Post on 21-May-2018
FORMULASI KRIM PENCERAH WAJAH EKSTRAK ETANOL 70% DAUN
CIPLUKAN (Physalis angulata L.)
FORMULATION LIGHTENING FACE CREAM 70% ETHANOL EXTRACT OF
CIPLUKAN LEAVES (Physalis angulata L.).
Yusep Herdiana1, Dr. Haryanto Susilo
2, Drs. Muztabadihardja, Apt.
1
1Program Studi Farmasi, FMIPA, Universitas Pakuan, Bogor..
ABSTRAK
Ciplukan (Physalis angulata L.) merupakan tanaman yang tersebar luas di
Indonesia yang memiliki kandungan antioksidan tinggi pada senyawa flavonoid
berfungsi untuk mencerahkan kulit.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji potensi ekstrak daun ciplukan
(Physalis angulata L.) sebagai penghambat enzim tirosinase dalam krim pencerah
wajah dan menentukan formula yang paling disukai. Penelitian diawali dengan
uji kadar air, uji fitokimia, uji penghambatan tirosinase, uji organoleptik, uji
homogenitas fisik, uji viskositas, uji pH, uji stabilitas pada suhu kamar dan suhu
45° C dan uji penerimaan panelis. Formula sediaan krim di buat dengan
memvariasikan konsentrasi ekstrak daun ciplukan yaitu plasebo, 1%, 3% dan 5%.
Hasil uji kadar air serbuk simplisia sebesar 5,34%. Uji fitokimia
didapatkan senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, tanin dan steroid. Ekstrak daun
ciplukan memiliki potensi penghambat tirosinase dikarenakan larutan bufer pH 4
dan pH 7 menjadi bening coklat kehijauan setelah ditambahkan ekstrak daun
ciplukan. Formula ke 2 yang mengandung ekstrak 1% adalah formula yang
paling stabil dilihat dari uji organoleptik, uji homogenitas fisik, uji viskositas, uji
pH dan uji stabilitas pada suhu kamar dan suhu 45° C. Nilai rata-rata pH yang
didapatkan dari semua krim sebesar 6,87. Uji penerimaan panelis sebanyak 20
orang didapatkan krim pencerah yang sangat disukai adalah formula ke 1
(plasebo) dan formula yang tidak disukai adalah formula ke 4. Hasil pengujian
dengan statistik (ANOVA) dilanjutkan uji Duncan menunjukkan tidak signifikan
antar kelompok perlakuan (P>0,05).
Kata Kunci : Ekstrak Daun Ciplukan (Physalis angulata L.), Krim, Pencerah
PENDAHULUAN
Daun ciplukan sebagai kosmetik dapat
digunakan sebagai pencerah kulit
dikarenakan mengandung senyawa
flavonoid memiliki potensial dalam
menghambat tirosinase, yaitu folifenol
yang bisa mencerahkan kulit. Dari
penelitian diketahui bahwa senyawa
yang menjadi penghambat tirosinase
adalah senyawa golongan flavonoid
(Supriyanti, 1996). Flavonoid, salah
satu dari polifenol, memiliki peran
besar dalam aktifitas penghambat
tirosinase.
Kulit merupakan bagian terluar
dari bagian tubuh, berfungsi sebagai
pelindung tubuh : terhadap bahaya
fisik dan bahan kimia. Kulit dapat
bertindak sebagai termoregulator,
mampu melakukan proses
penyembuhan dengan cepat,
menggambarkan kondisi kesehatan
tubuh yang bersangkutan, memiliki
kemampuan antimikrobial dan
menyimpan cadangan elektrolit. Kulit
merupakan organ tubuh terpenting
yang merupakan permukaan luar
organisme dan membatasi lingkungan
dalam tubuh dengan lingkungan luar,
Mutschler (1999).
Melanin merupakan pigmen
yang dapat melindungi jaringan kulit
dari penghambatan sinar UV. Melanin
terbentuk melalui rangkaian oksidasi
dari asam amino tirosin dengan
melibatkan enzim tirosinase.
