Post on 25-Nov-2021
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBILOTO (Andrographis Paniculata)
TERHADAP WAKTU PENYEMBUHAN LUKA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Gigi
IJLAL WAFA’ AL-HAMDANI
J111 14 305
BAGIAN ILMU BEDAH MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
EFEKTIVITAS EKSTRAK ETANOL DAUN SAMBILOTO (Andrographis Paniculata)
TERHADAP WAKTU PENYEMBUHAN LUKA
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat
mendapatkan gelar sarjana Kedokteran Gigi
IJLAL WAFA’ AL-HAMDANI
J111 14 305
BAGIAN ILMU BEDAH MULUT
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
v
Efektivitas Ekstrak Etanol Daun Sambiloto (Androghrapis paniculata ) terhadap
Waktu Penyembuhan Luka
Ijlal Wafa’ Al-Hamdani
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi UNHAS
ABSTRAK
Latar Belakang: Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal yang terjadi karena
terputusnya kontinuitas pada jaringan akibat cedera atau pembedahan. Ketika luka
timbul akan muncul bebarapa efek antara lain hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stress simpatis, pendarahan dan pembekuan darah, kontaminasi bakteri
dan kematian sel. Penyembuhan luka merupakan proses perbaikan jaringan kulit atau
mukosa yang terdiri dari beberapa tahapan yakni hemostasis, inflamasi, proliferasi dan
remodeling. Indonesia sebagai negara tropis dengan tanah yang subur yang memiliki
berbagai macam tanaman yang digunakan sebagai obat tradisional yaitu tanaman
sambiloto (Andrographis paniculata), madu (Apis mellifera). Tanaman sambiloto
mengandung senyawa andrografolida,farnesol,alkaloid, tanin, saponin, flavonoid yang
dapat mempercepat penyembuhan luka. Madu mengandung senyawa fenol, flavonoid ,
monofenol, polifenol, dan vitamin C yang juga berperan dalam mempercepat
penyembuhan luka. Tujuan Penelitian: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
perbandingan efektivitas aplikasi daun sambiloto (Andrographis paniculata), madu
(Apis mellifera), dan parafin terhadap penyembuhan luka sayat pada kulit mencit (Mus
musculus). Metode Penelitian: Penelitian ini bersifat eksperimental laboratoris dengan
rancangan penelitian pretest-posttest control group design. Hewan uji yang digunakan
adalah 27 ekor mencit jantan dibagi dalam tiga kelompok perlakuan sesuai kriteria
inklusi dan ekslusi yang telah ditentukan. Penelitian ini diukur dengan melihat
penurunan ukuran panjang luka, dimulai dari hari ke-1 sampai hari ke-12. Data
kemudian diolah menggunakan program SPSS versi 18. Hasil Penelitian: Berdasarkan
hasil analisis data, diperoleh rerata waktu penyembuhan luka insisi kelompok pelakuan
daun sambiloto hari ke-1.10±0.09 sampai hari ke-12 0.00±0.00, kelompok madu hari
ke-1 1,11±0.06 sampai hari ke-12 0.00±0.00, kelompok parafin hari ke-1 1.04±0,005
sampai hari ke-12 0.00±0.00. Hasil uji statistik Friedman menunjukkan setiap kelompok
perlakuan p ≤ 0,05. Simpulan: Daun sambiloto memiliki efektifitas dalam
penyembuhan luka insisi mencit.
Kata kunci: Luka, penyembuhan luka, Daun sambioto, madu, parafin,mencit.
vi
ABSTRACT
Background: Injury is a disorder of normal conditions that occur due to the
disconnection of continuity in the tissues due to injury or surgery. When wounds arise,
several side effects or organ function will appear such as sympathetic stress response,
bleeding and blood clotting, bacterial contamination and cell death. Wound healing is a
process of recovering skin tissue or mucosa consisting of several stages of hemostasis,
inflammation, proliferation and remodelling. Indonesia as a tropical country with its
fertile land has a variety of plants which are used as traditional medicines including
sambiloto plants (Andrographis paniculata), honey (Apis mellifera). Sambiloto plants
contain compounds andrographolide, farnesol, alkaloids, tannins, saponins, flavonoids
that can accelerate wound healing. Honey contains phenol compounds, flavonoids,
monophenols, polyphenols, and vitamin C which also play a role in accelerating wound
healing. Research Objectives: The purpose of this study was to determine the
comparison of successful application of sambiloto leaf (Andrographis paniculata), honey
(Apis mellifera), and paraffin on the healing of slash on the skin of mice (Mus
musculus). Methods: This was an experimental laboratory study with pretest-posttest
control group design. The animals used for the test was 27 male mice divided into three
treatment groups according to the criteria of inclusion and exclusion that have been
determined. This study was measured by looking at the decrease in wound size, from
day 1 to day 12. The data were then processed by using SPSS version 18 program.
Research Result: Based on the data analysis, it was found that the average of wound
healing time of incision group of sambilito leaves day 1.10 ± 0.09 until the 12th day was
0.00 ± 0.00, honey group day 1 1,11 ± 0.06 to day 12 was 0.00 ± 0.00, paraffin group
day 1 1.04 ± 0.005 to day 12 was 0.00 ± 0.00. Friedman statistic test results showed each
treatment group p ≤ 0.05. Conclusion: Sambiloto plants is more effective in wound
healing of slash on the skin of mice
Keywords: Wound, wound healing, andrograhpis paniculata, honey, paraffin, mice
vii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah rabbil alamin, Syukur Alhamdulillah penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT, karena atas berkat limpahan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan
strata satu di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Hasanuddin. Salam dan salawat
kepada Nabiullahh Muhammad saw, keluarga dan para sahabat yang telah
memperjuangkan agama Islam. Agama yang diridhai oleh Allah swt.
Dalam skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bimbingan, bantuan, semangat, doa,
dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, penulis ingin
menghaturkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. DR. drg. Bahruddin Thalib, M. Kes, Sp. Pros sebagai Dekan Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Hasanuddin beserta seluruh staf atas bantuannya selama penulis
mengikuti pendidikan.
2. drg. Surijana mappangara,M.Kes,Sp.perio selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah banyak meluangkan waktu mendampingi, membimbing, mengarahkan, dan
memberi nasihat kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.
