Post on 01-Nov-2021
Zainil Ghulam
90 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
IMPLEMENTASI MAQASHID SYARIAH DALAM KOPERASI SYARIAH
Oleh:
Zainil Ghulam Institut Agama Islam Syarifuddin Lumajang
e-mail : wanlam09@gmail.com Abstrak:
Mewujudkan kemaslahatan adalah kata kunci bagi manusia dalam merealisasikan kebaikan itu sendiri. Karena prinsip kemaslahatan adalah pangkal konsep tujuan syariah (maqashid syariah). Adapun pijakan kemaslahatan bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits yang kemudian dari keduanya manusia berijtihad untuk menentukan kemaslahatan yang diidealisasikan dalam hidup dan kehidupannya. Wacana konsep maqashid syariah awal-awalnya adalah sub topik tersendiri dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh. Geliat Ekonomi Islam di Indonesia dalam lima belas tahun terakhir ini, mengalami perkembangan signifikan baik dalam tataran teori dan praktik. euforia terma ekonomi Islam, hanya dibarengi dengan bermunculnya lembaga-lembaga keuangan Syariah saja. Hal ini adalah sebuah ironi. Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang paling cocok untuk memberdayakan rakyat kecil adalah koperasi. Karena di dalam koperasi dapat ditemukan prinsip dan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong dan kesejahteraan bersama. Bung Hatta memberikan perhatian khusus terhadap koperasi sebagai kerjasama ekonomi yang ideal. Karena koperasi adalah lembaga strategis dan menjadi “senjata persekutuan bagi si lemah untuk mempertahankan hidupnya”. Dalam Islam, koperasi termasuk kategori Syirkah/Syarikahi, dan di Indonesia dilabeli dengan nama Koperasi Syariah.
Kata kunci: Maqashid Syariah, Koperasi Islam
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 91
Pendahuluan
Fitrah manusia diciptakan, sejatinya adalah mencintai kebaikan
dan kebajikan. Tentunya, upaya melahirkan kebaikan dan kebajikan itu
atas pertimbangan pribadi sebagai makhluk komunal dimana senantiasa
bercita-cita merealisasikan kemaslahatan. Akan tetapi, dibalik kebaikan
ini, kadang terbentur dengan sifat egosentrisnya sehingga kemafsadatan,
kemudharatan atau prilkau-prilaku buruk dalam dirinya muncul yang
terkadang disadari ataupun tidak face to face dengan masyarakat dan
lingkungan sekitatrnya. Lebih dari itu, ketika ia akan berbuat kebaikan,
kadang ada manusia lainnya yang mencoba menghalang-halanginya
dengan beragam upaya tindakan tak terpuji.
Untuk mengatur dan membatasi kepentingan individual manusia,
Allah SWT telah menetapkan dalam syariat Islam. Menurut al-Syatibi:
syariat diturunkan kepada manusia untuk merealisasikan kemaslahatan
bagi segenap umat manusia, untuk di dunia dan akhiratnya.1
Mewujudkan kemaslahatan adalah kata kunci bagi manusia dalam
merealisasikan kebaikan itu sendiri. Karena prinsip kemaslahatan adalah
pangkal konsep tujuan syariah (maqashid syariah). Adapun pijakan
kemaslahatan bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits yang kemudian
dari keduanya manusia berijtihad untuk menentukan kemaslahatan yang
diidealisasikan dalam hidup dan kehidupannya.
Wacana konsep maqashid syariah awal-awalnya adalah sub topik
tersendiri dalam disiplin ilmu Ushul Fiqh. Sebut saja seperti Imam al-
Timirdzi, Imam Juwaeni, Ibn Taimiyah, al-Baqillani, Izzudin bin Abd
Salam, Imam Ghazali dan lainya yang telah membahas secara eksplisit
dalam Ushul Fiqh. Setelah rentang waktu yang lama, banyak ulama’-
ulama’ Fiqh yang mengembangkannya dalam pembahasan tersendiri
1 Abû Ishâq Ibrâhîm ibn Mûsâ al-Lakhmiy al-Gharnâthiy al-Syâthibiy, al-
Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm (Jilid I, Juz II, t.t., Dâr al-Rasyâd al-Hadîtsah, t.th.), 2.
Zainil Ghulam
92 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
seperti Imam al-Syatibi, Ibn Asyur dan lain-lain. Ulama’-ulama’
kontemporer seperti Yusuf al-Qardhawi, Jamaluddin Athiyyah, Ahmad
al-Raisuni dan ulama’ulama’ lainnya juga ikut mebahas dalam satu buku
tersendiri. Sebetulnya, kajian maqashid syariah harus lebih dikembangkan
lagi dalam teori dan praktik ekonomi, sosial dan politik mengingat muara
dari maqashid syariah adalah kemaslahatan.2
Geliat Ekonomi Islam di Indonesia dalam lima belas tahun terakhir
ini, mengalami perkembangan signifikan baik dalam tataran teori dan
praktik. Beberapa Fakultas Ekonomi Syariah banyak dijumpai di beberapa
perguruan tinggi negeri dan swasta. Buku-buku yang mengkaji Ekonomi
Islam juga tidak sedikit terpajang di etalase toko-toko buku. Bahkan SMK
dengan Kompetensi Keahlian Perbankan Syariah mulai bermunculan.
Begitu juga, bank-bank Syariah, Koperasi Syariah, Pegadaian Syariah dan
lembaga kuangan syariah sejenisnya dapat ditemukan di beberapa kota.
Namun, seiring dengan perkembangan ini, kajian ekonomi Islam
perspektif maqashid syariah masih sedikit.3 Meminjam terminologi Dr.
