Post on 13-Aug-2015
description
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia
Sumber daya manusia mempunyai 2 (dua) aspek, yaitu aspek mutu
dan aspek jumlah. Mutu manusia sangat ditentukan oleh pengaruh lingkungan
yang membina dan mengembangkannya, sikap hidup, tingkah laku,
keterampilan dan kepandaian dibentuk oleh keadaan sekelilingnya dan usaha-
usaha yang dilakukan kepadanya.
Aspek manusia yang lain ialah yang berhubungan dengan jumlah.
Makin besar jumlahnya makin besar kemampuannya untuk melakukan
sesuatu, lebih-lebih jika diorganisir dengan baik. Pengorganisasian yang
keliru akan dapat mengurangi nilai sumber daya tersebut, bahkan dapat
menimbulkan kekacauan yang membawa hasil negatif.
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, dapat dikemukakan di sini
pendapat Sumitro Djojohadikusumo (Sumitro Djojohadikusumo, 1955, hal.
136) bahwa peranan tenaga manusia dalam produksi dan pembangunan
ditentukan oleh jumlah dan mutu tenaga kerja yang tersedia untuk
pelaksanaan berbagai usaha di lapangan-lapangan usaha yang bersangkutan.
Pendapat yang lain (J. Simanjuntak, 1985, hal. 1) mengatakan bahwa
sumber daya manusia mengandung 2 (dua) aspek, yaitu:
1. Aspek kwantitas, dalam arti jumlah penduduk yang mampu bekerja.
2. Aspek kwalitas, dalam arti jasa kerja yang tersedia dan diberikan untuk
produksi.
Di samping faktor-faktor produksi lainnya seperti modal, tanah, mesin
dan bahan baku, maka peranan manusia sebagai salah satu faktor produksi
sangat menentukan perusahaan dalam beroperasi, sehingga berhasil baik. Hal
ini dapat dilihat dari pendapat Ace Partadiredja (Ace Partadiredja, 1985, hal.
228) berikut:
Demikian pentingnya faktor produksi tenaga kerja ini sehingga ada suatu mazhab pemikiran ekonomi yang menyatakan bahwa hasil produksi dapat dikembalikan pada faktor tenaga kerja ini. Jadi faktor produksi modal tanah dan kewiraswastaan, dianggap pembantu saja.
Sedangkan Harold T. Amrine, Hon A, Ritchey dan Oliver S. Hulloy
(Harold T. Amrine, Hon A, Ritchey dan Oliver S. Hulloy, 1990) menyatakan
bahwa sekalipun teknologi modern dan berbagai sistem telah dipergunakan
secara luas, namun manusia tetap merupakan faktor yang paling penting di
dalam manufaktur modern.
Begitu pentingnya peranan manusia dalam suatu organisasi, sehingga
perlu adanya suatu perhatian khusus dari pihak pimpinan/manajemen agar
sumber daya manusia yang ada dalam perusahaan selalu dapat dikendalikan
dan dikoordinasi, sehingga tujuan-tujuan perusahaan dapat berhasil sesuai
yang direncanakan.
11
B. Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia
Dalam pembahasan sebelumnya telah diuraikan apa yang dimaksud
dengan sumber daya manusia tersebut dan kiranya telah dapat dimengerti
bahwa manusia adalah sebagai subyek untuk tercapainya tujuan organisasi.
Untuk merealisasikan tujuan organisasi tersebut diperlukan adanya
keseimbangan antara tuntutan dari organisasi dan tuntutan dari karyawan.
Adapun yang dimaksud dengan tuntutan dari organisasi ialah
mendapatkan karyawan yang dapat menjamin kelancaran proses kerja,
sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan dalam arti gangguan
produksi sedangkan yang berupa tuntutan karyawan yaitu perusahaan yang
sempurna, baik mengenai karir, jaminan hidup maupun perlakuan yang layak
atas hak-hak yang mereka terima sesuai dengan pengorbanannya kepada
organisasi.
Sesuai dengan uraian di atas, maka dalam masalah kepegawaian
terdapat fungsi-fungsi pokok manajemen personalia, dan sebelum itu terlebih
dahulu perlu memahami sedikit pengertian tentang manajemen. Pada
umumnya manajemen dapat diartikan sebagai ilmu dan seni untuk mencapai
tujuan melalui orang lain. Sedangkan Joseph L. Massie (Joseph L. Massie,
1993, hal. 4) mengatakan bahwa Manajemen merupakan proses yang
mengarahkan langkah-langkah kelompok manunggal menuju tujuan yang
sama.
12
James A.F. Stoner dan Charles Wankel (James A.F. Stoner. Stoner dan
Charles Wankel, 1986, hal. 4) membuat batasan manajemen sebagai berikut:
Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian kepemimpinan, pengendalian upaya anggota organisasi dan proses penggunaan semua lain-lain sumbernya organisasi untuk mencapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Ini berarti bahwa manajemen hanya dapat dilaksanakan bila dalam
pencapaian tujuan tersebut tidak dilakukan hanya seorang saja, tetapi
dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang melalui proses yang saling berkaitan
untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.
Dari penjelasan di atas, sumber daya manusia dapat didefinisikan
sebagai suatu ilmu seni untuk melaksanakan antara lain planning, organizing,
controlling, sehingga efektivitas dan efisiensi personalia dapat ditingkatkan
semaksimal mungkin dalam pencapaian tujuan. (Alex S. Niti Semito, 1980,
hal. 12)
Sedangkan Hani Handoko, mengutip dari George R. Terry (George R.
Terry, 1991) merumuskan manajemen personalia sebagai berikut:
Manajemen personalia meliputi aktivitas-aktivitas yang berhubungan dengan usaha mencari, menyeleksi motivasi dan mengusahakan adanya angkatan kerja yang cukup jumlahnya serta yang puas dalam rangka memperbesar efisiensi karyawan melalui pengembangan individual maksimum dan untuk mencapai hubungan yang harmonis antara masing-masing karyawan dengan majikannya, pekerjaan dan rekan-rekannya.
Pemanfaatan sumber daya manusia secara efektif dan efisien akan
dapat mencapai tujuan organisasi ke arah yang diperlukan. Di lain pihak
13
Winardi (Winardi, 1990, hal. 126) mendefinisikan manajemen personalia
sebagai berikut:
Manajemen sumber daya manusia adalah penarikan, seleksi pengembangan pemeliharaan dan penggunaan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan baik tujuan individu maupun organisasi.
Dari definisi tersebut di atas, dapat dilihat bahwa setiap usaha yang
dilakukan selalu membutuhkan tenaga manusia untuk mengelolanya, sehingga
keberhasilan pengelolaan organisasi tergantung dari pada pendayagunaan
sumber daya manusia tersebut.
Manajemen personalia atau yang disebut sebagai manajemen sumber
daya manusia sangat diperlukan dalam organisasi/perusahaan maupun dalam
organisasi pemerintah. Tujuan manajemen sumber daya manusia adalah untuk
menghasilkan sesuatu yang produktif serta mendapatkan pengawai-pengawai
yang puas dalam menjalankan tugasnya.