3. Prof. DR. Drg. Hasanuddin Thahir, MS selaku penasihat akademik atas bimbingan,
perhatian, nasihat, dan dukungan bagi penulis selama perkuliahan.
4. Untuk kedua orang tuaku yang tercinta, Ayahanda (Alm)Prof.DR.H.M.Danial
Djalaluddiin, Lc, M.Th.I, dan ibunda Dra.Hj.A.Patmaliah Patajangi, saudaraku Muhtadi
viii
Bidinillah,S.E, Hanif Muslim, S.E, M.Zuljalal,S.Pd.I, M.Pd, Nabil Wijdan,S.STP,
Hilyah Fadhilah,S.farm, Apt, dan Ibtisam Umniyah, S.Hum. Serta sepupuku Muh.Adam
Ilhamsyah, Nabilah Nur, Ni’matun Wafirah yang selalu setia menemani penulis
menyelesaikan kendala-kendala yang dihadapi selama menyelesaikan skripsi ini.
5. Untuk laboran kak asrul ismail, kak armis, kak ansari yang telah membantu dalam
penelitian dari awal penelitian hingga akhir penelitian.
6. Untuk kakak Muliani ratnaningsih, S.KM, M.Kes yang telah meluangkan waktunya
membantu penulis dalam meyelesaikan skripsi ini dan setiap hari memberikan semangat.
7. Untuk sahabat-sahabatku Annisa auliah, Muhayyarah, Nurhayati, dan Nutfah yang
selama ini memberikan semangat walaupun terpisahkan oleh jarak dan waktu .
8. Untuk teman-teman seperjuangan di bagian Ilmu Bedah Mulut yaitu Raudina sebagai
teman sepembimbing, Dewi Qalbiyani, Giska, levina, Rifqi, Nelce, Nilam, Annisa Rum,
nadiah,priscilla,reskiani yang senantiasa pula memberi dukungan kepada penulis.
9. Untuk teman-teman seperjuangan, INTRUSI 2014 atas dukungan dan rasa
persaudaraan yang diberikan selama ini kepada penulis
10. Untuk Seluruh Dosen dan Staf karyawan yang telah banyak membantu penulis.
Untuk semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak dapat disebut satu persatu.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu.Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu kedokteran
gigi ke depannya dan juga bagi para pembaca lainnya.
Makassar, 2017
Ijlal Wafa’ Al-Hamdani
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ....................................................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................ iii
SURAT PERNYATAAN................................................................................................ iv
ABSTRAK ...................................................................................................................... v
KATA PENGANTAR .................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .......................................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.1 Latar Belakang ....................................................................................................... 1
1.1.2 Rumusan Masalah .................................................................................................. 5
1.1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................... 5
1.1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................. 6
1.1.5 Keterbatasan Penelitian .......................................................................................... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka........................................................................................................................... 7
2.1.1 Definisi Luka .................................................................................................... 7
x
2.1.2 Klasifikasi Luka .............................................................................................. 7
2.1.3 Fase penyumbuhan luka ................................................................................... 11
2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka ..................... 12
2.2 Tanaman Sambiloto .................................................................................................. 14
2.2.1 Taksonomi Tanaman Sambiloto ..................................................................... 14
2.2.2 Manfaat Tanaman Sambiloto .......................................................................... 15
2.2.3 Kandungan Tanaman Sambiloto ..................................................................... 17
2.3 Madu ......................................................................................................................... 22
2.3.1 Taksonomi ..................................................................................................... 23
2.3.2 Manfaat Madu ............................................................................................... 24
2.4 Parafin ....................................................................................................................... 26
2.5 Metode Ekstraksi Bahan Alam ................................................................................. 27
2.6 Mencit(Mus musculus) .............................................................................................. 29
2.3.1 Taksonomi ....................................................................................................... 29
2.3.2 Morfologi ...................................................................................................... 30
BAB III KERANGKA TEORI, KONSEP DAN HIPOTESIS
3.1 Kerangka Teori.......................................................................................................... 31
3.2 Kerangka Konsep ...................................................................................................... 33
3.3 Hipotesis .................................................................................................................... 34
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian ........................................................................................................ 35
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................................................. 35
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian .............................................................................. 35
xi
4.4 Metode Sampling .................................................................................................... 36
4.5 Besar Sampel ........................................................................................................... 36
4.6 Kriteria Sampel ....................................................................................................... 37
4.7 Variabel Penelitian ................................................................................................... 38
4.8 Definisi Operasional Penelitian................................................................................ 38
4.9 Kriteria Penelitian .................................................................................................... 38
4.10 Alat dan Bahan Penelitian ....................................................................................... 39
4.11 Prosedur Penelitian.................................................................................................. 39
4.12 Jenis Data ............................................................................................................... 40
4.13 Rencana Analisis Data ............................................................................................ 40
4.14 Alur Penelitian ........................................................................................................ 41
BAB V HASIL PENELITIAN ....................................................................................... 42
