atau penunjang. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data dengan mempelajari data sekunder. Analisis data yang dipergunakan adalah silogisme deduksi dengan metode intepretasi gramatikal. Berdasarkan pembahasan hasil penelitian ini diperoleh simpulan bahwa persyaratan dan prosedur penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen di Kota Surakarta telah sesuai dengan perundang-undangan yang ada akan tetapi jika ditinjau dari segi sosial-budaya dan kaidah tata ruang, penerbitan izin mendirikan bangunan apartemen kurang sesuai. Prosedur dan persyaratan izin mendirikan bangunan terdapat dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Gedung sebagai pelaksanaan dari Undang-Undang bangunan pada tingkat daerah. Untuk bangunan khusus seperti bangunan apartemen ada beberapa persyaratan tambahan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun. Selain itu pendirian bangunan apartemen wajib memperhatikan rencana umum tata ruang kota. Setiap peraturan perundang-undangan yang mengatur suatu hal tidak boleh bertentangan dengan undang-undang lain yang mengatur hal yang sama pula. Dalam hal ini peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang izin mendirikan bangunan apartemen telah harmonis, meskipun demikian terdapat beberapa kekurangan pengaturannya di tingkat daerah sehingga kekuatan hukumnya kurang maksimal. Implikasi teoritis penelitian ini adalah memberikan sumbangan pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum khususnya dalam menelaah setiap peraturan mengenai izin mendirikan bangunan khususnya bangunan apartemen, selain itu diharapkan dengan penulisan ini pemohon IMB yang akan mengajukan permohonan IMB berpedoman pada peraturan yang berlaku.
Kata kunci : izin mendirikan bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
ABSTRACT
BRESTIARA GANINDYA. E 0005120, STUDY PUBLISHING BUILDING PERMITS (IMB) BY UNIT PELAYANAN TERPADU (UPT) SURAKARTA CITY GOVERNMENT FOR THE APARTMENT BUILDING AS EFFORTS TO REALIZE `THE CITY BUILDING JAVA-BASED CULTURE. Faculty of Law University of Surakarta Eleven March. Legal Writing (Thesis). 2011
The purpose of this study to observe the requirements and procedures for apartment building permits in Surakarta, but it also aims to determine the harmonization of legislation on apartment building permits.
This research is a normative law is prescriptive regulatory approach. The type of data used are secondary data that are classified into primary legal materials, legal materials, secondary and tertiary legal materials or auxiliary. Data collection techniques used in this research is literature study of data collection techniques by studying the secondary data. Analysis of the data that was used is deductive syllogism with grammatical interpretation method. Based on the discussion of the research results obtained the conclusion that the requirements and procedures for the issuance of building permits has an apartment in the city of Surakarta in accordance with existing legislation, but if in terms of socio-cultural and spatial rules, issuance of building permits is less suitable apartment. The procedures and requirements for building permits contained in Perda Surakarta Number. 8 Year 1988 on Building Construction for the implementation of the Law building at the local level. For special buildings such as apartment buildings there are some additional requirements in accordance with Law No. 16 of 1985 on the Flats. In addition, the establishment of an apartment building shall take into account the general plan layout of the city. Any legislation that regulates a thing must not conflict with other laws governing the same thing too. In this case the legislation that regulates the apartment building permits have been harmonious, nevertheless there are some shortcomings so that its settings at the local level less than the maximum legal power. Theoretical implications of this research is to contribute ideas for the development of legal science, especially in reviewing each of the rules set forth in a company, other than that expected by the Company in writing to make a regulation should be based on existing regulations.
Keywords: building permits
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
KATA PENGANTAR
Syukur kepada Allah SWT Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
atas pertolongan dan kebaikanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya
Penulisan Hukum (Skripsi) dengan judul “Kajian Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) Oleh Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta Untuk Bangunan
Apartemen Sebagai Upaya Untuk Mewujudkan Penataan Bangunan Kota Berbasis Budaya
Jawa”.
Penulisan Hukum ini membahas mengenai izin mendirikan bangunan
apartemen yang ditelaah berdasarkan aspek hukum, sosial-budaya, dan tata ruang
kota. Dalam penulisan hukum ini juga membahas mengenai harmonisasi peraturan
prundang-undangan yang mengatur izin mendirikan bangunan apartemen.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, membimbing, memotivasi dan mendoakan sehingga penulisan hukum
ini dapat selesai, yaitu kepada :
1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si., selaku Dosen Pembimbing Penulisan
Hukum (Skripsi) yang telah memberikan bantuan, bimbingan, masukan
dan motivasi kepada penulis dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi)
ini.
3. Ibu Dr. Igusti Ayu Ketut R.H., S.H., M.M., selaku ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara yang telah memberikan izin kepada penulis untuk
menyelesaikan penulisan hukum.
4. Segenap Dosen dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta, atas bantuan dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis
selama masa perkuliahan.
5. Bapak Alqaf Hudaya, Ibu Netty Isdiyah antaryani, Bapak Purwito, Ibu
Sularmi, dan Ratna Nurajayanti yang tak pernah lelah memberikan doa,
perhatian, nilai-nilai kehidupan, motivasi dan kasih kepada penulis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
6. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan dalam
penulisan hukum (Skripsi) ini.
Penulis menyadari bahwa Penulisan Hukum ini tidak sempurna, oleh
karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca.
Saya berharap skripsi ini bermanfaat bagi penulis dan orang lain.
Surakarta, 8 Februari 2011
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI .................................................... .... iii
HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv
ABSTRAK ............................................................................................................ v
KATA PENGANTAR.......................................................................................... vii
DAFTAR ISI......................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiii
BAB I PENDAHULUAN
A Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B Rumusan Masalah .......................................................................... 4
C Tujuan Penelitian ............................................................................ 4
D Manfaat Penelitian.......................................................................... 5
E Metode Penelitian ........................................................................... 6
F Sistematika Penulisan Hukum ....................................................... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A Kerangka Teori ............................................................................... 12
1. Tinjauan Tentang Izin Mendirikan Bangunan ...................... 12
a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan ............................ 12
b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan . 12
2. Tinjauan Umum Tentang Perundang-Undangan ................. 16
a. Pengertian Peraturan ......................................................... 16
b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ....... 16
c. Tata Urutan Perundang-undangan .................................... 18
3. Tinjauan Umum Tentang Kaidah Hukum Dan Asas
Hukum ..................................................................................... 20
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
4. Tinjauan Unit Pelayanan Terpadu.......................................... 22
a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu ................................. 22
b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT). 22
c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT) ..... 23
5. Tinjauan Tentang Bangunan Rumah Susun atau
Apartemen ................................................................................ 24
a. Pengertian Bangunan Rumah susun atau Apartemen ...... 24
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun ................................ 24
c. Syarat Pembangunan Rumah Susun ................................. 25
6. Tinjauan Tentang Tata Ruang ................................................ 26
a. Pengertian Tata Ruang ....................................................... 26
b. Tujuan Penataan Ruang ..................................................... 27
c. Pelaksanaan Tata Ruang .................................................... 27
7. Tinjauan Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai
Izin Mendirikan Bangunan .................................................... 32
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ................................. 32
b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002
Tentang Bangunan Gedung ............................................... 33
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
tentang peraturan pelaksanaan Undang-Undang
Bangunan Gedung ............................................................. 34
d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang
Rumah Susun ..................................................................... 35
e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
Tentang Bangunan Gedung ............................................... 36
f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang
Rencana Umum Tata Ruang Kota .................................... 37
8. Tinjauan Tentang Kebudayaan ............................................. 39
a. Pengertian Kebudayaan ..................................................... 39
b. Unsur-Unsur Kebudayaan ................................................. 39
c. Kebudayaan Jawa ............................................................... 40
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
d. Keraton Surakarta .............................................................. 41
e. Arsitektur bangunan jawa……………………………… 42
B Kerangka Pemikiran ....................................................................... 43
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap
Kaidah-Kaidah Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang
di Surakarta ................................................................................... 46
1. IMB ditinjau dari Aturan-Aturan Hukum ................................. 46
2. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Sosial Budaya yang
Berlaku Dalam Masyarakat........................................................ 60
3. IMB ditinjau dari Kaidah-Kaidah Tata Ruang Kota ............... 70
B Harmonisasi Perundang-Undangan Mengenai Izin
Mendirikan Bangunan Apartemen ................................................. 90
BAB IV PENUTUP
A Simpulan ......................................................................................... 101
B Saran ............................................................................................... 102
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar : Kerangka pemikiran ........................................................................... 28
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada awalnya, manusia mendiami atau tinggal di atas permukaan tanah
untuk bercocok tanam dan mendirikan bangunan sebagai tempat tinggal bagi
dirinya sendiri maupun keluarganya. Akan tetapi sejalan dengan membaiknya
tingkat kesehatan pertumbuhan ekonomi negara yang semakin mantap, maka
peningkatan laju pertumbuhan penduduk semakin pesat. Dilain pihak, tanah
atau lahan yang tersedia relatif terbatas atau tetap. Apalagi pembangunan
perumahan secara horisontal menyebabkan semakin sempitnya lahan tanah
yang ada. Tidak jarang perebutan lahan tempat bercocok tanam maupun
bermukim menimbulkan berbagai sengketa, terutama sekali di kota-kota besar.
Maka kemudian orang memikirkan adanya bangunan vertikal dengan sistem
satuan baik untuk hunian seperti rumah susun, apartemen, kondominium, dan
sistem satuan untuk nonhunian seperti mall, bangunan kantor bertingkat yang
bergedung pencakar langit. Diharapkan dengan berdirinya bangunan
bertingkat baik hunian maupun nonhunian.dapat memaksimalkan penggunaan
lahan tanah menjadi lebih efisien.
Apartemen merupakan salah satu bentuk bangunan vertikal. Pengertian
apartemen itu sendiri dalam undang-undang sebenarnya adalah rumah susun,
dimana yang dimaksud rumah susun adalah :
“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian-bersama, benda-bersama dan tanah bersama”
(Ayat 1 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun).
Apartemen atau rumah susun diharapkan mampu mengatasi
permasalahan hunian di Indonesia termasuk di Surakarta. Para pekerja yang
1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
bertempat tinggal di pinggir kota sedangkan pekerjaan mereka berada di pusat
kota dapat memanfaatkan bangunan rumah susun untuk tempat tinggal
sementara sehingga tidak memakan banyak biaya dan waktu mereka.
The effect of distance from the city centre on selling price, tax
assessment and gross income is investigated for income property in proximity
to the city centre (Christian Janssen : 2001)
Akan tetapi dalam pembangunannya, apartemen-apartemen di Surakarta
ternyata menuai banyak kontroversi. Beberapa golongan mengaku tidak setuju
terhadap pembangunan aprtemen tersebut karena ada beberapa hal yang telah
dilanggar mulai dari perizinan, gangguan terhadap lingkungan hidup, sampai
pelanggaran niai-nilai kebudayaan masyarakat kota Surakarta yang berbasis
budaya jawa. Masyarakatpun mengajukan beberapa keberatan hingga usulan
untuk menghentikan proyek pembangunan apartemen yang sedang berjalan.
Pembangunan ketiga apartemen di Kota Surakarta menjadi sebuah
kontroversi tersendiri, pasalnya baru pertama kali ini didirikan dan masyarakat
belum bisa menerima. Perangkat hukum yang ada belum bisa menjadi dasar
hukum yang kuat untuk pembangunan apartemen itu sendiri.
IMB (Izin Mendirikan Bangunan) merupakan otonomi masing-masing
daerah untuk melaksanakannya. IMB dituangkan dalam perda masing-masing
daerah. Di kota Surakarta sendiri, dalam pembagunan sebuah bangunan
berdasar pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan Dan Perda
Nomor 16 Tahun 1991 Tentang Bangunan Bertingkat.. Untuk bangunan yang
mempunyai dampak penting harus memperhatikan rencana umum tata ruang
kota yang dituangkan dalam Perda. Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana
Umum Tata Ruang Kota.
Kewenangan mengeluarkan IMB ini merupakan taggung jawab Walikota
Surakarta melalui UPT (Unit Pelayanan Terpadu) yang terdapat di kantor
balaikota Surakarta. UPT merupakan kepanjangan tangan dari pemerintah kota
surakarta yang berwenang mengurusi segala masalah perizinan, jadi tidak
sekedar IMB, seperti misalnya izin penggunaan, izin lokasi, izin usaha
industri, dll.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
Pemerintah Kota Surakarta yang dirasa sangat mudah memberikan Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan tinggi dan modern di kota
Surakarta mendapat tanggapan dari aktivis Dewan Kesenian Surakarta (DKS)
dan Forum Penegak Keadilan dan Kebenaran (FPKK). Menurut mereka,
pembangunan gedung-gedung tinggi tersebut akan mempertebal rasa
kekalahan orang Jawa. Orang Jawa menggunakan Keraton Kasunan sebagai
panutan sekarang malah sudah tertutup dengan adanya gedung-gedung tinggi
tersebut. Gedung tinggi yang sedang berada dalam proses pembangunan
adalah Solo Paragon, Solo Center Point dan Kusuma Mulia Tower.
Bangunan itu tingginya lebih dari 20 lantai, padahal di Surakarta masih ada
Keraton dan juga Mangkunegaran. Jika dilihat dari estetika dan peraturan yang
ada ini bisa tidak tepat, FPKK meminta walikota mengkaji ulang IMB tiga
apartemen tersebut untuk izin peruntukannya dan ketinggian bangunan
(http://assyita.blogspot.com/2009/09/solo-belum-butuh-paragon.html).
Dalam pendirian bangunan khususnya apartemen tidak terlepas dari
kendala masalah perizinan dan persetujuan dari masyarakat setempat.
Perizinan yang dimaksud adalah izin mendirikan bangunan yang dikeluarkan
oleh Pemerintah Kota Surakarta yang seharusnya bisa menjadi dasar hukum
yang kuat bagi pendirian bangunan apartemen dan memperhatikan nilai-nilai
budaya masyarakat kota surakarta yang sudah dipegang teguh sejak lama.
Berdasarkan wacana di atas, peneliti membuat penulisan hukum dalam
bentuk skripsi dengan judul : “KAJIAN PENERBITAN IZIN
MENDIRIKAN BANGUNAN (IMB) OLEH UNIT PELAYANAN
TERPADU (UPT) PEMERINTAH KOTA SURAKARTA UNTUK
BANGUNAN APARTEMEN SEBAGAI UPAYA UNTUK
MEWUJUDKAN PENATAAN BANGUNAN KOTA BERBASIS
BUDAYA JAWA”.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
B. Rumusan masalah
Dalam suatu penelitian sangat diperlukan adanya perumusan masalah
untuk mengidentifikasikan persoalan yang akan diteliti dan mengarahkan
peneliti sesuai tujuan penelitian. Berdasarkan latar belakang di atas, maka
penulis merumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan
apartemen oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta
sudah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sosial
budaya, dan kaidah tata ruang Kota Surakarta?
2. Apakah sudah ada harmonisasi peraturan perundang-undangan terkait
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk bangunan apartemen
baik di tingkat pusat maupun daerah?
C. Tujuan penelitian
Dalam suatu penelitian harus memiliki tujuan yang jelas dan pasti.
Tujuan penelitian ini adalah untuk memberi arah dalam melangkah sesuai
dengan maksud penelitian.
Adapun tujuan yang ingin dicapai oleh penulis dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
Tujuan Obyektif merupakan tujuan untuk memperoleh data dalam
rangka mengetahui jawaban permasalahan. Sedangkan tujuan dari
penelitian ini sendiri adalah :
a. Untuk mengetahui apakah penerbitan Izin Mendirikan Bangunan
(IMB) oleh unit pelayanan terpadu (UPT) Pemerintah Kota Surakarta
untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sosial-budaya, dan kaidah tata ruang di Kota
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
b. Untuk Untuk mengetahui apakah sudah ada harmonisasi perundang-
undangan tentang penerbitan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk
bangunan apartemen baik di tingkat pusat maupun daerah.
2. Tujuan Subyektif :
Tujuan Subyektif merupakan motif subyektif penyusunan penelitian.
Tujuan dari penelitian ini antara lain sebagai berikut :
a. Untuk memperoleh data-data sebagai bahan penulisan hukum guna
memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar kesarjanaan dalam
bidang Ilmu Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
b. Untuk menambah pengetahuan dan pemahaman penulis dalam bidang
Hukum Administrasi Negara khususnya dalam bidang Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) bangunan apartemen.
c. Untuk meningkatkan pemahaman tentang berbagai teori yang
diperoleh penulis selama kuliah.
D. Manfaat Penelitian
Tiap penelitian harus diyakini kegunaannya bagi pemecahan masalah
yang diselidiki baik untuk diri penulis maupun bagi orang lain. Adapun
manfaat yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis :
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran
bagi pengembangan ilmu hukum, khususnya bagi pengembangan
Hukum Administrasi Negara mengenai penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) bangunan apartemen.
b. Sebagai bahan masukan untuk pengkajian dan penulisan karya ilmiah
dibidang ilmu hukum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
2. Manfaat Praktis :
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu dan memberi masukan
serta tambahan pengetahuan mengenai penerbitan Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) bangunan apartemen;
b. Sebagai bahan masukan informasi pada instansi terkait dan pihak-
pihak yang membutuhkan informasi tentang Izin Mendirikan
Bangunan (IMB) bangunan apartemen yang diharapkan dapat
memberikan sumbangan pemikiran untuk lebih menyempurnakan
dalam proses penerbitan (IMB) bangunan apartemen apabila terjadi
kesalahan yang merugikan lingkungan sekitar dan masyarakat kota
Surakarta yang kental akan budaya jawa;
c. Dapat meberikan masukan bagi Unit Pelayanan Terpadu (UPT) Kota
Surakarta untuk menata dan megambil kebijaksanaan dalam proses
penyelesaian terhadap hambatan hambatan yang timbul dalam
penerbitan (IMB) bangunan apartemen yang tidak bertentangan dengan
budaya jawa atau hukum adat setempat.
E. Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan
analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis, dan
konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu;
sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak
adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu (Soerjono
Soekanto, 2006:42). Metodologi pada hakikatnya memberikan pedoman
tentang cara-cara seseorang ilmuan mempelajari, menganalisis, dan
memahami lingkungan-lingkungan yang dihadapinya.
Adapun metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian hukum normatif atau penelitian
hukum kepustakaan. Disebut penelitian hukum normatif karena penelitian
ini dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-peraturan yang tertulis
atau bahan-bahan hukum yang lain. Sedangkan disebut sebagai penelitian
kepustakaan disebabkan penelitian dalam penelitian ini lebih banyak
dilakukan terhadap data yang bersifat sekunder yang ada di perpustakaan.
2. Sifat Penelitian
Sifat penelitian dalam penulisan hukum ini adalah Preskriptif dimana
memberikan preskripsi mengenai apa yang seharusnya merupakan hal
yang esensial dari penelitian hukum. Hal ini baik untuk keperluan praktek
maupun untuk penulisan akademis, preskripsi yang diberikan menentukan
nilai penelitian tersebut, maka langkah terakhir dari suatu penelitian yaitu
memberikan preskripsi berupa rekomendasi yang didasarkan pada
kesimpulan yang telah diambil. Berpegang pada karakteristik Ilmu Hukum
sebagai ilmu terapan, preskripsi yang diberikan di dalam kegiatan
penelitian hukum harus dapat atau setidaknya mungkin untuk diterapkan.
3. Pendekatan Penelitian
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan, dimana
dengan pendekatan tersebut peneliti akan mendapat informasi dari
berbagai aspek mengenai isu hukum yang sedang dicoba untuk dicari
jawabannya. Pada penelitian ini digunakan pendekatan undang-undang
(statute approach), dengan menelaah dengan semua legislasi dan regulasi
yang bersangkutan dengan isu hukum yang sedang diteliti. Sehingga
dalam metode pendekatan perundang-undangan ini diperlukan pemahaman
mengenai hierarki dan asas-asas dalam peraturan perundang-undangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
4. Jenis Data
Dalam penelitian ini menggunakan data sekunder. Karena penelitian
yang dilakukan penulis termasuk penelitian hukum normatif atau
penelitian hukum kepustakaan, maka data yang dipergunakan adalah data
sekunder. Data sekunder adalah data yang diperoleh secara tidak langsung
dari sumber pertama, antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi,
buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian dan
sebagainya.
5. Sumber Data
Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan data yang
bersumber dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan
hukum tersier.
a. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai
kekuatan mengikat antara lain: Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia baik sebelum perubahan maupun sesudah
perubahan, Undang-Undang Negara Republik Indonesia, Peraturan
Pemerintah, Peraturan Daerah, Peraturan Walikota.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang menjelaskan
bahan hukum primer seperti buku-buku, artikel majalah dan koran,
hasil-hasil penelitian, pendapat pakar hukum maupun makalah-
makalah yang berhubungan dengan topik penulisan ini.
c. Bahan Hukum Tersier, yaitu bahan hukum penunjang yang
memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder seperti kamus hukum, kamus bahasa dan ilmu hukum yang
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
6. Teknik Pengumpulan Data
Karena penelitian ini adalah penelitian normatif, maka dalam
pengumpulan datanya dilakukan dengan studi kepustakaan atau studi
dokumen. Teknik ini merupakan cara pengumpulan data dengan membaca,
mempelajari, mengkaji dan menganalisis serta membuat catatan dari
peraturan perundan-undangan, buku literatur, dokumen dan hal-hal lain
yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
7. Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisis data dengan logika
deduktif. Menurut Jhony Ibrahim yang mengutip pendapatnya Benard
Arief Shiharta, logika deduktif merupakan suatu teknik utuk menarik
kesimpulan dari hal yang bersifat umum menjadi kasus yang bersifat
individual (Jhony Ibrahim, 2006;249). Sedangkan Prof. Peter Mahmud
Marzuki yang mengutip pendapatnya Philiphus M. Hadjon menjelaskan
metode deduksi sebagaimana silogisme yang diajarkan oleh Aristoteles,
penggunaan metode deduksi berpangkal dari pengajuan premis major
(pernyataan bersifat umum). Kemudian diajukan premis minor (bersifat
khusus), dari kedua premis itu kemudian ditarik suatu kesimpulan atau
Conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2007; 47). Jadi yang dimaksud
dengan pengolahan bahan hukum dengan cara deduktif adalah
menjelaskan sesuatu dari hal-hal yang sifatnya umum, selanjutnya menarik
kesimpulan dari hal itu yang sifatnya lebih khusus.
