Hukum ekonomi stain ta

Post on 25-Jun-2015

3.071 views 2 download

Transcript of Hukum ekonomi stain ta

Hukum Ekonomi, Bisnis dan Lembaga Keuangan Syariah

SILABI KULIAH

• Tujuan Perkuliahan– Mahasiswa memahami hukum normatif dan

positif yang berkaitan dengan ekonomi, bisnis dan lembaga keuangan syariah meliputi: bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah, asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah, obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, pasar modal syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah, dan dana pensiun lembaga keuangan syariah.

MATERI KULIAH

• Pendahuluan• Pengertian Hukum Ekonomi, Bisnis dan Lembaga Keuangan Syariah• Bisnis Syariah • Struktur Bisnis dan Lembaga Keuangan Syariah• Peraturan dan Operasional bank syariah, • Peraturan dan Operasional lembaga keuangan mikro syariah, • Peraturan dan Operasional asuransi syariah dan reasuransi syariah, • Peraturan dan Operasional pegadaian syariah,• Peraturan dan Operasional pasar modal syariah, • Peraturan dan Operasional obligasi syariah atau sukuk• Peraturan dan Operasional pembiayaan syariah, • Peraturan dan Operasional dana pensiun lembaga keuangan syariah.

4

PENDAHULUAN: Hukum Materil

Hukum materil ekonomi syariah saat ini adalah fiqh para fuqaha’, fatwa DSN yang sudah dan

belum diposivitivisasi oleh BI dan sedikit peraturan perundang-undangan. Diharapkan putusan hakim berdasarkan istinbath al-hukm dan ijtihad terbatas dan penggunaan metode tarjih dapat mengisi kekosongan peraturan

perundang-undangan dalam bidang ini sebagai judge’s making law.

5

Fenomena BaruSelama ini kewenangan PA menyangkut sengketa di

antara orang Islam, tetapi dalam sengketa ekonomi syariah juga menyangkut non-muslim yang

menundukkan diri kepada akad-akad berdasarkan prinsip2 syariah. Gejala ini juga menunjukkan

keluasan dan keluwesan syariah seperti disinggung oleh al-Qardhawi. Akad adalah konstitusi bagi para pihak, yang menjadi fokus pertama penyelesaian

semua sengketa ekonomi syariah. Ada kesamaan kontrak dalam sistem hukum Islam

dengan sistem hukum lain, misalnya sistem common law.

6

Syariat Islam Sbg Hukum Hidup

Perkembangan hukum ekonomi syariah adalah indikator hukum Islam atau syariah sebagai

hukum yang hidup di negeri ini. Hukum ekonomi syariah dipakai oleh pelaku ekonomi, mendapat perhatian dari lembaga keuangan, keulamaan, peradilan dan pemerintah, tetapi dilihat dari minimnya peraturan perundang-

undangan dalam bidang ini mendapat resepsi yang lamban dari legislator Indonesia.

PENGERTIAN HUKUM EKONOMI SYARIAH

8

Hukum Ekonomi Syariah

• Hukum ekonomi syariah kontemporer merupakan gabungan antara reformasi hukum ekonomi konvensional dan fiqh mu’amalat modern.

• Tidak mengherankan bila bidang ini merupakan suatu yang baru bagi peradilan Indonesia mengingat minimnya peraturan perundang-undangan dan prakek peradilan.

9

Nama Lain

• Hukum ekonomi syariah juga dikenal dengan nama hukum bisnis syariah, fiqh at-tijari wa al-mu’amalat, kitab al-amwal wa al-buyu’,

• Hukum keuangan syariah dan Islamic law of commerce and trade. Serupa tapi tak sama.

LATAR BELAKANG• Geliat pemikiran dan praktek ekonomi Islam belakangan

ini sedang mencuat. Hal ini muncul sebagai reaksi terhadap praktek ekonomi konvensional yang telah menjadikan masalah ekonomi.

• Islam ssebagai agama yang komprehensi dan universal, tentu memiliki konsep-konsep dasar dan praktik ekonomi.

• Terlebih lagi adalah yang berkaitan dengan hukum ekonomi, ajaran Islam sangat sarat dengan hukum Islam

• Indikator lain tentang kepedulian Islam terhadap persoalan ekonomi dan keuangan, ialah kenyataan yang menunjukkan bahwa di dalam al-Qur’an, yang menjadi sumber utama dan pertama hukum Islam, terdapat sejumlah ayat yang mengatur persoalan-persoalan hukum ekonomi dan keuangan (ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah).

• Menurut kesimupulan Abdul Wahhab Khallaf, paling sedikit ada 10 ayat hukum dalam al-Qur’an yang berisikan norma-norma dasar hukum ekonomi dan keuangan

• Mahmud Syauqi al-Fanjari dalam konteks yang agak luas memprakirakan ayat-ayat ekonomi dan keuangan dalam al-Qur’an berjumlah 21 ayat yang secara langsung terkait erat dengan soal-soal ekonomi.

• Berlainan dengan Khallaf yang sama sekali tidak menunjukkan ayat-ayat mana saja yang ia maksud dengan 10 ayat al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah di atas,

• al-Fanjari secara eksplisit menyebutkan satu demi satu ke-21 ayat ekonomi yang dimaksudkannya, yaitu: – al-Baqarah (2): 188, 275 dan 279; – An-Nisa (4): 5 dan 32; – Hud (11): 61 dan 116; – Al-Isra’ (17): 27; – An-Nur (24): 33; – Al-Jatsiyah (45): 13; – Adz-Dzariyat (51): 19; – An-Najm (53): 31; – Al-Hadid (57): 7; – Al-Hasyr (59): 7; – Al-Jumu`ah (62): 10; – Al-Ma`arij (70): 24 dan 25; – Al-Ma`un (107): 1, 2, dan 3.

Kitab Hadis

• Kitab hadis yang dimaksudkan adalah Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-Asqalani (733 – 852 H).

