Post on 25-Jun-2015
LAMPIRAN : KEPUTUSAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROPINSI SULAWESI TENGGARA NOMOR : 15 TAHUN 2010 TANGGAL : 15 SEPTEMBER 2010
REKOMENDASI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
ATAS LAPORAN KETERANGAN PERTANGGUNGJAWABAN GUBERNUR SULAWESI TENGGARA SELAKU KEPALA DAERAH
TAHUN ANGGARAN 2009
Sebagaimana diamanatkan Undang – Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang – Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD, bahwa DPRD memiliki tugas dan wewenang untuk meminta laporan keterangan pertanggungjawaban (LKPJ) kepala daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. LKPJ akhir tahun anggaran yang merupakan laporan informasi penyelenggaraan pemerintahan daerah selama tahun 2009, semestinya disampaikan kepada DPRD paling lambat 3 (tiga) bulan setelah tahun anggaran berakhir. Namun Gubernur baru dapat menyampaikan dalam Rapat Paripurna Dewan pada tanggal 23 Agustus 2010, yang berarti telah mengalami keterlambatan selama 5 (lima) bulan. Untuk itu, dewan berharap agar hal ini tidak terjadi lagi ditahun-tahun yang akan datang.
Menyikapi LKPJ tersebut, Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 mengamanatkan kepada DPRD untuk melakukan pembahasan internal sesuai tata tertib DPRD, dan dewan telah membentuk Panitia Khusus dengan Keputusan Pimpinan DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 6 Tahun 2010 tanggal 31 Agustus 2010, yang diberikan mandat penuh guna melakukan pendalaman atas LKPJ dan merumuskan keputusan DPRD berupa rekomendasi dalam rangka perbaikan penyelenggaraan pemerintahan daerah ke depan.
Rekomendasi dimaksud adalah berupa saran, masukan dan atau koreksi terhadap laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur terhadap penyelenggaraan urusan desentralisasi, penyelenggaraan tugas pembantuan dan penyelenggaraan tugas umum pemerintahan, sebagaimana diisyaratkan dalam Penjelasan Pasal 23 ayat (5) Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007.
Standar pemberian rekomendasi adalah kesesuaian dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan baik dalam hal muatan materi yang ketentuannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007 maupun substansi materi yang diatur dengan peraturan perundangan teknis lainnya seperti Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan serta Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008 tentang Urusan yang Menjadi Kewenangan Pemerintahan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara, dan lain sebagainya.
A. Arah Kibijakan Umum Pemerintahan Daerah
Menurut Pasal 19 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2007,
dikatakan bahwa arah kebijakan umum pemerintahan daerah memuat visi, misi,
strategis, kebijakan dan prioritas daerah.
Dalam Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Daerah (RPJMD), hal tersebut telah dijelaskan secara
komprehensif.
Mencermati arah kebijakan umum pemerintahan daerah yang disampaikan
dalam LKPJ halaman II-4 huruf B dan halaman II-6 huruf C, materi ”kebijakan”
dan ”prioritas” pembangunan daerah tidak sesuai dengan apa yang dijelaskan
dalam RPJMD.
Dalam LKPJ, dikatakan bahwa ”Strategi dan Arah Kebijakan Daerah”
meliputi 4 (empat) strategi pembangunan : pembangunan yang bertumpuh pada
manusia, pembangunan yang bertumpuh pada pusat – pusat pertumbuhan,
pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, pengarusutamaan
gender.
Sedangkan ”Prioritas Daerah” meliputi, pengembangan kualitas sumber daya
manusia, revitalisasi pemerintahan daerah, pembangunan ekonomi, pembangunan
kebudayaan dan mempercepat pembangunan infrastruktur.
Namun dalam RPJMD, materi ”Strategi” dan ”Arah Kebijakan” dijelaskan secara
terpisah. Materi ”Strategi” yang dimaksud meliputi : pembangunan yang
bertumpuh pada manusia, pembangunan yang bertumpuh pada pusat – pusat
pertumbuhan, pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan,
pengarus utamaan gender.
