Post on 31-Oct-2021
i
i
JUAL BELI EMAS SECARA KREDIT MENURUT PERSPEKTIF
ISLAM KONTEMPORER
(StudiPadaPegadaianSyariahCabangDaanMogot-Tangerang)
DiajukanKepadaFakultasSyariahdanHukum
UntukMemenuhi Salah SatuPersyaratanMemperolehGelar
SarjanaEkonomiSyariah (S.E. Sy)
OLEH:
AIDA RACHMAN
106046101592
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM)
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM
UIN-SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H/2014 M
2
i
i
ABSTRAK
Aida Rachman. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Islam
Kontemporer di PegadaianSyariah, Skripsi Konsentrasi Perbankan Syariah, Program
Studi Muamalat (Ekonomi Islam), Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mekanisme jual beli emas secara
tidak tunai di Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot serta pandangannya terhadap
hukum Islam. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif analistis dan penelitian
ini didapat dari data wawancara dengan pimpinan cabang danmenggunakan data
sekunder dari literatur kepustakaan, buku-buku dan sumber lainnya yang sesuai
dengans kripsi ini.
Emas dalam perkembangannya merupakan salah satu investasi yang menarik
dikalangan masyarakat saat ini, penyimpanannya yang mudahdan liquid
membuatemas semakindigemari masyarakat sebagai alat investasi yang populer.
Emas tersedia dalam berbaga imacam bentuk, mulai dari batangan, koin logam,
perhiasan, dan lain sebagainya.
Dengan memahami kondisi pasar yang terjadi di masyarakat, maka pihak
PegadaianSyariah dengan tegas mengeluarkan produk investasi emas yang
selanjutnya dikenal dengan MULIA.Dengan dikeluarkannya produk tersebut, maka
pihak Pegadaian Syariah disamping bertujuan untuk mengedepankan layanan
publik yang sesuai dengan etika dan prinsip-prinsip syariah juga mengharapkan
keuntungan yang akandiperoleh dari produk MULIA ini.
Kata Kunci :JualBeli, Emas, Kredit
ii
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
karuniaNya setiap saat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“JUAL BELI EMA SECARA KREDIT MENURUT PERSPEKTIF ISLAM
KONTEMPORER ( Studi pada Pegadaian Syariah cabang Daan Mogot” sebagai
bagian dari tugas akademis di Program studi Muamalat Kosentrasi Perbankan Syariah
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta.
Salawat dan salam semoga selalu terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW
yang menjadi suri tauladan terbaik umat manusia hingga akhir zaman. Penulis
menyadari bahwa selesainya skripsi ini tidak terlepas dari dukungan dan bantuan
berbagai pihak. Sebagai bentuk penghargaan yang tak terlukiskan, penulis ingin
menuangkan dalam bentuk ucapan terimakasih kepada:
1) Prof. Dr. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM., Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
mencurahkan baktinya kepada kami selaku Mahasiswa Fakultas Syariah dan
Hukum Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2) Dr. Euis Amalia, M.Ag., Ketua Program Studi Muamalat. Terima kasih atas
bimbingan dan motivasi yang tidak pernah padam mengalir kepada penulis.
Semua kesempatan dan pengalaman bersama ibu adalah motivasi terbesar
penulis untuk bisa menyelesaikan skripsi ini.
iii
iii
3) Mu‟min Rauf, M.Ag., Selaku Sekretaris Program Studi Muamalat.
Terimakasih untuk semua motivasi yang telah Bapak berikan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
4) Dr.Djawahir Hejazziey SH, MA., pembimbingskripsi yang telah menuangkan
waktunya untuk memberikan bimbingan, pengarahan, dan nasehat kepada
penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
5) Prof. Dr. H. Faturrahman Djamil, MA., Penasehat Akademik yang telah
memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis.
6) Seluruh Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang dengan penuh kesabaran dan
keikhlasan untuk memberikan ilmu dan akhlak yang tiada ternilai harganya
kepada penulis selama di bangku kuliah sehingga penulis dapat
menyelesaikan studi di Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
7) Segenap pihak Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot-Tangerang, khususnya
ibu Tri Hartati selaku Manager cabang yang telah bersedia meluangkan
waktunya ditengah kesibukannya untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
8) Segenap staff akademik dan staff perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
9) Orang tua tercinta dan tersayang H. Rachman Sugandi, Bunda tercinta dan
tersayang, Hj. Saanti Istilah yang tiada pernah berhenti untuk selalu
iv
iv
mencurahkan do‟anya serta nasihat dan motivasi kepada penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
10) Keluarga besar ku tecinta yang telah mendukung dan memberiku semangat
serta doa yang tulus kepada penulis.
11) Suamiku tercinta Mus Munanto yang selalu mendampingi saat penelitian
sampai penyelesaian skripsi ini
12) Teman-teman Perbankan Syariah kelas A angkatan 2006, yang selalu
memberikan semangat, dukungan, saran dan masukan kepada penulis.
Terimakasih teman-teman, dengan kebersamaan kita selama ini berbagi cerita,
suka dan duka. Bagi penulis itulah pengalaman berharga yang takkan pernah
terlupakan.
13) Temanku tersayang Laila Nihayati dan Yoyoh Rodiah yang selalu
mendampingi sampai selesainya skripsi ini
14) Seluruh pihak yang terkait dengan penyusunan skripsi penulis yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu. Terimakasih banyak, Semoga Allah membalas
kebaikan tersebut dengan balasan yang berlipat ganda, Amin.
Jakarta, 07 Januari 2014
Aida Rachman
v
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK……………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
A. Penelitian Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 3
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...................................................... 4
D. Review Studi Terdahulu ................................................................. 5
E. Metode Penelitian ........................................................................... 7
F. Sistematika Penulisan..................................................................... 9
BAB II LANDASAN TEORI
A. Jual Beli ........................................................................................ 11
B. Kredit ............................................................................................ 17
BAB III DESKRIPSI OBYEK PENELITIAN
A. Pengertian Gadai………………………………………………...31
B. Sejarah berdirinya Pegadaian Syariah ........................................ 33
C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah ................................................. 35
D. Visi dan Misi Pegadaian Syariah ................................................. 36
vi
vi
E. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah ............................................. 37
F. Mekanisme Pegadaian Syariah .................................................... 39
G. Pemanfaatan Barang Gadai .......................................................... 42
H. Struktur Organisasi ...................................................................... 48
BAB IV ANALISA PEMBAHASAN
A. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Hukum Islam ................. 49
B. Mekanisme Jual Beli Emas Secara Kredit di Pegadaian Syariah 57
C. Analisa.......................................................................................... 62
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan .................................................................................. 65
B. Saran-Saran .................................................................................. 66
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………75
LAMPIRAN………………………………………………………………………...78
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pemikiran ekonomi Islam diawali sejak Muhammad saw dipilih sebagai
seorang Rasul (utusan Allah). Rasulullah saw mengeluarkan sejumlah kebijakan
yang menyangkut berbagai hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan hidup
masyarakat, selain masalah hukum (fiqh), politik (siyasah), juga masalah
perniagaan atau ekonomi (muamalat). Masalah-masalah ekonomi umat menjadi
perhatian Rasulullah saw, karena masalah ekonomi merupakan pilar penyangga
keimanan yang harus diperhatikan. Sebagaimana diriwayatkan oleh Muslim,
Rasulullah saw bersabda, “kemiskinan membawa orang kepada kekafiran”. Maka
upaya untuk mengentas kemiskinan merupakan bagian dari kebijakan-kebijakan
sosial yang dikeluarkan Rasulullah saw. Selanjutnya kebijakan-kebijakan
Rasulullah saw menjadi pedoman oleh para penggantinya Abu Bakar, Umar bin
Khattab, Usman bin Affan, dan Ali bin Abi Thalib dalam memutuskan masalah-
masalah ekonomi. Al-Qur‟an dan Al-Hadits digunakan sebagai dasar teori
ekonomi oleh para khalifah juga digunakan oleh para pengikutnya dalam menata
kehidupan ekonomi Negara.
Sistem ekonomi Islam merupakan suatu rahmat yang tak ternilai harganya
bagi umat manusia. Apabila sistem tersebut dilaksanakan secara menyeluruh dan
2
sesuai dengan ajarannya, maka sistem ini akan menjadi sarana yang sangat
berguna bagi kemajuan ekonomi masyarakat. Namun demikian, demi suksesnya
pengoperasian sistem ini, maka mutlak diperlukan landasan ajaran dan ajaran
Islam. Pengoperasian sistem ini mempunyai hubungan yang erat dengan ajaran
agama, ideologi dan budaya Islam sehingga tidak boleh terpisahkan dari landasan
agama.
Islam telah mengatur masalah jual beli, dari zaman ke zaman jual beli
untuk perdagangan mengalami perkembangan yang sangat pesat.Baik itu dari
segi metodenya maupun dari segi praktik pelaksanaannya sehingga kondisi
tersebut membuka suatu peluang terjadinya sistem jual beli kredit.Dalam
kehidupan sehari-hari, kata kredit bukan merupakan perkataan yang asing bagi
masyarakat kita.Perkataan kredit tidak saja dikenal oleh masyarakat dikota-kota
besar, tetapi sampai di pelosok desa pun kata kredit tersebut sudah sangat
populer.Jual beli secara kredit telah diatur oleh beberapa lembaga keuangan
seperti bank maupun non bank. Pegadaian syariah dalam hal ini menawarkan
produk investasi yang disebut dengan MULIA (Murabahah Emas Logam Mulia
Investasi Abadi). Yaitu pegadaian memfasilitasi jual beli emas batangan.Bisa
dengan tunai ataupun secara kredit dengan maksimal 36 bulan.
Dengan berlangsungnya praktek pembiayaan jual beli emas yang terjadi pada
sektor pegadaian syariah, maka hal tersebut tentulah sangat meringankan para
masyarakat untuk bisa memiliki logam mulia dengan membayarnya secara cicilan.
3
Akan tetapi apakah semua prosedur serta mekanisme yang terjadi di dalam
lembaga keuangan syariah tersebut telah benar-benar sesuai dengan yang telah
ditetapkan oleh Syariat Islam? Karena sebagai ummat Islam sudah sepatutnya kita
melaksanakan apa yang telah diperintahkan oleh Syariat Islam.
Berdasarkan paparan yang telah diuraikan di atas, maka penulis merasa perlu
mengadakan penelitian yang mendalam terhadap pembiayaan murabahah emas yang
terjadi pada sektor perbankan syariah, sehingga penulis tertarik untuk mengambil judul:
“Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Hukum Islam.
(Studi Pada Pegadaian Syariah Cabang Daan Mogot” )
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Perumusan Masalah
Perumusan masalah yang akan penulis rumuskan dalam beberapa
pertanyaan sebagai berikut:
a. Bagaimana jual beli emas secara kredit menurut hukum Islam ?
b. Bagaimana mekanisme transaksi jual beli emas secara kredit di pegadaian
syariah?
2. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan dalam penulisan skripsi ini tidak meluas, maka
penulis memfokuskan dan membatasi masalah pada transaksi jual beli emas
secara kredit menurut hukum Islam, serta bagaimana mekanisme transaksi
jual beli emas secara kredit di pegadaian syariah
4
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan Penulisan skripsi dengan tema diatas antara lain :
1. Untuk mengetahui kebolehan praktik jual beli emas secara kredit menurut
hukum islam
2. Untuk mengetahui mekanisme transaksi jual beli emas secara kredit di
Pegadaian Syariah
Manfaat dari penelitian ini antara lain :
1. Bagi Akademisi
Sebagai media pengembangan ilmu pengetahuan mengetahui produk
pegadaian syariah yang dipelajari dalam perkuliahan dan dapat diterapkan
pada perusahaan yang diteliti, oleh penulis, bagi pihak lain sebagai bahan
yang bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang jual beli emas di
Pegadaian Syariah dan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan bagi
yang tertarik sehingga dapat dikembangkan lebih lanjut. Dan semoga
bermanfaat untuk memperkaya hasanah kepustakaan khususnya pada bidang
yang penulis teliti.
