Post on 05-Dec-2014
1
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar belakang
Sebagai mahasiswa farmasi, sudah seharusnya kita mengetahui hal-hal
yang berkaitan dengan obat, baik dari segi farmasetik, farmakodinamik,
farmakokinetik, dan juga dari segi farmakologi dan toksikologinya.
Farmakologi sebagai ilmu yang berbeda dari ilmu lain secara umum pada
keterkaitannya yang erat dengan ilmu dasar maupun ilmu klinik sangat sulit
mengerti farmakologi tanpa pengetahuan tentang fisiologi tubuh, biokimia,
dan ilmu kedokteran klinik. Jadi, farmakologi adalah ilmu yang
mengintegrasikan ilmu kedokteran dasar dan menjembatani ilmu praklinik
dan klinik. Farmakologi mempunyai keterkaitan khusus dengan farmasi
yaitu, ilmu cara membuat, menformulasi, menyimpan dan menyediakan
obat (Sudjadi, Bagad. 2007).
Toksikologi berkembang luas ke bidang kimia, kedokteran hewan,
kedokteran dasar klinik, pertanian, perikanan, industri, etimologi hukum dan
lingkungan. Perkembangan ini memungkinkan terjadinya reaksi dalam
tubuh dalam jumlah yang kecil. Beberapa macam keracunan telah diketahui
terjadi berdasarkan kelainan genetik, gejala keracunan dan tindakan untuk
mengatasinya berbeda-beda.
Uji sentivitas bakteri merupakan suatu metode untuk menentukan tingkat
kerentanan bakteri terhadap zat antibakteri dan untuk mengetahui senyawa
murni yang memiliki aktivitas antibakteri. Pada percobaan ini kita akan
membahas mengenai Obat golongan antibiotik dan antimikroba. Untuk
2
melihat bagaimana efek terapi maupun efek toksisnya maka dari itu
dilakukan percobaan obat antibiotik tersebut kepada hewan coba kelinci
jantan. Dimana, antibiotika itu sendiri merupakan segolongan senyawa, baik
alami maupun sintetik, yamg mempunyai efek menekan atau menghambat
suatu proses biokimia di dalam organisme, khususnya dalam proses infeksi
oleh bakteri.
Pada praktikum kali ini kami menentukkan bioavaibilitas obat sirup
amoksisilin pada hewan coba yaitu kelinci dengan cara diberikan secara
oral.
I.2 Maksud dan Tujuan Percobaan
I.2.1 Maksud Percobaan
Untuk mengidentifikasi kadar sirup amoxicilin dalam darah terhadap
hewan coba kelinci.
I.2.2 Tujuan Percobaan
Mahasiswa dapat mengetahui kadar sirup amoxicilin dalam darah terhadap
hewan coba kelinci.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Dasar Teori
II.1.1 Definisi
Antimikroba (AM) ialah obat pembasmi mikroba, khususnya
mikroba yang merugikan manusia. Yang dimaksudkan dengan mikroba
terbatas pada jasad renik yang tidak termasuk kelompok parasit.
Berdasarkan sifat toksisitas selektif , ada anti mikroba yang bersifat
menghambat pertumbuhan mikroba , dikenal sebagai aktifitas
bakteriostatik dan ada yang bersifat membunuh mikroba , dikenal sebagai
aktivitas bakterisid (Marjono, M. 2011).
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik
penuh. Namun dalam praktek sehari-hari AM sintetik yang tidak
diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga
sering digolongkan sebagai antibiotik. Obat yang digunakan untuk
membasmi mikroba, penyebab infeksi pada manusia, ditentukan harus
memiliki sifat toksisitas selektif setinggi mungkin. Artinya, obat tersebut
haruslah bersifat sangat toksik untuk mikroba, tetapi relatif tidak toksik
untuk hospes. Sifat toksisitas selektif yang absolut belum atau mungkin
tidak akan diperoleh (Marjono, M. 2011).
Istilah antibiotk untuk pertama kali digunakan oleh Waksman (1945)
senagai nama dari suatu golongan substansi yang berasal dari bahan
4
biologis yang kerjanya antagonistik terhadap mikroorganisme. Istilah itu
berarti “melawan hidup” dengan kata lain maksud dari antibiotik adalah
zat yang dihasilkan oleh mikroorganisme hidup, yang dapat menghambat
mikroorganisme lain, bahkan dapat memusnakannya (Irianto, 2006).
