Post on 16-Sep-2018
i
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik PLN
Pada Kelompok Pelanggan Rumah Tangga (R-1 900 VA)
di Kabupaten Purworejo
Tahun 2002-2008
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi dan Memenuhi Syarat-Syarat Untuk Mencapai
Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh :
CATUR SUTRISWANTO AJI
F1105010
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
ii
BAB I
Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Energi merupakan sumber daya yang dibutuhkan oleh kehidupan dan bagi
pembangunan, terutama untuk mendukung proses industrialisasi. Pembangunan
energi diarahkan untuk mendorong kegiatan pembangunan ekonomi dan
meningkatkan kesejahteraan rakyat serta memenuhi kebutuhan energi masyarakat
dengan menjamin tersedianya energi dan meningkatkan mutu pelayanannya.
Pembangunan energi harus memperhatikan kelestarian energi untuk jangka panjang,
kebutuhan energi dalam negeri, peluang ekspor dan keselamatan serta kelestarian
fungsi lingkungan hidup. Untuk menjaga kelestarian sumber daya tersebut perlu
diupayakan pemanfaatan secara optimal dan penggunaan peralatan dan teknologi
hemat energi dalam rangka kebijakan energi nasional yang menyeluruh dan terpadu.
Listrik sebagai komoditi tidak dapat disimpan dalam jumlah besar. Listrik
harus dibangkitkan dan diproduksi seketika serta langsung disalurkan kepada
pemakai akhir dalam kuantitas dan kualitas yang tepat saat dibutuhkan. Hal ini
berbeda dengan BBM yang dapat disimpan dalam tanki untuk beberapa waktu sambil
menyesuaikan dengan kebutuhan, karena itu perencanaan pengembangan tenaga
listrik perlu dilakukan secara cermat, terutama proyeksi kebutuhan masa depan.
Penyediaan tenaga listrik harus seimbang dengan jumlah yang dibutuhkan. Energi
lisrik yang berlebih mengakibatkan kapasitas yang terpasang yang ada tidak
termanfaatkan, sehingga biaya persatuan kwh menjadi mahal. Begitu pula sebaliknya,
iii
kekurangan persediaan listrik akan menyebabkan pemadaman bahkan menjurus pada
kerawanan sosial dan politik. Dengan demikian keseimbangan pasar tenaga listrik
sangat penting, sehingga perlu dilakukan pemantauan dan penyesuaian terus-menerus
dari waktu ke waktu.
Listrik merupakan satu energi vital pendukung pembangunan dalam suatu
negara. Namun dalam skala besar saat ini belum ada teknologi yang cukup efisien
digunakan untuk menyimpan energi listrik yang dihasilkan oleh sebuah pembangkit
atau lebih sering disebut dengan generator, yang kemudian langsung didistribusikan
kepada konsumen akhir dengan mutu dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan saat
itu (Listrikita, 2006).
Tabel 1. Produksi dan Pembelian Tenaga Listrik di Jateng, Jawa, dan Indonesia
Tahun 2000-2006 dalam (GWh).
Tahun
Nasional Jawa Jawa Tengah
Produksi Dibeli Produksi Dibeli Produksi Dibeli
2000 84,190.14 9,135.14 66,617.29 8,301.12 0.38 -
2001 88,354.71 13,299.21 68,853.02 12,357.80 0.57 -
2002 89,293.24 19,066.61 68,787.48 17,671.11 0.28 -
2003 92,480.92 20,538.76 70,836.85 19,110.26 0.52 -
2004 96,191.17 24,053.14 73,163.69 22,236.90 0.28 9.22
2005 101,282.09 26,087.70 77,470.63 23,477.59 0.21 49.32
2006 104,468.62 28,639.75 79,909.22 24,865.86 0.3 57.49
Jumlah 656,260.89 140,820.31 505,638.18 128,020.64 2.54 116.03
Sumber: DJLPE ESDM dan PT. PLN (Persero), diolah.
iv
Berdasarkan data pada tabel 1 diatas terlihat bahwa produksi dan pembelian
tenaga listrik baik secara nasional maupun di pulau jawa dari tahun ke tahun terus
mengalami kenaikan sedangkan untuk propinsi jawa tengah untuk produksi tenaga
listrik mengalami pasang surut ini terlihat dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2001
mengalami kenaikan sebesar 0,19 GWh sedangkan untuk tahun 2001 sampai dengan
tahun 2002 mengalami penurunan produksi sebesar 0,29 GWh dan pada tahun 2002
sampai dengan tahun 2003 mengalami kenaikan lagi sebesar 0,24 GWh akan tetapi
pada tahun 2004 mengalami penurunan produksi lagi sebesar 0,24 GWh. Untuk tahun
berikutnya mengalami penurunan produksi yaitu sebesar 0,07 GWh pada tahun 2005
akan tetapi pada tahun 2006 terjadi kenaikan produksi sebesar 0,09 GWh dan untuk
pembeliannya mengalami kenaikan dari tahun ke tahun dari tahun 2004 sampai
dengan tahun 2006.
Tenaga listrik sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia diera
modern ini, karena hampir semua sektor industri bergantung pada energi listrik yang
dihasilkan oleh PT. PLN (Persero). Saat ini energi listrik sudah digolongkan sebagai
kebutuhan pokok suatu daerah yang digunakan oleh empat kelompok pemakai listrik.
Kelompok pemakai tersebut adalah kelompok rumah tangga, industri, bisnis, dan
umum (Hasid, 2005:20). Golongan rumah tanggalah yang merupakan kelompok
pemakai energi listrik paling besar dalam setiap tahunnya. Didalam kelompok rumah
tangga, listrik digunakan sebagai penerangan dan alat untuk mempermudah pekerjaan
sehari-hari. Pada kelompok industri, seperti industri tekstil, alat berat, makanan, dan
lain-lain. Listrik merupakan motor penggerak utama terselenggaranya proses
produksi. Dalam kelompok bisnis yang meliputi berbagai bidang usaha seperti
v
penginapan, tempat hiburan, rumah makan, dan sebagainya. Sedangkan kelompok
umum meliputi sosial, penerangan jalan umum dan kepentingan multiguna.
Penggunaan listrik untuk kepentingan multiguna bersifat sementara contohnya untuk
keperluan pesta, pameran, dan acara-acara khusus lain. Listrik juga menjadi
kebutuhan wajib dalam menjalankan aktivitas usaha. Dengan listrik semua pekerjaan
dapat dikerjakan dengan lebih praktis, apalagi dijaman serba cepat seperti sekarang
ini, peralatan-peralatan kerja, perabot rumah tangga, bahkan sampai mainan anak-
anak menggunakan tenaga listrik. Tidak hanya di kota saja yang menganggap listrik
sudah merupakan barang kebutuhan pokok, tetapi di desa juga begitu. Dengan
demikian jaringan listrik semakin luas karena masyarakat desa sudah bisa menikmati
adanya listrik, sehingga permintaan dan konsumsi akan listrik semakin meningkat.
Konsumsi energi listrik terus mengalami peningkatan pada setiap tahunnya.
Semakin bertambah penduduknya maka konsumsi listrik juga akan mengalami
peningkatan mengingat kebutuhan energi listrik sangat vital penggunaanya bagi
masyarakat. Hal ini di tunjukan oleh besarnya jumlah Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) perkapita menurut lapangan usaha atas dasar harga berlaku, dari tahun
ke tahun mengalami peningkatan dan terbesar dari sektor: Pertanian (Bahan makanan,
Perkebunan rakyat, Peternakan, Kehutanan, Perikanan); Industri pengolahan;
Perdagangan.
Tenaga listik merupakan salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang cukup
penting dan menyangkut kepentingan umum, maka pengelolaannya menjadi
tanggung jawab pemerintah walaupun dimungkinkan sektor swasta untuk berperan
didalamnya. Listrik termasuk kebutuhan dasar masyarakat modern baik yang tinggal
vi
di daerah perkotaan maupun pedesaan, maka mendorong pemerintah untuk
meningkatkan penyediaan tenaga listrik dengan melaksanakan program
pengembangan tenaga listrik. Permintaan energi listrik terus mengalami peningkatan
untuk setiap tahunnya. Hal ini disebabkan semakin tingginya konsumsi listrik oleh
masyarakat di Kabupaten Purworejo. Sejalan semakin membaiknya kondisi
perekonomian akibat pembangunan yang terus menerus dilakukan oleh pemerintah
dan masyarakat. Dalam penggolongan untuk aktivitas sektor ekonomi dapat dibagi
menjadi 4 (empat) kelompok, yaitu Rumah Tangga, Usaha, Industri, dan Umum.
Rumah tangga adalah kelompok pelanggan yang menggunakan listrik sebagai
salah satu energi yang dipakai dalam memenuhi kebutuhannya. Kelompok usaha
terdiri dari usaha penginapan, rumah makan, perdagangan, jasa keuangan, jasa
hiburan, dan jasa sosial. Kelompok industri berupa industri makan, tekstil, logam,
permesinan dan industri lainnya. Semua kelompok ini sebagai konsumen listrik,
kebutuhannya terus meningkat.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka akan diadakan penelitian
dengan judul “ Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada
kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo
tahun 2002-2008.”
a. Rumusan Masalah
Mengingat permintaan akan energi listrik yang terus meningkat, terutama
pada kelompok pelanggan rumah tangga. Maka akan dilakukan analisa tentang
vii
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan
rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo.
Berdasarkan latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan beberapa
masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut:
2. Bagaimana pengaruh PDRB terhadap konsumsi listrik PLN pada kelompok
pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo?
3. Bagaimana pengaruh tarif dasar listrik terhadap konsumsi listrik PLN pada
kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo?
4. Bagaimana pengaruh harga minyak tanah terhadap konsumsi listrik PLN pada
kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo?
E. Tujuan Penelitian
Dengan melihat pada perumusan masalah diatas, maka penelitian yang
dilakukan ini mempunyai beberapa tujuan sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh PDRB terhadap konsumsi
listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo.
b. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh tarif dasar listrik terhadap
konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA)
di Kabupaten Purworejo.
c. Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh harga minyak tanah terhadap
konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA)
di Kabupaten Purworejo.
viii
i. Kegunaan Penelitian
Dengan adanya penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi
listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo yang dipengaruhi oleh PDRB, tarif, dan harga minyak tanah maka penulis
bermaksud untuk:
a. Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan
kebijakan perlistrikan dan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok
pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo.
b. Dapat dijadikan sebagai masukan kepada PLN di Kabupaten Purworejo agar
dapat memberikan pelayanannya sebagai penyedia listrik di daerah dengan
baik.
c. Bagi peneliti dapat digunakan sebagai latihan dalam penulisan yang bersifat
ilmiah dan untuk acuan dalam melakukan penelitian selanjutnya.
ix
BAB II
Landasan Teori
a. Pengertian Konsumsi
Dalam kehidupan sehari-hari, istilah konsumsi dapat dikaitkan dengan
makanan dan minuman yang diperlukan untuk melakukan kegiatan tertentu. Dalam
ilmu ekonomi, konsumsi tidak hanya terbatas pada persoalan makan dan minum,
tetapi juga menyangkut semua kebutuhan hidup di masyarakat, baik kebutuhan
jasmani maupun rohani.
Konsumsi merupakan suatu perilaku ekonomi yang asasi dalam kehidupan
manusia. Setiap makhluk hidup pasti melakukan aktivitas konsumsi termasuk
manusia. Pengertian konsumsi dalam kehidupan sehari-hari yang diartikan dengan
perilaku makan dan minum (Yuliadi, 2001:282). Jadi, dapat diartikan bahwa
konsumsi adalah setiap perilaku seseorang untuk menggunakan dan memanfaatkan
barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Konsep konsumsi berasal dari kata bahasa inggris ”Consumption” yang
berarti pembelanjaan yang dilakukan oleh rumah tangga atas barang-barang akhir dan
jasa-jasa dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan dari orang yang melakukan
pembelanjaan tersebut (www.wikipedia.com). Untuk memenuhi berbagai macam
kebutuhan tersebut maka diperlukan barang dan jasa. Menurut Yuliadi (2001:283),
barang-barang konsumsi mempunyai ciri-ciri, diantaranya:
1. Barang yang dikonsumsi adalah barang yang dihasilkan oleh manusia. Barang
yang dikonsumsi ditujukan langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup.
x
Penggunaan cangkul, gergaji, mesin, bangunan kantor, dan barang modal lainnya
pada hakikatnya ditujukan untuk menghasilkan barang atau jasa sehingga tidak
dapat dimasukan dalam pengertian konsumsi.
2. Barang yang dikonsumsi akan mengalami penyusutan sedikit demi sedikit
sehingga lama-lama tidak dapat digunakan lagi.
Dari pengertian tentang ciri-ciri barang konsumsi diatas, secara umum
barang semacam itu dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
a. Barang yang dapat dipakai sekali saja, seperti makanan, minuman, dan obat-
obatan.
b. Barang yang dapat dipakai beberapa kali, seperti pakaian, perabot rumah tangga,
dan kendaraan. Barang-barang seperti itulah yang akan mengalami penyusutan
secara berangsur-angsur atau kegunaannya semakin berkurang sehingga akhirnya
tidak dapat digunakan lagi.
Menurut definisi dari Biro Pusat Statistik (BPS), secara umum konsumsi
dibagi dua macam yaitu konsumsi makanan dan konsumsi bukan makanan. Konsumsi
makanan yaitu segala pengeluaran dalam bentuk makanan dan minuman. Sedangkan
konsumsi bukan makanan yaitu segala pengeluaran pakaian, hiburan, pendidikan,
perumahan, kesehatan, dan lain-lain. Kemudian dalam ilmu ekonomi makro, pelaku
konsumsi dibagi ke dalam dua macam yaitu konsumsi masyarakat dan konsumsi
pemerintah. Secara makroagregat pengeluaran konsumsi masyarakat berbanding lurus
dengan pendapatan nasional. Semakin besar pendapatan, maka semakin besar pula
pengeluaran konsumsinya (Dumairy, 1997:114).
xi
Tujuan kegiatan konsumsi adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup secara
langsung. Hal ini berarti, bahwa penggunaan barang di luar tujuan tersebut tidak
dapat dimasukan sebagai kegiatan konsumsi. Misalnya suatu kendaraan dapat
digunakan secara langsung untuk memenuhi kebutuhan hidup pemiliknya atau
disewakan kepada orang lain. Apabila digunakan sendiri oleh pemiliknya kendaraan
itu merupakan barang konsumsi. Akan tetapi jika disewakan maka kendaraan itu
bukan merupakan barang konsumsi.
1. Teori-Teori Konsumsi
a. Teori Konsumsi Keynes
Dalam buku the General Theory (1936) Keynes mengemukakan fungsi
konsumsi yang didasarkan pada teori hipotesis pendapatan mutlak (absolute income
hypothesis). Oleh karena itu, hubungan antara pendapatan dan konsumsi merupakan
fungsi konsumsi jangka pendek. Persamaan fungsi konsumsi tersebut adalah :
CC + cY
Dimana C adalah konsumsi, C adalah konstanta (konsumsi otonomi), yaitu tingkat
konsumsi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional. c adalah kecenderungan
mengkonsumsi marjinal, Y merupakan pendapatan disposabel.
Fungsi konsumsi diatas terbentuk berdasarkan tiga dugaan (Mankiw,
2003:425):
7. Kecenderungan mengkonsumsi marjinal (marginal propensity to consume) adalah
antara nol dan satu, keynes menulis tentang hukum psikologis bahwa manusia
diatur, sebagai sebuah peraturan dan berdasarkan rata-rata untuk meningkatkan
xii
konsumsi ketika pendapatan naik, tetapi tidak sebanyak kenaikan pendapatan
mereka.
8. Kecenderungan mengkonsumsi rata-rata (average propensity to consume) turun
ketika pendapatan naik.
9. Konsumsi ditentukan oleh pendapatan sekarang dan tingkat bunga tidak memiliki
peranan penting.
i. Hipotesis Pendapatan Relatif
Hipotesis ini dikemukakan oleh James S. Duesenberry. Menjelaskan bahwa
konsumsi merupakan fungsi dari pendapatan saat ini relatif dalam perbandingannya
dengan pendapatan tertinggi yang pernah dicapai sebelumnya. Demikian juga
konsumsi masyarakat sekitar akan memberi pengaruh terhadap konsumsi seseorang.
Akibatnya jika tingkat pendapatan individu itu bertambah tinggi maka konsumsi akan
meningkat secara proporsional terhadap peningkatan pendapatan tersebut. Tetapi jika
pendapatan turun, maka konsumsi turun secara proporsional mengikuti fungsi
konsumsi jangka pendek. Jadi fungsi dasar hipotesis pendapatan relatif adalah fungsi
konsumsi jangka panjang. Kemudian fungsi konsumsi jangka pendek diperoleh
dengan melihat pergeseran pendapatan jangka pendek (Suparmoko, 1998:71).
c. Hipotesis Daur-Hidup
Hipotesis ini dikemukakan oleh Franco Modigliani. Modigliani menekankan
bahwa pendapatan bervariasi secara sistematis selama kehidupan seseorang dan
tabungan membuat konsumen dapat menggerakan pendapatan dari masa hidupnya
(Mankiw, 2003:439).
xiii
Karena orang cenderung menerima pendapatan rendah saat usia muda, tinggi
saat usia menengah, dan pendapatan berkurang saat usia tua. Rasio tabungan akan
berfluktuasi mengikuti perkembangan umur. Saat usia muda memiliki tabungan
negatif, usia menengah menabung dan membayar kembali pinjaman pada masa muda,
dan usia tua akan mengambil tabungan.
Fungsi konsumsi daur-hidup : YWC
Dimana parameter adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal dari kekayaan,
adalah kecenderungan mengkonsumsi marjinal pendapatan. Dari fungsi konsumsi
tersebut dapat dinyatakan konsumsi bergantung pada kekayaan dan pendapatan
(Mankiw, 2003:440).
d. Hipotesis Pendapatan Permanen
Hipotesis pendapatan permanen dikemukakan oleh Milton Friedman dalam
bukunya A Theory Of The Consumption Function. Hipotesis tersebut melengkapi
hipotesis daur-hidup yang berpendapat bahwa konsumsi rumah tangga ditentukan
oleh pendapatan jangka panjang. Menurut Friedman konsumsi seharusnya bergantung
terutama pada pendapatan permanen karena konsumen menggunakan tabungan dari
pinjaman untuk meratakan konsumsi dalam menanggapi perubahan-perubahan
transitoris dalam pendapatan (Mankiw, 2003).
Yang dimaksud dengan pendapatan permanen menurut Friedman adalah
pendapatan jangka panjang rata-rata yang diharapkan akan diterima dari human and
nonhuman wealth. Pendapatan permanen pada suatu periode tertentu dipengaruhi
oleh dua faktor, yaitu pendapatan permanen pada tahun sebelumnya dan persentase
xiv
dari perbedaan diantara pendapatan masa kini dengan pendapatan permanen pada
tahun sebelumnya (Sukirno, 2000).
Dari penjelasan diatas, disimpulkan bahwa fungsi konsumsi menurut
Friedman adalah
PYC
Dimana adalah konstanta yang mengukur bagian dari pendapatan permanen yang
dikonsumsi. PY adalah pendapatan permanen.
a. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi
Penentuan tingkat konsumsi rumah tangga selain dari pendapatan, ada
beberapa faktor lain yang mempengaruhi seseorang untuk melakukan konsumsi.
Adapun faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut (Sukirno, 2000:101-02):
a. Kekayaan
Kekayaan seseorang memiliki pengaruh besar terhadap konsumsi otonominya.
Orang yang tidak memiliki kekayaan atau miskin tidak akan membeli barang-barang
mewah. Mereka hanya akan membeli barang-barang kebutuhan dasar seperti
makanan. Sebaliknya, seseorang yang digolongkan dalam kelompok orang kaya akan
mampu untuk membeli barang-barang superior. Contoh ini jelas menunjukan bahwa
kekayaan dapat mempengaruhi pola konsumsi rumah tangga.
b. Ekspektasi
Ekspektasi mengenai keadaan dimasa datang sangat mempengaruhi konsumsi
rumah tangga pada masa sekarang. Keyakinan bahwa dimasa mendatang akan
memperoleh pendapatan yang lebih tinggi akan mendorong rumah tangga
xv
meningkatkan konsumsinya sekarang. Keadaan ekonomi yang diharapkan semakin
pesat perkembangannya dimasa depan biasanya mendorong rumah tangga untuk
meningkatkan pengeluaran konsumsinya.
c. Jumlah Penduduk
Dalam analisis mengenai pengeluaran agregat yang diperhatikan adalah
konsumsi penduduk diseluruh negara. Oleh sebab itu, tingkat konsumsi bukan hanya
tergantung tingkat pendapatan yang diperoleh seseorang tetapi juga yang diterima
penduduk secara keseluruhan. Sebagai contoh, penduduk Singapore menerima
pendapatan lebih tinggi daripada Indonesia apabila dihitung dari segi keseluruhan
jumlah konsumsi Indonesia lebih besar dari Singapore. Keadaan ini menunjukan
bahwa disamping tingkat pendapatan individu, perlu juga diperhatikan jumlah
penduduk dalam menganalisis tingkat konsumsi masyarakat.
d. Suku Bunga
Menurut pandangan Klasik, semakin tinggi suku bunga maka tabungan yang
akan diciptakan masyarakat meningkat. Keynes mempunyai pendapat yang
bertentangan. Menurut pendapatnya tingkat tabungan masyarakat sepenuhnya
ditentukan oleh pendapatan masyarakat tersebut dan suku bunga tidak akan
mempengaruhi. Dalam prakteknya tidak dapat disangkal bahwa suku bunga
mempengaruhi tabungan namun tidak sebesar yang diyakini oleh ekonom Klasik.
e. Tingkat Harga
Apabila dalam suatu perekonomian mengalami inflasi, pendapatan riil
masyarakat mengalami perubahan. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap konsumsi.
xvi
Konsumsi secara nominal tidak berpengaruh namun konsumsi secara riil akan
menurun.
Selain faktor-faktor yang disebutkan diatas, terdapat pula faktor penting
lainnya yang mempengaruhi konsumsi (Suparmoko,1998:79-80):
1. Selera
Di antara orang-orang yang berumur sama dan berpendapat sama, beberapa
orang dari mereka mengkonsumsi lebih banyak daripada yang lain. Hal ini
dikarenakan adanya perbedaan sikap dalam penghematan. Bila masyarakat mengubah
sikap maka fungsi konsumsi agregat akan berubah. Sebagai contoh, bila selera
masyarakat menurun, masyarakat memutuskan untuk mengurangi konsumsi.
Pengurangan konsumsi akan menggeser fungsi konsumsi (jangka pendek) ke bawah.
2. Faktor Sosial Ekonomi
Beberapa yang termasuk dalam faktor sosial ekonomi antara lain: umur,
pendidikan, pekerjaan, dan keadaan keluarga. Biasanya kelompok usia muda
memiliki pendapatan yang tinggi dan mencapai puncaknya pada usia pertengahan.
Pada kelompok usia tua pendapatan akan turun. Demikian juga dengan pendapatan
yang di tabung, kelompok usia muda dan pertengahan adalah tinggi sedangkan
kelompok usia tua adalah rendah. Yang berarti konsumsi relatif tinggi pada usia muda
dan tua tetapi rendah pada usia pertengahan. Dengan adanya perbedaan konsumsi
dalam kelompok umur maka naiknya umur rata-rata penduduk akan mengubah fungsi
konsumsi agregat.
xvii
3. Keuntungan/kerugian kapital (Windfall)
Keuntungan kapital akan meningkatkan hasil bersih dari kapital sehingga
mendorong tambahnya konsumsi. Sebaliknya dengan adanya kerugian kapital akan
menurunkan konsumsi. Beberapa ahli ekonomi memiliki pandangan yang berbeda
mengenai hubungan antara keuntungan/kerugian kapital dengan konsumsi. John J.
Arena mengemukakan bahwa tidak ada hubungan antara konsumsi agregat dengan
keuntungan kapital. Karena sebagian saham dipegang oleh orang-orang yang
berpendapatan tinggi, konsumsi mereka tidak terpengaruh oleh perubahan saham
jangka pendek. Menurut Kul B. Bhatia dan Barry Boswort ada hubungan yang positif
antara konsumsi agregat dengan keuntungan kapital
a. Pengertian Permintaan
6. Definisi Permintaan
Menurut pengertian sehari-hari permintaan diartikan secara absolut yaitu
jumlah barang yang dibutuhkan. Jalan pikiran ini berangkat dari titik tolak bahwa
manusia mempunyai kebutuhan. Atas kebutuhan ini individu tersebut mempunyai
permintaan akan barang, semakin banyak penduduk suatu negara makin besar
permintaan masyarakat akan jenis barang (Sudarsono, 1992: 8).
Dalam menganalisis permintaan perlu dibedakan antara istilah permintaan
dengan jumlah barang yang diminta. Pengertian permintaan adalah keadaan
keseluruhan dan hubungan diantara harga dan jumlah permintaan, sedangkan jumlah
barang yang diminta dimaksudkan sebagai banyaknya permintaan pada suatu tingkat
harga tertentu (Arsyad, 1987:26).
xviii
Permintaan menurut ilmu ekonomi diartikan sebagai jumlah barang yang
dibeli oleh sejumlah konsumen dengan harga tertentu pada waktu dan tempat tertentu
(Samuelson, 2003). Permintaan yang didukung oleh kekuatan daya beli disebut
permintaan efektif, sedangkan permintaan yang hanya didasarkan atas kebutuhan saja
disebut sebagai permintaan absolut atau potensial (Sudarsono, 1998).