Dalam penelitian ini data yang diperoleh dengan melakukan
inventarisasi sekaligus mengkaji dari penelitian studi kepustakaan, aturan
perundang-undangan beserta dokumen-dokumen yang dapat membantu
menafsirkan norma tersebut dalam mengumpulkan data, kemudian data itu
diolah dan dianalisis untuk menjawab permasalahan yang diteliti. Tahap
terakhir adalah menarik kesimpulan dari data yang telah diolah, sehingga
pada akhirnya dapat diketahui apakah penerbitan Izin Mendirikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
Bangunan (IMB) oleh Unit Pelayanan Terpadu Pemerintah kota Surakarta
untuk bangunan apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, sosial budaya, dan kaidah tata ruang Kota
Surakarta, serta dapat mengetahui apakah sudah ada harmonisasi peraturan
perundang-undangan tentang pendirian bangunan apartemen baik di
tingkat pusat maupun daerah.
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk mendapatkan gambaran secara menyeluruh dari penulisan
hukum yang disusun, maka penulis menyusun suatu sistematika penulisan
hukum sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini diuraikan mengenai pendahuluan dari penelitian
ini yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, dan kerangka penelitian hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Pada Bab II ini, penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu
kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori
berisi: Tinjauan umum tentang Izin Mendirikan Bangunan,
Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-
undangan, Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan
Asas Hukum, Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan
Terpadu (UPT), Tinjauan Umum Tentang Bangunan
Apartemen, Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang, Tinjauan
Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai
Izin Mendirikan Bangunan, Tinjauan Umum Tentang
Kebudayaan. Kerangka pemikiran berisi : kerangka atau
landasan yang penulis gunakan dalam penulisan hukum ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
BAB III : PEMBAHASAN
Dalam bab III ini penulis akan menguraikan tentang
penerbitan Izin Mendirikan Bangunan yang diterbitkan oleh
Unit Pelayanan Terpadu kota Surakarta untuk bangunan
apartemen ditinjau dari peraturan perundang-undangan,m
sosial-budaya, tata ruang Kota Surakarta serta meneliti
harmonisasi peraturan perundang-undangan mengenai izin
mendirikan bangunan apartemen baik di tingkat pusat
maupun daerah.
BAB IV : PENUTUP
Dalam bab IV sebagai penutup penulis akan menyajikan
kesimpulan berdasarkan analisis data sebagai jawaban
permasalahan yang telah dirumuskan serta saran-saran yang
dapat peneliti berikan atas permasalahan yang peneliti teliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Izin Mendirikan Bangunan
a. Pengertian Izin Mendirikan Bangunan.
Hukum perizinan adalah merupakan bagian dari Hukum
Administrasi Negara. Adapun yang dimaksud dengan perizinan adalah:
melakukan perbuatan atau usaha yang sifatnya sepihak yang berada di
bidang Hukum Publik yang berdasarkan wewenang tertentu yang
berupa penetapan dari permohonan seseorang maupun Badan Hukum
terhadap masalah yang dimohonkan.
Izin adalah perbuatan Hukum Administrasi Negara bersegi satu
yang mengaplikasikan peraturan dalam hal konkret berdasarkan
persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan oleh ketetuan
peraturan perundang-undangan (Sjachran basah, 1995 : 3).
Menurut Prajudi Atmosudirdjo (1981), perizinan merupakan
perbuatan hukum yang bersifat administrasi negara yang diberikan
oleh pejabat atau instansi pemerintah yang berwenang dan diberikan
dalam bentuk suatu penetapan (beschikking). Suatu izin atau
persetujuan atas sesuatu yang pada umumnya dilarang. Perizinan ini
merupakan penetapan atau keputusan yang bersifat positif (pengabulan
daripada permohonan seluruhnya atau sebagian) dan tergolong pada
penetapan positif yang memberikan keuntungan kepada suatu instansi,
badan, perusahaan, atau perorangan. Perizinan ini timbul dari strategi
dan teknik yang dipergunakan oleh Pemerintah untuk menguasai atau
mengendalikan berbagai keadaan, yakni dengan melarang tanpa izin
tertulis untuk melakukan kegiatan-kegiatan apapun yang hendak diatur
atau dikendalikan oleh Pemerintah. .
12
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
Secara umum pengertian bangunan adalah sesuatu yang
memakan tempat. Menurut Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8
Tahun 1988 tentang Bangunan pengertian bangunan adalah bangunan-
bangunan yang membentuk ruangan tertutup seluruhnya atau sebagian
beserta bangunan-bangunan lain yang berhubungan dengan bangunan
itu (ayat 6 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun
1988 tentang Bangunan).
Sedangkan pengertian mendirikan bangunan sebagaimana yang
diatur dalam Perda ini adalah : pekerjaan mengadakan bangunan
seluruhnya atau sebagian termasuk pekerjaan menggali menimbun
atau meratakan tanah yang berhubungan dengan pekerjaan
mengadakan bangunan itu. Jadi izin mendirikan bangunan yang
selanjutnya disingkat IMB adalah izin mendirikan/ merubah/
merobohkan bengunan yang dikeluarkan oleh walikotamadya kepala
daerah (ayat 14 Pasal 1 Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8
Tahun 1988 Tentang Bangunan).
Mengenai pengaturan dari izin mendirikan bangunan diatur
oleh Perda setempat dimana bangunan itu akan didirikan. Namun pada
dasarnya tidak terlepas dari ketentuan atau undang-undang yang secara
garis besar/ umum dan menjadi dasar pembentukan peraturan di
Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dimana dalam Pasal 18
Undang-Undang Dasar 1945. Dari bunyi Pasal 18 Undang-Undang
Dasar 1945 dapat disimpulkan bahwa daerah Indonesia di bagi dalam
daerah provinsi. Provinsi dibagi lagi dalam daerah yang lebih kecil,
dan setiap daerah tersebut diberi kebebasan untuk mengurus dan
menyelenggarakan pemerintahan di daerahnya baik berupa Daerah
Otonomi maupun Administratif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
b. Tujuan dan Fungsi Izin dan Izin Mendirikan Bangunan
Secara umum tujuan dan fungsi dari perizinan adalah untuk
pengendalian dari pada aktifitas pemerintah dalam hal-hal tertentu
dimana ketentuannya berisi pedoman-pedoman yag harus dilaksanakan
oleh baik yang berkepentingan ataupun oleh penjabat yang berwenang.
Selain itu tujuan dari perizinan itu dapat dilihat dari dua sisi yaitu:
1). Dari sisi pemerintah tujuan pemberian izin itu adalah :
a). Untuk melaksanakan peraturan apakah ketentuan-ketentuan
yang termuat dalam peraturan tersebut sesuai dengan kenyataan
dalam prakteknya atau tidak dan sekaligus untuk mngatur
ketertiban.
b). Sebagai sumber pendapatan daerah karena dengan adanya
permintaan permohonan izin maka secara langsung pendapatan
pemerintah akan bertambah karena setiap izin yang dikeluarkan
pemohon harus membayar retribusi terlebih dahulu. Semakin
banyak pula pendapatan dibidang retribusi tujuan akhirnya
yaitu untuk membiayai pembangunan.
2). Dari Sisi Masyarakat tujuan pemberian izin itu adalah:
a). Untuk adanya kepastian hukum;
b). Untuk adanya kepastian hak;
c). Untuk memudahkan mendapatkan fasilitas.
Bila bangunan yang didirikan telah mempunyai izin akan lebih
mudah mendapat fasilitas. Ketentuan-ketentuan yang dikeluarkan oleh
pemerintah mempunyai fungsi masing-masing. Begitu pula halnya
dengan ketentuan tentang perizinan mempunyai fungsi yaitu :
1). Sebagai fungsi penertib
Fungsi penertib dimaksudkan agar izin atau setiap izin atau tempat-
tempat usaha, bangunan dan bentuk kegiatan masyarakat lainnya
tidak bertentangan satu sama lain, sehingga ketertiban dalam setiap
segi kehidupan masyarakat dapat terwujud.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
2). Sebagai fungsi pengatur
Fungsi mengatur dimaksudkan agar perizinan yang ada dapat
dilaksanakan sesuai dengan peruntukannya, sehingga terdapat
penyalahgunaan izin yang telah diberikan, dengan kata lain, fungsi
pengaturan ini dapat disebut juga sebagai fungsi yang dimiliki oleh
pemerintah.
Tujuan Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah untuk
melindungi kepentingan baik kepentingan pemerintah maupun
kepentingan masyarakat yang dutujukan atas kepentingan hak atas
tanah. Sedangkan fungsi dari Izin Mendirikan Bangunan ini dapat
dilihat dalam beberapa hal :
1). Segi Teknis Perkotaan
Pemberian Izin Mendirikan Bangunan sangat penting
artinya bagi Pemerintah Daerah guna mengatur, menetapkan dan
merencanakan pembangunan perumahan di wilayahnya sesuai
dengan potensial dan prioritas kota yang dituangkan dalam Master
Plan Kota. Untuk mendapatkan pola pembangunan kota yang
terencana dan terkontrol tersebut, maka untuk pelaksanaan sutau
pembangunan di atas wilayah suatu kota diwajibkan memiliki Izin
Mendirikan Bangunan (IMB).
Dengan adanya pengaturan pembangunan perumahan
melalui izin ini, maka pemerintah didarah dapat merencanakan
pelaksanaan pembangunan berbagai sarana serta unsur kota dengan
berbagai instansi yang berkepentingan. Hal ini penting artinya agar
wajah perkotaan dapat ditata dengan rapi serta menjamin
keterpaduan pelaksanaan pekerjaan pembengunan perkotaan.
Penyesuaian pemberian Izin Mendirikan Bangunan dengan Master
Plan Kota akan memungkinkan adanya koordinasi antara berbagai
departemen teknis dalam melaksanakan pembangunan kota.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
2). Segi Kepastian Hukum
Izin Mendirikan Bangunan penting artinya sebagai
pengawasan dan pengendalian bagi pemerintah dalam hal
pembangunan perumahan. Mendirikan bangunan dapat menjadi
acuan atau titik tolak dalam pengaturan perumahan selanjutnya.
Bagi masyarakat pentingnya Izin Mendirikan Bangunan ini adalah
untuk mendapatkan kepastian hukum terhadap hak bangunan yang
dilakukan sehingga tidak adanya gangguan atau hal-hal yang
merugikan pihak lain dan akan memungkinkan untuk mendapatkan
keamanan dan ketentraman dalam pelaksanaan usaha atau
pekerjaan, selain itu Izin Mendirikan Bangunan tersebut bagi
pemilknya dapat berfungsi sebagai :
a). Bukti milik bangunan yang sah.
b). Kekuatan hukum terhadap tuntutan ganti rugi dalam hal :
(1). Terjadinya hak milik untuk keperluan pembangunan
yang bersifat untuk kepentingan hukum.
(2). Bentuk-bentuk kerugian yang diderita pemilik bangunan
lainya yang berasal dari kebijaksanaan dan kegiatan yang
dilakukan oleh Pemerintah.
2. Tinjauan Umum Tentang Legalitas Peraturan Perundang-undangan.
a. Pengertian Peraturan
Menurut pasal (1) angka 2 Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan
Perundang-undangan adalah peraturan tertulis yang dibentuk oleh
lembaga negara atau pejabat yang berwenang dan mengikat secara
umum.
b. Asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
Dalam membentuk Peraturan Perundang-undangan harus
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang-undangan
yang baik, menurut Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, asas
pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik meliputi:
1). Kejelasan tujuan
Yang dimaksud dengan “kejelasan tujuan” berdasarkan
penjelasan Pasal 5 huruf a Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004
adalah bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan
harus mempunyai tujuan yang jelas yang hendak dicapai.
2). Kelembagaan atau organ pembentuk yang tepat
Berdasarkan penjelasan Pasal 5 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 yang dimaksud dengan asas “kelembagaan atau organ
pembentuk yang tepat” adalah bahwa setiap jenis Peraturan
Perundang-undangan harus dibuat oleh lembaga/pejabat
Pembentuk Peraturan Perundang-undangan yang berwenag.
Peraturan Perundang-undangan tersebut dapat dibatalkan atau batal
demi hukum, apabila dibuat oleh lembaga/pejabat yang tidak
berwenang.
3). Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Yang dimaksud dengan asas “kesesuaian antara jenis dan
materi muatan” adalah bahwa dalam Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan harus benar-benar memperhatikan materi
muatan yang tepat dengan jenis Peraturan Perundang-
undangannya.
4). Dapat dilaksanakan
Yang dimaksud dengan asas “dapat dilaksanakan” adalah
bahwa setiap Pembentukan Peraturan Perundang-undangan harus
memperhitungkan efektifitas Peraturan Perundang-undangan
tersebut di dalam masyarakat, baik secara filosofis, yuridis maupun
sosiologis.
5). Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Yang dimaksud dengan asas “kedayagunaan dan
kehasilgunaan” adalah bahwa setiap Peraturan Perundang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
undangan dibuat karena memang benar-benar dibutuhkan dan
bermanfaat dalam mengatur kehidupan masyarakat, berbangsa, dan
bernegara.
6). Kejelasan rumusan
Yang dimaksud dengan asas “kejelasan rumusan” adalah
bahwa setiap Peraturan Perundang-undangan harus memenuhi
persyaratan teknis penyusunan Peraturan Perundang-undangan,
sistematika, dan pilihan kata atau terminologi, serta bahasa
hukumnya jelas dan mudah dimengerti, sehingga tidak
menimbulkan berbagai macam interprestasi dalam pelaksanaannya.
7). Keterbukaan
Yang dimaksud dengan asas “keterbukaan” adalah bahwa
dalam proses Pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai
dari perencanaan, persiapan, penyusunan, dan pembahasan bersifat
transparan dan terbuka. Dengan demikian seluruh lapisan
masyarakat mempunyai kesempatan yang seluas-luasnya untuk
memberikan masukan dalam proses pembuatan Peraturan
Perundang-Undangan.
c. Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan
Dalam menilik legalitas dari suatu ketentuan atau peraturan
perundang-undangan salah satu teori yang dapat digunakan untuk
menganalisis apakah suatu ketentuan perundang-undangan tersebut
legal atau tidak adalah teori Stufenbau Des Rechts yang dikemukakan
oleh Hans Kelsen. Menurut teori Stufenbau Des Rechts, legalitas suatu
peraturan perundang-undangan tersebut, yang artinya teori ini
menghendaki adanya tingkatan dalam peraturan perundang-undangan.
Hierarki atau tata urutan perundang-undangan merupakan
pedoman dalam pembuatan aturan hukum di bawahnya. Jenis dan
hierarki Peraturan Perundang-undangan berdasarkan ketentuan Pasal 7
ayat (1) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan adalah sebagai berikut :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
1). Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2). Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
yang dimaksud Undang-Undang disini adalah sebagaimana
dijelaskan pada Pasal (1) angka 3 Undang-Undang Nomor 10
Tahun 2004 yakni Peraturan Perundang-Undangan yang dibentuk
oleh Dewan Perwakilan Rakyat dengan persetujuan bersama
Presiden. Sementara Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-
Undang sebagaimana diatur dalam Pasal (1) angka 4 Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 2004 adalah Peraturan Perundang-
undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ikhwal
kegentingan yang memaksa;
3). Peraturan Pemerintah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)
angka 5 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden untuk
menjalankan Undang-Undang sebagaimana mestinya;
4). Peraturan Presiden, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1)
angka 6 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang dibuat Presiden;
5). Peraturan Daerah, sebagaimana dirumuskan dalam Pasal (1) angka
7 Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004, yakni Peraturan
Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah,
meliputi :
a). Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan Perwakilan
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
b). Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan
Perwakilan Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
c). Peraturan Desa Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan
Perwakilan Desa atau nama lainnya bersama Kepala Desa atau
nama lainnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Hal yang menjadi dasar hierarki tersebut adalah adanya asas
yang menyatakan bahwa peraturan yang kedudukannya lebih rendah
dari pada suatu kedudukan peraturan lain, tidak boleh bertentangan
dengan peraturan yang memiliki kedudukan di atasnya, di mana
Perundang-undangan suatu negara adalah merupakan suatu sistem
yang tidak menghendaki, membenarkan atau membiarkan adanya
pertentangan di dalamnya. Jika pertentangan antar peraturan
perundang-undangan itu terjadi, maka peraturan perundang-undangan
yang lebih tinggi akan melumpuhkan peraturan perundang-undangan
yamg lebih rendah kedudukannya. Ini merupakan asas yang dikenal
dengan adagium yang berbunyi Lex Superior Derograt Legi Inferiori.
3. Tinjauan Umum Tentang Kaedah Hukum dan Asas Hukum
Agar suatu peraturan perundang-undangan dapat berlaku efektif,
maka secara substansial harus memperhatikan beberapa asas yaitu :
a. Undang-undang tidak berlaku surut; artinya suatu hanya boleh
diterapkan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang
tersebut serta terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku;
b. Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang lebih tinggi pula (Lex Superior Derograt
Lex Impriori);
c. Undang-undang yang bersifat khusus mengenyampingkan undang-
undang yang bersifat umum (Lex Specialis Derograt Lex General),
apabila pembuatnya sama; artinya terhadap peristiwa-peristiwa khusus
wajib diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa
tersebut, walaupun bagi peristiwa khusus tersebut dapat pula
diberlakukan undang-undang yang menyebutkan peristiwa yang lebih
luas ataupun yang lebih umum, yang juga dapat mencakup peristiwa
khusus tersebut;
d. Undang-undang yang baru baru mengalahkan undang-undang yang
lama (Lex Posteriori Derograt Lex Priori); artinya undang-undang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
yang lebih dahulu berlaku dan mengatur hal mengenai suatu hal
tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang baru yang
berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu tersebut, akan tetapi
makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan undang-
undang yang lama tersebut;
e. Undang-undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah undang-
undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh lembaga yang
membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Konstitusi diberi kewenangan
yang salah satunya adalah menguji undang-undang terhadap Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pasal 10 ayat
(1) huruf a Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah
Konstitusi), sedangkan Mahkamah Agung diberikan wewenang
untukmenguji secara materiil hanya terhadap peraturan perundang-
undangan di bawah undang-undang saja (pasal 31 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung).
Kewenangan tersebut memberikan makna bahwa Mahkamah Agung
dapat menyatakan bahwa suatu peraturan tertentu di bawah undang-
undang tidak mempunyai kekuatan hukum (harus ditinjau kembali)
karena bertentangan dengan peraturan di atasnya;
f. Undang-undang merupakan sarana untuk mencapai kesejahteraan
spiritual dan material bagi masyarakat maupun pribadi melalui
pelestarian maupun pembaharuan (inovasi)
Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya sebagai
suatu huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan tertentu
yaitu :
a. Keterbukaan dalam pembuatannya;
b. Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan
usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat
untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan
masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun.
4. Tinjauan Umum Tentang Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
a. Pengertian Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Dalam Pasal (2) Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13
Tahun 2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota
Pada Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta
Menyebutkan bahwa pengertian UPT adalah unit pelayanan bagi
masyarakat yang memerlukan perijinan dan pelayanan dipimpin oleh
seorang koordinator (Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun
2005 Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta).
b. Tugas dan kewenangan Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Dalam pelaksanaan tugasnya koordinator menerima
pelimpahan sebagian kewenangan pemerintah dari walikota Surakarta.
Menurut Pasal 4 Peraturan walikota di atas pengertian sebagian
pelimpahan kewenangan adalah meliputi bidang penyelenggaraan
pelayanan publik, baik perijinan maupun non perijinan. Sebagian
kewenangan walikota yang dilimpahkan kepada UPT antara lain:
1). Pemberian informasi pelayanan publik;
2). Penerimaan dan validasi berkas permohonan;
3). Penelitian atau pemeriksaan lapangan;
4). Penandatanganan pelayanan atau perijinan;
5). Penerimaan dan penyetoran biaya pelayanan publik;
6). Percetakan dokumen pelayanan publik;
7). Penyimpanan arsip elektronik.
Dalam Pasal 5 Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun
2005 Jenis perijinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) meliputi :
1). Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
2). Ijin Penggunaan Bangunan;
3). Advice Planning;
4). Ijin Lokasi;
5). Rekomendasi Lokasi;
6). Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
7). Ijin Usaha Industri (IUI);
8). Tanda Daftar Gudang (TDG);
9). Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
10). Ijin Gangguan;
11). Ijin Pemasangan Reklame.
c. Pertanggungjawaban Unit Pelayanan Terpadu (UPT)
Pertanggungjawaban Koordinator Unit Pelayanan Terpadu
(UPT) adalah bertanggung jawab atas sebagian kewenangan yang
dilimpahkan, dimana pelimpahan sebagian kewenangan tersebut
disertai dengan dukungan personil, peralatan atau perlengkapan,
pembiayaan dan dokumentasi. Pertanggungjawaban tersebut
disampaikan oleh koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) kepada
Walikota melalui Sekretaris Daerah Kota Surakarta.
Penarikan kewenangan yang dilimpahkan kepada koordinator
Unit Pelayanan Terpadu (UPT) dapat dilakukan oleh Walikota baik
sebagian maupun seluruhnya apabila (Pasal (7) Peraturan Waliota
Surakarta Nomor 13 Tahun 2005) :
1). Kewenangan yang dilimpahkan tidak dapat dilanjutkan karena
Pemerintah Daerah mengubah kebijakan;
2). Koordinator Unit Pelayanan Terpadu (UPT) mengusulkan untuk
ditarik sebagian atau seluruhnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
5. Tinjauan Umum Tentang Bangunan Apartemen
a. Pengertian Bangunan Apartemen.
Apartemen atau kondominium merupakan istilah yang dikenal
dalam sistem hukum Negara Italia. Kondominium terdiri atas dua suku
kata yaitu con yang berarti bersama-sama dan dominium yang berarti
pemilikan (Arie Sukanti, (a) 1994 :15). Di Negara Inggris dan amerika
menggunakan istilah Joint Property sedangkan Negara singapura dan
Australia mempergunakan Strata Title. Banyaknya istilah yang
dipergunakan kalangan masyarakat Indonesia seperti apartemen, flat,
kondominium, rumah susun (rusun) akan semakin membingunkan
awam.