Untuk mencapai tujuan tersebut, dalam manajemen sumber daya
manusia terdapat fungsi-fungsi yang perlu diperhatikan, seperti rumusan
Edwin B. Flippo (Edwin B. Flippo, 1961,) sebagai berikut:
1. Procurement.2. Development.3. Compensation.4. Integration.5. Maintenance
1. Procurement
Fungsi yang berhubungan dengan usaha mendapatkan jenis dan
jumlah karyawan yang layak dan diperlukan untuk mencapai tujuan
14
organisasi, hal ini berhubungan pula dengan penentuan kebutuhan tenaga
kerja seperti:
a. Recruitment
b. Seleksi
c. Penempatannya
Penentuan kebutuhan tenaga kerja menunjukkan pada jumlah dan
mutu karyawan, sedangkan penempatan adalah merupakan
penunjukan/pengangkatan seorang karyawan baru untuk suatu pekerjaan.
2. Development
Suatu fungsi yang berhubungan dengan penambahan kecakapan dan
memberikan latihan yang diperlukan untuk pelaksanaan pekerjaan yang layak.
3. Compensation
Fungsi yang dirumuskan sebagai usaha untuk memberikan balas jasa
kepada karyawan secara layak dan adil terhadap hasil kerja mereka untuk
tujuan organisasi.
4. Integration
Fungsi ini dimaksud sebagai usaha yang dapat mempengaruhi sikap
yang baik terhadap pekerjaannya.
5. Maintenance
Fungsi ini bertujuan mempertahankan dan memperbaiki kondisi-
kondisi yang telah ada dan yang penting adalah pemeliharaan sikap yang baik
terhadap organisasi.
15
Selanjutnya dalam kaitannya dengan pegawai negeri sipil, Manihuruk
(A.E. Manihuruk, 1973, hal. 7) menjelaskan fungsi manajemen sumber daya
manusia sebagai berikut:
a. Penentuan kebutuhan karyawan.b. Pengadaan karyawan.c. Pengembangan karir.d. Peningkatan mutu.e. Pengendalian.f. Penggajian.g. Pemensiunan.h. Pengadministrasian.
a. Penentuan Kebutuhan Karyawan
Lazimnya disebut sebagai penetapan jumlah karyawan dan kwalitas
karyawan dalam suatu organisasi yang ditetapkan oleh pejabat yang
berwenang berdasarkan keseimbangan antara jenis pekerjaan. Maksudnya
agar organisasi mampu menjalankan tujuannya dengan berdaya guna dan
berhasil guna, sehingga penentuannya perlu didasarkan kepada hasil
pemikiran yang rasional.
Adapun ukuran yang dipakai sebagai pedoman dalam penentuan
kebutuhan karyawan adalah:
(1) Jenis pekerjaan
(2) Sifat pekerjaan
(3) Perkiraan kapasitas
(4) Prinsip pelaksanaan pekerjaan
(5) Jenjang dan jumlah jabatan serta pangkat yang tersedia
16
b. Pengadaan Karyawan
Biasanya dilakukan untuk mengisi formasi yang lowong karena
karyawan yang berhenti atau perluasan organisasi. Dalam pengadaan
karyawan tersebut sebaiknya didasarkan atas volume pekerjaan dan tenaga
kerja yang diperlukan.
c. Pengembangan karir
Dalam pengelolaan karyawan perlu adanya pengembangan karir,
karena jenjang karir yang jelas bagi karyawan merupakan dasar utama dalam
organisasi. Untuk itu pengaturan yang jelas dan menyeluruh tentang
pengembangan karir perlu diwujudkan.
Alat-alat yang dibutuhkan sebagai pedoman dalam penentuan karir
adalah sebagai berikut:
(1) Rank List (daftar urutan kepangkatan)
(2) Sistim daripada kenaikan pangkat
(3) Sistim penilaian yang obyektif atas dasar kemampuan kerja yang baik
(4) Daftar susunan jabatan
d. Peningkatan Mutu
Peningkatan mutu perlu diperhatikan pula dan memerlukan
pengarahan terus menerus, sehingga karyawan dapat menjalankan tugasnya
dengan baik, agar dapat mencapai hasil yang sebesar-besarnya. Peningkatan
mutu kwalitas adalah merupakan insentif yang dapat menjadikan motivasi
17
yang kuat, oleh karena itu peningkatan mutu karyawan dalam suatu organisasi
perlu untuk dilaksanakan.
e. Penggajian
Gaji merupakan imbalan jasa dari perusahaan atas prestasi yang telah
disumbangkan pegawai-pegawainya selama masa kerja mereka dan
diharapkan bahwa pemberian gaji tersebut dapat memenuhi kebutuhan mereka
secara layak. Pemberian gaji yang layak kepada para karyawan mengandung
arti bahwa perusahaan menghargai SDM yang berkwalitas dalam rangka
memacu semangat dan motivasi mereka. Ini merupakan salah satu faktor
kebijaksanaan pimpinan perusahaan itu dalam meningkatkan produktivitas
kerja karyawan.
f. Pemensiunan
Fungsi ini menentukan masa pensiunan para pengawai perusahaan
yang sudah benar-benar berada di ambang usia lanjut atau, dengan kata lain,
karena fisik mereka sudah tidak mengijinkan lagi. Dan sistem pemberian gaji
pensiunan di sini diberikan oleh perusahaan kepada para karyawan-
karyawannya atas pengabdian mereka di perusahaan tersebut.
g. Pengadministrasian
Fungsinya meliputi tugas pencatatan, membuat laporan serta
menyimpan data yang akan dipergunakan sebagai bahan dokumentasi, baik
untuk kepentingan lancarnya proses kerja, saat ini administrasi kepegawaian
semakin teratur, sehingga dengan mudah untuk mendapatkan data
18
kepegawaian. Sedangkan Malayu S.P. Hasibuan (Malayu S.P. Hasibuan,
1991, hal. 10) berpendapat bahwa fungsi-fungsi manajemen sumber daya
manusia meliputi: perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengendalian,
pengadaan, pengembangan, kompensasi, pengintegrasian, pemeliharaan,
kedisiplinan dan pemberhentian.
Dengan memperhatikan pendapat tersebut di atas, maka dapat diambil
kesimpulan bahwa fungsi-fungsi manajemen sumber daya manusia
menunjukkan adanya tugas dan kewajiban tertentu untuk melaksanakan suatu
pekerjaan yang bertujuan:
(1) Pemerintahan/departemen dapat memanfaatkan tenaga kerja yang ada dan
seefisien dan seefektif mungkin.
(2) Karyawan mendapatkan kepuasan dari pekerjaannya.
(3) Masyarakat dapat memperoleh pelayanan yang baik dari aparat
pemerintah yang melayaninya.
(4) Meningkatkan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari pelayanan yang
semakin baik.
C. Pengertian Kenaikan Gaji Dan Produktivitas Kerja
Telah dibahas di atas bagaimana bervariasinya tingkah laku manusia.
Oleh sebab itu pengetahuan tentang kenaikan gaji perlu diketahui oleh setiap
pimpinan. Kenaikan gaji merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi
seseorang untuk melakukan sesuatu yang kita inginkan.
