Post on 13-Dec-2015
description
LAPORAN KASUS (CBD)
Leukoma Adheren, Katarak Traumatika, Esotropia, Hipermetrop
Disusun oleh:
Dya Kusumawati
01.210.6136
PEMBIMBING
dr. Rosalia Septiana, Sp. M
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2014
I. Status Penderita
Identitas pasien
Nama : Tn Rn
Jenis kelamin : laki-laki
Umur : 44 tahun
No. Rm : 673524
Alamat : Dorang
Pekerjaan : buruh bangunan
Status perkawinan : Sudah Menikah
Agama : Islam
Suku bangsa : Jawa
II. Anamnesis
Autoanamnesis pada tanggal 12 September 2014 di Poli Mata RSUD Kudus
Keluhan Utama:
Mata kiri buram
Riwayat Penyakit Sekarang:
Lokasi: mata kiri
Onset: Keluhan dirasakan sejak ± 2 minggu yang lalu
Kualitas: Pasien mengaku keluhan tersebut menganggu aktivitasnya terutama
saat membaca dekat.
Kuantitas: perlahan-lahan.
Gejala Penyerta : air mata berlebihan (-), kotoran mata berlebihan (-), gatal
pada mata (-), rasa mengganjal (-), sakit kepala (-), mata merah (-), nyeri (-)
Faktor yang memperingan: -
Faktor yang memperberat: -
Kronologi:
Pasien datang ke poli klinik mata RSUD Kudus pada tanggal 12 September 2014
dengan keluhan mata kiri buram sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Keluhan
dirasa terutama saat melihat dekat dan membaca. Pasien mengaku tidak ada riwayat
kemasukan debu atau benda asing ke dalam mata atau riwayat trauma pada mata yang
sakit. Pasien tidak mengeluh matanya kemeng, gatal, maupun mata lengket. Pasien
mengaku mata kanan pernah kena paku padatahun 1992 dan langsung dilakukan
operasi di Jakarta pada matanya namun tidak tahu operasinya namanya apa. Pasien
juga mengaku mata kanannya juga buram tidak jelas untuk melihat
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat operasi pada mata(+)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat DM (+)
Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita penyakit serupa
Riwayat hipertensi (-)
Riwayat diabetes melitus (-)
Riwayat Sosial Ekonomi
Biaya pengobatan ditanggung BPJS kesehatan.
Pemeriksaan fisik
Status Generalis
Vital sign
Tekanan darah : 130/80 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Suhu : 36,5OC
Pernafasan : 20 x/menit
Keadaan Umum : baik
Kesadaran : compos mentis
Status Gizi : cukup
Status Ophtalmologi
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
½/60 Visus 6/30
Tidak dilakukan Uji Pinhole Tidak dilakukan
Tidak bisa autoref S: + 3,00 C : 0,00 A:0,00
- koreksi Visus jauh S: + 2, 75 6/6
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
eksotropia (+)
Bulbus okuli
Gerak bola mata normal,
enoftalmus (-),
eksoftalmus (-),
strabismus (-)
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan(-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-),
ektropion (-),
entropion (-)
Palpebra
Edema (-), hiperemis(-),
nyeri tekan (-),
blefarospasme (-),
lagoftalmus (-)
ektropion (-),
entropion (-)
Sekret (-) Silia Sekret (-)
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Konjungtiva
Edema (-),
injeksi konjungtiva (-),
injeksi siliar (-),
infiltrat (-),
hiperemis (-)
Putih Sklera Putih
Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (+) ½ dari
Kornea
Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-),
infiltrat(-), sikatriks (-)
kornea, putih dari jauh sudah
terlihat, berbatas tegas,
Jernih, dangkal,
hipopion (-),
hifema (-),
Camera Oculi
Anterior
(COA)
Jernih, kedalaman cukup,
hipopion (-),
hifema (-),
warna coklat,(+), edema(-),
synekia (+) anterior
Iris warna coklat,(+), edema(-), synekia
(-),
bulat, diameter : ± 3mm, letak
sentral,
refleks pupil langsung (+),
refleks pupil tak langsung (+)
Pupil
bulat, diameter ± 3 mm,
letak sentral,
refleks pupil langsung (+), refleks
pupil tak langsung (+)
Keruh luas Lensa jernih
Tidak dilakukan Vitreus Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Retina
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Proyeksi Sinar
Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Persepsi Warna Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Fundus Refleks Tidak dilakukan
Normal TIO digital Normal
Epifora (-), lakrimasi (-) Sistem
Lakrimasi
Epifora (-), lakrimasi (-)
III. RESUME
Subyektif
Pasien datang ke poli klinik mata RSUD Kudus pada tanggal 12 September 2014
dengan keluhan mata kiri buram sejak kurang lebih 2 minggu yang lalu. Keluhan
dirasa terutama saat melihat dekat dan membaca. Pasien mengaku tidak ada riwayat
kemasukan debu atau benda asing ke dalam mata atau riwayat trauma pada mata yang
sakit. Pasien tidak mengeluh matanya kemeng, gatal, maupun mata lengket. Pasien
mengaku mata kanan pernah kena paku padatahun 1992 dan langsung dilakukan
operasi di Jakarta pada matanya namun tidak tahu operasinya namanya apa. Pasien
juga mengaku mata kirinya juga buram tidak jelas untuk melihat setelah tertusuk paku
Obyektif
OCULI DEXTRA(OD) PEMERIKSAAN OCULI SINISTRA(OS)
½/60 Visus 6/30
Tidak bisa autoref S: + 3,00 C : 0,00 A:0,00
- koreksi S: + 2, 75
Keruh luas Lensa jernih
Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-),
infiltrat (-), sikatriks (+) ½ dari
kornea, putih dari jauh sudah
terlihat, berbatas tegas,
Kornea
Bulat, edema (-),
keratik presipitat(-),
infiltrat(-), sikatriks (-)
Jernih, Dangkal,
Camera Oculi
Anterior (COA) Jernih, kedalaman cukup
warna coklat,(+), edema(-), synekia
(+) anterior
Iris warna coklat,(+), edema(-), synekia
(-),
V. DIAGNOSA BANDING
1. OD leukoma adheren
OD nebula
OD makula
2. OD katarak traumatic
OD katarak presenilis
OD katarak komplikata
3. OD eksotropia
OD esotropia
4. OS hipermetrop
OS myopia
VI. DIAGNOSA KERJA
5. OD leukoma adheren
6. OD katarak traumatik
7. OD eksotropia
8. OS hipermetrop
VII.DASAR DIAGNOSIS
1. OD leukoma adheren
- Pada anamnesis
Riwayat trauma kena paku
tidak jelas penglihatan
- Pada pemeriksaan
o Terihat kornea tampak putih dari kejauhan
o COA dangkal
o Iris sinekia anterior
2. OD katarak traumatic
- Pada anamnesis
Riwayat trauma kena paku
tidak jelas penglihatan
- Pada pemeriksaan
o Lensa keruh luas
o COA dangkal
3. OD esotropia
- Pada pemeriksaan :
o Saat penutup mata kiri dibuka gerakan mata kanan dari nasal ke
temporal
4. OS hipermetrop
- Pada anamnesis
Mata kiri mengeluh buram, terumata untuk melihat dekat dan membaca
- Pada pemeriksaan
Visus : 6/30
Autoref : S: + 3,00 C : 0,00 A:0,00
Koreksi : S: + 2, 75
VII. TERAPI
Medikamentosa:
- As Thenof ED s3dd gtt I OS
- Lanavisine 1-0-0
Resep kaca mata:
Visus jauh
OD:-
OS: S+2,75 C: - A:- 6/6
Visus dekat
Add S+ 1,50 ODS J 25
VIII. PROGNOSIS
Okuli dekstra Okuli sinistra
Ad vitam Dubia ad bonam Dubia ad bonam
Ad sanam Dubia ad malam Dubia ad bonam
Ad kosmetikam Dubia ad malam Dubia ad bonam
Ad functionam Dubia ad malam Dubia ad bonam
IX. USUL DAN SARAN
- Konsumsi obat secara teratur
- Lindungi mata dari debu ataupun benda asing
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.KATARAK TRAUMATIKA
Definisi
Katarak traumatik merupakan katarak yang muncul sebagai akibat cedera pada mata yang
dapat merupakan trauma perforasi ataupun tumpul yang terlihat sesudah beberapa hari
ataupun beberapa tahun.Katarak traumatik ini dapat muncul akut, subakut, atau pun gejala
sisa dari trauma mata.
Etiologi
Peluru senapan angin dan petasan merupakan penyebab katarak traumatik paling sering,
sedangkan batu, panah, kontusio, overexposure panas (glassblower’s cataract), dan radiasi
ion merupakan penyebab katarak traumatik yang jarang.
Insiden
Di Amerika Serikat terjadi kurang lebih sebanyak 2,5 juta trauma mata per tahun.
Diperkirakan sebanyak kurang lebih 4-5% dari jumlah tersebut akan menjadi trauma mata
sekunder. Perbandingan laki-laki dan perempuan yang mengalami katarak traumatik adalah
4:1. Sementara itu, kelompok usia yang paling sering terkena adalah anak-anak dan dewasa
muda. Menurut penelitian yang dilakukan oleh National Eye Trauma System antara tahun
1985-1991, rerata usia penderita katarak traumatik adalah usia 28 tahun dari 648 kasus yang
berhubungan dengan trauma mata.
Patogenesis
1. Luka memar/tumpul
Jika terjadi trauma akibat benda keras yang cukup kuat mengenai mata dapat menyebabkan
lensa menjadi opak. Trauma yang disebabkan oleh benturan dengan bola keras adalah salah
satu contohnya. Kadang munculnya katarak dapat tertunda sampai kurun waktu beberapa
tahun. Bila ditemukan katarak unilateral, maka harus dicurigai kemungkinan adanya riwayat
trauma sebelumnya, namun hubungan sebab dan akibat tersebut kadang cukup sulit untuk
dibuktikan dikarenakan tidak adanya tanda-tanda lain yang dapat ditemukan mengenai
adanya trauma sebelumnya tersebut.
Pada trauma tumpul akan terlihat katarak subkapsular anterior ataupun posterior. Kontusio
lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat pula dalam bentuk katarak tercetak
(imprinting) yang disebut cincin Vossius.
