Post on 16-Oct-2021
SKRIPSI
STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MONCOBALANG KECAMATANBAROMBONG KABUPATEN GOWA
Diajukan Untuk Mendapatkan Gelar Sarjana Keperawatan pada Program StudiIlmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
Oleh:
IRMA
C12112617
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2014
i
SKRIPSI
STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS MONCOBALANG KECAMATANBAROMBONG KABUPATEN GOWA
Oleh:
IRMA
C12112617
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
HASANUDDIN MAKASSAR
2014
i
iii
v
v
ABSTRAK
Irma. C12112617. STUDI KUALITATIF TENTANG PENGALAMAN ANGGOTAKELUARGA MERAWAT PASIEN TB PARU DI WILAYAH KERJA PUSKESMASMONCOBALANG KECAMATAN BAROMBONG KABUPATEN GOWA, dibimbing olehHapsah dan Andriani.
Latar Belakang : Kejadian Tuberkulosis memberikan pengalaman tersendiri terhadap anggotakeluarga yang salah satu anggota keluarganya merupakan penderita TB Paru, dampak dari adanyapenyakit itu adalah adanya kecemasan yang di rasakan oleh anggota keluarga serta persepsi yangmenyatakan bahwa TB paru bersifat menular. Tujuan penelitian : Memperoleh gambaran yangmendalam tentang pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja PuskesmasMoncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa.Metode : Desain penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan fenomenologi.Infoman dipilih dengan teknik pusposive sampling, dengan wawancara mendalam mengenaipengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru. Sampel penelitian didapatkan lima orangyang telah memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.Hasil : Dalam penelitian ini diperoleh empat tema yaitu kecemasan anggota keluarga merawat pasienTB Paru, perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru, persepsi anggota keluargatentang penyakit TB Paru, mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TBParu.Kesimpulan dan Saran : Disimpulkan bahwa anggota keluarga mengalami kecemasan, perubahanperan, pemahaman yang kurang, dan mekanisme koping maladaptif. Disarankan agar anggotakeluarga penderita TB Paru menempatkan diri sebagai bagian dari masyarakat, meningkatkan kopingindividu serta menjalani tugasnya sebagai PMO dengan baik. Dan kepada perawat komunitaskhususnya di Puskesmas Moncobalang agar dapat meningkatkan pelayanan terhadap penderita TBParu dengan pengobatan dan perawatan secara holistik yaitu biopsikososial dan spiritual.
Kata kunci : Pengalaman keluarga, Tuberkulosis ParuSumber Literatur : 35 Kepustakaan (2000-2013)
vii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih
atas berkat dan Kasih-Nya yang dilimpahkan kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan skripsi dengan judul “Studi Kualitatif tentang Pengalaman
Anggota Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa ” guna memenuhi
syarat dalam penyelesaian studi pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin (UNHAS) Makassar.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari segala kendala dan keterbatasan,
tetapi berkat bantuan dan dorongan dari berbagai pihak maka dapat diatasi. Oleh
karena itu dengan penuh rasa hormat dan segala kerendahan hati penulis
menyampaikan terima kasih kepada :
1. Prof. dr. Budu, Ph.D.,SpM (K)., M.MedED., selaku wakil dekan Fakultas
Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
2. Dr. Hj. Werna Nontji, S.Kp., M.Kep., selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran UNHAS Makassar.
3. Hapsah, S.Kep., Ns., M.Kep selaku pembimbing I, dan Andriani, S.Kep.,
Ns., M.Kes., selaku pembimbing II yang dengan segala ketulusan hati telah
meluangkan waktu, tenaga, pikiran dalam mengarahkan dan membimbing
penulis dalam penyusunan skripsi ini.
4. Dr. Ariyanti Saleh, S.Kp., M.Kes., dan Nurhaya Nurdin., S. Kep., Ns,. MN.,
MPH., selaku tim penguji, terima kasih atas masukan-masukannya.
viiiviiiviii
5. Sahabuddin selaku petugas Laboratorium Puskesmas Moncobalang yang
telah membantu peneliti selama melakukan penelitian.
6. Para Dosen dan Staf akademik yang telah meluangkan kesempatan kepada
penulis untuk membantu dari awal sampai penulis dapat menyelesaikan
Pendidikan di Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran
Universitas Hasanuddin Makassar.
7. Semua informan yang telah bersedia dan berpartisipasi dalam penelitian ini.
8. Teman-teman Ners B 2012 yang telah memberikan banyak dukungan dan
saran selama kuliah. Terimakasih atas semuanya yang telah memberi warna
dalam setiap langkah dan tindakan yang penulis perbuat, tanpa kalian
penulis tidak akan bisa menikmati hidup sebagai mahasiswa seutuhnya dan
tanpa kalian segalanya tiada artinya.
Akhirnya sembah sujud dan terima kasih yang teristimewa kupersembahkan
kepada Ibunda tercinta Sanariah dan Ayahanda Muh. Saleh yang telah
melimpahkan segenap cinta, kasih sayang dan perhatian yang teramat dalam dan
tulus yang selalu mendoakan, membiayai, bersabar dan memberikan dorongan
dalam menempuh jenjang pendidikan. Kepada seseorang yang senantiasa
memberiku semangat dalam menyelesaikan studiku terima kasih banyak dan
handai taulan yang tidak dapat disebutkan namanya satu demi satu. Terima kasih
atas cinta, sayang, dukungan, semangat, dan bantuannya baik moril maupun
materil kepada penulis.
Akhir kata, semoga segala bantuan dan amal ibadah dari semua pihak yang
telah membantu penulis baik yang sempat disebutkan maupun tidak, mendapat
ix
pahala yang setimpal dari Allah SWT serta senantiasa melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya kepada kita semua. Amiin
Makassar, Desember 2013
Peneliti
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN ....................................................................... ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ........................................................ iv
ABSTRAK .................................................................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................. vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................. x
DAFTAR TABEL .................................................................................. ......... xii
DAFTAR BAGAN ........................................................................................ xiii
DAFTAR SKEMA ........................................................................................ xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1
A. Latar Belakang .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................... 3
C. Tujuan Penelitian ................................................................. 4
D. Manfaat Penelitian ................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 6
A. Tinjauan Umum Tuberkulosis Paru ....................................... 6
B. Tinjauan Umum Keluarga ..................................................... 10
C. Tinjauan Umum Kecemasan ................................................. 19
D. Tinjauan Umum Faktor-faktor yang berhubungan dengan
xi
Kecemasan Anggota Keluarga Merawat Pasien Tb Paru .. ..... 24
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................ 31
A. Desain penelitian ................................................................... 31
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................ 31
C. Sampel Sumber Data Penelitian (Informan) .......................... 32
D. Alur Peneltian ........................................................................ 33
E. Instrumen Penelitian .............................................................. 34
F. Teknik Pengumpulan Data .................................................... 34
G. Teknik analisa Data ............................................................... 35
H. Uji kredibilitas Data .............................................................. 38
I. Etika Penelitian ..................................................................... 40
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................... 41
A. Hasil penelitian ...................................................................... 41
1. Karakteristik Informan ..................................................... 43
2. Analisis Tema................................................................... 46
B. Pembahasan ........................................................................... 55
C. Keterbatasan Penelitian .......................................................... 69
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 70
A. Kesimpulan ........................................................................... 70
B. Saran ..................................................................................... 71
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 : Karakteristik Informan……………………………..….……… 44
xiiixiiixiii
DAFTAR BAGAN
Bagan 3.1 : Alur penelitian............................................................. 33
xivxiv
DAFTAR SKEMA
Skema 4.1.Analisa Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien
TB Paru ...…………………………………….. 48
Skema 4.2.Analisa Tema 2 : Perubahan peran anggota keluarga merawat
pasien TB Paru …………………….…………. 50
Skema 4.3.Analisa Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang
TB Paru ………………………..……………… 52
Skema 4.4.Analisa Tema 4 : Mekanisme koping anggota keluarga setelah
tahu anggota keluarga terkena TB
Paru ……………………………………………. 54
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Surat Permohonan menjadi Informan
Lampiran 2 : Lembar Persetujuan menjadi Informan
Lampiran 3 : Pedoman Wawancara
Lampiran 4 : Matriks Analisa Tema
Lampiran 5 : Surat izin penelitian dari Program stdi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin
Lampiran 6 : Surat izin penelitian dari Badan Koordinasi Penanaman ModalDaerah Pemerintah Provinsi sulawesi Selatan
Lampiran 7 : Surat izin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa, Politik danLinmas Pemerintah Kabupaten Gowa.
Lampiran 8 : Dokumentasi Penelitian
Lampiran 9 : Surat Keterangan telah melakukan Penelitian dari PemerintahKabupaten Gowa Dinas Kesehatan Puskesmas MoncobalangKecamatan Barombong Kabupaten Gowa
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi yang menyerang paru-
paru, disebabkan oleh bakteri mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk
batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai basil tahan asam
(BTA). Infeksi TBC berarti bahwa kuman TBC berada dalam tubuh meskipun
tidak aktif. Kuman ini masih hidup dalam tubuh bertahun-tahun lamanya dalam
bentuk tidak aktif, dan dapat aktif kembali (dormant). Hal ini sering terjadi
apabila kekebalan tubuh dilemahkan, akibat usia lanjut, penyakit parah, peristiwa
yang menimbulkan stres, penyalahgunaan narkotik atau alkohol, infeksi Human
Immunodeficiency Virus atau penyakit-penyakit lain (Aditama, 2006).
World Health Organization (WHO) menyebutkan bahwa angka kejadian
TB di seluruh dunia (global reports 2010) mencapai 9,4 juta (8,9 juta hingga 9,9
juta jiwa) (Sihombing, Sembiring, Amir, & Sinaga, 2012, pp. 138-139).
Tuberkulosis paru merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan
merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan
penyakit saluran pernapasan pada semua kelompok usia dan nomor 1 dari
golongan penyakit infeksi (Nugroho & Astuti, 2010).
2
Kota Makassar yang berpenduduk sekitar 1,3 juta jiwa merupakan daerah
yang memiliki jumlah penderita Tuberkulosis (TB) terbanyak di Sulawesi Selatan
yakni 1.532 orang dari sekitar 18.000 penderita yang tersebar di 23
kabupaten/kota di Sulsel. Ini sangat memprihatinkan apalagi Makassar menjadi
pintu gerbang di Kawasan Timur Indonesia (KTI) (KOMPAS, 2008).
Di Puskesmas Moncobalang tercatat pada tahun 2012 ada 12 orang yang
menderita tuberkulosis dengan BTA (+) dan tahun 2013 yakni data bulan
Januari-juni 2013 ada 6 orang (Rekam Medis Laboratorium Puskesmas
Moncobalang). Dampak dari kejadian tuberkulosis itu adalah kecemasan bagi
anggota keluarga dimana kecemasan merupakan aspek yang selalu ada dan
menjadi bagian dari kehidupan. Kecemasan anggota keluarga terhadap adanya
penularan TB paru akan sangat berpengaruh jika salah satu anggota dari keluarga
ada yang menderita TB paru, karena mengingat TB paru merupakan penyakit
mematikan dan menular. Penelitian sebelumnya menjelaskan bahwa banyak orang
yang mengalami kecemasan terkait dengan penularan tuberkulosis paru dengan
tingkat kecemasan sedang hingga berat (Priyatin, 2007).
Iskandar dalam Sugiyarti (2011) menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kecemasan keluarga dapat berasal dari faktor eksternal maupun
internal. Faktor internal berupa usia, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan,
tingkat sosial ekonomi dan tipe kepribadian. Sedangkan faktor eksternal berupa
ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri. Olehnya
kecemasan lebih ditimbulkan oleh faktor eksternal karena disebabkan oleh
3
keluarga, lingkungan social serta terdapat pula faktor potensial yang dapat
membuat individu merasa cemas.
Hasil penelitian (Wahyudi, Upoyo, & Kuswati, 2008) menjelaskan bahwa
keluarga menyatakan bahwa TB paru bersifat menular dan keluarga melakukan
tindakan pencegahan penularan sesuai dengan pengetahuan mereka. Disamping
hal tersebut ada juga keluarga yang menyatakan bahwa dengan pengobatan pada
penderita dapat menurunkan penularan.
Dari uraian diatas maka penulis dapat menyimpulkan bahwa penyakit TB
paru ini membutuhkan perhatian khusus dan membutuhkan analisis lebih lanjut
mengenai penyebab dari kecemasan anggota keluarga terhadap penularan TB
paru. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk melakukan penelitian studi
kualitatif tentang pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB paru di
wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten
Gowa.
B. Rumusan Masalah
Peningkatan jumlah penderita penyakit tuberkulosis di dunia makin
berpengaruh terhadap kecemasan yang dialami angota keluarga. Berbagai studi
telah mengidentifikasi hal-hal yang berkaitan dengan kecemasan anggota
keluarga terhadap penularan TB paru yang disebabkan oleh keluarga dan
lingkungan sosial. Gejalanya dapat terlihat dari adanya rasa takut dari individu itu
4
sendiri. Penelitian untuk meneliti gambaran pengalaman anggota keluarga
merawat pasien TB Paru sangatlah penting.
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa.
D. Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian tentang pengalaman anggota keluarga merawat
pasien TB Paru akan bermanfaat bagi:
1. Institusi Pendidikan
Sebagai informasi tambahan bagi peserta didik dalam materi pembelajaran
asuhan keperawatan jiwa mengenai studi kualitatif tentang pengalaman
anggota keluarga merawat pasien TB paru.
2. Instansi Pelayanan Kesehatan
Dapat dijadikan Standar Operasional Pelayanan (SOP) dalam memberikan
pelayanan pada klien penderita TB paru dan sebagai salah satu upaya untuk
mengetahui berbagai informasi dari masyarakat mengenai pengalaman
merawat pasien TB paru.
5
3. Keluarga pasien
Diharapkan keluarga pasien dapat menjalankan perannya sebagai pemberi
dukungan terhadap pasien TB paru.
4. Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat menambah dan memperluas pengetahuan
penulis mengenai pengetahuan perawat tentang gambaran pengalaman
anggota keluarga merawat pasien TB paru.
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang Tuberkulosis paru
1. Defenisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit yang dapat ditularkan ke bagian
tubuh lainnya, termasuk meningens, ginjal, tulang dan nodus limfe, serta
merupakan penyakit infeksius yang terutama menyerang parenkim paru
(Smeltzer & Bare, 2002).