Antibiotik digunakan untuk membasmi mikroba penyebab terjadinya
infeksi. Gejala infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba dan
berbagai zat toksik yang dihasilkan mikroba. Pada dasarnya suatu infeksi
dapat ditangani oleh sistem pertahanan tubuh, namun adakalanya sistem
ini perlu ditunjang oleh penggunaan antibiotik. Antibiotik yang digunakan
untuk membasmi mikroba penyebab infeksi pada manusia, harus memiliki
sifat toksisitas selektif. Artinya antibiotik harus bersifat toksik untuk
mikroba, tetapi relatif tidak toksik untuk hospes. Toksisitas selektif
tergantung kepada struktur yang dimiliki sel bakteri dan manusia misalnya
dinding sel bakteri yang tidak dimiliki oleh sel manusia, sehingga
antibiotik dengan mekanisme kegiatan pada dinding sel bakteri
mempunyai toksisitas selektif relatif tinggi (Ganiswarna, 1995).
Sensitivitas bakteri terhadap antibiotik tergantung kapada
kemampuan antibiotik tersebut untuk menembus dinding sel bakteri.
Antibiotik lebih banyak yang efektif bekerja terhadap bakteri Gram positif
karena permeabilitas dinding selnya lebih tinggi dibandingkan bakteri
Gram negatif. Jadi suatu antibiotik dikatakan mempunyai spektrum sempit
apabila mampu menghambat pertumbuhan bakteri Gram positif,
sedangkan antibiotik berspektrum luas jika pertumbuhan bakteri Gram
5
positif dan bakteri Gram negatif dapat dihambat oleh antibiotik tersebut
(Sumadio, dkk. 1994).
Berdasarkan sasaran tindakan antibiotik terhadap mikroba maka
antibiotik dapat dikelompokkan menjadi lima golongan yaitu antibiotik
penghambat sintesis dinding sel mikroba, antibiotik yang termasuk
kelompok ini ialah penisilin, sefalosporin, basitrasin, dan vankomisin.
Yang kedua yaitu antibiotik penghambat sintesis protein sel mikroba,
antibiotik yang termasuk kelompok ini ialah golongan aminoglikosida,
makrolida, kloramfenikol, linkomisin dan tetrasilin. Yang ketiga yaitu
antibiotik penghambat sintesis asam nukleat sel mikroba, antibiotik yang
termasuk kelompok ini ialah rifampisin dan golongan kuinolon. Keempat
yaitu antibiotik pengganggu fungsi membran sel mikroba, antibiotik yang
termasuk kelompok ini ialah golongan polien. Dan yang kelima yaitu
antibiotik penghambat metabolisme mikroba, antibiotik yang termasuk
kelompok ini ialah sulfonamida, trimetoprin dan asam p-amino salisilat
(Ganiswarna, 1995).
Zona Hambat merupakan tempat dimana bakteri terhamabat
pertumbuhannya akibat antibakteri atau antimikroba. Zona hambat adalah
daerah untuk menghambat pertumbuhan mikroorrganisme pada media agar
oleh antibiotik. Contohnya: tetracycline, erytromycin, dan streptomycin.
Tetracycline merupakan antibiotik yang memiliki spektrum yang luas
sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri secara luas (Pelczar,
1986).
6
Penggolongan Obat Antimikroba (Antibiotik)
1. Golongan antibiotik berdasarkan daya bunuh atau daya kerjanya dalam zat
bakterisid dan zat bakteriostatis dikelompokkan menjadi (Ganiswarna,
1995):
a. Bakterisid
Antibiotika yang bakterisid secara aktif membasmi kuman. Termasuk
dalam golongan ini adalah penisilin, sefalosporin, aminoglikosida
(dosis besar), kotrimoksazol , polipeptida, rifampisin, isoniazid dll.
b. Bakteriostatik
Antibiotika bakteriostatik bekerja dengan mencegah atau menghambat
pertumbuhan kuman, tidak membunuhnya, sehingga pembasmian
kuman sangat tergantung pada daya tahan tubuh. Termasuk dalam
golongan ini adalah sulfonamida, tetrasiklin, kloramfenikol,
eritromisin, trimetropim, linkomisin, makrolida, klindamisin, asam
paraaminosalisilat, dll.
2. Golongan antibiotik berdasarkan spektrum kerja antibiotik yaitu luas
aktivitas, artinya aktif terhadap banyak atau sedikit jenis mikroba. Dapat
dibedakan antibiotik dengan aktivitas sempit dan luas (Suhendrayatma,
2001) :
a. Spektrum luas (aktivitas luas) : antibiotik yang bersifat aktif bekerja
terhadap banyak jenis mikroba yaitu bakteri gram positif dan gram
negative. Contoh antibiotik dalam kelompok ini adalah sulfonamid,
ampisilin, sefalosforin, kloramfenikol, tetrasiklin, dan rifampisin.
7
b. Spektrum sempit (aktivitas sempit) : antibiotik yang bersifat aktif
bekerja hanya terhadap beberapa jenis mikroba saja, bakteri gram
positif atau gram negative saja. Contohnya eritromisin, klindamisin,
kanamisin, hanya bekerja terhadap mikroba gram-positif. Sedang
streptomisin, gentamisin, hanya bekerja terhadap kuman gram-negatif.