19
Banyak para ahli yang mengklarifikasi teori-teori tentang kenaikan
gaji, dengan maksud membantu kita memahami bagaimana motivasi
mempengaruhi prestasi atau produktivitas kerja. Salah-satunya adalah
Heidrjrahman Ranupandojo dan Saud Husnah (Heidrjrahman Ranupandojo
dan Saud Husnah 1984, hal. 197) dalam buku mereka berjudul Manajemen
Personalia mengemukakan sebagai berikut:
1. Content theory, yang menjelaskan tentang “apa” dari motivasi.
2. Process theory, yang menjelaskan “bagaimana” dari motivasi.
3. Reinforcement theory, yang menekankan bagaimana perilaku dipelajari.
1. Content Theory (Teori Isi)
Pendekatan yang dipakai dalam teori ini, yaitu teori-teori yang
dikemukakan oleh ahli seperti Maslow, Mc Gregor, Herzberg, Atkinson, dan
Mc. Clelland (lihat Harold Koonts, Cyril O’Donnel dan Heinz Weichrich,
1990).
Teori ini menekankan arti pentingnya pemahaman faktor-faktor yang
ada di dalam individu yang menyebabkan mereka bertingkah laku tertentu.
Teori ini mencoba menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti: Kebutuhan apa
yang dicoba dipuaskan oleh seseorang? Apa yang menyebabkan mereka
melakukan sesuatu?
Dalam pandangan ini, setiap individu mempunyai kebutuhan yang ada
di dalam (inner) yang menyebabkan mereka didorong, ditekan atau
dimotivisir untuk memenuhinya. Para individu akan bertindak untuk
20
memuaskan kebutuhan mereka. Nampaknya teori ini sangat sederhana, yang
diperlukan manajer adalah bagaimana mengetahui kebutuhan para karyawan,
dengan mengamati perilaku mereka, dan kemudian memilih dengan cara apa
yang bisa digunakan supaya mereka mau bertindak sesuai dengan keinginan
manajer tersebut. Meskipun demikian kita akan melihat betapa sulitnya
penerapan teori ini dalam praktek, terutama disebabkan hal-hal sebagai
berikut:
a. Kebutuhan sangat bervariasi antara individu.
b. Perwujudan kebutuhan dalam tindakan juga sangat bervariasi antara satu
orang dengan orang yang lain.
c. Para individu tidak selalu konsisten dengan tindakan mereka karena
dorongan suatu kebutuhan.
d. Reaksi para individu terhadap keberhasilan atau kegagalan memuaskan
kebutuhan-kebutuhan mereka juga berbeda-beda.
Pada mulanya banyak ahli berpendapat hanya uang yang dapat
memotivasi mereka (manajemen ilmiah), dan kemudian juga dirasakan
kondisi kerja, keamanan dan barang kali gaya kepemimpinan supervisi
demokratis (hubungan manusiawi). Lebih lanjut, untuk itu peranan kenaikan
gaji telah dipandang lebih dalam lagi dan dikenal apa yang disebut motif-
motif dengan “tingkatan yang lebih tinggi”, seperti kebutuhan akan
penghargaan dan aktualisasi dari (Maslow) serta tanggung jawab, pengakuan,
prestasi dan pertumbuhan (Herzberg). Untuk memahami apa yang memotivasi
21
orang-orang untuk bekerja, di samping teori-teori yang lainnya, untuk itu akan
penulis tambahkan teori motivasi berprestasi oleh Mc. Clelland. David Mc.
Clelland (lihat Harold Koonts, Cyril O’Donnel dan Heinz Weichrich, 1990),
melalui riset empiris, telah menemukan bahwa usahawan, ilmuwan
dan ahli mempunyai tingkat motivasi prestasi di atas rata-rata motivasi
prestasi dari seorang usahawan tidak semata-mata ingin mencapai keuntungan
demi keuntungan itu sendiri, tetapi karena dia mempunyai keinginan yang
kuat untuk berprestasi. Keuntungan (laba) hanyalah suatu ukuran sederhana
yang menunjukkan seberapa baik pekerjaan yang telah dilakukan. Ini tidak
sepenting tujuan itu sendiri.
Menurut Mc. Clelland (lihat Harold Koonts, Cyril O’Donnel dan
Heinz Weichrich, 1990), seseorang dianggap mempunyai motivasi prestasi
yang tinggi, apabila dia mempunyai keinginan untuk berprestasi lebih baik
dari yang lain dalam banyak situasi. Kemudian Mc. Cleland memusatkan
perhatiannya pada tiga kebutuhan manusia yaitu: prestasi (need for
achievement), afiliasi (need for affiliation) dan kekuasaan (need for power),
karena ketiga kebutuhan ini telah terbukti merupakan unsur-unsur penting
yang ikut menentukan prestasi pribadi dalam berbagai situasi kerja dan cara
hidup. Karakteristik tiga kebutuhan penting tersebut dapat dilihat pada uraian
di bawah ini:
a. Kebutuhan prestasi, tercermin dari keinginan dia mengambil tugas yang
didapat bertanggung jawab secara pribadi atas perbuatan-perbuatannya,
22
penentuan tujuan serta perhitungan resiko. Dia ingin mendapatkan umpan
balik atas perbuatan-perbuatannya yang dilakukan secara kreatif dan
inovatif.
b. Kebutuhan afiliasi, kebutuhan ini ditunjukkan adanya keinginan untuk
bersahabat, bekerja sama, senang bergaul, berusaha mendapatkan
persetujuan dari orang lain, dan ia akan melaksanakan tugas-tugasnya
secara lebih efektif bila bekerja sama dengan orang-orang lain dalam
suasana kerja sama.
c. Kebutuhan kekuasaan, kebutuhan ini tercermin pada seseorang yang ingin
mempunyai pengaruh atas orang-orang yang ingin mempunyai pengaruh
atas orang-orang lain; dia peka terhadap struktur pengaruh antar pribadi
suatu kelompok atau berorganisasi yang mempunyai prestasi; dia aktif
menjalankan “polley” suatu organisasi di mana dia menjadi anggota,
membantu orang lain dengan mengatur perilakunya dan membuat orang
lain terkesan padanya, serta selalu menjaga reputasi dan kedudukannya.
Teori dari Mc. Clelland ini (lihat Harold Koonts, Cyril O’Donnel dan
Heinz Weichrich, 1990) sangat penting dalam mempelajari motivasi, karena
motivasi prestasi dapat diajarkan untuk mencapai sukses kelompok atau
organisasi. Penelitian Mc. Clelland menunjukkan bahwa motivasi prestasi
dapat diperoleh melalui latihan dengan mengajak seseorang untuk berfikir dan
berbuat dengan motivasi prestasi. Semakin kita memahami dengan orang-
orang disekeliling kita (dan juga dengan diri kita sendiri) semakin bisa diduga
23
proses yang menterjemahkan kebutuhan dalam tindakan. Meskipun demikian
selalu ada kompleksitas dan berbagai alternatif yang menyebabkan kesalahan
dengan kita akan perilaku seseorang.
2. Process Theory
Dalam teori ini akan dilakukan pendekatan-pendekatan dengan
menggunakan teori-teori yang dikemukakan oleh Vroom, Lowler, dan Adams
(Vroom, Lowler, dan Adams, 1964).
Teori-teori proses menekankan pada bagaimana dan dengan tujuan apa
setiap individu dimotivisir. Atau dengan kata lain teori-teori proses lebih
bersangkut paut dengan pengidentifikasian variabel-variabel yang menjadi
suatu usaha dan bagaimana mereka berhubungan satu dengan yang lain.
Dasar dari teori proses tentang motivasi ini adalah adanya
pengharapan (expectancy) dan keadilan terhadap imbalan dari apa yang telah
dilakukan/dikerjakan karyawan.