2. Etiologi
Bakteri Mycobacterium tuberculosis dan Mycobacterium bovis
merupakan penyebab dari Tuberculosis. Kuman ini berbentuk batang tipis,
lurus atau agak bengkok, berganular atau tidak mempunyai selubung, tetapi
mempunyai lapisan luar tebal yang terdiri dari lipoid (terutama asam mikolat)
dan mempunyai ukuran 0,5-4 mikron x 0,3-0,6 mikron. Bakteri ini dapat
bertahan terhadap pencucian warna dengan asam dan alkohol, dengan sifatnya
yang istimewa sehingga sering disebut basil tahan asam (BTA). Bakteri ini
tidak tahan terhadap sinar atau aliran udara, namun dapat tahan selama 1-2
jam di udara terutama di tempat yang lembab dan gelap (bisa berbulan-bulan).
(Widoyono, 2008).
7
3. Manifestasi Klinis
Menurut Widoyono (2008), gejala utama pada tersangka tuberkulosis
yaitu: batuk berdahak lebih dari tiga minggu, batuk berdarah, sesak napas, dan
nyeri dada. Selain itu gejala lain yang dimiliki seperti berkeringat pada malam
hari, demam tidak tinggi/meriang, penurunan berat badan.
Adapun gejala klinis dari TB paru secara umum yang harus diketahui
secara praktis adalah : batuk terus menerus berdahak, dahak pernah bercampur
darah, dan nyeri dada, yang berlangsung selama 4 minggu atau lebih
(Misnadiarly, 2006).
4. Patofisiologi
Proses infeksi Mycobacterium tuberculosis bervariasi pada penjamu
yang berbeda. Adapun penularan Tuberculosis yaitu adanya pelepasan
organisme melalui bersin, batuk, tertawa atau pengeluaran ke udara. Saat
pasien TB batuk, inti droplet terdapat di udara dan diisap orang lain. Sebagai
droplet, mekanisme perlindungan di jalan napas dan mencapai alveoli
merupakan oranisme yang dapat diserang. Hal inilah yang dikatakan sebagai
infeksi primer. Organisme dilingkupi oleh makrofag nonspesifik dan
disebarkan dari paru melalui hematogen dan sistem limfa ke seluruh tubuh.
Organisme kemudian dikenali oleh sel T dan reaksi kekebalan spesifik mulai
berkembang, namun sering kekebalan ini tidak membunuhorganisme, tapi
membuat periode laten selama beberapa bulan sampai beberapa tahun.
8
Penjamu tetap terinfeksi karena selama keadaan laten, organisme hidup tapi
tidak berproduksi dan meskipun tidak sakit (Smeltzer & Bare, 2002, p. 585)
5. Penularan
Anak yang berusia di bawah 3 tahun memiliki resiko tertinggi
berkembangnya penyakit. Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan
kualitas paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor
genetik dan faktor penjamu lainnya. Resiko rendah pada masa kanak-kanak,
dan meningkat lagi pada masa remaja, dewasa muda, dan usia lanjut. Organ
terdekat dari saluran pernapasan seperti pembuluh limfe, dari sinilah bakteri
masuk ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan dan menyebar ke
bagian tubuh lain melalui pebuluh darah (Widoyono, 2008).
Widoyono (2008) mengatakan bahwa kontak terdekat seperti keluarga
serumah akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak biasa (tidak
serumah). 10-15% orang akan ditularkan satu BTA positif, sehingga
kemungkinan setiap kontak untuk tertular Tuberkulosis adalah 17%. Seorang
penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya tinggi berpotensi
menularkan penyakit ini.
6. Kompikasi
Crofton (2002), menuliskan komplikasi dari tuberkulosis itu adalah
pleuritis dan empisema, pneumotoraks spontan, laryngitis tuberkulosis, dan
aspergilomata.
9
7. Dampak Psikososial
Menurut Moos (1976) dikutip dalam Niven (2000), status kesehatan
individu dan perilaku yang berhubungan dengan kesehatan dapat dinilai
menurut:
a. Awitan dan perkembangan penyakit selanjutnya
b. Perjalanan penyakit dan hasil dari program pengobatan
c. Tingkatan dimana pelayanan kesehatan digunakan dan tingkatan di mana
individu memenuhi aturan terapeutik
d. Kefektifan fungsional
e. Kepuasan dan kesejahteraan
Kesehatan sangat dipengaruhi secara langsung oleh kondisi yang ramai
atau padat (melaului kontak interpersonal), dan secara tidak langsung (melalui
efek pada emosional dan kemampuan mengatasi masalah). Persepsi dan
perilaku dipengaruhi oleh terdapatnya pengaturan fisik dari lingkungan itu
seperti adanya taman-taman, balkon dan ruang terbuka yang lebih banyak.
Tenaga kesehatan profesional yang bekerja di lingkungan komunitas
menyadari bahwa terdapat beberapa kondisi lingkungan yang dapat
mempengaruhi kesehatan dan perilakun seseorang, adapun evaluasi yang
dilakukan terhadap kondisi lingkungan tersebut adalah kebisingan, populasi,
temperatur dan desain arsitektur. Dari sudut pandang psikologis, penting
untuk mempertimbangkan bagaimana budaya dapat mempengaruhi hal-hal
seperti: komunikasi, persepsi terhadap nyeri, dan apakah orang-orang yang
10
berasal dari budaya yang bebeda akan berbeda secara total dalam cara
berpikirnya (Niven, 2000).
Selain itu pula Niven (2000) menjelaskan bahwa dukungan sosial sangat
diperlukan dalam mengidentifikasi strategi koping yang dialami seseorang.
Berbagai perasaan dengan orang lain yang dalam posisi yang sama
memberikan sejumlah fungsi:
a. Dapat membuat seseorang menyadari bahwa masalah tertentu tidak terlalu
unik untuk individu yang lain.
b. Pertemuan dapat bertindak sebagai referensi, diamana dapat memberikan
informasi tentang apa saja yang menjadi reaksi normal pada situasi
tertentu.
c. Berbagai perasan bertindak untuk mencegah individu berpikir bahwa
segala sesuatu adalah kesalahan mereka dan menekankan sifat situasional
dari masalah.
B. Tinjauan Umum tentang Keluarga
1. Pengertian Keluarga
Menurut beberapa ahli seperti Bailon dan Maglaya (1978) dikutip
dalam Efendi dan Makhfudli (2013) mengatakan bahwa keluarga adalah dua
atau lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
11
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan didalam perannya masing-
masing menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.
2. Peran dan fungsi keluarga
Nasrul Effendy (1998) dikutip dalam Efendi dan Makhfudli (2013)
menjelaskan peran formal dalam kelaurga terbagi tiga yaitu:
a. Peran sebagai ayah. Ayah sebagai suami dari istri dan ayah dari anak-
anaknya berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung, dan
pemberi rasa aman. Juga sebagai kepala keluarga, angggota kelompok
sosial, serta anggota masyarakat dan lingkungan.
b. Peran sebagai ibu. Ibu sebagai istri dan ibu dari anak-anaknya berperan
untuk mengurus rumah tangga sebagai pengasuh dan pendidik anak-
anaknya, pelindung dan salah satu anggota kelompok social, serta
sebagai anggota masyarakat dan lingkungan di samping dapat berperan
pula sebagai pencari nafkah tambahan keluarga.
c. Peran sebagai anak. Anak melaksanakan peran psikososial sesuai
dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, social dan
spiritual.
Adapun fungsi keluarga menurut Marilyn M. Friedman (1998) dalam
Efendi dan Makhfudli (2013) terdiri atas lima yaitu:
a. Fungsi afektif
Berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan
basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan
12
kebutuhan psikososial. Keberhasilan melakukan fungsi afektif tampak
pada kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap
anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif, perasaan
memiliki, perasaan yang berarti dan merupakan sumber kasih sayang.
Fungsi afektif merupakan sumber energy yang menentukan kebahagiaan
keluarga.
b. Fungsi sosialisasi dan tempat bersosialisai
Fungsi ini sebagai tempat untuk melatih anak dan mengembangkan
kemampuannya untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.
Keluarga merupakan tempat individu untuk belajar bersosialisai.
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antara anggota keluarga yang ditujukan dalam
bersosialisasi. Anggota keluarga belajar tentang disiplin, norma-norma,
budaya, dan perilaku melalui hubungan dan interaksi dalam keluarga.
c. Fungsi reproduksi
Keluarga berfungsi untuk meneruskan kelangsungan dan menambah
sumber daya manusia. Dengan adanya program keluarga berencana
maka fungsi ini sedikit terkontrol. Di sisi lain, banyak kelahiran yang
tidak diharapkan atau di luar ikatan perkawinan sehingga lahirlah
keluarga baru dengan satu orang tua.
13
d. Fungsi ekonomi
Keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan tempat
mengembangkan kemampuan individu untuk meningkatkan penghasilan
dan memenuhi kebutuhan keluarga seperti makan, pakaian, dan rumah.
Fungsi ini sukar dipenuhi oleh keluarga di bawah garis kemiskinan.
e. Fungsi perawatan dan pemeliharaan kesehatan
Fungsi ini untuk mempertahankan keadaan kesehatan keluarga agar
tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Kemampuan keluarga dalam
memberikan perawatan kesehatan memengaruhi status kesehatan
keluarga. Bagi tenaga kesehatan keluarga yang professional, fungsi
perawatan kesehatan merupakan pertimbangan vital dalam pengkajian
keluarga. Tingkat pengetahuan keluarga tentang sehat-sakit juga
memengaruhi perilaku keluarga dalam menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga.
3. Dukungan sosial keluarga.
Friedmen (1998) dikutip dalam Eva (2009), jenis dukungan sosial
keluarga ada empat, yaitu :
a. Dukungan instrumental, yaitu keluarga merupakan sumber pertolongan
praktis dan konkrit.
b. Dukungan informasional, yaitu keluarga berfungsi sebagai sebuah
kolektor dan diseminator (penyebar informasi).
14
c. Dukungan penilaian (apprasial), yaitu keluarga bertindak sebagai sebuah
umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan
sebagai sumber dan validator identitas keluarga.
d. Dukungan emosional, yaitu keluarga sebagi sebuah tempat yang aman
dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan
terhadap emosi.
4. Peran Keluarga dalam Upaya Kesehatan
Upaya kesehatan adalah setiap tindakan untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dan/atau
masyarakat (Notoadmodjo, 2007).
a. Macam upaya Kesehatan
1) Upaya Promosi.
Adalah peningkatan pengetahuan keluarga tentang
penanggulangan penyakit ditempat keluarga melalui pendidikan,
penyuluhan dan penyebarluasan informasi, perbaikan gizi keluarga,
sanitasi lingkungan (Notoadmodjo, 2007).
Sasaran utama promosi kesehatan adalah masyarakat, akan tetapi
akan lebih efektif apabila upaya atau kegiatan promosi kesehatan, baik
yang dilakukan oleh pemerintah maupun swasta langsung dialamatkan
kepada masyarakat.
Adapun sasaran promosi kesehatan dibagi dalam 3 (tiga) faktor
kelompok sasaran :
15
a) Sasaran Primer (Primary target).
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala
upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan
permasalahan kesehatan misalnya kepala keluarga untuk masalah
kesehatan umum.
b) Sasaran sekunder (Secondary Target).
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat yang diberi
pendidikan kesehatan, pada kelompok ini diharapkan akan
memberikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat
disekitarnya.
c) Sasaran Tersier (Tertiary Target).
Para pembuat keputusan atau kebijakan baik ditingkat pusat,
maupun daerah adalah sasaran tersier promosi kesehatan.
Dengan kebijakan-kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan
kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap prilaku para
tokoh masyarakat (sasaran sekunder) dan juga kepada
masyarakat umum (sasaran primer).
2) Upaya prepentif
Adalah upaya untuk mencegah timbulnya penyakit atau kondisi
yang memperberat penyakit TB pada keluarga. Berdasarkan
dimensi tingkat pencegahan penyakit, menurut teori dari Leavel and
16
Clark ada lima tingkat pencegahan (five levels of prevention) dikutip
dalam Efendi dan Makhfudli (2013) yaitu :
a) Promosi Kesehatan (Health Promotion).
Dalam tingkat ini promosi kesehatan diperlukan misalnya
dalam peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi
lingkungan, kesehatan perorangan.
b) Perlindungan khusus (specifik protection).
Dalam program imunisasi sebagai bentuk perlindungan khusus,
ini sangat diperlukan karena imunisasai sebagai cara perlindungan
terhadap penyakit pada seseorang.
c) Diagnosis dini dan pengoabatan segera (early diagnosis and
prompt treatment).
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran
masyarakat terhadap kesehatan dan penyakit, maka penyakit-
penyakit yang terjadi dimasyarakat sering sulit terdeteksi. Bahkan
kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau di periksa dan
obati penyakitnya.
d) Pembatasan cacat (disablity limitation).
Kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat terhadap
kesehatan dan penyakit, sering mengakibatkan masyarakat tidak
melanjutkan pengobatannya sampai tuntas. Pengobatan yang tidak
layak dan sempurna dapat mengakibatkan yang bersangkutan
17
menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk melakukan
sesuatu.
e) Rehabilitas (Rehabilitation).
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang
orang menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut
diperlukan latihan-latihan tertentu.
3) Upaya kuratif.
Hadju et al. (2010) menjelaskan upaya pengobatan penyakit
TB bertujuan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kematian,
mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Obat TB
diberikan dalam bentuk kombinasi dari beberapa jenis dalam jumlah
cukup dan dosis yang tepat selama 6-8 bulan dengan menggunakan
OAT standard yang direkomendasi oleh WHO dan IUATLD
(International Union Against Tuberculosis and Lung Disease).
Pelaksanan minum obat dan kemajuan hasil pengobatan harus
dipantau.
Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan
penderita untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini pengawas
minum obat (PMO) dalam hal ini keluarga akan sangat membantu
kesuksesan penaggulangan TB. Widyaningsih (2004) menjelaskan
bahwa PMO adalah seseorang yang mengawasi penderita TB paru
18
selama pengobatan agar dapat dipastikkan bahwa penderita tersebut
menyelesaikan pengobatannya dengan lengkap dan teratur.
