Post on 24-Jun-2015
MODIFIKASI PERENCANAAN JEMBATAN GAYAM KABUPATEN BLI TAR DENGAN BOX GIRDER PRESTRESSED SEGMENTAL SISTEM KANTILEVER
Nama mahasiswa : Fajar Titiono NRP : 3105100047 Jurusan : Teknik Sipil FTSP-ITS Dosen Konsultasi : Prof.Dr.Ir. IGP.Raka, DEA
Abstrak
Dalam tugas akhir ini dilakukan modifikasi perencanaan ulang jembatan gayam di kabupaten blitar dengan menggunakan prestressed box girder sebagai struktur utamanya. Jembatan ini sebelumnya didesain dengan menggunakan rangka baja sebagai struktur utamanya. Dimodifikasi menjadi prestressed box girder sebagai struktur utamanya karena mempertimbangkan panjang jembatan yang cukup panjang yakni 100 m, dengan dibagi menjadi tiga bentang yaitu : 20 m, 60 m, 20 m. Selain itu dengan mempertimbangkan medan yang cukup sulit.
Perencanaan ini dimulai dengan pengumpulan data-data teknis yang diperlukan dalam perencanaan, seperti data : tanah, hidrologi, transportasi. Kemudian dilanjutkan dengan penjelasan mengenai latar belakang pemilihan tipe jembatan, perumusan tujuan perencanaan, pembahasan, dan dasar-dasar perencanaan yang mengacu pada peraturan perencanaan jembatan RSNI T-02-2005 dan SNI T-12-2004. Setelah itu barulah dilakukan preliminary design dengan menentukan dimensi-dimensi utama jembatan. Pada tahap awal perencanaan dilakukan perhitungan terhadap struktur sekunder jembatan seperti : pagar pembatas, dan trotoar yang nantinya akan digunakan untuk analisa beban yang terjadi. Analisa beban yang terjadi seperti : analisa berat sendiri, beban mati tambahan, beban lalu lintas, dan analisa pengaruh waktu seperti creep dan kehilangan gaya prategang. Kemudian dari hasil analisa tersebut dilakukan kontrol tegangan yang terjadi pada struktur, perhitungan penulangan box, perhitungan kekuatan dan stabilitas struktur, dan tahap yang terakhir dari perencanaan ini adalah perencanaan perletakan.
Akhir dari perencanaan ini adalah didapat bentuk dan dimensi penampang box girder yang mampu menahan beban-beban yang bekerja pada jembatan, sehingga didapat suatu struktur jembatan yang aman.
Kata kunci : jembatan Gayam, Box Girder, Prategang, prestressed
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Jembatan merupakan bagian dari jalan yang menghubungkan jalan yang terputus karena rintangan seperti sungai, lembah, laut , jalan maupun rel kereta. Jembatan Gayam dibuat untuk menghubungkan jalan yang terputus oleh sungai Gayam yang terletak di kabupaten Blitar. Kabupaten Blitar masuk dalam rencana pembangunan jalan nasional Lintas Selatan provinsi Jawa Timur. Beton dewasa ini sudah banyak dikenal di dunia konstruksi, karena selain perawatannya yang mudah beton juga dapat menahan beban yang cukup besar bila dibandingkan dengan material lainnya. Seiring dengan kemajuan teknologi dunia konstruksi terus berupaya menciptakan suatu struktur yang kuat dan dapat menekan biaya serta tanpa mengabaikan unsur biaya, mutu, waktu. Dewasa ini telah dikenal beton pratekan, yakni beton yang diberi penekanan terlebih dahulu melalui proses stressing sebelum dibebani. Ternyata teknik tersebut cukup efektif karena selain beton dapat memikul beban yang lebih besar dari
sebelumnya dan dapat memperkecil berat sendirinya dan ukuran penampangnya. Hal ini jelas sangat menguntungkan dunia konstruksi karena volume bahan dapat dikurangi sehingga berat profil menjadi lebih ringan dan beban struktur atas yang dipikulkan ke pondasi juga menjadi lebih kecil. Dalam dunia jembatan teknologi beton pratekan sangat jelas sekali manfaatnya. Dalam penulisan Tugas Akhir ini dilakukan modifikasi perencanaan jembatan Gayam yang semula menggunakan sistem rangka baja dimodifikasi menjadi jembatan dengan menggunakan struktur box girder prestressed segmental. Dalam studi perencanaan ini hanya meninjau jembatan dari segi teknis dan metode pelaksanaan tanpa mempertimbangkan segi estetika dan waktu. Penggunaan beton pratekan dengan sistem struktur statis tak tentu digunakan karena memiliki banyak sekali kelebihan dibandingkan dengan struktur beton bertulang biasa.
1.2 Perumusan Masalah 1. Bagaimana menentukan skema
pembebanan terhadap struktur jembatan Gayam ?
2. Bagaimana analisa perhitungan kekuatan box girder untuk menahan gaya-gaya yang bekerja ?
3. Bagaimana menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada box girder prestressed ?
4. Bagimana mengontrol desain box girder prestressed terhadap kekuatan dan kestabilan struktur ?
5. Bagaimana metode pelaksanaan dari box girder prestressed segmental dengan sistem kantilever?
6. Bagaimana menuangkan hasil desain dan analisa ke dalam bentuk gambar teknik ?
1.3 Batasan Masalah
1. Perencanaan meliputi struktur atas (struktur primer dan sekunder).
2. Teknik pelaksanaan dibahas hanya secara umum.
3. Tidak merencanakan perkerasan dan desain jalan pendekat ( oprit ).
4. Tidak meninjau profil sungai dan scouring. 5. Mutu beton pratekan fc’ = 60 Mpa. 6. Mutu baja pratekan digunakan kabel jenis
strand seven wires stress relieved ( 7 kawat untaian) dengan mengacu pada tabel VSL.
7. Tidak memperhitungkan analisa biaya konstruksi dan waktu pelaksanaan.
1.4 Tujuan
1. Menentukan skema pembebanan terhadap struktur jembatan Gayam.
2. Menganalisa kekuatan profil terhadap gaya-gaya yang bekerja.
3. Mengontrol desain box girder terhadap kekuatan dan kestabilan struktur.
4. Menganalisa kehilangan gaya prategang yang terjadi pada box girder prestressed.
5. Mengetahui metode pelaksanaan dari box girder prestressed segmental.
6. Menuangkan hasil desain dan analisa kedalam bentuk gambar teknik.
1.5 Manfaat
1. Dapat merencanakan struktur jembatan dengan profil box girder prestressed yang sesuai dengan persyaratan struktur yang aman.
2. Dapat memahami konsep perencanaan struktur jembatan yang menggunakan profil box girder prestressed.
3. Sebagai alternatif lain dalam teknik perencanaan jembatan dengan bentang yang cukup panjang dan medan yang cukup sulit.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Jembatan 2.1.1 Umum
Jembatan adalah bagian jalan yang berfungsi untuk menghubungkan antara dua jalan yang terpisah karena suatu rintangan seperti sungai, lembah, laut, jalan raya, dan rel kereta api. Jembatan sangat vital fungsinya terhadap kehidupan manusia, dan mempunyai arti penting bagi setiap orang. Akan tetapi tingkat kepentingannya tidak sama bagi tiap orang, sehingga akan menjadi suatu bahan studi yang menarik ( Bambang supriyadi,2007).
