Post on 15-Jul-2019
DISTRIBUSI PEMASARAN BARANG RONGSOK Studi Kasus Pengepul Barang Rongsok
di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan
Program Studi Pendidikan Ekonomi
Oleh:
Ratna Yulita
NIM: 041324023
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI
JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
iii
iv
MOTTO
Dari jurang yang dalam....aku berteriak meminta pertolongan_Mu,
dan KAU DENGARKAN SUARAKU.
Yunus 2:2
Jika suatu saat bintang yang kau puja dan kau impikan lenyap dari
pandangan matamu...jangan pernah sesalkan semua rasa yang
pernah tercipta karena_Nya.
Penulis
Sahabat adalah seseorang yang datang mendekat saat semua
orang menjauhinya. Semoga persahabatan kita tetap terkenang
sepanjang usia kita. Amien
STAR (Ser, Tuti, Ari, Ratna)
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini kupersembahkan untuk:
♥ Tuhan Yang Maha Esa Pencipta Alam Semesta.
♥ Alm. Ayahku (Fransisco) tersayang dan tercinta yang selalu ada
dihatiku, akan selalu kuingat pesan dan nasehat-nasehat ayah.
♥ Ibu (Sumiati) tercinta dan tersayang yang senantiasa selalu
memberikan kasih sayangnya, dukungan, serta nasehat.
♥ Mbakku (Yanti) dan adik-adikku (Deni & Tino), aku mencintai
dan menyayangi kalian.
♥ Seluruh keluarga besarku yang selalu mencurahkan perhatian
dan tak henti-hentinya memberikan nasehat dan dukungan.
vi
vii
viii
ABSTRAK
DISTRIBUSI PEMASARAN BARANG RONGSOK STUDI KASUS PENGEPUL BARANG RONGSOK
DI KECAMATAN DEPOK SLEMAN YOGYAKARTA
Ratna Yulita 041324023
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2008
Tujuan penelitian ini adalah: (1) untuk menganalisis jalur pemasaran barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta, (2) untuk menganalisis distribusi marjin pemasaran barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta, dan (3) untuk menganalisis transmisi harga yang terjadi dalam pemasaran barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Jenis penelitian ini adalah deskriptif dan studi kasus dengan lokasi di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta. Populasinya adalah semua pengepul barang rongsok di Kecamatan Depok. Adapun dalam pengambilan sampel penulis menggunakan data primer sebagai data utama dan data sekunder sebagai data pendukung. Data primer diperoleh dari wawancara dengan pengepul barang rongsok, serta pencatatan berkala. Bentuk data yang digunakan dalam analisis ini adalah data cross section dan data time series. Data cross section digunakan dalam analisis jalur pemasaran dan distribusi marjin pemasaran dan data time series digunakan dalam analisis elastisitas transmisi harga. Alat analisis yang digunakan untuk mendapatkan tujuan tersebut adalah analisis marjin pemasaran, collector share dan analisis elastisitas transmisi harga.
Dari hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa ada tiga jenis jalur pemasaran barang rongsok, jalur pertama dari pemulung ke pengepul kemudian ke pabrik daur ulang, jalur kedua dari pengumpul ke pengepul kemudian ke pabrik daur ulang, jalur ketiga dari pemulung dan pengumpul ke pengepul sesama pengepul kemudian ke pabrik daur ulang. Dari analisis distribusi marjin pemasaran dapat disimpulkan bahwa penyebaran marjin masih dalam batas wajar. Dari analisis collector share dapat disimpulkan bahwa bagian harga yang dinikmati pemulung ataupun pengumpul untuk jenis besi sebesar 75 persen, dan untuk jenis plastic sebesar 71.42 persen. Dari analisis elastisitas transmisi harga disimpulkan bahwa perubahan harga yang terjadi di tingkat pemulung ataupun pengumpul ditransmisikan secara baik ke tingkat pabrik daur ulang, artinya kenaikan harga yang terjadi di tingkat pabrik daur ulang juga dinikmati oleh para pemulung ataupun pengumpul barang rongsok.
ix
ABSTRACT
THE MARKETING DISTRIBUTION OF DAMAGED GOODS
A Case Study: The Damaged Goods Collectors Agent in Sub district of Depok, Sleman, Yogyakarta
Ratna Yulita
041324023 Sanata Dharma University
Yogyakarta 2008
The objectives of this study are to analyze: (1) marketing channels of the
damaged things in the sub-district of Depok, Sleman, Yogyakarta; (2) distribution margins of the damaged goods in the sub-district of Depok, Sleman, Yogyakarta; and (3) cost transmission arising in the damage things marketing in the sub-district of Depok, Sleman, Yogyakarta.
This study is a descriptive and a case study in sub-district of Depok, Sleman, Yogyakarta as the location of the research. The populations of the study are the entire damaged goods collector agents in the sub-district of Depok. In collecting the sample, the researcher uses primary data as the main data and secondary data as the supporting data. The primary data are obtained by interviewing the damaged goods collector agents and periodic records. The data are in the form of cross section and time series data. The cross section data are used to analyze the marketing channels and distribution margin while time series data are used to analyze the cost transmission elasticity. The analyses instruments used to obtain these objectives are marketing margin analyses, collector share, and cost transmission elasticity. Based on the result of the study, the researcher concludes that there are three types of marketing channels of the damaged goods: (1) from the garbage collector to the collector to re-cycle manufacture; (2) from the collector to the collector agent to re-cycle factory and; (3) from the garbage collector and the collector to the collector agent to the re-cycle manufacture. Based on the margin distribution analyses, it can be concluded that the margin distribution is still in the normal limits. Based on the collector share analyses, it can be concluded that 75% of the costs are the cost that are received by the garbage collector or the collector for the iron damage, and 71,42% are for the plastic one. Based on the cost transmission elasticity, it can be concluded that the cost changes arise in the garbage collector and the collector levels are transmitted properly to the re-cycle manufacture levels, it means that the garbage collector and the collector have a chance to benefit from the raising costs happen in the re-cycle manufacture level.
x
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
karunia-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan penulisan skripsi berjudul “DISTRIBUSI PEMASARAN
BARANG RONGSOK” Studi kasus pengepul barang rongsok di Kecamatan
Depok Sleman Yogyakarta.
Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan pada Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Program Studi Pendidikan Ekonomi, Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Banyak pihak yang telah memberikan dukungan, bantuan, perhatian dan
kasih sayang kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, sehingga pada
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghormatan
kepada:
1. Bapak Drs. T. Sarkim, M.Ed., Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bapak Y. Harsoyo, S.Pd., M.Si., selaku ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pendidikan Sosial, Kaprodi Pendidikan Ekonomi, dan selaku Dosen
Pembimbing I yang telah membimbing dengan penuh kesabaran memberikan
petunjuk, kritik serta saran yang membangun mulai dari perencanaan sampai
skripsi selesai.
xi
3. Bapak Indra Darmawan, S.E., M.Si., selaku Dosen Pembimbing II yang telah
membimbing dan banyak membantu selama penulisan skripsi ini.
4. Bapak Drs. PA. Rubiyanto, terima kasih atas segala dukungan, nasehat, dan
masukannya.
5. Bapak YMV. Mudayen, S.Pd., terima kasih atas dukungan dan masukannya.
6. Ibu Dra. C. Wigati Retno Astuti, M.Si., terima kasih atas bantuan, nasehat,
masukannya.
7. Bapak dan Ibu pengepul barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman
Yogyakarta, terima kasih atas bantuan dan kerjasamanya.
8. Alm. Ayahku, meski engkau tidak mendampingi nana, aku yakin ayah selalu
ada di sampingku dikala suka maupun duka. Ayah, nana bangga kepada ayah
dan bangga menjadi anak ayah.....Akan kuingat engkau dalam setiap
hembusan nafasku dan akan ku kenang selalu masa-masa saat bersamamu.
9. Ibu, yang melahirkan dan membesarkan anak-anaknya dengan penuh kasih
sayang. Ibu, terima kasih selalu menasehatiku, maafkan Nana jika pernah
mengabaikan nasehat Ibu. Nana sadar bahwa orang tua akan memberikan yang
terbaik untuk anak-anaknya.
10. Untuk nenek tersayang dan Om Koto yang baik, terima kasih nasehat dan
dukungannya.
11. Keluargaku yang ada di Minomartani (Bulek Ninuk, Gembi, Hepi, dan Agha)
dan om Fir yang ada di Papua, terima kasih atas nasehat, dukungan, dan
perhatiannya.
xii
12. Keluarga yang ada di Palembang (Om Slamet, Tante Rita, dan adek Adven)
yang telah memberikan nasehat dan semangat serta keluarga di Lahat, terima
kasih atas dukungannya.
13. Keluarga besarku di Srikaton, di Jambi, di Sarolangun, dan di Batam (Mak
Saimah, Pak Sidik, Ayuk Sri & Udik, Lek Tarpo & Lek Bibit, Pakde Tin &
Bude Jilah, Mas Sugi & Mb’ Kunti, Pakde Maryani & Bude Meti, Bulek Hari,
Om Usman & Ayu, Om Yoyok, serta ponakan-ponakan yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih telah memberikan perhatian dan
dukungan kepada Nana.
14. Romo Maryanto yang ada di Palembang, terima kasih atas doa, saran, dan
nasehatnya sehingga Nana mengerti bagaimana menghargai hidup dan
berpikir lebih bijak dalam menyikapi hidup ini.
15. Bapak Herlambang, tak henti-hentinya menasehati, membantu, dan
mengingatkan Nana dikala sedih, bingung, dan bahagia. Terima kasih telah
membimbing Nana, semoga Tuhan Membalas kebaikan Bapak. Amien.
16. Para guru-guruku di SD, SMP, dan SMU, yang telah mendidik penulis selama
dibangku sekolah dan memberikan nasehat, terima kasih buat semua.
17. Teman-teman setiaku (Arix ndut, Ser cempluk, dan Tante Tutich toel-toel),
tanpa kalian hidup terasa tidak berwarna, terima kasih buat semuanya
yach...Semoga persahabatan kita menjadi abadi dan tetap terkenang sepanjang
hidup meski kita kelak terpisah. Aku berharap suatu saat nanti kita bertemu.
18. Mbak Rosa, sing sabar yach... semoga kita semua menjadi teman yang yang
dapat memahami dan mengerti satu sama lain.
xiii
19. Teman-teman seperjuangan PE angkatan 2004, ayo semangat...masa depan
sudah menanti teman-teman.
20. Belahan jiwaku “Honda Grand AB 4259 BY”. Aku tidak akan menjualmu
karena kamu adalah motor yang banyak kenangan suka maupun duka.
21. Sahabat-sahabatku SD, SMP, & SMA yang ada di OKU Timur, yang telah
memberikan semangat dan menghibur di waktu suka maupun duka. Terima
kasih banyak untuk semuanya.
22. Sahabat-sahabatku yang senantiasa meluangkankan waktunya untuk
membantu dan memberikan semangat dalam mengerjakan skripsi ini.
23. Orang-orang terdekatku yang menyayangiku. Terima kasih telah mencurahkan
perhatian, dukungan, dan nasehat untukku.
Semua pihak yang telah membantu penulisan dalam menyelesaikan skripsi
ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, semoga selalu mendapat berkat
yang melimpah dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan
sehingga perlu dikaji dan dikembangkan lebih lanjut. Oleh karena itu penulis
sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun sehingga
nantinya penulis dapat memperbaikinya.
Akhir kata, penulis sangat berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat
bagi pembaca ataupun pihak-pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 24 Juni 2008
Ratna Yulita
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN MOTTO .................................................................................... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN .................................................................... v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ........................................................ vi
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI......................................... vii
ABSTRAK ...................................................................................................... viii
ABSTRACT .................................................................................................... ix
KATA PENGANTAR .................................................................................... x
DAFTAR ISI................................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xviii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xx
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................. 1
B. Batasan Masalah ............................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
D. Tujuan Penelitian .............................................................................. 6
E. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
xv
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kelestarian Alam sebagai Modal Pembangunan Berkelanjutan ....... 8
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup.................................................. 8
2. Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan .... 10
3. Pembangunan Berkelanjutan....................................................... 11
4. Kebijaksanaan Pembangunan Lingkungan Hidup ...................... 13
B. Daur Ulang Produk sebagai Metode Penghematan
Sumberdaya Alam............................................................................. 15
1. Pengertian Sampah...................................................................... 17
2. Daur Ulang Sampah .................................................................... 17
C. Peran Masyarakat dalam Proses Daur Ulang ................................... 20
D. Bisnis Barang Rongsok..................................................................... 22
E. Distribusi Pemasaran Barang Rongsok............................................. 25
1. Saluran Distribusi........................................................................ 25
2. Penetapan Harga.......................................................................... 27
3. Marjin Pemasaran ....................................................................... 29
4. Elastisitas Transmisi Harga......................................................... 30
F. Penelitian Sebelumnya...................................................................... 32
G. Kerangka Pemikiran.......................................................................... 35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian.................................................................................. 37
B. Lokasi, Alasan Pemilihan Lokasi, dan Waktu Penelitian ................. 38
xvi
C. Subyek dan Obyek Penelitian ........................................................... 38
D. Populasi, Sampel dan Tekik Pengambilan Sampel ........................... 39
E. Batasan Istilah, Variabel Penelitian, dan Cara Pengukuran.............. 40
F. Data yang Dibutuhkan ...................................................................... 41
G. Teknik Pengumpulan Data................................................................ 43
H. Teknik Analisis Data......................................................................... 43
BAB IV GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Lokasi Umum Penelitian.................................................... 48
B. Keadaan Demografi .......................................................................... 50
C. Sarana dan Prasarana......................................................................... 55
D. Organisasi Pemerintah Kecamatan Depok........................................ 62
BAB V ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Sampel Pengepul .............................................................. 63
B. Analisis Jalur-jalur Pemasaran Barang Rongsok
di Kecamatan Depok......................................................................... 65
C. Analisis Distribusi Marjin Pemasaran Barang Rongsok dan Harga
yang Diterima Pengepul.................................................................... 70
D. Transmisi Harga dalam Pemasaran Barang Rongsok ....................... 77
xvii
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ....................................................................................... 80
B. Saran.................................................................................................. 82
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xviii
DAFTAR TABEL
Tabel II.1 Contoh Penggolongan Barang Rongsok…………………………... 18
Tabel III.2 Analisis Biaya Marjin Pemasaran Barang Rongsok……………… 46
Tabel IV.3 Pola Penggunaan Tanah Kecamatan Depok……………………… 49
Tabel IV.4 Jumlah Penduduk Menurut Agama ……………………………. 50
Tabel IV. 5 Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian…………………… 53
Tabel IV. 6 Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan………………………….. 54
Tabel IV. 7 Jumlah Pencari Kerja di Kecamatan Depok……………………... 54
Tabel IV. 8 Sarana dan Prasaran Transportasi dan Komunikasi……………… 55
Tabel IV. 9 Jumlah Lembaga Pendidikan Kecamatan Depok………………… 57
Tabel IV. 10 Sarana Pengairan Kecamatan Depok…………………………… 57
Tabel IV. 11 Sarana Perekonomian Kecamatan Depok………………………. 58
Tabel IV. 12 Sarana Kesehatan Kecamatan Depok…………………………… 59
Tabel IV. 13 Sarana Peribadatan Kecamatan Depok…………………………. 60
Tabel IV. 14 Sarana Pariwisata Kecamatan Depok…………………..………. 61
Tabel V. 15 Identitas Sampel Pengepul di Kecamatan Depok……………….. 63
Tabel V. 16 Analsis Biaya dan Marjin Pemasaran Barang Rongsok
Besi B di Kecamatan Depok…………………………………….. 73
Tabel V. 17 Analsis Biaya dan Marjin Pemasaran Barang Rongsok
Plastik Hitam dan Campuran di Kecamatan Depok…………….. 74
Tabel V. 18 Hasil Dugaan Nilai Elastisitas Harga Besi B…………………….. 78
Tabel V. 19 Hasil Dugaan Nilai Elastisitas Harga Plastik Hitam…………….. 79
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar I.1 Saluran Distribusi Barang Rongsok……………………………… 27
Gambar I.2 Kerangka Pemikiran……………………………………………… 36
Gambar IV.3 Struktur Organisasi Pemerintah Kecamatan Depok…………… 62
Gambar V.4 Jenis Jalur Pemasaran I…………………………………………. 67
Gambar V.5 Jenis Jalur Pemasaran II………………………………………… 68
Gambar V.6 Jenis Jalur Pemasaran III……………………………………….. 69
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I. Pedoman Wawancara
Lampiran II. Identitas Sampel Pengepul di Kecamatan Depok
Lampiran III. Harga Beli Barang Rongsok Besi B dan Plastik Hitam Mulai
Tanggal 3 April 2008 sampai 2 Mei 2008
Lampiran IV. Rekapitulasi Perhitungan Elastisitas Harga Besi B (Paku dan
Campuran) dan Plastik Hitam dan Campuran
Lampiran V. Hasil Perhitungan Elastisitas Transmisi Harga Besi B (Paku dan
Campuran) dan Plastik Hitam dan Campuran
Lampiran VI. Uji Regresi Linear Sederhana
Lampiran VII. Surat Ijin Penelitian
Lampiran VIII. Daftar Nama Pejabat dan Karyawan Kecamatan Depok
Lampiran IX. Peta Wilayah Kecamatan Depok
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah lingkungan pada hakikatnya adalah masalah ekologi
manusia. Masalah tersebut muncul karena adanya perubahan lingkungan yang
tidak sesuai dan tidak mendukung kehidupan manusia sehingga mengganggu
kesejahteraan manusia. Perubahan lingkungan tersebut disebabkan oleh perbuatan
atau ulah manusia itu sendiri untuk merusak bumi. Masalah lingkungan sering
diberitakan di surat kabar maupun televisi adalah yang berkaitan dengan
pemanasan global, penggundulan hutan, banjir, tanah longsor, hujan asam, dan
lubang ozon yang menjadi masalah global. Tidak ada satu negara yang dapat
melepaskan diri dari masalah lingkungan global karena masalah ini sudah menjadi
permasalahan politik internasional terutama untuk negara maju, seperti Amerika
Serikat (Soemarwoto, 1991: 285).
Sumber utama pemanasan global berasal dari banyaknya jumlah
pembakaran bahan bakar yang hampir dilakukan oleh semua manusia yang ada di
bumi sehingga menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang tidak stabil dan
mempunyai dampak buruk bagi pembangunan ekonomi di suatu negara. Di lain
pihak, masalah lingkungan global secara langsung akan mempunyai dampak
kurang baik terhadap kehidupan dan kesejahteraan manusia karena dalam
kesehariannya tidak mampu mengendalikan diri untuk melakukan sesuatu dan
berpikir secara rasional dalam menghadapi persoalan yang semakin rumit.
2
Dalam kehidupan sehari-hari secara tidak sadar kita menemui masalah
lingkungan yang kelihatan oleh mata manusia dan kebanyakan tidak
memperhatikan serta meremehkan keberadaan ’’sampah’’ atau sering kita kenal
dengan sebutan barang rongsok. Setiap harinya manusia produktif memproduksi
sampah jenis barang rongsok dalam skala besar maupun skala kecil. Meskipun
barang rongsok dianggap sebagai tumpukan barang yang sudah tidak layak pakai
namun keberadaannya dicari semua orang untuk dijadikan sebagai produk daur
ulang.
Para pengumpul atau penjual barang rongsok memiliki peran yang
sangat penting dalam proses daur ulang barang-barang rongsok. Barang rongsok
yang dikumpulkan oleh para pemulung ataupun pengumpul berpengaruh baik bagi
keindahan dan kenyamanan di lingkungan sekitarnya dan hendaknya para penjual
barang rongsok tersebut konsisten dengan kebersihan tempat yang akan
digunakan untuk menempatkan barang rongsok. Selain itu, proses daur ulang yang
dilakukan juga berpengaruh dalam penghematan penggunaan sumber daya alam
(SDA) karena sampah bisa diolah menjadi sesuatu yang berguna bagi manusia.