Untuk memudahkan pemahaman mengenai teori proses ini, maka di
bawah ini akan dibahas teori-teori yang mendasari teori proses suatu dorongan
sebagai berikut:
a. Teori Pengharapan Vroom Dan Kawan-kawan
Teori pengharapan berakar pada konsep-konsep kognitif yang
dikemukakan oleh para psikolog. Orang pertama yang merumuskan teori
pengharapan motivasi kerja adalah Vroom dan kawan-kawan (Vroom,
Lowler, dan Adams, 1964). Vroom dan kawan-kawan mengemukakan teori
24
pengharapan sebagai suatu alternatif terhadap model-model isi yang dirasa
tidak memberikan penjelasan yang memadai tentang kekomplekan proses
motivasi kerja.
Model ini disusun berdasarkan konsep-konsep nilai (valence),
pengharapan dan hasil-hasil: asumsi dasarnya bahwa “pilihan-pilihan yang
dibuat oleh seseorang diantara serangkaian kegiatan berhubungan secara
beraturan sedang peristiwa-peristiwa psikologis yang terjadi secara bersamaan
dengan perilaku”. Konsep dorong Vroom secara mendasar adalah ekuivalen
dengan motivasi dan ditujukan dalam bentuk penjumlahan aljabar, hasil
perkalian nilai-nilai dan pengharapan-pengharapan. Vroom dan kawan-kawan
(Vroom, Lowler, dan Adams, 1964) mengartikan “nilai” sebagai kekuatan
preverensi individual untuk mencapai hasil tertentu. Istilah-istilah lain yang
dapat menggantikan adalah insentif, sikap dan kegunaan dan yang diharapkan.
Variabel pokok lain di samping nilai dan model proses motivasional
Vroom dan kawan-kawan (Vroom, Lowler, dan Adams, 1964) adalah
pengharapan (expectancy). Pengharapan merupakan probabilitas (dari 0
sampai 1). Bahwa suatu kegiatan atau usaha tertentu akan mengarah ke hasil
tingkat pertama. Jadi secara singkat kekuatan atau dorongan motivasi untuk
melaksanakan suatu kegiatan tertentu akan tergantung pada penjumlahan
aljabar hasil kali antara nilai-nilai untuk berbagai hasil dengan pengharapan-
pengharapan. Secara sistematis maka teori pengharapan tampak seperti
berikut ini: Dorongan: nilai x pengharapan.
25
Model pengharapan adalah seperti analisis marjinal ilmu ekonomi.
Orang-orang tidak secara nyata menghitung titik di mana biaya-biaya marjinal
(marginal assets) sama dengan penghasilan marjinal (marginal revenue)
tetapi hal itu masih merupakan konsep yang sangat berguna bagi perusahaan.
Model pengharapan bermaksud hanya mencerminkan motivisional yang
kompleks, tetapi tidak bermaksud memberikan gambaran cara keputusan-
keputusan secara nyata dibuat untuk atau untuk memecahkan masalah-
masalah motivasional nyata yang dihadapi seorang manajer.
b. Model Lowler
Kedua ahli mengemukakan variasi yang sedikit berbeda dengan yang
dirumuskan oleh Vroom. Adapun rumusan yang diusulkan Lowler (Vroom,
Lowler, dan Adams, 1964) adalah sebagai berikut:
Performance = Effort x Abilities x Role Perceptions.
- Effort : Adalah banyaknya energi yang
dikeluarkan seseorang dalam situasi
tertentu.
- Abilities : Adalah karakteristik individual,
seperti intelegensi, manual skill, traits
yang merupakan kekuatan potensial
26
seseorang untuk berbuat dan sifatnya
relatif stabil.
- Role Perceptions: Adalah kesesuaian antara effort
yang dilakukan seseorang dengan
pandangan evaluator atau atasan
langsung tentang job requirementnya.
Hal yang baru ditambahkan pada model ialah role preceptions, yang
dikatakan sebagai jenis aktiva tingkah laku yang dirasakan subyek paling
cocok untuk dilakukan agar dapat sukses. Dikatakan selanjutnya, bahwa role
preceptions ini bersifat labil, dinamikanya mengikuti situasi, berpesan sebagai
penentu arah dari effort, dan merupakan moderator atas korelasi antar effort
dengan performance.
Menurut kedua ahli, effort ditentukan oleh dua hal, yaitu: value of
rewards (sama dengan valensi dari Vroom dan kawan-kawan) dan
instrumentality of effort (persepsi individu tentang bersarnya peluang bahwa
rewards itu tergantung pada effort).
4. Modifikasi Perilaku Organisasional
Sesudah manajemen merumuskan tipe perilaku yang diinginkan dalam
pengertian-pengertian khusus, perilaku yang sesuai dengan standar ini harus
didorong (reinforced) dengan cara yang positif. Biasanya perilaku yang tidak
diganjar secara positif akan cenderung menghilang. Dorongan melalui
hukuman tidak boleh ditekankan atau harus dihindarkan, karena hal itu
27
mengundang kemarahan, permusuhan, agresi dan pemberontakan bawahan.
Juga telah diamati bahwa perilaku yang inovatif untuk mengagalkan, dan
mengecewakan manajer, misalnya dengan menghasilkan jumlah minimum
yang diharuskan, bekerja hanya jika diawasi, patuh tetapi mendendam dan
sebagainya. Untuk mendorong perilaku yang diinginkan dengan cara yang
positif, adalah penting bahwa ganjaran dibagikan segera sesudah perilaku
dihasilkan, sehingga bawahan merasakan sesuatu hubungan yang jelas. Kita
telah melihat bahwa apabila manajer mengutarakan perilaku yang diinginkan
tetapi tidak memberikan umpan balik tentang tingkat prestasi, maka hal itu
kurang efektif dalam menentukan hubungan. Dorongan perilaku secara positif
ini dapat berupa:
a. Terhadap perilaku positif, artinya sesuai dengan yang diinginkan manajer,
dapat diberi ganjaran berupa fisik/barang (uang) atau non fisik (misalnya
pujian).
b. Terhadap perilaku negatif, artinya melakukan kesalahan dalam tugas,
maka dia harus diberi tahun dahulu tentang kesalahannya, kemudian
dilakukan peneguran atau bahkan hukuman.
Jika manajer ingin menggunakan modifikasi perilaku organisasional,
perlu dilakukan tindakan sebagai berikut:
a. Tentukan prestasi yang diinginkan dalam rumusan yang spesifik
b. Tentukan ganjaran-ganjaran yang akan menarik karyawan.
c. Buatlah ganjaran itu sebagai akibat langsung dari perilaku.
28
Secara keseluruhan, modifikasi perilaku organisasional terletak pada
dua konsep dasar, yaitu:
a. Manusia akan bertindak dengan cara yang mereka anggap paling
menghasilkan ganjaran secara perorangan.
b. Dengan mengendalikan ganjaran perilaku manusia dapat dimodifikasikan
sedemikian rupa sehingga menghasilkan efektivitas organisasi.
D. Pengertian Prestasi Kerja Dan Faktor yang Mempengaruhinya
Setelah penulis membahas masalah fungsi dan arti manajemen
personalia serta membahas masalah kenaikan gaji upah kerja dan
produktivitas kerja maka pada masalah pengertian prestasi kerja dan cara
pengukurannya serta faktor-faktor yang mempengaruhinya akan dibahas lebih
lanjut.