Teori permintaan menerangkan sifat dari permintaan pembeli pada suatu
komoditas (barang dan jasa) dan juga menerangkan hubungan antara jumlah yang
diminta dan harga serta pembentukan kurva permintaan. Analisis permintaan
merupakan alat yang penting untuk:
A. Memahami respon harga dan kuantitas suatu komoditas terhadap perubahan
variabel-variabel ekonomi (misalnya variabel perubahan teknologi, selera
konsumen, harga komoditas lain, harga faktor produksi).
B. Menganalisis interaksi yang kompetitif antara penjual dan pembeli dalam
menghasilkan harga dan kuantitas suatu komoditas.
C. Menunjukan kebebasan yang diberikan pasar kepada konsumen dan produsen.
D. Menganalisis efek berbagai intervensi kebijakan pemerintah di pasar (seperti
pengendalian harga, kuota, pajak, subsidi, penetapan upah minimum, insentif
produksi, dan lain-lain).
Dua hal yang mendasari daya beli konsumen yaitu dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a. Tergantung pada besar kecilnya pendapatan yang siap dibelanjakan (disposible
income),
b. Tergantung pada tingkat harga yang dikehendaki.
xix
Berdasarkan dua hal tersebut, maka apabila pendapatan dan harga berubah
maka akan menyebabkan perubahan jumlah barang yang diminta. Pengaruh
pendapatan dan harga terhadap jumlah barang yang diminta ini dapat dianalisis
dengan pendekatan garis dan analisis. Dalam hal ini ahli ekonomi bernama Alfred
Marshall menggunakan asumsi analisis bahwa ”hal-hal lain” selain harga barang yang
diamati bersifat konstan atau cateris paribus. Maka pengertian permintaan menurut
Alfred Marshall adalah jumlah barang yang diminta pada berbagai tingkat harga yang
diamati. Adapun rumusan matematisnya sebagai berikut:
Qd = f ( Px )
Dimana : Qd = jumlah barang yang diminta
P = harga
Karena Alfred Marshall masih menggunakan konsep cateris paribus maka
kerangka pemikirannya bersifat parsial. Setelah masa itu timbul pemikiran baru yang
lebih umum yang dikemukakan oleh Leon Walas, yang konsep pemikirannya dapat
dirumuskan seperti berikut ini:
Qd = f ( Px1, Px2, Pxn, Y, E )
Dimana:
Px1 = harga barang pertama
Px2 = harga barang kedua
Pxn = harga barang n
Y = pendapatan konsumen yang siap dibelanjakan
E = selera / faktor lain yang tidak diobservasi
xx
Dari kedua pendapat tersebut, yaitu pendapat Marshall dan Waralas dapat
disimpulkan bahwa teori permintaan adalah suatu teori yang bertujuan mempelajari
variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan.
Ditinjau dari daya beli konsumen, permintaan dapat dibagi menjadi tiga,
yaitu permintaan absolut, permintaan potensial dan permintaan efektif. Berikut ini
masing-masing penjelasannya:
o Permintaan absolut adalah permintaan yang tidak diikuti dengan daya beli.
Permintaan absolut lebih merupakan angan-angan semata.
o Permintaan potensial yaitu permintaan yang memiliki daya beli tetapi belum
dilaksanakan.
o Permintaan efektif artinya permintaan yang disertai daya beli dan dilaksanakan.
Permintaan terhadap suatu barang dapat dilihat dari dua sudut yaitu
permintaan yang dilakukan oleh seseorang dan permintaan yang dilakukan semua
orang di pasar. Oleh karena itu, dalam analisis perlu dibedakan antara permintaan
individu dan permintaan pasar (Sukirno, 2006: 78).
A. Permintaan individu
Permintaan individu adalah permintaan seorang individu terhadap produk
tertentu.
B. Permintaan pasar
Permintaan pasar adalah penjumlahan dari permintaan individu. Permintaan akan
suatu barang dapat dilihat dari permintaan yang dilakukan seseorang tertentu dan
permintaan yang dilakukan oleh semua orang di dalam pasar. Permintaan pasar
xxi
adalah jumlah dari permintaan individu di dalam pasar sehingga kumpulan
permintaan individu membentuk permintaan pasar.
7. Hukum Permintaan
Penjelasan mengenai perilaku konsumen yang paling sederhana didapati
dalam hukum permintaan yang menyatakan bahwa bila harga suatu barang naik
cateris paribus, maka jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun dan
sebaliknya jika harga barang tersebut turun maka jumlah barang yang diminta oleh
konsumen akan naik dengan syarat faktor-faktor lain dianggap cateris paribus.
Cateris paribus berarti bahwa semua faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah
barang yang diminta dianggap tidak berubah. Kenaikan harga dan permintaan seperti
tersebut di atas disebabkan oleh (Arsyad, 1996: 26-27):
1. Kenaikan harga menyebabkan pembeli mencari barang yang lain yang dapat
digunakan sebagai pengganti atas barang yang mengetahui kenaikan harga,
demikian sebaliknya.
2. Kenaikan harga menyebabkan pendapatan riil para pembeli berkurang.
Setiap penurunan harga suatu barang tanpa ada perubahan atas harga barang
lain atau pendapatan uang yang diterimanya selalu berarti kenaikan pendapatan riil,
yaitu jumlah barang yang dibeli. Gejala ini dinamakan efek dari penurunan harga.
Kemudian apabila kualitas barang yang diminta cenderung turun apabila
harga naik, terdapat dua alasan (Samuelson, 2003: 54):
xxii
a. Efek substitusi (substitusion effect)
Apabila harga sebuah barang naik, maka konsumen akan menggantikannya
dengan barang-barang yang serupa lainnya (misalnya: ketika harga tahu naik
konsumen akan makan lebih banyak tempe).
Efek substitusi menerangkan bahwa perubahan harga suatu barang berpengaruh
terhadap barang yang menjadi subsitusinya. Barang subsitusi adalah barang yang
dapat menggantikan peran barang yang digantikannya. Jika suatu barang
mengalami kenaikan harga, konsumen akan beralih pada barang yang menjadi
substitusinya yang tidak mengalami kenaikan harga. Hal ini berakibat permintaan
terhadap suatu barang tersebut turun sehingga hukum permintaan berlaku.
Demikian pula sebaliknya, jika harga suatu barang turun, substitusi barang
tersebut tidak lagi menarik karena barang yang digantikannya turun sehingga
konsumen meminta lebih banyak barang tersebut yang mengakibatkan
meningkatnya kuantitas yang diminta atas barang tersebut.
b. Efek pendapatan (income effect)
Apabila harga naik maka konsumen menganggap bahwa dirinya sekarang lebih
miskin daripada sebelumnya (misalnya: apabila bahan kebutuhan pokok naik tiga
kali lipat maka sebetulnya konsumen mempunyai pendapatan riil yang lebih
sedikit sehingga akan menekan konsumsi akan bahan kebutuhan pokok dan
barang-barang lain). Perubahan harga bisa menyebabkan efek pendapatan.
Artinya, dengan naik turunya harga barang, pendapatan riil konsumen bisa
berubah.
xxiii
D. Skedul dan Kurva Permintaan
Para ekonom menganggap istilah ”permintaan” mempunyai arti yang
khusus. Permintaan adalah suatu skedul atau kurva yang menggambarkan hubungan
antara berbagai kuantitas suatu barang yang diminta konsumen pada berbagai tingkat
harga barang tersebut, cateris paribus. Sepanjang suatu kurva permintaan atau skedul
permintaan hanya harga dan kuantitas yang berubah-ubah.
Kurva permintaan diperoleh dengan menambahkan seluruh kuantitas yang
diminta oleh seluruh induvidu pada tiap tingkat harga. Maka dari itu banyak faktor
yang menentukan permintaan salah satunya yang terpenting adalah harga barang itu
sendiri. Bila faktor-faktor lain, bukan harga mengalami perubahan maka lokasi kurva
permintaan akan bergeser ke kiri atau ke kanan. Skedul dan kurva permintaan dapat
diketahui melalui mekanisme berikut ini:
a. Skedul permintaan adalah daftar hubungan antara harga barang dengan jumlah
barang yang diminta.
b. Kurva permintaan adalah gambaran hubungan jumlah barang yang diminta
dengan harganya.
1. Teori Permintaan Konsumen
Asumsi dasar yang digunakan dalam pendekatan tradisional ini adalah daya
guna (utilitas). Daya guna atau utilitas adalah kemampuan suatu barang untuk
memberikan kepuasan kepada konsumen yang menggunakkan barang tersebut, hal ini
dapat dijelaskan dengan menggunakkan teori dibawah ini:
xxiv
a. Teori Daya Guna Kardinal
Teori Kardinal adalah teori yang menganggap besarnya daya guna yang
diterima konsumen sebagai akibat dari tindakan mengkonsumsi barang itu dapat
diukur. Teori ini beranggapan bahwa tinggi rendahnya nilai suatu barang tergantung
dari subyek yang memberikan penilaian. Suatu barang akan mempunyai daya guna
baginya. Suatu barang akan mempunyai daya guna baginya. Besarnya daya guna
tergantung pada konsumsi orang yang bersangkutan sehingga pengukuran daya guna
bersifat subyektif. Persoalan pokok yang terdapat dalam teori daya guna kardinal
yaitu bagaimana cara membelanjakan kekayaan atau pendapatan sebaik-baiknya.
Melalui kacamata ekonomi pengertian sebaik-baiknya diartikan sebagai
memaksimalkan daya guna yang dapat diperoleh. Kemudian masalah yang timbul
adalah dalam pengukuran daya guna yang bersifat subyektif. Oleh karena itu
dipandang perlu mengajukan asumsi bahwa konsumen mampu mengukur daya guna
jika menggunakkan beberapa asumsi:
1. Asumsi pertama bahwa mampu mengukur daya guna
2. Asumsi kedua konsumen bersifat rasional karena perilakunya harus dapat
dipahami menurut logika umum, maka setiap konsumen dianggap mempunyai
tujuan yang ideal yaitu daya guna marjinal
3. Asumsi ketiga menyangkut laju pertambahan daya guna, sehingga asumsi ini
didasarkan pada kenyataan bahwa setiap barang mempunyai kemampuan untuk
memberikan daya guna pada konsumennya.
Dengan makin banyaknya barang yang dikonsumsi makin besar pula daya guna
total yang diperoleh, namun laju pertumbuhan daya guna total ini semakin lama
xxv
semakin rendah, dimana jumlah pertambahannya dapat menjadi nol. Secara grafis
hubungan antara barang yang dikonsumsikan dengan daya guna total dan laju
pertumbuhan daya guna dapat ditunjukan pada gambar berikut:
Kurva U (x) diatas menunjukkan hubungan antara besarnya daya guna dengan
banyaknya barang yang dikonsumsikan. Makin banyak barang yang dikonsumsikan
makin besar pula jumlah daya guna yang diperoleh konsumen sampai dengan Xm
lereng kurva U positif yang berarti terjadi penambahan daya guna bila konsumsi
barang X diteruskan jumlah daya guna justru semakin menurun. Titik Xm
mencerminkan jumlah barang X yang memberikan tingkat daya guna maksimal atau
titik kepuasan maksimal.
Pada titik A diman Xa dikonsumsikan kurva U (x) mempunyai lereng yang
curam. Pada titik B dimana Xb dikonsumsikan lereng U (x) lebih landai yang berarti
daya guna marjinalnya lebih rendah. Pada titik C dimana Xm dikonsumsikan barang
xxvi
X pada titik ini tidak menambah daya guna bagi konsumen, bahkan pada titik D daya
guna menjadi negatif.
b. Teori Daya Guna Ordinal
Teori kurva indeferensi menyatakan bahwa permintaan terhadap suatu barang
baru dapat disusun apabila konsumen mampu mengukur besarnya daya guna dari
barang-barang yang dikonsumsi. Teori daya guna ordinal ini tidak menuntut
konsumen untuk mengukur daya guna barang, namun konsumen perlu mempunyai
kemampuan untuk membuat urutan preferensi dari kelompok barang yang
dikonsumsikan. Urutan tersebut didasarkan atas utilitas dan konsumen bertujuan
memaksimalkan daya guna, maka kombinasi yang mempunyai daya guna lebih tinggi
menduduki urutan lebih atas akan disukai konsumen.
Seperti halnya teori daya guna kardinal, teori daya guna ordinal juga
menggunakkan asumsi rasionalitas, dimana dengan dana tertentu dan harga pasar
tertentu konsumen dianggap selalu akan memiliki kombinasi barang yang
memberikan daya guna maksimal. Konsumen juga dianggap mempunyai informasi
sempurna atas uang yang tersedia baginya maupun harga barang dipasar. Asumsi
lainnya adalah konsumsi perlu mempunyai skala preferensi yang disusun atas dasar
urutan besar kecilnya daya guna antara berbagai kombinasi konsumsi sekelompok
barang. Secara rasional konsumen selalu berusaha mencapai kurva indiferen adalah
kurva yang menerangkan tempat kedudukan titik yang menunjukan kombinasi
barang-barang yang dikonsumsi konsumen yang memberikan kepuasan yang sama
bagi rumah tangga (Adiningsih, 1991:66).
xxvii
Rumah tangga bersikap indiferen terhadap kombinasi-kombinasi yang
ditunjukan oleh dua titik manapun pada satu kurva indeferen. Semakin jauh kurva
indiferen dari titik nol, maka semakin tinggi juga tingkat kepuasan yang disajikan
oleh kombinasi barang manapun yang ditunjukkan oleh titik-titik pada kurva tersebut.
Berapa banyak barang Y yang harus dikorbankan rumah tangga untuk
memperoleh tambahan satu unit barang X dapat disebut dengan pengukuran tingkat
substitusi marjinal untuk barang Y terhadap barang X. Tingkat substitusi marjinal
adalah jumlah komoditi tertentu yang akan dikorbankan oleh konsumen untuk
memperoleh suatu unit tambahan komoditi lain.
Asumsi dasar dari teori indiferen adalah sebagai berikut : (Lipsey et al,
1995:202)
xxviii
D. Nilai MRS selalu negatif. Hal tersebut berarti bahwa untuk meningkatkan
konsumsi satu komoditi, maka rumah tangga siap menurunkan konsumsinya
untuk komoditi yang lain.
E. MRS antara dua komoditi maupun tergantung pada jumlah komoditi yang
sekarang dikonsumsi oleh rumah tangga tersebut.
Ciri-ciri kurva indiferen antara lain:
a. Kurva indiferen berbentuk turun dari kiri atas kekanan bawah. Artinya kurva
indiferen memiliki kemiringan negatif. Setiap konsumen menambah konsumsi
suatu barang, konsumen harus mengurangi konsumsi barang lain.
b. Kurva indiferen harus cembung terhadap titik origin (0). Artinya kurva indiferen
harus menunjukan derajat penggantian antara satu barang dengan barang lain
yang semakin kecil, yang berarti semakin banyak suatu barang yang dikonsumsi.
Kesimpulannya adalah bahwa kurva indiferen merupakan kurva yang
menggambarkan preferensi konsumen terhadap kombinasi barang yang
dikonsumsinya, dimana utilitas atau kepuasan sama. Angka utilitas yang diberikan
terhadap suatu kurva indiferen merupakan angka numerik yang menunjukan kepuasan
yang diperoleh konsumen dari kombinasi yang ia pilih. Hal inilah yang dimaksud
dengan pendekatan ordinal, yaitu pemeringkatan kombinasi yang dipih dengan angka
numerik.
xxix
2. Peta Indiferen
Peta indiferen adalah himpunan beberapa kurva indiferen.
Sebuah peta indiferen terdiri dari beberapa kurva indiferen. Semua titik pada
suatu kurva tertentu merupakan konsumsi alternatif dari barang x dan barang y yang
memberikan kepuasan yang sama bagi rumah tangga. Kurva yang makin jauh dari
titik nol memberikan tingkat kepuasan yang makin tinggi (Lipsey et al, 1995:204).
Sebagai contoh, I3 merupakan kurva yang lebih tinggi dari I2. Ini berarti bahwa semua
titik pada I3 memberikan tingkat kepuasan yang lebih tinggi dari pada yang diberikan
oleh titik-titik I2.
Asumsi yang perlu diperhatikan dalam menggambar peta indiferen adalah
sebagai berikut:
1. Rasional, artinya konsumen diasumsikan rasional dan berusaha memaksimalkan
kepuasan.
xxx
2. Selera konsumen tercermin dalam peta indiferen yang terdiri dari banyak kurva
indiferen yang tidak saling berpotongan satu sama lain.
3. Kurva indiferen yang letaknya lebih jauh dari titik origin menggambarkan
kepuasan konsumen yang lebih tinggi.
4. Dalam peta indiferen, kurva indiferen tidak boleh saling berpotongan. Jika kurva
indiferen I1 dan I2 saling memotong, salah satu asumsi teori kurva indiferen
dilanggar. Titik C lebih disukai dari pada titik B karena pada titik C kedua barang
lebih banyak.
a. Faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan.
Menurut Sukirno (2006: 81) permintaan terhadap suatu barang atau jasa
dipengaruhi oleh hal-hal berikut:
D. Harga barang itu sendiri
Jika harga barang turun, maka permintaan terhadap barang tersebut semakin
bertambah begitu pula sebaliknya. Dengan asumsi faktor lain dianggap cateris
paribus. Jadi hubungan jumlah barang yang diminta dengan harga barang adalah
negatif.
E. Harga barang lain yang berkaitan (substitusi dan komplementer).
Barang substitusi adalah barang pengganti, seperti beras disubstitusi dengan
jagung, daging sapi disubstitusi dengan daging ayam, dan lain sebagainya. Jika terjadi
kenaikan terhadap harga beras, maka permintaan akan beras turun dan permintaan
terhadap jagung akan naik, karena jagung merupakan barang substitusi yang baik
terhadap beras, dengan asumsi harga jagung relatif tetap.
xxxi
Sedangkan barang komplementer adalah barang pelengkap, seperti kopi dan
gula, printer dengan tinta, dan motor dengan bensin. Jika harga gula turun, maka
permintaan terhadap gula akan turun serta permintaan terhadap kopi juga berkurang.
Karena gula merupakan barang komplementer kopi. Oleh karena itu, hubungan
jumlah barang yang diminta dan harga barang lain ada dua: (1) jika barang substitusi
hubungannya adalah positif (searah), dan (2) jika barang komplementer hubungannya
adalah negatif (berlawanan).
F. Tingkat pendapatan konsumen
Tingkat pendapatan konsumen mencerminkan kemampuan atau daya beli
konsumen. Semakin tinggi pendapatan konsumen, semakin besar permintaan
terhadap suatu barang sebab daya belinya meningkat. Karena jenis barang dalam
kaitannya dengan pendapatan ada dua, yaitu barang normal dan barang inferior, maka
bentuk hubungan jumlah barang yang diminta juga ada dua: (1) hubungan positif
(searah) untuk barang normal, dan (2) hubungan negatif (berlawanan) untuk barang
inferior (Adiningsih, 1991: 88). Barang inferior adalah barang yang permintaannya
semakin berkurang apabila pendapatan konsumen semakin naik, misalnya gaplek.
G. Selera atau kebiasaan
Selera dan kebiasaan akan mempengaruhi permintaan terhadap suatu barang.
Seperti selera dan kebiasaan mengkonsumsi beras, jagung, sagu dan sebagainya.
Hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan selera adalah searah (positif).
Dimana jika selera seseorang semakin tinggi maka permintaan terhadap barang
tersebut juga semakin meningkat.
xxxii
H. Jumlah penduduk
Semakin banyak jumlah penduduk, semakin besar permintaan terhadap suatu
barang dan jasa. Penduduk yang dimaksud adalah konsumen yang potensial dalam
mengkonsumsi barang. Hubungan variabel jumlah barang yang diminta dengan
konsumen potensial adalah positif.
I. Usaha-usaha produsen dalam meningkatkan penjualan
Contohnya adanya promosi dengan iklan yang akan mendorong penambahan
jumlah permintaan barang oleh konsumen. Rangsangan berupa insentif seperti
hadiah-hadiah juga dapat menjadi pendorong konsumen untuk meminta barang dan
jasa tersebut. Dengan adanya iklan akan berpengaruh positif terhadap jumlah barang
dan jasa yang diminta, sehingga hubungan antara jumlah barang yang diminta dengan
iklan dan hadiah (insentif) juga positif.
J. Distribusi pendapatan
Artinya ada sebagian kelompok masyarakat yang menguasai perekonomian
menyebabkan mereka mempunyai daya beli lebih besar dibandingkan dengan
kebanyakan kelompok masyarakat umum, sehingga daya beli mereka lemah dan
berpengaruh terhadap permintaan suatu barang.
K. Perkiraan (estimate)
Perkiraan atau ramalan konsumen terhadap harga dimasa datang pada suatu
barang dapat mempengaruhi permintaan terhadap barang tersebut. Jika perkiraan
harga barang tersebut dimasa datang naik, maka ada kecenderungan permintaan
terhadap barang tersebut dimasa sekarang akan naik. Jadi, dalam hal ini mempunyai
hubungan yang positif.
xxxiii
L. Harapan (expectation)
Harapan konsumen terhadap ketersediaan barang dan jasa di masa mendatang
dengan jumlah barang yang diminta adalah negatif. Artinya jika ketersediaan barang
dimasa datang cukup banyak, maka permintaan akan barang tersebut cenderung
menurun. Sebaliknya jika ketersediaannya sedikit, maka permintaan terhadap barang
tersebut akan naik. Kenyataan ini terjadi karena pada diri konsumen ada faktor
kekhawatiran terhadap ketersediaan barang tersebut.
b. Pengertian Konsumen
1. Definisi Konsumen
Pengertian konsumen adalah mereka yang memiliki pendapatan (uang) dan
menjadi peminta barang atau jasa dipasar. Kita semua adalah seorang konsumen pada
pasar komoditas, terutama pasar barang atau jasa kebutuhan pokok baik kita sadari
atau tidak. Biasanya masalah yang dihadapi oleh konsumen adalah bagaimana
konsumen dapat mengalokasikan pendapatannya yang terbatas untuk memenuhi
kebutuhan barang dan jasa secara maksimal, supaya tingkat kesejahteraan yang
diperoleh adalah maksimal (Sri Adiningsih,1991: 45).
Dalam memaksimalkan kepuasan, konsumen dihadapkan pada dua
permasalahan, yaitu: (1) barang- barang dan jasa-jasa ekonomi yang dikonsumsinya
pasti mempunyai harga, serta (2) pendapatannya terbatas sehingga untuk
mendapatkan tingkat kepuasannya juga terbatas. Para ekonom mengemukakan dua
asumsi yang menonjol yang berkaitan dengan perilaku konsumen. Asumsi tersebut
adalah sebagai berikut:
xxxiv
2. Asumsi Rasionalitas, artinya bahwa seorang konsumen senantiasa berusaha
menggunakan pendapatannya yang terbatas untuk memperoleh kombinasi barang-
barang dan jasa-jasa konsumsi yang menurut perkiraannya akan mendapatkan
kepuasan yang maksimum.
3. Asumsi Perfect Knowledge atau pengetahuan yang sempurna, khususnya
pengetahuan mengenai macam-macam barang dan jasa konsumsi yang tersedia
dipasar, harga masing-masing barang dan jasa, besarnya pendapatan yang mereka
peroleh, dan cita rasa yang mereka inginkan (Machfudz, 2007:28).
E. Garis Anggaran Konsumen (Budget Constraint)
Garis anggaran merupakan kombinasi barang yang memerlukan dana sebesar
uang yang dimiliki oleh konsumen. Ada dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu
mengenai kombinasi yang memberikan kepuasan maksimum (kombinasi terbaik) dan
dana yang terbatas.
Untuk pengertian ini guna mudah dipahami kita batasi dengan model.
Misalkan barang dan jasa yang dikonsumsi hanya ada dua, yaitu X1 dan X2 dimana
harganya masing-masing P1 dan P2, maka kombinasi barang yang dipilih (consumtion
bundle) dapat ditulis (X1, X2), dimana banyaknya konsumsi barang pertama adalah
sebesar X1 dan banyaknya konsumsi barang kedua adalah X2. Dari data yang ada
tersebut kita dapat mencari berapa uang atau budget yang diperlukan untuk
membiayai pembelian kedua barang tersebut. Misalkan jumlah uang yang diperlukan
tadi adalah m, dengan demikian kita dapat menentukan budget constraintnya, yaitu
P1X1+P2X2 ≤ m
xxxv
Dimana = P1X1 = Jumlah uang yang diperlukan untuk pembelian barang 1
P2X2 = Jumlah pengeluaran untuk membeli barang 2
Ini berarti bahwa konsumen dapat membeli kombinasi barang yang
memerlukan uang lebih kecil atau sama dengan jumlah dana yang dimiliki. Jadi
kemampuan konsumen ditunjukan oleh kombinasi barang dan jasa yang dapat dibeli
yang memerlukan dana lebih kecil atau sama dengan m. Himpunan yang
menunjukkan kombinasi barang atau jasa yang dapat dibeli oleh konsumen pada
harga P1 dan P2 disebut budget set
Pada gambar diatas Budget Set ditunjukkan oleh segitiga OAB termasuk
didalamnya garis yang menghubungkan A dan B. Sedangkan garis budget (budget
line) ditunjukan oleh garis yang menghubungkan A dan B. Untuk menggambar garis
budget kita mengubah persamaan garis budget diatas menjadi: X2 = 2P
m-
2
1
P
PX1
xxxvi
Persamaan diatas menunjukan persamaan garis lurus pada gambar 2.1 yang
merupakan garis budget. Intercept (perpotongan garis ini dengan sumbu vertikal)
adalah m/P2 sedangkan slopenya ditunjukkan oleh –P1/P2. Perpotongan antara garis
vertikal dengan garis budget diperoleh dengan membagi seluruh dana yang ada yaitu
dengan harga barang 2 karena titik perpotongan tersebut menunjukan berapa barang 2
yang dapat dibeli bila seluruh dana digunakan semua. Demikian titik potong antara
garis horizontal dengan garis budget diperoleh dengan cara yang sama, yaitu dengan
membagi m dengan harga barang 1. Garis budget dapat kita gambar dengan
menghubungkan kedua titik potong tersebut. Jadi garis budget adalah tempat
kedudukan titik-titik yang menunjukan kombinasi dua barang X dan Y yang dapat
dibeli oleh konsumen dengan seluruh dana yang dimiliki konsumen.