• Dalam kitab Bulugh al-Maram, yang telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa (di antaranya Inggris dan Indonesia) dan telah disyarah (dikomentari) oleh sejumlah pensyarah, ini terdapat kitabul-buyu` (kitab perdagangan) yang memuat 192 hadis hukum tentang ihwal ekonomi dan bisnis yang dikemas ke dalam beberapa bab. Selengkapnya adalah sebagai berikut:

• Bab as-syuruth al-buyu` wa-ma nuhiya `anhu (bab tentang syarat-syarat jual-beli dan hal-hal yang terlarang dari padanya), atau conditions of business transactions and those which are forbidden (46 hadis);

• Bab al-khiyar (bab tentang hak memilih pelaku akad untuk meneruskan atau membatalkan akadnya), atau reconditional bargains (3 hadis);

• Bab ar-riba (bab tentang riba), atau usury (18 hadis);• Bab ar-rukhshah fil-`araya wa-bai`il-ushuli watstsimar

(kelonggaran tentang berbagai pinjaman dan jual-beli pepohonan dan buah-buahnya), atau licence regarding the sale of `Araya and the sale of trees and fruits (7 hadis);

• Bab as-salam wal-qardhi war-rahni (bab tentang jual-beli salam, pinjam-meminjam dan gadai), atau payment in advance, loan and pledge (10 hadis);

• Bab at-taflis wa-al-hajr (bab tentang pailit dan penahanan harta seseorang), atau insolvency and seizure (10 hadis);

• Bab as-shuluh (bab tentang perdamaian), atau reconciliation (4 buah hadis).

• Bab al-hawalah wad-dhaman (bab tentang pemindahan hutang dan tanggungan/jaminan pembayaran hutang), atau transference of a debt to another and surety (4 hadis);

• Bab as-syirkah wal-wakalah (bab tentang Persekutuan dan perwakilan), atau partnership and agency (8 hadis);

• Bab al-iqrar (bab tentang – pernyataan – pengakuan), confession (1 hadis);

• Bab al-`ariyah (bab tentang pinjaman), atau loan (5 hadis);

• Bab al-ghashb (bab tentang mengganggu hak orang lain), atau wrongful appropriation (6 hadis);

• Bab as-syuf`ah (bab tentang hak pilihan untuk membeli harta yang dimiliki secara bersekutu), atau option to buy neighbouring property (6 hadis);

• Bab al-qiradh (bab tentang peminjaman modal kepada orang lain dengan motif bagi untung antara pemilik modal dan yang menggunakan modal), atau giving someone some property to trade with, the profit being shared between the two but any loss falling on the property (2 hadis);

• Bab al-masaqah wal-ijarah (bab tentang pemeliharaan kebun dan upah atau gaji), atau tending palm-trees and wages (9-10 hadis);

• Bab Ihya’ al-mawat (bab tentang penggarapan/pengelolaan tanah tidak bertuan), atau bringing barren lands into cultivation (5-6 hadis);

• Bab al-waqf (bab tentang wakaf), atau mortmain (3 hadis);

• Bab al-hibah, wa-al-`umra, wa-ar-ruqba (bab tentang hibah, umra dan penjaga upahan), atau gifts, life-tenancy, and giving property which goes to the survivor (11 hadis); Bab al-luqathah bab tentang luqatah), atau finds (6 hadis);

• Bab al-fara’idh (bab tentang kewarisan), atau shares inheritance (13 hadis);

• Bab al-washaya (bab tentang wasiat), atau wills (6-7 hadis);

• Bab al-wadi`ah (bab tentang penitipan), atau trust (satu hadis).

• Selain kitab hadis Bulugh al-Maram yang disebutkan di atas, masih banyak lagi buku-buku hadis lainnya — terutama hadis-hadis hukum – yang hampir atau bahkan semuanya memuat hadis-hadis tentang ekonomi dan keuangan (al-hadits al-iqtishadiyyah wa-al-maliyyah).

• Terutama di dalam kitab-kitab hadis yang tergabung dalam kelompok kutub as-sunan – berikut syarahnya – semisal:

• Sunan al-Awza`i, karya besar al-Imam Abdurrahman bin Amr al-Awza`i (88 – 157 H),

• Sunan Abi Dawud, karya monumental al-Imam al-Hafizh Abi Dawud Sulaiman ibn al-Asy`ats as-Sijistani al-Azdi (202 – 275 H),

• Sunan an-Nasa’i, karya terpopuler al-Hafizh Abu Abdirrahman bin Dinar an-Nasa’i (214/215-303 H),

• Sunan at-Tirmidzi, karangan ternama al-Imam al-Muhaddits Abu `Isa Muhammad bin `Isa bin Saurah at-Tirmidzi (209-279 H),

• Sunan ad-Dar Quthni, karya besar al-Imam al-Kabir Ali bin Umar ad-Dar Quthny (305 – 385 H) dan lain-lain.

Kitab Fiqh

• Pembahasan ekonomi Islam/Syariah akan semakin terasa meluas dan mendalam tatkala kita membaca literatur-literatur Islam yang lain terutama dalam berbagai kitab fiqih (hukum Islam) yang jumlahnya tidak lagi puluhan apalagi belasan; akan tetapi, telah mencapai ratusan dan bahkan ratusan ribu.

• Hampir atau bahkan semua kitab fikih — terutama yang bersifat umum dan berukuran tebal apalagi berjilid-jilid — pasti membahas persoalan muamalah khususnya dalam bidang ekonomi dan keuangan

• Selain kitab-kitab fikih yang membahas berbagai persoalan hukum Islam dalam bentuknya yang bersifat umum dan komprehensif, juga teramat banyak kitab-kitab fikih – klasik maupun kontemporer – yang secara spesifik membahas ihwal ekonomi-bisnis dan keuangan ala Islam secara khusus.

• Perhatikan misalnya karya Abi Abdul Qasim bin Salam (1408 H/1988 M), Kitab al-Amwal, dan buah pena Ahmad Isa Asyur, al-Fiqh al-Muyassar fil-Mu`amalat [t.t.]. Yang pertama merepresentasikan karya-karya fikih keuangan klasik; sedangkan yang kedua, mewakili kitab-kitab fikih ekonomi kontemporer.

• Pendeknya, hukum ekonomi Islam sebagaimana dapat ditelusuri dalam berbagai literatur yang ada dan tersedia, memiliki jangkauan yang sangat luas.

• Hanya saja, bagaimana cara kita menggali dan mengembangkan norma-norma hukum ekonomi Islam yang terserak-serak di dalam berbagai literatur dimaksud, inilah tantangan yang harus dijawab dan dicarikan solusinya.

UNDANG-UNDANG yang terkait dengan Lembaga Ekonomi dan Bisnis

Syariah

22

Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006

• Penjelasan Pasal 49 UU No. 3/2006 membagi ekonomi syariah kpd 11 macam dan salah satunya adalah bisnis syariah.