2 Abdullahi Ahmed an-Naim dalam Islam, Toward an Islamic Reformation: Civil
Liberties, Human Right, and International Law menguraikan pendapatnya bahwa: “Ketika suatu prinsip atau aturan syari’ah didasarkan pada makna umum atau
implikasi yang luas dari suatu teks al-Qur’an dan Sunnah, berbeda dengan aturan langsung dari teks yang jelas dan terinci, maka teks dan prinsip (aturan) syari’ah itu harus dihubungkan melalui penalaran hukum. Bagaimana pun juga sulit dibayangkan suatu teks al-Qur’an dan Sunnah, betapa pun jelas dan rincinya, tidak memerlukan ijtihad untuk interpretasi dan penerapannya dalam situasi yang konkret.” Lihat: Abdullahi Ahmed an-Naim (selanjutnya disebut an-Naim), ”Islam, Toward an Islamic Reformation: Civil Liberties, Human Right, and International Law”, diterjemahkan Ahmad Suaedy dan Amirudin ar-Rany, Dekonstruksi Syari’ah, Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan Internasional dalam Islam (Cet. IV; Yogyakarta: LKiS, 2004), 45.
3 Sebelum Ushul Fiqh lahir, sebetulnya pada masa Sahabat dan Tabi’in, maqâshid al-syarî’ah telah dijadikan sebagai sebuah pertimbangan hukum dalam merumuskan fatwa-fatwa dan pendapat hukum. Misalnya, diriwayatkan bahwa ‘Aisyah dan Ibn ’Abbas pernah menolak kesimpulan hukum dari hadits-hadits Âhâd yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah yang menyatakan tentang keharusan membasuh kedua tangan sampai tiga kali bagi seseorang yang baru bangun tidur sebelum memasukkannya ke dalam wadah. ‘Aisyah dan Ibn ’Abbas menilai bahwa hadits tersebut tidak selaras dengan tujuan syari’at karena bertentangan dengan kaidah tentang penghindaran
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 93
Muhammad Syafii Antonio, M. Ec yang menyatakan: Kajian maqashid
syariah dalam ekonomi Islam merupakan topik yang sangat menarik dan
sedang menjadi trend dalam pengembangan ekonomi dan keuangan Islam
seperti realisasi Maqasdih index dalam menguji performa bank-bank Islam.
Selain itu maqashid syariah juga merupakan sebuah disiplin ilmu yang
telah lama dikembangkan oleh ulama’-ulama’ Muslim dahulu seperti
Imam Juwaini, Imam Ghazali, Imam Syatibi, dan Ibn ‘Ashur. Namun
kebanyakan kajian-kajian tersebut hanya difokuskan pada permasalahan
ibadah saja seperti karya al-Tirmidzi al-Hakim (Abu ‘Abdullah
Muhammad bin ‘Ali) “As-Shalatu wa Maqashiduha” atau karya al-’Iz bin
Abdussalam “Maqashidu al-Ibadah”. Seharusnya ada aspek-aspek
muamalah.4
Lebih jauh lagi, euforia terma ekonomi Islam, hanya dibarengi
dengan bermunculnya lembaga-lembaga keuangan Syariah saja. Hal ini
adalah sebuah ironi. Oleh karenanya, merespon fenomena ini, Prof. Dr.
Sri-Edi Swasono mengingatkan: Ekonomi Syariah direduksi dan lebih
terpusatkan hanya pada upaya membangun bank-bank syariah,
seterusnya riba hanya ditinjau dari segi bunga perbankan saja. Riba justru
hidup subur di dalam sistem ekonomi yang eksploitatori secara luas, yang
memelihara dan menumbuhkan kesenjangan ekonomi, yang membiarkan
terjadinya trade-off secara sistemik untuk kerugian si miskin dan si lemah,
yang subordinatif dan diskriminatori, yang membiarkan brutalitas laissez-
faire dalam arti luas, yang justru diabaikan oleh mereka yang lengah oleh
eforia dalam mengembangkan bank-bank syariah, tanpa memperhatikan kesulitan (limukhâlafatih liqâ’idat raf’ al-haraj). Atau keputusan Umar yang tidak lagi menyalurkan zakat kepada para muallaf oleh karena ketentuan tersebut dianggap tidak relevan lagi dengan tujuan syari’ah (yang dalam hal ini adalah ta’lîf atau mengambil hati orang-orang yang baru masuk Islam), sekalipun keputusan itu bertentangan dengan nash al-Qur’an Surat al-Taubah ayat 60. Lihat: Khalîfat Bâ Bikr al-Hasan, Falsafat Maqâshid al-Tasyrî’ fî al-Fiqh al-Islâmiy (Cet. I; Kairo: Maktabat Wahbah, 2000), 29-36.
4 Dr. Muhammad Syafii Antonio, M. Ec. Dalam kata pengantar buku, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Smart WR, 2014), h. V-VI.
Zainil Ghulam
94 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
perlunya restrukturisasi dan dekonstruksi sistema ekonomi yang
usurious.5
Akselerasi pertumbuhan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) terus
mengalami kemajuan. Sebagai contoh, Bank Muamalat yang sudah berdiri
sejak tahun 1992. Kemudian diikuti dengan LKS lainnya, seperti
Pegadaian Syariah, Asuransi Syariah, hotel Syariah, Reksadana Syariah
dan lain sebagainya. Adapun koperasi Syariah pertumbuhannya sudah
ketinggalan “kereta”. Dalam tulisan ini, penulis akan fokus pada konsep
maqashid syariah secara singkat dan padat. Selanjutnya, akan menganalisis
implementsi maqashid syariah dalam konsep dan praktik koperasi syariah
di Indonesia.
Konsep Maqashid Syari’ah
Maqashid syariah atau al-Maqashid al-Syar’iyah keduanya memiliki
pengertian yang sama yang berarti tujuan-tujuan Syari’ah. Maqashid
syariah adalah kalimat yang terbentuk dari murakkab idhafi. Secara
etimologi, maqashid adalah bentuk jama’, lebih tepatnya jam’ al-taktsîr yang
berupa shîghat muntaha al-jumû’. Bentuk singular (mufrâd) dari kata
tersebut adalah maqshad. Dari maqsad yang berakar kata dari qasada-
yaqsidu-qasdan yang berarti; bermaksud, berniat, dan menghendaki6. Kata
syari’ah berasal dari akar kata syara’a-yasyra’u-syar’an yang berarti
membuat peraturan, undang-undang dan hukum.7 Secara terminologis,
menurut Thâhir ibn ’Âsyûr dan Wahbat Mushthafâ al-Zuhailiy, maqâshid
al-syarî’ah adalah makna (ma’âniy), tujuan (ahdâf), dan hikmah-hikmah
(hikam) yang menjadi perhatian Syâri’ (Legislator: Allah SWT) ketika
5 Prof. Dr. Sri-Edi Swasomo dalam kata pengantar: Anwar Abbas, Bung Hatta dan
Ekonomi Islam, (Jakrta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), h. XV. 6 A.W. Munawwir, Kamus al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Prgresif, 1984), h.
