Post on 10-Mar-2019
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI (STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN PEMIKIRAN
SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-BANTANI DALAM KITAB UQUDULLIJAIN FI BAYAN HUQUQ AZ-ZAUJAIN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: Putri Isnaini
NIM : 21112014
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
i
ii
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI (STUDI KOMPARASI HUKUM POSITIF DAN PEMIKIRAN
SYEKH MUHAMMAD NAWAWI AL-BANTANI DALAM KITAB UQUDULLIJAIN FI BAYAN HUQUQ AZ-ZAUJAIN)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat guna Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh: Putri Isnaini
NIM : 21112014
JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2017
iii
iv
v
vi
vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO
- Sebaik-baiknya manusia adalah yang bermanfaat begi orang lain.
من جد وجد -
PERSEMBAHAN
Untuk kedua orangtuaku tercinta, Saudara-saudaraku, para dosen Institut Agama
Islam Negeri Salatiga, Sahabat-sahabat seperjuanganku dan semua yang telah
membantu terselesaikannya skripsi ini.
viii
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang maha pengasih lagi maha
penyayang. Puji syukur ke hadirat-Nya yang telah memberikan taufiq, hidayah serta
inayah-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini tanpa halangan sesuatupun.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan memperoleh
gelar S1 Jurusan Ahwal Al Syakhsiyyah Fakultas Syari’ah Institut Agama Islam
Negeri Salatiga, selanjutnya dengan hormat penulis mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada:
1. Bapak Dr. Rahmad Hariyadi, M. Pd selaku Rektor IAIN Salatiga yang telah
berjasa mengasuh penulis dan berkenan memberikan persetujuan dan pengesahan
terhadap skripsi ini.
2. Bapak Drs. Machfudz, M.Ag, sebagai pembimbing yang telah dengan ikhlas
mencurahkan ilmunya serta meluangkan waktu dan upayanya untuk membimbing
penulis menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh dosen Institut Agama Islam Negeri Salatiga
4. Ibunda tercinta yang senantiasa memberikan do’a restunya dengan setulus hati
demi keberhasilan putra putrinya.
5. Sahabat-sahabat tercinta yang telah memberikan banyak dukungan dalam
penyusunan skripsi ini.
ix
6. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung telah membantu
terselesaikannya skripsi ini.
Semoga amal baik dan bantuan mereka mendapatkan balasan dari Allah SWT
sebagai amal saleh. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kata sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan saran serta kritik dari semua pihak. Semoga skripsi
ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun siapa saja yang membacanya. Amin.
Salatiga, 17 Januari 2017
Penulis,
Putri Isnaini
x
DAFTAR ISI
SAMPUL............................................................................................................... i
LEMBAR BERLOGO .......................................................................................... ii
JUDUL ................................................................................................................. iii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ......................................................................... iv
PENGESAHAN KELULUSAN ........................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN............................................................. vi
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
ABSTRAK ............................................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 5
C. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 5
D. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 5
E. Penegasan Istilah ....................................................................................... 6
F. Telaah Pustaka .......................................................................................... 7
G. Metode Penelitian...................................................................................... 8
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan.......................................................... 8
2. Sumber Data ........................................................................................ 9
xi
3. Metode Anlisis Data ............................................................................ 10
4. Tahap-Tahap Penelitian ...................................................................... 11
H. Sisematika Penulisan ................................................................................. 11
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hak .......................................................................................... 12
1. Hak Suami isteri menurut Hukum Islam ............................................. 12
2. Hak dan Kewajiban Suami Isteri dalam Hukum Positif ..................... 21
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM KITAB
UQUDULLIJAIN FI BAYAN HUQUQ AZ-ZAUJAIN
A. Biografi Singkat Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani ........................ 34
1) Latar Belakang Kehidupan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani . 34
2) Pendidikan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani .......................... 36
3) Karya Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani................................... 38
B. Gambaran Umum Kitab Uqudullijain Fi Bayan Huquq Az-Zaujain ........ 41
1. Hak Isteri atas suami ........................................................................... 43
2. Hak Suami atas Isteri .......................................................................... 52
BAB IV RELEVANSI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM
KITAB UQUDULLIJAIN TERHADAP HUKUM POSITIF
1. Hak Isteri Atas suami ................................................................................ 63
2. Hak Suami Atas Isteri ............................................................................... 70
3. Relevansi Hak Dan Kewajiban Suami Isteri Dalam Kitab Uqudullijain
Terhadap Hukum Positif ........................................................................... 74
xii
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan ............................................................................................... 76
2. Saran .......................................................................................................... 77
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 78
xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Islam membimbing manusia unuk meraih kebahagiaan, ketentraman jiwa
dan kedamaian. Dalam Al-Qur’an dan Hadits selain mengajarkan tentang
hablunminallah juga mengajarkan hablunminannas. Etika pergaulan antara
manusia dengan manusia lain.
Manusia di syariatkan untuk menikah apabila telah mampu melakukannya
baik secara lahir maupun batin. Perkawinan menurut UU No 1 Tahun 1974
Perkawinan merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dengan
seorang pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa”.
Dalam rumah tangga, setiap pasangan suami isteri perlu menyadari bahawa
masing-masing mempunyai hak tersendiri. Dalam Islam setiap suami wajib
melayani isterinya dengan baik dan setiap isteri juga wajib taat dan melayani
suami dengan sebaiknya. Islam adalah agama yang sempurna, setiap hukum dan
peraturan yang terdapat bukan hanya memihak kepada lelaki, tetapi juga kepada
isteri dan kesemua pihak. Islam telah menetapkan para suami bertanggungjawab
dalam memimpin rumah tangganya dan memenuhi hak-hak isterinya dan
memerintahkan supaya mereka berlaku baik terhadap isteri mereka sesuai dengan
apa yang diajar oleh Rasulullah s.a.w
1
Islam mengajarkan agar keluarga dan rumah tangga menjadi institusi yang
aman, bahagia dan kukuh bagi setiap ahli keluarga, karena keluarga merupakan
lingkungan atau unit masyarakat yang terkecil yang berperan sebagai satu
lembaga yang menentukan corak dan bentuk masyarakat. Institusi keluarga harus
dimanfaatkan untuk membincangkan semua hal, ada yang menggembirakan
maupun kesulitan yang dihadapi disamping menjadi tempat menjalin nilai-nilai
kekeluargaan dan kemanusiaan. Kasih sayang, rasa aman dan bahagia serta
perhatian yang dirasakan oleh seorang ahli khususnya anak-anak dalam keluarga
akan memberi kepadanya keyakinan dan kepercayaan pada diri sendiri untuk
menghadapi berbagai persoalan hidupnya.
Keinginan membangun sebuah keluarga yang bahagia dengan tetap
bersendikan agama merupakan dambaan setiap manusia, sehingga dalam
Alqur’an pun Allah SWT mengajarkan kepada hambanya yang tercantum dalam
surat Al-Furqon, ayat 74 yang artinya : “... Dan orang-orang yang berkata
“Wahai Rabb kami, anugrahkanlah kepada kami istri-istri kami dan keturunan
kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam dari orang-
orang yang bertaqwa ...”.
Selain itu, melalui perkawinan, dapat diatur hubungan laki-laki dan wanita
(yang secara fitrahnya saling tertarik) dengan aturan yang khusus. Dari hasil
pertemuan ini juga akan berkembang jenis keturunan sebagai salah satu tujuan
dari perkawinan tersebut. Dan dari perkawinan itu pulalah terbentuk keluarga
2
yang diatasnya didirikan peraturan hidup khusus dan sebagai konsekuensi dari
sebuah perkawinan.
Dalam mengarungi samudera kehidupan rumah tangga tidaklah semudah apa
yang kita bayangkan, tidak jarang sebuah rumah tangga terhempas gelombang
badai yang akhirnya berdampak bagi keharmonisan keluarga. Tidak sedikit
keluarga yang akhirnya tercerai berai tak tentu arah akibat hempasan gelombang
badai, namun tidak sedikit juga keluarga yang tetap kokoh melayari samudera
kehidupan rumah tangga karena mampu menjaga keharmonisan keluarga.
Keharmonisan keluarga merupakan dambaan setiap orang yang ingin
membentuk keluarga atau yang telah memiliki keluarga, namun masih banyak
yang kesulitan dalam membangun keharmonisan keluarga. Kitab Uqudulijain
karya Syeikh Muhammad Bin Umar An-Nawawi, yang berjudul asli Syarhu
Uqudullijain fi Bayani Huquqi Az-Zaujaini, merupakan salah satu kitab pegangan
atau panduan suami istri dalam dalam rumah tangga. Kitab ini berisi bagaimana
seorang suami maupun istri seharusnya menjalankan hak dan kewajibannya satu
sama lain. Kehadiran kitab ini tentu saja diharapakan mampu membekali
pasangan suami istri dalam menjalankan roda rumah tangga.
Sedangkan di Indonesia sendiri peraturan mengenai Perkawinan di atur
dalam Undang-undang No 1 tahun 74. Dasar pertimbangan yang digunakan
dalam mengeluarkan Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan
adalah sesuai dengan falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum
nasional sehingga perlu dikeluarkanya Undang-undang tentang perkawinan yang
3
berlaku bagi seluruh warga Republik Indonesia. Undang-undang perkawinan
terdiri dari 14 bab dengan 67 pasal. Dalam Undang-undang perkawinan mengatur
hak dan kewajiban suami isteri dalam bab V pasal 30 sampai dengan pasal 34.
(Subekti, 1984: 547-548)
Selain itu diatur pula dalam KHI, KHI adalah suatu himpunan kaidah-kaidah
hukum Islam yang di susun secara sistematis selengkap mungkin dengan
berpedoman pada rumusan kalimat-kalimat atau pasal-pasal yang lazim
digunakan dalam peraturan perundang-undangan. (Eman, 47)
Salah satu sebab kemunculan KHI adalah, karena hukum materiil dari
peradilan Agama masih variatif dalam berbagai kitab fiqih sebagai pedoman
dalam mengambil keputusan oleh para hakim. Hal ini membuka peluang bagi
terjadinya pembangkangan bagi orang yang kalah dalam berperkara seraya
menanyakan pendapat yang dipakai dengan menunjukkan kitab lain sebagai
penyelesaian perkara untuk memenangkan perkaranya. Inilah sebab kemunculan
KHI agar orang dalam berperkara memiliki hukum positif dan kongkrit, karena
pada hakekatnya peradilan Agama itu sendiri telah lahir dari lebih dari se-abad
lamanya. (Djamil, 1983: 9-10)
Berangkat dari sinilah penulis merasa tertarik untuk meneliti sejauh mana
kitab Uqudullijain mendeskripsikan apa dan bagaimana seharusnya hak dan
kewajiban suami istri dijalankan, sejauh mana kitab tersebut dan menjadi
referensi dalam menyelesaikan permasalahan-permasalah kerumah tanggaan.
Penulis juga melakukan perbandingan dengan Undang-undang yang ada di
4
Indonesia untuk itu penulis melakukan penelitian dengan judul “Hak Suami Isteri
(Studi Komparasi Hukum Positif dan Pemikiran Syekh Muhammad Nawawi Al-
Bantani dalam kitab Uqudullijain fi Bayan Huquq Az-Zaujain)”
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok masalah
yang akan dikaji dalam penyusunan skripsi ini yaitu:
1. Bagaimana Komparasi Hak dan Kewajiban Suami isteri dalam kitab
Uqudullijain dan Hukum Positif?
2. Bagaimana Relevansi Hak dan Kewajiban Suami Isteri menurut Syekh
Nawawi dalam kitab Uqudullijain terhadap Hukum Positif?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan:
1. Menjelaskan Hak dan Kewajiban Suami isteri dalam kitab Uqudullijain dan
Hukum Positif.
2. Menjelaskan Relevansi Hak dan Kewajiban Suami Isteri menurut Syekh
Nawawi dalam kitab Uqudullijain terhadap Hukum Positif
5
D. MANFAAT PENELITIAN
Kegunaan atau manfaat dari penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sebagai
berikut:
1. Secara Teoritis
Penelitian ini bermanfaat untuk menambah wacana mengenai kriteria
perempuan yang baik dalam pernikahan serta memperkaya bahan pustaka bagi
Institut Agama Islam Negeri Salatiga
2. Secara Praktis
Sebagai tambahan pengetahuan untuk umat islam mengenai kriteria
pemilihan isteri menurut pendapat kitab Uquddulijain fi Bayan Huquq Al
Zaujain Karya Syaikh Muhammad Bin Umar Nawawi Al Bantani. Hal ini
diharapkan dapat membantu para mahasiawa dan masyarakat muslim dalam
memahami hak-hak dan kewajiban yang ditimbulkan setelah diadakannya
akad perkawinan.
E. PENEGASAN ISTILAH
1. Hak
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia hak berarti sesuatu hal yang
benar, milik, kepunyaan, kewenangan, kekuasaan yang benar atas sesuatu atau
untuk menuntut sesuatu,derajat atau martabat.
2. Kewajiban
6
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia kewajiban berarti sesuatu
yang wajib dilaksanakan, keharusan (sesuatu yang harus dilaksanakan).
3. Kitab Uqudullijain fi Bayan Huquq Az Zaujain
Menurut Wikipedia ‘Uqud al-Lujain fi Bayân Huqûq al-Zaujain
merupakan salah satu kitab karya Syarh Muhammad Bin Umar Nawawi Al
Jawi yang terkenal. Kitab ini berisi tentang etika berumah tangga yaitu hak
dan tanggung jawab suami isteri.
F. TELAAH PUSTAKA
Sebelumnya, penelitian semisal juga pernah diadakan oleh beberapa peneliti.
Diantaranya, skripsi “Hak dan Kewajiban Suami Istri dalam Perspektif Hukum
Islam (Studi Nilai Keadilan Gender Terhadap Kewajiban Mendidik Anak)” oleh
Yeni Fauziyah (2005) yang mengupas pembahasan hak dan kewajiban suami istri
dalam Islam, konsep kesetaraan gender dalam Islam dan pembagian peran antara
suami dan istri dalam mendidik anak. Dalam penelitian tersebut, isi lebih
dititikberatkan pada kesetaraan gender serta pembagian peran dalam mendidik
anak.
Skripsi kedua yaitu “Seks dalam Islam (Studi Analisis Pemikiran Imam
Nawawi al-Bantani dalam Kitab Uqudullijain Perspektif Nilai Gender)” oleh
Lukman Fahmi (2004) yang mengupas tentang seks dalam perspektif Islam, seks
dalam perspektif Imam Nawawi, dan tinjauan nilai adil gender terhadap seks
dalam perspekti Imam Nawawi. Skripsi lebih difokuskan pada permasalah seks
7
Skripsi lain “Hak Dan Kewajiban Suami Istri Dalam Kitab Uqudullijain
Karya Syeikh Muhammad bin Umar an- Nawawi al-Bantany dan Aplikasinya Di
Dukuh Krasak, Ledok, Argomulyo, Salatiga” merupakan penelitian lapangan
(field research) dan menitikberatkan pada realita kerumahtanggan apa sajakah
yang ditemukan di masyarakat dan sejauh mana relevansi penerapan kitab
Uqudullijain dalam fenomena masyarakat tersebut. Sebagai tambahan, buku
semisal Uqudullijain yang berkaitan dengan membina kehidupan Rumah tangga
juga ditulis oleh M. Nipan Abdul Halim berjudul “Membahagiakan Istri Sejak
Malam Pertama” (2005).