• 10 macam ekonomi syariah yang juga ) sebenarnya juga adalah bisnis syariah– bank syariah, – lembaga keuangan mikro syariah, – asuransi syariah, – reasuransi syariah, – reksadana syariah, – obligasi syariah dan surat berharga berjangka menengah syariah, – sekuritas syariah, – pembiayaan syariah, – pegadaian syariah, dan – dana pensiun lembaga keuangan syariah– Bisnis syariah.

23

Sejarah PerUUan• Legislator pada mulanya hanya berpikir ttg bank

syariah. tetapi setelah didalamkan pandangan ternyata lembaga ekonomi syariah yang sudah mulai tumbuh di Indonesia mencapai 10 macam. Untuk mengcover semua bidang yang mungkin lahir di masa depan, maka dimasukkan tambahan terakhir berupa bisnis syariah, diharapkan dapat mencakup semua jenis usaha berbasis syariah .

• 11 bidang tsb menyangkut harta, kekayaan dan uang secara umum, maka juga dinamakan hukum keuangan, dan ini juga didukung oleh perundang-undangan.

24

. . . lanjutan

• Penyelasan Umum UU No. 19/2008 Tentang Surat Berharga Syariah Indonesia atau Sukuk Negara menyatakan: ”Keuangan Islam didasarkan pada prinsip moralitas dan keadilan.

• Oleh karena itu, sesuai dengan dasar operasionalnya yakni syariah Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan al-Hadits serta Ijma’, instrumen pembayaran syariah harus selaras dan memenuhi prinsip syariah, yaitu antara lain transaksi yang dilakukan oleh para pihak harus bersifat adil, halal, thayyib, dan maslahat. “

25

. . . lanjutan

• “Selain itu, transaksi dalam keuangan Islam sesuai dengan syariah harus terlepas dari unsur larangan berikut: – (1) Riba, yaitu unsur bunga atau return yang

diperoleh dari penggunaan uang untuk mendapatkan uang (money for money);

– (2) Maysir, yaitu unsur spekulasi, judi, dan sikap untung-untungan; dan

– (3) Gharar, yaitu unsur ketidakpastian yang antara lain terkait dengan penyerahan, kualitas, kuantitas, dan sebagainya . . .”

26

Bisnis Syariah

• Bisnis berasal dari kata Inggeris business. • Sebuah bisnis, disebut juga firm atau enterprise,

adalah sebuah organisasi yang diakui secara hukum, dirancang untuk menyediakan barang2 dan pelayanan untuk konsumen.

• Pemilik dan pelaksana bisnis memiliki sebuah tujuan utama yaitu menerima atau mengembangkan keuntungan finansial sbg imbalan kerja dan menanggung resiko.

27

. . . lanjutan

• Kata ‘bisnis’ secara etimologi berhubungan dgn keadaan busy (sibuk), paling kurang mempunyai tiga penggunaan, tergantung kpd cakupannya. – (1) berarti perusahaan tertentu atau korporasi, – (2) penggunaan umum menunjuk kpd sektor pasar

tertentu seperti bisnis musik dan agribisnis, dan – (3) dlm pengertian luas termasuk semua kegiatan

oleh komunitas pensuplai barang2 dan pelayanan.

28

. . . lanjutan• Bisnis dapat digolongkan kpd bisnis pertanian

(agriculture) dan pertambangan (mining) atau bisnis finansial, termasuk bank dan perusahaan2 yang menghasilkan keuntungan melalui investasi dan manajemen modal; atau bisnis informasi, hak milik intelektual (intellectual property), termasuk studio2 film, penerbit, perusahaan2 perangkat lunak; atau bisnis pabrik2 atau bisnis perumahan atau pekerjaan pengecer dan distributor atau bisnis pelayanan atau jasa hiburan; atau bisnis transportasi. pelayanan publik seperti listrik, pengolahan sampah dll

29

. . . lanjutan

• Sedangkan bisnis syariah adalah dunia usaha yang dilakukan berdasarkan prinsip2 syariah. Bisnis syariah adalah usaha bisnis yang dilakukan secara profesional untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya tetapi dengan memperhatikan prinsip halal-haram.

30

Tijarah• Bisnis dalam kajian fiqh disebut tijarah

(perdagangan). • Tijarah : “penukaran harta melalui jual-beli

untuk tujuan mendapatkan keuntungan.” • Perdagangan: kegiatan ekonomi yg sah secara

Islam bila dilakukan dgn cara yang halal. – “Wahai orang2 yang beriman! Jangan kalian

memakan harta saudaramu dengan cara berdasarkan kebatilan kecuali melakukan tijarah (perdagangan) saling kerelaan di antara kalian.” (an-Nisa’ 29).

31

. . . lanjutan

• Tijarah juga dikenal dengan nama al-bay’ (jual beli), “yaitu penukaran harta dengan harta untuk tujuan memiliki dan menguasainya.”

• Keduanya adalah penukaran harta dengan harta, tetapi pada tijarah, penekanan adalah pada mendapatkan keuntungan, walaupun dalam kenyataan tidak selalu mendapatkan keuntungan.

32

. . . lanjutan• Tijarah= coomerce atau perdagangan (trade) atau

produksi berhubungan dgn pertukaran barang dan pelayanan dari produsen kpd konsumen akhir.

• Commerce terdiri dari sesuatu yang bernilai ekonomi seperti barang2, pelayanan, informasi atau uang antara dua atau lebih benda.

• Commerce pada dasarnya untuk menunjukkan kegiatan jual-beli, sedangkan trade menunjuk kpd pertukaran jenis barang tertentu, misalnya perdagangan gula (sugar trade) atau perdagangan saham pasar bursa (trade on the stock-exchange) dll.