Sampah yang bisa diolah juga mampu menghasilkan sumber energi yang bisa
dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia yang tidak terbatas dan
secara langsung masalah lingkungan hidup secara bertahap akan terselesaikan.
Namun saat ini masih banyak masyarakat yang mengeluhkan
keberadaan sampah dan barang rongsok di beberapa tempat yang dekat dengan
pemukiman penduduk karena menyebarkan bau di mana-mana sehingga
mengganggu kesehatan dan pandangan mata. Meskipun tidak mudah untuk
3
mencari tempat baru untuk menampung barang-barang rongsok tersebut
sebaiknya harus diantisipasi terlebih dahulu sehingga tidak mengganggu
pencemaran di daerah sekitar pembuangan sampah dan daerah penampungan
barang rongsok. Tidak dipungkiri bahwa barang rongsok yang dikumpulkan oleh
para pemulung bisa membawa berkah bagi kehidupan dan kesejahteraan hidup
mereka. Saat ini banyak para pengumpul dan penjual barang rongsok mengubah
sampah menjadi rupiah sehingga para pengumpul dan penjual banyak
memperoleh margin dari hasil penjualan barang rongsok kepada distributor besar.
Sementara itu dalam proses mendaur ulang sampah juga menghadapi
masalah yang sulit karena dalam prosesnya sulit dan cukup beresiko tinggi
terhadap para pekerja serta menghasilkan produk-produk sekunder yang beracun.
Contohnya pada proses daur ulang sampah plastik menghasilkan dioksin. Dioksin
dapat mengganggu sistem hormon, mempengaruhi pertumbuhan janin dan sistem
kekebalan. Zat tersebut sangat berbahaya bagi manusia (Suara Merdeka,
26/11/06). Pemusnahan ataupun proses mendaur ulang barang rongsok boleh
dikatakan tersendat-sendat dan menemui jalan buntu, sedangkan produksi sampah
saat ini terus membumbung tinggi. Hal ini disebabkan karena alat-alat teknologi
yang ada kurang mendukung untuk proses daur ulang barang rongsok. barang
rongsok yang sering didaur ulang seperti botol bekas, kertas, plastik, besi, dan lain
sebagainya. Namun disisi lain dalam mengolah sampah tidak perlu menggunakan
teknologi canggih untuk proses daur ulang sampah sehingga memudahkan
masyarakat untuk mengolah sampah (www.indomedia.com).
4
Dengan kondisi perekonomian sekarang ini tidak mudah melakukan
proses ditribusi pemasaran barang-barang rongsok untuk di daur ulang sebab
banyaknya keterbatasan-keterbatasan yang ada tidak mendukung proses tersebut.
Namun tanpa adanya pemasaran barang rongsok akan menyulitkan seseorang
untuk mencapai tujuan. Dimana tujuan dari pemasaran barang rongsok tersebut
adalah untuk meminimalisir jumlah sampah dan barang rongsok dengan
menerapkan tanggung jawab untuk mengambil kembali produk yang tidak
terpakai serta meminimalisir pencemaran dan mengurangi penggunaan sumber
daya alam dan mendorong seseorang untuk menciptakan barang yang mudah
diperbaiki (Suara Merdeka, 26/11/06).
Dalam hal ini distribusi pemasaran merupakan faktor yang sangat
penting dalam suatu siklus ataupun proses yang bermula dan berakhir dengan
kebutuhan hidup manusia. Ditinjau dari siklus ini, para penjual maupun pengepul
barang rongsok berada pada pihak yang menjalankan kegiatan pemasaran untuk
barang rongsok. Dari segi lain, pemasaran barang rongsok dapat dilakukan oleh
pihak yang berfungsi sebagai sebagai agen pembeli ataupun agen penjual untuk
barang-barang rongsok yang ada di daerah sekitar.
Kegiatan pemasaran merupakan suatu titik pusat kegiatan yang
menawarkan sejumlah nilai kepada orang lain dan kelompok sosial seperti
individu-individu, kelompok kecil, organisasi dan kelompok masyarakat lain
supaya dapat terpenuhi kebutuhannya (Swastha, 2002: 5). Kita telah mengetahui
bahwa di dalam masyarakat terdapat berbagai macam kelompok yang ingin
5
memenuhi kebutuhannya. Untuk itu mereka harus melakukan suatu usaha antara
satu dengan yang lain untuk saling melayani.
Barang-barang rongsok yang dikumpulkan oleh para pemulung dan
pengepul sudah dihargai sesuai dengan harga pasar. Meskipun kadangkala harga
yang diberikan belum sesuai dan tidak mencukupi kebutuhan hidup jika
dibandingkan dengan jerih payah para pemulung barang rongsok. Namun secara
langsung mereka sudah membantu dalam proses distribusi pemasaran barang-
barang rongsok yang digunakan untuk didaur ulang menjadi barang yang bisa
dimanfaatkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi serta mampu mengurangi
besarnya jumlah limbah, pencemaran, dan pengangguran (meskipun hanya
sebagai pemulung ataupun pengepul barang rongsok).
Oleh karena itu, permasalahan pemasaran barang rongsok di Daerah
Istimewa Yogyakarta sangat menarik untuk diteliti, terutama mengenai jalur
pemasaran barang rongsok, distribusi margin pemasaran dalam jalur pemasaran
dan perubahan harga barang rongsok. Melihat betapa pentingnya fungsi distribusi
pemasaran barang-barang rongsok maka penulis tertarik untuk meneliti dan
mengambil judul ’’Distribusi Pemasaran Barang Rongsok’’ di Kecamatan Depok
Sleman Yogyakarta.
B. Batasan Masalah
1. Dalam penelitian ini penulis membatasi masalah yang berkaitan dengan
jalur pemasaran, distribusi marjin pemasaran dan tingkat harga barang
rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
6
2. Tingkat harga yang berlaku adalah harga saat penelitian
3. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam pemasaran barang rongsok
adalah yang berlaku pada saat penelitian.
4. Jenis barang rongsok dianggap sama.
C. Rumusan Masalah
Dalam penelitian ini penulis mengajukan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana sistem jalur distribusi pemasaran barang rongsok di
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta?
2. Bagaimana distribusi margin pemasaran barang rongsok yang diperoleh
dari distribusi pemasaran barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman
Yogyakarta?
3. Bagaimana transmisi harga yang terjadi dalam pemasaran barang
rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta?
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan diatas, maka
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis distribusi pemasaran barang
rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta. Secara spesifik tujuan
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk menganalisis jalur pemasaran barang rongsok di Kecamatan
Depok Sleman Yogyakarta.
7
2. Untuk menganalisis distribusi marjin pemasaran barang rongsok di
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
3. Untuk menganalisis transmisi harga yang terjadi dalam pemasaran
barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pengepul Barang Rongsok
Sebagai pertimbangan dalam memperluas wawasan dan dalam memilih
jalur pemasaran.
2. Bagi Pemerintah
Sebagai pertimbangan untuk menentukan kebijaksanaan yang akan
ditempuh dalam peningkatan usaha barang rongsok khususnya di
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
3. Bagi Universitas Sanata Dharma
Hasil penelitian dapat menambah kepustakaan dan berguna bagi
mahasiswa yang membutuhkan.
4. Bagi Penulis Sekaligus Peneliti
Dapat bermanfaat dan menambah wawasan bagi peneliti untuk semakin
memahami pengetahuan di bidang pemasaran.
5. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat memberi informasi yang lebih mendalam dan menambah
pengetahuan dalam penelitiannya.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kelestarian Alam sebagai Modal Pembangunan Berkelanjutan
Pelestarian alam dan lingkungan hidup berhubungan dengan proses
pembangunan dan eksploitasi sumber alam. Masalah pelestarian alam dalam
hubungannya dengan pengembangan perlindungan atas wilayah alam memerlukan
perhatian yang lebih dari pihak manapun karena kehidupan manusia di bumi ini
sangat tergantung pada alam di sekitarnya. Untuk itu hendaknya kelestarian alam
harus dijaga dan digunakan sebaik mungkin karena pembangunan pada
hakekatnya adalah pengubahan lingkungan.
1. Pengelolaan Lingkungan Hidup
Dalam pengelolaan lingkungan hidup semua pihak bertolak dari asas
lingkungan hidup sebagai milik bersama, artinya bahwa pemeliharaannya bukan
hanya pemanfaatannya saja dan harus dilakasanakan bersama-sama oleh
pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat. Setiap pihak harus terlibat dalam
pengelolaan lingkungan karena semua manusia di bumi menggantungkan diri
pada sumber alam dan lingkungan sebagai sumber lingkungan.
Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, pasal 5 menekankan
bahwa “setiap orang mempunyai hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat”.
“setiap orang mempunyai hak dan kewajiban untuk berperan serta dalam rangka
pengelolaan lingkungan hidup” (pasal 6). “setiap orang yang menjalankan suatu
bidang usaha wajib memelihara kelestarian kemampuan lingkungan” (pasal 7).
9
Dalam hal ini semua lapisan hendaknya terlibat dalam pengelolaan
lingkungan hidup untuk mengantisipasi kejadian yang tidak diinginkan maka
dibutuhkan suatu prinsip kerjasama yang bertujuan untuk menumbuhkembangkan
interaksi antar sesama secara dinamis serta berpartisipasi dalam pembangunan
lingkungan hidup. Pihak yang terlibat yaitu pemerintah, masyarakat, dan pelaku
dunia usaha.
Dalam Rapat Koordinasi Nasional tahun 1994 menjabarkan mengenai
fungsi pihak yang terlibat dalam pembangunan lingkungan hidup bahwa fungsi
pemerintah dalam pengelolaan lingkungan hidup adalah mempertahankan dan
memperjuangkan kepentingan nasional. Sedangkan peranannya adalah:
menetapkan kebijaksanaan dan koordinasi; mengarahkan serta berperan sebagai
fasilitator; mendorong terciptanya peningkatan kemandirian dan keberdayaan
dunia usaha dan masyarakat; mempersiapkan dan meningkatkan kualitas
organisasi pemerintah, serta mengendalikan pemanfaatan keberlanjutan sumber
daya alam dan lingkungan.
Masyarakat dalam kerjasama ini memperjuangkan hak-hak mereka atas
lingkungan hidup yang baik dan sehat. Peranan masyarakat dalam hal ini adalah
untuk meningkatkan kemandirian dan keberdayaan dalam mengelola lingkungan
hidup melalui peningkatan sumber daya manusia dan keberanian untuk
melakukan pengaturan sendiri kelompoknya; menumbuhkan kemampuan dan
pengaturan dalam melakukan pengawasan sosial terhadap kebijaksanaan dan
kegiatan pembangunan lingkungan, serta menggerakkan para generasi muda
dalam pengelolaan lingkungan hidup.
10
Dengan demikian para dunia usaha dalam hal ini berfungsi sebagai
”mesin pertumbuhan” dan memiliki peran penting dalam memperluas tujuan
usaha untuk mencapai kesejahteraan sosial dan kelestarian lingkungan hidup;
mengintegrasikan lingkungan hidup dalam strategi pemberian kebijaksanaan;
mengemabngkan kemandirian dalam pengelolaan lingkungan hidup;
memanfaatkan program pengelolaan lingkungan hidup sebagai peluang untuk
meningkatkan daya saing; menciptakan iklim persaingan bisnis yang berwawasan
lingkungan; menghasilkan berbagai produk yang ramah lingkungan; dan
meningkatkan kerjasama dengan pemerintah dan masyarakat.
Dengan adanya usaha untuk menumbuhkan kemampuan dalam
menangani masalah lingkungan hidup telah dimulai dengan dibentuknya pusat-
pusat studi lingkungan hidup serta dilakukannya perencanaan pengelolaan
lingkungan hidup. Tujuannya yaitu sebagai tempat untuk mengkaji sumber daya
alam dan lingkungan hidup yang diharapkan dapat mengatur dan mengelola
pembangunan berwawasan lingkungan membantu mengatasi persoalan tersebut.
Diharapkan bahwa dalam pengelolaan lingkungan hidup yang dilakukan
oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat, baik pusat maupun daerah dapat
memecahkan permasalahan lingkungan yang ada.
2. Pembangunan Berkelanjutan yang Berwawasan Lingkungan
Pembangunan merupakan proses pengolahan sumber daya alam dan
pendayagunaan sumber daya manusia, dengan memanfaatkan teknologi. Dalam
hal ini perlu memperhatikan fungsi dari sumber daya alam dan sumber daya
manusia agar dapat menunjang terus menerus proses pembangunan berkelanjutan.
11
Pembangunan tersebut mengharuskan pengelolaan sumber daya alam secara
rasional dan bijaksana. Untuk itu diperlukan keterpaduan antara pembangunan
dengan pengembangan lingkungan hidup (pembangunan berkelanjutan
berwawasan lingkungan).
Sifat keterakitan antara sumber daya alam dengan tatanan lingkungan
mengharuskan pembangunan memperhatikan keterkaitan yang ada. Tujuannya
adalah untuk pengembangan semua sektor-sektor yang ada. Dengan demikian
pembangunan tidak hanya melihat manusia sebagai individu yang berdiri sendiri
namun perlu memperhatikan dampak dari pembangunan terhadap kedudukan
manusia sebagai mahluk sosial. Pendekatan ini tidak menolak adanya perubahan
dan pengolahan sumber daya alam untuk pembangunan dan kesejahteraan
manusia.
Lingkungan hidup sebagai faktor penting dalam setiap segi
pembangunan, namun sumber alam dan lingkungan hidup akan mengalami
kerusakan maka manusia tidak berwawasan lingkungan dalam kehidupan sehari-
hari. Penerapan wawasan lingkungan hendaknya dimulai dari semua sektor
pembangunan dimana sektor tersebut berpengaruh penting bagi kesejahteraan
manusia (masyarakat).
3. Pembangunan Berkelanjutan (Subtainable Development)
Di beberapa negara maju pada tahun 2000 telah mengeluarkan peraturan
tentang penerapan konsep sustainable development yang merupakan bagian dari
program management lingkungan kota. Departemen lingkungan hidup ditunjuk
sebagai pembimbing sekaligus sebagai salah satu tim pengawas dalam
12
perencanaan dan pembangunan lingkungan perkotaan (www.usu.com). Penerapan
konsep sustainable development sudah selayaknya diterapkan di Indonesia
melihat perkembangan pembangunan yang pesat dan semakin mengalami
kerusakan lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut. Karena tanpa
disadari apabila konsep sustainable development tidak diterapkan dalam
pembangunan maka suatu saat akan mengalami krisis energi, air, sumber daya
alam serta kerusakan lingkungan.
Hasil Rapat Koordinasi Nasional tahun 1994 mengemukakan bahwa
pembangunan berkelanjutan merupakan suatu proses pembangunan yang secara
berkelanjutan mengoptimalkan manfaat dari sumber alam dan sumber daya
manusia dengan cara menyerasikan aktivitas manusia sesuai dengan kemampuan
sumber alam untuk menopangnya. Dalam hubungan ini tersirat beberapa hal
sebagai berikut:
a. Proses pembangunan berlangsung secara berlanjut dan didukung oleh sumber
daya alam dengan kualitas hidup yang semakin berkembang;
b. Sumber alam terutama udara, air, dan tanah, memiliki batas penggunaan akan
kualitas dan kuantitas sumber daya alam sehingga mengurangi kemampuan
menopang pembangunan secara berlanjut menimbulkan gangguan pada
keserasian hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya;
c. Kualitas lingkungan berhubungan langsung dengan kualitas hidup, semakin
baik mutu kualitas lingkungan semakin positif pengaruhnya pada kualitas
hidup yang tercermin pada meningkatnya harapan usia hidup, turunnya tingkat
kematian, dan lain-lain;
13
d. Pola penggunaan sumber daya alam tidak menutup kemungkinan memilih
peluang lain pada masa depan dalam hal penggunaan sumber daya alam;
e. Pembangunan ini memungkinkan generasi sekarang meningkatkan
kesejahteraannya tanpa mengurangi kemungkinan bagi genarasi masa depan
dapat meningkatkan kesejahteraannya.
Strategi pembangunan berkelanjutan bermaksud memberikan
pengembangan keselarasan baik antar manusia dengan alam. Namun, keselarasan
tersebut tidak bersifat tetap melainkan merupakan suatu sifat yang dinamis. Oleh
karena itu pemanfaatan sumber daya alam harus dilakukan secara berkelanjutan
supaya sumber daya alam yang ada terus terjaga dan dapat dimanfaatkan secara
terus menerus oleh manusia di bumi.
4. Kebijaksaan Pembangunan Lingkungan Hidup
Pada Repelita VI kebijaksanaan pembangunan lingkungan hidup
berkelanjutan meliputi pemilihan lokasi pembangunan, pengurangan produksi
limbah, penetapan mutu lingkungan, pelestarian alam dan rehabilitasi sumber
daya alam dan lingkungan hidup, dan pengembangan kelembagaan, peran serta
masyarakat, dan kemampuan sumber daya manusia.
Pemilihan lokasi, dilakukan dalam rangka peningkatan efisiensi
penggunaan sumber daya alam dan lingkunan untuk menghindari kerusakan
lingkungan, sehingga setiap pemilihan lokasi pembangunan harus selalu
didasarkan pada kemampuan dan daya dukung lingkungan.
Pengurangan produksi limbah dilakukan dalam rangka meningkatkan
efisiensi produksi dengan maksud untuk mengurangi produksi limbah yang
14
berupa limbah bahan berbahaya dan beracun (B3), cair, padat, dan gas
(www.usu.com). Pengelolaan limbah, dilakukan dalam rangka pengendalian
pencemaran air, udara, dan laut. Untuk mengevaluasi dampak dari kegiatan
pembangunan terhadap lingkungan, mutu lingkungan akan terus dikembangkan
baik tingkat nasional maupun wilayah disesuaikan dengan kondisi yang ada.
Pembangunan nasional di bidang sumber daya alam dan lingkungan
hidup pada dasarnya untuk mendayagunakan sumber daya alam yang sebesar-
besarnya untuk kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan
keseimbangan lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan
ekonomi dan budaya masyarakat lokal, serta penataan ruang.
Untuk mencapai sasaran serta melaksanakan kebijaksanaan
pembangunan lingkungan hidup sesuai dengan arahan GBHN 1999-2004 yang
meliputi (a) mengelola sumber daya alam dan lingkungan hidup agar bermanfaat
bagi peningkatan kesejahteraan rakyat, (b) penyelamatan hutan, tanah dan air, (c)
pembinaan dan pengelolaan lingkungan hidup, (d) pengendalian pencemaran
lingkungan hidup, (e) mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan
lingkungan hidup untuk pembangunan yang berkelanjutan, (f) meningkatkan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan
rehabilitasi dan penghematan penggunaannya (Putra, 2004).
Dalam arti lain kebijaksanaan sustainable development harus bisa
dikembangkan agar semua bagian dari alam dapat memenuhi kebutuhan manusia
15
saat ini dan masa mendatang. Untuk itu perlu adanya tujuan kebijaksanaan
sustainable development yang dapat diterapkan untuk:
a. Menyelamatkan manusia dan lingkungan dari bahaya yang dihadapinya.
b. Menunjukkan komitmen terhadap lingkungan, ekonomi dan pelayanan sosial.
c. Menghasilkan penghematan dana bagi pembangunan.
d. Menyediakan lingkungan kerja yang sehat bagi staff dan pengunjung.
e. Mempercepat pencapaian tujuan dalam melindungi, dan meningkatkan
sumber-sumber lingkungan di daerah.
Dalam pembangunan berkelanjutan penerapan kebijaksanaan sustainable
building secara langsung berintegrasi dengan : Lingkungan (Environment
Sustainability), Ekonomi (Economic Sustainability), Sosial (Social
Sustainability). Dengan adanya penerapan secara baik maka akan menghasilkan
suatu kehidupan yang sejahtera bagi manusia di bumi ini.