Tugas PMO terhadap penderita TB paru adalah :
a) Mengawasi penderita menelan obat setiap hari
b) Mengambilkan obat penderita seminggu sekali
c) Mengenal tanda-tanda tersangka TB paru
d) Mengingatkan penderita untuk memeriksa ulang dahak
PMO harus mengawasi penderita TB paru karena :
a) Jika tidak diawasi, tidak akan tahu apakah penderita menelan obat
anti tuberculosis (OAT) atau tidak.
b) Jika tidak menelan OAT satu kali, dengan segera diketahui,
dilacak apa penyebabnya kemudian diatasi agar pengobatannya
dapat dilanjutkan.
5. Peran Perawat Komunitas pada penyakit TB paru dan Keluarga
Perawat yang bertugas di puskesmas, dimana sebagai perawat kesehatan,
selain sebagai model peran (role model), minimal jg dapat berperan sebagai
pemberi pelayanan kesehatan melalui asuhan keperawatan, penemu kasus,
pendidik atau penyuluh kesehatan, penghubung dan coordinator, serta
sebagai pelaksana konseling keperawatan. Perawat kesehatan masyarakat
diharapkan dapat mendukung individu, keluarga, kelompok dan masyarakat
dalam mencapai tujuan perubahan perilaku untuk hidup bersih dan sehat
(Efendi & Makhfudli, 2013).
19
Selain itu Efendi dan Makhfudli (2013) mengemukakan bahwa sebagai
pendidik dan pelaksana konseling keperawatan perawat melaksanakan
fungsi sebagai :
a. Memberikan informasi, mendengarkan secara objektif, memberikan
dukungan, memberikan asuhan, dan menjaga kepercayaan yang
diberikan oleh klien.
b. Melaksanakan penyuluhan atau pendidikan kesehatan untuk pemulihan
kesehatan klien antara lain tentang pengobatan, hygiene, perawatan,
serta gejala dan tanda-tanda bahaya.
c. Menyusun program penyuluhan atau pendidikan kesehatan baik untuk
topik sehat ataupun sakit seperti nutrisi, latihan, penyakit, dan pengelola
penyakit.
d. Membantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi masalah serta
faktor-faktor yang memengaruhi.
C. Tinjauan Umum tentang Kecemasan
1. Defenisi
Kecemasan yang diartikan dalam Bahasa Inggris dapat berarti “anxiety”
yang berasal dari Bahasa latin “angustus” yang berarti kaku, dan “ango, anci”
yang berarti mencekik. Kecemasan yang diarasakan tiap individu berbeda-
beda diaman gejalanya merupakan akibat dari rangsangan sistem syaraf
20
otonom maupum visceral. Hal inilah yang akan melibatkan komponen
kejiwaan maupun fisik (Pratiwi, 2010).
Kecemasan merupakan kondisi emosional yang tidak menyenangkan
dan ditandai dengan perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan,
ketakutan, kekhawatiran serta ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat.
Kecemasan psikotik adalah saat terjadinya konflik antara dororngan naluriah
dan norma yang ada dalam masyarakat, dimana kecemasan timbul ketika
orang mengetahui bahwa naluri-nalurinya mendapati jalan keluar, dimana
dorongan naluriah tersebut pemuasannya tidak disetujui oleh masyarakat
(Mu’arifah, 2005).
2. Jenis-jenis Kecemasan
Buclew (1980) dikutip dalam Mu’arifah (2005) mengatakan bahwa
kecemasan dibagi dua tingkatan secara umum menurut para ahli: Tingkat
psikologis, adalah kecemasan yang ditandai dengan gejala kejiwaan, seperti
tegang, bingung khawatir, sukar berkonsentrasi, perasaan tidak menentu dan
sebagainya. Tingkat fisiologis, yaitu kecemasan yang mengarah pada gejala
fisik, terutama pada fungsi saraf, seperti tidak dapat tidur, jantung berdebar,
keluar keringat dingin berlebihan, sering gemetar, dan perut mual.
3. Tingkat Kecemasan
Ada empat tingkat kecemasan yang dialami oleh individu (Stuart &
Sundeen, 2002) yaitu :
21
a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan
sehari-hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada dan
meningkatkan lahan persepsinya. Kecemasan ringan dapat memotivasi
belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Manifestasi yang
muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel, lapang persepsi
meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar, motivasi meningkat
dan tingkah laku sesuai situasi.
b. Kecemasan sedang
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada masalah yang penting
dan mengesampingkan yang lain sehingga seseorang mengalami perhatian
yang selektif, namun dapat melakukan sesuatu yang terarah. Manifestasi
yang terjadi pada tingkat ini yaitu kelelahan meningkat, kecepatan denyut
jantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara
cepat dengan volume tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk
belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi menurun, perhatian
selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas,
mudah tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
c. Kecemasan berat
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berpikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
22
memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat tidur
(insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi menyempit,
tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya sendiri dan
keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi, perasaan tidak
berdaya, bingung, disorientasi.
d. Panik
Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali. Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tanda dan gejala yang
terjadi pada keadaan ini adalah susah bernapas, dilatasi pupil, palpitasi,
pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat berespon terhadap
perintah yang sederhana, berteriak, menjerit, mengalami halusinasi dan
delusi.
4. Respon Kecemasan
Stuart dan Laraia (2005) menjelaskan ada 2 macam respon yang dialami
seseorag ketika mengalami kecemasan :
a. Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.
1) Kardiovaskuler
Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi
meningkat, tekanan nadi menurun, syock dan lain-lain.
23
2) Respirasi
Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
3) Kulit
Perasaan panas atau dingin pada kulit, muka pucat, berkeringat seluruh
tubuh, rasa terbakar pada muka, telapak tangan berkeringat, gatal-
gatal.
4) Gastrointestinal
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium,
nausea, diare.
5) Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor, kejang, wajah tegang, gerakan lambat.
b. Respon Psikologis terhadap Kecemasan
1) Perilaku
Gelisah, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik
diri, menghindar.
2) Kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, salah tafsir,
bloking, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran diri yang
berlebihan, khawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut
kecelakaan, takut mati dan lain-lain.
24
3) Afektif
Tidak sabar, tegang, neurosis, tremor, gugup yang luar biasa, sangat
gelisah.
Situasi krisis dapat terjadi akibat akumulus permasalahan dalam
keluarga yang salah satunya dalah keluarga dengan penyakit TB Paru. Situasi
ini dinilai keluarga tidak mampu mengatasi stressor yang timbul (Herry,
2011).
D. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kecemasan Anggota Keluarga
terhadap Penularan Tb paru
1. Persepsi
Persepsi merupakan kualitas atau hubungan serta perbedaan antara hal
ini melalui proses mengamati, daya mengenal barang, mengetahui dan
mengartikan setelah pancaindranya mendapat rangsang. Maka persepsi itu
dapat terganggu oleh gangguan otak (karena adanya kerusakan otak,
keracunan, obat halusinogenik), oleh gangguan jiwa (emosi tertentu dapat
mengakibatkan ilusi); psikosis dapat menimbulkan halusinasi) atau oleh
pengaruh lingkungan sosiobudaya ( memengaruhi persepsi karena penilaian
yang berbeda karena dari lingkungan sosiobudaya yang berbeda pula)
(Maramis, 2009, p. 142).
Persepsi seseorang terhadap suatu peristiwa atau penyakit tertentu dapat
berpengaruh terhadap stressor yang dimiliki seseorang. dalam hasil penelitian
yang dilakukan oleh Priyatin (2007) menganalisis bahwa hubungan persepsi
25
anggota keluarga terhadap penularan TB paru bersifat positif yang berarti
bahwa bila tingkat persepsi anggota keluarga terhadap penaykit TB paru
semakin baik maka semakin tinggi pula tingkat kecemasan terhadap penularan
TB paru.
2. Usia
Yunding (2010) menjelaskan bila dilihat pengaruh usia dengan perilaku
dapat dijelaskan bahwa seyogyanya dapat memberikan gambaran tentang
kematangan fisik dan psikologi seseorang. Semakin tinggi umur akan
memberikan banyak kesempatan belajar yang akan lahir dalam bentuk
pengalaman, yang akan dapat memperkaya khasanah pikir dan bertindak
manusia.
Usia adalah lamanya seseorang hidup sampai pada saat dilakukan
penelitian. Faktor ini sangat penting bila dihubungkan dengan terjadinya
distribusi suatu penyakit. Klinis terjadinya penularan tidak ada perbedaan
karena perbedaan usia, akan tetapi berdasarkan teori, TB Paru didominasi
kelompok usia produktif (15-50 tahun). Fakta ini mungkin dikarenakan pada
kelompok umur tersebut mempunyai riwayat kontak dengan penderita TB
disuatu tempat dalam waktu yang lama (Yunding, 2010). Hurloch membagi
usia dalam tiga kategori yaitu dewasa awal (18-40 tahun), dewasa menengah
(41-59 tahun), dan dewasa lanjut (60 tahun keatas) (Ajzy, 2013).
3. Tingkat pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar manusia yang sangat
26
dibutuhkan untuk pengembangan diri dan peningkatan kematangan
intelektual seseorang. Kematangan intelektual ini berpengaruh pada wawasan
dan berpikir seseorang, baik dalam tindakan yang dapat dilihat maupun
dalam cara pengambilan keputusan. Tingkat pendidikan juga merupakan
salah satu faktor yang mempengaruhi persepsi seseorang untuk lebih mudah
menerima ide teknologi baru (Notoatmodjo, 2003).
Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki potensi dirinya untuk
memiliki spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara. Pendidikan anggota keluarga dapat meningkatkan kemampuan
dalam berfikir dan memahami keadaan penderita yang sedang sakit (Niven,
2000).
Tingkat pendidikan yang rendah pada seseorang akan menyebabkan
orang tersebut mudah mengalami kecemasan, semakin tingkat pendidikannya
tinggi akan berpengaruh terhadap kemampuan berfikir. Anggota keluarga
dengan individu yang menderita penyakit yang tingkat pendidikannya lebih
rendah akan lebih mudah mengalami kecemasan dibanding dengan anggota
keluarga yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Dengan
pendidikan yang tinggi maka keluarga akan lebih mampu untuk memahami
kondisi penderita dengan proses penyakit (Stuart & Sundeen, 2002). Status
27
pendidikan dan status ekonomi yang rendah pada seseorang menyebabkan
orang tersebut mengalami stres dibanding dengan mereka yang status
pendidikan dan status ekonomi yang tinggi.
4. Jenis kelamin
Menurut Hawari (2001), mereka yang memiliki gangguan kecemasan
ditinjau dari jenis kelamin mempunyai perbandingan antara wanita dan pria
adalah 2 banding 1. Hal ini menunjukkan bahwa wanita lebih cenderung
untuk merasa cemasa dibandingkan dengan laki-laki, wanita lebih memiliki
kepribadian pencemas sehingga lebih rentang (vulnirable) untuk menderita
gangguan cemas.
5. Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo, (2007) Pengetahuan adalah merupakan hasil dari
tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu
objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat
penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior). Dari hasil
penelitian Nugroho & Astuti (2010) menjelaskan bahwa semakin tinggi
tingkat pendidikan seseorang maka akan semakin mudah untuk menerima
informasi sehingga dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya
maka semakin baik pula pengetahuannya.
Notoatmodjo (2007) membagi pengetahuan dalam domain kognitif
menjadi 6 tingkatan, yaitu :
28
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah di pelajari
sebelumnya. Termasuk kedalam tingkat pengetahuan ini adalah
mengingat kembali (recall) sesuatu yang lebih spesifik dari seluruh bahan
yang di pelajari atau rangsangan yang telah diterima. Sehingga dalamhal
ini keluarga mampu untuk mengetahui segala bentuk sesuatu yang
berhubungan dengan penularan tuberkulosis paru.
b. Memahami (Comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk mengartikan
secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan
materi tersebut secara benar. Orang telah faham terhadap objek atau
materi harus dapat menjelaskan bagaimana cara penularan TB paru,
menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari.
c. Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang
telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya). Aplikasi disini
dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum, rumus, metode,
prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain.
Mengaplikasikan segala bentuk dari sesuatu yang telah dipelajari dalam
pengembangan pengetahuan tentang TB paru.
29
d. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek kedalam komponen-komponen, tapi masih didalam satu struktur
organisasi, dan masih ada kaitan satu sama lain.kemampuan analisa ini
dapat dilihat dari penggunaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan,
membedakan, memisahkan, mengelompokkan dan sebagainya.
e. Sintesis (synthesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau
menghubungkan bagian bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang
baru. Dengan kata lain sintesis merupakan kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi formulasi yang ada.
f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi
atau penilaian terhadap suatu objek. Penilaian-penilaian itu di dasarkan
pada suatu kriteria yang ditemukan sendiri atau menggunakan kriteria
yang sudah ada.
Secara teori, pengetahuan dan kognitif merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari hasil penelitian Nugroho
dan Astuti (2010) menngambarkan adanya hubungan antara pengetahuan
tentang TB paru dengan tingkat pendidikan seseorang, semakin tinggi
pendidikan seseorang maka semakin baik pula pemahaman seseorang
mengenai suatu masalah.
30
6. Sosial Budaya
Cara hidup individu di masyarakat yang sangat mempengaruhi pada
timbulnya stres. Individu yang mempunyai cara hidup sangat teratur dan
mempunyai falsafat hidup yang jelas maka pada umumnya lebih sukar
mengalami stres. Demikian juga keyakinan agama akan mempengaruhi
timbulnya stres. Pemahaman tentang kesehatan dikalangan masyarakat
dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya setempat yang memberikan pengaruh
terhadap perilaku seseorang (Suratno, 2006).
7. Pekerjaan
Dari hasil penelitian Priyatin (2007) menerangkan bahwa pekerjaan
yang berbeda-beda antara satu individu dengan individu yang lainnya
memiliki pengaruh dalam kecemasan terhadap penularan TB paru hal ini
dimungkinkan karena akibat dari adanya pekerjaan tersebut atau karena
adanya ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan pekerjaannya.