Dalam RPJMD juga dijelaskan, materi ”Arah Kebijakan” adalah
pembangunan kualitas sumber daya manusia, revitalisasi pemerintahan daerah,
pembangunan ekonomi, pembangunan kebudayaan, dan mempercepat
pembangunan infrastuktur dasar.
Begitu pula yang berkaitan dengan materi ” Prioritas Daerah” seperti yang telah
diuraikan dalam Bab V Arah Kebijakan Umum, Lampiaran Peraturan Daerah
Nomor 7 Tahun 2008 tentang RPJMD.
Dengan demikian, DPRD berpendapat bahawa muatan materi dari Arah
Kebijakan Umum pemerintahan daerah tidak dijelaskan sepenuhnya. Khusus yang
menjadi ”Prioritas Daerah” sebagaimana diuraikan dalam Bab V lampiran
Peraturan Daerah RPJMD dapat dilakukan secara bertahap dan terukur, dalam arti
dapat dijelaskan prosentase pencapaianya.
B. Kebijakan Umum Pengelolaan Keuangan Daerah
1. Pendapatan.
Target pendapatan Tahun Anggaran 2009 sebesar Rp. 1.264.926.577.780,-.
Terhadap realisasi pendapatan ini terjadi dua versi. Versi pertama dalam buku
LKPJ tertulis realisasi pendapatan sebesar : Rp. 1.034.373.416.325,-. Sedang
versi kedua seperti yang disampikan oleh gubernur dalam Rapat Paripurna
DPRD pada tanggal 23 Agustus 2010, realisasi pendapatan
Rp. 1.030.720.130.652.09,- atau 81,749%, terdapat selisih sebesar
Rp. 3.852.285.672.09,- . Terhadap kontropersi ini DPRD sangat perihatin.
Memperhatikan Prosentase penerimaan dari berbagai sumber pendapatan
sebagaimana diutarakan dalam buku LKPJ menunjukan bahwa sistem tata
kelola serta asumsi - asumsi yang dibangun dalam menetapkan berbagai
sumber pendapatan daerah ternyata belum memadai seperti apa yang
ditargetkan.
Fakta – fakta itu berbicara nyata kepada kita terutama pada sumber PAD yang
ditargetkan sebesar Rp.472.992.247.780,- yang bisa dicapai hanyalah sebesar
Rp. 269.775.6000.716,- atau hanya 57,04 % saja.
Bila kita mengevaluasi, maka yang paling jauh dari target penerimaan adalah
hasil pengelolaan kekayaan daerah yang ditargetkan Rp. 10.588.417.000,-
hanya tercapai Rp.4.871.003.708,- atau 46% bersumber dari laba BPD.
Ironisnya justru Badan Usaha Milik Daerah utamanya PD. Utama Sultra dan
PD. Percetakan Sultra tidak memberikan kontribusi terhadap PAD, bahkan
PD. Percetakan Sultra berdasarkan hasil audit Kantor Konsultan Publik,
memperoleh pemasukan sebesar Rp. 300 juta lebih tidak disetor ke Kas Daerah
akan tetapi digunakan secara langsung.
Yang paling anjlok adalah, lain - lain penerimaan daerah yang ditarget
Rp.250.595.887.780,- hanya terealisir sebesar Rp.68.380.642.822,- atau
sebesar 27,29%.
Anehnya yang dilaporkan dalam LKPJ halaman III.3 kedua sumber tersebut
dilaporkan seakan – akan mencapai target sehingga dinyatakan sebagai
penyumbang PAD terbesar.
Kenapa PAD perlu menjadi perhatian kita semua?. Hal ini disebabkan karena
indikator penilaian utama dalam pemberian otonomi ke daerah adalah
kemampuan daerah meningkatkan PADnya dari sumber yang ada didalam
daerah itu sendiri demi untuk kesejahteraan masyarakatnya.
Namun demikian masih ada setitik harapan yang mencerahkan yaitu
penerimaan pajak daerah 90,65 % dan retribusi daerah yang melampaui target
sebesar 109,80 %.