B. Daur Ulang Produk Sebagai Metode Penghematan Sumber Daya Alam
Kerusakan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang terjadi selama
ini berkaitan erat dengan tingkat pertambahan penduduk dan pola penyebaran
yang kurang seimbang dengan jumlah dan penyebaran sumber daya alam serta
daya dukung lingkungan hidup yang ada. Di samping itu kerusakan tersebut
karena akibat dari pengaturan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang
belum memadai. Sebagai akibat dari adanya pertumbuhan penduduk yang cukup
tinggi dan kurang diterapkannya peraturan penggunaan sumber daya alam maka
kondisi lingkungan hidup semakin lama akan mengalami kerusakan lingkungan.
16
Salah satu contoh di sekitar kita yaitu terjadinya penumpukan sampah di beberapa
tempat pembuangan sampah yang mengakibatkan tanah semakin terkikis dan
tidak kuat lagi menahan tumpukan sampah sehingga terjadi tanah longsor, selain
itu tumpukan sampah juga bisa mengganggu kesehatan masyarakat di sekitar
daerah tersebut.
Daur ulang menjadi pemikiran utama akan tetapi timbul suatu
permasalahan baru yaitu terjadinya peningkatan pemakaian energi untuk
mengumpulkan dan memproses material atau bahan-bahan daur ulang tersebut
(www.usu.com). Disisi lain kekhawatiran muncul karena tidak adanya teknologi
yang ramah lingkungan yang dapat mengolah bahan bangunan yang diperoleh dari
alam membutuhkan energi dan biaya yang jauh lebih kecil dari pada harus
mengolah bahan daur ulang yang ada.
Dalam proses daur ulang produk semua pihak harus terlibat dimana para
konsumen bertanggung jawab untuk memilah-milah sampah masing-masing
(sampah basah, sampah kering yang dipilah-pilah lagi menjadi botol dan gelas
plastik, kaleng aluminium, dan kertas). Sedangkan pemerintah bertanggung jawab
dalam mengorganisasikan pengumpulan sampah untuk diserahklan ke pabrik daur
ulang bahan yang sudah di pilah-pilah dan dikumpulkan tersebut
(www.indomedia.com). Pemilihan sampah dimulai dari tingkat RT, pasar
swalayan dan pasar tradisional, dan kantor-kantor. Untuk tiap bahan disediakan
bak sampah tersendiri dan tidak dicampur aduk dengan sampah yang lainnya.
Bahan plastik hasil pengumpulan dapat dijadikan serpihan “plastik daur ulang”,
yang kemudian di pakai untuk membuat barang plastik generasi baru seperti botol,
17
karpet, dan filter air. Sedangkan untuk kertas bekas seperti koran bekas dan kertas
komputer bekas dapat dijadikan pulp untuk membuat kertas toilet dan karton
pengemas. Kardus kemasan hasil daur ulang biasanya diberi tulisan jelas: Dibuat
dari kertas daur ulang.
1. Pengertian sampah
Sampah merupakan suatu bahan yang terbuang atau dibuang dari sumber
hasil aktifitas manusia maupun alam yang belum memiliki nilai ekonomis (hasil
daur ulang). Sumber sampah berawal dari: Rumah Tangga, Pertanian,
Perkantoran, Rumah Sakit, Pasar, dan lain-lain. Secara garis besar sampah dapat
dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu: www.jala-sampah.or.id
• Sampah anorganik, contoh : logam, besi, kaleng, plastik, karet, botol, dan lain-
lain yang tidak dapat mengalami pembusukkan secara alami.
• Sampah organik, contoh : Sampah dapur, sampah restoran, sisa sayuran, atau
sisa-sisa mahluk hidup yang dapat mengalami pembusukan secara alami.
2. Daur ulang
Daur ulang adalah salah satu strategi pengelolaan sampah padat yang
terdiri atas kegiatan pemilahan, pengumpulan, pemrosesan, pendistribusian dan
pembuatan produk / material bekas pakai. Material yang dapat didaur ulang :
(i) botol bekas wadah kecap, saos, sirup, dll, (ii) kertas, terutama kertas bekas di
kantor, koran, majalah, kardus kecuali kertas yang berlapis minyak, (iii)
aluminium bekas wadah minuman ringan, besi bekas, dll (www.jala-
sampah.or.id).
18
Jika pengelolaan sampah (daur ulang) dilakukan secara baik maka akan
menghasilkan kebanggaan tersendiri, diantaranya (a) menghemat sumber daya
alam, (b) menghemat energi, (c) mengurangi uang belanja, (d) menghemat lahan
TPA, (e) terciptanya lingkungan yang bersih, sehat, dan nyaman. www.jala-
sampah.or.id
Dibawah ini merupakan contoh penggolongan jenis barang rongsok dan
harga per KG di koperasi pemulung daerah Bandung tahun 2003 sebagai
gambaran bahwa barang rongsok yang dikumpulkan para pemulung dan pengepul
kemudian didaur ulang akan memiliki nilai guna yang sangat berarti bagi
kelangsungan hidup manusia.
Tabel II.1. Contoh Penggolongan Jenis Barang Rongsok dan Harga Per KG di Koperasi Pemulung Daerah Bandung Tahun 2003
No Jenis Barang Rongsok Harga / KG
1 Gelas Aqua 1600 2 Kaleng Oli 1500 3 Ember Biasa 1100 4 Keras (keset, yakult,botol kecap) 150 5 Ember hitam (anti pecah) 800 6 Botol Aqua 700 7 Putian (botol infuse) 1600 8 Kardus 500 9 Kertas Putih 700 10 Majalah 350 11 Koran 500 12 Duplek (Koran tipis) 150 13 Kertas semen 400 14 Besi beton 700 15 Besi super 450 16 Besi pipa 250 17 Tembaga super 8000 18 Tembaga baker 7000 19 Aluminium tebal 6000
19
20 Aluminium tipis 4000 21 Botol air besar 400 22 Botol bir kecil, sprite, fanta 200
Diakses melalui (http://www.jala-sampah.or.id)
Pengelolaan sampah organik rumah tangga menjadi ‘kompos’ yang sudah
diolah berfungsi untuk: (http://djamaludinsuryo.multiply.com).
♦ mengurangi volume sampah rumah tangga sehingga yang keluar
rumah ≤ tinggal 30-40 % saja, 60% sampah rumah tangga dapat
diolah menjadi kompos.
♦ membantu pemerintah dalam mengatasi masalah persampahan dengan
memilah sampah dan mengelola di sumbernya, yaitu di setiap rumah
tangga
♦ sampah yang dibuang di TPS, TPA, atau di sungai dapat
mengakibatkan pencemaran di daratan dan perairan, penyakit, banjir,
dan longsor
♦ sampah yang dibakar akan memindahkan zat pencemar ke udara.
dengan dibuat kompos, menjadi barang yang bernilai ekonomis,
memberi lapangan kerja dan tambahan penghasilan.
♦ kompos memperbaiki struktur tanah sehingga membuat tanaman
tumbuh lebih subur. Kompos dapat diberikan kapan saja dan berapa
saja jumlahnya tanpa khawatir akan merusak tanaman
♦ merubah sampah menjadi kompos, mengembalikannya ke bumi dalam
bentuk pupuk yang menyuburkan tanaman.
20
Adapun akibat dari pembakaran sampah dari rumah tangga
Asap pembakaran sampah ini (sampah rumah tangga) menghasilkan
racun udara dioksin dan furan yang sama banyaknya dengan racun udara
yang dikeluarkan oleh mesin pembakar sampah rumah tangga. Sampah yang
biasanya dibakar adalah sejenis Koran, kertas, buku, majalah plastik
makanan, dan lain-lain.
Dengan adanya proses daur ulang produk maka akan terjadi penggunaan
dan penghematan sumber daya alam, penghematan energi, menghemat lahan
Tempat Pembuangan Sampah (TPS), dan tentunya membuat lingkungan bersih,
sehat, serta nyaman. Karena yang menciptakan lingkungan bersih dan sehat dapat
dimulai dari diri kita sendiri.
C. Peran Masyarakat dalam Proses Daur Ulang
Meningkatnya populasi penduduk dari tahun ke tahun, gaya hidup
masyarakat juga mendukung pertumbuhan sampah. Sebagian besar sampah yang
dihasilkan di Indonesia adalah sampah basah, sekitar 60%-70% dari total volume
sampah. Jenis sampah ini harus dikelola dengan baik agar tidak menimbulkan
polusi lingkungan (www.pjnk.go.id). Daur ulang, salah satu cara menangani
sampah anorganik. Partisipasi masyarakat dalam program daur ulang ini sangat
memiliki peran penting terutama para ibu rumah tangga sebagai pelaku
pengelolaan sampah kompos. Dengan adanya penerapan program penghematan
sumber daya alam dapat mengurangi pemborosan penggunaan sumber daya alam
maupun lingkungan.
21
Pengelolaan sampah secara baik harus dibarengi dengan pengelolaan
gaya hidup masyarakat. Jika masyarakat tidak peduli dengan kebersihan
lingkungannya, pengelolaan sampah belum bisa berjalan dengan baik. Peran
masyarakat dalam pengelolaan sampah bisa dengan cara penumpukan,
pengoplosan, pembakaran, sanitary landfill, dan daur ulang (www.pjnk.go.id).
Metode penumpukan sampah bersifat murah dan sederhana. Cara ini
hampir sama dengan sanitary landfill (tanah berlubang yang sudah penuh dengan
sampah ditutup kembali). Namun dapat menimbulkan masalah lingkungan lain
seperti pencemaran dan timbulnya penyakit. Pengomposan juga melalui proses
yang sederhana, tetapi cara ini dapat menghasilkan pupuk yang bernilai ekonomi.
Sedangkan untuk melakukan pembakaran, sampah harus benar-benar habis
terbakar karena juga dapat menimbulkan dampak lingkungan dan harus jauh dari
temapat pemukiman penduduk. Cara terakhir yang dilakukan adalah dengan daur
ulang dan biasanya dilakukan terhadap sampah anorganik. Kegiatan daur ulang
terdiri dari memilah, mengumpulkan, memproses sampah, distribusi, dan
pembuatan produk bekas pakai. Hambatan terbesar adalah tidak semua produk
dirancang untuk bisa didaur ulang jika sudah tidak terpakai lagi.
Pengelolaan sampah yang dilakukan masyarakat bisa dilakukan dari hal
terkecil, yaitu rumah tangga. Upaya yang dapat dilakukan masyarakat perlu
mengawalinya dengan menerapkan prinsip-prinsip dalam kehidupan sehari-hari,
yaitu: (www.pjnk.go.id)
• Reduce (mengurangi). Kurangi konsumsi material yang menimbulkan sampah.
Hindari pula membeli barang dengan kemasan styrofoam.
22
• Reuse (memakai kembali). Usahakan untuk mengkonsumsi barang yang bisa
dipakai dalam jumlah jangka panjang. Hindari pemakaian barang sekali pakai.
• Recycle (mendaur ulang). Pilih sampah rumah tangga dan sisihkan yang masih
bisa didaur ulang sehingga dapat dimanfaatkan lagi.
• Replace (mengganti). Mulailah biasakan untuk memakai barang-barang yang
ramah lingkungan dan teliti sebelum menggunakan barang tersebut.
Peranan masyarakat dalam pengelolaan sampah (daur ulang) bertujuan
untuk meningkatkan peranan dan kepedulian pihak-pihak yang berkepentingan
dalam pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian lingkungan hidup. Sasaran
dan kegiatan pokok yang dilakukan adalah sebagai peningkatan jumlah dan
kualitas anggota masyarakat yang peduli dan mampu mengelola sumber daya
alam dan melestarikan lingkungan hidup; pemberdayaan masyarakat dalam
pengelolaan sumber daya alam dan pemeliharaan lingkungan hidup;
menumbuhkan jiwa masyarakat yang berwawasan lingkungan; dan perlindungan
terhadap teknologi yang ramah lingkungan.
D. Bisnis Barang Rongsok
Ditinjau dari segi ekonomi bisnis barang rongsok sangat menguntungkan.
Karena barang rongsok memiliki nilai jual yang cukup tinggi, terutama barang
rongsok yang dapat didaur ulang. Hal ini dapat dilihat dari cara kerja dari para
pemulung maupun pengepul barang rongsok. Cara kerja pemulung barang
rongsok yang beroperasi di TPA dan TPS adalah dengan menggaruk-garuk
tumpukan sampah. Pemulung yang beroperasi di pemukiman trotoar dan pasar
23
sudah mengalami kemajuan dengan menggunakan grobak. Sebagian pemulung
membeli barang bekas dari rumah ke rumah, pasar, toko maupun perkantoran. Hal
tersebut menunjukkan bahwa para pemulung saudah mempunyai perhitungan dan
menggunakan prinsip ekonomi (Djuwenda, 2005).
Sebenarnya, alasan yang melatarbelakangi para pemulung bekerja dalam
usaha ini karena keterbatasan keahlian yang dimiliki, sumber daya modal, dan
sulitnya mencari pekerjaan sehingga akhirnya mereka memilih bekerja menjadi
pemulung barang rongsok. Melihat keterbatasan para pemulung yang bekerja
mengumpulkan bahan dauran sampah merupakan alternatif pekerjaan yang dapat
memberikan sumber penghasilan untuk menunjang kehidupan mereka
(pemulung).
Dalam bisnis ini para penampung (pengepul) barang rongsok berperan
penting, yaitu sebagai perantara yang membeli barang rongsok dari para
pemulung dan menjualnya kepada pedagang besar untuk dijual lagi kepada pabrik
daur ulang. Besarnya perputaran uang perhari relatif besar rata-rata Rp 290.000,-.
Sedangkan modal yang dikeluarkan untuk peralatan (gerobak, roda, becak,
timbangan, dan gudang tempat menyimpan barang rongsok) sekitar Rp
1.000.000,- s.d Rp 10.000.000,- . Pengepul membeli hampir semua jenis barang
rongsok yang sudah dipilah-pilah oleh para pemulung berdasarkan jenisnya.
Sistem pembayaran umumnya dilakukan secara kontan sehingga penampung
harus memiliki modal tetap untuk menjamin kelancaran proses transaksi barang
rongsok (Djuwenda, 2005).
24
Setiap menjalankan usaha maupun bisnis tentu tidak selamanya akan
mulus begitu saja. Dalam hal ini kendala yang dialami para pemulung adalah
keterbatasan modal, biaya hidup, dan tempat tinggal. Disisi lain kendala yang
berasal dari eksternal berupa persepsi masyarakat yang mencurigai dan
menganggap pekerjaan pemulung yang kotor, hina, ilegal dan mendekati tindakan
kriminal (Djuwenda, 2005). Dengan demikian risiko kerja, ketidakpastian tempat
tinggal dan ketidakpastian pendapatan yang dialami para para pemulung cukup
besar. Sedangkan kendala yang dilamai oleh para juragan pengepul barang
rongsok berupa keterbatasan sumber modal untuk membeli bahan daur ulang,
keterbatasan akses informasi dan teknologi pengolahan bahan dauran sampah.
Keterbatasan tersebut menyebabkan ketidakpastian jumlah pasokan dan harga
jual dan pemasaran barang rongsok.
Bentuk kelembagaan antara pemulung, pengepul, dan bandar bersifat
kooperatif, saling menguntungkan dan saling ketergantungan. Hubungan tersebut
akan berjalan dengan baik apabila kedua belah pihak yang terlibat menyadari akan
saling ketergantungan mereka masing-masing atas dasar saling percaya. Dengan
adanya kelembagaan tersebut maka diharapkan dalam bisnis daur ulang barang
rongsok bisa berlangsung secara efisien karena masyarakat akan termotivasi dan
akan berusaha untuk berbisnis barang rongsok (Djuwendah, 2005).
25
E. Distribusi Pemasaran Barang Rongsok
Setelah melakukan proses daur ulang maka siap untuk dipasarkan, tahap
berikutnya adalah proses pemasaran untuk menetukan metode dan rute yang akan
dipakai untuk menyalurkan barang rongsok dan barang daur ulang. Adapun
masalah yang menyangkut penentuan strategi penyaluran, termasuk pemilihan
saluran distribusi, penanganan fisik dan distribusi fisik.
1. Saluran Distribusi
a) Pengertian saluran distribusi
Saluran distribusi disebut juga saluran perdagangan. Saluran
distribusi untuk suatu barang adalah saluran yang digunakan oleh produsen
untuk menyalurkan barang-barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen
atau pemakai industri (Swastha, 2002: 190).
Adapun pihak yang campur tangan atau ikut mangambil bagian
dalam penyaluran barang adalah: produsen, perantara (pedagang dan agen),
dan konsumen akhir atau pemakai industri. Saluran distribusi ini merupakan
suatu struktur yang menggambarkan alternatif yang akan dipilih dan
menggambarkan situasi pemasaran yang berbeda oleh berbagai macam
perusahaan atau lembaga (produsen, pedagang besar, dan pengecer). Hal ini
dapat dipertimbangkan sebagai fungsi yang harus dilakukan untuk
memasarkan barang secara efektif (Swastha, 2002: 190). Dengan demikian
saluran distribusi pemasaran barang rongsok sangat penting bagi daur hidup
produk yang selanjutnya. Untuk itu saluran distribusi harus dilakukan secara
baik dan benar guna memperlancar kegiatan ekonomi.
26
b) Saluran distribusi barang konsumsi
Menurut Swastha (2002: 190) ada lima macam saluran distribusi
dalam penyaluran barang, yaitu:
i Produsen – Konsumen
Bentuk saluran distribusi ini paling pendek dan paling sederhana tanpa
menggunakan perantara. Produsen dapat menjualk barang yang di
hasilkan melalui pos atau langsung mendatangi rumah konsumen (dari
rumah ke rumah). Oleh karena itu saluran ini di sebut sebagai saluran
distribusi langsung.
ii Produsen – Pengecer – Konsumen
Saluran ini juga disebut saluran distribusi langsung. Pengecer besar
melakukan pembelian kepada produsen atau mendirikan toko pengecer
sehingga secara langsung dapat melayani pengecer.
iii Produsen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Saluran distribusi ini banyak digunakan oleh produsen dan dinamakan
sebagai saluran distribusi tradisional. Produsen hanya melayani
penjualan dalam jumlah besar kepada pedagang besar saja, tidak menjual
kepada pengecer. Pembelian oleh pengecer dilayani pedagang besar, dan
pembelian oleh konsumen dilayani pengecer saja.
iv Produsen – Agen – Pengecer – Konsumen
Produsen memilih agen (agen penjualan) sebagai penyalurannya dan
pihak yang menjalankan kegiatan saluran distribusi. Sasaran
penjualannya terutama kepada para pengecer besar.
27
v Produsen – Agen – Pedagang Besar – Pengecer – Konsumen
Dalam saluran distribusi ini, produsen sering menggunakan agen sebagai
perantara untuk menyalurkan barangnya kepada pedagang besar
kemudian menjualnya kepada toko-toko kecil. Agen yang terlibat dalam
saluran ini adalah agen penjualan.
Dari kelima saluran distribusi diatas dapat disimpulkan bahwa pola
distribusi barang rongsok dapat dilihat pada gambar dibawah ini:
Gambar II.1. Saluran Distribusi Barang Rongsok
dimana pemulung maupun pengumpul merupakan pihak yang mengawali
terjadinya proses distribusi pemasaran barang rongsok. Pemulung yang
memunguti barang rongsok dari tempat pembuangan sampah memilah-milah
untuk dijual kepada pengepul barang rongsok, sedangkan pengumpul mencari
barang rongsok dengan cara berkeliling, kemudian disetor kepada pengepul
barang rongsok selanjutnya pengepul menyetorkan kepada ke pabrik-pabrik daur
ulang barang rongsok.