Sedangkan skripsi penulis yang berjudul “Hak Suami Isteri (studi komparasi
Undang-undang dan Pemikiran Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam
kitab Uqudullijain fi Bayan Huquq Az-Zaujain) lebih membandingkan pendapat
dari ulama tersebut dengan Undang-undang yang ada di Indonesia.
G. METODOLOGI PENELITIAN
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian yang peneliti gunakan adalah penelitian hasil kajian
pustaka (library research) terhadap Kitab Uqudullijain fi bayan Huquq Az
Zaujain Karya Syekh Muhammad Bin Umar Nawawi Al Bantani. Oleh karena
itu sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari
bahan tertulis yang mempunyai relevansi dengan permasalahan penelitian.
8
2. Sumber Data
a. Data Primer
Sumber data primer yaitu sumber data yang berkaitan langsung
dengan objek riset. (Dhahara, 1980: 60) Adapun sumber data primer ini
adalah kitab Uqudullijain karya Syaikh Muhammad Nawawi.
b. Data Sekunder
Dalam penelitian ini penulis tidak dapat terlepas dari sumber dan
karya penulis lain, meskipun yang diteliti hanya karya seorang tokoh saja.
Kitab dan karya orang lain ini berupa kitab-kitab fiqih, hadits, tafsir, karya
para ulama, serta literatur lainnya yang membahas tentang kesehatan
reproduksi.
3. Metode Anaisis Data
Dalam penelitian ini penulis menggunakan beberapa metode untuk
mendapatkan data yang bisa dipertanggung jawabkan. Metode-metode
tersebut diantaranya:
a. Content analisis
Content analisis adaah studi analisis ilmiah tentang isi pesan.
(Noeng Muhajir, 1993:49). Penulis melakukan analisis terhadap pendapat
kitab Uqudullujain fi Bayan Huquq Az-Zaujain tentang Hak-hak suami
isteri dalam perkawinan serta di kaitkan dengan Undang-undang di
Indonesia.
9
H. TAHAP-TAHAP PENELITIAN
Ada beberapa langkah penelitian:
1. Mementukan tema penelitian.
2. Mencari sumber data kitab.
3. Mencari referensi buku yang berkaitan dengan penelitian.
4. Mengumpulkan data.
5. Melakukan analisis menggunakan referensi yang diperoleh.
I. SISTEMATIKA PENULISAN
Sistematika pembahasan penelitian ini dibagi menjadi lima bab, yang berisi
hal-hal pokok yang dapat dijadikan pijakan dalam memahami isi penelitian ini.
Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisi uraian tentang Latar Belakang Masalah, Fokus Penelitian,
Tujuan Penelitian, Kegunaan Penelitian, Penegasan Istilah, Metode Penelitian dan
Sistematika Penulisan.
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM POSITIF
Bagian ini berisi tentang teori-teori yang mendukung permasalahan berupa
penjelasan tentang Pengertian Hak-hak secara umum, Hak suami isteri.
BAB III HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM KITAB
UQUDULLIJAIN
10
Bagian ini berisi pendapat Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani dalam
kitab Uqudullujain Fi bayang Huquq Az-Zaujain yang terdiri dari: biografi
singkat Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani, Pendapat Kitab Uqudulujain
terhadap hak-hak suami isteri dalam perkawinan.
BAB IV RELEFANSI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM
KITAB UQUDULLIJAIN TERHADAP HUKUM POSITIF
Dalam bab ini akan di bahas mengenai perbandingan pendapat kitab
Uquduujain terhadap hak dan kewajiban dalam perkawinan dan hukum positif,
dan relevansinya dalam masa kini
BAB V PENUTUP
Bagian ini merupakan bagian terakhir yang terdiri dari kesimpulan, saran-
saran serta penutup.
11
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM HUKUM POSITIF
A. Pengertian Hak
Secara etimologis hak berarti milik: ketetapan dan kepastian, seperti yang
terdapat pada surah yassin (36) ayat 7 yang artinya: “Sesungguhnya telah berlaku
perkataan (ketentuan Allah) terhadap kebanyakan mereka, karena mereka tidak
beriman”.(Dahlan, 1997: 486)
Ada pula pengertian hak yang dikemukakan oleh beberapa ulama’ fiqih.
Menurut sebagian ulama’ muta’akhirin hak yaitu, suatu hukum yang telah
ditetapkan secara syara’. Lalu Syekh Ali Al-Khafifi (ahli fiqih asal mesir) juga
mengartikan bahwa hak adalah sebagai kemaslahatan yang diperoleh secara syara’.
(Dahlan, 1997: 486)
Jadi pengertian hak adalah kewenangan yang di miliki oleh semua orang, dan
orang itu dapat berbuat apa saja asal tidak bertentangan dengan Undang-undang
yang berlaku, ketertiban umum dan keputusan. Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Menurut Hukum Islam dan Hukum Positif
1. Hak Suami Isteri menurut Hukum Islam
Perkawinan merupakan suatu cara yang disyari’atkan Allah SWT
sebagai jalan bagi Manusia untuk berkembangbiak dan untuk kelestarian
12
hidupnya setelah masing-masing pasangan siap melakukan peranannya yang
positif dalam rangka merealisir tujuan perkawinan. (Sayyid, 1994: 486) Jika
akad nikah telah sah maka akan menimbulkan akibat hukum dan dengan
demikian akan menimbulkan pula hak dalam kapasitasnya sebagai suami-isteri.
Adapun hak suami isteri dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a. Hak isteri atas suami
1) Mahar
Mahar merupakan pemberian yang dilakukan seorang calon suami
kepada calon isterinya dalam bentuk apapun baik berupa uang maupun
barang (harta benda). (Sulaiman, 365)
Allah berfirman:
وءاتوا النساءصدقاهتن حنلةفإن طنب لكم عن شيء منه نـفسا فكلوه هنيئا مريئ
Artinya:”Berikanlah mas kawin mahar kepada wanita yang kamu nikahi sebagai pemberian dengan penuh kerelaan”.(Q.S An Nisa’:4)
Kuantitas mahar tidak ditentukan oleh syari’at Islam, hanya menurut
kemampuan suami yang disertai kerelaan dari sang isteri. (Sulaiman: 107)
Hal ini disebabkan adanya perbedaan status sosial ekonomi masyarakat,
ada yang kaya ada yang miskin, lapang dan sempitnya rezeki, itulah
sebabnya Islam menyerahkan masalah kuantitas mahar itu sesuai dengan
13
status social ekonomi masyarakat berdasarkan kemampuan masing-masing
orang atau keadaan dan tradisi keluarganya.
2) Nafkah
Para ulama’ sependapat bahwa diantara hak isteri terhadap suami
adalah nafkah. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt:
سوتـهن بالمعروف ك مولود له رزقـهن و وعلى ال
Artinya:”Dan kewajiban ayah memberikan makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang ma’ruf”. (Q.S. Al–Baqoroh: 233)
Menurut Sayyid Sabiq, bahwa yang dimaksud dengan nafkah adalah
memenuhi kebutuhan makan tempat tinggal (dan kalau ia seorang yang
kaya maka pembantu rumah tangga dan pengobatan istri juga masuk
nafkah). (Sayyid, 1994: 115) Hal ini dikarenakan seorang perempuan yang
menjadi isteri bagi seorang suami mempergunakan segala waktunya untuk
kepentingan suaminya dan kepentingan rumah tangganya.
Nafkah rumah tangga merupakan hal yang sangat penting dalam
membentuk keluarga yang sejahtera, sehingga kebutuhan pokok manusia
terpenuhi. Adapun kuantitas nafkah yang diberikan suami kepada isterinya
adalah sesuai kemampuan suami. Allah S.W.T berfirman:
14
م ك سكنتم من وجد أسكنوهن من حيث
Artinya:”Tempatkanlah mereka (para isteri) dimana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu”. (Q.S.At-Thalaq: 6)
Nafkah diberikan suami kepada isteri dalam sebuah ikatan perkawinan
yang sah, yang masih berlangsung dan isteri tidak nusyuz (durhaka). Atau
karena hal-hal lain yang menghalangi istri menerima belanja (nafkah).
3) Memperlakukan dan menjaga isteri dengan baik
Suami wajib menghormati, bergaul dan memperlakukan isterinya
dengan baik dan juga bersabar dalam menghadapinya. (Sayyid, 1994;
126)Bergaul dengan baik berarti menjadikan suasana pergaulan selalu indah
dan selalu diwarnai dengan kegembiraan yang timbul dari hati kehati sehingga
keseimbangan rumah tangga tetap terjaga dan terkendali. (Abdul, 1990: 65)
Allah S.W.T. telah berfirman:
عل الله فيه رهتموهن فـعسى ان تكرهوا شيئا وجي ك وعاشروهن بالمعروف فإن
خيـرا كثريا
Artinya: ”Dan bergaullah dengan mereka secara patut, kemudian jika kamu tidak menyukai mereka maka bersabarlah karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak”. (Q.S. An-Nisa’:19)
15
Bergaul dengan cara yang baik berarti memperlakukan dan
menghormati dengan cara yang wajar, memperhatikan kebutuhan isterinya,
menahan diri dari sikap yang tidak menyenangkan iseteri dan tidak boleh
berlaku kasar terhadap isterinya. Hal ini telah diajarkan oleh nabi Muhammad
sebagai berikut:
رءةعلي الز وج ان يطعمهااذاطعم ويكسوهااذااكتسي واليضرب الوجه حق امل
يف البـيت واليـقبح واليـهجر اال
”Hak isteri kepada suami adalah memberi makan kepada isterinya apabila ia makan, memberi pakaian kepadanya jika dia berpakaian, tidak memukul pada muka dan tidak berbuat jelek serta tidak memisahkan diri kecuali dari tempat tidur”.
Seorang suami tidak boleh memarahi isteri sekalipun sang isteri
memiliki kekurangan-kekurangan, namun suami tidak boleh mengungkit
ungkit apa yang menjadi kelemahan isterinya karena dibalik
kekurangankekurangan yang ada pada isterinya terdapat kelebihan-kelebihan
yang dipunyai oleh isterinya. Di samping itu totalitas waktu isterinya
tercurahkan oleh ketaatanya kepada suami.
b. Hak suami atas isteri
Adapun diantara hak suami atas isteri adalah sebagai berikut:
16
1) Suami ditaati oleh isteri
Isteri wajib mentaati suami selama dalam hal-hal yang tidak maksiyat.
Istri menjaga dirinya sendiri dan juga harta suaminya, menjauhi diri dari
mencampuri sesuatu yang dapat menyusahkan suaminya, tidak cemberut
dihadapan dan tidak menunjukkan keadaan tidak disenangi oleh suaminya.
(Sayyid, 1994: 134)Isteri hendaknya taat kepada suaminya dalam
melaksanakan urusan rumah tangganya selama suami menjalankan ketentuan-
ketentuan berumah tangga. (Huzaemah, 1990:80-81)Hal ini berdasarkan
firman Allah SWT sebagai berikut:
فالصاحلات قانتات حافظات للغيب مبا حفظ الله
”…Sebab itu maka wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah, lagi memelihara diri dibalik pembelakangan suaminya oleh karena Allah telah memelihara”.(Q.S.An- Nisa’: 34)
Yang dimaksud taat dalam ayat ini ialah patuh kepada Allah SWT dan
kepada suaminya. Perkataan “taat” bisanya hanya digunakan oleh Allah.
Tetapi dalam ayat ini digunakan untuk suami juga, hal ini menggambarkan
bagaimana sikap isteri yang baik terhadap suaminya. Allah menerangkan
isteri harus berlaku demikian karena suami itu telah memelihra isterinya
dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan suami isteri. (Depag, 163-164)
17
Yang dimaksud menjaga dirinya di belakang suaminya adalah
menjaga dirinya diwaktu suaminya tidak ada, tanpa berbuat khianat
kepadanya baik mengenai diri atau harta bendanya. (Sayyid, 1994: 134)
Seorang isteri harus mentaati serta berbakti dan mengikuti segala yang
diminta dan dikehendaki suaminya asalkan tidak merupakan suatu hal yang
berupa kemaksiatan.
Isteri tidak memasukkan orang yang dibenci oleh suaminya kedalam
rumahnya kecuali dengan izin suaminya, isteri wajib memelihara diri di balik
pembelakangan suaminya, terutama apabila suami bepergian, jangan sekali-
kali isteri melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kecurgaan suami,
sehingga suami tidak merasa tenteram pikiranya dalam bepergian.
c. Hak bersama suami isteri
Diantara hak bersama suami dengan isteri adalah antara lain sebagai
berikut:
1) Halalnya pergaulan
Suami-isteri sama-sama mempunyai hak untuk menggauli sebagai
pasangan suami-isteri dan memperoleh kesempatan saling menikmati atas
dasar saling memerlukan Hal ini tidak dapat dilakukan secara sepihak saja.
(Huzaimah: 81)
18
Allah Swt telah berfirman:
هلن نـتم لباس ا لكم و لباس هن
”Mereka (para isteri) adalah pakaian bagimu dan kamupun adalah Pakaian bagi mereka”. (Q.S. Al- Baqarah: 187)
2) Hak saling memperoleh harta waris
Sebagai salah satu dampak dari perkawinan yang sah bila salah
seorang meninggal dunia, suami sebagai pemimpin yang bertanggung jawab
dan mencukupi nafkah serta keperluan hidup isterinya maka bila Istrinya
mati dengan meninggalkan harta pusaka, sang suami berhak mendapatkan
harta warisan. Demikian pula isteri sebagai kawan hidup yang sama-sama
merasakan suka-duka hidup berumah tangga dan berkorban membantu
suaminya, maka adillah kiranya bila isteri diberi bagian yang pasti dari harta
peninggalan suaminya. (Sayyid, 1994: 48)
3) Hak timbal balik
Dalam kehidupan rumah tangga, salah satu kriteria ideal untuk
mencapai keluarga yang sakinah, mawadah dan rahmah adalah suami
sebagai pemimpin bagi keluarganya memimpin istrinya untuk mendidik dan
memperlakukan isterinya secara proporsional sebagai perintah syari’at
19
bahwa Allah S.W.T. telah menyebut laki-laki merupakan sosok pemimpin
bagi perempuan, hal ini tersebut dalam firmanNya:
الرجال قـوامون على النساء مبا فضل الله بـعضهم على بـعض ومبا أنـفقوا
”Laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan) dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka”.