Penilaian prestasi kerja (performance appraisal) ini pada dasarnya
merupakan salah satu faktor kunci guna berarti suatu organisasi telah
memanfaatkan secara baik atas sumber daya manusia yang ada dalam
organisasi. Untuk itu harus diperlukan adanya informasi “relevan” dan
“reliable” tentang prestasi kerja masing-masing individu. Karena dengan
informasi yang demikian itu akan mempermudah perumusan kebijaksanaan
lebih lanjut yang lebih efektif. Penilaian prestasi kerja individual tersebut
sangat bermanfaat bagi dinamika organisasi secara keseluruhan.
29
Untuk lebih jelasnya berikut ini penulis akan memberikan pengertian
prestasi kerja yang antara lain dikemukakan oleh Bedjo Siswanto (Bedjo
Siswanto, 1989, hal. 195) mengemukakan pengertian prestasi kerja sebagai
berikut:
“Prestasi kerja adalah hasil kerja yang dicapai oleh seseorang tenaga kerja dalam menjalankan tugas dan pekerjaan yang dibebankan kepadanya. Pada umumnya prestasi kerja seorang tenaga kerja antara lain dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman, dan kesungguhan tenaga kerja yang bersangkutan.
Agus Darma, dalam bukunya Manajemen Prestasi Kerja (Agus Darma,
1985, hal. 1) mengemukakan pengertian prestasi kerja sebagai berikut:
“Prestasi kerja adalah sesuatu yang dikerjakan atau produk/jasa yang dihasilkan atau yang diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang”.
Dari pengertian kerja tersebut di atas dapat ditarik kesimpulan tentang
penilaian prestasi kerja (performance appraisal). Susilo Martoyo (Susilo
Martoyo, 1987, hal. 92) mengartikan penilaian prestasi kerja sebagai berikut:
“Penilaian prestasi kerja adalah proses melalui di mana organisasi-organisasi mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan”.
Dengan memperhatikan pengertian penilaian prestasi kerja
sebagaimana diuraikan di atas, jelas banyak manfaat yang dipetik, diantaranya
yaitu:
1. Perbaikan prestasi kerja. Umpan balik pelaksanaan kerja memungkinkan
karyawan, manajer dan departemen personalia dapat memperbaiki
kegiatan-kegiatan mereka demi perbaikan prestasi kerja.
30
2. Penyesuaian-penyesuaian kompensasi. Evaluasi prestasi kerja membantu
para pengambil keputusan dalam menentukan kenaikan upah, pemberian
bonus dan bentuk kompensasi lainnya.
3. Keputusan-keputusan penempatan, promosi, transfer dan demosi
(penurunan jabatan) biasanya didasarkan pada prestasi kerja masa lalu
atau antisipasinya.
4. Kebutuhan-kebutuhan latihan dan pengembangan prestasi kerja yang jelek
mungkin menunjukkan kebutuhan latihan. Demikian juga prestasi yang
baik mungkin mencerminkan potensi yang harus dikembangkan.
5. Kesempatan kerja yang adil. Penilaian prestasi kerja secara akurat akan
menjamin keputusan-keputusan penempatan internal diambil tanpa
halangan.
6. Kesalahan-kesalahan desain pekerjaan. Prestasi kerja jelek mungkin
merupakan suatu tanda kesalahan dalam desain pekerjaan. Penilaian
prestasi membantu diagnose kesalahan-kesalahan tersebut.
Untuk menghasilkan penilaian yang benar, maka perlu adanya suatu
metode penilaian prestasi kerja. Metode penilaian prestasi kerja pada dasarnya
bisa dibagi menjadi tiga, yaitu:
a. Penilaian secara “kebetulan” tidak sistematis dan sering membahayakan.
b. Metode tradisional yang sistematis yang mengukur:
c. Karakteristik karyawan.
d. Sumbangan karyawan kepada organisasi atau
31
e. Kedua-duanya.
f. Tujuan yang ditetapkan bersama dengan menggunakan manajemen
berdasarkan sasaran (MBS) atau yang dikenal sebagai “Management by
Objectives” (MBO).
Cara penilaian yang tidak sistematis dan dilakukan secara kebetulan,
sering berbahaya di dalam penetapannya. Misalnya ada suatu jabatan yang
kosong pada suatu organisasi baru kemudian akan diadakan penilaian seketika
terhadap para karyawannya untuk kemungkinan pengisian jabatan tersebut.
Tentu saja cara ini tidak sistematis dikarenakan baru dilakukan pada saat ada
lowongan dan tidak konsisten. Karena itu untuk perusahaan-perusahaan yang
teratur sebaiknya menggunakan pendekatan yang sistematis.
1. Penilaian Sistematis Oleh Atasan.
Penilaian yang sistematis dan dilakukan secara berkala mempunyai
banyak manfaat bagi organisasi. Manfaat pertama dan yang paling penting
adalah memberikan informasi yang sangat membantu di dalam keputusan-
keputusan yang menyangkut masalah-masalah seperti: promosi, kenaikan gaji,
“lay-off” dan transfer. Penilaian yang sistematis ini memberikan informasi
sesuatu itu mungkin diperlukan, juga penilaian sistematis memberikan
informasi di dalam bentuk yang memungkinkan dilakukannya perbandingan
dan bisa menopang berbagai keputusan dalam bidang personalia. Manfaat
yang kedua adalah digunakan untuk mendorong dan memimpin
pengembangan karyawan.
32
2. Sistem-sistem Penilaian Prestasi Kerja Tradisional
Ada berbagai sistem penilaian prestasi kerja para karyawan. Sistem-
sistem ini mempunyai dasar yang sama dengan sistem untuk penilaian jabatan
(evaluasi jabatan). Meskipun demikian perlulah disadari bahwa kedua jenis
penilaian ini mempunyai tujuan yang cukup berbeda.
Penilaian prestasi kerja lebih ditunjukkan untuk menentukan baik
tidaknya seorang karyawan untuk bisa dipakai sebagai dasar promosi
misalnya. Sedangkan penilaian jabatan ditujukan untuk menentukan harga
suatu jabatan, yang pada akhirnya nanti akan disusun struktur upah yang adil
dan layak.
3. Manajemen berdasarkan sasaran “Manajemen by Objective
(MBO).
Metode–metode penilaian yang telah disebut oleh penulis berdasarkan
diri atas penilaian satu pilihan yakni dalam arti bahwa pimpinan menilai
engan menggunakan unsur “judgement” pula, prestasi kerja para karyawan
dengan harapan penilaian dilakukan seobyektif mungkin.
Akhir-akhir ini didasarkan perlunya penilaian yang melibatkan dua
pihak, karyawan dan pimpinan. Jadi pimpinan hanya duduk menilai tetapi
perlu bersama-sama menentukan saran-saran dengan para bawahan yang bisa
dipakai sebagai pedoman penilaian tersebut. Sehingga para bawahan bisa
mengendalikan diri untuk mencapai tujuan tersebut. Cara inilah yang disebut
33
manajemen berdasarkan sasaran. Manajemen ini sebenarnya lebih merupakan
suatu cara pengelolaan dan bukan hanya sekedar cara penilaian prestasi kerja.