Manfaat dari pembagian ini dalam pemilihan antibiotika mungkin
hanya terbatas, yakni pada kasus pembawa kuman (carrier), pada pasien-
pasien dengan kondisi yang sangat lemah (debilitated) atau pada kasus-
kasus dengan depresi imunologik tidak boleh memakai antibiotika
bakteriostatik, tetapi harus bakterisid.
3. Golongan antibiotika berdasarkan cara kerjanya
Antibiotika golongan ini dibedakan berdasarkan sasaran kerja
senyawa tersebut dan susunan kimiawinya. Ada enam kelompok
antibiotika dilihat dari target atau sasaran kerjanya :
a. Inhibitor sintesis atau mengaktivasi enzim yang merusak dinding sel
bakteri sehingga menghilangkan kemampuan berkembang biak dan
sering kali terjadi lisis, mencakup golongan Penicsillin, Polipeptida,
sikloserin, basitrasin, vankomisin dan Sefalosporin, misalnya
ampisillin, penisillin G.
b. Inhibitor transkripsi dan replikasi, mencakup golongan Quinolone,
misalnya rifampicin, actinomycin D, nalidixic acid.
c. Inhibitor sintesis protein, yang mengganggu fungsi ribosom bakteri,
menyebabkan inhibisi sintesis protein secara reversibel, mencakup
banyak jenis antibiotik, terutama dari golongan Macrolide,
8
Aminoglycoside, dan Tetracycline, misalnya gentamycin,
chloramphenicol, kanamycin, streptomycin, oxytetracycline.
d. Inhibitor fungsi membran sel, mempengaruhi permeabilitas sehingga
menimbulkan kehilangan senyawa intraselular. misalnya ionomycin,
valinomycin dan polimiksin.
e. Inhibitor fungsi sel lainnya, misalnya difiksasi pada subunit ribosom
30 S menyebabkan timbunan kompleks pemula sintesis protein, salah
membaca kode mRNA, produksi polipeptida abnormal. Contoh
aminoglikosida, golongan sulfa atau sulfonamida, misalnya
oligomycin, tunicamycin.
f. Antimetabolit yang mengganggu metabolisme asam nukleat. Contoh
rifampin (inhibisi RNA polimerase yang dependen DNA), azaserine.
Pembagian ini walaupun secara rinci menunjukkan tempat kerja
dan mekanismenya terhadap kuman, namun kiranya kurang memberikan
manfaat atau membantu praktisi dalam memutuskan pemilihan obat dalam
klinik. Masing-masing cara klasifikasi mempunyai kekurangan maupun
kelebihan, tergantung kepentingannya.
4. Golongan antibiotika berdasarkan penyakitnya
a. Golongan Penisilin
Dihasilkan oleh fungi Penicillinum chrysognum. Memiliki cincin b-
laktam yang diinaktifkan oleh enzim b-laktamase bakteri. Aktif
terutama pada bakteri gram (+) dan beberapa gram (-). Obat golongan
ini digunakan untuk mengobati infeksi pada saluran napas bagian atas
(hidung dan tenggorokan) seperti sakit tenggorokan, untuk infeksi
9
telinga, bronchitis kronik, pneumonia, saluran kemih (kandung kemih
dan ginjal). Adapun contoh obat yang termasuk dalam golongan ini
antara lain : Ampisilin dan Amoksisilin. Untuk meningkatkan
ketahanan thp b-laktamase : penambahan senyawa untuk memblokir &
menginaktivasi b-laktamase. Misalnya Amoksisilin + asam klavulanat,
Ampisilin + sulbaktam, Piperasilin + tazobaktam.
Efek samping : reaksi alergi, syok anafilaksis, kematian,Gangguan
lambung & usus. Pada dosis amat tinggi dapat menimbulkan reaksi
nefrotoksik dan neurotoksik. Aman bagi wanita hamil & menyusui
b. Golongan Sefalosporin
Dihasilkan oleh jamur Cephalosporium acremonium. Spektrum
kerjanya luas meliputi bakteri gram positif dan negatifObat golongan
ini barkaitan dengan penisilin dan digunakan untuk mengobati infeksi
saluran pencernaan bagian atas (hidung dan tenggorokan) seperti sakit
tenggorokan, pneumonia, infeksi telinga, kulit dan jaringan lunak,
tulang, dan saluran kemih (kandung kemih dan ginjal). Adapun contoh
obat yang termasuk dalam golongan ini antara lain : Sefradin, Sefaklor,
Sefadroksil, Sefaleksin, E.coli, Klebsiella dan Proteus. Penggolongan
sefalosporin berdasarkan aktivitas & resistensinya terhadap b-
laktamase.