Sebagai pemimpin bagi isteri dan keluarganya maka suami wajib
memberikan bimbingan dan pendidikan kepada isterinya dan keluarganya
agar tidak terjerumus ke dalam lembah kemaksiatan dan kehinaan. (Abdul:
62) Hal ini telah jelas diterangkan oleh Allah dalam firman-Nya:
اواهليكم نار يايـهاالذين امنـواقـواانـفسكم
”Wahai Orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
Sedangkan isteri sebagai seorang yang dipimpin oleh suaminya
hendaklah taat dan patuh terhadap perintah suaminya (selama perintah
suaminya tidak dalam hal kemaksiyatan), isteri hendaknya mengerjakan
perintah suami dengan sabar dan tenang.(Abdul, 72)
Demikian timbal-balik antara suami-isteri dalam memperoleh haknya
masing-masing secara proporsional yang tidak merugikan kedua belah pihak.
20
Inilah kriteria ideal sebagai simbiosis mutualisme (hubungan ketergantungan
yang saling menguntungkan) dalam rumah tangga.
2. Hak dan Kewajiban Suami-Istri Menurut Hukum Positif
a. Menurut Undang-Undang Perkawinan
Negara Indonesia merupakan negara yang mendasarkan segala kegiatan
kehidupan pada peraturan perundang-undangan hukum yang berlaku dengan
ancaman akan dikenakan suatu sanksi atau tindakan apabila melanggarnya.
(Badri, 1985: 11) Salah satu produk Nasional adalah pada tanggal 7 januari
tahun1974, disahkannya Undang-undang perkawinan, yaitu Undang-undang
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 yang dimuat dalam lembaran negara
Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974, tambahan lembaran negara republik
Indonesia Nomor 3019 Tahun 1974. Undang-undang perkawinan tersebut pada
penerapanya dirasakan sudah mantap sekalipun masih di perlukan upaya lain
untuk mempertahankan eksistensinya dalam pengakuan hukum perkawinan.
(Badri, 1985: 208)
Adapun dasar hukum di keluarkanya Undang-undang nomor 1 tahun
1974 tentang perkawinan diantaranya adalah Undang-undang dasar 1945 pasal
5 ayat 1(satu), pasal 20 ayat 1(satu) pasl 27 ayat 1(satu) dan pasal 29. Selain itu
sebagai dasar hukum di keluarkanya undang-undang nomor 1 tahun 1974
tentang perkawinan adalah ketetapan MPR nomor: IV/MPR/1978 tentang
21
garis-garis besar halauan negara (GBHN) yang berisi landasan, modal dasar
agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, pembinaan keluarga
sejahtera dan hukum. (Kansil, 1982: 207)
Sedangkan dasar pertimbangan yang digunakan dalam mengeluarkan
Undang-undang nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan adalah sesuai dengan
falsafah Pancasila serta cita-cita untuk pembinaan hukum nasional sehingga
perlu dikeluarkanya Undang-undang tentang perkawinan yang berlaku bagi
seluruh warga Republik Indonesia. Undang-undang perkawinan terdiri dari 14
bab dengan 67 pasal. Dalam Undang-undang perkawinan mengatur hak dan
kewajiban suami isteri dalam bab V pasal 30 sampai dengan pasal 34. (Subekti,
1984: 547-548)
Undang-undang perkawinan tahun 30 menyatakan: ”Suami-istri
memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi
sendi dasar dari susunan masyarakat”.
Undang-undang perkawinan pasal 31 mengatur tentang kedudukan
suami-isteri yang menyatakan:
(1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
(2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
22
(3) Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
Inilah yang membedakan antara hukum perkawinan dengan Undang-
undang hukum perdata. Di dalam Undang-undang perkawian menyatakan
secara tegas bahwa kedudukan suami isteri itu seimbang, dalam melakukan
perbuatan hukum. Sedangkan dalam hukum perdata apabila izin suami tidak
diperoleh karena ketidak hadiran suami atau sebab-sebab lainya, pengadilan
dapat memberikan izin kepada isteri untuk menghadap hakim dalam
melakukan perbuatan hokum. (Lili, 1991: 185-186)
Undang-undang perkawinan mengatakan dengan tegas bahwa suami
adalah kepala rumah tangga, berbeda dengan hukum adat dan hukum Islam.
Menurut R. Wirdjona Prodjodikoro yang dikutip oleh Lili Rasjidi, menyatakan
bahwa dalam hukum adat dan hukum Islam tidak menyatakan secara tegas.
Kemudian pasal 32 Undang-undang perkawinan menerangkan:
(1) Suami-isteri harus mempunyai tempat kediaman yang tepat.
(2) Rumah tempat kediaman yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
ditentukan oleh suami-isteri bersama.Tempat kediaman dalam ayat (1)
dalam artian tempat tinggal atau rumah, yang bisa di tempati pasangan
suami-isteri dan juga anak-anak mereka.
Pasal 30 Undang-undang perkawinan merupakan prolog bagi pasal 32,
Undang-undang perkawinan menyatakan bahwa: Suami-isteri memikul
23
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat. Oleh karena itu, mereka (suami-isteri) harus
mempunyai tempat kediaman yang tetap yang ditentukan bersama, di samping
mereka (suami-isteri) harus saling mencintai, hormat-menghormati dan saling
memberi bantuan secara lahir dan batin. Suami sebagai kepala rumah tangga
melindungi istrinya dan memberikan segala keperluan hidup berumah tangga
sesuai dengan kemampuan sang suami. Demikian pula isteri dia wajib
mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya. Kemudian apabila salah satu
dari keduanya melalaikan kewajibannya, mereka dapat menuntut ke
pengadilan di wilayah mereka berdomisili. (Lili, 1991: 127) Hal ini sesuai
dengan pasal 33 dan pasal 34 Undang-undang Perkawinan.
Pada pasal 33 Undang-undang perkawinan menerangkan bahwa suami-
istri wajib saling cinta mencintai, hormat-menghormati, setia memberi
bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
Sedangkan pasal 34 Undang-undang perkawinan menegaskan:
(1) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu
keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
(2) Istri wajib mengatur urusan rumah tangga sebaik-baiknya
(3) Jika suami atau istrei melalaikan kewajibannya masing-masing dapat
mengajukan gugatan kepada pengadilan.
24
Kewajiban suami dalam pasal 34 ayat (1) menegaskan suami wajib
melindungi isteri dan keluarganya, yaitu memberikan rasa aman dan nyaman,
dan isteri wajib mengurus urusan rumah tangga sebaik mungkin. Jika
keduanya malakukan sesuatu yang akibatnya melalaikan kewajibanya maka
baik isteri atau suaminya maka dapat mengajukan gugatan ke pengadilan.
b. Menurut Kompilasi Hukum Islam
Menurut HM.Tahir Azhari sebagai mana dikutip oleh Eman Sulaeman
dalam hasil penelitianya “hukum kewarisan dalam KHI di Indonesia-studi
tentang sumber-sumber hukum” bahwa yang dimaksud dengan KHI adalah
suatu himpunan kaidah-kaidah hukum Islam yang di susun secara sistematis
selengkap mungkin dengan berpedoman pada rumusan kalimat-kalimat atau
pasal-pasal yang lazim digunakan dalam peraturan perundang-undangan.
(Eman, 47)
Salah satu sebab kemunculan KHI adalah, karena hukum materiil dari
peradilan Agama masih variatif dalam berbagai kitab fiqih sebagai pedoman
dalam mengambil keputusan oleh para hakim. Hal ini membuka peluang bagi
terjadinya pembangkangan bagi orang yang kalah dalam berperkara seraya
menanyakan pendapat yang dipakai dengan menunjukkan kitab lain sebagai
penyelesaian perkara untuk memenangkan perkaranya. Inilah sebab
kemunculan KHI agar orang dalam berperkara memiliki hukum positif dan
25
kongkrit, karena pada hakekatnya peradilan Agama itu sendiri telah lahir dari
lebih dari se-abad lamanya. (Djamil, 1983: 9-10)
Kemunculan Kompilasi Hukum Islam mengatur hak dan kewajiban
suami-isteri dalam bab VII pasal 77 sampai dengan pasal 84. Pasal 77
Kompilasi Hukum Islam menyatakan:
(1) Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga
yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
(2) Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu dengan yang lain.
(3) Suami-isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-
anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun
kecerdasan dan pendidikan agamanya.
(4) Suami-istri wajib memelihara kehormatanya
(5) Jika suami atau isteri melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan agama.
Adapun pasal 78 KHI menjelaskan:
(1) Suami-istri harus mempunyai kediaman yang sah.
(2) Rumah kediaman yang dimaksud oleh ayat (1) ditentukan oleh suami isteri
bersama.
26
Dalam Kompilasi Hukum Islam yang mengatur tentang kedudukan
Suami-isteri terdapat dalam pasal 79, yaitu:
(1) Suami adalah kepala rumah tangga dan istri ibu rumah tangga.
(2) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama masyarakat.
(3) Masing-masing pihak berhak melakukan perbuatan hukum.
Pasal 80 KHI menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap isteri dan
keluarganya, yaitu:
(1) Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah- tangga yang penting di putuskan oleh suami-
isteri bersama.
(2) Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
(3) Suami wajib memberikan pendidikan dan kesempatan belajar pengetahuan
yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
(4) Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
a) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
b) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak.
27
c) Biaya pendidikan anak.
(5) Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut dalam ayat (4) huruf a dan
b diatas berlaku sesudah ada tamkin dari istrinya.
(6) Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.Kewajiban suami
sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri nusyuz.
KHI Pasal 81 terdiri atas empat ayat yang menjelaskan tentang tempat
kediaman yang menyatakan:
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya atau
bekas isteri yang masih dalam masa iddah
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama dalam
ikatan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram.
(4) Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan,
sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah-tangga.
(5) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya
serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa
alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
28
Dalam pasal 82 KHI menerangkan tentang kewajiban suami yang beristeri
lebih dari seorang, yaitu:
(1) Suami yang mempunya isteri lebih dari seorang berkewajiban memberi
tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara berimbang
menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung masing-masing
isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya
dalam satu tempat kediaman.
Pasal 83 dan pasal 84 KHI menjelaskan tentang kewajiban isteri terhadap
suaminya, yaitu:
(1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin di dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam
(2) Isteri menyelanggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga seharihari
dengan sebaik-baiknya.
Pasal 84
(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika Ia tidak mau melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
29
(2) Selama isteri dalam keadaan nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya
tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal
untuk kepentingan anaknya.
(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah isteri
tidak nusyuz.
(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan
atas bukti yang sah.
Agar tidak dianggap nusyuz maka isteri harus melaksanakan kewajiban
dalam rumah tangga yaitu, berbakti lahir dan batin kepada suami di dalam batas-
batas yang di benarkan oleh hokum Islam. Di samping itu isteri berkewajiban
pula menyelenggarakan pula dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
B. Terwujudnya Keluarga Sakinah dalam Pemenuhan Hak dan Kewajiban Suami-
Isteri
Tujuan utama kehidupan rumah tangga ialah mencapai ketenangan,
kedamaian, ketentraman dan kebahagiaan hidup lahir batin di atas jalinan kasih
sayang antara suami-isteri. Keluarga sakinah adalah sebuah keadaan rumah tangga
yang para anggotanya memperoleh ketenangan dan kebahagiaan lahir batin,
mengantar kemungkinan berkembangnya cinta dan sayang dalam keluarga.
Sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam surat Ar-ruum: 21
30
ها وجعل بـيـنكم مودةورمحة ءاياته أن خلق لكم من أنـفس ومن كمأزواجا لتسكنوا إليـ
إن يف ذلك آليات لقوم يـتـفكرون
Artinya: “Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berfikir. (Q.S. Ar-ruum : 21)
Dalam pembentukan keluarga yang sakinah didasarkan pada dua unsur
pokok, yaitu moril dan materiil. Unsur moril menggambarkan sikap pergaulan
antara suami-isteri yang meliputi:
Pertama, Tahabub yakni sikap saling mencintai, mengasihi dan menghargai
satu sama lain, bila sikap ini ada maka segala beban yang harus di emban menjadi
ringan.
Kedua, Taawun yakni sikap tolong menolong, isi mengisi dan saling
melengkapi. Tidak ada manusia yang sempurna, maka suami-isteri harus
menyadari hal ini serta mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Ketiga, Tasyawur yakni apabila suami-isteri akan berbuat sesuatu, mereka
hendaknya saling terbuka dan musyawarah dengan akal sehat untuk mencari kata
mufakat dan bukan memaksa kehendak sendiri. Hasil kesepakatan itulah yang
31
seharusnya dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab dan bertawakal kepada
Allah.
Keempat, Taaffi yakni saling memaafkan, di mana suami-isteri asalnya
sama-sama orang lain yang berbeda keinginan yang kadangkala satu sama lain
sering bertentangan. Agar bahtera rumah tangga berjalan dengan baik, maka
suami-isteri hendaknya tidak mengumpulkan perbedaan, akan tetapi memilih
persamaan-persamaan. Karena itu suami-isteri harus terjalin sikap saling
memaafkan.
Adapun unsur materiil banyak menggambarkan kebendaan yang dibutuhkan
dalam kehidupan rumah tangga demi terbinanya keluarga yang kekal, bahagia dan
sejahtera. Unsur ini meliputi pangan, sandang papan / tempat tinggal, pendidikan,
kesehatan dan hiburan. Semua orang pasti merindukan kebahagiaan, rumah tangga
yang ideal (sakinah) sebagaimana gambaran di atas, keluarga yang senantiasa
dihiasi gelaktawa, kemesraan, kelembutan, hubungan yang harmonis antara
suamiisteri, orang tua dan anak serta adanya kasih sayang yang satu dengan yang
lain. Namun betapa sering suasana rumah tangga telah menjadi ‘neraka’ dunia
sebab tidak ada persesuaian di dalam rumah tangga, tiada lagi sikap tahabub,
taawun, tasyawur dan taaffi, sehingga makin lama makin retak.
Banyak langkah yang bisa dipahami dan dilakukan untuk memperoleh
keluarga sakinah. Memperbaiki komunikasi adalah salah satu langkah untuk
32
memegang peranan, yaitu dengan sopan santun dalam berkomunikasi, sebab
ketidak sopanan akan menimbulkan berbagai salah pengertian. Ketika masih
dalam taraf penjagaan, calon suami isteri sangat peka sakali dalam hal ini, mereka
berbicara sesopan mungkin jangan sampai menyinggung perasaan calonnya, sudah
semestinya kepekaan ini diteruskan dalam rumah tangga, jangan sampai menyakiti
suami atau isteri.
