Post on 21-Jan-2017
LAPORAN AKHIR
PROGRAM P2M PENERAPAN IPTEK
PELATIHAN PELAPORAN PERPAJAKAN BERDASARKAN
PP NO.46 TH. 2013 TENTANG PPH FINAL PADA PERUSAHAAN JASA
SALON DAN SPA DI KOTA SINGARAJA
Oleh :
Nyoman Trisna Herawati, S.E,Ak,M.Pd/NIDN 0015037701 (Ketua)
Dr. Anantawikrama Tungga Atmadja,S.E.,M.Si.,Ak/NIDN 0001027701 (Anggota)
Nyoman Ari Surya Darmawan,S.E.,M.Si.,Ak/NIDN 0011058204 (Anggota)
Dibiayai dari DIPA Undiksha dengan SPK
Nomor: 135/UN48.15/LPM/2014 tanggal 13 Februari 2014
JURUSAN AKUNTANSI S1
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
LEMBAGA PENGABDIAN kepada MASYARAKAT
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Kuasa karena atas berkat
dan Rahmat-Nya, maka kegiatan P2M yang berjudul ” Pelatihan Pelaporan Perpajakan
Berdasarkan PP No.46 Th.2013 Tentang PPh Final Pada Perusahaan Jasa Salon dan Spa di
Kota Singaraja” dapat berjalan sesuai dengan rencana kegiatan dan dapat dilaporkan tepat
pada waktunya.
Laporan ini merupakan laporan kegiatan P2M yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan dalam hal perhitungan dan pelaporan perpajakan. Kegiatan ini
terlaksana berkat bantuan berbagai pihak terutama Lembaga Pengabdian pada Masyarakat.
Kepada pelaku usaha salon dan UMKM yang telah menghadiri acara pelatihan ini, serta
mahasiswa Jurusan Akuntansi S1 untuk partisipasinya dalam menyukseskan acara pelatihan
ini. Untuk itu tidak berlebihan kiranya jika kami mengucapkan banyak terima kasih atas
bantuan, kerjasama, sumbang saran, serta partisipasinya dalam penelitian ini.
Akhirnya, tiada gading yang tak retak, tiada usaha yang bisa dilakukan sesempurna
mungkin. Untuk itu semua saran, masukan, maupun kritik yang membangun diterima dengan
segenap hati. Mudah-mudahan bantuan dan kerjasama melalui kegiatan penelitian ini dapat
dilanjutkan pada kesempatan berikutnya.
Singaraja, Juli 2014
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ........................................................................................................................... i
Daftar Isi .................................................................................................................................... ii
I. Pendahuluan ................................................................................................................... 1
1.1 Analisis Situasi......................................................................................................... 2
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................... 3
1.3 Tujuan dan Manfaat ................................................................................................. 4
II. Tinjauan Pustaka ............................................................................................................ 5
2.1 Definisi dan Unsur pajak ......................................................................................... 5
2.2 Fungsi Pajak ............................................................................................................. 5
2.3 Subyek dan Wajib Pajak .......................................................................................... 6
2.4 Surat Pemberitahuan (SPT)...................................................................................... 6
2.5 Surat Setoran Pajak (SSP) dan Pembayaran Pajak .................................................. 7
2.6 Pengenaan Pajak atas Omzet Tertentu ..................................................................... 7
2.7 Konsep Akuntansi .................................................................................................... 8
III. Metode Pelaksanaan....................................................................................................... 11
IV. Hasil dan Pembahasan ................................................................................................... 15
V. Kesimpulan dan Saran ................................................................................................... 19
Daftar Pustaka
Lampiran-Lampiran
1
I. PENDAHULUAN
Dalam upaya nasional dewasa ini, pemerintah telah bertekad mengandalkan
kemampuan bangsa sendiri melalui penerimaan negara khususnya dari sektor pajak.
Pemasukan dana melalui pajak bagi pemerintah dengan sendirinya memegang porsi yang
cukup berarti bagi pendapatan negara, apalagi saat pendapatan dari Minyak dan Gas Bumi
(MIGAS) mulai menurun. Berdasarkan hal tersebut maka pajak merupakan sumber dana
utama yang digunakan untuk membiayai sebagian besar pembelanjaan negara. Berbagai
upaya telah diupayakan pemerintah untuk lebih menyempurnakan system perpajakan dan
pemungutannya lebih diitensifkan. Salah satunya dengan perubahan UU perpajakan yang
terus disesuaikan dengan situasi dan kondisi perekonomian dewasa ini, sehingga meskipun
pemerintah menggenjot penerimaan pajak namun tetap pengenaan pajak bagi wajib pajak
tidak mengganggu iklim bisnis, iklim investasi maupun sektor riil. Disamping itu tahun ini
pemerintah berusaha menggenjot penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi (WPOP)
dengan jalan membuka e-registration atau mengadakan pendekatan-pendekatan ke berbagai
instansi maupun perusahaan swasta.
Yang terbaru adalah diberlakukannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun
2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak
yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang terbit tanggal 12 Juni 2013 dan mulai berlaku
sejak 1 Juli 2013. Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan
dari usaha dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar
delapan ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak
Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen). Dalam PP tersebut diatur juga
tentang kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan aturan
ini, yaitu a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat
dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian
atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
atau berjualan, contohnya adalah: pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar dan sejenisnya, b) Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara
komersial atau dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh omzet melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Selain itu, juga diatur bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan untuk
2
menghitung PPh final ini adalah omzet setiap bulan. Artinya, setiap bulan, Wajib Pajak akan
membayar PPh final sebesar 1 (satu) persen dari omzet bulanannya.
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 ini bertujuan memberikan
kemudahan kepada Wajib Pajak dalam melaksanakan pemenuhan kewajiban perpajakannya.
Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak A. Fuad Rahmany menyatakan, “Buruh-buruh pabrik yang
berpendapatan jauh lebih rendah saja sudah membayar pajak. Lalu, apakah adil bila UKM
tidak mau bayar pajak, padahal omset mereka miliaran dalam setahun?”. Satu hal yang sering
dilupakan, berdasarkan ketentuan perpajakan, PPh tidak mengenal pengecualian dalam
pemungutannya, kecuali jika jumlah penghasilan Wajib Pajak dibawah Penghasilan Tidak
Kena Pajak (PTKP). Lebih lanjut, Dirjen Pajak menjelaskan, “UKM harusnya dikenakan
pajak 25% dari laba, tapi kami hanya patok 1% (dari omset)”
(www.republika.co.id/berita/nasional, diakses tanggal 9 September 2013). Pernyataan ini
semakin memperjelas arah kebijakan yang memang ditujukan untuk memberikan kemudahan
dan insentif bagi Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Dalam ketentuan
perpajakan, seluruh Wajib Pajak, Badan maupun Orang Pribadi yang melakukan kegiatan
usaha atau pekerjaan bebas diwajibkan untuk menyelenggarakan pembukuan, kecuali bagi
Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dengan
peredaran bruto dalam satu tahun kurang dari Rp4,8 Miliar wajib menyelenggarakan
pencatatan. Hal ini sesuai dengan prinsip self assessment yang saat ini digunakan dalam
ketentuan perpajakan di Indonesia. Tanpa pembukuan atau pencatatan, mustahil Wajib Pajak
dapat mengetahui laba usahanya, apalagi melaporkan pajaknya dengan benar. Oleh karena itu
pemberlakuan PP Nomor 46 Tahun 2013 seharusnya dipandang sebagai fasilitas bagi Wajib
Pajak karena memudahkan dalam penghitungan pajaknya. Dengan hanya melaporkan omset,
kemudian membayarkan 1% dari omset tersebut sebagai PPh, Wajib Pajak akan dipermudah
dalam melaporkan pajaknya melalui Surat Pemberitahuan (SPT). Khusus untuk pembayaran
dan pelaporan pajak, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak telah mengembangkan berbagai
kemudahan melalui pembayaran berbasis elektronik yakni e-Spt maupun e-Filling.
1.1 ANALISIS SITUASI
Permasalahan penerapan tarif perpajakan yang baru juga dirasakan pengusaha di
bidang salon dan spa. Meskipun terlihat mudah dan dirasakan tidak memberatkan wajib
pajak, namun tetap saja perubahan ini cukup menjadi masalah bagi pengusaha. Peningkatan
dan perkembangan jumlah salon dan spa di kota Singaraja juga menjadi sasaran petugas
3
pajak untuk menemukan wajib pajak baru yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Demikian halnya wajib pajak lama mengalami kesulitan dalam menyesuaikan perhitungan
maupun pelaporan perpajakannya.
Berdasarkan wawancara dengan beberapa pemilik salon di Kota Singaraja, mereka
masih belum mengetahui adanya peraturan perpajakan yang baru. Meskipun ada beberapa
pengusaha salon telah dipanggil oleh KPP Pratama Singaraja untuk diberikan penyuluhan,
namun masih terdapat kesulitan dalam melaporkan perpajakannya. Dengan adanya tarif final
ini berarti semua pengusaha salon yang telah memiliki NPWP berkewajiban membayar pajak
penghasilan setiap bulannya yaitu sebesar 1 % dari omzet (penjualan). Untuk itu pemahaman
pengusaha untuk menghitung omzet juga harus dimiliki untuk mempermudah perhitungan
dan pelaporan perpajakannya.
Dengan sistem self assesment masyarakat diberi kepercayaan penuh untuk
menghitung dan melaporkan pajaknya. Sehingga salah satu syarat agar sistem perpajakan
tersebut berhasil adalah adanya kemampuan masyarakat untuk menghitung pajaknya sendiri.
SPT tahunan PPh merupakan sarana bagi wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan
dan menetapkan besarnya jumlah pajak penghasilan yang terhutang selama satu tahun pajak.
Dalam pengisian SPT wajib pajak diharapkan mempunyai kemampuan yang cukup mengenai
pembukuan dan UU perpajakan untuk menghitung besarnya pajak yang terhutang.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan paparan di atas maka wajib pajak memiliki kewajiban untuk melaporkan
pajak penghasilannya setiap bulan yang dihitung sebesar 1 % dari jumlah penjualan (omzet).
