Post on 10-Mar-2019
KAJIAN PEMBERIAN GIBERELIN PADA FISIOLOGI
TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.)
BERBEDA UMUR
ANGGA NOFA PRASETYO
A24120169
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
ii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul: Kajian Pemberian
Giberelin pada Fisiologi Tanaman Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.)
Berbeda Umur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir kaya ilmiah ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya ilmiah saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Angga Nofa Prasetyo
NIM A24120169
iii
ABSTRAK
ANGGA NOFA PRASETYO. Kajian Pemberian Giberelin pada Fisiologi
Tanaman Iles-Iles (Amorphophallus muelleri Blume.) Berbeda Umur. Dibimbing
oleh EDI SANTOSA.
Penelitian bertujuan mengkaji respon fisiologi tanaman iles- iles
(Amorphophallus muelleri Blume) setelah perlakuan giberelin. Penelitian
dilakukan di Leuwikopo, IPB Dramaga Bogor pada September 2015 sampai
Maret 2016. Penelitian menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak
dengan dua faktor yaitu giberelin dan umur umbi. Terdapat 5 taraf perlakuan
giberelin yaitu 0 ppm, 500 ppm, 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm, dan 4
taraf perlakuan umur umbi yaitu bulbil (0 tahun), 1 tahun, 2 tahun, dan 3 tahun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa iles-iles berbunga alami pada November
sampai awal Desember. Perlakuan GA3 tidak menggeser waktu berbunga.
Perlakuan GA3 khususnya pada umbi 2 tahun dan 3 tahun meningkatkan jumlah
tanaman yang berbunga. Perlakuan GA3 meningkatkan laju fotosintesis dan
konduktansi stomata pada tanaman iles-iles terutama pada bahan tanam asal
bulbil.
Kata kunci: Induksi pembungaan, konduktansi stomata, laju fotosintesis, produksi
ibiji, transpirasi
ABSTRACT
ANGGA NOFA PRASETYO. Gibberellin application on physiology of different
corm ages of iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.). Supervised by EDI
SANTOSA.
The objective of study was to evaluate physiological response of iles- iles
(Amorphophallus muelleri Blume) after gibberellin treatments on different ages of
corms. The study was conducted at Leuwikopo, Bogor, Indonesia from September
2015 to March 2016, used completely randomized block design with two factors,
i.e., gibberellin and age of corm. There were 5 levels of gibberellin treatment, i.e.,
0 ppm, 500 ppm, 1,000 ppm, 1,500 ppm and 2,000 ppm and 4 levels of corm age,
i.e., bulbil (0-year-old), 1- year, 2- year, and 3-year-old corms. The results showed
that iles-iles flowered naturally in November to early of December. GA3
treatments on corm aged 2- and 3-year-old increased the number of flowering
plants. GA3 treatments increased photosynthetic rate and stomatal conductance of
non flowering plants. Treatment GA3 at level of 2,000 ppm on corm aged 2 years
old and GA3 500 ppm on corm 3-year-old, produced higher flowering percentage
than other treatments. Treatment GA3 at level of 1,500 ppm on corm 2-year-old,
GA3 500 ppm on corms 1-year-old, and 1,000 ppm GA3 on bulbils showed higher
photosynthetic rate and stomatal conductance in non flowering plants. It is
concluded that GA3 application promoted flowering as well as improving
vegetative performance in A. muelleri.
Keywords : Flowering induction, photosynthetic rate, seed production, stomatal
iconductance, transpiration rate
iv
KAJIAN PEMBERIAN GIBERELIN PADA FISIOLOGI
TANAMAN ILES-ILES (Amorphophallus muelleri Blume.)
BERBEDA UMUR
ANGGA NOFA PRASETYO
A24120169
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
Pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
v
JudulPenelitian :Kajian pemberian giberelin pada fisiologi tanaman iles-
iles (Amorphophallus muelleri Blume.) berbeda umur
Nama :Angga Nofa Prasetyo NIM : A24120169
Disetujui oleh
Dr. Edi Santosa,SP, MSi
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir.Sugiyanta, MSi
Ketua Departemen
Tanggal lulus:
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat,
rahmat, dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang
berjudul: Kajian Pemberian Giberelin pada Fisiologi Tanaman Iles-iles
(Amorphophallus muelleri Blume.) Berbeda Umur. Skripsi diajukan sebagai
syarat menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada: Dr. Edi Santosa S.P.,
M.Si. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan
selama pelaksanaan dan penulisan skripsi. Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie M.Agr.
selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama studi
di Departemen Agronomi dan Hortikultura. Pak Nandang dan Pak Yanto yang
telah membantu pelaksaan penelitian di lapang. Dr. Ir. Fred Rumawas, M.Sc dan
Indra Wirianto, S.P. yang telah mengenalkan lebih dalam mengenai
Amorphophallus. Ibuku, Bapakku, Dimas dan teman-teman atas perhatian, doa
dan dukungan yang telah diberikan.
Akhirnya dengan segenap kerendahan hati penulis berharap semoga penelitian
ini dapat memberikan manfaat terhadap kelesatrian sumber pangan alternatif di
Indonesia.
Bogor, Maret 2017
Angga Nofa Prasetyo
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Asal Usul 2
Botani, Morfologi, dan Syarat Tumbuh 2
Umbi dan Bulbil 3
Fotosintesis 5
METODOLOGI 6
Tempat dan Waktu 6
Bahan dan Alat 7
Prosedur Percobaan 7
Pengamatan Percobaan 7
Analisis Data 10
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum Penelitian 10
Pertumbuhan bunga alami 11
Pembungaan dengan giberelin 12
Laju Fotosintesis 15
KESIMPULAN DAN SARAN 16
Kesimpulan 16
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
RIWAYAT HIDUP 21
DAFTAR TABEL
1. Data iklim wilayah Dramaga 11
2. Analisis peubah tanaman berbunga 12
3. Interaksi giberelin dan umur terhadap tumbuh bunga. 13
4. Rekapitulasi hasil analisis ragam pada peubah fotosintesis iles-iles. 15
19
viii
DAFTAR GAMBAR
1. Umbi dan bulbil tanaman iles-iles 3
2. Letak pembentukan umbi dan bulbil tanaman iles-iles 4
3. Posisi tunas dan jumlah daun asal bulbil dan umbi tanaman iles-iles 4
4. Gejala serangan hama ulat dan hama ulat Theretra oldenlandie 11
5. Grafik persentase bunga tumbuh 12
6. Berbagai bentuk bunga tanaman iles-iles pada pemberian giberelin 14
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan impor glukomannan nasional pada saat ini sekitar 20 ton
tahun-1 untuk industri makanan, minuman, obat-obatan dan industri lain. Impor
tersebut utamanya dipenuhi produk glukomannan asal Amorphophallus konjac
yang berasal dari China dan Jepang (Santosa, 2014). Terjadi peningkatan luasan
area tanam A. konjac sebesar 5% sejak 2004 namun secara komersial jumlah
produksi tetap bahkan menurun (Zhao et al., 2010). Salah satu penyebabnya
adalah A. konjac banyak terserang penyakit busuk batang dan virus mozaik.
Selain itu, Sugiyama dan Santosa (2008) melaporkan adanya busuk akar yang
disebabkan oleh Sclerotium. Hal tersebut menyebabkan harga glukomannan terus
meningkat sehingga mendorong peneliti untuk mencari sumber pengganti A.
konjac.