Gambar Cincin Vossius11
2. Luka perforasi
Luka perforasi pada mata mempunyai tendensi yang cukup tinggi untuk terbentuknya
katarak. Jika objek yang dapat menyebabkan perforasi (contoh : gelas yang pecah) tembus
melalui kornea tanpa mengenai lensa biasanya tidak memberikan dampak pada lensa, dan
bila trauma tidak menimbulkan suatu luka memar yang signifikan maka katarak tidak akan
terbentuk. Hal ini tentunya juga bergantung kepada penatalaksanaan luka kornea yang hati-
hati dan pencegahan terhadap infeksi, akan tetapi trauma-trauma seperti di atas dapat juga
melibatkan kapsul lensa, yang mengakibatkan keluarnya lensa mata ke bilik anterior.
Urutan dari dampak setelah trauma juga bergantung pada usia pasien. Saat kapsul lensa pada
anak ruptur, maka akan diikuti oleh reaksi inflamasi di bilik anterior dan masa lensa biasanya
secara berangsur-angsur akan diserap, jika tidak ditangani dalam waktu kurang lebih 1 bulan.
Namun demikian, pasien tidak dapat melihat dengan jelas karena sebagian besar dari
kemampuan refraktif mata tersebut hilang. Keadaan ini merupakan konsekuensi yang serius
dan kadang membutuhkan penggunaan lensa buatan intraokular. Bila ruptur lensa terjadi pada
dewasa, juga diikuti dengan reksi inflamasi seperti halnya pada anak namun tendensi untuk
fibrosis jauh lebih tinggi, dan jaringan fribrosis opak yang terbentuk tersebut dapat bertahan
dan menghalangi pupil.
Trauma tembus akan menimbulkan katarak yang lebih cepat, perforasi kecil akan menutup
dengan cepat akibat proliferasi epitel sehingga bentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma
tembus besar pada lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya masa lensa di dalam bilik mata.
Pada keadaan ini akan terlihat secara histopatologik masa lensa yang akan difagosit makrofag
dengan cepatnya, yang dapat memberikan bentuk endoftalmitis fakoanalitik. Lensa dengan
kapsul anterior saja yang pecah akan menjerat korteks lensa sehingga akan mengakibatkan
terbentuknya cincin Soemering atau bila epitel lensa berproliferasi aktif akan terlihat mutiara
Elschnig.
Gambar Cincin Soemring12
Gambar Mutiara Elschnig13
3. Radiasi sinar
Sinar yang terlihat cenderung tidak menyebabkan timbulnya katarak. Ultraviolet juga
mungkin tidak menyebabkan katarak karena sinar dengan gelombang pendek tidak dapat
melewati atmosfir. Sinar gelombang pendek (tidak terlihat) ini dapat menyebabkan luka
bakar kornea superfisial yang dramatis, yang biasanya sembuh dalam 48 jam. Cedera ini
ditandai dengan “snow blindness” dan “welder’ flash”.
Sinar infra merah yang berkepanjagan (prolong), juga dapat menjadi penyebab katarak, ini
dapat ditemui pada pekerja bahan-bahan kaca dan pekerja baja. Namun penggunaan kacamata
pelindung dapat setidaknya mengeliminasi sinar X ini dan sinar gamma yang juga dapat
mengakibatkan katarak.
Katarak traumatik disebabkan oleh radiasi ini dapat ditemukan pada pasien-pasien yang
mendapat radioterapi (seluruh tubuh) leukemia, namun resiko terjadinya hanya apabila terapi
menggunakan sinar X.
Seringnya, manifestasi awal dari katarak traumatik ini adalah kekeruhan berbentuk roset
(rosette cataract), biasanya pada daerah aksial yang melibatkan kapsul posterior lensa. Pada
beberapa kasus, trauma tumpul dapat berakibat dislokasi dan pembentukan katarak pada
lensa. Katarak traumatik ringan dapat membaik dengan sendirinya (namun jarang
ditemukan).
4. Kimia
Trauma basa pada permukaan mata sering menyebabkan katarak, selain menyebabkan
kerusakan kornea, konjungtiva, dan iris. Komponen basa yang masuk mengenai mata
menyebabkan peningkatan pH cairan akuos dan menurunkan kadar glukosa dan askorbat. Hal
ini dapat terjadi secara akut ataupun perlahan-lahan. Trauma kimia dapat juga disebabkan
oleh zat asam, namun karena trauma asam sukar masuk ke bagian dalam mata dibandingkan
basa maka jarang menyebabkan katarak.
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik pasien. Pada anamnesis
diperoleh sebagai berikut:10
1. Riwayat dan mekanisme trauma, apakah tajam atau tumpul
2. Riwayat keadaan mata sebelumnya, apakah ada riwayat operasi, glakoma, , retinal
detachment, penyakit mata karena gangguan metabolik.
3. Riwayat penyakit lain, seperti diabetes, sickle cell, sindroma marfan, homosistinuria,
defisiensi sulfat oksidase.
4. Keluhan mengenai penglihatan, seperti penurunan visus, pandangan ganda pada satu mata
atau kedua mata, dan nyeri pada mata.
Sementara itu, pada pemeriksaan fisik diperoleh sebagai berikut:
1. Visus, lapangan pandang, dan pupil
2. Kerusakan ekstraokular - fraktur tulang orbita, gangguan saraf traumatik.
3. Tekanan intraokular - glaukoma sekunder, perdarahan retrobulbar.
4. Bilik anterior - hifema, iritis, iridodonesis, robekan sudut.
5. Lensa - subluksasi, dislokasi, integritas kapsular (anterior dan posterior), katarak (luas dan
tipe).
6. Vitreus - ada atau tidaknya perdarahan dan perlepasan vitreus posterior.
7. Fundus - Retinal detachment, ruptur khoroid, perdarahan pre intra dan sub retina, kondisi
saraf optik.
Pemeriksaan penunjang yang bisa dilakukan adalah sebagai berikut:
1. B-scan - jika pole posterior tidak dapat terlihat.
2. A-scan - sebelum ekstraksi katarak
3. CT scan orbita - adanya fraktur, benda asing, atau kelainan lain.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan katarak traumatik tergantung kepada saat terjadinya. Bila terjadi pada anak
sebaiknya dipertimbangkan akan kemungkinan terjadinya ambliopia. Untuk mencegah
ambliopia pada anak dapat dipasang lensa intra okular primer atau sekunder. Apabila tidak
terdapat penyulit maka dapat ditunggu sampai mata menjadi tenang. Bila terjadi penyulit
seperti glaukoma, uveitis, dan lain sebagainya maka segera dilakukan ekstraksi lensa.
Penyulit uvetis dan glaukoma sering dijumpai pada orang usia tua. Pada beberapa pasien
dapat terbentuk cincin Soemmering pada pupil sehingga dapat mengurangi tajam penglihatan.
Keadaan ini dapat disertai perdarahan, ablasi retina, uveitis, atau salah letak lensa.
Harus diberikan antibiotik sistemik dan topikal serta kortikosteroid topikal dalam beberapa
hari untuk memperkecil kemungkinan infeksi dan uveitis. Atropin sulfat 1%, 1 tetes 3 kali
sehari, dianjurkan untuk menjaga pupil tetap berdilatasi dan untuk mencegah pembentukan
sinekia posterior.
Katarak dapat dikeluarkan pada saat pengeluaran benda asing atau setelah peradangan
mereda. Apabila terjadi glaukoma selama periode menuggu, bedah katarak jangan ditunda
walaupun masih terdapat peradangan. Untuk mengeluarkan katarak traumatik, biasanya
digunakan teknik-teknik yang sama dengan yang digunakan untuk mengeluarkan katarak
kongenital, terutama pada pasien berusia kurang dari 30 tahun.
Merencanakan pendekatan pembedahan sepenuhnya penting pada kasus-kasus katarak
traumatik. Integritas kapsular preoperatif dan stabilitas zonular harus diketahui/ diprediksi.
Pada kasus dislokasi posterior tanpa glaukoma, inflamasi, atau hambatan visual, pembedahan
mungkin tidak diperlukan. Indikasi untuk penatalaksanaan pembedahan pada kasus-kasus
katarak traumatik adalah sebagai berikut:
1. Penurunan visus yang berat (unacceptable)
2. Hambatan penglihatan karena proses patologis pada bagian posterior.
3. Inflamasi yang diinduksi lensa atau terjadinya glaukoma.
4. Ruptur kapsul dengan edema lensa.
5. Keadaan patologis okular lain yang disebabkan trauma dan membutuhkan tindakan bedah.
Fakoemulsifikasi standar dapat dilakukan bila kapsul lensa intak dan dukungan zonular yang
cukup. Ekstraksi katarak intrakapsular diperlukan pada kasus-kasus dislokasi anterior atau
instabilitas zonular yang ekstrim. Dislokasi anterior lense ke bilik anterior merupakan
keadaan emergensi yang harus segera dilakukan tindakan (removal), karena dapat
mengakibatkan terjadinya pupillary block glaucoma. Lesentomi dan vitrektomi pars plana
dapat menjadi pilihan terbaik pada kasus-kasus ruptur kapsul posterior, dislokasi posterior,
atau instabilitas zonular yang ekstrim.
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Dislokasi lensa dan subluksasi sering ditemukan bersamaan dengan katarak traumatik.
2. Komplikasi lain yang dapat berhubungan, seperti phakolitik, phakomorpik, blok pupil,
glaukoma sudut tertutup, uveitis, retinal detachment, ruptur koroid, hipema, perdarahan
retrobulbar, neurophati optik traumatik.
Prognosis
Prognosis sangat bergantung kepada luasnya trauma yang terjadi pada saat terjadinya trauma
dan kerusakan yang terjadi akibat trauma.