FALSAFAH BISNIS

• BISNIS KONVENSIONAL– Market Driven :

• Target Market• Customer Needs• Integrated Marketing• Profit through Customer

Satisfaction

• BISNIS ISLAMI– Bisnis harus memiliki nilai

ibadah, menjadi rahmatan lil ‘alamin, untuk mendapatkan Ridlo Allah

– Sasaran Profit, Satisfaction (ridlo Customer) harus dibingkai Ridlo Allah

• G = f (p, s, …) R

BEKERJA & BISNIS BEKERJA (al-’Amal)

Mendapatan Harta (Akhdu al-mal)

Mengembangkan Harta (Tanmiyatul al-mal)

BISNIS

Usaha Sendiri) Usaha Bersama (Syirkah)

KERANGKA BISNIS ISLAMI

ALLAH

IBADAH RIDLO

STAKEHOLDER

COMPANY CUSTOMER

RIDLO RIDLO

RAHMATRAHMAT

KERANGKA PEMASARAN DALAM BISNIS ISLAMI

ALLAH

IBADAH RIDLO

STAKEHOLDER

COMPANY CUSTOMER

RIDLO RIDLO

RAHMATRAHMAT

Creating Values & Market

PERNIAGAAN = PEMASARAN

PRINSIP DASAR PEMASARAN DALAM BISNIS ISLAMI

Satisfaction

EXCHANGE

NEEDS VALUES

CREATING

RIDLO ALLAH

PEMASARAN• Perhatikan olehmu sekalian perdagangan, sesungguhnya di

dunia perdagangan itu ada sembilan dari sepuluh pintu rizki (HR. Ahmad)

• Hai orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling suka sama suka di antara kamu. Janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah maha Penyayang kepadamu (An Nisaa’ : 29)

• Barang siapa yang memelihara silaturrahmi, maka Allah akan menganugerahkan rizki yang melimpah dan umur panjang (Al-Hadis)

CREATING DEMAND :MELAKUKAN EDUKASI PASAR MELALUI PROMOSI

HALAL & TOYYIB

Needs Wants

DESIRED STATE

PROMO

DESIRED STATE

PROMO

CREATING DEMAND• Activating Needs, hendaknya diarahkan pada

dorongan suara hati yang bersumber dari asma’ul husna

• Activating needs hendaknya diarahkan pada pemenuhan kebutuhan akan produk/values yang

halal dan toyyib

• Metode dan cara melakukan edukasi pasar hendaknya didasarkan nilai-nilai : Siddiq – Amanah - Tabligh

SISTEM BISNIS ISLAMI

INPUT :

Enterpreneurship

Keahlian SDI

Sumber Daya

Modal

PROSES :

Penerapan Ilmu

Manajemen

OUT-PUT :

Profit

Pertumbuhan

Sustainability

Berkah

Manajemen Operasi/ Produksi; Keuangan, SDI,

Pemasaran & Strategik

ORGANISASI BISNIS ISLAMI •Refleksi sifat-sifat Allah = 99 asma’ul husna Allah

•Refleksi fungsi akal dalam bisnis = pengembangan 12 fungsi baku perusahaan

S0

F2

F1F3F5

F4F6F7

F8

F9

F10

F0F11

F0=Transaksi; F1=Perebutan Pelanggan; F2=Produk; F3= Perenc Pemasaran; F4=Pernc. Produk; F5=Riset Pasar & pemasaran; F6= Riset Produk; F7=Personalia; F8=peralatan & perbekalan; F9= Manj. keuangan; F10=Akuntansi; F11=Inti manajemen

S0 = Jml Penjualan; Pendapatan & Laba

Fungsi Khusus

Fungsi Umum

FIQH MUAMALAH UNTUK BISNIS SYARIAH

PRINSIP-PRINSIP MUAMALAH ISLAM

Bidang yang diperbolehkan syari’ah

Bidang yang dilarang syari’ah

Tadlis

RibaTaghrir

Persaingan tidak sempurna

Ikhtikar & bai’ najasy

PENYEBAB TRANSAKSI DILARANG

Penyebab dilarangnya transaksi

Haram zatnya Tidak sah akadnya

1. Tadlis

2. Ikhtikar

3. Bai’ Najasy

4. Taghrir (Gharar)

5. Riba

6. Risywah

1. Rukunnya tidak terpenuhi

2. Syarat tidak terpenuhi

3. Terjadi Ta’alluq

4. Terjadi “2 in 1”

Haram selain zatnya

1. Darah

2. Bangkai (kecuali ikan & belalang)

3. Daging babi

4. Binatang yang disembelih tidak menyebut asma Allah

5. Khamer (minuman keras)

HARAM ZATNYA

Transaksi dilarang karena obyek yang ditransaksikan juga dilarang

Misalnya: minuman keras, bangkai (kecuali ikan dan belalang), babi

Transaksi barang atau jasa yang demikian ini tetap haram walaupun akad jual-belinya sah.

Contoh:

Pembelian minuman keras dengan akad murabahah melalui Bank Syari’ah.

(Zat barangnya haram, namun akadnya sah)

HARAM SELAIN ZATNYA

1. Tadlis (melanggar prinsip “an taraddin minkum”

Setiap transaksi dalam Islam harus dilandasi pada prinsip kerelaan kedua pihak yang bertransaksi

Mereka harus memiliki informasi yang sama tentang barang/jasa yang diperjual belikan, sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan

Unknown to one party dalam bahasa fiqh disebut tadlis.

Tadlis terjadi karena empat hal:

a. Kuantitas pengurangan timbangan

b. Kualitas penyembunyian kecacatan obyek

c. Harga memanfaatkan ketidaktahuan harga pasar

d. Waktu penyerahan penjual tidak mengetahui secara pasti barang akan diserahkan kepada pembeli

HARAM SELAIN ZATNYA

b. Taghrir (Gharar)

Gharar adalah situasi dimana terjadi incomplete information karena adanya ketidakpastian dari kedua belah pihak yang bertransaksi.

Taghrir terjadi bila kita merubah sesuatu yang seharusnya bersifat pasti menjadi tidak pasti.

Gharar/taghrir terjadi karena empat hal, yaitu:

1) Kuantitas kasus ijon

2) Kualitas menjual sapi masih dalam perut induknya

3) Harga pengambilan margin 20% untuk 1 tahun atau 40% untuk 2 tahun

4) Waktu penyerahan menjual barang hilang seharga Rp. X dan disetujui oleh pembelinya

HARAM SELAIN ZATNYA

2. Melanggar prinsip “la tazhlimuna wa la tuzhlamun”

Jangan menzalimi dan jangan dizalimi

Praktek yang melanggar prinsip ini adalah:

a. Rekayasa pasar dalam Supply (Ikhtikar)

- Mengupayakan adanya kelangkaan barang dengan menimbun atau entry barier

- Menjual harga lebih tinggi dibandingkan harga sebelum munculnya kelangkaan

- Mengambil keuntungan lebih dibandingkan keuntungan sebelum kejadian I dan II

S1

D

S2

P’

P”

Q2 Q1

HARAM SELAIN ZATNYAb. Rekayasa Pasar dalam demand (Bai’ Najasy)

Rekayasa pasar dalam demand terjadi bila seorang produsen/ pembeli menciptakan permintaan palsu, seolah-olah ada banyak permintaan terhadap suatu produk sehingga harga jual produk akan naik.