31
BAB III METODE
PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang disajikan dalam
bentuk gambaran deskriptif yaitu memberikan gambaran tentang pengalaman
merawat pasien TB paru. Penelitian ini diilakukan dengan cara observasi
pengamatan dan interview wawancara yang mendalam terhadap anggota
keluarga dalam merawat pasien TB paru di wilayah kerja puskesmas
Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. Penelitian kualitatif
ini bersifat “perspective emic“ artinya memperoleh data bukan “sebagaimana
harusnya”, bukan berdasarkan apa yang dipikirkan oleh peneliti tetapi
berdasarkan sebagaimana adanya yang terjadi di lapangan, yang dialami,
dirasakan, dan dipikirkan oleh informan/ sumber data (Sugiyono, 2012).
Penekatan yang digunakan adalah kualitatif untuk menjelaskan
kenyataan yang ditemui di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan
Barombong Kab. Gowa dalam menggambarkan pengalaman anggota keluarga
merawat pasien TB paru.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang
Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa pada bulan Juli-Agustus 2013.
32
C. Sampel Sumber Data Penelitian (Informan)
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel yang digunakan
adalah purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel sumber data
tertentu, dimana pertimbangan tersebut menganggap bahwa orang tersebut
paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan (Sugiyono, 2012).
Dalam hal ini yang menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu anggota
keluarga yang salah satu anggota keluarganya menderita penyakit TB paru.
Estimasi jumlah sampel yang akan dipilih yaitu sebanyak 5 orang yang
memenuhi kriteria inklusi:
1. Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Keluarga terdekat dengan penderita TB paru yang bertanggung jawab
sebagai pengawas minum obat (PMO).
b. Mampu membaca dan menulis.
c. Anggota keluarga yang sakit telah selasai menjalani pengobatan (± 1
bulan terakhir).
d. Alamat rumah mudah dijangkau dan tinggal serumah dengan penderita
TB Paru minimal 6 bulan terakhir.
e. Bersedia menjadi responden dengan mengisi informed consent.
f. Mengikuti penelitian dari awal sampai akhir.
2. Kriteria ekslusi pada penelitian ini adalah anggota keluarga yang sedang
sakit saat penelitan dan mengundurkan diri sebagai informan.
33
Untuk mendukung validitas data yang diperoleh sesuai dengan
keadaan dilapangan, dapat diamati, dicatat dan dicermati kembali sesuai
dengan sumber data yang didapat dari informan. Dalam hal ini informan yang
dapt memberikan keterangan secara objektif, netral, dan dapat
dipertanggungjawabkan.
D. Alur Penelitian
PopulasiPopulasi dalam penelitian ini adalah anggota keluarga yang menjadi PMO penderita TB Paru diwilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan barombong Kab. Gowa sebanyak 6 orang
SampelPemilihan informan/ sampel berdasarkan kriteria inklusi & kriteria eksklusidengan teknik pengambilan purposive sampling sebanyak 5 orang
Setelah mendapatkan persetujuan, peneliti melakukan pendekatan kepada caloninforman & menjelaskan maksud dan tujuan penelitian (informed consent)
Melakukan pengumpulan data dilapangan pada informan dengan cara wawancara mendalam(in-depth interview) menggunakan pedoman wawancara dan alat perekam (tape recorder)
Transkrip wawancara
Analisis data yang dikembangkan oelh Colaizzi
Penyajian Hasil dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Bagan 3.1: Alur penelitian
34
E. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian kualitatif yang menjadi istrumen atau alat penelitian
adalah peneliti itu sendiri. Namun setelah penelitian menjadi jelas maka
dikembangkan instrument penelitian sederhana yang dapat mempertajam serta
melengkapi data hasil pengamatan dan observasi (Sugiyono, 2012).
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang peneliti gunakan
adalah wawancara mendalam (in-depth interview) dimana peneliti akan
memperoleh keterangan atau hal-hal yang mendalam dari informan untuk
tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka secara
langsung dengan informan tentang pengalaman merawat penderita TB Paru
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara.
Setelah mengenal calon informan, peneliti memperkenalkan identitas
dan para informanpun memperkenalkan identitas mereka. Setelah itu peneliti
melakukan kontrak waktu untuk melakukan wawancara dengan masing-
masing informan. Berdasarkan waktu yang telah disepakati, peneliti menemui
calon informan pertama, menjelaskan tujuan penelitian, manfaat, prosedur
penelitian, hak-hak informan, peran informan dalam penelitian serta membina
hubungan saling percaya dengan calon informan. Dalam pengumpulan data,
peneliti menggunakan alat bantu perekam (tape recorder) kemudian
dilanjutkan dengan pertanyaan yang ada dalam pedoman wawancara yang
35
telah disiapkan sebelumnya. Wawancara diawali dengan pertanyaan terbuka
dan bersifat umum tentang kabar informan, aktfitas sehari-hari, keterlibatan
dalam kegiatan sehari-hari dalam lingkungan keluarga maupun sosial,
pengalaman pribadi informan selama merawat anggota keluarga yang sakit,
pernakah memperoleh informasi tentang TB paru, hingga dilanjutkan dengan
pertanyaan berdasarkan pedoman wawancara dan tujuan penelitan. Setelah
wawancara selesai, peneliti meminta kesediaan dari informan untuk
diwawancarai kembali apabila peneliti perlu mengklarifikasi jawaban yang
telah diberikan sebelumnya atau bila peneliti perlu data tambahan.
Proses pengumpulan data telah dilakukan dengan mewawancarai pada
5 (lima) informan, peneliti akan melakukan wawancara sampai mencapai
saturasi data pada informan yang dituju. Proses wawancara dilakukan dalam
waktu 30 sampai 60 menit tiap informan. Selama proses wawancara dari
informan pertama hingga informan ke lima, peneliti mengisi catatan lapangan
( field not) yang berisi tentang tanggal, waktu, dan informasi dasar tentang
suasana saat wawancara dilakukan.
G. Teknik Analisa Data
Teknik analisa data yang digunakan pada penelitian selama di lapangan
menurut Miles dan huberman dalam penelitian kualitatif dilakukan pada saat
pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpuan dalam
36
periode tertentu. Miles dan Huberman mengemukakan bahwa dalam analisis
data meliputi 3 aktivitas utama, yaitu (Sugiyono, 2012):
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Karena data yang diperoleh dilapangan jumlahnya cukup banyak, maka
perlu dicatat secara teliti dan rinci. Untuk itu, perlu segera dilakukan
analisis data melalui reduksi data. Mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal pokok. Memfokuskan pada hal-hal penting,
mengelompokkan kata-kata kunci, membuat kategori dan dicari tema dan
polanya. Dengan demikian data yang telah direduksi akan memberikan
gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan.
2. Data Display (Penyajian Data)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendysplaykan
data. Dalam penelitian kualitatif yang sering digunakan untuk menyajikan
data adalah dengan teks yang bersifat naratif.
3. Clonclusion Drawing (verifikasi)
Langkah selanjutnya adalahpenarikan kesimpulan atau verifikasi.
Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan
berubah apabila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung
pada tahap pengumpulan data berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan
37
konsisten saat peneliti kembali mengumpulkan data dilapangan, maka
kesimpulan yang dikemukakan adalah kesimpulan yang kredibel.
Analisa data yang dilakukan dengan metode fenomenologi yang
dikembangkan oleh Colaizzi, 1978 dikutip dalam Saryono & Anggraini
(2011). Menurut Colaizzi, analisis dapat dilakukan dengan:
1. Mengambarkan pengalaman anggota keluarga dalam merawat pasien
TB Paru
2. Mencatat data yang diperoleh yaitu hasil wawancara dengan informan
kemudian membuat transkrip dengan merubah dari rekaman suara
menjadi bentuk tertulis secara verbatim.
3. Membaca hasil secara berulang-ulang sebanyak 4-5 kali dari semua
informan.
4. Memilih pernyataan yang penting agar bisa dikelompokan.
5. Menentukan makna setiap pernyataan yang penting dari setiap
informan dan pernyataan yang berhubungan dengan pengalaman
anggota keluarga merawat keluarga yang sakit.
6. Mengelompokan data kedalam bebagai kategori untuk selanjutnya
dipaami secara utuh dan menentukan tema utama yang muncul.
7. Mengintegrasikan hasil secara keseluruhan kedalam bentuk deskripsi
naratif mendalam tentang pengalaman anggota keluarga merawat
pasien TB Paru.
38
H. Uji Keabsahan Data
Menurut Saryono & Anggraeni (2011) dan Sugiyono (2012) salah satu
cara untuk memvalidasi dan memperoleh keabsahan data (trustworthiness)
pada studi kualitatif adalah dengan melakukan verifikasi atau konfirmasi data
kepada partisipan. Tujuan validasi data dalam suatu penelitian kualitatif
adalah agar dapat menampilkan pengalaman-pengalaman partisipan secara
akuraat. Teknik operasional yang dapat meningkatkan keakuratan dalam
penelitian kualitatif adalah :
1. Credibility (Nilai Kebenaran/validitas internal).
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan pengumpulan data dengan
cara wawancara mendalam terhadap setiap informan (anggota keluarga)
yang menjadi sampel. Untuk mencapai prinsip credibility, peneliti
melakukan pengecekan kembali hasil wawancara yang telah
ditranskripkan untuk melihat kesesuaian dengan hasil rekaman dan
catatan lapangan. Peneliti kemudian meminta informan untuk mengecek
kembali hasil kutipan wawancara dan menanyakan apakah partisipan
setuju dengan hasil analisa atau ingin mengubah ataupun menambah data
yang telah diberikan.
1. Transferability ( Penerapan/Validitas eksternal )
Guna mencapai prinsip transferability dalam penelitian ini, peneliti
bertanggung jawab dalam membuat laporan hasil penelitian dengan rinci
39
dan memadai sehingga peneliti akan mentransfer hasil penelitian ke
subjek lain atau populasi lain dengan kriteria atau tipologi yang sama.
2. Dependability (Konsistensi/reliabilitas)
Dalam penelitian ini peneliti meminta rekan peneliti dan
pembimbing (independen auditor) untuk mereview aktivitas peneliti
selama melakukan penelitian ditempat penelitian yakni Puskesmas
Moncobalang Kecamatan barombong kabupaten Gowa. Selain itu
peneliti juga akan menginterpretasikan dalam kata-kata kunci, kategori,
dan tema dari hasil wawancara yang telah dibuat dalam transkrip
sebelumnya demi mencapai prinsip dependability.
3. Confirmabiity (Naturalitas/objektivitas).
Demi terwujudnya prinsip confirmability dalam penelitian ini,
peneliti mengkomfirmasi semua hasil penelitian dengan pembimbing 1
dan pembimbing 2 untuk menilai secara objektif dan netral terhadap hasil
temuan peneliti ditempat penelitian. Peneliti juga akan berusaha untuk
menyamakan pandangan atau persepsi dengan pembimbing 1 dan
pembimbing 2 terhadap temuan ditempat penelitian setelah melakukan
wawancara mendalam dengan setiap informan.
40
I. Etika Penelitian
Etika dalam penelitian yang perlu diperhatikan menurut Komisi Etik
Penelitian Kesehatan 2005 meliputi:
1. Respect for person (Menghormati harkat dan martabat manusia)
a. Peneliti berupaya menghargai hak-hak responden dengan memberikan
penjelasan kepada calon responden tentang tujuan penelitian dan
informasi yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam penelitian.
b. Calon responden diberi kebebasan untuk memilih bersedia atau tidak
bersedia terlibat dalam penelitian ini, dan peneliti menyediakan surat
permohonan serta lembar persetujuan responden.
c. Menjaga kerahasiaan dan atau informasi yang didapatkan dengan
memberi nomor urut sebagai pengganti nama responden dan
dokumentasi penelitian tidak menampilkan wajah atau identitas
responden.
2. Benefice (Manfaat)
Memperhitungkan manfaat dan kerugian yang ditimbulkan
(balancing harms and benefits). Peneliti melaksanakan penelitian sesuai
dengan prosedur penelitian guna mendapatkan hasil yang bermanfaat
semaksimal mungkin bagi responden, serta meminimalisasi dampak yang
merugikan (nonmaleficence).
41
3. Justice (Keadilan)
Responden harus mendapat perlakuan yang sama dengan moral
yang benar dan layak dalam memperoleh haknya.
42
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada bab ini akan diuraikan hasil penelitian dan pembahasan tentang
pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja
puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa. Penelitian
dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai dengan 31 Agustus 2013 dengan jumlah
informan sebanyak lima orang.
Kelima informan ini didapatkan setelah mendapatkan izin penelitian dari
kepala Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa dan
mendapatkan data dari kepala bagian laboratorium (data laboratorium penderita
Tuberkulosis Paru) yang telah menjalani pengobatan selama 6 bulan (± 1 bulan
setelah menjalani pengobatan). Dari data tersebut terdapat 6 orang dengan
penderita TB Paru yang telah menjalani pengobatan dan dengan Pengawas
Minum Obat (PMO) 1 orang tiap penderita TB paru. Data yang telah lengkap
dengan alamat masing-masing tersebut sebagai pegangan bagi peneliti untuk
menemui keenam informan bersama dengan kepala laboratorium Puskesmas
Moncobalang, sekaligus menjelaskan maksud kedatangan dan memberikan
informed consent kepada masing-masing informan. Namun satu dari enam yang
sebelumnya telah ditetapkan sebagai informan sudah tidak tinggal bersama
43
dengan keluarganya sejak 1 bulan terakhir. Akhirnya didapatkanlah kelima
informan tersebut.
Bagian ini terdiri dari uraian tentang karakteristik informan dan analisis tema
yang muncul dari hasil wawancara yang dilakukan berdasarkan pengalaman
anngota keluarga dalam merawat pasien TB Paru. Hasil penelitian dapat
diuraikan, adapun karakteristik informan meliputi : umur, jenis kelamin,
pendidikan, hubungan dengan penderita serta analisis tema meliputi empat tema
yang ditemukan : tema satu kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB
paru, tema dua perubahan peran anggota keluarga dalam merawat pasien TB paru,
tema tiga persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB paru, tema empat
mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB paru.
1. Karakteristik Informan
Informan dalam penelitian ini berjumlah lima orang. Semua informan
merupakan anggota keluarga yang selalu merawat dan menjadi POM dari
penderita TB Paru dan telah memiliki pengalaman dalam merawat pasien TB
Paru di wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong
Kabupaten Gowa. Untuk menjaga kerahasiaan tentang identitas namanya,
masing-masing informan diberi kode sesuai dengan urutan wawancara saat
pengumpulan data. Kodenya adalah I1, I2, I3, I4, I5.