Sebenarnya kalau dikembalikan kepada undang-undangnya,
yakni Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun,
maka kerancuan tidaklah perlu timbul, karena istilah yang
dipergunakan oleh undang-undang tersebut telah jelas dan tegas yakni
rumah susun. Adapun definisi rumah susun menurut undang-undang
tersebut adalah :
“Bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertical dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan dipergunakan secara terpisa, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama”.
b. Tujuan Pembangunan Rumah Susun
Tujuan dari pembangunan rumah susun menurut Pasal 3
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun antara
lain adalah :
1). Ayat 1 huruf a : Memenuhi kebutuhan perumahan yang layak
bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan
rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
2). Ayat 1 huruf b : Meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di
daerah pekotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya
alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap,
serasi, dan seimbang;
3). Ayat 2 : Memenuhi kebutuhan untuk kepentingan lainnya yang
berguna bagi kehidupan masyarakat.
c. Syarat Pembangunan Rumah Susun
Sistem bangunan yang berwujud kondominium berbeda dengan
sistem bangunan konvensional (sistem bangunan horizontal). Baik
struktur, kelengkapan, prasarana, dan fasilitas, lingkungan maupun
komunitas penghuninya.
Oleh karenanya dalam rangka pendirian bangunan yang
berbentuk kondominium mutlak diperlukan berbagai persyaratan yang
harus dipenuhi oleh suatu perusahaan pengembang. Adapun tujuan
dari persyaratan tersebut adalah untuk menjamin keselamatan,
keamanan, ketentraman, dan ketertiban penghunian serta keserasian
dengan lingkungan di sekitarnya.
Secara garis besar persyaratan-persyaratan dapat dibagi
menjadi dua sebagai berikut :
1). Persyaratan teknis selalu tertuang dalam rancang bangun yang
meliputi :
a). Ruang;
b). Struktur, komponen, dan bahan bangunan;
c). Kelengkapan bangunan kondominium;
d). Satuan rumah susun;
e). Bagian dan benda bersama;
f). Kepadatan dan tata letak bangunan;
g). Prasarana dan fasilitas bangunan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
2). Persyaratan administrasi yang berupa izin antara lain mencakup:
a). Ijin lokasi (SP3L dan SIPPT);
b). Advice planning;
c). IMB (Ijin Mendirikan Bangunan);
d). ILH (Ijin Layak Huni);
e). Sertifikat tanah.
Ketentuan-ketentuan pokok mengenai persyaratan teknis dan
administratif pendirian rumah susun di atas, dijelaskan lebih lanjut
dalam Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 tentang Rumah
Susun pasal 8 sampai dengan pasal 37.
6. Tinjauan Umum Tentang Tata Ruang
a. Pengertian Tata Ruang
Keberadaan ruang yang terbatas dan pemahaman masyarakat
yang berkembang terhadap pentingnya penataan ruang sehingga
diperlukan penyelenggaraan penataan ruang yang transparan, efektif,
dan partisipatif agar terwujud ruang yang aman, nyaman, produktif,
dan berkelanjutan.
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 merupakan UU yang
mnengatur mengenai penataan ruang sebagai pembaharuan dari UU
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 1992 Tentang Penataan Ruang yang
sudah tidak sesuai dengan kebutuhan pengaturan penataan ruang. Di
dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan secara rinci berbagai
konsep mengenai penataan ruang. Adapun dalam tinjauan umum ini
hanya beberapa konsep dalam Undang-Udang tersebut yang akan coba
dipaparkan tentunya yang berkaitan dengan penelitian.
1). Pasal 1 ayat (1)
Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan
ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan
kegiatan, dan memelihara kelangsungan hidupnya.
2). Pasal 1 ayat 2
Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang.
3). Pasal 1 ayat 5
Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang,
pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang.
4). Pasal 1 ayat 6
Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi
pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan
ruang.
b. Tujuan penataan ruang
Dalam pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007
disebutkan bahwa Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk
mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman,nyaman, produktif,
dan berkelanjutan berlandaskan Wawasan Nusantara dan Ketahanan
Nasional dengan:
1). Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan;
2). Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya
manusia; dan
3). Terwujudnya pelindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak
negatif terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
c. Pelaksanaan tata ruang
Dalam undang-Undang Tata Ruang Pelaksanaan tata ruang
meliputi :
1). Perencanaan tata ruang (pasal 14)
a). Perencanaan tata ruang dilakukan untuk menghasilkan :
(1). Rencana umum tata ruang; dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
(2). Rencana rinci tata ruang.
b). Rencana umum tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a secara berhierarki terdiri atas:
(1). Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional;
(2). Rencana tata ruang wilayah provinsi; dan
(3). Rencana tata ruang wilayah kabupaten dan rencana tata
ruang wilayah kota.
c). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b terdiri atas:
(1). Rencana tata ruang pulau/kepulauan dan rencana tata
ruang kawasan strategis nasional;
(2). Rencana tata ruang kawasan strategis provinsi; dan
(3). Rencana detail tata ruang kabupaten/kota dan rencana tata
ruang kawasan strategis kabupaten/kota.
d). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b disusun sebagai perangkat operasional rencana umum
tata ruang.
e). Rencana rinci tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf a dan huruf b disusun apabila:
(1). Rencana umum tata ruang belum dapat dijadikan dasar
dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang; dan/atau
(2). Rencana umum tata ruang mencakup wilayah
perencanaan yang luas dan skala peta dalam rencana
umum tata ruang tersebut memerlukan perincian sebelum
dioperasionalkan.
f). Rencana detail tata ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf c dijadikan dasar bagi penyusunan peraturan zonasi.
g). Ketentuan lebih lanjut mengenai tingkat ketelitian peta rencana
tata ruang diatur dengan peraturan pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
2). Pemanfaatan Ruang
a). Pasal 32
(1). Pemanfaatan ruang dilakukan melalui pelaksanaan
program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya.
(2). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dapat dilaksanakan dengan pemanfaatan ruang, baik
pemanfaatan ruang secara vertikal maupun pemanfaatan
ruang di dalam bumi.
(3). Program pemanfaatan ruang beserta pembiayaannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk jabaran
dari indikasi program utama yang termuat di dalam
rencana tata ruang wilayah.
(4). Pemanfaatan ruang diselenggarakan secara bertahap
sesuai dengan jangka waktu indikasi program utama
pemanfaatan ruang yang ditetapkan dalam rencana tata
ruang.
(5). Pelaksanaan pemanfaatan ruang di wilayah sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) disinkronisasikan dengan
pelaksanaan pemanfaatan ruang wilayah administratif
sekitarnya.
(6). Pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dengan memperhatikan standar pelayanan
minimal dalam penyediaan sarana dan prasarana.
b). Pasal 33
(1). Pemanfaatan ruang mengacu pada fungsi ruang yang
ditetapkan dalam rencana tata ruang dilaksanakan dengan
mengembangkan penatagunaan tanah, penatagunaan air,
penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam
lain.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
(2). Dalam rangka pengembangan penatagunaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diselenggarakan kegiatan
penyusunan dan penetapan neraca penatagunaan tanah,
neraca penatagunaan sumber daya air, neraca
penatagunaan udara, dan neraca penatagunaan sumber
daya alam lain.
(3). Penatagunaan tanah pada ruang yang direncanakan untuk
pembangunan prasarana dan sarana bagi kepentingan
umum memberikan hak prioritas pertama bagi
Pemerintah dan pemerintah daerah untuk menerima
pengalihan hak atas tanah dari pemegang hak atas tanah.
(4). Dalam pemanfaatan ruang pada ruang yang berfungsi
lindung, diberikan prioritas pertama bagi Pemerintah dan
pemerintah daerah untuk menerima pengalihan hak atas
tanah dari pemegang hak atas tanah jika yang
bersangkutan akan melepaskan haknya.
(5). Ketentuan lebih lanjut mengenai penatagunaan tanah,
penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan
sumber daya alam lainnya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan peraturan pemerintah.
3). Pengendalian Pemanfaatan Ruang
a). Pasal 35
Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui penetapan
peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan disinsentif,
serta pengenaan sanksi.
b). Pasal 36
(1). Peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
disusun sebagai pedoman pengendalian pemanfaatan
ruang.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
(2). Peraturan zonasi disusun berdasarkan rencana rinci tata
ruang untuk setiap zona pemanfaatan ruang.
(3). Peraturan zonasi ditetapkan dengan:
(a) Peraturan pemerintah untuk arahan peraturan zonasi
sistem nasional;
(b) Peraturan daerah provinsi untuk arahan peraturan
zonasi sistem provinsi; dan
(c) Peraturan daerah kabupaten/kota untuk peraturan
zonasi.
c). Pasal 37
(1). Ketentuan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
35 diatur oleh Pemerintah dan pemerintah daerah menurut
kewenangan masing-masing sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
(2). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah dibatalkan oleh Pemerintah dan
pemerintah daerah menurut kewenangan masing-masing
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3). Izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan dan/atau
diperoleh dengan tidak melalui prosedur yang benar, batal
demi hukum.
(4). Izin pemanfaatan ruang yang diperoleh melalui prosedur
yang benar tetapi kemudian terbukti tidak sesuai dengan
rencana tata ruang wilayah, dibatalkan oleh Pemerintah
dan pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya.
(5). Terhadap kerugian yang ditimbulkan akibat pembatalan
izin sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dapat
dimintakan penggantian yang layak kepada instansi
pemberi izin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
(6). Izin pemanfaatan ruang yang tidak sesuai lagi akibat
adanya perubahan rencana tata ruang wilayah dapat
dibatalkan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah
dengan memberikan ganti kerugian yang layak.
(7). Setiap pejabat pemerintah yang berwenang menerbitkan
izin pemanfaatan ruang dilarang menerbitkan izin yang
tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
(8). Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur perolehan izin
dan tata cara penggantian yang layak sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) diatur dengan
peraturan pemerintah.
7. Tinjauan Umum Tentang Peraturan Perundang-undangan Mengenai Izin
Mendirikan Bangunan (bangunan bertingkat rumah susun/apartemen)
a. Undang-Undang Dasar Tahun 1945
Pengaturan mengenai izin mendirikan bangunan secara umum
terdapat dalam:
1). Pasal 28 D
a). Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum;
b). Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan
perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja.
2). Pasal 33
a). Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas
asas kekeluargaan.
b). Perekonomian nasional diselenggarakan berdasarkan atas
demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi
berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan,
kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan
dan kesatuan ekonomi nasional.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
b. Undang-Undang Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan
Gedung
1). Pasal 7
a). Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi
bangunan gedung.
b). Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas
tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin
mendirikan bangunan.
c). Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata
bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
2). Pasal 8
a). Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan
administratif yang meliputi:
(1). Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah;
(2). Status kepemilikan bangunan gedung; dan
(3). Izin mendirikan bangunan gedung;
(4). Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b). Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan
gedung atau bagian bangunan gedung.
(1). Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung
untuk keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan.
(2). Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung,
kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat
(3) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
c. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang peraturan
pelaksanaan Undang-Undang Bangunan Gedung
1). Pasal 14
a). Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib
memiliki izin mendirikan bangunan gedung (ayat (1)).
b). Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan
gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung (ayat (2)).
c). Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap
orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung (ayat (3)).
d). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana
dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku
untuk lokasi yang bersangkutan dan berisi (ayat (4)):
(1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada
lokasi bersangkutan.
(2). Ketingian maksimum gedung yang diizinkan
(3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan
tanah dan KTB yang diizinkan
(4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan.
(5). KDB maksimum yang diizinkan.
(6). KLB maksimum yang diizinkan.
(7). KDH minimum yang diizinkan.
(8). KTB maksimum yang diizinkan.
(9). Jaringan utilitas kota.
e). Rencana kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat 4
dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis
bangunan gedung (ayat (6)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
2). Pasal 15
a). Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat
(1) wajib melengkapi dengan :
(1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
buktiperjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana
dimaksud dalam pasal 11
(2). Data pemilik bangunan gedung
(3). Rencana teknis bangunan gedung
(4). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi
bangunan gedung yang menimbulkan dampak penting
terhadap lingkungan.
b). Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan
sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan
mempertimbangkan pendapat publik.
3). Pasal 18 ayat (1)
Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai
dengan peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.
4). Pasal 20 ayat (1)
Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi
ketentuan maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan
dalam RTRW kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.
d. Peratuan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.
1). Pasal 1 ayat (6)
Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan
usaha dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
atau peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta
izin layak huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan
dan disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan.
2). Pasal 30
a). Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan
dilaksanakan berdasarkan perizinan yang diberikan oleh
Pemerintah Daerah sesuai dengan peruntukannya.
b). Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah,
dengan melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
(1). sertifikat hak atas tanah;
(2). fatwa peruntukan tanah;
(3). rencana tapak;
(4). gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan
potongan beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan
jelas batasan secara vertikal dan horizontal dari satuan
rumah susun;
(5). gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
(6). gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
(7). gambar rencana jaringan dan instalasi beserta
perlengkapannya.
3). Pasal 33 ayat (1)
Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan
diatur lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
e. Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
Gedung
1). Pasal 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
a). setiap mendirikan/merubah/merobohkan bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala
daerah.
b). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb
yang dimohonkan.
2). Pasal 9
a). IMB berisi tentang : (1). nama dan alamat pemegang ;
(2). Jenis bangunan yang diizinkan :
(3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ;
(4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ;
(5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/
merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau
bertahap.
b). IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan
keputusan walikotamadya kepala daerah.
f. Perda Kota Surakata Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota
1). Pasal 11 ayat (2)
Mengembangkan rumah secara vertikal (rumah susun) serta
mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat
tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa,
pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan.
2). Pasal 20
a). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu
blok dengan bangunan maksimum 2 (dua) lantai dengan tinggi
puncak dibawah 12 meter dari lantai dasar dengan angka luas
lantai (ALL) maksimum 2 kali angka lantai dasar (ALD) ;
b). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok
dengan bangunan bertingkat maksimum 4 (empat) lantai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
dengan tinggi puncak maksimum 24 meter dan minimum 12
meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL)
maksimum 4 kali angka lantai dasar (ALD) ;
c). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok
dengan bangunan bertingkat maksimum 8 (delapan) lantai
dengan tinggi puncak maksimum 40 meter dan minimum 24
meter dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL)
maksimum 8 kali angka lantai dasar (ALD) ;
d). Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok
dengan bangunan bertingkat 9 (sembilan) lantai dengan tinggi
puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dengan angka luas
lantai (ALL) minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai
dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai
dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar (ALD) ;
3). Pasal 21
a). Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi (lebih dari 75%)
diperuntukkan bagi bangunan rendah (maksimum 4 lantai)
untuk fungsi pertokoan (termasuk rumah toko) bangunan
komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ;
b). Kawasan peruntukan dengan ALD sedang (50%-70%)
diperuntukkan bagi bangunan sedang (maksimum 8 lantai)
untuk bangunan perkantoran, komersial atau bangunan dengan
sistim bangunan tunggal/blok ;
c). Kawasan peruntukan dengan ALD rendah (20%-50%)
diperuntukkan bagi bagi bangunan tinggi (minimum 9 lantai)
untuk bangunan perkantoran dan komersial atau bangunan
rendah untuk penggunaan industri..
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
8. Tinjauan Umum Tentang Kebudayaan
a. Pengertian Kebudayaan
Pengertian kebudayaan oleh para ahli memiliki pengertian
sebagai berikut :
1). Menurut E.B. Tylor (1924:1) :
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat-istiadat
dan lain kemampuan-kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang
didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat.
2). Soerjono Soekanto (1990:173) :
Kebudayaan sebagai semua hasil karya, rasa dan cipta
masyarakat.
b. Unsur-Unsur Kebudayaan
Kebudayaan setiap masyarakat atau bangsa terdiri dari unsur-
unsur yang merupakan bagian dari suatu kebulatan yang bersifat
sebagai suatu kesatuan. Menurut Bronislaw Malinowski ada empat
unsur pokok kebudayaan yaitu:
1). Sistem norma yang memungkinkan kerjasama antara para anggota
masyarakat di dalam upaya menguasai alam sekelilingnya;
2). Organisasi ekonomi;
3). Alat-alat dan lembaga atau petugas pendidikan, perlu diingat
bahwa keluarga kekuatan.
4). Antropolog merupakan pendidikan yang utama;
Organisasi C.Kluckhohn dalam sebuah karyanya yang berjudul
Universal Catagories of Culture telah menguraikan ulasan para sarjana
mengenai tujuh unsur kebudayaan yang dianggap sebagai Cultural
Universals, yaitu:
1). Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan,
alat-alat rumah tangga, senjata, alat-alat produksi, transportasi);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
2). Mata pencaharian hidup dan sistem ekonomi (pertanian,
peternakan, sistem produksi, sistem distribusi);
3). Sistem kemasyarakatan (sistem kekerabatan, organisasi politik,
sistem hukum, sistem perkawinan);
4). Bahasa (lisan, maupun tertulis);
5). Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak);
6). Sistem pengetahuan;
7). Religi(sistem kepercayaan).
c. Kebudayaan Jawa
Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan daerah yang
memiliki cirri khas masing-masing. Pulau jawa sendiri memiliki
berbagai kebudayaan yang tidak dimiliki daerah lain. Kehidupan
manusia Jawa sarat dengan simbol. Pertama, mereka berpegang pada
cipta (rasio), rasa (perasaan), dan karsa (kehendak) dalam usaha
melaksanakan karya (pekerjaan), sehingga mereka tidak tergesa-gesa
dalam membuat suatu keputusan. Hal ini terjadi pada perwujudan
bentuk dalam menuangkan ide yang dapat menyentuh dan merangsang
perasaan terdalam. Pesan dan ajaran falsafah hidupnya menentukan
orientasi diri dan sikap hidupnya yang terungkap dalam wujud
lambang atau sinamuning samudono. Meskipun ungkapan lambang itu
tidak mudah dimengerti, semua karya dipertanggungjawabkan tidak
hanya sebatas kenyataan duniawi saja, tapi pada Tuhan Sang Kuasa
Mutlak.
Kedua, kehidupan manusia Jawa merupakan cermin kerukunan
yang saling menghargai dan menghormati sesama, sehingga adanya
perbedaan jenjang dimaknainya sebagai adanya perbedaan peran dan
tangung jawab.
Ketiga, pola bentuk ruang orang Jawa mengikuti pola prilaku
kehidupan dan keadaan alamnya. Rumah sebagai ruang hidup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
materialnya dianggap sebagai miniatur kosmosnya yang memiliki
unsur-unsur batas yang nyata dalam suasananya, mengingat rumah
merupakan sebuah bukti kemantapan rumah tangga.
d. Keraton Surakarta
Keraton Surakarta atau lengkapnya dalam bahasa Jawa disebut
Karaton Surakarta Hadiningrat adalah istana Kasunanan Surakarta.
Keraton ini didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono II (Sunan PB II)
pada tahun 1744 sebagai pengganti Istana/Keraton Kartasura yang
porak-poranda akibat Geger Pecinan 1743. Istana terakhir Kerajaan
Mataram didirikan di desa Sala (Solo), sebuah pelabuhan kecil di tepi
barat Bengawan (sungai) Beton/Sala. Setelah resmi istana Kerajaan
Mataram selesai dibangun, nama desa itu diubah menjadi Surakarta
Hadiningrat. Istana ini pula menjadi saksi bisu penyerahan kedaulatan
Kerajaan Mataram oleh Sunan PB II kepada VOC di tahun 1749.
Semula keraton Surakarta merupakan Lembaga Istana (Imperial
House) yang mengurusi raja dan keluarga kerajaan disamping menjadi
pusat pemerintahan Kesunanan Surakarta. Setelah Kesunanan
Surakarta dinyatakan hapus oleh pemerintah Indonesia pada tahun
1946, peran keraton Surakarta tidak lebih sebagai Pemangku Adat
Jawa khususnya garis/gaya Surakarta. Begitu pula Susuhunan tidak
lagi berperan dalam urusan kenegaraan sebagai seorang raja dala artian
politik melainkan sebagai Yang Dipertuan Pemangku Tahta Adat,
pemimpin informal kebudayaan. Fungsi keraton pun berubah menjadi
pelindung dan penjaga identitas budaya Jawa khususnya gaya
Surakarta. (Aart van beek 1990:67)
Walaupun dengan fungsi yang terbatas pada sektor informal
namun keraton Surakarta tetap memiliki kharisma tersendiri di
lingkungan masyarakat Jawa khususnya di bekas daerah Kesunanan
Surakarta. Selain itu keraton Surakarta juga memberikan gelar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
kebangsawanan kehormatan (honoriscausa) pada mereka yang
mempunyai perhatian kepada budaya Jawa khususnya Surakarta
disamping mereka yang berhak karena hubungan darah maupun karena
posisi mereka sebagai pegawai (abdidalem) keraton.
e. Arsitektur Bangunan Tradisional Jawa
Yang merupakan bangunan pokok dalam seni bangunan Jawa
ada 5 (lima) macam antara lain :
§ Panggang-pe yaitu bangunan hanya dengan atap sebelah sisi.
§ Kampung yaitu bangunan dengan atap 2 belah sisi, sebuah
bubungan di tengah saja.
§ Limasan yaitu bangunan dengan atap 4 belah sisi, sebuah
bubungan di tengahnya.
§ Joglo atau Tikelan, yaitu bangunan dengan Soko Guru dan atap 4
belah sisi, sebuah bubungan di tengahnya.
§ Tajug atau Masjid, yaitu bangunan dengan Soko Guru atap 4 belah
sisi, tanpa bubungan, jadi meruncing.