2. Bagi Praktisi
Sebagai inovasi produk bagi lembaga pegadaian syariah untuk meningkatkan
pangsa pasar dan sebagai sarana pemberdayaan manusia dalam pembangunan
Negara dimasa mendatang.
3. Bagi Masyarakat
5
Sebagai Pengetahuan mengenai produk investasi emas MULIA di Pegadaian
Syariah dan tertarik untuk membeli produk tersebut.
D. Review Studi Terdahulu
Untuk menghindari penelitian dengan objek yang sama, maka diperlukan
kajian kajian terdahulu. Terdapat beberapa penelitian yang telah dilakukan
mengenai fenomena yang berkaitan dengan penelitian yang penulis angkat,
antara lain :
1. Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas di Pegadaian Syariah - Dila
Larantika ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2010)
Skripsi Ini Memfokuskan Pada Minat Masyarakat Terhadap Jual Beli Emas di
Pegadaian Syariah Khususnya Cabang Cinere.
2. Analisis Pengaruh Penyaluran Pembiayaan Murabahah terhadap
Likuiditas Bank DKI Syariah- Purwanto ( FSH/ Muamalat – Perbankan
Syariah, 2009)
Skripsi ini memfokuskan pembahasan mengenai mekanisme praktek
pembiayaan murabahah yang terjadi di bank DKI Syariah, kemudian
mengukur tingkat likuiditas, serta pengaruh penyaluran pembiayaan terhadap
likuiditas Bank DKI Syariah.
3. Strategi Pembiayaan Murabahah Dalam Peningkatan Jumlah Pendapan
di Lembaga Keuangan Mikro Syariah - Emi Jamaniatul Hijriyah ( FSH/
Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)
6
Skripsi ini memfokuskan pembahasan mengenai bagaimana strategi yang
dilakukan oleh LKMS-Alhidayah dalam meningkatkan jumlah pendapatan
dalam pembiayaan Murabahah.
4. Analisis Penerapan Fatwa DSN-MUI NO. 43/DSN-MUI/204 Tentang
Ta’widh Pda Pembiayaan Murabahah di PT. Bank Syariah Bukopin-
Muis Hidayat ( FSH/ Muamalat – Perbankan Syariah, 2009)
skripsi ini menjelaskan tentang proses ta‟widh atau ganti rugi atas biaya biaya
yang telah dikeluarkan oleh bank. Yang dalam prosesnya tentu pembiayaan
ini berhubungan dengan pembiayaan bermasalah yang terjadi didalamnya dan
dana yang dikumpulkan tersebut masuk sebagai pendapatan bank syariah.
5. Analisis Akad Pembiayaan Murabahah terhadap Hotel Natama
Padangsidimpuan- Imam Abdul Hadi ( FSH/ Muamalat – Perbankan
Syariah, 2010)
skripsi ini membahas tentang bagaiman tercapainya akad murabahah tersebut
dan bagaimana pandangan hukum Islam terhadap akad yang dijalankan
tersebut terhadap objek yang berkaitan.
6. Analisis hukum kontrak terhadap pembiayaan akad mudharabah studi
pada BMT-AL AZHAR - Khoirul Anwar Kholid ( FSH/ Muamalat –
Perbankan Syariah, 2009)
Skripsi ini membahas tentang analisis hukum kontrak terhadap pembiayaan
akad mudharah.
7
E. Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan pada Pegadaian Syariah cabang Daan
Mogot
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan penulis adalah penelitian lapangan
dimana penulis langsung melakukan penelitian terhadap Pegadaian Syariah
Daan Mogot. Sekaligus menggunakan bahan kepustakaan (library research)
yakni penelusuran kepustakaan, dimana penulis memperoleh data dengan
mengumpulkan dan mempelajari sumber-sumber yang berkaitan dengan
judul skripsi diatas, yakni buku-buku, surat kabar, majalah, makalah hingga
situs internet.
Sedangkan penelitian ini bersifat deskristif analisitis yakni
menggambarkan data dan informasi lapangan berdasarkan sebagaimana
adanya pada waktu penelitian dilakukan, kemudian di analisa secara
mendalam.
b. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis menggunakan dua jenis
sumber data, yaitu:
8
1) Data Primer
Yaitu data utama yang diambil/diminta dari sumber pertama
yakni internal data dalam bentuk dokumentasi/data-data tertulis di
Pegadaian Syariah Daan Mogot.
2) Data Sekunder
Dalam penelitian penulis melakukan studi kepustakaan
(Library Reseach) yaitu dengan mempelajari buku kepustakaan,
literatur, buletin, majalah serta materi kuliah yang berkaitan erat
dengan pembahasan masalah ini.
2. Teknik Pengumpulan Data
Didalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data yang dibutuhkan
dengan menggunakan beberapa teknik tertentu, yaitu:
a. Observasi
Yakni mengamati dan melihat lebih dekat pelaksanaan jual beli
emas yang dilakukan di Pegadaian Syariah Daan Mogot
b. Wawancara:
Yakni teknik tanya jawab secara lisan dengan berpedoman pada
daftar pertanyaan terbuka. Sehingga diperoleh jawaban yang peneliti
inginkan dari pihak Pegadaian Syariah Daan Mogot
c. Studi Dokumentasi
Yakni pengumpulan data-data yang diperlukan dengan cara mencari
data dokumentasi tentang Pegadaian Syariah Daan Mogot.
9
3. Instrument Pengumpulan Data
Instrumen Pengumpulan data adalah alat bantu yang dipilih dan
digunakan oleh peneliti dalam kegiatan mengumpulkan data agar penelitian
menjadi sistematis dan mudah. Dalam hal ini peneliti mengunakan alat bantu
seperti panduan pengamatan, panduan observasi, pedoman wawancara, dan
sebagainya yang mendukung penelitian ini.
4. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan dalam penelitian ini adalah menggunakan
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
pendahuluan yang meliputi. Latar belakang masalah, perumusan dan
pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, review studi
terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini membahas tentang teori jual beli, kredit.
BAB III DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
Yaitu membahas profil Pegadaian Syariah cabang Daan Mogot. Pada
bab ini memuat tentang definisi gadai , sejarah singkat Pegadaian
10
Syariah , visi, misi,produk jasa pegadaian syariah, mekanisme gadai
syariah, pemanfaatan barang gadai dan struktur organisasi
BAB IV HASIL PENELITIAN
Bab ini membahas tentang mekanisme jual beli emas secara kredit di
pegadaian syariah, pandangannya menurut perspektif Islam, dan
Analisa
BAB V PENUTUP
Merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dari berbagai temuan yang
disertai dengan saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam penulisan
skripsi ini.
11
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Jual Beli
1. Definisi Jual Beli
al-bai‟ (menjual) menurut bahasa berarti“ mermpertukarkan sesuatu
dengan sesuatu “. Secara etimologis, jual beli berarti menukar harta dengan
hart, sedangkan secara terminologis, terdapat beberapa definisi jual beli yang
dikemukakan ulama fiqh. Sekalipun substansi dan tujuan masing-masing
definisi adalah sama, yaitu tukar menukar barang dengan cara tertentu atau
menukar sesuatu dengan sepadan menurut cara yang dibenarkan. Definisi lain
dikemukakan ulama Malikiyyah, Syafi‟iyah, Hanabilah bahwa jual beli yaitu
tukar menukar harta dengan harta pula dalam bentuk pemindahan milik dan
kepemilikan.1
Berdasarkan definisi-definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
jual beli adalah suatu persetujuan dimana pihak yang satu mengikatkan
dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk
membayar harga yang telah dijanjikan.2
1Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012),edisi 1, cet 1, h 101 2Widjaja.Gunawan. Jual Beli ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004),cet 2, h. 7
12
2. Dasar Hukum Jual Beli
a. Al-Qur’an
Firman Allah QS. Al-Baqarah/2 : 275
... ....
“.... Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba...”(QS. Al-
Baqarah/ 2: 275)
b. Al-Hadits
Dari Suhaib ar-Rumi r.a. bahwa Rasulullah saw. Bersabda, “Tiga hal yang di
dalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah
(mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah,
bukan untuk dijual.(HR. Ibnu Majah)3
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Jual beli mempunyai rukun dan syarat yang harus di penuhi sehingga
jual beli itu dapat dikatakan sah oleh syara‟.Dalam menentukan rukun jual
beli terdapat perbedaan pendapat ulama Hanafiyah dengan Jumhur Ulama.
Rukun jual beli menurut ulama hanafiyah hanya satu, yaitu ijab dan
Kabul.Menurut mereka, yang menjadi rukun dalam jual beli itu hanyalah
kerelaan (ridha / taradhi) kedua belah pihak untuk melakukan transaksi jual
3 Syafi‟i, antonio. Bank Syariah: dari teori ke praktik, cetakan pertama (Jakarta: Gema Insani,
2001), h. 102
13
beli. Akan tetapi, karena unsur kerelaan itu merupakan unsur hati yang sulit
diindra sehingga tidak kelihatan, maka diperlukan indikasi yang menunjukkan
kerelaan kedua belah pihak yang melakukan transaksi jual beli menurut
mereka boleh tergambar dalam ijab dan Kabul atau melalui cara saling
memberikan barang dan harga barang.4
Akan tetapi jumhur ulama menyatakan bahwa rukun jual beli itu ada
empat, yaitu :
a. Ada orang yang berakad atau al‟muta‟qaidain (penjual dan pembeli)
b. Ada sighat (lafal ijab dan Kabul)
c. Ada barang yang dibeli.
d. Ada nilai tukar pengganti barang
Adapun syarat sah jual beli antara lain sebagai berikut :5
a. Saling rela antara kedua belah pihak.
b. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad yaitu orang
yang telah baligh, berakal dan mengerti.
c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh kedua
belah pihak.
d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.
e. Objek transaksi adalah barang yang bisa diserahterimakan.
4Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group),edisi 1,
cet 2, h 71 5Mardani.Fiqh Ekonomi Syariah: Fiqh Muamalah, ( Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2012), edisi 1, cet 1, h 104
14
f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.
g. Harga harus jelas saat transaksi.
4. Bentuk-Bentuk Jual Beli yang Dilarang
Jual beli yang dilarang terbagi dua :Pertama, jual beli yang dilarang
dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual beli yang tidak memenuhi syarat
dan rukunnya. Kedua, jual beli yang hukumnya sah tetapi dilarang, yaitu
jual beli yang telah memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa
faktor yang menghalangi kebolehan proses jual beli.6
a. Jual beli terlarang karena tidak memenuhi syarat dan rukun. Bentuk jual
beli yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut :
1) Jual barang yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh
diperjualbelikan. Barang yang najis atau haram dimakan, maka
haram juga untuk diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai,
dan khamr (minuman yang memabukkan).
2) Jual beli yang belum jelas
Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar haram untuk
diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah satu pihak, baik
penjual maupun pembeli.Yang dimaksud samar-samar adalah tidak
jelas, baik barangnya, harganya, kadarnya, masa pembayarannya,
6Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group,
2010),edisi 1, cet 2, h 80
15
maupun ketidakjelasan yang lainnya. Jual beli yang dilarang karena
samar-samar antara lain:
(a). Jual beli barang yang belum tampak. Misalnya menjual ikan
dikolam/laut.
3) Jual beli bersyarat
Jual beli yang ijab kabulnya dikaitkan dengan syarat-syarat tertentu
yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau unsur- unsur yang
merugikan dan dilarang oleh agama.
4) Jual beli yang menimbulkan kemadharatan
Segala sesuatu yang dapat menimbulkan kemadharatan,
kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk diperjualbelikan,
seperti jual beli patung, salib, buku-buku bacaan porno, dan lain
sebagainya, karena memperjualbelikan barang ini dapat
menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.
5) Jual beli yang dilarang karena dianiaya
Maka tidak sah segala bentuk jual beli yang mengakibatkan
penganiayaan, dan hukumnya adalah haram.Seperti menjual anak
binatang yang masih membutuhkan induknya.
6) Jual beli Muhaqalah yaitu menjual tanam-tanaman yang masih di
sawah atau diladang. Hal ini dilarang karena masih samar-samar.