1123 7 Ibid., h. 711.
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 95
menetapkan hukum-hukum. Menurut keduanya maqâshid al-syarî’ah
adalah bagian terpenting dari hukum-hukum tersebut dan merupakan
rahasia-rahasia (asrâr) yang terkandung di dalamnya.8
Menurut Nurizal Ismail, pengertian maqashid syariah dari sisi
keilmuan dapat ditelusuri dari beberapa pemikiran ulama’-ulama’ ushul
fiqh seperti Imam al-Haramayn, Imam al-Ghazali, Imam Syatibi dan Ibn
‘Ashur. Imam al-Haramayn sampai kepada Imam Ghazali belum
memberikan definisi maqashid syariah secara terperinci karena pada
masanya kajian tentang maqashid syariah masuk dalam pembahasan ilmu
ushul fiqh, baru pada masa Ibn ‘Ashur pemberian definisi itu ada. Ibn
‘Ashur mendefinisikan maqashid al-‘Am li al-Syari’ah adalah tujuan (al-
ma’ani) dan hikmah-hikmah (al-hikam) yang diinginkan oleh Allah (syari’)
dalam seluruh hukum (tasyri’) atau sebagian besarnya, yang tidak
dikhusukan perhatiannya kepada hukum-hukum syariah yang khusus
saja. Penjelasan ini sebenarynya secara tidak langsung mempunyai
kesamaan arti maqashid syariah oleh Imam al-Syatibi. Persamaan tersebut
sebagimana yang tertulis dalam bukunya al-Muwafaqat: “perbuatan-
perbuatan syariah bukanlah sebuah tujuan dalam dirinya. Melainkan ada
permsalahan-permasalahn (umurun) lain yang bermaksud atasnya
(syariah) yaitu tujuan-tujuannya (ma’aniha). Dari sini terjawab walaupun
Imam Syatibi tidak menjelaskan maqashid syariah dalam bentuk definisi
namun secara inti mempunyai esensi yang sama dengan definisi Ibn ‘
Ashur.9
Adapun dasar hukum maqashid syariahi dalam al-Qur’an dan
Hadits maka akan kita dapatkan beberapa dalinya. Namun sebelumnya,
penulis ingin memaparkan pembagian Syariah –sebagaimana yang telah
8 Firdaus Agung, Maqâshid Al-Syarî’ah Imâm Al-Syâthibiy dan Relevansinya Dengan
Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia, (Skripsi, UIN Malang, 2008), h. 56. 9 Nurizal Ismail, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, (Yogyakarta: Smart WR,
2014), h. 4-5.
Zainil Ghulam
96 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
dibagi oleh para Fuqaha’– yakni terbagi dalam masalah: ‘aqidah, ibadah,
mu’amalat, hukum keluarga, pidana dan lain-lain. Searah dengan
pembagian tersebut, juga terdapat pembagaian maqashid syariah
sebagaimana telah dijelaskan oleh para ahli Ushul Fiqh yang terbagi
dalam: Dharuriyat, Hajiyat dan Tahsiniyat.
1. Mejaga al-Dharuriyat
Di sini dapat diklasfikasikan sebagai berikut:10
a. Menjaga Agama
- Dalil al-Qur’an
Artinya: dan aku tidak menciptakan jin dan manusia
melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.(QS.51:56)
- Dalil Hadits
ل يل دم امرئ مسلم إلا بحدى ثلث : الثايب الـزاان ، والنـافس :عن ابن مسعود قال: قال رسول الله .بلنـافس ، والتاارك لدينه الـمـفارق للجـماعة. رواه البخاري ومسلم
Dari Ibnu Mas’ud Radhiyallahu 'anhu, ia berkata:
“Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, ‘Tidak
halal darah seorang muslim, kecuali karena salah satu dari tiga
hal: orang yang berzina padahal ia sudah menikah, membunuh
jiwa, dan orang yang meninggalkan agamanya lagi
memisahkan diri dari jama’ah (kaum muslimin)’.” [HR al-
Bukhâri dan Muslim].11
10 Dr. Yusuf Muhammad al-Badawiy, Maqashid al-Syariah ‘Inda Ibn Taimiyah,
(Yordania: Dar al-Nafais, t.th), h. 63-66. 11 Hadits ini shahîh. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri (no. 6878), Muslim (no. 1676),
Ahmad (I/382, 428, 444), Abu Dâwud (no. 4352), at-Tirmidzi (no. 1402), an-Nasâ`i (VII/90-91), ad-Dârimi (II/218), Ibnu Mâjah (no. 2534), Ibnu Abi Syaibah dalam al-
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 97
b. Menjaga Jiwa
- Dalil al-Qur’an
Artinya: dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang
lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan
Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar,
dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian
itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya). QS. 25:68.
- Dalil Hadits
من تردى من جبل فقتل نفسه فهو فى نار جهنم يتردى فيها خالدا مخلدا فيها قال رسول الله ص.م : أبدا
Artinya: Barangsiapa membunuh diri dengan cara terjun dari
atas gunung, kelak ia akan diterjunkan masuk neraka
Jahannam dan kekal di dalamnya.12
c. Menjaga Akal
- Dalil al-Qur’an
Artinya: Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak
menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu
lantaran (meminum) khamar dan berjudi itu, dan menghalangi
kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; Maka
berhentilah kamu (dari mengerjakan pekerjaan itu).QS. 05:91.