BAB VI PEMBAHASAN ............................................................................................... 50
BAB VII PENUTUP
7.1 Simpulan ................................................................................................................. 55
7.2 Saran ........................................................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 56
LAMPIRAN .................................................................................................................... 61
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fase Penyembuhan Luka........................................................................... 11
Gambar 2.2 Tanaman Sambiloto ................................................................................. 14
Gambar 2.3 Lebah Apis mellifera.................................................................................. 23
Gambar 2.5 Mencit (Mus musculus) ............................................................................. 29
Gambar 5.1 Grafik Rerata Panjang Luka ...................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Tabel 5.1 Perbedaan Efektivitas Daun sambiloto dan Madu ........................................ 43
Tabel 5.2 Perbedaan Efektivitas Daun sambiloto dan Parafin ...................................... 44
Tabel 5.3 Perbedaan Efektivitas Madu dan Parafin..................................................... 46
Tabel 5.4 Perbedaan Efektivitas Daun sambiloto, Madu, dan Parafin.......................... 47
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Aktivitas sehari-hari yang rutin dilakukan ataupun aktivitas baru tidak dapat
dihindarkan dari kecelakaan. Salah satu akibat yang ditimbulkan dari kecelakaan adalah
timbulnya luka.1
Prevalensi kejadiaan luka mencapai jutaan kasus pertahunnya. Luka
adalah suatu gangguan dari kondisi normal yang terjadi karena terputusnya kontinuitas
pada jaringan akibat cedera atau pembedahan. Luka dapat disebabakan trauma benda
tajam atau tumpul, perubahan temperatur, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, atau
gigitan hewan. Ketika luka timbul akan muncul bebarapa efek antara lain hilangnya
seluruh atau sebagian fungsi organ, respon stress simpatis, pendarahan dan pembekuan
darah, kontaminasi bakteri dan kematian sel.2
Luka terbagi dua yaitu luka terbuka dan luka tertutup. Contoh luka terbuka luka
insisi yaitu terdapat robekan lurus (linier) pada kulit dan jaringan di bawahnya
sedangkan contoh luka tertutup adalah hematom yaitu pecahnya pembuluh darah di
bawah kulit. Pada umumnya luka disebabkan karena pembedahan atau trauma. Menurut
penelitian salah satu lembaga asosiasi luka di Amerika MedMarket Diligence tahun 2009
mendapatkan data untuk luka bedah (incised wound) ada 110,30 juta kasus.3
2
Di Amerika Serikat luka yang tidak sembuh mencapai sekitar 3 sampai 6 juta
masyarakat, akibatnya terjadi peningkatan biaya kesehatan yang dikeluarkan sekitar 3
USD miliar per tahun. 2
Penyembuhan luka terbagi dua yaitu luka akut dan luka kronis. Luka akut adalah
luka yang diakibatkan karena penanganannya terlambat sedangkan luka kronis adalah
luka yang diakibatkan karena gagalnya menuju penyembuhan luka yang normal. Luka
biasanya memasuki inflamasi patologis karena proses penyembuhan tertunda atau proses
penyembuhan yang tidak terkoordinasi. Pada luka kronis seperti ulkus yang
berhubungan dengan iskemia, diabetes melitus dan penyakit statis vena. Proses
penyembuhan luka terdiri dari hemostatis, inflamasi, proliferasi dan remodelling. 4,5
Perawatan luka diperlukan untuk meningkatkan penyembuhan yaitu mencegah
kerusakan kulit lebih lanjut, mengurangi risiko infeksi, dan meningkatkan kenyamanan
pasien. Pada perawatan luka bahan yang sering digunakan adalah sodium klorida 0,9%.
Sodium klorida digunakan karena tidak ada reaksi hipersensitivitas. Sodium klorida
0,9% adalah konsentrasi normal atau biasa disebut normal saline. Selain sodium klolida,
zat kimia yang biasa digunakan adalah povodine iodine. Bahan ini biasanya iritan,
menimbulkan alergi serta meninggalkan residu. Dapat digunakan secara topikal untuk
edema pada bibir, muka dan lidah juga sebagai obat kumur.3,5
Sejak zaman dahulu, manusia menggunakan sumber daya alam untuk memenuhi
kebutuhan sehari-seharinya . Kebutuhan sandang,pangan dan papan dapat diperoleh dari
lingkungan sekitarnya. Sebelum mengenal obat-obatan hasil sintetik masyarakat
3
memanfaatkan tanaman sekitarnya sebagai obat-obatan tradisional. Pengalaman dan
pengetahuan nenek moyang mereka diturunkan ke generasi generasinya.
Obat tradisional banyak digunakan oleh masyarakat karena adanya kemudahan
memperoleh tanaman tersebut,dapat diolah atau dibuat sendiri dan kurangnya efek
samping yang ditimbulkan. Selain itu, adanya masalah ekonomi yaitu tingginya biaya
obat-obatan menjadi salah satu faktor bagi masyarakat menengah kebawah untuk
mengobati dirinya menggunakan obat tradisional daripada obat hasil sintetik .6
Indonesia sebagai negara agraris mempunyai dua musim yaitu musim hujan dan
musim kemarau , kaya akan berbagai macam tanaman mulai dari tanaman merambat dan
tanaman yang menjulang tinggi. Keadaan ini memperkaya ragam ramuan tradisional
yang dapat menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tanpa disadari ternyata tanaman
liar dapat dijadikan obat, oleh karena itu diperlukan pengetahuan mengenai berbagai
macam tanaman yang bisa dijadikan bahan untuk membuat ramuan tradisional.6
Akhir-akhir ini, kehidupan modern sudah mulai kembali menggunakan obat-obatan
tradisional. Keadaan ini terjadi karena manusia mulai menyadari pentingnya
mengonsumsi obat-obatan tradisional yang tidak memiliki efek samping di kemudian
hari. Adanya slogan “Back to Nature” mengubah minat masyarakat indonesia, sehingga
memanfaatkan kembali alam sekitar.6
Pada survey Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007 selain pengobatan moderen
terdapat 28,69% masyarakat Indonesia memilih untuk mengobati dirinya dengan obat
tradisional, sebelumnya hanya 15,2% meningkat dalam waktu tujuh tahun.3
4
Indonesia sebagai negara tropis dengan tanah yang subur memiliki berbagai macam
tanaman. Tanaman sambiloto dikenal sebagai “ King of Bitters ” bukan tumbuhan asli
Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen di Herbarium
Bogoriense Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893. Di India, sambiloto
adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati penyakit disentri, diare, atau
malaria. Hal ini ditemukan dalam Indian Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit
dalam 26 formula Ayurvedic. Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto
diketahui penting sebagai tanaman ”cold property” dan digunakan sebagai penurun
panas serta membersihkan racun-racun di dalam tubuh. Tanaman ini kemudian
menyebar ke daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia.7
Di beberapa daerah di Indonesia, sambiloto dikenal dengan berbagai nama.
Masyarakat Jawa Tengah dan Jawa Timur menyebutnya dengan bidara, sambiroto,
sandiloto, sadilata, takilo, paitan, dan sambiloto. Di Jawa Barat disebut dengan ki oray,
takila, atau ki peurat. Di Bali lebih dikenal dengan samiroto. Masyarakat Sumatera dan
sebagian besar masyarakat Melayu menyebutnya dengan pepaitan atau ampadu tanah.