Tirosinase mengubah tirosin menjadi
DOPA, kemudian menjadi
dopakuinon,. Dopakuinon diubah
menjadi dopakrom melalui auto
oksidasi sehingga menjadi dihidroksi
indole (DHI) atau dihidroksi indole
carboxy acid (DHICA) untuk
membentuk eumelanin (pigmen
berwarna coklat). Dengan adanya
sistem atau glutation, dopakuinon
diubah menjadi sisteinil dopa, reaksi
ini membentuk feomelanin (pigmen
berwarna kuning) (Chang, 2009).
Banyaknya jumlah eumelanin dan
feomelanin yang terbentuk dapat
memberikan warna lain pada kulit
sehingga kulit manusia tidak hanya
berwarna hitam atau putih saja.
Krim didefinisikan sebagai
sediaan setengah padat, berupa emulsi
mengandung air tidak kurang dari 60%
dan dimaksudkan untuk pemakaian
luar (DepKes RI, 1979).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Penelitian dilaksanakan selama
2 bulan mulai dari bulan April sampai
Mei 2014 di Labolatorium Farmasi
Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Pakuan
Bogor dan di Laboratorium Institut
Pertanian Bogor (IPB) untuk Rotary
evaporator.
Alat
Alat yang digunakan pada
penelitian ini antara lain timbangan
analitik, grinder, ayakan mesh 20,
botol coklat, pipet tetes, corong, spatel,
Rotary evaporator, kain batis, sudip,
tabung reaksi, gelas piala, penangas,
mortir, batang pengaduk, termometer,
stopwatch, oven, cawan penguap, kaca
objek, cover glass, erlenmeyer, gelas
ukur, botol plastik, gunting, tissue,
Moisture balance, pH meter dan
Viskometer Brookfield.
Bahan
Bahan yang digunakan pada
penelitian ini antara lain ekstrak daun
ciplukan, etanol 70%, gliserin,
trietanolamin, corn oil, asam stearat,
setil alkohol, metil paraben, aquadest,
asam alkohol, larutan ammonia,
kloroform, asam asetat, pereaksi
Dragendorf, pereaksi Wagner, pereaksi
Mayer, FeCl3 1%, Fecl 0,1 %, asam
asetat 10%, metanol, magnesium, HCL
pekat, gelatin 1%, NaCl 10%, asam
sulfat pekat, asam asetat anhidrat dan
larutan buffer pH 4 dan pH 7.
Metode Penelitian
Pengumpulan Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah daun ciplukan
(Physalis angulata L.) yang diperoleh
dari Balai Penelitian Tanaman Obat
dan Aromatik (BALITTRO).
Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman ciplukan
dilakukan di Herbarium Bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Jalan Raya Jakarta-Bogor
Km.46, Cibinong 16911.
Pembuatan Simplisia Daun
Ciplukan
Daun Ciplukan yang telah
dikumpulkan dibersihkan dari kotoran-
kotoran yang menempel (sortasi basah)
lalu dicuci dengan air mengalir sampai
bersih, kemudian ditiriskan untuk
menghilangkan air sisa-sisa pencucian.
Daun yang telah bersih dan bebas air
pencucian dikeringkan di dalam oven
pada suhu 500
C selama 48 jam
(Depkes RI, 1985). Simplisia kering
tersebut selanjutnya digrinder hingga
menjadi simplisia serbuk lalu diayak
dengan ayakan mesh 20, disimpan
dalam wadah yang kering dan bersih.
Pembuatan Secara Maserasi
Ekstrak Daun Ciplukan
Pembuatan maserasi dilakukan
selama 7 hari, kemudian dilakukan 2
kali maserasi. Maserasi ke 1
menggunakan perbandingan 1:7,5 dan
mserasi ke 2 dengan perbandingan
1:2,5. Sebanyak 600 g daun ciplukan
dimasukkan kedalam botol cokelat
kemudian ditambahkan etanol 70%
sebanyak 4500 ml dengan
perbandingan 1:7,5, kemudian
dilakukan pengocokan tiap 6 jam
sekali agar terdistribusi merata.
Setelah 5 hari, larutan di filtrasi atau
dipisahkan selanjutnya ampasnya
dimaserasi lagi selama 2 hari
menggunakan etanol 70% sebanyak
1500 ml dengan perbandingan 1:2,5.