Pada keseluruhanya maka sakinah itu memang ketenteraman jiwa dan
ketenangan bathin. Jadi satu kondisi yang sangat dibutuhkan manusia agar ia bisa
hidup bahagia dan sejahtera, tenteram dalam kancah keluarga. Sebab untuk hidup
bahagia dan sejahtera manusia membutuhkan ketenangan hati dan jiwa yang aman
dan damai. Inilah hakekat perkawinan muslim yang disebut “sakinah”. Jad
tegasnya keluarga sakinah adalah keluarga yang bahagia dan sejahtera. Keluarga
yang berdiri di atas sendi kasih sayang atau mawaddah warahmah. (Rindang,
2004: 37)
33
BAB III PANDANGAN SYEKH MUHAMMAD NAWAWI DALAM KITAB
UQUDULLIJAIN FI BAYAN HUQUQ AZ ZAUJAIN TENTANG HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
A. Biografi Syekh Muhammad Nawawi
1. Latar belakang kehidupan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani
Syaikh Muhammad Nawawi al-Jawi al-Bantani (bahasa Arab: محمد نووي
lahir di Tanara, Serang, 1813 - meninggal di Mekkah, 1897) adalah ,الجاوي البنتني
seorang ulama Indonesia yang terkenal. Ia bergelar al-Bantani karena ia berasal
dari Banten, Indonesia. Ia adalah seorang ulama dan intelektual yang sangat
produktif menulis kitab, yang meliputi bidang-
bidang fiqih, tauhid, tasawuf, tafsir, dan hadis. Jumlah karyanya mencapai tidak
kurang dari 115 kitab. (Wikipedia)
Di kalangan keluarganya, Syekh Nawawi Al Jawi dikenal dengan sebutan
Abdul Mu’ti. Ayahnya bernama KH. Umar Bin Arabi, seorang ulama dan
penghulu di Tanara Banten. Ibunya Jubaidah, penduduk asli Tanara. Dari
silsilah keturunan ayahnya, Syekh Nawawi merupakan salah satu keturunan
Maulana Hasanuddin (Sultan Hasanuddin), putra Maulana Syarif Hidayatullah.
(Depag, 1992: 422).
Syekh Nawawi terkenal sebagai salah seorang ulama besar di kalangan
umat Islam internasional. Ia dikenal melalui karya-karya tulisnya. Beberapa
julukan kehormatan dari Arab Saudi, Mesir dan Suriah diberikan kepadanya,
seperti Sayid ulama Al-Hedzjaz, Mufti dan Fakih. Dalam kehidupan sehari-hari
34
ia tampil dengan sangat sederhana. Sejak kecil Syekh Nawawi telah mendapat
pendidikan agama dari orang tuanya. Mata pelajaran yang diterimanya antara
lain bahasa Arab, fikih dan ilmu tafsir. Selain itu ia belajar pada kyai Yusuf di
Purwakarta. Pada usia 15 tahun ia pergi menunaikan ibadah haji ke Makkah dan
bermukim di sana selama 3 tahun. Di Makkah ia belajar pada beberapa orang
Syekh yang bertempat tinggal di Masjidil Haram, seperti Syekh Ahmad
Nahrawi, Syekh Ahmad Dimyati dan Syekh Ahmad Zaini Dahlan. Ia juga
pernah belajar di Madinah di bawah bimbingan Syekh Muhammad Khatib Al
Hanbali. Sekitar tahun 1248 H/1831 M ia kembali ke Indonesia. Di tempat
kelahirannya ia membina pesantren peninggalan orang tuanya. Karena situasi
politik yang tidak menguntungkan, ia kembali ke Makkah setelah 3 tahun
berada di Tanara dan menuruskan belajarnya di sana. Sejak keberangkatannya
yang kedua kalinya ini Syekh Nawawi tidak pernah kembali ke Indonesia.
Beliau menetap di sana hingga akhir hayatnya. Beliau meninggal pada tanggal
25 Syawal 1314 H atau tahun 1897 M. Beliau wafat dalam usianya yang ke-84
tahun di tempat kediamannya yang terakhir yaitu kampung Syiib Ali Makkah
(Depag, 1992: 423).
Silsilah Keturunan Syaikh Muhammad Nawawi dari ayahnya adalah Kyai
Umar bin Kyai Arabi bin Kyai Ali bin Kyai Jamad bin Janta bin Kyai Mas
Bugil bin Kyai Masqun bin Kyai Masnum bin Kyai Maswi bin Kyai Tajul
Arusi Tanara bin Maulana Hasanuddi Banten bi Maulana Syarif Hidayatullah
Cirebon bin Raja Amatudin Abdullah bin Ali Nuruddin bin Maulana
35
Jamaluddin Akbar Husain bin Imam Sayyid Ahmad Syah Jalal bin Abdullah
Adzmah Kha bin Amir Abdullah Malik bin Sayyid Alwi bin Sayyid
Muhammad Sahib Mirbath bin Sayyid Ali Khali Qasim Bin Sayyid Alwi bi
Imam Ubaidillah bin Imam Ahmad Mubajir Ilalahi bin Imam Isya Al-Naqib bin
Imam Muhammad Naqib bin Imam Ali Aridhi bin Imam Ja’far Ash-Shadiq bin
Imam Muhammad Al-Baqir bin Imam Ali Zainal Abidin bin Sayyidima
Khusain bin Sayyidatuna Fatimah Zahra binti Muhammad Rasulullah SAW.
Kemudian dari silsilah keturunan pihak ibunya adalah bahwa Nawawi Putra
Nyi Zubaidah binti Muhammad Singaraja. (Depag, 1992).
Jika dilihat dari silsilah keluarga dan latar belakang pendidikanya, Syekh
Muhammad Nawawi bukanlah keturunan orang biasa. Ia merupakan keturunan
dari Sunan Gunung Jati salah satu ulama Walisanga yang berpengaruh di Pulau
Jawa. Dalam masalah-masalah keagamaan keluarga Syekh Nawawi sangat
menguasai, ha ini membuka jalan untuk dirnya sukses di bidang keagamaan.
2. Pendidikan Syekh Muhammad Nawawi Al-Bantani
Di usia lima tahun beliau tumbuh di bawah asuhan ayahnya sendiri Umar
bin Araby, seorang ulama yang pertama membangun pondok pesantren di
daerahnya. Beliau belajar Ilmu pengetahuan khususnya pengetahuan agama
seperti Bahasa Arab, tauhid, fiqih dan tafsir dari ayahnya pula. Kemudian
beliau bersama kedua adiknya Ahmad dan Tamim beajar kepada ulama lain
seperti kyai sahal dan kyai yusuf seorang ulama terkenal di Purwarkarta.
36
Pada usia delapan tahun memulai perjuangannya menuntut ilmu. Tempat
pertama yang dituju adalah Jawa Timur, tiga tahun kemudian beliau hijrah ke
salah satu pondok pesantren di daerah Cikampek khusus belajar Lughot (bahasa
arab).
Syaikh Muhammad Nawawi adalah seorang ulama yang haus akan ilmu
pengetahuan. Setelah beliau belajar kepada orang tuanya sendiri dan beberapa
ulama di jawa, dalam usianya yang relatif muda, 15 tahun, Muhammad Nawawi
bersama kedua saudaranya Tamin dan Ahmad berangkat ke mekah untuk
menunaikan ibadah haji. Syaikh Muhammad Nawawi bermukim di sana selama
3 tahun. Setelah tiga tahun bermukim di Mekkah, ia kembali ke Tanara dan
mencoba mengembangkan ilmu yang didapatnya.
Di kalangan komunitas pesantren khususnya di tanah Jawi, Syekh
Nawawi tidak hanya dikenal sebagai ulama penulis kitab, tetapi juga beliau
adalah maha guru sejati (the great scholar). Syaikh Muhammad Nawawi telah
banyak berjasa meletakkan landasan teologis dan batasan-batasan etis tradisi
keilmuan di lembaga pendidikan pesantren. Ia turut banyak membentuk
keintelektualan tokoh-tokoh para pendiri pesantren.
(WWW.biografyilmuwan.blogspot.com)
Hal ini terbukti bahwa para murid-muridnya setelah pulang ke Nusantara,
berkiprah sebagai pendiri Pesantren seperti: KH. Kholil Bangkalan, KH. Hasim
Asy’ari Tebu Ireng Jombang Jawa Timur, dengan bertujuan untuk
mendakwahkan apa yang telah diperolehnya. Sehingga terlihat sampai sekarang
37
bahwa materi dan metode dalam pengajaran di pesantren tidak lepas dari jasa
guru besar Syaikh Muhammad Nawawi.
Lalu semua ikut berduka cita, beliau wafat pada tahun 1314 H atau
bertepatan pada tahun 1897 M. Sebagai tokoh kebanggaan umat Islam di Jawa
khususnya di Banten, Umat Islam di Desa Tanara, Tirtayasa Banten setiap
tahun di hari Jum'at terakhir bulan Syawwal selalu diadakan acara khol untuk
memperingati jejak peninggalan Syekh Nawawi Banten.
(www.biografyilmuwan.blogspot.com)
3. Karya-karya Syaikh Muhammad Nawawi Al-Bantani
Kitab-kitab karangan beliau, diantaranya adalah:
a. Bidang tauhid
1) Tijan al-Durrar ‘ala Risalah al-Bajuri selesai ditulis 1927 H dicetak
pertama pada tahun 1301 H di Mesir
2) Al-Simaral-Yailah Fi al-Riyad al-Bad’ah ‘ala Mukhtasar al- Syaikh
Muhammad Hasbullah, cetak pertama 1299 di Mesir.
3) Zari’ah al-Yaqin ‘ala ummi al-Barahin, cetak pertama 1315 H di Mekkah
4) Fath al-Majid Fi Syarah al-Durr al-Fard, selesai ditulis 1294 H, cetak
pertama 1296 di Mesir.
5) Qami’al-Tuhyan ‘ala Manzumah Syu’ab al-Iman, cetak pertama di
Mesir.
6) Qahru al-Gais Fi Syarh Masa’il Abi al-Lays, cetak pertama 1301 H di
Mesir.
38
7) Al-Nahjah al-Jayyidah Li Hilli Tafawwut al-‘Aqidah Syarah Manzumah
al-Tauhid, cetak pertama 1303 H di Mesir.
8) Nur al-Zulam ‘ala Manzumah ‘Aqidah al-‘awwam, selesai ditulis 1277
H., cetak pertama 1303 H di Mesir.
b. Bidang Tarikh atau Sejarah
1) Al-Ibriz al-Dani Fi Mawlid Sayyidina Muhammad al-Sayyid al- ‘Adnani,
cetak pertama 1299 H di Meesir.
2) Bugyah al-‘Awwam Fi Syarh Mawlid Sayyid al-Anam ‘Ala Mawlid
Ibn al-Juzi, cet pertama 1297 H di Mesir.
3) Targib al-Musytaqin Li bayan Manzumah Sayyid al-Barzah Fi Maulid
Sayyid al-Awwalin wa al-Akhirin, cetak pertama 1292 H di Mesir.
4) Al-Durrar al-Bahiyah Fi Syarh al-Khasa’is al-Nabawiyah Syarh Qissah
al-Mi’raj li al-Barzanji, cetak pertama 1298 di Mesir.
5) Madarij al-Su’ud ila iktisa’ al-Burud”, Syarh ‘ala Mawlid al- Barzanji
selesai ditulis pada tahun 1293 H, cetak pertama 1296 H di Mesir.
6) Syarh al-Burdah, cetak pertama 314 H, di Makkah.
7) Fath al-Samad al-‘Alim ‘ala Mawlid al-Syaikh ahmad ibnu Qasim,
selesai ditulis 1286 H., cetak pertama 1292 H di Mesir.
c. Bidang Tasawwuf
1) Al-Risalah al-Jami’ah Bayn Usul al-Din wa al-Fiqh wa al- Taswwuf,
cetak pertama 1292 H di Mesir.
39
2) Syarh ‘ala Manzumah al-Syaikh Muhammad al-Dimyati Fi al- Tawassul
Bi Asm’Allah al-Husna, cetak pertama 1302H di Mesir.
3) Misbah al-Zulm ‘ala al-Manhaj al-Atamm Fi Tabwib al-Hikam, Syarh al-
Minahaj li al-Syaikh ‘AH ibn Hisam al-Din al-Hindl, cetak pertama 1314
H di Makkah.
4) Nasa’ih al-‘Ibad Syarh ‘ala al-Mawa’iz Li Syitiab al-Din Ahmad bin
Hajar al-‘Asqalani, cetak pertama 1311 H di Mesir.
5) Salalim al-Fudala’ al-Manzumah al-Musammmah Hidayah al- Azkiya’ila
Tariq al-Awliya, cetak pertama 1315 H di Makkah.
6) Muraqi al-‘Ubudiyah Syarh Bidayah al-Hidayahkarya Abu Hamid al-
Ghozali terbit tahun 1881 M
d. Bidang Fiqh
1) Bahjah al-Wasa’il Bi Syarh al-Msa’il, Syarh ‘ala al-Risalah al Jami’ah,
cetak pertama 1292 H di Mesir.
2) Al-Tawsyih’ala Syarh Ibn al-Qasim al-Guzi ‘ala Matn al-Taqrib Li Abi
Syuja’, selesai ditulis awal abad 13 H cetak pertama 1314 di Mesir
3) Sulam al-Munajat ‘ala’ Safinah al-Salam Li Syaikh ‘Abd Allah bin
4) Suluk al-Jadah ‘ala al-Risalah al-Musammah bi Lum’ah al- Mufadah Fi
Bayan al-Jum’ah wa al-Mu’adah, cetak pertama 1300 H. Di Mesir.
5) Syarh ‘ala Akahs Manasik Malamah al-Khatib.
6) Al-’Iqd al-Samln, Syarh Manzumah al-Sittin Mas’alah al- Musammah al-
Fath al-Mubin, cetak pertama 1300 H di Mesir.
40
7) Uqud al-Lujjyn Fi Bayan Huquq al-Zawjayn, selesai ditulis 1294H, cetak
pertama 1296 H di Mesir.s
8) Fath al-Mujib Bi Syarh Mukhtasar al-Khatib Fi Manasiq al-Hajj, cetak
pertama 1276 H di Mesir.
9) Qut al-Habib al-Garib, Hasyiyah’, cetak pertama 1301 H di Mesir.
10) Kasyifah al-Saja bi Syarh Safinah al-Naja, selesai ditulis 1277 H cetak
pertama 1292 H di Mesir.
11) Mirqah Su’ud al-Tasdiq Bi Syarh Sulam al-Taufiq ila Mahbbah al-
Ilah ‘ala al-Tahqig, cetak pertama 1292 H di Mesir.
12) Nihayah al-Zayn Fi Irsyad al-Mubtadi’in Bi Syarh Qurrah al-‘Ayn Bi
Muhimmah al-Din, cetak pertama 1297 H di Mesir.