2.1.2 Tipe Jembatan � Konstruksi jembatan busur. � Konstruksi jembatan perletakan
sederhana. � Konstruksi jembatan baja. � Konstruksi jembatan cable stayed � Konstruksi jembatan beton prategang. � Konstruksi jembatan balok menerus. � Konstruksi jembatan gantung.
� Konstruksi jembatan Box Girder.
2.1.3 Pemilihan Tipe Jembatan
Aspek-aspek pemilihan tipe jembatan ( Arie Irianto dan Reza Febriano, 2008) :
� Kekuatan dan stabilitas struktur. � Ekonomis.
Bentang (m) Tipe Jembatan
5-25 Gelagar
15-40 Gelagar Prestressed I
30-60 Gelagar Box Prismatic Section
60-200 Box Free Cantilever
50-250 Pelengkung
40-400 Rangka
100-250 Cable-Stayed
100-2000 Gantung
1500-3500 Hybrid ( Gantung plus Cable-Stayed)
� Kenyamanan. � Durabilitas ( keawetan dan kelayakan
jangka panjang). � Hemat pemeliharaan. � Estetika. � Dampak lingkungan pada tingkat yang
wajar/minimal. � Kemudahan dan kecepatan pelaksanaan.
2.2 Peraturan Struktur 1. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan
RSNI T-02-2005 dan SNI T-12-2004. 2. Tabel VSL 3. Pedoman perencanaan pembebanan
jembatan jalan raya SKBI-1.3.28.1987 Departemen Pekerjaan Umum
2.3 Prestressed Girder
� Beton prategang adalah beton yang mengalami tegangan internal dengan besar (akibat stressing) dan distribusi sedemikian rupa sehingga dapat mengimbangi sampai batas tertentu tegangan yang terjadi akibat beban eksternal. (T.Y Lin).
� Dengan memanfaatkan momen sekunder akibat stressing untuk mengimbangi momen akibat beban luar tinggi komponen beton prategang berkisar antara 65 sampai 80% tinggi komponen beton bertulang pada bentang dan beban yang sama, dengan demikian beton prategang membutuhkan lebih sedikit beton dan sekitar 20 sampai 35% banyaknya tulangan.(Edward G.Nawy).
Gambar 2.1 Ilustrasi perimbangan beban akibat
gaya prategang
� Beton prategang merupakan teknologi konstruksi yang mengkombinasikan beton berkekuatan tinggi dengan baja mutu tinggi.
� Precast segmental box girder banyak digunakan di lapangan karena lebih meningkatkan efisiensi dalam segi konstruksi, fabrikasi, dan distribusi (Arie Irianto dan Reza Febriano, 2008).
� Balok tidak prismatis banyak dipakai untuk efisiensi volume beton dan efisiensi berat sendiri struktur pada volume jembatan bentang panjang. Pada balok tidak prismatis letak titik berat penampang tidak lagi berupa garis lurus yang tetap sepanjang balok, oleh karena itu kabel strand juga bukan berupa kabel lurus karena dapat menyebabkan eksentrisitas kabel menjadi tidak konstan ( Sri Murni Dewi, 2003).
� Struktur satis tak tentu yang penerapannya pada balok menerus digunakan untuk meningkatkan stabilitas dan kekakuan struktur pada jembatan bentang panjang (Arie Irianto dan Reza Febriano, 2008).
2.3.1 Jenis Balok Berpenampang Non Prismatis
Gambar 2.2 Jenis balok non prismatis
2.3.2 Gaya Prategang � Gaya prategang dipengaruhi oleh momen
total yang terjadi. Gaya prategang yang disalurkan harus memenuhi kontrol batas pada saat kritis. Persamaan berikut menjelaskan hubungan antara momen total dengan gaya prategang (T.Y Lin).
F = T = h,
MT
650
Dimana : MT = Momen total.
h = tinggi balok
2.3.3 Metode Sistem Prategang � Sistem Pratarik ( Pretension ) � Sistem Pascatarik ( Posttension)
2.3.4 Kehilangan Gaya Prategang
� Perpendekan elastis beton. � Rangkak.
� Susut. � Relaksasi tendon. � Friksi. � Pengangkeran.
2.4 Desain Tendon Berdasarkan waktu pemakaiannya tendon dibedakan menjadi 2, yaitu :
� Tendon sementara � Tendon tetap
Berdasarkan letaknya tendon dibedakan menjadi 2, yaitu :
� Tendon kantilever � Tendon menerus ( midspan tendon)
2.5 Metode Erection di Lapangan
� Sistem Kantilever � Launching Gantry � Incremental Launching Dari beberapa metode pelaksanaan tersebut
dipilih metode sistem kantilever untuk pengerjaan jembatan dalam tugas akhir ini.
2.5.1 Sistem Kantilever
Sistem ini disebut kantilever, karena selama proses pelaksanaan balok jembatan berfungsi sebagai kantilever. Berikut adalah urutan pelaksanaannya ( Asiyanto, 2005) : 1. Selesaikan terlebih dahulu bagian abutmen dan
pilar jembatan, dapat dilakukan dengan metode perancah.
Gambar 2.3 Bagian abutmen dan pilar yang telah dicor dengan menggunakan perancah
2. Pemasangan segmen box girder dengan cara cor
di tempat dengan traveler.
Gambar 2.4 Pengecoran segmen box girder dengan menggunakan traveler
3. Memasang dan menyetel traveler pada segmen box girder yang akan di cor (bertumpu pada bagian yang telah di cor).
4. Dilakukan pengecoran segmen, yang sementara ditahan oleh traveler yang bertumpu pada beton yang telah dicor sebelumnya.
5. Setelah kekuatan beton cukup, dilakukan stressing pada tendon kantilever pada segmen tersebut untuk mengimbangi berat sendiri box girder pada saat pelaksanaan.
6. Kendorkan/ lepaskan traveler dari segmen yang telah selesai distressing.
7. Traveler digeser maju untuk pengecoran segmen berikutnya.
Gambar 2.5 Proses pemasangan segmen box girder
Gambar 2.6 Jembatan yang telah terhubung
Detailing traveler Tampak samping :
Gambar 2.7 Tampak samping dari traveler
Tampak depan :
Gambar 2.8 Tampak depan dari traveler
BAB III METODOLOGI
Berikut adalah diagram alir dari pengerjaan tugas
akhir ini :
3.1 Pengumpulan Data Perencanaan dan Studi Literatur
Data-data perencanaan diperoleh dari Dinas Pekerjaan Umum Bina Marga Provinsi Jawa Timur.
3.2 Desain Awal Jembatan
Desain jembatan menggunakan struktur beton prategang sebagai struktur utamanya dengan bentang 100 meter.