7) Jual beli mukhadharah yaitu jual beli buah-buahan yang masih hijau,
hal ini dilarang karena jual beli ini masih samar.
16
8) Jual beli mulamasah yaitu jual beli secara sentuh menyentuh.
Misalnya seseorang menyentuh sehelai kain diwaktu malam atau
siang hari, maka orang yang menyentuh berarti telah membeli kain
ini. Hal ini dilarang karena mengandung tipuan dan kemungkinan
akan menimbulkan kerugian dari salah satu pihak.
9) Jual beli munabadzah yaitu jual beli secara lempar melempar.
Seperti seseorang berkata : ” lemparkan kepadaku apa yang ada
padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”.
Setelah terjadi lempar-melempar terjadilah jual beli. Hal ini dilarang
agama karena mengandung tipuan dan tidak ada ijab Kabul.
10) Jual beli muzabanah, yaitu menjual buah buah yang basah dengan
buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan bayaran padi
basah sedang ukurannya dengan ditimbang sehingga akan merugikan
pemilik padi kering.
b. Jual beli terlarang karena ada faktor lain yang merugikan pihak-pihak
terkait.
1) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar
Apabila ada dua orang masih tawar menawar atas sesuatu barang,
maka terlarang bagi orang lain membeli barang itu, sebelum penawar
pertama diputuskan.
2) Jual beli dengan menghadang dagangan diluar kota/pasar.
17
Maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai kepasar agar
dapat membelinya dengan harga murah, sehingga ia kemudian
menjual dipasar dengan harga yang juga lebih murah.
3) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun, kemudian
akan dijual ketika harga naik karena kelangkaan barang tersebut.
4) Jual beli barang rampasan atau curian.
B. Kredit
1. Definisi Kredit
Istilah kredit berasal dari bahasa yunani (credere) yang berarti
kepercayaan.7atau dalam bahasa latin “creditum”yang berarti kepercayaan
atau kebenaran, atau credo, yang berarti I believe, I trust. Saya percaya atau
saya menaruh kepercayaan.8Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah
ia percaya kepada si penerima kredit bahwa kredit yang disalurkan pasti akan
dikembalikan sesuai perjanjian. Sedangkan bagi si penerima kredit merupakan
penerimaan kepercayaan sehingga mempunyai kewajiban untuk membayar
sesuai jangka waktu.
Kredit menurut istilah adalah hak untuk menerima pembayaran atau
kewajiban untuk melakukan pembayaran pada waktu yang diminta, atau pada
7 Rachman F dan Maya F. Manajemen Perkreditan Bank Umum: Teori, Masalah Kebijakan
dan Aplikasinya, ( Bandung : Alfabeta, 2013 ), h. 15 8Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta: PT Rineka Cipta,
2004), cet ke 3 h. 32
18
waktu yang akan datang, karena penyerahan barang-barang sekarang.
Sedangkan dalam syariah kredit dikenal dengan pembiayaan yaitu
menyediakan uang atau tagihan berdasarkan persetujuan atau kesepakatan
antara perusahaan dengan pihak lain, yang mewajibkan pihak lain
mengembalikan pembiayaan tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan
imbalan bagi hasil.9
Dalam bukunnya Sahruwardi K Lubis berpendapat bahwa yang
dimaksud dengan kredit adalah suatu pembelian yang dilakukan terhadap
sesuatu barang yang pembayaran harga barang tersebut dilakukan secara
berangsur-angsur sesuai dengan tahapan pembayaran yang telah disepakati
kedua belah pihak yaitu antara penjual ataupun pembeli.10
Al-amien Ahmed mendefinisikan bahwa yang dimaksud dengan jual
beli kredit (bai‟ at-taqhsith) adalah menjual sesuatu dengan pembayaran yang
diangsur dengan cicilan tertentu, pada waktu tertentu, dan lebih mahal dari
pada pembayaran kontan.11
Adapun menurut Undang-Undang Nomor 14 tahun 1967 tentang
pokok-pokok Perbankan, yang dimaksud dengan kredit adalah penyediaan
uang atau tagihan-tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan
persetujuan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain dalam hal mana
9Ahmad Gozali, Serba-Serbi Kredit Syariah: Jangan Ada Bunga Diantara Kita, ( Jakarta : PT
Elex Media Koputindo, 2005) 10
Sahruwardi K Lubis, Hukum Ekonomi Islam,(Jakarta: Sinar Grafika, 2000 ), h. 142 11
Al Amien Ahmad, Jual Bel Kredit, Bagaimana Hukumnya?(Jakarta : Gema Insani Press,
1998
19
pihak peminjam berkewajiban melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan jumlah bunga yang telah ditetapkan.12
Para ulama menyebutkan beberapa poin penting yang berkenaan
dengan jual beli, yaitu sebagai berikut :13
a. Dalam jual beli ini penjual tidak diperbolehkan membuat kesepakatan
tertulis didalam akad dengan pembeli bahwa ia berhak mendapat
tambahan harga yang terpisah dari harga barang yang ada, dimana harga
tambahan itu akan berkaitan erat dengan waktu pembayaran. Baik
tambahan harga itu sudah disepakati oleh kedua belah pihak.
b. Apabila orang yang berhutang ( pembeli) terlambat membayar cicilan
dari waktu yang telah ditentukan, maka tidak boleh mengharuskannya
untuk membayar tambahan dari hutang yang sudah ada, baik dengan
syarat yang sudah ada ataupun tanpa syarat, karena hal itu termasuk riba
yang diharamkan.
c. Penjual tidak berhak menarik kepemilikan barang dari tangan pembeli
setelah terjadi jual beli, namun penjual dibolehkan member syarat kepada
pembeli untuk menggadaikan barang kepadanya untuk menjamin haknya
dalam melunasi cicilan-cicilan yang tertunda.
d. Boleh memberi tambahan harga pada barang yang pembayarannya
ditunda dari barang yang dibayar secara langsung ( cash).
12
Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.13 13
Syaikh Isa bin Ibrahim ad Duwaisy, Jual Beli Yang diperbolehkan dan Dilarang, h. 23
20
e. Diharamkan bagi orang yang berhutang untuk menunda-nunda
kewajibannya membayar cicilan, walaupun demikian syari‟at tidak
membolehkan si penjual untuk member syarat kepada pembeli agar
membayar ganti rugi jika ia terlambat menunaikan kewajibannya
(pembayaran cicilan).
Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa
jual beli kredit adalah membeli suatu barang yang diberikan kepercayaan
untuk membayar secara mengangsur atau secara cicilan dalam jangka waktu
yang telah disepakati antara penjual dan pembeli. Dimana boleh memberi
tambahan harga pada barang yang pembayarannya ditunda dari barang yang
dibayar secara langsung ( cash ). Akan tetapi diharamkan bagi orang yang
berhutang untuk menunda-nunda kewajibannya dalam membayar cicilan
tersebut.
2. Jenis Jenis Kredit
Terdapat beberapa pendapat dalam pengelompokkan jenis kredit, namun
pada umumnya dikelompokkan berdasarkan :14
a. Penggunaanya
Menurut penggunaaanya, kredit dibagi menjadi dua yaitu :
14Desi Arthesa, Bank dan Lembaga Bukan Bank,( Jakarta: PT. Indeks Kelompok
Grramedia,2006), h.175
21
1) Kredit Konsumtif, ditunjuk kepada nasabah yang memerlukan dana
untuk kebutuhan konsumsi.
2) Kredit Produktif, kredit yang digunakan untuk keperluan produksi atau
usahanya.
b. Keperluan Produksinya
Menurut keperluan produksinya, kredit dibagi menjadi dua yaitu :
1) Kredit Modal Kerja, ditunjuk kepada nasabah yang mengalami
kekurangan modal kerja untuk pengembangan usahanya.
2) Kredit Investasi, ditujukan kepada nasabah yang membutuhkan barang
modal untuk pertumbuhan usahanya.
c. Jangka Waktunya
Menurut jangka waktunya, kredit dibagi menjadi tiga, yaitu :
1) Kredit Jangka Pendek, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka
waktu hingga satu tahun atau tidak lebih dari satu tahun.
2) Kredit Jangka Menengah, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka
waktu antara satu hingga tiga tahun.
3) Kredit Jangka Panjang, yaitu jenis kredit yang mempunyai jangka
waktu lebih dari tiga tahun.
d. Cara Penggunaan
Menurut cara penggunaannya kredit dapat dibagi menjadi empat, yaitu :
1) Kredit Rekening Koran Bebas, yaitu jenis kredit dimana debitur
menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening koran dan
22
pemakaian tidak dibatasi, namun disesuaikan dengan maksimum
kredit yang diberikan.
2) Kredit Rekening Koran Terbatas, yaitu jenis kredit dimana debitur
menerima seluruh kreditnya dalam bentuk rekening Koran, namun
terdapat pembatasan dalam pemakaiannya.
3) Kredit Rekening Koran Aflopend, yaitu jenis kredit dimana penarikan
dilakukan sekaligus pada waktu penarikan pertama dan pembayaran
dilakukan secara mengangsur.
4) Kredit Revolving, yaitu jenis kredit dengan penarikan yang sama
dengan rekening Koran bebas, namun dibedakan menurut cara
pemakaiannya.
3. Fungsi Kredit
Dalam kehidupan perekonomian yang modern , bank memegang
peranan yang sangat penting. Oleh karena itu organisasi-organisasi bank
selalu diikutsertakan dalam menentukan kebijakan dibidang moneter,
pengawasan devisa, pencatatan efek-efek, dan lain-lain. Hal ini antara lain
disebabkan usaha pokok bank adalah memberikan kredit, dan kredit yang
diberikan oleh bank mempunyai pengaruh yang sangat luas dalam segala
bidang kehidupan, khususnya dibidang ekonomi.
23
Fungsi kredit perbankan dalam kehidupan perekonomian dan
perdagangan antara lain sebagai berikut :15
a. Kredit pada hakikatnya dapat meningkatkan daya guna uang
1) Para pemilik uang/ modal dapat secara langsung meminjamkan
uangnya kepada para pengusaha yang memerlukan, untuk
meningkatkan produksi atau untuk meningkatkan usahanya.
2) Para pemilik uang / modal dapat menyimpan uangnya pada lembaga-
lembaga keuangan. Uang tersebut diberikan sebagai pinjaman kepada
perusahaan-perusahaan untuk meningkatkan usahanya.
b. Kredit dapat meningkatkan peredaran dan lalu lintas uang
Kredit uang yang disalurkan melalui rekening giro dapat
menciptakan pembayaran baru seperti cek, giro, bilyet, dan wesel, sehingga
apabila pembayaran-pembayaran dilakukan dengan cek, giro, bilyet, dan
wesel maka akan dapat meningkatkan peredaran uang giral. Disamping itu,
kredit perbankan yang ditarik secara tunai dapat pula meningkatkan
peredaran uang kartal, sehingga arus lalu lintas uang akan berkembang
pula.
c. Kredit dapat pula meningkatkan daya guna dan peredaran barang
Dengan mendapat kredit, para pengusaha dapat memproses bahan
baku menjadi barang jadi, sehingga daya guna barang tersebut menjadi
15
Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.16-17
24
meningkat. Disamping itu, kredit dapat pula meningkatkan peredaran
barang, baik melalui penjualan secara kredi maupun dengan membeli
barang-barang dari satu tempat dan menjualnya ke tempat lain. Pembelian
tersebut uangnya berasal dari kredit.Hal ini juga berarti bahwa kredit
tersebut dapat pula meningkatkan manfaat suatu barang.
d. Kredit sebagai salah satu alat stabilisasi ekonomi
Dalam keadaan ekonomi yang kurang sehat, kebijakan diarahkan
kepada usaha-usaha antara lain :
1) Pengendalian inflasi
2) Peningkatan ekspor
3) Pemenuhan kebutuhan pokok rakyat
Untuk menekan laju inflasi, pemerintah melaksanakan kebijakan
uang ketat (tigh money policy) melalui pemberian kredit yang selektif dan
terarah, untuk melindungi usaha-usaha yang bersifat non-spekulatif.