Pada dasarnya arsitektur tradisonal Jawa – sebagaimana halnya
Bali dan daerah lain adalah arsitektur halaman yang dikelilingi oleh
pagar. Yang disebut rumah yang utuh seringkali bukanlah satu
bangunan dengan dinding yang pejal melainkan halaman yang berisi
sekelompok unit bangunan dengan fungsi yang berbeda-beda. Ruang
dalam dan luar saling mengimbas tanpa pembatas yang tegar. Struktur
bangunannya merupakan struktur rangka dengan konstruksi kayu,
bagaikan payung yang terpancang terbuka. Dinding ruangan sekedar
merupakan tirai pembatas, bukan dinding pemikul. Yang sangat
menarik pula untuk diungkap adalah struktur tersebut diperlihatkan
secara jelas,wajar dan jujur tanpa ada usaha menutupinya. Bahan-
bahan bangunannya, semua dibiarkan menunjukan watak aslinya. Di
samping itu arsitektur Jawa memiliki ketahanan yang cukup handal
terhadap gempa (http://www.wahana-budaya-indonesia.com).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
B. Kerangka Pemikiran
1.Persyaratan dan prosedur izin mendirikan bangunan
2.Harmonisasinya
Penerapan
1.Ditinjau dari aspek hukum, sosial-budaya,kaidah tata ruang.
2.Harmonisasi vertikal horisontal
Konklusi 1. Kurang sesuai dari aspek
hukum, sosial-budaya dan tata ruang
2. Harmonis tapi beberapa pengaturan ditingkat daerah memerlukan beberapa poin tambahan
Peraturan perundang-undangan izin mendirikan bangunan apartemen
1. Undang-Undang Bangunan Gedung 2. Undang-Undang Rumah Susun 3. Undang-Undang Penataan Ruang 4. PP Bangunan Gedung 5. PP Rumah Susun 6. PP Penataan Ruang 7. Perda Bangunan 8. Perda Bangunan Bertingkat 9. Perda Tata Ruang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
Penjelasan Kerangka Pemikiran
Sebelum memulai mendirikan bangunan, rumah atau bangunan lainnya
sebaiknya memiliki kepastian hukum atas kelayakan, kenyamanan, keamanan
sesuai dengan fungsinya. Ternyata, IMB tidak hanya diperlukan untuk mendirikan
bangunan baru saja, tetapi juga dibutuhkan untuk membongkar, merenovasi,
menambah, mengubah, atau memperbaiki yang mengubah bentuk atau struktur
bangunan. Tujuan diperlukannya IMB adalah untuk menjaga ketertiban,
keselarasan, kenyamanan, dan keamanan dari bangunan itu sendiri terhadap
penghuninya maupun lingkunan sekitarnya.
IMB di kota Surakarta sendiri dikeluarkan oleh pemerintah daerah
setempat dalam hal ini walikota surakarta melalui Unit Pelayanan Terpadu. Dalam
mengeluarkan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan teknis maupun administratif.
Untuk mengetahui penerbitan Izin mendirikan bangunan rumah susun atau
apartemen sudah sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Karena
pengaturan persyaratan maupun prosedur mengenai perizinan terdapat dalam
beberapa peraturan perundang-undangan maka peneliti menelaah penerbitan izin
mendirikan bangunan tersebut yang terdapat dalam beberapa peraturan antara lain
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan, Undang-Undang
Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun, Undang-Undang Nomor 26 Tahun
2007 Tentang Penataan Ruang, Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang
Bangunan Gedung, Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1988 Tentang rumah
susun, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan, Perda Kota
Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota, yang
kemudian akan dianalisa dengan penerbitan izin mendirikan bangunan rumah
susun/apartemen di Kota Surakarta.
Akan tetapi jika dilihat dari segi sosial budaya terdapat beberapa ketentuan
yang bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan
lokal yang seharusnya dijunjung tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan jati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata ruang,
akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan kaidah tata
ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang perumahan dan
mengenai masalah ketinggian bangunan.
Sedangkan untuk menganalisis harmonisasi ketentuan tentang Izin
mendirikan Bangunan, maka peneliti akan melakukan harmonisasi antara
Peraturan Daerah Peraturan Daerah Kota surakarta pembentuk peraturan IMB
dengan peraturan yang berada di atasnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user 46
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Kajian Penerbitan IMB Bangunan Apartemen Terhadap Kaidah-Kaidah
Hukum, Sosial Budaya, dan Kaidah Tata Ruang di Surakarta.
1. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari Aturan-Aturan
Hukum.
Pada dasarnya hukum merupakan alat untuk mengatur kehidupan
manusia, dengan kata lain semua perbuatan manusia diatur oleh hukum.
Semua perbuatan manusia perlu diatur untuk menciptakan ketertiban,
keamanan, kenyamanan dan keserasian terhadap lingkungan sekitar. Hukum
dituangkan kedalam peraturan perundang-undangan baik yang bersifat pidana
maupun perdata, tetapi ada pula hukum yang bersifat tidak tertulis yaitu
hukum adat. Peraturan perundang-undangan tersebut direalisasikan dengan
perintah, larangan, dan sanksi.
Dalam hukum administrasi Negara, kita mengenal istilah izin. Izin
dalam kamus hukum mempunyai pengertian perkenaan atau izin dari
pemerintah berdasarkan undang-undang atau peraturan pemerintah yang
disyaratkan untuk perbuatan yang pada umumnya memerlukan pengawasan
khusus, tetapi yang pada umumnya tidaklah dianggap sebagai hal-hal yang
sama sekali tidak dikehendaki (S.J. Fockema Andreae,1951:311)
Pembangunan di Kota Surakarta tidak terlepas dari masalah IMB.
Semua bangunan yang akan didirikan di kota ini wajib mempunyai IMB
terlebih dahulu sebelum didirikan tidak terkecuali bangunan rumah
susun/apartemen. Bangunan rumah susun/apartemen merupakan bangunan
yang terhitung baru di Kota Surakarta ini, maka diperlukan pengkajian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
tentang dasar hukumnya agar bangunan ini mempunyai kepastian hukum
apabila nantinya terjadi sengketa dikemudian hari termasuk masalah IMBnya.
a. Penerbitan IMB dilihat dari Subyeknya
1). Pemohon IMB
Pemohon adalah orang atau badan hukum yang mengajukan
permohonan IMB kepada pemerintah daerah setempat.
a). Orang :
Orang yang bisa melakukan perbuatan hukum adalah orang
yang tergolong dalam kategori cakap hukum. Sedangkan dalam
KUHperdata kategori cakap hukum adalah orang yang sekurang-
kurangnya berumur 21 tahun atau sudah menikah.
b). Badan Hukum :
Selain orang, badan hukum juga berhak mengajukan
permohonan IMB. Bentuk-bentuk badan hukum antara lain :
(1). BUMN (Badan Usaha Milik Negara) atau BUMD (Badan
Usaha Milik Daerah);
(2). Koperasi;
(3). BUMS (Badan Usaha Milik Swasta ).
Untuk bangunan rumah susun atau apartemen terdapat pengaturan
khusus. Pemohon IMB harus berupa badan hukum seperti dalam ayat (2)
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah Susun yang
berbunyi : ” Pembangunan rumah susun dapat diselenggarakan oleh Badan
Usaha Milik Negara atau Daerah, Koperasi, dan Badan Usaha Milik Swasta
yang bergerak dalam bidang itu, serta Swadaya Masyarakat”.
2). Yang Menerbitkan IMB
Perbuatan dan penerbitan izin merupakan tindakan hukum
pemerintahan. Sebagai tindakan hukum, maka harus ada wewenang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan atau harus
berdasarkan pada asas legalitas. Tanpa dasar wewenang, tindakan
hukum itu menjadi tidak sah. Oleh karena itu, dalam hal membuat dan
menerbitkan izin haruslah didasarkan pada wewenang yang diberikan
oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku karena tanpa adanya
dasar wewenang tersebut, ketetapan izin menjadi tidak sah. Pada
umumnya wewenang pemerintah untuk mengeluarkan izin itu
ditentukan secara tegas dalam peraturan perundang-undangan yang
menjadi dasar dari perizinan tersebut.
Dalam rangka otonomi daerah, Pemerintah diberi kewenangan
untuk mengatur wilayahnya sendiri-sendiri. Hal ini dituangkan dalam
ayat (5) Pasal 1 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah yang berbunyi : “Otonomi daerah adalah hak,
wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Perizinan
merupakan salah satu dari pelayanan umum yang merupakan
kewenangan pemerintah daerah dalam hal ini Walikota.
Kota Surakarta sendiri menerapkan sistem satu pintu untuk
masalah perizinan, jadi segala macam perizinan di ajukan ke badan
pemerintah yang merupakan kepanjangan tangan dari Walikota dalam
hal ini adalah Unit Pelayanan Terpadu (UPT). Pengaturan ini
tercantum dalam Peraturan Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005
Tentang Pelimpahan Sebagian Kewenangan Walikota Pada
Koordinator Unit Pelayanan Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi :
“UPT adalah unit pelayanan bagi masyarakat yang memerlukan
perizinan dan pelayanan dipimpin oleh seorang koordinator”.
Sedangkan untuk perizinan yang diatur dalam pasal 3 A Peraturan
Walikota Nomor 16 B Tahun 2005 Tentang Perubahan Atas Peraturan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
Walikota Surakarta Nomor 13 Tahun 2005 Tentang Pelimpahan
Sebagian Kewenangan Walikota Pada Koordinator Unit Pelayanan
Terpadu Kota Surakarta yang berbunyi :
Jenis perizinan yang diterbitkan oleh Unit Pelayanan Terpadu
meliputi :
a). Ijin Mendirikan atau merubah atau merobohkan Bangunan;
b). Ijin Penggunaan Bangunan;
c). Advice Planning;
d). Ijin Lokasi;
e). Rekomendasi Lokasi;
f). Ijin Usaha Perdagangan (IUP);
g). Ijin Usaha Industri (IUI);
h). Tanda Daftar Gudang (TDG);
i). Tanda Daftar Perusahaan (TDP);
j). Ijin Gangguan;
k). Ijin Pemasangan Reklame.
Seperti apa yang tercantum dalam Peraturan Walikota Nomor
16 B Tahun 2005 Pasal 3 huruf A sudah jelas bahwa yang berwenang
untuk mengeluarkan Izin Mendirikan Bangunan adalah Walikota
melalui Unit Pelayanan Terpadu termasuk untuk bangunan apartemen.
b. Penerbitan IMB dilihat dari obyeknya
Izin Mendirikan Bangunan di perlukan untuk mendirikan
bangunan, merubah bangunan, dan merobohkan bagunan.Yang dimaksud
bangunan menurut Pasal 1 huruf f Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun
1988 adalah ”Bangunan-bangunan yang membentuk ruangan tertutup
seluruhnya atau sebagian beserta bangunan-bangunan lain yang
berhubungan dengan bagunan tersebut. Bangunan tersebut merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
bangunan yang berwujud gedung baik bangunan tunggal maupun
bertingkat, misal : rumah, toko, kantor, apartemen, dll
Sedangkan bangunan yang bukan gedung juga membutuhkan IMB
sebelum didirikan dalam Pasal 100 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun
1988 Tentang Bangunan disebutkan antara lain adalah :
1). Papan reklame;
2). Jembatan penyebrangan;
3). Menara telekomunikasi;
4). Menara air;
5). Monumen;
6). Gapura;
7). Gangunan di atas makam (cungkup);
8). Yang membutuhkan konstruksi khusus.
Jadi dalam hal pendirian sebuah bangunan gedung baru seperti
bangunan rumah susun/apartemen di Kota Surakata ini dibutuhkan IMB
terlebih dahulu sebelum bangunan tersebut didirikan.
c. Persyaratan dalam pengajuan IMB.
Menurut Sjachran basah “Izin adalah perbuatan hukum
administrasi Negara bersegi satu yang menghasilkan peraturan dalam hal
kontero berdasarkan persyaratan dan prosedur sebagaimana ditetapkan
oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku”. Dalam hal izin tidak
mungkin diadakan perjanjian, karena tidak mungkin diadakan suatu
persesuaian kehendak antara pemberi izin dan pemohon izin. Permohonan
izin harus menempuh prosedur tertentu yang ditentukan oleh Pemerintah,
selain itu pemohon izin juga harus memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditentukan secara sepihak oleh Pemerintah atau pemberi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
izin. Prosedur dan persyaratan perizinan itu berbeda-beda tergantung jenis
izin dan tujuan izin. Untuk pendirian sebuah bangunan gedung (termasuk
bangunan apartemen), Izin Mendirikan Bangunan sebagai syarat
administratif pendirian bangunan gedung telah diatur dalam Undang-
undang Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan Gedung. Dalam
permohonan pengajuan IMB dibutuhkan beberapa persyaratan yang harus
dipenuhi oleh pemilik gedung. Pengaturan persyaratan tersebut berdasar
pada Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-undang Bangunan Gedung. Dalam Peraturan
Pemerintah ini pengaturan persyaratan IMB terdapat pada :
1). Pasal 14
a). Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib
memiliki izin mendirikan bangunan gedung.
b). Izin Mendirikan Bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh Pemerintah Daerah, kecuali bangunan
gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung.
c). Pemerintah Daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutan kepada setiap
orang yang akan mengajukan permohonan Izin Mendirikan
Bangunan gedung
d). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (3) merupakan ketentuan yang berlaku untuk
lokasi yang bersangkutan yang berisi :
(1). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi
yang bersangkutan;
(2). Ketinggian maksimum bangunan gedung yang diizinkan;
(3). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan
tanah dan KTB yang diizinkan;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
(4). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan
gedung yang diizinkan;
(5). KDB maksimum yang diizinkan;
(6). KLB maksimum yang diizinkan;
(7). KDH minimum yang diwajibkan;
(8). KTB maksimum yang diizinkan dan;
(9). Jaringan utilitas kota.
e). Dalam surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (4) dapat juga dicantumkan ketentuan-
ketentuan khusus yang berlaku untuk lokasi yang bersangkutan.
f). Surat keterangan rencana kabupaten/kota sebagaimana yang
dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5) digunakan sebagai dasar
penyusunan rencana teknis bangunan gedung.
2). Pasal 15
a). Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat
(1) wajib melengkapi dengan:
(1). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
bukti perjanjian pemanfaatan tanah sebagai mana dimaksud
dalam pasal 11;
(2). Data pemilik bangunan gedung;
(3). Rencana teknis bangunan gedung dan;
(4). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.
b). Untuk proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana
yang dimaksud pada ayat (1) huruf d, harus mendapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
pertimbangan teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan
mempertimbangkan pendapat publik.
Karena masalah IMB merupakan wewenang masing-masing
daerah, maka regulasi pengaturan persyaratan persyaratan IMB di Kota
Surakarta mengacu pada Perda Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
antara lain terdapat dalam :
1). Pasal 2
a). Setiap mendirikan/merubah/merobohkan bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala
daerah.
b). Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan imb
yang dimohonkan.
2). Pasal 9
a). IMB berisi tentang :
(1). Nama dan alamat pemegang ;
(2). Jenis bangunan yang diizinkan :
(3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ;
(4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ;
(5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/
merobohkan bangunan yang diizinkan keseluruhan atau
bertahap.
b). IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan
keputusan Walikotamadya Kepala Daerah.
Untuk lampiran-lampiran dalam persyaratan IMB menurut ayat (2)
Pasal 9 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
seharusnya ditetapkan dalam Keputusan Walikotamadya Kepala Daerah,
akan tetapi sampai saat ini Keputusan tersebut tidak pernah keluar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Pemerintah Kota Surakarta hanya mencantumkan persyaratan beserta
lampiran-lampiran (terutama bangunan khusus lebih dari 4 lantai) dalam
website :
http://www.surakarta.go.id/news/ijin.mendirikan.bangunan.imb.html yang
antara lain berisi :
1). Fotocopy KTP Pemohon / Penanggung Jawab Perusahaan yang
masih berlaku;
2). Fotocopy Sertifikat;
3). Fotocopy Pelunasan PBB Terakhir;
4). Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya;
5). Gambar situasi bangunan;
6). Gambar tampak dan potongan gambar;
7). Gambar dan Perhitungan Konstruksi Bangunan Bertingkat dan
Konstruksi Baja;
8). Dokumen UKL / UPL;
9). Dokumen ANDALALIN Dari DISHUB Kota Surakarta;
10). Dokumen Soundir Tanah (Dari Lembaga yang Kredibel / Konsultan
Perencanaan).
Akan tetapi persyaratan yang dicantumkan dalam website tersebut
kurang mempunyai dasar hukum yang kuat karena tidak ada peraturan
yang bersifat teknis (Keputusan Walikota maupun Peraturan Walikota)
mengenai penentuan persyaratan IMB dalam website tersebut .
Pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini ada beberapa
persyaratan permohonan IMB yang di ajukan tidak sesuai dengan
persyaratan yang telah ditentukan, baik dari Peraturan Pemerintah maupun
Perda Kota Surakarta. Pemerintah Kota kurang konsisten dalam
menetapkan persyaratan yang telah dibuat sebelumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
Ketidak sesuaian yang pertama adalah mengenai ketinggian dan
jumlah lantai maksimal bangunan yang diizinkan. Dalam Pasal 20 PP
Nomor 36 Tahun 2005 di sebutkan bahwa ”setiap bangunan gedung yang
didirikan tidak boleh melebihi ketentuan maksimal kepadatan dan
ketinggian yang di tetapkan dalam RTRW kabupaten/kota,RDTRKP,
dan/RTBL”.
Pembangunan apartemen-apartemen di Kota Surakarta tingginya
lebih dari 20 lantai. Seperti misalnya pada rencana pembangunan
apartemen Solo Paragon. IMB yang dimohonkan, bangunan tersebut
memiliki ketinggian mencapai 97 meter dan 27 jumlah lantai. Hal ini
bertentangan dengan Pasal 20 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 diatas karena dalam RTRW Kota Surakarta yang ditetapkan dalam
Pasal 20 huruf d Perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum
Tata Ruang Kota di jelaskan bahwa “Kawasan peruntukan ketinggian
bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (Sembilan lantai
dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dan ALL
minimum 9 kali ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak
bangunan maksimum 84 meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20
kali ALD”. Kata dengan pada kalimat terakhir merujuk pada dua
persyaratan yang harus dipenuhi semuanya yaitu ketinggian bangunan
yang didirikan tidak boleh lebih dari 84 meter dan lantai bangunan gedung
tidak boleh lebih dari 20 lantai.
Ketidaksesuaian yang kedua mengenai ketentuan bahwa untuk
proses pemberian perizinan bagi bangunan gedung yang menimbulkan
dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana yang dimaksud pada
ayat (1) huruf d, harus mendapat pertimbangan teknis dari tim ahli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
bangunan gedung dan dengan mempertimbangkan pendapat publik (ayat
(2) Pasal 15 Peraturan Pemerintah nomor 36 Tahun 2005).
Akan tetapi dalam pembangunannya, bangunan bertingkat yang
dibangun seperti pada pembangunan apartemen di Kota Surakarta ini
masyarakat tidak pernah diberi kesempatan untuk memberikan masukan
maupun pendapat terhadap bangunan yang akan dibangun padahal
bangunan tersebut mempunyai dampak penting. Seharusnya dalam
perencanaan pembangunan apartemen ini perlu dilakukan sosialisasi oleh
pemerintah dan memerlukan masukan dari masyarakat baik dari segi
rencana pembangunan sampai dengan masalah yang akan timbul dari
dampak pembangunan apartemen ini sehingga dapat didapatkan solusi
dalam penanggulangan dampak negatif baik dari segi sosial, budaya,
maupun ganguan kingkungan. Seperti apa yang telah diamanatkan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 diatas, masyarakat
mempunyai peran dalam pendirian sebuah bangunan yang antara lain:
1). Pemantauan dan penjagaan ketertiban;
2). Pemberian masukan terhadap penyusunan dan/atau penyempurnaan
peraturan,pedoman, dan standar teknis;
3). Penyampaian pendapat dan pertimbangan;
4). Pelaksanaan gugatan perwakilan.
Ketiga dalam Perda bangunan, Perda Tata Ruang Kota, dan Perda
Bangunan Bertingkat belum ada peraturan yang mengatur lebih rinci
tentang persyaratan batas kepemilikan bangunan rumah susun. Sehingga
regulasi ditingkat daerah belum ada aturan yang jelas mengenai
pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan rumah susun
dan mana yang merupakan benda bersama, padahal dalam pengajuan
penerbitan IMB harus digambarkan secara jelas mengenai hal tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Jadi dalam hal persyaratan penerbitan IMB bangunan apartemen
atau rumah susun di Kota Surakarta ada beberapa hal yang kurang sesuai
dengan regulasi yang ada. Yang pertama tentang batasan ketinggian
bangunan yang diperbolehkan yang kedua merupakan peran masyarakat
yang seharusnya wajib dilibatkan dalam penerbitan IMB untuk bangunan
yang mempunyai dampak khusus bagi lingkungan dan yang ketiga
rencana tentang pembagian batasan vertikal horisontal kepemilikan satuan
rumah susun secara individu serta benda bersama yang bisa digunakan
oleh seluruh penghuni satuan rumah susun.
d. Hak yang diperoleh pemilik bangunan setelah keluarnya IMB.
Perizinan merupakan produk dari tindakan administrasi negara.
Dengan diperolehnya izin berarti menimbulkan hak baru bagi pemiliknya.