Model pendekatan untuk menghitung konsumsi suatu komoditi telah dicoba
dengan berbagai penelitian. Knudsen dan Scandizzo 1982 menggunakan cara
pendekatan utilitas untuk mendapatkan fungsi pengeluaran. Secara umum cara
pendekatan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut (Hermanto dan Andriati,
1986:35-36).
Maks U = U (X1,....., Xm) (1)
Dengan pembatas
Xi = fi (q1,....., qn) (2)
i = 1,2,3,......, m dan
n
ij
Pjqj-y = 0 (3)
xxxvii
Dimana = U = fungsi utilitas
Xi = (i = 1,2,3,......,m)
qj = jumlah komoditi yang dikonsumsi
Pj = harga pasar komoditi ke j
y = pendapatan konsumen
Dari persamaan (1), (2),(3) dapat diperoleh persamaan:
L = U [f1(q1,.....,qn),....fm(q1,...qn)]- λ
n
ij
Pjqj-y
L = Fungsi Permintaan Lagrange
Berdasarkan pada konsep tersebut, ada dua hal penting yang relevan untuk
dapat dijadikan dasar pembuatan model analisis konsumsi. Pertama adalah kurva
fungsi permintaan dapat diturunkan dari fungsi utilitas dengan pembatasan
pendapatan yang diperoleh. Kedua adalah bahwa permintaan pada masing-masing
komoditi dalam anggaran belanja unit ekonomi ditentukan secara simultan. Artinya
bahwa keputusan untuk membeli satu jenis barang ditentukan oleh sikap dari
konsumen tersebut.
c. Keseimbangan Konsumen
Konsumen akan memperoleh kepuasan maksimum apabila menghabiskan
semua pendapatannya untuk membeli dan mengkonsumsi kombinasi barang dimana
garis anggaran tepat bersinggungan dengan kurva indiferen (Samuelson, 1996:120).
Keadaan ini disebut keseimbangan konsumen. Keseimbangan konsumen ini terjadi
saat marginal utility (nilai guna marginal) barang Y dibagi dengan harga barang Y
xxxviii
sama dengan marginal utility (nilai guna marginal) barang X dibagi dengan harga
barang X. Secara notasi dapat dinyatakan sebagai berikut:
Px
MUx =
Py
MUy
Kondisi keseimbangan konsumen dapat digambarkan dengan menggabungkan
kurva indiferen dan garis anggaran. Dengan cara ini akan terlihat salah satu kurva
indiferen tersebut akan menyinggung garis anggaran. Dititik E konsumen mencapai
kepuasan maksimal pada kurva indiferen tertinggi dengan anggaran terbatas. E
merupakan titik singgung garis anggaran dengan kurva indiferen yang tertinggi. Saat
persinggungan kurva indiferen dengan garis anggaran inilah terjadi keseimbangan
konsumen seperti yang terlihat pada gambar berikut ini.
xxxix
1) Pasar Monopoli
a. Deskripsi Pasar Monopoli
Sesuai dengan namanya, monopoli adalah struktur pasar dimana hanya
terdapat satu penjual atau produsen yang melayani sedemikian banyak pembeli atau
konsumen. Monopoli merupakan bentuk ekstrim dari struktur pasar selain pasar
persaingan sempurna. Namun, jika persaingan sempurna sulit ditemukan maka
monopoli lebih mudah dan cukup banyak pelakunya di Indonesia. Misalnya PT. PLN
(Persero) yang melayani masalah kelistrikan, PT. KAI yang menyediakan angkutan
kereta api, PT. PDAM yang melayani penyediaan air bersih, dan sebagainya.
Monopoli tidak lahir begitu saja, sebab dan sumber-sumber terjadinya
monopoli adalah sebagai berikut (www.wikipedia.com):
b. Monopoli Sumber Daya
Monopoli sumber daya adalah cara termudah untuk menjadi pelaku monopoli.
Monopoli sumber daya ditandai oleh sebuah perusahaan yang menguasai sumber
daya penting secara tunggal. Contohnya PT. Freeport di Papua yang menguasai
sumber tembaga dan menjadi perusahaan monopolis dalam memproduksi emas dan
tembaga.
c. Monopoli Ciptaan Pemerintah
Monopoli ciptaan pemerintah terjadi jika pemerintah memberikan hak cipta
atas suatu produk kepada sebuah perusahaan tunggal tersebut. Biasanya hal ini
merupakan penghargaan pemerintah atas prestasi perusahaan tertentu dalam
menemukan teknologi atau produk baru yang inovatif. Tetapi ada kalanya monopoli
ciptaan pemerintah merupakan sebuah solusi yang dibutuhkan untuk menghasilkan
xl
barang dan jasa dipasar tertentu. Misalnya hak monopoli yang diperoleh PT. PLN
(Persero) disektor kelistrikan merupakan solusi untuk melayani pemasangan dan
permintaan terhadap energi listrik di Indonesia.
4. Monopoli Alamiah
Monopoli alamiah terjadi jika sebuah perusahaan tunggal mampu melayani
keseluruhan pasar dengan biaya atau harga lebih murah dibandingkan jika sektor
tersebut terdapat dua atau lebih perusahaan. Monopoli alamiah sering kita temukan
pada pelayanan air minum di daerah atau perusahaan daerah air minum. Biasanya
harga terdapat satu PDAM disetiap daerah. Karena dengan hanya ada satu
perusahaan, kebutuhan masyarakat dapat dilayani dengan harga yang lebih murah.
Seandainya ada dua atau lebih perusahaan yang mengelola air minum, bukan hanya
output per perusahaan yang berkurang, tetapi juga biaya yang ditanggung lebih tinggi
sehingga harga outputnya juga tinggi dan tentu akan merugikan konsumen.
1. Kebaikan Pasar Monopoli
Monopoli memiliki beberapa kebaikan sebagai berikut:
a. Efisiensi Produksi
Dalam kasus monopoli alamiah akan lebih efisien jika hanya satu perusahaan
memproduksi barang dan jasa tertentu. Seperti diuraikan diatas, dengan adanya
perusahaan tunggal biaya produksi untuk mendistribusikan air lebih murah
dibandingkan jika dua atau lebih perusahaan. Hal ini tentu saja menguntungkan
konsumen yang bisa membayar lebih murah.
xli
b. Mendorong Terjadinya Inovasi
Pemberian paten dan hak cipta bisa mendorong terjadinya inovasi. Banyak
perusahaan menganggarkan dana untuk kegiatan riset dan penelitian terhadap
teknik dan cara baru dalam berproduksi. Dengan adanya paten dan hak cipta,
perusahaan makin terinovasi untuk melakukan hal tersebut karena usaha mereka
dihargai oleh pemerintah dan tidak khawatir produk mereka ditiru oleh pesaing
karena dilindungi oleh hak cipta.
c. Mengurangi Persaingan Yang Tidak Bermanfaat
Dalam pasar tertentu, persaingan bisa meningkatkan biaya sehingga konsumen
dirugikan karena membayar lebih mahal. Jadi dengan adanya monopoli,
konsumen lebih untung daripada ada banyak perusahaan dipasar tersebut.
2. Keburukan Pasar Monopoli
a. Penyalahgunaan Kekuatan Pasar
Monopoli cenderung menyalahgunakan kekuatan pasar yang dimilikinya untuk
bisa mencapai laba maksimal dengan cara menetapkan harga yang tinggi padahal
biaya marjinal yang ditanggung sangat kecil.
b. Tingkat Produksi Yang Lebih Rendah
Pelaku monopoli memproduksi lebih rendah dibandingkan dari jumlah
seharusnya. Hal ini tentu saja membuat konsumen sangat tergantung pada
monopolis, dan monopolis dapat menetapkan harga yang tinggi bagi produknya
sehingga merugikan konsumen.
xlii
c. Mengurangi Kesejahteraan Konsumen
Harga tinggi yang ditetapkan monopolis akan mengurangi kesejahteraan
konsumen. Setiap kali konsumen membayar lebih kepada monopolis,
kesejahteraan konsumen berkurang sebesar pembayaran yang lebih itu. Namun,
kondisi sebaliknya terjadi pada monopolis. Kesejahteraan konsumen yang
berkurang membuat monopolis makin sejahtera. Surplus konsumen yang biasanya
dinikmati konsumen, sekarang berpindah kepada monopolis.
d. Ketidakadilan
Hal yang paling mendasar dari sisi negatif monopoli adalah ketidakadilan. Hal ini
terwujud dalam bentuk harga yang tinggi dan jumlah penduduk yang tidak
maksimal diproduksi. Dengan demikian laba yang diperoleh monopolis sangat
tinggi. Monopolis sejahtera di atas penderitaan konsumen yang membayar lebih
mahal dari semestinya.
a. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan oleh Bagio Mudakir (2007) dengan judul ”Analisis
Permintaan Listrik di Jawa Tengah”. Dari penelitian tersebut diperoleh kesimpulan
bahwa besarnya permintaan listrik dipengaruhi oleh PDRB perkapita, PDRB sektor
industri dan jumlah penduduk di daerah tersebut.
Penelitian dengan tema yang sama pernah dilakukan oleh Nia Nurmiyati
(2005) dengan judul ”Analisis Permintaan Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Sukoharjo”. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pendapatan perkapita,
dan rasio elektrifikasi berpengaruh positif sedangkan harga listrik mempunyai
xliii
pengaruh negatif terhadap permintaan listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Sukoharjo.
Kemudian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh H. Zamruddin Hasid
(2005) dengan judul ”Analisis Konsumsi Listrik di Kalimantan Timur Tahun 1995-
2002 dengan menggunakan data time series”. Menyimpulkan bahwa penduduk,
PDRB dan rasio elektrifikasi menunjukkan memiliki pengaruh positif terhadap
konsumsi listrik di Kalimantan Timur, baik secara parsial maupun secara bersama-
sama.
b. Kerangka Pemikiran
Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan bertambahnya
penduduk dan tingkat pendapatan suatu daerah, sehingga penawarannya perlu juga
ditingkatkan sesuai dengan kebijakan ketenagalistrikan, baik dari pusat maupun dari
daerah. Peningkatan konsumsi listrik merupakan konsekuensi logis dari makin
banyaknya aktivitas manusia yang harus memakai listrik akibat kemajuan yang
dicapai dari hasil pembangunan yang telah dilakukan oleh pemerintah bersama
masyarakat. Semakin maju suatu daerah atau wilayah juga semakin tinggi pula energi
listrik yang dibutuhkan. Dengan demikian peningkatan pendapatan dapat
menyebabkan peningkatan konsumsi listrik baik langsung maupun tidak langsung.
Peningkatan konsumsi listrik secara langsung dapat dilihat dan diukur dengan
memperhatikan parameter dari persamaan atau fungsi konsumsi.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Purworejo berkembang
sejalan dengan perkembangan penduduk dan juga permintaan untuk konsumsi listrik.
xliv
Perkembangan penduduk akan mengakibatkan bertambahnya kebutuhan dari berbagai
macam barang baik langsung maupun tidak langsung.
Untuk memudahkan tingkat penelitian sejak dari perencanaan pelaksanaan
sampai dengan penyelesaian sehingga diperoleh suatu kesimpulan yang pasti.
Kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat diringkas dalam bentuk skema sebagai
berikut:
Keterangan:
Keterangan:
Kebutuhan energi listrik terus meningkat sejalan dengan berkembangnya
pembangunan dan kondisi perekonomian. Sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh pakar ekonomi terdahulu, permintaan atau konsumsi suatu barang dipengaruhi
oleh beberapa hal. Diantaranya pendapatan, harga barang tersebut, harga barang lain
yang menjadi substitusi, dan lain-lain. Dalam penelitian ini akan dianalisis tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah
tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo dengan variabel jumlah konsumsi
listrik rumah tangga sebagai variabel yang dipengaruhi, sedangkan variabel-variabel
xlv
yang mempengaruhi adalah PDRB Harga Berlaku, tarif listrik, dan harga minyak
tanah. PDRB Kabupaten Purworejo dari tahun ketahun terus mengalami
perkembangan sejalan dengan pertumbuhan ekonomi dan juga konsumsi di sektor
kelistrikan dan sektor-sektor yang lain seperti pertanian (bahan makanan, perkebunan
rakyat, peternakan, kehutanan, perikanan); industri pengolahan; perdagangan.
Beberapa lapangan usaha tersebut tidak terlepas dari peran pentingnya listrik yang
telah disediakan oleh PLN.
PDRB harga berlaku menunjukkan pendapatan yang memungkinkan dapat
dinikmati oleh penduduk suatu kabupaten dan kemampuan sumber daya ekonomi
dalam menghasilkan barang dan jasa di suatu kabupaten. Apabila nilai PDRB tersebut
besar berarti menunjukan bahwa kemampuan sumber daya ekonomi di kabupaten
tersebut besar begitu juga sebaliknya apabila nilai PDRB di kabupaten tersebut kecil
berarti menunjukan bahwa kemampuan sumber daya ekonomi di kabupaten tersebut
kecil.
Dari skema tersebut, beberapa faktor antara lain: PDRB harga berlaku, tarif
listrik, dan harga minyak tanah dapat diketahui pengaruhnya terhadap jumlah
konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA). Beberapa faktor yang menyebabkan
jumlah kapasitas listrik yang terpakai dalam mengkonsumsi listrik sebagai kebutuhan
sehari-hari, terlihat bahwa konsumsi listrik dipengaruhi oleh tarif listrik PLN,
perubahan tarif listrik yang berlaku akan mempengaruhi jumlah konsumsi listrik
pelanggan. Tarif ini merupakan harga dari listrik yang mencerminkan tentang harga
suatu barang. Perubahan tarif tidak terjadi setiap tahun. Dan faktor lain yang juga
xlvi
mempengaruhi adalah besarnya harga minyak tanah yang harganya di tentukan oleh
pemerintah.
a. Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan dugaan yang menjadi jawaban sementara terhadap
masalah penelitian yang masih perlu dibuktikan kebenarannya. Dari uraian dan
kerangka pemikiran diatas, dapat dirumuskan hipotesis awal tentang jawaban dari
permasalahan yang akan dipecahkan dan di dalam penelitian ini peneliti
mengemukakan hipotesis sebagai berikut:
2. Diduga variabel PDRB mempunyai pengaruh yang positif signifikan terhadap
konsumsi listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo.
3. Diduga variabel tarif listrik mempunyai pengaruh negatif terhadap konsumsi
listrik pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo.
4. Diduga variabel harga minyak tanah mempunyai pengaruh positif terhadap
konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo.
xlvii
BAB III
Metodologi Penelitian
1. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini untuk mengetahui faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) yang mengambil lokasi
di Kabupaten Purworejo. Penelitian ini menggunakan data sekunder bersifat
kumulatif dengan mengambil data tahunan pada tahun 2002 sampai dengan tahun
2008. Konsumen PLN Kabupaten Purworejo terdiri dari 16 kecamatan dan 470 desa.
Adapun yang dimaksud konsumen PLN Kabupaten Purworejo adalah seluruh
konsumen PLN yang telah mengkonsumsi listrik dan tercatat dalam daftar pelanggan
di PLN UPJ Purworejo dan di PLN UPJ Kutoarjo. Perlu diketahui bahwa data juga
diambil dari PLN UPJ Kutoarjo, hal ini dilakukan karena wilayah operasional PLN
UPJ Kutoarjo adalah wilayah kutoarjo dan sekitarnya yang tidak satu wilayah dengan
daerah operasional PLN UPJ Purworejo tetapi masih satu wilayah Kabupaten
Purworejo. Dalam penelitian ini yang dianalisis adalah faktor-faktor yang
mempengaruhi konsumsi listrik PLN pada kelompok pelanggan rumah tangga (R-1
900 VA) di Kabupaten Purworejo tahun 2002-2008.
2. Jenis dan Sumber Data yang digunakan
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data lain
yang dipakai untuk melengkapi analisis dalam penelitian ini berbasis dari data yang
bersumber dari lembaga-lembaga atau instansi dan kepustakaan yang berhubungan
dengan penelitian ini melalui data kurun waktu (time series) tahun 2002-2008.
xlviii
Data sekunder diperoleh dari publikasi penerbitan seperti: Laporan Tahunan
PLN, Badan Pusat Statistik, website, dan home page dari instansi terkait. Data
mengenai tarif listrik dan jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA)
diperoleh dari PLN UPJ Purworejo dan PLN APJ Magelang, data mengenai harga
minyak tanah diperoleh dari website Pertamina, sedangkan data mengenai PDRB
harga berlaku diperoleh dari kantor Biro Pusat Statistik Kabupaten Purworejo.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dimaksudkan
untuk memperoleh hal-hal yang berhubungan dengan penelitian ini, antara lain
meliputi bahan-bahan bacaan yang relevan untuk mengumpulkan berbagai data yang
relevan guna mendapatkan bahan yang berhubungan dengan penelitian ini.
4. Definisi Operasional Variabel
Adapun variabel-variabel yang terkait dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
a. Variabel dependen (variable terikat), yaitu variabel yang dipengaruhi oleh
variabel-variabel bebasnya. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
permintaan listrik yang merupakan besarnya daya atau tenaga listrik yang
dikonsumsi oleh konsumen rumah tangga tiap tahun dalam satuan KWh(Kilowatt
hour) dalam hal ini yang dianalisis adalah:
Jumlah konsumsi listrik rumah tangga (Y)
Jumlah konsumsi listrik rumah tangga merupakan seluruh permintaan energi
listrik dalam kurun waktu satu tahun oleh kelompok pemakai rumah tangga (R-1
900 VA) di Kabupaten Purworejo. Diukur dengan satuan rupiah/KVa.
xlix
1. Variabel independen (variable bebas), yaitu variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, antara lain:
a. PDRB (X1)
PDRB didefinisikan sebagai jumlah nilai barang dan jasa akhir yang
diproduksi sebagai unit produksi di dalam suatu wilayah dan dalam jangka waktu
tertentu (biasanya satu tahun). Satuannya adalah rupiah.
b. Tarif listrik (X2)
Besarnya biaya beban daya listrik dibedakan menurut daya listrik yang
terpasang disetiap rumah tangga. Biaya beban daya listrik ini ditentukan oleh
pemerintah dan diatur dengan keputusan presiden. Besarnya ini tergantung dari
golongan tarif daya listrik yang dinyatakan dengan satuan rupiah/Kva/bulan.
c. Harga Minyak Tanah (X3)
Harga minyak tanah adalah harga minyak tanah per liter di tingkat
pengecer yang ditentukan oleh pemerintah. Satuannya adalah Rupiah per liter.
A. Metode Analisis
Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis Uji ekonometrika yaitu uji untuk mengetahui ada tidaknya penyimpangan
asumsi klasik yang meliputi uji Autokorelasi, uji Heteroskedastisitas, dan uji
Multikolinearitas. Sedangkan uji ekonomi teori merupakan pengujian yang
didasarkan pada konsep yang terdapat dalam teori-teori ekonomi, dimana pengujian
ini akan berhubungan dengan tanda koefisien yang menunjukan hubungan variabel
independen dengan variabel dependen serta menunjukkan seberapa besar pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.
l
C. Uji Stasioneritas
Uji stasioneritas dilakukan karena data dalam penelitian merupakan data
sekunder. Uji stasioneritas data dapat dilakukan dengan uji akar unit (unit root test)
dan atau uji derajat integrasi. Apabila ditemukan bahwa data yang digunakan
mempunyai derajat integrasi sama I (1), maka dilanjutkan dengan uji kointegrasi. Uji
kointegrasi untuk mengetahui hubungan jangka panjang model yang sedang diamati.
a. Uji akar unit atau Unit Root Test
Pengujian ini bertujuan untuk menentukan stasioner sebuah variabel. Keadaan
stasioner adalah suatu keadaan dimana karakteristik proses stokastik atau random
tidak berubah selama kurun waktu yang berjalan. Keadaan ini diperlukan untuk
dapat membentuk persamaan yang mampu menggambarkan keadaan variabel di
masa lalu dan di masa yang akan datang. Pengujian uji akar-akar unit atau unit
root test akan dilakukan dengan menggunakan Augmented Dickey-Fuller (ADF)
Test.
b. Uji derajat integrasi
Apabila data yang diamati pada akar unit ternyata tidak stasioner, maka langkah
selanjutnya adalah melakukan uji derajat integrasi. Uji derajat integrasi dilakukan
untuk mengetahui pada derajat atau orde diferensi keberapa data yang diamati
akan stasioner (Modul lab. Ekonometrika, 2006:143).
c. Uji kointegrasi
Tujuan uji kointegrasi adalah menguji stasioneritas residual regresi kointegrasi.
Apabila kita mempunyai data variabel ekonomi yang non stasioner, kita tetap
dapat melakukan analisis. Caranya dengan membentuk kombinasi linier dari
li
variabel-variabel tersebut. Jika kombinasi linier tersebut dapat dibentuk, maka
variabel tersebut dapat dikatakan terkointegrasi. Artinya variabel-variabel tersebut
mempunyai hubungan jangka panjang.
D. Model Regresi Linier Berganda
Untuk dapat menguji dan menganalisis variabel independen terhadap variabel
dependen, dalam penelitian ini digunakkan data-data bulanan. Data PDRB harga
berlaku diperoleh dengan menggunakkan metode interpolasi. Sedangkan data
mengenai jumlah konsumsi listrik, tarif listrik, dan harga minyak tanah merupakan
data per bulan. Berikut adalah rumus metode interpolasi yang dikemukakan oleh
Insukindro dalam Rismutia (2007:71).
Metode interpolasi bulanan:
Yit = 12
1(Yt +
12
5,6i(Yt-Yt-1)),i = 1,2,3,....,12
Dimana,
Yit = data pada bulan ke-i tahun t
Yt = data pada tahun ke-t
Yit-1 = data pada tahun sebelumnya
Variabel dependen dalam penelitian ini adalah jumlah konsumsi listrik rumah
tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo, sedangkan variabel independennya
adalah PDRB harga berlaku, tarif listrik, dan harga minyak tanah. Untuk menguji
hubungan antar variabel tersebut, maka digunakan regresi linier berganda dan juga
dilakukan beberapa uji, seperti uji stasioneritas, uji ekonometrika (uji asumsi klasik),
dan uji statistik.
lii
Secara umum fungsi konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo dapat ditulis sebagai berikut:
= O + 1 1 + 2 2 + 3 3 + ui.... (1)
Dimana, (JKL) = Konsumsi listrik (KWh)
1 ( PDRB) = PDRB Harga Berlaku (rupiah)
2 (TDL) = Tarif listrik perbulan (rupiah)
3 (HMT) = Harga minyak tanah (rupiah/liter)
Ui = Variabel pengganggu
O = Konstanta
1, 2 , 3 = Koefisien regresi
Dari perumusan tersebut, maka selanjutnya akan dilakukan pengujian sebagai
berikut:
a. Uji Asumsi Klasik
Dalam regresi linier klasik terdapat faktor pengganggu, model yang baik
mengharapkan faktor-faktor pengganggu tidak muncul dalam suatu model. Untuk
mengetahui ada tidaknya faktor pengganggu dalam suatu model, maka digunakan
pengujian asumsi klasik yang terdiri dari:
a. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas merupakan suatu keadaan dimana satu atau lebih
variabel terdapat korelasi dengan variabel bebas lainnya atau dengan kata lain suatu
variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya (Damodar
Gujarati, 1997:157).
liii
Adanya multikolinearitas menyebabkan standar error cenderung semakin
besar dengan meningkatnya tingkat korelasi antar variabel dan standar error menjadi
sangat sensitif terhadap perubahan data.
Cara paling mudah untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinearitas
adalah dengan melihat nilai R dan nilai t yang signifikan maka tidak terjadi masalah
multikolinearitas. Metode klein tetap menganggap multikolinearitas baru menjadi
masalah bila derajatnya tinggi dibandingkan dengan korelasi berganda diantara
seluruh variabel secara serentak. Metode ini membandingkan nilai (r),xi,xj,.....,xn
dengan nilai Ry,xi,xy,.....,xn. Jika terdapat Ry,xi,xy,.....,xn > (r),xi,xj,.....,xn maka
tidak terdapat masalah multikolinearitas dan jika sebaliknya Ry,xi,xy,....,xn <
(r),xi,xj,....,xn maka terjadi masalah multikolinearitas.
b. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi linear klasik memiliki satu asumsi yang paling penting, yaitu
varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Asumsi ini tidak selalu
realistis, karena sering terjadi pelonggaran asumsi klasik yang disebabkan oleh varian
residual tidak lagi bersifat konstan atau disebut terjadi masalah heteroskedastisitas.
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan untuk melihat apakah kesalahan pengganggu
mempunyai varian yang sama atau tidak. Hal tersebut dapat dilambangkan sebagai
berikut: E = (Ui2) = δ
2 i = 1,2,....N
Apabila didalam varian yang sama maka asumsi heteroskedastisitas
(penyebaran yang sama) diterima. Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas
dalam model dapat dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi dalam penelitian ini diuji
liv
dengan menggunakkan uji park. Uji park dilakukan dengan menggunakan dua tahap,
yaitu:
A. Melakukan regresi atas model yang digunakkan dengan
Ordinary Least Squares (OLS) tanpa memperhatikan
adanya gejala heteroskedastisitas. Kemudian dari hasil itu
diperoleh besarnya residual.