Arus kredit diarahkan pada sektor-sektor yang produktif dengan
pembatasan kualitatif dan kuantitatif.Tujuannya adalah untuk
meningkatkan produksi dan memenuhi kebutuhan dalam negeri agar bisa di
ekspor.Kebijakan tersebut telah berhasil dengan baik.
e. Kredit dapat meningkatkan kegairahan berusaha
Setiap orang yang berusaha selalu ingin meningkatkan usahanya
tersebut, namun adakalanya dibatasi oleh kemampuan dibidang
permodalan. Bantuan kredit yang diberikan oleh bank akan dapat
25
mengatasi kekurangmampuan para pengusaha dibidang permodalan
tersebut, sehingga para pengusaha akan dapat meningkatkan usahanya.
f. Kredit dapat meningkatkan pemerataan pendapatan
Dengan bantuan kredit dari bank, para pengusaha dapat
memperluas usahanya dan mendirikan proyek-proyek baru. Peningkatan
usaha dan pendirian proyek baru akan membutuhkan tenaga kerja untuk
melaksanakan proyek-proyek tersebut. Dengan demikian mereka akan
memperoleh pendapatan. Apabila perluasan usaha serta pendirian proyek-
proyek baru telah selesai, maka untuk mengelolanya diperlukan pula tenaga
kerja. Dengan tertampungnya tenaga-tenaga kerja tersebut, maka
pemerataan pendapatan akan meningkat pula.
g. Kredit sebagai alat untuk meningkatkan hubungan internasional
Bank-bank besar di luar negeri yang mempunyai jaringan usaha,
dapat memberikan bantuan dalam bentuk kredit, baik secara langsung
maupun tidak langsung kepada perusahaan-perusahaan di dalam negeri.
Begitu juga Negara-negara yang telah maju yang mempunyai cadangan
devisa dan tabungan yang tinggi, dapat memberikan bantuan-bantuan
dalam bentuk kredit kepada Negara-negara yang sedang berkembang untuk
membangun. Bantuan dalam bentuk kredit ini tidak saja dapat mempererat
hubungan ekonomi antarnegara yang bersangkutan tetapi juga dapat
meningkatkan hubungan internasional.
26
Sedangkan menurut Muhammad Muslehuddin Fungsi utama kredit
adalah memberi kemungkinan kepada seorang pengusaha untuk memulai
suatu usaha secara besar-besaran ( skala besar). Kredit digunakan untuk
menggerakkan modal yang ada dan memungkinkan dimulainya produksi
sebelum berkembangnya permintaan, yaitu peningkatan penjualan hasil
produksi kepada konsumen.16
4. Tujuan Kredit
Dalam membahas tujuan kredit, kita tidak dapat melepaskan diri dari
falsafah yang dianut oleh suatu Negara.Di Negara-negara liberal, tujuan kredit
didasarkan kepada usaha untuk memperoleh keuntungan sesuai dengan prinsip
ekonomi yang dianut oleh Negara yang bersangkutan, yaitu dengan
pengorbanan yang sekecil-kecilnya untuk memperoleh manfaat (keuntungan)
yang sebesar-besarnya.
Oleh karena pemberian kredit dimaksud untuk memperoleh
keuntungan, maka bank hanya boleh meneruskan simpanan masyarakat
kepada nasabahnya dalam bentuk kredit, jika ia merasa yakin bahwa nasabah
yang akan menerima kredit itu mampu dan mau mengembalikan kredit yang
telah diterimanya. Dari faktor kemampuan dan kemauan tersebut, tersimpul
16
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta,
2004) cet ke-3, h.36
27
unsur keamanan (safety) dan sekaligus juga unsur keuntungan ( profitability)
dari suatu kredit. Kedua faktor tersebut saling berkaitan.
Keamanan atau safety yang dimaksud adalah bahwa prestasi yang
diberikan dalam bentuk uang, barang, atau jasa itu benar-benar terjamin
pengembaliannya, sehingga keuntungan/ profitability yang diharapkan itu
dapat menjadi kenyataan.
Keuntungan atau profitability merupakan tujuan dari pemberian kredit
yang terjelma dalam bentuk bunga yang diterima. Dengan demikian maka
tujuan kredit yang diberikan oleh suatu bank, khususnya bank pemerintah
yang akan mengembangkan tugas sebagai agent of development untuk : 17
a. Turut menyukseskan program pemerintah dibidang ekonomi dan
pembangunan
b. Meningkatkan aktifitas perusahaan agar dapat menjalankan fungsinya
guna menjamin terpenuhinya kebutuhan masyarakat
c. Memperoleh laba agar kelangsungan hidup perusahaan terjamin, dan
dapat memperluas usahanya
Dari tujuan tersebut dapat ditarik kesimpulan adanya kepentingan yang
seimbang antara :
a. Kepentingan pemerintah
b. Kepentigan masyarakat
17
Thomas Suyatno, H.A Chalik, Made Sukada, Dasar-Dasar Perkreditan. ( Jakarta : PT
Gramedia Pustaka Utama, 2007 ), Edisi ke-4, h.14-15
28
c. Kepentingan pemilik modal (pengusaha)
Didalam buku hukum perjanjian kredit. Hazniel harun mengemukakan
bahwa tujuan kredit adalah sebagai berikut :18
a. Sistem kredit meringankan masyarakat kecil didalam hal memperoleh
barang dengan cara yang sah. Hal ini ditempuh karena alasan keuangan
yang digunakan untuk berbagai macam kebutuhan yang lainnya,
sementara barang yang diinginkan dapat diperoleh dengan cepat.
b. Untuk menjaga keseimbangan antara orang mampu dengan orang yang
tidak mampu.
Dari penjelasan diatas tujuan kredit menurut hukum Islam adalah
memberikan kesempatan dan kemudahan bagi seseorang yang
membutuhkan suatu barang sementara ia tidak memiliki uang untuk
membayarnya secara tunai. Maka dengan cara kredit inilah untuk bisa
memiliki barang tersebut.
5. Faktor-faktor Jual Beli Kredit
Kebanyakan masyarakat yang melakukan transaksi pembelian barang
dengan sistem kredit telah memasyarakat yang berpenghasilan menengah
kebawah, walaupun ada masyarakat tingkat ekonomimya golongan menengah ke
atas melakukan transaksi pembelian barang dengan sistem kredit tersebut.
18
Hazniel Harun, Hukum Perjanjian Kredit, ( Yogyakarta : Tritura, 1989 ), h.12
29
Ada beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi penyebab terjadinya
masyarakat yang melakukan transaksi tersebut, diantara faktor-faktor itu antara
lain :
a. Kebutuhan
Seorang konsumen akan merasakan kebutuhan untuk membeli suatu
produk atau jasa pada situasi “shortage” ( kebutuhan yang timbul karena
konsumen tidak memiliki produk atau jasa tertentu) maupun “unfulfilled
desire” (kebutuhan yang timbul karena ketidakpuasan pelanggan terhadap
produk atau jasa saat ini).19
b. Kebiasaan
Didalam membahas perilaku konsumen berarti membahas tentang
tingkah laku manusia, sehingga perilaku konsumen ditentukan oleh
kebudayaan yang tercermin pada tata cara kehidupan, kebiasan, dan tradisi.
Kebiasan adalah perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang
tanpa adanya unsur paksaan.20Kebiasaan merupakan pola perilaku atau
perbuatan yang dipelajari dan ditandai dengan penampilan yang telah
mantap dan berlangsung secara otomatis.21
Kebiasaan masyarakat bisa mempengaruhi kehidupan masyarakat
yang lain, karena merupakan cara efektif dan efisien dalam memberikan
19
Fandy Tjiptono, Pemasaran Jasa, ( Jatim : Banyumedia Publishing, 2005), edisi pertama 20
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, ( Jakarta,
Balai Pustaka ) 21
Frank J Bruno, Kamus Istilah Kunci Psikologi , ( Yogyakarta : Kanisius, 1989 ), h.134
30
perubahan. Masyarakat yang melakukan dengan menggunakan sistem kredit
memberikan suatu kemanfaatan, maka masyarakat yang lainya pun ikut,
sehingga menjadikan suatu adat.
31
BAB III
DESKRIPSI OBJEK PENELITIAN
A. Pengertian Gadai
Gadai dalam bahasa arab disebut ar-rahn. Secara etimologi, kata ar-rahn
berarti tetap, kekal, dan jaminan.Akad ar-rahn dalam istilah hukukm positif
disebut dengan barang jaminan/agunan.22
Gadai menurut kamus istilah fiqih adalah suatu akad (perjanjian) hutang
piutang (uang) dengan jaminan suatu benda barang sebagai penguat (jaminan)
kepercayaan utang piutang tersebut.Nilai barang yang digadaikan lebih rendah
dari yang semestinya, sehingga apabila hutang tersebut tidak terbayar, maka
barang tersebut bisa dijadikan sebagai tebusannya.23
Menurut Muhammad Muslehuddin gadai merupakan penyerahan suatu
benda atau jasa dari seorang debitur kepada seorang kreditur sebagai jaminan
atas uang yang dipinjamnya.24
Untuk mendefinisikannya dengan harta: harta yang dijadikan pemiliknya
sebagai jaminan hutang yang bersifat mengikat. Adapun yang dijadikan barang
agunan bukan saja bersifat materi, tetapi juga yang bersifat manfaat.Benda yang
22
AH Azharudin Latief, Fiqh Muamalah,( Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005 ), h.154
23
M.Abdul Mujieb Mabruri Tholhah Syafi‟ah AM. Kamus Istilah Fiqh,( Jakarta : PT. Pustaka
Firdaus, 1994 ) cet.1 24
Muhammad Muslehuddin, Sistem Perbankan Dalam Islam, ( Jakarta : PT Rineka Cipta,
2004) cet ke-3, h.30
32
dijadikan barang jaminan (agunan) tidak harus diserahkan secara aktual, tetapi
boleh juga penyerahannya secara hukum.
Ulama Fiqh berbeda pendapat dalam mendefinisikan rahn :
a. Ulama Syafi‟iyah dan Hanabilah mendefinisikan ar-rahn dengan
menjadikan materi (barang) sebagai jaminan hutang, yang dapat dijadikan
pembayar hutang apabila orang yang berhutang tidak bisa membayar
hutang itu.
b.Ulama Hanafiyah mendefinisikannya dengan menjadikan sesuatu (barang)
sebagai jaminan terhadap hak (piutang) yang mungkin dijadikan sebagai
pembayar hak (piutang) itu, baik seluruhnya maupun sebagian.
c. Menurut Ulama Malikiyah adalah Harta yang dijadikan oleh pemiliknya
sebagai jaminan utang yang bersifat mengikat. Menurutnya harta tersebut
bukan saja berupa materi, namun juga berupa manfaat. Harta yang
diserahkannya tersebut penyerahannya tidak secara aktual, tetapi bisa secara
hukum. Misalnya, menyerahkan sawah sebagai jaminan, maka yang diserahi
jaminan, maka yang diserahkan sebagai jaminan adalah sertifikasinya.
Para ulama fiqh mengemukakan bahwa ar-rahn dibolehkan dalam Islam
berdasarkan Al-Quran dan sunah rasul. Dalam Al Quran surat AlBaqarah/2:283
Mereka sepakat menyatakan bahwa ar-rahn boleh dilakukan dalam perjalanan
atau tidak, asalkan barang jaminan itu bisa langsung dikuasai ( al-qabdh ) secara
hukum oleh pemberi piutang. Ar-rahn dibolehkan karena banyak kemaslahatan
yang terkandung didalamnya dalam rangka hubungan antar sesama manusia.
33
B. Sejarah Berdirinya Pegadaian Syariah
Ratusan tahun sudah ekonomi dunia didominasi oleh sistem
bunga.Hampir semua perjanjian dibidang ekonomi dikaitkan dengan bunga.
Banyak Negara yang telah mencapai kemakmurannya dengan sistem bunga ini
diatas kemiskinan Negara lain sehingga terus menerus terjadi kesenjangan.
Pengalaman dibawah dominasi perekonomian dengan sistem bunga selama
ratusan tahun membuktikan ketidakmampuannya untuk menjembatani
kesenjangan ini.