Dalam hal izin mendirikan bangunan , pemilik bisa menikmati hak untuk:
1) Mendirikan bangunan sesuai fungsi yang telah ditetapkan dalam IMB;
2) Mendapatkan kepastian hukum dalam melakukan pembangunan,
sehingga tidak ada gangguan dari pihak lain yang dapat menghambat
proses pembangunan;
3) Mendapatkan ganti rugi dari pemerintah jika terjadi perubahan RTRW
yang mengakibatkan perubahan peruntukan lokasi sehingga fungsi
bangunan gedung harus disesuaikan dengan peruntukan yang baru;
4) Mendapatkan pelayanan utilitas kota (saluran air bersih, listrik, saluran
pembuangan,jalur transportasi umum).
e. Sanksi
Pada dasarnya dalam mengajukan permohonan IMB wajib
memenuhi prosedur dan persyaratan yang telah ditetapkan oleh
pemerintah daerah. Apabila ada pelanggaran yang dilakukan oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
pemohon IMB, maka pemerintah daerah berwenang memberikan sanksi
seperti yang tertuang dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
tentang bangunan yang antara lain adalah :
1). Pasal 145
Pelanggaran terhadap pasal 2 peraturan daerah ini dikenakan sanksi :
a). Penghentian pekerjaan pembangunan;
b). Pembongkaran bangunan;
c). Pencabutan imb;
2). Pasal 146
a). Walikotamadya kepala daerah berwenang memerintahkan
penghentian segera pekerjaan mendirikan/merubah/merobohkan
bangunan yang bertentangan dengan IMB yang bersangkutan
(ayat (1)).
b). Selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari setelah diterimanya
perintah penghentian segera tersebut pada ayat 1 pasal ini,
pemilik/penanggung jawab bangunan diwajibkan untuk
memenuhi kekurangan persyaratan (ayat (2)).
c). Setelah lewat jangka waktu tersebut ayat (2) pasal ini pemilik /
penanggung jawab bangunan tidak memenuhi kekurangan
persyaratan maka walikotamadya kepala daerah menetapkan
penghentian pelaksanaan sebagaimana tersebut ayat (1) pasal ini
(ayat (3)).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
3). Pasal 147
a). Walikotamadya Kepala Daerah dapat memerintahkan kepada
pemilik untuk membongkar setiap bangunan yang didirikan atau
dirubah yang tidak berdasarkan IMB (ayat (1)).
b). Bila selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sesudah perintah
pembongkaran tersebut pada ayat (1) pasal ini disampaikan,
pemilik bangunan tidak mematuhi perintah tersebut,
pembongkaran dapat dilaksanakan oleh petugas yang ditunjuk
atas biaya dan resiko pemilik bangunan (ayat (2)).
4). Pasal 148
IMB dapat dicabut apabila :
a). Persyaratan yang menjadi dasar diberikannya IMB terbukti tidak
benar;
b). Pelaksanaan pekerjaan mendirikan atau merubah bangunan
menyimpang dari rencana yang disahkan dalam IMB;
c). Setelah 6 (enam) bulan diberikannya IMB pelaksanaan pekerjaan
belum dimulai;
d). Setelah pelaksanaan pekerjaan dimulai kemudian dihentikan
berturut-turut selama 12 (dua belas) bulan.
5). Pasal 149
Dengan tidak mengurangi berlakunya pasal 145 sampai dengan pasal
148 (ayat (1)) :
a). Barang siapa mendirikan/merubah/merobohkan bangunan tanpa
izin, atau izin nya telah dicabut, dapat dipidana dengan hukuman
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda sebanyak-
banyaknya Rp. 50.000,- (lima puluh ribu rupiah) ;
b). Barang siapa tidak mentaati perintah penghentian segera tersebut
pada pasal 146 peraturan daerah ini dapat dipidana dengan
hukuman kurungan sekurang-kurangnya 1 (satu) bulan atau
denda sebanyak-banyaknya Rp. 10.000,- (sepuluh ribu rupiah).
2. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari Kaidah-
Kaidah Sosial Budaya yang Berlaku Dalam Masyarakat.
Salah satu Tujuan pembangunan nasional adalah terciptanya
kesejahteraan masyarakat. Dalam pembukaan Undang-Undang Negara
Republik Indonesia diatur hal tersebut pada alenia ke 4 yang berbunyi
:”Melindungi segenap bangsa indonesia dan seluruh tumpah darah indonesia
dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
dan ikut serta dalam melaksanakan ketertiban dunia.”
Dalam mewujudkan tujuan negara, khususnya untuk terciptanya suatu
kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan bangsa, berarti harus dapat
melaksanakan pembangunan dengan mengarahkan kepada substansi yang
akan dituju secara terpadu dan berdasarkan suatu perencanaan yang cermat.
Selain itu juga dalam melaksanakan suatu perencanaan harus tetap berada
pada kerangka peraturan perundang-undangan yang berlaku dengan
mengedepankan keserasian diantara daerah dan tetap berada pada kerangka
negara kesatuan republik indonesia.
Untuk mengendalikan setiap kegiatan atau perilaku orang atau badan
yang sifatnya prefentif adalah melalui izin. Salah satu jenis izin adalah Izin
Mendirikan Bangunan. Izin tersebut digunakan untuk mengatur pendirian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
bangunan agar sesuai dengan rencana pembangunan kota yang telah
dicanangkan oleh pemerintah. Izin mendirikan bangunan mempunyai
pengaruh besar bagi faktor sosial-budaya yang tumbuh dan berkembang
dalam masyarakat Izin mendirikan bangunan merupakan salah satu usaha
pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah untuk melaksanakan pemerataan
pembangunan di setiap daerah.
Salah satu program pemerintah dalam adalah pengembangan rumah
susun yang bertujuan untuk peremajaan terhadap pemukiman kumuh. Seperti
yang tertuang dalam Surat Edaran Menteri Dalam Negeri no.4/SE/M/1/1993
tanggal 7 Januari 1993 kepada Gubernur Kepala Daerah Tingkat 1 dan Bupati
atau Walikotamadya Daerah Tingkat II untuk melaksanakan pedoman umum
pelayanan terpadu perumahan dan pemukiman kumuh antara lain dilakukan
melalui upaya peremajaan dan pembangunan rumah susun (rusun). Garis-garis
besar haluan negara yang tertuang di dalam ketetapan Majelis
Permusyawaratan rakyat (MPR) tahun 1993 telah memberikan suatu landasan
yuridis dan arahan dalam pembangunan rumah susun sebagai berikut :
”Pembangunan perumahan dan pemukiman diarahkan untuk meningkatkan
kualitas kehidupan keluarga dan masyarakat serta menciptakan suasana
kerukunan hidup keluarga dan kesetiakawanan sosial masyarakat dalam
rangka membentuk lingkungan serta persemaian nilai budaya bangsa dan
pembinaan watak anggota keluarga. Pembangunan perumahan dan
pemukiman, baik pembangunan perumahan baru maupun pemugaran
perumahan di pedesaan dan di perkotaan, bertujuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal, baik dalam jumlah maupun
kualitasnya dalam lingkungan yang sehat serta kebutuhan akan suasana
kehidupan yang memberikan rasa aman, damai tentram dan sejahtera.
Pembangunan perumahan dan pemukiman perlu lebih di tingkatkan dan
diperluas hingga dapat makin merata dan menjangkau masyarakat yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
berpenghasilan rendah dengan senantiasa memperhatikan rencana tata ruang
dan keterkaitan serta keterpaduan dengan lingkungan sosial di sekitarnya”.
Dari hal tersebut di atas penulis mencatat 2 hal penting
a. Rumah susun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan
tempat tinggal baik dalam jumlah maupun kualitasnya dalam lingkungan
yang sehat
b. Pembangunan rumah susun perlu di tingkatkan agar merata dan terjangkau
untuk masyarakat berpenghasilan rendah.
Selanjutnya kita lihat konsep pembangunan ketiga apartemen di Kota
Surakarta yang super mewah dan dengan fasilitas yang sangat istimewa. Jika
kita tinjau dari peraturan perundang-undangan tentang rumah susun
Sebenarnya pembangunan apartemen merupakan realisasi dari tujuan
pembangunan rumah susun yaitu untuk menyediakan kebutuhan masyarakat
akan tempat tinggal yang bersih dan sehat. Pembangunan apartemen ini
diharapkan dapat mengurangi kepadatan penduduk di daerah sekitar bantaran
sungai yang kumuh dan tempat-tempat lain yang lingkungannya kurang sehat
dan kurang pantas untuk di jadikan tempat tinggal. Sehingga di harapkan bagi
masyarakat yang masih tinggal di daerah tersebut dapat berpindah ke
bangunan rumah susun/apartemen yang dibangun supaya kualitas kehidupan
mereka lebih layak baik dalam hal kebersihan dan kesehatan. Selain itu
pembangunan apartemen juga diharapkan dapat mengurangi resiko bencana
banjir karena kita tahu bahwa pendirian tempat tinggal di sekitar bantaran
sungai menyebabkan tingginya resiko bencana banjir bila musim penghujan
tiba.
Selanjutnya kita tinjau dari peraturan perundang-undangan tentang tata
ruang kota, pembangunan rumah susun atau apartemen mempunyai fungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
meningkatkan efektifitas penggunaan lahan. Semakin banyak kebutuhan
masyarakat akan hunian padahal lahan yang tersedia relatif tetap mebuat nilai
lahan menjadi sangat mahal dari tahun ke tahun. Selain itu dengan semakin
banyaknya pendirian bangunan baik untuk hunian maupun non hunian akan
mengurangi tersedianya lahan produktif seperti sawah dan perkebunan.
Bayangkan saja bila semua lahan produktif di negara kita sudah habis karena
pembangunan yang tidak terkendali. Rumah susun atau apartemen merupakan
jawaban dari permasalahan tersebut. Pembangunan rumah susun atau
apartemen dapat meningkatkan efektifitas lahan yang tersedia. Dengan
pembangunan rumah susun/apartemen, kebutuhan masyarakat akan tempat
tingal dapat terpenuhi tanpa memakan lahan yang luas. Apartemen ini dapat
memperlambat eksploitasi lahan produktif yang ada sehingga keseimbangan
ekosistem tetap tejaga. Hal ini sejalan dengan tujuan penataan ruang yang
tercantum pada pasal 3 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang
Penataan Ruang yang berbunyi : Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan
untuk mewujudkan ruang wilayah nasional yang aman, nyaman, produktif,
yang berkelanjutan yang berlandaskan wawasan nusantara dan ketahanan
nasional dengan:
a. Terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan lingkungan
buatan;
b. Terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam dan
sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia dan;
c. Terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dasmpak negatif
terhadap lingkungan akibat pemanfaatan ruang.
Sesuai dengan tujuan dari peraturan perundangan tata ruang di atas,
maka pembangunan rumah susun atau apartemen diharapkan mempunyai
fungsi sosial antara lain :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
a. Menyediakan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang layak,
bersih dan sehat dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah;
b. Mengurangi kepadatan penduduk di daerah bantaran sungai agar dapat
meminimalisir bencana banjir di musim penghujan;
c. Memaksimalkan penggunaan lahan terutama sebagai fungsi hunian
sehingga terjadi keseimbangan antara ekosistem alam dan buatan.
Akan tetapi apa yang telah direncanakan dalam konsep tidak
sepenuhnya sesuai dengan kenyataan dengan apa yang terjadi di lapangan.
Seperti di Kota Surakarta, rumah susun atau apartemen yang dibangun kurang
sesuai dengan fungsi sosial yang ada dalam konsep pembangunan rumah
susun atau apartemen menurut peraturan perundang undangan yang berlaku.
Rumah susun atau apartemen yang didirikan di Kota Surakarta tergolong
apartemen kelas menengah keatas. Rata-rata harga setiap unit apartemen
paling murah 300 juta rupiah. Sungguh harga yang sama sekali tidak mungkin
terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan rendah yang tinggal di
daerah sekitar bantaran sungai. Pembangunan apartemen di kota ini dapat
dikatakan hanya berorientasi pada uang, maksudnya adalah pendirian
apartemen ini menjadi lahan bagi orang-orang kaya untuk menambah
kekayaan mereka dengan berinvestasi pada bisnis properti ini. Sehingga
walaupun apartemen-apartemen ini didirikan, masyarakat yang
berpenghasilan rendah yang tinggal di daerah bantaran sungai tidak akan bisa
menikmati hasil dari pembangunan apartemen tersebut. Masyarakat yang
tergolong miskin akan tetap hidup di bantaran sungai bahkan bertanbah dari
tahun ke tahun sehingga resiko bencana banjir tidak bisa diminimalisir bahkan
lebih parah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Izin mendirikan bangunan sebagai syarat mutlak pendirian bangunan
diharapkan mampu mengatasi permasalahan di atas. Izin mendirikan
bangunan yang akan diterbitkan baiknya di kaji terlebih dahulu tentang
dampak sosial yang dapat timbul akibat pekerjaan mendirikan bangunan.
Seperti pada pembangunan rumah susun misalnya. Pemerintah kota surakarta
adalah yang paling berwenang dalam menentukan IMB yang diajukan
pemohon layak atau tidak untuk diterbitkan. Dalam pertimbangannya
pemerintah wajib memperhatikan fungsi sosial dalam pembangunan rumah
susun. Pemenuhan kebutuhan masyarakat akan tempat tinggal yang bersih,
sehat, dan dengan harga yang dapat dijangkau oleh masyarakat
berpenghasilan rendah harusnya mendapat prioritas utama dalam
pembangunan rumah susun yang akan dibangun. Dengan kata lain masyarakat
lebih membutuhkan rumah susun dengan konsep sederhana yang harganya
lebih terjangkau akan tetapi tanpa meninggalkan lingkungan yang bersih dan
sehat daripada apartemen dengan konsep yang mewah yang harganya tidak
bisa di jangkau masyarakat.
Kota Surakarta terkenal dengan budayanya. Kota ini sedang gencar-
gencarnya menarik wisatawan asing dengan berbagai promosi kebudayaan
seperti dengan melakukan beberapa even kebudayaan, dan memperbaiki
wajah kota sehingga dapat memunculkan ciri khas Kota Surakarta sebagai
Kota Budaya. Perbaikan wajah kota tersebut dilakukan antara lain dengan
membuat taman-taman kota, merelokasi pedagang kaki lima yang sebelumnya
semrawut menjadi lebih rapi, memperbaiki dan memfungsikan kembali
tempat tempat bersejarah di Kota Surakarta termasuk tempat-tempat yang
bernilai budaya. Akan tetapi pembangunan gedung-gedung bertingkat pun
didirikan tidak kalah gencarnya dengan pemerintah kota yang sedang giat
mengikrarkan diri bahwa Kota Surakarta adalah Kota Budaya. Beberapa
masyarakat yang masih memegang teguh kebuyaan, merasa sedikit kecewa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
dengan sikap pemerintah tersebut. Pembangunan gedung gedung bertingkat
tersebut perlahan-lahan dianggap dapat menghapus nilai-nilai kebudayaan.
Kota Surakarta akan menjadi kota moderen yang individualis. Nilai-nilai
sejarah akan budaya lama-kelamaan terhapus dengan pengaruh budaya asing
yang masuk.
Seperti pada pembangunan apartemen misalnya. Pembangunan
gedung bertingkat ini dipenuhi dengan fasilitas-fasilitas moderen yang
diadopsi dari negara barat. Sistem hunian ini mengakibatkan diantara para
penghuninya tidak lagi menjalin kegotong-royongan. Seperti misalnya tidak
akan ada yang namanya rapat RT, tidak akan ada kerja bakti, bahkan para
penghuninya tidak akan saling mengenal. Padahal di jawa menganut sistem
kekerabatan geminsekap atau dalam bahasa jawa disebut guyub yang berarti
mesyarakat memegang teguh prinsip gotong royong dan tolong menolong.
Mereka tehubung seperti keluarga sendiri.
Many Asian cultures have distinct conceptions of individuality that
insist on the fundamental relatedness of individuals to each other. The
emphasis is on attending to others, fitting in, and harmonious
interdependence with them. (Markus, Hazel R :1991)
Selanjutnya pembangunan gedung bertingkat ini juga dapat berpotensi
menghilangkan ciri khas Kota Surakarta yang memiliki banyak tempat-tempat
bernilai sejarah dan budaya. Masyarakat dan para wisatawan akan lebih
memilih berkunjung ke tempat-tempat moderen yang menjadi bagian dari
bangunan apartemen tersebut. Keraton dan tempat-tempat bersejarah lain akan
sepi pengunjung, bahkan tidak menutup kemungkinan akan dirubah dengan
gedung bertingkat yang lebih memberikan kontribusi terhadap pendapatan
daerah. Suatu ketika kita tidak akan lagi terkejut melihat upacara adat maupun
event-event budaya lain diadakan di pusat perbelanjaan jika pemerintah tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
membatasi pendirian gedung-gedung bertingkat moderen di kota ini.
Sebenarmya pendirian bangunan bertingkat tidak bertentangan dengan Pasal
15 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1992 Tentang Benda Cagar Budaya.
Karena larangan yang diatur dalam Undang-Undang ini antara lain:
a. Setiap orang dilarang merusak benda cagar budaya dan situs serta
lingkungannya.
b. Tanpa izin dari Pemerintah setiap orang dilarang :
1). Membawa benda cagar budaya ke luar wilayah Republik Indonesia;
2). Memindahkan benda cagar budaya dari daerah satu ke daerah lainnya;
3). Mengambil atau memindahkan benda cagar budaya baik sebagian
maupun seluruhnya, kecuali dalam keadaan darurat;
4). Mengubah bentuk dan atau warna serta memugar benda cagar budaya;
5). Memisahkan benda cagar budaya dari kesatuannya;
6). Memperdagangkan atau memperjualbelikan atau memperniagakan
benda cagar budaya.
Perusakan misalnya dengan melakukan kegiatan yang dapat merusak
cagar budaya baik sengaja maupun tidak, pendirian bangunan baru diatas
lokasi cagar budaya sehingga dapat menghilangkan bangunan lama.
Sedangkan yang dimaksud pengeksploitasian seperti misalnya menjual benda-
benda warisan budaya secara illegal, pencurian terhadap benda-benda budaya,
menggunakan benda-denda budaya yang dilindungi tanpa izin.
Masyarakat Kota Surakarta mmpunyai banyak kepercayaan yang
masih dipegang teguh sampai saat ini. Kepercayaan ini merupakan sebuah
bentuk kearifan lokal. Kearifan lokal didefinisikan sebagai kebenaran yang
telah mentradisi atau ajeg dalam suatu daerah. Kearifan lokal atau sering
disebut local wisdom dapat dipahami sebagai usaha manusia dengan
menggunakan akal budinya (kognisi) untuk bertindak dan bersikap terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
sesuatu, objek, atau peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu (Ridwan,
2007).
Kearifan (wisdom) secara etimologi berarti kemampuan seseorang
dalam menggunakan akal pikirannya untuk menyikapi sesuatu kejadian,
obyek atau situasi. Sedangkan lokal, menunjukkan ruang interaksi dimana
peristiwa atau situasi tersebut terjadi. Dengan demikian, kearifan lokal secara
substansial merupakan norma yang berlaku dalam suatu masyarakat yang
diyakini kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertindak dan berperilaku
sehari-hari. Oleh karena itu, kearifan lokal merupakan entitas yang sangat
menentukan harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya (Geertz,
2007).
Salah satu bentuk kearifan lokal masyarakat Surakarta adalah
kepercayaan terhadap Keraton Surakarta yang dianggap sebagai panutan bagi
masyarakat Kota Surakarta. Dalam keraton mempunyai nilai-nilai sakral yang
dianggap akan bermanfaat bagi kehidupan masyarakat, tidak ada sanksi bagi
seseorang yang tidak mematuhinya akan tetapi jika dilanggar masyarakat
mempercayai akan membawa bencana bagi mereka yang melanggarnya. Salah
satu nilai tersebut adalah tentang bangunan. Di Keraton Surakarta terdapat
bangunan yang bernama Sangga Buwono. Bangunan ini merupakan bangunan
tertinggi di Kota Surakarta pada zamannya sehingga bangunan ini dianggap
sebagai kepala dari Keraton Surakarta. Tidak ada bangunan lain yang boleh
melebihi ketinggian dari bangunan ini. Masyarakat meyakini kalau ada
bangunan yang melebihi bangunan ini akan mendapatkan malapetaka.
Zaman sudah berubah, nilai-nilai tersebut sudah berubah. Bangunan-
bangunan pencakar langit sudah tidak lagi memperhatikan nilai budaya yang
dianut oleh masyarakat. Sebenarnya pemerintah sudah mengakomodir 2
kepentingan yang berbeda antara kebudayaan dan kemajuan zaman ke dalam
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
sebuah peraturan daerah. Misalnya untuk ketinggian bangunan, pemerintah
sudah menetapkan tentang batas ketinggian maksimal terhadap pendirian
bangunan bertingkat. Pembatasan tersebut dilakukan untuk menghormati nilai
kebudayaan masyarakat tentang kepercayaan mereka terhadap bangunan
Sangga Buwono di atas, dan pembatasan tersebut tetap memberikan toleransi
kepada para pengusaha untuk dapat mendirikan bangunan karena tidak
mungkin jika bengunan yang didirikan tidak boleh melebihi bangunan Sangga
buwono karena ketinggian bangunan keraton ini hanya 36 meter. Peraturan
yang telah dibuat oleh pemerintah kota diatas tampaknya tidak begitu
memuaskan kalangan pengusaha. Pada kenyataannya, pembangunan
apartemen di Kota Surakarta ketinggiannya melebihi apa yang diatur
sebelumnya. IMB yang diajukan oleh pemohon begitu saja di setujui oleh
pemerintah kota. Pemerintah tidak begitu kuat menjaga identitas kota
surakarta sebagai kota budaya. Di kota lain seperti di Bali misalnya,
pemerintah mati-matian mempertahankan identitas mereka sebagai kota
budaya. Pemerintah bali memberikan harga mati terhadap batasan ketinggian
bangunan yang boleh didirikan yaitu setinggi pohon kelapa atau maksimal 15
meter.hal ini tertuang dalam Perda Provinsi Bali No.3 Tahun 2005 tentang
Rencana Tata Ruang pasal 30 ayat 1 huruf e poin 2 yang menyatakan bahwa
ketingian maksimum bangunan di bali adalah 15 meter (atau sering dikatakan
setinggi pohon kelapa). Perhitungan 15 meter tersebut bukanlah ujung atap
tetapi ring balok struktur teratas. Hal ini dilakukan karena pemerintah kota di
sana dengan memasukkan ajaran Tri Hita Karana (ajaran dalam agama hindu)
sebagai landasan ideologi dalam perda tata ruang di atas.
(http://www.antaranews.com).
Berbeda dengan Kota Surakarta yang sudah membuat rencana untuk
menambah ketinggian bangunan bertingkat pada peraturan daerah yang akan
datang diperkirakan batasan ketinggian yang diperbolehkan mencapai 30
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
lantai yang sebelumnya hanya 20 lantai. Pembangunan gedung setinggi ini
akan semakin menutup wajah Kota Surakarta sebagai kota yang berbasis
budaya jawa.