Generasi I : aktif pada bakteri gram positif. Pada umumnya tidak
tahan pada b laktamase. Misalnya sefalotin, sefazolin, sefradin,
sefaleksin, sefadroksil. Digunakan secara oral pada infeksi saluran
kemih ringan, infeksi saluran pernafasan yang tidak serius
10
Generasi II : lebih aktif terhadap kuman gram negatif. Lebih kuat
terhadap blaktamase. Misalnya sefaklor, sefamandol,
sefmetazol,sefuroksim
Generasi III : lebih aktif terhadap bakteri gram negatif , meliputi
Pseudomonas aeruginosa dan bacteroides. Misalnya sefoperazone,
sefotaksim, seftizoksim, sefotiam, sefiksim.Digunakan secara
parenteral,pilihan pertama untuk sifilis
Generasi IV : Sangat resisten terhadap laktamase. Misalnya
sefpirome dan sefepim
c. Golongan Lincosamides
Dihasilkan oleh Streptomyces lincolnensis dan bersifat bakteriostatis.
Obat golongan ini dicadangkan untuk mengobati infeksi berbahaya
pada pasien yang alergi terhadap penisilin atau pada kasus yang tidak
sesuai diobati dengan penisilin. Spektrum kerjanya lebih sempit dari
makrolida, terutama terhadap gram positif dan anaerob. Penggunaannya
aktif terhadap Propionibacter acnes sehingga digunakan secara topikal
pada acne. Adapun contoh obatnya yaitu Clindamycin (klindamisin)
dan Linkomycin (linkomisin).
d. Golongan Tetracycline
Diperoleh dari Streptomyces aureofaciens & Streptomyces rimosus.
Obat golongan ini digunakan untuk mengobati infeksi jenis yang sama
seperti yang diobati penisilin dan juga untuk infeksi lainnya seperti
kolera, demam berbintik Rocky Mountain, syanker, konjungtivitis
mata, dan amubiasis intestinal. Khasiatnya bersifat bakteriostatik ,
11
pada pemberian iv dapat dicapai kadar plasma yang bersifat bakterisid
lemah.
e. Golongan Kloramfenikol
Bersifat bakteriostatik terhadap Enterobacter & S. aureus berdasarkan
perintangan sintesis polipeptida kuman. Bersifat bakterisid terhadap S.
pneumoniae, N. meningitidis & H. influenza. Obat golongan ini
digunakan untuk mengobati infeksi yang berbahaya yang tidak efektif
bila diobati dengan antibiotic yang kurang efektif. Penggunaannya
secara oral, sejak thn 1970-an dilarang di negara barat karena
menyebabkan anemia aplastis. Sehingga hanya dianjurkan pada infeksi
tifus (salmonella typhi) dan meningitis (khusus akibat H. influenzae).
Juga digunakan sebagai salep 3% tetes/salep mata 0,25-1%. Contoh
obatnya adalah Kloramfenikol, Turunannya yaitu tiamfenikol.
f. Golongan Makrolida
Meliputi eritromisin, klaritromisin, roxitromisin, azitromisin,
diritromisin serta spiramisin. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme
kerjanya yaitu pengikatan reversibel pada ribosom kuman, sehingga
mengganggu sintesis protein. Penggunaannya merupakan pilihan
pertama pada infeksi paru-paru. Digunakan untuk mengobati infeksi
saluran nafas bagian atas seperti infeksi tenggorokan dan infeksi
telinga, infeksi saluran nafas bagian bawah seperti pneumonia, untuk
infeksi kulit dan jaringan lunak, untuk sifilis, dan efektif untuk
penyakit legionnaire (penyakit yang ditularkan oleh serdadu sewaan).
Sering pula digunakan untuk pasien yang alergi terhadap penisilin.
12
g. Golongan Kuinolon
Berkhasiat bakterisid pada fase pertumbuhan kuman, dgn menghambat
enzim DNA gyrase bakteri sehingga menghambat sintesa DNA.
Digunakan untuk mengobati sinusitis akut, infeksi saluran pernafasan
bagian bawah serta pneumonia nosokomial, infeksi kulit dan jaringan
kulit, infeksi tulang sendi, infeksi saluran kencing, Cystitis
uncomplicated akut, prostates bacterial kronik, infeksi intra abdominal
complicated, demam tifoid, penyakit menular seksual, serta efektif
untuk mengobati Anthrax inhalational.
Penggolongan :
Generasi I : asam nalidiksat dan pipemidat digunakan pada ISK
tanpa komplikasi.
Generasi II : senyawa fluorkuinolon misal siprofloksasin,
norfloksasin, pefloksasin,ofloksasin. Spektrum kerja lebih luas, dan
dapat digunakan untuk infeksi sistemik lain. Zat-zat long acting :
misal sparfloksasin, trovafloksasin dan grepafloksasin.Spektrum
kerja sangat luas dan meliputi gram positif.
h. Golongan Aminoglikosida
Dihasilkan oleh fungi Streptomyces & micromonospora.Mekanisme
kerjanya : bakterisid, berpenetrasi pada dinding bakteri dan
mengikatkan diri pada ribosom dalam sel Contoh : streptomisin,
kanamisin, gentamisin, amikasin, neomisin.