Sementara itu, nama-nama asing sambiloto diantaranya chuan xin lian, yi jian xi, dan
lan he lian (Cina), kalmegh, kirayat, dan kirata (India), xuyen tam lien dan congcong
(Vietnam), quasabhuva (Arab), nainehavandi (Persia), green chiretta dan king of bitter
(Inggris).8
Tumbuhan sambiloto diketahui mengandung bahan kimia andrographolide (beserta
beberapa analognya), paniculide, farnesol, protein arabinogalactan, , saponin, alkaloid,
phenol, dan tannin dari ekstrak daun sambiloto. Zat aktif seperti andrografolid, minyak
5
atsiri, flavonoid dan tannin yang berfungsi sebagai anti bakteri, antiracun dan anti-
infeksi. Flavonoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang terbentuk melalui jalur
sikimat. Senyawa ini diproduksi dari /unit sinnamoil-CoA dengan perpanjangan rantai
menggunakan 3 malonil-CoA.9
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka akan muncul pertanyaan apakah
efektif ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees) terhadap waktu
penyembuhan luka insisi mencit (mus musculus).
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dan madu (Apis mellifera) terhadap waktu penyembuhan luka insisi
mencit (mus musculus).
2. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis
paniculata Nees) dan Parafin terhadap waktu penyembuhan luka insisi mencit (mus
musculus).
3. Untuk mengetahui efektivitas madu (Apis mellifera) dan Parafin terhadap waktu
penyembuhan luka insisi mencit (mus musculus).
6
4. Untuk mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis
paniculata Nees), madu (Apis mellifera) dan Parafin terhadap waktu penyembuhan
luka insisi mencit (mus musculus).
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:
a. Mengetahui efektivitas ekstrak etanol daun sambiloto (Andrographis paniculata
Nees), madu (Apis mellifera) dan parafin terhadap waktu penyembuhan luka
insisi regio femoris dextra posterior mencit (mus musculus).
b. Untuk menambah wawasan peneliti maupun dikalangan mahasiswa kesehatan
tentang manfaat dari ekstrak daun sambiloto (Andrographis paniculata Nees,
madu (Apis mellifera) dan parafin.
1.5 Keterbatasan Penelitian
1. Madu yang digunakan adalah madu Apis mellifera saja, sedangkan masih terdapat
banyak jenis madu lainnya yang mungkin saja memiliki efek yang lebih baik.
2. Penelitian ini hanya meninjau proses penyembuhan luka secara klinis yaitu dengan
melihat penurunan ukuran panjang luka hingga menutup namun tidak melihat secara
histologis.
3. Pembuatan luka sayat (insisi) pada mencit dilakukan secara manual sehingga ada
kemungkinan kedalamannya tidak selalu sama.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Luka
2.1.1 Definisi Luka
Menurut Kaplan & Hertz, luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh
atau rusaknya kesatuan/komponen jaringan yang secara spesifik terdapat substansi
jaringan yang rusak atau hilang.10
2.1.2 Klasifikasi Luka
Luka dapat dibagi menjadi berdasarkan proses terjadinya luka,derajat kontaminasi
luka dengan mikroorganisme, proses penyembuhan dan lama penyembuhan.
1. Berdasarkan proses terjadinya luka
Luka dapat dibagi menjadi enam yaitu:
a. Insisi (Luka iris)
Luka yang disebabkan oleh irisan benda tajam, misalnya pisau. Luka ini
menyebabkan rusaknya pembuluh-pembuluh yang cukup besar apabila irisannya cukup
dalam.1
8
b. Kontusio (Luka Memar)
Luka yang disebabkan oleh benturan tubuh dengan benda tumpul. Kemungkinan
akan diikuti kerusakan bagian dalam tubuh yang lunak, kerusakan tulang, pendarahan
atau pembengkakan.1
c. Laserasi (Luka terkoyok/robek)
Luka yang biasa disebabkan oleh pecahan kaca atau mata kail. Jenis luka ini
memiliki kontur tidak menentu, bergerigi, dan cukup dalam sehingga banyak jaringan
yang rusak.1
d. Luka Bocor/ tusuk
Luka yang disebabkan oleh tusukan pisau atau peluru. Jenis luka ini menimbulkan
luka kecil dipermukaan kulit, tetapi menembus tubuh cukup dalam.1
e. Abrasi (Luka Gores)
Luka ini biasa terjadi disebabkan oleh tergoresnya kulit pada permukaan yang kasar.
Jenis luka ini tidak terlalu dalam,tetapi memiliki permukaan luka yang sangat lebar.
Luka ini mengakibatkan rusaknya pembuluh-pembuluh yang berada di bagian perifer.1
f. Luka Bakar
Luka yang disebabkan oleh terbakarnya bagian tubuh. Luka bakar ini dibedakan
menjadi:1
9
i. Luka bakar keterbalan parsial yaitu luka yang hanya sampai pada jaringan
epidermis,
ii. Luka bakar total yaitu sebagian dermis ikut terbakar sehingga banyak
kehilangan cairan dan protein.
2. Berdasarkan derajat kontaminasi mikroorganisme (Degree Of Cantamination)
Luka dapat dibagi menjadi empat yaitu:
a. Clean Wounds (Luka Bersih)
Adalah luka yang tidak terinfeksi ketika tidak terjadi proses peradangan
(inflamasi),dan infeksi pada sistem pernafasan, pencernaan, genital, urinary tidak terjadi.