Penekanan yang harus dilakukan terhadap pelestarian kearifan lokal
yaitu dengan menjadikan norma adat dan tradisi budaya sebagai muatan
dalam peraturan perundang-undangan (Ir. Imam S. Ernawi, MCM., MSc :2010).
3. Penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Apartemen Ditinjau dari Kaidah-
Kaidah Tata Ruang Kota
a. Kajian Terhadap Konsep Tata Ruang
Wilayah Negara Indonesia terdiri dari wilayah nasional sebagai
satu kesatuan wilayah provinsi dan wilayah kabupaten/kota yang masing-
masing merupakan sub-sistem ruang menurut batasan administrasi. Dapat
digambarkan bahwa di dalam sub-sistem tersebut terdapat sumber daya
manusia dengan berbagai macam kegiatan pemanfaatan sumber daya alam
dengan sumber daya buatan, dengan tingkat pemanfaatan ruang yang
berbeda-beda.
Secara makro, kegiatan pembangunan ekonomi meliputi berbagai
aktivitas pembangunan mulai dari pembangunan sektor perumahan,
industri, transportasi, perdagangan dan lain-lain. Aktivitas pembangunan
tersebut tentu saja memerlukan lahan dan ruang sebagai tempat untuk
menampung kegiatan dimaksud. Ini berarti berhubungan erat dengan
masalah lingkungan tempat aktivitas pembangunan tersebut berlangsung.
Penggunaan lahan oleh setiap aktivitas pembangunan sedikitnya akan
mengubah rona lingkungan awal menjadi rona lingkungan baru, sehingga
terjadi perubahan kesinambungan lingkungan, yang kalau tidak dilakukan
penggarapan secara cermat dan bijaksana, akan terjadi kemerosotan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
kualitas lingkungan, merusak dan bahkan memusnahkan kehidupan
habitat tertentu dalam ekosistem bersangkutan.
Melihat kondisi diatas pembangunan di Indonesia khususnya di
beberapa wilayah perkotaan tertentu, harus memiliki suatu perencanaan
atau konsep tata ruang yang dulu sering disebut dengan master plan,
dimana konsep tersebut sebagai arahan dan pedoman dalam melaksanakan
pembangunan, sehingga pemanfaatan sumber daya yang terdapat di
masing-masing wilayah perkotaan dapat digunakan secara maksimal dan
masalah-masalah yang akan timbul yang diakibatkan dari hasil
pembangunan akan dapat diminimalisir.
Pembangunan di Kota Surakarta mengalami perkembangan yang
begitu cepat dari tahun ke tahun, hal ini sejalan dengan pertumbuhan
penduduk yang semakin tinggi. Untuk itu perlu adanya pengaturan,
pengarahan, serta pengendalian atas perkembangan kota surakarta yang
begitu pesat.
Melalui Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993 Tentang
Rencana Umum Tata Ruang Kota diharapkan mampu dicapai tujuan
seperti pada pasal 5 dalam peraturan daerah ini yaitu :
RUTRK Surakarta bertujuan untuk mencapai suatu kehidupan warga kota
yang sejahtera dan keadaan kota yang aman, bersih, sehat, rapi, indah serta
berwawasan jatidiri dan lingkungan melalui :
1). Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang serasi, seimbang sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuan daya dukung lahan maupun
pertumbuhan dan perkembangan kota antara pertunbuhan fisik
secara horizontal dan vertical sector ekonomi dan social-budaya
serta sector tradisional dan modern;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
2). Perwujudan pemanfaatan ruang kota yang sejalan dengan tujuan
serta kebijaksanaan Pembangunan nasional dan pembangunan
provinsi jawa tengah.
Apartemen atau yang juga disebut rumah susun adalah salah satu
implementasi dari pelaksanaan kegiatan penataan ruang di Surakarta
khususnya dibidang sektor perumahan. Seperti dalam Pasal 11 Perda Kota
Surakarta tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota Surakarta pada
rencana pengembangan pembangunan strategis pembentuk tata ruang kota
pada sektor perumahan antara lain:
1). Meningkatkan perkembangan penyediaan rumah serta memberi
perhatian pada perbaikan perumahan kumuh dan perumahan
golongan ekonomi lemah;
2). Mengembangkan rumah secara vertical (rumah susun) serta
mengembangkan perumahan penduduk kampung untuk tempat
tinggal sementara bagi wisatawan, olahragawan, mahasiswa,
pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta karyawan;
3). Merintis pengembangan kerjasama dengan pemerintah daerah
tetangga dalam hal pengadaan perumahan di wilayah perbatasan
daerah.
Pembangunan rumah susun merupakan langkah pemerintah untuk
memaksimalknan penggunaan lahan yang relatif tetap sedangkan
pertambahan jumlah penduduk Kota Surakarta semakin bertambah dari
tahun ke tahun seperti apa yang telah telah tercantum pada ayat (2) di atas
tentang pengembangan rumah secara vertikal. Akan tetapi dalam
pembangunannya rumah susun tidak lepas dari sasaran pengembangan
yang tercantum ayat (1) peraturan diatas yaitu : Meningkatkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
perkembangan penyediaan rumah serta memberi perhatian pada perbaikan
perumahan kumuh dan perumahan golongan ekonomi lemah;
Sehingga yang diamanatkan dalam peraturan regulasi tersebut
adalah pengembangan rumah secara vertical yang diperuntukkan bagi
golongan ekonomi lemah. Hal ini merupakan implementasi dari ayat 1
huruf a Pasal 3 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang Rumah
Susun yang berbunyi:
”Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :memenuhi kebutuhan
perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang
berpenghasilan rendah, yang menjami kepastian hukum dalam
pemanfaatannya”.
Jadi telah jelas yang diinginkan Pemerintah Kota Surakarta sendiri
menurut perda tata ruang dibidang sektor perumahan adalah
pengembangan perumahan secara vertikal yaitu dengan melaksanakan
pembangunan rumah susun mengingat terbatasnya lahan dan pertambahan
penduduk kota yang semakin meningkat. Akan tetapi pembangunan
rumah susun tersebut lebih difokuskan untuk kemanfaatan penduduk yang
berpenghasilan rendah yang pada saat ini menempati kawasan tidak layak
huni seperti di daerah bantaran sungai yang lingkungannya kumuh dan
berpotensi mengakibatkan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Apartemen merupakan bentuk lain dari rumah susun. Akan tetapi
bangunan ini sama sekali tidak mencerminkan sasaran seperti yang
termaktub dalam konsep pengembangan tata ruang kota di bidang
perumahan. Bangunan mewah ini sangat jauh dari jangkauan masyarakat
berpenghasilan rendah karena dari segi nominal, harganya sangatlah tinggi
untuk kalangan menengah kebawah. Jadi walaupun bangunan apartemen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
ini didirikan, penduduk yang berpenghasilan rendah tetap akan menempati
rumah dibantaran sungai karena tidak mampu memanfaatkan dan
menikmati hasil dari pembangunan ini.
Izin mendirikan bangunan merupakan ujung tombak paling depan
dalam mengupayakan keadaan yang tertib dan teratur agar pembangunan
rumah susun sejalan dengan konsep dalam undang-undang tata ruang.
Seharusnya IMB yang dikeluarkan oleh Pemerintah Kota Surakarta lebih
diprioritaskan kepada pembangunan rumah susun yang memiliki
kemanfaatan bagi penduduk yang berpenghasilan rendah yang pada saat
ini menempati kawasan tidak layak huni.
b. Peruntukan lokasi
Salah satu yang menentukan dalam pengambilan keputusan boleh
tidaknya diterbitkannya IMB adalah ketentuan mengenai peruntukan
lokasi. Peruntukan lokasi merupakan aktualisasi dalam pemanfaatan
ruang yang nantinya akan menentukan fungsi bangunan apa saja yang
boleh dibangun dalam wilayah tersebut baik yang menjadi prioritas
pembangunan di wilayah maupun yang menjadi rencana pengembangan
penatagunaan tanah, air dan udara di wilayah tersebut .
Pembagian wilayah yang dilakukan oleh pemerintah berfungsi
untuk merencanakan pembangunan sesuai dengan potensi alam yang
tersedia (tanah,air,udara dan sda yang ada). Kota surakarta sendiri
membagi wilayah yang dituangkan kedalam SWP ( sub wilayah
pembangunan) Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1993
Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota telah membagi kotamadya
dalam 10 sub wilayah pembangunan (SWP), kemudian dijabarkan lebih
lanjut dalam Rencana Bagian Wilayah Kota (RBWK) yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
menggambarkan rencana pengembangan zona di masing-masing SWP.
Pembagian ini lah yang berfungsi sebagai acuan untuk menentukan fungsi
bangunan apa saja yang boleh didirikan dalam masing-masing wilayah.
Pembagian SWP Kota Surakarta sesuai RBWK adalah sebagai berikut:
1). SWP 1
a). Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan pucangsawit meliputi
6 kelurahan (Pucangsawit, Jagalan, Gandekan, Sangkrah,
Kampung sewu, dan Semanggi) seluas 487,52 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Tipe rumah tinggal tipe kecil, raisonet,
kopel, dan rumah susun;
(2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani
daerah perumahan yang disarankan adalah eceran,
perdagangan umum, pengangkutan, alat rumah tangga
dan mebel, bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat berat;
(3). Jasa pelayanan-umum (Koperasi);
(4). Fasilitas sosial : Perkantoran Pemerintah, Rumah Sakit,
Pendidikan tinggi;
(5). Fasilitas penghijauan : Rekreasiruang tanah terbuka, jalur
hijau, rekreasi air terbuka;
(6). Fasilitas angkutan : Sub stasiun KA, (stasiun angkutan
barang), sub terminal mini bus, pergudangan;
(7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan distribusi
listrik;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
(8). Industri : semua jenis industri yang mempunyai daya
pencemaran lingkungan tidak cukup tinggi dan industri
lain yang tidak berbahaya;
2). SWP 2
a). Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan kampungbaru
meliputi 12 kelurahan (kampungbaru, kepatihan kulon,
kepatihan wetan, purwodiningratan, gilingan, kestalan,
keprabon, ketelan, timuran, punggawan, stabelan, dan
sudiroprajan) seluas 430,90 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Industri : semua jenis industri ringan, industri rumahan
yang tidak mencemarkan dan tidak mengganggu
lingkungan masih diperkenankan melakukan kegiatan di
pusat kota;
(2). Fasilitas sosial-ekonomi : semua jenis fasilitas sosial
masih layak berlokasi di SWP II kecuali fasilitas-fasilitas
sosial yang memerlukan lahan yang luas ( perguruan
tinggi, rumah sakit, komplek perkantoran pemerintahan;
(3). Perumahan : pembangunan lingkungan perumahan di
SWP II diprioritaskan bagi pembangunan rumah unit
kecil yang dapat berupa :
(a). Pembangunan rumah susun;
(b). Rumah toko;
(c). Perbaikan lingkungan perumahan kampung;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
(d). Perumahan-perumahan besar yang ada di pusat kota
yang sudah mapan dibiarkan seperti adanya kecuali
ada pengembangan fungsi yang berbeda.
(4). Penghijauan : Segala bentuk ruang terbuka dan
penghijauan jika memungkinkan dapat dikembangkan di
SWP II kecuali kuburan. Diperlukan zona-zona yang
kaku untuk ruang penghijauan di SWP II;
(5). Pengangkutan : Tidak ada terminal, sub terminal kecuali
pangkalan-pangkalan kendaraan tradisional pada tempat-
tempat yang diperlukan, pengembangan tempa parkir
khusus, taman parkir, gedung parkir, Tidak ada gudang-
gudang besar dalam SWP II;
(6). Daerah Antik : Perlindungan dam pemugaran serta
pengembangan daerah guna berbagai keperluan lintas
sektoral pendidikan, dan kebudayaan, pariwisata.
3). SWP 3
a). Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan gajahan meliputi 12
kelurahan (joyontakan, Danukusuman, Seregan, Kratonan,
Jayengan, Kemlayan, Pasarkliwon, Gajahan, Kauman,
Baluwarti, Kedunglumbu, Joyosuran) seluas 494,31 hektar
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Industri : semua jenis industri ringan, industri rumahan
yang tidak mencemarkan dan tidak mengganggu
lingkungan masih diperkenankan melakukan kegiatan
di pusat kota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
(2). Fasilitas sosial-ekonomi : semua jenis fasilitas sosial
masih layak berlokasi di SWP III kecuali fasilitas-
fasilitas sosial yang memerlukan lahan yang luas (
perguruan tinggi, rumah sakit, komplek perkantoran
pemerintahan;
(3). Perumahan : pembangunan lingkungan perumahan di
SWP III diprioritaskan bagi pembangunan rumah unit
kecil yang dapat berupa :
(a). Pembangunan rumah susun;
(b). Rumah toko;
(c). Perbaikan lingkungan perumahan kampung;
(d). Perumahan-perumahan besar yang ada di pusat
kota yang sudah mapan dibiarkan seperti adanya
kecuali ada pengembangan fungsi yang berbeda.
(4). Penghijauan : Segala bentuk ruang terbuka dan
penghijauan jika memungkinkan dapat dikembangkan
di SWP III kecuali kuburan. Diperlukan zona-zona
yang kaku untuk ruang penghijauan di SWP III;
(5). Pengangkutan : Tidak ada terminal, sub terminal
kecuali pangkalan-pangkalan kendaraan tradisional
pada tempat-tempat yang diperlukan, pengembangan
tempa parkir khusus, taman parkir, gedung parkir,
Tidak ada gudang-gudang besar dalam SWP III;
(6). Daerah Antik : Perlindungan dam pemugaran serta
pengembangan daerah guna berbagai keperluan lintas
sektoral pendidikan, dan kebudayaan, pariwisata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
4). SWP 4
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Sriwedari meliputi 8
kelurahan (Tipes, Buni, Panularan, Penumping, Sriwedari,
Purwosari, Manahan, Mangkubumen) seluas 549,43 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Type rumah tunggal, besar dan sedang,
tidak tertutup kemungkinan pembangunan rumah tidak
kecil di daerah ini (misalnya rumah susun, apartemen,
rumah deret, dan sebagainya;
(2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani
daerah perumahan. Yang disarankan adalah grosir
intensitas besar, grosir dan eceran, bahan bangunan, alat-
alat besar, mebel, alat-alat rumah tangga di sekitar jalan
DR. Rajiman. Di jalan Slamet Riyadi Toserba,
supermarket, ruang pamer mobil dan sebagainya;
(3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor
perdagangan, koperasi;
(4). Fasilitas sosial : Perkantoran pemerintah, bangunan
kebudayaan, rumah sakit dan bangunan-bangunan yang
berskala pelayanan kota dan regional lainnya;
(5). Fasilitas penghijauan ruang terbuka : Jalan hijau,
lapangan olah raga;
(6). Fasilitas angkutan : Halte, ruang parkir, gedung parkir;
(7). Industri : Konpeksi, furniture, alat rumah tangga,
industri-industri lain yang mempunyai daya pencemaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
lingkungan relatif kecil dan industri-industri lain yang
berbahaya tidak diperkenankan.
5). SWP 5
a). Dengan pusat pertumbuhan di kelurahan Sondakan meliputi 3
kelurahan (Pajang, Laweyan, Sondakan) seluas 258,50 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Tipe rumah tunggal sedang tidak tersusun
dan rumah susun;
(2). Perdagangan : jenis perdagangan yang tidak melayani
daerah perumahan, yang disarankan adalah eceran,
perdagangan umum dan perdagangan alat pengangkutan,
alat-alat rumah tangga dan pedagang kaki lima;
(3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor
perdagangan, dan Koprasi;
(4). Fasilitas sosial : Perguruan tinggi, perkantoran
pemerintah, rumah sakit, dan bangunan yang berskala
pelayanan kota dan regional;
(5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : Jalur hijau,
Lapangan olah raga terbuka;
(6). Fasilitas angkutan : Sub terminal angkutan kota;
(7). Fasilitas penggunaan khusus: Kuburan;
(8). Industri : semua jenis industri, kecuali industri kimia,
industri yang mempunyai daya pencemaran lingkungan
cukup tinggi dan industri lain yang berbahaya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
6). SWP 6
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Jajar meliputi 3
kelurahan (Karangasem, Jajar, Kerten) seluas 327,60 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Tipe besar dan sedang (tungal) luas kapling
100-250 m2 dan > 250m2, tipe kecil yang disarankan
adalah rumah susun dan maisonette;
(2). Perdagangan : Jenis perdagangan yang bukan melayani
daerah perumahan. Yang disarankan adalah grosir
intensitas besar (dengan parkir kendaraan besar) grosir
dan eceran bahan bangunan, alat-alat berat, hasil bumi,
alat-alat angkutan, mebel dan alat-alat rumah tangga.
Perdagangan kaki lima secara terpusat;
(3). Jasa pelayanan umum : Bengkel-garasi, Bank-asuransi,
kantor perdagangan, koperasi;
(4). Fasilitas sosial : Perguruan tinggi, perkantoran
pemerintah, bangunan kebudayaan, (museum, gedung
kesenian, taman budaya), rumah sakit, dan bangunan-
bangunan yang berskala pelayanan kota dan regional
lainnya;
(5). Fasilitas penghijauan-ruang terbuka : rekreasi terbuka
lapangan olah raga, jalan hijau, kuburan;
(6). Fasilitas angkutan : sub terminal (terminal angkutan kota
dan angkutan pedesaan), stasiun KA;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
(7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transmisi
listrik, telepon, dsb;
(8). Industri : Semua jenis industri, kecuali industri kimia,
industri minyak (kilang) dan industri-industri lain yang
mempunyai daya pencemaran lingkungan cukup tinggi
dan industri-industri yang berbahaya lainnya.
7). SWP 7
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Kadipiro meliputi 2
kelurahan (Kadipiro, Nusukan) seluas 715,10 hektar
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Tipe rumah tinggal besar dan sedang,
demikian juga pembangunan tipe rumah susun;
(2). Perdagangan : perdagangan diutamakan ialah pelayanan
lokal atau bukan melayani daerah perumahan. Yang
disarankan adalah grosir intensitas besar, grosir dan
eceran, bahan bangunan;
(3). Jasa pelayanan umum : Bank, Asuransi, Kantor
perdagangan, dan Koprasi;
(4). Fasilitas sosial : perkantoran pemerintah, bangunan
kebudayaan, rumah sakit dan bangunan-bangunan yang
berskala pelayanan kota;
(5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : Jalur hijau,
Lapangan olah raga;
(6). Fasilitas angkutan : halte, ruang parkir;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
(7). Industri : Konpeksi, furniture, alat rumah tangga, industri
lain yang mempunyai daya pencemaran lingkungan
relatif kecil dan industri-industri lain yang berbahaya
tidak diperkenankan;
8). SWP 8
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Jebres meliputi 2
Kelurahan ( Jebres, dan Tegalharjo) seluas 349,50 hektar
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : tipe sedang ± 100 m2 dan kecil ± 50 m2, tipe
kecil yang paling disarankan ialah tipe rumah susun dan
maisonate;
(2). Perdagangan : jenis perdagangan yang bukan melayani
daerah perumahan, disarankan ialah grosir intensitas
besar (dengan parkir kendaraan yang cukup luas), grosir
dan eceran bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat
angkutan, mobil dll;
(3). Jasa-jasa pelayanan umum : bengkel, garasi, bank,
asuransi, kantor perdagangan, koperasi;
(4). Fasilitas angkutan : sub terminal (terminal angkutan kota
dan angkutan pedesaan );
(5). Fasilitas sosial : perguruan tinggi, perkantoran
pemerintah, bangunan kebudayaan, rumah sakit,
bangunan-bangunan yang berskala playanan kota dan
regional lainnya;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
(6). Fasilitas penghijauan : rekreasi terbuka, lapangan olah
raga, kuburan;
(7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transisi
listrik, telepon, dsb;
(8). Industri : semua jenis industri kecuali, industri-industri
yang mempunyai daya pencemaran lingkungan yang
cukup tinggi dan industri-industri lainnya yang
berbahaya.
9). SWP 9
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Sumber meliputi 2
Kelurahan ( Sumber dan Banyuanyar) seluas 258,30 hektar.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : Tipe rumah tinggal besar dan sedang,
demikian juga pembangunan tipe rumah susun;
(2). Perdagangan : perdagangan diutamakan ialah pelayanan
lokal atau bukan melayani daerah perumahan, yang
disarankan adalah grosir intensitas besar, grosir dan
eceran, bahan bangunan;
(3). Jasa pelayanan umum : bank, asuransi, kantor
perdagangan, koperasi;
(4). Fasilitas sosial : perkantoran pemerintah, bangunan
kebudayaan, rumah sakit, bangunan-bangunan yang
berskala playanan kota;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
(5). Fasilitas penghijauan dan ruang terbuka : jalur hijau,
langan olah raga;
(6). Fasilitas angkutan : halte, ruang parkir;
(7). Industri : konpeksi, furniture, alat rumah tangga, industri
lain yang mempunyai daya pencemaran lingkungan
relatif kecil dan industri-industri lain yang berbahaya
tidak diperkenankan.
10). SWP 10
a). Dengan pusat pertumbuhan di Kelurahan Mojosongo meliputi
1 Kelurahan yaitu kelurahan Mojosongo seluas 532,90.
b). Kegiatan yang paling layak atau yang disarankan, atau
mendapat prioritas atau perhatian utama:
(1). Perumahan : tipe sedang ± 100 m2 dan kecil ± 50 m2, tipe
kecil yang paling disarankan ialah tipe rumah susun dan
maisonate;
(2). Perdagangan : jenis perdagangan yang bukan melayani
daerah perumahan, yang disarankan ialah grosir intensitas
besar (dengan perkir kendaraan yang cukup luas), grosir
dan eceran bahan bangunan, hasil bumi, alat-alat
angkutan, mobil dll;
(3). Jasa pelayanan umum : bengkel, garasi, bank, asuransi,
kantor perdagangan, koperasi;
(4). Fasilitas angkutan : sub terminal ( terminal angkutan kota
dan pedesaan);
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
(5). Fasilitas sosial : perguruan tinggi, perkantoran
pemerintah, bangunan kebudayaan, rumah sakit,
bangunan-bangunan yang berskala playanan kota dan
regional lainnya;
(6). Fasilitas penghijauan : rekreasi terbuka, lapangan olah
raga, kuburan;
(7). Fasilitas penggunaan khusus : pusat jaringan transisi
listrik, telepon dsb;
(8). Industri : semua jenis industri kecuali industri-industri
yang mempunyai daya pencemaran lingkungan yang
cukup tinggi dan industri-industri lainnya yang
berbahaya.