Indonesia memiliki tiga jenis Amorphophallus yang potensial untuk
dikonsumsi yaitu A. paeoniifolius, A. variabilis, dan A. muelleri namun hanya A.
muelleri yang memiliki kandungan glukomannan yang hampir menyerupai A.
konjac (Sugiyama dan Santosa, 2008). Iles-iles merupakan tanaman yang relatif
tahan terhadap penyakit, mudah dibudidayakan dan memiliki kandungan
glukomannan tinggi. Umbi kering iles-iles mengandung glukomannan hingga
57% berdasarkan bobot kering.
Iles-iles (Amorphophallus muelleri Blume.) merupakan tanaman baru
penghasil devisa. Saat ini, permintaan terhadap umbi iles-iles terus meningkat.
Setiap tahun, tidak kurang dari 300 ton umbi kering diekspor ke luar negeri.
Peningkatan permintaan terhadap umbi iles-iles tersebut menjadi pendorong
petani untuk memperluas areal pertanaman. Hal ini membuat permasalahan baru
yaitu keterbatasan bibit.
Perbanyakan tanaman iles-iles menggunakan tiga cara yaitu dengan biji,
umbi dan bulbil; namun yang lebih efisien adalah menggunakan biji. Produksi biji
pun memerlukan waktu setidaknya tiga tahun karena pembungaan iles-iles
membutuhkan waktu setidaknya tiga periode tumbuh; dan satu periode tumbuh
berkisar antara 5-6 bulan. Selain itu iles-iles pun memiliki masa dormansi selama
6-7 bulan selama musim kering (Sumarwoto, 2005). Oleh karena itu, diperlukan
penelitian induksi pembungaan iles-iles dalam rangka mempercepat produksi biji.
Hampir seluruh hormon pertumbuhan telah diteliti kaitannya dengan
menginduksi pembungaan, namun hanya giberelin yang memiliki dampak
langsung bagi keberhasilan pembungaan pada berbagai tanaman khususnya
Araceae (Sugiyama dan Santosa, 2008). Famili Araceae termasuk responsif
terhadap giberelin. Pemberian giberelin sebesar 500 ppm dan 1.000 ppm mampu
menginduksi bunga disetiap tanaman famili Araceae (Purwoko et al., 1997). Iles-
iles merupakan salah satu anggota dari famili Araceae sehingga pemberian
giberelin terhadap iles- iles diharapkan dapat menginduksi bunga.
Pemberian giberelin pun diduga akan memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan vegetatif. Efek fisiologis yang diinginkan adalah peningkatan laju
fotosintesis, kondukstansi stomata, laju transpirasi, dan rasio CO2 interseluler
terhadap CO2 ambient karena efek-efek tersebut dapat meningkatkan fotosintat.
Peningkatan fotosintat tersebut akan meningkatkan bobot umbi. Bobot umbi yang
2
besar jika ditanam lagi diduga akan menghasilkan bunga diperiode selanjutnya.
Berbagai hasil yang diperoleh dapat dibandingkan dan dijadikan acuan penentuan
dosis giberelin dan umur umbi yang tepat untuk peningkatan bobot umbi.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan mengetahui efek fisiologi perlakuan GA3 pada
pembungaan dan aspek-aspek fotosintesis pada umur umbi iles-iles yang berbeda.
Hipotesis
1. Pemberian GA3 meningkatkan laju fotosintesis, kondukstansi stomata, laju
transpirasi, dan rasio CO2 interselular terhadap CO2 ambient tanaman iles-iles
pada semua umur umbi
2. Pemberian GA3 mempengaruhi pertumbuhan bunga iles-iles pada umur berbeda
3. Terdapat interaksi antara umur umbi dengan perlakuan GA3
TINJAUAN PUSTAKA
Asal Usul
Amorphophallus spp. ditemukan tersebar di daerah tropis dari Afrika
hingga pulau-pulau Pasifik, kemudian menyebar ke daerah beriklim sedang
seperti Cina dan Jepang. Ada tiga spesies dari sekitar 24 spesies Amorphophallus
yang dapat tumbuh luas di Indonesia yaitu Amorphophallus muelleri,
Amorphophallus paeoniifolius dan Amorphophallus variabilis (Sugiyama dan
Santosa, 2008). Jenis A. muelleri Blume, ditemukan di Kepulauan Andaman
India, Myanmar, Thailand dan Indonesia (Jansen et al., 1996). Di Indonesia, jenis
ini dapat ditemukan di berbagai daerah, seperti Jawa Timur, Jawa Tengah,
Yogyakarta, Jawa Barat dan Lampung (Kebun Raya-LIPI, 2014).
Botani, Morfologi, dan Syarat Tumbuh
Amorphophallus muelleri Blume. memiliki tiga fase dalam
pertumbuhannya yaitu fase vegetatif, generatif dan dorman. Fase vegetatif terjadi
pada awal penanaman sampai dorman baik dari biji maupun umbi. Fase vegetatif
berlangsung selama 5-6 bulan pada musim penghujan. Fase generatif atau
pembungaan bergantung pada umur tanaman (Jansen et al., 1996). Pembungaan
awal muncul setelah 3-4 tahun dari penanaman bulbil, biji dan potongan umbi.
Fase ini terjadi selama 8-9 bulan mulai dari muncul bunga sampai pemasakan biji.
Fase dorman terjadi setelah fase vegetatif yang ditandai dengan tidak adanya
tanaman yang tumbuh di atas permukaan tanah. Fase ini berlangsung selama 6-7
bulan tergantung lokasi.
Warna petiol atau batang semu bervariasi dari hijau muda sampai hijau tua
dengan bercak berwarna putih berbentuk belah ketupat. Bentuk helaian anak daun
elip dengan ujung meruncing dengan warna tepi daun merah muda pada saat
muda, hijau pada umur sedang dan kuning pada saat daun tua. Warna daun hijau
2
3
muda sampai hijau tua. Garis tengah kanopi adalah 25-50 cm pada periode
tumbuh pertama, 40-75 cm pada periode tumbuh kedua dan 50-150 cm pada
periode tumbuh ketiga (Sumarwoto, 2005).
Sebagian besar bunga muncul pada awal musim hujan dan sebagian kecil
pada akhir musim kemarau. Bunga berbentuk seperti tombak dengan ujung
tumpul (Sumarwoto, 2005). Bunga tersusun atas seludang bunga, appendix, anther
dan putik. Seludang bunga menyelubungi appendix, anther dan putik. Letak
susunan secara urut dari atas ke bawah adalah appendix, anther dan putik. Bunga
mampu menghasilkan buah dan biji walaupun tanpa penyerbukan karena bersifat
apomiktik.
Amorphophallus muelleri Blume. tumbuh di tempat-tempat di bawah
naungan yang bervariasi intensitasnya. Produksi umbi yang tinggi memerlukan
naungan 50-60% (Jansen et al., 1996). Tanaman ini tumbuh dari dataran rendah
sampai 1.000 m dpl, dengan suhu antara 25-35 oC, sedangkan curah hujannya
antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan. Suhu di atas 35 oC
daun tanaman akan terganggu, sedangkan pada suhu rendah menyebabkan iles-
iles dorman (Sumarwoto, 2005).
Umbi dan Bulbil
Iles-iles memiliki dua tempat cadangan makanan yaitu umbi dan bulbil.
Umbi merupakan cadangan makanan yang terletak di bawah permukaan tanah
sedangkan bulbil adalah cadangan makanan yang terletak di atas permukaan
tulang daun. Bulbil memiliki ukuran yang lebih kecil dibanding umbi. Titik
tumbuh tunas antara bulbil dan umbi berbeda. Tunas akan tumbuh pada bagian
yang cekung pada umbi (Gambar 1a) dan hanya memiliki satu mata tunas
sedangkan pada bulbil tunas dapat tumbuh pada semua bagian yang cembung
walaupun nantinya hanya akan ada satu yang tumbuh membesar (Gambar 1b).