Cara ini dapat dilakukan dengan cara:

1) Penyerbaran isu

2) Melakukan order pembelian

3) Pembelian pancingan sehingga tercipta sentimen pasar, bila harga sudah naik sampai level yang diinginkan, maka yang bersangkutan akan melakukan aksi ambil untung dengan melepas kembali obyek yang sudah dibeli

S1

D1

P’

P”

Q2Q1

D2

HARAM SELAIN ZATNYAd. Riba

Dalam ilmu fiqh dikenal jenis riba:

1) Fadl (riba buyu’) riba karena pertukaran barang sejenis yang tidak memenuhi kriteria sama kualitasnya (mistlan bi mistlin), sama kuantitasnya (sawa-an bi sawa-in) dan sama waktu penyerahannya (yadan bi yadin).

2) Nasi’ah (riba duyun) riba yang timbul akibat hutang-piutang yang tidak memenuhi kriteria untuk muncul renturn bersama risiko (al ghunmu bil ghurmi) dan hasil usaha muncul bersama biaya (al kharaj bi la dhaman). Transaksi semisal ini mengandung pertukaran kewajiban menanggung beban, hanya berjalannya waktu. Nasi’ah adalah memastikan sesuatu yang tidak pasti menjadi pasti

3) Qard dan Jahiliyah hutang yang dibayar melebihi dari pokok pinjaman, karena si peminjam tidak mampu mengembalikan dana pinjaman pada waktu yang ditetapkan.

RINGKASAN MENGENAI RIBATipe Riba Faktor penyebab Cara Menghilangkan Faktor Penyebab

Riba Fadl Gharar (uncertain to both parties)

Kedua belah pihak harus memastikan faktor berikut: 1) Kuantitas; 2) Kualitas; 3) Harga; 4) Waktu penyerahan

Riba Nasi’ah Return tanpa risiko, pendapatan tanpa biaya

Kedua belah pihak membuat kontrak yang merinci hak dan kewajiban masing-masing untuk menjamin tidak adanya pihak manapun yang mendapatkan return tanpa menanggung risiko, atau menikmati pendapatan tanpa menanggung biaya

Riba Jahiliyah Memberi pinjaman sukarela secara komersiil, karena setiap pinjaman yang mengambil manfaat adalah riba

Jangan mengambil manfaat apapun dari akad kebaikan (tabarru)

Kalaupun ingin mengambil manfaat maka gunakan akad bisnis (tijarah), bukan akad kebaikan (tabarru)

HARAM SELAIN ZATNYA

e. Risywah

Menyuap orang lain untuk meloloskan atau memudahkan urusan yang bersangkutan

TIDAK SAH/LENGKAP AKADNYA

Suatu transaksi yang tidak termasuk dalam kategori haram li dzatihi maupun haram li ghairihi, belum tentu serta merta menjadi halal.

Sesuatu tersebut menjadi haram bila akad atas transaksi itu tidak sah atau tidak lengkap.

Suatu transaksi dikatakan tidak sah atau tidak lengkap akadnya bila terjadi salah satu atau lebih faktor berikut:

1) Rukun dan syarat tidak terpenuhi Rukun jual beli meliputi: (a) Pelaku; (b) Obyek; © Ijab-qabul. Syarat jual beli, tidak: (a) Menghalalkan yang haram; (b) Mengharamkan yang halal; © Menggugurkan rukun; (d) Bertentangan dengan rukun; (e) Mencegah berlakunya rukun

2) Terjadi Ta’alluq Terjadi bila kita dihadapkan pada dua akad yang saling dikaitkan. Dengan maksud, berlakunya akad 1 tergantung pada akad ke 2. Dalam terminologi fiqh disebut bai’ al-’inah.

3) Terjadi two in one Satu transaksi mewadahi dua akad sekaligus, sehingga terjadi ketidakpastian. Dalam terminologi fiqh disebut: shafqatain fi al-shafqah. Two in one terjadi karena: (a) obyek sama; (b) pelaku sama; © jangka waktu sama. Bila salah satu dari faktor tersebut tidak ada maka tidak terjadi two in one

TEORI PERTUKARAN & PERCAMPURAN

Berdasarkan tingkat kepastian hasil yang diperoleh, kontrak bisnis dapat dibedakan menjadi

1. Natural Certainty Contracts (Teori Pertukaran)

2. Natural Uncertainty Contracts (Teori Percampuran)

TEORI PERTUKARAN DALAM ISLAM

Natural Certainty Contracts/teori pertukaran, adalah kontrak dalam bisnis yang memberikan kepastian pembayaran, baik dari segi jumlah maupun waktu. Dalam bentuk ini:

Cash-flownya pasti atau sudah disepakati di awal kontrak

Obyek pertukarannya juga pasti secara jumlah, mutu, waktu maupun harganya

TEORI PERTUKARAN

OBYEK PERTUKARAN

‘AYN (aset riil) BI ‘AYN (aset riil)

‘AYN (aset riil) BI DAYN (aset keuangan)

DAYN (aset keuangan) BI DAYN (aset keuangan)

WAKTU PERTUKARAN

NAQDAN (Sekarang/Tunai)

GHAIRU NAQDAN (Masa YAD)

TEORI PERTUKARAN

‘AYN BI ‘AYN

JENIS BEDA

JENIS SAMA

Kasat Mata Kualitas dapat dibedakan

Kasat Mata Kualitas tidak dapat dibedakan

upah tenaga kerja yang dibayar dengan sejumlah beras

real asset (‘ayn) dengan real asset (‘ayn)

Jika tidak dapat dibedakan mutunya, pertukaran dibolehkan, jika:

Sawa-an bi sawa-in (sama jumlahnya)Mistlan bi mistlin (sama mutunya)

Yadan bi yadin (sama waktu penyerahannya)

Pertukaran kuda dengan kuda

TEORI PERTUKARAN

‘AYN BI DAYN

Barang

Al-Bai’