44
Tabel 4.1. Karakterisitik Informan
Kode Umur JK Pendidikan Pekerjaan Status HubunganInforman Terakhir dengan
PenderitaI1 29 P SD IRT Kawin IstriI2 31 P SMP IRT Kawin IstriI3 30 P SMP IRT Kawin IstriI4 32 P SD IRT Kawin IstriI5 35 P SMA IRT Kawin Istri
a. Informan 1 (I1)
Informan 1 adalah seorang wanita berumur 29 tahun dan merupakan istri
dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhirnya adalah SD dan memiliki seorang anak laki-laki
berumur 9 tahun. Tidak ada riwayat penyakit TB dari keluarga, dan
mengetahui suaminya menderita penyakit TB Paru pada bulan Januari
2013.
b. Informan 2 (I2)
Informan 2 adalah seorang wanita berumur 31 tahun dan merupakan istri
dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhirnya adalah SMP dan memiliki dua orang anak, anak
pertama laki-laki 8 tahun, anak kedua perempuan 5 tahun. Tidak ada
riwayat penyakit TB dari keluarga, dan mengetahui suaminya menderita
penyakit TB Paru pada bulan Januari 2013.
45
c. Informan 3 (I3)
Informan 3 adalah seorang wanita berumur 30 tahun dan merupakan istri
dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhirnya adalah SMP dan memiliki dua orang anak. Anak
pertama laki-laki 9 tahun, anak kedua laki-laki 6 tahun. Ada riwayat
penyakit TB dari keluarga yaitu ayah dari suaminya (mertua). Suaminya
sudah lama menderita penyakit TB Paru, namun baru diketahui sejak
bulan Januari 2013 bertepatan dengan saat suaminya masuk rumah sakit
karena adanya prostat.
d. Informan 4 (I4)
Informan 4 adalah seorang wanita berumur 32 tahun dan merupakan istri
dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhirnya adalah SD dan belum memiliki anak. Ada riwayat
TB dari keluarga yaitu kakak dan ayah dari suaminya adalah penderita TB
Paru. Suaminya sudah lama memiliki gejala dari TB Paru yaitu batuk, tapi
baru diketahui sejak bulan Januari 2013 saat suaminya sering merasakan
nyeri dada.
e. Informan 5 (I5)
Informan 5 adalah seorang wanita berumur 35 tahun dan merupakan istri
dari penderita TB Paru. Pekerjaannya sebagai ibu rumah tangga.
Pendidikan terakhirnya adalah SMA dan memiliki dua orang anak. Anak
pertama laki-laki 8 tahun, anak kedua perempuan 6 tahun. Tidak ada
46
riwayat penyakit TB Paru dari keluarga. Penyakit tersebut baru diketahui
sejak awal bulan Januari 2013 saat suaminya merasakan nyeri dada yang
hebat dan sering mengalami sesak napas.
2. Analisis Tema
Data penelitian, berupa transkrip dan catatan lapangan dari setiap
wawancara mendalam, dianalisis dengan menggunakan metode fenomenologi
yang dikembangkan oleh Collaizi dikutip dalam Saryono dan Anggreani
(2011). Kemudian peneliti melakukan analisa data dengan berpatokan pada
tujuh langkah yang dikemukakan oleh Collaizi, peneliti mengidentifikasi tema
sebagai hasil penelitian ini. Tema yang muncul dalam penelitian ini saling
terkait antara satu dengan lainnya yang timbul berdasarkan pengalaman
anggota keluarga merawat penderita TB Paru, dimana tema-tema tersebut
akan diuraikan di bawah ini. Proses pemunculan tema tersebut dapat dilihat
pada matriks analisis data pada lampiran. Dari hasil analisa tersebut peneliti
menemukan empat (tema) sebagai hasil dari penelitian ini. Masing-masing
tema dibuat berdasarkan apa yang dialami, dirasakan dan diungkapkan
informan yang merupakan pengalam seperti yang diuraikan dibawah ini.
a. Tema 1: Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB paru
Adapun tema pertama yang berhasil peneliti identifikasi berdasarkan
hasil wawancara yaitu kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB
paru. Kategori dari tema tersebut adalah afektif, perilaku, dan kognitif.
47
1) Afektif
Dari hasi wawancara diidentifikasi dua kata kunci yaitu gugup
dan gelisah seperti yang terungkap dalam pernyataan informan di
bawah ini :
“Erere… annekkereka’. Kukana naku apami, jari nakana dottorokaa’do’a mamiki… Bu’…” (I1).(saya gemetar dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga doktermenyarankan untuk senantiasa berdo’a).
“Cemasja juga…. (dengan nada rendah). Tapi anuka ku bilangyang penting maujaki berobat toh...(I2).(saya juga merasa cemas…(dengan nada rendah). Tapi saya selalumemberinya dukungan agar tetap mau minum obat).
2) Perilaku
Hasil penelitian mengidentifikasi dua kata kunci yaitu susah tidur dan
menghindar. Hal tersebut terungkap dalam pernyataan-pernyataan
informan berikut :
“wattunna ni taba garring daengku, tena na jannang tinroku, nasabak sannging iaminjo ku nawa-nawa...” I1
(saat sumiku sakit, saya mengalami susah tidur, sebab saya selalumemikirkan penyakitnya).
“ Tidak ada tetanggaku di sini yang tauki kalau sakit begitukisuamiku, karena nanti menularki toh, jadi tidak bilang-bilangkasama orang-orang”.(I5).(tidak satupun tetangga yang tahu kalau suami saya menderitapenyakit menular karena saya menyembunyikannya dari semuaorang).
48
“tena naissengi anrinni tau riampik ballakku angkana garring anjoakpaballe annang bulanga daengku...” I3
(tidak ada yang tahu bahwa suami saya menderita penyakit TB danberobat enam bulan)
3) Kognitif
Hasil penelitian teridentifikasi satu kata kunci yaitu khawatir yang
berlebihan seperti yang terungkap dalam pernyataan dibawah ini :
“Mallakma kusakring wattunna mulaimi nitaba garring, ka tena kuassengi sebelumna anjo angkana garringi”…(I4)(saya sangat takut saat mengetahui suami saya menderita TB,karena saya tidak melihat ada tanda-tanda penyakit tersebutpadanya)
Kata Kunci Kategori Tema
Gugup
Afektif
Gelisah
Susah tidur
Menghindar
PerilakuKecemasan
anggota keluarga
merawat pasien
TB Paru
Khawatir yangberlebihan
Kognitif
Skema 4.1 : Analisa tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasienTB Paru
49
b. Tema 2 : Peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru.
Adapun tema kedua yang berhasil peneliti indentifikasi adalah peran
anggota keluarga merawat pasien TB Paru. Terdapat dua kategori yang
muncul yaitu penambahan tugas dan perubahan fungsi peran.
1) Penambahan tugas
Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci yaitu menjadi PMO. Hal
ini terungkap dalam penrnyataan-pernyataan berikut :
“ Iye terus-terus, pokokna lakbusukna maeku akboya. Biasa tenapapoeng nalakbusuk sebelumna maema akboya pakballe.(I1).(iya rutin, yang jelas seblum obat yang diberikan oleh petugas habisdiminum, saya sudah ke Puskesmas untuk mengambil obat lagi).
“Rajinka pergi ambilkanki obatnya, karena mauka supaya cepatkisembuh…(I5)(saya rutin mengambil obat, demi kesembuhan suami saya).
2) Perubahan fungsi peran
Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci mengambil alih peran
suami sebagai pencari nafkah dan bertanggung jawab terhadap
keluarga. Hal ini terungkap dalam pernyataan berikut :
“Iya, baru ini berapa harika na bantu di sawah, baru tidakmi nakeluar karna batuki to’, di siniji. Tapi, tidak bisai juga kalau tidakkerjai karna anak-anaka juga kodong. (I2).(beberapa hari ini suami saya ikut membantu di sawah, tapi karenabatuknya kambuh makanya ia kembali beristirahat. Tapi susah jugajika suami saya tidak bekerja, nanti anak-anak mau makan apa).
“… langsungmi berhenti kerja… jadi saya lagi yang kerja, jualankakeu-kue supaya ada biaya sehari-hari untuk keluargaku…”(I5)
50
(…suami saya langsung berhenti bekerja, sehingga secara otomatissaya mengambil alih pekerjaannya, saya berjualan kee-kue untukkebutuhan hidup keluarga sehari-hari…)
Kata Kunci Kategori Tema
Menjadi PMO Penambahan tugas
Mengambil alih peransuami sebagai pencari
nafkah
Bertanggung jawabterhadap keluarga
Perubahan fungsikeluarga
Perubahan perananggota keluarga
merawat pasien TBParu
Skema 4.2. Analisa tema 2 : perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru
c. Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru.
Tema ketiga yang berhasil peneliti identifikasi adalah persepsi anggota
keluarga tentang penyakit TB Paru. Terdapat tiga kategori yang muncul
yaitu defenisi, pencegahan, dan pengaruh sosial budaya.
1) Defenisi
Hasil penelitian teridentifikasi tiga kata kunci yaitu tidak tahu
penyebab TB Paru, tidak mengerti cara penularan dan tidak dapat
51
sembuh. Hal ini terungkap dalam pernyataan-pernyataan informan
berikut :
“Tena nakuassengi angkana anngapa na nitaba garring kammaanjo daengku...” I2
(saya tidak tahu apa yang menyebabkan suamiku menderitapenyakit tersebut)
“Ianjo ku kamallakkang wattunna uru-uru, ereree karaeng kupikkiri gassingka antu tenamo na kulle bajik” ( ekpresi takut)…(I1)(saat pertama saya mengetahui bahwa suami saya menderitapenyakit TB, saya sangat takut karena saya pikir bahwa penyakittersebut tidak bisa sembuh). (ekspresi takut)
2) Pencegahan
Hasil penelitian teridentifikasi satu kata kunci yaitu tidak
mengerti cara pencegahan dari penyakit TB Paru. Hal ini terungkap
dalam pernyataan informan berikut :
…”Iaji anjo angkana pannganreanna ni saklak”… (I3)(…hanya tempat makannya saja yang kami pisah…)
“tena kulekbak ammake anjo nikanaya masker, nampa siagangterusja aktinro daengku..” I4
(saya tidak pernah memakai menggunakan, dan saya pun selalutidur bersama dengan suami)
3) Pengaruh sosial budaya
Hasil penelitian teridentifikasi dua kata kunci yaitu lingkungan dan
penyembuhan secara tradisional. Hal ini terungkap dalam pernyataan-
pernyataan informan berikut :
52
“Kerjaki suamiku di dalam situ (sambil menunjuk arah depanrumah) to’, di pabrik gas. Baru rata-rata orang di dalam situ sakit-sakit dadanya…(I5)(suamiku kerja di dalam pabrik gas dekat rumah. Baru rata-rataorang yang kerja di dalam sakit-sakit dadanya…)Ni pasiambakmi poeng anjo mae pakballe mangkasarak. Pokoknakarea nikana ambajiki… (I3)(di padukan juga itu semua obat tradisional. Pokoknya yangdikatakan bisa menyembuhkan…)
Kata Kunci Kategori Tema
Tidak tau penyebabTB Paru
Tidak mengerti carapenularan Defenisi
Tidak dapat sembuh
Cara pencegahan
Lingkungan
pencegahanPersepsi anggota
keluarga tentang
penyakit TB Paru
Penyembuhan secaratradisional
Pengaruh sosialbudaya
Skema 4.3. Analisis tema 3 : persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru
53
d. Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tau anggota keluarga
terkena TB Paru
Adapun tema keempat yang berhasil peneliti identifikasi adalah
mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB
Paru. Terdapat dua kategori yang muncul yaitu koping adaptif dan
mekanisme pertahanan ego.
1) Koping adaptif
Hasil penelitian teridentifikasi tiga kata kunci yaitu berusaha
tenang, berdo’a dan beryukur, serta menjalankan pesan petugas
kesehatan. Hal ini nyata dalam pernyataan-pernyataan informan
berikut:
“ ee… itu waktunya apa itu. Ee batuki toh keluarki darah sedikit,tapi kubilang anunyaji itu obatka…(I2)(ee… pada saat itu suamiku menderita batuk dan mengeluarkansedikit darah, tapi saya sampaikan bahwa itu mungkin adalah efeksamping dari obat)
“…a’doa terusjaki anjo ka nikana apami paeng ka sarengnaminitaba garring kamma…(I4)(saya selalu berdo’a dan bersabar karena ini sudah menjadi takdirbagi suami saya)
“…Nakana dottoroka, tena nakkulle anngangkak anu battalak,haruski rajeng annganre pakballe… jari ni turukiang tommi anjomae, ka dottoroka antu jai naisseng…(I1)(dokter menganjurkan agar suamiku tidak mengangkat beban yangterlalu berat dan senantiasa menum obat secara teratur, saya
54
menganjurkan suami untuk mengikuti saran tersebut karena dokterlebih tahu dalam hal ini…)
2) Koping maladaptif
Hasil penelitian teridentifikasi kata kunci yaitu penyangkalan
terhadap keadaan penyakit. Hal ini nyata dalam pernyataan informan
berikut :
“itumi ku bilang kenapa na bisa sakit begitu na tidak pernahjibatuk-batuk… tidak mentong na kubilangi suamiku sakitbegitui..”(I5)(makanya saya heran mengapa suamiku menderita penyakit sepertiini, padahal sebelumnya suamiku tidak pernah batuk. Sampaisekarang saya tidak percaya bahwa suamiku menderita penyakitTB...)
Kata Kunci Kategori Tema
Berusaha tenang
Berdo’a danbersyukur Koping adaptif
Menjalankanpesan petugas
kesehatan
Mekanisme kopingkeluarga setelah
tahu anggotakeluarga terkena
TB Paru
Penyangkalanterhadap keadaan
penyakit
Koping maladaptif
Skema 4.4. Analisis tema 4 : Mekanisme koping keluarga setetlah tahu anggota keluarga terkena TB Paru
55
Berdasarkan uraian tentang analisis tema di atas, dapat disimpulkan
bahwa empat tema yang muncul dalam penelitian ini dapat menjawab tujuan
penelitian, yaitu memperoleh gambaran yang lebih mendalam tentang
pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru di wilayah kerja
Puskesmas Moncobalang Kecamatan Pallangga Kab. Gowa.