Dari klasifikasi peruntukan lokasi di atas, semua SWP di wilayah
Kota Surakarta rencana pengembangan untuk hal perumahan
memprioritaskan pada pembangunan rumah susun sesuai dengan rencana
pengembangan bidang perumahan seperti yang di amanatkan dalam ayat
(2) Pasal 11 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang
Bangunan. Bangunan apartemen yang ada di Kota Surakarta hampir
semuanya merupakan bangunan dengan fungsi lebih dari satu. Selain
bangunan dengan fungsi perumahan, apartemen-apartemen yang ada di
Kota Surakarta ini mempunyai fungsi lain seperti pertokoan, perkantoran,
dll. Permasalahannya adalah dalam peraturan perundang-undangan
tentang bangunan baik ditingkat pusat maupun daerah tidak dijelaskan
mengenai kriteria pengklasifikasian mana bangunan induk dan mana
bangunan pelengkap dalam bangunan yang mempunyai lebih dari satu
fungsi. Dalam pasal 94 Perda bangunan hanya diatur mengenai status
bangunan pelengkap yang mengikuti bangunan induk. Sehingga akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
timbul ketidakpastian hukum karena berpengaruh terhadap peruntukan
lokasi yang bisa menjadi celah bagi pihak yang mempunyai kepentingan
untuk mendirikan bangunan tidak sesuai dengan tata ruang kota. Misalnya
menurut rencana tata ruang kota, daerah A tidak dimungkinkan untuk
mendirikan bangunan pertokoan. Pengusaha dapat mengajukan IMB
bangunan campuran seperti apartemen agar pengusaha tersebut masih
tetap bisa mendirikan mall. Jika tidak ada pengkasifikasian mengenai
bangunan induk dan pelengkap maka akan sulit bagi pemerintah daerah
untuk mengkaji apakah IMBsudah sesuai dengan peruntukan tata ruang
atau tidak. ` Bangunan dengan fungsi perumahan, pertokoan dan
perkantoran yang menjadi satu seperti konsep apartemen-apartemen di
Kota Surakarta dalam pengajuan IMBnya menggunakan bangunan dengan
fungsi perumahan sebagai status induknya. Jika fungsi induknya sebagai
bangunan perumahan maka pembangunan apartemen-apartemen di Kota
Surakarta ini sudah tepat menurut peruntukan lokasi, tapi jika bangunan
rumah susun atau apartemen yang didirikan di Kota Surakarta ini fungsi
utamanya bangunan pertokoan atau fungsi lainnya maka perlu dilihat
kembali mengenai peruntukan lokasi di tiap-tiap SWP. Seharusnya dalam
peraturan perundang-undangan diatur mengenai hal tersebut. Harus ada
kriteria untuk memisahkan bangunan induk dan bangunan pelengkap
dalam bangunan yang memiliki lebih dari satu fungsi. Misalkan penentuan
bangunan induk dilihat dari luas lahan. Maksudnya dalam bangunan yang
mempunyai lebih dari satu fungsi, bangunan yang menggunakan lahan
yang paling luas akan dijadikan bangunan induk, sedangkan bangunan
yang menggunakan lahan lebih sedikit menjadi bangunan pelengkap.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
c. Ketinggian bangunan bangunan gedung yang diizinkan.
Setiap bangunan yang akan dibangun wajib memperhatikan
ketinggian bangunan. Ketinggian bangunan yang di masing-masing
wilayah SWP adalah berbeda beda. Bahkan dalam satu SWP Pembedaan
tersebut dalam RBWK Kota Surakarta ditentukan oleh 2 faktor.
Yang pertama adalah faktor lokasi ruas jalan tempat bangunan
tersebut didirikan. Ruas jalan di bagi menjadi 3 kategori yaitu:
1). Ruas jalan arteri;
2). Ruas jalan kolektor;
3). Ruas jalan lokal dan lingkungan.
Walaupun ketinggian bangunan dibedakan menurut ruas jalan
tetapi dalam wilayah lain yang ruas jalannya sama, ketinggian bangunan
yang diizinkan belum tentu sama. Misalnya di SWP 1 Surakarta
merupakan daerah pinggiran, sedangkan SWP 3 merupakan daerah pusat
kota maka ketinggian bangunan di jalan arteri SWP 1 dan SWP 3 akan
berbeda. ketinggian bangunan yang diizinkan di jalan arteri pusat kota
lebih tinggi dari pada ketinggian bangunan yang diizinkan di jalan arteri
pinggir kota. Hal tersebut juga berlaku pada ruas jalan kolektor maupun
ruas jalan lokal yang berada di swp yang berbeda.
Yang kedua adalah faktor luas lahan. Semakin luas lahannya maka
semakin tinggi bangunan yang dapat dibangun. Faktor yang kedua ini
dapat mematahkan pembagian ketinggian bangunan yang diizinkan
menurut ruas jalan. Jadi walaupun lokasi pembangunan gedung yang akan
di bangun berada di ruas jalan arteri, akan tetapi jika lahan yang tersedia
tidak luas maka bangunan yang didirikan tidak boleh terlalu tinggi karena
akan menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan. Begitu juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
sebaliknya, apabila bangunan yang didirikan berada di ruas jalan kolektor
akan tetapi memiliki lahan yang cukup luas maka bengunan dapat
didirikan lebih tinggi.
Dari kedua faktor pembedaan diatas tentu akan membuat
ketidakpastian dalam masyarakat tentang batasan ketinggian bangunan ,
akan tetapi ketinggian maksimal menjadi arahan yang pasti agar semua
bangunan di surakarta yang didirikan tidak melebihinya. Di mana saja
lokasinya dan seberapa luas lahan yang tersedia bangunan yang akan
didirikan di kota surakarta tidak boleh melebihi ketinggian 84 meter
dengan jumlah lantai maksimal 20 lantai sesuai dengan pasal 20 huruf d
Perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
yang di jelaskan bahwa ”kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi
yaitu blok dengan bangunan bertingkat 9 (Sembilan lantai dengan tinggi
puncak minimum 40 meter dari lantai dasar dan ALL minimum 9 kali
ALD, maksimum 20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum
84meter dari lantai dasar dan ALL maksimum 20 kali ALD”. Kata dengan
merujuk pada dua persyaratan yang harus dipenuhi semuanya yaitu
ketinggian bangunan yang didirikan tidak boleh lebih dari 84 meter dan
lantai bangunan gedung tidak boleh lebih dari 20 lantai.
Apabila ada perencanaan pembangunan yang dituangkan dalam
IMB melebihi ketentuan ketinggian dalam perda ini, maka izin harus
ditinjau ulang. Artinya jika bangunan yang akan didirikan melebihi batas
84 meter dan 20 lantai maka IMB yang dimohonkan dikembalikan kepada
pemohon untuk dirubah sesuai dengan ketentuan dalam perda ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
B. Harmonisasi Peraturan Perundang-undangan Tentang Izin Mendirikan
Bangunan Apartemen.
Kegiatan yang pertama adalah mengumpulkan peraturan perundang-
undangan yang menjadi fokus penelitian. Selanjutnya diklasifikasikan
berdasarkan kronologis dari bagian-bagian yang diatur oleh peraturan tersebut.
Kemudian analisis dengan menggunakan pengertian-pengertian dasar dari sistem
hukum ; hubungan hukum ; dan objek hukum. Yang dianalisis, hanya pasal-pasal
yang isinya mengandung kaidah hukum, kemudian melakukan konstruksi dengan
cara memasukkan pasal-pasal tertentu kedalam kategori-kategori berdasarkan
pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.
Harmonisasi peraturan perundang-undangan dapat ditelaah baik secara
vertikal maupun horizontal. Apabila harmonisasi peraturan perundang-undangan
ini ditelaah secara vertikal, berarti akan dilihat bagaimana hierarkisnya antara
peraturan perundang-undangan yang satu dengan yang lainnya. Untuk melakukan
analisis harmonisasi peraturan perundang-undangan secara lebih mendalam harus
memperhatikan beberapa asas perundang-undangan Namun disamping asas-asas
perundangan, perlu juga diperhatikan tata urutan perundang-undangan di
Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 10 tahun 2004 Tentang Pembentukan
Peraturan Perundang-undangan.
Mengkaji harmonisasi peraturan perundangan secara horisontal yang
dikaji adalah sejauh mana peraturan perundang-undangan yang mengatur
berbagai bidang itu mempunyai hubungan fungsional secara konsisten. Penelitian
ini, disamping mendapat data yang lengkap dan menyeluruh mengenai
perundang-undangan bidang tertentu, juga dapat mengungkapkan kelemahan-
kelemahan yang ada pada perundang-undangan yang mengatur bidang-bidang
tertentu. Dengan demikian, peneliti dapat membuat rekomendasi agar perundang-
undangan tersebut dilakukan perubahan atau pencabutan. Tentunya tidak semua
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
bidang dalam perundang-undangan itu hendak diteliti, oleh karena itu kegiatanya
diawali dengan meimilih bidang apa yang hendak diteliti.
Dalam penelitian ini, peneliti hendak mengharmoniskan peraturan
perundang-undangan mengenai izin mendirikan bangunan yang terdapat dalam
Peraturan Daerah Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
dengan peraturan yang lebih tinggi (membahas hal yang sama), serta pengaturan
tentang izin mendirikan bangunan khusus seperti bangunan apartemen.
Menurut pasal 8 Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, materi muatan yang harus diatur
dalam undang-undang berisi hal-hal yang :
1. Mengatur lebih lanjut ketentuan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang meliputi :
a. Hak-hak asasi manusia;
b. Hak dan kewajiban warga negara;
c. Pelaksanaan dan penegakan kadaulatan Negara serta pembagian kekuasaan negara;
d. Wilayah negara dan pembagian daerah;
e. Kewarganegaraan dan kependudukan;
f. Keuangan negara.
2. Diperintahkan oleh suatu undang-undang untuk diatur dengan undang-
undang.
Ketentuan izin mendirikan bangunan diatur dalam Undang-
Undang Bangunan dengan memperhatikan ketentuan-ketentuan dalam
pasal-pasal Undang-Undang Penataan Ruang. Undang-Undang Bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
dan Undang-Undang Penataan Ruang mengatur lebih lanjut mengenai pasal-
pasal yang berkaitan dengan izin mendirikan bangunan yang ada dalam
undang-undang dasar negara republik indonesia 1945 yaitu:
a. Pasal 28 D ayat 1
Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan,
dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan
hukum;
b. Pasal 33 ayat 3
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Sedangkan landasan operasionalnya terdapat dalam Ketetapan
Majelis Permusyawaratan Rakyat Nomor IV/MPR/1999, Tentang Garis-
garis Besar Haluan Negara Bab IV dalam arah dan kebijaksanaan butir H
bagian Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup dinyatakan :
“Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan
lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi
dan budaya masyarakat lokal serta penataan ruang yang penguasaannya
diatur dalam Undang-undang.”.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan merupakan pelaksanaan dari
Undang-Undang Bangunan. Dalam hal perizinan mendirikan bangunan
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan dijadikan
pedoman sebagai pembentuk Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan antara lain
terdapat dalam:
a. Pasal 7
1). Ayat 1
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
2). Ayat 2
Persyaratan administratif bangunan gedung sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) meliputi persyaratan status hak atas tanah, status
kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan.
3). Ayat 3
Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan
dan persyaratan keandalan bangunan gedung.
b. Pasal 8
1). Ayat 1
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
yang meliputi:
a). Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari
pemegang hak atas tanah;
b). Status kepemilikan bangunan gedung; dan
c). Izin mendirikan bangunan gedung;
d). Sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2). Ayat 2
Setiap orang atau badan hukum dapat memiliki bangunan gedung
atau bagian bangunan gedung.
3). Ayat 3
Pemerintah Daerah wajib mendata bangunan gedung untuk
keperluan tertib pembangunan dan pemanfaatan.
4). Ayat 4
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan gedung,
kepemilikan, dan pendataan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut
dengan Peraturan Pemerintah.
Sebagai pelaksanakan yang telah diamanatkan undang-undang
bangunan diatas maka dalam pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun
2005 tentang Bangunan Gedung juga mencantumkan ketentuan mengenai
izin mendirikan bangunan sebagai syarat administratif :
a). Ayat 1
Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif
dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung.
b). Ayat 2
Persyaratan administratif bangunan gedung meliputi :
1). Status hak atas tanah dan atau izin pemanfaatan dari pemegang
hak atas tanah;
2). Status kepemilikan gedung;
3). Izin mendirikan bangunan gedung.
c). Ayat 3
Persyaratan teknis bangunan meliputi persyaratan tata bangunan dan
persyaratan keandalan bangunan gedung.
IMB merupakan salah satu persyaratan administratif pendirian
sebuah bangunan yang harus dipenuhi oleh pemilik gedung sebelum
mendirikan sebuah bangunan. Setelah memiliki imb pemilik gedung
mendapat kepastian hukum tentang pendirian bangunan agar nantinya
tidak mendapat gangguan dari pihak lain, maka dari itu pengaturan imb
harus kuat dasar hukumnya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Dalam hal dasar hukum IMB selain harus kuat, pengaturan IMB
harus harmonis antara peraturan yang satu dengan yang lain dan juga
harmonis dari peraturan tingkat pusat maupun daerah. Apabila ada satu
saja yang tidak harmonis dalam arti peraturan yang satu bertentangan
dengan peraturan yang lain maka akan membuat dasar hukum imb tidak
kuat dan dapat dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung
jawab.
Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan dalam ayat 2 Pasal
8 Peraturan Pemerintah diatas diuraikan secara rinci dalam Pasal 14 dan
15 pada peraturan pemerintah ini yang antara lain berbunyi :
a. Pasal 14
1). ayat I
Setiap orang yang akan mendirikan bangunan gedung wajib
memiliki izin mendirikan bangunan gedung
2). ayat 2
Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diberikan oleh pemerintah dearah, kecuali bangunan
gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses permohonan
izin mendirikan bangunan gedung.
3). Ayat 3
Pemerintah daerah wajib memberikan surat keterangan rencana
kabupaten/kota untuk lokasi yang bersangkutankepada setiap
orang yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
4). Ayat 4
Surat keterangan rencana kabupaten atau kota sebagaimana
dimaksud dengan ayat 3 merupakan ketentuan yang berlaku untuk
lokasi yang bersangkutan dan berisi:
a). Fungsi bangunan gedung yang dapat dibangun pada lokasi
bersangkutan;.
b). Ketingian maksimum gedung yang diizinkan;
c). Jumlah lantai/lapis bangunan gedung dibawah permukaan
tanah dan KTB yang diizinkan;
d). Garis sempadan dan jarak bebas minimum bangunan gedung
yang diizinkan;
e). KDB maksimum yang diizinkan;
f). KLB maksimum yang diizinkan;.
g). KDH minimum yang diizinkan;.
h). KTB maksimum yang diizinkan.
i). Jaringan utilitas kota.
5). Ayat 6
Rencana kabupaten atau kota sebagaimana dimaksud pada ayat 4
dan ayat 5 digunakan sebagai dasar penyusunan rencana teknis
bangunan gedung.
b. Pasal 15
1). Ayat 1
Setiap orang dalam mengajukan permohonan izin mendirikan
bangunan gedung sebagaimana dimaksud dalam pasal 14 ayat (1)
wajib melengkapi dengan :
a). Tanda bukti status kepemilikan hak atas tanah atau tanda
buktiperjanjian pemanfaatan tanah sebagaimana dimaksud
dalam pasal 11;
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
b). Data pemilik bangunan gedung;
c). Rencana teknis bangunan gedung;
d). Hasil analisis mengenai dampak lingkungan bagi bangunan
gedung yang menimbulkan dampak penting terhadap
lingkungan.
2). Ayat 2
Untuk proses pemberian perizinan bangunan gedung yang
menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan sebagaimana
dimaksud pada ayat 1 huruf d, harus mendapat pertimbangan
teknis dari tim ahli bangunan gedung dan dengan
mempertimbangkan pendapat publik.
Dari peraturan pemerintah tentang bangunan gedung diatas
merupakan persyaratan yang wajib dilampirkan dalam permohonan izin
mendirikan bangunan. Dalam peraturan ini disyaratkan lampiran tentang
rencana teknis bangunan gedung yang mengacu pada surat keterangan
rencana tata ruang kota yang diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
Selanjutnya rencana teknis inilah yang akan dijadikan acuan untuk
permohonan izin mendirikan bangunan gedung. Selain itu ditentukan juga
mengenai analisis dampak lingkungan untuk bangunan yang mempunyai
dampak penting.
Dalam PP Nomor 36 Tahun 2005 diatas pada pasal 14 ayat (2)
disebutkan bahwa : ”Izin mendirikan bangunan gedung sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pemerintah daerah, kecuali
bangunan gedung fungsi khusus oleh pemerintah melalui proses
permohonan izin mendirikan bangunan gedung”. Hal ini berarti masing-
masing pemerintah daerah memiliki persyaratan yang diatur dalam
peraturan daerah masing-masing dalam hal pemberian izin mendirikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
bangunan kecuali bangunan fungsi khusus. Untuk Kota Surakarta sendiri
izin mendirikan bangunan telah diatur dalam Pasal 2 Perda Nomor 8
Tahun 1988 Tentang Bangunan yang berbunyi:
a. Setiap mendirikan atau merubah atau merobohkan bangunan harus
terlebih dahulu mendapatkan IMB dari walikotamadya kepala daerah.
b. Pelaksanaan pekerjaan pembangunan harus sesuai dengan IMB yang
dimohonkan.
Selanjutnya untuk persyaratan IMB sendiri oleh Pemerintah
Daerah dituangkan secara rinci mengenai isi yang termuat dalam IMB
seperti pada pasal 9 perda ini yang antara lain berbunyi :
a. IMB berisi tentang :
1). Nama dan alamat pemegang ;
2). Jenis bangunan yang diizinkan :
3). Peruntukan bangunan yang diizinkan ;
4). Letak persil empat bangunan yang diizinkan ;
5). Jangka waktu pekerjaan mendirikan/ merubah/ merobohkan
bangunan yang diizinkan keseluruhan atau bertahap.
b. IMB disertai lampiran-lampiran yang ditetapkan dengan keputusan
walikotamadya kepala daerah.
Untuk lampiran-lampiran dalam persyaratan IMB menurut pasal 9 ayat
2 Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 tentang Bangunan seharusnya
ditetapkan dalam keputusan Walikotamadya kepala daerah, akan tetapi sampai
saat ini keputusan Walikota tersebut tidak pernah keluar. Pemerintah Kota
Surakarta hanya mencantumkan persyaratan beserta lampiran-lampiran
(terutama bangunan khusus lebih dari 4 lantai) dalam website :
http://www.surakarta.go.id/news/ijin.mendirikan.bangunan.imb.html yang
antara lain berisi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
a. Fotocopy KTP Pemohon atau Penanggung Jawab Perusahaan yang masih
berlaku;
b. Fotocopy Sertifikat;
c. Fotocopy Pelunasan PBB Terakhir;
d. Gambar denah bangunan dan bangunan pelengkapnya;
e. Gambar situasi bangunan;
f. Gambar tampak dan potongan gambar;
g. Gambar dan Perhitungan Konstruksi Bangunan Bertingkat dan Konstruksi
Baja;
h. Dokumen UKL atau UPL;
i. Dokumen ANDALALIN Dari DISHUB Kota Surakarta;
j. Dokumen Soundir Tanah (Dari Lembaga yang Kredibel atau Konsultan
Perencanaan).
Rumah susun merupakan hal baru di Kota Surakarta. Maka perlu
landasan hukum yang kuat sehingga nantinya tidak terjadi permasalahan
hukum saat perencanaan pembangunannya maupun setelah pembangunan
selesai atau pada saat pemanfaatannya.
Di indonesia pengaturan rumah susun di tingkat pusat dituangkan
dalam undang-undang rumah susun. Akan tetapi perundang-undangan ini
tidak bisa berdiri sendiri dalam hal perizinan mendirikan bangunan karena
harus memperhatikan peraturan lain seperti undang-undang bangunan (yang
mengatur bentuk bangunan dari segi administratif dan teknis) undang-undang
tata ruang kota (yang mengatur tentang penyerasian pembangunan terhadap
master plan kota/perencanaan pembangunan di tiap daerah). Untuk itu perlu
adanya harmonisasi ketiga peraturan perundang-undangan tersebut dari
tingkat pusat sampai tingkat daerah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Bangunan apartemen atau rumah susun adalah bentuk bangunan
bertingkat yang terdiri lebih dari satu lantai yang mempunyai fungsi utama
sebagai hunian dan fungsi lainnya bisa sebagai perkantoran, pertokoan, dan
fasilitas sosial lainnya.Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 Tentang
Rumah Susun masih sesuai tidak bertentangan dengan Undang-Undang
Bangunan Nomor 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan. Maka dari itu undang-
undang rumah susun masih menjadi dasar hukum pendirian bangunan rumah
susun atau apartemen. Dalam undang-undang rumah susun ini termuat
mengenai ketentuan izin mendirikan bangunan rumah susun yang terdapat
dalam pasal 6 antara lain sebagai berikut :
a. Pembangunan rumah susun harus memenuhi persyaratan teknis dan
administratif.
b. Ketentuan-ketentuan pokok tentang persyaratan teknis dan administratif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
Pelaksanaan dari Undang-Undang Rumah Susun mengenai
persyaratan teknis dan administratif pasal 6 ayat (2) diatas diatur dalam
Peraturan Pemerintah. Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun.
