Post on 30-Oct-2020
Volume 13 Nomor 1. Februari 2018 Terbit 2 bulan sekali
Implementasi panen air dan pemanfaatanya untuk irigasi lahan kering
Studi kasus “lahan kering di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulawesi Selatan”
ISSN 1907 - 8773
Gerakan nasional panen air yang dicanangkan oleh pemerintah pada intinya adalah untuk
“Mewujudkan Kedaulatan Pangan Nasional Melalui Peningkatan Produktivitas Lahan dan Air serta
Resiliensi terhadap Perubahan Iklim” Muara dari gerakan panen air tersebut akan memberikan
dampak yang sangat luas terutama untuk meningkatkan IP di lahan sawah tadah hujan dari 100
menjadi 200 atau lebih. Selain itu diharapkan akan meningkatkan aktifitas pertanian di lahan kering
untuk pengembangan pertanian (padi gogo, jagung, kedelai, hortikultura, dan peternakan) dan
meningkatkan produktivitas lahan tidur. Salah satu bentuk penjabarannya dari program tersebut
adalah dengan melakukan implementasi panen air dan pemanfaatannya untuk irigasi lahan kering di
Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone, Provinsi Sulwesi Selatan. Wilayah tersebut
merupakan lahan kering yang berkembang dari land form karst. Pemilihan lokasi didasarkan pada
aspek sumberdaya lahan terutama ketersediaan sumberdaya air dan target irigasi yang
memungkinkan ditingkatkan produktivitas lahannya. Lahan kering di wilayah Desa Lampoko
umumnya dimanfaatkan oleh penduduk untuk budidaya pakan ternak dan tanaman buah-buahan
(papaya dan mangga) danjambu mete yang dibudidayakan secara tradisional dan hanya
mengandalkan air hujan sebagai sumber irigasi. Di lain pihak terdapat mata air Carirung dari goa
perbukitan Karst dengan jarak kurang lebih 2600 m dari lokasi tersebut yang dapat dimanfaatkan
sebagai sumber air irigasi dengan debit 550 liter/detik yang digunakan untuk irigasi lahan pertanian
yang terletak di sekitar mata air Carirung dan di luar wilayah Desa Lampoko.
A. Potensi Sumber Daya Iklim
Data curah hujan diambil dari stasiun hujan PG. Arasoe menunjukkan bahwa pola sekuensial dari
rata-rata curah hujan bulanan wilayah Kabupaten Bone mempunyai pola hujan bimodal artinya
memiliki dua kali periode puncak hujan yang terjadi pada bulan April-Mei dan bulan Desember tanpa
bulan kering yang berarti. Berdasarkan kelas curah hujan tahunan, wilayah Kabupaten Bone
termasuk kategori basah, dengan curah hujan tahunan sekitar 2715 mm. Puncak hujan umumnya
pada bulan Mei dan Desember (Gambar 1). Bulan-bulan dengan curah hujan tinggi (bulan basah)
intensitas >200 mm/bulan terjadi pada bulan Maret hingga Juli (5 bulan) dan Desember. Bulan-
bulan dengan curah hujan rendah (bulan kering) dengan intensitas <100 mm/bulan terdapat
sebanyak 2 bulan, yang terjadi pada bulan Agustus dan September. Menurut kriteria Oldeman
(1979), Kabupaten Bone memiliki Zona Agroklimat C-2 sebagai zona agroklimat dominan, dengan
panjang potensi masa tanam untuk tanaman pangan di lahan sawah adalah sepanjang 7 bulan dan
bisa dilakukan dua kali tanam padi dengan intervensi teknologi pengelolaan air irigasi yang baik.
Gambar 1. Distribusi Curah Hujan Bulanan
2
Optimalisasi sumber daya air yang dilakukan dengan membuat saluran distribusi, dan pem-
buatan bak tampung serta embung di lahan petani. Beda tinggi antara mata air dan lokasi lahan
kering di Desa Lampoko sekitar 9 meter, sehingga air dapat didistribusikan dengan menggunakan
pipa pvc secara gravitasi dengan debit sebesar 2,1 liter/detik. Berdasarkan wawancara dengan pet-
ani di Desa Lampoko, akan dimanfaatkan lahan kering yang ada untuk budidaya palawija dan say-
uran apabila bisa memanfaatkan air dari mata air Carirung tersebut.
C. Instalasi Bangunan dan Jaringan Irigasi
Instalasi bangunan irigasi yang dilakukan berupa bak tampung utama (5x6x2 meter) dan 2 buah
embung pertanian masing-masing dengan ukuran 3x6x2 meter. Untuk mendistribusikan air dari
mata air ke bak tamping dan embung telah dilakukan pemasangan pipa paralon PVC 2 inchi sepan-
jang 2600 meter atau setara 650 batang pipa paralon (Gambar 3).