Gambar 1. Umbi dan bulbil tanaman iles-iles : (a) Umbi, (b) Bulbil.
Bulbil terbentuk di persimpangan tulang daun (Gambar 2a) sedangkan
umbi terbentuk di pangkal petiol (Gambar 2b). Jika bulbil dipotong menjadi
beberapa bagian, maka masing-masing mata tunas pada bagian bulbil yang
dipotong akan tumbuh. Demikian juga pada umbi, jika membagi empat bagian
umbi beserta mata tunasnya masing-masing potongan umbi akan tumbuh
(Santosa dan Wirnas, 2009).
a
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
b
4
Gambar 2. Letak pembentukan umbi dan bulbil tanaman iles-iles : (a) Bulbil
terbentuk pada percabangan helai daun, (b) Umbi terbentuk pada
bagian bawah petiol.
Pertumbuhan vegetatif pada umbi dan bulbil Amorphophallus muelleri
Blume. berbeda. Penanaman dengan umbi besar akan menghasilkan satu daun
(Gambar 3a) sedangkan pada bulbil akan menghasilkan lebih dari satu daun
(Gambar 3b). Daun asal umbi tumbuh hanya di satu titik mata tunas (Gambar 3c)
sedangkan daun asal bulbil terus bergantian tumbuh daun muda sebelum daun
yang lebih tua mati hingga tanaman dorman (Gambar 3d).
Gambar 3. Posisi tunas dan jumlah daun asal bulbil dan umbi tanaman iles-iles :
(a) Pertumbuhan tanaman asal umbi, daun tunggal, (b) Pertumbuhan
tanaman asal bulbil, daun banyak, (c) Posisi tunas daun pada umbi, (d)
Posisi tunas daun pada bulbil.
b a
a
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
a
t
i
f
p
b
b
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
a
t
i
f
c
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
d
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
4
5
Giberelin
Giberelin adalah suatu golongan ZPT yang berfungsi merangsang
pembelahan sel, pemanjangan sel, dan fungsi pengaturan lainnya. Semua giberelin
bersifat asam dan dinamakan asam giberelat (GA). GA3 merupakan salah satu
senyawa giberelin dari 90 jenis giberelin yang ada. Secara umum telah diterima
bahwa giberelin disintesis dalam pucuk tanaman yang sedang aktif tumbuh dan
biji-biji yang sedang berkembang. Biji yang belum matang mengandung giberelin
dalam jumlah yang cukup tinggi dibandingkan bagian tumbuhan lainnya. Daun
muda dan akar juga mensintesis giberelin seperti halnya auksin (Harjadi, 2009).
Giberelin juga berperan dalam pembelahan sel, pemecahan dormansi biji
sehingga biji dapat berkecambah, mobilisasi endosperm cadangan selama
pertumbuhan awal embrio, pemecahan dormansi tunas, pertumbuhan dan
pemanjangan batang, dan perkembangan bunga dan buah (Asra dan Ubaidillah,
2012). Giberelin sebenarnya sudah ada di dalam tanaman yang biasa disebut
giberelin endogen. Giberelin ini berada pada jaringan meristem tunas dan
meristem akar. Budidaya yang tidak intensif dengan pengelolaan tanah yang
kurang tepat membuat kandungan hormon endogen menjadi kurang bagi proses
pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman. Akibatnya sering dijumpai
pertumbuhan tanaman lambat, bergugurnya bunga dan buah, dan ukuran umbi
atau buah kecil. Hal itu membuat diperlukannya penambahan giberelin dari luar
(giberelin eksogen).
Penambahan giberelin dari luar akan membuat peningkatan kandungan
giberelin tajuk, meningkatkan jumlah sel dan ukuran sel, peningkatan hasil
fotosintat di awal penanaman, mempercepat pertumbuhan vegetatif tanaman
seperti tunas-tunas baru, dan mengatasi kekerdilan tanaman. Seiring dengan
pertumbuhan vegetatif tanaman, hasil fotosintesis akan terus meningkat dan bila
ditambah giberelin dari luar akan meningkatkan perbandingan C/N yang
menyebabkan peralihan dari masa vegetatif ke generatif dengan terbentuknya
kuncup bunga (Annisah, 2009).
Fotosintesis
Fotosintesis merupakan reaksi anabolisme yaitu proses perubahan zat-zat
sederhana menjadi kompleks. Fotosintesis terjadi pada sel mesofil daun, yaitu
jaringan palisade dan jaringan spons. Jaringan-jaringan tersebut banyak
mengandung kloroplas. Kloroplas berbentuk selubung dengan membran ganda
yang melingkupi stroma. Stroma tersekat-sekat oleh membran tilakoid yang di
dalamnya terdapat grana. Stroma dan grana adalah tempat terjadinya reaksi gelap
dan reaksi terang fotosintesis (Campbell et al., 2002).
Reaksi terang merupakan reaksi yang membutuhkan cahaya. Reaksi ini
melibatkan fotosistem I dan fotosistem II yang berkerja sama mengasilkan ATP
dan NADPH. Reaksi gelap merupakan tahapan lanjutan dari reaksi terang yang
dimana terjadi siklus Calvin. Siklus Calvin dimulai dari fiksasi karbondioksida
oleh RuBP Ribulosa Bifosfat atau gula berkarbon-lima yang kemudian direduksi
menjadi gula berkarbon-3 yaitu gliseraldehid-3-fosfat. Gliseraldehid-3-fosfat ini
adalah materi awal untuk mensintesis zat organik seperti glukosa dan karbohidrat
lainnya (Campbell et al., 2002).
6
Laju fotosintesis dipengaruhi oleh umur daun, fiksasi CO2, konsentrasi
CO2, cahaya, ketersedian air dan suhu (Ribeiro et al., 2005). Laju fotosintesis
meningkat pada awal perkembangan dan menurun sejalan dengan bertambah
umur daun. Menurunnya jumlah klorofil pada daun ditandai dengan warna daun
yang berubah menjadi kuning. Semakin kuning warna daun maka kemampuan
daun untuk berfotosintesis berkurang.
CO2 yang dapat difiksasi oleh RuBP bergantung dari membuka dan
menutupnya stomata. Stomata diapit oleh sepasang sel penjaga. Sel-sel ini
mengontrol diameter stomata dengan cara mengubah bentuk (menyempitkan atau
melebarkan) celah diantara kedua sel tersebut. Celah stomata akan menyempit jika
selisih kandungan uap air di udara dan dalam ruang antar sel melebihi kritis
(Purwanti, 2008). Kemampuan tanaman dalam memfiksasi CO2 dibedakan
menjadi tiga golongan yaitu C3, C4, dan CAM. Tumbuhan C4 dan CAM
merupakan tumbuhan yang lebih adaptif di daerah yang cukup panas dan kering.
Tumbuhan C3 adalah tumbuhan yang lebih adaptif pada kondisi dengan
kandungan CO2 tinggi (Drennan dan Nobel, 2000).
Bagian dari cahaya yang digunakan dalam fotosintesis adalah foton,
namun tidak semua foton mempunyai tingkat energi yang cocok untuk
mengaktifkan pigmen daun. Gardner et al. (1991) mengatakan bahwa foton di atas
760 nm tidak memiliki cukup energi dan foton di bawah 390 nm memiliki terlalu
banyak energi yang menyebabkan ionisasi dan kerusakan pigmen. Foton 400-700
nm merupakan cahaya yang paling efisien. Cahaya dengan panjang gelombang
400-700 nm dikenal sebagai PAR (Photosynthetically Active Radiation).