B. Mengkuadratkan hasil dari nilai residual diatas dan
meregresinya dengan semua variabel bebas.
Jika nilai yang diperoleh signifikan, maka terdapat masalah
heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila nilai yang diperoleh tidak signifikan, maka
tidak terdapat masalah heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas.
B. Uji Autokorelasi
Autokorelasi ditentukan jika terdapat adanya korelasi antara serangkaian
observasi yang diurut-urutkan menurut waktu (dalam data deretan waktu) atau ruang
(dalam data cross sectional). Korelasi yang dimaksud adalah diantara kesalahan
pengganggu (error disturbance). Untuk mengetahui ada tidaknya autokorelasi dapat
dilakukan uji Durbin Watson sebagai berikut:
a. Menggunakkan angka Durbin-Watson yang diperoleh dari rumus:
d = 2
2
11
ei
eiei
b. Membandingkan angka dengan Durbin-Watson dalam tabel α = 5%. Angka dalam
tabel menunjukkan nilai distribusi antara bawah (dl) dengan batas atas (du)
lv
c. Kriteria Pengujiannya adalah:
0 < d <dl = menunjukan autokorelasi positif atau menolak Ho
dl < d < du = tidak dapat disimpulkan
du < d < 4-du = tidak terdapat autokorelasi atau menerima Ho
4-du < d < 4-dl = tidak dapat disimpulkan
4-dl < d <4 = menunjukan autokorelasi negatif atau menolak Ho.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi dan untuk menghindari
masalah pengujian autokorelasi dengan DW d test, perlu dilakukan uji B.G test, yaitu
jika nilai probabilitas variabel independen lebih besar dari = 5 % maka hipotesa
yang menyatakan pada model tidak terdapat autokorelasi tidak ditolak. Berarti model
empirik lolos dari masalah autokorelasi.
Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut:
a) Estimasi persamaan regresi dengan OLS, dapatkan nilai residualnya (ut).
lvi
b) Regresi ut terhadap variabel bebas dan ut-i…….ut-p
c) Hitung (n-p)R2~ 2 Jika lebih besar dari nilai tabel Chi-square dengan df p,
menolak hipotesa bahwa setidaknya ada satu koefisien autokorelasi yang berbeda
dengan 0.
b. Uji Statistik
a. Uji t
Dilakukan untuk melihat signifikasi dari pengaruh variabel independen secara
individu terhadap variabel dependen. Dalam uji t dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Menentukan hipotesis
Ho = βi = 0 (berarti variabel independen secara individu tidak berpengaruh
terhadap variabel dependen).
Ho = βi ≠ 0 (berarti variabel independen secara individu berpengaruh terhadap
variabel dependen).
b. Menentukan nilai
c. Melakukan perhitungan nilai t sebagai berikut:
t tabel = 2
; df = N-K
Dimana = = derajat signifikansi
N = banyaknya data yang digunakan
K = banyaknya parameter atau koefisien regresi plus kontan
t hitung = )( 1
1
Se
Dimana 1 = Koefisien regresi variabel ke-1
lvii
Se = Standar error
d. Kriteria Pengujian
Ho diterima apabila -t /2 ≤ t ≤ t /2
Ho ditolak apabila t < -t /2 atau t > /2
e. Kesimpulan
Jika t hitung < t tabel, maka Ho diterima Ha ditolak. Artinya koefisien regresi
variabel independen tidak mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
Jika t hitung > t tabel, maka Ho ditolak Ha diterima. Artinya koefisien regresi
variabel independen mempengaruhi variabel dependen secara signifikan.
a. Uji F (Uji terhadap koefisien regresi secara bersama-sama)
Uji ini dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independen yang ada
secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependennya atau untuk mengetahui
apakah persamaan model cukup layak untuk digunakan. Dalam uji F ini terdapat
ketentuan sebagai berikut:
C. Menentukan Hipotesis:
Ho = 1 = 2 = 3 = 4 = 0 (berarti secara bersama-sama variabel independen
tidak mempengaruhi variabel dependen)
lviii
Ha ≠ 1 ≠ 2 ≠ 3 ≠ 4 ≠ 0 (berarti secara bersama-sama variabel independen
mempengaruhi variabel dependen)
D. Menentukan nilai
E. Melakukan perhitungan nilai F
F tabel = F ; (N-K);(K-1)
Dimana = = derajat signifikansi
N = jumlah data
K = jumlah parameter dalam model termasuk konstanta.
F hitung =
KNR
KR
/1
1/2
2
Dimana = R2 = Koefisien determinasi berganda
K = Banyaknya parameter total yang dipakai rekan
N = Banyaknya observasi
F. Kriteria Pengujian
Ho diterima apabila F hitung ≤ F tabel
Ho ditolak apabila F hitung ≥ F tabel
G. Kesimpulan
Jika F hitung < F tabel, maka Ho diterima dan Ha ditolak. Artinya koefisien
regresi variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel
dependen secara signifikan.
Jika F hitung > F tabel, maka Ho ditolak dan Ha diterima. Artinya koefisien
regresi variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen
secara signifikan.
lix
b. Koefisien Determinasi R2
Uji ini digunakkan untuk mengetahui seberapa jauh variasi dari variabel,
bebas dapat menerangkan dengan baik variasi dari variabel terikat. Jika R2 mendekati
nol, maka variabel bebas tidak menerangkan dengan baik variasi dari variabel
terikatnya.
Rumus = R2 =
TSS
ESS1
2
2
1i
i
y
e
TSS
RSS
Dimana = R2 adalah 0 ≤ R
2 ≤ 1
Jika R2
= 1, berarti ada kecocokan yang sempurna
Jika R2
= 0, berarti tidak ada hubungan variabel dependen dengan variabel
independen
Jika R2
= ~, berarti bahwa variabel independen hubungannya semakin dekat
dengan variabel dependen atau dapat dikatakan bahwa model tersebut baik.
lx
BAB IV
Analisis Data dan Pembahasan
1. Gambaran Umum Kabupaten Purworejo
a. Kondisi Geografis
i.Letak Geografis
Secara geografis, Kabupaten Purworejo merupakan bagian dari propinsi
Jawa Tengah yang terletak pada posisi antara 109 47’ 28” – 110 8’ 20” Bujur
Timur dan 7 32’ – 7 54” Lintang Selatan. Luas daerah Kabupaten Purworejo
1.034,83 Km yang terdiri kurang lebih 2/5 daerah dataran dan 3/5 daerah
pegunungan. Dengan batas-batas wilayah adalah:
Sebelah utara : Kabupaten Wonosobo dan Kabupaten Magelang
Sebelah timur : Kabupaten Kulon Progo Propinsi DIY
Sebelah selatan : Samudra Indonesia
Sebelah barat : Kabupaten Kebumen
ii.Luas daerah dan Pembagian daerah Administratif
Luas wilayah Kabupaten Purworejo sebesar 1034,81752 km2. Secara
administratif Kabupaten Purworejo meliputi 16 kecamatan yang terdiri dari 494
desa dan 25 kelurahan. Dari 16 kecamatan yang terdapat di wilayah Kabupaten
Purworejo, kecamatan dengan letak paling jauh adalah Kecamatan Bruno dengan
jarak sejauh 35 km dari pusat kota, sedangkan kecamatan dengan letak paling
dekat dari Purworejo (kota) adalah Kecamatan Banyuurip dengan jarak dari pusat
lxi
kota 4 km. Seluruh kecamatan yang ada di Purworejo sudah terjangkau angkutan
umum.
Kecamatan yang memiliki luas wilayah terbesar adalah Kecamatan Bruno
dengan luas wilayah sebesar 108,43 km2, sedangkan untuk kecamatan yang
memiliki luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Kutoarjo dengan luas wilayah
sebesar 37,59 km2.
Jumlah desa yang ada di Kabupaten Purworejo adalah sebanyak 494 desa
dengan jumlah desa yang terbanyak berada di Kecamatan Ngombol yaitu
sebanyak 57 desa, sedangkan kecamatan dengan jumlah desa terkecil terdapat di
Kecamatan Bagelen yaitu sebanyak 17 desa.
Tabel 4.1 Jumlah desa dan luas wilayah menurut kecamatan di
Kabupaten Purworejo Tahun 2008
No. Kecamatan Jumlah Desa Luas Wilayah (Km)
1 Grabag 32 64,92
2 Ngombol 57 55,27
3 Purwodadi 40 53,96
4 Bagelen 17 63,76
5 Kaligesing 21 74,73
6 Purworejo 25 52,72
7 Banyuurip 27 45,08
8 Bayan 26 43,21
9 Kutoarjo 27 37,59
10 Butuh 41 46,08
11 Pituruh 49 77,42
12 Kemiri 40 92,05
13 Bruno 18 108,43
14 Gebang 25 71,86
15 Loano 21 53,65
16 Bener 28 94,08
Jumlah 494 1034,81
Sumber data: BPS Kabupaten Purworejo 2008
lxii
G. Potensi Daerah
a. Potensi Pertanian
i.Komoditi Tanaman Hortikultura
Komoditi pertanian tanaman hortikultura dengan produksi terbesar yaitu
komoditi rambutan dengan jumlah produksi sebanyak 295.585 kwintal, pada
urutan kedua yaitu komoditi mangga dengan jumlah produksi sebesar 26.238
kwintal, dan pada urutan ketiga yaitu komoditi siem/keprok dengan jumlah
produksi sebanyak 26.203 kwintal.
A. Komoditi Tanaman Pangan
Komoditi pertanian tanaman pangan dengan produksi terbesar yaitu
komoditi padi sawah dengan jumlah produksi sebanyak 256.969 ton, pada urutan
kedua yaitu komoditi ubi kayu dengan jumlah produksi sebesar 122.242 ton, dan
pada urutan ketiga yaitu komoditi jagung dengan jumlah produksi sebanyak 6.912
ton.
B. Komoditi Tanaman Obat-obatan
Komoditi pertanian tanaman obat-obatan dengan produksi terbesar yaitu
komoditi temulawak dengan jumlah produksi sebanyak 2.040.732 kg, pada urutan
kedua yaitu komoditi kapulaga dengan jumlah produksi sebesar 164.243 kg, dan
pada urutan ketiga yaitu komoditi mengkudu dengan jumlah produksi sebanyak
1250 kg.
C. Komoditi Tanaman Sayuran
Komoditi pertanian tanaman sayuran dengan produksi terbesar yaitu
komoditi buncis dengan jumlah produksi sebanyak 36.513 Kg, pada urutan kedua
lxiii
yaitu komoditi semangka dengan jumlah produksi sebesar 25.900 Kg dan pada
urutan ketiga yaitu produksi tomat dengan jumlah produksi 16.313 kg.
2. Potensi Pariwisata
a. Kawasan Geger Menjangan
Kawasan Geger Menjangan merupakan kawasan wisata alam, obyek
utama yang banyak dinikmati pengunjung adalah keindahan Kota Purworejo dan
Pantai Selatan dipandang dari ketinggian puncak bukit. Memandang keindahan
panorama alam dari ketinggian itulah yang ditawarkan kawasan tersebut.
1. Pantai Pasir Puncu dan Ketawang
Dua puluh dua kilometer dari Kota Purworejo atau sebelas kilometer dari
Kota Kecamatan Kutoarjo ke selatan, tepatnya di Hardjobinangun dan Ketawang
Kecamatan Grabag, kita dapat menikmati wisata bahari Pantai Pasir Puncu dan
Ketawang. Kawasan ini memiliki pesona tersendiri dengan panorama Pantai Laut
Selatan yang menarik dan menawan.
2. Bedug Kyai Bagelen di Masjid Jami’
Bedug Kyai Bagelen dengan panjang rata-rata 292 cm, garis tengah bagian
depan sepanjang 194 cm, garis tengah bagian belakang sepanjang 180 cm,
keliling bagian depan sepanjang 601 cm, dan keliling bagian belakang sepanjang
564 cm ini diletakkan di sebelah dalam serambi Masjid Jami’.
3. Museum Tosan Aji
Museum Tosan Aji berada di Kecamatan Purworejo Kabupaten Purworejo
diresmikan pada tanggal 12 April 1987 oleh Gubernur Propinsi Jawa Tengah H.
lxiv
Ismail. Museum ini merupakan salah satu sarana untuk melestarikan warisan
budaya nenek moyang yang terdiri dari keris, pedang, kudi cundrik.
a. Potensi Peternakan
3. Kuda
Peternakan Kuda di Kabupaten Purworejo pada umumnya dimanfaatkan
sebagai alat transportasi seperti andong maupun dokar, meskipun tidak sedikit
juga yang beternak kuda untuk keperluan kuda pacu/balap. Di samping itu
peternakan kuda ini banyak juga yang dipasarkan hingga Kabupaten Kebumen,
Kabupaten Banjarnegara hingga Kota Pekalongan. Populasi kuda mengalami
peningkatan dari tahun 2003 sebanyak 207 ekor hingga tahun 2008 sebanyak 259
ekor atau mengalami pertumbuhan sebesar 0,25 % yang hampir keseluruhannya
sudah menjadi pesanan baik dari lokal (Kabupaten Purworejo) maupun berasal
dari luar Kabupaten Purworejo.
4. Sapi Potong
Peternakan ini tergolong peternakan terbesar di Kabupaten Purworejo jika
dibandingkan dengan peternakan lain. Pada tahun 2003 peternakan sapi potong
mencapai 12.121 ekor dan pada tahun 2008 telah mencapai 16.980 ekor atau
mengalami pertumbuhan sebesar 0,4 %. Tentunya keberadaan peternakan sapi
potong ini menjadi salah satu pemasok utama kebutuhan daging sapi Kabupaten
Purworejo dan sekitarnya.
5. Sapi Perah
Hingga tahun 2003 populasi sapi perah Kabupaten Purworejo mencapai
82 ekor dan pada tahun 2008 meningkat menjadi 97 ekor atau mengalami
lxv
pertumbuhan sebesar 0,18 %, sehingga diperkirakan akan terus meningkat
mengingat banyak para peternak sapi potong yang juga beternak sapi perah.
Produksi susu dari peternakan sapi perah ini dipasarkan tidak hanya di Kabupaten
Purworejo namun hingga Kabupaten Magelang, dan Daerah Istimewa
Yogyakarta.
6. Kerbau
Populasi peternakan kerbau di tahun 2003 mencapai 3.139 ekor dan pada
tahun 2008 sebanyak 1.764 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,44 %..
Meskipun peran kerbau sebagai pembajak sawah mulai tergantikan oleh traktor
dan alat-alat pertanian yang lebih modern. Namun eksistensi kerbau ini cukup
baik, bahkan dewasa ini mulai berkembang makanan khas di Kabupaten
Kebumen yaitu sate kerbau.
7. Kambing
Biasanya peternakan kambing ini dilakukan oleh masyarakat yang bekerja
sebagai petani. Masyarakat menyebutnya sebagai kesibukan sambilan. Populasi
kambing di Kabupaten Purworejo hingga tahun 2003 mencapai 104.800 ekor dan
pada tahun 2008 sebanyak 102.159 ekor atau mengalami penurunan sebesar 0,02
%. Peternakan kambing dirasa sudah menjadi salah satu tradisi yaitu para petani
yang juga beternak kambing.
8. Domba
Begitu pula dengan domba, meskipun banyak pula para peternak yang
mengkhususkan beternak domba namun banyak pula para petani yang memiliki
kerja sambilan beternak domba. Populasi domba di Kabupaten Purworejo pada
lxvi
tahun 2003 mencapai 62.220 ekor dan pada tahun 2008 sebanyak 45.603 ekor
atau mengalami penurunan sebesar 0,27 %.
9. Puyuh
Telur burung puyuh banyak yang membutuhkannya biasanya sebagai
salah satu masakan khas Jawa. Populasi burung puyuh ini mencapai 72.820 ekor
pada tahun 2003 dan pada tahun 2008 sebesar 39.000 ekor atau mengalami
penurunan sebesar 0,46 %.
10. Ayam Pedaging
Daerah pemasaran ayam pedaging Kabupaten Purworejo cukup luas dan
tidak hanya di Kabupaten Purworejo sendiri. Populasi ayam pedaging pada tahun
2003 mencapai 121.400 ekor dan pada tahun 2008 telah mencapai 587.481 ekor
atau mengalami pertumbuhan sebesar 3,84 %.
b. Potensi Industri
i. Industri Meubel Kayu
Industri meubel di Kabupaten Purworejo dikelola oleh masyarakat. Selain
menawarkan berbagai jenis bahan kayu serta motif desain meubel, industri di
Kabupaten Purworejo juga melayani pesanan. Sehingga pemesan dapat
menentukan sendiri jenis kayu yang akan digunakan, desain yang diberikan, serta
kontrak waktu pengerjaannya. Pesanan-pesanan tersebut datang bukan hanya dari
Kabupaten Purworejo tetapi juga dari luar Kabupaten Purworejo.
1. Industri Meubel Bambu Hitam
Bahan baku kayu hitam banyak diperoleh warga dari Kabupaten
Wonosobo dan sebagian dari kabupaten Purworejo. Industri ini berada di
lxvii
Kecamatan Bener Kabupaten Purworejo. Pemasaran hasil industri ini adalah
seputar Kabupaten Purworejo, Cilacap dan Kabupaten Magelang.
a. Industri Tekstil
Industri tekstil di Kabupaten Purworejo ini memproduksi tekstil untuk
keperluan lokal dan eksport. Kebanyakan industri-industri konveksi membeli
bahan-bahan tekstilnya di industri tekstil ini. Industri konveksi tersebut antara lain
industri konveksi yang ada di Kabupaten Cilacap, Pekalongan, Cirebon dan lain-
lain.
b. Potensi Kerajinan
a. Pembuatan Tikar dari Mendong
Dewasa ini tikar mendong tidak hanya digunakan sebagai tikar ataupun
alas tempat duduk saja tetapi telah berkembang penggunaannya sebagai salah satu
bahan dasar pembuatan dompet, tas, peci dan lain-lain. Pemasaran tikar mendong
dari Kabupaten Purworejo ini masih bersifat lokal yaitu sekitar Kabupaten
Purworejo saja namun untuk produk-produk dompet dan tas mendong telah
mencapai Kabupaten Cilacap, Yogyakarta, dan Borobudur (Kabupaten
Magelang). Produksi produk-produk dari mendong ini berada di Kecamatan
Loano, Kabupaten Purworejo. Namun untuk tikar mendong tersebar hampir di
seluruh kecamatan.
1) Pembuatan Tikar dari Daun Pandan
Pemasaran tikar dari daun pandan ini disekitar Kabupaten Purworejo
seperti Kabupaten Wonosobo, Kabupaten Magelang, Kabupaten Kebumen, dan
Daerah Istimewa Yogyakarta. Dalam perkembangannya, tikar dari daun pandan
lxviii
ini juga berkembang seperti tikar dari mendong, yaitu pemanfaatannya tidak
hanya sebatas untuk tikar saja tetapi juga telah dimanfaatkan untuk pembuatan
dompet, tas, bahkan banyak pula sandal dan sepatu yang bermotif daun pandan.
2) Perkakas Rumah Tangga dari Kayu
Kerajinan perkakas dari kayu ini umumnya berupa sendok, irus, tampah
dan lain-lain. Selain untuk kebutuhan perkakas rumah tangga, para pengrajin juga
memproduksi jenis-jenis barang tersebut untuk hiasan rumah dan souvenir-
souvenir yang dijual di obyek-obyek wisata seperti Candi Borobudur, Prambanan,
Mendut dan lain-lain.
3) Keranjang Bambu
Keranjang bambu yang berasal dari Kabupaten Purworejo ini memiliki
keunikan dan karakter yang cukup khas. Biasanya keranjang bambu yang
diproduksi memiliki lingkaran bambu yang oleh masyarakat setempat disebut
"wengku" yang lebar sehingga lebih kuat dibandingkan keranjang bambu yang
diproduksi oleh daerah lain. Selain itu, keranjang bambu dari Kabupaten
Purworejo juga memiliki ciri anyaman yang khas pula yaitu adanya kulit bambu
(masyarakat setempat menyebutnya "wilah") di kombinasi dengan daging
bambunya. Pemasaran keranjang bambu ini disekitar Kabupaten Purworejo dan
kabupaten-kabupaten lain di sekitarnya.
1. Keadaan Alam
Wilayah Kabupaten Purworejo terdiri dari dataran rendah kurang lebih 2/5
daerah rendah dan kurang lebih 3/5 daerah pegunungan. Jenis tanahnya dibedakan
menjadi tanah sawah dan tanah kering yang luasnya cukup besar mencapai
lxix
72.854,78 Ha pada tahun 2003 dimana sampai dengan tahun 2008 tidak
mengalami perubahan dan bisa dikatakan tidak mengalami pertumbuhan atau
pertumbuhan sebesar 0 % . Tanah kering tersebut sebagian besar digunakan untuk
tanah bangunan dan halaman sekitarnya seluas 10.116,50 Ha,
tegal/kebun/ladang/huma seluas 51.598,14 Ha, hutan negara seluas 6.857,88 Ha,
dan tanah lainnya seluas 3.254,71 Ha. Jadi secara keseluruhan pemanfaatan dan
penggunaan tanah kering di wilayah Kabupaten Purworejo paling besar
digunakan untuk areal tegal/perkebunan/lada/huma dengan lahan seluas 51.598,14
Ha. Sedangkan untuk pemanfaatan dan penggunaan tanah kering di wilayah
Kabupaten Purworejo paling kecil digunakan untuk areal tanah lainnya yaitu
seluas 3.254,71 Ha. Areal tanah lainnya yang dimaksudkan disini adalah besarnya
luas tanah kering selain yang digunakan untuk areal tanah bangunan dan halaman
sekitarnya, areal tegal/kebun/ladang/huma, dan areal hutan negara.
b. Penduduk dan Tenaga Kerja
i. Kependudukan
Penduduk Kabupaten Purworejo cukup besar. Hal tersebut dapat dilihat
dalam tabel 4.2
lxx
Tabel 4.2 Banyaknya Desa dan Jumlah Penduduk menurut kecamatan dan
Daerah di Kabupaten Purworejo Tahun 2007
No. Kecamatan Kota Pedesaan Kota dan Pedesaan
Desa Penduduk Desa Penduduk Desa Penduduk
1 Grabag 2 5546 30 46107 32 51653
2 Ngombol 1 470 56 36833 57 37303
3 Purwodadi 3 5268 37 36082 40 41350
4 Bagelen 0 0 17 35966 17 35966
5 Kaligesing 0 0 21 35895 21 35895
6 Purworejo 11 63206 14 26692 25 89898
7 Banyuurip 6 14974 21 26453 27 41427
8 Bayan 11 25581 15 22172 26 47753
9 Kutoarjo 17 45041 10 19159 27 64200
10 Butuh 3 5102 38 40664 41 45766
11 Pituruh 2 2603 47 50594 49 53197
12 Kemiri 6 9837 34 45929 40 55766
13 Bruno 0 0 18 44131 18 44131
14 Gebang 2 7376 23 34639 25 42015
15 Loano 3 9390 18 27051 21 36441
16 Bener 1 2776 27 52975 28 55751
Jumlah 68 197170 426 581342 494 778512
Tahun 2006 68 183456 426 592997 494 776452
Tahun 2005 68 183456 426 590829 494 774285
Tahun 2004 68 200350 426 572485 494 772835
Tahun 2003 68 193457 426 577536 494 770993
Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo 2007
lxxi
Berikut jumlah penduduk dirinci menurut jenis kelamin dan kecamatan di
Kabupaten Purworejo Tahun 2008:
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Perkecamatan di Kabupaten
Purworejo Tahun 2008.
No. Kecamatan Jumlah Penduduk
Laki-laki Perempuan Sex Ratio
1 Grabag 25865 26096 99.11
2 Ngombol 18208 19110 95.27
3 Purwodadi 20271 21300 95.16
4 Bagelen 17582 18426 95.41
5 Kaligesing 18056 17880 100.98
6 Purworejo 44291 45926 96.43
7 Banyuurip 20012 21289 94.00
8 Bayan 23163 24577 94.24
9 Kutoarjo 31291 32916 95.06
10 Butuh 22736 23088 98.47
11 Pituruh 26771 26842 99.73
12 Kemiri 27087 28752 94.20
13 Bruno 21608 22797 94.78
14 Gebang 20720 21314 97.21
15 Loano 18224 18305 99.55
16 Bener 27949 27942 100.02
Kab. Purworejo 383834 396560 96.79
Tahun 2007 383230 395282 96.95
Tahun 2006 382205 394247 96.95
Tahun 2005 381217 393068 96.99
Tahun 2004 380491 392344 96.90
Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo Tahun 2008
lxxii
ii.Tenaga Kerja
Kondisi alam Kabupaten Purworejo yang agraris membuat mata
pencaharian sebagian besar penduduknya di sektor pertanian (petani dan buruh
tani). Jumlah penduduk yang bekerja di berbagai sektor pada tahun 2004
sebanyak 366.932 orang dengan rincian: Sektor pertanian 188.125 orang
(meningkat 5,25 % dibandingkan tahun sebelumnya); pertambangan 3.301 orang
(meningkat 300 %, dimana sebelumnya 720 orang); industri 45.301 orang; listrik,
gas, dan air sebesar 956 orang; konstruksi 13.502 orang; perdagangan, hotel,
restoran 52.756 orang; angkutan dan komunikasi 16.773 orang; keuangan 1.701
orang; dan jasa lainnya 44.521 orang.
Dengan memperhatikan kondisi diatas, lapangan pertanian mengalami
peningkatan sebesar 5,25 % menunjukkan bahwa pertanian masih menjadi daya
tarik bagi masyarakat sebagai lapangan kerja yang dapat memberikan
kesejahteraan keluarga. Berbeda dengan lapangan kerja di industri yang menurun
sekitar 3,75 %.