B. LEUKOMA ADHEREN
I. ANATOMI DAN FISIOLOGI KORNEA
Kornea adalah jaringan transparan, yang ukurannya sebanding dengan kristal
sebuah jam tangan kecil. Kornea ini disisipkan ke sklera di limbus, lengkung
melingkar pada persambungan ini disebut sulkus skelaris. Kornea dewasa rata-rata
mempunyai tebal 0,54 mm di tengah, sekitar 0,65 di tepi, dan diameternya sekitar
11,5 mm dari anterior ke posterior, kornea mempunyai lima lapisan yang berbeda-
beda: lapisan epitel (yang bersambung dengan epitel konjungtiva bulbaris), lapisan
Bowman, stroma, membran Descement, dan lapisan endotel. Batas antara sclera dan
kornea disebut limbus kornea. Kornea merupakan lensa cembung dengan kekuatan
refraksi sebesar + 43 dioptri. Kalau kornea udem karena suatu sebab, maka kornea
juga bertindak sebagai prisma yang dapat menguraikan sinar sehingga penderita akan
melihat halo.1
Gambar 1. Anatomi Kornea
Kornea terdiri dari 5 lapisan dari luar kedalam:
1. Lapisan epitel
Tebalnya 50 µm , terdiri atas 5 lapis sel epitel tidak bertanduk yang saling
tumpang tindih; satu lapis sel basal, sel polygonal dan sel gepeng.
Pada sel basal sering terlihat mitosis sel, dan sel muda ini terdorong kedepan
menjadi lapis sel sayap dan semakin maju kedepan menjadi sel gepeng, sel basal
berikatan erat dengan sel basal disampingnya dan sel polygonal didepannya
melalui desmosom dan macula okluden; ikatan ini menghambat pengaliran air,
elektrolit dan glukosa yang merupakan barrier.
Sel basal menghasilkan membrane basal yang melekat erat kepadanya. Bila
terjadi gangguan akan menghasilkan erosi rekuren.
Epitel berasal dari ectoderm permukaan.
2. Membran Bowman
Terletak dibawah membrana basal epitel kornea yang merupakan kolagen yang
tersusun tidak teratur seperti stroma dan berasal dari bagian depan stroma.
Lapis ini tidak mempunyai daya regenerasi.
3. Jaringan Stroma
Terdiri atas lamel yang merupakan sususnan kolagen yang sejajar satu dengan
yang lainnya, Pada permukaan terlihat anyaman yang teratur sedang dibagian
perifer serat kolagen ini bercabang; terbentuknya kembali serat kolagen
memakan waktu lama yang kadang-kadang sampai 15 bulan.Keratosit
merupakan sel stroma kornea yang merupakan fibroblast terletak diantara serat
kolagen stroma. Diduga keratosit membentuk bahan dasar dan serat kolagen
dalam perkembangan embrio atau sesudah trauma.
4. Membran Descement
Merupakan membrana aselular dan merupakan batas belakang stroma kornea
dihasilkan sel endotel dan merupakan membrane basalnya.
Bersifat sangat elastis dan berkembang terus seumur hidup, mempunyai tebal 40
µm.
5. Endotel
Berasal dari mesotelium, berlapis satu, bentuk heksagonal, besar 20-40 m.
Endotel melekat pada membran descement melalui hemidosom dan zonula
okluden.
Gambar 2. Corneal Cross Section
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensorik terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V, saraf siliar longus berjalan supra koroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung
Schwannya. Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan diantara. Daya regenerasi
saraf sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.4
Sumber nutrisi kornea adalah pembuluh-pembuluh darah limbus,
humour aquous, dan air mata. Kornea superfisial juga mendapat oksigen sebagian
besar dari atmosfir. Transparansi kornea dipertahankan oleh strukturnya seragam,
avaskularitasnya dan deturgensinya.
II. DEFINISI
Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan
kornea, yang ditandai dengan adanya infiltrat supuratif disertai defek kornea bergaung, dan
diskontinuitas jaringan kornea yang dapat terjadi dari epitel sampai stroma.
III. PATOFISIOLOGI
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui cahaya, dalam
perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih, sebab susunan sel dan seratnya
tertentu dan tidak ada pembuluh darah. Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior
dari kornea. Perubahan dalam bentuk dan kejernihan kornea, segera mengganggu
pembentukan bayangan yang baik di retina. Oleh karenanya kelainan sekecil apapun di
kornea, dapat menimbulkan gangguan penglihatan yang hebat terutama bila letaknya di
daerah pupil. 5
Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak segera
datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi. Maka badan
kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja
sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat
dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel
mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya
infiltrat, yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan
permukaan tidak licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbullah ulkus kornea.6
Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik
superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga
diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan
menetap sampai sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat
menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf kornea merupakan
fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya dilatasi pada pembuluh iris.
Penyakit ini bersifat progresif, regresif atau membentuk jaringan parut. Infiltrat sel
leukosit dan limfosit dapat dilihat pada proses progresif. Ulkus ini menyebar kedua arah yaitu
melebar dan mendalam. Jika ulkus yang timbul kecil dan superficial maka akan lebih cepat
sembuh dan daerah infiltrasi ini menjadi bersih kembali, tetapi jika lesi sampai ke membran
Bowman dan sebagian stroma maka akan terbentuk jaringan ikat baru yang akan
menyebabkan terjadinya sikatrik.
IV. ETIOLOGI
a. Infeksi
Infeksi Bakteri : P. aeraginosa, Streptococcus pneumonia dan spesies Moraxella
merupakan penyebab paling sering. Hampir semua ulkus berbentuk sentral. Gejala
klinis yang khas tidak dijumpai, hanya sekret yang keluar bersifat mukopurulen yang
bersifat khas menunjukkan infeksi P aeruginosa.
Infeksi Jamur : disebabkan oleh Candida, Fusarium, Aspergilus,
Cephalosporium, dan spesies mikosis fungoides.
Infeksi virus
Ulkus kornea oleh virus herpes simplex cukup sering dijumpai. Bentuk khas
dendrit dapat diikuti oleh vesikel-vesikel kecil dilapisan epitel yang bila pecah
akan menimbulkan ulkus. Ulkus dapat juga terjadi pada bentuk disiform bila
mengalami nekrosis di bagian sentral. Infeksi virus lainnya varicella-zoster,
variola, vacinia (jarang).
Acanthamoeba
Acanthamoeba adalah protozoa hidup bebas yang terdapat didalam air yang
tercemar yang mengandung bakteri dan materi organik. Infeksi kornea oleh
acanthamoeba adalah komplikasi yang semakin dikenal pada pengguna lensa
kontak lunak, khususnya bila memakai larutan garam buatan sendiri. Infeksi
juga biasanya ditemukan pada bukan pemakai lensa kontak yang terpapar air
atau tanah yang tercemar.
b. Noninfeksi
Bahan kimia, bersifat asam atau basa tergantung PH.
Bahan asam yang dapat merusak mata terutama bahan anorganik, organik dan
organik anhidrat. Bila bahan asam mengenai mata maka akan terjadi
pengendapan protein permukaan sehingga bila konsentrasinya tidak tinggi
maka tidak bersifat destruktif. Biasanya kerusakan hanya bersifat superfisial
saja. Pada bahan alkali antara lain amonia, cairan pembersih yang
mengandung kalium/natrium hidroksida dan kalium karbonat akan terjadi
penghancuran kolagen kornea.
Radiasi atau suhu
Dapat terjadi pada saat bekerja las, dan menatap sinar matahari yang akan
merusak epitel kornea.
Sindrom Sjorgen
Pada sindrom Sjorgen salah satunya ditandai keratokonjungtivitis sicca yang
merupakan suatu keadan mata kering yang dapat disebabkan defisiensi unsur
film air mata (akeus, musin atau lipid), kelainan permukan palpebra atau
kelainan epitel yang menyebabkan timbulnya bintik-bintik kering pada kornea.
Pada keadaan lebih lanjut dapat timbul ulkus pada kornea dan defek pada
epitel kornea terpulas dengan flurosein.
Defisiensi vitamin A
Ulkus kornea akibat defisiensi vitamin A terjadi karena kekurangan vitamin A
dari makanan atau gangguan absorbsi di saluran cerna dan ganggun
pemanfaatan oleh tubuh.
Obat-obatan
Obat-obatan yang menurunkan mekanisme imun, misalnya; kortikosteroid,
IDU (Iodo 2 dioxyuridine), anestesi lokal dan golongan imunosupresif.
Kelainan dari membran basal, misalnya karena trauma.
Pajanan (exposure)
Neurotropik
c. Sistem Imun (Reaksi Hipersensitivitas)
Granulomatosa wagener
Rheumathoid arthritis
V. KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi , dikenal ada 2 bentuk ulkus kornea , yaitu:
1. Ulkus kornea sentral
a. Ulkus kornea bakterialis
b. Ulkus kornea fungi
c. Ulkus kornea virus
d. Ulkus kornea acanthamoeba
2. Ulkus kornea perifer
a. Ulkus marginal
b. Ulkus mooren (ulkus serpinginosa kronik/ulkus roden)
c. Ulkus cincin (ring ulcer)
Ulkus Kornea Sentral
a. Ulkus Kornea Bakterialis
Ulkus Streptokokus : Khas sebagai ulcus yang menjalar dari tepi ke arah tengah
kornea (serpinginous). Ulkus bewarna kuning keabu-abuan berbentuk cakram dengan tepi
ulkus yang menggaung. Ulkus cepat menjalar ke dalam dan menyebabkan perforasi kornea,
karena eksotoksin yang dihasilkan oleh streptokok pneumonia.
Ulkus Stafilokokus : Pada awalnya berupa ulkus yang bewarna putik kekuningan
disertai infiltrat berbatas tegas tepat dibawah defek epitel. Apabila tidak diobati secara
adekuat, akan terjadi abses kornea yang disertai edema stroma dan infiltrasi sel leukosit.
Walaupun terdapat hipopion ulkus seringkali indolen yaitu reaksi radangnya minimal.
Ulkus Pseudomonas : Lesi pada ulkus ini dimulai dari daerah sentral kornea. ulkus
sentral ini dapat menyebar ke samping dan ke dalam kornea. Penyerbukan ke dalam dapat
mengakibatkan perforasi kornea dalam waktu 48 jam. gambaran berupa ulkus yang berwarna
abu-abu dengan kotoran yang dikeluarkan berwarna kehijauan. Kadang-kadang bentuk ulkus
ini seperti cincin. Dalam bilik mata depan dapat terlihat hipopion yang banyak.
Gambar 3.a Ulkus Kornea Bakterialis Gambar 3.b Ulkus Kornea Pseudomonas
Ulkus Pneumokokus : Terlihat sebagai bentuk ulkus kornea sentral yang dalam.