5. Gambaran Umum Kitab Uqudullijain fi bayan Huquq Az Zaujain
Kitab Uqudullijain adalah sebuah kitab terkenal, khususnya dikalangan
pesantren yang akrab disebut kitab kuning, kitab tersebut ditulis oleh Syaikh
Muhammad Nawawi, beliau adalah salah seorang tokoh ulama besar yang dimiliki
Negara Indonesia yang berasal dari provinsi Banten, beliau juga salah seorang
warga Indonesia yang bermukim di Arab. Kitab Uqudullijain ini ditulis pada tahun
1294 H. Syaikh Nawawi mengatakan bahwa kitab ini sangat penting bagi orang
yang mengehendaki keharmonisan dalam membina rumah tangga yang
berdasarkan Al-Qur’an dan hadist dan kisah-kisah para tokoh terdahulu yang
disusun dalam empat bab. Berikut ini gambaran umum kitab ini yang tersusun
dalam empat bab antara lain:
41
B. Hak isteri atas suami
Dalam pembahasan ini terdapat beberapa tinjauan penting antara lain
adalah perlakuan baik suami terhadap isteri, nafkah, maskawin serta pemberian
lain dari suami. Selain itu juga kewajiban suami memberikan pelajaran tentang
pelajaran di bidang keagamaan sesuai dengan kebutuhan isteri baik mengenai
masalah-masalah ibadah wajib maupun sunnah meskipun tidak bersifat
muakkad. Kemudian mengenai maslah haid. hal lain yang harus diajarkan oleh
seorang suami adalah mengenai kewajiban isteri mentaati suami dalam
melakukan hal yang baik.
C. Hak suami atas isteri
Dalam hubungan ini tinjauan atas pembahasan terkait dengan masalah-
masalah seperti ketaatan isteri kepada suami di luar kemaksiatan, perlakuan
baik isteri kepada suami kemudian penyerahan diri isteri kepada suaminya.
Selain itu adalah mengenai kewajiban isteri untuk selalu berada di rumah
suami, di samping menjaga diri dari perzinaan. Tinjauan yang lain yaitu
mengenai menutup aurat serta kewajaran dalam meminta kepada suami dan
tidak menerima nafkah dari barang yang haram juga mengenai keadaan suci
dan haid.
D. Keutamaan shalat bagi wanita
Pembahasan ketiga yaitu mengenai keutamaan shalat bagi perempuan. Di
samping itu juga menyingggung pengaruh-pengaruh setan terhadap perempuan
dan anjuran nabi terhadap perempuan. Demikian pula penampilan perempuan
42
yang bersifat glamour serta pengaruhnya terhadap orang banyak. Selain itu
menyinggung pula mengenai peringatan nabi terhadap perempuan dan
pandangan hukum terhadap perempuan.
E. Larangan bagi laki-laki untuk melihat perempuan lain dan sebaliknya.
Di bab ini tinjauan diarahkan pada persoalan laki-laki dan perempuan
terutama yang menyangkut hal-hal yang diharamkan seperti laki-laki melihat
perempuan yang bukan muhrimnya atau sebaliknya. Demikian pula halnya laki-
laki yang sudah beristeri atau perempuan yang sudah bersuami. Di luar itu
terdapat seperti analogi hukum terhadap remaja sehubungan dengan larangan di
atas dan masalah seperti berjabat tangan, berdua di tempat yang sepi serta
masalah-masalah lain yang tidak dibenarkan.
Berikut ini penjelasan singkat setiap bab dalam kitab Uqudullijain fi Bayan
Huquq Az Zaujain:
3. Hak-hak isteri atas suami
a. Perlakuan baik terhadap isteri.
Dalam bab ini Syaikh Muhammad Nawawi menjabarkan tugas-tugas
yang wajib dilakukan seorang suami terhadap isteri demi mewujudkan
keluarga yang harmonis. Seorang suami hendaklah mempergauli isteri
dengan baik sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. An-Nisa ayat 19:
ءكرهاالنسايحللكمأنترثواالنهاالذينءامـيأي , ءاتيتموالوهنلتذهبواببعضموالتعض
43
فإنكرهتموهنفعسىأنتكرهواشيأ,وعاشروهنبالمعروف,هنإآلأنيأتينبفحشةمبينة
يهخيراكثيراويجعلاهللاف
“Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali bagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, kecuali apabila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”
Allah juga berfirman daam QS. Al-Baqarah: 228
حكيم عزيز والله درجة عليهن وللرجال بالمعروف عليهن الذي مثل وهلن
“Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma’ruf. Akan tetapi para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”
Yang dimaksud patut dalam QS. An-Nisa adalah kebijaksanaan bahwa
laki-laki harus bijaksana dalam mengatur waktu untuk isteri bagi yang
memilik isteri lebih dari satu. Demikian pula dalam kaitannya dengan
masalah nafkah yang merupakan bagian dari hak isteri. Hak lain yang terkait
dengan masalah kepatutan disini adalah kehalusan dalam berbicara.
(Nawawi, 1999: 11-12)
Mengenai masalah keseimbangan antar hak dan kewajiban perempuan,
Al-Baqarah menunjukan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai hak
44
yang sama dalam menuntut kewajiban satu sama lain sebagai suami isteri.
Dalam masalah kelamin, hak mereka berbeda karena laki-laki berhak untuk
berpoligami. Bergaul dengan cara yang ma’ruf ialah yang baik menurut
pandangan islam, seperti bersopan santun, tidak diperolehkan saling
menyakiti.
b. Hak Nafkah
Selain itu, ada hal lain yang perlu disebutkan disini yaitu maksud ayat
yang menyatakan bahwa laki-laki mempunyai satu tingkat kelebihan
dibandingkan dengan isteri. Hal ini terkait dengan hak suami yang
diperolehnya atas tanggung jawab suami untuk memberikan maskawin dan
nafkah untuk isteri. Dengan demikian maka isteri wajib taat terhadap suami
sehubungan dengan tanggung jawabnya dalam mewujudkan dan memelihara
kemaslahatan isteri, di samping kesejahteraan hidupnya ditanggung suami.
(Nawawi, 1999: 12)
Mengenai kewajiban seorang suami terhadap memenuhi hak berupa
materi terhadap istri telah tetap ketentuan Islam yang adil, yaitu suami
memberi nafkah kepada istri, sebagai ganti dari ketidak bebasan istri
karenanya, ketaatan padanya, mengurus urusan rumah tangga dan suaminya.
Setip mereka mempunyai hak dan kewajiban. Seperti firman Allah pada QS.
Al- Baqarah 228:
له وال درجة عليهن وللرجال بالمعروف عليهن الذي مثل وهلن حكيم عزيز
45
“Dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya”.
Dalam riwayat lain beliau menyatakan hal-hal mengenai hak-hak istri
baik di bidang sandang maupun pangan, di samping hak-hak memperoleh
pelajaran dari suami ketika melakukan nusyuz. Dalam hubungan ini beliau
bersabda:
رءةعلي الز وج ان يطعمهااذاطعم ويكسوهااذااكتسي واليضرب الوجه حق امل
يف البـيت واليـقبح واليـهجر اال“Hak wanita atas suaminya ialah bahwa suami memberikan konsumsi pangan kepada istri apabila dia mengkonsumsi bahan pangan. Di samping itu, memberikan sandang kepadanya apabila dia berpakaian. Dan janganlah suami itu memukul bagian wajah istri, mengumpatnya serta menghindarinya kecuali di dalam rumah." (HR. Abu Dawud).
c. Pengajaran terhadap isteri
Dalam kasus tertentu, yaitu ketika istri melakukan nusyuz, suami boleh
memukul pada bagian badan di luar wajah istri. Sebab, hal ini merupakan
hak istri itu sendiri manakala ia melakukan kesalahan. Dan itu jelas
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW. Hal lain yang harus diperhatikan
suami ialah bahwa istri tidak berhak mendapatkan penghinaan dari suami.
Sebab, Nabi Muhammad SAW dengan tegas melarangnya untuk mengumpat
istri, yaitu dengan melontarkan kata-kata yang tidak disukainya, seperti
mengatakan “dasar wanita jelek”
Kemudian masalah “menghindar” seperti yang telah dimaklumi, Nabi
Muhammad SAW. Melarang suami untuk menghindar dari istri kecuali di
46
dalam rumah, yakni di tempat peraduan. Inilah ketentuan yang boleh
dilakukan oleh suami manakala istri melakukan nusyuz. Adapaun hal lain di
luar itu, seperti menghindar dalam konteks komunikasi secara lisan, tidak
diisyaratkan di dalam hadis. Dengan demikian, suami tidak boleh
membungkam atau membisu dalam kasus ini. Apabila hal itu dilakukan,
berarti suami telah berbuat dosa, karena tindakan itu haram, kecuali karena
uzur (Nawawi, 1999: 16).
Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW. memberikan petunjuk yang
harus dilakukan oleh seorang laki-laki dalam memberikan segala sesuatu
yang merupakan hak-hak seorang istri. Hal ini tercermin dalam suatu hadis
yang menyatakan:
وقالصلىاهللاعليهوسلمخيركمخيركمألهله
“Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya dan paling lembut sikapnya kepada keluarganya.” (HR. Turmudzi). Akhlak dalam hadis tersebut adalah budi pekerti yang luhur. Semua itu
tentunya dimaksudkan sebagai realisasi dari kewajiban suami dalam
memenuhi hak-hak istri. Dengan demikian, walaupun kata “keluarga” di sini
memberikan pengertian yang luas karena melibatkan banyak unsur termasuk
di dalamnya anak-anak, suami, dan kerabat dekatnya, istri sudah barang
tentu mendapatkan prioritas khusus. Sebab, dialah yang berfungsi sebagai
47
pendukung utama bagi terciptanya sebuah keluarga. Oleh sebab itu, kondisi
etik yang positif sebagaimana telah disinyalir di dalam hadis tadi perlu
mendapatkan penekanan khusus dalam pembicaraan mengenai kewajiban
suami untuk mewujudkan hak-hak istri sehubungan dengan fungsi itu sendiri
seperti tersebut di atas.
d. Sabar terhadap isteri
Syaikh Nawawi menjelaskan dalam menerapkan norma-norma akhlak
di dalam kehidupan rumah tangga, seorang suami harus memiliki pedoman
moral yang strategis. Untuk itu, Nabi Muhammad SAW memberikan
petunjuk agar seorang suami bersabar hati dalam menghadapi cobaan istri.
Dengan demikian, suami dapat melaksanakan kewajibannya secara baik
sesuai dengan ajaran agama untuk memahami cobaan dari Istri. (Nawawi,
1999: 19).
Allah berfirman dalam QS. Al-Baqarah, 153 :
إنهللامعالصبرينيأيهاالذينءامنوااستعنوابالصبروالصلوةى
“Hai orang-orang yang beriman, jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu, Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”.
Syaikh Nawawi menjelaskan tentang beberapa hal yang dimana suami
diperbolehkan memukul istri:
48
1) Suami boleh memukul istri karena suami menghendaki istri berhias dan
bersolek, sedangkan istri tidak mengindahkan kehendak suami itu. Juga
karena istri menolak ajakan ke tempat tidur.
2) Suami boleh memukul istri karena keluar dari rumah tanpa izin, memukul
anaknya menangis, menyobek-nyobek pakaian suami, atau karena
memegang jenggot suami seraya berkata, “Hai keledai, hai goblok,”
sekalipun suami memaki istri terlebih dahulu.
3) Suami boleh memukul istri karena membuka mukanya dengan lelaki
bukan muhrimnya, berbincang-bincang dengan lelaki lain, bicara dengan
suami agar orang lain mendengar suaranya, memberikan sesuatu dari
rumah istri yang tidak wajar diberikan, atau karena tidak mandi haid.
Dalam hal ini memukul istri karena meninggalkan shalat ada dua
pendapat. Yang lebih baik, sebaiknya suami memukul istri karena
meninggalkan shalat, jika tidak mau melaksanakan shalat karena diperintah
(Nawawi, 1999: 24-25).
Pesan-Pesan untuk Seorang suami dalam memperlakukan isteri:
C. Memberikan wasiat, memerintahkan, mengingatkan, dan menyenangkan
hati istri.
D. Hendaknya suami memberikan nafkah istrinya sesuai kemampuannya,
usaha dan kekuatannya.
E. Suami hendaknya dapat menahan diri, tidak mudah marah apabila istri
menyakiti hatinya.
49
F. Suami hendaknya menundukkan dan menyenangkan hati istri dengan
menuruti kehendaknya dengan kebaikan. Sebab, umumnya wanita itu
kurang sempurna akal dan agamanya.
G. Suami hendaknya menyuruh istrinya melakukan perbuatan yang baik.
Syaikh Ramli mengatakan dalam kitab Umdatur Rabih, “Suami tidak
boleh memukul istri karena meninggalkan salat maksudnya cukup
memerintahkan salat”.
H. Sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Athiyah, ”Suami hendaknya
mengajar istrinya apa yang menjadi kebutuhan agamanya, dari hukum-
hukum bersuci seperti mandi haid, janabat, wudlu dan tayammum”.
I. Suami harus mengajar berbagai macam ibadah kepada istri. Baik ibadah
fardlu maupun sunat, seperti salat, zakat , puasa dan haji. Jika suaminya
dapat mengajar sendiri, maka istri tidak boleh keluar rumah untuk
bertanya kepada orang-orang alim atau ulama atau pergi ke tempat majlis
ta’lim atau pengajian kecuali izin suaminya. Jika suami tidak dapat
mengajar sendiri karena kebodohannya maka sebagai gantinya dialah
yang harus bertanya kepada ulama, lalu menerangkan jawabannya kepada
sang istri. Jika suami tidak mampu keluar maka istri boleh keluar untuk
bertanya, bahkan wajib keluar, dan suami berdosa melarangnya. Allah
SWT. berfirman dalam QS. At-Tahrim, 6:
50
يأيهاالذينءامنوقوأنفسكموأهليكمناراوقودهاالناسوالحجرةعليهاملئكة
غالظشدداليعصوناهللامآأمرهمويفعلونمايؤمرون
“hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka..............”
Suami hendaknya mengajar budi pekerti yang baik kepada
keluarganya. Sebab, manusia yang sangat berat siksanya pada hari kiamat
adalah orang di mana keluarganya bodoh-bodoh dalam agama Islam.
Diriwayatkan dari Abdullah bin Umar r.a. dari Nabi Muhammad
SAW. Beliau bersabda:
هله راع والرجل عنـرعيته ومسئـول راع إلمام فا عنـرعيته ومسئـول راع كلكم ومسئول فيـ
رأة عنـرعيـتهرعيتها عن ومسئـولة زوجها بـيت يف عية راوامل
“Setiap kamu adalah pemimpin dan akan dipertanggung jawabkan atas kepemimpinannya. Seorang suami menjadi pemimpin keluarganya dan dipertanggung jawabkan kepemimpinannya. Seorang istri menjadi pemimpin di rumah suaminya dan dipertanggung jawabkan atas kepemimpinannya....” (HR.Bukhori).
Syaikh Nawawi menerangkan dalam kitabnya mengenai tanggung
jawab sebagai seorang pemimpin bahwa Penguasa agung atau penggantinya
adalah orang yang memimpin dan menjaga serta menguasai rakyatnya. Ia
akan diminta tanggung jawab dalam memimpin rakyatnya, ataukah sudah
menjaga hak-hak rakyatnya atau belum (Nawawi, 1999: 28).