Tahap yang menentukan dalam penggunaan manajemen berdasarkan
sasaran untuk menilai prestasi kerja adalah penentuan tujuan atau sasaran
yang ingin dicapai oleh suatu jabatan. Sasaran yang dibuat hendaknya jelas
dan bisa dikualifikasi. Sebab makin jelas suatu tujuan, dan semakin mudah
diukur, semakin mudah pula penilaiannya. Dalam penentuan sasaran ini perlu
dilakukan kerja sama antara atasan dan bawahan. Secara sederhana prosesnya
akan diuraikan sebagai berikut: pihak bersama-sama pimpinan merundingkan,
sasaran apa yang ingin dicapai dalam periode tersebut akan ada
kecenderungan bahwa bawahan akan meminta sasaran yang relatif mudah
dicapai. Jadi sasaran yang ditentukan haruslah bersifat realistis, di samping
cukup memberikan dorongan di dalam pencapaiannya.
Berikut ini penulis akan memberikan beberapa contoh sasaran yang
harus dicapai untuk jabatan-jabatan tertentu. (Lihat Tabel 2.1 di bawah)
Tabel 2.1Contoh Sasaran Yang Harus Dicapai
Oleh Masing-masing Posisi
JABATAN KETERANGAN
Manajer Pemasaran 1. Meningkatkan penjualan sebesar 15% dari
penjualan (Rp.) tahun lau.
2. Menurunkan pengembalian penjualan dari 3%
menjadi 2%.
Manajer Keuangan 1. Mengurangi piutang ragu-ragu dari 3% menjadi
34
4%.
2. Meningkatkan perputaran piutang dari 8 kali
menjadi 10 kali.
Manajer Personalia 1. Menyelesaikan program latihan sesuai dengan
anggaran tahun berjalan.
2. Mengurangi absensi dari 3% menjadi 2%.
Dilihat dari orientasinya dibedakan adanya metoda-metoda penelitian
yang berorientasi masa lalu dan metoda-metoda penelitian pada masa depan.
a. Metoda-metoda Penelitian Berorientasi Masa lalu
Metoda ini menitikberatkan pada prestasi kerja yang telah terjadi dan
sampai tingkat tertentu dapat diukur. Dengan mengevaluasi prestasi kerja
dimasa lalu para karyawan memperoleh umpan balik, mengenai usaha-usaha
mereka. Umpan balik itu mengarah pada perbaikan-perbaikan prestasi.
Metode-metode penelitian itu meliputi antara lain:
i. Rating Scale.
ii. Checklist.
iii. Metoda Peristiwa Kritis.
iv. Field Review Method.
v. Tes Dan Observasi Prestasi Kerja.
vi. Metode evaluasi kelompok.
Masing-masing metoda ini akan dibahas secara singkat di bawah ini:
i. Rating scale
35
Metoda ini dianggap paling tua, tetapi paling banyak digunakan dalam
praktek. Evaluasi ini bersifat subyektif, karena didasarkan pada pendapat
penilai. Penilai melakukan dari rendah sampai tinggi, misalnya:
a) Antara 0 – 20 : buruk sekali
b) Antara 20 – 40 : buruk
c) Antara 40 – 60 : sedang
d) Antara 60 – 80 : baik
e) Antara 80 – 100 : baik sekali
36
Penilaian ini bisa dibuat dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Tabel 2.2. Penilaian Prestasi Kerja100
Baik sekali
Baik
Sedang
Buruk
Buruk sekali0
Penilaian dengan metode ini membandingkan kerja karyawan dengan
berbagai faktor yang dianggap penting bagi pelaksanaan pekerjaan. Misalnya
inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, disiplin, tanggung jawab dan
sebagainya.
Formulir isian dari rating scale disiapkan dan selanjutnya di isi oleh
atasan langsung. Penafsiran penilaian diberikan oleh penilaian dengan nilai-
nilai numerik dan kemudian dijumlahkan. Setelah dijumlahkan lalu ditentukan
nilai rata-rata, hasilnya itu diperbandingkan di antara para karyawan.
Kebaikan-kebaikan metode ini:
a) Mudah dalam penyusunan dan administrasinya.
b) Memerlukan sedikit latihan.
c) Tidak memakan waktu lama.
d) Dapat diterapkan untuk jumlah karyawan yang besar.
Kelemahan-kelemahan metode ini:
37
a) Kesulitan dalam menentukan kriteria yang relevan dengan pelaksanaan
kerja. Terutama kalau formulir akan diterapkan untuk semua pekerjaan.
Kemungkinan suatu kriteria penting bagi pekerjaan tertentu tidak
tercantum dalam formulir penilaian.
b) Tipe penilaian merupakan peralatan penilaian yang subyektif.
ii. Checklist
Dengan metode ini penilai memilih kalimat-kalimat atau kata-kata
yang menggambarkan prestasi kerja dan karakteristik-karakteristik karyawan.
Penilaian dilakukan oleh atasan langsung. Item-item yang disusun harus
berbobot dan tiap item diusahakan mempunyai perbedaan bobot, dan bobot
tersebut dapat dijumlahkan, sehingga dapat ditentukan nilai total keseluruhan.
Apabila daftar penilaian berisi item-item yang memadai, metode ini dapat
memberikan gambaran prestasi kerja secara akurat (tepat).
Kebaikan-kebaikan metode ini:
a) Bersikap ekonomis dan mudah administrasinya.
b) Latihan bagi penilai terbatas dan berstandarisasi kelemahan-kelemahannya
metode ini.
38
Kelemahan-kelemahan metode ini:
a) Kemungkinan dalam penilaian dipengaruhi faktor subjektivitas.
b) Kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan penafsiran terhadap item-item
dan penggunaan bobot yang tidak tepat.
c) Penilaian tidak mungkin memberi penilaian relatif.
iii. Metode Peristiwa Kritis (Critical Incident Method)
Metode penilaian ini didasarkan pada catatan-catatan penilaian yang
menggambarkan perilaku karyawan sangat baik atau sangat buruk, yang
menghubungkan dengan pelaksanaan kerja. Semua catatan-catatan itu disebut
peristiwa-peristiwa kritis dan dicatat oleh penilai selama periode evaluasi
terhadap setiap karyawan. Peristiwa-peristiwa itu diklasifikasikan menjadi
berbagai kategori, seperti pengendalian kwalitas produksi; pengawasan
persediaan barang, pengembangan karyawan.
Kegunaan metode ini dapat memberi umpan balik kepada karyawan.
Selain itu dapat mengurangi kesalahan kesan terakhir. Metode ini
menunjukkan kelemahan dalam hal kurangnya perhatian atau minat para
atasan untuk mencatat peristiwa-peristiwa kritis, sering mengada-ada dan
bersifat subyektif.
iv. Metode Peninjauan Lapangan (Field Review Method)
Metode dilakukan agar tercapai penilaian yang lebih standarisasi. Pada
metode ini petugas yang ahli dari bagian personalia datang ke lapangan dan
membantu para pengawas dalam menilai mereka. Para ahli memperoleh
39
informasi khusus dari atasan langsung tentang prestasi kerja karyawan. Hasil
evaluasi dikirim kepada pengawas untuk review, perubahan, persetujuan dan
pembahasan dengan karyawan yang dinilai. Para ahli personalia bisa mencatat
penilaian pada tipe formulir apapun yang digunakan perusahaan.
v. Tes dan Observasi Prestasi Kerja.