Fakta ini tidak sesuai dengan statemen yang disampaikan dalam LKPJ
halaman III.4 yang menyatakan bahwa kesadaran dan partisipasi masyarakat
untuk membayar pajak masih rendah.
2. Belanja
Kebijakan belanja daerah Tahun Anggaran 2009, yang bertujuan untuk
mendukung keberhasilan pembangunan demi teruwujudnya kesejahteraan
masyarakat (BANK-SEJAHTERA) sesuai visi, misi, dan proritas yang telah
ditetapkan ”sejatinya” harus bertumpu pada asas kepatuhan dan kepatutan pada
sistem yang telah ditetapkan didalam tata kelola keuangan negara atau
keuangan daerah, ketaatan kepada hukum dan peraturan perundang – undangan
yang berlaku serta tetap mempertimbangkan aspek - aspek 3E.
Terjadinya opini disclaimer dari LHP – BPK RI Perwakilan Sultra T.A. 2008
sebagian besar disumbang oleh faktor – faktor yang disebutkan diatas tadi.
Target dan realisasi belanja :
Pada APBD 2009 belanja direncanakan sebesar Rp.1.360.537.188.570,-
realisasi dinyatakan 100%. Terhadap Realisasi tersebut terjadi juga dua versi,
versi pertama yang tertulis dalam buku LKPJ dengan realisasi 100% yang
terdiri dari :
a. Belanja tidak langsung Rp.589.596.933.949,-
b. Belanja langsung Rp.773.940.254.621,-
Versi kedua seperti apa yang disampaikan laporan Gubernur dalam Rapat
Paripurna tanggal 23 Agustus 2010 bahwa realisasi belanja sebesar
Rp.1.119.970.384.224,15 (82,30%) atau terjadi selisih sebesar
Rp.240.566.870.396,85, (Rekapitulasi halaman 6).
Terhadap kontroversi angka – angka tersebut sekali lagi DPRD menyatakan
keperihatinan yang mendalam.
Mencermati trend perkembangan dan percepatan pembangunan sesuai dengan
tuntutan masyarakat maka diperlukan langkah konkrit dari pemerintah daerah
agar sedapat mungkin melakukan rasionalisasi belanja pegawai untuk
dialokasikan kedalam belanja modal, agar program dan kegiatan yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat dapat segera diwujudkan apalagi saat
ini kita sudah memasuki setengah dari masa jabatan Gubernur. Masih dari segi
belanja sorotan yang masih ramai dikritisi adalah bantuan keuangan kepada
Desa/Kelurahan dan Kecamatan. Disamping bermasalah pada sistem
penyaluran juga pada pengelolaan yang masih perlu dibenahi.
Untuk itu pemerintah daerah diminta tetap patuh pada aturan perundangan –
undangan yang berlaku. DPRD berpendapat program ini perlu evaluasi yang
menyeluruh agar kedepan kesimpang siuran tidak terjadi lagi.
3. Target Penerimaan Pembiayaan Daerah
Target penerimaan sebagaimana tercantum dalam buku LKPJ sebesar Rp.107.910.610.790,- realisasi 100%. Namun dalam laporan yang disampaikan Gubernur tanggal 23 Agustus 2010 realisasi penerimaan mencapai Rp.124.465.203.285,05 atau 115, 34%. Untuk ketiga kalinya dari perbedaan ini DPRD menyatakan keperihatinannya
Pengeluaran Rp.12.300.000.000,- realisasi pengeluaran pembiayaan sebesar Rp.4.205.897.507,- atau 34,19%.
Yang perlu diperhatikan oleh pemerintah daerah adalah pengeluaran pembiayaan dipergunakan untuk penentuan modal BUMD untuk peningkatan penyedian modal secara bertahap.