Kekurangan air dapat mempengaruhi sintesis dan degradasi klorofil
(Banyo et al, 2013). Air merupakan komponen penting bagi tanaman karena air
sebagai reagen dalam fotosintesis dan berpengaruh pada aktifitas fisiologis dan
metabolisme tanaman. Konsekuensi yang ditimbulkan jika kekurangan air adalah
menghambat proses metabolisme baik secara langsung atau tidak langsung
termasuk sintesis klorofil (Lestari, 2005).
Fotosintesis pada tanaman C3 dibatasi oleh kapasitas ribulosa 1-5-bifosfat
karboksilase/oksigenase (Rubisco), regenerasi ribulosa bifosfat (RuBP), dan
regenerasi fosfat (Pi) (Sage dan Kubien, 2007), yang membatasi tanaman C3
dalam mengambil CO2. Tanaman pertanian C3 memiliki batasan mengambil CO2
dari lingkungan pada suhu rendah (-2–0 oC), dan suhu tinggi (40-50 oC),
keterbatasan menurun pada suhu optimumnya adalah 20-30 oC (Vong dan Murata,
1977).
METODOLOGI
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB Dramaga
Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Leuwikopo memiliki ketinggian rata-rata 250 m
dpl suhu rata-rata 26-34 oC dan curah hujan 460,6 mm bulan-1. Jenis tanah
Leuwikopo adalah Latosol. Waktu pelaksanaan penelitian adalah September 2015
sampai Maret 2016.
6
7
Bahan dan Alat
Bahan tanam yang digunakan adalah umbi A. muelleri umur 3 tahun, 2
tahun, 1 tahun dan bulbil umur 0 tahun. Perlakuan GA3 menggunakan konsentrasi
0 ppm, 500 ppm, 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm. Cara membuat larutan
500 ppm, 1.000 ppm, 1.500 ppm, dan 2.000 ppm secara berurutan adalah dengan
melarutkan 0,5 g, 1 g, 1,5 g, dan 2 g GA3 dengan 1 liter air. Bahan lain yang
diperlukan adalah pupuk kandang, kaptan, dan paranet 65%.
Alat yang digunakan adalah LI-COR 6400 Portable untuk mengukur laju
fotosintesis tanaman iles-iles. Seperangkat alat jahit, bambu dan tali untuk
membuat naungan dari paranet 65%, dan seperangkat pipa dan sprinkler untuk
membuat sistem irigasi.
Prosedur Percobaan
Pengolahan tanah dilakukan dalam luasan 360 m2. Bedengan dibuat
dengan ukuran 0,5 m x 4 m untuk umbi umur 3 tahun, 2 tahun dan 1 tahun
sedangkan bulbil menggunakan bedeng dengan ukuran 0,5 m x 2 m. Pemberian
kaptan (CaCO3) dilakukan pada dua bulan sebelum tanam pada semua lubang
tanam dengan dosis 25 g lubang-1 atau setara dengan 1 Al dapat dipertukarkan (1
Aldd). Pemberian pupuk kandang dilakukan dengan dosis 0.8 kg lubang-1untuk
bahan tanam berupa umbi dan 0,5 kg lubang-1untuk bahan tanam berupa bulbil
pada satu bulan sebelum tanam.
Perlakuan GA3 dilakukan pada September yaitu saat mulai muncul bakal
tunas. Perlakuan dilakukan pada setiap umur umbi dengan cara disemprotkan
pada bakal tunas dengan volume 10 ml umbi-1. Setelah perlakuan, umbi disimpan
di gudang pada suhu ruangan dan dibiarkan selama satu malam agar GA3 terserap
umbi.
Penanaman dilakukan dua hari setelah perlakuan GA3. Penanaman
dilakukan secara zig-zag untuk umbi berumur 3 tahun, 2 tahun dan 1 tahun
sedangkan bulbil dibuat dua lajur tiap bedeng. Jarak tanam untuk umbi berumur 3
tahun, 2 tahun, dan 1 tahun adalah 50 cm x 50 cm sedangkan untuk bulbil 25 cm
x 25 cm. Pada saat penanaman, mata tunas menghadap ke atas.
Pemeliharaan yang dilakukan adalah penyiraman dan pengendalian gulma
dan hama. Penyiraman dilakukan dengan menggunakan sprinkler setiap hari.
Pengendalian hama dan gulma dilakukan secara manual.
Data yang diperoleh diolah menggunakan analisis ANOVA, jika perlakuan
berbeda nyata maka dilakukan uji lanjut menggunakan DMRT pada α 5%.
Pengamatan Percobaan
Terdapat dua pengamatan bunga yaitu menghitung banyaknya bunga iles-
iles yang tumbuh dan membuat persentase muncul bunga tiap minggu. Bunga
yang dihitung adalah bunga yang sempurna.
Pengamatan fotosintesis dilakukan pada tanaman yang memiliki daun,
yakni saat daun mekar sempurna dengan menggunakan LI-COR 6400 XT
Portable. Pengamatan dilakukan terhadap 3 tanaman dalam setiap ulangan.
Pengamatan dilakukan dengan cara menjepit daun yang hijau dengan
8
menggunakan kepala sensor LI-COR. Setelah itu tunggu sekitar 120-180 detik
untuk melihat hasil. Hal ini ditandai dengan pembacaan hasil pada alat yang sudah
stabil.
Cahaya dalam pengamatan menggunakan lampu 6400-02B LED dengan
puncak gelombang cahaya merah 665 nm dan puncak gelombang cahaya biru 470
nm. Lampu ini dapat menyediakan PAR 0 -2.000 μmol quanta m-2 s-1 (LI-COR,
1999). Perhitungan dilakukan pada PAR In Chamber rata-rata 500 μmol quanta
m-2 s-1 dan PAR External 73 μmol quanta m-2 s-1.