Tes ini diadakan bila jumlah pekerjaan terbatas, penilaian prestasi
kerja didasarkan pada tes pengetahuan dan ketrampilan, pelaksanaan tes bisa
secara tertulis atau peragaan ketrampilan.
vi. Metode Evaluasi Kelompok
Penilaian ini biasanya dilakukan oleh pengawas atau atasan langsung.
Metode penilaian ini berguna untuk pengambilan keputusan mengenai
kenaikan upah, promosi dan berbagai bentuk penghargaan, karena dapat
menghasilkan karyawan dari yang terbaik sampai dengan yang terburuk.
Metode ini terdiri dari:
a) Metode Ranking.
b) Grading atau Forced Distribution.
c) Point Allocation Method (Metode Alokasi Nilai).
a) Metode Ranking
Pada metode ini penilai membandingkan karyawan yang satu dengan
yang lain untuk menentukan siapa yang lebih baik. Sesudah itu menempatkan
40
karyawan dalam urutan dari yang terbaik sampai yang terburuk. Walaupun
sulit diketahui besarnya perbedaan prestasi kerja karyawan, namun bagian
personalia dapat mengetahui karyawan tertentu yang lebih baik dari yang lain.
Dalam metode ini karyawan yang menduduki urutan nomor dua kemudian
bisa jadi sama baiknya dengan urutan pertama atau mungkin sebaliknya
sangat jauh berbeda. Kebaikan metode ini sangat membantu atau
memudahkan administrasi dan penjelasannya.
Sedangkan kelemahan metode ini adalah:
i) Sulit menentukan faktor-faktor pembanding.
ii) Sangat dipengaruhi oleh unsur subyektif dan subyek kesalahan kesan
terakhir misalnya:
Rahmat ……………………….. Nilai: 100 = terbaik
Yanti …………………………… Nilai: 80 = baik
Andika ………………………… Nilai: 60 = sedang
Salam …………………………. Nilai: 40 = kurang
Lani ……………………………. Nilai: 20 = buruk
Apabila terhadap Andi tersebut juga akan dinilai beberapa sifat lainnya
misalnya: inisiatif, kehadiran, sikap, kerja sama, ketaatan, disiplin dan lain-
lainnya, maka dapat dibuat penilaian khusus untuk karyawan tersebut.
b) Grading atau Forced Distribution
Dengan metode ini penilai memisah-misahkan atau menyortir para
karyawan ke dalam berbagai klasifikasi yang berbeda. Biasanya suatu
41
promosi tertentu harus diletakkan pada setiap kategori. Pada perusahaan x
terdapat 20 orang karyawan. Penilai mengklasifikasikan berikutnya 40%
menengah: 20% berikutnya dan 10% terletak.
c) Metode Alokasi Nilai (Point Alocation Method)
Pada metode ini penilai diberi sejumlah nilai total dan selanjutnya
dialokasikan diantara para karyawan dalam kelompok. Karyawan yang lebih
baik diberikan nilai besar dari pada karyawan yang berprestasi lebih jelek.
Kebaikan metode ini penilai dapat mengevaluasi perbedaan relatif
diantara para karyawan. Keburukannya ialah pengaruh subyektif dan kesan
akhir yang tetap ada.
b. Metode-metode Penilaian Berorientasi Masa Depan
Metode-metode ini memusatkan perhatian pada prestasi kerja
karyawan yang akan datang melalui penilaian potensi karyawan atau
penetapan sasaran-sasaran prestasi kerja di masa mendatang.
Cara-cara (tehnik-tehnik) yang digunakan meliputi:
i. Penilaian Diri (Self Appraisals)
Tehnik ini bertujuan untuk melanjutkan pengembangan diri karyawan.
Karyawan menilai dirinya dan upaya perbaikan diri akan dilaksanakan.
ii. Penilaian Psikologis (Psychologial Appraisals)
42
Penilaian ini dilaksanakan dengan cara wawancara mendalam, tes-tes
psikologi, diskusi dengan atasan langsung dan review (meninjau kembali)
evaluasi-evaluasi lainnya. Pelaksanaan penilaian ini dilakukan oleh para
psikolog.
Hasil-hasil penilaian ini digunakan untuk membantu memperkirakan
prestasi kerja karyawan diwaktu yang akan datang. Untuk keperluan ini
evaluasi dilakukan terhadap intelektual, emosi, motivasi karyawan dan
karakteristik-karakteristik hubungan pekerjaan lainnya. Dan hasil penilaian itu
digunakan lebih lanjut untuk keputusan-keputusan penempatan dan
pengembangan karyawan.
c. Pendekatan Management by Objectives (MBO).
MBO mempunyai arti bahwa setiap karyawan dan pengawas secara
bersama menetapkan tujuan-tujuan atau sasaran pelaksanaan kerja di masa
yang akan datang. Selanjutnya dengan menggunakan sasaran-sasaran tersebut
penilaian prestasi kerja dilakukan secara bersama pula.
d. Tehnik Pusat Penilaian (Assesment Centers).
Assesment Centers adalah suatu bentuk penilaian karyawan yang
distandarisasikan di mana tergantung kepada berbagai tipe penilaian dan
penilai. Pusat-pusat penilaian ini dimiliki oleh banyak perusahaan besar dalam
usaha membantu identifikasi peranan manajemen diwaktu yang akan datang.
43
Tehnik-tehnik penilaian yang dilakukan meliputi wawancara
mendalam, tes-tes psikologi, diskusi kelompok, simulasi, dan lain-lain untuk
mengevaluasi potensi karyawan diwaktu yang akan datang.
Setelah penulis menguraikan tentang pengertian prestasi kerja dan cara
mengukurnya, maka sekarang penulis mencoba menguraikan tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi pengukuran (penilaian) prestasi kerja.
Manfaat penilaian karyawan bagi perusahaan dan pengawai itu sangat
penting. Tetapi dalam prakteknya penilaian itu sangat sukar dilaksanakan,
terutama dalam hal kenaikan yang obyektif. Banyak diantara para pemimpin
perusahaan, beranggapan bahwa para bawahannya mempunyai kesanggupan
bekerja yang baik. Penilaian-penilaian yang dilakukan tidak mempunyai dasar
atau prinsip yang baik. Kesukaran dalam hal penilaian karyawan untuk
menjamin obyektifitas, disebabkan 2 (dua) masalah pokok, yaitu sulit
menetapkan ukuran penilaian dan timbulnya karena banyaknya ragam bidang
pekerjaan atau jabatan yang perlu dinilai. Di samping itu sukar pula
menetapkan sifat. Sifat apa yang dapat dipergunakan sebagai petunjuk baik
buruknya seseorang karyawan pada jabatan tertentu. Bahaya pengaruh
subyektifitas dalam penilaian selalu timbul. Penilai cenderung menilai
karyawan baik atau buruk. Menilai karyawan dengan baik mungkin karena
mengetahui sungguh-sungguh yang bersangkutan mempunyai sesuatu sifat
baik untuk suatu hal.
44
Demikian pula seorang karyawan dinilai dengan buruk, karena
mengetahui dengan pasti adanya sesuatu sifat buruk dari karyawan yang
bersangkutan. Karena sukarnya penilaian secara obyektif, maka dalam
praktek:
i. Penilai tidak cukup dilakukan oleh satu orang saja.
ii. Kepada setiap penilai harus diberikan penjelasan tentang cara penilai
menginterpretasikan hasil-hasil yang dicapai dalam penilaian.
iii. Penilai di dalam pada waktu yang berbeda-beda untuk masing-masing
obyek yang dinilai dan tidak mempengaruhi penilaian obyek yang lain.