Tepi ulkus akan terlihat menyebar ke arah satu jurusan sehingga memberikan gambaran
karakteristik yang disebut Ulkus Serpen. Ulkus terlihat dengan infiltrasi sel yang penuh dan
berwarna kekuning-kuningan. Penyebaran ulkus sangat cepat dan sering terlihat ulkus yang
menggaung dan di daerah ini terdapat banyak kuman. Ulkus ini selalu di temukan hipopion
yang tidak selamanya sebanding dengan beratnya ulkus yang terlihat.diagnosa lebih pasti bila
ditemukan dakriosistitis.
b.. Ulkus Kornea Fungi
Mata dapat tidak memberikan gejala selama beberapa hari sampai beberapa minggu
sesudah trauma yang dapat menimbulkan infeksi jamur ini.
Pada permukaan lesi terlihat bercak putih dengan warna keabu-abuan yang agak kering.
Tepi lesi berbatas tegas irregular dan terlihat penyebaran seperti bulu pada bagian epitel yang
baik. Terlihat suatu daerah tempat asal penyebaran di bagian sentral sehingga terdapat satelit-
satelit disekitarnya..Tukak kadang-kadang dalam, seperti tukak yang disebabkan bakteri.
Pada infeksi kandida bentuk tukak lonjong dengan permukaan naik. Dapat terjadi
neovaskularisasi akibat rangsangan radang. Terdapat injeksi siliar disertai hipopion.
Gambar 4. Ulkus Kornea Fungi
c. Ulkus Kornea Virus
Ulkus Kornea Herpes Zoster : Biasanya diawali rasa sakit pada kulit dengan
perasaan lesu. Gejala ini timbul satu 1-3 hari sebelum timbulnya gejala kulit. Pada mata
ditemukan vesikel kulit dan edem palpebra, konjungtiva hiperemis, kornea keruh akibat
terdapatnya infiltrat subepitel dan stroma. Infiltrat dapat berbentuk dendrit yang bentuknya
berbeda dengan dendrit herpes simplex. Dendrit herpes zoster berwarna abu-abu kotor
dengan fluoresin yang lemah. Kornea hipestesi tetapi dengan rasa sakit keadaan yang berat
pada kornea biasanya disertai dengan infeksi sekunder.
Ulkus Kornea Herpes simplex : Infeksi primer yang diberikan oleh virus herpes
simplex dapat terjadi tanpa gejala klinik. Biasanya gejala dini dimulai dengan tanda injeksi
siliar yang kuat disertai terdapatnya suatu dataran sel di permukaan epitel kornea disusul
dengan bentuk dendrit atau bintang infiltrasi. terdapat hipertesi pada kornea secara lokal
kemudian menyeluruh. Terdapat pembesaran kelenjar preaurikel. Bentuk dendrit herpes
simplex kecil, ulceratif, jelas diwarnai dengan fluoresin dengan benjolan diujungnya
Gambar 5.a Ulkus Kornea Dendritik Gambar 5.b Ulkus Kornea Herpetik
d. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Awal dirasakan sakit yang tidak sebanding dengan temuan kliniknya, kemerahan dan
fotofobia. Tanda klinik khas adalah ulkus kornea indolen, cincin stroma, dan infiltrat
perineural.
Gambar 6. Ulkus Kornea Acanthamoeba
Ulkus Kornea Perifer
a. Ulkus Marginal
Bentuk ulkus marginal dapat simpel atau cincin. Bentuk simpel berbentuk ulkus
superfisial yang berwarna abu-abu dan terdapat pada infeksi stafilococcus, toksit atau alergi
dan gangguan sistemik pada influenza disentri basilar gonokok arteritis nodosa, dan lain-lain.
Yang berbentuk cincin atau multiple dan biasanya lateral. Ditemukan pada penderita
leukemia akut, sistemik lupus eritromatosis dan lain-lain.
Gambar 7. Ulkus Marginal
b. Ulkus Mooren
Merupakan ulkus yang berjalan progresif dari perifer kornea kearah sentral. ulkus
mooren terutama terdapat pada usia lanjut. Penyebabnya sampai sekarang belum diketahui.
Banyak teori yang diajukan dan salah satu adalah teori hipersensitivitas tuberculosis, virus,
alergi dan autoimun. Biasanya menyerang satu mata. Perasaan sakit sekali. Sering menyerang
seluruh permukaan kornea dan kadang meninggalkan satu pulau yang sehat pada bagian yang
sentral.
Gambar 8. Mooren's Ulcer
c. Ring Ulcer
Terlihat injeksi perikorneal sekitar limbus. Di kornea terdapat ulkus yang berbentuk
melingkar dipinggir kornea, di dalam limbus, bisa dangkal atau dalam, kadang-kadang timbul
perforasi.Ulkus marginal yang banyak kadang-kadang dapat menjadi satu menyerupai ring
ulcer. Tetapi pada ring ulcer yang sebetulnya tak ada hubungan dengan konjungtivitis kataral.
Perjalanan penyakitnya menahun.
VI. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis pada ulkus kornea secara umum dapat berupa :
Gejala Subjektif
Eritema pada kelopak mata dan konjungtiva
Sekret mukopurulen
Merasa ada benda asing di mata
Pandangan kabur
Mata berair
Bintik putih pada kornea, sesuai lokasi ulkus
Silau
Nyeri
Infiltat yang steril dapat menimbulkan sedikit nyeri, jika ulkus terdapat pada perifer
kornea dan tidak disertai dengan robekan lapisan epitel kornea.
Gejala Objektif
Injeksi siliar
Hilangnya sebagian jaringan kornea, dan adanya infiltrat
Hipopion
VII. DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan pemeriksaan laboratorium. Anamnesis
pasien penting pada penyakit kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma,
benda asing, abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya keratitis
akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh. Hendaknya pula ditanyakan riwayat
pemakaian obat topikal oleh pasien seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi
penyakit bakteri, fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan, selain oleh terapi
imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya injeksi siliar, kornea
edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea. Pada kasus berat dapat terjadi iritis yang
disertai dengan hipopion.
Disamping itu perlu juga dilakukan pemeriksaan diagnostik seperti :
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi.
Gambar 12. Kornea ulcer dengan fluoresensi
Goresan ulkus untuk analisa atau kultur (pulasan gram, giemsa atau KOH)
Pada jamur dilakukan pemeriksaan kerokan kornea dengan spatula kimura dari
dasar dan tepi ulkus dengan biomikroskop dilakukan pewarnaan KOH, gram atau
Giemsa. Lebih baik lagi dengan biopsi jaringan kornea dan diwarnai dengan
periodic acid Schiff. Selanjutnya dilakukan kultur dengan agar sabouraud atau agar
ekstrak maltosa.
Gambar 9. Pewarnaan gram ulkus kornea fungi
Gambar 10 a.Pewarnaan gram ulkus kornea Gambar 10 b.Pewarnaan gram
ulkus kornea
herpes simplex herpes zoster
Gambar 11. a Pewarnaan gram ulkus kornea bakteri Gambar 11. b Pewarnaan gram
ulkus kornea
VIII. PENATALAKSANAAN
Ulkus kornea adalah keadan darurat yang harus segera ditangani oleh spesialis mata
agar tidak terjadi cedera yang lebih parah pada kornea. Pengobatan pada ulkus kornea
tergantung penyebabnya, diberikan obat tetes mata yang mengandung antibiotik, anti virus,
anti jamur, sikloplegik dan mengurangi reaksi peradangan dengann steroid. Pasien dirawat
bila mengancam perforasi, pasien tidak dapat memberi obat sendiri, tidak terdapat reaksi obat
dan perlunya obat sistemik.
a. Penatalaksanaan ulkus kornea di rumah
1. Jika memakai lensa kontak, secepatnya untuk melepaskannya
2. Jangan memegang atau menggosok-gosok mata yang meradang
3. Mencegah penyebaran infeksi dengan mencuci tangan sesering mungkin dan
mengeringkannya dengan handuk atau kain yang bersih
4. Berikan analgetik jika nyeri
b. Penatalaksanaan medis
1. Pengobatan konstitusi
Oleh karena ulkus biasannya timbul pada orang dengan keadaan umum yang
kurang dari normal, maka keadaan umumnya harus diperbaiki dengan makanan yang
bergizi, udara yang baik, lingkungan yang sehat, pemberian roboransia yang
mengandung vitamin A, vitamin B kompleks dan vitamin C. Pada ulkus-ulkus yang
disebabkan kuman yang virulen, yang tidak sembuh dengan pengobatan biasa, dapat
diberikan vaksin tifoid 0,1 cc atau 10 cc susu steril yang disuntikkan intravena dan
hasilnya cukup baik. Dengan penyuntikan ini suhu badan akan naik, tetapi jangan
sampai melebihi 39,5°C. Akibat kenaikan suhu tubuh ini diharapkan bertambahnya
antibodi dalam badan dan menjadi lekas sembuh.
2. Pengobatan lokal
Benda asing dan bahan yang merangsang harus segera dihilangkan. Lesi kornea
sekecil apapun harus diperhatikan dan diobati sebaik-baiknya. Konjungtuvitis,
dakriosistitis harus diobati dengan baik. Infeksi lokal pada hidung, telinga, tenggorok,
gigi atau tempat lain harus segera dihilangkan.
Infeksi pada mata harus diberikan :
Sulfas atropine sebagai salap atau larutan,
Kebanyakan dipakai sulfas atropine karena bekerja lama 1-2 minggu.
Efek kerja sulfas atropine :
- Sedatif, menghilangkan rasa sakit.
- Dekongestif, menurunkan tanda-tanda radang.
- Menyebabkan paralysis M. siliaris dan M. konstriktor pupil.
Dengan lumpuhnya M. siliaris mata tidak mempunyai daya akomodsi
sehingga mata dalan keadaan istirahat. Dengan lumpuhnya M. konstriktor
pupil, terjadi midriasis sehinggga sinekia posterior yang telah ada dapat
dilepas dan mencegah pembentukan sinekia posterior yang baru
Skopolamin sebagai midriatika.
Analgetik.
Untuk menghilangkan rasa sakit, dapat diberikan tetes pantokain, atau
tetrakain tetapi jangan sering-sering.