Kemungkinan terjadinya infeksi luka sekitar 1%-5%.1
b. Clean-Contamined Wounds (Luka bersih terkontaminasi)
Adalah luka pembedahan ketika sistem pernafasan, pencernaan, genital, urinary
dalam kondisi terkontrol, kontaminasi tidak selalu terjadi. Kemungkinan terjadinya
infeksi luka adalah 3%-11%.1
c. Contamined Wounds (luka terkontaminasi)
Adalah luka terbuka, fresh, luka akibat kecelakaan atau operasi dengan kerusakan
besar dengan teknik aseptik atau kontaminasi dari saluran cerna. Pada jenis luka ini
termasuk insisi akut, inflamasi nonpurulen. Kemungkinan terjadinya infeksi luka adalah
10%-17%.1
10
3. Berdasarkan proses penyembuhan
Luka berdasakan proses penyembuhan dapat dibagi menjadi tiga yaitu:
a. Penyembuhan primer (healing by primary intention)
Penyembuhan primer biasanya terjadi setelah luka insisi. Tepi luka dapat menyatu
kembali , permukaan bersih, tidak ada jaringan yang hilang. Penyembuhan luka
berlangsung dari internal ke eksternal.11
b. Penyembuhan sekunder (healing by secondary intention)
Proses penyembuhan luka berlangsung mulai dari pembentukan granulasi didasar
luka dan sekitarnya serta sebagian jaringan hilang.11
c. Delayed primary healing (tertiary healing)
Penyembuhan luka sering disertai infeksi dan berlangsung lambat. Diperlukan
penutupan luka secara manual.11
4. Berdasarkan Lama penyembuhan
Luka dapat dibagi menjadi dua yaitu:
a. Luka akut
Luka dikatakan akut apabila penyembuhan terjadi dalam 2-3 minggu. Luka inisisi
dikategorikan akut jika proses penyembuhan berlangsung sesuai dengan proses
penyembuhan normal.11
11
b. Luka kronis
Luka disebut kronis jika tidak aa tanda-tanda sembuh dalam jangka waktu lebih dari
4-6 minggu. Luka inisisi dikategorikan kronis jika proses penyembuhan lambat
(delayed healing) atau jika menunjukkan tanda-tanda infeksi.11
2.1.3 Fase Penyembuhan Luka
Proses penyembuhan luka dapat dibagi menjadi tiga fase, yaitu hemostatis dan
inflamasi, proliferasi, serta maturasi dan remodeling. Ketiga fase ini akan terjadi saling
tumpang tindih (overlapping) dan berlangsung sejak terjadi terbentuknya luka sampai
tercapainya resolusi luka. Semua luka harus melewati proses seluler dan biokimia yang
berkelanjutan, agar tercapai pengembalian integritas jaringan yang sempurna.2
Gambar 2.1 Fase Penyembuhan Luka
(sumber: https://image.slidesharecdn.com/prosespenyembuhanluka-140106113224-
phpapp02/95/proses-penyembuhan-luka-5-638.jpg?cb=1389008004)
12
a. Fase inflamasi
Pada fase ini berlangsung selama 1-4 hari terjadi respon vaskuler dan seluler.
Vasokonstriksi pembuluh darah dan bekuan fibrin platelet terbentuk. Reaksi ini
berlangsung 5-10 menit dan diikuti vasodilatasi venula.12
b. Fase proliferasi
Pada fase ini berlangsung selama 3-21 hari Fibroblast memproduksi substansi
dasar dan kolagen bersama pembuluh darah kapiler, fibroblast membentuk jaringan
granulasi.12
c. Fase remodelling
Pada fase ini berlangsung selama 21 hari setelah terjadinya luka. Fibroblas mulai
meninggalkan luka, jaringan parut tampak besar sampai fibril kolagen menyusun
kedalam posisi yang lebih padat. Maturasi jaringan ini terus berlanjut dan mencapai
kekuatan maksimum dalam 10-12 minggu.12
2.1.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Proses Penyembuhan Luka
a. Status imunologi atau kekebalan tubuh, berperan dalam penyembuhan luka yang
merupakan proses biologis yang kompleks. Peran system kekebalan tubuh dalam
proses ini tidak hanya untuk mengenali dan memerangi antigen baru dari luka,
tetapi juga untuk proses regenerasi sel.1
13
b. Kadar gula darah, ketika terjadi peningkatan gula darah akibat hambatan sekresi
insulin, misalnya pada pasien diabetes mellitus juga dapat menyebabkan nutrisi
tidak masuk kedala sel sehingga terjadi penurunan protein dan kalori tubuh.1
c. Rehidrasi dan pencucian luka, berperan untuk mengurangi jumlah bakteri
didalam luka sehingga jumlah eksudat yang dihasilkan bakteri akan berkurang.1
d. Nutrisi, berperan dalam penyembuhan luka. Misalnya vitamin C sangat penting
untuk sintesis kolagen, vitamin A meningkatkan epitelisasi dan seng (zinc)
diperlukan untuk mitosis sel dan proliferasi sel. Malnutrisi menyebabkan
berbagai perubahan metabolic yang mempengaruhi penyembuhan luka.1
e. Kadar albumin darah, albumin berperan untuk mencegah edema dan penentuan
onkotik plasma darah. Dalam penyembuhan luka target albumin adalah 3,5-
5,5g/dl.1
f. Suplai oksigen dan vaskularisasi, merupakan prasyarat untuk proses reparative,
seperti proliferasi sel, pertahanan bakteri, angiogenesis dan sintesis kolagen.