Pelaporan ini akan dimulai dari aktifitas pembukuan yaitu menghitung jumlah omzet setiap
bulannya, sehingga pengusaha harus memiliki pembukuan yang sederhana untuk mencatat
jumlah pemasukan setiap harinya. Kemudian penghasilan setiap bulannya akan dikenakan
tarif 1% yang akan dibayarkan setiap bulannya melalui SPT Masa ke bank-bank penerima
pajak misalnya BRI. Berdasarkan hal tersebut maka dapat diuraikan beberapa permasalahan
mitra dalam hal ini pengusaha salon dan spa di Kota Singaraja, yaitu:
1. Kebutuhan akan pengetahuan dibidang pembukuan sederhana untuk usaha Salon
dan Spa
2. Kebutuhan akan pengetahuan dalam hal perhitungan dan pelaporan perpajakan
dalam hal ini pengisian SPT Tahunan maupun SPT Masa Orang Pribadi
4
3. Kebutuhan dalam hal tata cara pembayaran pajak ke Bank-Bank persepsi
1.3 Tujuan dan Manfaat Kegiatan
Berdasarkan permasalahan mitra di atas, maka kegiatan P2M ini bertujuan antara lain:
1. Memberikan pelatihan mengenai pembukuan sederhana untuk usaha salon,
terutama penghitungan jumlah omzet (penjualan) yang digunakan dasar dalam
perhitungan pajak penghasilan
2. Memberikan sosialisasi perpajakan mengenai perhitungan dan pelaporan pajak
penghasilan orang pribadi menurut peraturan PP 46 tentang PPh Final 1%
3. Memberikan pelatihan langsung perpajakan dengan pengisian SPT Tahunan PPh
orang pribadi.
Manfaat yang dapat dihasilkan dalam kegiatan pengabdian pada masyarakat ini adalah
meningkatnya kesadaran pengusaha/pemilik/karyawan salon dan spa dalam hal pemenuhan
kewajiban perpajakannya. Indikator pencapaian target ini meliputi :
a. Mampu mengisi SPT Tahunan SPT Tahunan Orang Pribadi secara mandiri serta
membayar pajak sesuai dengan aturan yang berlaku.
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Dan Unsur Pajak
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undnag (yang
dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontra-prestasi) yang langsung dapat
ditujukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Menurut Rochmat
Soemitro (Dalam Mardiasmo , 2002 ; 1)
Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur :
1. Iuran dari rakyat kepada negara
Dalam hal ini yang berhak memungut pajak hanyalah negara. Iuran tersebut berupa
uang (bukan barang).
2. Berdasarkan undang-undang
Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan
pelaksanaannya.
3. Tanpa jasa timbal ata kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk.
Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual
oleh pemerintah.
4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran-pengeluaran
yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.2 Fungsi Pajak
Menurut Mardiasmo (2002 : 2) Ada dua fungsi pajak, yaitu fungsi budgetair dan
fungsi mengatur (regulerend) . Dalam fungsi sebagai budgetair maka pengertian pajak
merupakan sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaran-pengeluarannya.
Seperti pembelajaan pegawai, pembuatan infrastruktur , Gedung-gedung sekolah rumah sakit,
dan lain sebagainya sehingga pajak merupakan sumber pemasukan kas negara. Dalam fungsi
sebagai regulerend maka pajak merupakan alat untuk mengatur atau melaksanakan
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi. Misalnya Pajak yang tinggi
dikenakan terhadap minuman keras untuk mengurangi konsumsi minuman keras , Pajak yang
tinggi dikenakan terhadap barang-barang mewah untuk mengurangi gaya hidup konsumtif,
Tarif pajak untuk ekspor sebesar 0% untuk mendorong ekspor produk Indonesia di pasaran
dunia,dll , sehingga dalam hal ini pajak dapat digunakan sebagai oleh pemerintah untuk
mengatur stabilitas perekonomian dan pola konsumsi masyarakat.
6
2.3 Subyek Dan Wajib Pajak
Menurut Harnanto ( 2003 : 3) Subyek pajak yang dalam suatu tahun pajak atau dalam
suatu bagian tahun pajak memperoleh atau menerima penghasilan disebut wajib pajak. Oleh
karena itu, tidak setiap subyek pajak secara otomatis merupakan wajib pajak. Sebaliknya
setiap wajib pajak senantiasa merupakan subyek pajak. Pada dasarnya, tahun pajak adalah
tahun takwim atau tahun kalender, yang dimulai pada setiap tanggal 1 Januari dan berakhir
pada setiap tanggal 31 Desember, kecuali apabila wajib pajak memilih utnuk menggunakan
tahun buku (fiscal) yang tidak sama dengan tahun takwim atau tahun kalender. Untuk dapat
menentukan dan memungut pajak atas penghasilan mutlak diperlukan adanya entitas, subyek,
pihak, atau pusat perhatian dimana penghasilan dan jumlah pajaknya itu diasosiasikan.
Undang-undang Pajak Penghasilan menggunakan istilah subyek atau wajib pajak untuk
menyatakan entitas sebagai pusat perhatian di dalam menentukan: saat, jumlah, dan sumber
atau jenis-jenis penghasilan dan kewajiban pajaknya, yaitu :
1. Orang pribadi atau perseorangan dan warisan yang belum terbagi sebagai suatu
kesatuan
2. Badan, perkumpulan atau lembaga; dan
3. Bentuk usaha tetap
2.4 Surat Pemberitahuan (SPT)
Secara garis besar SPT dibedakan menjadi dua, yaitu a) SPT-Masa, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak yang
terutang dalam suatu Masa Pajak atau pada suatu saat, b) SPT-Tahunan, adalah surat yang
oleh Wajib Pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan pembayaran pajak yang
terutang dalam satu Tahun Pajak. Fungsi SPT bagi wajib pajak pajak penghasilan adalah
sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak
yang sebenarnya terhutang. Prosedur Penyelesaian SPT dapat dijabarkan sebagai berikut.
a. Wajib Pajak harus mengambil sendiri blanko SPT pada Kantor Pelayanan
Pajak setempat (dengan menunjukkan NPWP).
b. SPT harus diisi dengan benar, jelas, dan lengkap sesuai dengan petunjuk yang
diberikan. Pengisian formulir SPT yang tidak benar mengakibatkan pajak yang
terutang kurang dibayar, akan dikenakan sanksi perpajakan.
c. SPT diserahkan kembali ke Kantor Pelayanan Pajak yang bersangkutan dalam
batas waktu yang ditentukan, dan akan diberikan tanda terima tertanggal.
7
Apabila SPT dikirim melalui Kantor Pos harus dilakukan secara tercatat, dan
tanda bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebgai tanda bukti dan tanggal
terima. Setiap Wajib Pajak wajib mengisi, menanda-tangani dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) ke kantor Direktorat Jenderal
pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang
ditentukan oleh Direktur Jendral Pajak.
Ada dua tipe Surat Pemberitahuan (SPT yaitu SPT-Masa untuk melaporkan
penghitungan dan/atau pembayaran pajak yang terutang dalam suatu masa pajak atau pada
suatu saat; dan SPT-tahuanan untukk melaporkan penghitungan dan/atau pem-bayaran pajak
yang terutang dalam suatu tahun pajak. SPT-Masa, paling lambat 20 hari setelah masa pajak
berakhir dan SPT-Tahunan, paling lambat 3 bulan setelah tahun pajak berakhir.
2.5 Surat Setoran Pajak (SSP) Dan Pembayaran Pajak
Surat Setoran Pajak adalah surat yang oleh wajib pajak digunakan untuk melakukan
pembayaran atau penyetoran pajak yang terutang ke kas negara melalui Kantor Pos dan atau
bank Badan Usaha Milik negara atau bank Badan Usaha Milik Daerah atau tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Fungsi SSP adalah sebagai sarana
untuk membayar pajak dan bukti serta laporan pembayaran pajak. Jadi surat setoran pajak
adalah formulir yang digunakan wajib pajak untuk membayar jumlah pajak yang terhutang.
Tempat Pembayaran dan Penyetoran Pajak dapat dilakukan dibank-bank yang ditunjuk
oleh Direktorat Jenderal Anggaran, Kantor Pos, Bank-bank BUMN atau BUMD,Tempat
pembayaran lain yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, serta Kantor Pelayanan Pajak di
Wilayah wajib pajak.
2.6 Pengenaan PPh atas usaha dengan Omzet Tertentu
Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang menerima penghasilan dari usaha
dengan peredaran bruto (omzet) tidak melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan
ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, akan dikenai pajak dengan tarif Pajak
Penghasilan (PPh) yang bersifat final sebesar 1% (satu persen). Ketentuan ini diatur dalam
Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang PPh atas Penghasilan dari Usaha
yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, yang
terbit tanggal 12 Juni 2013 dan mulai berlaku sejak 1 Juli 2013. Dalam PP tersebut diatur
juga tentang kriteria Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang tidak dapat memanfaatkan
8
aturan ini, yaitu a) Wajib Pajak Orang Pribadi yang melakukan kegiatan usaha perdagangan
dan/atau jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau prasarana yang dapat
dibongkar pasang, baik yang menetap maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian
atau seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak diperuntukkan bagi tempat usaha
atau berjualan, contohnya adalah: pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar dan sejenisnya, b) Wajib Pajak Badan yang belum beroperasi secara
komersial atau dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara komersial
memperoleh omzet melebihi Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah).
Selain itu, juga diatur bahwa Dasar Pengenaan Pajak (DPP) yang digunakan untuk
menghitung PPh final ini adalah omzet setiap bulan. Artinya, setiap bulan, Wajib Pajak akan
membayar PPh final sebesar 1 (satu) persen dari omzet bulanannya.