Penilaian karyawan dengan kriteria senioritas, merupakan usaha
menembus kesulitan-kesulitan penilaian karyawan secara obyektif. Kriteria
senioritas memegang peranan penting dalam menetapkan nilai seorang
karyawan untuk memangku suatu jabatan. Jika perusahaan menggunakan
senioritas sebagai dasar dalam menentukan promosi dan pemindahan
karyawan ada beberapa hal yang harus ditetapkan.
E. Hubungan Antara Kenaikan Gaji dan Pencapaian Target Produktivitas
Kerja Karyawan
Seperti yang penulis telah kemukakan terdahulu tentang arti dan
fungsi kenaikan gaji serta pencapaian target produktivitas kerja karyawan dan
pengertian prestasi kerja, maka hubungan antara ketiga-tiganya sangatlah erat
45
hubungannya di dalam menentukan maju mundurnya sebuah
organisasi/perusahaan di mana karyawan tersebut bekerja.
Untuk lebih jelasnya penulis mencoba menguraikan hubungan ketiga
masalah tersebut di atas secara singkat dan jelas berikut ini.
Kenaikan gaji merupakan salah satu dari fungsi manajemen, di mana
gaji/upah adalah merupakan proses untuk mencoba mempengaruhi seseorang
melakukan sesuatu yang kita inginkan. Kenaikan upah senantiasa berkaitan
dengan perkembangan suatu organisasi atau perusahaan, mengingat berubah-
ubahnya tingkah laku dan perkembangan sumber daya manusia maka fungsi
kenaikan upah akan sangat membantu untuk memecahkannya.
Begitu pula dengan diberikannya motivasi maka tenaga kerja akan
melakukan suatu pekerjaan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan oleh
manajemen.
Dilihat dari uraian-uraian di atas, maka di bawah ini penulis akan
memberikan penjelasan tentang hubungan antara kenaikan gaji dan
pencapaian target produktivitas kerja karyawan dengan prestasi kerja, dengan
cara sebagai berikut:
1. Upah/gaji yang diberikan baik berupa uang, penghargaan, aktualitas,
pengakuan, prestasi, keamanan dan pertumbuhan, semua ini digunakan
oleh para manajer untuk memberikan dorongan agar mereka mau
bertindak sesuai dengan keinginan yang telah direncanakan sebelumnya.
46
2. Produktivitas kerja adalah usaha untuk meningkatkan hasil yang dicapai
dengan biaya yang efektif, akan tetapi kwalitas tinggi, hal semacam ini
tidak mungkin tercapai apabila tidak memperhatikan para pekerja,
misalnya dengan penghasilan mereka, pendidikan dan latihan,
pengembangan, kesehatan dan kedisiplinan kerja.
3. Prestasi kerja adalah hasil kerja keseluruhan yang dicapai oleh para
pekerja dibidangnya masing-masing, dan pada umumnya prestasi kerja
seorang karyawan dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman,
dorongan, semangat dan kesungguhan karyawan yang bersangkutan.
F. Hipotesis Penelitian
Untuk mengadakan penelitian dan pengambilan keputusan terhadap hal
ini maka penulis memerlukan hipotesis untuk mencari kebenaran yang akan
didapat setelah penelitian dan tidak akan menyimpang dari apa yang
diinginkan selain itu juga sebagai acuan dalam membuat kesimpulan akhir
dari pemecahan masalah ini.
Adapun hipotesis yang ada terbagi dua bagian, yaitu Hipotesis Utama
(HO) dan Hipotesis Alternatif (Ha) adapun maksud kedua hipotesis tersebut
yaitu:
i. Hipotesis Utama adalah hipotesis yang ditentukan untuk mengadakan
penelitian, sehingga penelitian tersebut dapat memberikan hasil.
47
ii. Hipotesis Alternatif adalah jika Hipotesis Utama yang telah ditentukan
tidak sesuai dengan hasil penelitian maka Hipotesis alternatif sebagai
penggantinya.
Oleh karena itu dalam rangka penelitian ini penulis memberikan
Hipotesis sebagai berikut:
H0: Kenaikan Gaji Mempengaruhi Tingkat Produktivitas.
---
DAFTAR PUSTAKA
A.F. Stoner, James dan Charles Wenkel, Manajemen, CV. Intermedia, tahun 1986.
Amrine, Harold T., John A. Ritchkey dan Oliver S. Hulley, Manajemen dan Organisasi Produksi, Penerbit Erlangga Jakarta, Edisi ke-4, tahun 1985.
Dharma, Agus, Manajemen Prestasi Kerja, CV. Rajawali, Jakarta, tahun 1985.
Djojohadikusumo, Sumitro, Ekonomi Pembangunan, PT. Pembangunan Jakarta, tahun 1955.
Flippo, Edwin B., Principle of Personal Management, New York, tahun 1961.
Handoko, T. Hani, Manajemen Personalia dan Sumber Daya Manusia, Penerbit BPFE Yogyakarta tahun 1991.
Hasibuan Malayu S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, CV. Haji Masagung, Jakarta, tahun 1991.
Koonts, Harold, Cyril O’Donnel, dan Heinz Weihrich, Manajemen, Jilid 2, Edisi Kedelapan, Erlangga, Jakarta, 1990.
Manihuruk, AE, Pokok-pokok Pikiran Tentang Penyempurnaan Pembinaan Kepegawaian, BAKN Jakarta, tahun 1973.
Martoyo, Susilo, Kolonel Kal. Manajemen Sumber Daya Manusia, BPFE Yogyakarta, tahun 1987.
48
Massie, Joseph L., Dasar-dasar Manajemen, Penerbit Erlangga Jakarta, tahun 1993.
Niti Semito, Alex S., Manajemen Personalia, Penerbit Sasmia Bross, tahun 1986.
Partadiredja, Ace, MSc, Phd, Pengantar Ekonomi, BPFE Yogyakarta, Edisi ke empat, tahun 1985.
R. Heidjrachman & S. Husnan, Manajemen Personalia, Edisi Revisi, Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, 1993.
Simanjuntak J. DR. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFEI Jakarta, tahun 1985.
Siswanto, Bedjo, Manajemen Tenaga Kerja, Penerbit Sinar Baru, Bandung, tahun 1989.
Vroom, Lowler, dan Adams, Management Today Principal and Practice, 1st
Edition, New Delhi, 1995.
Winardi, Manajemen Perkantoran dan Pengawasan, Penerbit Mendar Maju, tahun 1990.
---
Butuh bantuan dalam pembuatan skripsi, tesis, disertasi atau olahdata statistik?
Hubungi kami:
http://skripsitesisdisertasi.comhttp://jasapembuatanskripsi.nethttp://jasapembuatantesis.net
http://jasapembuatandisertasi.nethttp://olahdatastatistik.org
Pengelola:"CALYPSO"
Email: olahdatacalypso@yahoo.comHome/Office: Jl. Waru 39 Rt. 007 Rw. 07 Rawamangun Jakarta 13220
Telp. (021) 4705484Hp. 085777792226 - 087788868885 - 081212127180
Pin BB: Z66FA6D0
49
50
51