Jasa

Al-Ijarah

Ijarah

Ju’alah

Naqdan

Order

Mu’ajjal

Salam

Istishna’

real asset (‘ayn) dengan financial

asset (dayn)

TEORI PERTUKARAN

DAYN BI DAYN

Uang

Non-Uang

Surat berharga

Jenis sama

Jenis Beda

Pertukaran financial asset (dayn) dengan financial

asset (dayn)

Sawa-an bi sawa-in (sama jumlahnya)Yadan bi yadin (diserahkan saat itu juga)

Yadan bi yadin (diserahkan saat itu juga)

TEORI PERCAMPURAN DALAM ISLAM

Natural Uncertainty Contracts/teori percampuran adalah kontrak dalam bisnis yang tidak memberikan kepastian pendapatan, baik dari segi jumlah maupun waktunya. Tingkat returnnya bisa positif, negatif maupun nol.Kontrak-kontrak investasi ini secara sunatullah tidak menawarkan :

Return yang tetap dan pasti. ` Sifatnya tidak fixed dan predetermined.

Dalam kontrak jenis ini, pihak-pihak yang bertransaksi saling mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial assets) menjadi satu kesatuan, dan kemudian menanggung risiko bersama-sama untuk mendapatkan keuntungan. Dalam kontrak demikian ini, keuntungan dan kerugian ditanggung bersama.

TEORI PERCAMPURAN

OBYEK PERCAMPURAN

‘AYN BI ‘AYN

‘AYN BI DAYN

DAYN BI DAYN

WAKTU PERCAMPURAN

NAQDAN

GHAIRU NAQDAN

‘AYN BI ‘AYN

TEORI PERCAMPURANTEORI PERCAMPURAN

Menyumbangkan keahlian Syirkah

‘Abdan

Jasa/keahlian (real asset) dicampur dengan uang (financial asset) Bentuk percampuran ini disebut syirkah mudharabahSeorang penyandang dana

memberikan dana dan yang lain memberikan reputasinya

Bentuk percampuran ini disebut syirkah wujuh

‘AYN BI DAYN

Percampuran financial asset (dayn) dengan financial asset

(dayn)Jika percampuran antara uang dengan uang dengan jumlah

sama disebut syirkah mufawadah; atau jumlah uang

yang dipercampurkan jumlahnya berbeda disebut

syirkah ‘inan.

DAYN BI DAYN

Regulasi Perbankan Syariah Dalam UU Perbankan Indonesia

Perkembangan Landasan Hukum

UU No 7/92 tentang Perbankan

PP No 72/92 tentang Bank Berdasarkan Bagi

Hasil

UU No 10/98 tentang perubahan UU 7/92

Dicabut dg PP 30/99

BANK SYARIAH

UU No 21/08 tentang perubahan UU 10/98

DASAR PEMIKIRAN

•untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat yang tidak mau dilayani oleh bank dengan sistem bunga

•mengoptimalkan peran sektor perbankan dalam rangka meningkatkan pemerataan pembangunan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas keuangan nasional kearah peningkatan taraf hidup rakyat.

Landasan Hukum

Bank Indonesia adalah otoritas pengawasan perbankan (termasuk perbankan syariah):Pasal 29 (1) (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:Pembinaan dan pengawasan bank dilakukan oleh Bank IndonesiaPasal 8 UU No.3/04 ttg Perubahan atas UUNo.23 Th.1999 ttng Bank Indonesia:Bank Indonesia mempunyai tugas sebagai berikut:a.Menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneterb.Mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaranc.Mengatur dan mengawasi bank.

Bank Umum dan BPR SyariahPasal 1 ayat 3 (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU

No.10 /1998:Bank Umum: bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Pasal 1 ayat 4 (UU.No.7/1992 sbgmn diubah dg) UU No.10 /1998:BPR:bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan Prinsip Syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Bank Umum dan BPR Syariah

Pasal 6 huruf m UU No.10 Tahun 1998:“… Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:a.Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariahb.Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah; …”

Pendirian Bank SyariahPasal 16 UU No.10 Tahun 1998:Persyaratan dan tatacara pendirian bank umum dan BPR Syariah ditetapkan oleh Bank Indonesia– SK No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank

Umum Berdasarkan Prinsip Syariah– PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 ttg Perubahan

Kegiatan Usaha Bank Umum Konv menjadi Bank Umum Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional.

– No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah (mencabut SK No.32/34/KEP/DIR tanggal 12 Mei 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah)

– PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

– PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah

Pendirian Bank Syariah

Pendirian Bank Syariah 1. Izin Prinsip2. Izin Usaha

Konversi Bank Konvensional Menjadi Bank Syariah1. Izin Prinsip2. Izin Perubahan Kegiatan Usaha

Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank Umum Konvensional

PBI No.4/1/PBI/2002 tanggal 27 Maret 2002 tentang Perubahan Kegiatan Usaha Bank Umum Konvensional Menjadi Bank Umum Berdasarkan Prinsip Syariah dan Pembukaan Kantor Bank Berdasarkan Prinsip Syariah oleh Bank Umum Konvensional:– Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS)– Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Syariah

(KCPS)– Unit Syariah (US)

Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank Umum Konvensional

Pembukaan Kantor Cabang Syariah (KCS) dengan cara:– Membuka KCS baru– Mengubah KC konvensional menjadi KCS– Meningkatkan status KCPS menjadi KCS

Wajib melaksanakan hal-hal sbb:– Membentuk Unit Usaha Syariah (UUS)– Membentuk Dewan Pengawas Syariah (DPS)– Menyediakan modal kerja:

= 2 M untuk KCS di wilayah Jabotabek= 1 M untuk KCS di luar wilayah Jabotabek

Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank Umum Konvensional

Pembukaan Kantor Cabang Pembantu Syariah (KCPS)– Bertempat dan beralamat di KC atau KCP

bank umum konvensional (tidak perlu membangun atau menyewa gedung kantor sendiri)

– Menginduk kepada KCS dalam satu wilayah kerja BI (termasuk kliring)

– Wajib mendapat izin dari BI– Menyediakan modal kerja minimal 500 J di

wilayah Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek

Pembukaan Kantor Bank Syariah oleh Bank Umum Konvensional

Pembukaan Unit Syariah (US)– Merupakan bagian dari KC atau KCP konvensional– Transaksi Produk dan Jasa US dibukukan secara

terpisah dari kegiatan konvensional– Wajib mendapat izin dari BI– Menyediakan modal kerja minimal 500 J di

wilayah Jabotabek dan 250 J di luar wilayah Jabotabek

– Dalam jangka waktu 3 tahun US harus sudah mengubah KC atau meningkatkan status KCP dimana US bertempat menjadi KCS