- Dalil Hadits
Mushannaf (no. 28358), Ibnu Hibbân (no. 4390, 4391, 5945 dalam at-Ta’liqâtul Hisân ‘ala Shahîh Ibni Hibbân).
12 Diriwayatkan al-Bukhari no. 1949.
Zainil Ghulam
98 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
حدثنا هشام بن عمار حدثنا حفص بن سليمان حدثنا كثير بن شنظير عن محمد بن سيرين عن أنس بن مالك قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: طلب العلم فريضة على كل مسلم
Artinya: Diceritakan kepada kami oleh Hisyam ibn ‘Ammar, diceritakan kepada kami Hafs ibn Sulaiman, diceritakan kepada kami Kasir ibn Syanzir dari Muhammad ibn Sirin dari Anas ibn Malik berkata, Rasulullah saw. bersabda “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim”. 13
d. Menjaga Keturunan
- Dalil al-Qur’an
Artinya: dan jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku adil. Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.QS. 4: 3
- Dalil Hadits
منكم الباءة فليتزوج. فإنه أغض قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: يا معشر الشباب! من استطاع للبصر وأحصن للفرج. ومن لم يستطع، فعليه بلصوم، فإنه له وجاء
13 Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid al-Qazwini, Sunan Ibn Majah (Beirut: Dar
al-Fikr, t.th.), Juz. I, h. 81.
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 99
Artinya: Wahai para pemuda, barang siapa yang telah mampu
diantaramu untuk menikah, maka hendaklah menikah karena
akan menundukkan pandanganmu dan memelihara
kehormatanmu. Maka, siapa yang belum mampu hendaklah
berpuasa itu merupakan pengekang syahwat baginya. 14
e. Menjaga Harta
- Dalil al-Qur’an
Artinya: dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. berilah mereka belanja dan pakaian (dari hasil harta itu) dan ucapkanlah kepada mereka kata-kata yang baik.QS.4:5
- Dalil Hadits
لعن الله السارق يسرق البيضة فتقطع يده :قال )ص( ، عن النبي أبي هريرة عن
Artinya: Allah melaknat pencuri yang mencuri sebutir telur kemudian tangannya dipotong, dan mencuri seutas tali kemudian tangannya dipotong. 15
. 2. Mejaga al-Hajjiyat
- Dalil al-Qur’an
Artinya: Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan
tidak menghendaki kesukaran bagimu. DS. 02: 185
- Dalil Hadits
إنما بعثتم ميسرين ولم تبعثوا ولم :، قال : قال رسول اللا صلاى اللا عليه وسلام أنس بن مالك ن ع تبعثوا معسرين
14 Ibnu Hajar al-Asqalany, Bulughul Maram, (Semarang: Toha Putra, t.th.), h. 291. 15 Diriwayatkan oleh Bukhaari no. 6783 dan Muslim no. 1687
Zainil Ghulam
100 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
Artinya: Kalian semua (kaum Muslimin dengan perantara Nabi SAW) diutus untuk memberi kemudahan; tidak untuk menyulitkan. 16
3. Menjaga al-Tahsiniyat
- Dalil al-Qur’an
Artinya: dan Sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung.
- Dalil Hadits
عليه و أبي هريـرة عن ا بعثت لأتم صالح الأخلق " :سلام ، قال : قال رسول اللا صلاى اللا "إنما
Artinya: Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik). 17
Konsep Koperasi Syariah
Salah satu bentuk kerjasama ekonomi yang paling cocok untuk
memberdayakan rakyat kecil adalah koperasi. Karena di dalam koperasi
dapat ditemukan prinsip dan nilai-nilai kebersamaan, gotong royong dan
kesejahteraan bersama. Bung Hatta memberikan perhatian khusus
terhadap koperasi sebagai kerjasama ekonomi yang ideal18 karena
16 Diriwayatkan oleh Bukhaari no. 47 17 Diriwayatkan al-Imam Ahmad dalam al-Musnad (2/381 al-Bukhari dalam al-
Adabul Mufrad (no. 273) dan at-Tarikhul Kabir (7/188), al-Hakim dalam al-Mustadrak (2/613), al-Qudha’i dalam Musnad asy-Syihab (no. 165), Ibnu Abi ad-Dunya dalam Makarimul Akhlaq (no. 13).
18 Menurut Anwar Abbas: “Begitu menonjolnya pikriran Hatta tentang koperasi ini, hampir-hampir masalah koperasi diidentikkan orang dengan Hatta, hal ini dapat dipahami karena seperti dikatakan Deliar Noer: “lembaga usaha yang mendapat tempat sentral dalam sistem ekonomi yang dikembangkan Hatta ialah koperasi”. Tetapi, ini tidakhlah berarti bahwa lembaga-lembaga usaha lainnya seperti lembaga yang diusahakan oleh pemerintah dan swasta tidak mendapat perhatian dari Hatta karena ketiga pelaku tersebut menurut Hatta adalah menjadi pilar dalam perekonomian Indonesia. Namun yang perlu mendapat perhatian di sini, bahwa konsep dan kehadiran koperasi bagi Hatta buakanlah sesuatu yang di dasarkan kepada idealisme semata, tetapi juga merupakan dari realitas keadaan ekonomi masyarakat pada waktu itu yang memerlukan kehadiran struktur perekonomian yang baru karena struktur perekonomian yang ada selama ini telah membawa kepada ketidak-adilan dan tidak memihak kepada sebagai besar rakyat dan atau pribumi. Menurut Hatta struktur perekonomian Indonesai
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 101
koperasi adalah lembaga strategis dan menjadi “senjata persekutuan bagi
si lemah untuk mempertahankan hidupnya”.19
Dalam Islam, koperasi termasuk kategori Syirkah/Syarikah. Ada
beberapa definisi yang dikemukakan oleh Ulama’ Fiqh sebagaimana
dikutip oleh Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si. dalam bukunya Fiqh Muamalah.