Jumlah penduduk yang bekerja di berbagai sektor di wilayah Kabupaten
Purworejo pada tahun 2004 ternyata masih di dominasi dari sektor pertanian yang
menempati urutan pertama dalam penyerapan tenaga kerja dengan jumlah
188.125 orang. Di urutan kedua diduduki oleh sektor perdagangan, hotel, restoran
dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 52.756 orang. Untuk sektor industri
menduduki urutan ketiga dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 45.301 orang.
Sedangkan untuk sektor yang menduduki urutan terendah dalam penyerapan
tenaga kerja adalah sektor listrik, gas, dan air yaitu sebesar 956 orang.
lxxiii
c. Sosial
i.Pendidikan
Angka kelulusan tahun 2004 di Kabupaten Purworejo adalah SD/MI
sebanyak 13.643 siswa, SMP/MTs sebanyak 12.107 siswa, SMA/SMK/MA
sebanyak 9.864 siswa. Rasio guru terhadap murid rata-rata pertahun untuk
pendidikan TK sebesar 1:27 murid, SD sebesar 1:19 murid, untuk SMP sebesar
1:38 murid dan untuk SMA sebesar 1:34 murid. Sedangkan rasio kelas terhadap
murid untuk TK sebesar 1:21 murid, SD sebesar 1:20 murid, untuk SMP sebesar
1:30 murid dan untuk SMA sebesar 1:35 murid.
Dengan memperhatikan kondisi diatas angka kelulusan terbesar di
Kabupaten Purworejo diraih oleh jenjang pendidikan di tingkat SD/MI dengan
angka kelulusan sebesar 13.643 siswa. Sedangkan angka kelulusan terendah
diraih oleh jenjang pendidikan di tingkat SMA/SMK/MA dengan angka kelulusan
sebesar 9.864 siswa. Untuk rasio guru terhadap murid rata-rata pertahun terbaik
diduduki oleh rasio guru SD sebesar 1:19 murid dan yang terburuk diduduki oleh
rasio guru SMP sebesar 1:38 murid. Sedangkan untuk rasio kelas terhadap murid
paling sedikit diduduki oleh rasio kelas TK sebesar 1:21 murid dan untuk yang
paling banyak diduduki oleh rasio kelas SMA sebesar 1:35 murid.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dilihat dari angka kelulusan, rasio guru
terhadap murid, dan rasio kelas terhadap murid di Kabupaten Purworejo ternyata
cukup baik.
lxxiv
ii.Kesehatan
Secara garis besar kondisi kesehatan masyarakat Purworejo mengalami
peningkatan walaupun kecil, tetapi tren yang ada menunjukkan adanya
peningkatan. Jumlah rumah sakit tipe B dan tipe D masing-masing sebanyak 1
unit dan 2 unit. Puskesmas induk sebanyak 25 unit, Pustu 66 unit, Pusling 25 unit,
Posyandu 2.076 unit, klinik praktek dokter 14 unit, produksi obat tradisional 1
buah, gudang farmasi 1 buah. Sementara dalam kesehatan masyarakat, jumlah
orang kurang gizi sebanyak 500 orang. Jumlah apotik 14 unit, toko obat 19 unit.
Dalam hal jumlah tenaga kesehatan Purworejo memiliki 44 dokter umum, 36
dokter gigi, 117 perawat, 234 bidan, 17 ahli kesehatan masyarakat, 2 apoteker, 14
ahli gizi, 11 analisis laboratorium, 1 ahli roentgen, 115 mantri kesehatan, 31 ahli
penyakit lingkungan. Sementara jumlah kasus kejadian luar biasa 3 kasus, jumlah
penderita 19 jiwa serta jumlah kecamatan yang terkena kasus 3 kecamatan.
Dari data tersebut diatas dapat diambil kesimpulan bahwa kabupaten
Purworejo sudah memiliki atau mempunyai unit pelayanan kesehatan yang cukup
baik dengan banyaknya unit-unit tempat pelayanan kesehatan, tenaga medis, serta
tersedianya obat-obatan.
d. Keuangan Daerah
Jika dilihat dari sisi harga berlaku pada tahun 2006 sumbangan sektor
primer terhadap PDRB secara keseluruhan adalah sebesar Rp. 1.047.237,19 juta
atau sebesar 36,29 % dan tumbuh sebesar 4,61 % dari tahun sebelumnya.
Kelompok sekunder menyumbang Rp. 455.842,47 juta atau sebesar 15,80 % dan
lxxv
tumbuh sebesar 12,27 % dari tahun sebelumnya. Kelompok tersier menyumbang
Rp. 1.382.435,56 juta atau sebesar 47,91 %.
Berdasarkan kondisi diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok tersier
menyumbang paling banyak terhadap PDRB atas dasar harga berlaku pada tahun
2006 yaitu sebesar Rp. 1.382.435,56 juta atau sebesar 47,91 %. Sedangkan
kelompok sekunder menyumbang paling sedikit terhadap PDRB atas dasar harga
berlaku pada tahun 2006 dengan hanya menyumbang sebesar Rp. 455.842,47 juta
atau sebesar 15,80 %.
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2007 2008
Pertumbuhan
2007-2008
(%)
1. Pertanian 1.604.031,09 1.780.388,35 10,99
2. Pertambangan dan Pertanian 101.108,88 113.403,10 12,16
3. Industri Pengolahan 469.153,11 544.458,01 16,05
4. Listrik, Gas, dan Air bersih 39.264,49 41.475,96 5,63
5. Bangunan Konstruksi 264.410,11 306.227,65 15,81
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 761.038,23 883.313,80 16,07
7. Pengangkutan dan Komunitas 320.437,27 366.364,54 14,33
8. Bank dan Lembaga Keu.
Lainnya 281.483,66 327.164,75 16,29
9. Jasa-jasa 819.858,21 962.579,02 17,41
PDRB 4.660.785,05 5.325.375,18 14,26
Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo, 2008
Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Purworejo menurut lapangan
usaha selama tahun 2007-2008, dapat dilihat pada tabel 4.4.
lxxvi
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007-2008
sektor jasa-jasa memberikan kontribusi paling besar pada PDRB atas dasar harga
berlaku Kabupaten Purworejo dengan pertumbuhan sebesar 17,41 %. Sedangkan
yang memberikan kontribusi paling kecil adalah dari sektor listrik, gas, dan air
bersih yaitu sebesar 5,56 %.
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan Usaha
Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Purworejo Tahun 2007-2008
(Dalam Jutaan Rupiah)
Lapangan Usaha 2007 2008
Pertumbuhan
2007-2008
(%)
1. Pertanian 912.375,36 956.794,72 4,87
2. Pertambangan dan Penggalian 56.250,45 58.186,55 3,44
3. Industri Pengolahan 263.428,20 275.014,37 4,4
4. Listrik, Gas, dan Air bersih 13.289,07 13.944,98 4,93
5. Bangunan Konstruksi 141.643,37 148.869,75 5,1
6. Perdagangan, Hotel, dan
Restoran 435.920,67 458.185,67 5,11
7. Pengangkutan dan Komunitas 154.701,61 163.916,19 5,96
8. Bank dan Lembaga Keu.
Lainnya 145.530,05 157.465,98 8,20
9. Jasa-jasa 468.396,60 503.208,91 7,43
PDRB 2.591.535,38 2.735.587,12 5,56
Sumber Data: BPS Kabupaten Purworejo, 2008
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa pada tahun 2007-2008
sektor bank dan lembaga keuangan lainnya memberikan kontribusi paling besar
pada PDRB atas dasar harga konstan Kabupaten Purworejo dengan pertumbuhan
sebesar 8,20 %. Sedangkan yang memberikan kontribusi paling kecil adalah dari
sektor pertambangan dan penggalian yaitu sebesar 3,44 %.
lxxvii
2. Gambaran Umum PT PLN (Persero)
a. Sekilas Tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN)
Kelistrikan di Indonesia dimulai pada akhir abad ke-19, pada saat
beberapa perusahaan Belanda, antara lain pabrik gula dan pabrik teh mendirikan
pembangkit tenaga listrik untuk keperluan sendiri. Kelistrikan untuk kemanfaatan
umum mulai ada pada saat perusahaan swasta Belanda yaitu NV NIGN yang
semula bergerak dibidang gas memperluas usahanya di bidang listrik untuk
kemanfaatan umum. Pada tahun 1927 Pemerintah Belanda membentuk s' Lands
Waterkracht Bedrijven (LB) yaitu perusahaan listrik negara yang mengelola
PLTA Plengan, PLTA Lamajan, PLTA Bengkok Dago, PLTA Ubrug dan Kracak
di Jawa Barat, PLTA Giringan di Madiun, PLTA Tes di Bengkulu, PLTA Tonsea
Lama di Sulawesi Utara dan PLTU di Jakarta. Selain itu di beberapa Kotapraja
dibentuk perusahaan-perusahaan listrik Kotapraja.
Selama Perang Dunia II berlangsung, perusahaan-perusahaan listrik
tersebut dikuasai oleh Jepang dan setelah kemerdekaan Indonesia, tanggal 17
Agustus 1945, perusahaan-perusahaan listrik tersebut direbut oleh pemuda-
pemuda Indonesia pada bulan September 1945 dan diserahkan kepada Pemerintah
Republik Indonesia. Pada tanggal 27 Oktober 1945, Presiden Soekarno
membentuk Jawatan Listrik dan Gas, dengan kapasitas pembangkit tenaga listrik
hanya sebesar 157,5 MW saja.
Dengan menyerahnya pemerintah Belanda kepada Jepang dalam perang
Dunia II maka Indonesia dikuasai Jepang, oleh karena itu perusahaan listrik dan
gas yang ada diambil alih oleh Jepang dan semua personil dalam perusahaan
lxxviii
listrik tersebut diambil alih oleh orang-orang Jepang. Dengan jatuhnya Jepang ke
tangan Sekutu dan diproklamasikannya kemerdekaaan Indonesia pada tanggal 17
Agustus 1945, maka kesempatan yang baik ini dimanfaatkan oleh pemuda serta
buruh listrik dan gas untuk mengambil alih perusahaan-perusahaan listrik dan gas
yang dikuasai Jepang.
Setelah berhasil merebut perusahaan listrik dan gas dari tangan kekuasaan
Jepang, kemudian pada bulan September 1945, Delegasi dari Buruh / Pegawai
Listrik dan Gas yang diketuai oleh Kobarsjih menghadap Pimpinan KNI Pusat
yang waktu diketuai oleh Mr. Kasman Singodimejo untuk melaporkan hasil
perjuangan mereka. Selanjutnya delegasi Kobarsjih bersama-sama dengan
Pimpinan KNPI Pusat menghadap Presiden Soekarno, untuk menyerahkan
perusahaan-perusahaan listrik dan gas kepada Pemerintah Republik Indonesia.
Penyerahan tersebut diterima oleh Presiden Soekarno dan kemudian dengan
Penetapan Pemerintah tahun 1945 No. 1 tertanggal 27 Oktober 1945 maka
dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas dibawah Departemen Pekerjaan Umum dan
Tenaga.
Dengan adanya Agesi Belanda I dan II sebagian besar perusahaan-
perusahaan listrik dikuasai kembali oleh Pemerintah Belanda atau pemiliknya
semula. Pegawai-pegawai yang tidak mau bekerjasama kemudian mengungsi dan
menggabungkan diri pada kantor-kantor Jawatan Listrik dan Gas di daerah-daerah
Republik Indonesia yang bukan daerah pendudukan Belanda untuk meneruskan
perjuangan. Para pemuda kemudian mengajukan mosi yang dikenal dengan Mosi
Kobarsjih tentang Nasionalisasi Perusahaan Listrik dan Gas Swasta kepada
lxxix
Pemerintah. Selanjutnya kristalisasi dari semangat dan jiwa mosi tersebut tertuang
dalam Ketetapan Parleman RI No 163 tanggal 3 Oktober 1953 tentang
Nasionalisasi Perusahaan Listrik milik bangsa asing di Indonesia, jika waktu
konsesinya habis.
Sejalan dengan meningkatnya perjuangan bangsa Indonesia untuk
membebaskan Irian Jaya dari cengkeraman penjajah Belanda maka dikeluarkan
Undang Undang Nomor 86 tahun 1958 tertanggal 27 Desember 1958 tentang
Nasionalisasi semua perusahaan Belanda dan Peraturan Pemerintah Nomor 18
Tahun 1958 tentang nasionalisasi listrik dan gas milik Belanda. Dengan Undang-
undang tersebut, maka seluruh perusahaan listrik Belanda berada ditangan bangsa
Indonesia.
Sejarah ketenagalistrikan di Indonesia mengalami pasang surut sejalan
dengan pasang surutnya perjuangan bangsa. Tanggal 1 Januari 1961, Jawatan
Listrik dan Gas diubah menjadi BPU-PLN (Badan Pimpinan Umum Perusahaan
Listrik Negara) yang bergerak di bidang listrik, gas dan kokas. Tanggal 1 Januari
1965, BPU-PLN dibubarkan dan dibentuk 2 perusahaan negara yaitu Perusahaan
Listrik Negara (PLN) yang mengelola tenaga listrik dan Perusahaan Gas Negara
(PGN) yang mengelola gas. Saat itu kapasitas pembangkit tenaga listrik PLN
sebesar 300 MW. Tahun 1972, Pemerintah Indonesia menetapkan status
Perusahaan Listrik Negara sebagai Perusahaan Umum Listrik Negara (PLN).
Tahun 1990 melalui Peraturan Pemerintah No. 17, PLN ditetapkan sebagai
pemegang kuasa usaha ketenagalistrikan. Tahun 1992, pemerintah memberikan
kesempatan kepada sektor swasta untuk bergerak dalam bisnis penyediaan tenaga
lxxx
listrik. Sejalan dengan kebijakan diatas, pada bulan Juni 1994 status PLN
dialihkan dari Perusahaan Umum menjadi Perusahaan Perseroan (Persero).
Pada tanggal 27 Oktober 1945 ditetapkan sebagai Hari Listrik dan Gas,
hari tersebut telah diperingati untuk pertama kali pada tanggal 27 Oktober 1946
bertempat di Gedung Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BPKNIP)
Yogyakarta. Penetapan secara resmi tanggal 27 Oktober 1945 sebagai Hari Listrik
dan Gas berdasarkan keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan Tenaga, Nomor 20
tahun 1960. Namun kemudian berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum
dan Tenaga Listrik, nomor 235/KPTS/1975 tanggal 30 September 1975
peringatan Hari Listrik dan Gas yang digabung dengan Hari Kebaktian Pekerjaan
Umum dan Tenaga Listrik yang jatuh pada tanggal 3 Desember. Mengingat
pentingnya semangat dan nilai-nilai hari listrik, maka berdasarkan Keputusan
Menteri Pertambangan dan Energi, Nomor 1134.K/43/MPE/1992 tanggal 31
Agustus 1992 ditetapkan tanggal 27 Oktober sebagai Hari Listrik Nasional.
a. Visi dan Misi PT PLN (Persero)
Visi:
Diakui sebagai perusahaan kelas dunia yang bertumbuh kembang,
unggul dan terpercaya dengan bertumpu pada potensi insani.
Misi:
i. Memajukan bisnis kelistrikan dan bidang lain yang terkait, berorientasi
pada kepuasan pelanggan, anggota perusahaan, dan pemegang saham.
ii. Menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas
kehidupan masyarakat.
lxxxi
iii. Mengupayakan agar tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan
ekonomi.
iv. Menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan.
Motto PLN :
Listrik untuk kehidupan yang lebih baik.
Penerapan Nilai-Nilai :
c. Saling Percaya
d. Integritas
e. Peduli
f. Pembelajar
b. Dasar Hukum PT PLN (Persero)
a. Anggaran dasar PLN tahun 1998
b. Peraturan pemerintah No.23 Tahun 1994 tentang pengalihan bentuk
Perusahaan Umum (Perum) Listrik Negara menjadi Perusahaan Perseroan
(Persero)
c. Peraturan pemerintah No.12 Tahun 1998 tentang Perusahaan Perseroan
(Persero)
d. Peraturan Pemerintah No.50 Tahun 1998 tentang pengalihan kedudukan dan
tugas
e. Instruksi presiden No.15 Tahun 1998 tentang pengalihan pembinaan terhadap
Perusahaan Perseroan (Persero) dan Perseroan Terbatas yang sebagian
sahamnya di miliki Negara Republik Indonesia kepada Menteri Negara
Pendayagunaan BUMN.
lxxxii
c. Kebijakan Manajemen PT PLN (Persero)
Tahun 2003 ditandai dengan dua tantangan besar yang harus dihadapi
PLN selaku perusahaan terbesar di bisnis kelistrikan di Indonesia. Pertama,
membaiknya perekonomian nasional yang memberikan dampak membaiknya
pertumbuhan ketenagalistrikan di Indonesia. Kedua, diberlakukannya UU No.20
Tahun 2002 yang merubah lingkungan bisnis kelistrikan menjadi sarat dengan
kompetisi. Membaiknya perekonomian nasional merupakan tantangan bagi PLN
untuk bangkit kembali setelah tahun-tahun sebelumnya menghadapi krisis yang
berkepanjangan. Sedang, lingkungan bisnis yang sarat dengan kompetisi akan
merupakan tantangan bagi PLN sebagai perusahaan yang sebelumnya merupakan
perusahaan monopoli untuk menjadi hanya sebagai salah satu pemain dalam
bisnis kelistrikan. Kedua tantangan tersebut harus dapat dijawab PLN agar visi
perusahaan untuk menjadi perusahaan kelas dunia dapat terwujud. Untuk itu,
upaya-upaya berupa kegiatan-kegiatan korporat bernuansa optimisme diseluruh
jajaran perusahaan sedang dan terus dilaksanakan.
Pelaksanaan program Restrukturisasi Korporat dan Road Map perusahaan
merupakan usaha yang dilakukan perusahaan untuk menuju PLN baru, yaitu PLN
yang mampu menghadapi perubahan lingkungan usaha. Buku pedoman Good
Corporate Government sebagai komitmen perusahaan telah dibuat untuk menjadi
acuan bagi Komisaris, Direksi, dan seluruh manajemen PLN dalam mengelola
perusahaan, baik dalam pembangunan struktur maupun dalam mengembangkan
proses bisnis. Good Corporate Government yang berdasarkan kaidah
lxxxiii
transparansi, kemandirian, akuntabilitas, reponsibilitas serta kewajaran akan
meningkatkan kinerja dan citra positif bagi perusahaan.
Upaya untuk meningkatkan investasi sarana penyediaan tenaga listrik dan
pelayanan kepada pelanggan, yang merupakan usaha untuk tetap dapat
mempertahankan dan melaksanakan tanggung jawab PLN dalam menjamin
kelangsungan penyediaan tenaga listrik bagi masyarakat, akan terus ditingkatkan.
Upaya peningkatan kemampuan perusahaan tersebut diharapkan akan
memberikan nilai tambah bagi pelanggan, perusahaan dan pemegang saham.
Suksesnya penyelesaian semua agenda korporat diatas, pada akhirnya
akan memastikan PLN sebagai perusahaan terkemuka untuk mencapai posisi siap
tinggal landas menggapai gemerlap di tahun-tahun mendatang menjadi
perusahaan kelas dunia selamanya.
1. Aktivitas Bisnis PT PLN (Persero)
a. Pembangkitan
Pada akhir tahun 2003 daya terpasang pembangkit PLN mencapai 21.425
MW yang tersebar di seluruh Indonesia. Kapasitas pembangkit sesuai jenisnya
adalah sebagai berikut:
i. Pembangkit Listrik Tenaga Air
(PLTA), 3.184 MW
ii. Pembangkit
Listrik Tenaga Diesel (PLTD), 3.073 MW
iii. Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), 6.800 MW
iv. Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG), 1.748 MW
lxxxiv
v. Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU), 6.241 MW
vi. Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP), 380 MW
b. Transmisi dan Distribusi
Di Jawa-Bali memiliki sistem interkoneksi transmisi 500 kV dan 150 kV
sedangkan di luar Jawa-Bali PLN menggunakan Sistem Transmisi yang terpisah
dengan tegangan 150 kV dan 70 kV. Pada akhir tahun 2003, total panjang
jaringan Transmisi 500 kV, 150 kV, dan 70 kV mencapai 25.989 kms, jaringan
distribusi 20 kV (JTM) sepanjang 230.593 kms dan jaringan Tegangan Rendah
(JTR) sepanjang 301.692 kms.
c. Sistem Kontrol
Pengaturan daya dan beban sistem ketenagalistrikan di jawa-bali dan
supervisi pengoperasian sistem 500 kV secara terpadu dilaksanakan oleh Load
Dispatch Center/pusat pengaturan beban yang terletak di Gandul, Jakarta Selatan.
Pengaturan operasi sistem 150 kV dilaksanakan oleh Area Control Centre yang
berada dibawah pengendalian Load Dispatch Center. Disistem jawa-bali terdapat
Area Control Center masing-masing di region Jakarta dan Banten, Region Jawa
Barat, Region Jawa Tengah dan DI Yogyakarta dan Region Jawa Timur dan Bali.
d. Pengembangan organisasi
Cakupan operasi PLN sangat luas meliputi seluruh wilayah Indonesia
yang terdiri lebih dari 13.000 pulau. Dalam perkembangannya, PT PLN (Persero)
telah mendirikan 6 Anak Perusahaan dan 1 Perusahaan Patungan yaitu :
E. PT Indonesia Power, yang bergerak di bidang
pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lain yang
lxxxv
terkait, yang berdiri tanggal 3 Oktober 1995 dengan nama
PT PJB I dan baru tanggal 1 September 2000 namanya
berubah menjadi PT Indonesia Power.
F. PT Pembangkitan Jawa Bali (PT PJB), bergerak di
bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha
lainyang terkait dan berdiri tanggal 3 Oktober 1995
dengan nama PT PJB II dantanggal 22 September 2000,
namanya berubah menjadi PT PJB.
G. Pelayanan Listrik Nasional Batam (PT PLN Batam),
yang bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum di Wilayah Pulau Batam, didirikan
tanggal 3 Oktober 2000.
H. PT Indonesia Comnets Plus, yang bergerak dalam bidang
usaha telekomunikasi didirikan tanggal 3 Oktober 2000.
I. PT Prima Layanan Nasional Enjiniring ( PT PLN
Enjiniring), bergerak di bidang Konsultan Enjiniring,
Rekayasa Enjiniring dan Supervisi Konstruksi, didirikan
pada tanggal 3 Oktober 2002.
J. Pelayanan Listrik Nasional Tarakan (PT PLN Tarakan),
bergerak dalam usaha penyediaan tenaga listrik bagi
kepentingan umum di wilayah Pulau Tarakan.
K. Geo Dipa Energi, perusahaan patungan PLN -
PERTAMINA yang
lxxxvi
bergerak di bidang Pembangkit Tenaga Listrik terutama
yang menggunakan energi Panas Bumi.
Sebagai Perusahaan Perseroan Terbatas, maka Anak Perusahaan
diharapkan dapat bergerak lebih leluasa dengan antara lain membentuk
Perusahaan Joint Venture, menjual Saham dalam Bursa Efek, menerbitkan
Obligasi dan kegiatan-kegiatan usaha lainnya. Di samping itu, untuk
mengantisipasi Otonomi Daerah, PLN juga telah membentuk Unit Bisnis
Strategis berdasarkan kewilayahan dengan kewenangan manajemen yang lebih
luas.
3. Analisis Data dan Pembahasan
a. Deskripsi Data
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data-data dari
variabel yang diduga mempengaruhi jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R1-
900 VA) di Kabupaten Purworejo. Penjabarannya sebagai sebagai:
3. PDRB Harga Berlaku
PDRB Harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang
dihitung menggunakan harga pada setiap tahun dan digunakan untuk melihat
pergeseran dan struktur ekonomi. Dalam penelitian ini digunakkan data PDRB
harga berlaku. Satuannya adalah rupiah.
Secara umum PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Purworejo
mengalami kenaikan dari tahun ke tahun meskipun kenaikannya tidak terlalu
banyak. PDRB Kabupaten Purworejo terus mengalami peningkatan dari tahun
2002 sebesar Rp. 2.393.059,99 hingga tahun 2008 sebesar Rp. 5.325.375,18 atau
lxxxvii
meningkat sebesar 1,22 %. Kenaikan PDRB ini akan membawa dampak positif
terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo.
Perkembangan PDRB Kabupaten Purworejo tahun 2002-2008 dapat
dilihat pada tabel 4.6 sebagai berikut:
Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku
Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008
Tahun Produk Domestik Regional Bruto(PDRB)
Harga Berlaku
2002 Rp. 2.393.059,99
2003 Rp. 2.669.277,75
2004 Rp. 2.951.647,48
2005 Rp. 3.443.170,9
2006 Rp. 4.094.294,69
2007 Rp. 4.660.785,05
2008 Rp. 5.325.375,18
Sumber : BPS Kabupaten Purworejo 2008
a. Tarif Listrik
Tarif dasar listrik dari tahun ke tahun besarnya semakin bertambah
meskipun juga terjadi penurunan. Pada tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami
kenaikan dan penurunan dari kuartal I sampai dengan kuartal IV. Pada kuartal II
tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami penurunan dari kuartal I di tahun yang
sama yaitu pada kuartal I sebesar Rp. 13.364,00 dan pada kuartal II sebesar Rp.