Penggunaan Aminoglikosida Streptomisin & kanamisin Þ injeksi pada
TBC juga pada endocarditis, Gentamisin, amikasin bersama dengan
13
penisilin pada infeksi dengan Pseudomonas, Gentamisin, tobramisin,
neomisin juga sering diberikan secara topikal sebagai salep atau tetes
mata/telinga, Efek samping : kerusakan pada organ pendengar dan
keseimbangan serta nefrotoksik.
i. Golongan Monobaktam
Dihasilkan oleh Chromobacterium violaceum Bersifat bakterisid,
dengan mekanisme yang sama dengan gol. b-laktam lainnya. Bekerja
khusus pada kuman gram negatif aerob misal Pseudomonas,
H.influenza yang resisten terhadap penisilinase Contoh : aztreonam.
j. Golongan Sulfonamide
Merupakan antibiotika spektrum luas terhadap bakteri gram positrif
dan negatif. Bersifat bakteriostatik. Mekanisme kerja : mencegah
sintesis asam folat dalam bakteri yang dibutuhkan oleh bakteri untuk
membentuk DNA dan RNA bakteri. Kombinasi sulfonamida : trisulfa
(sulfadiazin, sulfamerazin dan sulfamezatin dengan perbandingan
sama),Kotrimoksazol (sulfametoksazol + trimetoprim dengan
perbandingan 5:1),Sulfadoksin + pirimetamin.
Penggunaan :
Infeksi saluran kemih : kotrimoksazol
Infeksi mata : sulfasetamid
Radang usus : sulfasalazin
Malaria tropikana : fansidar
Mencegah infeksi pada luka bakar : silver sulfadiazine
Tifus : kotrimoksazol
14
Radang paru-paru pada pasien AIDS : kotrimoxazol
Sebaiknya tidak digunakan pada kehamilan teruama trimeseter akhir :
icterus, hiperbilirubinemia
k. Golongan Vankomisin
Dihasikan oleh Streptomyces orientalis.Bersifat bakterisid thp kuman
gram positif aerob dan anaerob.Merupakan antibiotik terakhir jika
obat-obat lain tidak ampuh lagi.
l. Golongan Antibiotika Kombinasi
Kegunaannya dapat dikelompokkan berdasarkan jalur pemberiannya,
antara lain :
Penggunaan Oral dan Parenteral : infeksi saluran kemih,
Shigellosis enteritis, treatment pneumocystis carinii pneumonia
pada anak dan dewasa.
Penggunaan Oral : Profilaksis pneumocystis carinii pneumonia
pada individu yang mengalami imunosupresi, otitis media akut
pada anak-anak, eksaserbasi akut pada bronchitis kronik pasien
dewasa.
Penggunaan kombinasi antibiotik yang tepat harus dapat mencapai sasaran
sebagai berikut :
1. Kombinasi bekerja sinergik terhadap mikroba penyebab infeksi
2. Kombinasi mencegah terjadi resistensi mikroba
3. Kombinasi sebagai tindak awal penanganan infeksi, bertujuan
mencapai spektrum kerja luas pada infeksi yang disebabkan oleh
beberapa mikroorganisme
15
4. Kombinasi antibiotik digunakan untuk menangani beberapa infeksi
sekaligus.
II.1.2 Resistensi
Istilah resistensi itu menunjukan bahwa suatu mikroorganisme ,
sudah tidak peka terhadap suatu suatu zat atau sediaan antimikroba atau
antibiotik, sehingga akan membawa masalah dalam terapi dan bahkan akan
menggagalkan terapi dengan suatu antibiotik terhadap agen penyebab
infeksi. Resistensi adalah ketahanan suatu mikroorganisme terhadap
antimikroba atau antibiotik tertentu (Zaraswati. 2008).
Resistensi mikroorganisme dapat dibedakan menjadi resistensi
bawaan (primer) ,resistensi dapatan (sekunder), dan resistensi episomat.
Resistensi primer (bawaan) merupakan resistensi yang menjadi sifat alami
mikroorganisme. Hal ini misalnya disebabkan oleh adanya enzim pengurai
antibiotic pada mikroorganisme sehingga secara alami mikroorganisme
dapat menguraikan antibiotic. Contohya adalah Staphylococcus dan
bakteri lainnya yang mempunyai enzim penicillinase yang dapat
menguraikan penicillin dan sefalosforin (Irianto, 2006).
II.1.3 Amoksilin
Amoksilin adalah antibiotik dalam kelompok obat penisilin.