Kepala LI-COR memiliki panjang dan lebar 2 cm x 3 cm sehingga luas
daun pengamatan 6 x 10-4 m2. Rata-rata kecepatan aliran CO2 dan H2O adalah 224
x 10-6 μmol/s. Rata-rata konsentrasi CO2 referensi adalah 435 μmol CO2 mol-1 dan
CO2 sampel 305 μmol CO2 mol-1. Rata-rata konsentrasi H2O referensi adalah 0,69
mol H2O mol-1 dan H2O sampel 16 mol H2O mol-1. Perhitungan-perhitungan
fotosintesis disajikan di bawah ini :
a. Laju fotosintesis
a = 𝐅𝐥𝐨𝐰 𝐱 ∆ 𝐂𝐎𝟐
𝐀𝐫𝐞𝐚
𝑷𝒉𝒐𝒕𝒐𝒐𝒖𝒕= 𝑭𝒍𝒐𝒘𝒊𝒏 𝒙 ( 𝑪𝑶𝟐𝑹𝒊𝒏−𝑪𝑶𝟐𝑺𝒊𝒏)
𝑨𝒓𝒆𝒂𝒊𝒏
b. Laju transpirasi
E = 𝐅𝐥𝐨𝐰 𝐱 ∆ 𝐇𝟐𝐎
𝐀𝐫𝐞𝐚
𝑻𝒓𝒂𝒏𝒔𝒐𝒖𝒕=𝑯𝟐𝑶𝑺𝒊𝒏−𝑯𝟐𝑶𝑹𝒊𝒏
𝟏𝟎𝟎𝟎− 𝑯𝟐𝑶𝑺𝒊𝒏 𝒙
𝑭𝒍𝒐𝒘𝒊𝒏
𝑨𝒓𝒆𝒂𝒊𝒏
c. Konduktansi stomata
gsw = 𝟏
𝟏
𝒈𝒕𝒘 −
𝑲𝒇
𝒈𝒃𝒘
Condout = 𝟏
𝟏
𝑪𝒏𝒅𝑻𝒐𝒕𝒂𝒍𝒐𝒖𝒕 −
𝑲𝒇
𝑩𝑳𝑪𝒐𝒇𝒇𝒔𝒕𝒊𝒏
Kf = 𝑲𝟐+𝟏
(𝑲+𝟏)𝟐
𝑩𝑳𝑪𝒐𝒏𝒅𝒐𝒖𝒕 = (𝑺𝒕𝒎𝑹𝒂𝒕𝒊𝒏)𝟐+𝟏
(𝑺𝒕𝒎𝑹𝒂𝒕𝒊𝒏+𝟏)𝟐
d. Konduktansi total
gtw = 𝑬 (𝟏𝟎𝟎𝟎 −
𝒘𝒍+𝒘𝒔𝟐
)
𝒘𝒍 − 𝒘𝒔
CndTotalout = 𝑻𝒓𝒂𝒏𝒔𝒐𝒖𝒕 (𝟏𝟎𝟎𝟎 −
𝒘𝒍+𝑯𝟐𝑶𝑺𝒊𝒏𝟐
)
𝒘𝒍 − 𝑯𝟐𝑶𝑺𝒊𝒏
wl = 𝒆𝑻𝒍
𝒑 x 1000
𝒉𝟐𝒐_𝒊𝒐𝒖𝒕 = 𝑺𝑽𝑻𝒍𝒆𝒂𝒇
𝑷𝒓𝒆𝒔𝒔𝒊𝒏 x 1000
8
9
e. Karbon interseluler
Ci = (𝒈𝒕𝒄 −
𝑬
𝟐) 𝑪𝒔− 𝑨
𝒈𝒕𝒄 + 𝑬
𝟐
Ciout = (𝒈𝒕𝒄 −
𝑻𝒓𝒂𝒏𝒔𝒐𝒖𝒕𝟐
) 𝑪𝑶𝟐𝑺𝒊𝒏− 𝑷𝒉𝒐𝒕𝒐𝒐𝒖𝒕
𝒈𝒕𝒄 + 𝑻𝒓𝒂𝒏𝒔𝒐𝒖𝒕
𝟐
gtc = 𝟏
𝟏,𝟔
𝒈𝒔𝒘 +
𝟏,𝟑𝟕 𝑲𝒇
𝒈𝒃𝒘
CndCO2out = 𝟏
𝟏,𝟔
𝑪𝒐𝒏𝒅𝒐𝒖𝒕 +
𝟏,𝟑𝟕 𝑩𝑳𝑪𝒐𝒏𝒅𝒐𝒖𝒕𝑩𝑳𝑪𝒐𝒇𝒇𝒔𝒕𝒊𝒏
Keterangan :
a = Photo
E = Trans
gbw = BLCoffst
gsw = Cond
gtc = CndCO2
gtw = CndTotal
K = Konstanta
Kf = 𝑲𝟐+𝟏
(𝑲+𝟏)𝟐
p = Press
Wl = h2o_i
Ws = H2OS
wTl = SVTleaf
∆ = selisih
Area = luas permukaan
BLCoffst = koefisien konduktansi lapisan batas daun
BLCond = konduktansi lapisan batas daun
Ci = karbon interselular
CndCO2 = total konduktansi CO2
CndTotal = konduktansi total
CO2R = CO2 referensi
CO2S = CO2 sampel
Cond = konduktansi stomata
Flow = laju CO2 dan H2O yang dikeluarkan LI-COR per detik
h2o_i = H2O interseluler
H2OR = H2O referensi
H2OS = H2O sampel
Photo = laju fotosintesis
Press = tekanan
StmRat = rasio stomata
SVTleaf = tekanan uap air pada suhu tertentu
Trans = laju transpirasi
Hasil yang diperoleh dari pengamatan berupa laju fotosintesis, laju
transpirasi, konduktansi stomata, kondukstansi total, PAR (Photosynthetically
10
Active Radiation), rasio CO2 internal dan CO2 ambient disajikan dalam bentuk
tabel. Data dari alat ditransfer dengan menggunakan flashdrive ke komputer.
Analisis Data
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Petak Terbagi dengan
ulangan sebagai kelompok (split plot RKLT). Faktor pertama yang menjadi petak
utama adalah umur umbi, (T) yang terdiri atas empat taraf, yaitu umur umbi 0
tahun (T0), umur umbi 1 tahun (T1), umur umbi 2 tahun (T2),dan umbi umur 3
tahun (T3). Faktor kedua yang menjadi anak petak adalah konsentrasi GA3 (G)
yang terdiri atas lima taraf yaitu konsentrasi 0 ppm (G0), konsentrasi 500 ppm
(G5), konsentrasi 1.000 ppm (G10), konsentrasi 1.500 ppm (G15), dan
konsentrasi 2.000 ppm (G20). Tiap perlakuan diulang tiga kali sehingga
seluruhnya terdapat 60 satuan percobaan.
Model yang digunakan sebagai dasar analisis data adalah:
Yijk = µ + Kk + αi+ βj + (αβ)ij + έij
Keterangan:
Yijk= nilai pengamatan pada faktor Umbi taraf ke-i, faktor Giberelin taraf ke-j,
ulangan ke-k
µ = rataan umum
Kk = pengaruh aditif dari kelompok ke-k; k=1,2,3
αi = pengaruh utama faktor Umur ke-i; i=1,2,3,4
βj = pengaruh utama faktor Giberelin ke-j; j=1,2,3,4,5
(αβ)ij = komponen interaksi dari faktor umur umbi ke-i dan faktor giberelin ke-j
έij = komponen acak dari anak petak yang menyebar normal
Apabila dalam perlakuan menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata
terhadap hasil pengamatan, maka dilakukan analisis uji lanjut dengan metode
DMRT (Duncan Mulitple Range Test) pada taraf α 5%.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Suhu rata-rata selama penelitian adalah 25,2 oC. Kelembaban rata-rata
selama penelitian adalah 82,3%. Curah hujan rata- rata selama penelitian 446,28
mm bulan-1. Curah hujan sangat tinggi terjadi pada November, Desember, Januari,
Februari dan Maret sedangkan curah hujan September dan Oktober rendah dan
sedang (Tabel 1).
Air merupakan komponen yang sangat penting bagi Amorphophallus
muelleri Blume. Kekurangan air selama fase pertumbuhan vegatatif dapat
membuat daun berukuran kecil dan lebih kuning. Menurut Sumarwoto (2005),
curah hujan yang sesuai untuk tanaman Amorphophallus muelleri Blume. adalah
antara 300-500 mm per bulan selama periode pertumbuhan, sehingga untuk
memenuhi kebutuhan air pada bulan September dan Oktober digunakan sprinkler.
10
0
11
Penyiraman menggunakan sprinkler pada September dan Oktober dilakukan
secara rutin per hari agar mencukupi kebutuhan tanaman.
Tabel 1. Data suhu, kelembaban udara dan curah hujan di lokasi penelitian.
Bulan Suhu (oC) Kelembaban udara
(%)
Curah hujan
(mm)
September 26,3 72,6 21,8
Oktober 23,4 74,6 180,3
November 24,1 83,0 673,2
Desember 24,0 84,6 579,7
Januari 26,4 86,0 415,0
Februari 25,7 89,0 610,0
Maret 26,5 86,0 644,0
Sumber : (BMKG Dramaga, 2015-2016).
Selama penelitian hama yang menyerang adalah ulat Theretra oldenlandie.