Dilakukan pengocokan tiap 6 jam
sekali, kemudian remaserasi disaring.
Hasil filtrasi ke 1 dan ke 2 kemudian
diuapkan menggunakan Rotary
evaporator dengan suhu 60°C untuk
memperoleh ekstrak kental.
Uji Kadar Air
Uji kadar air ditentukan dengan
menggunakan alat Moisture Balance.
Ditimbang seksama 1 g simplisia daun
ciplukan ke dalam Moisture Balance
yang telah aktif, kemudian di tunggu
hingga hasil persen kadar air tertera
pada layar alat. Pengujian dilakukan
duplo.
Uji Fitokimia
Uji fitokimia dilakukan secara
kualitatif pada ekstrak daun ciplukan
(Physalis angulata L.) untuk
mengetahui adanya alkaloid,
flavonoid, saponin, tanin, triterpenoid
dan steroid dengan cara sebagai
berikut:
Uji Alkaloid
Sejumlah 0,5 g ekstrak
dilarutkan dalam 10 ml alkohol,
didihkan dan disaring. Sebanyak 5 ml
filtrat kemudian ditambahkan 2 ml
larutan ammonia dan 5 ml kloroform
lalu dikocok kuat. Lapisan kloroform
yang terbentuk, kemudian diekstraksi
dengan 10 ml asam asetat, kemudian
dibagi menjadi tiga bagian (Rajendra,
2011).
1. Uji Dragendorff (Kalium
bismuth nirat) : beberapa
tetes larutan Dragendorff
ditambahkan kedalam
larutan kloroform, endapan
coklat menunjukkan adanya
alkaloid.
2. Uji Wagner (Kalium
iodida) : beberapa tetes
pereaksi Wagner
ditambahkan kedalam
larutan kloroform, endapan
coklat menunjukkan adanya
alkaloid.
3. Uji Mayer (Kalium merkuri
iodida) : beberapa tetes
pereaksi Mayer
ditambahkan ke larutan
kloroform, endapan putih
kekuningan menunjukkan
adanya alkaloid.
Uji Flavonoid
Ekstrak ditambahkan air lalu
dipanaskan dan disaring untuk
didapatkan filtratnya. Terdapat tiga
metode yang digunakan untuk uji
flavonoid. Pertama, beberapa tetes
FeCl3 1% kedalam beberapa bagian
ekstrak. Warna hijau kehitaman
menunjukkan adanya flavonoid.
Kedua, beberapa tetes larutan asam
asetat 10% ditambahkan kedalam
beberapa bagian ekstrak. Endapan
kuning menandakan adanya flavonoid.
Ketiga, sejumlah ekstrak dilarutkan
dalam methanol, lalu ditambahkan
sedikit serbuk Mg dan 1 ml HCL pekat
dari sisi tabung. Terbentuknya warna
jingga menunjukkan adanya flavonoid.
(Rajendra, 2011).
Uji Saponin
Uji sabun : Kedalam 0,5
gram ekstrak ditambahkan 5
ml aquadest dalam tabung
reaksi. Larutan dikocok kuat
dan diamati adanya buih
yang stabil. Ditambahkan 3
tetes minyak zaitun kedalam
buih dan dikocok kuat
sampai teramati emulsi yang
stabil. (Rajendra, 2011).
Uji Tanin
1. Sebanyak 0,5 g ekstrak
dididihkan dalam 10 ml
air dalam tabung reaksi,
lalu difiltrat. Ditambahkan
beberapa tetes FeCl3 0,1
%. Hasil positifnya adalah
warna hijau kecoklatan
atau biru-hitam.
2. Sebanyak 0,5 g ekstrak
yang diperiksa
dimasukkan kedalam
tabung reaksi, dilarutkan
dengan sedikit aquadest
kemudian dipanaskan
diatas penangas air, lalu
diteteskan dengan larutan
gelatin 1% dalam NaCl 10
%. Hasil positif ditandai
dengan terbentuknya
endapan putih (Rajendra,
2011).