3.3 Perencanaan Struktur Atas Jembatan 3.3.1 Pelat Lantai Kendaraan
3.3.2 Perencanaan Balok Memanjang (Box Girder Prestressed )
Berikut adalah tahapan-tahapan yang harus dilakukan dalam perencanaan struktur beton prategang :
a. Pemilihan Jenis Beton Prategang � Pre tensioned � Post Tensioned
b. Tafsiran Dimensi Gelagar Utama Rumus pendekatan awal untuk menentukan tinggi balok (h), digunakan :
c. Perhitungan Momen Statis Tak Tentu Untuk menghitung momen yang terjadi pada struktur statis tak tentu digunakan metode ” Persamaan Tiga Momen”.
d. Menentukan Gaya Prategang 1. Perhitungan tegangan akibat tendon kantilever ( Tahap pelaksanaan ). Beban-beban yang bekerja : � Berat sendiri box � Akibat traveler
50020
20020
.l
h.l
h +≤≤−=
OK
NOT OK
START
Pemilihan jenis beton prategang
Tafsiran dimensi box girder
Perhitungan momen statis tak tentu
Menentukan gaya prategang
Tata letak kabel (tendon)
Kehilangan gaya prategang
Kontrol tegangan setelah kehilangan prategang, kontrol lendutan
Perhitungan geser
Kontrol tegangan di belakang angker
FINISH
PENULANGAN BOX
DESAIN PERLETAKAN
METODE PELAKSANAAN
SELESAI
LAPORAN dan GAMBAR
NOT OK
MULAI
PENGUMPULAN DATA PERENCANAAN dan STUDI
LITERATUR
PRELIMINARY DESIGN
ANALISA PEMBEBANAN
ANALISA TEGANGAN
PERMODELAN dan ANALISA STRUKTUR
ATAS JEMBATAN
KONTROL DESAIN
OK
� Berat pelaksanaan (diasumsikan).
Kontrol tegangan pada serat box : � Serat atas :
ci
tgtOOct I
yM
I
yeF
A
Ff σ≤
×−
××+=
� Serat bawah :
tibgbOO
cb I
yM
I
yeF
A
Ff σ≤
×+
××−=
2. Perhitungan tegangan akibat tendon tengah/struktural ( Tahap service load). Pada tahap ini tendon dipasang dan dijacking setelah segmen box terpasang semua dan sudah dalam keadaan statis tak tentu. Beban-beban yang bekerja : � Berat sendiri box � Berat pelaksanaan (diasumsikan). � Berat akibat beban hidup.
Kontrol tegangan pada serat box : � Serat atas :
tibgbOO
cb I
yM
I
yeF
A
Ff σ≤
×+
××−=
� Serat bawah :
ci
tgtOOct I
yM
I
yeF
A
Ff σ≤
×−
××+=
e. Daerah Limit Kabel
Agar pengaruh beban kerja, pusat tekanan tidak berada di atas kern, maka c.g.s diletakan di bawah kern tapi tidak boleh melebihi jarak :
F
Ma T=1
O
G
F
Ma =2
f. Kehilangan Gaya Prategang
� Perpendekan elastis beton (sf∆ )
I
eM
I
eF
A
Ff GOO
cir −+=2
ci
cirsess E
fEKf =∆
Gambar 3.1. Perpendekan elastis.(Edward
G.Nawy)
� Gesekan kabel dan wooble (Fx)
)KL(ox eFF +µα−×=
� Slip angker ( )σ∆
XLK
×
+α×µ×σ×=σ∆ 02
+α×µ×σ
×=
LK
dEX s
0
� Rangkak beton (CR)
( )cdscirc
scr ff
E
EKCR −=
� Susut Beton (SH)
( )RHS
V,EK,SH ssh −
−×= − 100006011028 6
� Relaksasi Tendon (RE) ( )[ ]CESCRSHJKRE re ++−=
g. Kontrol Gaya Prategang Setelah
Kehilangan Gaya Prategang � Tegangan saat Kantilever � Tegangan saat service
h. Perhitungan Geser Rumus penulangan geser :
i. Kontrol Tegangan di Belakang Angker
� Saat stressing � Saat service load
3.4 Pembebanan � Aksi tetap. � Beban lalu-lintas. � Aksi lingkungan ( angin, hujan,
gempa, dsb.) � Aksi-aksi lainnya.
3.4.1 Aksi dan Beban Tetap a. Berat sendiri b. beban mati tambahan. c. Pengaruh penyusutan dan rangkak. d. Pengaruh prategang
3.4.2 Beban Lalu Lintas � Beban lajur ”D” : - BTR
- BGT � Beban truk � Gaya rem � Beban pejalan kaki
3.4.3 Aksi Lingkungan � Beban angin � Beban gempa
Vs
dfyAvS
⋅⋅=
BAB IV KRITERIA DESAIN
4.1 Data-data Perencanaan
Dalam Tugas Akhir ini akan direncanakan Jembatan Gayam dengan konstruksi box girder prestressed struktur statis tak tentu. Sebagai hasil akhir dari Tugas Akhir ini nantinya dimensi penampang struktur jembatan akan dituangkan ke dalam bentuk gambar teknik.
4.2 Data Teknis Perencanaan Konstruksi jembatan yang direncanakan adalah konstruksi jembatan box girder prestressed dengan struktur statis tak tentu.
Nama Jembatan : Jembatan Gayam. Lokasi : Ruas jalan
Jolosutro- Ringinbandulan, kabupaten Blitar, Provinsi Jawa Timur.
Tipe Jembatan : Cast in situ segmental box girder dengan metode pelaksanaan kantilever.
Fungsi : Menghubungkan ruas jalan Jolosutro-Ringinbandulan yang terpisah oleh Kali Gayam.
Panjang total : 100 m, terdiri dari 3 bentang. 20m, 60m, dan 20m dengan menggunakan struktur beton pratekan tipe single box.
Lebar Total : 9 m. Lebar Lantai Kendaraan : 7 m. Lebar Trotoar : 2×1 m. Jumlah Lajur : dua (UD). Lebar Lajur : 3,5 m
4.3 Peraturan struktur : 1. Peraturan Perencanaan Teknik Jembatan
RSNI T-02-2005 2. Perencanaan struktur beton untuk jembatan
SNI T-12-2004 3. Tabel VSL 4. Pedoman perencanaan pembebanan jembatan
jalan raya SKBI-1.3.28.1987 Departemen Pekerjaan Umum
4.4 Data-data Bahan 4.4.1 Beton
� Kuat tekan beton prategang( )'f c = 60 Mpa.
� Kuat tekan beton untuk struktur sekunder ( )'f c = 30 Mpa.
4.4.2 Baja � Mutu baja prategang digunakan kabel jenis
strand seven wires stress relieved (7 kawat untaian) VSL, AStrand = 143,3 mm2.
� Mutu baja yang digunakan untuk penulangan pelat lantai adalah baja mutu ( )yf = 400
Mpa. � Mutu baja yang digunakan untuk penulangan
struktur sekunder adalah baja mutu ( )yf =
240 Mpa. 4.5 Tegangan Ijin Bahan 4.5.1 Beton prategang ( )'f c = 60 Mpa.
� Pada saat transfer
cif = 65 % × 'f c
= 65 % × 60 = 39 Mpa. Tegangan ijin beton untuk komponen struktur lentur menurut SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.2 : Tekan : ccf = 0.6× cif
ccf = 0.6×39
ccf = 23,4 Mpa. Tarik : ctf = 0.25× cif
ctf =0.25× 39
ctf =1,561 Mpa.
� Pada saat service Tegangan ijin beton untuk komponen struktur lentur menurut SNI T-12-2004 pasal 4.4.1.2: Tekan : ccf = 0.45× 'f c
ccf = 0.45×60
ccf = 27 Mpa. Tarik : ctf = 0.5× 'f c
ctf =0.5× 60
ctf =3,873 Mpa.