Cikal bakal lembaga gadai berasal dari italia yang kemudian berkembang
ke seluruh dataran Eropa. Di Indonesia terbitnya PP/10 Tanggal 1 April 1990
dapat dikatakan menjadi tonggak awal kebangkitan pegadaian, satu hal yang
perlu dicermati, bahwa PP/10 menegaskan misi yang harus diemban oleh
pegadaian untuk mencegah praktik riba, misi ini tidak berubah hingga terbitnya
PP/103/2000 yang dijadikan sebagai landasan kegiatan usaha Perum Pegadaian
sampai sekarang. Banyak pihak berpendapat bahwa operasionalisasi pegadaian
pra-Fatwa MUI Tanggal 16 Desember 2003 tentang Bunga Bank, telah sesuai
dengan konsep Islam meskipun harus diakui belakangan bahwa terdapat
beberapa aspek yang menepis anggapan itu. Berkat rahmat Allah SWT.Dan
setelah melaui kajian panjang, akhirnya disusunlah suatu konsep pendirian Unit
34
Layanan Gadai Islam sebagai langkah awal pembentukan divisi yang menangani
kegiatan usaha Syariah.25
Perkembangan produk-produk berbasis Islam kian marak di Indonesia,
tidak terkecuali pegadaian.Perum pegadaian mengeluarkan produk berbasis Islam
yang disebut Pegadaian Islam. Pada dasarnya, produk-produk berbasis Islam
memiliki karakteristik seperti, tidak memungut bunga dalam berbagai bentuk
Karena riba, menetapkan uang sebagai alat tukar bukan sebagai komoditas yang
diperdagangkan, dan melakukan bisnis untuk memperoleh imbalan atau jasa atau
bagi hasil. Pegadaian Islam atau dikenal dengan Pegadaian Syariah dalam
pengoperasiannya menggunakan metode Fee Based Income (FBI) atau
Mudharabah ( bagi hasil ). Karena nasabah dalam menggunakan marhumbih
(UP) mempunyai tujuan yang berbeda-beda misalnya untuk konsumsi, membayar
uang sekolah, atau tambahan modal kerja, penggunaan metode mudharabah
belum tepat pemakaiannya. Oleh karena itu, Pegadaian Syariah menggunakan
metode Fee Based Income ( FBI).
Konsep operasi Pegadaian Syariah mengacu pada sistem administrasi
modern yaitu asas rasionalitas, efisiensi, dan efektifitas yang diselaraskan dengan
nilai Islam. Fungsi operasi Pegadaian Syariah itu sendiri dijalankan oleh kantor-
kantor cabang Pegadaian Syariah/ Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS ) sebagai
satu unit organisasi dibawah binaan Divisi Usaha Lain Perum Pegadaian. ULGS
25
Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis,
( Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), Edisi ke-1, Cet ke-1, h.275
35
ini merupakan unit bisnis mandiri yang secara struktural terpisah pengelolaannya
dari usaha gadai konvensional. Pegadaian syariah pertama kali berdiri di Jakarta
dengan nama Unit Layanan Gadai Syariah ( ULGS ) Cabang Dewi Sartika
dibulan Januari tahun 2003. Menyusul kemudian ULGS di Surabaya, Makassar,
Semarang, Surakarta, dan Yogyakarta ditahun yang sama hingga September
2003. Masih ditahun yang sama pula, empat kantor cabang Pegadaian di Aceh di
konversi menjadi Pegadaian Syariah.26
C. Dasar Hukum Pegadaian Syariah
Sebagaimana halnya institusi yang berlabel syariah, maka landasan
konsep Pegadaian Syariah juga mengacu kepada Syariah Islam yang bersumber
dari Al-Quran dan Al-Hadits, adapun landasan yang dipakai adalah :
a. Al-Quran Surat Al-Baqarah/2 : 283
2282
Artinya : jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak secara
tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka hendaklah ada
barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). akan tetapi jika
sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, Maka hendaklah yang
dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia
bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi)
26
Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan Praktis,
(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010), Edisi ke-1, Cet ke-1, h.276
36
Menyembunyikan persaksian. dan Barangsiapa yang menyembunyikannya,
Maka Sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah
Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.(QS: Al Baqarah/2:283)
b. Al-Hadits
Al-Bukhari meriwayatkan dari Aisyah r.a berkata :
“ Dari A‟masy dari Ibrahim, dari Al-Aswad, dari Aisyah R.A bahwa nabi
Muhammad SAW membeli makanan dari orang yahudi dengan cara
ditangguhkan pembayarannya kemudian nabi menggadaikan baju
besinya.”27
Dari diatas dapat dipahami bahwa agama Islam tidak membeda-
bedakan antara orang muslim dan non muslim dalam bermuamalah, maka
seorang muslim tetap wajib membayar hutangnya sekalipun kepada non
muslim.
D. Visi dan Misi28
Pegadaian Syariah Mempunyai visi antara lain :
1. Sebagai solusi bisnis terpadu terutama berbasis gadai yang selalu menjadi
market leader dan mikro berbasis fidusia selalu menjadi yang terbaik untuk
masyarakat menengah kebawah.
Sedangkan Misi Pegadaian Syariah yaitu :
27
Al-Imam Al-Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih Bukhari, (
Beirut , Maktabah Ashriyah, 1997), Jilid 2, h.643 28
www.pegadaian.co.id Diakses tanggal 10 Oktober 2013 Pukul 21.04
37
1. Memberikan pembiayaan yang tercepat, termudah, aman dan selalu
memberikan pembinaan terhadap usaha golongan menengah kebawah
untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
2. Memastikan pemerataan pelayanan dan infrastruktur yang memberikan
kemudahan dan kenyamanan di seluruh Pegadaian dalam mempersiapkan
diri menjadi pemain regional dan tetap menjadi pilihan utama masyarakat.
3. Membantu Pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat
golongan menengah kebawah dan melaksanakan usaha lain dalam rangka
optimalisasi sumber daya perusahaan.
E. Produk dan Jasa Pegadaian Syariah
Pegadaian Syariah dalam menunjang usahanya memiliki produk dan jasa
sebagai berikut :
1. Produk Pembiayaan
a. MULIA ( Murabahah Emas Logam Mulia Investasi Abadi )
Layanan penjualan Logam Mulia kepada masyarakat secara tunai atau
angsuran dengan proses cepat dan dalam jangka waktu yang
fleksibelyaitu pegadaian memfasilitasi jual beli emas batangan, bisa
dengan cara kredit dengan maksimal 36 bulan maupun secara tunai.
b. AR-RAHN
Yaitu produk jasa gadai yang berlandaskan pada prinsip-prinsip syariah,
dimana nasabah hanya akan dipungut biaya administrasi dan ijaroh (biaya
38
jasa simpan danpemeliharaan barang jaminan). Pegadaian Syariah
menjawab kebutuhan transaksi gadai sesuai syariah, untuk solusi
pendanaan yang cepat, praktis, dan menentramkan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dengan agunan berupa emas perhiasan, berlian,
elektronik, dan kendaraan bermotor.
c. ARRUM ( AR-RAHN untuk Usaha Mikro Kecil )
Yaitu pembiayaan untuk usaha mikro kecil dan pengembaliannya secara
angsuran dengan menggunakan jaminan BPKB motor/mobil.
d. KRASIDA ( Kredit Angsuran dengan Sistem Gadai )
Kredit (pinjaman) angsuran bulanan yang diberikan kepada Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM) untuk pengembangan usaha dengan sistem
gadai. KRASIDA merupakan solusi terpercaya untuk mendapatkan
fasilitas kredit yang cepat, mudah dan murah.
2. Produk Jasa
a. KUCICA ( KIRIMAN UANG CARA INSTAN, CEPAT, DAN AMAN )
Yaitu suatu produk pengiriman uang dalam dan luar negeri yang bekerja
sama dengan western union.
b. MULTI PEMBAYARAN ONLINE
Yaitu Layanan pembayaran berbagai tagihan bulanan seperti Listrik,
Telepon, PDAM dan lain sebagainya secara online di outlet Pegadaian di
39
seluruh Indonesia. Merupakan solusi pembayaran cepat yang memberi
kemudahan nasabah dalam bertransaksi tanpa harus memiliki rekening di
bank.
c. JASA TAKSIRAN
Yaitu pemberian pelayanan terhadap masyarakat yang ingin mengetahui
seberapa besar nilai sesungguhnya dari barang yang dimiliki seperti emas,
berlian, batu permata dan lainnya.Biaya dikenakan 1% dari harga taksiran.
d. JASA TITIPAN
Layanan kepada nasabah yang ingin menitipkan barang berharga yang
dimilikinya seperti perhiasan emas, berlian, surat berharga, maupun kendaraan
bermotor dengan biaya terjangkau.
F. Mekanisme Pegadaian Syariah
Mekanisme operasional Pegadaian Syariah dapat digambarkan sebagai
berikut: melalui akad rahn, nasabah menyerahkan barang bergerak dan
kemudian pegadaian menyimpan dan merawatnya ditempat yang telah
disediakan oleh pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan
adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat
penyimpanan, biaya perawatan, dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas
dasar ini dibenarkan bagi pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah
sesuai jumlah yang disepakati oleh kedua belah pihak. Pegadaian syariah akan
memperoleh keuntungan hanya dari bea sewa tempat yang dipungut bukan
40
tambahan berupa bunga atau sewa modal yang diperhitungkan dari uang
pinjaman. Sehingga disini dapat dikatakan proses pinjam meminjam uang
hanya sebagai “ lipstick “yang akan menarik minat konsumen untuk
menyimpan barangnya di pegadaian.29
Gambar Ilustrasi Mekanisme Pegadaian Syariah
Arta geraknya
Untuk dapat memperoleh layanan dari Pegadaian Syariah, masyarakat
hanya cukup menyerahkan harta geraknya (emas, berlian, kendaraan, dan lain-
lain) untuk dititipkan disertai dengan fotocopy tanda pengenal. Kemudian staf
penaksir akan menentukan nilai taksiran barang bergerak tersebut yang akan
dijadikan seebagai patokan perhitungan pengenaan sewa simpanan (jasa simpan)
29
Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuanagan Islam :Tinjauan Teoritis dan
Praktis,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010) Edisi ke 1, Cet ke 1, h. 280
Marhun Bih
( Hutang )
Rahiin
Murtahin
( Pegadaian )
Marhun
( Barang )
2. Pemberian hutang
1. Akad Transaksi
3. Penyerahan Marhun
41
dan plafon uang pinjaman yang dapat diberikan. Taksiran barang ditentukan
berdasarkan nilai intrinsik dan harga pasar yang telah ditetapkan oleh Perum
Pegadaian.Maksimum uang pinjaman yang dapat diberikan adalah 90% dari nilai
taksiran barang.
Setelah melalui tahapan ini, Pegadaian Syariah dan nasabah melakukan
akad dengan kesepakatan:
1. Jangka waktu penyimpanan barang dan pinjaman ditetapkan selama
maksimum empat bulan.
2. Nasabah bersedia membayar jasa simpan sebesar Rp. 90,- (Sembilan
puluh rupiah) dari kelipatan taksiran Rp. 10.000,- per 10 hari yang
dibayar bersamaan pada saat melunasi pinjaman.
3. Membayar biaya administrasi yang besarnya ditetapkan oleh pegadaian
pada saat pencairan uang pinjaman.
Nasabah dalam hal ini diberikan kelonggaran untuk :30
a. Melakukan penebusan barang/pelunasan pinjaman kapanpun sebelum
jangka waktu empat bulan.
b. Mengangsur uang pinjaman dengan membayar terlebih dahulu jasa
simpan yang sudah berjalan ditambah bea administrasi.
c. Atau hanya membayar jasa simpannya saja terlebih dahulu jika pada
saat jatuh tempo nasabah belum mampu melunasi pinjaman uangnya.
30
Nurul Huda Mohamad Heykal, Lembaga Keuanagan Islam :Tinjauan Teoritis dan
Praktis,(Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010) Edisi ke 1, Cet ke 1, h. 282
42
Jika nasabah sudah tidak mampu melunasi hutang atau hanya membayar
jasa simpan, maka Pegadaian Syariah melakukan eksekusi barang jaminan
dengan cara dijual, selisih antara nilai penjualan dengan pokok pinjaman, jasa
simpan dan pajak merupakan uang kelebihan yang menjadi hak nasabah.