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah

Pasal 6, 7 dan 13 UU No.7 Tahun 1992 sbgmn telah diubah dlm UU No.10 Tahun 1998 mengatur kegiatan usaha bank secara umum

Khusus untuk bank syariah, kegiatan usaha yang dapat dilaksanakan adalah yang sesuai dengan Prinsip Syariah

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah

Pasal 1 angka 13 UU No.10 Th.1998 ttng Perbankan:

Prinsip Syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah antara lain pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina)

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah (BU)

PBI No. 7/35/PBI/2005 perubahan atas No. 6/24/PBI/2004 ttg Bank Umum Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah

Pasal 36:Bank wajib menerapkan prinsip syariah dan prinsip kehati-hatian dalammelakukan kegiatan usahanya yang meliputi:a. melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan investasi,

antara lain1. giro berdasarkan prinsip wadi’ah;2. tabungan berdasarkan prinsip wadi’ah dan atau mudharabah; atau3. deposito berjangka berdasarkan prinsip mudharabah;

b. melakukan penyaluran dana melalui :1. prinsip jual beli berdasarkan akad antara lain:

a) murabahah;b) istishna;c) salam;

2. prinsip bagi hasil berdasarkan akad antara lain:a) mudharabah;b) musyarakah;

3. prinsip sewa menyewa berdasarkan akad antara lain:a) ijarah;b) ijarah muntahiya bittamlik;

4. prinsip pinjam meminjam berdasarkan akad qardh;

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah (BU)

c.melakukan pemberian jasa pelayanan perbankan berdasarkan akad antara lain:1. wakalah;2. hawalah;3. kafalah;4. rahn.

d.membeli, menjual dan/atau menjamin atas risiko sendiri surat berharga pihak ketiga yang diterbitkan atas dasar transaksi nyata (underlying transaction) berdasarkan prinsip syariah;

e.membeli surat berharga berdasarkan prinsip syariah yang diterbitkan oleh Pemerintah dan/atau Bank Indonesia;

f.menerbitkan surat berharga berdasarkan prinsip syariah;

g.memindahkan uang untuk kepentingan sendiri dan/atau nasabah berdasarkan prinsip syariah;

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah (BU)

h. menerima pembayaran tagihan atas surat berharga yang diterbitkan dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga berdasarkan prinsip syariah;

i. menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat-surat berharga berdasarkan prinsip wadi’ah yad amanah;

j. melakukan kegiatan penitipan termasuk penatausahaannya untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak dengan prinsip wakalah;

k. memberikan fasilitas letter of credit (L/C) berdasarkan prinsip syariah;

l. memberikan fasilitas garansi bank berdasarkan prinsip syariah;

m. melakukan kegiatan usaha kartu debet, charge card berdasarkan prinsip syariah;

n. melakukan kegiatan wali amanat berdasarkan akad wakalah;

o. melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan Bank sepanjang disetujui oleh Bank Indonesia dan mendapatkan fatwa Dewan Syariah Nasional.

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah (BU)

Psal 37 :1) Selain melakukan kegiatan usaha sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 36, Bank dapat pula :a) Melakukan kegiatan dalam valuta asing berdasarkan akad

sharf;b) melakukan kegiatan penyertaan modal pada bank atau

perusahaan lain dibidang keuangan berdasarkan prinsip syariah seperti sewa guna usaha, modal ventura, perusahaan efek, asuransi serta lembaga kliring penyelesaian dan penyimpanan;

c) melakukan kegiatan penyertaan modal sementara berdasarkan prinsip syariah untuk mengatasi akibat kegagalan pembiayaan dengan syarat harus menarik kembali penyertaannya dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan oleh Bank Indonesia; dan

d) bertindak sebagai pendiri dana pensiun dan pengurus dana pensiun berdasarkan prinsip syariah sesuai dengan ketentuan dalam perundang-undangan dana pensiun yang berlaku.

2) Bank syariah dalam melaksanakan fungsi sosial dapat bertindak sebagai penerima dana sosial antara lain dalam bentuk zakat, infaq, shadaqah, waqaf, hibah dan menyalurkannya sesuai syariah atas nama Bank atau lembaga amil zakat yang ditunjuk oleh pemerintah.

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah (BU)

Pasal 381. Bank wajib mengajukan permohonan persetujuan

kepada Bank Indonesia atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan.

2. Permohonan persetujuan atas produk dan jasa baru yang akan dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri dengan fatwa dari Dewan Syariah Nasional.

Pasal 391. Bank dilarang melakukan kegiatan usaha perbankan

secara konvensional.2. Bank dilarang mengubah kegiatan usaha menjadi

bank konvensional.

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah

PBI No.6/17/PBI/2004 tanggal 1 Juli 2004 tentang BPR Berdasarkan Prinsip Syariah

Pasal 34BPRS wajib melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip Syariah dan prinsip kehati-hatian yang meliputi:– menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

berdasarkan prinsip wadiah dan mudharabah.melakukan penyaluran dana melalui transaksi jual beli berdasarkan prinsip murabahah, istishna, ijarah, salam, jual beli lainnya.

– pembiayaan bagi hasil berdasarkan prinsip mudharabah, musyarakah dan bagi hasil lainnya.

– melakukan kegiatan lain yang lazim dilakukan sepanjang tidak bertentangan dengan UU Perbankan dan prinsip syariah.

– Produk dan jasa baru wajib disetujui BI

Kegiatan Usaha dan Produk Bank Syariah

Pasal 36• BPRS dilarang mengubah kegiatan usahanya

menjadi BPR Konvensional.• BPRS dilarang melakukan kegiatan usaha

secara konvensional

Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN)Dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariahPenjelasan UU No.10 Tahun 1998 Pasal 6 huruf m : Pokok-pokok ketentuan yang ditetapkan oleh Bank Indonesia memuat antara lain:

a.Kegiatan usaha dan produk-produk bank berdasarkan prinsip syariah;

b.Pembentukan dan tugas Dewan Pengawas Syariah

c.Persyaratan bagi pembukaan kantor cabang yang melakukan kegiatan usaha secara konvensional untuk melakukan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah.