C. Penyelenggaraan Urusan Pemerintahan Daerah
Dalam buku LKPJ urusan wajib yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah berjumlah 21 urusan sedang dalam rekapitulasi yang disampikan oleh Gubernur pada Rapat Paripurna DPRD tanggal 23 Agustus yang lalu berjumlah 22. sedangkan menurut ketentuan peraturan perundang – undangan jumlah urusan wajib yang menjadi kewajiban Pemerintah Daerah seharusnya berjumlah 26 urusan
Dan urusan pilihan yang dilaksanakan dalam LKPJ berjumlah 9 urusan sedang yang disampikan pada Rapat Paripurna berjumlah 7 urusan. Yang semestinya menurut DPRD Prov. Sultra jumlah urusan adalah berjumlah 8
Kesimpang siuran seperti ini bisa juga dilihat dan dibaca pada tabel jumlah kecamatan seharusnya 180 tetapi dalam penjumlahan hanya 177 begitu juga dengan jumlah Desa/Kelurahan di Sulawesi Tenggara Tahun 2009 seharusnya berjumlah 1.984 Desa/Kelurahan tetapi dalam tabel tertulis 1.911 Desa/Kelurahan.
Penyelenggaraan urusan desentralisasi pada hakekatnya mensyaratkan pembagian urusan pemerintahan secara adil dan proporsional termasuk pengelolaan sumber daya alam. Hal ini telah dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota, yang juga telah diadopsi dalam Peraturan Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara Nomor 2 Tahun 2008 tentang urusan yang menjadi kewenangan Pemerintah Daerah Provinsi Sulawesi Tenggara.
Mencermati penyelenggaraan desentralisasi yang tertuang dalam LKPJ Gubernur yang meliputi urusan wajib dan urusan pilihan, Dewan berpendapat bahwa terdapat program dan kegiatan yang menjadi muatan materi LKPJ, bukan merupakan penyelenggaraan urusan desentralisasi. Urusan – urusan tersebut semestinya menjadi urusan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota, sedangkan urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan provinsi secara jelas telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008.
DPRD melihat bahwa dalam LKPJ Gubernur, yang menjadi tolok ukur penyelenggaraan urusan desentralisasi adalah SKPD yang menyelenggarakannya. Sedang DPRD berpendapat bahwa semestinya yang menjadi tolok ukur penyelenggaraan desentralisasi adalah urusannya. Suatu urusan dapat dikatakan berhasil atau memiliki kemajuan, jika urusan tersebut diurus/ditangani hingga mencapai prosentase pencapaian sesuai atau mendekati target yang diinginkan.
Dalam LKPJ juga tidak dijelaskan kegiatan, output, permasalahan dan solusi dari urusan pertanahan, urusan kependudukan dan catatan sipil, urusan keluarga berencana dan keluarga sejahtera, dan urusan statistik, padahal urusan-urusan tersebut merupakan urusan wajib dan telah diselenggarakan pemerintahan daerah. Demikian pula urusan ketransmigrasian, tidak dilaporkan pada urusan pilihan, melainkan dilaporkan pada urusan tenaga kerja, karena dikelola oleh SKPD yang sama yaitu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
DPRD berpendapat, semestinya urusan ketransmigrasian dilaporkan secara terpisah dari urusan tenaga kerja, walaupun dikelola oleh SKPD yang sama.
Untuk itu DPRD merekomendasikan, agar penyusunan LKPJ bagian penyelenggaraan urusan desentralisasi kiranya memperhatikan ketentuan Pasal 3 ayat (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 jo Pasal 3 ayat (2) dan Pasal 4 ayat (2) Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2008. Boleh jadi, satu urusan ditangani oleh dua atau lebih SKPD, demikian pula, satu SKPD boleh jadi mengurus dua atau lebih urusan. Namun, yang menjadi tolok ukur adalah urusannya, bukan SKPDnya.