Antibiotik
Anti biotik yang sesuai dengan kuman penyebabnya atau yang berspektrum
luas diberikan sebagai salap, tetes atau injeksi subkonjungtiva. Pada pengobatan
ulkus sebaiknya tidak diberikan salap mata karena dapat memperlambat
penyembuhan dan juga dapat menimbulkan erosi kornea kembali.
Anti jamur
Terapi medika mentosa di Indonesia terhambat oleh terbatasnya preparat
komersial yang tersedia berdasarkan jenis keratomitosis yang dihadapi bisa dibagi
:
1. Jenis jamur yang belum diidentifikasi penyebabnya : topikal amphotericin B
1, 2, 5 mg/ml, Thiomerosal 10 mg/ml, Natamycin > 10 mg/ml, golongan
Imidazole
2. Jamur berfilamen : topikal amphotericin B, thiomerosal, Natamicin, Imidazol
3. Ragi (yeast) : amphotericin B, Natamicin, Imidazol
4. Actinomyces yang bukan jamur sejati : golongan sulfa, berbagai jenis anti
biotik
Anti Viral
Untuk herpes zoster pengobatan bersifat simtomatik diberikan streroid lokal
untuk mengurangi gejala, sikloplegik, anti biotik spektrum luas untuk infeksi
sekunder analgetik bila terdapat indikasi.
Untuk herpes simplex diberikan pengobatan IDU, ARA-A, PAA, interferon
inducer.
Perban tidak seharusnya dilakukan pada lesi infeksi supuratif karena dapat
menghalangi pengaliran sekret infeksi tersebut dan memberikan media yang baik terhadap
perkembangbiakan kuman penyebabnya. Perban memang diperlukan pada ulkus yang bersih
tanpa sekret guna mengurangi rangsangan.
Untuk menghindari penjalaran ulkus dapat dilakukan :
1. Kauterisasi
a) Dengan zat kimia : Iodine, larutan murni asam karbolik, larutan murni trikloralasetat
b) Dengan panas (heat cauterisasion) : memakai elektrokauter atau termophore. Dengan
instrumen ini dengan ujung alatnya yang mengandung panas disentuhkan pada
pinggir ulkus sampai berwarna keputih-putihan.
2. Pengerokan epitel yang sakit
Parasentesa dilakukan kalau pengobatan dengan obat-obat tidak menunjukkan
perbaikan dengan maksud mengganti cairan coa yang lama dengan yang baru yang banyak
mengandung antibodi dengan harapan luka cepat sembuh. Penutupan ulkus dengan flap
konjungtiva, dengan melepaskan konjungtiva dari sekitar limbus yang kemudian ditarik
menutupi ulkus dengan tujuan memberi perlindungan dan nutrisi pada ulkus untuk
mempercepat penyembuhan. Kalau sudah sembuh flap konjungtiva ini dapat dilepaskan
kembali.
Bila seseorang dengan ulkus kornea mengalami perforasi spontan berikan sulfas
atropine, antibiotik dan balut yang kuat. Segera berbaring dan jangan melakukan gerakan-
gerakan. Bila perforasinya disertai prolaps iris dan terjadinya baru saja, maka dapat
dilakukan:
Iridektomi dari iris yang prolaps
Iris reposisi
Kornea dijahit dan ditutup dengan flap konjungtiva
Beri sulfas atripin, antibiotic dan balut yang kuat
Bila terjadi perforasi dengan prolaps iris yang telah berlangsung lama, kita obati
seperti ulkus biasa tetapi prolas irisnya dibiarkan saja, sampai akhirnya sembuh menjadi
leukoma adherens. Antibiotik diberikan juga secara sistemik.
Gambar 7.Ulkus kornea perforasi, jaringan iris keluar dan menonjol, infiltrat pada
kornea ditepi perforasi.
3. Keratoplasti
Keratoplasti adalah jalan terakhir jika urutan penatalaksanaan diatas tidak berhasil.
Indikasi keratoplasti terjadi jaringan parut yang mengganggu penglihatan, kekeruhan kornea
yang menyebabkan kemunduran tajam penglihatan, serta memenuhi beberapa kriteria yaitu :
1. Kemunduran visus yang cukup menggangu aktivitas penderita
2. Kelainan kornea yang mengganggu mental penderita.
3. Kelainan kornea yang tidak disertai ambliopia.
Gambar 14. Keratoplasti
IX. PENCEGAHAN 7
Pencegahan terhadap ulkus dapat dilakukan dengan segera berkonsultasi kepada ahli
mata setiap ada keluhan pada mata. Sering kali luka yang tampak kecil pada kornea dapat
mengawali timbulnya ulkus dan mempunyai efek yang sangat buruk bagi mata.
- Lindungi mata dari segala benda yang mungkin bisa masuk kedalam mata
- Jika mata sering kering, atau pada keadaan kelopak mata tidak bisa menutup
sempurna, gunakan tetes mata agar mata selalu dalam keadaan basah
- Jika memakai lensa kontak harus sangat diperhatikan cara memakai dan merawat
lensa tersebut.
X. KOMPLIKASI
Komplikasi yang paling sering timbul berupa:
Kebutaan parsial atau komplit dalam waktu sangat singkat
Kornea perforasi dapat berlanjut menjadi endoptalmitis dan panopthalmitis
Prolaps iris
Sikatrik kornea
Katarak
Glaukoma sekunder
XI.PROGNOSIS 3,8
Prognosis ulkus kornea tergantung pada tingkat keparahan dan cepat lambatnya
mendapat pertolongan, jenis mikroorganisme penyebabnya, dan ada tidaknya komplikasi
yang timbul. Ulkus kornea yang luas memerlukan waktu penyembuhan yang lama, karena
jaringan kornea bersifat avaskular. Semakin tinggi tingkat keparahan dan lambatnya
mendapat pertolongan serta timbulnya komplikasi, maka prognosisnya menjadi lebih buruk.
Penyembuhan yang lama mungkin juga dipengaruhi ketaatan penggunaan obat. Dalam hal
ini, apabila tidak ada ketaatan penggunaan obat terjadi pada penggunaan antibiotika maka
dapat menimbulkan resistensi.
Ulkus kornea harus membaik setiap harinya dan harus disembuhkan dengan
pemberian terapi yang tepat. Ulkus kornea dapat sembuh dengan dua metode; migrasi
sekeliling sel epitel yang dilanjutkan dengan mitosis sel dan pembentukan pembuluh darah
dari konjungtiva. Ulkus superfisial yang kecil dapat sembuh dengan cepat melalui metode
yang pertama, tetapi pada ulkus yang besar, perlu adanya suplai darah agar leukosit dan
fibroblas dapat membentuk jaringan granulasi dan kemudian sikatrik.
XII. Ulkus kornea tanpa penyembuhan sebagai akibat diabetes melitus8
Metabolisme glukosa terganggu biasanya menghasilkan microangiopathy lokal yang
mempengaruhi terutama pembuluh darah retina dan yang menghasilkan lesi klasik di fundus
dengan microaneurysms, perdarahan intraretinal, eksudasi, dan pembentukan pembuluh darah
baru.
Kombinasi mengkontrol kadar glikemik yang baik dan kunjungan rutin ke klinik mata
dapat sering memperlambat atau menghentikan perkembangan penyakit. Keratopathy
diabetes merupakan komplikasi yang jarang dari kondisi tersebut. Dalam pengaturan ini,
gangguan penyembuhan epitel dianggap sebagai konsekuensi dari ketidaknormalan jalur
aldosa reduktase dan akumulasi sekunder poliol dalam sel-sel epitel dan endotel dan sehingga
mengakibatkan disfungsi seluler.
Hal ini menghasilkan respon penyembuhan yang tertunda dan hilangnya adhesi epitel
ke membran basal, meningkatkan risiko erosi kornea berulang. Trauma ringan dan
manipulasi okular dengan lensa kontak juga dapat menghasilkan kerusakan kronis yang tidak
dapat disembuhan.
Pasien ini tidak memiliki riwayat trauma atau penggunaan lensa kontak. Fitur okular
lain yang merupakan manifestasi dari diabetes mellitus yaitu berkurangnya sensasi kornea
dan produksi air mata dan penebalan membran basement.
Hal ini penting ketika mempertimbangkan diagnosis diabetes keratopathy untuk
menyingkirkan penyebab yang dapat diobati lainnya untuk defek yang tidak dapat dipulihkan,
seperti distrofi membran basal anterior dan sindrom erosi berulang. Pilihan pengobatan pada
kasus dari ulserasi persisten yaitu penggunaan pelumasan yang sering, tetes topikal.
Kondisi lain yang menyebabkan penyembuhan epitel tertunda perlu diidentifikasi dan
diobati dengan sesuai. keberadaan keratopathy neurotropik perlu dihilangkan dengan
penilaian hati-hati terhadap sensasi kornea. Penyakit mata kering juga dapat menunda
penyembuhan dan dapat diidentifikasi dengan pewarnaan rosebengal pada kornea dan
konjungtiva dan penggunaan uji Schirmer.
Lagophthalmos Nocturnal perlu dikelola dengan bantalan nokturnal yang tepat dan
pelumasan. Penelitian terhadap hewan menunjukkan bahwa antagonis opioid naltrexone dan
insulin digunakan secara topikal dapat memfasilitasi penyembuhan diabetes pada tikus
dengan meningkatkan sintesis DNA dan reepithelialization melalui perubahan dalam faktor
pertumbuhan opioid local.
Di masa depan, agen ini mungkin disetujui untuk digunakan dalam pengobatan
diabetes keratopathy. Empat hari setelah pengobatan insulin, ulkus pada pasien ini sudah
sembuh dan pasien bisa keluar dari rumah sakit dan tindak lanjut / follow up diatur pada
klinik diabetes setempat. Diagnosis diabetes mellitus tersebut ditegakkan secara kebetulan.
Hal ini dikarenakan pasien ini tidak mengeluhkan tanda kardinal dari diabetes melitus seperti
penurunan berat badan, poliuria, polidipsia atau untuk menegakkan diagnosis diabetes, dan
satu-satunya keluhan adalah riwayat singkat sakit kepala saat berada di rumah sakit. Kadar
glukosa darah diperiksa sebagai bagian dari pemeriksaan rutin dan terdeteksinya peningkatan
kadar glukosa. Meskipun ulkus kornea menunjukkan tanda-tanda awal penyembuhan, namun
ulkus sembuh sepenuhnya setelah kadar gula darah mulai normal.