4. Hak suami isteri
51
a. Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga
Kaum laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum wanita maksudnya
bahwa kaum laki-laki harus menguasai dan mengurus keperluan istri
termasuk mendidik budi pekerti mereka. Allah melebihkan kaum laki-laki
atas kaum wanita karena laki-laki (suami) memberikan harta kepada kaum
wanita (istri) dalam pernikahan, seperti maskawin dan nafkah. Para ulama
ahli tafsir mengatakan bahwa kelebihan kaum laki-laki terhadap kaum
wanita adalah dari banyak segi, yaitu dari segi hakiki dan syar'i.
Pertama, dari segi hakiki atau kenyataan adalah dalam beberapa hal:
1) Kecerdikan akal dan intelektual lelaki melebihi wanita.
2) Lelaki lebih tabah menghadapi problem yang berat.
3) Kekuatan lelaki melebihi wanita.
4) Kapasitas ilmiah tulisan kaum lelaki.
5) Ketrampilan lelaki dalam mengendarai kuda.
6) Kaum lelaki banyak yang menjadi ulama.
7) Para lelaki banyak menjadi imam besar maupun kecil.
8) Kelebihan kaum lelaki dalam berperang.
9) Kelebihan kaum lelaki dalam adzan, khotbah dan jumatan.
10) Kelebihan kaum lelaki dalam I’tikaf.
11) Kelebihan kaum lelaki dalam saksi hudud dan qishas.
12) Kelebihan kaum lelaki dalam hak waris.
13) Kelebihan kaum lelaki dalam kedudukan ashabah.
52
14) Kelebihan kaum lelaki menjadi wali nikah.
15) Kaum lelaki berhak menjatuhkan talak.
16) Kaum lelaki berhak merujuk.
17) Kaum lelaki punya hak berpoligami.
18) Anak dinasabkan dari kaum lelaki.
Kedua, Dari segi syar'i, yaitu melaksanakan dan memenuhi haknya
sesuai ketentuan syara'. Seperti memberikan maskawin dan nafkah kepada
istri. Demikian sebagaimana disebutkan didalam kitab Az-Zawajir oleh Ibnu
Hajar (Nawawi, 1999: 33-34).
b. Ketaatan seorang isteri
Selanjutnya wanita-wanita yang saleh adalah wanita-wanita yang taat
kepada Allah dan suaminya. Wanita-wanita itu memelihara hak suaminya,
menjaga farjinya, serta memelihara rahasia dan barang-barang suaminya,
karena Allah telah memelihara mereka. Maksudnya, Allah menjaga dan
memberikan pertolongan kepada wanita-wanita. Atau, Allah telah berpesan
dan melarang wanita-wanita agar tidak berselisih (Nawawi, 1999: 34-35).
Suami juga hendaknya menjelaskan kepada istri bahwa perbuatan
nusyuz itu dapat menggugurkan nafkah dan giliran. Nasehat itu tidak boleh
disertai dengan mendiamkan dan memukul istri. Sebagaimana disebutkan di
dalam syarah Nihayah `alal Ghayah. Maksud “Dan pisahkanlah diri dari
tempat tidur mereka” adalah bahwa para suami diperintahkan meninggalkan
para istri dari tempat tidurnya, bukan mendiamkan bicara dan memukul.
53
Sebab memisahkan diri dari tempat tidur itu memberikan dampak yang jelas
dalam mendidik para wanita. Kata “Dan pukullah mereka”, maksudnya
adalah bahwa wanita-wanita yang nusyuz itu boleh dipukul dengan pukulan
yang tidak menyakitkan tubuh. Hal itu dilakukan kalau memang membawa
faedah. Jika tidak, maka tidak perlu melakukan pemukulan. Jika akan
memukul, tidak boleh sampai memukul muka dan anggota tubuh yang dapat
menjadikan kerusakan tubuh. Tetapi memukul yang wajar saja. Bahkan yang
lebih baik hendaknya suami memaafkan. Berbeda dengan wali anak kecil,
itu lebih baik tidak memaafkan. Sebab, wali yang memukul anaknya yang
masih kecil itu justru membawa kemaslahatan untuk mendidik anak.
Sedangkan pukulan suami terhadap istri, kemaslahatannya untuk
dirinya sendiri. Menurut Imam Rafi'i, istri itu boleh dipukul kalau berkali-
kali nusyuz. Tetapi menurut Imam Nawawi, istri itu boleh dipukul meskipun
tidak berulang kali nusyuz, jika memang dapat memberikan faedah.
Tafsir ayat ini menurut Nawawi demikian, “Wanita-wanita yang kalau
kamu khawatiri nusyuznya, maka jika mereka ternyata nusyuz, pisahkanlah
diri dari tempat tidur mereka dan pukullah mereka”. Makna “Takhaafuuna
(yang kamu khawatiri) di sini adalah Ta’lamuuna (kamu ketahui), yakni
kamu melihat nusyuz istri itu, mengecualikan ketika terdapat tanda-tanda
nusyuz dengan sebab ucapan. Seperti istri menjawab suaminya dengan
perkataan yang kasar setelah bicara yang halus. Atau sebab perbuatan,
seperti suami melihat istri berpaling dan cemberut setelah ia menghadapkan
54
muka dengan bermuka manis. Jika hal ini terdapat tanda-tanda nusyuz, maka
suami agar menasehatinya. Jangan meninggalkan dan jangan memukul
(Nawawi, 1999: 35-36)
Syaikh Nawawi menjelaskan kepemimpinan mendasarkan sesuai
firman Allah dalam QS. An-Nisa’ 32:
للنساء نصيب مماكتسنب ااكتسبـو للرجال نصيب مما
“Bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi Para wanita ada bagian dari apa yang mereka usahakan”.
Maksudnya, bagi para lelaki itu memperoleh pahala dari amal jihad
yang dilakukannya, bagi para wanita juga punya hak memperoleh pahala
dari apa yang diperbuatnya, yaitu menjaga farjinya, serta taat kepada Allah
dan suaminya. Jadi para laki-laki dan wanita, dalam urusan pahala di akhirat
memperoleh hak yang sama. Hal itu karena pahala satu kebaikan dilipatkan
sepuluh kali, itu berlaku bagi laki-laki dan perempuan, kelebihan para laki-
laki mengalahkan dan menguasai wanita itu hanya didunia. Demikian
menurut Syaikh Sarbini dalam Tafsirnya. (Nawawi, 1999: 39-40).
c. Menjaga Harta Suami
Seorang isteri diibaratkan seperti sahaya yang dimiliki suami dan
tawanan yang lemah tak berdaya dalam kekuasaan suami, maka wanita tidak
boleh membelanjakan suami untuk apa saja kecuali dengan izinnya. Sebab di
antara hak suami dari isterinya adalah penjagaan isteri atas kekayaan
55
suaminya. Isteri tidak diperkenankan membelanjakan sesuatu atau memberi
seseorang dari harta suaminya kecuali dengan izin suaminya
Dalam kitab tersebut dijelaskan bahwa istri wajib merasa malu
terhadap suami, tidak berani menentang, menundukkan muka dan
pandangannya dihadapan suami, taat kepada suami ketika diperintah apa saja
kecuali maksiat, diam ketika suami berbicara, menjemput kedatangan suami
ketika keluar rumah, menampakkan cintanya kepada suami ketika suami
mendekatinya, menyenangkan suami ketika akan tidur, mengenakan harum-
haruman, membiasakan merawat mulut dari bau yang tidak menyenangkan
dengan misik dan harum-haruman, membersihkan pakaian, membiasakan
berhias diri dihadapan suami dan tidak boleh berhias bila ditinggal suami
(Nawawi, 1999: 41).
Kitab tersebut juga menyebutkan bahwa istri hendaknya tidak
berhianat pada suami ketika suami sedang pergi dari tempat tidurnya, istri
tidak boleh menyelewengkan harta suami.
d. Memuliakan keluarga suami
Selanjutnya istri hendaknya memuliakan keluarga suami dan famili-
familinya sekalipun berupa ucapan yang baik. Istri juga harus memandang
pemberian sedikit dari suami sebagai hal yang banyak, menerima perbuatan
suami, memandang utama dan bersyukur atas sikap suami, dan tidak boleh
menolak permintaan suami sekalipun dipunggung unta (Nawawi, 1999: 42)
e. Hak untuk bereproduksi
56
Berkaitan dengan adab bersetubuh menurut Syaikh Nawawi seorang
suami tidak boleh menyetubuhi istri dihadapan lelaki atau wanita lain. Suami
istri yang melakukan persetubuhan tidak boleh menghadap kiblat. Jangan
bersenggama menghadap kiblat, karena memuliakan kiblat. Ketika
bersenggama hendaknya menutupi tubuhnya dan tubuh istrinya dengan
selimut (Nawawi, 1999: 44).
Beberapa Adab Bercampur dalam Islam:
1) Suami dilarang membayangkan orang lain ketika bercampur dengan
istrinya, karena hal itu termasuk zina, begitu pula larangan ini berlaku
untuk isteri. Para ulama berpendapat, “Barang siapa mengambil segelas
air putih lalu meminumnya dan pada saat yang sama ia membayangkan
air putih tersebut adalah khamr, maka air yang ia minum itu haram
baginya”.
2) Percampuran itu boleh dilakukan setiap bulan, setiap waktu, atau setiap
hari, atau pada setiap siang dan malam, kecuali waktu haid, nifas, puasa,
dan ihram. Sedangkan mandi jumat adalah sunah muakkad, meskipun
tidak didahului dengan percampuran.
3) Suami dilarang memegang penisnya dengan tangan kanan, dan dilarang
mendatangi isterinya setelah ia bermimpi (bercampur) dengan orang lain,
kecuali setelah ia mandi, mencuci penisnya atau berusaha kencing agar air
mani bekas mimpinya bersih.
57
4) Pengantin laki-laki diperkenankan membayar sesuatu kepada
pasangannya sebagai imbalan agar ia melepas bajunya. Ia juga tidak
diperkenankan membayar sesuatu agar isterinya mau bercampur
dengannya. Sebab itu adalah zina.
5) Sangat dianjurkan kepada pasangan suami-isteri untuk menggosok gigi
dan membersihkan mulut mereka, kemudian memakai wewangian yang
khusus digunakan untuk mengharumkan mulut, karena hal itu akan lebih
melekatkan hubungan mereka berdua, dan menambah rasa cinta.
6) Jika suami mendatangi istrinya, kemudian ingin mengulanginya lagi,
maka hendaklah ia berwudlu.
7) Jika suami istri ingin tidur, tapi mereka dalam keadaan junub, maka
keduanya diperintahkan berwudlu juga.
8) Diwajibkan mandi setelah bercampur, jika hendak melakukan salat, dan
mandi sebelum tidur itu lebih utama.
9) Pasangan pengantin itu boleh mandi berdua bersama pada satu tempat
(Mahmud, 1991: 90-92).
Selanjutnya, seorang istri hendaknya tidak berpuasa sunat, selain puasa
arafah dan asyura”, kalau tidak mendapat izin suaminya, kalaun ternyata istri
berpuasa, maka ia hanya mendapat letih dan dahaga, sedangkan puasanya
tidak akan diterima (Nawawi, 1999: 44).
f. Perizinan suami
58
Istri hendaknya tidak bepergian dari rumah kecuali mendapat izin dari
suaminya. Jika keluar tanpa izin suaminya, maka ia mendapat kutukan dari
malaikat rahmat dan adzab, hingga ia kerumahnya sekalipun suaminya itu
zalim. Karena melarang keluarnya istri. Kalau keluar rumah dengan izin
suami, hendaknya dengan menyamar dan mengenakan pakaian yang tidak
baik. Carilah tempat yang sepi. Bukan jalan umum atau pasar. Juga menjaga
dirinya jangan sampai orang lain mendengar suaranya atau melihat postur
tubuhnya. Dan tidak boleh memperlihatkan dirinya pada keluarga dan famili
suaminya (Nawawi, 1999: 44).
Jika perempuan mengingkari suaminya sehingga segala amal
kebaikannya dilenyapkan oleh Allah, dan rusaknya amal itu sebagai balasan
kepada istri. Artinya, pahala Allah itu terhalang. Kecuali ketika ia kembali
mengakui kebaikan suaminya. Demikian kalau memang ucapannya itu
benar. Istri tidak boleh dicela sebagaimana ucapan budak kepada tuannya.
Rasulullah SAW. Bersabda:
اامرأة هارائحة فحرام س بأ امنـغريم ق الطال ا لتـزوجه سأ امي اجلنة عليـ
“Wanita yang meminta suaminya menalak tanpa ada alasan yang mendesak, maka haram baginya bau surga.” (HR. Abu Dawud, t.t, juz. 2: 268).
Ibnu Ruslan berkata, “Andaikan suami takut bahwa wanita itu tidak
dapat melaksanakan ketentuan-ketentuan hukum Allah yang sesuai dengan
kewajibannya, seperti baiknya mempergauli, karena istri benci kepada suami
59
atau karena suami membahayakannya, maka wanita itu terhalang, tidak
dapat memperoleh bau surga”. Kalau wanita itu sangat sengsara karena benci
kepada suaminya, sebab suaminya tidak pernah mengurusnya, maka yang
demikian itu tidak haram istri minta cerai”. (Nawawi, 1999: 50-52).
Menurut Syaikh Nawawi diantara wanita yang ada di surga nanti
adalah wanita yang mempunyai sifat malu, kalau ditinggal pergi suaminya,
ia menjaga diri dan harta suaminya. Termasuk wanita yang di surga adalah
wanita yang ditinggal mati suaminya dengan meninggalkan anak-anaknya
yang masih kecil sebagai anak yatim. Lalu wanita itu memelihara, mengasuh
dan mendidik mereka dengan baik. Ia pun selalu bersikap baik kepada anak-
anaknya dan tidak akan kawin lagi karena hawatir menyianyiakan anaknya
(Nawawi, 1999: 57-58).
Selanjutnya, Syaikh Nawawi menjelaskan didalam kitabnya wanita-
wanita yang masuk neraka, diantaranya adalah:
3. wanita yang lancang mulutnya terhadap suami, dan jika suami pergi ia
tidak menjaga dirinya, sedangkan jika suami dirumah ia selalu
menyakitkan hatinya.
4. Wanita yang memaksa-maksa menuntut suaminya yang ia tidak mampu
memenuhinya.
5. Wanita yang tidak menutupi dirinya dengan lelaki lain dan ia keluar dari
rumahnya dengan berhias dan bersolek serta menampakkan
kecantikannya kepada lelaki lain (Nawawi, 1999: 59-60)
60
Dalam kitab tersebut Rasululah SAW bersabda, “Sesungguhnya
sebagian hak-hak suami kepada istri adalah:
4. Apabila suami membutuhkan diri istrinya sekalipun istri sedang berada di
punggung unta, ia tidak boleh menolak.
5. Istri tidak boleh memberikan apa saja dari rumah suaminya jika tidak
mendapat izin suaminya. Kalau istri memberikan sesuatu tanpa izinnya,
maka istri berdosa dan suami mendapatkan pahala.