Diantaranya adalah pendapat Sayyid Sabiq: Akad antara dua orang
berserikat pada pokok harta (modal) dan keuntungan; Taqiyuddin Abi Bakr Ibn
Muhammad al-Husaini: Ibarat penetapan suatu hak pada sesuatu yang satu
untuk dua orang atau lebih dengan cara yang telah diketahui.; Hasbi Ash-
Shiddieqie: Akad yang berlaku antara dua orang atau lebih untuk ta’awun
dalam bekerja pada suatu usaha dan membagi keuntungannya. Dari sini, dapat
dismipulkan bahwa syirkah adalah kerja sama antara dua orang atau lebih
dalam berusaha yang keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama.
20
di masa ituterdiri dari tiga golongan ekonomi yang tersusun bertingkat, yaitu: “...golongan atas ialah bangsa Belanda...Lapis ekonomi kedua yang menjadi perantara dan hubungan dengan masyarakat Indonesia berada kira-kira 90% di tangan orang Cina dan orang Asing lainnya. Orang Indonesia yang dapat dimasukkanb ke dalam lapis kedua ini paling banyak mengisi 10% dari lapis itu... Lapis ketiga ialah perekonomian yang segala kecil; pertanian kecil, pertukangan kecil, perdagangan kecil dan lain-lain, itulah daerah ekonomi bangsa Indonesia. Pun pekerja segala kecil, kuli, buruh kecil dan pegawai kecil diambil dari dalam masyarakat Indonesia ini”. Struktur perekonomia yang seperti ini menurut Hatta adalah tidak sehat dan tidak menguntungkan bagi rakyat kecil yang tidak punya modal. Lihat: Anwar Abbas, Bung Hatta dan Ekonomi Islam, h. 163-165
19 Mohhamad Hatta, Beberapa Fasal Ekonomi; Djalan Ke Ekonomi dan Pembangunan, (Djakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka, Tjetakan keenam, 1960), h. 120.
20 Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. 2014), h. 125-127. Dimyauddin Djuwaini menjelaskan lebih detail bahwa koperasi (musyarakah) adalah akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau kompetensi, expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan. Seperti halnya mudharabah, musyrakah adalah akad kerjsama atau usaha patungan antara dua/lebih pemilik modal atau keahlian untuk melaksanakan suatau jenis usaha yang halal atau produktif. Bedanya dengan mudharabah adalah dalam hal pembagian untung-rugi dan keterlibatan peserta dalam usaha yang sedang dikerjakan. Dimayuddin Djuwaini, Fiqh Muamalat, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 207-208.; Dr. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, juz IV, (Damaskus: Dar al-Fikr, 1989), h.792-793.
Zainil Ghulam
102 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
Landasan Syariah dibolehkannya akad syirkah berdasarkan dalil-
dalil yang dapat dijumpai dalam al-Qur’an dan Hadits. Diantara dalil-
dalinya sebagai berikut:21
a. Salah satu dasar hukumnya dalam al-Qur’an terdapat dalam
QS.38:24:
Artinya: ....dan Sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang yang berserikat itu sebahagian mereka berbuat zalim kepada sebahagian yang lain, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang saleh; dan Amat sedikitlah mereka ini.
b. Dasar hukum dalam Hadits:
إن الله يقول: أنا ثالث الشريكين ما لم يخن أحدهما صاحبه، فإن خانه خرجت من :عن أبي هريرة رفعه قال .22بينهما
Artinya: Aku (Allah) adalah yang ketiga dari dua pihak yang berserikat selama salah satu pihak tidak mengkhianati pihak yang lain. Apabila salah satu pihak telah berkhianat, Aku keluar dari mereka.
Menurut Ahmed Ali Abdalla, sebagaimana dikutip Dimyauddin
Djuwaeni, ada tiga aplikasi pembiayaan musyarakah bagi perbankan
Syariah. Berikut kutipan utuhnya :
a. Musyarakah permanen (continous musyarakah), dimana pihak
bank merupakan pertner usaha tetap dalam proyek/usaha.
Model ini jarang dipraktikkan, namun investasi modal
permanen ini merupakan alternatif menarik bagi investasi
surat-surat berharga atau saham, yang dapat dijadikan salah
satu portofolio investasi bank. Dalam musyarakah ini, bank
dituntut untuk terlibat langsung dalam usaha yang
21 Dr. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, juz IV, h. 793. 22 Abu Dawud, Sunan Abu Dawud, 1994, h.127
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 103
menguntungkan selama masing-masing partner musyarakah
menginginkannya. Namun demikian, sistem ini memliki
kekurangan, dimana pihak bank bisa kehilangan konsentrasi
terhadap bisinis utamanya. Terutama jika proyek permanen
musyarakah permanen tadi sangat berbeda dengan core business
dan kompetensi pihak bank. Selain itu, bank juga harus
mengalokasikan sejumlah sumber daya yang mungkin akan
terbatas.
b. Musyarakah digunakan untuk skim pembiayaan modal kerja
(working capital). Bank merupakan partner pada tahap awal dari
sebuah usaha atau proses produksi. Dalam skim ini, pihak bank
akan menyediakan dana untuk membeli aset atau alat-alat
produksi, begitu juga dengan partner musyarakah lainnya.
Setelah usaha berjalan dana dapat mendatangkan profit, porsi
kepemilikan bank atas aset dan alat produksi akan berkurang
karena dibeli oleh para partner lainnya, dan pada akhirnya akan
menjadi nol, model pembiayaan ini lebih dikenal dengan
demishing musyarakah, dan ini yang banyak diaplikasikan dalam
perbankan Syariah.
c. Musyarakah digunakan untuk pembiayaan jangka pendek.
Musyarakah jenis ini bisa diaplikasikan dalam bentuk
pembiayaan perdagangan. Seperti ekspor, impor, penyediaan
bahan mentah atau keperluan-keperluan khusus nasabah
lainnya.23
Akad syirkah akan menjadi sah jika memenuhi rukun dan
syaratnya. Hanya saja ulama’ Fiqh berbeda pendapat dalam hal ini.