Substansi materi lainnya adalah penyelenggaraan urusan desentralisasi yang disampaikan dalam LKPJ memuat program dan kegiatan yang bukan merupakan kewenangan pemerintahan daerah provinsi. Seperti urusan pendidikan, dengan program pendidikan anak usia dini dan kegiatannya, Rintisan Pembangunan Kelembagaan PAUD; Pengadaan Alat Bermain TK, ataupun kegiatan-kegiatan lainnya seperti rehabilitasi SD, SMP, SMU dan pengadaan buku-buku pelajaran, semestinya merupakan urusan pemerintahan daerah Kabupaten/Kota. DPRD berpendapat, tidak semua pendanaan yang berasal dari APBD yang dialokasikan pada setiap SKPD membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah provinsi sebagaimana tertuang dalam LKPJ, melainkan juga membiayai urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan Kabupaten/Kota, sebagaimana pembiayaan urusan pendidikan diatas.
Untuk itu, DPRD merekomendasikan agar SKPD-SKPD perlu memahami dan mengimplementasikan urusan-urusan yang menjadi kewenangannya sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2008.
Catatan-catatan lainnya sebagai rekomendasi dalam penyelenggaraan urusan desentralisasi dapat disampaikan sebagai berikut:
1. Penyelenggaraan kepegawaian daerah kiranya senantiasa memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, seperti pengadaan pegawai dan penempatan dalam jabatan struktural.
Dalam hal pengadaan pegawai, kiranya memperhatikan betul-betul atas dasar kebutuhan, baik dalam arti jumlah dan mutu pegawai maupun kompetensi yang diperlukan. Dalam proses seleksi pengadaan CPNSD supaya dilaksanakan secara transparan dan bebas dari KKN. Demikian pula halnya dengan penempatan PNSD dalam jabatan struktural, agar senantiasa memperhatikan standar kompetensi jabatan dalam hal ini kompetensi dasar dan kompetensi bidang. Hal ini perlu menjadi perhatian, karena pegawai daerah merupakan bagian paling strategis dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Ujung tombak pelayanan publik ada di pegawai daerah. Semakin terpenuhinya kelayakan dan kepatutan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan dalam pengadaan dan penempatan pegawai dalam jabatan struktural, semakin kecil pula peluang gagalnya penyelenggaraan pemerintahan daerah.
2. Sehubungan dengan terbengkalainya aset daerah baik dari segi pengelolaan dan
pendataan. untuk itu, dari segi kelembagaan DPRD merekomendasikan agar
perlunya peninjauan kembali terhadap eksistensi Bagian Perlengkapan di Biro
Umum Sekretariat Daerah dengan Dinas Pendapatan dan Aset Daerah
3. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah, dalam rangka penyelenggaraan urusan
desentralisasi, DPRD merekomendasikan agar setiap urusan yang
dikelola/diurus wajib dibuatkan payung hukum sebagai landasan operasionalnya
baik berupa peraturan daerah ataupun peraturan gubernur. Prinsip otonomi
daerah sesungguhnya adalah menjabarkan peraturan perundang-undangan yang
lebih tinggi menjadi peraturan daerah/peraturan gubernur untuk menjadi dasar
pelaksanaan urusan-urusan yang menjadi kewenangan pemerintahan
daerah/desentralisasi. Untuk itu, adalah kewajiban SKPD untuk merumuskan
atau menyiapkan kebijakan teknis sesuai dengan lingkup dan bidang tugasnya
dalam rangka penyelenggaraan urusan desentralisasi sebagaimana diamanatkan
Pasal 8 Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2008.
D. Penyelenggaraan Tugas Pembantuan
Terhadap penyelenggaraan tugas pembantuan, muatan materi yang disampaikan
dalam LKPJ hanya “program” saja, tidak disebutkan dan dijelaskan “kegiatan dan
pelaksanaan”, dari tugas pembantuan yang diterima. Bagian “kegiatan” dan
“pelaksanaan” menjadi perlu untuk disampaikan, agar urusan pemerintah yang
ditugas per-bantukan yang diterima Gubernur, dapat sinkron dengan urusan
pemerintahan daerah sebagaimana amanat Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2007 jo Pasal 42 ayat (1) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7
Tahun 2008.