Modulus Elastis (E) :
� Saat transfer E = 4700 × cif
= 4700 × 39 = 29351,491 Mpa
� Saat service E = 4700 × 'f c
= 4700 × 60 = 36406,043 Mpa Tegangan Retak (rf ) : rf = 0.7 × 'f c
= 0.7 × 60 = 5,422 Mpa
4.5.2 Baja prategang (Pasal 4.4.3) � Modulus Elastisitas ( sE ) = 200.000 Mpa
� Tegangan Putus Kabel (puf ) = 1745 Mpa
� Tegangan Leleh Kabel (pyf ) = 0.85× puf
= 0.85 ×1745 = 1570,5 Mpa
� Tegangan tarik ijin kabel (jacking) = 0.94 × pyf
= 0.94 ×1570,5 = 1476,27 Mpa
� Tegangan tarik ijin kabel (setelah pengangkuran) = 0.7 × puf
= 0.7 ×1745 = 1222 Mpa
BAB V
PERENCANAAN STRUKTUR SEKUNDER 5.1 Perhitungan Tiang Sandaran
H=0,75 KN/m
Dipakai 4 Ø10 ( As.pakai = 314 mm2) 5.2 Perhitungan Trotoar
Trotoar direncanakan dengan lebar 80 cm dan tebal 25 cm yang diletakan diatas lantai kendaraan. Sesuai dengan RSNI T-02-2005 semua elemen dari trotoar atau jembatan penyebrangan yang langsung memikul pejalan kaki harus direncanakan untuk memikul beban nominal sebesar 5 kPa.
5.3 Perhitungan Kerb
H=500 Kg
Dipakai 10 Ø12 ( As.pakai = 1130,4 mm2)
5.4 Kontrol Terhadap Geser Ponds Berikut adalah tahapan perhitungan kontrol
terhadap geser ponds.
25/2
20
5 cm
25
25/2
25/2 25/2 50
45
Gambar 5.1 Tiang Sandaran
Gambar 5.2 Trotoar
Gambar 5.3 Kerb
Gambar 5.4 Penyebaran beban pada pelat lantai
BAB VI
PERENCANAAN STRUKTUR ATAS
Perencanaan struktur atas jembatan
mencakup dua bagian perencanaan, yaitu : 1. Perencanaan struktur sekunder, perencanaan ini
meliputi trotoar, balok kerb, dan sandaran. 2. Perencanaan struktur primer, perencanaan ini
meliputi struktur utama dari jembatan yang berupa box girder prestressed segmental beserta komponen lain yang berada di dalamnya.
Untuk perencanaan struktur sekunder sudah dibahas di bab sebelumnya.
6.1 PRELIMINARY DESIGN
Untuk merencanakan sebuah jembatan, hal penting pertama adalah mengimajinasikannya. Bagaimanapun, untuk mengimajinasikan suatu jembatan seorang perencana seharusnya memiliki pengalaman pada pekerjaan sebelumnya dan mengaplikasikan pengetahuannya pada lokasi setempat. Selanjutnya rencana tersebut dicek dan dituangkan kedalam bentuk gambar teknik. Preliminary design bertujuan untuk membandingkan teori dan alternatif yang ada. Preliminary design tidak memberikan penyelesaian yang telah siap pakai (ready solution), akan tetapi penentuan terakhir dari alternatif yang disajikan. 6.1.1 Perencanaan Dimensi Profil Box Girder
Struktur utama jembatan berupa single box dengan lebar total 9 m, bentang total jembatan 100 m yang terbagi menjadi 3 bentang yaitu 20 m + 60 m + 20 m. Jembatan ini disangga oleh dua pilar dan dua abutmen. Perencanaan dimensi profil box girder yang digunakan didapat dari cara trial and error, dan berdasarkan ketentuan peraturan yang ada. Rencana dari profil box girder tersebut adalah sebagai berikut : � Profil I : Profil box dengan panjang 3,75
m dan memiliki tinggi 1 m sampai dengan 3,1 m sebanyak 22 buah.
� Profil II : Profil box dengan panjang 3 m dan memiliki tinggi 1 m sampai dengan 3,1 m sebanyak 2 buah.
� Profil III : Profil box dengan panjang 2 m dan tinggi 3,1 m sebanyak 4 buah.
� Profil IV : Sebagai penutup tengah bentang, digunakan profil box dengan panjang 3,5 m dan tinggi 1,5 m sebanyak 1 buah.
� Jumlah total profil box yang digunakan adalah sebanyak 29 buah
Adapun tahapan perhitungan dalam merencanakan dimensi profil box girder adalah sebagai berikut :
Segmen H.rencana (m) 1 29 1.5 2 28 1.8 3 27 2.1 4 26 2.4 5 25 2.8 6 24 3.1 7 23 3.1 8 22 2.7 9 21 2.3 10 20 2.0 11 19 1.8 12 18 1.6 13 17 1.5 14 16 1.4 15 1.4
Tafsiran awal penampang box
Input htafsiran (untuk titik 0 m ;18 m ; 22 m ; 49,25 m ; 50,75 m ; 78 m ) ke dalam Microsoft Excel 2003
Didapat persamaan parabolik
Didapat htafsiran tiap segmen
Hitung berat sendiri jembatan
Cari momen maksimum
Didapat hrencana baru
Gambar 6.1 Denah profil box girder
I I
II II
III III
VIII
IV
V V
VI VIVII VII
2.25 4.50 2.25
3.10 0.40
3.70
0.60 0.401.70
0.30
0.30
0.30
0.15
Gambar 6.4 Penampang melintang rencana box girder
segmen 7
6.1.2 Perencanaan Tendon dan Urutan Erection
- Tendon kantilever - Tendon menerus
6.1.3 Detail Post Tensioning - Group 1 : post tension kantilever - Group 2 : post tension tendon menerus 6.1.4 Perencanaan Gaya Pratekan Awal 6.2 ANALISA PEMBEBANAN 6.2.1 Analisa Beban Mati
a. Analisa Berat Sendiri Tabel 6.3 Berat sendiri profil box
b. Analisa Beban Mati Tambahan � Berat lapisan aspal (surface) � Berat trotoar � Berat kerb � Berat tiang sandaran dan penerangan � Berat air hujan
6.2.2 Analisa Beban Hidup a. Beban rencana “BTR” atau merata
Beban BTR tergantung pada panjang bentang L yang dibebani:
L ≥ 30 m, q = 8 ×
+L
.15
50 KN/m2
BTR 20 = 55+ 7,5 = 62,5 KN/m BTR 60 = 33 + 4,5 = 37,5 KN/m
b. Beban rencana “BGT” atau garis terpusat
P = 49 × load faktor× (1+FBD) Jadi BGT = 47,775 + 350,35 = 398,125 KN
c. Beban rencana akibat beban truk “T” Beban truk “T” adalah sebesar 112,5 KN dengan faktor kejut FBD 0,3 untuk bentang 9 m TU’ = 112,5 × (1+FBD) × Load factor(KU
TT ) TU’ = 112,5 × (1+0.3) × 2
= 292,5 KN = 292.500.000 Nmm
6.2.3 Analisa Gaya Angin
A= GAYA ANGIN
Gambar 6.5 Permodelan gaya angin pada
jembatan Tew-2 = 0.00012 × Cw × Vw
2 ………..kN/m Tew-2 = 0,0012 ×1,21×302 = 1,307 kN/m
6.2.4 Analisa Pengaruh Rangkak 6.2.5 Analisa Beban Pelaksanaan
� Berat traveller sebesar 20% dari berat segmen
� Beban pelaksanaan merata sepanjang box sebesar 0,285 ton/meter
6.2.6 Analisa pengaruh prategang � Kehilangan gaya pratekan langsung, yaitu
kehilangan gaya pratekan yang terjadi segera setelah peralihan gaya pratekan yang meliputi : akibat slip angker, perpendekan elastis dan gesekan kabel.