Uji Steroid/ Triterpenoid
Sebanyak 1 g ekstrak
dilarutkan dalam 25 ml etanol panas
(50° C), kemudian hasilnya disaring
kedalam pinggan porselen dan
diuapkan sampai kering. Residu
ditambahkan eter dan ekstrak eter
dipindahkan kedalam lempeng tetes
kemudian ditambahkan 3 tetes
anhidrida asetat dan 1 tetes H2SO4
pekat (Uji Lieberman-Bouchard).
Terbentuknya warna hijau atau biru
menunjukkan adanya senyawa
golongan steroid dan terbentuknya
warna merah atau warna ungu
menunjukkan adanya senyawa
golongan triterpenoid (Depkes RI,
1989).
Uji Penghambatan Tirosinase
Sebanyak 1 tetes ekstrak daun
cipukan dimasukkan kedalam tabung
reaksi, ditambahkan beberapa tetes
larutan bufer pH 4 dan pH 7. Bila
warna larutan menjadi cokelat, berarti
ekstrak daun ciplukan gagal
menghambat enzim tirosinase.
Sebaliknya bila warna larutan menjadi
bening atau putih, berarti mampu
menghambat kerja enzim tirosinase.
Perubahan warna itu biasanya terjadi
30 detik kemudian. (Trubus, 2011).
Formulasi sediaan krim dapat dilihat
pada tabel .
Formulasi Sediaan Krim
Formulasi krim pencerah
mengacu pada formula dalam
penelitian Mulyana (2003) dan Rahayu
(2004). Krim pencerah wajah dibuat
dengan formulasi plasebo dan
konsentrasi yang berbeda-beda (1%,
3% dan 5%) (Tabel 1).
Tabel 1. Formulasi Sediaan Krim
Pembuatan Krim
Pembuatan krim dilakukan
berdasarkan proses Tano (1999).
Proses diawali dengan pemanasan
asam stearat, corn oil (minyak jagung),
dan setil alkohol dalam gelas piala
hingga suhu 70° C disertai dengan
pengadukan. Lalu suhu diturunkan
hingga suhu 65° C, dimasukkan
trietanolamin secara perlahan-lahan
dan dilakukan pengadukan sampai
adonan tercampur rata. Setelah itu
Nama
Bahan
Konsentrasi (%)
F 1 F 2 F 3 F 4
Ekstrak 0 1 3 5
Gliserin 10 10 10 10
Trietanol
amin 2 2 2 2
Corn oil
(minyak
jagung)
20 20 20 20
Asam
stearate 7 7 7 7
Setil
alcohol 2 2 2 2
Metil
paraben 0,1 0,1 0,1 0,1
Pewangi
green
Tea
0,2 0,2 0,2 0,2
Aquadest
ad 100 100 100 100
dilakukan pendinginan hingga suhu
30-35° C (Adonan 1). Gliserin dan air
dipanaskan hingga suhu 80° C dalam
wadah yang berbeda. Lalu dilakukan
pengadukan dan pendinginan hingga
suhu 35° C (Adonan 2). Adonan 1 dan
2 dicampur sambil terus di aduk.
Pengadukan dilakukan sampai
terbentuk emulsi krim yang halus.
Pengadukan dilanjutkan secara manual
terus dilakukan sampai adonan
mengembang (Adonan 3). Metil
paraben dan ekstrak ditambahkan
sambil terus dilakukan pengadukan
sampai terbentuk krim yang halus.
Setelah dingin krim dimasukkan
kedalam botol plastik.
Uji Stabilitas Sediaan Krim
Uji stabilitas sediaan krim
dilakukan selama 2 bulan pada suhu
kamar dan suhu 45°C. Pengujian
sediaan krim dilakukan setiap 2
minggu sekali pada masing-masing
suhu. Uji stabilitas sediaan krim
meliputi pengamatan organoleptik,
homogenitas fisik, viskositas, uji
keasaman (pH) dan stabilitas pada
suhu kamar dan suhu 45° C.
Uji Organoleptik
Pemeriksaan terhadap
organoleptik dilakukan meliputi
aroma, warna dan tekstur dilakukan
pengamatan secara visual.
Pemeriksaan dilakukan pada minggu
ke-2, 4, 6,dan minggu ke-8.