Sedangkan untuk izin mendirikan bangunan sebagai salah satu persyaratan
administratif dalam pendirian rumah susun diatur dalam peraturan pemerintah
ini antara lain pada :
a. Pasal 1 Ayat 6
Persyaratan administratif adalah persyaratan mengenai perizinan usaha
dari perusahaan pembangunan perumahan, izin lokasi dan atau
peruntukannya perizinan mendirikan bangunan (IMB), serta izin layak
huni yang diatur dengan peraturan perundang-undangan dan disesuaikan
dengan kebutuhan dan perkembangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
b. Pasal 30
1). ayat 1
Rumah susun dan lingkungannya harus dibangun dan dilaksanakan
berdasarkan perizinan yang diberikan oleh Pemerintah Daerah sesuai
dengan peruntukannya.
2). ayat 2
Perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan oleh
penyelenggara pembangunan kepada Pemerintah Daerah, dengan
melampirkan persyaratan-persyaratan sebagai berikut
a). Sertifikat hak atas tanah;
b). Fatwa peruntukan tanah;
c). Rencana tapak;
d). Gambar rencana arsitektur yang memuat denah dan potongan
beserta pertelaannya yang menunjukkan dengan jelas batasan
secara vertikal dan horizontal dari satuan rumah susun;
e). Gambar rencana struktur beserta perhitungannya;
f). Gambar rencana yang menunjukkan dengan jelas bagian
bersama, benda bersama, dan tanah bersama;
g). Gambar rencana jaringan dan instalasi beserta
perlengkapannya.
c. Pasal 33 ayat I
Tata cara permohonan dan pemberian perizinan serta pengesahann
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 31, Pasal 32, dan diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Daerah.
Dalam peraturan ini diatur beberapa persyaratan yang belum diatur
dalam peraturan bangunan gedung yang sifatnya lebih ke bangunan secara
umum seperti misalnya dalam PP bangunan gedung disebutkan wajib
dilampirkan rencana teknis bangunan seperti pada surat keterangan rencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
tata kota Pasal 4 PP ini, tetapi untuk rumah susun di tambahkan beberapa
persyaratan seperti pada Pasal 30 ayat 2 di PP Rumah Susun seperti misalnya
batasan yang jelas secara vertikal maupun horisontal antar satuan rumah
susun, gambar scara jelas yang menunjukkan antara bagian bersama,benda
bersama, dan tanah bersama. . Akan tetapi dalam menentukan persyaratan, PP
Nomor 4 Tahun 1988 Tentang Rumah Susun tidak memberikan persyaratan
spesifik untuk IMB karena yang tertulis disana merupakan persyaratan
perizinan secara umum ( untuk semua perizinan sperti izin lokasi dan atau
peruntukannya, IMB, dan izin layak huni) sehingga yang menjadi pertanyaan
apakah lampiran yang wajib di lampirkan seperti pada Pasal 30 ayat 2 PP
rumah Susun ini berlaku bagi semua perizinan (izin lokasi, IMB, izin layak
huni) atau ada pembagian tersendiri yang di atur lebih lanjut dalam peraturan
yang lain. Karena tidak ada pengaturan lebih lanjut tentang pembagian
tersebut maka Pasal 30 ini kita tafsirkan berlaku bagi semua jenis perizinan.
Yang kedua mengenai lampiran menegenai hasil analisis dampak lingkungan
yang tidak diatur dalam PP rumah susun padahal dalam PP bangunan
disebutkan bahwa setiap bangunan wajib melampirkan hasil analisis mengenai
dampak lingkungan apabila pendirian sebuah bangunan menimbulkan dampak
penting.
Padahal untuk bangunan apartemen seperti di Kota Surakarta sudah
pasti akan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan sekitar dan faktor
sosial budaya yang tumbuh di masyarakat. Oleh karena itu perlu dibentuk
pengaturan khusus rumah susun ditingkat daerah yang berfungsi sebagai
peraturan pelaksanaan dari PP rumah susun (khususnya pembagian maupun
pembedaan mengenai lampiran yang wajib di lampirkan dalam perizinan
lokasi,mendirikan bangunan dan layak huni) serta peraturan ditingkat daerah
dapat berfungsi sebagai pelengkap atas ketentuan-ketentuan yang belum
termuat dalam PP rumah susun, seperti misalnya ketentuan mengenai rencana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
teknis bangunan yang dalam rumah susun terdapat perihal bangunan bersama,
tanah bersama, benda bersama yang membutuhkan pembagian secara jelas
sehingga penghuninya mempunyai batasan yang jelas tentang hak-hak dan
kewajiban-kewajiban mereka. Selain itu tambahan mengenai analisis dampak
lingkungan dirasa sangat perlu karena dalam PP rumah susun belum diatur
mengenai hal tersebut mengingat dalam undang-undang bangunan setiap
bangunan berdampak penting bagi lingkungan yang didirikan memerlukan
analisis mengenai dampak lingkungan..
Konsep tata ruang kota pada intinya mengatur tentang perencanaan
pembangunan yang disesuaikan dengan sumber daya yang tersedia di setiap
wilayah. Maksudnya adalah pembangunan yang dilaksanakan sesuai dengan
potensi yang dimiliki masing-masing daerah ( luas lahan yang tersedia,
penyesuaian terhadap lingkungan dan masyarakat) guna menghasilkan wajah
kota yang mencerminkan identitas masing-masing daerah.
Izin mendirikan bangunan tidak bisa terlepas dari ketentuan-ketentuan
yang ada dalam peraturan tata ruang kota. Imb yang diajukan wajib memenuhi
persyaratan yang disyaratkan oleh perundangan tata ruang kota. Seperti yang
tercantum dalam ayat (4) Pasal 14 PP 36 tahun 2005 Tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Bangunan dimuat ketentuan mengenai surat
keterangan rencana kabupaten atau kota yang berfungsi sebagai acuan
membuat rencana teknis bangunan dalam izin mendirikan bangunan. Surat
keterangan tersebut merupakan pelaksanaan dari peraturan perundangan tata
ruang kota. Masing-masing pemerintah daerah memiliki kewenangan dalam
membuat rencana tata ruang kota. Hal ini tercantum dalam Pasal 11 ayat (1)
dan (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 Tentang Penataan Ruang
yang berbunyi :
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
a. Ayat (1)
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan
penataan ruang meliputi:
1). Pengaturan, pembinaan, dan pengawasan terhadap pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota dan kawasan strategis
kabupaten/kota;
2). Pelaksanaan penataan ruang wilayah kabupaten/kota;
3). Pelaksanaan penataan ruang kawasan strategis kabupaten atau kota;
dan
4). Kerja sama penataan ruang antar kabupaten atau kota.
b. Ayat (2)
Wewenang pemerintah daerah kabupaten/kota dalam pelaksanaan
penataan ruang wilayah kabupaten/kota sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
1). Perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota;
2). Pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota; dan
3). Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah kabupaten/kota.
Atas dasar tersebut maka pemerintah Kota Surakarta mengeluarkan
perda Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Rencana Umum Tata Ruang Kota
(RUTRK). RUTRK Surakarta dimaksudkan untuk memberikan arahan bagi
penataan ruang kota secara makro sehingga dapat dijadikan dasar bagi
pembentukan perangkat-perangkat lunak lain serta sebagai pedoman
pelaksanaan pembangunan kota guna mewujudkan peningkatan kualitas
lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai
kesejahteraan sesuai dengan aspirasi warga kota di dalam Kotamadya
khususnya dan di wilayah perkotaan Surakarta pada umumnya (Pasal 5 Perda
Surakarta Nomor 8 Tahun 1993).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
RUTRK inilah yang menjadi dasar penerbitan IMB. Hal ini senada
dengan ketentuan dalam pp 36 tahun 2005 antara lain :
a. Pasal 18 ayat 1
Setiap mendirikan bangunan gedung, fungsinya harus sesuai dengan
peruntukan lokasi yang ditetapkan dalam RTRW kabupaten/kota,
RDTRKP, dan/atau RTBL.
b. Pasal 20
Setiap bangunan gedung yang didirikan tidak boleh melebihi ketentuan
maksimal kepadatan dan ketinggian yang ditetapkan dalam RTRW
kabupaten/kota, RDTRKP, dan/atau RTBL.
Dari peraturan diatas maka imb yang diajukan harus memenuhi
persyaratan yang ditetapkan oleh RTRW kabupaten/kota( dikota surakarta disebut
RUTRK) baik dari segi peruntukan lokasi, kepadatan bangunan, dan ketinggian
bangunan.
Dalam bangunan rumah susun diatur juga mengenai peruntukan lokasi.
Ketentuan ini terdapat dalam ayat 1 Pasal 22 PP Nomor 4 Tahun 1988 Tentang
Rumah Susun yang berbunyi : “Rumah susun harus dibangun di lokasi yang sesuai
dengan peruntukan dan keserasian lingkungan dengan memperhatikan rencana tata ruang
dan tata guna tanah yang ada”.
Peruntukan lokasi merupakan ketentuan mengenai fungsi bangunan yang
boleh didirikan pada lokasi tertentu. Untuk kota surakarta sendiri peruntukan
lokasi di muat dalam RBWK Kota Surakarta yang merupakan penjabaran detail
tiap wilayah dari RUTRK Kota Surakarta. Dalam RBWK, Kota Surakarta dibagi
menjadi 10 sub wilayah pembangunan (SWP), dan tiap2 lokasi memiliki arahan
pembangunan yang berbeda beda. Tapi dalam RBWK untuk pembangunan di
bidang perumahan, kesepuluh SWP tersebut(di semua lokasi di Kota Surakarta)
memberikan arahan untuk mendirikan bangunan rumah susun. arahan RBWK ini
didasari pada Pasal 11 ayat (2) Perda Kota Surakarta 8 Tahun 1993 yang berbunyi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
:”Mengembangkan rumah secara vertikal (rumah susun) serta mengembangkan
perumahan penduduk kampung untuk tempat tinggal sementara bagi wisatawan,
olahragawan, mahasiswa, pendatang musiman (buruh dan pedagang) serta
karyawan. Atas dasar tersebut maka bangunan rumah susun dapat didirikan di
semua wilayah Kota Surakarta walaupun dengan prosentase rencana
pembangunan yang berbeda-beda pada tiap wilayah.
Kedua mengenai kepadatan bangunan. kepadatan bangunan adalah
perbandingan luas lahan yang tertutup bangunan dan atau bangunan-bangunan
dalam tiap-tiap peruntukan dibanding luas petak peruntukan (ALD) tiap-tiap SWP
di kotamadya (pasal 21). Di tiap-tiap SWP dalam RBWK Kota Surakarta
mengatur kepadatan bangunan yang berbeda-beda akan tetapi ketentuan di setiap
SWP tadi tetap mengacu pada ketentuan dalam RUTRK yang tercantum pada
Pasal 21 antara lain :
a. Kawasan peruntukan dengan ALD tinggi (lebih dari 75%) diperuntukkan bagi
bangunan rendah (maksimum 4 lantai) untuk fungsi pertokoan (termasuk
rumah toko) bangunan komersial pinggir jalan di kawasan perdagangan ;
b. Kawasan peruntukan dengan ALD sedang (50%-70%) diperuntukkan bagi
bangunan sedang (maksimum 8 lantai) untuk bangunan perkantoran,
komersial atau bangunan dengan sistim bangunan tunggal/blok ;
c. Kawasan peruntukan dengan ALD rendah (20%-50%) diperuntukkan bagi
bagi bangunan tinggi (minimum 9 lantai) untuk bangunan perkantoran dan
komersial atau bangunan rendah untuk penggunaan industri.
Dengan penjelasan diatas maka untuk bangunan rumah susun/apartemen
yang rata-rata memiliki ketinggian bangunan diatas 9 lantai menggunakan
ketentuan kepadatan bangunan yang tertera pada huruf c perda diatas.
Selanjutnya tentang masalah ketingian bangunan. tidak jauh berbeda
dengan masalah kepadatan bangunan. pengaturan. Dalam RBWK ketinggian
bangunan untuk tiap-tiap SWP berbeda-beda akan tetapi ketinggian maksimum
sebuah bangunan tetap mengacu pada RUTRK yang ada dalam Pasal 20 Perda
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Nomor 8 Tahun 1993 Tentang Tata Ruang Kota yang menyebutkan : Ketinggian
bangunan maksimum disetiap SWP di kotamadya adalah sebagai berikut :
a. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sangat rendah yaitu blok dengan
bangunan maksimum 2 (dua) lantai dengan tinggi puncak dibawah 12 meter
dari lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) maksimum 2 kali angka
lantai dasar (ALD) ;
b. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan rendah yaitu blok dengan
bangunan bertingkat maksimum 4 (empat) lantai dengan tinggi puncak
maksimum 24 meter dan minimum 12 meter dari lantai dasar dengan angka
luas lantai (ALL) maksimum 4 kali angka lantai dasar (ALD) ;
c. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan sedang yaitu blok dengan
bangunan bertingkat maksimum 8 (delapan) lantai dengan tinggi puncak
maksimum 40 meter dan minimum 24 meter dari lantai dasar dengan angka
luas lantai (ALL) maksimum 8 kali angka lantai dasar (ALD) ;
d. Kawasan peruntukan ketinggian bangunan tinggi yaitu blok dengan bangunan
bertingkat 9 (sembilan) lantai dengan tinggi puncak minimum 40 meter dari
lantai dasar dengan angka luas lantai (ALL) minimum 9 kali ALD, maksimum
20 lantai dengan tinggi puncak bangunan maksimum 84 meter dari lantai
dasar dan ALL maksimum 20 kali angka lantai dasar (ALD) ;
Dengan demikian, semua bangunan yang akan didirikan wajib memenuhi
ketentuan ketinggian diatas. Termasuk untuk bangunan rumah susun/apartemen
ketinggian maksimal yang diperbolehkan adalah maksimal 20 lantai dan puncak
bangunan maksimal 84 meter.
Kota surakarta merupakan kota budaya. Hal ini berlaku juga untuk
bangunan yang akan didirikan sebisa mungkin mengaplikasikan kebudayaan
jawa. Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
ditegaskan secara jelas mengenai ketentuan tersebut tepatnya dalam Pasal 58 yang
berbunyi :”Setiap bangunan sejauh mungkin diusahakan mempertimbangkan
segi-segi pengembangan konsepsi bangunan tradisional surakarta untuk
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
menciptakan suasana lingkungan yang berciri lokal. Akan tetapi hal tersebut tidak
sejalan dengan perda tata ruang kota yang sama sekali tidak menyinggung
mengenai masalah pengembangan konsep bangunan tradisional. Hal inilah yang
membuat bangunan-bangunan yang ada saat ini bergaya moderen dan terkesan
menghilangkan ciri Kota Surakarta sebagai kota budaya dilihat dari segi
bangunannya. Seperti bangunan apartemen misalnya yang berdiri menjulang
sangat tinggi. Konsep moderen dan fasilitas yang serba mewah ini disinyalir akan
menenggelamkan kebudayaan masyarakat jawa beserta nilai-nilai kerifan lokal
yang ada. Untuk tetap menjaga identitas kota surakarta maka perlu diharmoniskan
antara perda bangunan dan perda tata ruang kota khususunya dalam bidang
pemberian izin bangunan. Ketentuan mengenai konsep bangunan tradisional
seharusnya ditekankan juga dalam perda tata ruang kota. Karena kurang kuatnya
perda ini, batasan ketinggian bangunan yang telah ditetapkanpun akhirnya
dilanggar juga oleh para pengembang bangunan apartemen. Batasan ketinggian
bangunan yang seharusnya 20 lantai telah dilanggar. Apartemen-apartemen yang
didirikan di Kota Surakarta tingginya lebih dari 20 lantai, pemerintah kota
berdalih hal ini dilakukan sebagai upaya modernisasi bahkan rancangan perda tata
ruang kota yang baru akan diubah mengikuti perkembangan zaman (ketinggian
bangunan rencana akan ditambah menjadi 30 lantai. Hal ni menggambarkan
betapa lemahnya penegakan nilai-nilai budaya dalam peraturan yang dibuat oleh
pemerintah kota. Berbeda dengan provinsi Bali misalnya yang menjunjung tinggi
nilai-nilai kebudayaan mereka. Misalkan ketentuan mengenai Batas ketinggian
merupakan harga mati yang tidak bisa diubah ubah dan juga pendirian pura di
tiap-tiap rumah warga yang beragama hindu dapat menjadi ciri khas kebudayaan
warga Bali sehingga dapat menarik wisatawan asing. Hal ini dilakukan karena
mereka memasukkan keraifan lokal masyarakat bali salah satunya ajaran Tri Hita
Kirana (salah satu dalam ajaran agama hindhu) sebagai ideologi pembentuk
peraturan dibidang bangunan dan tata ruang kota mereka. Mungkin jika
Pemerintah Surakarta menjalankan hal seperti yang dilakukan oleh Pemerintah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Bali, pasti perda yang dibuat akan lebih kuat dalam menjaga identitas Kota
Surakarta sebagai kota budaya.
Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah
mengatur secara jelas mengenai persyaratan izin mendirikan bangunan yang
berlaku di wilayah Kota Surakarta yang secara lebih umum diatur dalam undang-
undang bangunan. Pembentukan perda bangunan merupakan kewenangan
masing-masing pemerintah daerah sesuai dengan asas otonomi daerah akan tetapi
tetap mengacu pada peraturan yang ada di atasnya. Pembentukan perda bangunan
telah sesuai dengan asas-asas pembentukan perundang-undangan yang antara lain
:
a. Kejelasan tujuan Tujuan dari pembentukan Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
Tentang Bangunan untuk memberikan pedoman bagi orang maupun badan
hukum yang akan mengajukan permohonan izin mendirikan bangunan.
b. Kelembagaan atau organ pembentuk organ yang tepat
Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan adalah
peraturan pelaksanaan di tingkat daerah yang mengacu pada peraturan
perundangan diatasnya (peraturan pemerintah tentang bangunan dan undang-
undang bangunan) dibentuk oleh Pemerintah Kota Surakarta, yang dalam hal
ini adalah sebagai pejabat yang berwenang dalam pembuatan peraturan
tersebut.
c. Kesesuaian antara jenis dan materi muatan
Antara jenis dan materi muatan dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8
Tahun 1988 Tentang Bangunan telah sesuai. Isi dari Perda Kota Surakarta
Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan secara jelas telah menjelaskan dari
jenis peraturannya yaitu sebagai paraturan pelaksanaan pada tingkat daerah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
dari undang-undang bangunan khususnya yang mengatur masalah izin
mendirikan bangunan.
d. Dapat dilaksanakan
Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah
dijadikan pedoman bagi orang maupun badan hukum yang akan mengajukan
permohonan IMB, dan sebagai acuan dalam melengkapi persyaratan izin
mendirikan bangunan termasuk di dalamnya bangunan rumah susun atau
apartemen. Permohonan izin mendirikan bangunan wajib memenuhi segala
persyaratan pada Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang
Bangunan Dengan kata lain, Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988
Tentang Bangunan berlaku efektif di dalam masyarakat khususnya masalah
perizinan mendirikan bangunan.
e. Kedayagunaan dan kehasilgunaan
Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan dibuat
karena sangat dibutuhkan bagi setiap orang atau badan hukum khususnya di
Surakarta yang akan mendirikan bangunan. Adanya Perda Kota Surakarta
Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan ini dibutuhkan sebagai pedoman
persyaratan administratif dalam mendirikan sebuah bangunan termasuk di
dalamnya bangunan apartemen agar nantinya bangunan tersebut mempunyai
kekuatan hukum tetap. Sedangkan bagi pemerintah, Perda Kota Surakarta
Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan berfungsi untuk mengendalikan
pembangunan kota serta meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD) Kota
Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
f. Kejelasan rumusan
Dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
telah diatur secara jelas tentang izin mendirikan bangunan. Penggunaan
bahasa dalam Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan
mudah dimengerti dan dipahami, sehingga tidak menimbulkan berbagai
macam interpretasi dalam pelaksanaannya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan tentang permasalahan yang penulis kaji,
penulis dapat mengambil kesimpulan sebagi berikut :
1 IMB merupakan keputusan administrasi negara yang dikeluarkan oleh
pemerintah daerah. Ketentuan mengenai izin mendirikan bangunan apartemen
kurang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada karena
ketentuan mengenai ketinggian bangunan yang ada dalam perda telah
dilanggar, sehingga penerbitan IMB bangunan apartemen dapat dibatalkan
demi hukum. Begitu juga bila ditinjau dari segi sosial-budaya penerbitan IMB
bangunan apartemen kurang sesuai karena terdapat beberapa ketentuan yang
bertentangan dengan nilai-nilai sosial budaya masyarakat sebagai kearifan
lokal yang seharusnya dijunjung tinggi agar daerah tersebut tidak kehilangan
jati dirinya. Izin mendirikan bangunan wajib mempehatikan kaidah dalam tata
ruang, akan tetapi IMB bangunan apartemen tidak sepenuhnya sesuai dengan
kaidah tata ruang yang menyangkut perencanaan pembangunan dibidang
perumahan.
2 Antara Undang-Undang nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dan
Perda Kota Surakarta Nomor 8 Tahun 1988 Tentang Bangunan telah terdapat
harmonisasi. Keharmonisan peraturan tersebut terletak pada adanya kesamaan
konsep atau substansi dalam hal permohonan IMB. Sehingga Perda Kota
Surakarta Tentang Bangunan dapat dijadikan pedoman untuk pengajuan
permohonan mendirikan bangunan di tingkat daerah sebagai pelaksanaan dari
UU Bangunan. Meskipun demikian untuk bangunan seperti rumah susun atau
apartemen, dibutuhkan beberapa ketentuan yang belum ada dalam Perda
bangunan seperti ketentuan mengenai benda bersama, tanah bersama yang
harus tergambar jelas dalam pengajuan IMB.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
B. Saran-saran
1 Bagi setiap pemohon izin mendirikan bangunan yang akan mengajukan
permohonan IMB selain mengacu pada perundang-undangan yang ada agar
Imb tersebut mempunyai kekuatan hukum tetap dan terbebas dari gangguan
pihak lain, pemohon IMB wajib memperhatikan segi sosial-budaya
masyarakat dan tata ruang kota.
2 Untuk bangunan rumah susun atau apartemen, beberapa peraturan persyaratan
mengenai perizinan mendirikan bangunan belum diatur dalam regulasi tingkat
daerah. Oleh karena itu seharusnya pemerintah khususnya Pemerintah Kota
Surakarta segera membuat pengaturan mengenai hal tersebut.