B. Potensi Sumber Daya Air
Berdasarkan hasil survei yang dilakukan pada bulan Agustus 2017 terdapat potensi sumberdaya air
dari mata Carirung yang dapat dimanfaatkan untuk irigasi lahan, yang selama ini belum dapat
digunakan oleh sebagian besar petani lahan kering untuk mengairi lahan mereka. Mata air dari Bukit
Kapur Carirung mempunyai aliran dasar berkisar 550 liter/detik (Gambar 2). Mata air tersebut belum
dimanfaatkan secara optimal untuk mengairi lahan sawah yang ada sehingga masih sangat dimung-
kinkan untuk dieksploitasi untuk irigasi suplementer pada lahan kering di wilayah Desa Lampoko.
Gambar 2. Mata air Carirung
Gambar 3a. Bak Tampung Utama
3
Gambar 3b. Bangunan bak tampung dan embung di lahan petani
D. Rancang bangun teknik pemanfaatan potensi sumber daya air untuk budidaya sa-yuran, palawija dan pakan ternak di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo Kabu-paten Bone
Rancang bangun teknik pemanfaatan potensi sumberdaya mencakup aspek eksplorasi, eksploitasi,
dan efektivitas distribusi. Eksplorasi sumber daya air merupakan kegiatan mencari dan
mengidentifikasi potensi sumberdaya air. Eksploitasi bertujuan untuk memanfaatkan potensi
sumberdaya air dalam bentuk air permukaan dan air tanah. Efektivitas distribusi mencakup
peningkatan nilai guna air yang terbatas untuk budidaya pertanian secara maksimal. Desain irigasi
pada lahan kering ditetapkan berdasarkan informasi jenis dan potensi sumber daya air, bentang
lahan, panjang jalur distribusi saluran dan pilihan komoditas.
Gambar 3c. Pemasangan pipa distribusi menggunakan pipa pvc 2 inch sepanjang 2,6 km
4
Hendri Sosiawan
Alamat Penyunting: Jl. Tentara Pelajar No 1A, Bogor 16111 Telp : (0251) 8312760 E-mail : balitklimat@litbang.pertanian.go.id http://www.balitklimat.litbang.pertanian.go.id
Penanggung jawab : Kepala Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Redaktur : Kurmen Sudarman, Yeli Sarvina, Nani Heryani Penyunting : Yulius Argo Baroto Redaktur Pelaksana : Eko Prasetyo dan Tuti Muliani
Info Agroklimat dan Hidrologi memuat informasi aktual dan inovasi teknologi hasil-hasil penelitian bidang agroklimat, hidrologi, dan pengelolaan air
Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Distribusi adalah upaya mengalirkan air dari sumber ke lahan pertanian dan membagikan air
kepada tanaman. Berdasarkan cara pengaliranya distribusi air irigasi dapat dilakukan dengan saluran
terbuka (open channel) dan saluran tertutup/jaringan pipa (pipe networking). Berdasarkan cara
pendistribusiannya dapat dilakukan dengan irigasi permukaan (surface irrigation), irigasi curah
(springkler irrigation) dan irigasi tetes (drip irrigation). Desain distribusi irigasi dengan saluran ter-
buka terdiri dari saluran primer, sekunder dan tersier. Desain distribusi irigasi dengan saluran
tertutup terdiri jaringan pipa utama, jaringan penghubung dan kelengkapan pendukung seperti
konektor, reducer, balve valve dan sebagainya.
Penyusunan desain jaringan irigasi dilakukan untuk menyesuaikan antara letak pertanaman
dan sistem irigasi yang akan diaplikasikan dengan mempertimbangkan debit air yang dapat
digunakan untuk memasok irigasi pada lahan target irigasi sehingga diperoleh efisiensi penggunaan
bahan irigasi dan efisiensi kebutuhan air tanaman.
Teknik penyiraman merupakan satu rangkaian dengan cara pendistribusian air dari jaringan
irigasi ke tanaman. Agar aplikasinya tepat sasaran dan efisien dalam penggunaan airnya, teknik
penyiraman ditentukan berdasarkan kondisi lahan, jenis komoditas dan jarak tanam. Desain
distribusi dan teknik penyiraman di lahan disajikan pada Gambar 4. Jenis teknik penyiraman yang
diaplikasikan adalah irigasi “controlled furrow gated pipe” /leb yang dikontrol dengan kran air 14
jalur dan masih dapat dikembangkan sampai 20 jalur, irigasi impact sprinkler yang memanfaatkan
tekanan air dari pipa utama sebesar 20 bar dan irigasi big gun springkle yang memanfaatkan air dari
embung dan bak tampung dengan jangkauan diameter 70 meter (Gambar 4).
Gambar 4. Desain dsitribusi dan teknik penyiraman pada lahan kering untuk budidaya sayuran, palawija dan pakan ternak di Desa Lampoko, Kecamatan Barebo, Kabupaten Bone