Uji Homogenitas Fisik
Sejumlah krim yang akan
diamati dioleskan pada kaca objek
yang bersih dan kering sehingga
membentuk suatu lapisan yang tipis,
kemudian ditutup dengan kaca
preparat (cover glass). Krim
mempunyai tekstur yang tampak rata
dan tidak menggumpal (Voight, 1994).
Uji Viskositas
Viskositas sediaan krim diukur
menggunakan Viskometer Brookfield.
Sediaan sebanyak 25 gram
dimasukkan kedalam cup, kemudian
dipasang spindel no 7 dan rotor
dijalankan dengan kecepatan 60 rpm.
Hasil viskositas dicatat setelah
viskotester menunjukan angka yang
stabil. Pengukuran viskositas
dilakukan pada minggu ke-2, 4, 6 dan
minggu ke-8. Pengukuran dilakukan
replikasi 2 kali (Siswanto, dkk. 2010).
Uji pH
Pemeriksaan pH diawali
dengan kalibrasi alat pH meter
menggunakan larutan dapar pH 7 dan
pH 4. Sediaan diletakkan di atas sensor
pada ujung pH meter dibiarkan sampai
menunjukkan nilai yang konstan. pH
yang ditunjukkan oleh angka yang
tertera pada layar pH meter.
Pengukuran dilakukan 2 kali pada
masing-masing formulasi pada minggu
ke-2,4,6 dan minggu ke-8.
Uji Stabilitas Pada Suhu Kamar dan
Suhu 45°C
Krim disimpan pada suhu
kamar dan suhu 45°C. Selama
penyimpanan tersebut dilakukan
pengamatan organolepstik dan
perubahan fisik pada minggu ke 2, 4,
6, dan 8. Spesifikasi sediaan adalah
stabil dalam berbagai suhu tanpa ada
perubahan organoleptik, homogenitas
fisik, viskositas dan pH.
Uji Penerimaan Panelis
Uji penerimaan panelis
dilakukan untuk menilai suatu sampel
dengan melibatkan beberapa panelis
atau sukarelawan yang kemudian
diminta untuk memberikan pendapat
atau respon terhadap kualitas sampel
tersebut.
Pengujian ini dilakukan
terhadap 20 panelis dengan kriteria
sediaan krim yang diperoleh dan
diminta aroma, warna, dan tekstur
sediaan. Pengujian menggunakan 5
skala hedonic yaitu:
1. Sangat suka
2. Suka
3. Agak suka
4. Tidak suka
5. Sangat tidak suka
Analisis Data
Pada Penelitian ini digunakan
rancangan acak lengkap menggunakan
uji Anova dan dilanjutkan uji Duncan
1 kali pengulangan, Andriyati, 2012.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Determinasi Tanaman
Hasil determinasi tanaman
yang dilakukan di Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia (LIPI) -
Cibinong menyatakan daun ciplukan
yang digunakan untuk penelitian
termasuk spesies Physalis angulata L.
Hasil Pembuatan Simplisia dan
Ekstrak Daun Ciplukan
Hasil pembuatan simplisia, 6
kg daun ciplukan menghasilkan 650,7
gram serbuk simplisia. Persentase
rendemen simplisia didapatkan sebesar
10,84%, sedangkan hasil ekstraksi
dengan maserasi menggunakan pelarut
etanol sebanyak 6 liter, didapatkan
ekstrak kental etanol sebanyak 152
gram setelah dipekatkan dengan rotary
evaporator. Persentase rendemen
ekstrak didapatkan sebesar 25,33%.
Hasil Uji Kadar Air
Hasil uji kadar air rata-rata
serbuk simplisia daun ciplukan
diperoleh sebesar 5,34 %. Hasil uji
kadar air memenuhi syarat sesuai
dengan standar simplisia daun
ciplukan yaitu ≤ 10% (Depkes, RI,
1985
Hasil Uji Fitokimia Daun Ciplukan
(Physalis angulata L.)
Hasil uji fitokimia
menunjukkan daun ciplukan (Physalis
angulata L.) yang digunakan
mengandung senyawa alkaloid,
flavonoid, saponin, steroid dan tanin,
akan tetapi untuk uji tanin
menggunakan gelatin hasilnya negatif
dengan tidak adanya endapan putih.