23 Dimayuddin Djuwaini, Fiqh Muamalat, h. 208-209.
Zainil Ghulam
104 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
Menurut ulama’ Hanafiyah, rukun syirkah ada dua, yaitu ijab dan kabul
sebab ijab kabul (akad) yang menentukan adanya syirkah. Adapun yang
lain seperti dua orang atau pihak yang berakad dan harta berada di luar
pembahasan akad seperti terdahulu dalam akad jual beli.24
Adapun syarat syirkah secara umum menurut Dr. Wahbah al-
Zuhaili, sebagaimana dijelaskan Dimyauddin, adalah sebagai berikut:
a. Akad syirkah harus bisa menerima wukalah (perwakilan), setiap
partner merupakan wakil dari yang lain, karena masing-masing
mendapatkan izin dari pihak lain untuk menjalankan perannya.
Dalam syirkah, setiap partner mendapatkan izin dari pihak lain
untuk menjalankan transaksi bisnis, masing-masing partner
merupakan wakil dari pihak lain. Sehingga, akad syirkah harus
bisa diwakilkan (pekerjaan yang ada dalam syirkah harus bisa
di-spread sehingga masing-masing pihak memiliki kontribusi,
untuk itu, masing-masing partner harus mewakilkan pada
pihak lain untuk menjalankan bagiannya).
b. Keuntungan bisa dikuantifikasikan, artinya masing-masing
partner mendapatkan bagian yang jelas dari hasil keuntungan
bisnis, bisa dalam bentuk nisbah atau prosentase, misalnya 20%
untuk masing-masing partner.
c. Penentuan pembagian bagi hasil (keuntungan) tidak bisa
disebutkan dalam jumlah nominal yang pasti (misal, Rp.
500.000.-, untuk masing-masing partner), karena hal ini
bertentangan dengan konsep syirkah untuk berbagi dalam
keuntungan dan risiko atas usaha yang dijalankan.25
Adapun macam-macam akad syirkah, secara sederhana dapat
diklasifikasikan dalam dua jenis yakni syirkah al-amlak (syirkah
24 Dr. H. Hendi Suhendi, M.Si, Fiqh Muamalah, h. 127 25 Dimayuddin Djuwaini, Fiqh Muamalat, h. 214-215.
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 105
kepemilikan) dan syirkah al-‘aqd (syirkah akad). syirkah al-amlak terjadi
karena adanya wasiat, warisan atau perjanjian lain sehingga satu aset
dimiliki oleh dua orang atau lebih. Sedangkan pembagian syirkah al-‘aqd
ada perbedaan pendapat dalam beberapa mazhab tentang
pembagaiannya. Menurut Mazhab Hanabilah, terbagi menjadi lima yaitu:
syirkah al’Inan, syirkah al-mufawadhah, syirkah al-abdan, syirkah al-wujuh dan
al-mudarabah. Sedangkan menurut mazhab Hanafiyah terbagi menjadi:
syirkah al-amwal, syirkah al-a’mal, syirkah al-wujuh dan setiap salah satu dari
ketiganya terbagi adakalanya mufawadhah atau ‘inan. 26
Di sini penulis mengutip pendapat Mazhab Malikiyah dan
Syafi’iyah yang membagi syirkah al-‘aqd dalam:27
a. Syirkah al’Inan: adalah persekutuan antara dua orang dalam
harta milik untuk berdagang secara bersama-sama, dan
membagi laba atau kerugian bersama-sama.28
b. Syirkah al-Mufawadhah; adalah transaksi dua orang atau lebih
untuk berserikat dengan syarat memiliki kesaman dalam
jumlah modal, penentuan keuntungan, pengolahan, serta agama
yang dianut.29
c. Syirkah al-Abdan: adalah persekutuan dua orang untuk
menerima suatu pekerjaan yang dikerjakan secara bersama-
sama. Kemudian keuntungan dibagi diantara keduanya dengan
menetapkan persyaratan tertentu. Perkongsian ini terjadi,
misalnya diantara dua orang penjahit, tukang besi dan lain-
lain.30
26 Dr. Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, juz IV, h. 794-795. 27 Ibid. 28 Porf. Dr. H. Rachmat Syafei, MA., Fiqh Muamalah, (Bandung: Pustaka Setia,
2001), h. 186. 29 Ibid. h. 190. 30 Ibid., h. 192
Zainil Ghulam
106 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
d. Syirkah al-Wujuh: adalah bersekutunya dua pemimpin dalam
pandangan masyarakat tanpa modal, untuk membeli barang
secara tidak kontan dan akan menjualnya secara kontan,
kemudian keuntungan yang diperoleh dibagi diantara mereka
dengan syarat tertentu.31
Ketika rukun dan syarat akad syirkah terpenuhi maka akad tersebut
menjadi sah. Namun sebaliknya, jika ada salah satu akad yang tidak
terpenuhi maka otomatis akad tersebut akan batal. Prinsipnya, akad
syirkah dapat terhenti jika salah satu mitra ada yang meninggal dunia,
murtad atau mengalami gangguan jiwa. Bisa juga akad syirkah tidak dapat
dilanjutkan jika ada mitra yang memutus kontrak perjanjian di tengah
jalan karena kerugian atau suatu hal lainnya. Karena sebetulnya, masing-
masing mitra mempunyai hak dasar untuk meneruskan akad syirkah ini
atau memutuskannya.32
Implementasi Maqashid Syariah
Koperasi Syariah secara kasat mata sebenarnya adalah konversi
dari Koperasi Konvensional. Hanya saja dalam pendekatannya, sejalan
dengan teladan ekonomi yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW dan
para sahabatnya dengan berlandaskan al-Qur’an dan Hadits. Prinsip
operasional koperasi syariah adalah menciptakan kesejahteraan (falah)
bagi pra anggotanya dengan prinsip saling membantu dalam kebaikan (al-
ta’awun al al-birri) secara bersama-sama. Prinsip ini terinternalisasikan ke
dalam manajemen operasional, produk-produk, jasa dan hukum agar
pelaku dan obyeknya sama-sama mendapatkan kemaslahatan bersama.