2. Penetapan harga
Menurut Swastha (2002: 146), harga adalah jumlah uang (ditambah
beberapa barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
Pabrik daur ulang
Pengepul
Pengumpul
Pemulung
28
kombinasi dari barang beserta pelayanannya. Untuk menetapkan harga biasanya
dilakukan dengan mengadakan percobaan untuk menguji pasarnya. Dalam
perekonomian harga pasar sebuah barang dapat mempengaruhi tingkat upah,
sewa, bunga, dan laba atas pembayaran faktor-faktor produksi (tenaga kerja,
tanah, kapital, dan kewiraswastaan). Cara tersebut sudah menjadi suatu pengatur
dasar pada sistem perekonomian secara keseluruhan karena mempengaruhi
alokasi sumber daya yang ada. Sedangkan dalam perusahaan, harga suatu barang
merupakan faktor penentu bagi permintaan pasarnya.
Dalam bukunya, Swastha (2002: 154) menyatakan bahwa untuk
menetapkan metode penetapan harga yang didasarkan pada biaya dapat dilihat
dari bentuk yang paling sederhana, yaitu sebagai berikut:
a. Cost-Plus Pricing Method
Dalam metode ini penjual menetapkan harga jual untuk satu unit barang
yang besarnya sama dengan jumlah biaya per unit ditambah dengan suatu
jumlah untuk menutup laba yang diinginkan (disebut marjin) pada unit
tersebut; formulanya dapat dilihat :
b. Mark-Up Pricing Method
Variasi lain dari metode cost-plus adalah mark-up pricing method yang
banyak dipakai oleh para pedagang. Mark–up merupakan kelebihan harga jual
diatas harga belinya. Pedagang yang membeli barang dagangan akan
menentukan harga jualnya setelah menambah harga beli dengan sejumlah
mark-up, formulanya dapat dilihat:
BIAYA TOTAL + MARJIN = HARGA JUAL
29
Pada umumnya penjual memiliki menerapkan tujuan dalam menetapkan
harga. Tujuan tersebut adalah:
a) Mendapatkan laba maksimum. Makin besar daya beli konsumen semakin
besar pula kemungkinan bagi penjual untuk menetapkan tingkat harga yang
lebih tinggi.dengan demikian penjual mempunyai harapan untuk mendapatkan
keuntungan maksimum sesuai dengan kondisi yang ada.
b) Mendapatkan pengembalian investasi yang ditargetkan atau pengembalian
pada penjualan bersih. Harga yang dapat dicapai dalam penjualan
dimaksudkan pula untuk menutup investasi secara berangsur-angsur.
c) Mencegah dan mengurangi persaingan. Hal ini dapat dilakukan apabila para
penjual menawarkan barang dengan harga yang sama.
d) Mempertahankan atau memperbaiki market share. Memperbaiki market share
dapat dilakukan bila kemampuan dan kapasitas produksi masih cukup longgar.
Dalam hal ini harga merupakan faktor yang sangat penting.
3. Marjin Pemasaran
Makna marjin adalah selisih keuntungan yang diterima seseorang dari
kegiatan jual beli ynag dilakukan oleh pedagang dengan konsumennya. Dalam
penelitian Risnawati (2005, 23); marjin pemasaran adalah perbedaan harga yang
diterima oleh produsen (pemulung) dengan harga yang dibayarkan oleh konsumen
akhir, dimana dalam hal ini ialah pengepul barang rongsok yang memberikan
harga jual kepada para pemulung barang rongsok.
HARGA BELI + MARK UP = HARGA JUAL
30
Dalam penelitian Risnawati (2005: 23), marjin disetiap tingkat pemasaran
digunakan rumus Limbong dan Sitorus. Rumus tersebut adalah:
dimana,
M = marjin pemasaran (Rp/Kg)
Hj = harga jual (Rp/Kg)
Hb = harga beli (Rp/Kg)
Dalam penelitian Risnawati (2005: 24), dan dikutip pula karangan Tomek
dan Robinson (1989) serta Harsoyo (2000: 46) definisi marjin pemasaran adalah
sebagai berikut:
i. Perbedaan harga antara harga yang dibayar konsumen (pengepul) dengan
harga yang diterima oleh produsen (pemulung).
ii. Kumpulan balas jasa yang diterima oleh jasa pemasaran sebagai akibat adanya
permintaan dan penawaran.
Besar kecilnya marjin pemasaran sering digunakan sebagai kriteria untuk
penilaian apakah pasar sudah efisien atau belum efisien. Tingginya marjin dapat
disebabkan oleh berbagai faktor yang berpengaruh dalam proses kegiatan
pemasaran antara lain, ketersediaan fasilitas fisik pemasaran yaitu: pengangkutan,
penyimpanan (gudang), pengolahan (daur ulang barang rongsok), dan lain-lain.
4. Elastisitas Transmisi Harga
Elastisitas (harga) menunjukkan bagaimana reaksi pembeli (dalam hal
jumlah yang mau dibeli) bila ada perubahan harga, atau peka tidaknya jumlah
M = Hj - Hb
31
yang mau dibeli terhadap perubahan harga. Agar dapat dibandingkan, dua-duanya
dinyatakan dalam % (Gilarso, 2001: 51). Dalam penelitian Risnawati (2005), dan
dikutip pula karangan George dan King (1971) dalam penelitian Harsoyo (2000:
58) mendefinisikan elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif
harga ditingkat produsen (Pf = harga yang diterima pemulung sebagai pencari
barang rongsok) terhadap perubahan relatif harga ditingkat pengecer (Pr = harga
yang diterima pengepul sebagai pembeli barang rongsok dari pemulung).
Pengertian ini erat kaitannya dengan anggapan bahwa marjin tata niaga atau
marjin pemasaran merupakan akibat dari adanya permintaan turunan (derived
demand) dari pedagang eceran (pembeli barang rongsok yaitu pengepul) kepada
produsen (para pemulung barang rongsok). Secara matematik elastisitas transmisi
harga dapat dirumuskan:
r
f
f
r
ff
rr
PP
dPdP
PdPPdPEt ×==
//
dimana,
Et = elastisitas transmisi harga
dPr = perubahan harga ditingkat pengepul
dPf = perubahan harga ditingkat pemulung
Pr = harga ditingkat pengepul
Pf = harga ditingkat pemulung
Dalam penelitian Risnawati (2005: 27) serta dikutip pula karangan
Harsoyo dan Teguh (2000 & 2001) menunjukkan jika nilai elastisitas transmisi
harga bernilai positif dan mendekati angka satu (1) mengidentifikasikan bahwa
32
perubahan-perubahan harga yang ada di pasar ditransmisikan secara baik, begitu
juga sebaliknya jika diperoleh elastisitas transmisi harga pasar negatif maka
mengidentifikasikan bahwa perubahan-perubahan harga yang ada dipasar tidak
ditransmisikan secara baik.
F. Penelitian Sebelumnya
1. a. Judul Penelitian: Analisis Pemasaran Salak Pondoh di Kecamatan Turi,
Kabupaten Sleman. Penulis: Susila (90 224 063)
Prodi: PDU; Tahun: 1997. Univeristas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Subjek: para petani salak di Kec. Turi, Kab. Sleman dan para pedagang
pedagang buah salak.
Sampel: 60 petani salak.
Lokasi: Kec. Turi, Kab. Sleman. DIY.
c. Variabel Penelitian: Variabel penelitian ini adalah: harga jual dan biaya
pemasaran yang dinyatakan dalam Rp/Kg.
d. Teknik Analisis Data: Teknik analisis data menggunakan analisys of
variance.
e. Kesimpulan: (1) Petani salak pondoh dalam memasarkan hasil buah salak
dihadapkan dalam tiga pilihan, yaitu pedagang grosir, pengumpul, dan
pengecer. (2) Tingkat efisiensi pemasaran untuk pemasaran grosir = 5.6%.
(3) Tingkat efisiensi pemasaran untuk pedagang pengumpul = 14.7%. (4)
Tingkat efisiensi pemasaran untuk pedagang eceran = 2.07%
2. a. Judul Penelitian: Analisis jalu-jalur pemasaran salak pondoh di Kec. Turi
33
Kab. Sleman Yogyakarta. Penulis: Yosefine Dwi Andayani BW
(991324011). Tahun: 2005. Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Subjek: para petani dan pedagang salak pondoh di Kec. Turi.
Sampel: dipilih 2 orang sampel petani sesuai dengan karakteristik yang
telah ditentukan kemudian 2 orang petani akan memilih pedagang untuk
dijadikan sampel berikutnya, demikian seterusnya samapai dengan
pedagang pengecer.
Lokasi; Kec. Turi Kab. Sleman Yogyakarta.
c. Variabel penelitian: harga jual dan biaya pemasaran yang dinyatakan
dalam Rp/Kg.
d. Teknik analisis data: untuk menganalisis dengan cara menghubungkan
barang produsen (salak pondoh) yang telah siap dipasarkan atau
disalurkan ke konsumen. Untuk menghitung besarnya marjin pemasaran
adalah dengan menggunakan konsep farmer’s share (bagian dari harga
konsumen yang telah diterima oleh petani, dinyatakan dalam persentase.
e. Kesimpulan: (1) jalur pemasaran yang dilalui petani salak terdapat antara
pada saat musim panen dan pada saat tidak musim panen, proses distribusi
menggunakan jasa para perantara pengepul supaya lebih mudah,
menghemat waktu dan biaya transportasi. (2) marjin pemasaran masih
dalam batas wajar, karena jarak pemasaran dekat dan tidak mengeluarkan
biaya yang mahal, jalur pemasaran relatif panjang farmer’s share tetap
tinggi yaitu dari tingkat petani skala produksi besar 80,09% dari tingkat
produksi skala produksi sedang 84,35%, dan dari tingkat petani skala
34
produksi kecil 86,09%. (3) perubahan harga salak pondoh ditransmisikan
ketingkat petani dengan baik.
3. a. Analisis marjin pemasaran susu sapi perah di Kec. Pakem, Kab. Sleman
Yogyakarta. Penulis: Ratna Risnawati (001324047). Tahun: 2005.
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Subjek: para peternak dan pedagang susu sapi perah di Kec. Pakem.
Sampel: jumlah sampel bersifat homogen. Untuk sampel pedagang dipilih
2 orang sampel peternak sesuai dengan karakteristik yang telah ditentukan
kemudian 2 orang peternak akan memilih pedagang untuk dijadikan
sampel berikutnya, tujuannya untuk menuntut jalur pemasaran susu sapi
perah dan menganalisis margin susu sapi perah.
Lokasi: Kec. Pakem Kab. Sleman Yogyakarta.
c. Variabel: harga jual peternak suau sapi perah dan biaya pemasaran yang
dinyatakan dalam Rp/ liter.
d. Teknik analisis data: untuk menganalisis dengan cara menghubungkan
barang produsen (susu sapi perah) yang telah siap dipasarkan atau
disalurkan ke konsumen. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga
ditingkat produsen (harga beli atau Pf) dengan harga ditingkat konsumen
(harga jual atau Pr).
e. Kesimpulan: (1) kegiatan dari pemindahan susu dari peternak produsen
sampai ke konsumen merupakan kegiatan yang asangat penting dari
peternakan susu sapi perah. (2) biaya pemasaran dari kedua jalur yaitu
jalur loper dan pedagang pengecer karena harus mengantar ke rumah
35
tangga konsumen. (3) analisis marjin pemasaran susu sapi perah dalam
setiap tahap masih dalam batas wajar, jalur pemasaran relatif panjang
farmer’s share tetap rendah yaitu 47.86% dan 26.8% bebeda lagi pada
jalur pemasaran susu sapi perah ke koperasi langsung terlihat bahwa
farmer’s share cukup tinggi yaitu 83.75%.
G. Kerangka Pemikiran
Dalam melakukan penelitian ini dan untuk menjawab berbagai masalah
dari penelitian ini, pola pikir dari peneliti sangat penting. Pola pikir dapat
mempermudah cara-cara yang akan ditempuh dalam penelitian. Pola pikir juga
disebut dengan kerangka pemikiran. Kerangka pemikiran ini untuk menjawab
rumusan masalah sebagai berikut: jalur distribusi pemasaran barang rongsok,
distribusi marjin barang rongsok, transmisi harga yang terjadi dalam ditrisbusi
pemsaran barang rongsok. Hal ini dipengaruhi karena jumlah populasi penduduk
yang semakin bertambah dan pola gaya hidup masyarakat yang tidak pernah puas
dan memiliki tingkat konsumsi tinggi terhadap suatu produk yang menimbulkan
pemborosan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
Sementara itu barang rongsok yang ada sudah melambung tinggi
mengakibatkan pencemaran lingkungan serta merusak sumber daya alam yang
ada. Meskipun disisi lain barang rongsok memiliki nilai jual yang tinggi sangat
menguntungkan bagi para pencari barang rongsok. Dalam hal ini pengelolaan
barang rongsok yang dilakukan seluruh lapisan secara efisien sangat diperlukan
untuk memperbaiki kondisi alam yang semakin parah karena ulah manusia. Untuk
36
itu distribusi pemasaran barang rongsok sangat diperlukan dalam kegiatan
ekonomi sebagai upaya penghematan energi sekaligus sebagai lahan untuk bisnis.
Gambar II.2. Kerangka Pemikiran
Distribusi Pemasaran Barang Rongsok
Jalur Distribusi Pemasaran
Marjin Distribusi Pemasaran
Elastistas Transmisi Harga
37
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
1. Deskriptif
Penelitian deskriptif tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesis
tertentu tetapi hanya menggambarkan “apa adanya” tentang sesuatu
variabel, gejala atau keadaan (Arikunto, 2003: 310). Dalam penelitian ini
peneliti tidak ingin menghubungkan variabel yang satu dengan variabel
yang lain, tetapi hanya ingin mengetahui keadaan masing-masing variabel
secara lepas.
2. Studi kasus
Studi kasus merupakan suatu penelitian yang mendalam mengenai
unit sosial tertentu yang menghasilkan gambaran yang berlaku untuk
jangka waktu tertentu karena pengumpulan data dan analisis data
dilakukan pada waktu tertentu.
Dalam penelitian ini kegiatan yang dilakukan penelitian adalah
wawancara langsung dengan para pengepul barang rongsok yang terkait
dengan masalah yang diteliti.
38
B. Lokasi, Alasan Pemilihan Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Lokasi yang dijadikan daerah penelitian untuk pengepulan barang rongsok
adalah Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
2. Alasan Pemilihan Lokasi
Pertimbangan memilih lokasi tersebut karena ada dua alasan. Pertama,
alasan subyektif karena lokasi dekat dengan tempat tinggal. Kedua, alasan
obyektif karena Kecamatan Depok daerahnya luas dan populasi tinggi
sehingga banyak barang yang kemungkinan tidak dipakai kembali.
3. Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan pada tanggal 3 April sampai 2 Mei 2008.
C. Subyek dan Obyek Penelitian
1. Subyek Penelitian
Subyek penelitian adalah bagian yang terlibat dan terkait dalam penelitian
(orang-orang yang dijadikan responden). Subyek penelitian dalam hal ini
adalah para pengepul barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman
Yogyakarta.
2. Obyek Penelitian
Obyek dalam penelitian ini adalah:
a. Jalur-jalur pemasaran barang rongsok
b. Distribusi marjin pemasaran barang rongsok
c. Transmisi harga barang rongsok
39
D. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiria atas obyek atau
subyek yang mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan
(Sugiyono, 2000: 55).
Populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh pengepul barang rongsok
di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta sebanyak 80 pengepul.
2. Sampel Penelitian
Sampel adalah sebagian jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Bila populasi besar, dan peneliti tidak mungkin
mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya keterbatasan dana,
tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan sampel yang diambil
dari populasi itu. Untuk itu sampel yang diambil harus benar-benar
mewakili (Sugiyono, 2000: 57).
Dalam penelitian ini penelitian mengambil sampel sebesar 50% dari
jumlah populasi yaitu 40 pengepul. Alasannya adalah karena faktor
pertimbangan (Sutrisno, 1987: 221). Seperti barang-barang yang ada di
pengepul rata-rata sama (besi dan plastik), jumlah pengepul cukup banyak,
menghemat waktu, biaya, dan tenaga. Kenyataan yang terjadi diperoleh 20
orang pengepul atau 25 % dari populasi.
40
3. Teknik Pengambilan Sampel
Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel menggunakan
sampling aksidental. Sampling aksidental adalah teknik penentuan sampel
berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan bertemu
dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang
yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono,
2005:60).
E. Batasan Istilah, Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran
1. Batasan Istilah
a. Pemasaran adalah suatu kegiatan usaha yang mengarahkan aliran
barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan para pembeli dan
penjual.
b. Saluran distribusi untuk suatu barang (saluran perdagangan) adalah
saluran yang digunakan oleh produsen untuk menyalurkan barang-
barang tersebut dari produsen sampai ke konsumen atau pemakai
industri
c. Harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa barang kalau mungkin)
yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah kombinasi dari barang
serta pelayanannya.
d. Penetapan harga merupakan metode untuk menentukan harga barang
yang ingin diperjualbelikan.
41
e. Marjin pemasaran harga adalah jumlah uang (ditambah beberapa
barang kalau mungkin) yang dibutuhkan untuk mendapatkan sejumlah
kombinasi dari barang serta pelayanannya.
f. elastisitas transmisi harga sebagai nisbah perubahan relatif harga
ditingkat produsen (Pf = harga yang diterima pemulung sebagai
pencari barang rongsok) terhadap perubahan relatif harga ditingkat
pengecer (Pr = harga yang diterima pengepul sebagai pembeli barang
rongsok dari pemulung)
2. Variabel Penelitian dan Cara Pengukuran
Variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Harga jual barang rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta,
dinyatakan dalam Rp/mobil meliputi:
i. Harga jual dari pemulung kepada pengepul
ii. Harga jual dari pengepul kepada pedagang besar (bandar).
b. Biaya-biaya pemasaran (modal) yang dinyatakan dalam Rp/mobil
meliputi:
i Biaya Sewa Mobil (truck)
ii Biaya Makan Karyawan
iii Biaya Gaji Karyawan
F. Data yang dibutuhkan
Berdasarkan variabel-variabel yang ada dalam penelitian ini, maka data
yang akan dicari adalah data primer dan data sekunder.
42
a) Data primer adalah data yang diambil langsung dari subyek penelitian.
Dalam penelitian Dwi Andayani (2005: 27) data primer yang dibutuhkan
untuk jenis penelitian ini terdiri dari data cross-section dan data time-
series.
1. Data cross-section yaitu data yang dikumpulkan pada suatu titik
waktu, seperti snap shot (potret) pada waktu tertentu. Data yang
berbentuk cross-section diperoleh dari wawancara yang dilakukan
dengan menggunakan kuesioner (pedoman wawancara) pada para
pengepul barang rongsok. Data cross-section ini merupakan data yang
dibutuhkan dalam analisis jalur-jalur pemasaran dan distribusi marjin.
Adapun data itu adalah:
a. Tingkat harga beli yang dikeluarkan oleh pengepul barang
rongsok.
b. Tingkat harga jual yang dikeluarkan oleh pengepul barang
rongsok.
c. Besar kecilnya biaya-biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh
pengepul, meliputi:
i Biaya Sewa Mobil
ii Biaya Makan Karyawan
iii Biaya Gaji Karyawan
2. Data time-series yaitu data yang secara kronologis disusun untuk suatu
variabel tertentu. Data ini digunakan untuk melihat pengaruh
perubahan dalam rentang waktu tertentu. Data yang dibutuhkan dalam
43
penelitian ini adalah harga barang rongsok. Data ini dibutuhkan dalam
elastisitas transmisi harga barang rongsok.
b) Data Sekunder adalah data yang diambil dengan membaca atau mencatat
dari instansi-insatansi terkait (untuk memperoleh data yang berkaitan
dengan gambaran umum wilayah penelitian).
G. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah
wawancara. Wawancara adalah metode pengumpulan data dengan cara tanya
jawab yang dilakukan secara sistematis berdasarkan pada tujuan penelitian.