Simpulan, Keratopathy diabetik merupakan komplikasi yang jarang terjadi pada
diabetes mellitus dan harus dianggap sebagai diagnosis pada pasien muda dengan ulkus
kornea tanpa penyembuhan. Kadar gula darah harus diperiksa pada diabetes mellitus tak
terdiagnosis, Ulkus kornea pada diabetes melitus dapat terjadi perbaikan setelah di kotrol
gula darah pasien Keratopati diabetes dengan menggunakan preparat insulin.
Kornea adalah jaringan yang avaskuler, hal ini menyebabkan pertahanan pada waktu peradangan tak dapat segera datang seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.
Kekeruhan pada kornea
1. Infiltrat
Dengan adanya defek atau trauma pada kornea, maka badan kornea, wandering cells, dan sel-sel lain yang terdapat pada stroma kornea segera bekerja sebagai makrofag, kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat di limbus dan tampak sebagai injeksi di perikornea. Proses selanjutnya adalah terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuklear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear, yang mengakibatkan timbulnya infiltrat yang tampak sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas tak jelas dan permukaan tidak licin. Kemudian dapat terjadi kerusakan epitel, infiltrasi, peradangan dan terjadilah ulkus kornea.Ulkus kornea adalah hilangnya sebagian permukaan kornea akibat kematian jaringan kornea. Ulkus bisa dalam keadaan steril (tidak terinfeksi mikroorganisme) ataupun terinfeksi. Ulkus terbentuk oleh karena adanya infiltrat yaitu proses respon imun yang menyebabkan akumulasi sel-sel atau cairan di bagian kornea.
infiltrat kornea Ulkus kornea cum hipopion Ulkus kornea perforasi
2. Sikatrik
Ada 3 macam :
Nebula :
Penyembuhan akibat keratitis superfisialis. Kerusakan kornea pada
membrana Bowman sampai 1/3 stroma
Pada pemeriksaan terlihat seperti kabut di kornea, hanya dapat dilihat di
kamar gelap dengan focal ilumination dan bantuan kaca pembesar
Makula :
Penyembuhan akibat ulkus kornea. Kerusakan kornea pada 1/3 stroma
sampai 2/3 ketebalan stroma
Pada pemeriksaan terlihat putih di kornea, dapat dilihat di kamar terang
dengan focal ilumination / batere tanpa bantuan kaca pembesar
Lekoma :
Leukoma yaitu bercak putih seperti porselen yang tampak dari jarak jauh, yang merupakan jaringan sikatrik setelah penyembuhan proses radang pada kornea yang lebih dalam.
Penyembuhan akibat ulkus kornea
Kerusakan kornea lebih dari 2/3 ketebalan stroma.
Kornea tampak putih, dari jauh sudah kelihatan.
Apabila ulkus kornea sampai tembus ke endotel, akan terjadi perforasi,
dengan tanda iris prolaps, COA dangkal, TIO menurun. Sembuh
menjadi lekoma adheren (lekoma disertai sinekhia anterior
Nebula Makula Lekoma
3. Pembuluh darah baru dikornea disebut pannus yang disebabkan oleh radang
kronis di kornea dan dan kornea berusaha menyembuhkannya sendri.
C. HYPERMETROP
a. Hiperopia/Hipermetropia
DefinisiKeadaan gangguan kekuatan pembiasaan mata dimana sinar sejajar jauh tidak
cukup dibiaskan sehingga titik fokusnya terletak di belakang retina. Pada hipermetropia sinar sejajar difokuskan di belakang makula lutea.
Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial), seperti yang terjadi paa kelainan kongenital tertenttu atau menurunnya indeks refraksi (hiperopia refraktif) seperti pada afakia.KlasifikasiHipermetropia dikenal dalam bentuk :- Hipermetropia manifes : dapat dikoreksi dengan kaca mata positif maksimal yang
memberikan tajam penglihatan normal.
- Hipermetropia absolut : kelainan refraksi tidak diimbangi dengan akomodasi dan
memerlukan kacamata positif untuk melihat jauh
- Hipermetropia fakultatif : kelainan hipermetropia dapat diimbangi akomodasi ataupun
dengan kacamata positif
- Hipermetropia laten : kelainan hipermetropia tanpa siklopegia (obat yang
melemahkan akomodasi)
- Hipermetropia total : hipermetropia yang ukurannya didapatkan sesudah diberikan
sikloplegia
Gejala dan tanda- Mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus menerus berakomodasi
- Penglihatan dekat dan jauh kabur
- Sakit kepala
- Silau dan kadang rasa juling atau lihat ganda
Hipermetropia sukar melihat dekat dan tidak sukar melihat jauh. Melihat dekat akan lebih kabur dibandingkan dengan melihat sedikit lebih dijauhkan. Biasanya pada usia muda tidak banyak menimbulkan masalah karena dapat diimbangi dengan melakukan akomodasi.
Bila hipermetropia lebih dari + 3.00 dioptri maka tajam penglihatan jauh akan terganggu. Sesungguhnya sewaktu kecil atau baru lahir mata lebih kecil dan hipermetropia. Dengan bertambahnya usia maka kemampuan berakomodasi untuk mengatasi hipermetropia ringa berkurang. Pasien hipermetropia hingga + 2.00 dengan usia muda atau 20 tahun masih dapat melihat jauh dan dekat tanpa kaca mata dengan tidak mendapatkan kesukaran. Pada usia lanjut dengan hipermetropia, terjadi pengurangan kemampuan untuk berakomodasi pada saat melihat dekat ataupun jauh.
Pasien dengan hipermetropia apapun penyebabnya akan mengeluh matanya lelah dan sakit karena terus-menerus harus berakomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang terletak di belakang makula agar terletak di daerah makula lutea. Keadaan ini disebut astenopia akomodatif. Akibat terus-menerus berakomodasi, maka bola mata bersama-sama
melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat mempunyai kedudukan esotropia atau juling ke dalam.
Pasien muda dengan hipermetropia tidak akan memberikan keluhan karena matanya masih mampu melakukan akomodasi kuat untuk melihat benda dengan jelas. Pada pasien yang banyak membaca atau mempergunakan matanya, terutama pada usia yang telah lanjut, akan memberikan keluhan kelelahan setelah membaca.
Keluhan mata yang harus berakomodasi terus untuk dapat melihat jelas adalah :
Mata lelah
Sakit kepala
Penglihatan kabur melihat dekat
Pada usia lanjut seluruh titik fokus akan berada di belakang retina karena berkurangnya daya
akomodasi mata dan penglihatan akan berkurang.
Pemeriksaan
Tujuan
Pemeriksaan bertujuan mengetahui derajat lensa positif yang diperlukan untuk memperbakir
tajam penglihatan sehingga tajam penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan
yang terbaik.
Dasar
Mata hipermetropia mempunyai kekuatan lensa positif kurang sehingga sinar sejajar tanpa
akomodasi di fokus di belakang retina. Lensa positif menggeser bayangan benda ke depan
sehingga pada mata hipermetropia lensa positif dapat diatur derajat kekuatannya untuk
mendapatkan bayangan jatuh tepat pada retina.
Alat
1. Kartu Snellen
2. Gagang lensa coba
3. Satu set lensa coba
Teknik
Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter.
Pada mata dipasang gagang lensa coba.
Satu mata ditutup, biasanya mata kiri ditutup terlebih dahulu untuk memeriksa mata
kanan.
Pasien diminta membaca kartu Snellen mulai huruf terbesar (teratas) dan diteruskan
pada baris bawahnya sampai pada huruf terkecil yang masih dapat dibaca
Lensa positif terkecil ditambah pada mata yang diperiksa dan bila tampak lebih jelas
oleh pasien lensa positif tersebut ditambah kekuatannya perlahan-lahan dan diminta
membaca huruf-huruf pada baris lebih bawah.
Ditambah kekuatan lensa sampai terbaca huruf-huruf pada baris 6/6.
Ditambah lensa positif + 0.25 lagi dan ditanyakan apakah masih dapat melihat huruf-
huruf di atas.
Mata yang lain dilakukan dengan cara yang sama.
Nilai
Bila dengan S + 2.00 tajam penglihatan 6/6, kemudian dengan S + 2.25 tajam
penglihatan 6/6 sedang.
Dengan S + 2.50 tajam penglihatan 6/6-2 maka pada keadaan ini derajat hipermetropia
yang diperiksa S + 2.25 dan kaca mata dengan ukuran ini diberikan pada pasien.
Pada pasien hipermetropia selamanya diberikan lensa sferis positif terbesar yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
PenangananDiberikan koreksi hipermetropia manifes dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif maksimal yang memberikan tajaman penglihatan normal.
Untuk memperbaiki kelainan refraksi adalah dengan mengubah sIstem pembiasan dalam
mata. Pada hipermetropia, mata tidak mampu mematahkan sinar terutama untuk melihat
dekat. Mata dengan hipermetropia memerlukan lensa cembung atau konveks untuk
mematah sinar lebih kuat ke dalam mata. Pengobatan hipermetropia adalah diberikan
koreksi hipermetropia manifest dimana tanpa sikloplegia didapatkan ukuran lensa positif
maksimal yang memberikan tajam penglihatan normal (6/6).
Bila terdapat juling ke dalam atau esotropia, diberikan kaca mata koreksi hipermetropia
total. Bila terdapat tanda atau bakat juling keluar (eksoforia) maka diberikan kaca mata
koreksi positif kurang. Bila terlihat tanda ambliopia diberikan koreksi hipermetropia total.
Mata ambliopia tidak terdapat daya akomodasi.
Koreksi lensa positif kurang berguna untuk mengurangkan berat kaca mata dan penyesuaian
kaca mata. Biasanya resep kaca mata dikurangkan 1-2 dioptri kurang daripada ukuran yang
didapatkan dengan pemberian sikloplegik.
Pada pasien dengan hipermetropia sebaiknya diberikan kaca mata sferis positif terkuat atau
lensa positif terbesar yang masih memberikan tajam penglihatan maksimal. Bila pasien
dengan + 3.0 ataupun dengan + 3.25 memberikan ketajaman penglihatan 6/6, maka
diberikan kaca mata + 3.25. Hal ini untuk memberikan istirahat pada mata akibat
hipermetropia fakultatifnya diistirahatkan dengan kaca mata (+).