6. Istri tidak boleh berpuasa jika tidak mendapatkan izin suaminya, karena ia
hanya akan merasakan letih dan dahaga, sedangkan puasanya tidak akan
diterima Allah.
7. Jika istri keluar dari rumah tanpa izin suaminya, maka ia mendapat laknat
dari para malaikat hingga ia kembali kerumahnya dan bertaubat (Nawawi,
1999: 61).
Sayyidina Ali karramallaahu wajhah datang kepada Nabi SAW.
bersama Fatimah. Tiba-tiba mereka menjumpai beliau sedang menangis
dengan tangisan yang sangat. Ali pun bertanya kepada beliau, “Ayah dan
ibuku menjadi tebusanmu wahai Rasulullah”, Maksudnya kesusahan dan
tangisanmu akan saya tebus dengan ayah dan ibu saya, karen saya sanga
mencintaimu. Apa yang menjadikan engkau menangis?” Rasulullah
bersabda, “Wahai Ali, ketika di perjalanan ke langit, aku melihat para wanita
dari umatku di siksa di neraka jahanam denganberbagai macam siksaan.
Maka saya menangis karena melihat bertanya siksaan mereka itu”.
61
Kemudian beliau menjelaskan secara keseluruhan dengan sabdanya:
3. Aku melihat seorang wanita yang digantung dengan rambut dan otaknya
mendidih.
4. Aku melihat seorang wanita yang digantung dengan lidahnya, lalu air
mendidih yang sangat panas dituangkan pada tenggorokannya.
5. Aku melihat wanita yang digantung dengan puting susunya, dan kedua
tangannya diikat pada ubun-ubunnya, lalu Allah menguasakan padanya
ular-ular dan kala jengking (untuk menyiksanya).
6. Aku melihat wanita dimana kepadalanya seperti kepala babi dan
tubuhnya seperti tubuh keledai, dan ia dihadapkan beribu-ribu siksaan.
7. Aku melihat seorang wanita dengan bentuk rupa anjing, sedangkan api
masuk dari mulutnya dan keluar dari duburnya, lalu para malaikat
memukuli kepalanya dengan palu-palu dari api.
Pada intinya hubungan suami dan isteri adalah seperti orangtua
terhadap anaknya. Karena ketaatan anak terhadap orangtua merupakan
kewajiban.
62
BAB IV RELEVANSI HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI DALAM KITAB
UQUDULLIJAIN TERHADAP HUKUM POSITIF
A. Hak Isteri atas Suami
1. Perlakuan Baik terhadap Isteri
Seorang suami memiliki hak-hak yang merupakan kewajiban bagi
isterinya. Dalam konteks ini yang akan dikemukakan adalah kewajiban isteri
untuk taat kepada suami. Dasar dari kewajiban seorang isteri ini terkait dengan
peran kepemimpinan dalam keluarga yang diberikan kepada suami
Kewajiban suami terhadap istri dalam kitab ini mengajarkan kepada kaum
laki-laki sebagai seorang suami dilarang bertindak kasar terhadap istri. Karena
wanita mempunyai sifat sensitif dan suami harus bisa mengambil hati seorang
wanita agar istri merasa tenang, tentram dan terlindungi oleh suaminya. Dalam
menghadapi kelakuan istri, suami harus sabar. Jika seorang istri menentang
suami, maka suami harus mengingatkan istrinya agar tidak mengulangi
perbuatannya lagi, dan memberi kesempatan pada istri untuk memperbaiki diri.
Menjadi seorang suami harus bisa menjaga kata-katanya, begitu juga
istrinya agar tidak terjadi perselisihan antara suami dan istri. Antara keduanya
harus ada sikap saling terbuka dan tidak ada yang dirahasiakan.
Dalam bab VII pasal 77 sampai dengan pasal 84. Pasal 77 Kompilasi
Hukum Islam menyatakan:
63
a. Suami-isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan keluarga
yang sakinah, mawadah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan
masyarakat.
b. Suami-istri wajib saling cinta-mencintai, hormat-menghormati, setia dan
memberi bantuan lahir batin yang satu dengan yang lain.
c. Suami-isteri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memelihara anak-anak
mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasan
dan pendidikan agamanya.
d. Suami-istri wajib memelihara kehormatannya
e. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibanya, masing-masing dapat
mengajukan gugatan ke pengadilan agama.
Jadi baik dalam kitab ini maupun dalam undang-undang, beerkaitan
dengan sikap antara suami dengan isteri pada dasarnya sama, sama-sama
mengatur untuk saling mencintai saling menghargai demi mewujudkan kelurga
yang bahagia sesuai dengan tujuan perkawinan.
2. Hak Nafkah
Dalam hal pemenuhan nafkah diatur dalam pasal 78 KHI yang pada
dasarnya telah mengungkapkan pemenuhan nafkah tempat tinggal (papan)
hampir sama seperti dalam kitab Uqudullijain
(1) Suami-istri harus mempunyai kediaman yang sah.
64
(2) Rumah kediaman yang dimaksud oleh ayat (1) ditentukan oleh suami isteri
bersama.
Dan dalam KHI Pasal 81 terdiri atas empat ayat yang menjelaskan
tentang tempat kediaman yang menyatakan:
(1) Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi isteri dan anak-anaknya
atau bekas isteri yang masih dalam masa iddah
(2) Tempat kediaman adalah tempat tinggal yang layak untuk isteri selama
dalam ikatan atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
(3) Tempat kediaman disediakan untuk melindungi isteri dan anak-anaknya dari
gangguan pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram.
(4) Tempat kediaman juga berfungsi sebagai tempat menyimpan harta kekayaan,
sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah-tangga.
(5) Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya
serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa
alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya.
Kemudian dalam Pasal 81 di atas, dijelaskan lagi dalam ayat 1 “Suami
wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta
disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat
perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya” sejalan pula
dalam kitab Uqudullijain. Adapun pernyataannya adalah sebagai berikut:
65
رءةعلي الز وج ان يطعمهااذاطعم ويكسوهااذااكتسي واليضرب الوجه حق امل
يف البـيت واليـقبح واليـهجر اال
“Hak wanita atas suaminya ialah bahwa suami memberikan konsumsi pangan kepada istri apabila dia mengkonsumsi bahan pangan. Di samping itu, memberikan sandang kepadanya apabila dia berpakaian. Dan janganlah suami itu memukul bagian wajah istri, mengumpatnya serta menghindarinya kecuali di dalam rumah." (HR. Abu Dawud).
3. Pengajaran terhadap Isteri
Pasal 80 KHI menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap isteri dan
keluarganya, yaitu:
a. Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan rumah tangganya, akan tetapi
mengenai hal-hal urusan rumah-tangga yang penting di putuskan oleh suami-
isteri bersama.
b. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan sesuatu keperluan hidup
berumah tangga sesuai dengan kemampuanya.
c. Suami wajib memberikan pendidikan dan kesempatan belajar pengetahuan
yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.
d. Sesuai dengan penghasilan suami menanggung:
1) Nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.
2) Biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan
anak.
66
3) Biaya pendidikan anak.
e. Kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut dalam ayat (4) huruf a
dan b diatas berlaku sesudah ada tamkin dari istrinya.
f. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya
sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
g. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila isteri
nusyuz.
Dalam pasal 82 KHI menerangkan tentang kewajiban suami yang
beristeri lebih dari seorang, yaitu:
(1) Suami yang mempunya isteri lebih dari seorang berkewajiban memberi
tempat tinggal dan biaya hidup kepada masing-masing isteri secara
berimbang menurut besar kecilnya jumlah keluarga yang ditanggung
masing-masing isteri, kecuali jika ada perjanjian perkawinan.
(2) Dalam hal para isteri rela dan ikhlas, suami dapat menempatkan isterinya
dalam satu tempat kediaman.
Pasal 83 dan pasal 84 KHI menjelaskan tentang kewajiban isteri terhadap
suaminya, yaitu:
(1) Kewajiban utama bagi seorang isteri adalah berbakti lahir dan batin di dalam
batas-batas yang dibenarkan oleh hukum Islam
(2) Isteri menyelanggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari
dengan sebaik-baiknya.
67
Dalam kitab Uqudullijain, yaitu ketika istri melakukan nusyuz, suami
boleh memukul pada bagian badan di luar wajah istri. Sebab, hal ini merupakan
hak istri itu sendiri manakala ia melakukan kesalahan. Dan itu jelas dianjurkan
oleh Nabi Muhammad SAW. Hal lain yang harus diperhatikan suami ialah
bahwa istri tidak berhak mendapatkan penghinaan dari suami. Sebab, Nabi
Muhammad SAW dengan tegas melarangnya untuk mengumpat istri, yaitu
dengan melontarkan kata-kata yang tidak disukainya.
Melarang suami untuk menghindar dari istri kecuali di dalam rumah,
yakni di tempat peraduan. Inilah ketentuan yang boleh dilakukan oleh suami
manakala istri melakukan nusyuz. Adapaun hal lain di luar itu, seperti
menghindar dalam konteks komunikasi secara lisan, tidak diisyaratkan di dalam
hadis. Dengan demikian, suami tidak boleh membungkam atau membisu dalam
kasus ini. Apabila hal itu dilakukan, berarti suami telah berbuat dosa, karena
tindakan itu haram, kecuali karena uzur (Nawawi, 1999: 16).
Dalam hadis lain Nabi Muhammad SAW. memberikan petunjuk yang
harus dilakukan oleh seorang laki-laki dalam memberikan segala sesuatu yang
merupakan hak-hak seorang istri. Hal ini tercermin dalam suatu hadis yang
menyatakan:
ألھلھكمكمخیروسلمخیرعلیھوقالصلىاهللا
“Rasulullah SAW. Bersabda: “Sesungguhnya orang-orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah mereka yang paling baik akhlaknya dan paling lembut sikapnya kepada keluarganya.” (HR. Turmudzi)..
68
Dalam kitab Uqudullijain, yaitu suami harus pandai memberikan
pengajaran kepada istrinya. Karena baik buruk seorang istri tergantung suami
yang mendidik serta tidak menutup kemungkinan, suami belajar kepada istri,
karena keterbatasan pengetahuan seorang suami. Dan seharusnya suami
mengasihani istrinya, yaitu dengan bentuk memberi pendidikan secara baik
meskipun istrinya adalah seorang terpelajar. Sebab kaum wanita diciptakan
dalam keterbatasan segi akal dan beragama, namun tidak dipungkiri banyak
juga wanita yang mempunyai akal panjang dan beragama kuat. Memberikan
nafkah kepada istrinya baik nafkah lahir maupun batin merupakan kewajiban
suami. Pemilihan suami sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap
pemberian nafkah adalah karena Islam ingin melindungi wanita dari beban yang
berlebihan.
4. Sabar terhadap Isteri
Pasal 84
(1) Isteri dapat dianggap nusyuz jika Ia tidak mau melaksanakan kewajiban-
kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 83 ayat (1) kecuali dengan
alasan yang sah.
(2) Selama isteri dalam keadaan nusyuz, kewajiban suami terhadap isterinya
tersebut pada pasal 80 ayat (4) huruf a dan b tidak berlaku kecuali hal-hal
untuk kepentingan anaknya.
69
(3) Kewajiban suami tersebut pada ayat (2) di atas berlaku kembali sesudah
isteri tidak nusyuz.
(4) Ketentuan tentang ada atau tidak adanya nusyuz dari isteri harus didasarkan
atas bukti yang sah.
Dalam hal ini sesuai dengan kitab Uqudullijain seorang suami harus sabar
terhadap isteri ketika seorang isteri melakukan nusyuz.
B. Hak Isteri atas Suami
1. Suami sebagai pemimpin rumah tangga
Kaum laki-laki sebagai pemimpin bagi kaum wanita maksudnya bahwa
kaum laki-laki harus menguasai dan mengurus keperluan istri termasuk
mendidik budi pekerti mereka. Allah melebihkan kaum laki-laki atas kaum
wanita karena laki-laki (suami) memberikan harta kepada kaum wanita (istri)
dalam pernikahan, seperti maskawin dan nafkah. Para ulama ahli tafsir
mengatakan bahwa kelebihan kaum laki-laki terhadap kaum wanita adalah dari
banyak segi, yaitu dari segi hakiki dan syar'i.
Dalam hal ini Undang-undang sedikit berbeda dengan pendapat Syekh
Nawawi yang menilai bahwa antara suami isteri adalah seimbang. Terbukti
dalam Undang-undang perkawinan pasal 31 mengatur tentang kedudukan
suami-isteri yang menyatakan:
1) Hak dan kedudukan isteri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan
suami dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dalam
masyarakat.
70
2) Masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum.
3) Suami adalah kepala rumah tangga dan isteri adalah ibu rumah tangga.
Dalam konteks kekinian pendapat Syekh Nawawi sedikit tidak relevan,
meskipun dalam kodratnya seorang isteri kedudukannya lebih rendah di bawah
suami.
2. Ketaatan seorang isteri
Dalam QS. An-Nisa’ ayat 34, dan hadits Rasulullah yang dijadikan dasar
tentang kewajiban istri terhadap suami dalam kitab Uqudullujain, yang
berbunyi “Seumpama manusia itu boleh sujud kepada manusia lain, saya pasti
memerintahkan perempuan supaya sujud kepada suaminya”. Sampai seperti itu
Rasulullah memberikan perumpamaan ketaatan istri terhadap suami. Tetapi
bukan berarti suami boleh memperlakukan istri dengan seenaknya sendiri. Agar
tercipta keluarga yang harmonis, seorang istri harus bisa menciptakan agar
suami betah di rumah dan tidak senang untuk pergi keluar rumah. Istri harus
bersabar terhadap perangai suaminya. Sebagai imbalannya, Allah memberikan
pahala yang sama seperti pahala orang yang gugur dalam membela agama
Allah. Barang siapa menganiaya dan menuntut suaminya di luar
kemampuannya serta menyakitkan hatinya, maka para Malaikat Rahmad dan
Malaikat Ahzab mengutuknya.
Pasal 80 KHI huruf (a) menjelaskan tentang kewajiban suami terhadap
isteri dan keluarganya, yaitu: “Suami adalah pembimbing terhadap isteri dan
71
rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah-tangga yang
penting di putuskan oleh suami-isteri bersama”.
Jadi menurut Undang-undang isteri wajib taat terhadap suaminya, namun
dalam urusan rumah tangga segala sesuatu menjadi keputusan bersama bukan
hanya dari pihak suami. Jadi dalam hal ketaatan terhadap suami menurut
pendapat Syekh Nawawi dengan Undang-undang adalah sama-sama
mewajibkan untuk taat, namun dalam hal urusan rumah tangga berrbeda, Syekh
Nawawi lebih mendominasi kepada suami sedangkan dalam undang-undang
menyatakan seimbang.