31 Ibid., h. 191. 32 Dimayuddin Djuwaini, Fiqh Muamalat, h.221.
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 107
Dari ruh prinsip ini saja dapat ditemukan nilai-nilai yang terkandung di
dalamnya sesuai dengan maqashid syariah.
Menurut Nur S. Buchori, konsep utama operasional Koperasi
Syariah adalah menggunakan akad syirkah mufawadhah yakni sebuah
usaha yang didirkan secara bersama-sama oleh dua orang atau lebih,
masing-masing memberikan kontribusi dana dalam porsi yang sama besar
dan berpartisipasi dalam kerja dengan bobot yang sama pula. Masing-
masaing partner saling meanggung satu sama lain dalam hak dan
kewajiban. Dan tidak diperkenankan salah seorang memasukkan modal
yang lebih besar dan memperoleh keuntungan yang lebih besar pula
dibanding dengan partner lainnya.33
Muara dari prinsip dan konsep utama Koperasi Syariah ini adalah
bagian dari ikhtiar memakmurkan kehidupan para anggota koperasi yang
telah tergabung, bukan semata-mata mengejar profit saja. Hal ini, sesuai
dengan maqashid al-khamsah dalam poin kelima yakni hifdz al-mal (mejaga
harta). Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak dapat hidup
mandiri dalam segala aktifitasnya. Di sisi lain, Allah telah menitipkan
harta kepadanya sebagai bekal dalam hidupnya untuk ditumbuh
kembangkan sehingga dapat dijadikan bekal bagi pribadinya sebagai
modal ibadah dijalanNya.34
Secara garis besar, praktik-praktik dalam Koperasi Syariah dapat
diklasifikasikan ke dalam: penghimpunan dana, penyaluran dana, features
produk, dan distribusi bagi hasil. Semua praktik ini dijalankan
berdasarkan ketentuan-ketentuan syariah dengan memegang teguh
prinsip ekonomi Islam. Sebagai contoh, dalam penghimpunan dana ada
sub-praktik yang dikenal dengan simpanan pokok, simpanan wajib dan
33 Nur S. Buchori, Koperasi Syariah, (Sidoarjo: Mashun, 2009), h. 15-16. 34 Ahmad al-Mursi Husain Jauhar, Maqashid Syariah, (Jakarta: AMZAH, 2009), h.
171-174.
Zainil Ghulam
108 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
simpanan sukarela. Dalam simpanan pokok dimana merupakan dana
awal anggota yang disetorkan dimana besar simpanan pokok tersebut
sama dan tidak boleh dibedakan antara anggota. Untuk simpanan wajib
masuk dalam kategori modal koperasi sebagaimana simpanan pokok
dimana besar kewajibannya diputuskan berdsarkan hasil syuro
(musyawarah) anggota serta penyetorannya dilakukan secara kontinu
setiap bulannya sampai seseorang dinyatakan keluar dari keanggotaan
Koperasi Syariah. Sedangkan simpanan sukarela, merupakan bentuk
investasi dari anggota atau calon anggota yang memiliki kelebihan dana
kemudian menyimpannya di Koperasi Syariah.35
Praktik pengumpulan dana dalam Koperasi Syariah ini, telah
sesuai dengan salah satu dari lima aspek dasar maqashid syariah. Seorang
anggota yang telah menyetorkan dana awal ke Koperasi Syariah, tentunya
ini adalah bagian dari upaya mengelola dan merencanakan keuangannya
(hifdz mal) agar mendapatkan keuntungan. Sehingga keuntungan yang
didapatkan nanti bisa menjadi bekal hidupnya untuk di dunia dan
akhirat. Tidak bisa dipungkiri, semua manusia pasti membutuhkan
uang/harta untuk memenuhi kebutuhan dharuriyat, hajiyat dan tahsiniyat-
nya. Selain simpanan pokok, ada juga simpanan wajib dimana dalam
besarannya ditetapkan secara bermusyawarah. Aktifitas musyawarah ini
sejatinya senada dengan perintah Allah dimana dengan bermusyawarah
hasil kesepakatannya akan melegakan semua anggota.36 Di sini, nilai-nilai
hifdz din (menjaga agama) yakni musyawarah itu sendiri tercatat sebagai
bagian ibadah kepada Allah SWT. adapun simpanan sukarela, salah satu
karakternya, bersifat dana titipan yang disebut (wadi’ah) dan dapat
diambil setiap saat. Wadi’ah amanah merupakan titipan yang tidak boleh
dipergunakan baik untuk kepentingan koperasi maupun untuk investasi
35 Nur S. Buchori, Koperasi Syariah, h. 28-29. 36 Surat Ali-’Imraan ayat 159
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 109
usaha, melainkan pihak koperasi harus menjaga titipan tesebut sampai
diambil oleh si pemliknya. Wadi’ah amanah yang dimkasud disini biasanya
berupa dana ZIS (Zakat, Infak dan Sedekah) dan disalurkan baik dalam
bentuk mustahik produktif maupun konsumtif.37 Ketika dana Infak ini
dicairkan, misalnya untuk pelatihan keterampilan atau keahlian tertentu
maka hal ini termasuk aspek hifdz ‘aql (menjaga akal) karena ilmu yang
didapatkan tersebut menjadi tambahan pengetahuan untuk meningkatkan
taraf hidupnya.
Adapun penyaluran dana, sifatnya adalah yang berkategori
komersil yakni dengan menggunakan bagi hasil (mudharabah atau
musyarakah) dan juga dengan jual beli (piutang murabahah, piutang salam,
piutang istishna’, dan sejenisnya), bahkan ada juga yang bersifat jasa
umum, misalnya pengalihan piutang (hawalah), sewa menyewa barang
(ijarah) atau pemberian manfaat berupa pendidikan dan sebagainya.38
Semua akad yang telah disebutkan ini, sudah jelas hukum kebolehannya
berdasarkan al-Qur’an dan Hadits. Diantara Jasa Umum dalam Koperasi
Syariah ada akad rahn (gadai) yakni adanya kebutuhan keuangan dari
anggotanya dan Koperasi Syariah memenuhinya dengan cara barang
milik anggota dikuasai oleh koperasi dengan kesepakatan bersama.