� Kehilangan pratekan berdasarkan fungsi waktu, yaitu kehilangan gaya pratekan yang bergantung pada waktu yang meliputi : akibat rangkak beton, susut beton dan relaksasi baja.
6.3 ANALISA TEGANGAN YANG TERJADI
6.3.1 Perhitungan Tegangan Akibat Tendon Kantilever (Tahap 1) Langkah-langkah perhitungan adalah
sebagai berikut : Hitung semua momen akibat berat sendiri
(beban mati kantilever) yaitu akibat beban yang bekerja :
a. Berat sendiri box (tergantung jenis material) momen maksimum sebesar : M7 (x= 20 m ) = -6.976.361,74 kg.m
b. Akibat berat traveller momen maksimum sebesar : M7 (x= 20 m ) = -1.473.736,25 kg.m
c. Akibat berat pelaksanaan diasumsikan = 0,285 t/m = 285 kg/m momen maksimum sebesar : M7 (x= 20 m ) = -128.250 kg.m
Perhitungan Tahap 1 : Akibat berat sendiri, traveller, beban pelaksanaan.
Didapatkan momen maksimum sebesar : Mmax = -11.830.137,2 kg.m
Kontrol tegangan pada serat box : � Serat Atas (Tarik)
00000000003020
09510951896671216438
1038
6712164385611
5611
6 ....
.2.000118.301.37
.000.00020.030.000
. ,..
.,
,..,
Mpa,I
yM
I
yeF
A
Ff ti
tTtct
×+××−−≥
=σ≥×
+××
−−=
1,561 Mpa ≥ 0 Mpa ...............OK � Serat Bawah (Tekan)
00000000003020
00520052896671216438
1038
671216438423
423
6 ....
.2.000118.301.37
.000.00020.030.000
.,..
.,
,..,
Mpa,I
yM
I
yeF
A
Ff ci
bTbcc
×−××+−=
=σ≤×−××+−=
23,4 Mpa ≥ 13,02 Mpa..............OK (Tanda +/- diabaikan karena hanya menerangkan sifat tegangan).
++
11.840 13.020
=
6.470 0
-
-
+
+
-
-
4.590
4.590
1.870
3.420
Gambar 6.18 Diagram tegangan joint 7 saat kantilever
6.3.2 Perhitungan Tegangan Akibat Tendon Tengah Saat Service (Tahap 2) Cara perhitungan sama dengan tahap 1
(akibat tendon kantilever). Pada langkah ini, jembatan mendapat tambahan pengaruh beban mati tambahan yang terdiri dari beban aspal, trotoar, kerb, sandaran dan pagar, serta beban air hujan. Struktur telah menjadi statis tak tentu 6.4 PERENCANAAN KABEL 6.4.1 Perencanaan Kabel Pada Saat kantilever
(Tendon Kantilever) Baja pratekan direncanakan menggunakan kabel jenis strand seven wires stress relieved (7 kawat untaian). Dengan mengacu pada tabel VSL, berikut adalah jenis dan karakteristik dari baja pratekan yang digunakan :
� Diameter = 15,2 mm � Luas Nominal penampang strand (As) =
143,3 mm2 � Nominal massa = 1,125 kg/m � Minimum breaking load = 250 kN � Modulus Elastisitas (Es) = 200.000 Mpa
� MPa.,
.
A
loadbreakingMinimumf
spu 7451
3143
000250 ===
� fpi = 1.287,81 Mpa.
Contoh perhitungan untuk joint 3 : Fo = 4.767.557,856 N Jumlah strand untuk 1 web :
20331851812871
2 8564.767.557,
2 mm,,.f
F
Api
o
ps ===
Direncanakan menggunakan 1 duct :
3143
0331851
1
1
,
,
A
A
s
ps ×= = 12,92 strand ≈ 22
strand Maka dipakai 1 VSL 22Sc Tabel perhitungan :
6.4.2 Perencanaan Kabel Pada Saat statis tak tentu (tendon menerus) Contoh perhitungan untuk joint 7 (Tumpuan), cara perhitungan sama dengan perencanaan kabel saat kantilever Tabel perhitungan :
6.5 ANALISA KEHILANGAN GAYA
PRATEGANG Pengaruh gaya prategang dibagi menjadi
dua yaitu sebelum kehilangan gaya prategang dan sesudah kehilangan gaya prategang. Kehilangan gaya prategang (loss prestressed) dapat dikelompokan menjadi dua jenis, yaitu: 1. Kehilangan gaya prategang langsung yaitu
kehilangan gaya prategang yang terjadi segera setelah peralihan gaya prategang (waktu jangka pendek) yang meliputi: - Perpendekan elastis - Gesekan kabel - Slip anker
2. Kehilangan prategang berdasarkan fungsi waktu yaitu kehilangan gaya prategang yang tergantung pada waktu (jangka waktu tertentu) yang meliputi: - Rangkak beton (creep) - Susut beton (shrinkage) - Relaksasi baja (relaxation)
6.5.1 Perhitungan kehilangan gaya prategang langsung
6.5.1.1 Kehilangan gaya prategang akibat perpendekan elastis (ES)
ci
cirses E
fEKES ××=
Tabel 6.5 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis pada tahap kantilever
Tabel 6.6 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
perpendekan elastis pada tahap service
6.5.1.2 Kehilangan gaya prategang akibat
gesekan kabel dan wooble efect )KL(
ox eFF +µα−×= Tabel 6.7 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
wooble efect pada tahap kantilever
Tabel 6.8 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
wooble efect pada tahap service
6.5.1.3 Kehilangan gaya prategang akibat
slip angker Pada sistem post tensioned, pada saat
tendon ditarik sampai nilai penuh kemudian dongkrak dilepas dan gaya prategang dialihkan ke angkur. Perlengkapan di dalam angkur yang mengalami tegangan pada saat peralihan cenderung untuk berdeformasi. Jadi tendon dapat tergelincir sedikit. Baji gesekan yang dipakai untuk menahan kabel akan sedikit tergelincir sebelum kabel dijepit dengan kokoh. Besarnya gelincir ini tergantung dari jenis baji dan tegangan pada kawat, nilai rata-rata sekitar 2.5 mm (menurut T.Y. Lin, hal 91). Rumus umum untuk menghitung kehilangan gaya prategang akibat deformasi pengangkuran adalah
XLK
×
+α×µ×σ×=σ∆ 02
Tabel 6.9 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat slip angker pada tahap kantilever
Tabel 6.10 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
slip angker pada tahap service
6.5.2 Perhitungan kehilangan gaya prategang berdasarkan fungsi waktu
6.5.2.1 Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton (CR)
( )cdscirc
scr ff
E
EKCR −××=
Tabel 6.11 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat rangkak beton pada tahap kantilever
Tabel 6.12 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