B. Pembahasan
Pada bagian ini, peneliti akan menjelaskan tentang interpretasi dari
hasil penelitian dan keterbatasan penelitian. Interpretasi hasil penelitian
dilakukan dengan membandingkan hasil penelitian dengan tinjauan pustaka
yang telah diuraikan pada bab sebelumnya. Keterbatasan penelitian ini akan
dibahas dengan membandingkan proses penelitian yang telah dilalui dengan
kondisi ideal yang seharusnya dicapai.
Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru
Hasil penelitian menunjukkan adanya kecemasan anggota keluarga
merawat pasien TB Paru. Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh
Hawari (2001) menyatakan bahwa seseorang yang mengalami kecemasan
ditandai dengan keluhan-keluhan yang sering diungkapkan seperti cemas,
khawatir, merasa tegang, tidak tenang, gelisah dan lain sebagainya.
Kecemasan adalah kondisi emosional yang tidak menyenangkan yang ditandai
dengan perasaan-perasaan subyektif seperti ketegangan, ketakutan,
kekhawatiran serta ditandai dengan aktifnya sistem syaraf pusat, seseorang
56
yang mengalami kecemasan akan mengalami respon fisiologis dan respon
psikologis, hal ini dijelaskan dalam penelitian Mu’arifah (2005). Kecemasan
yang dialami oleh anggota keluarga tergambar dari adanya respon yang
ditimbulkan dari kecemasan tersebut yaitu afektif, perilaku dan kognitif
seperti yang diungkapkan oleh informan dalam penelitian.
a. Afektif
Hasil penelitian terungkap bahwa informan mengalami perilaku afektif
dalam bentuk gugup dan gelisah. Dari pernyataaan yang diungkapkan oleh
informan, empat dari lima informan merasa gugup dan gelisah dengan
adanya anggota keluarga yang menderita TB Paru. Hasil penelitian ini
sejalan dengan yang diungkapkan oleh Stuart dan Laraia (2005) bahwa
seseorang yang mengalami kecemasan akan mengalami respon psikologis
terhadap kecemasan yaitu ditandai dengan perilaku seperti gugup dan
gelisah.
Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa dalam merawat pasien TB
Paru informan mengalami respon kecemasan yaitu afektif yang ditunjukkan
dengan gugup dan gelisah sehingga dalam merawat penderita TB Paru
informan selalu merasa gugup karena tidak tahu harus berbuat apa setelah
mengetahui bahwa anggota keluarganya menderita penyakit TB Paru.
57
b. Perilaku
Hasil penelitian mengungkapkan adanya respon kecemasan berupa
perilaku anggota keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
Menurut tiga dari lima informan dalam penelitian, mereka mengalami susah
tidur dan menghindar.
Hal ini sejalan dengan yang dijelaskan oleh stuart dan Laraia (2005)
bahwa ketika seseorang mengalami kecemasan maka ia akan mengalami
respon psikologis yaitu perilaku, afektif dan kognitif. Respon perilaku
tersebut terungkap dari pernyataan informan yang menyatakan bahwa
mereka susah tidur dan menghindar dari lingkungan sekitar.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa informan mengalami respon
berupa susah tidur dikarenakan selalu memikirkan keadaan suaminya yang
menderita penyakit TB paru. Selain itu informan menghindar dari
lingkungan sekitar karena tidak ingin ada yang tahu bahwa salah satu
anggota keluarganya menderita penyakit TB paru.
c. Respon kognitif
Hasil penelitian ini mengungkapkan adanya respon kognitif seseorang
dengan adanya kecemasan anggota keluarga terhadap penularan TB Paru,
respon kognitif yang ditunjukkan adalah perasaan khawatir yang berlebihan.
Hal ini sejalan dengan penjelasan Stuart dan Laraia (2005) bahwa respon
psikologis yang dirasakan seseorang terhadap kecemasan adalah adanya
perasaan khawatir yang berlebihan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh
58
Mu’arifah (2005) menjelaskan bahwa individu yang mengalami kecemasan
akan berdampak pada gangguan terhadap fungsi pikiran, fisiologis dan
psikologis.
Respon kognitif yang dirasakan oleh keluarga dengan penderita TB
paru berdampak pada kehidupan mereka dalam merawat anggota keluarga
yang sakit, mereka merasa khawatir terhadap penyakit tersebut dengan
adanya penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang sebelumnya tidak
ada riwayat anggota keluarga yang pernah menderita TB paru.
Tema 2 : Perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru
Hasil penelitian menunjukkan adanya perubahan peran anggota keluarga
merawat pasien TB Paru. Perubahan peran tersebut antara lain penambahan
tugas dan perubahan fungsi keluarga. Dalam satu keluarga setiap anggota
keluarga memiliki peran masing-masing seperti yang dijelaskan oleh Efendy
(1998) dalam effendi dan Makhfudli (2013) bahwa peran dalam keluarga yaitu
peran sebagai ayah, peran sebagai ibu, dan peran sebagai anak. Dalam
menjalankan kehidupan keluarga memiliki lima fungsi salah satunya adalah
fungsi ekonomi yang berfungsi untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarga
(Friedman, 1998) dalam Efendi dan Makhfudli (2013).
59
a. Penambahan tugas
Hasil penelitian mengungkapkan adanya penambahan tugas oleh
anggota keluarga dalam merawat pasien TB paru yaitu sebagai PMO. Hal
ini sejalan dengan Widyaningsih (2004) menjelaskan bahwa PMO adalah
seseorang yang mengawasi penderita TB paru selama pengobatan agar dapat
dipastikan bahwa penderita tersebut menyelesaikan pengobatannya dengan
lengkap dan teratur. Dalam merawat anggota keluarga yang sakit khususnya
penderita TB Paru maka anggota keluarga harus menjadi PMO agar
penderita bisa lebih aktif dalam pengobatannya. Semua informan menjadi
PMO dari anggota keluarga yang sakit karena mereka adalah keluarga
terdekat dari penderita TB Paru.
b. Perubahan fungsi keluarga
Hasil penelitian mengungkapkan adanya perubahan fungsi keluarga
dalam merawat pasien TB Paru. Beberapa informan mengungkapkan bahwa
mereka mengambil alih pekerjaan suami mencari nafkah dan
bertanggungjawab terhadap anggota keluarga, dengan adanya penyakit yang
diderita oleh suami sehingga tidak dapat menjalankan tugasnya sebagai
kepala keluarga dan mencari nafkah untuk keluarganya. Hal ini tidak sesuai
dengan teori yang ada (Efendy, 1998) dalam Efendi dan Makhfudli (2013)
menjelaskan bahwa peran formal dalam keluarga adalah ayah berperan
sebagai pencari nafkah, ibu berperan untuk mengurus rumah tangga,
pengasuh dan pendidik anak-anaknya.
60
Dalam fungsi keluarga sebagai fungsi ekonomi, keluarga berfungsi
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan keluarga
seperti makan, pakaian, dan rumah (Friedman, 1998) dalam Efendi dan
Makhfudli (2013). Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori bahwa
dalam merawat pasien TB Paru, anggota keluarga sulit untuk memenuhi
fungsi ekonomi keluarga karena yang seharusnya bertanggung jawab akan
hal itu adalah kepala keluarga yaitu suami, namun dengan kondisi suami
yang sedang sakit maka yang mengambil alih adalah istri yang seharusnya
bertanggung jawab sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya. Untuk
memenuhi fungsi ekonomi itu sangat sulit dipenuhi oleh seseorang yang
tidak memiliki pekerjaan tetap seperti semua informan yang hanya sebagai
ibu rumah tangga.
Tema 3 : Persepsi anggota kelurga tentang penyakit TB Paru
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman anggota keluarga terhadap
penyakit TB Paru masih sangat kurang. Hal itu tergambar dari pernyataan
informan yang mengungkapkan bahwa tidak tahu cara penyebab dan cara
penularan dari TB Paru serta pengaruh sosial budaya. Suratno (2006)
mengemukakan bahwa nilai-nilai budaya pemahaman tentang kesehatan
dikalangan masyarakat yang masih sangat berbau mistis daripada logika medis
cukup memberikan pengaruh terhadap perilaku seorang pengguna jasa
pengobatan di puskesmas.
61
a. Defenisi
Hasil penelitian mengungkapkan adanya beberapa perilaku anggota
keluarga terhadap penyakit TB Paru. Menurut dua dari lima informan dalam
penelitian, mereka memiliki persepsi bahwa penyakit TB Paru adalah
penyakit yang tidak dapat sembuh dan merupakan penyakit yang menular.
Hal ini sejalan dengan Maramis (2009) yang menyatakan bahwa persepsi
seseorang terhadap suatu penyakit ditentukan oleh stressor dan pengaruh
sosiobudaya yang ada. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Priyatin (2007) bahwa semakin baik persepsi seseorang
terhadap suatu penyakit maka semakin baik pula stressor yang dimiliki dalam
menghadapi kecemasan yang dialami. Anggota keluarga memiliki persepsi
terhadap penyakit TB paru sebagai penyakit yang menular dan penyakit yang
tidak dapat sembuh, hal ini dikarenakan dilingkungan mereka yang masih
meyakini penyembuhan secara tradisional dan tidak mengerti cara
pencegahan penyakit TB paru.
Notoatmodjo (2007) menjelaskan bahwa pengetahuan merupakan hasil
dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap
suatu objek tertentu. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behavior).
Hal ini tidak sejalan dengan yang diungkapkan oleh PPTI (2004) dalam
Nugroho dan Astuti (2010) dijelaskan bahwa keluarga melakukan upaya
pencegahan dengan cara menerapkan pola hidup sehat ( makan makanan
62
bergizi, istirahat cukup, olahraga teratur, hindari rokok, alkohol, obat bius
dan hindari stress), bila batuk mulut ditutup, jangan meludah disembarang
tempat.
Widoyono (2008) mengatakan bahwa kontak terdekat dua kali lebih
beresiko tertular seperti keluarga serumah dibandingkan kontak biasa (tidak
serumah). Seorang penderita dengan BTA positif yang derajat positifnya
tinggi berpotensi menularkan penyakit ini. Penelitian yang terkait dengan
pengetahuan seseorang terhadap penyakit TB Paru dilakukan oleh Nugroho
dan Astuti (2010) yang menerangkan bahwa seseorang dengan semakin
tinggi tingkat pendidikan semakin mudah untuk menerima informasi
sehingga dengan semakin banyak informasi yang diperolehnya semakin baik
pula tingkat pengetahuannya.
b. Pencegahan
Hasil penelitian terungkap bahwa informan tidak mengerti cara
pencegahan TB Paru, karena kelima informan tidak ada yang memakai
masker saat melakukan aktivitas sehari-hari bersama dengan suami mereka.
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan oleh Fibriana (2011) bahwa upaya
pencegahan menurut WHO yaitu pencahayaan rumah yang baik, Menutup
mulut saat batuk, Tidak meludah di sembarang tempat, Menjaga kebersihan
lingkungan dan alat makan.
63
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Fibriana (2011) di
puskesmas wringinanom di dapatkan dari 22 responden sebanyak 6
responden dengan keluarga yang berperilaku baik dari hasil tersebut dapat di
katakan bahwa sebagian responden minim nya informasi yang didapatkan
(kurangnya informasi), karena sebagain keluarga berpendidikan SMP-SMA.
Dan keluarga hanya mendapatkan informasi disaat kelurga
berobat/berkunjung atau mendatangi di puskesmas, sulitnya mencapai sarana
pelayanan kesehatan, dan mahalnya biaya transportasi dan pengobatan.
Keluarga jarang sekali bahkan tidak pernah mendapatkan penyuluhan
kesehatan di desa mereka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa informan belum tahu tentang
cara pencegahan dari penyakit Tuberkulosis Paru karena kurangnya
informasi yang didapatkan, sehingga salah satu dari anggota keluarga dari
informan kedua ada yang tertular penyakit tersebut. Anak dari informan
kedua yang berusia ± 1 tahun meninggal dunia akbiat tertular dari penyakit
TB Paru yang diderita oleh orangtuanya. Suami informan selalu tidur
bersama anaknya, sehingga anak tersebut tertular. Informan pun tidak pernah
memberitahukan suaminya agar mencegah penularan tersebut.
c. Pengaruh sosial budaya
Hasil penelitian terungkap bahwa informan mengalami pengaruh
sosial budaya dari segi lingkungan dan penyembuhan secara tradisional.
Menurut sebagian besar informan penelitian, mereka terpengaruh oleh
64
lingkungan dan penyembuhan secara tradisional. Hasil penelitian ini sejalan
dengan yang diungkapkan oleh Suratno (2006) menurut Engel et al. (1995)
bahwa perilaku seseorang dalam menentukan pilihan pelayanan pengobatan
dipengaruhi oleh faktor lingkungan yang berupa nilai-nilai budaya, faktor
perbedaan individual serta faktor psikologis. Hasil penelitian
mengungkapkan adanya pengaruh lingkungan dan sosial budaya, hal ini
nampak dari pernyataan yang diungkapkan oleh beberapa informan bahwa
selain berobat ke layanan kesehatan mereka juga masih berobat tradisional,
mereka meyakini bahwa penyakit yang diderita oleh anggota keluarganya
juga dapat sembuh dengan pengobatan secara tradisional.
Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena
TB Paru
Hasil penelitian juga menunjukkan adanya gambaran mekanisme koping
keluarga setelah tahu anggota keluarga terdiagnosa TB Paru dimana informan
menggunakan koping adaptif dan mekanisme pertahanan ego dalam menghadapi
serta meyelesaikan masalah yakni, berusaha tenang, berdoa dan bersyukur
kepada Tuhan dan melaksanakan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan.
Selain itu, mekanisme pertahanan diri yang terjadi adalah penyangkalan terhadap
keadaan penyakit. Hal ini sejalan dengan teori yang dijelaskan oleh Niven (2000)
65
bahwa dukungan sosial sangat diperlukan dalam mengidentifikasi strategi koping
yang dialami seseorang.
Mekanisme koping adalah usaha kognitif dan perilaku yang dibuat oleh
seseorang untuk mengorganisasikan tuntutan dari perbedaan harapan dan
kenyataan. Mekanisme koping diukur dengan menggunakan skala berdasarkan
jenisnya, yaitu: emotion focus coping dan problem focus coping (Herry, E.