2.7 Konsep Akuntansi
Menurut Standar Akuntansi Keuangan akuntansi dapat didefinisikan sebagai proses
pengidentifikasian, pengukuran, dan pelaporan informasi ekonomi, untuk memungkinkan
adanya penilaian dan keputusan yang jelas dan tegas bagi mereka yang menggunakan
informasi tersebut. Dari pengertian akuntansi diatas informasi akuntansi digunakan oleh
berbagai pihak baik yang berasal dari dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan seperti
pemilik perusahaan, kreditur, manajemen, pemerintah,investor, pegawai dan pihak lain yang
membutuhkan informasi keuangan. Pemerintah dalam hal ini berkaitan dengan kewajiban
perpajakan bagi entitas.
Ada sedikit kekaburan antara pembukan dan akuntansi, hal ini disebabkan karena
kenyataan bahwa keduanya saling berhubungan dan tidak ada pemisahan secara tegas dan
diterima oleh umum. Pembukuan lebih dulu dikenal oleh masyarakat yang merupakan
warisan jaman Belanda sedangkan istilah akuntansi dikenal belum lama yang berasal dari
Amerika. Pembukuan merupakan pencatatan data perusahaan dengan suatu cara tertentu
dimana pemegang buku hanya bertanggung jawab pada sebagian kecil dari kegiatan
pencatatan dalam perusahaan. Sedangkan akuntansi lebih ditekankan pada perancangan
sistem pencatatan dan penyusunan laporan berdasarkan data yang telah dicatat dan
penafsirannya atas laporan tersebut. Jadi pembukuan merupakan bagian dari proses
akuntansi , khususnya yang berkaitan dengan proses pencatatan.
Berdasarkan ulasan diatas, maka pelatihan kali ini bertujuan untuk memberikan
pengetahuan dalam bidang pengelolaan keuangan perusahaan yang dikhususkan pada
9
penyusunan laporan laba rugi yang berkaitan dengan jumlah omzet untuk pengenaan pajak
PPh Final 1%. Ada beberapa tahapan penyusunan laporan laba rugi. Tahapan pertama
menyusun laporan laba rugi adalah dengan mengelompokkan berbagai jenis kegiatan atau
transaksi keuangan ke dalam kelompok-kelompok yang termasuk dalam pos-pos laporan laba
rugi. Dalam akuntansi dikenal dengan istilah akun (rekening) laba rugi. Adapun akun laba
rugi (akun riil) terdiri atas: (1) pendapatan, (2) biaya yang diklasifikasikan dalam biaya
operasional, biaya penyusutan dan amortisasi, (3) selisih antara pendapatan dan biaya yaitu
laba atau rugi bersih. Masing-masing akun tersebut akan dijelaskan secara rinci sebagai
berikut.
a. Pendapatan
Ini merupakan akun untuk menampung semua jenis pendapatan yang diterima dari
pelanggan, mulai dari hasil penjualan jasa potong rambut, perawatan wajah dan rambut, tata
rias, dan jasa-jasa lain yang ditawarkan, termasuk makanan dan minuman, sampai alat-alat
kecantikan atau produk-produk kecantikan yang dijual. Untuk detilnya sendiri diserahkan
kepada masing-masing pemilik perusahaan, yang penting pengelompokkan tersebut dapat di
perbandingkan dengan biaya langsung yang terkait. Dengan cara ini, maka setiap aktivitas
produksi dapat di lihat secara individual kontribusinya terhadap keuntungan yang di hasilkan.
Berdasarkan data inilah jumlah omzet yang dikenaka PPh Final 1%.
b. Biaya Operasional
Rincian biaya di sini harus memperhatikan kelompok rincian pendapatan, artinya jika
di kelompok pendapatan ada 3 jenis, maka disini juga dibuat 3 jenis, sehingga bisa di cari
keterkaitan antara pendapatan dan biayanya. Tujuan dari pengelompokan ini adalah untuk
mengukur besarnya kontribusi masing-masing jenis pendapatan terhadap keuntungan yang
diperoleh. Biaya operasional merupakan semua pengeluaran-pengeluaran yang berkaitan baik
langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan operasional perusahaan. Kegiatan yang
langsung berkaitan dengan kegiatan operasional adalah kegiatan pokok/ utama yang
dilakukan agar usaha salon dapat berjalan sebagaimanamestinya misalnya adalah
pengeluaran-pengeluaran yang bersifat rutin seperti pembelian perlengkapan ataupun
peralatan salon, biaya listrik, air, dan telepon, biaya gaji karyawan, promosi, majalah, dan
lain sebagainya.
10
c. Laba/Rugi Bersih
Merupakan selisih antara pendapatan dan beban. Perusahaan menyajikan dalam
laporan, rincian beban dengan menggunakan klasifikasi yang didasarkan pada sifat atau
fungsi beban dalam perusahaan. Rincian yang pertama disajikan dengan metode sifat beban.
Beban disajikan dalam laporan laba rugi sesuai dengan sifatnya (contoh : penyusutan,
pembelian bahan baku, beban transportasi, gaji, upah, dan beban lainnya). Metode ini
sederhana dan cocok diterapkan pada perusahaan kecil sebab tidak perlu dialokasikan
menurut berbagai fungsi dalam perusahaan. Rincian yang kedua disajikan dengan metode
beban fungsional atau metode beban pokok penjualan yang mengklasifikasikan beban sesuai
dengan fungsinya sebagai bagian dari harga pokok penjuala, kegiatan distribusi atau
administratif. Penyajian dengan metode ini memberikan informasi yang lebih relevan dengan
pengguna laporan (Standar Akuntansi keuangan, 2002:1.16). Kedua metode tersebut
merupakan metode penyajian laporan laba rugi yang dapat dipilih sesuai dengan karakteristik
perusahaan maupun tujuan dari informasi yang dihasilkan. Pada kegiatan ini yaitu
penyusunan laporan laba rugi pada perusahaan jasa salon dan spa lebih mengacu pada metode
yang kedua dengan alasan mempermudah penyajian pendapatan dan beban sesuai dengan
fungsi yang dihasilkan.
11
III. METODE KEGIATAN
Khalayak sasaran yang ingin dicapai adalah pengusaha jasa yang bergerak dalam
bidang salon dan spa yang berada di Kota Singaraja. Salon dan Spa dewasa ini merupakan
salah satu usaha jasa yang menjanjikan, dilihat dari meningkatkan animo masyarakat untuk
merawat dan memelihara kesehatan dan kecantikan. Target partisipasi peserta adalah
sebanyak 10 salon baik yang telah memiliki NPWP maupun belum dengan jumlah omzet
lebih dari Rp2.000.000/bulan atau lebih besar dari PTKP (pengahasilan tidak kena pajak)
yaitu sebesar Rp24,3 juta per tahun. PTKP ini merupakan PTKP yang mulai diberlakukan
tanggal 1 Januari 2013, dimana jumlah PTKP ini lebih besar dari tahun sebelumnya yaitu
Rp15,8 juta/tahun. Hal ini ditujukan untuk lebih menjaring masyarakat luas yang memang
mempunyai penghasilan lebih untuk menyumbangkan sebagian penghasilannya untuk
kepentingan negara.
Dengan diterapkannya ketentuan perpajakan yang baru tentang pengenaan PPh atas
Usaha dengan Omzet tertentu membuat pengusaha mengalami kesulitan dalam pemenuhan
kewajiban perpajakannya. Bagi pengusaha-pengusaha yang telah memiliki NPWP akan
melakukan penyesuaian pelaporan pajak yang terutang, sedangkan bagi pengusaha-
pengusaha yang belum memiliki NPWP tetapi telah memiliki omzet lebih dari PTKP akan
diwajibkan untuk melakukan kewajiban perpajakannya. Sebenarnya tarif pajak yang baru
diterapkan ini (PPh Final sebesar 1%) tidaklah terlalu memberatkan bagi wajib pajak.
Asalkan mereka memahami tata cara perhitungan dan pelaporannya maka wajib pajak dengan
kesadarannya sendiri akan mau membayar pajaknya. Dengan kegiatan P2M ini maka pihak
Undiksha bekerja sama dengan KPP (Kantor Pelayanan Pajak) Pratama Singaraja membantu
pengusaha yang bergerak dalam bidang salon dan spa untuk melaporkan kewajiban
perpajakannya. Sehingga diharapkan jumlah penerimaan pajak semakin meningkat dan
masyarakat menjadi sadar pajak.
Berdasarkan permasalahan mitra yang telah disebutkan di atas, maka tahapan rencana
kegiatan yang dilakukan adalah, pertama mengadakan pendekatan dengan beberapa
pengusaha salon yang akan mengikuti pelatihan sebanyak kurang lebih 10 pengusaha. Kedua
adalah pelaksanaan kegiatan pelatihan. Berdasarkan permasalahan yang telah dianalisis dan
dibutuhkan oleh pelaku usaha, maka pelatihan yang dirancang kali ini meliputi:
a. Pelatihan pembukuan sederhana untuk menghitung dan mencatat jumlah
omzet per bulan
b. Pelatihan pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi dan SPT Masa
12
c. Seminar tata cara pelaporan dan pembayaran pajak yang terutang
Ketiga, tahap akhir dari kegiatan ini adalah evaluasi dan refleksi mengenai
keberhasilan kegiatan yang dilakukan. Hal ini ditempuh dengan cara menyebarkan kuesioner
maupun Tanya jawab secara langsung apakah kegiatan ini dapat diterapkan secara maksimal
dan dapat memberikan kebermanfaatan bagi pengusaha salon dan spa.
Kerangka pemecahan masalah dan metode kegiatan berturut-turut dapat dilihat dalam
Gambar 1 dan Gambar 2.