Wawancara dilakukan pada pengepul barang rongsok di Kecamatan Depok
Sleman Yogyakarta.
H. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data deskriptif, yaitu
suatu penelitian yang mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap
obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya
(Sugiyono, 2005: 21).
1. Untuk menganalisis rumusan masalah pertama tentang sistem jalur
distribusi pemasaran barang rongsok yaitu dengan cara menghubungkan
keterkaitan antara pemulung, pengepul, dan bandar barang rongsok
ataupun pabrik daur ulang dalam penyaluran barang rongsok sebagai
bahan daur ulang.
44
2. Marjin pemasaran adalah perbedaan harga ditingkat (harga beli atau Pf)
dengan (harga jual atau Pr). Marjin pemasaran terdiri dari biaya dan
keuntungan dari penjualan maupun pembelian barang rongsok. Dalam
Harsoyo, 2000: 62-64) yang dikutip oleh Dwi Andayani (2005)
menyatakan bahwa untuk menghitung besarnya marjin pemasaran adalah
sebagai berikut:
iiI
iii
CMPfMπ+=
−= Pr
dimana:
Mi = marjin pemasaran pada saluran pemasaran
Pri = harga jual barang rongsok
Pfi = harga beli barang rongsok
Ci = biaya pemasaran barang rongsok
iπ = keuntungan pemasaran barang rongsok
dengan demikian total marjin pemasaran (M) adalah:
∑−
=n
iiMM
1
Konsep marjin pemasaran erat kaitannya dengan collector share.
Collector share merupakan bagian dari harga yang diterima oleh
pemulung dan pengepul, yang dinyatakan dalam presentase. Hal ini
berguna untuk mengetahui harga yang berlaku ditingkat pengepul barang
rongsok.
Untuk menghitung collector share digunakan rumus:
L = Hp/He x 100%
45
Keterangan:
L = collector share
Hp = harga di tempat pengumpul ataupun pemulung (Rp/Kg)
He = harga akhir ditingkat pabrik daur ulang (Rp/Kg)
Dalam penelitian Yosefine 2005, (Harsoyo, 2000: 63), menyatakan
rumusan untuk collector share komoditi barang rongsok cukup sederhana
adalah:
%100Pr
×=PfCs
dimana:
Cs = bagian harga barang rongsok yang terima pemulung
Pf = harga barang rongsok pada tingkat pemulung
Pr = harga barang rongsok yang diterima pengepul
Konsep pengukuran satuan dalam analisis ini adalah sebagai berikut:
a. Marjin pemasaran dihitung berdasarkan perbedaan harga beli dengan
harga jual yang dinyatakan dalam Pr/Kg.
b. Tingkat harga beli dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan yang
dinyatakan dalam Rp/Kg.
c. Tingkat harga jual, dihitung berdasarkan harga rata-rata penjualan
yang dinyatakan dalam Rp/Kg.
Untuk perhitungan biaya dan marjin pemasaran barang rongsok
secara terperinci dapat dilihat dalam tabel di bawah ini:
46
Tabel III.2. Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran Barang Rongsok di Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta
No. Uraian Nilai
(Rp/mobil)
Pangsa Harga
Eceran (%) 1. Pemulung/Pegumpul:
Harga beli pemulung/pengumpul xxx xxx2. Pengepul:
Harga beli pengepul Biaya Sewa Mobil Biaya Makan Karyawan Biaya Gaji Karyawan HPP Pengepul Marjin keuntungan pengepul Harga Jual Pengepul
xxxxxxxxxxx
xxxxxx
xxxxxxxxxx
xxxxxx
3. Pedagang Besar / Pabrik: Harga beli pedagang besar xxx xxx
3. Untuk menganalisis elastisitas transmisi harga yang terjadi di setiap
kegiatan pemasaran digunakan rumus (Harsoyo, 2000: 58-59), dalam
penelitian Dwi Andayani (2005, 32-33):
⎥⎦⎤
⎢⎣⎡⎥⎦
⎤⎢⎣
⎡==
PrPr
/PrPr/ Pf
dPfd
PfdPfdEt
dimana:
Et = Elastisitas transmisi harga
dPr = Perubahan harga barang rongsok di tingkat pengepul
dPf = Perubahan harga barang rongsok di tingkat pemulung
Pr = Harga barang rongsok di tingkat pengepul
Pf = Harga barang rongsok di tingkat pemulung
47
Jika, Et = 1, maka kepekaan perubahan nisbi harga di tingkat pemulung
sama dengan perubahan nisbi harga ditingkat pengepul.
Et > 1, maka kepekaan perubahan nisbi harga ditingkat pemulung
lebih besar dari pada perubahan nisbi harga di tingkat
pengepul.
Et < 1, maka kepekaan perubahan nisbi harga ditingkat pemulung
lebih kecil dari pada perubahan nisbi harga di tingkat
pengepul.
Elastisitas transmisi harga tersebut dapat diperkirakan dengan
menggunakan model regresi linear sederhana yang merupakan persamaan
hubungan harga barang rongsok pada suatu tingkat pemasaran tertentu
dengan harga barang rongsok pada tingkat persamaan berikutnya adalah
sebagai berikut:
Pf = a + bPr
Sehingga, Et = (1/b) (Pf/Pr)
48
BAB IV
GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
A. Keadaan Lokasi Umum Penelitian
1. Keadaan Geografis
Kecamatan Depok Terdiri dari tiga Kelurahan, yaitu Kelurahan
Condong Catur, Kelurahan Catur Tunggal, dan Kelurahan
Maguwoharjo. Tinggi pusat pemerintahan wilayah Kecamatan
Depok dari permukaan laut adalah 140 m. Sedangkan suhu
maksimum atau minimum wilayah ini yaitu 35,00 / 22 C. Adapun
jumlah hari dengan curah hujan terbanyak yaitu 124 hari dan
banyaknya curah hujan adalah 2.437 mm/Tahun. Bentuk wilayah ini
adalah datar sampai berombak.
Batas wilayah Kecamatan Depok:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Ngaglik
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kalasan
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Gondokusuman
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Mlati.
Jarak pusat pemerintahan wilayah Kecamatan Depok adalah:
a. Desa atau kelurahan terjauh 5 Km dengan jarak tempuh 15
menit;
b. Pusat kedudukan wilayah kerja pembantu Bupati atau
Walikotamadya adalah 8 Km dengan jarak tempuh 30 menit;
49
c. Ibukota Kabupaten adalah 10 Km dengan jarak tempuh 30 menit;
d. Pusat kedudukan kota admisnistratif yaitu 0 Km dengan jarak
tempuh 0 menit;
e. Pusat kedudukan wilayah kerja pembantu Gubernur adalah 0 Km
dengan jarak tempuh 0 menit;
f. Ibukota Propinsi adalah 4 Km dengan jarak tempuh 15 menit.
2. Luas Wilayah dan Penggunaannya
Luas keseluruhan wilayah kecamatan depok seluruhnya
mencapai 2.687,6485 Ha. Rata-rata luas tanah pertanian yang
diusahakan penduduk adalah 0,1000 Ha. Pola penggunaan wilayah
Kecamatan Depok pada tahun 2007 ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 3. Pola Penggunaan Tanah Kecamatan Depok
No Keterangan Luas (Ha) 1.
2.
3.
4.
Tanah Sawah a. Irigasi Teknis b. Irigasi Setengah Teknis c. Irigasi Sederhana
Tanah Kering a. Pekarangan/Bangunan b. Tegal/Kebun
Tanah Basah a. Balong/Empang/Kolam
Tanah Keperluan Fasilitas Umum a. Lapangan Olahraga b. Taman Rekreasi c. Kuburan
608,0000 171,9100 385,9500 50,1400 2.051,2200 1.735,9500 315,2700 5.1575 5.1575 23.2710 7.4000 3.0000 12.8710
Jumlah Seluruhnya 2.687,6485 Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007.
50
B. Keadaan Demografi
1. Jumlah dan Kepadatan Penduduk
Kecamatan Depok pada tahun 2007 mempunyai penduduk 120.641
jiwa, yang terpencar pada 34.627 kepala keluarga. Berdasarkan
jenis kelamin, jumlah penduduk terdiri dari 62.437 jiwa laki-laki
dan 58.204 jiwa perempuan. Berdasarkan Kewarganegaraan,
jumlah penduduk terdiri dari 62.342 jiwa WNI laki-laki, 58.107
jiwa WNI perempuan, 95 jiwa WNA laki-laki, dan 97 WNA
perempuan. Sedangkan Jumlah pencari kerja 4.912 jiwa pencari
kerja laki-laki dan 5.224 jiwa pencari kerja perempuan.
2. Jumlah Penduduk berdasarkan Agama atau Penghayatan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
Mayoritas penduduk Kecamatan Depok beragama Islam.
Walaupun berbeda agama masyarakat Kecamatan Depok tetap
hidup rukun dan saling menghormati antara pemeluk agama yang
satu dengan yang lain. Untuk lebih jelasnya jumlah penduduk
menurut agama atau penghayatan kepercayaan kepada Tuhan Yang
Maha Esa ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 4. Jumlah Penduduk Kecamatan Depok Menurut Agama
No. Keterangan Jumlah (jiwa) 1.
Penduduk menurut Agama 1. Islam 2. Katholik 3. Protestan 4. Hindu 5. Budha
120.641 102.219 8.384 8.408 1.158 472
51
2. Penganut Aliran Kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa
290
Jumlah Keseluruhan 241.572 Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
3. Jumlah Penduduk Menurut Usia
Data jumlah penduduk menurut usia di Kecamatan Depok
dapat di lihat berdasarkan klasifikasi umur berikut ini:
a. Kelompok usia perkembangan
0 - 6 tahun : 10.030 orang
7 – 12 tahun : 11.527 orang
13 – 18 tahun : 16.877 orang
19 – 24 tahun : 33.260 orang
25 – 55 tahun : 39.090 orang
56 – 79 tahun : 6.731 orang
80 tahun ke atas : 3.126 orang
b. Kelompok usia pendidikan
0 - 4 tahun : 9.262 orang
5 - 9 tahun : 7.922 orang
10 – 14 tahun : 7.657 orang
15 – 19 tahun : 17.190 orang
20 – 24 tahun : 28.740 orang
25 – 29 tahun : 14.628 orang
30 – 34 tahun : 9.616 orang
35 – 39 tahun : 8.090 orang
40 tahun ke atas : 16.936 orang
52
c. Kelompok usia tenaga kerja
0 - 4 tahun : 8.578 orang
5 - 9 tahun : 22.285 orang
17 – 25 tahun : 43.285 orang
26 – 55 tahun : 36.649 orang
56 tahun ke atas : 9.844 orang
Dari klasifikasi umur di atas dikategorikan bahwa
kelompok usia pertama adalah kelompok usia pertumbuhan dan
perkembangan, kelompok usia kedua adalah kelompok usia
pendidikan, sedangkan kelompok usia ketiga adalah kelompok usia
tenaga kerja. Hal ini terlihat dari perbandingan antara jumlah usia
dari tiga kelompok di atas.
4. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
Mata pencaharian penduduk Kecamatan Depok
menggambarkan aktivitas penduduk setempat dalam usaha
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, baik sebagai petani, buruh
tani, pengusaha atau pedagang, pegawai negeri maupun pegawai
swasta. Karena berada di daerah agraris dan dekat dengan pusat
kota, maka sebagian penduduk bermatapencaharian sebagai petani
dan pegawai, tetapi sebagian lagi bekerja disektor perekonomian.
Dalam hal ini pemulung dan pengepul tergolong dalam penduduk
yang bermatapencaharian sebagai pedagang, dimana mereka
memperjualbelikan barang-barang bekas atau rongsok.
53
Jumlah penduduk menurut mata pencaharian di Kecamatan
Depok ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 5. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian
No. Keterangan Jumlah (jiwa) 1. Petani
a. Petani Pemilik Tanah b. Petani Penggarap Tanah c. Buruh Tani
4.015 4.125 1.320
2. Pengusaha Besar / Sedang 54 3. Pengrajin / Industri Kecil 1.392 4. Buruh Industri 674 5. Buruh Bangunan 1.359 6. Pedagang (pemulung/pengepul) 2.340 7. Pengangkutan 52 8. Pegawai Negeri Sipil 6.260 9. ABRI 2.336 10. Pensiunan (PNS/ABRI) 2.196 11. Peternak
a. Sapi Perah b. Sapi Biasa c. Kerbau d. Kambing e. Domba f. Kuda g. Ayam h. Itik i. Lain-lain
2 (8 ekor) 263 ( - ) 1 (6 ekor) 84 (476 ekor) 72 (539 ekor) 3 (11 ekor) 2.239 (23.493 ekor) 30 (1.879 ekor) 17 (65.630 ekor)
Jumlah Keseluruhan 28.834 Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
Jumlah penduduk Kecamatan Depok yang berpendidikan
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama lebih banyak jika dibandingkan
dengan Sekolah Lanjutan tingkat Atas. Ini menunjukkan bahwa
tingkat pendidikan Kecamatan Depok kurang baik, meskipun tidak
melanjutkan ke SLTA maupun Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelas
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
54
Tabel IV. 6. Jumlah Penduduk Menurut Pendidikan
No. Keterangan Jumlah (jiwa) 1. Belum Sekolah 8.588 2. Tidak Tamat Sekolah 2.596 3. Tamat SD/Sederajat 39.805 4. Tamat SLTP/Sederajat 23.451 5. Tamat SLTA/Sederajat 23.348 6. Tamat Akademik/Sederajat 11.633 7. Tamat Perguruan Tinggi/Sederajat 11.072 8. Buta Huruf 148
Jumlah Keseluruhan 120.641 Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
6. Jumlah Pencari Kerja
Untuk mengurangi jumlah pengangguran, para angkatan kerja
laki-laki maupun perempuan berusaha untuk memperoleh
pekerjaan yang layak dengan penghasilan yang cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Di bawah ini terlihat
bahwa jumlah pencari kerja laki-laki lebih sedikit dibandingkan
dengan pencari kerja perempuan.
Untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel IV. 7. Jumlah Pencari Kerja di Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. 2.
Pencari kerja laki-laki Pencari kerja perempuan
4.912 orang 5.224 orang
Jumlah Keseluruhan 10.136 orang Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
55
C. Sarana dan Prasarana
1. Sarana Transportasi dan Komunikasi
Untuk memperlancar berbagai jenis kegiatan ekonomi ataupun
non ekonomi diperlukan sarana pendukung yang berupa fisik maupun
non fisik yang memadai. Sarana transportasi dan komunikasi sangat
berperan penting dalam pembangunan daerah. Tanpa adanya transportasi
dan komunikasi yang baik akan menyebabkan hubungan yang tidak
lancer dan perkembangan tidak berjalan baik, karena itu transportasi dan
komunikasi sangat penting dalam perkembangan suatu daerah atu
wilayah.
Lalu lintas yang digunakan di Kecamatan ini 100% melalui
darat. Lalu lintas melalui darat meliputi: 146.00 jalan aspal dengan
kondisi baik, 6.00 Km jalan diperkeras dengan kondisi baik, 53.00 Km
jalan tanah dengan kondisi baik dan sedang. Panjang jalan utama yang
dapat dilalui kendaraan roda 4 sepanjang tahun adalah 260.00 Km.
Sarana umum yang digunakan oleh penduduk di Kecamatan Depok
adalah sepeda motor (1.626 buah) dan delman (14 buah).
Sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi wilayah
Kecamatan ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 8. Sarana dan PrasaranaTransportasi dan Komunikasi
No. Keterangan Jumlah/Jarak 1. Prasarana jalan
a. Jalan Negara b. Jalan Propinsi c. Jalan Kabupaten / Kotamadya d. Jalan Desa
14,00 Km 14,00 Km 38,00 Km 267,00 Km
56
2. Prasarana jembatan a. Jembatan beton / batu / bata b. Jembatan besi c. Jembatan kayu
23 buah 1 buah 1 buah
3. Sarana Transportasi a. Sepeda b. Dokar / Delman c. Gerobag / Cikar d. Becak e. Kendaraan bermotor roda 3 f. Sepeda Motor g. Oplet / Mikrolet h. Taksi i. Mobil Dinas j. Mobil Pribadi k. Truck l. Bus Umum m. Bus Kota
15.926 buah 17 buah 386 buah 407 buah 6 buah 15.428 buah 246 buah 168 buah 149 buah 2.508 buah 286 buah 63 buah 46 buah
4. Sarana Komunikasi a. TV Umum b. Telepon Umum c. Kantor Pos / Pos Pembantu d. ORARI / KRAP e. Pemancar Radio f. Penduduk yang menggunakan fasilitas
listrik - Listrik PLN - Listrik Non PLN
g. Penduduk yang memakai air minum: - PAM - Badan Pengelola Air - Pompa Jet / Pompa Tangan - Sumur
4 buah 21 buah 6 buah 106 buah 4 buah 32.368 buah - 13.736 orang 12.867 orang 37.340 orang 58.439 orang
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
2. Sarana Pendidikan
Kecamatan Depok memiliki sarana pendidikan yang sangat
berkembang dan cukup memadai, walaupun dalam lingkup Kecamatan.
Untuk sarana pendidikan dapat dilihat pada tabel berikut:
57
Tabel IV. 9. Jumlah Lembaga Pendidikan Kecamatan Depok
NEGERI SWASTA No. Jenis
Pendidikan Gedung (buah)
Guru (orang)
Murid (orang)
Gedung (buah)
Guru (orang)
Murid (orang)
1. 2. 3. 4. 5.
TK SD SLTP SLTA Akademi
56 37 5 4 3
292 502 192 325 3.570
3.685 9.099 2.366 3.283 56.886
- 26 8 17 36
- 392 175 476 9.746
- 5.445 1.257 3.558 83.319
Jumlah 105 4.881 75.319 87 10.789 93.579 Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
3. Sarana Pengairan
Sebagai daerah yang dekat dengan daerah pegunungan merapi,
sudah tentu memiliki sarana pengairan yang memadai. Tujuannya adalah
untuk membantu kelancaran para petani dalam mengelola lahan
garapannya. Saluran air digunakan untuk air minum dan pengairan
sawah. Untuk lebih jelasnya jenis sarana pengairan yang ada di
Kecamatan Depok dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 10. Sarana Pengairan Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Waduk dengan kondisi: a. Baik b. Rusak dapat diperbaiki c. Rusak sama sekali DAM Kincir Air Pompa Air Sungai Bendung
- - - 2 buah - - 5 buah 6 buah
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
58
4. Sarana Perekonomian
Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sebagai tempat
bertemunya penjual dan pembeli dibutuhkan tempat khusus yang
menyediakan kebutuhan masyarakat.
Kecamatan Depok memiliki sarana perekonomian yang dapat
ditunjukkan dalam tabel berikut:
Tabel IV. 11. Sarana Perekonomian Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. Koperasi
a. Koperasi Simpan Pinjam b. Koperasi Unit Desa c. Badan Kredit Kecamatan d. Badan Pemeriksa Keuangan Daerah e. Badan-badan Kredit f. Koperasi Produksi g. Koperasi Lainnya
59 buah 1 buah 2 buah 3 buah 25 buah 36 buah 2 buah
2. Jumlah Pasar Selapan/Umum a. Umum b. Ikan
5 buah 1 buah
3. Pasar bangunan permanen/semi permanen 5 buah 4. Jumlah Toko 1.296 buah 5. Jumlah Kios 1.084 buah 6. Jumlah Warung 2.286 buah 7. Bank 28 buah 8. Stasiun Kapal Udara 1 buah 9. Stasiun Bus 1 buah 10. Stasiun Oplet/Bemo/Taxi 1 buah 11 Jumlah Telepon Umum 20 buah
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
5. Sarana Kesehatan
Pemerintah Kecamatan depok dengan segenap kemampuan
berusaha mensejahterakan masyarakat melalui beberapa unit usaha
kesahatan. Sedangkan menjadi peserta Keluarga Berencana adalah sudah
menjadi kebutuhan. Dengan demikian usaha untuk mewujudkan
59
masyarakat yang sehat dan dinamis akan tercapai sehingga menunjang
kelancaran pembangunan daerah.