Persoalan subtansi lainnya, DPRD menemukan dasar hukum penyelenggaraan
tugas pembantuan yang dijelaskan dalam LKPJ adalah Pasal 20 ayat (2) Undang -
Undang Nomor 32 Tahun 2004. Pasal tersebut bukanlah merupakan dasar hukum
penyelenggaraan tugas pembantuan yang diterima. Dasar hukum yang dimaksud
haruslah Peraturan Menteri terkait, dalam hal ini Peraturan Menteri Sosial,
Peraturan Menteri Pertanian, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan, Peraturan Menteri Kebudayaan dan Pariwisata serta Peraturan Menteri
Kesehatan, sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (5) Peraturan Pemerintah
Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
Selain itu, harus disertakan pula Peraturan Menteri Dalam Negeri dan Peraturan
Gubernur yang menjadi landasan penyelenggaraan tugas pembantuan
tersebut sebagaimana diatur dalam Pasal 42 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor
7 Tahun 2008.
Atas hal ini, DPRD merekomendasikan : agar LKPJ ditahun-tahun berikutnya,
muatan materi dan substansi materi penyelenggaraan tugas pembantuan betul-betul
memperhatikan ketentuan Pasal 21 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun
2007 tentang Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah,
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah kepada DPRD, dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Masyarakat,
dan pasal 39 ayat (5) Pasal 42 ayat (1), (2) dan (3) Peraturan Pemerintah Nomor 7
tahun 2008 tentang Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.
E. Penyelenggaraan Tugas Umum Pemerintahan
Terhadap muatan dan sistematika LKPJ bagian penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan, DPRD memberikan apresiasi dan penghargaan atas kesesuaian dan
kepatuhan terhadap Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007.
Namun secara substansi materi, DPRD merekomendasikan :
1. Kerjasama antar daerah baru sebatas wacana tetapi kesepakatan kerjasama
belum pada tataran implementatif. Permasalahannya sebagaimana tertuang
dalam LKPJ, belum adanya lembaga teknis yang menangani kesepakatan
kerjasama. Untuk itu Gubernur menawarkan solusi dengan membentuk lembaga
teknis yang menangani pelaksanaan kerjasama antar daerah.
Atas tawaran solusi ini, DPRD berpendapat agar SKPD-SKPD yang relevan
dengan bidang-bidang yang menjadi objek kerjasama dapat ditingkatkan
koordinasinya dengan membentuk tim khusus, yang beranggotakan
SKPD-SKPD terkait untuk menindaklanjuti bentuk-bentuk kerjasama yang telah
dibangun Gubernur.
Hal lainnya yang menjadi bagian kerjasama antar daerah khususnya yang
membebani masyarakat dan daerah seharusnya dikomunikasikan juga dengan
DPRD, karena salah satu tugas dan wewenang DPRD adalah memberikan
persetujuan terhadap rencana kerja sama dengan daerah lain atau dengan pihak
ketiga yang membebani masyarakat dan daerah.
2. Begitu juga halnya kerjasama dengan pihak ketiga, DPRD mendesak agar semua
kerjasama dengan pihak ketiga betul – betul dapat memberikan manfaat secara
langsung terhadap masyarakat dan daerah, serta pelaksanaannya disampaikan
kepada pihak DPRD sesuai dengan Tugas dan Fungsi DPRD.
3. Terhadap instansi-instansi vertikal, kiranya lebih ditingkatkan kembali
komunikasinya melalui rapat-rapat koordinasi, dan DPRD merekomendasikan
agar rapat koordinasi dengan instansi vertikal perlu diagendakan secara rutin
minimal sebulan sekali. Khusus koordinasi dengan Instansi Vertikal di daerah
DPRD meminta perhatian khusus agar sengketa lahan TNI AU dengan warga
Kec. Konda, Kec. Ranomeeto dan Kec. Ranomeeto Barat, Kab. Konawe
Selatan kiranya dapat diselesaikan sebagaimana yang menjadi kesepakatan
Komisi I DPRD dengan Biro Hukum dengan membentuk Tim Terpadu, untuk
segera ditindaklanjuti.