Pada pasien dimana akomodasi masih sangat kuat atau pada anak-anak, maka sebaiknya
pemeriksaan dilakukan dengan memberikan sikloplegik atau melumpuhkan otot akomodasi.
Dengan melumpuhkan otot akomodasi, maka pasien akan mendapatkan koreksi kaca
matanya dengan mata yang istirahat.
Pada pasien diberikan kaca mata sferis positif terkuat yang memberikan penglihatan
maksimal.
komplikasi
Mata dengan hipermetropia sering akan memperlihatkan ambliopia akibat mata tanpa
akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan
kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah satu mata.
Mata ambliopia sering menggulir ke arah temporal.
Penyulit lain yang dapat terjadi pada pasien dengan hipermetropia adalah esotropia
dan glaukoma. Esotropia atau juling ke dalam terjadi akibat pasien selamanya melakukan
akomodasi. Glaukoma sekunder terjadi akibat hipertrofi otot siliar pada badan siliar yang
akan mempersempit sudut bilik mata.
D. ESOTROPIA
PengertianStrabismus atau mata juling atau dalam bahasa Pemalang adalah mata kedeng atau keceng
adalah suatu kondisi dimana kedua matatampak tidak searah atau memandang pada dua titik
yang berbeda.
Dalam keadaan normal, kedua mata kita bekerja sama dalam memandang suatu obyek. Otak
akan memadukan kedua gambar yang dilihat oleh kedua mata tersebut menjadi satu
gambaran tiga dimensi yang memberikan persepsi jarak, ukuran dan kedalaman (depth
perception).
Ada beberapa jenis strabismus yang bisa kita amati langsung dengan meminta pasien
memandang lurus ke depan.
Ketika satu mata memandanglurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandang ke dalam(esotropia),
Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandangke luar(exotropia),
Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandangke
bawah(hipotropia), atau
Ketika satu mata memandang lurus ke depan maka mata sebelahnya dapat saja memandangke atas(hipertropia).
Ini terjadi sekitar 2% pada anak-anak baik laki-lakimaupun perempuan.
Ketika kedua mata memandang tidak searah maka akan ada duagambar yang dikirim ke otak.
Pada orang dewasa hal ini menyebabkantimbulnya penglihatan ganda. Pada anak kecil, otak
belajar untuk tidakmenghiraukan gambaran dari mata yang tidak searah dan hanyamelihat
dengan menggunakan mata yang normal. Anak kemudiankehilangan persepsi jarak, ukuran
dan kedalaman.
Bayi dengan strabismus yang berusia enam bulan atau lebih harusdibawa ke dokter spesialis
mata anak-anak/pediatrik untuk menghindari resiko terjadinya ambliopia (menurunnya fungsi
penglihatan pada satu atau kedua mata).
Keadaan ini bisa menetap (selalu tampak) atau dapat pula hilang timbul. Mata yang tampak
juling dapat terlihat lurus dan yang tadinya tampak lurus dapat terlihat juling. Juling dapat
mengenai pria dan wanita.
Jenis-jenis Strabimus
A. Esotropia
Esotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimna salah satu sumbu
penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan lainnya menyimpang pada
bidang horizontal ke arah medial.
Bentuk-bentuk esotropia:
Esotropia konkomitan, yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah pandangan.
Esotropia nonkomitan, yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah pandangan yang
berbeda-beda pula.
Penyebab eotropia:
Faktor refleks dekat
Hipertoni rektus medius kongenital
Hipotoni rektus lateral akuisita
Penurunan fungsi penglihatan satu mata pada bayi dan anak.
B. Exotropia (Eksotropia)
Eksotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang horizontal ke arah lateral.
Bentuk-bentuk eksotropia:
Eksotropia konkomitan: yaitu bila sudut penyimpangan sama besarnya pada semua arah pandangan
Eksotropia nonkomitan: yaitu bila besarnya sudut penyimpangan berbeda-beda pada arah pandangan yang
berbeda-beda.
Untuk selanjutnya yang dimaksud dengan eksotropia adalah hanya yang konkomitan.
Penyebab-penyebab eksotropia:
Herediter, unsur herediter sangat besar, yaitu trait autosomal dominant
Optis, tak ada hubungan dengan kelainan terhadap kehilangn penglihatan binokuler
Inervasi, tetapi tidak terdapat abnormalitas yang berarti dalam bidang sensorimotor
Anatomi, kelainan untuk rongga orbita misalnya pada penyakit Crouzon.
C. Hipotropia
Hipotropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah inferior (bawah).
D. Hipertropia
Hipertropia adalah suatu penyimpangan sumbu penglihatan yang nyata dimana salah satu
sumbu penglihatan menuju titik fiksasi sedangkan sumbu penglihatan yang lainnya
menyimpang pada bidang vertikal ke arah superior (atas).
Etiologi
Strabismus dapat disebabkan oleh ketidak-seimbangan tarikan ototyang mengendalikan
pergerakan mata, kelumpuhan otot, gangguan persyarafan atau kelainan refraksi yang tidak
dikoreksi. Anak-anak yang dilahirkan dari keluarga yang mempunyai riwayatstrabismus
dalam keluarganya beresiko tinggi menderita strabismus juga.
Seorang dokter spesialis mata anak/pediatrik dapat menentukan sifat strabismus tersebut dan
dapat merekomendasikan penanganan yang terbaik.
Tanda
Sebuah tanda nyata adanya strabismus adalah sebelah mata tidak lurusatau tidak terlihat
memandang ke arah yang sama seperti mata sebelahnya. Kadang-kadang anak-anak akan
memicingkan/menutupsebelah matanya saat terkena sinar matahari yang terang atau
memiringkankepala mereka agar dapat menggunakan kedua matanya sekaligus.Anak-anak
yang menderita strabismus sejak lahir atau segera sesudahnya,tidak banyak mengeluhkan
adanya pandangan ganda. Tetapi anak-anakyang mengeluhkan adanya pandangan ganda
harus diperiksadokter spesialis mata anak dengan seksama. Semua anak seharusnya diperiksa
oleh dokter spesialis mata anak sejak dini terutama bila dalamkeluarganya ada yang
menderita strabismus atau ambliopia.
Bayi dan anak kecil seringkali terlihat juling. Hal ini dapat disebabkan oleh bentuk hidung
yang lebar dan rata dengan lipatan kulit kelopak mata yang lebar sehingga membuat mata
seakan terlihat tidak searah.Gejala strabismus semu ini akan hilang pada aat anak semakin
besar.
Seorang dokter spesialis mata anak dapat menjelaskan perbedaanstrabismus semu dan
strabismus yang sebenarnya.
Patofisiologi
Gangguan tersebut dapat dibedakan dalam gangguan yang bersifat organik dan bersifat
fungsional.
Gangguan organik adalah timbulnya kelainan susunan jaringan yang mengakibatkan
gangguan penglihatan, sedangkan gangguan fungsional penglihatan adalah gangguan dalam
penglihatan yang tidak disebabkan karena kelainaan organik.
Gangguan fungsional yang timbul dalam masa perkembangan disebut sebagai Developmental
Arrest dapat timbul karena hal-hal di bawah ini :
A. Anisometropia
Apabila seseorang berbeda derajat hipermetropinya sebanyak dua dioptri atau lebih, maka
secara sadar atau tidak ia akan memakai mata dengan derajat hipermetropia yang lebih ringan
untuk penglihatan jauh maupun dekat, karena jumlah enersi untuk akomodasi yang
diperlukan untuk melihat jelas adalah lebih ringan. Denga jumlah akomodasi ini mata dengan
hipermetropi yang lebih berat tidak pernah melihat dengan jelas, baik untuk penglihatan
dekat maupun jauh. Bila keadaan ini terjadi secara dini dalam masa perkembangan
penglihatan dan di biarkan sampai anak berumu lebih dari lima tahun maka kemajuan melihat
dari mata dengan hipermetropia yang lebih tidaklah sebaik di banding mata lainnya.
Kelemahan penglihatan yang tidak di dasarkan pada adanya kelainan organik disebut
ambilopia.
Perbedaan kekuatan miopia antara mata satu dan lainnya pada umumnya tidak
mengakibatkan timbulnya ambliopia yang mencolok, disebabkan oleh kerena mata dengan
miopia yang lebih berat sifatnya masih dapat melihat berbeda-beda secara jelas untuk dekat
tanpa akomodasi, lagi pula kelainan miopia umumnya bersifat progresif dan umumnya belum
terdapat secara menyolok pada usia sangat muda.
B. Aniseikonia
Apabila kita melihat ke suatu benda yang berjarak antara satu dan dua meter dihadapan kita,
kemudian menutup satu mata berganti, maka kita akan mengetahui bahwa terdapat perbedaan
bentuk, tempat maupun besarnya benda yang kita perhatikan. Perbedaan penglihatan antara
mata kanan dan kiri tersebut dikenal dengan nama penglihataan diantara dua mata kita.
Disparitas yang ringan memang diperlukan untuk kemampuan penglihatan stereoskopik.
Disparitas penglihatan yang terlalu besar, seperti contohnya seorang dengan afaki monokular
yang dikoreksi dengan kaca mata, mengakibatkan kesulitan bagi sistem saraf pusat untuk
menyatukan (memfusikan) menjadi satu bayangan tunggal dan benda-benda yang dilihat akan
tampak ganda. Disparitas penglihatan yang menimbulkan gangguan berupa penglihatan
ganda atau diplopia disebut aniseikonia. Seseorang yang menderita diplopi sudah barang
tentu akan menjadi binggung seperti seorang yang baru belajar menggunakan mikroskop
monokular, secara sadar ataupun tidak akan menutup salah satu matanya agar penglihatan
menjadi tunggal kembali. Lama kelamaan orang tersebut akan belajar mengelimi nasi
bayangan salah satu matanya dan disebut sebagai image supression dan dalam buku ini akan
disebut sebagai supresi. Supresi dapat dilakukan secara sadar pada ke dua mata berganti –
ganti menjadi dan disebut Alternating Suppression, tapi dapat pula terjadi secara terus
menerus pada mata yang sama dan memilih menggunakan mata lainnya untuk penglihatan.