13
Gambar 1
Kerangka Pemecahan Masalah
Pelatihan Pelaporan Perpajakan
Penerapan PP No.46
Th.2013 tentang Pengenaan
PPh Final atas usaha
dengan Omzet tertentu
Pengusaha Salon dan spa
Pengetahuan dalam hal
Pembukuan dan Perpajakan
Adanya P2M
Undiksha
Mampu melakukan pembukuan sederhana dan
menghitung pajak yang terutang
Laba Rugi
Pemberian
Pelatihan Mampu menyelesaikan kewajiban perpajakan
dengan pengisian SPT
14
+
Gambar 2
Metode Kegiatan
Pelatihan Pelaporan Perpajakan
I. Penyampaian Materi Oleh Nara Sumber
Pembukuan Sederhana Pengisian SPT Tahunan WP
Orang Pribadi dan SPT Masa
Tata cara pelaporan
perpajakan
II. Diskusi/ Tanya Jawab Langsung dengan
Pengusaha
III. Pendampingan Pelatihan Perpajakan
15
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Kegiatan P2M yang mengambil tema Pelatihan Perpajakan dengan Peraturan
Perpajakan PP 46 Tahun 2013 tentang PPh Final 1% pada Usaha Salon dan Spa cukup
berjalan lancar. Kegiatan ini diikuti oleh 36 orang peserta yang terdiri dari pelaku usaha dan
mahasiswa dari Undiksha dan STIE Singaraja. Pelaku usaha yang semula direncakan hanya
pada usaha salon dan spa berkembang menjadi pelaku usaha UMKM baik yang bergerak di
bidang warung makan dan usaha dagang. Meskipun demikian, mereka merupakan pengusaha
yang melaporkan kewajiban perpajakannya dengan SPT Tahunan orang pribadi, sehingga
kegiatan pelatihan ini masih relevan dengan bidang usahanya. Kegiatan pelatihan diadakan
pada Selasa, 22 April 2014 di Ruang Seminar FEB Undiksha dan dibuka oleh ketua LPM.
Dalam kegiatan pelatihan ini melibatkan nara sumber dari Undiksha (Tim Pelaksana)
yang memberikan pemaparan mengenai tatacara pembukuan sederhana untuk penghitugan
jumlah omzet dan penyusunan laba rugi. Nara sumber ke-2 dari KPP Pratama Singaraja yang
memberikan pemaparan mengenai tatacara perpajakan. Pemaparan materi berlangsung cukup
menarik, hal ini dapat dilihat dari antusiasme peserta yang mengajukan beberapa pertanyaan.
Adapun pertanyaan berikut tanggapan disajikan dalam bentuk tabel 1 sebagai berikut.
Tabel 1
Daftar Pertanyaan dan Tanggapan
Dalam Acara Pelatihan Perpajakan Berdasarkan PP 46 Tahun 2013
No Nama Pertanyaan Tanggapan
1 Hermawati
1. Bagi LKP penerimaan pendapatannya
lebih banyak dari dana hibah,
bagaimana kewajiban perpajakannya?
2. Terkait dengan pertanggung jawaban
terkait dengan pendapatan hibah tadi
3. Bagaimana jika memperoleh
pendapatan dari pekerjaan bebas ,
seperti menjadi trainer di LKP lain
yang juga mendapat hibah
1. Untuk lembaga kursus,
pendapatan yang dikenakan
pajak adalah pendapatan yang
bersumber dari non-hibah. Jadi
dari peserta-peserta kursus yang
melakukan pembayaran secara
mandiri. Dana hibah tidak
dikenakan pajak penghasilan
2. Pertanggung jawabannya
disesuaikan dengan
pengeluaran yang terjadi dan
16
ketentuan pajak yang berlaku.
Untuk gaji dikenakan PPh final
5%, dan barang-barang yang
dikenakan PPN 10%.
3. Pendapatan menjadi trainer,
jika dari dana hibah di LKP lain
maka LKP tersebut yang akan
melaporkan pajak PPh atas
gajinya (PPh pasal 21)
2 I Gede
Budi
Kusuma
1. Bagaimana dasar pencatatan pajak dari
periode Juli s/d Desember yang
melebihi 4,8 M
2. Mengenai daftar Aset apakah wajib
dicantumkan dalam SPT dan apakah
tujuannya
1. PPh tarif 1% final telah
diberlakukan dari 1 Juli 2013,
sehingga terhitung penghasilan
bulan Juli 2013 telah dkenakan
PPh final 1% untuk pengusaha
yang memiliki omzet kurang
dari 4,8 M setahun. Jika
melebihi dari 4,8 M maka akan
dikenakan tarif PPh umum
(pajak progresif) sesuai dengan
ketentuan perpajakan yang
berlaku
2. Daftar aset dalam SPT Tahunan
WP Pribadi wajib dicantumkan.
Hal ini untuk memudahkan
kantor pajak untuk menyelidiki
kesesuaian daftar aset dengan
jumlah pajak penghasilan yang
dibayarkan
3 I Dewa
Gede
Ryan
1. Bagaimana pelunasan perpajakannya/
pembayaran pajak dengan PPh Final
1%
2. Manakah yang lebih menguntungkan
1. Pembayaran pajak tidak
mengalami perubahan dari
tahun-tahun sebelumnya, masih
dapat dilakukan di bank-bank
17
Sanjaya bagi wajib pajak pph tariff final (tariff
baru) ataukah berdasarkan norma (tariff
lama)
persepsi atau melalui ATM
(untuk rekening BCA)
2. Jika Omzet dibawah 250 juta
maka lebih menguntungkan
tariff lama yaitu berdasarkan
norma. Ini disebabkan karena
tariff lama mengenakan
persentase tertentu (sesuai
norma pembukuan) dari
penghasilan bersih setelah
dikurangi PTKP. Jika tariff
baru tidak memperhitungkan
PTKP, dimana pajak
dibayarkan secara final 1% dari
jumlah omzet
4 I Gede
Ratmini
1. Bagaimana untuk pengalihan NPWP
dari orang tua ke ahli waris
2. Bagaimana untuk SPT Tahun
berikutnya (2015) apakah sama atu
tidak? Terkait dengan pelaporan PPh
Final 15%
1. Dapat melakukan pengalihan
NPWP dengan ketentuan orang
tua tidak ada penghasilan lain.
Dilakukan di KPP Setempat
dengan ketentuan-ketentuan
yang telah ditetapkan
2. Untuk SPT sementara ini tidak
ada perubahan, masih sama
dengan SPT Tahunan PPh
Orang Pribadi sebelumnya.
Namun tidak menutup
kemungkinan ada SPT
Tahunan yang baru, untuk
mengakomodasi ketentuan PPh
Final 1%
18
Evaluasi kegiatan. Kegiatan pelatihan ini cukup berjalan lancar. Meskipun jumlah
peserta tidak sesuai target, namun secara keseluruhan peserta cukup antusias mengikuti
kegiatan pelatihan ini. Ini dapat dilihat dari pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan yang
merupakan fenomena (permasalahan) yang memang sering terjadi lapangan. Dengan adanya
pelatihan pengisian SPT Tahunan secara langsung, disertai contoh kasus yang riil terjadi di
lapangan, membuat peserta menjadi paham akan tata cara perpajakan yang benar. Mereka
mulai menyadari, bahwa pengisian SPT bukanlah sesuatu yang rumit. Demikian pula bagi
peserta mahasiswa, dapat mengetahui praktek langsung yang terjadi di lapangan, sehingga
dapat membandingkan teori perpajakan yang diperoleh di bangku kuliah dengan aplikasi
riilnya.
19
V. KESIMPULAN DAN SARAN
Pajak sering dijadikan momok bagi pengusaha (UMKM). Pemeriksaan-pemeriksaan
yang dilakukan oleh kantor pajak, sering membuat pengusaha lebih memilih konsultan
ataupun mantan pegawai pajak untuk mengisi SPT Tahunannya. Padahal jika mengetahui tata
cara perpajakan yang baik dan benar, maka pengisian SPT tidaklah sesulit yang dibayangkan.
Pemeriksaan pajak dapat dihindari, apabila wajib pajak melaporkan kewajiban perpajakannya
secara logis (benar). Apalagi dengan adanya tariff baru PPh Final 1%, dimana wajib pajak
tinggal menghitung jumlah omzet dalam satu bulan dan mengalikan angka tersebut dengan
tariff (1%) untuk menentukan pajak penghasilan. Pengisian SPT Tahunan WP Orang Pribadi
untuk tahun 2014, menggunakan 2 (dua) tarif. Pengahasilan Januari- Juni 2013 mengunakan
tarif lama yang dihitung dari laba (baik menggunakan norma atau pembukuan), sedangkan
penghasilan dari Juli-Desember 2013 dikenakan tariff baru PPh 1% final, yang sudah
langsung dibayarkan pada bulan-bulan tersebut. Hal ini berdampak pada pengisian Pengisian
SPT Tahunan WP Orang Pribadi untuk tahun 2014 yang hanya melaporkan jumlah pajak
yang terhutang untuk periode Januari-Juni 2013. Pengisian SPT ini, akan berbeda dengan
pengisian SPT tahun 2015 nantinya. Jika dilihat dari prosedurnya, maka tariff ini
memudahkan wajib pajak dalam memperhitungkan dan melaporkan kewajiban
perpajakannya. Pembaharuan ini jika dilihat dari perhitungannya lebih mudah dari yang
sebelumnya (dengan menggunakan norma), namun jumlah pajak yang dibayarkan lebih
besar. Inilah salah satu penyebab pengusaha mengeluhkan tarif final ini. Meskipun tarifnya
kecil (hanya 1%) namun dikenakan terhadap omzet (penjualan), membuat biaya operasional
tidak diperhitungkan dalam penentuan pajaknya. Demikian halnya jumlah PTKP yang dulu
mempengaruhi jumlah pajak terhutang, pada penerapan PPh Final ini tidak diperhitungkan
lagi.