Dalam rahn ini, Koperasi Syariah tidak mengenakan bunga melainkan
tarif sewa penyimpanan dari barang yang digadaikan.39 Diriwayatkan
dari Anas r.a berkata: “Rasulullah SAW menggadaikan baju besinya kepada
seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga
beliau”. 40 Dari sini, dapat disimpulkan bahwa dibalik akad rahn ada
manfaat yang besar bagi si penggadai semisal memberikan makanan
pokok bagi keluarganya sehingga terselamatkan dari kelaparan. Hal ini,
37 Nur S. Buchori, Koperasi Syariah, h. 29-30. 38 Ibid., h. 32. 39 Ibid.,h. 36 40 HR. Bukhari No. 2700.
Zainil Ghulam
110 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
sesuai dengan maqashid syariah yakni mencukupi kebutuhan dharuriyat
sebagai upaya hifdz al-nafs (menjaga jiwa). Sebetulnya, masih banyak lagi
aspek-aspek maqashid syariah dalam praktik-praktik Koperasi Syariah
namum tidak memungkinkan untuk dijelaskan panjang lebar dalam
tulisan in.
Kesimpulan
Koperasi Syariah adalah salah satu solusi pengeleloan keuangan
umat Islam yang berbasis syariah karena di dalamnya terdapat prinsip
kegiatan, tujuan dan kegiatan usahanya berdasarkan al-Qura’an dan
Hadits. Kiranya seiring perkembangan zaman dapatnya ditingkatkan
pengembangannya sampai ke pelosok desa yang notabene mayoritas
umat Islam tinggal di pedesaan dengan taraf perekonomiannya berada di
garis menengah ke bawah.
Pengelolaan Koperasi Syariah harus dikelola oleh orang-orang
yang benar-benar memahami ekonomi Syariah sehingga dapat dijelaskan
kepada masyarakat sebagai anggotanya keunggulan bertransaksi dengan
Koperasi Syariah dimana dalam pengelolaanya tersebut tidak ditemukan
unsur-unsur riba, gharar, maysir dan sejenisnya. Selain itu, dalam
pengelolannya harus senantiasa memperhatikan fatwa-fatwa Dewan
Syariah Nasional (DSN).
Tidak hanya di situ saja, kajian maqashid syariah dalam Koperasi
Syariah khususnya harus lebih ditingkatkan. Lebih-lebih, dalam teori dan
praktik ekonomi Syariah lainnya. Seperti maklum adanya, kajian-kajian
seperti ini masih tergolong minim pembahasannya. Secara umum,
koperasi Syariah adalah bagian dari pembangunan ekomomi umat Islam
dimana keadilan distribusi untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
niscaya adanya demi mewujudkan kemaslahatan bersama dengan tetap
Implementasi Maqashid Syariah dalam Koperasi Syariah
Iqtishoduna p-ISSN: 2252-5661, e-ISSN: 2443-0056 | 111
mengacu kepada lima aspek maqashid syariah yaitu mejaga agama,
menjaga jiwa, menjaga akal, menjaga keturunan dan menjaga harta.
Referensi
Agung, Firdaus, 2008, Maqâshid Al-Syarî’ah Imâm Al-Syâthibiy dan
Relevansinya Dengan Pembaruan Hukum Islam Di Indonesia, Malang,
Skripsi UIN.
al-Asqalany , Ibnu Hajar, t.th., Bulughul Maram, Semarang, Toha Putra.
al-Badawiy, Yusuf Muhammad, t.th., Maqashid al-Syariah ‘Inda Ibn
Taimiyah, Yordania, Dar al-Nafais.
al-Hasan, Khalîfat Bâ Bikr, 2000, Falsafat Maqâshid al-Tasyrî’ fî al-Fiqh al-
Islâmiy, Kairo, Maktabat Wahbah.
al-Qazwini, Abu ‘Abdillah Muhammad ibn Yazid, t.th., Sunan Ibn Majah,
Beirut, Dar al-Fikr.
al-Syâthibiy , Abû Ishâq Ibrâhîm ibn Mûsâ al-Lakhmiy al-Gharnâthiy, t.th,
al-Muwâfaqât fî Ushûl al-Ahkâm, t.t., Dâr al-Rasyâd al-Hadîtsah.
al-Zuhaili, Wahbah, 1989, al-Fiqh al-Islamiy wa Adillatuhu, Damaskus, Dar
al-Fikr.
Antonio, Muhammad Syafii, 2014, Dalam kata pengantar buku, Maqashid
Syariah dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta Smart WR.
Buchori, Nur S., 2009, Koperasi Syariah, Sidoarjo, Mashun.
Djuwaini, Dimayuddin, 2010, Fiqh Muamalat, Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Hatta, Mohhamad, Beberapa Fasal Ekonomi; Djalan Ke Ekonomi dan
Pembangunan, 1960, Djakarta, Dinas Penerbitan Balai Pustaka,
Tjetakan keenam.
Ismail, Nurizal, 2014, Maqashid Syariah dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta,
Smart WR.
Zainil Ghulam
112 | Iqtishoduna Vol. 7 No. 1 April 2016
Jauhar, Ahmad al-Mursi Husain, 2009, Maqashid Syariah, Jakarta,
AMZAH.
Munawwir, A.W., 1984, Kamus al-Munawwir, Yogyakarta, Pustaka
Prgresif.
Suaedy, Ahmad dan Amirudin ar-Rany, 2004, Dekonstruksi Syari’ah,
Wacana Kebebasan Sipil, Hak Asasi Manusia, dan Hubungan
Internasional dalam Islam, Yogyakarta, LkiS.
Suhendi, H. Hendi, 2014, Fiqh Muamalah, Jakarta, PT. Raja Grafindo
Persada.
Swasomo, Sri-Edi, 2010, dalam kata pengantar: Anwar Abbas, Bung Hatta
dan Ekonomi Islam, Jakrta, PT Kompas Media Nusantara.
Syafei, H. Rachmat, 2001, Fiqh Muamalah, Bandung, Pustaka Setia.