2011).
a. Koping adaptif
1) Berusaha tenang
Dalam menghadapi masalah keluarga penderita TB Paru berusaha
tenang dan membicarkan dengan keluarga serta menghadapinya dengan
lapang dada. Itulah yang diungkapkan oleh empat dari lima informan
dalam penelitian ini. Hal ini menunjukkan bahwa mekanisme koping
yang dipakai sangatlah efektif dengan tingkat kepercayaan kepada
keluarga sangat besar dengan menjalankan fungsi keluarga. Hal ini
selaras dengan Friedman (1998) dikutip dalam Eva (2009) tentang
dukungan keluarga dimana dalam kehidupan informan yaitu keluarga
sebagi sebuah tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan
pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi.
Hal yang sama juga sejalan dengan hasil penelitian Herry (2011)
mengenai tingkat kecemasan, dukungan sosial dan mekanisme koping
66
terhadap kelentingan keluarga penderita TB Paru menunjukkan bahwa
lebih dari tiga per empat contoh (yaitu anggota keluarga/orang tua
sebagai penderita penyakit TB paru) keluarga penderita TB Paru (78%)
memiliki komunikasi yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian
besar keluarga contoh mengeluarkan pendapat dalam proses pengambilan
keputusan, beradaptasi dengan lingkungan keluarga, saling memahami
antar anggota keluarga, dapat mengekspresikan isi hati di rumah tanpa
mengganggu masalah anggota keluarga, dapat menangani perbedaan
dalam keluarga, dapat melakukan pekerjaan melalui kesulitan-kesulitan
yang terjadi dalam keluarga, merasa bebas untuk mengutarakan pendapat,
berdiskusi dan mencari solusi dengan anggota keluarga.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa keluarga yang salah satu
anggota keluarganya merupakan penderita TB Paru memiliki mekanisme
koping yang sangat baik karena mereka berusaha tenang menghadapi
penyakit tersebut dan dengan adanya dukungan dari anggota keluarga
yang lain. Namun tiga dari lima informan masih tidak menerima bahwa
suaminya menderita penyakit TB Paru. Hal ini disebabkan oleh anggota
keluarga yakin bahwa tidak ada riwayat penyakit TB Paru.
2) Berdoa dan bersyukur kepada Tuhan.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa ada keluarga penderita
TB Paru menghadapi masalahnya yaitu memiliki nilai/prinsip hidup yang
benar dalam menghadapi penyakit. Informan ke satu dan kedua,
67
mengatakan bahwa selalu berdo’a karena itu sudah jadi nasib suaminya
terkena penyakit seperti itu.
Berdasarkan hasil penelitian Herry (2011), dari aspek family
integration, kerja sama dan optimisme membuktikan bahwa lebih dari
separuh contoh (yaitu anggota keluarga/orang tua sebagai penderita
penyakit TB paru) (57%) memiliki family integration, kerja sama dan
optimisme yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar contoh
mencoba untuk tidak saling menyalahkan, pasangan merasa percaya
bahwa penyakit TB Paru akan sembuh, percaya sepenuhnya kepada
Tuhan Yang Maha Esa melalui doa, mengatakan kepada diri sendiri
bahwa banyak seharusnya yang saya syukuri, membina hubungan yang
lebih dekat dengan pasangan dan anak/anggota keluarga lain, melakukan
beberapa kegiatan di rumah dengan anggota keluarga dan merawat
keluarga sendiri dengan baik.
3) Menjalankan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa, keluarga yang memiliki
penderita TB Paru karena ingin keluarganya sembuh dari penyakit yang
dideritanya, maka taat dalam meminum obat dalam program pengobatan
yang diberikan oleh petugas puskesmas. Empat dari lima informan
mengungkapkan bahwa mereka selalu ingat pesan petugas kesehatan agar
penderita TB Paru meminum obat secara teratur.
68
Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan penderita
untuk minum OAT yang teratur, dalam hal ini pengawas minum obat
(PMO) keluarga akan sangat membantu kesuksesan penaggulangan TB.
Widyaningsih (2004) menjelaskan bahwa PMO adalah seseorang yang
mengawasi penderita TB paru selama pengobatan agar dapat dipastikan
bahwa penderita tersebut menyelesaikan pengobatannya dengan lengkap
dan teratur.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa anggota keluarga yang
selalu mendampingi dan merawat penderita TB Paru sangat aktif dalam
menjalankan pesan yang dianjurkan oleh petugas kesehatan dimana
anggota keluarga selalu mengingatkan anggota keluarga yang sakit untuk
rutin meminum obatnya dan meludah pada tempat yang disediakan.
b. Mekanisme pertahanan ego
Hasil penelitian terungkap salah satu respon psikologis yang dialami
oleh penderita TB Paru adalah penyangkalan terhadap keadaan penyakit yang
diderita oleh anggota keluarga. Tiga dari lima informan mengatakan bahwa
mereka tidak percaya kalau salah satu dari anggota keluarganya terkena
penyakit TB Paru dalam hal ini suami informan.
Sejalan dengan itu menurut Dongoes (2000), seorang penderita TB Paru
mengalami masalah dalam integritas ego yakni menyangkal khususnya
selama tahap dini dan dalam interaksi sosial dengan terjadi reaksi penolakan
karena penyakit menular. Sunaryo (2004) dikutip dalam Yohanis (2012)
69
menjelaskan bahwa penyangkalan (denial) adalah mekanisme perilaku
penolakan terhadap sesuatu yang tidak menyenangkan.
Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa dari beberapa informan (tiga dari
lima informan) mengungkapkan bahwa mereka tidak menerima salah satu
anggota keluarganya menderita penyakit TB Paru, hal ini disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh para informan tentang penyebab
dari penyakit TP Paru itu sendiri.
C. Keterbatasan Penelitian
Peneliti mengakui bahwa dalam penelitian ini masih terdapat keterbatasan
ataupun kekurangan. Keterbatasan tersebut antara lain : Panduan wawancara yang
telah disusun sebelumnya dengan banyak pertanyaan menjadi hambatan/kesulitan
tersendiri dalam menganalisa setiap pernyataan dari informan pada saat
penyusunan kata kunci, kategori dan tema dari hasil penelitian. Hal ini disebabkan
oleh dari lima informan hanya dua orang yang menggunakan bahasa Indonesia
pada saat dilakukan wawancara, sedangkan ketiga informan menggunakan bahasa
daerah (Makassar). Sehingga peneliti sulit untuk mengerti makna dari pernyataan
informan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka peneliti dibantu oleh
seseorang dalam menentukan makna dari setiap pernyataan informan dalam hal
ini petugas P2M pada Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong
Kabupaten Gowa.
70
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini memperoleh 4 (empat) tema yang menggambarkan
pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB Paru.
1. Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru, sebagai anggota
keluarga yang selalu mendampingi dan merawat penderita TB Paru maka
anggota keluarga memiliki kecemasan dengan adanya respon yang
ditunjukkan oleh informan. Respon tersebut nampak dari pernyataan yang
telah diungkapkan oleh informan seperti afektif, perilaku dan kognitif.
2. Perubahan peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru, dalam merawat
pasien TB paru anggota keluarga yang merawat penderita mengalami
perubahan peran sehingga dalam kehidupan sehari-hari terjadi pengalihan
peran yaitu istri menjadi kepala keluarga selama suami menjalani proses
pengobatan.
3. Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru, dalam merawat pasien
TB paru anggota keluarga belum tahu secara keseluruhan mengenai penyakit
TB Paru, mulai dari cara pencegahan, cara penularan, dan penyebab dari
penyakit TB Paru itu sendiri. Hal itu terungkap dari pernyataan-pernyataan
yang telah diungkapkan oleh informan.
71
4. Mekanisme koping keluarga setelah tahu anggota keluarga terkena TB Paru,
sebagai keluarga yang memiliki penderita TB Paru maka anggota keluarga
berusaha tenang dan bersabar dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
B. Saran
Melalui hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan beberapa saran :
1. Hendaknya melakukan suatu kegiatan penyuluhan kesehatan terkait cara
perawatan Penderita TB Paru khususnya bagi keluarga penderita yang ada di
wilayah kerja Puskesmas Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten
Gowa serta melakukan kunjungan rumah kepada keluarga yang memiliki
penderita TB paru untuk menjelaskan mengenai penyakit TB paru.
2. Bagi perawat komunitas khususnya yang bekerja di Puskesmas Moncobalang
dapat lebih meningkatkan motivasi dan kinerja dalam pelayanan keperawatan
kepada penderita TB paru sehingga dalam menjalani pengobatan penderita TB
paru dapat lebih aktif serta melakukan pendekatan secara kekeluargaan agar
keluarga dengan penderita TB paru memiliki semangat untuk merawat
anggota keluarga yang sakit.
3. Petugas kesehatan hendaknya memberikan pemahaman mengenai cara
pencegahan, cara penularan serta penyebab dari TB paru disetiap kunjungan
pengambilan obat untuk keluarga dengan penderita TB paru.
4. Bagi peneliti lain, karena keterbatasan peneliti maka dalam penelitian
selanjutnya agar lebih mendalam mengkaji pengalaman anggota keluarga
72
merawat pasien TB Paru dengan mambagi serta memisahkan sesuai umur dan
jenis kelamin mengenai pengalaman anggota keluarga merawat pasien TB
Paru pada remaja, TB Paru pada dewasa dan TB Paru lansia sesuai
perkembangan psikologi masing-masing individu.
DAFTARPUSTAKA
Ajzy, (2013). Pembagian umur menurut Hurlock.http://www.scribd.com/doc/138378532/Pembagian-umur-menurut-Hurlock-docx. Diakses: tanggal 21 Mei 2013.
Aditama, T. (2006). Perkembangan teknologi, perkembangan kuman. JurnalTuberkulosis Indonesia, 3 (2), i-iv.
Crofton, S. J., Horne, N., & Miller, F. (2002). Tuberkulosis Klinis (2 ed.). (M. Harun,E. Sutiono, T. Citraningtyas, P. Cho, E. Noviani, & A. N. Abidin, Eds.)Jakarta: Widya Medika
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2005). Etik Penelitian Kesehatan.Komisi Etik Penelitian Kesehatan Departemen Kesehatan RI,http://www.knepk.litbang.depkes.go.id/knepk/. Diakses : tanggal 31 Mei 2013
Doengoes, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. Pedoman untukperencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Edisi 3. Jakarta :EGC.
Eva, Y. (2009). Pengaruh pendidikan kesehatan terhadap kemandirian keluargamerawat pasien TB paru program DOTS di Puskesmas Jongaya MakassarTahun 2010 (Skripsi PSIK FK Unhas tidak diterbitkan), Makassar, Indonesia.
Efendi, F., Makhfudli. (2013). Keperawatan Kesehatan Komunitas,teori dan praktikdalam keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Fibriana, L.P., (2011). Hubungan antara sikap dengan perilaku keluarga tentangpencegahan penyakit menular tuberkulosis, Jurnal Keperawatan, 1 (1), 1-9.
Hadju, V., Dachlan, D M., Bahar, B & Jafar, N. (2010). Penanggulangan penyakittuberkulosis oleh perawat, Makassar : Hasanuddin University Press.
Hawari, D. (2001). Manajemen stress cemas dan depresi. Jakarta: Balai PenerbitFKUI.
Herry, E. (2011). Tingkat kecemasan, dukungan sosial dan mekanisme kopingterhadap kelentingan keluarga dengan TB Paru di Kecamatan Ciomas Bogor(Skripsi dipublikasikan), Bogor: Fakultas Ekologi Manusia Institut PertanianBogor. http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/48176. Diakses: tanggal3 Mei 2013.
KOMPAS.com. (2008). Makassar memiliki penderita TB terbanyak di Indonesia.http://lipsus.kompas.com/grammyawards/read/2008/03/25/18590760/Makassar.Miliki.Penderita.TB.Terbanyak.di.Sulsel. Diakses tanggal: 14 Mei 2013.
Maramis, W. F., & Maramis, A., A. (2009). Catatan Ilmu kedokteran jiwa (2 ed.).Surabaya: Airlangga University Press.
Misnadiarly. (2006). pemeriksaan laboratorium tuberkulosis dan mikobakteriumatipik. (H. Djayaningrat, & R. Pratomo, Eds.) Jakarta: PT Dian Rakyat.
Mu'arifah, A. (2005). Hubungan kecemasan dan agresivitas. Humanitas: Indonesianpsychologi journal , 2 (3), 102-111.
Niven, N. (2000). Psikologi Kesehatan pengantar untuk perawat &profesional kesehatan lain (2 ed). (Ester, M., Eds.) Jakarta: EGC.
Notoatmodjo, S,. Wuryaningsih, E. (2003), Pendidikan-Promosi dan PerilakuKesehatan. Jakarta: FKM-UI.
Notoatmodjo, S. (2007). Pomosi kesehatan & ilmu perilaku kesehatan (2 ed.).Jakarta: PT Rineka Cipta.
Nugroho, F. A., & Astuti, E. P. (2010). Hubungan tingkat pengetahuan dan sikapdengan perilaku pencegahan penularan tuberkulosis pada keluarga. JurnalSTIKES RS. Baptis , 3 (1), 19-28.
Pratiwi, P. R. (2010). Pengertian Kecemasan. http://psikologi.or.id/psikologi-umum-pengantar/pengertian-kecemasan-anxiety.htm. Diakses tanggal 3 Mei 2013.
Priyatin, W. (2007). Faktor-faktor yang berhubungan dengan kecemasan anggotakeluarga terhadap penularan tb paru di silayah kerja puskesmas Sokaraja IIKabupaten Banyumas. Jurnal of Nursing , 2 (3), 154-161.
Rekam medis Puskesmas Moncobalang. (2013). Data laboratorium penderitatuberkulosis. Moncobalang: Puskesmas Moncobalang.
Saryono., Anggreani. (2011). Metodologi penelitian kualitatif dalam bidangkesehatan. Yogyakarta : Nuha Medika.
Sihombing, H., Sembiring, H., Amir, Z., & Sinaga, B. Y. (2012). Pola resistensiprimer pada penderita TB paru kategori I di RSUP H. Adam Malik, Medan.Jurnal respirasi Indonesia , 32 (3), 138-139.
Smelzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Keperawatan medikal bedah (8 ed., Vol. 1). (A.Waluyo, I. M. Karyasa, Julia, H. Y. Kuncara, & Y. Asih, Trans.) EGC.
Stuart, G. W., & Laraia, (2005) . M. T. Principles and practice of psychiatricnursing. (8th ed.). St. Louis: Mosby.
Stuart, G. W., Sundden, S. J. (2002). Buku Saku Keperawatan Jiwa, Jakarta : EGC.
Sugiyarti, L. R., & Roestamadji, S. W. (2011). Pengaruh kepercayaan diri dandukungan keluarga terhadap kecemasan menghadapi menopause pada iburumah tangga. Jurnal Penelitian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan (JP3B),1 (1), 7.
Sugiyono. (2012). Metode penelitian kuantitatif kualitatif dan R & D. Bandung: CV.Alfabeta.
Suratno. (2006). Karakteristik sosiodemografik, motivasi keluarga, perilakupengobatan dan pencegahan penularan TB Paru hubungannya dengan angkakonversi di Kabupaten Madiun (Tesis tidak dipublikasikan), UniversitasGadjah Mada Yogyakarta, Indonesia.
Wahyudi, Upoyo, A. S., & Kuswati, A. (2008). Penilaian lima tugas keluarga dengananggota keluarga menderita TB paru di wilayah kerja BP-4 Magelang. JurnalKeperawatan Sudirman , 3 (3). 144-148.
Widoyono. (2008). Penyakit tropis epidemiologi, penularan, pencegahan &pemberantasannya. (A. Safitri, & R. Astikawati, Eds.) Penerbit Erlangga.
Widyaningsih, N. (2004). Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi PraktikPengawas Menelan Obat (PMO) dalam Pengawasan Penderita TuberkulosisParu Di Kota Semarang. Disertasi diterbitkan. Semarang: ProgramPascasarjana Universitas Di Ponegoro semarang.http://eprints.undip.ac.id/14516/1/2004MPK3580.pdf. Diakses: tanggal 10 Juli2013.
Yunding, M. (2010). Faktor-faktor yang berhubungan dengan upaya pencegahanpenularan penyakit pada keluarga dengan penderita tuberkulosis paru diwilayah kerja puskesmas Banggae I Kabupaten Majene. (Skripsi tidakdipublikasikan), Makassar: Program Studi Ilmu Keperawatan FakultasKedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Yohanis, B. (2013). Gambaran tentang konsep diri pada penderita tuberculosis paruyang menjalani rawat jalan di puskesmas Tual Kota Tual Maluku Tenggara.(Skripsi tidak dipublikasikan), Makassar: Program Studi Ilmu KeperawatanFakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar.
Lampiran 1
PENJELASAN PENELITIAN
Kepada Yth.
Calon Informan Penelitian
Dengan hormat,
Saya Irma, NIM: C12112617, mahasiswa Program Studi Ilmu
Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “Studi Kualitatif tentang Pengalaman
Anggota Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa”.
Maka bersama ini saya jelaskan beberapa hal mengenai penelitian saya:
1. Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi yang mendalam
tentang pengalama anggota keluarga merawat pasien TB paru, dan manfaat
secara umum penelitian ini adalah meningkatkan pemahaman keluarga dalam
merawat pasien TB paru.
2. Informan yang diikutsertakan dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
yang bertanggungjawab sebagai pengawas minum obat (PMO) pasien TB paru
dan bersedia menjadi informan, berada dilokasi penelitian dan mampu
mengungkapkan pengalamnnya secara kooperatif.
3. Wawancara akan dilakukan beberapa kali selama 30-60 menit atau sesuai
dengan kesepakatan yang dibuat oleh peneliti dan informan.
4. Selama wawancara dilakukan, diharapkan informan dapat menyampaikan
pengalamnnya dalam merawat pasien TB paru dan menjawab segala hal
dengan sebenar-benarnya semua pertanyaan yang diberikan berkaitan dengan
judul penelitian.
5. Selama penelitian dilakukan, peneliti akan menggunakan alat bantu
wawancara seperti buku catatan dan pulpen, alat perekam (tape recorder).
6. Informasi yang informan berikan hanya akan digunakan semata-mata untuk
kepentingan penelitian dan hanya penelitiu sendiri yang memiliki akses
terhadap data asli.
7. Pelaporan hasil penelitian ini nantinya akan menggunakan kode informan
(inisial nama) dan bukan nama sebenarnya dari informan guna menjaga
kerahasiaan identitas informan.
Demikian penjelasan ini, apabila disetujui maka saya mohon kesediannya
untuk menandatangani lembar persetujuan dan menjawab semua pernyataan yang
telah disiapkan. Atas kesediaan dan kerjasamanya, saya ucapkan terima kasih.
Gowa, Juli 2013
Peneliti
(Irma)
Lampiran 2
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
Saya yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa saya bersedia
untuk berpartisipasi dalam penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa Program
Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar
dengan judul penelitian : “Studi Kualitatif tentang Pengalaman Anggota
Keluarga Merawat Pasien TB Paru di Wilayah Kerja Puskesmas
Moncobalang Kecamatan Barombong Kabupaten Gowa”.
Setelah saya mendapat informasi dari peneliti dan membaca penejelasan
tersebut, maka saya memahami manfaat dan tujuan penelitian ini. Saya yakin
peneliti akan menghargai dan menjunjung tinggi hak-hak saya sebagai informan.
Saya berharap penelitian ini tidak akan mempunyai dampak negatif serta
merugikan bagi saya dan keluarga saya, sehingga pertanyaan yang akan saya
jawab, benar-benar dapat dirahasiakan.
Demikian lembar persetujuan ini saya tanda tangani dan kiranya
dipergunakan sebagaimana mestinya.
Gowa, Juli 2013
Informan
( )
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
I. DATA UMUM
Inisial informan/ kode informan :
Umur :
Jenis kelamin :
Hubungan dengan penderita :
Tanggal wawancara :
II. GARIS BESAR PERTANYAAN WAWANCARA
1. Coba ceritakan pengalaman anda selama ini dalm merawat pasien TB,
dalam hal ini keluarga anda yang terkena penyakit TB paru.
2. Sejak kapan anda tahu bahwa keluarga terkena penyakit TB paru?
3. Apa yang anda lakukan setelah tahu bahwa keluarga anda terkena
penyakit TB paru?
4. Siapa yang pertama kali memberi tahu anda bahwa keluarga terkena
penyakit TB paru?
5. Apakah sebelumnya keluarga anda pernah menderita penyakit TB
paru?
6. Sejauh ini apakah keluarga anda rutin minum obat anti tuberkulosis?
7. Apakah anda mengalami kesulitan dalam merawat keluarga anda yang
terkena penyakit TB paru?
Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman
1 2 3 4 5Kecemasan
anggota
keluarga
merawat
pasien TB
Paru
Afektif Gugup “Erere… annekkereka’. Kukana naku apami, jari nakanadottoroka a’do’a mamiki… Bu’… (I1).(saya gemetar dan tidak tahu harus berbuat apa, sehingga doktermenyarankan untuk senantiasa berdo’a).
√ √ √
Gelisah “Cemasja juga…. (dengan nada rendah). Tapi anuka ku bilangyang penting maujaki berobat toh...(I2).(saya juga merasa cemas…(dengan nada rendah). Tapi sayaselalu memberinya dukungan agar tetap mau minum obat).
√ √ √
Perilaku Susah tidur “wattunna ni taba garring daengku, tena na jannang tinroku, nasabak sannging iaminjo ku nawa-nawa...” I1
(saat sumiku sakit, saya mengalami susah tidur, sebab saya selalumemikirkan penyakitnya)
√ √
Menghindar “ Tidak ada tetanggaku di sini yang tauki kalau sakit begitukisuamiku, karena nanti menularki toh, jadi tidak bilang-bilangkasama orang-orang”.(I5).(tidak satupun tetangga yang tahu kalau suami saya menderitapenyakit menular karena saya menyembunyikannya dari semuaorang).
“tena naissengi anrinni tau riampik ballakku angkana garring anjoakpaballe annang bulanga daengku...” I3
(tidak ada yang tahu bahwa suami saya menderita penyakit TBdan berobat enam bulan)
√ √
MATRIKS ANALISA DATA
Tema 1 : Kecemasan anggota keluarga merawat pasien TB Paru
Kognitif Khawatir yangberlebihan
“Mallakma kusakring wattunna mulaimi nitaba garring, ka tena kuassengi sebelumna anjo angkana garringi”…(I4)(saya sangat takut saat mengetahui suami saya menderita TB,karena saya tidak melihat ada tanda-tanda penyakit tersebutpadanya)
√ √ √
Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman
1 2 3 4 5Perubahan
peran
anggota
keluarga
merawat
pasien TB
Paru
Penambahanperan
Menjadi PMO “ Iye terus-terus, pokokna lakbusukna maeku akboya. Biasatenapa poeng nalakbusuk sebelumna maema akboyapakballe.(I1).(iya rutin, yang jelas seblum obat yang diberikan oleh petugashabis diminum, saya sudah ke Puskesmas untuk mengambil obatlagi).
√ √ √ √
“Rajinka pergi ambilkanki obatnya, karena mauka supayacepatki sembuh…(I5)(saya rutin mengambil obat, demi kesembuhan suami saya). √ √ √
Perubahanfungsi
keluarga
Mengambilalih pekerjaansuami sebagaipencari nafkah
“Iya, baru ini berapa harika na bantu di sawah, baru tidakmi nakeluar karna batuki to’, di siniji. Tapi, tidak bisai juga kalau tidakkerjai karna anak-anaka juga kodong. (I2).(beberapa hari ini suami saya ikut membantu di sawah, tapikarena batuknya kambuh makanya ia kembali beristirahat. Tapisusah juga jika suami saya tidak bekerja, nanti anak-anak maumakan apa).
√ √
MATRIKS ANALISA DATA
Tema 2 : Peran anggota keluarga merawat pasien TB Paru
Bertanggungjawab terhadap
keluarga
“… langsungmi berhenti kerja… jadi saya lagi yang kerja,jualanka keu-kue supaya ada biaya sehari-hari untukkeluargaku…”(I5)(…suami saya langsung berhenti bekerja, sehingga secaraotomatis saya mengambil alih pekerjaannya, saya berjualan kee-kue untuk kebutuhan hidup keluarga sehari-hari…)
√ √
Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman
1 2 3 4 5Persepsi
anggota
keluarga
tentang
penyakit TB
Paru
Defenisi Tidak taupenyebab TB
Paru
“Tena nakuassengi angkana anngapa na nitaba garring kammaanjo daengku...” I2
(saya tidak tahu apa yang menyebabkan suamiku menderitapenyakit tersebut)
“Ianjo ku kamallakkang wattunna uru-uru, ereree karaeng kupikkiri gassingka antu tenamo na kulle bajik” ( ekpresitakut)…(I1)(saat pertama saya mengetahui bahwa suami saya menderitapenyakit TB, saya sangat takut karena saya pikir bahwa penyakittersebut tidak bisa sembuh). (ekspresi takut)
√ √ √ √
Pencegahan Tidak mengertiCara
pencegahan
…”Iaji anjo angkana pannganreanna ni saklak”… (I3)(…hanya tempat makannya saja yang kami pisah…)
“tena kulekbak ammake anjo nikanaya masker, nampa siagangterusja aktinro daengku..” I4
(saya tidak pernah memakai menggunakan, dan saya pun selalutidur bersama dengan suami)
√ √ √
Pengaruhsosial budaya
Lingkungan “Kerjaki suamiku di dalam situ (sambil menunjuk arah depanrumah) to’, di pabrik gas. Baru rata-rata orang di dalam situsakit-sakit dadanya…(I5)(suamiku kerja di dalam pabrik gas dekat rumah. Baru rata-rataorang yang kerja di dalam sakit-sakit dadanya…)
√ √ √
MATRIKS ANALISA DATA
Tema 3 : Persepsi anggota keluarga tentang penyakit TB Paru
Penyembuhansecara
tradisional
Ni pasiambakmi poeng anjo mae pakballe mangkasarak.Pokokna karea nikana ambajiki… (I3)(di padukan juga itu semua obat tradisional. Pokoknya yangdikatakan bisa menyembuhkan…)
√ √ √
MATRIKS ANALISA DATA
Tema 4 : Mekanisme koping keluarga setelah tau anggota keluarga terkena TB Paru
Tema Kategori Kata kunci PernyataanInforman
1 2 3 4 5Mekanisme
koping
keluarga
setelah tahu
anggota
keluarga
terkena TB
Kopingadaptif
Berusahatenang
“ ee… itu waktunya apa itu. Ee batuki toh keluarki darah sedikit,tapi kubilang anunyaji itu obatka…(I2)(ee… pada saat itu suamiku menderita batuk dan mengeluarkansedikit darah, tapi saya sampaikan bahwa itu mungkin adalahefek samping dari obat)
√ √ √
Berdo’a danbersyukur
“…a’doa terusjaki anjo ka nikana apami paeng ka sarengnaminitaba garring kamma…(I4)(saya selalu berdo’a itu karena itu sudah jadi nasib suami sayaterkena penyakit seperti itu) (saya selalu berdo’a dan bersabarkarena ini sudah menjadi takdir bagi suami saya)
√ √
Melaksanakanpesan yangdianjurkan
oleh petugaskesehatan
“…Nakana dottoroka, tena nakkulle anngangkak anu battalak,haruski rajeng annganre pakballe… jari ni turukiang tommi anjomae, ka dottoroka antu jai naisseng…(I1)(dokter menganjurkan agar suamiku tidak mengangkat bebanyang terlalu berat dan senantiasa menum obat secara teratur,saya menganjurkan suami untuk mengikuti saran tersebut karenadokter lebih tahu dalam hal ini…)
√ √ √ √
Kopingmaladaptif
Penyangkalanterhadapkeadaanpenyakit
“itumi ku bilang kenapa na bisa sakit begitu na tidak pernahjibatuk-batuk… tidak mentong na kubilangi suamiku sakitbegitui..”(I5)(makanya saya heran mengapa suamiku menderita penyakitseperti ini, padahal sebelumnya suamiku tidak pernah batuk.Sampai sekarang saya tidak percaya bahwa suamiku menderitapenyakit TB...)
√ √ √
Lampiran 6
DOKUMENTASI PENELITIAN
Informan 1
Informan 2
Informan 3 Informan 4
Informan 5