12.551,00 atau mengalami penurunan sebesar 0,06 %. Sedangkan pada kuartal III
tahun 2002 tarif dasar listrik mengalami kenaikan dari kuartal II sebesar Rp.
lxxxviii
12.551,00 dan pada kuartal III sebesar Rp. 13.739,00 atau mengalami kenaikan
sebesar 0,09 %. Setelah itu, mulai dari kuartal III tahun 2002 tarif dasar listrik
terus mengalami kenaikan sampai dengan kuartal III tahun 2003 dan pada saat itu
pula tarif dasar listrik tidak pernah mengalami pasang surut harga atau berada
dalam kondisi konstan di kisaran harga Rp. 20.000,00 sampai dengan akhir tahun
2008.
Secara rinci tarif dasar listrik untuk golongan R-1 900 VA dapat dilihat
pada tabel 4.7 sebagai berikut:
Tabel 4.7 Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan) Tahun 2002-2008
Tahun
Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan)
Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV
2002 13.364 12.551 13.739 15.018
2003 16.200 18.100 20.000 20.000
2004 20.000 20.000 20.000 20.000
2005 20.000 20.000 20.000 20.000
2006 20.000 20.000 20.000 20.000
2007 20.000 20.000 20.000 20.000
2008 20.000 20.000 20.000 20.000
Sumber : Nota Keuangan PT.PLN (Persero) Jakarta
b. Harga minyak tanah
Harga minyak tanah adalah harga minyak tanah per liter ditingkat
pengecer yang di tentukan oleh pemerintah. Satuannya adalah Rupiah per liter.
lxxxix
Perkembangan harga minyak tanah mengikuti harga minyak mentah dunia yang
berubah-ubah.
Secara rinci harga minyak tanah dapat dilihat pada tabel 4.8 sebagai
berikut:
Tabel 4.8 Harga Minyak Tanah/liter(rupiah) Tahun 2002-2008
2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Januari 1640 1970 1800 1800 2000 2000 2000
Februari 1640 1800 1800 1800 2000 2000 2000
Maret 1690 1800 1800 2200 2000 2000 2000
April 1740 1800 1800 2200 2000 2000 2000
Mei 1890 1800 1800 2200 2000 2000 2000
Juni 1900 1800 1800 2200 2000 2000 2500
Juli 1750 1800 1800 2200 2000 2000 2500
Agustus 1720 1800 1800 2200 2000 2000 2500
September 1840 1800 1800 2200 2000 2000 2500
Oktober 2030 1800 1800 2000 2000 2000 2500
November 2220 1800 1800 2000 2000 2000 2500
Desember 2030 1800 1800 2000 2000 2000 2500
Sumber : www.pertamina.com
c. Jumlah konsumsi listrik rumah tangga
xc
Jumlah konsumsi listrik rumah tangga merupakan seluruh permintaan
energi listrik dalam kurun waktu satu tahun oleh kelompok pemakai rumah
tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo. Diukur dengan satuan
rupiah/KVa.
Tabel 4.9 Tabel Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA)
Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008
Tahun Jumlah Konsumsi Listrik (KWh)
2002 25.499.423
2003 26.950.361
2004 26.889.326
2005 27.613.197
2006 29.570.176
2007 32.152.206
2008 33.591.992
Sumber : Data dan statistik PT.PLN (Persero) UPJ Purworejo
i. Hasil Estimasi Data
1. Uji Stasioneritas
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data time series. Untuk data
time series harus memenuhi uji stasioneritas dulu sebelum data tersebut dianalisis
menggunakan OLS (Ordinary Least Square). Suatu data dikatakan stasioner jika
data tersebut mempunyai mean dan variance yang konstan sepanjang waktu dan
xci
nilai covariance antar dua periode waktu hanya tergantung pada jarak atau lag dua
periode, tidak tergantung pada actual time (Gujarati, 1995:797).
a. Uji akar unit atau Unit Root Test
Konsep penting dalam teori ekonometrika adalah anggapan stasioneritas
(stasionarity). Anggapan ini mempunyai konsekuensi yang penting dalam
menterjemahkan data dan model ekonomi. Uji akar-akar unit dapat dipandang
sebagai uji stasioner data. Prinsip uji tersebut dimaksudkan untuk mengamati
apakah koefisien-koefisien tertentu dari model otoregresif yang ditaksir
mempunyai nilai satu atau tidak. Pada uji stasioneritas, analisis ini menggunakan
pendekatan DF(Dickey Fuller) dan ADF(Augmented Dickey Fuller). Hasil
perhitungan dengan metode DF dan ADF berupa persamaan regresi tiap variabel
itu sendiri dimundurkan, bedanya hanya pada uji DF tidak memasukkan trend
waktu sedangkan pada uji ADF memasukkan trend waktu.
Dalam uji akar-akar unit dan derajat integrasi, apabila nilai hitung mutlak
DF dan ADF lebih kecil dari nilai kritis mutlak (pada =5 %), maka variabel
tidak stasioner, sebaliknya jika nilai hitung mutlak DF dan ADF lebih besar dari
nilai kritis mutlak (pada =5 %), maka variabel tersebut stasioner. Secara umum
dapat dikatakan bahwa dengan derajat keyakinan 5 %, variabel yang diamati
adalah tidak stasioner dan akan menjadi stasioner setelah didiferensi pertama.
Tabel 4.10 Unit Root Test Pada Ordo Nol
Variabel Nilai Hitung Mutlak Nilai Kritis Mutlak 5 %
DF ADF DF ADF
JKL 1,090554 9,032709 2,897223 3,464865
PDRB 6,344758 1,409781 2,896779 3,464865
xcii
TDL 4,590279 3,663049 2,898145 3,466966
HMT 1,493384 2,439938 2,896779 3,464865
Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1
Dari hasil perhitungan dengan menggunakan metode DF dan ADF dalam
tabel diatas, terlihat bahwa nilai DF dan ADF pada ordo nol menunjukan bahwa
belum semua variabel bersifat stasioner, hanya variabel tarif dasar listrik yang
sudah stasioner
Oleh karena pada ordo nol dengan nilai kritis mutlak 5 % belum semua
variabel bersifat stasioner, maka perlu distasionerkan dahulu agar tidak terdapat
korelasi yang lancung. Keadaan ini menyebabkan perlu dilanjutkan pada tahap uji
derajat integrasi. Berdasarkan hasil pengujian diatas, dapat disimpulkan bahwa
variabel yang diamati belum semuanya bersifat stasioner, sehingga perlu
dilakukan uji derajat integrasi (integration test).
b. Uji derajat integrasi
Pada dasarnya uji derajat integrasi hampir sama atau merupakan perluasan
dari uji unit-unit akar. Integration Test digunakan untuk mengetahui pada derajat
keberapa data akan bersifat stasioner. Apabila data belum stasioner pada derajat
satu, maka pengujian harus tetap dilanjutkan sampai masing-masing variabel
stasioner.
Tabel 4.11 Unit Root Test Pada Ordo Satu (1)
Variabel Nilai Hitung Mutlak Nilai Kritis Mutlak 5 %
DF ADF DF ADF
JKL 10,18703 10,14855 2,899115 3,468459
PDRB 8,478034 8,422481 2,898623 3,467703
xciii
TDL 21,61996 21,57872 2,898145 3,466966
HMT 8,289431 8,237312 2,899115 3,468459
Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1
Dari hasil perhitungan integration test pada ordo satu diatas menunjukkan
bahwa semua variabel sudah stasioner. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilai
hitung DF dan ADF lebih besar dari nilai kritis DF dan ADF pada 5 %.
c. Uji kointegrasi
Langkah selanjutnya setelah uji stasioneritas melalui uji akar-akar unit
terpenuhi, adalah dilakukan uji kointegrasi. Regresi kointegrasi dilakukan untuk
menguji apakah residual regresi yang dilakukan untuk menguji apakah residual
regresi yang dihasilkan stasioner atau tidak. Jika variabel terkointegrasi, maka
terdapat hubungan yang stabil dalam jangka panjang. Sebaliknya bila tidak
terdapat kointegrasi antar variabel, maka dapat dikatakan bahwa tidak ada
keterkaitan hubungan dalam jangka panjang. Uji yang digunakan adalah uji
Cointegrating Regresi Durbin-Watson (CRDW), uji Dickey Fuller (DF) dan uji
Augmented Dickey Fuller (ADF). Namun dalam penelitian ini untuk menguji
variabel yang ada digunakan metode Engel dan Granger dengan memakai uji
statistik DF dan ADF dari residual regresi kointegrasi stasioner atau tidak.
Tabel 4.12 Cointegration Test Pada Ordo Nol
Variabel
Nilai Hitung Mutlak Nilai Kritis Mutlak 5 %
DF ADF DF ADF
xciv
Residu 10,51007 10,44511 2,896779 3,464865
Sumber : Hasil pengolahan Komputer, Eviews 4.1
Berdasarkan tabel diatas nilai residu yang didapat ternyata stasioner pada
ordo nol. Hal ini terlihat dari nilai hitung mutlak DF dan ADF yang lebih besar
dari nilai DF dan ADF kritis mutlak pada =5 %.
2. Analisis Regresi Linear Berganda
Berdasarkan data yang telah diolah, maka akan dilakukan pengujian
model persamaan regresi. Akan tetapi, sebelum melakukan analisis regresi akan
dilakukan pemilihan bentuk fungsi model empirik terlebih dahulu. Hal ini sangat
penting dilakukan karena teori ekonomi tidak secara spesifik menunjukkan
ataupun mengatakan apakah sebaiknya bentuk fungsi suatu model empirik
dinyatakan dalam bentuk linear ataukah log-linear atau bentuk fungsi lainnya.
Oleh karena itu, dalam melakukan suatu studi empiris, sebaiknya model yang
akan digunakan diuji terlebih dahulu, apakah sebaiknya menggunakan bentuk
linear ataukah log-linear. Dalam hal ini akan digunakan metode MacKinnon,
White dan Davidson atau lebih dikenal dengan MWD Test.
Hasil uji MWD baik dalam bentuk linier ataupun log-linier akan disajikan
dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.13 Hasil uji MWD (Bentuk linier)
Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:20 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1805070. 232140.7 7.775756 0.0000
xcv
PDRB 2.866782 0.360124 7.960536 0.0000 TDL -5.987529 9.503212 -0.630053 0.5305 HMT -82.12621 115.5145 -0.710960 0.4792 Z1 4100947. 3337241. 1.228844 0.2228
R-squared 0.710075 Mean dependent var 2407937. Adjusted R-squared 0.695395 S.D. dependent var 280608.5 S.E. of regression 154870.8 Akaike info criterion 26.79625 Sum squared resid 1.89E+12 Schwarz criterion 26.94094 Log likelihood -1120.442 F-statistic 48.37101 Durbin-Watson stat 2.347336 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1
Tabel 4.14 Hasil uji MWD (Bentuk log-linier)
Dependent Variable: LOG(JKL) Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 10.32477 0.442139 23.35185 0.0000 LOG(PDRB) 0.360313 0.042377 8.502525 0.0000
TDL -4.92E-06 3.87E-06 -1.274016 0.2064 HMT -4.20E-05 4.37E-05 -0.961037 0.3395 Z2 -9.43E-07 4.74E-07 -1.989556 0.0501
R-squared 0.731107 Mean dependent var 14.68803 Adjusted R-squared 0.717493 S.D. dependent var 0.110756 S.E. of regression 0.058868 Akaike info criterion -2.769352 Sum squared resid 0.273772 Schwarz criterion -2.624661 Log likelihood 121.3128 F-statistic 53.69939 Durbin-Watson stat 2.229014 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1
Berdasarkan hasil uji MWD diatas, dimana dengan melihat tingkat
signifikansi dari variabel Z1 dan Z2 yang sama-sama tidak signifikan, maka dapat
disimpulkan bahwa kedua bentuk fungsi model baik linier maupun log-linier bisa
atau layak untuk digunakan.
Untuk mengetahui pengaruh dari faktor-faktor yang mempengaruhi
jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo
xcvi
maka dalam penelitian ini digunakan model regresi linear biasa dengan
persamaan:
i = O + 1 i1 + 2 i2 + 3 i3 + U i .... (1)
Dimana, i (JKL) = Jumlah Konsumsi listrik (KWh)
i1 (PDRB) = PDRB Harga Berlaku (rupiah)
i2 (TDL) = Tarif listrik perbulan (rupiah)
i3 (HMT) = Harga minyak tanah (rupiah/liter)
U i = Variabel pengganggu
O = Konstanta
1 , 2 , 3 = Koefisien regresi
i = Observasi
Hasil analisis regresi tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS
Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1826750. 232206.1 7.866934 0.0000 PDRB 3.049602 0.329001 9.269286 0.0000 TDL -9.217393 9.161573 -1.006093 0.3174 HMT -86.96444 115.8148 -0.750892 0.4549
R-squared 0.704533 Mean dependent var 2407937. Adjusted R-squared 0.693453 S.D. dependent var 280608.5 S.E. of regression 155363.7 Akaike info criterion 26.79137 Sum squared resid 1.93E+12 Schwarz criterion 26.90713 Log likelihood -1121.238 F-statistic 63.58592 Durbin-Watson stat 2.306668 Prob(F-statistic) 0.000000
Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1
xcvii
Hasil analisis regresi yang disajikan dalam tabel diatas dapat diperoleh
persamaan sebagai berikut:
JKL = 1826750 + 3,049602 PDRB - 9,217393 TDL – 86,96444 HMT + U i
Dari hasil diatas dapat dilihat bahwa koefisien PDRB bernilai positif
dengan koefisien sebesar 3,049602 sedangkan untuk TDL dan HMT bernilai
negatif dengan koefisien masing-masing sebesar 9,217393 dan 86,96444.
Setelah diketahui hasil analisis regresi, kemudian dilanjutkan dengan
pengujian selanjutnya. Adapun tahap-tahap pengujiannya adalah sebagai berikut:
D. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas muncul apabila adanya hubungan linear diantara
variabel independen yang digunakan dalam model. Konsekuensi dari adanya
multikolinearitas adalah koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir dan nilai-
nilai regresinya menjadi tidak terhingga. Pengujian yang dilakukan adalah dengan
menggunakan metode Klein, yaitu dengan cara membandingkan nilai
(r),xi,xj,…..,xn dengan nilai Ry,xi,xy,.....,xn. Jika terdapat nilai Ry,xi,xy,.....,xn >
(r),xi,xj,….,xn maka tidak terdapat masalah multikolinearitas dan jika sebaliknya
Ry,xi,xy,.....,xn < (r),xi,xj,….,xn maka terjadi masalah multikolinearitas.
Tabel 4.16 Hasil Uji Multikolinearitas
Variabel Dependen r2
R2 Kesimpulan
PDRB 0,630131 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas
TDL 0,348826 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas
xcviii
HMT 0,506025 0,704533 Tidak ada Multikolinearitas
Sumber : Data diolah
Dari hasil tabel diatas, diketahui bahwa semua regresi antar variabel
independen memiliki nilai r2 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai R
2.
Dapat diambil kesimpulan bahwa semua variabel independen memberikan
pengaruh bebas masalah multikolinearitas atau dengan kata lain tidak terjadi
masalah multikolinearitas dari semua variabel independen.
a. Uji Heteroskedastisitas
Model regresi linear klasik memiliki satu asumsi yang paling penting,
yaitu varian residual bersifat homoskedastik atau bersifat konstan. Asumsi ini
tidak selalu realistis, karena sering terjadi pelonggaran asumsi klasik yang
disebabkan oleh varian residual tidak lagi bersifat konstan atau disebut terjadi
masalah heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas terjadi jika gangguan mutual
dalam fungsi regresi yang mempunyai varian yang tidak sama, sehingga
penaksiran OLS (Ordinary Least Square) tidak efisien, varian estimator tidak lagi
minimum, kendatipun estimator itu sendiri tidak bias.
Untuk menguji ada tidaknya heteroskedastisitas dalam model dapat
dilakukan dengan berbagai cara. Tetapi dalam penelitian ini diuji dengan
menggunakkan uji park. Uji park dilakukan dengan menggunakan dua tahap,
yaitu:
C. Melakukan regresi atas model yang digunakkan dengan Ordinary Least
Squares (OLS) tanpa memperhatikan adanya gejala heteroskedastisitas.
Kemudian dari hasil itu diperoleh besarnya residual.
xcix
D. Mengkuadratkan hasil dari nilai residual diatas dan meregresinya dengan
semua variabel bebas.
Jika nilai yang diperoleh signifikan, maka terdapat masalah
heteroskedastisitas dan sebaliknya apabila nilai yang diperoleh tidak signifikan,
maka tidak terdapat masalah heteroskedastisitas atau bersifat homoskedastisitas.
Tabel 4.17 Hasil Uji Heteroskedastisitas
Variabel t-statistik Prob Kesimpulan
C -1,699994 0,0930 Homoskedastisitas
PDRB 0,330710 0,7417 Homoskedastisitas
TDL -0,483949 0,6297 Homoskedastisitas
HMT 2,145947 0,0649 Homoskedastisitas
Sumber : Data diolah
Dari hasil tabel diatas dapat diketahui bahwa nilai probabilitas dari semua
variabel melebihi nilai taraf signifikansi 5 %, sehingga pada model tersebut tidak
terdapat masalah heteroskedastisitas.
b. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi
diantara anggota dari serangkaian observasi yang terletak berderetan secara series
dalam waktu (untuk data time series) atau korelasi antara tempat yang berdekatan
(untuk data cross sectional). Untuk menguji adanya pengaruh autokorelasi dalam
penelitian ini digunakan metode Durbin-Watson.
c
Berdasarkan hasil dari regresi linear berganda diperoleh nilai Durbin-
Watson sebesar 2,31. Pada tabel statistik dengan = 5 % dan N = 84 diperoleh
nilai dL = 1,56; dU = 1,72; 4-dU = 2,28; 4-dL = 2,44 . Dapat digambarkan sebagai
berikut:
Gambar 4.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi
Nilai Durbin-Watson (DW) sebesar 2,31 terletak di sebelah kanan 4-dU
atau di sebelah kiri 4-dL, hal ini berarti bahwa hasil pengujian menunjukkan tidak
dapat disimpulkan atau ragu-ragu. Sehingga belum bisa disimpulkan apakah ada
masalah autokorelasi atau tidak. Maka dari itu untuk mengetahui ada tidaknya
masalah autokorelasi dalam hal ini akan dilakukan tes lain.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya autokorelasi, dapat juga dihitung
menggunakan B-G Test, yaitu jika nilai probabilitas variabel independen lebih
besar dari = 5 % maka hipotesa yang menyatakan pada model tidak terdapat
autokorelasi tidak ditolak. Berarti model empirik tidak terjadi masalah
autokorelasi.
ci
Tabel 4.18 Hasil Uji Autokorelasi (B-G Test)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.921668 Probability 0.169573 Obs*R-squared 1.994770 Probability 0.157843
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:22
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 13978.32 231100.0 0.060486 0.9519 PDRB 0.018829 0.327404 0.057511 0.9543 TDL -0.031279 9.109279 -0.003434 0.9973 HMT -9.646989 115.3635 -0.083623 0.9336
RESID(-1) -0.154419 0.111394 -1.386242 0.1696
R-squared 0.023747 Mean dependent var -4.72E-10 Adjusted R-squared -0.025683 S.D. dependent var 152530.1 S.E. of regression 154476.4 Akaike info criterion 26.79115 Sum squared resid 1.89E+12 Schwarz criterion 26.93584 Log likelihood -1120.228 F-statistic 0.480417 Durbin-Watson stat 2.012387 Prob(F-statistic) 0.750010
Sumber : Hasil pengolahan Komputer,Eviews 4.1
Dari hasil uji autokorelasi diketahui bahwa nilai signifikan level dari F-
statistik untuk semua variabel independen lebih besar dari probabilitas 5 % maka
hipotesa yang menyatakan pada model tersebut tidak terdapat autokorelasi tidak
ditolak. Berarti model empirik tidak terjadi masalah autokorelasi.
a. Uji Statistik
Uji Statistik dalam penelitian ini meliputi uji hipotesis secara individual
yaitu terhadap masing-masing variabel independen, uji hipotesis terhadap variabel
cii
independen secara bersama-sama dan koefisien determinasi. Berikut ini akan
diuraikan masing-masing uji statistik tersebut.
a. Uji t
Yaitu pengujian yang dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara individu terhadap variabel dependen, dengan asumsi variabel
independen lainnya konstan. Selanjutnya uji t hitung dibandingkan dengan uji t
tabel atau cara lainnya dengan melihat probabilitas tingkat signifikannya.
Hasil uji selengkapnya dapat dilihat sebagai berikut:
1) Variabel PDRB mempunyai t hitung sebesar 9,27 dengan probabilitas tingkat
signifikan sebesar 0,0000. Pada tingkat signifikansi ( %5 ) dan N-K=80,
nilai t tabel ± 2,000. Maka nilai dari t hitung variabel PDRB > t tabel (9,27 >
2,000). Hal ini berarti bahwa variabel PDRB berpengaruh secara nyata
terhadap variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo.
ciii
2) Variabel Tarif Dasar Listrik (TDL) dari golongan (R-1 900 VA) mempunyai t
hitung sebesar -1,01 dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0,3174.
Pada tingkat signifikansi ( %5 ) dan N-K=80, nilai t tabel ± 2,000. Maka
nilai dari t hitung variabel TDL < t tabel (-1,01 < 2,000). Hal ini berarti
menerima Ho atau menolak Ha, berarti bahwa variabel Tarif Dasar Listrik
(TDL) golongan tarif (R-1 900 VA) tidak berpengaruh secara nyata terhadap
variabel jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo.
3) Variabel Harga Minyak Tanah (HMT) mempunyai t hitung sebesar -0,75
dengan probabilitas tingkat signifikan sebesar 0,4549. Pada tingkat
signifikansi ( %5 ) dan N-K=80, nilai t tabel ± 2,000. Maka nilai dari t
hitung variabel HMT < t tabel (-0,75 < 2,000). Hal ini berarti menerima Ho
atau menolak Ha, berarti bahwa variabel Harga Minyak Tanah (HMT) tidak
berpengaruh secara nyata terhadap variabel jumlah konsumsi listrik rumah
tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo.
b. Uji F
Uji F adalah uji statistik untuk menguji pengaruh variabel independen
(PDRB, tarif dasar listrik, dan harga minyak tanah) terhadap variabel dependen
(jumlah konsumsi listrik) secara bersama-sama, apakah variabel independen
mempengaruhi variabel dependen secara signifikan. Pengujian ini dilakukan
dengan cara membandingkan nilai F hitung dan F tabel
civ
Berdasarkan pengolahan data, diperoleh Fhitung = 63,585, sedangkan Ftabel
pada taraf signifikansi 5 % adalah sebesar 2,76. Dikarenakan Fhitung > Ftabel =
63,586 > 2,76 maka artinya H0 ditolak, Ha diterima, berarti variabel – variabel
independen secara bersama-sama berpengaruh terhadap variabel dependen.
Kesimpulan 1 dan 2 tidak berbeda dengan nol. Sehingga PDRB, tarif dasar
listrik, dan harga minyak tanah secara bersama-sama berpengaruh terhadap
jumlah konsumsi listrik rumah tangga atau dengan kata lain semua koefisien
regresi secara bersama-sama signifikan pada taraf signifikansi sebesar 0,05.
C. Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi diartikan sebagai besarnya variasi variabel
dependen (y) yang dapat dijelaskan oleh variasi variabel independen (x).
Berdasarkan tabel besarnya R2 adalah 0,704533 sehingga dapat diartikan
bahwa sekitar 70 % variasi variabel Jumlah Konsumsi Listrik (JKL) dapat
dijelaskan oleh variasi variabel Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), Tarif
Dasar Listrik (TDL), dan Harga Minyak Tanah (HMT). Sedangkan sisanya
sebesar 30 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model.
ii. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi
cv
1. Pengaruh Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1
900 VA) di Kabupaten Purworejo.
Jika tingkat PDRB naik sebesar 1 satuan, maka jumlah konsumsi listrik
rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo akan naik sebesar 3,049602
satuan.
Tanda positif pada koefisien PDRB sejalan dengan teori bahwa PDRB
berhubungan positif dengan jumlah konsumsi atau permintaan. Meningkatnya
PDRB Kabupaten Purworejo menyebabkan jumlah konsumsi listrik meningkat
juga. Hal ini dimungkinkan terjadi karena dengan meningkatnya PDRB
menyebabkan bertambahnya pembelian dan penggunaan barang-barang
elektronik yang menggunakan energi listrik.
Mengingat kebutuhan akan listrik semakin besar dan relatif mendesak,
maka diperlukan kebijaksanaan dari PT. PLN (Persero) untuk meningkatkan
pelayanan dengan memperluas jaringan listrik sehingga masyarakat bisa
mengembangkan berbagai jenis kegiatan usaha yang diharapkan dapat
meningkatkan PDRB.
2. Pengaruh Tarif Dasar Listrik (TDL) terhadap jumlah
konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di
Kabupaten Purworejo.
Dari hasil regresi variabel TDL yaitu sebesar 0,3174 menunjukan bahwa
variabel independen tarif dasar listrik tidak signifikan pada = 5 % terhadap
variabel dependen jumlah konsumsi listrik. Hal ini mengakibatkan variabel tarif
cvi
dasar listrik tidak dapat diinterpretasikan secara statistik karena tidak mempunyai
pengaruh secara nyata terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900
VA) di Kabupaten Purworejo. Namun, keadaan seperti ini dapat diinterpretasikan
secara ekonomi. Dimana penyebab tidak berpengaruhnya besarnya tarif dasar
listrik terhadap konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo adalah karena listrik sudah merupakan kebutuhan pokok masyarakat,
jadi berapapun besarnya tarif dasar listrik, masyarakat akan tetap menggunakan
energi listrik untuk berbagai keperluan sehari-hari seperti penerangan dan
penggunaan alat-alat elektronik yang hanya dapat di gunakan menggunakan
energi listrik.
