Post on 14-Jan-2016
description
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-1
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
II.1 Dasar Struktur Kapal
Kapal merupakan moda transportasi laut yang digunakan manusia sejak dahulu kala. Pada
dasarnya kapal adalah benda yang dapat mengapung di air, mampu untuk membawa barang/muatan,
serta memiliki kemampuan untuk menggerakkan dirinya (thrust). Untuk melakukan fungsinya,
sebuah kapal wajib memenuhi kriteria-kriteria teknis dasar yaitu:
- Kekuatan struktur
- Kestabilan
- Kemampuan bermanuver dan bergerak
- Layak laut (seaworthiness)
Pada awal masa peradaban, pengetahuan akan kekuatan struktur kapal didasari oleh
pengalaman dari pemakaian kapal tersebut. Berbagai perbaikan dan inovasi muncul oleh karena
kejadian-kejadian maupun fenomena dari kapal-kapal yang sudah dipakai untuk melaut.Perbaikan
serta perbedaan dalam mendesain banyak terjadi oleh karena kecelakaan dari kapal sehingga secara
konsep pergeseran dari desain suatu jenis kapal terus mengalami perubahan demi perbaikan dari
kemampuan dari kapal itu sendiri. Pada akhirnya, suatu struktur kapal yang baik akan didapatkan
dari pengetahuan yang dapat diterapkan oleh pendesain yang dapat memakai teori yang baik.
Untuk menghindari kegagalan suatu struktur kapal, dalam desain terdapat empat jenis
keadaan batas (limit states) yang biasa dipakai dalam perancangan kapal, yaitu:
- Serviceability Limit State;
- Ultimate Limit State;
- Fatigue Limit State;
- Accidental Limit State.
Sebuah kapal merupakan sebuah struktur yang kompleks yang terbuat dari elemen-elemen
konstruksi yang membentuk suatu bagian fungsional yang berbeda-beda dari kapal tersebut. Tata
cara dalam mendesain setiap bagian diatur dalam klasifikasi-kasifikasi yang berlaku dalam suatu
lingkup area yang memiliki peraturan serta rekomendasi untuk setiap tipe kapal yang didesain. Di
Indonesia, hal ini diatur oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI) dan untuk kapal kayu sendiri diatur
khusus dalam peraturan BKI Buku Peraturan Klasifikasi dan Konstruksi Kapal Laut yang terbit pada
tahun 1996.
Namun disamping menerapkan peraturan yang berlaku, perancang kapal juga wajib
melakukan analisa-analisa pada struktur menggunakan teori-teori serta tata cara yang berlaku. Hal
tersebut dilakukan untuk memastikan bahwa dari desain yang dibuat dapat secara valid dapat
dinyatakan layak untuk digunakan.
II.1.1 Jenis-jenis Kegagalan pada Struktur Kapal dan Grounding
Kegagalan suatu struktur kapal adalah kondisi ketika salah satu/beberapa bagian dari
struktur berubah kondisi sedemikian rupa sehingga fungsi dasar dan tujuan pemakaian dari kapal
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-2
tersebut tidak dapat dijalankan. Menurut jenis kondisi yang terjadi, kegagalan struktur lazim
diklasifikasi menjadi kegagalan struktur dalam kondisi statis dan dinamis. Sehingga, dalam praktik di
industri, proses desain maupun analisa kekuatan suatu struktur dari kapal turut dibagi menjadi
kedua jenis di atas.
Analisa kekuatan struktur dalam kondisi statis yaitu kondisi ketika suatu beban berubah
apabila berat keseluruhan suatu kapal berubah. Kondisi tersebut biasa terjadi ketika:
- Berat dari struktur kapal berubah;
Contoh: perubahan gaya apung suatu kapal akibat modifikasi struktur kapal, perubahan
mesin, maupun perubahan tangki kapal tersebut.
- Berat dari muatan kapal berubah;
- Beban terkonstentrasi yang muncul akibat grounding maupun dry docking.
Selain itu suatu beban dengan siklus kejadian 1000-10.000 kali selama umur pakai kapal juga dapat
digolongkan sebagai beban statis.
Kondisi muka air merupakan hal penting dalam analisa statis oleh karena pada dasarnya
berat dari suatu kapal seluruhnya ditumpu oleh tekanan hidrostatis dari air tempat kapal tersebut
berada. Reaksi dari perairan terhadap kapal seperti yang disebutkan merupakan gaya apung.
Penyebaran dari distribusi gaya apung dan distribusi beban kapal yang tidak merata menyebabkan
terdapat 2 kondisi khusus yang terjadi pada kapal sehingga struktur keseluruhan kapal tersebut
berpotensi mengalami kegagalan. Kondisi tersebut dikenal dengan sebutan sagging (gambar 2.1.1a)
dan hogging (gambar 2.1.1b).