Hasil Uji Penghambatan Tirosinase
Hasil uji penghambatan
tirosinase menunjukkan bahwa ekstrak
daun ciplukan yang sebelumnya
berwarna coklat kehijauan memiliki
aktivitas sebagai penghambat enzim
tirosinase. Proses ini diketahui setelah
penambahan larutan buffer pH 4 dan
pH 7 dalam ekstrak daun ciplukan,
larutan buffer menjadi warna bening
coklat kehijauan. Menurut hasil
penelitian bila warna larutan menjadi
bening atau putih, berarti mampu
menghambat kerja tirosinase (Trubus,
2011). Hasil uji penghambatan
tirosinase dapat dilihat pada gambar 1.
Bufer pH 4 Bufer pH 7
Gambar 1. Hasil Uji Penghambatan
Tirosinase Oleh Ekstrak
Ciplukan
Hasil Uji Stabilitas Sediaan Krim
Hasil dari stabilitas krim pada
minggu ke-0 didapatkan krim yang
lembut, mudah dioleskan, membentuk
konsistensi setengah padat dan mudah
menyebar di kulit. Hasil pengamatan
stabilitas awal krim dapat dilihat pada
gambar 2.
Formula 1 Formula 2
Formula 3 Formula 4
Gambar 2. Hasil Pengamatan Organo-
leptik Pada Minggu ke-0
Hasil Uji Organoleptik
Berdasarkan hasil pengamatan
organoleptik, seluruh formula tidak
mengalami perubahan fisik aroma,
warna dan tekstur. Hasil aroma yang di
dapatkan pada sediaan krim plasebo
memiliki aroma yang kuat, sedangkan
pada formula 2 dan formula 3
memiliki aroma yang sedang dan
formula 4 memiliki aroma krim yang
lemah, artinya bahwa semakin
bertambahnya ekstrak maka aroma
yang di dapatkan semakin berkurang
karena aroma yang didapatkan dari
ekstrak mempengaruhi sediaan aroma
krim. Warna yang didapatkan pada
formula 1 plasebo berwarna putih,
formula 2 berwarna coklat muda,
formula 3 coklat kehijauan dan
formula 4 coklat hijau tua. Semakin
bertambahnya ekstrak yang
ditambahkan pada sediaan krim, maka
warna krim tersebut akan semakin
pekat. Hasil tekstur yang di dapatkan
pada setiap krim didapatkan bertekstur
lembut pada semua formula. Hasil uji
organoleptik tertera pada tabel 2-3 dan
gambar 3.
Tabel 2. Hasil Uji Organoleptik Formula 1 dan Formula 2
Suhu
Minggu
Ke
Hasil Pengamatan
Formula 1 Formula 2
Aroma Warna Tekstur Aroma Warna Tekstur
Kamar
0
2
4
6
8
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
CM
CM
CM
CM
CM
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
45° C
0
2
4
6
8
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Kuat
Putih
Putih
Putih
Putih
Putih
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
CM
CM
CM
CM
CM
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Keterangan : CM = Coklat muda
Tabel 3. Hasil Uji Organoleptik Formula 3 dan Formula 4
Suhu
Minggu
Ke
Hasil Pengamatan
Formula 3 Formula 4
Aroma Warna Tekstur Aroma Warna Tekstur
Kamar
0
2
4
6
8
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
CK
CK
CK
CK
CK
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
CHT
CHT
CHT
CHT
CHT
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
45° C
0
2
4
6
8
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
CK
CK
CK
CK
CK
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
CHT
CHT
CHT
CHT
CHT
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Lembut
Keterangan : CK = Coklat kehijauan
CHT = Coklat hijau tua
Suhu kamar Suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-2 suhu kamar Minggu ke-2 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-4 suhu kamar Minggu ke-4 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-6 suhu kamar MInggu ke-6 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-8 suhu kamar Minggu ke-8 suhu 45° C
Gambar 3. Hasil Pengamatan Organoleptik Selama Penyimpanan
8 Minggu Pada Suhu Kamar dan Suhu 45° C
Keterangan : F 1 = Formula 1 krim plasebo
F 2 = Formula 2 krim ekstrak daun ciplukan 1%
F 3 = Formula 3 krim ekstrak daun ciplukan 3%
F 4 = Formula 4 krim ekstrak daun ciplukan 5%
Hasil Uji Homogenitas Fisik Sediaan krim tampak homogen secara
Hasil yang didapatkan selama
penyimpanan pada suhu kamar dan
suhu 45° C selama 8 minggu tidak
mengalami perubahan fisik dalam hal
homogenitas.
fisik karena distribusi partikel merata
di kaca objek. Hasil uji homogenitas
pada suhu kamar dan suhu 45° C dapat
dilihat pada tabel 4 dan gambar 4.
Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Fisik
Suhu Minggu
Ke
Hasil Penyimpanan
Formula 1 Formula 2 Formula
3 Formula 4
Kamar
0
2
4
6
8
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
45° C
0
2
4
6
8
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
Homogen
F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-0
Suhu Kamar Suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F
Minggu ke-2 suhu kamar Minggu ke-2 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-4 suhu kamar Minggu ke-4 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke-6 suhu kamar Minggu ke-6 suhu 45° C
F 1 F 2 F 3 F 4 F 1 F 2 F 3 F 4
Minggu ke8 suhu kamar Minggu ke8 suhu 45° C
Gambar 4. Hasil Uji Homogenitas Fisik Selama Penyimpanan
8 Minggu Pada Suhu Kamar dan Suhu 45° C
Keterangan : F 1 = Formula 1 krim plasebo
F 2 = Formula 2 krim ekstrak daun ciplukan 1%
F 3 = Formula 3 krimekstrak daun ciplukan 3%
F 4 = Formula 4 krim ekstrak daun ciplukan 5%
Hasil Uji Viskositas
Grafik Gengukuran Viskositas
Berdasarkan grafik diatas, hasil
pengukuran viskositas suhu kamar dan
suhu 45° C pada minggu awal (minggu
ke-0) dan setelah penyimpanan selama
8 minggu menunjukkan krim tidak
stabil, karena mengalami peningkatan
viskositas, contohnya 2118 cps
menjadi 2.400 setelah penyimpanan
selama 8 minggu. Pada proses
pembuatan, krim tersebut mengalami
pengadukan sehingga saat baru
terbentuk krim tersebut memiliki
viskositas yang lebih rendah
dibandingkan dengan viskositas krim
yang didiamkan selama 8 minggu,
dimana krim tersebut menjadi lebih
kental karena krim telah kembali pada
struktur yang seharusnya.
Hasil analisis statistik
menunjukkan hasil tidak signifikan
(P>0,05).
Hasil Uji pH
Grafik Pengukran pH
Hasil uji pH pada grafik
tersebut menunjukkan bahwa, krim
formula ke 2 pada suhu kamar dan
suhu 45° C mendekati nilai pH stabil
dari formula yang lain. Pada formula
plasebo, krim memiliki pH yang lebih
tinggi di bandingkan dengan formula
yang lain, sedangkan formula ke 4
menunjukkan formula yang
mengalami penurunan nilai pH paling
tinggi. Nilai rata – rata pH dari semua
krim sebesar 6,87. Nilai pH ini masih
dalam kisaran SNI yaitu 4,5 – 8,0.
Hasil analisis statistik
menunjukkan hasil tidak signifikan
(P>0,05).
Hasil Uji Stabilitas Pada Suhu
Kamar dan Suhu 45° C
. Hasil penyimpanan dalam suhu
kamar dan suhu 45° C dari minggu
awal (minggu ke-0) sampai minggu
terakhir (minggu ke-8) tidak terlihat
adanya pemisahan fase minyak dan
fase air. Pemisahan fase terjadi pada
formula ke 4 yang disimpan pada suhu
kamar dan suhu 45° C sejak minggu ke
2. Hal ini disebabkan ektrak yang di
tambahkan pada sediaan krim terlalu
banyak sebesar 5% sehingga terjadinya
pemisahan fase.
Hasil Uji Penerimaan Panelis
KESIMPULAN
G
Grafik Penerimaan Panelis
Hasil uji penerimaan panelis
menunjukkan bahwa, krim pencerah
yang paling disukai adalah formula ke
1, karena panelis sangat menyukai
krim yang berwarna putih dan
memiliki aroma yang kuat. Krim
pencerah yang tidak disukai adalah
formula ke 4, karena panelis tidak
menyukai krim yang berwarna coklat
hjiau tua dan memiliki aroma yang
lemah.