Nasabah diberi kesempatan selama satu tahun untuk mengambil uang kelebihan
itu, dan jika dalam satu tahun ternyata nasabah tidak mengambil uang tersebut,
Pegadaian Syariah akan menyerahkan uang kelebihan kepada Badan Amil Zakat
sebagai ZIS.
Aspek Islam tidak hanya menyentuh bagian operasionalnya saja,
pembiayaan kegiatan dan pendanaan bagi nasabah, harus diperoleh dari sumber
yang benar-benar terbebas dari unsur riba. Dalam hal ini seluruh kegiatan
Pegadaian Syariah termasuk dana yang kemudian disalurkan kepada nasabah,
murni berasal dari modal sendiri ditambah dana pihak ketiga dari sumber yang
dapat dipertanggungjawabkan. Pegadaian telah melakukan kerjasama dengan
lembaga keuangan syariah untuk mem-backup modal kerja.
G. Pemanfaatan Barang Gadai
Para ulama sepakat mengatakan bahwa barang yang dijadikan barang
jaminan tidak boleh dibiarkan begitu saja, tanpa menghasilkan sama sekali,
karena tindakan itu termasuk tindakan yang menyia-nyiakan harta yang dilarang
Rasulullah SAW. Akan tetapi, bolehkah pihak pemegang barang jaminan
43
memanfaatkan barang jaminan itu, sekalipun mendapat izin dari pemilik barang
jaminan ?dalam hal ini terjadi perbedaan pendapat para ulama.31
1. Pendapat Ulama Syafi‟iyah
Artinya : Manfaat yang diperoleh dari barang gadaian atau mengambil
manfaat dengan barang gadaian, semuanya hak yang menggadaikan,
walaupun barang gadaian itu dibawah tangan yang menerima gadai.
Maka ketika diambil manfaat dari barang itu, dikembalikan dahulu
kepada yang menggadaikan, terkecuali kalau mungkin dihasilkan
manfaatnya dibawah tangan yang menerima gadai. Jika yang menerima
gadai tidak percaya akan dikembalikan lagi barang itu kepadanya,
hendaklah diadakan saksi ketika dikembalikan sebentar itu.32
Ulama syafi‟iyah berpendapat, sekalipun pemilik barang itu
mengizinkannya, pemegang barang jaminan tidak boleh memanfaatkan
barang jaminan itu.Karena apabila barang jaminan itu dimanfaatkan, maka
hasil pemanfaatan itu merupakan riba yang dilakukan syara‟, sekalipun
diizinkan dan diridhai pemilik barang. Bahkan menurut mereka, ridha dan
izin dalam hal ini lebih cenderung dalam keadaan terpaksa, karena
khawatir tidak akan mendapatkan uang yang akan dipinjam itu.
2. Pendapat Ulama Mazhab Imam Malik
31
Harun Nasrun. Fiqh Muamalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama , 2007 ),h.256 32
Abdurrahhman Al-Jaziri, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arabaah, ( Beirut : Daar al Ihya
Al Turats al Arabi, 1991 ), Jilid 3, h.187
44
Ulama mazhab Imam Malik berpendapat bahwa penerima gadai tidak
boleh menerima gadai, jika gadai itu terjadi disebabkann oleh qardh
( hutang-piutang ) sebagaimana dijelaskan dalam kitab Fiqh Al-Muamalah
„Ala Mazhab Imam Malik :
Artinya : “ Tidak boleh mengsyaratkan pengambilan manfaat pada gadai
qardg ( hutang ), karena akan menyebabkan pinjaman yang menarik
manfaat, dan perbuatan seperti itu tidak boleh ( dilarang )”.33
Mereka juga berpendapat bahwa penerima gadai boleh memanfaatkan
barang barang gadai dengan syarat-syarat tertentu, mereka mengemukakan
tiga syarat, yaitu
1) Bahwa pinjaman itu dibayarkan tidak atas sifat qardh, tetapi untuk
urusan dagang, contohnya : seseorang menjual sebidang tanah kepada
seseorang dengan harga yang akan dibayar dalam batas waktu tertentu
dan menerima suatu tanggungan untuk harga tanah tersebut,(ini
dianggap sebagai suatu pinjaman).
2) Bahwa faedah atau kegunaan itu dijadikan syarat sewaktu pinjaman
dilakukan dengan pemegang gadai.
3) Waktu atau kegunaan yang demikian telah ditetapkan dengan jelas.34
33
Hasan Kamil Al-Mathluwi, Fiqh Al-Muamalah „ala Mazhab al Imam Malik, ( Kairo : Al-
Majli al „A‟la li asy-Syu‟un al-Islamiyah, tth), h.157 34
Teungku Muhammad Hasbi As Siddieqi, Hukum-Hukum Fiqh Islam, (Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra, 1997) Cet ke-1 h.371
45
3. Pendapat Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal
Ulama Mazhab Imam Ahmad bin Hanbal mengatakan :
Artinya : “ barang gadaian dapat berupa hewan yang dapat ditunggangi
atau dapat diperah susunya atau bukan berupa hewan, apabila barang
berupa hewan tunggangan atau perahan maka penerima gadai boleh
memanfaatkan dengan menunggang atau memerah susunya tanpa seizin
dari pemiliknya (pemberi gadai) berdasarkan biaya yang telah
dikeluarkan penerima gadai. Dan penerima gadai harus memanfaatkan
barang gadaian dengan adil (sesuai dengan biaya yang dikeluarkan)”35
Ulama Mazhab Hanbali juga membolehkan penerima gadai untuk
memanfaatkan hewan yang tidak ditunggangi dan tidak diperah susunya
dengan seizin pemberi gadai, tanpa adanya penggantian dengan ketentuan
akad gadai bukan qardh.Tetapi jika akad tersebut berdasarkan qardh,
maka penerima gadai dilarang memanfaatkan barang itu walaupun seizin
pemberi gadai.
35
Al-Imam Al Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, shahih bukhari (
Beirut, Maktabah Ashiriyah, 1997 ), Jilid 2, h.757
46
4. Pendapat Ulama Mazhab Imam Abu Hanifah
Ulama Mazhab Hanafi mengatakan :
Artinya : “ Tidak boleh bagi pemberi gadai untuk memanfaatkan
barang gadaian dengan cara bagaimanapun kecuali atas seizin
penerima gadai”.
Adapun ulama Hanafiyah mengatakan apabila barang jaminan itu
hewan ternak, maka pihak pemberi piutang (pemegang barang jaminan)
boleh memanfaatkan hewan itu apabila mendapat izin dari pemilik
barang.
Dari pendapat para ulama fiqh diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perbedaan pendapat yang terjadi disebabkan oleh perbedaan pemahaman
terhadap hadits nabi SAW.
Nasrun Harun menyatakan pendapatnya pada bukunya yang berjudul
fiqh muamalah.Beliau menyatakan bahwa ar-rahn yang dikemukakan
para ulama fiqh klasik hanya bersifat pribadi.Artinya, utang piutang itu
hanya terjadi antara seorang yang memerlukan dengan seorang yang
memiliki kelebihan harta.Di zaman sekarang, sesuai dengan
perkembangan dan kemajuan ekonomi, ar-rahn tidak saja berlaku antar
pribadi, melainkan juga antara pribadi dengan lembaga-lembaga
keuangan, seperti bank.Untuk mendapatkan kredit dari lembaga
keuangan, pihak bank juga menuntut barang jaminan yang boleh
47
dipegang bank sebagai jaminan atas kredit itu.Barang jaminan ini, dalam
istilah bank disebut dengan Personal Guarantee.Personal Guarantee ini
sejalan dengan al-marhun yang berlaku dalam akad al-rahn.Yang
dibicarakan para ulama klasik.Perbedaannya hanya terletak pada
pembayaran hutang yang ditentukan oleh bank.Kredit dibank, biasanya
harus dibayar sekaligus dengan bunga uang yang ditentukan oleh bank.
Oleh sebab itu, jumlah uang yang harus dibayar orang yang berhutang
akan lebih besar dari uang yang dipinjam dari bank. Dengan demikian,
Mustafa Az-Zarqa, persoalan utang (bunga bank) yang berlaku di bank
yang mewajibkan adanya Personal Guarantee, terkait dengan
penambahan hutang.Persoalan ini, oleh ulama fiqh, dibahas dalam
persoalan riba, yaitu apakah bunga sebagai tambahan hutang dibank itu
termasuk riba atau tidak.
48
H. Struktur Organisasi
DEWAN PENGAWAS
Bambang Prajitno,
Raksakamahi, Kentut Sethyon,
Djoko Hendratto, Wiranto
DIREKTUR UTAMA
Chandra Pratama
DIREKTUR
KEUANGAN
Budiyanto
DIREKTUR OPERASI
Moch Edi Prayitono
DIREKTUR
PENGEMBANGA
N USAHA
Wassir Djuhar
DIREKTUR UMUM
DAN SDM
Sumanto Hadi
DIVISI
AKUNTANSI
DIVISI
TRESURI
DIVISI GADAI
USAHA
DIVISI USAHA
LAIN
DIVISI SYARIAH
DIVISI LITBANG
&PEMASARAN
DIVISI
MANAJEMEN
RESIKO
DIVISI
TEKNOLOGI
INFORMASI
DIVISI SDM
DIVISI
LOGISTIK
DIVISI
DIKLAT
KEPALA SPI KANTOR WILAYAH SEKRETARIS
PERUSAHAAN
KANTOR CABANG
GADAI
KANTOR CABANG
SYARIAH
49
BAB IV
ANALISA PEMBAHASAN
A. Jual Beli Emas Secara Kredit Menurut Perspektif Hukum Islam
Membeli barang dengan angsuran atau agunan adalah salah satu pemandangan
yang lazim ditemui di masyarakat Indonesia dan sebagian negara lain. Praktik
jual beli dengan sistem itu dianggap sebagai cara alternatif memperoleh sesuatu
yang diinginkan secara mudah dan ringan.
Tetapi, timbul persoalan tatkala barang yang dijadikan objek komersial itu ialah
emas dan perak.Praktik muamalat jual beli keduanya yang dilakukan secara non-
tunai di masa Rasulullah, tidak diperbolehkan
Emas merupakan salah satu investasi yang menarik dikalangan
masyarakat saat ini. Akan tetapi pada mekanismenya terdapat banyak perbedaan
pendapat dikalangan para ulama. Mengenai kebolehan jual beli emas secara tidak
tunai, terdapat perbedaan pendapat antara lain:
1. Menurut Syaikh „Al Jumu‟ah, mufti al-Diyar al-Mishriyah, al-Kalim al-
Thayyib Fatwa „Ashriyah, al-Qahirah: Dar al-Salam, 2006, h. 136:
50
Boleh jual beli emas dan perak yang telah dibuat atau disiapkan untuk
dibuat dengan angsuran pada saat ini di mana keduanya tidak lagi diperlakukan
sebagai media pertukaran di masyarakat dan keduanya telah menjadi barang
(sil‟ah) sebagaimana barang lainnya yang diperjualbelikan dengan pembayaran
tunai dan tangguh. Pada keduanya tidak terdapat gambar dinar dan dirham yang
dalam (pertukarannya) disyaratkan tunai dan diserahterimakan sebagaimana
dikemukakan dalam hadist riwayat Abu Sa‟id al-Khudri bahwa Rasulullah saw
bersabda: “Janganlah kalian menjual emas dengan emas kecuali dengan ukuran
yang sama, dan janganlah menjual emas yang gha‟ib (tidak diserahkan saat itu)
dengan emas yang tunai.” (HR. al-Bukhari).Hadist ini mengandung „illat bahwa
emas dan perak merupakan media pertukaran dan transaksi di masyarakat.Ketika
saat ini kondisi itu telah tiada, maka tiada pula hukum tersebut karena hukum
berputar (berlaku) bersama dengan „illatnya, baik ada maupun tiada.