Memerangi bakteri dalam tubuh anda. Amoksilin digunakan untuk
mengobati berbagai jenis inveksi yang disebabkan oleh bakteri seperti :
inveksi telinga, inveksi kantong kemih, peneumonia, gonore dan inveksi
coli/salmonella. Amosilin juga kadang-kadang digunakan bersama dengan
yang lain. Plaritromisin disebut antibiotik (biaxin) untuk mengobati bisul
16
perut yang disebabkan oleh inveksi belicobacterphilory. Kombinasi ini
kadang-kadang digunakan dengan peredam asam lambung disebut
tansopiazole (prevacid). Amoksilin dapat juga digunakan tujuan lain yang
tidak tercantum dalam panduan pengobatan (Tjay, T.H. dan K. Rahardja.
2002).
Amoksisilin merupakan:
1. Sediaan ; kapsul/tablet
2. Absorpsi lebih baik drpd ampisilin. Sehinggg dosis sehari bisa <
ampisilin.
3. Distribusi secara garis besar hampir = ampisilin.
4. Hampir sama dengan ampisilin bedanya kurang efektif terhadap
shigelosis.
Informasi penting tentang Amoxilin :
Jangan gunakan obat ini jika alergi terhadap Amixilin atau kepada
antibiotik penisilin lain, seperti: Amphisilin (ominipen, pricipen),
dicloxacilin (aycill, aynapen),oxacillin ( batocill), penicillin ( beepen-
Vk, Vk ladecillin, pen-V. pen-veek, pfizerpen, V-cillin k, Veetids) dll.
Sebelum menggunakan amokcillin member tahu dokter anda jika anda
alergi terhadap sefalosporin, seperti : Ceclor, Ceftin, Dorices,kreflek,
dll. Juga memberi tahu dokter jika anda memiliki asma, gangguan
hati, penyakit ginjal, pendarahan atau pembekuan dan mononucleosis
(juga disebut “mono” atau jenis alergi).
Amoksillin dapat membuat pil KB juga kurang efektif yang dapat
mengakibatkan kehamilan. Sebelum mengambil amoksillin, beri tahu
17
dokter anda , jika anda menggunakan pil KB. Ambil obat ini untuk
panjang waktu yang diresepkan dokter anda. Gejala anda mungkin menjadi
baik, sebelum inveksi benar-benar diperlakukan. Amoxilin tidak akan akan
mengobati inveksi virus seperti pileks atau flu. Jangan memberikan obat
ini kepada orang lain, bahkan jika mereka memiliki gejala yang sama yang
anda lakukan (Pelczar, 1986).
Obat antibiotik dapat menyebabkan diare yang mungkin
merupakan tanda infeksi baru. Jika anda memiliki diare yang berair atau
memiliki darah didalamnya, hubungi dokter anda. Jangan menggunakan
obat apapun untuk menghentikan diare, kecuali dokter anda telah member
tahu anda. Jika amoksillin tablet, kalau dikunyah mungkin mengandung
fenilalalinin. Bicaralah dengan dokter anda sebelum menggunakan bentuk
amoksillin, jika anda memiliki feniketonuria (pku) (Pelczar, 1986).
II.1.4 Cara Memberikan Obat Pada Hewan Coba
Cara pemberian Obat pada Hewan Percobaan (Malole,1989)
Kelinci
- Cara pemberian oral:
Dalam cara pemberian oral pada kelinci digunakan alat penahan
terbukanya mulut dan pipa lambung. Alat suntik dihubungkan dengan
pipa lambung (dapat digunakan slang yang lunak dengan ukuran
sesuai), pipa lambung dimasukkan ke dalam kemudian diluncurkan ke
dalam esophagus secara perlahan-lahan
- Cara pemberian subkutan:
18
Cara pemberian ini dilakukan di bawah kulit di daerah tengkuk atau
daerah sisi pinggang. Cara pemberian dilakukan dengan mengangkat
kulit dan kemudian jarum ditusukkan ke bawah kulit.
- Cara pemberian intravena:
Dilakukan pada vena marginalis telinga dan penyuntikan dilakukan
pada daerah dekat ujung telinga. Untuk memperluas (mendilatasi
vena), telinga diulas terlebih dahulu dengan air hangat atau alkohol.
Pencukuran bulu bila perlu dapat dilakukan terutama pada hewan
yang berwarna bulunya.
II.2 Uraian bahan
1. Air suling (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Aqua destillata
Nama Lain : Aquades, Air suling
RM / BM : H2O/18,02
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat.
2. Alkohol (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Aethanolum
Sinonim : Etanol, alcohol
RM/BM : C2H6O/46,07
Pemerian : Jernih, tidak berbau, bergerak, cairan pelarut,
menghasilkan bau yang khas dan rasa terbakar pada
lidah.
19
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, terlindung dari cahaya,
di tempat sejuk jauh dari nyala api.