Kecamatan Depok memiliki sarana kesehatan yang dapat
ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 12. Sarana Kesehatan Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. a. Rumah Sakit Umum Pemerintah
- Pengunjung yang sakit: Januari s/d Juni Juli s/d Desember b. Rumah Sakit Umum Swasta - Pengunjung yang sakit: Januari s/d Juni Juli s/d Desember
6 buah 275 orang 0 orang 2 buah 780 orang 0 orang
2. a. Rumah Sakit Bersalin/BKIA - Pengunjung yang sakit: Januari s/d Juni Juli s/d Desember b. Poliklinik/Balai Pengobatan - Pengunjung yang sakit: Januari s/d Juni Juli s/d Desember
6 buah 166 orang 0 orang 1 buah 124 orang 0 orang
3. Rumah Sakit Khusus a. Rumah Sakit Khusus Pemerintah
- Pengunjuna yang sakit: Januari s/d Juni
Juli s/d Desember
b. Rumah Sakit Khusus Swasta - Pengunjung yang sakit
Januari s/d Juni Juli s/d Desember
0 buah 0 buah 0 buah 1 buah 76 orang 0 buah
4. a. Puskesmas - Pengunjung yang sakit Januari s/d Juni Juli s/d Desember - Dokter - Perawat - Bidan
2 buah 107.569 orang 0 orang 13 orang 16 orang 13 orang
60
b. Puskesmas Pembantu - Dokter - Perawat - Bidan
4 buah 4 orang 1 orang 1 orang
5. Praktek Dokter - Dokter Umum - Dokter Anak - Dokter Kebidanan/Kandungan - Dokter Kulit/Kelamin - Dokter Ahli lainnya
84 orang 9 orang 7 orang 2 orang 20 orang
6. Dukun Khitan/Sunat - 7. Dukun Bayi 2 orang 8. Sanotarium - 9. Apotik/Depot Obat 28 buah 10. Panti Pijat 4 buah
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
6. Sarana Peribadatan
Untuk menunjang kelancaran masyarakat dalam beribadah,
maka dibangun sarana yang bertujuan memperlancar kegiatan beribadah
tanpa mengganggu pemeluk agama yang lain. Sarana peribadatan yang
terdapat di Kecamatan Depok adalah masjid, musholla, gereja, kapel,
dan kuil atau pura. Kecamatan Depok memiliki sarana peribadatan yang
dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel IV. 13. Sarana Peribadatan Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. Masjid 161 buah 2. Surau/Musholla 120 buah 3. Gereja 19 buah 4. Kapel 4 buah 5. Kuil/Pura -
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
61
7. Sarana Pariwisata
Sarana pariwisata yang ada di daerah ini digunakan oleh semua
pengunjung. Dengan adanya sarana ini, dapat menghibur masyarakat dan
mampu menghilangkan segala kepenatan dengan rekreasi. Selain itu
dengan sarana ini juga dapat meningkatkan pemasukan daerah demi
kelangsungan pembangunan dan kemajuan daerah.
Untuk itu Kecamatan Depok memiliki sarana pariwisata yang
dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel IV. 14. Sarana Pariwisata Kecamatan Depok
No. Keterangan Jumlah 1. Tempat Rekreasi
a. Taman b. Pantai c. Pemandian d. Hutan Lindung/Goa e. Tempat Pertunjukkan Kesenian
tradisional (Wayang, Kethoprak, dll)
f. Tempat Rekreasi lain (Alam, Sejarah)
g. Toko Cinderamata
8 buah 0 buah 10 buah 0 buah 1 buah 9 buah 14 buah
2. Kebudayaan/Kesenian a. Jumlah Perkumpulan
Kebudayaan/Sanggar Kesenian b. Jumlah Anggota Kebudayaan c. Jumlah Anggota Kesenian
72 buah 0 buah 764 buah
3. Bioskop 0 buah 4. Penginapan 34 buah 5. Restoran 33 buah
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
62
D. Organisasi Pemerintah Kecamatan Depok
Gambar IV. 3. Struktur Organisasi Pemerintah Kecamatan Depok
Penjelasan sebagai berikut:
Kecamatan Depok Kabupaten Sleman Yogyakarta, dipimpin oleh
seorang Camat. Camat dalam melakukan tugasnya dibantu oleh
Kelompok Jabatan Fungsional tugasnya membantu kinerja dalam
organisasi pemerintah kecamatan. Kelompok Jabatan Fungsional
membawahi Sekretariat Kecamatan, tugasnya membantu dalam
pelayanan kepada atasan (Camat dan Kelompok Jabatan Fungsional).
Dalam organisasi pemerintah kecamatan, Camat dibantu oleh
para seksi yaitu seksi pemerintahan, seksi keterampilan dan ketertiban,
seksi perekonomian dan pembangunan, seksi kesejahteraan masyarakat,
seksi pelayanan umum, dan seksi pajak retribusi.
SEKSI Kesejahteraan & Masya- rakat
SEKSI Pereko- nomian & Pemba- ngunan
SEKSI Keten- traman & Keter- tiban
SEKSI Peme- rintahan
SEKSI Pela- yanan Umum
SEKSI Pajak & Retri- busi
Kelompok Jabatan Fungsional Sekretariat
Kecamatan
CAMAT
63
BAB V
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini akan menyajikan analisis dan pembahasan terhadap data
yang telah diperoleh selama penelitian. Berdasarkan hasil wawancara dan
penelitian yang telah penulis lakukan, memperoleh data yang diperlukan untuk
menjawab masalah-masalah yang dikemukakan dalam BAB I. Dari banyaknya
jenis barang rongsok besi dan plastik, peneliti mengambil jenis besi B (paku dan
Campuran) dan plastik (hitam dan campuran), hal ini dikarenakan untuk
mempermudah proses penelitian serta pengolahan dan analisis data.
A. Deskripsi Sampel Pengepul
Jumlah pengepul yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah
sebanyak 40 pengepul. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik
sampling aksidental (kebetulan), dimana dalam Kecamatan Depok penulis
menemukan pengepul, maka pengepul itu dapat dijadikan sampel. Namun peneliti
hanya menemukan 20 pengepul dari 40 pengepul yang ada di Kecamatan Depok.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel V. 15. Indentitas Sampel Pengepul di Kecamatan Depok
No Nama Pengepul
Umur Pendidikan Jumlah Anggota Keluarga
Jumlah Karyawan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Wahyudi Taufik Minem Marsi Sutiyem Samino Kasiran Iip
32 th 40 th 40 th 45 th 47 th 38 th 36 th 35 th
SMU SMU SMP SD SD SD SMU SMU
4 4 3 7 4 3 2 2
8 10 2 - - - 12 8
64
9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Adi Samidi Darti Budi Eko Samiran Karso Ahmad Hasan Hamid Ida Sidik
37 th 45 th 38 th 39 th 42 th 46 th 41 th 39 th 43 th 44 th 38 th 28 th
SMU SMP SMU SMU SMU SMP SMP SMA SMA SMP SMA SMU
3 4 3 4 4 5 4 4 3 4 3 4
6 4 11 7 5 9 7 6 4 5 7 -
Sumber: Data Primer, Tahun 2008
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa para pemilik usaha pengepulan
tidak semuanya memiliki karyawan, namun hal itu tidak menjadi hambatan untuk
menjalankan usaha tersebut. Dari data tersebut dapat diketahui bahwa tingkat
pendidikan cukup mempengaruhi dalam menjalankan usaha pengepulan barang
rongsok. Jumlah lulusan SD, mereka tidak memiliki karyawan dan usaha tersebut
dijalankan dalam skala kecil yakni hanya dijalankan oleh keluarga. Sedangkan
para lulusan SMP dan SMA, mereka rata-rata memiliki karyawan meskipun
jumlahnya tidak terlalu banyak namun sudah bisa membuktikan bahwa mereka
sudah mampu menggaji tenaga kerja mereka. Semakin tinggi pendidikan
responden sangat berpengaruh terhadap daya pikir dalam menjalankan dan
mengembangkan usaha rongsok tersebut. Sehingga hal ini diharapkan dapat
mengelola pengepulan dengan lebih baik sehingga dapat meningkatkan
pendapatan yang akan diperoleh oleh para pemilik pengepulan atau juragan.
Pengalaman dalam menjalankan usaha ini, responden rata-rata 4 sampai
6 tahun lebih. Dengan demikian pengalaman yang sudah lama maka para
pengepul sudah mampu mengelola usaha pengepulan barang rongsok. Semakin
65
lama pengalaman menjalankan bisnis barang rongsok maka para pengepul akan
semakin mengetahui pangsa pasar dalam memperjualbelikan barang rongsok. Ada
beberapa responden yang dalam mengelola dan menjalankan usaha ini berawal
dari ikut saudara dan para rekan-rekannya maupun mencari informasi dari orang
lain yang berkaitan dengan bisnis ini untuk dapat diajak bekerjasama dalam
menjalankan usaha pengepulan barang rongsok. Sehingga dengan pengetahuan
dan bekal yang diperoleh maka mereka berani untuk mengelola dan
mengembangkan usaha pengepulan barang rongsok.
Pengepul (responden) memiliki pekerjaan pokok sebagai pengepul atau
yang sering dikenal dengan sebutan juragan barang rongsok. Meskipun para
pengepul tidak memiliki pekerjaan sampingan, namun usaha ini cukup
menjanjikan untuk kelangsungan hidup apabila dijalankan dengan baik dan serius.
Dengan keuntungan yang diperoleh, para pengepul tidak hanya memiliki satu
buah tempat pengepulan barang rongsok baik dalam satu daerah atau di daerah
lain. Semakin banyak relasi dengan para pengepul maka akan semakin mudah
menjalankan bisnis ini. Dengan demikian maka harus dijalin hubungan yang baik
antar pengepul yang satu dengan pengepul yang lain.
B. Analisis Jalur-jalur Pemasaran Barang Rongsok di Kecamatan Depok
Jalur pemasaran yang dimaksud adalah jalur-jalur yang menghubungkan
barang rongsok yang dikumpulkan ataupun yang diperoleh dan kemudian siap
untuk disalurkan di perusahaan atau pabrik daur ulang untuk dijadikan barang
daur ulang yang bisa dimanfaatkan kembali. Dimana dalam menghubungkan hasil
66
produksi tersebut diperlukan perantara-perantara untuk menyalurkan barang
rongsok tersebut untuk kemudian diolah. Dalam hal ini yang menjadi perantara
adalah para pengepul yang telah memiliki jaringan dengan para pengepul yang
lain. Perantara tersebut yaitu para pemulung yang langsung mencari barang
rongsok dari tempat pembuangan sampah. para pengumpul barang rongsok dari
para konsumen yang menjual barang rongsok kepada para pengumpul keliling,
kemudian disetor kepada tempat pengepulan dimana yang telah memberi modal,
kemudian disalurkan atau disetorkan kepada pihak yang mendaur ulang barang
rongsok tersebut (pabrik daur ulang). Dalam analisis ini secara berturut-turut akan
dibahas jalur pemasaran yang dilalui dalam pemasaran barang rongsok.
Jalur pemasaran yang dimaksud adalah jalur yang dilalui oleh pihak yang
terkait langsung dalam kegiatan penyaluran barang rongsok besi dan plastik
tersebut. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada para
responden, peneliti memperoleh informasi bahwa besi dan plastik memiliki
jenisnya masing-masing. Ada tiga jenis yang tergolong besi, yaitu besi cor, besi A
(beton), besi B (paku dan sejenisnya). Sedangkan yang tergolong jenis plastik
yaitu, plastik putihan (shampo dan sejenisnya), plastik warna (alat-alat RT),
plastik hitam (sejenis pot bunga).
Dari hasil penelitian dan wawancara, para pengepul memperoleh barang
rongsok besi dan plastik bervariasi. Ada tiga jenis jalur pemasaran dalam
melakukan distribusi pemasaran barang rongsok sampai ke tempat pabrik daur
ulang. Diantaranya diperoleh melalui para pemulung (mengelola dari tempat
67
pembuangan sampah), pengumpul (konsumen / RT), barter (sesama pengepul atau
juragan). Untuk lebih mudah dan jelas dapat dilihat gambar dibawah ini:
Gambar V. 4. Jenis Jalur Pemasaran I
Gambar di atas merupakan jenis jalur pemasaran I dalam distribusi
barang rongsok. Dimana pemulung mencari barang rongsok yang berupa besi dan
plastik maupun sejenisnya ditempat-tempat pembuangan samaph, berkeliling dari
satu tempat ke tempat lain, ataupun di tempat-tempat khusus mereka menemukan
barang rongsok kemudian jika sudah terkumpul maka para pemulung menjualnya
kepada pengepulan barang rongsok atau para juragan. Para pemulung mencari
barang rongsok dengan tangan terbuka, maksudnya mereka sama sekali tidak
mengeluarkan modal. Mereka hanya menggunakan karung dan sebatang alat
untuk mengambil barang dari tempatnya. Jika barang sudah terkumpul banyak
dari pihak pemulung, maka mereka menjualnya di tempat pengepulan kemudian
para pengepul akan menyetor atau menjual kembali barang rongsok tersebut
kepada perusahaan yang lebih besar atau pabrik daur ulang dan selanjutnya untuk
proses pengolahan produk daur ulang. Dalam hal ini pengepul berperan sebagai
pihak yang membeli barang rongsok dari para pemulung melalui pemulung itu
sendiri dengan menyetorkan barang rongsok yang diperolehnya. Biasanya para
pemulung sudah langganan dengan para juragan dalam menjual barang rongsok
tersebut.
Pemulung Pabrik Daur Ulang Pengepul
68
Gambar V. 5. Jenis Jalur Pemasaran II
Gambar di atas menunjukkan bahwa jenis jalur pemasaran atau jalur
distribusi yang diawali oleh pihak pengumpul yang berprofesi sebagai anak buah
dari pemilik tempat pengepulan atau juragan. Para pengumpul tersebut bekerja di
tempat pengepulan atau para juragan (pihak yang memberikan modal).
Pengumpul perhari diberi pegangan uang atau modal sebanyak ± 150.000,00
untuk sekali jalan atau sekali keliling. Pengumpul biasanya membeli barang-
barang rongsok dengan berkeliling disetiap rumah untuk mencarai barang
rongsok. Ada beberapa yang sudah memiliki pelanggan atau konsumen sehingga
mempermudah proses pengumpulan. Setelah itu, para pengumpul menyetor
barang yang diperolehnya kepada pengepul atau juragannya. Dalam hal ini para
pengepul tidak membeli barang rongsok dari para pengumpul. Apabila dalam
melakukan transaksi pembelian uang atau modal yang diberikan kepada para
pengumpul sisa maka dikembalikan, jika uang yang diberikan kurang maka
memakai uang pengumpul dulu kemudian pada saat penyetoran barang dinganti.
Penyetoran barang rongsok yang dilakukan oleh para pengumpul setiap hari
karena jam kerja mereka yaitu berangkat pagi pulang sore. Dengan demikian jika
barang rongsok di tempat pengepul sudah banyak maka juragan menyetornya
kepada pabrik daur ulang.
Pengepul Pengumpul
Pabrik Daur Ulang
69
Gambar V. 6. Jenis Jalur Pemasaran III
Gambar 6 di atas menunjukkan bahwa jenis jalur pemasaran yaitu
diawali dengan para pengumpul dan para pemulung yang telah melakukan
pengumpulan barang rongsok. Kemudian dalam langkah selanjutnya yang
dilakukan antara pengepul dengan pengepul adalah sistem barter dalam
melakukan bisnis barang rongsok maupun transakasi jual beli barang rongsok.
Sistem barter yang dilakukan bisa terhadap semua jenis barang. Jika barang-
barang sudah diperoleh dan terkumpul maka para pengepul tersebut siap untuk
menyetornya ke pabrik daur ulang. Jenis jalur pemasaran ini biasanya dilakukan
oleh para pengepul yang sudah mengenal baik para relasinya sehingga kecil
peluang untuk saling menipu. Salah satu pabrik daur ulang yang ada di Klaten,
Blabak, maupun pabrik daur ulang yang ada di Surabaya.
Dari hasil wawancara dan penelitian dengan para pengepul, dalam sehari
para pengepul rata-rata mampu memperoleh barang rongsok besi kurang lebih 150
Kg, sedangkan untuk barang plastik mampu memperoleh kurang lebih 75-125 Kg.
Lain halnya dengan para pengumpul yang mengumpulkan barang rongsok sedikit
demi sedikit, mereka dalam sehari mampu mengumpulkan kurang lebih 15 Kg
untuk besi dan 20 Kg untuk plastik. Sedangkan untuk para pemulung hanya
Pengepul Pengepul
Pabrik Daur Ulang
Pemulung
Pengumpul
70
mampu mengumpulkan kurang lebih sekitar 8 Kg untuk besi maupun plastik
(sudah termasuk tiga jenis besi maupun plastik).
Barang rongsok yang sudah diperoleh atau dibeli dari masing-masing
pihak pemulung, pengumpul, atau para juragan, menjual kembali barang rongsok
tersebut kepada supplier yang lebih besar, agen-agen tempat jual beli barang
rongsok, atau langsung ke pabrik (untuk pengepul). Bagi para pengepul atau
juragan, tidak setiap hari menyetor barang rongsok besi dan plastik ke pabrik daur
ulang, tetapi barang-barang tersebut dikumpulkan terlebih dahulu sampai banyak
(sekali angkut). Kadang dua minggu sekali atau bahkan sebulan sekali sehingga
jumlah barang rongsok besi dan plastik bisa mencapai kisaran 5 sampai 6 ton
untuk besi dan 2 sampai 3 ton untuk plastik. Sedangkan untuk sistem jalur
penjualan dan pembelian yang dilakukan oleh pihak pengumpul, pengepul,
maupun pabrik yaitu ada barang ada uang, sehingga dengan demikian sistem
pembayarannya adalah tunai.
C. Analisis Distribusi Marjin Pemasaran Barang Rongsok dan Harga yang
Diterima Pengepul
Marjin pemasaran yang dimaksud adalah selisih antara harga jual dan
harga beli barang rongsok besi dan plastik dalam melakukan proses pemasaran
barang rongsok . Sedangkan untuk marijn total adalah selisih harga ditingkat akhir
dan dalam hal ini adalah harga beli barang rongsok di pabrik daur ulang.
Dari hasil penelitian, untuk harga besi pada tanggal 3 April – 2 Mei 2008
mengalami perubahan meskipun perubahan yang terjadi tidak terlalu sering terjadi
71
dan tidak terlalu mencolok. Hal ini dikarenakan untuk jenis barang rongsok besi
dan plastik tidak memiliki pengaruh terhadap musim atau cuaca sehingga tidak
mengalami penyusutan dan dari hasil wawacara, perubahan harga juga ditentukan
oleh supplier (pabrik daur ulang). Namun yang menyebabkan harga turun yaitu
karena banyaknya stok barang rongsok yang ada di pabrik daur ulang sehingga
dengan demikian pabrik belum menerima setoran barang dari para pengepul.
Untuk sistem harga ditentukan dari pihak pemilik pengepulan atau
juragan sendiri yang menentukan atas dasar sistem kira-kira, namun sebagian
besar langsung terkait dengan perusahaan atau pabrik daur ulang. Tetapi
semuanya tetap ada hubungannya dengan pihak pabrik daur ulang, meskipun para
juragan menentukan sendiri namun dalam memperkirakan harga tetap sesuai
dengan patokan harga di pabrik daur ulang.
Dalam melakukan bisnis atau usaha pengepulan barang rongsok ada
beberapa biaya yang dikeluarkan oleh pihak juragan sebagai pihak pemilik tempat
pengepulan. Adapun fasilitas dan faktor pendukung bermanfaat untuk jangka
panjang. Diantarannya adalah tempat (gudang), alat-alat (gerobak dan sejenisnya).