3. Kewajiban Menjaga Harta Suami
Seorang isteri diibaratkan seperti sahaya yang dimiliki suami dan tawanan
yang lemah tak berdaya dalam kekuasaan suami, maka wanita tidak boleh
membelanjakan suami untuk apa saja kecuali dengan izinnya. Sebab di antara
hak suami dari isterinya adalah penjagaan isteri atas kekayaan suaminya. Isteri
tidak diperkenankan membelanjakan sesuatu atau memberi seseorang dari harta
suaminya kecuali dengan izin suaminya.
Dalam undang-undang tidak mengatur mengenai masalah ini, dalam pasal
35 menyatakan:
(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
(2) Harta bawaan dari masing-masing suami dan isteri dan harta benda yang
diperoleh masing-masing sebagai hadiah atau warisan, adalah di bawah
penguasaan masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain.
72
Jadi dalam hal kewajiban menjaga harta suami menurut pendapat Syekh
Nawawi seorang isteri wajib menjaga harta suami dalam artian tidak boleh
membelanjakan harta suami tanpa seizinnya. Sedangkan menurut Undang-
undang harta yang diperoleh selama perkawinan adalah harta bersama jadi
apabila terjadi perceraian pembagiannya menurut kesepakatan kecuali untuk
harta bawaan yang kepemilikannya ditangan masing-masing pihak.
4. Memuliakan keluarga suami
Dalam undang-undang tidak menjelaskan mengenai masalah ini. Syekh
Nawawi hanya mengungkapkan bahwa seorang isteri harus menghargai
keluarga suami maksudnya agar isteri dapat bersyukur.
5. Hak untuk bereproduksi
Hak untuk bereproduksi maksudnya adalah seorang isteri wajib
memenuhi permintaan suami apabila suami meminta melakukan hubungan
suami isteri. Dalam undang-undang tidak mengatur mengenai masalah ini
mengingat hak untuk bereproduksi merupakan masalah pribadi.
Dalam hal etika berhubungan intim, istri tidak boleh menolak suami jika
diajak berhubungan suami istri. Hal itu harus dilakukan selama boleh
melakukan hubungan intim. Tetapi jika istri benar-benar udzur semisal sakit
yang tidak bisa melayani suaminya, seorang suami harus mengerti keadaan
istri. Kalau istri menolak dengan tidak ada alasan yang benar, maka istri akan
mendapat laknat.
73
6. Perizinan suami
Seorang istri boleh keluar rumah tanpa izin suami asalkan untuk
kepentingan yang baik. Jika suami masih bisa dihubungi, maka istri harus minta
izin suami terlebih dahulu. Karena Allah akan memberikan pahala yang besar
kepada istri yang taat kepada suaminya.
C. Relevansi kitab Uqudullijain fi Bayan Huquq Az Zaujain tentang Hak Suami Isteri
Pada Masa kini
Uqudullijain merupakan salah satu kitab yang terkenal di lingkungan
pesantren. Bukan sebagai referensi wajib namun hampir semua pesantren masih
mempelajari kitab ini khususnya untuk santri perempuan, sebab kitab ini berisi
tentang masalah-masalah seputar rumah tangga.
Banyak ulama maupun kyai yang kurang setuju dengan isi kitab ini yang
dinilai terlalu menekankan tentang kewajiban-kewajiban dan larangan terhadap
isteri sementara hak-hak isteri kurang diperhatikan. Bahkan secara terang-terangan
Syekh Nawawi menekankan bahwa seorang isteri adalah pelayan bagi suami.
“Para wanita sebaiknya mengetahui kalau dirinya seperti budak yang dinikahi
tuannya dan tawanan yang lemah tak berdaya dalam kekuasaan seseorang” (hlm.
60). Saran tersebut masih ditambahi dengan keharusan-keharusan lain yang
panjang lebar, mulai dari larangan menentang suami, larangan keluar rumah tanpa
ijin suami, tidak boleh membelanjakan harta suami tanpa ijin, dan hal-hal lain
74
yang dikategorikan sebagai “merendahkan” martabat dirinya, suaminya dan
keluarganya.
Namun, untuk kondisi saat ini jarang sekali orang memperoleh pendidikan
sebagai bekal untuk menuju ke jenjang perkawinan. Bagi para remaja yang tinggal
di pesantren mereka dapat memperoleh pengajaran mengenai rumah tangga, hak-
hak dalam rumah tangga dan lain sebagainya melalui kitab-kitab yang diajarkan di
pesantren. Sedangkan untuk remaja pada umumnya tidak memiliki bekal khusus
untuk menuju ke jenjang perkawinan. Di beberapa daerah telah ada yang
menyelenggarakan pelatihan pra nikah, biasanya bagi mereka yang akan segera
menikah. Namun hal ini belum menyeluruh, dilihat dari fungsinya kegiatan seperti
ini adalah penting dalam rangka mencapai tujuan perkawinan dan juga berkaitan
dengan hak seorang isteri untuk memperoleh pengajaran dari suami.
75
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Perkawinan merupakan Syariat Islam yang seluruh umat islam yang sudah
mampu. Akibat hukum dari terjadinya perkawinan adalah timbulnya hak antara
suami dan isteri. Dalam hal ini undang-undang mengatur dalam UU No 1 tahun
1974 dan Kompilasi Hukum Islam
Menurut Pendapat Syekh Nawawi yang termaktub dalam kitabnya
mengatakan Hak istri atas suami diantaranya:
a. Perlakuan baik suami terhadap isteri
b. Hak memperoleh nafkah
c. Memperoleh pengajaran dari suami
d. Sabar terhadap isteri
Sedangkan Hak suami terhadap isteri diantaranya:
a. Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga
b. Ketaatan seorang isteri
c. Kewajiban isteri untuk menjaga harta suami
d. Memuliakan keluarga suami
e. Hak untuk bereproduksi
f. Perizinan suami
2. Pendapat Syekh Nawawi jika dibandingkan dengan Undang-undang yang ada
di Indonesia pada dasarnya sama. Seperti dalam masalah perlakuan baik
76
seorang suami terhadap isteri di dalam UU juga diatur dalam pasal 77 KHI, hak
memperoleh nafkah diatur dalam pasal 78 KHI, Hak memperoleh pengajaran
suami diatur dalam pasal 80 KHI, dan kesabaran terhadap istri ketika nusyuz
diatur dalam pasal 84.
Perbedaannya seperti munculnya banyak kritik yang menyatakan bahwa
Syekh Nawawi dalam kitabnya banyak merendahkan martabat perempuan.
Menurut pendapat Syekh Nawawi kedudukan isteri berada dalam satu tingkat
lebih rendah dibandingkan suami. Sedangkan menurut Undang-undang di
Indonesia menyatakan lebih seimbang. Kitab Uqudullijain sendiri menurut
penulis memiliki relevansi dalam masanya sendiri.
B. Saran 1. Perkembangan pikiran didalam Islam adalah merupakan suatu fenomena
wajar. Oleh sebab itu para Ulama intelektual dan cendikiawan Islam perlu
untuk membuka cakrawala pemikiran terhadap ide dan gagasan baru dalam
upaya untuk mengkaji kembali ajaran-ajaran Islam, sehingga terdapat
kesinambungan antara Islam dan realitas kehidupan kekinian.
2. Kehidupan rumah tangga sangat ditentukan oleh pemenuhan hak-hak dan
kewajiban antara suami isteri itu sendiri. Apabila saling memenuhi hakdan
kewajiban masin-masing maka kehidupan rumah tangga akan indah dan
tercapainya tujuan perkawinan.
77
3. Penelitian ini masih tahap awal, sehingga diperlukan usaha lanjutan untuk
lebih memperkuat bangunan pemikiran Islam yang baru. Masih banyak aspek
penelitian yang diperlukan dalam mengkaji masalah pemikiran tentang wanita
Islam. Seperti kajian gender dengan berbagai pendekatan yang mungkin untuk
dilakukan
78
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Mukti. 1998. Dkk. Ensklopedi Islam di Indonesia. Depag RI, Jakarta
Aziz, Abdul. 1990. Rumah Tangga Bahagia Sejahtera. Semarang: CV. Wicaksana
Badri. Perkawinan Menurut Undang-undang dan KUHP. Surabaya: Amin
Dahlan, Abdul Aziz. 1997. Ensiklopedi HukumIslam. Jakarta: Intermasa
Depag RI. 1992. Al-Qur’an Dan Terjemahnya. Semarang: CV. Asy-Syifa’ Dharara, Talizidulum. 1980. Reseach Teory Metodologi Administrasi. Jakarta: Bina
Aksara Huzaimah. 1999. Hak dan Kewajiban Pria dan wanita. Jakarta Kansil, CST. 1982. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum di Indonesia. Jakarta:
Balai Pustaka Latif, Jamil. 1983. Kedudukan dan Kekuasaan Peradilan Agama di Indonesia.
Jakarta: Bulan Bintang Muhadjir, Noeong. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Yogyakarta: Rake
Surasin Nawawi, Muhammad Bin Umar. 1999. Terjemah syarh ‘Uqudullijain Etik Berumah
Tangga, Terj. Drs. Afiif Busthomi Dan Masyhuri Ikhwan. Jakarta: Pustaka Amani
Nazir, Mohammad. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia Noeng Muhajir. 1993. Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rake Sarasin Rasjid, Sulaiman. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Rasyidi, Lili. 1991. Hukum Perkawinan dan Perceraian di Malaisya dan Indonesia.
Bandung: Remaja Rosda Karya Sabiq, Sayyid. 2009. Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Aksara Sabiq, Sayyid. 1997. Fiqih Sunnah. Jakarta: Pena Aksara
79
Subekti, Tirtosudibyo. 1984. Kitab Undang-undang Hukum Perdata dengan
Tambahan Undang-undang Pokok Agraria dan Undang-Undang Perkawinan. Jakarta: Pradnya Paramita
Sugiono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta Sulaiman, Eman. Hukum Kewarisan dan KHI di Indonesia (Studi Tentang Sumber-
sumber Hukum). Semarang Undang-undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan dan
Kompilasi Hukum Islam. 2007. Bandung: Citra Umbara www.biografyilmuwan.blogspot.com http:///F:/BAHAN%20KULIAH/Nawawi%20al-Bantani%20
%20Wikipedia%20bahasa%20Indonesia,%20ensiklopedia%20bebas_files/id.htm
80
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap : Putri Isnaini
Tempat, tanggal lahir : Temanggung, 15 Mei 1995
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Pringapus, Klepu, Pringsurat, Temanggung
Nama ayah : Dimyani
Nama Ibu : Yamtinah
Riwayat Pendidikan
1. MI Nurul Islam Pagergunung, Pringsurat, Temanggung
2. MTs N Grabag, Magelang
3. MAN Salatiga
81
DAFTAR NILAI SKK
Nama : Putri Isnaini Fakultas/ Jurusan : Syariah/ AS NIM : 21112014 Dosen PA : Yahya, M.Ag
No NAMA KEGIATAN PELAKSANAAN STATUS SKOR 1 Piagam Penghargaan OPAK
STAIN Salatiga 2012 05-07 September 2012
Peserta 3
2 Piagam Penghargaan OPAK Jurusan Syariah STAIN Salatiga
08-09 September 2012
Peserta 3
3 Sertifikat ODK (Orientasi Dasar Keislaman)
10 September 2012 Peserta 2
4 Sertifikat AMT (Achievment Motivation Training)
12 September 2012 Peserta 2
5 Sertifikat UPT Perpustakaan STAIN Salatiga
13 September 2012 Peserta 2
6 Sertifikat “Tafsir Tematik dalam Upaya Menjawab Persoalan Israel dan Palestina Landasan QS. Al-Fath 26-27” JQH
1 Desember 2012 Peserta 2
7 Sertifikat Peringatan Maulud Nabi Muhammad SAW Tahun 1434
27 Januari 2013 Peserta 2
8 Seminar Nasional “ Minimnya Pasokan Energi dalam Negeri, Pembatasan Subsidi BBM dan Peran Masyarakat dalam Penghematan Energi”
20 April2013 Peserta 6
9 Seminar Nasional “ Norma Hukum Serta Kebijakan Pemerintah Dalam Mengendalikan Harga BBM Bersubsidi”
27 Mei 2013 Peserta 8
82
10 Sertifikat Seminar Nasional dan Dialog Publik “Penyesuaian Harga BBM Bersubsidi”
27 Juni2013 Peserta 6
11 Sertifikat Pendidikan Pers Mahasiswa Tingkat Dasar (PPMTD) LPM Dinamika
23-24 November 2013
Peserta 3
12 Sertifikat “Menilik Politik 2014 di Tengah Derasnya Liberalisasi Politik”
5 Maret 2014 Peserta 2
13 Sertifikat Pelatihan Jurnalistik Tingkat Lanjut (PJTL) LPM Dinamika
17-18 Mei 2014 Peserta 3
14 Sertifikat Seminar Nasinal “Perlindungan Hukum Terhadap Usaha Mikro Menghadapi Pasar Bebas Asean” HMJ AS
Juli 2014 Peserta 8
15 Sertifikat “Pemahaman Islam Rahmatan Lil Alamin sebagai langkah awal menjadi mahasiswa berkarakter” LDK dan ITTAQO
21 Agustus 2014 Peserta 2
16 Sertifikat Pendidikan Pers Mahasiswa Tingkat Dasar “Membangun Profesionalitas Pers Mahasiswa” LPM Dinamika
16 November 2014 Panitia 3
17 Sertifikat “Potret Kebudayaan Papua Bagian dari Kekayaan Indonesia” Formasi
11 Desember 2014 Peserta 2
18 Sertifikat Workshop Nasional “Sukses Akademik, Sukses Bakat dan Hidup Bermartabat dengan Karya” HMPS PAI
16 Desember 2014 Peserta 6
19 Sertifikat Workshop “Pelatihan Naib dalam
Mei 2015 Peserta 3
83
Mengawali Bahtera Mahligai Rumah Tangga” HMJ AS
20 Sertifikat Seminar Nasional “Pemuda, Peradaban Islam dan Kemandirian” Karima Learning and Training Center
2 September 2015 Peserta 6
21 Sertifikat Pesat (Pesantren Akhir Tahun 2015 Al-Kahfi
26-27 Desember 2015
Peserta 2
22 Sertifikat Seminar Nasional “Geliat Mayarakat Urban” LPM Dinamika
25 Maret 2016 Peserta
23 Sertifikat Seminar Nasional “ Kontribusi Hukum Islam terhadap Pemberantasan Korupsi di Indonesia” Dema Fakultas Syariah
10 November 2016 Peserta 8
24 Sertifikat Seminar Nasional “Pengaplikasian Ekonomi Syariah Menuju Stabilitas Perekonomian Indonesia” HMJ Ekonomi Syariah
21 November 2016 Peserta 6
25 Surat Keputusan Rektor IAIN
Salatiga tentang pengangkatan
pengurus Lembaga Pers
Mahasiswa (LPM) Dinamika
17 Maret 2015 Redaktur 4
Total 100
Salatiga, 16 Maret 2017 Mengetahui,
Wakil Dekan Fakultas Syari’ah
Ilya Muhsin, S.HI, M.Si NIP.19790930 200312 1001
84
85
86
87
88