Pembukuan UMKM, telah memberikan wawasan baru bagi pengusaha untuk
menentukan jumlah laba yang sebenarnya diperoleh. Seringkali pengusaha dibingungkan
istilah laba dan pendapatan (omzet). Laba merupakan selisih antara pendapatan dan seluruh
biaya operasional yang dikeluakan untuk memperoleh pendapatan tersebut. Pendapatan
dalam hal ini omzet merupakan seluruh aliran kas masuk yang berasal dari aktifitas penjualan
barang dan jasa. Jadi pengenaan tarif final 1% dari omzet, merupakan tarif pajak yang
langsung dikenakan atas penjualan. Pengusaha juga memahami tentang konsep penyusutan
yang harus tetap dialokasikan untuk menentukan jumlah laba yang diperoleh. Namun
20
demikian, masih banyak pengusaha UMKM yang tidak melakukan pembukuan secara baik,
hal ini disebabkan karena kurangnya pemahaman mengenai pembukuan dan adanya pendapat
bahwa perusahaan pribadi hanya dipertanggungjawabkan kepada pribadi (pemilik). Hal ini
berdampak pada kebermanfaatan pembukuan itu sendiri yang dirasakan kurang oleh para
pengusaha.
Untuk kedepannya, tidak menutup kemungkinan kegiatan ini berlanjut ke tahap
berikutnya seperti manajemen pajak dan memperluas peserta pelatihan tidak hanya
pengusaha salon dan UMKM juga pengusaha-pengusaha yang memiliki omzet lebih dari 4,8
M setahun.
21
DAFTAR PUSTAKA
AL. Haryono Jusup, Dasar – Dasar Akuntansi, Jilid I , Bagian Penerbitan STIE YKPN,
Yogyakarta, 2001
Ikatan Akuntan Indonesia, Standar Akuntansi Keuangan, Penerbit Salemba Empat, Jakarta,
2002
Soemarso S R, Akuntansi Suatu Pengantar , Buku Satu, Rineka Cipta, Jakarta, 1999
Wiwin Rahmanti, SE, M.Com, Akuntansi Keuangan Menengah I, Penerbit BPFE,
Yogyakarta, 2004
Warren, Reeve, Fess, Accounting Pengantar Akuntansi, Buku Satu, Penerbit Salemba Empat,
Jakarta, 2002
____ Media Release Direktorat Jendral Pajak, Pengenaan PPh atas Usaha dengan Omzet
Tertentu, diakses di www.pajak.go.id tanggal 9 September 2013
____ Peraturan Pemerintah No.46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan
Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran
Bruto Tertentu , diakses di www.pajak.go.id tanggal 9 September 2013
____ Petunjuk Pengisian Surat Pemberitahuan Pajak Pengahasilan Wajib Pajak Orang Pribadi
(SPT) Tahunan PPh WP Orang Pribadi (SPT 1770 beserta lampiran-lampirannya),
Kemeterian Keuangan RI Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta Edisi tahun 2010.
22
LAMPIRAN-LAMPIRAN
23
24
25
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS PENDIDIKAN GANESHA
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
JURUSAN AKUNTANSI S1
Alamat: Jl. Udayana, Singaraja Telp: (0361) 23884 Kode Pos 81116
SUSUNAN ACARA KEGIATAN P2M
“PELATIHAN PELAPORAN PERPAJAKAN BERDASARKAN PP NO. 46 TH. 2013
TENTANG PPH FINAL PADA PERUSAHAAN JASA DI KOTA SINGARAJA”
Waktu : SELASA, 22 APRIL 2014
TEMPAT : GEDUNG BARU FEB UNDIKSHA SINGARAJA
JL. UDAYANA 18 SINGARAJA
WAKTU ACARA KETERANGAN
09.00 – 09.30 Presensi
Pembagian Snack
Panitia
09.30 – 10.00 Pembukaan
1. Indonesia raya dan doa
2. Kata sambutan ketua panitia
3. Kata sambutan ketua LPM
sekaligus membuka kegiatan
P2M
Panitia
Ketua Panitia
Ketua LPM
10.00 – 12.00 Pemaparan materi perpajakan dan
pembukuan UMKM sekaligus
diskusi
Nara Sumber
KPP Wilayah Singaraja
12.00 – 13.00 Pelatihan perhitungan dan pengisian
SPT
Nara Sumber
Dan Tim Pelaksanan
13.00 - selesai 1. Penyerahan piagam/sertifikat
kepada peserta
2. Penutup
Tim Pelaksana
Kementerian Keuangan Republik Indonesia
Direktorat Jenderal Pajak
Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013
tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan
dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh
Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto
Tertentu
� LATAR BELAKANG
� DASAR HUKUM
� POKOK-POKOK KETENTUAN PP
� POKOK-POKOK KETENTUAN
PERATURAN PELAKSANAAN
� SIMULASI DAN CONTOH
Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Tujuan Kebijakan Pajak Penghasilan Atas Atas Atas Atas WajibWajibWajibWajib PajakPajakPajakPajak
YYYYangangangang MemilikiMemilikiMemilikiMemiliki PeredaranPeredaranPeredaranPeredaran BrutoBrutoBrutoBruto TertentuTertentuTertentuTertentu
� Kemudahan dan
penyederhanaan
aturan perpajakan;
� Mengedukasi
masyarakat untuk
tertib administrasi;
� Mengedukasi
masyarakat untuk
transparansi;
� Memberikan
kesempatan
masyarakat untuk
berkontribusi dalam
penyelenggaraan
negara
� Kemudahan bagi
masyarakat dalam
melaksanakan
kewajiban
perpajakan
� Meningkatnya
pengetahuan tentang
manfaat perpajakan
bagi masyarakat
� Terciptanya kondisi
kontrol sosial dalam
memenuhi
kewajiban
perpajakan
Hasil yang diharapkanMaksud PP No 46 /2013 Tujuan PP No 46 /2013
Dasar HukumDasar HukumDasar HukumDasar Hukum
� Pasal 4 ayat (2) huruf e UU PPh :
Atas penghasilan tertentu lainnya dapat dikenai PPh yang bersifat
final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.
� Pasal 17 ayat (7) UU PPh :
• Dengan Peraturan Pemerintah dapat ditetapkan tarif pajak
tersendiri atas penghasilan tertentu yang pajaknya bersifat final.
• Tarif tersebut tidak boleh melebihi tarif tertinggi PPh Orang
Pribadi (30%).
• Penentuan tarif pajak tersendiri tersebut didasarkan atas
pertimbangan kesederhanaan, keadilan, dan perluasan
partisipasi dalam pembayaran pajak.
� Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh wajib
pajak dengan peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar
dalam 1 tahun.
� Tidak termasuk Penghasilan dari usaha adalah penghasilan
dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.
� Peredaran bruto merupakan peredaran bruto dari usaha,
termasuk dari usaha cabang.
Objek PajakObjek PajakObjek PajakObjek Pajak
a. pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, penilai, dan
aktuaris;
b. pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film,
bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model,
peragawan/peragawati, pemain drama, dan penari;
c. olahragawan;
d. penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator;
e. pengarang, peneliti, dan penerjemah;
f. agen iklan;
g. pengawas atau pengelola proyek;
h. perantara;
i. petugas penjaja barang dagangan;
j. agen asuransi; dan
k. distributor perusahaan pemasaran berjenjang (multilevel marketing)
atau penjualan langsung (direct selling) dan kegiatan sejenis lainnya.
Jasa Sehubungan dengan Jasa Sehubungan dengan Jasa Sehubungan dengan Jasa Sehubungan dengan
Pekerjaan BebasPekerjaan BebasPekerjaan BebasPekerjaan Bebas
� Orang pribadi
� Badan, tidak termasuk BUT,
yang menerima penghasilan dari usaha dengan
peredaran bruto tidak melebihi Rp4,8 miliar dalam 1
(satu) Tahun Pajak.
Subjek PajakSubjek PajakSubjek PajakSubjek Pajak
� WP OP yang melakukan kegiatan usaha perdagangan dan/atau
jasa yang dalam usahanya menggunakan sarana atau
prasarana yang dapat dibongkar pasang, baik yang menetap
maupun tidak menetap dan menggunakan sebagian atau
seluruh tempat untuk kepentingan umum yang tidak
diperuntukkan bagi tempat usaha atau berjualan, misalnya
pedagang makanan keliling, pedagang asongan, warung
tenda di trotoar, dan sejenisnya.
� WP badan yang belum beroperasi secara komersial atau yang
dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah beroperasi secara
komersial memperoleh peredaran bruto melebihi Rp4,8 miliar.
Pengecualian Pengecualian Pengecualian Pengecualian Subjek PajakSubjek PajakSubjek PajakSubjek Pajak
� Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dengan peredaran bruto tidak
melebihi Rp4,8 miliar dalam 1 tahun dikenai PPh final
dengan tarif sebesar 1% (satu persen) dari jumlah
peredaran bruto setiap bulan dari setiap tempat usaha
� Pajak Penghasilan terutang dihitung berdasarkan tarif
1% (satu persen) dikalikan dengan dasar pengenaan
pajak, yaitu jumlah peredaran bruto setiap bulan dari
setiap tempat usaha
TarifTarifTarifTarif
Saat Mulai Berlakunya PP
Pengenaan PPh didasarkan pada peredaran bruto dari usaha
dalam 1 (satu) tahun dari Tahun Pajak terakhir sebelum Tahun
Pajak yang bersangkutan yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar.
2013 2014 2015
201420132012
Omzet
perdagangan Rp4
miliar
� dikenai PPh Umum
s.d sebelum berlaku
PP 46 Tahun 2013
� PPh final 1% Juli
s.d. Des 2013
meskipun total
omzet tahun berjalan
misalnya Rp5 miliar
Jika omzet 2013
Rp5 miliar maka
tahun 2014
dikenai dengan
Tarif Umum
Ketentuan UU PPh
Dasar Dasar Dasar Dasar PenentuPenentuPenentuPenentuanananan Dikenakan PPh Final (1)Dikenakan PPh Final (1)Dikenakan PPh Final (1)Dikenakan PPh Final (1)
Dalam hal pada tahun berjalan, peredaran bruto sudah melebihi Rp4,8 miliar,
tetap dikenai PPh final sampai dengan akhir Tahun Pajak dan tahun
berikutnya dikenai ketentuan PPh umum.