Dalam hal ini maka mata yang dipakai untuk penglihataan sehari-hari disebut sebagai mata
yang dominan sedang mata yang mengalami supresi sebagai mata malas (lazy eye). Mata
malas dalam keadaan sehari-hari tidak dipakai melihat, maka pada umumnya mata ini
mengalami kemunduran-kemunduran fungsional dan menjadi ambliopia bahkan kadang-
kadang mengalami deviasi sumbu penglihatan dan menjadi juling.
Penglihatan ganda atau diplopia dapat pula disebabkan karena kelainan orbita atau menderita
kelumpuhan otot pergerakan mata.
Dalam hal ini penglihatan ganda terjadi karena arah penglihatan mata yang satu berbeda dari
mata yang lainnya.
C. Gangguan Faal Otot Penggerak Bola Mata
Kedua bola mata digerakkan oleh otot-otot mata luar sedemikian rupa sehingga bayangan
benda yang menjadi perhatian akan selalu jatuh tepat di kedua fovea sentralis. Otot penggerak
kedua bola mata, yang berjumlah dua belas akan selalu bergerak secara teratur; gerakan otot
yang satu akan mendapatkan keseimbangan gerak dari otot-otot lainnya. Keseimbangan yang
ideal seluruh otot penggerak bola mata ini menyebabkan kita dapat selalu melihat secara
binokular.
Apabila terdapat satu atau lebih otot penggerak bola mata yang tidak dapat mengimbangi
gerak otot-otot lainnya,maka terjadilah gangguan keseimbangan gerak antara kedua mata,
sehingga sumbu penglihatan menyilang pada tempat diluar letak benda yang menjadi
perhatiannya dan disebut ‘juling’ (crossed Eyes). Gangguan keseimbangan gerak bola mata
(muscle imbalance) bisa disebabkan oleh hal-hal berikut :
a. Pertama apabila aktivitas dan tonus satu atau lebih otot penggerak menjadi berlebihan;
dalam hal ini otot bersangkutan akan menarik bola mata dari kedudukan normal. Apabila otot
yang hiperaktiv adalah otot yang berfungsi untuk kovergensi terjadilah juling yang konvergen
(esotropia).
b. Kedua, adalah kebalikan dari pertama, apabila satu atau lebih dari otot penggerak bola
mata aktivitas atau tonusnya menjadi melemah atau paretik. Bila hal ini terjadi pada otot yang
dipakai untuk konvergensi, maka terjadilah juling divergen (ekstropia).
Dapatlah dimengerti bahwa ada dua keadaan tersebut di atas, besarnya sudut deviasi adalah
berubah-ubah tergantung pada arah penglihatan penderitaan. Keadaan juling seperti itu
disebut sebagai gangguan keseimbangan gerak yang inkomitat. Sebagai contoh adalah suatu
kelumpuhan otot rektus lateral mata kanan, maka besar sudut deviasi adalah kecil bila
penderita melihat kearah kiri dan membesar bila arah pandang ke kanan.
Gangguan keseimbangan gerak bola mata dapat pula terjadi karena suatu kelainan yang
bersifat sentral berupa kelainan stimulus pada otot.
Stimulus sentral untuk konvergensi bisa berlebihan sehingga akan didapatkan seorang
penderita kedudukan bola matanya normal pada penglihatan jauh (divergensi) tetapi menjadi
juling konvergen pada waktu melihat dekat (konvergensi); demikian kita kenali :
c. Convergence excess bila kedudukan bola mata penderita normal melihat jauh dan juling ke
dalam esotopia pada waktu melihat dekat.
d. Divergence excess (aksi lebih konvergensi) bila kontraksi otot penggerak bola mata
penderita normal pada penglihatan dekat, tetapi juling keluar (divergent squint) bila melihat
jauh.
e. Convergence insuffiency bila kedudukan bola mata normal pada pennglihatan jauh tapi
juling keluar pada waktu melihat dekat.
f. Divergence insuffiency bila penderita mempunyai kedudukan bola mata yang normal untuk
dekat tetapi juling ke dalam bila melihat jauh.
D. Gerak Bola Mata
Gangguan yang mendadak pada salah satu otot luar bola mata biasanya akan menimbulkan
keluhan diplopia. Diplopia ini bisa pada semua posisi bola mata akan tetapi dapat juga hanya
pada posisi tertentu sehingga penderita selalu berusaha melihat sedemikian rupa dimana tidak
terdapat diplopia. Sebaliknya tidak terdapatnya diplopia bukan berarti tidak adanya gangguan
pergerakan bola mata. Sehingga pemeriksaan pergerakan bola mata haruslah dilakukan pada
semua penderita baik dengan diplopia atau tanpa keluhan diplopia.
1. Kedudukan bola mata
Kedudukan bola mata yang normal adalah sejajar (ortoforia) dan dapat diperiksa dengan
berbagai cara seperti cover test, uji Hirschberg dan lain-lain. Pada keadaan dimana
kedudukan bola mata tidak sejajar (heteroforia seperti pada eksoforia, esoforia atau
hiperforia), maka haruslah diselidiki apakah ini disebabkan suatu parese, dorongan atau
hambatan mekanik atau strabismus non paretik.
2. Pergerakan dua mata (versi)
Pergerakan dua mata diperiksa dengan cara meminta penderita mengikuti gerakan suatu
obyek yang dipegang oleh pemeriksa yang digerakkan ke arah yanng diinginkan biasanya
pemeriksaan dilakukan pada 6 arah utama.
Pada keadaan strabismus (heteroforia) maka pemeriksaan dilakukan pada masing-masing
mata.
3. Pergerakan satu mata (Duksi)
Pada pemeriksaan ini satu mata penderita ditutup dan mata lainnya diminta untuk mengikuti
gerakan obyek yag dipegang pemeriksaan seperti pada pemeriksaan versi.
E. Foria dan Tropia
Kelainan kedudukan bola mata dibagi dalam kedudukan yang bersifat laten dan yang
manifes. Kelainan kedudukan laten disebut sebagai ‘Foria’ sedang manifes disebut sebagai
“Tropia”, sedang keadaan normal disebut sebagai ‘ortoforia’.
Tergantung arah deviasinya kelainan kedudukan bola mata disebut esoforia/tropia apabila
deviasi axis penglihatan berdeviasi ke arah superior maka disebut sebagai “hipertrofia/tropia”
dan bila ke arahinverior maka disebut sebagai “hipovoria/tropia”. Bila salah satu mata
terletak lebih tinggi dari lainnya disebut sebagai hipertropia dan dinyatakan mata mana yang
terletak lebih tinggi.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terhadap penderita dengan juling bertujuan untuk mengembalikan
penglihatan binokular yang normal, hingga penatalaksanaan terhadap juling ditujukan pada
pemenuhan persyaratan untuk mencapai penglihatan binokular tersebut diatas; dengan kata
lain secara bertahap memperbaiki visus kedua matanya, kemudian memperbaiki posisi kedua
mata hingga mencapai kedudukan “ortoforia” dan berakhir melatih penderita menyatukan
kedua bayangan dari kedua matanya.
Usaha memperbaiki visus dimulai pada umur yang sedini mungkin, semenjak saat terlihat
bahwa anak mempunyai keinginan memilih untuk menggunakan hanya satu matanya, dengan
cara menutup mata yang baik atau memberikan tetes mata atropin.
Apabila pada keadaan tersebut diatas mata yang baik ditutup atau diberi obat tetes atropi,
maka anak akan terpaksa memakai mata yang malas dan pada anak yang berumur di bawah
enam tahun, akan diperbaiki kemampuan penglihatannya. Penutupan mata atau penetesan
atropi dihentikan bila tercapai penglihatan binokular tunggal.
Perbaikan kedudukan bola mata dilakuan pada umur dimana pemeriksaan mengenai otot-otot
mtanya sudah dapat dilakukan dengan lebih teliti, karena pemeriksaan tersebut memerlikan
kerjasama yang baik antara si anak dengan dokternya.
Perbaikan kedudukan bola mata dilakukan dengan melemahkan otot yang bekerja terlalu kuat
dan memperkuat otot yang lebih lemah. Perbaikan kedudukan bola mata ini dilakukan
sebaiknya pada umur sekitar 4-5 tahun agar juling yang masih belum terkoreksi oleh
pembedahan masih bisa diperbaiki dengan pemberian latihan-latihan menggunakan kedua
matanya secara bersamaan.
Kaca Mata
Jika strabismus disebabkan oleh kelainan refraksi, menggunakan kaca mata untuk
menormalkan penglihatan dapat memperbaiki posisi mata.
Penutup Mata
Jika anak menderita strabismus dengan ambliopia, dokter akan merekomendasikan untuk
melatih mata yang lemah dengan cara menutup mata yang normal dengan plester mata
khusus (eye patch). Penggunaan plester mata harus dilakukan sedini mungkin dan mengikuti
petunjuk dokter. Sesudah berusia 8 tahun biasanya dianggap terlambat karena penglihatan
yang terbaik berkembang sebelum usia 8 tahun. Anak akan memerlukan kunjungan ke dokter
spesialis mata secara berkala untuk mengetahui apakah penglihatan binokuler-nya sudah
terbentuk seutuhnya. Penutup mata tidak meluruskan mata secara kosmetik.
Operasi
Operasi otot yang mengontrol pergerakan mata sering dilakukan agar mata kelihatan lurus.
Kadang-kadang sebelum tindakan operasi, anak diberi kaca mata atau penutup mata untuk
mendapatkan penglihatan yang terbaik. Anak akan memerlukan kunjungan ke dokter
spesialis mata sesudah operasi untuk mengetahui perkembangan dan melanjutkan perawatan.
Kadangkala untuk mendapatkan hasil yang lebih sempurna diperlukan lebih dari satu kali
tindakan operasi.
Daftar Pustaka
Bobrow JC, Mark HB, David B et al. 2008. Lens and Cataract. Section 11. American
Academy of Ophthalmology. Singapore
Ilyas, H.S. 2012.Ilmu Penyakit Mata. Edisi 4.Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta
Suhardjo, Hartono. 2007. Ilmu Kesehatan Mata. Universitas Gajah Mada. Jogjakarta
Vaughan DG, Taylor A, Paul R.2013. Oftalmologi Umum. Edisi 17. EGC. Jakarta