rangkak beton pada tahap service
6.5.2.2 Kehilangan gaya prategang akibat
susut beton
( )RHS
VEKSH ssh −×
×−×××= − 10006,0110.2,8 6
Tabel 6.13 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat susut beton pada tahap kantilever
Tabel 6.14 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
susut beton pada tahap servicer
6.5.2.3 Kehilangan gaya prategang akibat
relaksasi baja ( )( ) CESCRSHJKRE re ×++−=
Tabel 6.15 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat Relaksasi baja pada tahap kantilever
Tabel 6.16 Perhitungan Kehilangan gaya prategang akibat
Relaksasi baja pada tahap service
6.5.3 Perhitungan kehilangan gaya prategang
total TL = ES + CR + SH + RE
Tabel 6.17 Perhitungan Kehilangan gaya prategang total pada tahap kantilever
Tabel 6.18 Perhitungan Kehilangan gaya prategang total
pada tahap service
6.5.4 Kontrol tegangan setelah terjadi
kehilangan gaya prategang Contoh perhitungan pada joint 15 tahap 2 (saat service) � Serat Atas (tekan)
1212 2,93.10
199,523200.016.158.32
2,93.10
199,52373597,100.982.15
000.940.6
97,100.982.154,23
4,23
×−××+−≥−
−=≤×−××
+−= MpaI
yM
I
yeF
A
Ff cc
tteffeffcc σ
-23,4 Mpa ≥ -4,344 Mpa ...............OK (Tanda +/- diabaikan karena hanya menerangkan sifat tegangan). � Serat Bawah (tarik)
1212 2,93.10
801,876200.016.158.23
2,93.10
801,87673597,100.982.15
000.940.6
97,100.982.15561,1
561,1
×+××−−≥
=≤×+××
−−= MpaI
yM
I
yeF
A
Ff ct
bbeffeffct σ
1,561 Mpa ≥ 1,118 Mpa..............OK
++ =-
+
+
-
-
-
2.300
2.300
2.100
3.500
4.140
6.900
+1.110
4.430
Gambar 6.48 Diagram kontrol tegangan joint 15 pada
tahap service Tabel 6.19 Perhitungan kontrol gaya prategang akibat kehilangan gaya prategang total pada tahap kantilever
Tabel 6.20 Perhitungan kontrol gaya prategang akibat
kehilangan gaya prategang total pada tahap service
6.6 PERHITUNGAN PENULANGAN BOX
GIRDER 6.6.1 Pengaruh penyebaran beban terhadap
pelat lantai kendaraan dengan permodelan 3D dengan menggunakan shell
Gambar 6.49 Permodelan jembatan 3D dengan shell
Gambar 6.50 Momen yang terjadi pada shell
Gambar 6.51 Lendutan yang terjadi pada permodelan
jembatan
Momen maksimum yang terjadi pada permodelan jembatan :
Tabel 6.21 Hasil analisa momen penulangan box
6.6.2 Perhitungan tulangan 6.6.2.1 Perhitungan tulangan struktur flens atas
� Dipasang tulangan utama sejarak 100 mm (D22-100) dan tulangan pembagi sejarak 150 (D22-150)
300
250
D22−100
D22−150
Gambar 6.52 Penulangan lentur pelat atas box girder
6.6.2.2 Perhitungan tulangan struktur flens tegak
� Dipasang tulangan utama sejarak 75 mm (D22-75) dan tulangan pembagi sejarak 100 (D22-100)
400
250
D22−75
D22−100
Gambar 6.53 Penulangan lentur flens tegak box girder
6.6.2.3 Perhitungan tulangan struktur flens bawah
� Dipasang tulangan utama sejarak 125 mm (D22-125) dan tulangan pembagi sejarak 150 (D22-150)
300
250
D22−125
D22−150
Gambar 6.54 Penulangan lentur pelat bawah box girder
6.7 PERENCANAAN PERHITUNGAN GESER
� Retak geser pada badan di dekat tumpuan (Vcw) :
( ){ } pwpcccw VdbffV +××+= '3,0
� Retak geser terlentur di dekat tengah bentang (Vci) :
××≥
×++
××= db
f
M
MVVdb
fV w
ccridw
cci 7
'
20
'
max
6.7.1 Perhitungan gaya geser 6.7.1.1 Perhitungan gaya geser akibat tendon
kantilever Contoh perhitungan gaya geser akibat tendon kantilever pada joint 15 tahap 1 (saat kantilever) F = 7.124,733 N L = 28,25 m h = 0,32 m
wp (15) = 2
8
L
hF ××=
22528
32073312478
,
,,. ××=
23,04 N/m Vp (15) = wp (15)× L = 23,04 × 28,25 = 650,83 N Vu’ = 0 N ( didapat dari kombinasi
pembebanan di SAP 2000)
Vu = )(pu V'V 15− = 836500 ,− = 650,83 N
6.7.1.2 Perhitungan gaya geser akibat tendon menerus
Cara perhitungan sama dengan perhitungan gaya geser akibat tendon kantilever.
Tabel 6.22 Gaya geser akibat tendon kantilever saat pelaksanaan kantilever
Tabel 6.23 Gaya geser akibat tendon menerus saat service
Perhitungan gaya geser akibat superposisi
tendon kantilever dan tendon menerus : Contoh perhitungan pada joint 15 : Vu’ (15) superposisi = Vu’ (15) kantilever + Vu’ (15) menerus
= 0 + 318.522,27 = 318.522,27 N Vp (15) superposisi = Vp (15) kantilever + Vp (15) menerus
= 650,83 + 13.293.964,45 = 13.294.615,29 N
Vu(15) superposisi = isuperposisp(15)isuperposis(15)u V'V −
= ,2913.294.61527522183 −,.
= 12.976.093,02 N
Tabel 6.24 Perhitungan Vu superposisi
6.7.2 Perhitungan retak geser pada badan di
dekat tumpuan (Vcw) pada joint 7 Vp = 32.285.342,24 N d = 2.836,20mm Feff = 59.48.055,59 N Ac = 8.300.000 mm2
fpc = 0003008
5905534859
..
,..
A
F
c
eff = = 7,150 Mpa
Vcw = ( ){ } pwpcc Vdbf'f, +××+30
=
( ){ } 2434228532208362450015076030 ,..,.,, +××+
= 89321471,81 N Tabel 6.25 Perhitungan retak geser pada badan (Vcw)
6.7.3 Perhitungan retak geser lentur pada tengah
bentang (Vci) pada joint 15
Feff = 15.982.100,97 N Ac = 6.940.000 bw = 4500 mm d = 1.144,08 mm Mmax = 23.158.016.200 N.mm e = 735 mm Vd = 607.355,76 VL = 690.641,53 I = 2.925.504.999.401 mm4 yt = 523 mm Wt =
3
t
mm8635.591.573.523
999.4012.925.504.
y
I ==
fpe = t
eff
c
eff
W
e.F
A
F+
= 8635735915
7359710098215
0009406
9710098215
...
,..
..
,.. ×+
= 4,403 Mpa
fd = Mpa4,1428635.591.573.
.20023.158.016
W
M
t
max ==
Mcr =
−+ dpe
c
t
ff'f
.y
I
2
=
−+ 14244034
2
608635735915 ,,....
= 23.119.736.412,44 N.mm Vci =
××≥
×++
×× db
'f
M
MVVdb
'fw
c
max
crLdw
c
720
= ++
×× 763556070811444500
20
60,.,
×20001615823
444127361192353641690
...
,...,.
××≥ db
'fw
c
7
= 3.290.798,217 N
××≥ 0814414500
7
60,.