Dasar Dasar Dasar Dasar PenentuPenentuPenentuPenentuanananan Untuk Untuk Untuk Untuk Dikenakan PPh Final (2)Dikenakan PPh Final (2)Dikenakan PPh Final (2)Dikenakan PPh Final (2)
� Dasar peredaran bruto Rp4,8 miliar untuk dapat dikenai PPh
final :
peredaran bruto tahun terakhir (setahun atau disetahunkan,
dalam hal tahun terakhir meliputi kurang dari 12 bulan).
� Dalam hal WP baru terdaftar pada Tahun Pajak yang sama
sebelum PP ini berlaku � dasar Peredaran Bruto adalah:
akumulasi peredaran bruto dari bulan berdiri s.d. bulan
sebelum PP ini berlaku, yang disetahunkan.
� Dalam hal WP baru terdaftar setelah PP ini berlaku � dasar
peredaran bruto adalah: peredaran bruto bulan pertama
disetahunkan.
PenghasilanPenghasilanPenghasilanPenghasilan yang yang yang yang DikenaiDikenaiDikenaiDikenai PPhPPhPPhPPh Final Final Final Final
TersendiriTersendiriTersendiriTersendiri
� Penghasilan yang telah dikenai PPh dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri
(a.l. konstruksi), tidak dikenai PPh yang bersifat final
berdasarkan PP ini.
� Peredaran bruto usaha Wajib Pajak yang bersangkutan
dalam 1 (satu) tahun tidak melebihi Rp4,8 miliar tidak
dikenai PPh yang bersifat final berdasarkan PP ini,
tetapi mengikuti ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan yang mengatur mengenai
pengenaan pajak atas penghasilan tersebut.
PenghasilanPenghasilanPenghasilanPenghasilan daridaridaridari LuarLuarLuarLuar NegeriNegeriNegeriNegeri
Pajak yang dibayar atau terutang di luar negeri atas
penghasilan dari luar negeri yang diterima atau
diperoleh Wajib Pajak dapat dikreditkan terhadap Pajak
Penghasilan yang terutang berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Pajak Penghasilan dan peraturan
pelaksanaannya.
(sesuai ketentuan Pasal 24 UU PPh dan aturan pelaksanaan yang mengatur
tentang Kredit Pajak Luar Negeri)
Kompensasi RugiKompensasi RugiKompensasi RugiKompensasi Rugi
Ketentuan kompensasi rugi adalah :
o berturut-turut sampai dengan 5 tahun.
o tahun dikenai PPh final 1% tetap menjadi bagian dari
periode 5 tahun tsb.
o kerugian pada tahun dikenai PPh final 1% tidak dapat
dikompensasikan pada tahun berikutnya.
Dasar Penentuan Peredaran BrutoDasar Penentuan Peredaran BrutoDasar Penentuan Peredaran BrutoDasar Penentuan Peredaran Bruto
Peredaran bruto yang tidak melebihi Rp4,8 Miliar
ditentukan berdasarkan peredaran bruto dari usaha
seluruhnya, termasuk dari usaha cabang, tidak termasuk
peredaran bruto dari:
� Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas;
� penghasilan yang diterima atau diperoleh dari luar
negeri;
� usaha yang atas penghasilannya telah dikenai Pajak
Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan perpajakan
tersendiri; dan
� penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak.
� Penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh WP yang dikenai
PPh bersifat final menurut PP ini, yang berdasarkan ketentuan UU PPh
wajib dilakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh yang tidak
bersifat final, dapat dibebaskan dari pemotongan dan/atau
pemungutan PPh oleh pihak lain.
� Pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan PPh oleh pihak
lain diberikan melalui Surat Keterangan Bebas dengan Tata Cara
sebagaimana dimaksud PER-32/PJ/2013
Contoh:
o Bengkel mobil menerima pembayaran atas jasa reparasi mobil.
Atas pembayaran tersebut dipotong PPh Pasal 23 kecuali pemilik
bengkel menyerahkan SKB Potput yang telah dilegalisasi.
o Toko ATK menjual buku kepada sekolah negeri. Bendahara sekolah
memungut PPh Pasal 22 kecuali pemilik toko menyerahkan SKB
Potput.yang telah dilegalisasi
Pemotongan/Pemungutan PPhPemotongan/Pemungutan PPhPemotongan/Pemungutan PPhPemotongan/Pemungutan PPh
� Setoran bulanan merupakan PPh Pasal 4 ayat (2),
bukan PPh Pasal 25.
� Jika penghasilan semata-mata dikenai PPh final,
tidak wajib PPh Pasal 25.
� Jika ada penghasilan lain selain yang dikenai PPh
Pasal 4 ayat (2) sesuai ketentuan PP ini, maka atas
penghasilan tersebut dikenai PPh sesuai dengan
ketentuan umum.
� Jika ada angsuran PPh Pasal 25 atau PPh yang
dipotong/dipungut pihak lain boleh dikreditkan
terhadap PPh terutang tahun pajak ybs. kecuali
untuk penghasilan yang pengenaan pajaknya
bersifat final.
AngsuranAngsuranAngsuranAngsuran MasaMasaMasaMasa
AngsuranAngsuranAngsuranAngsuran MasaMasaMasaMasa
Angsuran pajak pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak
tidak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final:
� bagi Wajib Pajak bank, BUMN, BUMD, Wajib Pajak
masuk bursa, dan Wajib Pajak lainnya yang harus
membuat laporan keuangan berkala, dan WP OPPT
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf
b dan huruf c UU PPh; dan
� bagi selain Wajib Pajak diatas, angsuran pajak
diperlakukan seperti Wajib Pajak Baru sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 25 ayat (7) huruf a UU PPh,
besaran angsuran pajak adalah sesuai dengan besarnya
angsuran pajak sebagaimana diatur dalam PMK
255/PMK.03/2008 std PMK 208/PMK.03/2009.
� Penyetoran paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya
setelah Masa Pajak berakhir.
� SSP berfungsi sekaligus sebagai SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Jika SSP telah divalidasi dengan NTPN dianggap telah lapor SPT
Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
� Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan
paling lama 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.
� SPT Tahunan :
o Dilaporkan pada kelompok penghasilan yang dikenai pajak final
dan/atau bersifat final.
o Formulir SPT Tahunan menggunakan Form 1770 untuk Wajib
Pajak orang pribadi dan 1771 untuk Wajib Pajak badan masih
mengakomodasi
PenyetoranPenyetoranPenyetoranPenyetoran dandandandan PelaporanPelaporanPelaporanPelaporan
Kewajiban pelaporan ditiadakan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan masa pajak Juli s.d
Desember 2013
Cara Cara Cara Cara PembayaranPembayaranPembayaranPembayaran PajakPajakPajakPajak
Wajib Pajak dapat melakukan Pembayaran Pajak melalui:
1. Loket Bank/Pos Persepsi (Agustus 2013)
a. Wajib Pajak datang ke Loket Bank/Pos Persepsi dengan membawa
SSP yang telah diisi.
b. Bukti Pembayaran adalah dokumen Bukti Penerimaan Negara (BPN).
2. Anjungan Tunai Mandiri (ATM) (November 2013 cfm PER-37/PJ/2013)
a. Wajib Pajak datang ke ATM Bank/Pos Persepsi dan memilih menu
pembayaran “PPh Final Bruto Tertentu”.
b. Bukti Pembayaran adalah Struk ATM.
CV Andik memiliki usaha penjualan gerabah dan memiliki peredaran
bruto:
• Januari s.d Desember 2013 sebesar Rp4.000.000.000,00
• Januari s.d Oktober 2014 sebesar Rp5.000.000.000,00
2013 2014
201520142013
Penentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran Bruto
Penentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran Bruto
Pasar A
Rp80.000.000,00
Pasar B
Rp250.000.000,00
Pasar C
Rp400.000.000,00
Peredaran bruto usaha perdagangan tekstil Rajesh sebagai dasar pengenaan
Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar:
Dasar Pengenaan PPh Final= Rp80.000.000,00 + Rp250.000.000,00 +
Rp400.000.000,00
= Rp730.000.000,00
Rajesh Memiliki Tiga
Toko Tekstil
Penentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran Bruto
Butik di Batam
Rp3.000.000.000,00
Peredaran bruto usaha sebagai dasar pengenaan Pajak Penghasilan yang bersifat final adalah sebesar Rp3.000.000.000,00
Butik di Singapura
Rp5.000.000.000,00
Di dalamnya termasuk omset penjualan ke Mr. X di Singapura
sebesar Rp50.000.000
Penghasilan Sewa
Apartemen di
Singapura
Rp100.000.000,00
Penghasilan yang diterima Irine dari sewa apartemen dan butik di Singapura, tidakdiperhitungkan dalammenghitung batasan peredaran bruto untuk dapat dikenai PPh
bersifat final
IRINE
(Pengusaha
Butik Pakaian)
Mulai Berlakunya
PP 46 Tahun
2013
Terdaftar
sebagai Wajib
Pajak
1 April 2013 1 Juli 2013
Penentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran Bruto
Jumlah peredaran bruto selama 3 (tiga) bulan Rp150.000.000,00
Peredaran bruto 3 (tiga) bulan yang disetahunkan adalah:
Rp150.000.000,00 x 12/3 = Rp600.000.000,00
Karena peredaran bruto disetahunkan untuk 3 (tiga) bulan tersebut
tidak melebihi Rp4.800.000.00,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah), maka penghasilan yang diperoleh mulai pada bulan
berlakunya Peraturan Pemerintah ini sampai dengan akhir tahun
pajak bersangkutan (Juli s.d. Desember 2013), dikenai pajak yang
bersifat final sesuai ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.