Apabila terjadi hipolsia jaringan dapat menghambat penyembuhan luka.1
g. Nyeri, rasa nyeri merupakan salah satu pencetus peningkatan hormone
glukokortikoid yang dapat menghambat proses penyembuhan luka.1
h. Kortikosteroid, steroid memiliki efek antagonis terhadap factor-faktor
pertumbuhan dan deposisi kolagen dalam penyembuhan luka. Steroid menekan
system imun yang dibutuhkan dalam penyembuhan luka.1
14
2.2 Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees)
Tanaman sambiloto atau Andrographis Paniculata Nees adalah salah satu jenis
tanaman yang sering digunakan sebagai obat tradisional yang berpotensi sebagai
antioksidan dan mempunyai aktivitas sebagai anti inflamasi, anti bakteri, antialergi dan
anti thrombosis.9
Gambar 2.2 Tanaman Sambiloto
(sumber : http://www.obatmaagterbaik.com/wp-content/uploads/2016/07/sambiloto.jpg)
2.2.1 Taksonomi
Taksonomi tanaman sambiloto (Andrographis Paniculata Nees) yaitu13
Domain : Eukaryota
Kingdom : Plantae
Subkingdom :Tracheobionta
Superdivisi : Spermatophyta
Divisi : Angiosperma
Kelas : Dicotyledonae
15
Subkelas : Gamopetalae
Seri : Bicarpellatae
Order : Personales
Famili : Acanthaceae
Subfamili : Acanthoideae
Suku : Justiciae
Subsuku : Andrographideae
Genus : Andrographis
Spesies : A. Paniculata (.Burm f.) Nees
2.2.2 Manfaat Tanaman Sambiloto (Andrographis Paniculata Nees)
Berikut ini beberapa kegunaan tanaman sambiloto dari berbagai negara yang
digunakan sebagai obat tradisional yaitu13
Negara Kegunaan
Ayurvedic Demam, Liver, vitiligo
Jepang Demam, pilek
Malaysia Diabetes, hipertensi
Scandinavian Demam, pilek
Obat Tradisional Bangladesh Diare akut, anoreksia, kembung dengan
rasa terbakar didada, pilek, sembelit,
batuk, kelemahan, diabetes, disentri,
16
edema, emesis, demam, sakit kepala,
cacingan, gangguan pencernaan,
keputihan, gangguan liver, kehilangan
nafsu makan, jumlah sperma rendah,
infeksi saluran kemih, infeksi paru-paru,
malaria, faringotonsilitis, gangguan
seksual dan kulit, sinusitis yang tidak
parah, vertigo
Obat Tradisional China Inflamasi, demam, rasa terbakar, erosi
serviks, cacar air, flu, batuk dengan
dahak, demam, hepatitis, herpes zoster,
radang tenggorokan, gondok,
neurodermatitis, radang panggul,
faringitis,pharyngolaryngitis, pneumonia,
infeksi saluran pernapasan, gigitan ular,
luka, otitis media supuratif, tonsilitis,
vaginitis
Obat Tradisional India Diabetes, cacingan, herpes, infeksi kulit,
gigitan ular
Obat Tradisional Thai Demam, pilek, diare menular
Sistem obat Unani Anti-inflamasi, antipiretik, bisul, demam,
17
pemulihan setelah demam, diuretik,
gonore, buang air kecil yang tidak
teratur, kusta, kehilangan nafsu makan,
kudis.
2.2.3 Kandungan kimia
a. Andrografolida
Andrografolida merupakan senyawa bioaktif dari tanaman Andrographis
Paniculata (Burm F) Nees. Pembentuk utama dalam ini adalah diterpenoidal labdan.
Andrografolida merupakan senyawa yang sangat pahit dan struktur senyawa ini
telah diuji dengan metode kristalografi sinar X. Nama sistematis 3-[2-[decahydro-
6-hydroxy-5-(hydroxymethyl)-5,8a-dimethyl-2-methylene-1-naphthalenyl]
ethylidine]dihydro-4-hydroxy-2(3H)-furanone.
Senyawa andrografolida larut dalam metanol, etanol, piridin, asam asetat dan
aseton, tetapi sedikit larut dalam eter dan air. Senyawa ini memiliki bioaktif antara
lain yaitu sebagai antiinflamasi, antikanker, antitumor, hepatoprotektif,
immunomodulator, antioksidan, antidiabetik, antimicroba, dan antivirus.14
18
b. Farnesol
Farnesol (trans,trans-3,7,11-trimethyl-2,6,10-dodecatrien-1-ol) merupakan bahan
kimia yang banyak digunakan pada manusia ditemukan pada tanaman dan sekarang
diproduksi secara sintesa. Farnesol bagian dari kelas senyawa yang dikenal sebagai
isoprenoid non-sterol. Sterol dan non-sterol isoprenoid merupakan produk alami
yang dihasilkan dari prekursor umum, mevalonat dan diperlukan untuk sejumlah
fungsi seluler, seperti signal sel, sintesis protein, integritas membran, proliferasi sel
dan apoptosis. Farnesol juga memiliki efek anticlastogenic yang dapat memperbaiki
antioksidan dan menghambat kerusakan oksidatif.15,16,17
c. Protein Arabinogalactan
Pada tanaman Protein Arabinogalactan (AGPs) ditemukan didaun, batang, akar,
bunga dan biji. AGPs termasuk family glikosilate kaya hidroksipolin glycoprotein
yang memiliki peran penting dalam perkembangan dan pertumbuhan tumbuhan.18
d. Flavanoid
Flavanoid merupakan kelompok senyawa metabolik sekunder yang banyak
ditemukan didalam jaringan tanaman.19
Flavanoid terdiri dari kelompok besar
senyawa polifenol yang memiliki struktur benzo-γ-pyrone dan disintesa dengan
fenilproponoid. Flavonoid menyebar hampir diseluruh bagian tanaman, terutama sel
tanaman yang berfotosintesis salah satu komponen utama flavonoid adalah
mewarnai tanaman yang berbunga. Pada umumnya flavonoid bermanfaat untuk
19
memberikan warna dan rasa, pencegahan oksidasi lemak, proteksi vitamin dan
enzim.20
Apabila flavonoid diabsorbsi, akan terjadi peningkatan beberapa fungsi biologis
seperti sintesis protein, diferensiasi, dan proliferasi sel. Flavonoid mengalami
hidroksilasi zat fenolik dan diketahui disintesis sebagai respon terhadap infeksi
mikroba. Flavonoid memiliki kemampuan untuk menginduksi sistem enzim yang
melindungi manusia.21
Beberapa penelitian menemukan bahwa flavonoid memiliki efek protektif
melawan infeksi (penyakit yang disebabkan dengan bakteri dan virus) dan penyakit
degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, dan penyakit yang terkait dengan usia.