3. Pengaruh Harga Minyak Tanah (HMT) terhadap jumlah
konsumsi listrik rumah tangga R-1 (900 VA) di
Kabupaten Purworejo
Dari hasil regresi variabel (HMT) yaitu sebesar 0,4549 menunjukan
bahwa variabel independen harga minyak tanah tidak signifikan pada = 5 %
terhadap variabel dependen jumlah konsumsi listrik. Keadaan seperti ini hanya
dapat di intepretasikan secara ekonomi dan tidak dapat di intepretasikan secara
statistik.
Tidak signifikannya variabel harga minyak tanah terhadap jumlah
konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo disebabkan
karena semakin maju dan modernnya kehidupan masyarakat Kabupaten
Purworejo, sehingga penggunaan minyak tanah untuk penerangan sudah jarang
dilakukan. Masyarakat tidak lagi menjadikan minyak tanah sebagai barang
cvii
substitusi dari listrik. Jadi, walaupun terjadi kenaikan tarif dasar listrik,
masyarakat akan tetap memakai listrik dan tidak akan menggunakan minyak
tanah sebagai pengganti energi listrik.
BAB V
Kesimpulan Dan Saran
a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dalam penelitian ini maka
dapat di buat kesimpulan sebagai berikut:
a. Hasil uji t yang telah dilakukan terhadap masing-masing variabel independent
diperoleh hasil bahwa variabel Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB)
harga berlaku terbukti signifikan berpengaruh terhadap variabel Jumlah
Konsumsi Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo
pada taraf signifikansi = 5 %. Namun, untuk variabel independen yang lain
yaitu Tarif Dasar Listrik (TDL) dan Harga Minyak Tanah (HMT) tidak
berpengaruh secara individu pada tingkat signifikansi = 5 % terhadap Jumlah
Konsumsi Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo.
cviii
b. Hasil uji terhadap koefisien regresi parsial secara bersama-sama (uji F) adalah
signifikan sehingga variabel Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB),
Tarif Dasar Listrik (TDL), dan Harga Minyak Tanah (HMT) secara bersama-
sama berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap Jumlah Konsumsi
Listrik (JKL) rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo dengan nilai
probabilitas nol.
c. Hipotesis pertama yang menyatakan bahwa PDRB memiliki pengaruh positif
terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo terbukti dalam analisis. Hal ini terlihat dari nilai koefisien regresi
PDRB sebesar 3,049602 serta hasil t-test yang signifikan. Jadi dapat dikatakan
bahwa apabila PDRB naik 1 satuan maka jumlah konsumsi listrik (R-1 900 VA)
di Kabupaten Purworejo akan tetap naik sebesar 3,049602 satuan, sehingga
listrik termasuk barang normal dan merupakan barang kebutuhan pokok.
d. Hipotesis kedua yang menyatakan bahwa tarif dasar listrik yang dibebankan
kepada masyarakat memiliki pengaruh negatif terhadap jumlah konsumsi listrik
adalah terbukti. Dari hasil analisis pengaruh tarif dasar listrik yang dibebankan
terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten
Purworejo bernilai negatif ditunjukkan oleh nilai koefisien regresi sebesar
9,217393 serta hasil t-test yang tidak signifikan. Hal ini berarti bahwa apabila
tarif dasar listrik naik 1 satuan maka jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1
900 VA) di Kabupaten Purworejo akan turun sebesar 9,217393 satuan, cateris
paribus dan sebaliknya. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah konsumsi listrik
masyarakat Kabupaten Purworejo golongan (R-1 900 VA) tidak berpengaruh
cix
oleh perubahan tarif dasar listrik karena apabila terdapat perubahan prosentase
akan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi listrik dalam proporsi yang
lebih kecil.
e. Hipotesis ketiga yang menyatakan bahwa harga minyak tanah memiliki
pengaruh negatif terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-1 900 VA)
di Kabupaten Purworejo adalah terbukti. Hal ini terlihat dari nilai koefisien
regresi parsial harga minyak tanah sebesar 86,96444 serta hasil t-test yang tidak
signifikan. Jadi dapat dikatakan bahwa apabila harga minyak tanah naik 1
satuan, maka jumlah konsumsi konsumsi listrik (R-1 900 VA) akan turun
sebesar 86,96444 satuan. Hal ini dapat dikatakan bahwa jumlah konsumsi listrik
(R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo tidak terlalu berpengaruh oleh
perubahan harga minyak tanah karena apabila terdapat perubahan prosentase
akan diikuti dengan penurunan jumlah konsumsi listrik dalam proporsi yang
lebih kecil.
f. Variabel independen yang paling berpengaruh terhadap jumlah konsumsi listrik
rumah tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo adalah variabel Produk
Domestik Regional Bruto (PDRB) karena terlihat dari koefisien betanya yang
paling besar dan tingkat probabilitasnya paling berpengaruh diantara variabel-
variabel independen lainnya seperti tarif dasar listrik dan harga minyak tanah.
b. Saran-saran
i. Dari hasil penelitian yang menunjukkan bahwa Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB) berpengaruh terhadap jumlah konsumsi listrik rumah tangga (R-
cx
1 900 VA) Di Kabupaten Purworejo. Untuk itu, pihak PT. PLN (Persero)
diharapkan meningkatkan pelayanan dengan memperluas jaringan listrik
sehingga masyarakat khususnya di wilayah Kabupaten Purworejo bisa
mengembangkan berbagai jenis kegiatan usaha yang diharapkan dapat
meningkatkan PDRB.
ii. Listrik bagi masyarakat pelanggan golongan tarif R-1 pada umumnya dan R-1
900 VA pada khususnya merupakan kebutuhan pokok, maka hendaknya
pemerintah memberikan subsidi bagi masyarakat pelanggan golongan R-1,
mengingat kebutuhan tenaga listrik semakin besar dan relatif mendesak
diharapkan pemerintah menetapkan kebijaksanaan yang menyeluruh agar dapat
dirasakan oleh masyarakat yang berada di daerah pedesaan. Selain itu
pemerintah juga harus memperhatikan kondisi masyarakat dalam
mempertimbangkan kenaikan tarif listrik karena masih banyaknya masyarakat
yang kehidupannya memprihatinkan dan jika tarif listrik jadi dinaikkan
hendaknya diikuti dengan bertambah baiknya pelayanan atau service dari
pemerintah (PT.PLN) kepada masyarakat.
iii. Diharapkan PT. PLN (Persero) lebih kreatif dan inovatif dalam penggunaan
sumber energi baru untuk pembangkit listrik yang selama ini masih banyak
bergantung pada minyak bumi dan batubara yang semakin lama harganya
semakin tinggi. Misalnya menggunakan energi nuklir dan gas alam sebagai
sumber energi pada pembangkit tenaga listrik.
iv. Melihat kenyataan akhir-akhir ini, bahwa sering terjadi pemadaman listrik
bergilir yang diakibatkan ketidakmampuan PT. PLN (Persero) dalam memenuhi
cxi
permintaan pelanggan akan energi listrik menyebabkan adanya krisis tenaga
listrik. Sebaiknya untuk mencegah terjadinya krisis energi listrik tersebut,
pemerintah melakukan proyeksi permintaan energi listrik untuk masa
mendatang dalam setiap tahunnya dengan memperhatikan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan atau konsumsi energi listrik.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningsih, Sri. 1991. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM.
Arsyad, Lincolin. 1987. Ekonomi Mikro. Edisi ke-1. Yogyakarta: BPFE.
1992. Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: YKPN.
Boediono, 1996. Ekonomi Mikro. Yogyakarta: BPFE UGM.
Dumairy. 1997. Perekonomian Indonesia. Erlangga: Jakarta.
Gujarati, Damodar. 1999. Basic Economics. Thierd Edition. New York: Mc Graw-
Hill.
Hasid, Zamruddin. 2005. Analisis Konsumsi Listrik di Kalimantan Timur. Jakarta:
Majalah Ekonomi Universitas Trisakti.
Lipsey, Ricard G et al. 1995. Pengantar Mikro Ekonomi. Jilid 1. Jakarta: Binarupa
Aksara.
cxii
Listrikita. 2006. PT PLN (Persero) Jateng-DIY
Machfudz, Masyhuri. 2007. Dasar-Dasar Ekonomi Mikro. Jakarta: Prestasi Pustaka
Raya.
Mankiw. 2003. Teori Makro Ekonomi. Edisi kelima. Jakarta: Erlangga.
Mudakir, Bagio. 2007. Permintaan Energi Listrik Di Jawa Tengah. Jurnal Ekonomi
Pembangunan. Juni:1-4.
Nurmiati, Nia. 2005. Analisis Permintaan Listrik Rumah Tangga (R-1 900VA) Di
Kabupaten Sukoharjo. Skripsi Fakultas Ekonomi UNS. Tidak di
publikasikan.
Rismutia, Hayu Deswati. 2007. Elastisitas Permintaan Beras di Pasar Domestik.
Skripsi Fakultas Ekonomi UNS. Tidak di publikasikan.
Samuelson dan Nordahaus. 2003. Ilmu Mikro Ekonomi. Jakarta: PT. Media Global
Edukasi.
Samuelson, Paul A., dan William D. Nordahaus. 1996. Mikro Ekonomi. Jakarta:
Erlangga.
Soedarsono. 1983. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta: LP3ES.
Sugiarto. 2002. Ekonomi Mikro. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sukirno, Sadono. 2000. Makro Ekonomi Moderen. Perkembangan Pemikiran Dari
Klasik Hingga Keynesian Baru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sukirno, Sadono. 2006. Mikro Ekonomi Teori Pengantar Edisi ke-3. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada.
cxiii
Suparmoko.1998. Pengantar Ekonomika Makro. Yogyakarta: BPFE.
Supriyanto, Bambang dan AM. Susilo. 2007. Modul Laboratorium Statistika.
Surakarta: Fakultas Ekonomi UNS.
Tri Rahayu, Siti Aisyah. 2007. Modul Laboratorium Ekonometrika. Surakarta:
Fakultas Ekonomi UNS.
Yuliadi, Imamudin. 2001. Analisis Perilaku Konsumen: Perspektif Ekonomi Islam.
Surabaya. Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan FE UNAIR.
www.esdm.go.id
www.pln.co.id
www.wikipedia.com
cxiv
LAMPIRAN
cxv
Lampiran 1.a
DATA JUMLAH KONSUMSI LISTRIK(JKL),PDRB,TDL,HMT
TAHUN 2002-2008
Tahun JKL PDRB TDL HMT
2002:01:00 2168852 189317.07 13364 1640
2002:02:00 2152417 191153.67 13364 1640
2002:03:00 1991292 192992.47 13364 1690
2002:04:00 2050445 194829.07 12551 1740
2002:05:00 2124026 196665.67 12551 1890
2002:06:00 2195375 198504.47 12551 1900
2002:07:00 2129025 200338.86 13739 1750
2002:08:00 2122376 202177.67 13739 1720
2002:09:00 2154959 204014.26 13739 1840
2002:10:00 2098708 205850.86 15018 2030
2002:11:00 2202709 207689.66 15018 2220
2002:12:00 2109239 209526.26 15018 2030
2003:01:00 2496003 211890.6 16200 1970
2003:02:00 2294253 213808.01 16200 1800
2003:03:00 2118736 215727.72 16200 1800
2003:04:00 2174472 217645.13 18100 1800
2003:05:00 2277204 219562.54 18100 1800
2003:06:00 2269802 221482.26 18100 1800
2003:07:00 2199030 223397.37 20000 1800
2003:08:00 2158423 225317.08 20000 1800
2003:09:00 2199554 227234.49 20000 1800
cxvi
2003:10:00 2157095 229151.9 20000 1800
2003:11:00 2194862 231071.62 20000 1800
2003:12:00 2410927 232989.03 20000 1800
2004:01:00 2248723 235186.45 20000 1800
2004:02:00 2278109 237146.57 20000 1800
2004:03:00 2075249 239109.04 20000 1800
2004:04:00 1985035 241069.15 20000 1800
2004:05:00 2312328 243029.27 20000 1800
2004:06:00 2291006 244991.74 20000 1800
2004:07:00 2215989 246949.5 20000 1800
2004:08:00 2216960 248911.98 20000 1800
2004:09:00 2222133 250872.09 20000 1800
2004:10:00 2254200 252832.21 20000 1800
2004:11:00 2373842 254794.68 20000 1800
2004:12:00 2415752 256754.8 20000 1800
Lampiran 1.b
2005:01:00 2204833 268158.81 20000 1800
2005:02:00 2298577 271570.8 20000 1800
2005:03:00 2096268 274986.89 20000 2200
2005:04:00 2352562 278398.88 20000 2200
2005:05:00 2266879 281810.87 20000 2200
2005:06:00 2373641 285226.96 20000 2200
2005:07:00 2242539 288634.86 20000 2200
2005:08:00 2318859 292050.94 20000 2200
2005:09:00 2297450 295462.93 20000 2200
2005:10:00 2119418 298874.93 20000 2000
2005:11:00 2448690 302291.02 20000 2000
2005:12:00 2593481 305703.01 20000 2000
2006:01:00 2651509 316323.72 20000 2000
2006:02:00 2287893 320843.61 20000 2000
2006:03:00 2179914 325368.92 20000 2000
2006:04:00 2461347 329888.8 20000 2000
2006:05:00 2409575 334408.68 20000 2000
2006:06:00 2494142 338934 20000 2000
2006:07:00 2388125 343448.45 20000 2000
2006:08:00 2438351 347973.76 20000 2000
2006:09:00 2443397 352493.65 20000 2000
2006:10:00 2404469 357013.53 20000 2000
2006:11:00 2785465 361538.84 20000 2000
2006:12:00 2625989 366058.73 20000 2000
2007:01:00 2633661 366763.54 20000 2000
cxvii
2007:02:00 2645945 370695.93 20000 2000
2007:03:00 2436536 374633.04 20000 2000
2007:04:00 2673793 378565.42 20000 2000
2007:05:00 2646950 382497.81 20000 2000
2007:06:00 2766920 386434.92 20000 2000
2007:07:00 2645325 390362.59 20000 2000
2007:08:00 2677958 394299.7 20000 2000
2007:09:00 2664263 398232.08 20000 2000
2007:10:00 2673952 402164.47 20000 2000
2007:11:00 2969126 406101.58 20000 2000
2007:12:00 2717777 410033.97 20000 2000
2008:01:00 2793728 418399.46 20000 2000
2008:02:00 2724720 423012.82 20000 2000
2008:03:00 2647337 427631.72 20000 2000
2008:04:00 2821571 432245.09 20000 2000
Lampiran 1.c
2008:05:00 2782553 436858.45 20000 2000
2008:06:00 2809697 441477.35 20000 2500
2008:07:00 2644343 446085.18 20000 2500
2008:08:00 2722585 450704.08 20000 2500
2008:09:00 2790411 455317.44 20000 2500
2008:10:00 2345530 459930.81 20000 2500
2008:11:00 3682141 464549.71 20000 2500
2008:12:00 2827376 469163.07 20000 2500
cxviii
Lampiran 2.a
UJI UNIT ROOT TEST
ORDO NOL DF Null Hypothesis: JKL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.090554 0.7162
Test critical values: 1% level -3.512290 5% level -2.897223 10% level -2.585861
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:35 Sample(adjusted): 2002:03 2008:12 Included observations: 82 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
JKL(-1) -0.097961 0.089827 -1.090554 0.2788 D(JKL(-1)) -0.585053 0.117561 -4.976574 0.0000
C 254697.2 215925.1 1.179563 0.2417
R-squared 0.366081 Mean dependent var 8231.207 Adjusted R-squared 0.350033 S.D. dependent var 233915.4
cxix
S.E. of regression 188583.9 Akaike info criterion 27.16837 Sum squared resid 2.81E+12 Schwarz criterion 27.25642 Log likelihood -1110.903 F-statistic 22.81081 Durbin-Watson stat 2.166111 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.b
ADF Null Hypothesis: JKL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -9.032709 0.0000
Test critical values: 1% level -4.072415 5% level -3.464865 10% level -3.158974
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:37 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
JKL(-1) -1.004793 0.111239 -9.032709 0.0000 C 2022200. 226723.9 8.919222 0.0000
@TREND(2002:01) 9527.010 1285.008 7.413971 0.0000
R-squared 0.505054 Mean dependent var 7934.024 Adjusted R-squared 0.492680 S.D. dependent var 232500.5 S.E. of regression 165601.7 Akaike info criterion 26.90803 Sum squared resid 2.19E+12 Schwarz criterion 26.99546 Log likelihood -1113.683 F-statistic 40.81688 Durbin-Watson stat 2.009705 Prob(F-statistic) 0.000000
cxx
Lampiran 2.c
DF Null Hypothesis: PDRB has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic 6.344758 1.0000
Test critical values: 1% level -3.511262 5% level -2.896779 10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:00 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB(-1) 0.012192 0.001922 6.344758 0.0000 C -310.6844 602.0187 -0.516071 0.6072
R-squared 0.331992 Mean dependent var 3371.639 Adjusted R-squared 0.323745 S.D. dependent var 1772.373 S.E. of regression 1457.506 Akaike info criterion 17.43064 Sum squared resid 1.72E+08 Schwarz criterion 17.48893 Log likelihood -721.3717 F-statistic 40.25596 Durbin-Watson stat 1.773672 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxi
Lampiran 2.d
ADF Null Hypothesis: PDRB has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.409781 0.8511
Test critical values: 1% level -4.072415 5% level -3.464865 10% level -3.158974
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:02 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
PDRB(-1) -0.015977 0.011333 -1.409781 0.1625 C 4029.364 1818.426 2.215853 0.0295
@TREND(2002:01) 99.23649 39.38343 2.519753 0.0137
R-squared 0.381109 Mean dependent var 3371.639 Adjusted R-squared 0.365637 S.D. dependent var 1772.373 S.E. of regression 1411.640 Akaike info criterion 17.37837 Sum squared resid 1.59E+08 Schwarz criterion 17.46580 Log likelihood -718.2022 F-statistic 24.63178 Durbin-Watson stat 1.861239 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxii
Lampiran 2.e
DF Null Hypothesis: TDL has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -4.590279 0.0003
Test critical values: 1% level -3.514426 5% level -2.898145 10% level -2.586351
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:14 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
TDL(-1) -0.066493 0.014486 -4.590279 0.0000 D(TDL(-1)) -0.085705 0.076709 -1.117282 0.2674 D(TDL(-2)) -0.085705 0.076709 -1.117282 0.2674 D(TDL(-3)) 0.556973 0.076709 7.260896 0.0000
C 1330.173 281.4884 4.725498 0.0000
R-squared 0.542641 Mean dependent var 93.11250 Adjusted R-squared 0.518249 S.D. dependent var 372.6524 S.E. of regression 258.6516 Akaike info criterion 14.00930 Sum squared resid 5017549. Schwarz criterion 14.15818 Log likelihood -555.3721 F-statistic 22.24628
cxxiii
Durbin-Watson stat 2.252133 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.f
ADF Null Hypothesis: TDL has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -3.663049 0.0308
Test critical values: 1% level -4.076860 5% level -3.466966 10% level -3.160198
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:15 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
TDL(-1) -0.067630 0.018463 -3.663049 0.0005 D(TDL(-1)) -0.083552 0.080141 -1.042561 0.3005 D(TDL(-2)) -0.083650 0.079887 -1.047107 0.2985 D(TDL(-3)) 0.558930 0.079643 7.017938 0.0000
C 1343.472 312.7946 4.295061 0.0001 @TREND(2002:01) 0.181347 1.806253 0.100400 0.9203
R-squared 0.542704 Mean dependent var 93.11250 Adjusted R-squared 0.511805 S.D. dependent var 372.6524 S.E. of regression 260.3757 Akaike info criterion 14.03417 Sum squared resid 5016866. Schwarz criterion 14.21282 Log likelihood -555.3667 F-statistic 17.56414
cxxiv
Durbin-Watson stat 2.254739 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.g
DF Null Hypothesis: HMT has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -1.493384 0.5321
Test critical values: 1% level -3.511262 5% level -2.896779 10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:24 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
HMT(-1) -0.071795 0.048076 -1.493384 0.1392 C 151.7550 95.17348 1.594509 0.1147
R-squared 0.026796 Mean dependent var 10.36145 Adjusted R-squared 0.014781 S.D. dependent var 88.84689 S.E. of regression 88.18784 Akaike info criterion 11.82062 Sum squared resid 629944.7 Schwarz criterion 11.87890 Log likelihood -488.5556 F-statistic 2.230197 Durbin-Watson stat 1.776186 Prob(F-statistic) 0.139222
cxxv
Lampiran 2.h
ADF Null Hypothesis: HMT has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -2.439938 0.3568
Test critical values: 1% level -4.072415 5% level -3.464865 10% level -3.158974
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:26 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
HMT(-1) -0.156180 0.064010 -2.439938 0.0169 C 273.7792 112.4741 2.434153 0.0172
@TREND(2002:01) 1.051484 0.537942 1.954642 0.0541
R-squared 0.071155 Mean dependent var 10.36145 Adjusted R-squared 0.047934 S.D. dependent var 88.84689 S.E. of regression 86.69135 Akaike info criterion 11.79806 Sum squared resid 601231.2 Schwarz criterion 11.88549 Log likelihood -486.6195 F-statistic 3.064243 Durbin-Watson stat 1.713014 Prob(F-statistic) 0.052207
cxxvi
Lampiran 2.i
ORDO SATU DF Null Hypothesis: D(JKL,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.18703 0.0000
Test critical values: 1% level -3.516676 5% level -2.899115 10% level -2.586866
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:39 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(JKL(-1),2) -5.042924 0.495034 -10.18703 0.0000 D(JKL(-1),3) 2.633961 0.432254 6.093553 0.0000 D(JKL(-2),3) 1.483363 0.295885 5.013308 0.0000 D(JKL(-3),3) 0.630004 0.137323 4.587767 0.0000
C 6776.055 24100.16 0.281162 0.7794
R-squared 0.909066 Mean dependent var -28065.95 Adjusted R-squared 0.904084 S.D. dependent var 686211.1 S.E. of regression 212522.0 Akaike info criterion 27.43343 Sum squared resid 3.30E+12 Schwarz criterion 27.58451
cxxvii
Log likelihood -1064.904 F-statistic 182.4459 Durbin-Watson stat 2.238824 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.j
ADF Null Hypothesis: D(JKL,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.14855 0.0000
Test critical values: 1% level -4.080021 5% level -3.468459 10% level -3.161067
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(JKL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:40 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(JKL(-1),2) -5.048084 0.497419 -10.14855 0.0000 D(JKL(-1),3) 2.634201 0.434265 6.065884 0.0000 D(JKL(-2),3) 1.482076 0.297270 4.985620 0.0000 D(JKL(-3),3) 0.629382 0.137966 4.561871 0.0000
C -20551.64 53676.66 -0.382879 0.7029 @TREND(2002:01) 615.6134 1079.174 0.570449 0.5701
R-squared 0.909476 Mean dependent var -28065.95 Adjusted R-squared 0.903189 S.D. dependent var 686211.1 S.E. of regression 213510.8 Akaike info criterion 27.45457 Sum squared resid 3.28E+12 Schwarz criterion 27.63585 Log likelihood -1064.728 F-statistic 144.6730
cxxviii
Durbin-Watson stat 2.240211 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.k
DF Null Hypothesis: D(PDRB,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.478034 0.0000
Test critical values: 1% level -3.515536 5% level -2.898623 10% level -2.586605
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:05 Sample(adjusted): 2002:06 2008:12 Included observations: 79 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(PDRB(-1),2) -2.440506 0.287862 -8.478034 0.0000 D(PDRB(-1),3) 0.711473 0.213788 3.327943 0.0014 D(PDRB(-2),3) 0.235506 0.112222 2.098570 0.0392
C 85.81895 180.7252 0.474859 0.6363
R-squared 0.785840 Mean dependent var -0.070127 Adjusted R-squared 0.777274 S.D. dependent var 3398.321 S.E. of regression 1603.800 Akaike info criterion 17.64745 Sum squared resid 1.93E+08 Schwarz criterion 17.76742 Log likelihood -693.0741 F-statistic 91.73518 Durbin-Watson stat 2.086405 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxix
Lampiran 2.l
ADF Null Hypothesis: D(PDRB,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 2 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.422481 0.0000
Test critical values: 1% level -4.078420 5% level -3.467703 10% level -3.160627
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(PDRB,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:06 Sample(adjusted): 2002:06 2008:12 Included observations: 79 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(PDRB(-1),2) -2.440783 0.289794 -8.422481 0.0000 D(PDRB(-1),3) 0.711660 0.215220 3.306655 0.0015 D(PDRB(-2),3) 0.235582 0.112973 2.085302 0.0405
C 121.2115 394.9918 0.306871 0.7598 @TREND(2002:01) -0.804154 7.965985 -0.100948 0.9199
R-squared 0.785870 Mean dependent var -0.070127 Adjusted R-squared 0.774295 S.D. dependent var 3398.321 S.E. of regression 1614.489 Akaike info criterion 17.67262 Sum squared resid 1.93E+08 Schwarz criterion 17.82259 Log likelihood -693.0686 F-statistic 67.89593
cxxx
Durbin-Watson stat 2.086540 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.m
DF Null Hypothesis: D(TDL,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -21.61996 0.0001
Test critical values: 1% level -3.514426 5% level -2.898145 10% level -2.586351
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:18 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(TDL(-1),2) -2.642678 0.122233 -21.61996 0.0000 D(TDL(-1),3) 0.761785 0.070571 10.79454 0.0000
C 10.16250 33.92561 0.299552 0.7653
R-squared 0.903253 Mean dependent var 10.16250 Adjusted R-squared 0.900740 S.D. dependent var 963.1333 S.E. of regression 303.4399 Akaike info criterion 14.30502 Sum squared resid 7089834. Schwarz criterion 14.39435 Log likelihood -569.2009 F-statistic 359.4464 Durbin-Watson stat 2.091525 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxi
Lampiran 2.n
ADF Null Hypothesis: D(TDL,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 1 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -21.57872 0.0001
Test critical values: 1% level -4.076860 5% level -3.466966 10% level -3.160198
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(TDL,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:19 Sample(adjusted): 2002:05 2008:12 Included observations: 80 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(TDL(-1),2) -2.643952 0.122526 -21.57872 0.0000 D(TDL(-1),3) 0.762422 0.070739 10.77798 0.0000
C 61.62808 72.52596 0.849738 0.3981 @TREND(2002:01) -1.183117 1.472654 -0.803391 0.4243
R-squared 0.904068 Mean dependent var 10.16250 Adjusted R-squared 0.900281 S.D. dependent var 963.1333 S.E. of regression 304.1409 Akaike info criterion 14.32157 Sum squared resid 7030130. Schwarz criterion 14.44067 Log likelihood -568.8626 F-statistic 238.7426 Durbin-Watson stat 2.108098 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxii
Lampiran 2.o
DF Null Hypothesis: D(HMT,2) has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.289431 0.0000
Test critical values: 1% level -3.516676 5% level -2.899115 10% level -2.586866
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:28 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(HMT(-1),2) -2.961963 0.357318 -8.289431 0.0000 D(HMT(-1),3) 1.281957 0.290159 4.418122 0.0000 D(HMT(-2),3) 0.778838 0.204831 3.802348 0.0003 D(HMT(-3),3) 0.311992 0.109877 2.839451 0.0059
C -2.057682 11.48285 -0.179196 0.8583
R-squared 0.776722 Mean dependent var 1.794872 Adjusted R-squared 0.764488 S.D. dependent var 208.8978 S.E. of regression 101.3773 Akaike info criterion 12.13753 Sum squared resid 750246.3 Schwarz criterion 12.28860 Log likelihood -468.3637 F-statistic 63.48677
cxxxiii
Durbin-Watson stat 2.121081 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 2.p
ADF Null Hypothesis: D(HMT,2) has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 3 (Automatic based on SIC, MAXLAG=3)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -8.237312 0.0000
Test critical values: 1% level -4.080021 5% level -3.468459 10% level -3.161067
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(HMT,3) Method: Least Squares Date: 10/29/09 Time: 22:29 Sample(adjusted): 2002:07 2008:12 Included observations: 78 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
D(HMT(-1),2) -2.964030 0.359830 -8.237312 0.0000 D(HMT(-1),3) 1.283267 0.292153 4.392447 0.0000 D(HMT(-2),3) 0.779520 0.206216 3.780117 0.0003 D(HMT(-3),3) 0.312208 0.110611 2.822574 0.0062
C -6.719859 25.61810 -0.262309 0.7938 @TREND(2002:01) 0.104720 0.513518 0.203926 0.8390
R-squared 0.776851 Mean dependent var 1.794872 Adjusted R-squared 0.761355 S.D. dependent var 208.8978 S.E. of regression 102.0494 Akaike info criterion 12.16259 Sum squared resid 749813.3 Schwarz criterion 12.34388 Log likelihood -468.3412 F-statistic 50.13092
cxxxiv
Durbin-Watson stat 2.120776 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 3.a
COINTEGRATION TEST
LAG NOL(0)
DF Null Hypothesis: E has a unit root Exogenous: Constant Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.51007 0.0001
Test critical values: 1% level -3.511262 5% level -2.896779 10% level -2.585626
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(E) Method: Least Squares Date: 11/05/09 Time: 15:44 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
E(-1) -1.153844 0.109785 -10.51007 0.0000 C -315.6397 16741.95 -0.018853 0.9850
R-squared 0.576939 Mean dependent var -710.1072 Adjusted R-squared 0.571716 S.D. dependent var 233065.5 S.E. of regression 152526.1 Akaike info criterion 26.73186 Sum squared resid 1.88E+12 Schwarz criterion 26.79015 Log likelihood -1107.372 F-statistic 110.4616
cxxxv
Durbin-Watson stat 2.013487 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 3.b
ADF Null Hypothesis: E has a unit root Exogenous: Constant, Linear Trend Lag Length: 0 (Automatic based on SIC, MAXLAG=0)
t-Statistic Prob.*
Augmented Dickey-Fuller test statistic -10.44511 0.0000
Test critical values: 1% level -4.072415 5% level -3.464865 10% level -3.158974
*MacKinnon (1996) one-sided p-values.