Hama jenis ngengat ini lebih aktif dimalam hari. Sama seperti keluarga ngengat
yang lainnya, hama ini hanya meninggalkan satu telur di bawah daun di setiap
daun (Australian Museum, 2015). Larva hama ini menyerang daun dengan
meninggalkan gejala bekas gigitan pada daun. Pengendalian hama ini dilakukan
secara manual dengan mematikannya secara langsung.
Gambar 4. Gejala serangan hama ulat dan hama ulat Theretra oldenlandie : (a)
Gejala berupa bekas gigitan pada anak daun tanaman iles-iles, (b)
Hama ulat Theretra oldenlandie.
Pertumbuhan bunga alami
Terdapat empat bahan tanam yaitu bulbil (T0G0), umbi 1 tahun (T1G0),
umbi 2 tahun (T2G0), dan umbi 3 tahun (T3G0). T0G0 dan T1G0 tidak berbunga
sampai akhir pengamatan (Gambar 5). Tanaman perlakuan T2G0 mulai tumbuh
bunga pada November minggu pertama sebesar 2,78% kemudian meningkat pada
a
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
b
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
12
minggu ketiga menjadi 8,33% kemudian stagnan sampai Desember minggu
keempat (Gambar 5). Tanaman perlakuan T3G0 mulai tumbuh bunga pada
September minggu keempat sebesar 5,55% kemudian meningkat dengan
puncaknya Desember minggu pertama menjadi 80,56% dan stagnan sampai
minggu keempat (Gambar 5).
Gambar 5. Grafik persentase tanaman berbunga alami pada berbagai umur
tanaman
Pembungaan dengan giberelin
Hasil analisis pada koefisien keragaman adalah 29,26 % yang
menunjukkan bahwa dalam penelitian keragaman relatif kecil. Analisis terhadap
tumbuhnya bunga menunjukkan bahwa GA3, umur, dan interaksi GA3 dan umur
menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (Tabel 2). Pemberian GA3
menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap pembungaan; karena giberelin
dapat menggantikan fotoperiodisme pada tanaman hari panjang (Jain dan Sharma,
2005).
Tabel 2. Analisis peubah tanaman berbunga
Karakter KT GA3 KT Umur KT
GA3 x Umur KK %
Bunga Tumbuh 0,0296** 7,9466** 0,0233** 29,26
Keterangan :**= berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%, KT = kuadarat tengah,
KK = koefisien keragaman.
Nilai tengah perlakuan umur menunjukkan nilai yang lebih tinggi
dibanding perlakuan lain (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa umur tanaman
memiliki peran yang sangat penting dalam pembungaan. Pembentukan bunga
memerlukan energi yang besar sehingga butuh waktu bagi tanaman untuk
mengumpulkan energi sebelum berbunga.
12
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
MST
13
Tanaman dari perlakuan T0G20 dan T1G10 hanya menghasilkan masing-
masing 1 bunga dari setiap perlakuan (Tabel 3). Tanaman dari perlakuan T2
setelah diaplikasikan giberelin menunjukan hasil yang nyata terhadap
pembungaan. Penggunaan giberelin pada T2 meningkatkan pembungaan 19,47-
38,9% , namun pemberian giberelin G5 pada T2 terjadi penurunan sebesar 2,8%
dibanding kontrol (T0G0) (Tabel 3). Perlakuan T3 memiliki respon yang lebih
baik daripada umur yang lain dengan menunjukkan pembungaan diatas 80%.
Pemberian giberelin pada T3 meningkatkan pembungaan tanaman sebesar 8-14%
(Tabel 3).
Inisiasi pembungaan tanaman dibagi menjadi 4 jalur yaitu: (a) jalur
fotoperiodisme (Jackson, 2009), (b) jalur konvergen autonomus (jumlah daun)/
vernalisasi (suhu rendah) (Moon et al., 2005), (c) jalur karbohidrat (sukrosa)
(Gibson, 2000), dan (d) jalur giberelin (Mutasa-Göttgens dan Hedden, 2009).
Inisiasi bunga jalur (a) terjadi di daun dan 3 jalur lainnya terjadi pada meristem
apikal. Diduga, jalur yang terjadi pada pembungaan iles-iles adalah jalur (c) dan
(d) karena vegetatif dan generatif iles-iles tidak tumbuh bersamaan.
Tabel 3. Interaksi giberelin dan umur terhadap tumbuh bunga dan rasio Ci/Ca
tanaman iles-iles
Perlakuan
umur umbi Dosis GA3 (ppm)
Jumlah tanaman
berbunga (%) Rasio Ci/Ca
Bulbil (T0) 0 (G0) 0,00 c -1,087
500 (G5) 0,00 c -1,247
1.000 (G10) 0,00 c -1,002
1.500 (G15) 0,00 c -2,296
2.000 (G20) 0,27 c -0,968
1 tahun (T1) 0 (G0) 0,00 c -1,234
500 (G5) 0,00 c -1,145
1.000 (G10) 0,27 c -1,310
1.500 (G15) 0,00 c -1,329
2.000 (G20) 0,00 c -1,148
2 tahun (T2) 0 (G0) 8,33 b -1,073
500 (G5) 5,53 b -3,290
1.000 (G10) 30,57 b -0,632
1.500 (G15) 27,80 b -0,753
2.000 (G20) 47,23 b -0,823
3 tahun (T3) 0 (G0) 80,57 a -*
500 (G5) 94,47 a -
1.000 (G10) 88,90 a -
1.500 (G15) 94,43 a -
2.000 (G20) 88,87 a -
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada
taraf α 5%. * Tidak dapat diukur karena tidak memiliki daun
Kadar gula telah menjadi postulat yang memainkan peran penting dalam
menentukan waktu berbunga. Pemberian giberelin pada biji atau umbi sebelum
penanaman mengaktifkan enzim α-amilase yang mengubah pati menjadi glukosa
14
(Annisah, 2009). Hal ini menyebabkan peningkatan transportasi karbohidrat ke
meristem apikal pucuk dan terjadi pemanjangan batang yang kemudian
menginduksi pembungaan atau yang dikenal sebagai fenomena bolting dan
flowering.
Pembungaan tidak terjadi hanya karena kadar gula, tetapi ada senyawa
khusus yang mengirimkan sinyal kepada meristem apikal sehingga merespon
inisiasi pembungaan. Florigen dikenal sebagai gen yang menginduksi
pembungaan yang merupakan mRNA FT (Flowering Locus T). FT merupakan
protein seperti kunci yang akan mencari gembok yang sesuai. Ketika gen tersebut
berkombinasi dengan gen lain yang dikenal sebagai CONSTANS (CO) maka akan
memicu inisiasi pembungaan (Bláquez, 2005).
Pembentukan bunga yang sempurna memerlukan energi yang cukup yang
berasal dari katabolisme sukrosa. Pemberian GA3 bersifat memaksa tanaman
untuk berbunga. Jika terpaksa berbunga maka tanaman akan menyesuaikan bentuk
bunga sesuai dengan energi yang ada. Kurang dari 50% pemaksaan ini berhasil
pada T2 (Tabel 3), namun menghasilkan bunga cacat, bunga berukuran kecil, dan
mengkibatkan fase vegetatif dan generatif tumbuh secara bersamaan (Gambar 6).