Jika flavonoid diberikan pada kulit dapat menghambat pendarahan.20,22
Flavonoid digunakan sebagai perlindungan integritas vaskular sebagai agen anti
steoporotik dan anti hepatotoksik. Selain itu, memiliki efek antitumor yang secara in
vitro dan in vivo dapat menghambat aktivitas enzim seperti aldoso-reduktase dan
xanthine-oksidasi serta dapat memperbaiki saluran pencernaan seperti anti ulcer,
anti pasmodic, anti sekresi dan anti diare. Flavonoid memiliki anti inflamasi yang
baik untuk menghambat produksi mediator inflamasi seperti prostaglandin,
leukotrien atau oksidasi nitrat.21
Sifat anti inflamasi telah terbukti secara in vitro vivo dan in vivo. Dalam
menghambat terjadinya inflamasi mekanisme flavonoid terjadi melalui dua cara
yaitu flavonoid kurang efektif melepaskan asam arakidonat daripada sekresi enzim
lisosim dan menghambat proliferasi dan fase eksudat dari proses inflamasi.21,23
20
Flavonoid berperan penting menjaga permeabilitas serta meningkatkan resistensi
pembuluh darah kapiler, maka flavonoid digunakan apabila terjadi gangguan
permeabilitas dinding pembuluh darah atau keadaan patologis lainnya. Terjadinya
kerusakan pembuluh darah kapiler akibat jejas sehingga terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler, sehingga darah akan keluar dari kapiler ke jaringan diikuti
respon inflamasi.24,25
e. Saponin
Saponin adalah suatu glikosida yang terdiri dari gugus gula yang berikatan
dengan aglikon atau sapogenin. Saponin apabila dikocok akan berbusa dan mudah
larut dalam air dan alkohol, tetapi tidak larut dalam eter. Saponin memiliki rasa
pahit dan menyebabkan iritasi. Saponin terdiri atas dua kelompok yaitu saponin
triterpenoid, dan saponon streroid. Tanaman yang mengandung saponin banyak
ditemukan pada akar dan daun. Saponin memiliki manfaat sebagia antibakteri dan
antivirus.26,27
Namun, adanya senyawa saponin dalam penggunaan dibidang kesehatan
beberapa penelitian menjukkan bahwa kandungan saponin mempunyai aktivitas
biologis seperti sebagai antikanker dan dapat menurunkan kolestrol. Selain itu,
saponin memiliki kemampuan sebagai antiseptic untuk membunuh atau mencegah
pertumbuhan mikroorganisme.22,28
21
f. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa kimia organik yang mengandung atom Nitrogen yang
bersifat basa dan merupakan cincin heterosiklik. Pada tanaman alkaloid terdapat
pada bagian daun, ranting, biji, dan kulit batang. Menurut Solomon, fungsi alkaloid
adalah untuk memacu sistem saraf, menaikkan tekanan darah, mengurangi rasa sakit
dan dapat melawan infeksi mikrobial.22,29,30
g. Fenol
Senyawa fenol adalah suatu senyawa yang mengandung gugus hidroksil yang
terikat langsung pada gugus cincin hidrokarbon aromatik. Polifenol merupakan
senyawa turunan fenol yang memiliki aktivitas sebagai antioksidan. Aktivitas
antioksidan terbentuk karena kemampuan senyawa fenol membentuk ion fenoksida
yang dapat memberikan satu elektronnya ke radikal bebas.31,32
h. Tanin
Tannin merupakan komponen zat yang sangat kompleks, terdiri dari senyawa
fenolik yang sukar dipisahkan dan sukar mengkristal.31
Seyawa tanin adalah
senyawa astringent, yaitu senyawa phenol yang larut dalam air yang memiliki rasa
pahit dari gugus polifenolnya yang dapat mengikat dan mengendapkan protein.
Tannin memiliki berat molekul antara 500 dan 3000 Da. Tanin dapat digunakan
sebagai antidiare, hemostatik, dan antihemorrhodial. Efek inflamasi tanin dapat
22
membantu mengontrol semua indikasi dari gangguan gastritis, esofagitis,enteritis,
dan gangguan usus.34
Tannin tidak hanya menyembuhkan luka dan menghentikan perdarahan, tetapi
juga dapat menghentikan infeksi saat akan menyembuhkan luka internal.
Kemampuan tannin untuk membentuk lapisan proteksi pada jaringan yang terluka
untuk mencegah infeksi yang lebih parah.selain itu, tannin juga dapat menyebabkan
penutupan pori-pori kulit, memperkeras kulit, menghentikan eksudat dan
pendarahan yang ringan.29,33,35
2.3 Madu (Apis mellifera)
Madu adalah cairan kental dengan kandungan gula jenuh, berasal dari nektar bunga
yang dikumpulkan dan dimodifikasi oleh lebah madu Apismelifera. Madu hasil dari
lebah yang ditampung dengan metode pengambilan moderen berupa cairan jernih dan
bebas dari benda asing.43
23
Gambar 2.3 Lebah Apis mellifera
(Sumber:https://www.google.com/imgres?imgurl=https%3A%2F%2Fi1.wp.com%2Fstat
ic.republika.co.id%2ab&bih=691&biw=1280&q=taksonomi%20madu.jpg.cwBw..i&w=
360
2.3.1 Taksonomi
Kerajaan : Animalia
Filum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hymenoptera
Famili : Apidae
Genus : Apis
Spesies : Apis andreniformis, Apis cerana, Apis dorsata, Apis florea, Apis
koschevnikovi, Apis laboriosa, Apis mellifera
24
2.3.2 Manfaat Madu
a. Aktivitas antiinflamasi
Aktivitas antiinflamasi telah terbukti ditinjau dari aspek klinis, biokimiawi,
maupun histologis. Secara klinis, aplikasi madu pada luka terbukti dapat mengurangi
edema dan pembentukan eksudat, meminimalisasi pembentukan jaringan parut dan
mengurangi sensasi nyeri pada luka bakar dan jenis luka lainnya. Secara biokimiawi
madu mampu menurunkan kadar malondialdehid dan lipid peroxide serta secara
histologis dijumpai penurunan jumlah sel radang pada jaringan
Madu memiliki kandungan komponen fenol yang dianggap mampu menghambat
produksi sitokin proinflamasi TNF-α. Selain itu,adanya komponen antiinflamasi lain
selain komponen fenol tersebut yakni ap-albumin-1 protein yang dapat menghambat
fagositosis makrofag merupakan langkah pertama dalam rantai respon inflamasi
terhadap jaringan nekrotik atau sel mikroba.43
b. Aktivitas antibakteri
Potensi antibakterial madu diperoleh melalui tingginya osmolaritas madu akibat
kandungan gula yang cukup tinggi akan menarik cairan interseluler bakteri sehingga
akhirnya terjadi plasmolisis. Adanya kandungan hidrogen peroksidase, senyawa
kimia yang dibentuk secara lambat oleh glukosa oksidase yang secara alami
ditambahkan oleh lebah selama pembuatan madu, serta adanya kandungan senyawa
kimia tertentu (Phytochemical) dari nektar tumbuh-tumbuhan tertentu.43
25
c. Aktivitas antioksidan
Potensi antioksidan madu diduga berikatan erat dengan potensi antiiinflamasinya.