3. Amoxicilin (Iso farmakoterapi, 2008)
Indikasi : Infeksi saluran kemih, otitsmedia, sinusitis,
bronkitis, kronis, salmonelosis, gonore, profilaksis
endokartis dan terapi tambahan pada meningitis
listeria
Cara kerja obat : Amoxicillin adalah senyawa Penisilin semisintetik
dengan aktivitas antibakteri spektrum luas yang
bersifat bakterisid, efektif terhadap sebagian besar
bakteri gram positip dan beberapa gram negatip
yang patogen.
Peringatan : Riwayat alergi, gangguan fungsi ginjal, lesi
eritmetous pada glandular fever, leukimia limfositik
kronik dan AIDS
Kontraindikasi : Hipersensitifitas terhadap penisilin
Efek samping : Mual, diare ruam, kadang-kadang terjadi kolitis
karena antibiotic
Dosis : Oral dewasa 250-500mg tiap 8 jam, infeksi saluran
nafas berat/berulang 3 gram tiap 12 jam, infeksi
salura kemih 3 gram diulang setelah 10-12 jam
4. Asam asetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum aceticum glaciale
Sinonim : Asam asetat glacial
20
RM/BM : C2H2O2/60,05
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, bau khas, tajam, jika
diencerkan dengan air, rasa asam
Kelarutan : Dapat campur dengan air, dengan etanol (95%) P
dan dengan gliserol P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
5. Asam trikolorasetat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Acidum trichloroasetat
Sinonim : Asam trikolorasetat
RM/BM : CClCOOH/163,39
Pemerian : Hablur atau massa hablur
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air
Stabilitas : Stabil di udara
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik.
Kegunaan : Sebagai pereaksi
6. EDTA (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Etilen diamina tetra asetat
Nama lain : EDTA
RM/BM : C2H8N2/ 98,96
Pemerian : Cairan jernih tidak berwarna atau agak kuning, bau
seperti amoniak, bereaksi alkali kuat.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air maupun dengan etanol
Kegunaan : Sebagai titran
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
21
7. Methanol (Dirjen POM, 1979)
Nama Resmi : Metanol
Sinonim : Metanol
RM/BM : CH3OH/34,00
Pemerian : Cairan tidak berwarna, gliserin, bau khas
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, membentuk cairan
jernih tidak berwarna
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup
Kegunaan : Sebagai pereaksi
8. Natrium sitrat (Dirjen POM, 1979)
Nama resmi : Natrii Citras
Sinonim : Natrium sitrat
Rumus molekul : C6H5Na3O7.2H2O
Berat molekul : 294,10
Pemerian : Hablur tidak berwarna atau serbuk hablur putih
Kelarutan : Mudah larut dalam air, sangat mudah larut dalam air
mendidih, praktis, tidak larut dalam etanol (95%)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Kegunaan : Sebagai larutan antikoagulan
22
BAB III
METODE PERCOBAAN
III.1 Alat dan Bahan
III.1.1 Alat yang digunakan
1. Dispo
2. Erlenmeyer
3. Gelas kimia
4. Kotak/kandang individu kelinci
5. Kuvet
6. Lemari asam
7. Pipet mikro
8. Rak tabung
9. Slang plastik
10. Sentrifus
11. Silet
12. Spektrotonik
13. Tabung reaksi
III.1.2 Bahan yang digunakan
1. Alkohol 70%
2. Amoxicilin syrup
3. Aqua destillata
4. Asam asetat
5. Asam triklorasetat
6. EDTA
23
7. Kapas
8. Methanol
9. Natrium sitrat
10. Tissue
III.1.3 Hewan coba yang digunakan
- Kelinci
III.2 Cara kerja
1. Larutan baku dan panjang gelombang
2. Kelinci dipuasakan 8 jam sebelum perlakuan, diambil darahnya
melalui vena marginalis 0,5 ml sebagai blangko. (Marmot/Tikus putih
dibius kemudian diambil darah melalui vena jugularis atau vena
fomaralis)
3. Sirup suspensi amoksisilin sebanyak 30 ml dengan kadar 125 mg/ml
diberikan per oral pada kelincidengan menggunakan slang plastic
(maag slang). Kemudian darah diambil pada mencit ke 30, 60, 120,
240 menit.
4. 0,5 ml darah dicampur dengan 2 ml antikoagulan natrium sitrat 2 %, 5
ml pengendap protein asam triklorasetat, dibiarkan 5 menit, disentrifus
selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm. Jernihan (supernatant)
diambil 0,5 ml dan diencerkan dengan air suling hingga 10 ml.
encerkan lagi 1 ml dengan larutan dapar secukupnya hingga 50 ml.
larutan blangko dibuat dengan cara yang sama, kemudian diukur
serapan pada panjang gelombang 260-300 nm. (272,5 nm)
24
5. Setelah kadar amoksisilin dalam darah dihitung kemudian hitung
besarnya AUC, Ctp, dan tp.