Gambar 6. Berbagai bentuk bunga tanaman iles-iles pada pemberian giberelin: (a)
Bunga sempurna pada perlakuan T3G0, (b) Bunga appendix cacat
pada perlakuan T2G15, (c) Bunga dengan seludang ganda pada
perlakuan T3G20, (d) Bunga fertil dengan fase vegetatif dan generatif
yang bersamaan pada perlakuan T0G20, (e) bunga steril dengan fase
vegetatif dan generatif yang bersamaan pada perlakuan T1G10.
a
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
a
t
i
f
p
a
d
a
d
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
b
e
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
c
P
e
r
t
u
m
b
u
h
a
n
v
e
g
e
t
a
t
i
f
p
a
d
14
15
Laju Fotosintesis
Karakter-karakter pengamatan yang berinteraksi nyata antara GA3 dan
umur adalah laju fotosintesis, konduktansi stomata, laju transpirasi dan
konduktansi total (Tabel 4). Peubah CO2 interselular/ambient tidak berpengaruh
nyata. Nilai koefisien keragaman (KK) termasuk rendah yakni antara 14,19-17,99
%. Hasil uji lanjut menunjukkan pengaruh nyata kecuali Ci/Ca (Tabel 3). Ci/Ca
merupakan rasio banyaknya konsentrasi karbon interselular dan karbon ambient
(Evans dan von Caemmerer, 1996). Banyaknya CO2 ini dipengaruhi oleh aktivitas
pembukaan stomata dan aktivitas fotosintesis seperti konduktansi stomata,
konduktansi total, dan transpirasi. Ca merupakan karbon ambient yaitu banyaknya
CO2 eksternal yang berada di sekitar daun, dalam hal ini adalah konsentrasi CO2
yang disediakan oleh alat LI-COR. Pada kondisi Ci lebih rendah dari Ca, maka
CO2 masuk ke dalam internal sel daun. Hal ini dijadikan tanda bahwa tanaman
memiliki kemampuan fotosintesis yang tinggi. Nilai rasio Ci/Ca bernilai negatif,
hal tersebut mengindikasikan bahwa konsentrasi CO2 dalam jaringan daun tidak
bisa mengimbangi laju fotosintesis tanaman.
Tabel 4. Rekapitulasi sidik ragam peubah fotosintesis iles-iles.
Karakter pengamatan KT GA3 KT Umur KT
GA3 x Umur KK %
Laju Fotosintesis 62,1060 tn 41,1943 tn 204,4075 ** 14,1982
Konduktansi Stomata 128 x10-5tn 65 x10-5tn 268 x10-5 ** 17,7473
Transpirasi 225 x10-8tn 57 x10-8tn 402 x10-8** 16,4484
Konduktansi Total 96 x10-5tn 46 x10-5tn 189 x10-5** 15,8441
CO2 Interselular/Ambient 1,3719 tn 0,0351 tn 1,6575 tn 17,9983
Keterangan :** = berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%; tn = berpengaruh tidak
nyata, KT = kuadarat tengah, KK = koefisien keragaman.
Tanaman asal umbi 0 tahun (Bulbil). Perlakuan T0G0 menunjukkan laju
fotosintesis nyata lebih rendah dibanding perlakuan lain. Pemberian GA3
konsentrasi 1.000 ppm meningkatkan laju fotosintesis, konduktansi stomata,
konduktansi total dan laju transpirasi (Tabel 5). Pertumbuhan tanaman dapat
berbeda karena dipengaruhi perbandingan konsentrasi antar hormon-hormon
pertumbuhan. Jiang et al. (2012) menyatakan bahwa pemberian GA3 dapat
mengatur sintesis kloroplas yang mengakibatkan peningkatan laju fotosintesis.
Tanaman asal umbi 1 Tahun. Tanaman asal umbi umur 1 tahun yang
diperlakukan G5 menunjukkan nilai nyata lebih tinggi dan perlakuan G15
terendah dibanding perlakuan lain (Tabel 5). Pertambahan jumlah daun asal umbi
1 tahun relatif lebih terbatas dibandingkan dengan bulbil. Tanaman asal bulbil
memiliki jumlah daun lebih dari 3 sejak tanam hingga dorman, sementara pada
umbi umur 1 tahun jumlah daun maksimal adalah 3. Diduga pertumbuhan
vegetatif asal umbi 1 tahun sudah memiliki giberelin yang cukup sehingga
pertambahan GA3 tidak berbeda nyata dengan kontrol (T1G0).
Tanaman asal umbi 2 tahun. Perlakuan giberelin cenderung
meningkatkan laju fotosintesis pada umbi umur 2 tahun (Tabel 5). Di sisi lain, laju
transpirasi juga cenderung meningkat. Pertumbuhan vegetatif asal umbi 2 tahun
merupakan tahap akhir vegetatif sebelum menjadi generatif. Asumsinya, umbi
16
umur 2 tahun sudah memiliki cadangan makanan yang cukup untuk pembungaan
sehingga penambahan giberelin dapat mengubah fase vegetatif menjadi generatif.
Menurut Mortazavi et. al (2011), pemberian GA3 pada Araceae yang
berumbi akan meningkatkan kandungan klorofil dalam jaringan daun. Kandungan
klorofil yang tinggi menyebabkan laju fotosintesis iles-iles tinggi. Fotosintesis
yang tinggi tersebut diperkirakan menyebabkan cadangan makanan pada umbi
meningkat.
Tabel 5. Karakter fotosintesis daun tanaman iles-iles asal umbi berbeda umur pada
perlakuan GA3 yang berbeda
Konsentrasi
GA3 (ppm)
Laju
fotosintesis
(μmol CO2
m-2 s-1)
Konduktansi
stomata (mol
H2O m-2 s-1)
Konduktansi
total (mol H2O
m-2 s-1)
Transpirasi
(mol H2O m-2
s-1)
Umbi umur 0 tahun (Bulbil) (T0)
0 (G0) 37,80 cd 0,1087 d-g 0,0987 d-g 0,0053 cde
500 (G5) 53,15 ab 0,1340 b-f 0,1207 b-f 0,0057 b-e
1.000 (G10) 52,18 ab 0,1590 abc 0,1407 abc 0,0070 abc
1.500 (G15) 41,81 bcd 0,1060 efg 0,0953 efg 0,0047 de
2.000 (G20) 49,41 ab 0,1477 bcd 0,1317 abc 0,0063 a-d
Umbi umur 1 tahun (T1)
0 (G0) 52,91 ab 0,1397 b-e 0,1253 b-e 0,0063 a-d
500 (G5) 52,71 ab 0,1450 b-e 0,1300 bcd 0,0063 a-d
1.000 (G10) 52,81 ab 0,1360 b-f 0,1217 b-f 0,0060 a-d
1.500 (G15) 34,42 d 0,0867 g 0,0807 g 0,0040 e
2.000 (G20) 49,24 ab 0,1300 b-f 0,1177 c-f 0,0057 b-e
Umbi umur 2 tahun (T2)
0 (G0) 43,06 bcd 0,1223 c-g 0,1100 d-g 0,0053 cde
500 (G5) 36,31 cd 0,0993 fg 0,0897 fg 0,0040 e
1.000 (G10) 46,29 abc 0,1620 ab 0,1433 ab 0,0073 ab
1.500 (G15) 55,48 a 0,1850 a 0,1613 a 0,0077 a
2.000 (G20) 44,41 a-d 0,1380 b-f 0,1240 b-e 0,0063 a-d
Keterangan : Nilai pada kolom yang sama diikuti oleh huruf yang sama
menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan analisis DMRT pada
taraf α 5%.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pembungaan alami dipengaruhi umur tanaman. Giberelin mampu
menginduksi bunga pada tanaman iles-iles dan bergantung pada umur umbi. Dosis
GA3 1.000 ppm atau lebih dapat menginduksi bunga bunga pada umbi umur 2
tahun. Perlakuan GA3 meningkatkan laju fotosintesis dan konduktansi stomata
pada tanaman iles-iles umur 0 tahun, tetapi hasilnya tidak konsisten pada umur
yang lain.
16
17
Saran
Perlu kajian lebih lanjut terhadap kualitas biji tanaman asal pemberian
GA3.