Augmented Dickey-Fuller Test Equation Dependent Variable: D(E) Method: Least Squares Date: 11/05/09 Time: 15:50 Sample(adjusted): 2002:02 2008:12 Included observations: 83 after adjusting endpoints
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
E(-1) -1.153855 0.110468 -10.44511 0.0000 C 610.0823 33999.27 0.017944 0.9857
@TREND(2002:01) -22.04091 703.1472 -0.031346 0.9751
R-squared 0.576944 Mean dependent var -710.1072 Adjusted R-squared 0.566368 S.D. dependent var 233065.5 S.E. of regression 153475.4 Akaike info criterion 26.75594 Sum squared resid 1.88E+12 Schwarz criterion 26.84337 Log likelihood -1107.372 F-statistic 54.55011 Durbin-Watson stat 2.013491 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxvi
Lampiran 4.a
MWD Test (model linier)
Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:20 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1805070. 232140.7 7.775756 0.0000 PDRB 2.866782 0.360124 7.960536 0.0000 TDL -5.987529 9.503212 -0.630053 0.5305 HMT -82.12621 115.5145 -0.710960 0.4792 Z1 4100947. 3337241. 1.228844 0.2228
R-squared 0.710075 Mean dependent var 2407937. Adjusted R-squared 0.695395 S.D. dependent var 280608.5 S.E. of regression 154870.8 Akaike info criterion 26.79625 Sum squared resid 1.89E+12 Schwarz criterion 26.94094 Log likelihood -1120.442 F-statistic 48.37101 Durbin-Watson stat 2.347336 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxvii
Lampiran 4.b
MWD Test (model log linier)
Dependent Variable: LOG(JKL) Method: Least Squares Date: 03/10/10 Time: 12:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 10.32477 0.442139 23.35185 0.0000 LOG(PDRB) 0.360313 0.042377 8.502525 0.0000
TDL -4.92E-06 3.87E-06 -1.274016 0.2064 HMT -4.20E-05 4.37E-05 -0.961037 0.3395 Z2 -9.43E-07 4.74E-07 -1.989556 0.0501
R-squared 0.731107 Mean dependent var 14.68803 Adjusted R-squared 0.717493 S.D. dependent var 0.110756 S.E. of regression 0.058868 Akaike info criterion -2.769352 Sum squared resid 0.273772 Schwarz criterion -2.624661 Log likelihood 121.3128 F-statistic 53.69939 Durbin-Watson stat 2.229014 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxviii
Lampiran 5
Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS
Dependent Variable: JKL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:40 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1826750. 232206.1 7.866934 0.0000 PDRB 3.049602 0.329001 9.269286 0.0000 TDL -9.217393 9.161573 -1.006093 0.3174 HMT -86.96444 115.8148 -0.750892 0.4549
R-squared 0.704533 Mean dependent var 2407937. Adjusted R-squared 0.693453 S.D. dependent var 280608.5 S.E. of regression 155363.7 Akaike info criterion 26.79137 Sum squared resid 1.93E+12 Schwarz criterion 26.90713 Log likelihood -1121.238 F-statistic 63.58592 Durbin-Watson stat 2.306668 Prob(F-statistic) 0.000000
cxxxix
Lampiran 6.a
Uji Multikolinearitas
Dependent Variable: PDRB Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:52 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -426462.5 62486.73 -6.824850 0.0000 TDL 14.24716 2.658448 5.359203 0.0000 HMT 233.4985 29.27023 7.977338 0.0000
R-squared 0.630131 Mean dependent var 304019.2 Adjusted R-squared 0.620998 S.D. dependent var 85229.43 S.E. of regression 52469.88 Akaike info criterion 24.60893 Sum squared resid 2.23E+11 Schwarz criterion 24.69574 Log likelihood -1030.575 F-statistic 68.99823 Durbin-Watson stat 0.167179 Prob(F-statistic) 0.000000
Dependent Variable: TDL Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:56 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
cxl
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 16267.23 2159.616 7.532465 0.0000 PDRB 0.018373 0.003428 5.359203 0.0000 HMT -1.498772 1.394689 -1.074628 0.2857
R-squared 0.348826 Mean dependent var 18891.86 Adjusted R-squared 0.332748 S.D. dependent var 2306.704 S.E. of regression 1884.243 Akaike info criterion 17.95550 Sum squared resid 2.88E+08 Schwarz criterion 18.04232 Log likelihood -751.1310 F-statistic 21.69536 Durbin-Watson stat 0.046610 Prob(F-statistic) 0.000000
Lampiran 6.b
Dependent Variable: HMT Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 10:59 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 1580.034 137.1413 11.52122 0.0000 PDRB 0.001884 0.000236 7.977338 0.0000 TDL -0.009379 0.008727 -1.074628 0.2857
R-squared 0.506025 Mean dependent var 1975.714 Adjusted R-squared 0.493828 S.D. dependent var 209.5048 S.E. of regression 149.0537 Akaike info criterion 12.88155 Sum squared resid 1799579. Schwarz criterion 12.96837 Log likelihood -538.0252 F-statistic 41.48798 Durbin-Watson stat 0.360077 Prob(F-statistic) 0.000000
cxli
Lampiran 7
Uji Heteroskedastisitas
Dependent Variable: RESID02 Method: Least Squares Date: 01/14/10 Time: 09:02 Sample: 2002:01 2008:12 Included observations: 84
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C -1.99E+11 1.17E+11 -1.699994 0.0930 PDRB 54854.99 165870.3 0.330710 0.7417 TDL -2235329. 4618934. -0.483949 0.6297 HMT 1.25E+08 58389634 2.145947 0.0649
R-squared 0.117833 Mean dependent var 2.30E+10 Adjusted R-squared 0.084752 S.D. dependent var 8.19E+10 S.E. of regression 7.83E+10 Akaike info criterion 53.05269 Sum squared resid 4.91E+23 Schwarz criterion 53.16844 Log likelihood -2224.213 F-statistic 3.561936 Durbin-Watson stat 1.741802 Prob(F-statistic) 0.017803
cxlii
Lampiran 8
Uji Autokorelasi (B-G Test)
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test:
F-statistic 1.921668 Probability 0.169573 Obs*R-squared 1.994770 Probability 0.157843
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 10/09/09 Time: 11:22
Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob.
C 13978.32 231100.0 0.060486 0.9519 PDRB 0.018829 0.327404 0.057511 0.9543 TDL -0.031279 9.109279 -0.003434 0.9973 HMT -9.646989 115.3635 -0.083623 0.9336
RESID(-1) -0.154419 0.111394 -1.386242 0.1696
R-squared 0.023747 Mean dependent var -4.72E-10 Adjusted R-squared -0.025683 S.D. dependent var 152530.1 S.E. of regression 154476.4 Akaike info criterion 26.79115 Sum squared resid 1.89E+12 Schwarz criterion 26.93584 Log likelihood -1120.228 F-statistic 0.480417 Durbin-Watson stat 2.012387 Prob(F-statistic) 0.750010
cxliii
cxliv
cxlv
Halaman Persetujuan Pembimbing
Telah diterima dan disetujui untuk dipertahankan dihadapan tim penguji
skripsi dengan judul “Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik Rumah
Tangga (R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008.”
Surakarta, Januari 2010
Disetujui dan diterima oleh
Pembimbing
(Drs. Supriyono, M.Si)
NIP.196002211986011001
cxlvi
Halaman Pengesahan
Telah disetujui dan diterima baik oleh tim penguji skripsi Fakultas Ekonomi
Jurusan Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret Surakarta, untuk
melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta, Maret 2010
Tim Penguji Skripsi
3. Drs. Agustinus Suryantoro, MS Sebagai Ketua ( )
NIP. 195909111987021001
4. Drs. Supriyono, M.Si Sebagai Pembimbing ( )
NIP. 196002211986011001
5. Nurul Istiqomah S.E., M.Si Sebagai Anggota ( )
NIP. 132310785
cxlvii
Persembahan
Skripsi ini penulis persembahkan untuk :
Bapak dan ibu
Kakak-kakakku
Adik-adikku
Keluarga Besarku
Saudara-saudaraku
Sahabat-sahabat baikku
Almamater
cxlviii
Motto
“Manakala nilai hidup ini hanya untuk diri kita, maka akan tampak bagi kita bahwa kehidupan-
kehidupan kecil dan singkat yang dimulai sejak kita memahami arti hidup dan berakhir hingga batas
umur kita, tetapi apabila kita hidup juga untuk orang lain maka jadilah hidup ini bermakna panjang dan
dalam. Bermula dari adanya kemanusiaan itu sendiri dan berlanjut sampai kita meninggalkan dunia ini
.“(Sayyid quthub, arafah ar_Ruuh, hlm. 9)
“Siapa saja yang belajar ilmu pengetahuan dari jenis ilmu yang sepatutnya dipelajari hanya untuk
mencapai keridhoan Allah SWT, tetapi ia mempelajari ilmu tersebut tidak lain tujuannya kecuali untuk
mencapai keduniaan, maka orang yang demikian tidak akan mencium wanginya bau surga.”(HR. Abu
hurairah-ra).
“Taburkanlah pemikiran maka anda akan menuai tindakan. Taburkanlah tindakan dan anda akan
menuai kebiasaan. Taburkanlah kebiasaan dan anda akan menuai karakter. Taburkanlah karakter dan
anda akan menuai masa depan.”(Emerson).
cxlix
Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga dengan bimbingan, pertolongan, dan kasih saying-
Nya lah penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik guna untuk melengkapi
tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana ekonomi jurusan
ekonomi pembangunan pada fakultas ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
dengan judul : “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi Listrik Rumah Tangga
(R-1 900 VA) di Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008.”
Dalam menyelesaikan penelitian ini penulis banyak sekali mendapatkan
bantuan, dorongan, dan bimbingan yang sangat berarti dari berbagai pihak. Persiapan,
Perencanaan, dan pelaksanaan hingga terselesaikannya penyusunan skripsi
merupakan tantangan tersendiri bagi penulis. Untuk itu dalam kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati penulis ingin menghaturkan banyak terima kasih atas segala
bantuan dan dukungan kepada :
2. Bapak Drs. Supriyono, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan saran yang membangun kepada penulis
dalam menyusun dan menyelesaikan skripsi ini
3. Bapak Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com, Ak selaku Dekan Fakultas
Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
cl
4. Bapak Drs. Kresno Sarosa Pribadi, M.Si selaku ketua jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan kemudahan dengan ijin yang diberikan
5. Ibu Dwi Prasetyani, SE, M.Si selaku sekretaris Jurusan Ekonomi
Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta yang
telah memberikan bantuan dan kemudahan kepada penulis untuk kepentingan
penulisan skripsi ini
6. Seluruh bapak dan ibu dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah memberikan bekal ilmu serta bimbingan selama penulis
menempuh penelitian
7. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta yang telah membantu dan memberikan pelayanan kepada penulis
8. Kepada staf dan karyawan PT. PLN (Persero) APJ Magelang dan PT. PLN
(Persero) UPJ Purworejo yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk melakukan pengambilan data-data serta informasi yang sangat
bermanfaat bagi penyusunan dan penyelesaian skripsi ini
9. Segenap staf dan karyawan BPS Kabupaten Purworejo yang telah membantu
serta memberikan data dan informasi kepada penulis dalam penelitian ini
10. Bapak dan ibu yang selama ini telah membesarkan, atas dorongan, bimbingan,
dukungan, doa, dan kasih sayang serta pengorbanan yang membuat penulis
tidak akan pernah melupakan semua jasa baiknya dan selalu bangkit dalam
mewujudkan impian dan cita-citanya
cli
11. Kakak-kakakku tercinta atas segala nasihat dan doanya selalu kepada penulis
beserta adik-adikku serta seluruh keluarga besarku
12. Teman-teman Ekonomi Pembangunan angkatan 2005 antara lain Riski, Restu,
Handoko, dan Hasan yang lebih dahulu menyelesaikan studi semoga kalian
sukses selalu dan buat teman-teman yang lain seperti Agus, Adit, Lindung,
Rudy, Wawan, Rovina, Wahyu, Supriyanto, Ogan, dan Supriyadi ayo tetap
semangat untuk tetap menyelesaikan studi dan mengejar impian dan cita-cita
yang mulia, seluruh teman-teman fakultas ekonomi dan semua sahabat-
sahabatku terima kasih atas segala bantuan, bimbingan, dan dukungannya.
13. Seluruh teman-temanku satu kost di wisma matrika dan kost wijaya serta
teman-teman yang telah mendukung dan membantu dalam penyelesaian
skripsi ini seperti Agung, Sapto, Wakid, Nanang, Ahmad yang sudah dahulu
menyelesaikan studinya beserta sahabatku Adit, kang Herman, kang Ucup,
Gunawan, Dimas, Wawan, Gilang, Bima, Lukman, dan Hafis serta sahabat-
sahabatku yang lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu demi satu saya
ucapkan maju terus semoga sukses.
14. Saudara-saudaraku terutama om Yonno yang selalu memberikan semangat
dan dukungannya kepada penulis sehingga dapat terselesaikannya penulisan
skripsi ini.
Semoga Allah SWT memberikan balasan yang setimpal atas segala bantuan
dan pertolongan yang telah diberikan kepada penulis.
Sejak awal hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini banyak kesulitan
yang dihadapi sehingga penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna.
clii
Oleh karena itu penulis mengharapkan segala tanggapan, perbaikan, kritik, dan saran
dari pembaca demi sempurnanya skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi kita semua. Amien.
Surakarta, Januari 2010
Penulis
cliii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL…………………………………………………………………i
ABSTRAK…………………………………………………………………………...ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING…………………………………….iv
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………….............v
HALAMAN PERSEMBAHAN……………………………………………….........vi
HALAMAN MOTTO………………………………………………........................vii
KATA PENGANTAR……………………………………………………………..viii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….....xii
DAFTAR TABEL………………………………………………………………...xvii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………………...xix
BAB
II. PENDAHULUAN...................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
B. Perumusan Masalah............................................................................................5
C. Tujuan Penelitian................................................................................................6
D. Kegunaan Penelitian...........................................................................................7
cliv
II. LANDASAN TEORI...............................................................................................8
C. Pengertian Konsumsi.........................................................................................8
2. Teori-Teori Konsumsi...............................................................................10
3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konsumsi.........................................13
D. Pengertian Permintaan.....................................................................................16
3. Definisi Permintaan...................................................................................16
4. Hukum Permintaan....................................................................................20
5. Skedul dan Kurva Permintaan...................................................................22
6. Teori Permintaan Konsumen.....................................................................22
7. Peta Indiferen.............................................................................................28
8. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Permintaan.......................................29
C. Pengertian Konsumen......................................................................................32
2. Definisi Konsumen....................................................................................32
3. Garis Anggaran Konsumen........................................................................33
4. Keseimbangan Konsumen.........................................................................36
D. Pasar Monopoli................................................................................................38
2. Deskripsi Pasar Monopoli..........................................................................38
E. Penelitian Terdahulu........................................................................................41
F. Kerangka Pemikiran........................................................................................42
G. Hipotesis Penelitian.........................................................................................45
III. METODOLOGI PENELITIAN............................................................................46
B. Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................46
clv
C. Jenis dan Sumber Data Yang Digunakkan......................................................46
D. Teknik Pengumpulan Data..............................................................................47
E. Definisi Operasional Variabel.........................................................................47
F. Metode Analisis...............................................................................................48
2. Uji Stasioneritas.........................................................................................49
a. Uji Akar Unit.......................................................................................49
b. Uji Derajat Integrasi............................................................................49
c. Uji Kointegrasi....................................................................................49
5. Model Regresi Linier Berganda................................................................50
6. Uji Asumsi Klasik.....................................................................................51
a. Uji Multikolinearitas...........................................................................51
b. Uji Heteroskedastisitas........................................................................52
c. Uji Autokorelasi..................................................................................53
5. Uji Statistik...............................................................................................55
a. Uji t.....................................................................................................55
b. Uji F....................................................................................................56
c. Koefisien Determinasi R2...................................................................58
IV. Analisis Data dan Pembahasan.............................................................................59
A. Gambaran Umum Kabupaten Purworejo…………………………………....59
1. Kondisi Geografis……………………………………………………….59
c. Letak Geografis……………………………………………………..59
d. Luas daerah dan Pembagian daerah Administratif……………….....59
clvi
e. Potensi Daerah………………………………………………………61
f. Keadaan Alam……………………………………………………….67
3. Penduduk dan Tenaga Kerja……………………………………………..68
a. Kependudukan…………………………………………………….....68
b. Tenaga Kerja………………………………………………………...71
3. Sosial…………………………………………………………………….72
a. Pendidikan…………………………………………………………...72
b. Kesehatan…………………………………………………………....73
4. Keuangan Daerah………………………………………………………..73
B. Gambaran Umum PT. PLN (Persero).............................................................76
2. Sekilas Tentang Perusahaan Listrik Negara (PLN)..................................76
3. Visi dan Misi PT. PLN (Persero)..............................................................79
4. Dasar Hukum PT. PLN (Persero)..............................................................80
5. Kebijakan Manajemen PT. PLN (Persero)................................................81
6. Aktivitas bisnis PT. PLN (Persero)...........................................................82
C. Analisis Data dan Pembahasan........................................................................85
3. Deskripsi Data...........................................................................................85
a. PDRB Harga Berlaku..........................................................................85
b. Tarif Listrik.........................................................................................86
c. Harga Minyak Tanah...........................................................................87
d. Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga...........................................88
D. Hasil Estimasi Data.........................................................................................89
1. Uji Stasioneritas........................................................................................89
clvii
b. Uji Akar Unit......................................................................................90
c. Uji Derajat Integrasi...........................................................................91
d. Uji Kointegrasi....................................................................................92
5. Analisis Regresi Linier Berganda.............................................................93
6. Uji Asumsi Klasik.....................................................................................96
d. Uji Multikolinearitas...........................................................................96
e. Uji Heteroskedastisitas........................................................................97
f. Uji Autokorelasi..................................................................................98
6. Uji Statistik..............................................................................................100
a. Uji t....................................................................................................101
b. Uji F..................................................................................................102
c. Koefisien Determinasi R2.................................................................103
F. Interpretasi Hasil Secara Ekonomi...............................................................103
V. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................106
B. Kesimpulan....................................................................................................106
C. Saran-Saran....................................................................................................108
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................110
LAMPIRAN
clviii
DAFTAR TABEL
TABEL HALAMAN
Tabel 1. Produksi dan Pembelian Tenaga Listrik di Jateng, Jawa,
dan Indonesia Tahun 2000-2006 dalam (GWh).............................................2
Tabel 4.1 Jumlah desa dan luas wilayah menurut kecamatan
di Kabupaten Purworejo Tahun 2008...........................................................60
Tabel 4.2 Banyaknya Desa dan Jumlah Penduduk menurut kecamatan
dan Daerah di Kabupaten Purworejo Tahun 2007........................................69
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk dan Sex Ratio Perkecamatan
di Kabupaten Purworejo Tahun 2008...........................................................70
Tabel 4.4 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Berlaku Kabupaten Purworejo
Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah)………………………………....74
Tabel 4.5 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Menurut Lapangan
Usaha Atas Dasar Harga Konstan Kabupaten Purworejo
Tahun 2007-2008 (Dalam Jutaan Rupiah)....................................................75
Tabel 4.6 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Harga Berlaku
Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008......................................................86
Tabel 4.7 Tarif Dasar Listrik(Rupiah/Kva/Bulan) Tahun 2002-2008.........................87
Tabel 4.8 Harga Minyak Tanah/liter(rupiah) Tahun 2002-2008.................................88
Tabel 4.9 Tabel Jumlah Konsumsi Listrik Rumah Tangga (R-1 900 VA)
Kabupaten Purworejo Tahun 2002-2008....................................................89
Tabel 4.10 Unit Root Test Pada Ordo Nol…………………………………………..90
Tabel 4.11 Unit Root Test Pada Ordo Satu (1)……………………………………...91
Tabel 4.12 Cointegration Test Pada Ordo Nol……………………………………....92
clix
Tabel 4.13 Hasil Uji MWD (Bentuk linier)……………………………....………….93
Tabel 4.14 Hasil Uji MWD (Bentuk log-linier)……………………………....……..94
Tabel 4.15 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda dengan Metode OLS………….95
Tabel 4.16 Hasil Uji Multikolinearitas……………………………………………....96
Tabel 4.15 Hasil Uji Heteroskedastisitas.....................................................................98
Tabel 4.16 Hasil Uji Autokorelasi (B-G Test)...........................................................100
clx
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR HALAMAN
Gambar 2.1 Kurva Daya Guna (Utilitas)………………………………………….....24
Gambar 2.2 Kurva Indiferen………………………………………………………....26
Gambar 2.3 Peta Indiferen...........................................................................................28
Gambar 2.4 Kombinasi Dua Barang............................................................................34
Gambar 2.5 Keseimbangan Konsumen.......................................................................37
Gambar 2.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi konsumsi listrik rumah tangga.........43
Gambar 3.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi.........................................54
Gambar 3.2 Daerah Terima dan Daerah Tolak Ho......................................................56
Gambar 4.1 Statistik d (Durbin-Watson) Uji Autokorelasi.........................................99
Gambar 4.2 Daerah Terima dan Daerah Tolak Uji t.................................................101
Gambar 4.3 Daerah Terima dan Daerah Tolak Uji F................................................102