Radikal bebas yang dibentuk dari oxygen atau dikenal dengan istilah reactive oxygen
species (ROS) yang diproduksi pada rantai respirasi mitokondria dan oleh leukosit
saat terjadi inflamasi. ROS berperan sebagai pembawa pesan yang menghantarkan
umpan balik positif saat timbul inflamasi dan proses ini dapat dihambat oleh
antioksidan.
Senyawa-senyawa antioksidan dalam madu antara lain adalah flavonoid,
monofenol,polifenol dan vitamin C. Vitamin C merupakan senyawa yang berperan
penting sebagai antioksidan.43
d. Kemampuan menstimulasi proses pengangkatan jaringan mati/ debridement
Pada luka kronis sering dijumpai adanya slough (lapisan pada permukaan dasar
luka) yang merupakan akumulasi jaringan nekrotik, sel darah putih mati, bakteri mati
dan jaringan ikat) yang dapat menghambat proses penyembuhan luka dan
meningkatkan kolonisasi bakteri. Perlekatan slough pada permukaan dasar luka yang
sehat tersebut diperantarai oleh fibrin yang akan terurai apabila terdapat cukup
plasmin pada area luka tersebut. Namun, pada saat terjadi peradangan justru akan
terbentuk lebih banyak plasminogen activator inhibitor (PAI).
Pada dasarnya PAI berfungsi menghambat aktivator plasminogen yang bertugas
mengonversi plasminogen menjadi plasmin. Penggunaan madu akan menghambat
produksi PAI sehingga akan terbentuk lebih banyak plasmin yang bertugas mengurai
26
fibrin dan melepaskan perlekatan slough pada permukaan dasar luka yang sehat tanpa
penguraian matriks kolagen yang diperlukan untuk pebaikan jaringan.43
e. Kemampuan mempercepat laju penyembuhan dan imunomodulasi
Kondisi luka yang asam akan meningkatkan pelepasan oksigen dari hemoglobin,
sehingga dapat mendukung proses penyembuhan luka. 43
2.4 Parafin
Merupakan minyak mineral ringan yang mempunyai sifat transparan, cairan tidak
berwarna, tanpa fluorisensi disiang hari. Pada saat dingin tidak berbau dan hambar serta
memiliki bau samar ketika dipanaskan. Bahan ini larut dalam kloroform,eter dan
hidrokarbon, etanol (95%), tetapi tidak larut dalam air.40
27
2.5 Metode Ekstraksi Bahan Alam
Ekstraksi adalah proses pemisahan bahan menggunakan pelarut yang sesuai. Jenis-
jenis metode ekstraksi yang digunakan adalah
1. Maserasi
Metode maserasi ini merupakan metode yang paling sederhana. Metode
ini dilakukan dengan memasukkan serbuk tanaman dan pelarut yang sesuai
kedalam wadah yang tertutup rapat pada suhu kamar. Proses ekstraksi dihentikan
ketika terjadi keseimbangan antara konsentrasi dalam pelarut dengan konsentrasi
dalam tanaman. Setelah proses ekstraksi, pelarut dipisahkan dari sampel dengan
penyaringan.36
Pada tahap pengeringan yaitu untuk mendapatkan simplisia yang tidak
mudah rusak dalam penyimpanan serta mengurangi kadar air dan dapat
menghentikan enzimatis yang dapat menurunkan mutu simplisia. Proses
pengeringan dilakukan tidak secara langsung terkena paparan sinar matahari dan
diangin-anginkan selama 2 minggu.
Proses penyarian dengan menggunakan metode maserasi tergolong
sederhana dan cepat tetapi sudah dapat menyaring zat aktif simplisia dengan
maksimal. Metode ini, tidak dilakukan dengan pemanasan sehingga mencegah
kerusakan atau hilangnya zat aktif yang disari.37,38
28
2. Ultrasound- Assisted Solvet Extraction
Metode ini merupakan metode maserasi yang dimodifikasi menggunakan
bantuan ultrasound. Wadah yang berisi serbuk ditempatkan dalam wadah
ultrasonic dan ultrasound.36
3. Perkolasi
Pada metode ini, serbuk dibasahi secara perlahan dalam perkolator.
Pelarut ditambahkan pada bagian atas serbuk sampel dan dibiarkan menetes
perlahan pada bagian bawah.36
4. Soxhlet
Metode ini dilakukan dengan menempatkan serbuk sampel dalam sarung
selulosa (dapat digunakan kertas saring).36
5. Reflux dan destilasi uap
Pada metode reflux , sampel dimasukkan bersama pelarut kedalam labu
yang dihubungkan dengan kondensor. Pelarut dipanaskan hingga mencapai titik
didih sehingga uap terkondensasi dan kembali kedalam labu.36
29
2.6 Mencit (Mus musculus )
Mencit adalah kelompok hewan mamalia rodensia (pengerat) yang masuk dalam
famili Muridae. Hewan ini sering ditemukan di dekat pemukiman dengan bentuk seperti
tikus kecil. Di alam, hewan ini sering dijumpai dengan warna hitam-keabuan sementara
untuk hewan uji warna mencit ini diseleksi yang albino (putih). Hewan mencit sebagai
hewan percobaan yang sering digunakan dalam penelitian biologi, biomedis, dan
reproduksi.40
Gambar 2.6 Mencit (mus musculus)
(Sumber:https://www.google.com/imgres?imgurl=http%3A%2F%2Fraslytetebano.files.
wordpress.com%2F2011%2F01%2Fmencit3.jpg&
Ag..i&w=320&h=213&client=firefox-b-)
2.6.1 Taksonomi
Taksonomi pada mencit (Mus Musculus) yaitu:40
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
30
Subfilum : Vertebrata
Kelas : Mamalia
Ordo : Rodentia
Famili : Moridae
Genus : Mus
Species : Mus musculus L.
2.5.2 Morfologi
Mencit berukuran kurang dari 180 mm. Ciri-ciri tikus berukuran sedang bentuk
hidung yang meruncing, mata dan telinga besar, badan ramping dan ekor lebih panjang
daripada badan. Mencit memiliki panjang ekor sama dengan panjang badan dan
mempunyai ciri-mirip mirip tikus yang berukuran sedang, tetapi badannya lebih kecil.39