DAFTAR PUSTAKA
Annisah. 2009. Pengaruh induksi giberelin terhadap pertumbuhan buah
partenokarpi pada beberapa varietas tanaman semangka (Citrullus
vulgaris Schard). Skripsi. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Asra R. dan Ubaidillah. 2012. Pengaruh konsentrasi giberelin (GA3) terhadap nilai
nutrisi Calopogonium caeruleum. JIIP. 15(2):81-85.
Australian Museum. 2015. Hawk Moths. australianmuseum.net.au/hawk-moths.
[14 Januari 2017]
Banyo Y.E., Ai N.S., Siahaan P. dan Tangapo A.M. 2013. Konsentrasi klorofil
daun padi padasaat kekurangan air yang diinduksi dengan polietilen
glikol. JIS. 13(1): 1-8.
Bláquez M.A. 2005. The right time and place for making flowers. AAAS. 309p.
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2016. Data iklim tahun
2015-2016. Stasiun Klimatologi Dramaga Bogor.
Campbell, N.A., Reece J.B. and Mitchell L.G. 2002. Biologi. Alih bahasa
Lestari, R. et al. Safitri, A., Simarmata, L., Hardani, H.W. (eds).
Erlangga. Jakarta.
Drennan P.M. and Nobel P.S. 2000. Response of CAM species to increasing
atmospheric CO2 concentrations. Plant Cell Environ. 23:767-781.
Evans J.R. and von Caemmerer S. 1996. Carbon dioxide diffusion inside leaves.
Plant Physiol. 110:339-346.
Gardner F.P., Pierce R.B. and Mitchell R.L. 1991. Physiology of Crop Plants.
Fisiologi Tanaman Budidaya, Alih bahasa H. Susilo. Universitas
Indonesia Press. Jakarta.
Gibson S.I. 2000. Plant sugar-response pathways. Part of a complex regulatory
web1. Plant Physiol. 124:1532-1539.
Harjadi S. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. Penebar Swadaya. Jakarta.
Jackson S.D. 2009. Plant responses to photoperiod. New Phytol. 181(3):517-531.
Jain V.K. and Sharma J.P. 2005. Comprehensive Objective Biology: For Medical
Entrance Examination [online]. GOLDEN BELLS, New Delhi. [16
Januari 2017].
Jansen P.C.M., van der Wilk C. and Hetterscheid W.L.A. 1996. Amorphophallus
muelleri Blume ex Decaisne. In Flach, M., F. Rumawas (eds).
PROSEA:Plant Resources of South East Asia No 9. Plant Yielding Non-
seed Carbohydrates. Leiden: Backhuys Publisher.
Jiang X., Li H., Wang T., Peng C., Wang H., Wu H. and Wang X. 2012.
Gibberellin indirectly promotes chloroplast biogenesis as a means to
maintain the chloroplast population of expanded cells. Plant J. 72(5):768-
780.
Kebun Raya-LIPI. 2014. Suweg (Amorphophallus paeoniifolius). Kebun Raya
Bogor LIPI. Bogor.
18
Lestari E.G. 2005. Hubungan antara kerapatan stomata dengan ketahanan
kekeringan pada somaklon padi Gajahmungkur, Towuti, dan IR 64.
Biodiversitas. 7(1):44-48.
LI-COR. 1999. Using the LI-6400 portable photosynthesis system. LI-COR, Inc.
9806-122. Nebraska.
Moon J., Lee H., Kim M. And Lee I. 2005. Analysis of flowering pathway
integrators in Arabidopsis. Plant Cell Physiol. 46 (2):291-299.
Mortazavi N., Naderi R.A., Majidian N., Naderi B. and Sharavi Y. 2011. The
effect of GA3 and BA on the quantitative and qualitative characteristics
of calla lily (Zantedeschia aethiopica cv. Childsiana). African J.
Microbiol. Res. 5(24):4190-4196.
Mutasa-Göttgens E. dan Hedden P. 2009. Gibberellin as a factor in floral
regulatory networks. J. Exp. Bot. 60(7):1979-1989.
Purwanti D.S. 2008. Pengaruh emisi gas buang kendaraan bermotor terhadap
struktur epidermis dan stomata daun tanaman pelindung di jl. adi sucipto
sampai terminal tirtonadi surakarta. Skripsi. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Purwoko B. S., Sulistiyani D.S. dan Gunawan L.W. 1997. Pengaruh aplikasi GA3
terhadap pembungaan tanaman Anthurium andreanum cv. AVO CUBA.
Bul. Agron. 25(3):20-24.
Ribeiro R.V., Machado E.C. and de Oliveira R.V. 2005. Temperature response of
photosynthesis and ist interaction with light intensity in sweet orange leaf
discs under non-photorespiratory condition. Ciênc. Agrotec. Lavras.
30(4) :670-678.
Sage R.F. and Kubien D. 2007. The temperature response of C3 and C4
photosynthesis. Plant Cell Environ. 30:1086-1106.
Santosa E. 2014. Pengembangan tanaman iles-iles tumpangsari untuk
kesejahteraan dan kemandirian industri pangan nasional. Risalah
Kebijakan Pertanian dan Lingkungan. 1(2):73-79
Santosa E. dan Wirnas D. 2009. Teknik perbanyakan cepat sumberdaya genetik
iles-iles untuk mendukung percepatan komersialisasi secara
berkelanjutan. JIPI. 14(2):91-96
Sugiyama N. and Santosa E. 2008. Edible Amorphophallus in Indonesia –
Potential Crops in Agroforestry. UGM Press. Yogyakarta.
Sumarwoto. 2005. Deskripsi dan sifat-sifat lain iles-iles (Amorphophallus
muelleri Blume). Biodiversitas. 6(3).185-190.
Vong N.Q. and Murata Y. 1977. Studies on physiological characteristic of C3 and
C4 corps species I. The effects of air temperature on the dry matter of
production on some crops. Japan. J. Crop. Sci. 47(1):90-100.
Zhao J., Zhang D., Srzednicki G., Kanlayanarat S. and Borompichaichartkul C.
2010. The morphological growth and characteristic of Amorphophallus
muelleri blume- a commecially important konjac species. Acta Hort.
875:501-508.
18
LAMPIRAN
20
22
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada 7 November 1993 di
Pemalang. Penulis merupakan putra pertama dari dua
bersaudara pasangan Bapak Suparto dan Ibu Siwi
Praheni.
Penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah
Dasar Negeri Cibuluh 1 Bogor pada tahun 2006,
kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Negeri 5
Bogor dan lulus tahun 2009. Setelah lulus penulis
melanjutkan pendidikan ke SMA Negeri 1 Bogor dan
lulus pada 2012.Tahun 2012 penulis meneruskan pendidikan ke Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Ujian Talenta Masuk IPB (UTM IPB) dan diterima di
program studi Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian.
Selama perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa kegiatan organisasi
mahasiswa dan kepanitiaan. Tahun 2014 bergabung di Himpunan Mahasiswa
Agronomi dan Hortikultura (HIMAGRON) sebagai anggota Departemen
Komunikasi dan Informasi dan tahun 2015 menjadi Ketua HIMAGRON. Penulis
juga aktif dalam Festival Buah dan Bunga Nusantara tahun 2014-2016. Selama
perkuliahan, penulis pernah mendapat pengalaman seperti : menjadi peserta
Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Cianjur tahun 2015. Di bidang pendidikan, penulis
juga pernah menjadi Asisten Karbohidrat Non Biji 2016. September 2016 penulis
menjadi salah satu dari enam delegasi IPB untuk mengikutikegiatan Internasional
The 1st Agricultural Youth Forum di Universitas Niigata, Jepang.
19