Biaya yang dikeluarkan untuk sewa tempat (gudang) diperhitungkan selama
setahun, lain halnya dengan peralatan pendukung. Untuk alat-alat yang digunakan
diperhitungkan sampai ada kerusakan dari alat-alat tersebut, apabila kerusakan
bisa diperbaiki itu akan lebih baik karena mampu mengurangi biaya. Biaya sewa
tempat pertahun rata-rata Rp 3.000.000,00 sampai Rp 10.000.000,00. Sedangkan
untuk peralatan yang digunakan biaya yang dikeluarkan kurang lebih sekitar Rp
150.000,00 sampai Rp 200.000,00. Untuk penyetoran barang biaya sewa mobil,
72
pengepul mengeluarkan biaya mencapai Rp 250.000,00 untuk sekali angkut ke
pabrik. Namun biaya bisa lebih besar dikeluarkan apabila jarak tempuh pabrik
sangat jauh. Biaya makan karyawan pada saat meyetorkan barang mencapai Rp
100.000,- untuk 2-3 orang karyawan. Besarnya gaji karyawan pada saat
melakukan penyetoran barang mencapai Rp 100.000,00 sampai Rp 150.000,00.
Biasanya besi yang diangkut beratnya mencapai mencapai 5 sampai 6 ton, karena
besi tergolong berat. Sedangkan untuk plastik mencapai 2 sampai 3 ton, karena
plastik ringan. Selain itu barang yang diangkut tidak berdasarkan jenisnya
masing-masing tetapi untuk semua jenis barang rongsok yang terkumpul dipilah-
pilah dan disusun kemudian disetorkan kepada pabrik daur ulang untuk
pemrosesan produk daur ulang.
Untuk mengetahui biaya yang dikeluarkan pengepul, peneliti mengambil
salah satu responden yang dijadikan sebagai sumber untuk analisis biaya
perhitungan marjin pemasaran. Dalam hal ini biaya yang dikeluarkan adalah biaya
pada saat melakukan penyetoran barang ke pabrik daur ulang. Biaya-biaya
tersebut antara lain biaya sewa mobil, biaya makan karyawan, upah atau gaji
karyawan. Biaya yang dikeluarkan oleh pengepul tidak menentu, namun
disesuaikan berdasarkan jarak tempuh pabrik daur ulang. Perhitungan marjin
pemasaran barang rongsok besi B (paku dan sejenisnya) dan plastik (plastik
hitam) di Kecamatan Depok secara terperinci dapat ditunjukkan pada tabel berikut
ini:
73
Tabel V. 16. Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran Barang Rongsok Besi B (Paku dan Campur) di Kecamatan Depok
No.
Uraian Nilai
(Rp/mobil)Pangsa Harga
Eceran (%)
1. 2. 3.
Pengumpul/Pemulung: Harga Jual Pengumpul/Pemulung (Besi B) (Rp 3.000,- × 6 ton) Pengepul: Harga Beli Pengepul (Rp 3.000,- × 6 ton) Biaya Sewa Mobil Biaya Makan Karyawan Biaya Gaji Karyawan HPP Pengepul Marjin Keuntungan Pengepul (Rp 24.000.000,00 – Rp 18.000.000,00) Harga Jual Pengepul (Rp 4.000.- × 6 ton) Pabrik daur ulang: Harga Beli Pabrik daur ulang (Rp 4.000,- × 6 ton)
18.000.000 18.000.000 250.000 100.000 150.00018.500.000 5.500.000 24.000.000 24.000.000
75 75 1.04 0.41 0.62 77.08 22.92 100 100
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2008
Dari tabel di atas kita dapat melihat harga beli dan harga jual besi B
secara berturut-turut dari tingkat pengumpul ataupun pemulung yaitu Rp
18.000.000,- per mobil, tingkat pengepul Rp 21.000.000,- per mobil, tingkat
pabrik daur ulang Rp 24.000.000,- per mobil. Dimana terlihat bahwa harga jual
dan harga beli besi B (paku dan campuran) di tingkat pabrik daur ulang dan
pengepul lebih tinggi dibandingkan harga jual dan harga beli besi B di tingkat
pengepul dan di tingkat pemulung ataupun pengumpul.
Dari perbandingan antara harga jual dan harga beli besi B kita dapat
melihat marjin keuntungan yang dinikmati oleh pengepul. Ternyata setelah
dikurangi dengan biaya pemasaran dapat diketahui marjin keuntungan yang
74
dinikmati oleh pengepul sebesar 22.92 persen atau Rp 5.500.000,- per mobil (saat
melakukan penyetoran barang). Dalam hal ini keuntungan yang diambil oleh
pihak pengepul sangat tinggi untuk jenis barang rongsok besi B (paku dan
campuran).
Dari perbandingan antara harga jual di tingkat pemulung ataupun
pengumpul yaitu sebesar Rp 18.000.000,- per mobil dan harga jual di tingkat
pengepul sebesar Rp 24.000.000,- per mobil, kita dapat mengetahui bahwa harga
yang diterima pemulung ataupun pengumpul dari harga di tingkat pabrik daur
ulang (collector share) yaitu sebesar 75 persen, ini berarti bahwa bagian harga
yang diterima pengumpul ataupun pemulung cukup besar.
Tabel V. 17. Analisis Biaya dan Marjin Pemasaran Barang Rongsok Plastik (Hitam dan Campur) di Kecamatan Depok
No. Uraian Nilai
(Rp/mobil)Pangsa Harga Eceran (%)
1. 2. 3.
Pengumpul/Pemulung: Harga Jual Pengumpul/Pemulung Plastik Hitam dan Campur (Rp 2.500,- × 3 ton) Pengepul: Harga Beli Pengepul (Rp 2.500,- × 3 ton) Biaya Sewa Mobil Biaya Makan Karyawan Biaya Gaji Karyawan HPP Pengepul Marjin Keuntungan Pengepul (Rp 10.500.000,00 – Rp 7.500.000,00) Harga Jual Pengepul (Rp 3.500,- × 3 ton) Pabrik Daur Ulang: Harga Beli Pabrik Daur Ulang (Rp 3.500,- × 3 ton)
7.500.000 7.500.000 250.000 100.000 150.000 8.000.000 2.500.000 10.500.000 10.500.000
71.42 71.42 2.38 0.95 1.42 76.19 23.81 100 100
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2008
75
Dari tabel di atas kita bisa melihat harga jual dan harga beli barang
rongsok plastik secara berturut-turut dari tingkat pengumpul ataupun pemulung
yaitu Rp 7.500.000,- per mobil, tingkat pengepul Rp 9.000.000,- per mobil,
tingkat pabrik daur ulang Rp 10.500.000,- per mobil. Dimana terlihat bahwa harga
jual dan harga beli barang rongsok plastik hitam dan campuran di tingkat pabrik
daur ulang dan pengepul lebih tinggi dibandingkan dengan harga jual dan harga
beli di tingkat pemulung ataupun pengumpul.
Dari perbandingan antara harga jual dan harga beli barang rongsok
plastik, kita dapat melihat marjin keuntungan yang dinikmati oleh pengepul.
Ternyata setelah dikurangi dengan biaya-biaya pemasaran dapat diketahui marjin
keuntungan yang dinikmati oleh pengepul yaitu 23.81 persen atau sebesar Rp
2.500.000,00. Dalam hal ini marjin keuntungan yang diterima pengepul sangat
tinggi untuk jenis barang rongsok plastik (hitam dan campuran).
Dari perbandingan antara harga jual di tingkat pemulung maupun
pengumpul sebesar Rp 7.500.000,- per mobil, di tingkat pengepul Rp 9.000.000,-
per mobil, di tingkat pabrik daur ulang Rp 10.500.000,- per mobil. Kita dapat
mengetahui bahwa harga yang diterima pemulung ataupun pengumpul dari harga
tingkat pabrik daur ulang (collector share) yaitu sebesar 71.42 persen, ini berarti
bagian yang diterima pemulung ataupun pengumpul cukup besar.
Dari tabel 16 dan tabel 17 di atas, diasumsikan bahwa muatan atau
angkutan per mobil yang dilakukan oleh para pemulung ataupun pengumpul,
pengepul, dan kemudian disetor ke pabrik daur ulang jumlahnya sama yaitu 6 ton
untuk barang rongsok jenis besi. Sedangkan untuk jenis plastik sebesar 3 ton.
76
Keduanya memiliki nilai collector share yang berbeda dari jenis data yang
berbeda (collector share besi 75 persen dan collector share plastik 71.42 persen)
namun keduanya memiliki satu arti bahwa bagian yang diterima oleh pengumpul
ataupun pemulung tidak terlalu besar apabila dibandingkan dengan collector
share pada tingkat pengepul dan pabrik daur ulang. Perbedaan ini merupakan hal
yang biasa.
Meski perbedaan biasa terjadi namun jika harga terlalu rendah biasanya
siasat yang digunakan para pengepul yaitu tidak menjual barang rongsok
meskipun barang sudah menumpuk tetapi barang akan ditimbun dan kemudian
akan dijual jika harga sudah mulai kembali normal bahkan melambung tinggi.
Apabila harga ditingkat pedagang besar atau pabrik naik, maka collector share
juga akan ikut naik begitu juga sebaliknya. Dengan demikian keuntungan yang
diperoleh pengumpul ataupun pemulung, pengepul, dan pedagang besar atau
pabrik kurang lebih adalah sama untuk perkilogramnya.
Pada saat melakukan penyetoran barang, biaya-biaya yang dikeluarkan
oleh pihak pengepul sama besarnya untuk barang rongsok besi B dan plastik
(hitam dan campuran). Hal disebabkan karena tempat penyeotoran pabrik daur
ulangnya sama.
Dalam melakukan pemasaran, pengepul menanggung biaya sewa mobil
(truck), biaya makan karyawan, dan biaya gaji karyawan. Biaya sewa mobil
(transportasi) adalah biaya pengangkutan barang rongsok dari tempat pengepulan
ke pabrik daur ulang. Besarnya biaya yang dikeluarkan disesuaikan dengan jarak
tempuh menuju pabrik daur ulang. Biaya makan adalah biaya yang dikeluarkan
77
atau ditanggung oleh pihak pengepul atau para juragan Biaya gaji karyawan
adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembayaran tenaga kerja pada setiap
melakukan penyetoran barang. Setiap tempat pengepulan memiliki tenaga kerja
yang berbeda, namun peneliti berusaha memperoleh informasi yang berkaitan
dengan berapa gaji atau upah yang diterima para tenaga kerja pada saat
melakukan penyetoran barang ke pabrik daur ulang. Pengangkutan atau
penyetoran barang dilakukan apabila jumlah barang di tempat pengepulan sudah
terkumpul banyak.
Pabrik daur ulang dalam hal ini merupakan sebagai pihak terakhir yang
menerima jalur distribusi pemasaran barang rongsok. Karena pabrik daur ulang
adalah pihak yang mengolah barang rongsok menjadi barang daur ulang yang bisa
digunakan dan bermanfaat bagi manusia. Dengan demikian pedagang besar
merupakan perantara terakhir dalam penyaluran distribusi barang rongsok.
D. Transmisi Harga dalam Pemasaran Barang Rongsok
Nilai elastisitas transmisi harga merupakan salah satu indikator dari suatu
jalur atau rantai pemasaran yang efisien. Untuk menganalisis masalah ketiga
diperlukan data yang berbentuk time series. Data time series yang dimaksud disini
adalah data harga barang rongsok untuk jenis besi B dan plastik hitam pada suatu
tempat pengepulan barang rongsok yang dikumpulkan mulai tanggal 3 April
sampai dengan 2 Mei 2008 yang terkumpul sebanyak 30 kali pengamatan.
78
Dalam analisis ini secara berturut-turut akan dibahas elastisitas transmisi
harga dari tingkat pengumpul ataupun pemulung kepada harga ditingkat pengepul
kemudian dari tingkat pedagang besar atau pabrik daur ulang.
Tabel V. 18. Hasil Dugaan Nilai Elastisitas Transmisi Harga Besi B (Paku dan Campuran)
H. T. Pengepul H. T. Pabrik Daur
Ulang/Pedagang Besar Pengumpul ataupun Pemulung 0.894 - Pengepul - 0.848
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2008
Nilai elastisitas transmisi harga besi B (Paku dan Campuran) dari
pengepul ke pengumpul ataupun pemulung yaitu sebesar 0.894 persen, dapat
diartikan bahwa jika terjadi perubahan harga 1 persen pada tingkat pengepul maka
harga di tingkat pemulung ataupun pengumpul akan berubah sebesar 0.894
persen. Dari angka elastisitas transmisi harga yang mendekati angka 1 persen, kita
dapat mengatakan bahwa perubahan-perubahan harga di tingkat pengepul
ditransmisikan secara baik di tingkat harga pemulung ataupun pengumpul.
Nilai elastisitas transmisi harga besi B dari pabrik daur ulang ke pengepul
yaitu sebesar 0.848 persen, artinya jika terjadi perubahan harga sebesar 1 persen
di tingkat pabrik daur ulang maka harga di tingkat pengepul akan berubah sebesar
0.848 persen. Dari angka elastisitas harga yang mendekati angka 1 persen, kita
dapat mengatakan bahwa perubahan-perubahan harga di tingkat pabrik daur ulang
ditransmisikan secara baik di tingkat harga pengepul. Hasil perhitungan lihat
lampiran V.
79
Tabel V. 19. Hasil Dugaan Nilai Elastisitas Transmisi Harga Plastik (Hitam dan Campuran)
H. T. Pengepul H. T. Pabrik Daur
Ulang/Pedagang Besar Pengumpul ataupun Pemulung 1.195 - Pengepul - 0.875
Sumber: Data Primer Diolah, Tahun 2008
Nilai elastisitas transmisi harga plastik (hitam dan campuran) dari
pengepul ke pengumpul ataupun pemulung sebesar 1.195 persen, artinya jika
terjadi perubahan harga sebesar 1 persen di tingkat pengepul maka harga di
tingkat pemulung ataupun pengumpul akan berubah sebesar 1.195 persen. Dari
angka elatisitas harga sebesar 1.195 dapat diartikan bahwa nilai elastisitas adalah
> 1, maka perubahan harga yang terjadi sebelum dan sesudah di tingkat pengepul
lebih besar dari perubahan harga di tingkat pengumpul. Hal ini berarti jenis
barang rongsok plastik menjadi rebutan untuk para pengepul karena fakta
memperlihatkan bahwa plastik merupakan barang yang dicari oleh para pengepul
sebab permintaan akan barang rongsok plastik dari pabrik daur ulang cukup
tinggi. Sehingga dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan harga di tingkat
pengepul ditransmisikan secara baik di tingkat pemulung ataupun pengumpul.
Nilai elastisitas transmisi harga plastik dari pabrik daur ulang ke
pengepul sebasar 0.875 persen, artinya jika terjadi perubahan harga sebesar 1
persen di tingkat pabrik daur ulang ke pengepul maka harga di tingkat pengepul
akan berubah sebesar 0.875 persen. Dari angka elastisitas harga yang mendekati
angka 1 persen dapat dikatakan bahwa perubahan-perubahan harga di tingkat
pabrik daur ulang ditransmisikan secara baik di tingkat harga pengepul. Hasil
perhitungan lihat lampiran V.
80
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan memaparkan kesimpulan, saran dan keterbatasan penulis
dalam melakukan penelitian ini. Kesimpulan merupakan hasil dari keseluruhan
penelitian ini. Pada bagian saran akan berisi mengenai masukan-masukan dari
penulis kepada para pengepul maupun instansi pemerintah kecamatan depok.
Diharapkan semua dapat membantu para pembaca memahami keseluruhan isi
penelitian.
A. Kesimpulan
1. Kesimpulan yang dapat penulis sajikan sehubungan dengan rumusan
masalah pertama adalah bahwa dalam jalur-jalur pemasaran yang dilalui
dalam memasarkan barang rongsok sampai ke pabrik daur ulang
berbeda-beda. Pertama, dari pemulung → pengepul → pabrik daur
ulang. Kedua, dari pengumpul → pengepul → pabrik daur ulang. Ketiga,
pengumpul dan pemulung → pengepul ↔ pengepul → pabrik daur
ulang. Hal ini dikarenakan proses pemasaran dengan menggunakan jasa
perantara mempermudah dan memperlancar proses distribusi pemasaran
barang rongsok.
2. Kesimpulan yang dapat penulis sajikan sehubungan dengan rumusan
masalah kedua setelah diketahui proses pemasaran yang dilalui oleh
pihak pemulung, pengumpul, maupun pengepul maka dapat diambil
kesimpulan bahwa marjin pemasaran masih dalam batas wajar. Dalam
81
hal ini biaya pemasaran yang dikeluarkan cukup mahal karena jauhnya
jarak tempuh tempat penyetoran barang rongsok besi dan plastik
sehingga jalur distribusi pemasaran relatif panjang. Nilai collector share
untuk harga beli barang rongsok besi B dari pengumpul ataupun
pemulung sebesar 75 persen, marjin keuntungan yang diperoleh di
tingkat pengepul sebesar 22.92 persen. Sedangkan nilai collector share
untuk harga beli barang rongsok plastik hitam dan campuran dari
pengumpul ataupun pemulung 71.42 persen, marjin keuntungan yang
diperoleh di tingkat pengepul sebesar 23.81 persen.
3. Kesimpulan untuk rumusan masalah ketiga dapat diambil bahwa dari
kedua jenis barang rongsok besi B dan plastik hitam campuran
perubahan harga barang rongsok ditingkat pengumpul ataupun pemulung
ditransmisikan ke tingkat pabrik daur ulang dengan baik. Hasil dugaan
tersebut adalah nilai elastisitas transmisi harga besi B dari pengepul
kepada pemulung ataupun pengumpul nilainya sebesar 0.894 dan dari
pabrik daur ulang kepada pengepul sebesar 0.848. Sedangkan untuk nilai
elastisitas transmisi harga plastik hitam dan campuran dari pengepul
kepada pemulung ataupun pengumpul sebesar 1.195 dan dari pabrik daur
ulang kepada pengepul sebesar 0.875. Hal ini dikarenakan harga yang
terjadi berjalan dengan lancar dari satu jenis jalur distribusi pemasaran
ke jenis jalur distribusi pemasaran berikutnya.
82
B. Saran-saran
Secara singkat beberapa saran yang dapat dikemukakan dari hasil
penelitian adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemulung, pengumpul, dan pengepul
a. Dari hasil penelitian, untuk jalur pemasaran tidak mengalami
kesulitan sehingga dari ketiga jenis jalur pemasaran tersebut masih
bisa dipertahankan.
b. Dari hasil penelitian, untuk biaya pemasaran yang dikeluarkan oleh
pengepul cukup mahal dan marjin keuntungan yang diperoleh
pengepul cukup tinggi, berarti masih dalam batas wajar dan bisa
dipertahankan.
c. Dari hasil penelitian, nilai elastisitas harga mendekati angka 1
bahkan E>1, harga ditunjukkan dengan baik maka dapat
ditransmisikan dengan baik dan berjalan dengan lancar dari satu jenis
jalur distribusi pemasaran ke jenis jalur distribusi pemasaran
berikutnya sehingga masih bisa dipertahankan.
2. Bagi peneliti berikutnya
Waktu yang diperlukan lebih panjang dan pengetahuan yang luas,
sehingga dapat menjangkau seluruh subyek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. 2003. Manajemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Dwi Andayani, Yosefine. 2005. “Analisis Jalur-jalur Pemasaran Salak Pondoh di Kecamatan Turi”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Ekonomi. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Harsoyo, Yohanes. 2000. “Analisis Efisiensi Produksi dan Pemasaran Komoditi Salak Pondoh di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Harsoyo, Y. dan Teguh Dalyono, C. 2001. “Analsis Efisiensi dan Keadilan dalam Pemasaran Ikan Laut, Studi Kasus di Pantai Trisik Kulon Progo DIY”. Laporan Penelitian. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sutrisno, Hadi. 1987. Statistik. Yogyakarta: Yayasan Penerbitan Fakultas Psikologi UGM.