= 3.290.798,217 N ≤ 39.878.851 ……Perlu Tulangan geser
Tabel 6.26 Perhitungan retak geser lentur pada tengah
bentang (Vci)
6.7.4 Perhitungan tulangan geser 6.7.4.1 Gaya geser yang harus dipikul oleh
tulangan geser Tabel 6.29 Perhitungan tulangan geser
6.8 KONTROL KEKUATAN dan STABILITAS STRUKTUR
6.8.1 Kontrol momen retak
( )
( )[ ] [ ]21 MM
WfKeF
y
If
yA
IeF
y
If
yA
IFeFM
trbeff
t
r
teff
t
r
t
effeffcr
+=
×++=
×+
×+=
×+
××
+×=
Mcr > Mu 6.8.2 Kontrol momen batas
Kondisi keruntuhan batas balok akan terjadi lebih awal pada tengah bentang (joint 15) pada saat service. Momen batas balok ditinjau pada serat yang mengalami tekan. Pa joint 15 serat atas tekan dan serat bawah tarik Momen batas tahanan box ini akan merupakan kontrol dimana momen ultimate box tidak boleh kurang dari Mcr, serta momen tahanan batas φMn tidak boleh lebih kecil dari momen terfaktor Mu yang bekerja pada box.
6.8.3 Kontrol gaya membelah Didalam balok beton pratekan, tegangan
pratekan dikenal sebagai beban terpusat yang bekerja pada pada bagian yang relatif sangat kecil dari keseluruhan tinggi bentang. Dalam daerah angker dari suatu beton pratekan post tensioning, keadaan distribusi tegangan rumit serta bersifat tiga dimensi. maxyσ < ijinσ tidak perlu tulangan
membelah maxyσ > ijinσ perlu tulangan membelah
6.8.4 Kontrol torsi
Perilaku balok beton prategang pada saat gagal karena geser atau gabungan geser dan torsi sangat berbeda dengan perilaku lentur. Pada balok beton prategang yang gagal karena geser dan torsi akan gagal secara tiba-tiba tanpa
adanya peringatan sebelumnya yang memadai, dan retak diagonal yang tejadi sangat jauh lebih besar dari pada retak lentur. Baik gaya geser maupun torsi menimbulkan tegangan geser.
Torsi terjadi pada struktur beton monolit terutama di mana beban bekerja pada jarak sumbu longitudinal komponen struktural. Sebagian balok beton yang mengalami puntir adalah yang penampangnya mempunyai komponen persegi panjang, sebagai contoh penampang bersayap seperti balok T dan balok L.
Kontrol torsi digunakan untuk menganalisa kemampuan box girder saat menerima beban aksentrisitas. Kehancuran box girder akibat torsi jarang disebabkan oleh tulangan geser, melainkan lebih sering oleh tegangan tarik utama yang diakibatkan oleh tegangan geser.
6.8.5 Kontrol joint antar segmen Tegangan yang terjadi pada joint antar segmen jembatan segmental tidak boleh melebihi dari tegangan geser yang diijikan pada beton yang disyaratkan.
0.150.05
0.15
0.10
0.15
0.10
0.48
0.10
0.48
0.10
0.48
0.10
0.150.05
0.47
1.10
2.00
c.g.sf
a
b
c.g.c
c.g.sc.g.s
Gambar 6.75 skema joint antar segmen pada joint 7
6.8.6 Kontrol lendutan Lendutan pada komponen jembatan tidak
boleh lebih dari y = 800
L, dimana L adalah
panjang jembatan yang ditinjau (RSNI). Kontrol lendutan dilakukan pada saat transfer dimana beban luar belum bekerja dan juga pada saat service setelah beban luar bekerja dan juga pada saat service setelah beban luar bekerja, lendutan yang terjadi pada struktur jembatan diakibatkan oleh:
• Beban mati • Beban hidup BTR dan BGT • Gaya pratekan tendon Pada saat transfer dimana baru berat sendiri
yang bekerja terjadi lendutan keatas yang disebabkan oleh tekanan tendon keatas pada waktu penarikan kabel pratekan. Lendutan yang
terjadi diimbangi oleh beban service sehingga menimbulkan lendutan pada balok dan diharapkan lendutan yang terjadi tidak melebihi lendutan maksimum yang diijinkan.
Lendutan pada saat service
Dari hasil analisa SAP didapatkan lendutan maksimum untuk komponen jembatan yang direncanakan adalah : 0,013 m = 13 mm
Syarat :
∆ ≤ 800
L
13 mm ≤ 800
00060.
13 mm ≤ 75 …….OK
Gambar 6.76 kontur lendutan hasil perhitungan
menggunakan SAP
BAB VII METODE PELAKSANAAN
7.1 Struktur jembatan
Struktur jembatan jembatan Gayam ini tersusun dari single box girder dengan lebar 9 meter. Sedangkan tinggi box girder bervariasi dengan ketinggian maksimum 3,1 meter di dekat pilar dan ketinggian minimum 1,5 meter didekat abutment. Bentang total jembatan sepanjang 100 m dibagi menjadi 3 bentang yaitu 20 m + 60 m + 20 m, ditopang oleh dua pilar dan dua abutment. Profil box girder yang direncanakan adalah sebagai berikut : • Untuk tiap sisi bentang kantilever dengan
ketinggian antara 1,5 m sampai dengan 3,1 m, profil box yang digunakan adalah dengan
panjang 3,75 m yang memiliki tinggi 1 m sampai 3,5 m sebanyak 22 buah, panjang 3 m yang memiliki tinggi 1 m sampai 3,5 m sebanyak 2 buah, panjang 2 m yang memiliki tinggi 3,5 m sebanyak 4 buah dan panjang 3,50 m dengan tinggi 1,5 m sebanyak 1 buah
• Pada bagian diatas pilar, profil box yang digunakan adalah setinggi 3,5 m dan panjang 2 m sebanyak 2 buah.
• Untuk segmen penutup pada tengah bentang digunakan profil box dengan ketinggian 1,5 m dan panjang 3,5 m sebanyak 1 buah.
• Jumlah total box yang digunakan untuk kontruksi jembatan ini adalah 29 buah.
7.2 PRINSIP TAHAP KONSTRUKSI
Sistem pelaksanaan yang akan diterapkan pada jembatan ini menggunakan alat traveller dengan prinsip kantilever secara segmental. Dimana dengan sistem ini tiap segmen balok akan dicor di tempat (cast in situ) sampai bentang jembatan keseluruhan. Pelaksanaan ini akan dimulai dari pilar yang berada ditengah secara betahap, dengan memakai sistem kantilever (dengan menjaga keseimbangan statika). Pemasangan pilar di tengah dengan cara cor di tempat dengan bantuan perancah. Yang perlu diperhatikan adalah stabilitas struktur akibat diterapkan sistem ini. Karena dimensi pilar yang terbatas untuk bisa menahan momen lentur yang dihasilkan oleh konstruksi kantilever, maka pada sistem ini di pilarnya (tumpuan) akan dipasang penyambung sementara (temporrary connection) yang berupa prestressing rods yang distressing secara vertikal antara deck dengan pilar, dimana diantara deck dengan pilar diletakkan spacer blok untuk menahan tumbukan. Sedangkan sistem penarikan tendon (jacking) juga dilakukan sesuai dengan sistem kantilever. Yaitu dengan melakukan stressing berturut-turut. Kemudian diikuti stressing untuk tendon menerus saat jembatan sudah menjadi struktur stati tak tentu. Adapun keuntungan memakai sistem kantulever dengan alat traveller adalah : 1. traveller sangat tepat sekali digunakan untuk
pelaksanaan pembangunan jembatan dengan medan yang cukup sulit.
2. Waktu konstruksi bisa dipercepat dengan memakai 2 trolly penempatan Alat yang digunaakan adalah jenis launching
gantry dengan beban merata dalam pelaksanaan = 0,285 t/m’.