4. Terhadap Pembinaan Batas Wilayah DPRD meminta agar pemerintah daerah
dapat menuntaskan batas wilayah antara batas wilayah Provinsi Sulawesi
Tenggara dan Provinsi Sulawesi Tengah. Begitu pula halnya dengan batas
wilayah antara Kabupaten/Kota di Provinsi Sulawesi Tenggara.
5. Pencegahan dan Penanggulangan Bencana, DPRD berpendapat agar pencegahan
dan penanggulangan bencana bukan saja dilakukan pada bencana alam
sebagaimana dilaporkan dalam LKPJ, tetapi juga selain bencana alam seperti
kebakaran hutan, kecelakaan transportasi, dan bencana lain akibat ulah manusia
seperti bencana sosial seperti kerusuhan atau konflik di masyarakat sebagaimana
pernah disampaikan Gubernur pada rapat paripurna dewan tanggal 2 Maret 2009
saat Penjelasan Gubernur terkait raperda pembentukan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah.
6. Penyelenggaraan Ketentraman dan Ketertiban Umum. Dalam hal ini DPRD
meminta keseriusan pemerintah daerah agar betul – betul tercipta Kantibmas
sesuai dengan kewajiban kepala daerah yang diatur dalam perundang –
undangan.
Selain rekomendasi dan hal – hal yang telah disampaikan diatas tadi, ada beberapa
rekomendasi yang meminta perhatian khusus dari saudara Gubernur:
1. Aspek Perencanaan Pembangunan Daerah.
Pada aspek perencanaan, seharusnya Pemerintah Daerah memberikan ruang
kepada DPRD untuk bersama – sama menyusun rencana/program yang
diusulkan masyarakat melalu hasil reses DPRD.
2. Mekanisme penyusunan RAPBD selama ini belum sepenuhnya memenuhi
ketentuan peraturan perundang – undangan baik dari segi tahapan maupun
waktu.
3. Perencanan dan target penerimaan PAD belum mencerminkan kondisi riil dari
sumber – sumber yang ditetapkan, karenanya perlu evaluasi secara
komprehensif.
4. Perlu perbaikan pada tata kelola keuangan daerah baik dari segi manajemen,
administrasi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang - undangan, untuk itu
peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia bidang keuangan harus menjadi
proritas.
5. Koordinasi antar unit kerja dan koordinasi antar SKPD kurang efektif. Hal ini
sangat mempengaruhi kinerja dan pencapaian target dari program. Untuk itu
meminta Gubernur melakukan evaluasi.
6. Program Bahteramas perlu evaluasi secara menyeluruh terutama Bantuan
keuangan kepada Desa / Kelurahan dan Kecamatan, untuk itu DPRD meminta
Gubernur agar dengan sungguh – sungguh membenahi masalah ini.
7. DPRD merekomendasikan kepada Gubernur agar tim penyusun/persiapan
LKPJ 2009 dievaluasi. Fakta yang terlihat saat ini kinerja tim tidak bisa
dipertanggunjawabkan, telah terjadi kesimpang siuran data dan angka – angka
yang berpotensi menimbulkan kesalahan interpretasi terhadap LKPJ yang
dibahas saat ini.
DPRD meminta Gubernur agar dengan sungguh – sungguh memperhatikan
rekomendasi DPRD yang disampaikan pada Rapat Paripurna Istimewa hari ini. Hal ini
perlu disampaikan kembali karena beberapa rekomendasi yang sama telah disampaikan
oleh DPRD pada pembahasan LKPJ tahun 2008 yang lalu, dan ternyata masih ada
yang belum dilaksanakan.
Ditetapkan di Kendari Pada tanggal 15 September 2010
PIMPINAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI SULAWESI TENGGARA
WAKIL KETUA,
MUH. ENDANG SA, S.Sos
WAKIL KETUA,
Drs. SABARUDDIN LABAMBA, M.Si
WAKIL KETUA,
LA PILI, S.Pd