51
Atas dasar itu, maka tiada larangan syara‟ untuk menjualbelikan emas
yang telah disiapkan untuk dibuat dengan angsuran.36
2. Menurut Dr. Khalid Muslih dalam Hukmu Ba‟i al-Dzahab bi al-Nuqud bi al-
Taqsith:37
36
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Syaikh „Ali
Jumu‟ah, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 4-5 37
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih,
lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 5
52
Secara global terdapat dua pendapat ulama tentang jual emas dengan
uang kertas secara angsuran:39
Pendapat pertama: haram: ini adalah pendapat mayoritas ulama, dengan
argumen (istidlal) berbeda-beda. Argumen paling menonjol dalam pendapat ini
adalah bahwa uang kertas dan emas merupakan tsaman (harga, uang): sedangkan
tsaman tidak boleh diperjualbelikan kecuali secara tunai. Hal ini berdasarkan
hadist „Ubadah bin al-Shamit bahwa Nabi saw bersabda, Jika jenis (harta ribawi)
ini berbeda, maka jualbelikanlah sesuai kehendakmu apabila dilakukan secara
tunai.
Pendapat kedua: boleh (jual beli emas dengan angsuran). Pendapat ini di
dukung oleh sejumlah fuqaha masa kini: di antara yang paling menonjol adalah
Syekh Abdurrahman As-Sa‟di. Meskipun mereka berbeda dalam memberikan
argumen (istidhlal) bagi pandangan tersebut, hanya saja argumen yang menjadi
landasan utama mereka adalah pendapat yang dikemukakan oleh Syeikh al-
Islami Ibnu Taymiyah dan Ibnu Qayyim mengenai kebolehan jual beli perhiasan
(terbuat emas) dengan emas, dengan pembayaran tangguh. Mengenai hal ini Ibnu
Taymiyyah menyatakan dalam kitab al-Ikhtiyarat (lihat „Ala‟ al-Din Abu al-
38
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih,
lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai , h. 5- 6 39
op.cit, h. 6
53
Hasan al-Ba‟liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al-Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn
Taimiyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqomah, 2005, h. 146)
“Boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan
jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya
dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu
dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama
perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (uang).
Ibnu Qayyim menjelaskan lebih lanjut: “Perhiasan (dari emas atau perak)
yang diperbolehkan, karena pembuatan (menjadi perhiasan) yang diperbolehkan,
berubah statusnya menjadi jenis pakaian dan barang, bukan merupakan jenis
harga (uang). Oleh karena itu, tidak wajib zakat atas perhiasan (yang terbuat dari
emas atau perak) tersebut, dan tidak berlaku pula riba (dalam pertukaran atau jual
beli), sebagaimana tidak berlaku riba (dalam pertukaran atau jual beli) antara
harga (uang) dengan barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama. Hal
itu karena dengan pembuatan (menjadi perhiasan) ini, perhiasan (dari emas)
tersebut telah keluar dari tujuan sebagai harga (tidak lagi menjadi uang) dan
bahkan telah dimaksudkan untuk perniagaan. Oleh karena itu, tidak ada larangan
untuk memperjualbelikan perhiasan emas dengan jenis yang sama...”.40
40
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Ulama Khalid Muslih,
lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 7
54
3. Menurut Syaikh „Abd al-Hamid Syauqiy al-Jibaly dalam Bai‟ al-Dzahab bi
al-Taqsith:41
-أ
-ب
-ت
-ث
41
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al-Hamid
Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 7
55
Mengenai hukum jual beli emas secara angsuran, ulama berbeda
pendapat sebagai berikut:42
a. Dilarang; dan ini pendapat mayoritas fuqaha, dari mazhab Hanafi, Maliki,
Syafi‟i, dan Hambali.
b. Boleh; dan ini pendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan ulama
kontemporer yang sependapat.43
Ulama yang melarang mengungkapkan dalil dengan keumuman
hadist-hadist tentang riba‟, yang antara lain menegaskan: “Janganlah engkau
menjual emas dengan emas, dan perak dengan perak, kecuali secara tunai.”
Mereka menyatakan, emas dan perak adalah tsaman (harga, alat
pembayaran, uang), yang tidak boleh dipertukarkan secara angsuran maupun
tangguh, karena hal itu menyebabkan riba‟.
Sementara itu, ulama yang mengatakan boleh mengemukakan dalil
sebagai berikut:
a. Bahwa emas dan perak adalah barang (sil‟ah) yang dijual dan dibeli
seperti halnya barang biasa, dan bukan lagi tsaman (harga, alat
pembayaran, uang).
b. Manusia sangat membutuhkan untuk melakukan jual beli emas. Apabila
tidak diperbolehkan jual beli emas secara angsuran, maka rusaklah
kemaslahatan manusia dan mereka akan mengalami kesulitan.
42
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al-Hamid
Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 8 43
ibid
56
c. Emas dan perak setelah dibentuk menjadi perhiasan berubah menjadi
seperti pakaian dan barang, dan bukan merupakan tsaman (harga, alat
pembayaran, uang). Oleh karenanya tidak terjadi riba‟ (dalam pertukaran
atau jual beli) antara perhiasan dengan harga (uang), sebagaimana tidak
terjadi riba‟ (dalam pertukaran atau jual beli) antara harga (uang) dengan
barang lainnya, meskipun bukan dari jenis yang sama.
d. Sekiranya pintu (jual beli emas secara angsuran) ini ditutup, maka
tertutuplah pintu utang piutang, masyarakat akan mengalami kesulitan
yang tidak terkira.44
4. Pendapat As-Syaikh Nashirudin Al Albani dalam kitab Al-hadits As-shahihah Jilid 5
hal. 419-427 no.2326
Dalam kitab As-Shahihah jilid 5, terbitan Maktabah Al Ma‟arif
Riyadh, hadits no. 2326 tentang “Jual Beli dengan Kredit”, beliau
menyebutkan adanya tiga pendapat di kalangan para ulama. Yang rajih (kuat)
adalah pendapat yang tidak memperbolehkan menjual dengan kredit apabila
harganya berbeda dengan harga kontan (yaitu lebih mahal). Hal ini
sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih dari Abi Hurairah yang
diriwayatkan oleh An Nasa‟i dan At Tirmidzi, bahwa Rasulullah melarang
transaksi jual beli (2 harga) dalam satu transaksi jual beli.45
44
Sebagaimana dikutip oleh Dewan Syariah Nasional dari pendapat Syaikh „Abd al-Hamid
Syauqiy al-Jibaliy, lihat Fatwa DSN tentang jual beli emas secara tidak tunai, h. 8-9
45 As-Syaikh Nashirudin Al Albani, Silsilah Alhadits Ash-Shohihah, ( Riyadh : Maktabah al-
ma‟arif) jilid 5 hal. 419-427 no. 2326.
57
Dari Abu Huroiroh dari Rasulullah bahwasannya beliau melarang dua
transaksi jual beli dalam satu transaksi jual beli.”(HR. Turmudli 1331, Nasa‟I
7/29, Amad 2/432, Ibnu Hibban 4973 dengan sanad hasan)
As Syaikh Al Albani menjelaskan, maksud larangan dalam hadits tersebut
adalah larangan adanya dua harga dalam satu transaksi jual beli, seperti
perkataan seorang penjual kepada pembeli: Jika kamu membeli dengan kontan
maka harganya sekian, dan apabila kredit maka harganya sekian (yakni lebih
tinggi).
B. Mekanisme Jual Beli Emas Secara Kredit di Pegadaian Syariah
Logam mulia memiliki berbagai aspek yang menyentuh kebutuhan manusia,
selain memiliki nilai estetis yang tinggi juga merupakan jenis investasi yang
nilainya stabil, likuid dan aman secara riil.
Dalam rangka memfasilitasi kebutuhan masyarakat, pegadaian syariah
menawarkan produk MULIA dimana pegadaian syariah menjual emas batangan
secara tunai maupun kredit dengan jangka waktu tertentu, fleksibel dengan akad
murabahah dan rahn.
Dalam mekanisme pembiayaan MULIA adalah pegadaian syariah membiayai
pembelian barang berupa emas batangan yang dipesan oleh nasabah atau pembeli
kepada supplier. Pembelian barang oleh nasabah dilakukan dengan sistem
pembayaran tangguh. dalam praktiknya, pegadaian membelikan barang yang
diperlukan nasabah atas nama pegadaian. Pada saat yang bersamaan, pegadaian
menjual barang tersebut kepada nasabah dengan harga pokok ditambah sejumlah
58
keuntungan untuk dibayar oleh nasabah dalam jangka waktu tertentu. Kemudian
emas tersebut dijadikan jaminan untuk pelunasan sisa hutang nasabah kepada
pihak Pegadaian Syariah. Setelah semua sisa hutang nasabah lunas,maka emas
logam mulia beserta dokumennya diserahkan kepada nasabah.
Alur Pembiayaan MULIA
1 2
4 3
Keterangan :
1. Nasabah melakukan akad jual beli dengan pihak pegadaian
bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli
melakukan negosiasi
2. Pegadaian melakukan pembelian barang ke supplier sesuai pesanan
pembeli
3. Supplier mengirimkan barang ke pihak pegadaian
Nasabah Pegadaian supplier
59
4. Pegadaian menyerahkan barang pesanan nasabah apabila
pembayaran telah lunas.
Persyaratan MULIA
1. Menyerahkan Fotocopy KTP/Identitas resmi
2. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga
3. Mengisi Formulir Aplikasi Mulia
4. Menyerahkan uang muka
5. Menandatangani akad MULIA
Adapun prosedur pembiayaan MULIA adalah sebagai berikut :
1. Nasabah datang ke Pegadaian Syariah untuk melakukan jual beli emas
logam mulia dengan pembiayaan MULIA
2. Nasabah menyerahkan ktp dan kartu keluarga
3. Petugas menyerahkan formulir persetujuan pembiayaan MULIA
4. Nasabah menyerahkan uang muka sebesar 25% dari harga emas
5. Apabila pembayaran dilakukan secara angsur, maka petugas
menyerahkan form perjanjian akad MULIA yang didalamnya meliputi
dua akad yaitu murabahah dan akad rahn
6. Kedua belah pihak menandatangani perjanjian dan logam mulia akan
diterima nasabah setelah nasabah melunasi hutang pembeliaannya.
60
Komponen-komponen yang diperhitungkan dalam pembelian emas
secara kredit di pegadaian syariah adalah sebagai berikut
1. Harga
Dalam hal ini, harga yang dimaksud adalah harga perolehan dari
emas batangan yang akan kita beli. Acuan harga yang digunakan
oleh pegadaian syariah adalah harga dari PT ANTAM.Pada
prinsipnya, ketika kita melakukan pembelian secara kredit,
sebenarnya pihak pegadaian syariah langsung membelikan emas
batangan di ANTAM. Pihak pegadaian syariah akan menutup
kekurangan dana terlebih dahulu dan menyimpan emas yang mereka
beli. Emas tersebut baru akan diserahkan kepada kita pada saat kita
berhasil melunasi pembayaran.
2. Margin
Margin merupakan keuntungan yang menjadi hak pihak pegadaian
syariah atas jasa meminjamkan sebagian dana kepada kita untuk
membeli emas batangan. Jika pembelian secara tunai, besar margin
keuntungan yang menjadi hak pihak pegadaian syariah adalah 3%
dari harga perolehan. Jika kita membeli secara kredit, besar margin
yang disyaratkan pegadaian syariah adalah 6% untuk jangka waktu
pinjaman dana selama 6 bulan dan 12% untuk jangka waktu
pinjaman dana selama 12 bulan.
61
3. Biaya Administrasi
Biaya administrasi merupakan biaya yang dibebankan kepada
nasabah oleh pegadaian syariah sebesar Rp.50.000 ribu untuk setiap
transaksi.
4. Pembayaran Awal (DP)
awal ini menunjukan keseriusan kita dalam mengajukan
pembiayaan. Dalam kasus pembelian emas batangan ini, besarnya
pembayaran awal sebesar 25% dari harga perolehan ditambah biaya
administrasi.