7.3 PRINSIP TAHAP STRESSING TENDON
Stressing tendon menggunakan internal prestressing dilakukan dengan tiga tahap utama, yaitu :
• Tahap 1 Pada tahap ini pemasangan tendon dilakukan tiap pemasangan segmen box girder selesai dilakukan. Pemasangan diawali dari atas tiap pilar kemudian berjalan ke samping kiri dan kanannya secara konstan dan seimbang. Tendon ini disebut sebagai tendon kantilever (tendon post tensioning group 1).
• Tahap 2 Pada tahap ini pemasangan tendon dilakukan setelah seluruh segmen terpasang sehingga menjadi balok menerus dan setelah
beban luar bekerja. Tendon ini disebut sebagai tendon menerus (tendon post tensioning group 2).
7.4 TAHAP PELAKSANAAN POST
TENSIONING GIRDER 7.4.1 Pemasangan selubung kabel • Mula-mula tulangan penyangga (suport
rebar) diikat dengan kawat/dipasang pada tulangan sengkang dengan ketinggian menurut profil kabel pada gambar kerja (shop drawing). Jarak antara tulangan penyangga dibuat maksimum 1 meter
• Setelah pemasangan tulangan penyangga selesai dikerjakan dan diperiksa, selubung kabel (duct) dipasang diatas tulangan penyangga tersebut dan diikat dengan kawat pengikat pada tulangan penyangga tersebut.
• Pada sambungan antara selubung kabel (duct) digunakan coupler (yaitu selubung kabel dengan diameter lebih besar) dan dilengkapi dengan pita perekat untuk menghindari masuknya air atau adukan beton ke dalam duct. Demikian juga digunakan pita perekat pada sambangan antara selubung kabel (duct) dengan terompet anggkur (anchorage guide).
7.4.2 Pemasangan kabel prategang • Strand akan dimasukan kedalam duct
secara manual 7.4.3 Penarikan kabel
• Stressing baru dilaksanakan apabila mutu beton mencapai kuat tekan 65% fc’
• Stressing (penarikan) dilakukan sesuai dengan perhitungan
7.5 PEKERJAAN GROUTING
• Setelah hasil stressing mendapat perstujuan dari pihak konsultan maka pekerjaan grouting baru dapat dilaksanakan
• Awal dari pekerjaan groting adalah pemotongan kabel baja prategang (strand) yang berada pada angkur. Strand dipotong minimum 2 cm dari tepi terluar baji (jaws)
• Jika pemotongan telah selesai dilaksanakan maka angkur ditutup dengan adukan semen dan pasir (patching) untuk mencegah keluarnya bahan grouting dari sela-sela strand atau baji
• 24 jam setelah pekerjaan patching maka pekerjaan gruoting dapat dilaksanakan
• Sebelum pekerjaan grouting dilaksanakan duct yang berisi strand dibersihkan dengan
mengalirkan air bersih kedalamnya kemudian dengan menggunakan kompresor yang disediakan oleh kontraktor duct tersebut dikeringkan.
• Adukan gruoting terdiri dari perbandingan campuran semen 1 zak (50 kg), air bersih 22 liter (w/c : 0.45) dan grout admixture sebanyak 227 gram
• Pada pelaksanaan pekerjaan grouting, semen, air dan additive diaduk dengan menggunakan electrical mixer sebelum dipompokan kedalam duct dengan electrical grouting pump. Bahan grouting dipompakan dengan tekanan sekitar 0.5 N/mm2 dan setelah keluar pada grout vent dan grout inlet maka grout outlet dan grout inlet ditutup dan pekerjaan grouting selesai.
7.6 TAHAP STRESSING CONTINUITY
TENDON 7.6.1 Segmen closure
Pekerjaan segmen closure adalah pekerjaan pengecoran segmen penutup atau penyambung untuk menghubungkan kantilever-kantilever girder yang berdiri sendiri-sendiri pada saat pembangunannya karena dibangun menggunakan metode balance kantilever.
7.6.2 Metode stressing continuity tendon Pekerjaan continuity adalah pekerjaan penarikan / stressing tendon longitudinal pada bottom box girder. Pekerjaan ini dilaksanakan setelah seluruh segmen girder tersambung dan seluruh tendon pada top slab telah selesai di stressing Stressing continuity tendon clusure side span dilakukan secara simultan dengan sebagian continuity tendon closure mid span dengan tujuan meminimalisasi kemungkinan retak-retak (crack) tendon closure yang belum distressing bila tak dilakukan secara simultan. Adapun metode pelaksanaannya adalah sebagai berikut • Instalasi strand untuk continuity tendon
yang telah bisa di instalasi. • Stressing secara simultan tendon side
span dan tendon mid span • Bila pekerjaan stressing selesai
dilanjutkan dengan pekerjaan potong strand, patching dan grouting.
BAB VIII PENUTUP
6.1 KESIMPULAN 1. Metode pelaksanaan konstruksi dilapangan
sangat berperan dalam hal ini untuk perhitungan analisa beban yang terjadi, penggunaan metode pelaksanaan dengan alat traveller cukup berpengaruh pada analisa tegangan yang terjadi. Penggunaan traveller cukup menguntungkan karena dipakai dua buah traveller pada masing-masing pilar sehingga akan mempercepat pelaksanaan dilapangan.
2. Pada perencanaan ini dapat digunakan beton dengan mutu ( )'f c = 60 Mpa, dan strand type
15,2 mm yang mengacu pada tabel VSL. 3. Pada perencanaan ini, dapat digunakan box
girder dengan dimensi : � Profil I : Profil box dengan panjang 3,75
m dan memiliki tinggi 1 m sampai dengan 3,1 m sebanyak 22 buah.
� Profil II : Profil box dengan panjang 3 m dan memiliki tinggi 1 m sampai dengan 3,1 m sebanyak 2 buah.
� Profil III : Profil box dengan panjang 2 m dan tinggi 3,1 m sebanyak 4 buah.
� Profil IV : Sebagai penutup tengah bentang, digunakan profil box dengan panjang 3,5 m dan tinggi 1,5 m sebanyak 1 buah.
� Jumlah total profil box yang digunakan adalah sebanyak 29 buah
6.2 SARAN Untuk lebih mendapatkan analisa yang lebih tepat dan teliti hal yang perlu dilakukan adalah : 1. Penentuan alat pelaksanaan yang digunakan
dalam metode perencanaan dalam hal ini alat traveller sebaiknya dihitung berat dari alat secara pasti.
2. Kontrol tegangan dengan analisa yang didapatkan harus dilakukan dengan perhitungan yang sesuai dengan kenyataan dalam perhitungan.
3. Lendutan yang terjadi sebaiknya dikontrol juga terhadap pengaruh waktu.
DAFTAR PUSTAKA
1. Lin Ned, TY and Burn, NH.1989.Desain Struktur Beton Pratekan.
2. Nawy, Edward G.2001. Beton Prategang 3. Budiadi, Andri.2008. Desain Praktis
Beton Prategang. 4. Murni Dewi,Sri.2003. Beton Prategang. 5. Asiyanto.2005. Metode Konstruksi
Jembatan Beton. 6. Supriyadi ,Bambang ; Setyo Muntohar,
Agus.2007. Jembatan 7. Chu-Kia Wang.1984. Struktur Statis Tak
Tentu. 8. Departemen Pekerjaan Umum.Pedoman
Perencanaan Pembebanan Jembatan Jalan Raya SKBI-1.3.28.1987
9. RSNI T-02-2005 dan SNI T-12-2004 10. SNI 03-2847-2002 Tata Cara
Perhitungan struktur Beton Untuk Bangunan Gedung.
11. Tabel VSL