30 Juni 2013
Penentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran BrutoPenentuan Peredaran Bruto
Karena penghasilan bulan November 2014 (bulan pertama mulai
terdaftar sebagai Wajib Pajak) yang disetahunkan tidak melebihi
Rp4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka
penghasilan yang diperoleh di tahun 2014 dikenai Pajak Penghasilan
yang bersifat final sesuai dengan Peraturan Pemerintah ini.
Gatut Kaca terdaftar sebagai Wajib Pajak baru pada bulan
November 2014. Pada bulan November 2014 tersebut,
memperoleh peredaran bruto sebesar Rp15.000.000,00
(lima belas juta rupiah).
peredaran bruto November 2014 disetahunkan: 12/1 x
Rp15.000.000,00 = Rp180.000.000,00
PenerapanPenerapanPenerapanPenerapan TarifTarifTarifTarif
Kewajiban PT Daya Tangkap atas Kegiatan Usaha pada Bulan Agustus
2013:
menyetor PPh yang bersifat final sebesar Rp500.000,00 ke kantor pos
atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan dengan
menggunakan SSP atau sarana administrasi lain yang dipersamakan
paling lambat tanggal 16 September 2013.
Apabila SSP tersebut telah mendapat validasi dengan NTPN,
PT..Daya Tangkap dianggap telah melaporkan SPT Masa PPh Pasal
4 ayat (2) Agustus 2013.
PT Daya Tangkap memenuhi kriteria WP yang dikenai PPh yang bersifat
final sesuai PP ini.
Pada bulan Agustus 2013 memperoleh penghasilan dari usaha
penjualan sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).
Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final yang terutang untuk bulan
Agustus 2013 dihitung sebagai berikut:
PPh final = 1% x Rp50.000.000,00
= Rp500.000,00
PPPPemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lainemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lainemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lainemotongan/Pemungutan oleh Pihak Lain
Bendahara
Pemerintah
Penyerahan Barang
Pembayaran senilai
Rp20.000.000,00
CV. ABADI
MEBELINDO
Bendahara Pemerintah Bendahara Pemerintah
memungut PPh Pasal 22 sebesar
1,5% x Rp20.000.000,00=
Rp300.000,00
dalam hal WP tidak memiliki SKB
WP dibebaskan dari
Pemungutan apabila
memiliki SKB
Rekanan Pemerintah yang
termasuk dalam kriteria WP yang
dikenai PPh Final
Kewajiban CV Abadi Mebelindo:
� menyetorkan PPh bersifat final sebesar Rp200.000,00 paling lambat pada tanggal 15
Agustus 2013.
� Dalam hal SSP-nya telah mendapat validasi dengan NTPN, dianggap telah
menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 15 Agustus 2013.
dalam hal CV Abadi Mebelindo menyetorkan pada tanggal 22 Agustus 2013 dan SSP-nya telah
mendapat validasi dengan NTPN, maka CV Abadi Mebelindo terlambat melakukan penyetoran
dan dianggap menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2) tanggal 22 Agustus 2013.
Juli 2013
Kompensasi RugiWajib Pajak PT Pantang Menyerah mengalami kerugian pada Tahun
Pajak 2010. Berdasarkan ketentuan UU PPh, kerugian tersebut dapat
dikompensasikan dengan penghasilan pada Tahun Pajak 2011 sampai
dengan Tahun Pajak 2015.
2015
2014
2013
2012
2011
2010
Rugi pada
Tahun Pajak
2010
Jangka Waktu Kompensasi Kerugian
Kompensasi atas
Kerugian Tahun
2010 tidak dapat
dikompensasi di
Tahun Pajak 2014
Dikenai PPh Final
dan mengalami
kerugian
Kerugian dari penghasilan
yang dikenai PPh Final pada
Tahun Pajak 2014 tidak dapat
dikompensasi ke Tahun
Pajak berikutnya
Simulasi Pengisian SSPSimulasi Pengisian SSPSimulasi Pengisian SSPSimulasi Pengisian SSPDiisi dengan:
• Kode Akun
Pajak 411128
(Untuk Jenis
Pajak PPh Final)
dan
• Kode Jenis
Setoran 420
(untuk
pembayaran
PPh Final
peredaran bruto
tertentu)
LEMBAR
Untuk Arsip Wajib Pajak
:
:
Diisi sesuai Nomor Ketetapan : STP, SKPKB, SKPKBT
Jumlah Pembayaran :
Terbilang :
2 0 1 3
0
4 1 1 1 2 8 4 9 9
0 0 0
PT DAYA TANGKAP
JALAN 123, JAKARTA
………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
1 3 6 12
SURAT SETORAN PAJAK
(SSP)
Diisi sesuai dengan Nomor Objek Pajak
Masa Pajak
ALAMAT WP
/
ALAMAT OP
NOP
Diisi sesuai dengan Nomor Pokok Wajib Pajak yang dimiliki
KEMENTERIAN KEUANGAN R.I.DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
NPWP 54 7 8 9
Uraian Pembayaran : PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 2014
:
NAMA WP :
:
0
X
1
OktSep Nov DesTahun Pajak
/
Beri tanda silang (x) pada kolom bulan, sesuai dengan pembayaran untuk masa yang berkenaan
:
Jan Feb Mar Apr Ags
………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
………….……………………...……………………………………….…………………………………………………………………………………………….
Kode Akun Pajak Kode Jenis Setoran……………………………………………...…………………..…………………………………………………….
………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
………………………………………………….…….……………...………………………………………………………………………………………………………………………………..
Diisi Tahun terutangnya Pajak
Nomor Ketetapan
Diisi dengan rupiah penuh
……………………………………………...…………………..……………………………………………………
……………………………………………...…………………..……………………………………………………
Lima Ratus Ribu Rupiah
/
Rp500.000,00
/
Mei Jun Jul
PPh Pasal 4 ayat (2) Bulan Agustus 20134 2 0
0 4 1
Pengisian SPT Tahunan PPh
Wajib Pajak Orang Pribadi
MEMPUNYAI PENGHASILAN :
•• DARI SATU ATAU LEBIH PEMBERI KERJA
• YANG DIKENAKAN PPh FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL NORMA PEMBUKUAN
• DARI PENGHASILAN LAIN
SPT PEMBETULAN KE - ???.
• • ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM •
NPWP :
NAMA WAJIB PAJAK :
JENIS USAHA/PEKERJAAN BEBAS :
NO. TELEPON/FAKSIMILI : /
PERUBAHAN DATA : LAMPIRAN TERSENDIRI TIDAK ADA
1.1
2.2
3.3
4.4
5.5
HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH..6.6
7. JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH PENGURANGAN ZAKAT /SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG
SIFATNYA WAJIB ( 5- 6)
8.8
9.9
10. PENGHASILAN TIDAK KENA PAJAKTK/ K/ K/I/ PH/ HB/ 10
11.11
12.12
14.14
15.15
16. a. PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI
b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG/DIPUNGUT
17. a.17a
b.17b
c.17c
18.18
a. PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh PASAL 29)
b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh PASAL 28 A)
20. PERMOHONAN : PPh Lebih Bayar pada 19.b mohon
DIPERHITUNGKAN DENGAN
UTANG PAJAK
c.
7
BERI TANDA " X " DALAM
PPh PASAL 25 BULANAN
b.
a.PATUH)
DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 D (WP
TERTENTU d.
16
JUMLAH PENGHASILAN NETO (1 + 2 + 3 + 4)
RUPIAH *)
s.d
SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
JUMLAH PPh TERUTANG ( 12 + 13)
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI DARI USAHA DAN/ATAU PEKERJAAN BEBAS [Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 1 Jumlah Bagian A atau Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian B Kolom 5]
JUMLAH PENGHASILAN NETO SETELAH KOMPENSASI KERUGIAN (7 - 8)
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI LAINNYA [Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian D Kolom 3]
DARI USAHA/PEKERJAAN BEBAS YANG MENYELENGGARAKAN PEMBUKUAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KOMPENSASI KERUGIAN
PENGEMBALIAN/PENGURANGAN PPh PASAL 24 YANG TELAH DIKREDITKAN
C. PPh
TERUTANG
DIKEMBALIKAN DENGAN SKPPKP PASAL 17 C (WP
E. PPh K
URANG/ LEBIH
BAYAR
19.19
tgl bln
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
KLU :
JUMLAH KREDIT PAJAK (17a+17b+17c)
TGL
LUNAS(16-18)thn
1313.