25
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV. Hasil pengamatan
IV.2 Perhitungan
Data kurva baku
Gambar 4.1. Hasil pemisahan
plasma darah
Konsentrasi
dalam PpmAbsorban
125
100
75
50
25
0,060
0,051
0,029
0,016
0,011
26
Data percobaan
Menit (t) Absorban
(a)
Konsentrasi
plasma (p)
0
15
30
60
90
120
150
0
0,0023
0,021
0,1690
0,1064
0,0572
0,0123
10,96
16,009
57,18
369,649
244,298
136,404
37,939
IV. Pembahasan
Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama
fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain.
Sedangkan bioavaibilitas adalah ketersediaan hayati. Obat Amoksilin adalah
antibiotik dalam kelompok obat penisilin. Memerangi bakteri dalam tubuh.
Amoksilin digunakan untuk mengobati berbagai jenis inveksi yang
disebabkan oleh bakteri seperti : inveksi telinga, inveksi kantong kemih,
peneumonia, gonore dan inveksi coli/salmonella. Amosilin juga kadang-
kadang digunakan bersama dengan yang lain (Tjay, T.H. dan K. Rahardja.
2002).
Pada praktikum kali ini akan melakukan percobaan tentang
bioavaibilitas pada obat antibotik yaitu sirup amoksilin. Tujuan dari
percobaan ini adalah dapat menentukan kadar sirup amoxisilin dalam darah
27
hewan coba. Dengan menggunakan obat antibiotik yaitu amoxisilin. Obat ini
termasuk dalam golongan obat penicilin. Hewan coba yang digunakan adalah
kelinci. Karena pada kelinci memiliki volume darah yang banyak
dibandingkan hewan coba lainnya seperti mencit dan tikus.
Langkah pertama pada percobaan ini adalah sebelum percobaan
dimulai karena untuk mengurangi variasi biologis, kelinci dipuasakan
selama 8 jam. Kemudian itu kelinci dimasukkan kedalam kandang
pengamatan dan dikikis bulu telinga kelinci sampai tipis dengan
menggunakan silet yang tajam dengan hati-hati setelah itu diolesi dengan
menggunakan alkohol 70%, agar steril serta untuk mempermudah
pengambilan darah melalui vena marginalis. Kemudian diambil darah dari
kelinci sebanayk 0,5 mL sebagai blangko dengan cara disuntik pembuluh
darah dengan cara hati-hati, kemudian darah tersebut dimasukkan kedalam
tabung reaksi dan ditambahkan larutan antikoagulan. Larutan koagulan
tersebut terdiri dari larutan EDTA. Dari larutan EDTA 10% diambil 0,02
mL, ditambahkan metanol 1 mL untuk didapatkan pengendapan protein,
methanol berfungsi sebagai mengendapkan protein. Dan dibiarkan selama 5
menit. Selanjutnya disentrifuse selama 10 menit dengan kecepatan 3000
rpm. Pada alat sentrifuse, digunakan tabung reaksi yang berjumlah genap,
yang bertujuan untuk menyeimbangkan alat agar larutan uji yang di
sentrifus tidak tumpah. Dalam hal ini, larutan yang digunakan sebagai
penyeimbang adalah air.
Jernihan (supernatant) yang dihasilkan dari hasil sentrifus diambil
sebanyak 0,5 mL dan diencerkan dengan air suling hingga 10 mL, kemudian
28
diencerkan lagi 1 mL dengan menggunakan larutan asam asetat hingga 10
mL. Selanjutnya diukur serapan pada panjang gelombang 260-300 nm.
Hasilnya didapatkan konsentrasi/ kadar darah pada kelinci sebagai larutan
blangko yaitu 1,23 %.
Langkah kedua yaitu sirup suspensi amoksisilin sebanyak 0,5 mL
dengan kadar 25 mg/ mL diberikan peroral pada kelinci dengan
menggunakan selang plastik atau kateter yang dilengkapi mouth block.
Kemudian diambil darah pada menit ke 30, 60, 120, dan 240 menit.
Selanjutnya darah yang telah diambil dibuat dengan cara yang sama seperti
larutan blangko dan didapatkan konsentrasi darah setelah diberikan sirup
suspensi amoksisisilin yaitu 1,24%.
29
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari percobaan diatas dapat disimpulkan bahwa kadar amoxisilin pada
plasma darah kelinci yaitu pada menit ke 0 konsentrasi plasma 10,96, pada
menit ke 15 konsentrasi plasma 16,009,pada menit ke 30 konsentrasi plasma
57,18, pada menit ke 60 konsentrasi plasma 369,649, pada menit ke 90
konsentrasi plasma 244,298, pada menit ke 120 konsentrasi plasma 136,404
dan pada menit ke 150 konsentrasi plasma 37,939.
V.2 Saran
Sebaiknya dalam menangani hewan coba perlu diperhatikan etika-etika
penanganan hewan coba di laboratorium.