Kemitraan Nasional dalam Pembangunan Berkelanjutan Berwawasan Lingkungan. Hasil Rapat Koordinasi Nasional “Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pembangunan Berkelanjutan Tahun 1994.
Risnawati, Ratna. 2005. “Analisis Marjin Pemasaran Susu Sapi Perah di Kecamatan Pakem Kabupaten Sleman”. Skripsi. Program Studi Pendidikan Ekonomi.Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sugiyono. 2005. Statistik untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Soemarwoto, Otto. 1991. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta: Gramedia.
Soemarwoto, Otto. 1984. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Jakarta: Djambatan.
Swastha, Basu. 2002. Azaz-azaz Marketing. Yogyakarta: Liberty.
Djuwendah, Endah. 2005. “Keragaan Sosial Ekonomi Usaha Daur Ulang dan Pengomposan Sampah di Kotamadya Bandung”. Jurnal Penelitian. Sosiohumaniora, Vol. 7, No. 3, November 2005. http://www.unpad.co.id. Akses: 18/02/208.
Gilarso, T. 2001. Pengantar Ilmu Ekonomi Mikro. Yogyakarta: Kanisius.
Arief, Irfan. 2007. Selamatkan Lingkungan anda dari Sampah. http://www.pjnhk.go.id. 2007. Akses: 18/02/2008.
Putra, Yulesta. 2004. “Perencanaan dengan Konsep Sustainable Building”. http://www.usu.com. Akses: 18/02/2008.
http://www.indomedia.com/intisari/1998/april/sampah.htm. Daur Ulang SampahDimulai Dari Rumah. Akses: 18/02/2008.
http://www.suaramerdeka.com.26/11/2006. Daur Ulang Sampah. Akses: 18/02/2008.
http://www.jala-sampah.or.id. Sampah Homepage. Akses: 18/02/2008.
L A M P I R A N
LAMPIRAN I
KUESIONER
PEDOMAN WAWANCARA
A. Ditujukan untuk rumusan masalah pertama “Jalur Pemasaran Barang
Rongsok” (pemulung/pengepul/juragan besar).
Wawancara ini ditujukan kepada para pengepul barang rongsok di Daerah
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Identitas sampel ditujukan kepada pengepul barang rongsok di Sleman.
Nama : .....
Umur : .....
Pendidikan : .....
Jumlah Keluarga : .....
Jumlah Karyawan : .....
Jenis Barang Rongsok: ____________________________________________
1. Apakah saudara membeli barang rongsok (besi dan plastik) langsung dari
pemulung?
Jawab: ____________
2. Berapa kilogram barang rongsok (besi dan plastik) yang saudara beli dari
para pemulung dalam per harinya ?
Jawab: ____________
3. Apakah saudara menjual kembali barang rongsok (besi dan plastik)
tersebut?
Jawab: ____________
4. Kepada siapa saudara menjualnya kembali?
Jawab: ____________
5. Berapa kilogram barang rongsok (besi dan plastik) yang saudara jual
kembali?
Jawab: ____________
6. Bagaimana sistem jalur penjualan yang saudara lakukan saat melakukan
proses jual beli barang rongsok (besi dan plastik) ?
Jawab: ____________
B. Ditujukan untuk rumusan masalah kedua “Marjin Pemasaran Barang
Rongsok”(pemulung/pengepul/juragan besar).
Wawancara ini ditujukan kepada para pengepul barang rongsok di Daerah
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Identitas sampel ditujukan kepada pengepul barang rongsok di Sleman.
Nama : .....
Umur : .....
Pendidikan : .....
Jumlah Keluarga : .....
Jumlah Karyawan : .....
Jenis Barang Rongsok: ____________________________________________
1. Berapakah harga beli barang rongsok (besi dan plastik) per Kg ?
Jawab: ____________
2. Berapakah harga jual barang rongsok (besi dan plastik) per Kg ?
Jawab: ____________
3. Bagaimana sistem harga dasar yang saudara tetapkan untuk penjualan
barang rongsok (besi dan plastik) ?
Jawab: ____________
4. Apakah ada pegeluaran lain (biaya) yang saudara keluarkan setiap hari?
Misalnya: Biaya sewa gudang, upah karyawan, dll.
Jawab: ____________
5. Jika ada, berapa besar biaya yang saudara keluarkan?
Jawab: ____________
6. Dalam sehari berapa saudara memperoleh keuntungan?
Jawab: ____________
C. Ditujukan untuk menghitung rumusan masalah ketiga “Transmisi Harga
Pemasaran Barang Rongsok”(pemulung/pengepul/juragan besar).
Wawancara ini ditujukan kepada para pengepul barang rongsok di Daerah
Kecamatan Depok Sleman Yogyakarta.
Identitas sampel ditujukan kepada pengepul barang rongsok di Sleman.
Nama : .....
Umur : .....
Pendidikan : .....
Jumlah Keluarga : .....
Jumlah Karyawan : .....
Jenis Barang Rongsok: ____________________________________________
1. Siapa pihak yang menetapkan harga?
Jawab: _________________
2. Harga yang ditetapkan dapat berlaku berapa lama?
Jawab: ____________
3. Secara umum, bagaimana sistem perubahan harga yang terjadi?
Jawab: ____________
4. Adakah pertimbangan lain dalam menentukan harga tersebut?
Jawab: ____________
5. Adakah upaya yang dilakukan jika harga yang berlaku terlalu rendah atau
terlalu tinggi?
Jawab: _________________
LAMPIRAN II
IDENTITAS SAMPEL
PENGEPUL
Identitas sampel pengepul barang rongsok “besi dan plastik”
No Nama Pengepul Umur Pendidikan Jumlah Keluarga
Jumlah Karyawan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
Wahyudi Taufik Minem Marsi Sutiyem Samino Kasiran Iip Adi Samidi Darti Budi Eko Samiran Karso Ahmad Hasan Hamid Ida Sidik
32 th 40 th 40 th 45 th 47 th 38 th 36 th 35 th 37 th 45 th 38 th 39 th 42 th 46 th 41 th 39 th 43 th 44 th 38 th 28 th
SMU SMU SMP SD SD SD SMU SMU SMU SMP SMU SMU SMU SMP SMP SMA SMA SMP SMA SMU
4 4 3 7 4 3 2 2 3 4 3 4 4 5 4 4 3 4 3 4
8 10 2 - - - 12 8 6 4 11 7 5 9 7 6 4 5 7 -
Sampel pengepul besar
Nama Umur (tahun)
Pendidikan Jumlah Keluarga
Jumlah Karyawan
1. Kasiran 2. Darti 3. Taufik 4. Samiran
36 th 38 th 40 th 46 th
SMU SMU SMU SMP
2 3 4 5
12 11 10 9
Sampel pengepul sedang
Nama Umur (tahun)
Pendidikan Jumlah Keluarga
Jumlah Karyawan
1. Wahyudi 2. Iip 3. Adi 4. Budi 5. Eko 6. Karso 7. Ahmad 8. Ida 9. Hamid
32 th 33 th 38 th 39 th 42 th 41 th 39 th 38 th 44 th
SMA SMU SMU SMU SMU SMP SMA SMA SMP
4 4 4 4 4 4 4 3 4
8 8 6 7 5 7 6 7 5
Sampel pengepul kecil
Nama Umur (tahun)
Pendidikan Jumlah Keluarga
Jumlah Karyawan
1. Minem 2. Marsi 3. Sutiyem 4. Samino 5. Samidi 6. Hasan 7. Sidik
40 th 45 th 47 th 38 th 45 th 43 th 28 th
SMP SD SD SD SMP SMA SMA
3 7 4 3 3 3 4
2 - - - 4 4 -
LAMPIRAN III
HARGA BELI BARANG RONGSOK
BESI DAN PLASTIK
TANGGAL 3 APRIL 2008 – 2 MEI 2008
Harga Beli Barang Rongsok Besi B (Paku dan Campuran) di Kecamatan
Depok Mulai Tanggal 3 April 2008 sampai 2 Mei 2008
No Tanggal Pengumpul/Pemulung
(PerKg) Pengepul/Juragan
(PerKg) Pabrik Daur
Ulang (PerKg) 1 03-Apr 3200 3500 40002 04-Apr 3200 3500 40003 05-Apr 3200 3500 40004 06-Apr 3200 3500 40005 07-Apr 3200 3500 40006 08-Apr 3200 3500 40007 09-Apr 3000 3500 40008 10-Apr 3000 3500 40009 11-Apr 3000 3500 4000
10 12-Apr 3000 3500 400011 13-Apr 3000 3500 400012 14-Apr 3500 4000 450013 15-Apr 3500 4000 450014 16-Apr 3500 4000 450015 17-Apr 3500 4000 450016 18-Apr 3500 4000 450017 19-Apr 3500 4000 450018 20-Apr 3500 4000 450019 21-Apr 2500 3000 350020 22-Apr 2500 3000 350021 23-Apr 2500 3000 350022 24-Apr 2500 3000 350023 25-Apr 2500 3000 350024 26-Apr 2500 3000 350025 27-Apr 3000 3300 370026 28-Apr 3000 3300 370027 29-Apr 3000 3300 370028 30-Apr 3000 3300 370029 01-Mei 3000 3300 370030 02-Mei 3000 3300 3700
Harga Beli Barang Rongsok Plastik (Hitam dan Campuran) di Kecamatan
Depok Mulai Tanggal 3 April 2008 sampai 2 Mei 2008
No Tanggal Pengumpul/Pemulung
(PerKg) Pengepul/Juragan
(PerKg) Pabrik Daur
Ulang (PerKg) 1 03-Apr 2500 3000 35002 04-Apr 2500 3000 35003 05-Apr 2500 3000 35004 06-Apr 2500 3000 35005 07-Apr 2500 3000 35006 08-Apr 2500 3000 35007 09-Apr 2000 3000 40008 10-Apr 2000 3000 40009 11-Apr 2000 3000 4000
10 12-Apr 2000 3000 400011 13-Apr 2000 3000 400012 14-Apr 2000 3000 400013 15-Apr 2000 3000 400014 16-Apr 2500 3500 400015 17-Apr 2500 3500 400016 18-Apr 2500 3500 400017 19-Apr 2500 3500 400018 20-Apr 2500 3500 400019 21-Apr 2500 3000 350020 22-Apr 2500 3000 350021 23-Apr 2500 3000 350022 24-Apr 2500 3000 350023 25-Apr 2000 2500 300024 26-Apr 2000 2500 300025 27-Apr 2000 2500 300026 28-Apr 2000 2500 300027 29-Apr 2000 2500 300028 30-Apr 2500 3000 350029 01-Mei 2500 3000 350030 02-Mei 2500 3000 3500
LAMPIRAN IV
REKAPITULASI PERHITUNGAN
ELASTISITAS HARGA BESI DAN PLASTIK
REKAPITULASI PERHITUNGAN ELASTISITAS HARGA BESI B (Paku dan Campuran)
No Tanggal Pengumpul/Pemulung
(PerKg) Pengepul/Juragan
(PerKg) Pabrik Daur Ulang (PerKg)
1 03-Apr-08 3200 3500 40002 04-Apr-08 3200 3500 40003 05-Apr-08 3200 3500 40004 06-Apr-08 3200 3500 40005 07-Apr-08 3200 3500 40006 08-Apr-08 3200 3500 40007 09-Apr-08 3000 3500 40008 10-Apr-08 3000 3500 40009 11-Apr-08 3000 3500 4000
10 12-Apr-08 3000 3500 400011 13-Apr08 3000 3500 400012 14-Apr-08 3500 4000 450013 15-Apr-08 3500 4000 450014 16-Apr-08 3500 4000 450015 17-Apr-08 3500 4000 450016 18-Apr-08 3500 4000 450017 19-Apr-08 3500 4000 450018 20-Apr-08 3500 4000 450019 21-Apr-08 2500 3000 350020 22-Apr-08 2500 3000 350021 23-Apr-08 2500 3000 350022 24-Apr-08 2500 3000 350023 25-Apr-08 2500 3000 350024 26-Apr-08 2500 3000 350025 27-Apr-08 3000 3300 370026 28-Apr-08 3000 3300 370027 29-Apr-08 3000 3300 370028 30-Apr-08 3000 3300 370029 01-Mei-08 3000 3300 370030 02-Mei-08 3000 3300 3700
Jumlah 91700 104300 118700Rerata-rata 3056.67 3476.66 3956.66Pembulatan 3100 3500 4000
REKAPITULASI PERHITUNGAN ELASTISITAS HARGA PLASTIK (Hitam dan Campuran)
No Tanggal Pengumpul/Pemulung
(PerKg) Pengepul/Juragan
(PerKg) Pabrik Daur Ulang
(PerKg) 1 03-Apr-08 2500 3000 35002 04-Apr-08 2500 3000 35003 05-Apr-08 2500 3000 35004 06-Apr-08 2500 3000 35005 07-Apr-08 2500 3000 35006 08-Apr-08 2500 3000 35007 09-Apr-08 2000 3000 40008 10-Apr-08 2000 3000 40009 11-Apr-08 2000 3000 4000
10 12-Apr-08 2000 3000 400011 13-Apr-08 2000 3000 400012 14-Apr-08 2000 3000 400013 15-Apr-08 2000 3000 400014 16-Apr-08 2500 3500 400015 17-Apr-08 2500 3500 400016 18-Apr-08 2500 3500 400017 19-Apr-08 2500 3500 400018 20-Apr-08 2500 3500 400019 21-Apr-08 2500 3000 350020 22-Apr-08 2500 3000 350021 23-Apr-08 2500 3000 350022 24-Apr-08 2500 3000 350023 25-Apr-08 2000 2500 300024 26-Apr-08 2000 2500 300025 27-Apr-08 2000 2500 300026 28-Apr-08 2000 2500 300027 29-Apr-08 2000 2500 300028 30-Apr-08 2500 3000 350029 01-Mei-08 2500 3000 350030 02-Mei-08 2500 3000 3500Jumlah 69000 90000 108500Rerata-rata 2300 3000 3600
Lampiran. Hasil Pendugaan Elastisitas Transmisi Harga Pengumpul ataupun Pemulung ke Pengepul (Plastik Hitam dan Campuran)
Variabel Name
Unstandardized Coefficient (B)
Standard Error
t- Hitung
Standardrized Coefficient
Sig.
Pengumpul Intercept
0.694 1402.778
0.180 416.212
3.859 3.370
0.589 0.000
0.001 0.002
R-SQUARE = 0.347 Pf = a + bPr Pf = 0.589 + 0.694 Pr Et = (1/b) (Pf/Pr) = (1.440) ( 0.83) = 1.195
Lampiran. Hasil Pendugaan Elastisitas Transmisi Harga Pengepul ke Pabrik Daur Ulang ataupun Pedagang Besar (Plastik Hitam dan Campuran)
Variabel Name
Unstandardized Coefficient (B)
Standard Error
t- Hitung
Standardrized Coefficient
Sig.
Pengepul Intercept
1.000 616.666\
0.138 417.250
7.223 1.478
0.807 0.000
0.000 0.151
R-SQUARE = 0.651 Pf = a + bPr Pf = 0.807 + 1.000 Pr Et = (1/b) (Pf/Pb) = (1) (0.857) = 0.857
LAMPIRAN V
HASIL PERHITUNGAN ELASTISITAS
TRANSMISI HARGA (BESI DAN PLASTIK)
LAMPIRAN VI
UJI LINIER SEDERHANA
(BESI DAN PLASTIK)
LAMPIRAN VII
SURAT IJIN PENELITIAN
LAMPIRAN VIII
DAFTAR NAMA PEJABAT dan
KARYAWAN KECAMATAN DEPOK
Januari s.d. Juni 2007
Daftar Nama Pejabat dan Karyawan Kecamatan Depok
Januari s.d. Juni 2007
Tabel 17. Daftar Nama Pejabat dan Karyawan Kecamatan Depok Januari s.d. Juni 2007
No. Nama Keterangan NIP Gol. 1. Drs. Supardal Camat 490025124 IV/A2. Sukirman, S.Sos Sekretaris
Kecamatan 490017832 III/D
3. Drs. Suhardjono Kasi Pajak & Ret. 490029885 III/D4. Dra.Th.Mamik
Suparmi Kasi Pelayanan Umum
490030198 III/D
5. Ngatijan, S.Sos Kasi Pemerintahan 010089635 III/C 6. Agus Santoso, SIP Kasi Trantip 010192691 III/C 7. Dra. Sungkawati, BR Kasi Kesejahteraan
Masyarakat 380049775 III/D
8. Trining Dyah Pawestri, S.Sos
Staff Sekretaris 490031016 III/D
9. Teguh Riyadi, S.Sos Staff Seksi Trantib 010116130 III/C 10. Limanta Haryanta, SE Staff Seksi Perek.&
Pembangunan 490025316 III/C
11. Heronimus Heru Bharanti, S.E
Staff Seksi Perek. & Pembangunan
120159592 III/C
12. Sutejo, BA Kasi Perek.& Pemb. 010165627 III/C 13. Heri Supriyono Staff Seksi
Pelayanan Umum 050017889 III/B
14. Sunaryo Staff Seksi Kesmasy 050036668 III/B 15. Sunglen Yassir Staff Seksi Kesmasy 050021993 III/B 16. Haryanto Staff Seksi Kesmasy 050030564 III/B 17. Maria Lucia Retno Staff Sekretaris 050027065 III/B 18. Sukirman Staff Seksi Pajak &
Retribusi 010158179 III/B
19. Siti Kartilah Staff Seksi Pelayanan Umum
010161887 III/B
20. Munadi, S.Sos Staff Seksi Pem. 010229485 III/B 21. Jumadiyo Staff Seksi Trantib 490017924 III/B 22. Irianto Wibowo, B.Sc Staff Sekretariat 490027395 III/B 23. Suhadi Staff Seksi Perek. &
Pembangunan 010183531 III/B
24. Sudjijana Staff Sekretariat 010181644 III/B 25. Subandijo Staff Seksi Pajak &
Retribusi 490022653 III/B
26. Purwono Sri Haryanto Staff Seksi Pel.Um. 010075878 III/B 27. Tri Laksana Kodar Staff Seksi Pajak & 050061288 III/B
Raharjo Retribusi 28. Diah Retnoningsih Staff Seksi
Pemerintahan. 680003953 III/B
29. Djaka Sumarsono, M.Si
Staff Seksi Pem. 010263763 III/A
30. Sugiyono Staff Seksi Pajak & Retribusi
730001549 IV/A
31. Gunardi, SIP Staff Seksi Pel.Um. 490032378 III/A32. Ginoviva Rully
Sri,SH Staff Sekretariat 490032354 III/A
33. Hari Sujoko, S.Sos Staff Seksi Pajak & Retribusi
010246604 III/A
34. Anton Yusufi, BA Staff Seksi Pem. 490029571 III/A35. Maria Elly Ekarestu Staff Seksi Pel.Um. 520014414 III/A36. Kukuh Wahyono Staff Seksi Trantib 010240584 II/D 37. Suwardjono Staff Seksi Pajak &
Retribusi 490029791 II/D
38. Siti Meijatun Staff Sekretariat 490030014 II/D 39. Palguno Staff Seksi Perek. &
Pembangunan 490028661 II/D
40. Suwarno Staff Seksi Trantib 010183628 II/C 41. Suwarsono Staff Seksi Kesmasy 160038691 II/C 42. Mahendra Jaya Staff Seksi Pel.Um. 010252755 II/C 43. Supardi Staff Seksi Trantib 490027041 II/B 44. Lili Rusdhiyah Staff Seksi Kesmasy 970003248 II/A
Sumber: Data Monografi Kecamatan Depok, Tahun 2007
LAMPIRAN IX
DAFTAR NAMA PEJABAT dan
KARYAWAN KECAMATAN DEPOK
Januari s.d. Juni 2007