A. PENGHASILAN N
ETO
SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIANB. PENGHASILAN
KENA P
AJAK
PENGHASILAN KENA PAJAK (9 -10)
PERHATIAN ID
ENTITAS
ZAKAT / SUMBANGAN KEAGAMAAN YANG BERSIFAT WAJIB
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)
PENGHASILAN NETO LUAR NEGERI [Apabila memiliki penghasilan dari luar negeri agar diisi dari Lampiran Tersendiri, lihat buku petunjuk]
D. KREDIT
PAJAK
PPh YANG DIPOTONG / DIPUNGUT OLEH PIHAK LAIN, PPh YANG DIBAYAR / DIPOTONG DI LUAR NEGERI
DAN PPh DITANGGUNG PEMERINTAH [Diisi dari formulir 1770 -II Jumlah Bagian A Kolom 7]
(14-15)
STP PPh PASAL 25 (HANYA POKOK PAJAK)
FISKAL LUAR NEGERI
PPh YANG DIBAYAR SENDIRI
FORMULIR 01770
NORMA PENGHITUNGAN PENGHASILAN NETO
2
TAHUN P
AJAK
DIRESTITUSIKAN
BL
PENGHASILAN NETO DALAM NEGERI SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN [Diisi dari Formulir 1770 - I Halaman 2 Jumlah Bagian C Kolom 5]
(KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
TH TH
PPh TERUTANG (TARIF PASAL 17 UU PPh X ANGKA 11)
BL
• s.d
• PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
• PENGHASILAN ISTERI YANG DIKENAKAN PAJAK SECARA TERPISAH NORMA PEMBUKUAN
PERHATIAN : • • ISI DENGAN HURUF CETAK / DIKETIK DENGAN TINTA HITAM •NPWP :
NAMA WAJIB PAJAK :
BAGIAN A :
NO
(1)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
PENGHASILAN LAIN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL
DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
JUMLAH (1 s.d. 16)
PPh TERUTANG
(Rupiah)
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT FINAL
BL
(2)
(KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
TH
JENIS PENGHASILANDASAR PENGENAAN
PAJAK/PENGHASILAN BRUTO
PENGHASILAN ISTRI DARI SATU PEMBERI KERJA
BL TH
2SPT TAHUNAN PPh WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
LAMPIRAN - III
PENGHASILAN YANG DIKENAKAN PAJAK FINAL DAN/ATAU BERSIFAT
FINAL
TAHUN PAJAK
1770 - III
SEBELUM MENGISI BACALAH BUKU PETUNJUK PENGISIAN
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
KEMENTERIAN KEUANGAN RI
(4)(3)
BERI TANDA " X " DALAM
FORMULIR 0
BUNGA/DISKONTO OBLIGASI
PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
HADIAH UNDIAN
PESANGON, TUNJANGAN HARI TUA DAN TEBUSAN
PENSIUN YANG DIBAYAR SEKALIGUS
BUNGA DEPOSITO, TABUNGAN, DISKONTO SBI, SURAT BERHARGA
NEGARA
HONORARIUM ATAS BEBAN APBN / APBD
PENYALUR/DEALER/AGEN PRODUK BBM
BUNGA SIMPANAN YANG DIBAYARKAN OLEH KOPERASI KEPADA
ANGGOTA KOPERASI
PENGHASILAN DARI TRANSAKSI DERIVATIF
DIVIDEN
PENGALIHAN HAK ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
BANGUNAN YANG DITERIMA DALAM RANGKA BANGUNAN GUNA
SERAH
SEWA ATAS TANAH DAN/ATAU BANGUNAN
USAHA JASA KONSTRUKSI
Diisi Jumlah Peredaran Bruto
Selama Satu Tahun Pajak
Diisi dengan Jumlah PPh
Pasal 4 ayat (2) yang Telah
Disetor
Pengisian SPT Tahunan
PPh Wajib Pajak Badan
• ISI DENGAN HURUF CETAK/DIKETIK DENGAN TINTA HITAM
• BERI TANDA "X" PADA (KOTAK PILIHAN) YANG SESUAI
N P W P :
NAMA WAJIB PAJAK :
JENIS USAHA : KLU :
NO. TELEPON : - NO. FAKS : -
PERIODE PEMBUKUAN : s.d.
NEGARA DOMISILI KANTOR PUSAT (khusus BUT) :
PEMBUKUAN / LAPORAN KEUANGAN : DIAUDIT OPINI AKUNTAN TIDAK DIAUDIT
NAMA KANTOR AKUNTAN PUBLIK :
NPWP KANTOR AKUNTAN PUBLIK :
NAMA AKUNTAN PUBLIK :
N P W P AKUNTAN PUBLIK :
NAMA KANTOR KONSULTAN PAJAK :
N P W P KANTOR KONSULTAN PAJAK :
NAMA KONSULTAN PAJAK :
NPWP KONSULTAN PAJAK :
*) Pengisian kolom-kolom yang berisi nilai rupiah harus tanpa nilai desimal (contoh penulisan lihat buku petunjuk hal. 3)
1. PENGHASILAN NETO FISKAL (Diisi dari Formulir 1771-I Nomor 8 Kolom 3) HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
2. KOMPENSASI KERUGIAN FISKAL
(Diisi dari Lampiran Khusus 2A Jumlah Kolom 8) HHHHHHHHHHHHH
3. PENGHASILAN KENA PAJAK (1-2) HH...H..HHHHHHHHHHHHHH
4. PPh TERUTANG (Pilih salah satu sesuai dengan dengan kriteria Wajib Pajak. Untuk lebih jelasnya, lihat Buku Petunjuk Pengisian SPT)
a. Tarif PPh Ps. 17 ayat (1) Huruf b X Angka 3 HHHH.
b. Tarif PPh Ps. 17 ayat (2b) X Angka 3 HHHHHHHH.
c. Tarif PPh Ps. 31E ayat (1) (Lihat Buku Petunjuk)
5. PENGEMBALIAN / PENGURANGAN KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
(PPh Ps. 24) YANG TELAH DIPERHITUNGKAN TAHUN LALU HHHHHHHHHHHHHHH
6. JUMLAH PPh TERUTANG (4 + 5) H..HHHHHHHHHHHHH.HHHHHHH
7. PPh DITANGGUNG PEMERINTAH (Proyek Bantuan Luar Negeri) HH..HHHHHH
8. a. KREDIT PAJAK DALAM NEGERI
(Diisi dari Formulir 1771-III Jumlah Kolom 5) HHH.HHHHH..H....
b. KREDIT PAJAK LUAR NEGERI
(Diisi dari Lampiran Khusus 7A Jumlah Kolom 8) HHH.HHHHHH
c. JUMLAH ( 8a + 8b ) HH...HHHHH..H.HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
9. a. PPh YANG HARUS DIBAYAR SENDIRI b. PPh YANG LEBIH DIPOTONG / DIPUNGUT
10. PPh YANG DIBAYAR SENDIRI
a. PPh Ps. 25 BULANAN H.HH..HHHHHH..HHHHHHHHHHHHH
b. STP PPh Ps. 25 (Hanya Pokok Pajak) HH.H.H..HHH.HHHHHHHHHHHHHHHHHHH
c. JUMLAH (10a + 10b) HH.HHHHHHHH...HHHHHH
11. a. PPh YANG KURANG DIBAYAR (PPh Ps. 29) b. PPh YANG LEBIH DIBAYAR (PPh Ps. 28A)
12. PPh YANG KURANG DIBAYAR PADA ANGKA 11.a DISETOR TANGGAL HHH
13. PPh YANG LEBIH DIBAYAR PADA ANGKA 11.b MOHON :
a. DIRESTITUSIKAN b. DIPERHITUNGKAN DENGAN UTANG PAJAK
Khusus Restitusi untuk Wajib Pajak dengan Kriteria Tertentu : Pengembalian Pendahuluan (Pasal 17C atau Pasal 17D UU KUP)
(6 – 7 – 8c)H.
1
• SEBELUM MENGISI, BACA DAHULU BUKU PETUNJUK PENGISIAN
2
5
6
8a
8c
7
D. PPh KURANG/ LEBIH BAYAR
RUPIAH *)
3
(3)
C. KREDIT PAJAK
B. PPh TERUTANG
A. PENGHASILAN
KENA PAJAK
4
IDENTITAS
(1) (2)
SPT TAHUNAN
PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN
PERHATIAN :
FORMULIR
1771KEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
10c
THN
11 (9 – 10c)H..
TGL BLN
10a
9
8b
10b
TAHUN PAJAK
SPT PEMBETULAN
KE-?
02
N P W P :
NAMA WAJIB PAJAK :
PERIODE PEMBUKUAN :
BAGIAN A : PPh FINAL
BUNGA DEPOSITO / TABUNGAN,
DAN DISKONTO SBI / SBN
BUNGA / DISKONTO OBLIGASI
PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM
YANG DIPERDAGANGKAN DI BURSA EFEK
PENGHASILAN PENJUALAN SAHAM
MILIK PERUSAHAAN MODAL VENTURA
PENGHASILAN USAHA PENYALUR / DEALER /
PENGHASILAN PENGALIHAN HAK ATAS
TANAH / BANGUNAN
PENGHASILAN PERSEWAAN ATAS
TANAH / BANGUNAN
IMBALAN JASA KONSTRUKSI :
a. PELAKSANA KONSTRUKSI
b. PERENCANA KONSTRUKSI
c. PENGAWAS KONSTRUKSI
PERWAKILAN DAGANG ASING
PELAYARAN / PENERBANGAN ASING
PELAYARAN DALAM NEGERI
PENILAIAN KEMBALI AKTIVA TETAP
11.
3.
6.
14.
12.
7.
9.
8.
(2)
2.
5.
(1)
JENIS PENGHASILANDASAR PENGENAAN PAJAK
(Rupiah)
(3)
1.
FORMULIR
1771 - IVKEMENTERIAN KEUANGAN RI
DIREKTORAT JENDERAL PAJAK
IDENTITAS
NO.PPh TERUTANG
(Rupiah)
(5)(4)
TARIF
(%)
AGEN PRODUK BBM
TAHUN PAJAK
SPT TAHUNAN PAJAK PENGHASILAN WAJIB PAJAK BADAN
PPh FINAL DAN PENGHASILAN YANG TIDAK TERMASUK OBJEK PAJAK
s.d.
LAMPIRAN - IV
4.
10.
13. TRANSAKSI DERIVATIF YANG
DIPERDAGANGKAN DI BURSA
JUMLAH BAGIAN A
HHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHHH
JBA
2 0 A A
Diisi dengan “Penghasilan
Usaha WP yang Memiliki
Peredaran Bruto Tertentu”
Diisi Jumlah Peredaran Bruto
Selama Satu Tahun Pajak
Diisi dengan Jumlah PPh
Pasal 4 ayat (2) yang Telah
Disetor
Penghasilan Usaha WP yang
Memiliki Peredaran Bruto Tertentu
CARA PEMBAYARAN PAJAK MELALUI ATM
DALAM RANGKA PELAKSANAAN PERATURAN
PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Pilih BAYAR / BELI 2. Pilih LAINNYA
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Pilih PAJAK 2. Pilih PPH FINAL BRUTO TERTENTU
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
1. Masukkan NPWP 2. Konfirmasi NPWP
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM :
3. Masukkan Masa Pajak 4. Masukkan Pajak Terutang
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Menu Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu melalui ATM:
2. Konfirmasi Pembayaran
Cara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran PajakCara Pembayaran Pajak
Contoh Struk ATM Pembayaran Pajak PPh Final dengan
Peredaran Bruto Tertentu :
BACK