Hasil analisis statistik nilai
panelis terhadap formula pada
parameter aroma, warna dan tekstur
menunjukkan tidak signifikan
(P>0,05).
KESIMPULAN
Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan
beberapa hal antara lain:
1. Sediaan krim pencerah wajah
ekstrak daun ciplukan
(Physalis angulata L.) yang
mengandung ekstrak daun
ciplukan dapat menghambat
tirosinase sehingga bisa
mencerahkan wajah.
2. Uji stabilitas sediaan krim yang
paling stabil adalah formula ke
2 dengan konsentrasi 1%
secara organoleptik,
homogenitas, viskositas, pH
dan stabilitas pada suhu kamar
dan suhu 45° C.
3. Uji penerimaan panelis yang
sangat disukai adalah formula
ke 1 memakai plasebo dan
yang tidak disukai yaitu
formula ke 4 memakai ekstrak
daun ciplukan 5%.
Saran
Untuk perbaikan di masa depan
sebaiknya:
1. Perlu dibuat formulasi ekstrak
daun ciplukan dengan sediaan
semi solid lainnya
2. Perlu dilakukan uji secara in
vivo krim pencerah wajah
ekstrak daun ciplukan agar
dapat diketahui besarnya
efikasi pada kulit wajah
manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Andriyati. 2012. Buku Penuntun
praktikum Desain
Eksperimen, Program
Studi Farmasi, FMIPA,
Universitas Pakuan,
Bogor. Hal : 19-20.
Chang, T. S. (2009). An Updated
Review Of Tyrosinase
Inhibitors. 26 May 2009,
Int. J. Mol. Cci. 2009, 10,
2440-2475).
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. (1979).
Farmakope Indonesia,
Edisi III. Universitas
Indonesia, Jakarta : Hal-
57-58.
.(1985). Farmakope
Indonesia, Edisi III.
Direktorat Pengawasan
Obat dan Makanan,
Jakarta.
.(1989). Materia Medika
Indonesia. Edisi V.
Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Jakarta.
Mulyana. 2003. Pengaruh Kadar Air
Madu Dalam Formulasi
Krim tangan dan Badan
Terhadap Stabilitas
Emulsi Krim Selama
Penyimpanan. Skripsi.
Jurusan Ilmu Produksi
Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Mutschler, E. 1999. Dinamika Obat
Buku Ajar Farmakologi
Dan Toksikologi. Edisi V,
Institut Teknologi
Bandung, Bandung. Hal :
577-579.
Rahayu, Y. W. 2004. Aplikasi Malam
Lebah (Beeswax) Pada
Produk Krim Tangan dan
Badan. Skripsi.
Departemen Ilmu
Produksi Ternak.
Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Rajenda CE, Gopal SM, Mahabood
AN, Yashoda SV and
Manjula M. 2011.
Phythochemical
Screening of The
Rhizome of Kaemferia
galanga. International
journal of
Pharmacognosy and
Phytochemical Research.
3 (3) : 61-63.
Siswanto, WR. Rahayu, PI. Utami,
2010, Formulasi Gel
Herbal Tabir Surya
Ekstrak Etanol Rimpang
Kencur (Kaemferia
galanga L), Lap
Penelitian, Purwokerto
Supriyanti, F. M T. (1996). Isolasi dan
identifikasi kandungan
kimia dari daun dan kulit
batang tanaman
Artocarpus
heterophyllus., Laporan
Penelitian Proyek
Pembinaan &
Peningkatan Mutu tenaga
Kependidikan, FPMIPA
UPI Bandung.
Tano, E. 1999. Teknik Membuat
Kosmetik dan Tip
Kecantikan. Rineka
Cipta, Jakarta.
Trubus. 2011. Buku Herbal Praktis
Berkhasiat. Penerbit : PT
Trubus Swadaya, Jakarta.
Hal : 5
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran
Teknologi Farmasi.
Gadjah Mada University
Press. Universitas Gadjah
Mada, Yogyakarta.