Dewan Pengawas Syariah (DPS) dan Dewan Syariah Nasional (DSN)

• DPS wajib mengikuti fatwa dari DSN• DPS adalah dewan yang ditempatkan di Bank Syariah yang

keanggotaannya ditetapkan berdasarkan rekomendasi DSN yang bertugas mengawasi penerapan prinsip syariah dalam kegiatan usaha Bank.

• Keanggotaan DPS harus mendapat persetujuan BI.• DSN merupakan dewan yang dibentuk oleh MUI merupakan

satu-satunya badan yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap jenis-jenis kegiatan, produk, dan jasa keuangan syariah, serta mengawasi penerapan fatwa dimaksud oleh lembaga-lembaga keuangan di Indonesia

PENUTUP

• UU No.10 Tahun 1998:– mengakomodir legalitas hukum baik dari aspek

kelembagaan dan kegiatan usaha bank syariah dengan jelas – menjadi landasan yuridis yang kuat bagi perbankan dan para

pihak yang berkepentingan.

• UU No.23 Tahun 1998 tentang Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan UU No.3 Tahun 2004:– memberikan landasan hukum yang cukup kuat kepada Bank

Indonesia untuk melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap perbankan Syariah.

• Pengaturan hukum kegiatan usaha bank syariah secara “equal treatment regulations”. Namun demikian kadangkala terdapat pengaturan yang bersifat khusus terhadap kegiatan usaha bank syariah yang disesuaikan dengan karakter usaha bank Syariah.

PENUTUP• Standarisasi dalam penerapan akuntansi dan audit bank

Syariah yang diperlakukan secara khusus sebagaimana ditentukan dalam standar internasional untuk akuntansi dan audit lembaga keuangan syariah yang diterbitkan oleh AAOIFI Bahrain.

• Dalam kegiatan usaha bank syariah peranan DPS juga sangat penting dalam rangka menjaga kegiatan usaha bank syariah agar senantiasa berjalan sesuai dengan nilai-nilai syariah.

• DPS harus independen dan terdiri dari para pakar Syariah Muamalah yang juga memiliki pengetahuan dasar bidang perbankan.

• Dalam pelaksanaan tugas sehari-hari DPS wajib mengikuti fatwa DSN.

• DSN merupakan badan independen yang mempunyai kewenangan mengeluarkan fatwa syariah terhadap produk dan jasa lembaga keuangan syariah di Indonesia.

89

Dewan Pengawas Syariah

Untuk memastikan usaha ekonomi atau bisnis syariah sesuai rinsip

syariah di Indonesia, telah dibentuk Badan Pengawas Syariah (LPS),

antara lain melalui Undang-Undang No. 40/2007 Tentang Perseroan

Terbatas dan Undang-Undang No. 21/2008 Tentang Perbankan Syariah.

90

. . . lanjutan

Pasal 109 UU No. 40/2007: (1) Perseroan yg menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah selain mempunyai Dewan Komisaris wajib

mempunyai Dewan Pengawas Syariah. (2) DPS sbgmana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas

seorang ahli syariah atau lebih yang diangkat oleh RUPS atas rekomendasi MUI. (3) DPS sbgmana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan

nasehat dan saran kepada Direksi serta mengawasi kegiatan Perseroan agar sesuai prinsip syariah.

91

. . . lanjutanPasal 32 UU No. 21/2006: (1) DPS wajib dibentuk di Bank Syariah dan Bank Umum Konvensional yang memiliki UUS. (2) DPS sbgmana dimaksud pada ayat (1) diangkat oleh Rapat Umum Pemegang Saham atas

rekomendasi MUI. (2) DPS sbgmana dimaksud pada ayat (1) bertugas memberikan nasihat dan saran kepada direksi serta mengawasi

kegiatan Bank agar sesuai dgn Prinsip Syariah. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai

pembentukan DPS sbgmana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan PBI.

92

Permasalahan DPS a.l.

Di antara permasalahan DPS: perannya yang terbatas dlm mengawasi praktek keuangan syariah karena anggota DPS pada umumnya adalah ahli syariah tetapi bukanlah praktisi keuangan syariah dan mereka tidak bekerja

purna waktu. Juga disinyalir praktek yang tidak syariah dlm lembaga2 ini, misalnya

melalui margin yang dipahami oleh sebagian pengamat sbg bentuk lain dari bunga atau riba

yang terlarang dalam ekonomi syariah.

93

. . . lanjutan

Hakim harus teliti melihat praktek perjanjian berdasarkan prinsip syariah

dalam kasus yang diajukan ke pengadilan,

missalnya bila ada gugatan pembatalan akad oleh pihak dlm hal akad tidak

murni berdasarkan syariah.

94

Contoh Kasus

Antara lembaga keuangan Islam di Dubai (Emirat Arab) sbg Pihak I dan sebuah perusahaan

farmasi di Bangladesh sbg Pihak II. melakukan akad mudharabah bagi pembelian sejumlah

alat farmasi oleh Pihak I untuk Pihak II. Pihak I mendapat keuntungan bagi hasil dari

pembelian ini dan Pihak II membayar ansuran hutang setiap bulan plus prosentasi

keuntungan bagi hasil perbulan kepada Pihak I.

95

. . . lanjutan

Setelah kontrak berjalan, perusahan farmasi kemudian tidak mau melunasi cicilan dgn

pertimbangan bunga terselubung, karena itu perjanjian batal demi hukum. Pihak I

membawa kasusnya ke pengadilan Inggeris sesuai bunyi kontrak. Akhirnya pengadilan

London menerima gugatan tsb berdasarkan hukum umum, dan bukan prinsip syariat Islam

yang tidak dikenal di pengadilan Inggeris, bahwa orang yang berhutang wajib membayar

hutangnya sesuai syarat2 perjanjian.

96

LPS Sudan

LPS yang cukup bagus misalnya terdapat di Sudan dengan nama Hay’ah ar-Riqabah asy-

Syari’iyyah. Bila ditemukan praktek tidak syariah, misalnya unsur bunga atau riba, maka bunga atau riba tsb tidak dibayarkan kepada pihak, tetapi disalurkan ke rekening khusus

milik negara untuk tujuan dana kebajikan. Bila praktek tsb disebabkan karena pasal

perundang-undangan tertentu, maka LPS mengusulkan perubahan pasal tsb kepada

pemerintah dan DPR.