5. Angsuran
Angsuran adalah sejumlah dana yang harus kita bayarkan secara
rutin tiap bulan untuk melakukan usaha pelunasan dari emas
batangan yang telah kita beli. Angka angsuran ini kita dapatkan dari
besarnya biaya perolehan dikurangi dengan DP kemudian dibagi
dengan jangka waktu yang kita inginkan.Jangka angsuran yang bisa
kita pilih untuk melakukan pembelian emas batang secara kredit di
pegadaian syariah adalah 6 bulan atau 12 bulan.
Simulasi Pembelian MULIA
Nasabah membeli 1 keping logam mulia ( emas ) seberat 5 gram
dengan asumsi harga Rp. 2.605.000, maka :
62
Pembelian Secara Tunai
Harga beli + margin+ biaya administrasi
= 2.605.000 + ( 2.605.000 x 3% = 78.150 ) + 50.000
= 2.605.000+ 78.150+ 50.000
=2.733.150
Pembelian Secara Kredit
= 2.605.000 + ( 2.605.000 x 6% = 156.300 )
= 2.605.000+ 156.300
= 2.761.300
Uang muka 25 % = 690.325
Biaya Administrasi = 50.000 +
Pembayaran Awal = 740.325
Sisa = 2.761.300 – 690.325 = 2.070.975
Angsuran perbulan = 2.070.975 : 6 = 345.054,17 ( asumsi murabahah
emas selama 6 bulan)
C. ANALISA
Dari data-data yang ada, maka penulis menganalisa tentang mekanisme
jual beli emas secara kredit di Pegadaian Syariah. Dalam hal ini yaitu Pegadaian
Syariah cabang Daan Mogot yaitu sebagai berikut :
63
Emas sudah digunakan sebagai barang investasi semenjak berpuluh-puluh
tahun yang lalu. Nilainya yang kebal akan inflasi dan cenderung naik setiap
tahunnya membuat orang-orang yang menyukai investasi akan melirik emas
sebagai objeknya. Apalagi perawatan emas cukup mudah dan bisa digunakan juga
sebagai perhiasan.
Jual beli emas saat ini cukup banyak diminati oleh masyarakat, banyaknya
lembaga-lembaga yang bersaing menjual belikan produk emas baik secara kredit
maupun cicilan dengan harga yang relatif terjangkau, begitupun halnya dengan
pegadaian syariah yang memiliki produk unggulan berupa MULIA (Murabahah
Emas Logam Mulia Investasi Abadi ) yang dalam pembayarannya dapat dicicil
selama maksimal 36 bulan.
Mengenai kebolehan murabahah emas secara kredit penulis sependapat
dengan Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim dan Ulama kontemporer yang sependapat
bahwa emas dan perak adalah barang sil‟ah yang dijual dan dibeli seperti halnya
barang biasa, dan bukan lagi tsaman( harga), karena melihat kondisi sekarang
bahwa emas tidak lagi sebagai alat tukar melainkan barang.
Adapun mekanisme dan prosedur terhadap pembiayaan murabahah emas
yang berlangsung di Pegadaian Syariah adalah telah sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan oleh hukum Islam serta peraturan Bank Indonesia, sebab tidak
terlihat adanya pelanggaran terhadap prinsip-prinsip yang telah tertera pada
64
pengajuan pembiayaan yang sudah ditetapkan oleh pihak pegadaian, sehingga
tercapainya akad kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu antara pihak
pegadaian syariah dengan nasabah.
65
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dari bab-bab terdahulu dapat disimpulkan bahwa :
1. Jual Beli emas secara kredit menurut perspektif hukum Islam terdapat 2
pendapat:
a. Dilarang :pendapat ini didukung oleh pendapat mayoritas fuqaha, dari
mazhab Hanafi, Maliki, Syafi‟i, dan Hambali serta pendapat As-Syaikh
Nashirudin Al Albani
b. Boleh:pendapat ini didukung olehpendapat Ibnu Taimiyah, Ibnu
Qayyim dan ulama kontemporer yang sependapat;
Ulama yang melarang berpendapat bahwa emas dan perak adalah
tsaman (harga, alat pembayaran, uang), yang tidak boleh dipertukarkan
secara angsuran maupun tangguh, karena hal itu menyebabkan riba.
Sedangkan ulama yang membolehkan berpendapat bahwa jual beli emas
boleh dilakukan baik secara tunai maupun kredit asalakan keduanya tidak
dimaksudkan sebagai tsaman ( harga ) melainkan sil‟ah ( barang )
2. Mekanisme Jual Beli Emas Secara Kredit Di Pegadaian SyariahPersyaratan
MULIA
a. Menyerahkan Fotocopy KTP/Identitas resmi
b. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga
c. Mengisi Formulir Aplikasi Mulia
66
d. Menyerahkan uang muka
e. Menandatangani akad MULIA
B. SARAN
Dari hasil analisis yang dilakukan penulis, penulis memberikan saran kepada
Pegadaian Syariah untuk menyamakan margin/keuntungan yang didapat dari jual
beli emas yang dilakukan secara kredit maupun tunai.
semoga saran yang dituangkan penulis dapat membantu dalam permasalahan
yang timbul pada pembiayaan murabahah emas ini.
75
DAFTAR PUSTAKA
Al-quran dan Terjemahannya
Al-Hadits
Mardani, Fiqh Ekonomi Syariah : Fiqh Muamalah,, Jakarta : Kencana Prenada Media
Group, 2012
Nasrun, Harun, Fiqh Muamalah, Jakarta : Gaya Media Pratama, 2007
Antonio, Syafi‟I, Bank Syariah : dari Teori ke Praktik, Jakarta : Gema Insani, 2001
Rahman Ghazaly, Abdul, Fiqh Muamalah,Kencana Prenada Media Group, 2010
Lathief, AH Azharuddin, Fiqh Muamalah, Jakarta : UIN Jakarta Press, 2005
Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta : Balai Pustaka, 2002
Widjaja, Gunawan, Kartini Muljadi, Jual Beli, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada,
2004
Suhendi, Hendi, Fiqh Muamalah, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2004
Rachman F, Maya F, Manajemen Perkreditan Bank Umum : Teori Masalah
Kebijakan dan Aplikasinya, Bandung: Alfabeta, 2013
Arthesa, Desi, Bank dan Lembaga Keuangan Bukan Bank, Jakarta : PT. Indeks
Kelompok Gramedia,2006
Muslehuddin, Muhammad, Sistem Perbankan dalam Islam, Jakarta : PT. Rineka
Cipta, 2004
76
Al Albani, As-Syaikh Nashirudin, Silsilah Alhadits Ash-Shohihah, Riyadh :
Maktabah al-ma‟arif
Gozali, Ahmad, Serba Serbi Kredit Syariah : Jangan Ada Bunga diantara Kita,
Jakarta : PT. Elex Media Koputindo, 2005
K Lubis, Sahruwardi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta : Sinar Grafika, 2000
Ahmad, Al-Amien, Jual Beli Kredit : Bagaimana Hukumnya ?, Jakarta: Gema Insani
Press, 1998
Suyatno, Thomas H.A Chalik, Made Sukada, Dasar Dasar Perkreditan, Jakarta : PT.
Gramedia Pustaka Utama, 2007
Fatwa Dewan Syariah Nasional No: 77/DSN-MUI/V/2010 Tentang Jual-Beli Emas
Secara Tidak Tunai
Hasbi As Siddieqi, Teungku Muhammad, Hukum Hukum Fiqh Islam, Semarang : PT.
Pustaka Rizki Putra, 1997
Syaikh Isa bin Ibrahim Adduwaisy, Jual Beli Yang Diperbolehkan
Harun, Hazniel, Hukum Perjanjian Kredit, Yogyakarta : Tritura , 1989
Tjiptono. Fandi, Pemasaran Jasa, Jawa Timur : Banyumedia Publishing, 2005
J Bruno, Frank,Kamus Istilah Kunci Psikologi, Yogyakarta: Kanisius, 1989
M. Abdul Mujieb Mabruri Tholhah Syafi‟ah AM, Kamus Istilah Fiqh, Jakarta :
PT.Pustaka Firdaus, 1994
Mohamad Heykal, Nurul Huda, Lembaga Keuangan Islam : Tinjauan Teoritis dan
Praktis, Jakarta : Kencana Prenada Media Group, 2010
77
Al-Imam Al-Hafidh Abi Abdillah Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Shahih
Bukhari, Beirut : Maktabah Ashriya, 1997
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab Al-Fiqh „Ala Mazahib Al-Arabah, Beirut : Daar al
Ihya Al Turats Al Arabi, 1991
www.pegadaian.co.id
Al Mathluwi, Hasan Kamil, Fiqh Al Muamalah„ala Mazhab Al Imam Malik, Kairo :
Al Majli Al „ala li asy syu‟un Al Islamiyah,tth
Wawancara Pribadi dengan Tri Hartati Manajer Cabang Pegadaian Syariah Daan
Mogot-Tangerang.Tangerang. 16 September 2013.
78
Pertanyaan kepada Pegadaian Syariah mengenai Murabahah Emas Logam
Mulia Investasi Abadi (MULIA)
Tempat : Pegadaian Syariah
Jl. Tampak Siring Blok K5-H/5 Daan Mogot
Hari & Tanggal : Senin, 16 September 2013
Pewawancara : Aida Rachman
Narasumber : Ibu Tri Hartati, Pimpinan Cabang
1. Produk-produk apa saja yang ditawarkan oleh Pegadaian Syariah Syariah?
a. Produk Pembiayaan, terdiri dari :
1) MULIA
2) AR-RAHN
3) ARRUM
4) KRASIDA
5) KRASIDA
6) KREASI
b. Produk Jasa, terdiri dari :
1) KUCICA
2) MULTI PEMBAYARAN ONLINE
3) JASA TAKSIRAN
4) JASA TITIPAN
79
c. Apa akad yang digunakan dalam pembiayaan MULIA di Pegadaian
Syariah?
Mengenai akad yang terjadi dalam pembiayaan MULIA, kami
menggunakan akad Murabahan dan rahn,
d. Bagaimana mekanisme dan prosedur mengenai jual beli emas yang
terdapat di Pegadaian Syariah ini?
6. Menyerahkan Fotocopy KTP/Identitas resmi
7. Menyerahkan Fotokopi Kartu Keluarga
8. Mengisi Formulir Aplikasi Mulia
9. Menyerahkan uang muka
10. Menandatangani akad MULIA
e. Dalam transaksi yang mengandung risiko tinggi seperti transaksi jual beli
emas (MULIA) ini, apakah Pegadaian Syariah menetapkan jaminan
kepada nasabah?
Mengenai jaminan terhadap transaksi jual beli emas (MULIA) ini,
dalam praktiknya Pegadaian Syariah memang menggunakan jaminan/
agunan, dimana emas yang sudah dibeli oleh pihak pegadaian tidak
langsung diberikan kepada nasabah melainkan disimpan sampai sisa
hutang pembiayaan MULIA telah diselesaikan.
f. Mengenai target konsumen yang dicapai, kepada siapa produk MULIA ini
ditujukan?
80
Mengenai segmentasi pasar yang dituju, pada umumnya produk
MULIA ini ditujukan untuk semua kalangan masyarakat hanya saja yang
lebih ditekankan adalah kepada masyarakat yang berpenghasilan tetap
(karyawan/ pegawai) atau pengusaha.
g. Apa saja strategi yang dilakukan oleh Pegadaian Syariah dalam rangka
menjalankan promosi terhadap peningkatan MULIA ini?
Mengenai strategi yang dijalankan oleh Pegadaian Syariah
diantaranya adalah dengan melakukan Open Table yaitu dengan membuka
Stand Pendaftaran Pegadaian Syariah pada event-event tertentu juga
melalui media internet yang sifatnya melayani masyarakat umum juga
memberikan kemudahan kepada masyarakat. Melalui strategi ini
diharapkan akan mendatangkan calon nasabah yang tertarik kepada
Pegadaian Syariah pada umumnya, dan para nasabah yang tertarik dengan
investasi dalam bentuk emas (logam mulia) khususnya.
Pewawancara Narasumber
Aida Rachman Tri Hartati, SE
Pimpinan Cabang
81
82
83