Gambar 2.1.1 Sagging dan Hogging
(sumber: Ringsberg, J. Bahan Kuliah. University of Chalmers. 2012)
Gelombang yang terjadi pada perairan dapat menyebabkan kondisi sagging dan hogging yang
lebih ekstrim oleh karena distribusi gaya apung pada kapal mengikuti elevasi muka air yang terjadi
(gambar 2.1.2). Pada kasus nyata, perubahan dari elevasi muka air merupakan kondisi dinamik
(bervariasi terhadap waktu).Akan tetapi dalam analisa kekuatan struktur kapal, kondisi ini dapat
diasumsikan sebagai kondisi statis (suku inersia diabaikan) karena kapal dianggap sebagai benda
kaku yang bergerak pada gelombang dan percepatan dari kapal diabaikan.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-3
Gambar 2.1.2 Sagging dan Hogging Akibat Pengaruh Gelombang Air Laut
(sumber: Ringsberg, J. Bahan Kuliah. University of Chalmers. 2012)
Pada kasus-kasus yang terjadi, mengacu pada Prof. J. Ringsberg, penyebab kejadian gagalnya
(failures) suatu struktur kapal dibagi menjadi:
- Kebakaran dan ledakan;
- Tabrakan;
- Grounding;
- Korosi;
- Ketidaksempurnaan/kesalahan fabrikasi;
- Gelombang ekstrim;
- Keruntuhan tenggelam;
- Operasi pada suhu rendah yang ekstrim;
- Kargo yang bersifat cryogenic.
Gambar 2.1.3 Statistik Penyebab Kegagalan Struktur Kapal
(sumber: Ringsberg, J. Bahan Kuliah. University of Chalmers. 2012)
Kebakaran dan Ledakan, 15%
Tabrakan, 15%
Grounding, 24%
Keruntuhan Tenggelam, 27%
Lainnya, 19%
muka air tenang
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-4
Grounding (gambar 2.1.4) merupakan kondisi kapal ketika bagian lunas bawah maupun
lambung kapal mengenai dasar periran atau dapat dikatakan beban kapal keseluruhan tidak
sepenuhnya ditanggung oleh gaya apung akibat tekanan hidrostatis. Hal ini dapat terjadi oleh karena
pasang surut yang terjadi pada perairan maupun karena kapal mengalami kelebihan muatan pada
saat kegiatan muat di pelabuhan. Berbeda dengan kasus impact/contact yang menyebabkan kapal
bersinggungan dengan dasar perairan dalam waktu yang sangat singkat, kasus grounding dapat
digolongkan menjadi kasus statik oleh karena perubahan arah dari, lokasi terjadinya, maupun besar
dari beban yang terjadi pada kapal dianggap sangat kecil sehingga komponen inersia/percepatan
yang terjadi dapat diabaikan (neglected).
Gambar 2.1.4a Kasus Grounding pada Kapal Gambar 2.14b Kasus Grounding pada Kapal
sehingga Terjadi Reaksi Vertikal sehingga Terjadi Reaksi Horisontal
II.1.2 Dimensi pada Kapal
Dimensi-dimensi dari suatu kapal pada dasarnya meliputi panjang, lebar, tinggi, serta ukuran
volumetrik maupun berat dari kapal serta koefisien-koefisien penting lainnya yang merupakan
turunan dari geometri bentuk kapal.
Sebelum memasuki dimensi-dimensi penting dari suatu kapal. Perlu diketahui bahwa
terdapat beberapa titik-titik maupun garis-garis penting dari kapal ketika melakukan suatu analisa
struktur, yaitu:
Garis yang menunjukan perpotongan tegak lurus bagian haluan kapal yang bersinggungan
dengan muka air yang disebut dengan Forward Perpendicular (FP).
Garis yang menunjukan perpotongan tegak lurus bagian buritan kapal yang bersinggungan
dengan muka air atau garis tegak lurus poros kemudi pada kapal dengan sirip kemudi belakang
disebut dengan After Perpendicular (AP);.
Titik tengah dari kapal yang menunjukkan posisi tepat di tengah antara AP dan FP biasa
disebut midship dari kapal. Namun pada kapal tradisional, midship ditunjukan oleh penampang
melintang paling penuh/terbesarnya. Midship biasa diberi/ditunjukkan dengan notasi .
Dimensi panjang kapal keseluruhan (Length Overall) atau yang biasa disingkat dengan LOA
merupakan ukuran panjang keseluruhan dari haluan kapal terluar hingga buritan kapal terluar.
Sedangkan panjang kapal pada garis air (Length on Waterline) atau biasa disingkat dengan LWL
merupakan panjang kapal yang diukur pada bagian sumbu memanjang kapal yang berada pada
permukaan air.Sedangkan length between perpendicular merupakan jarak horisontal antara garis AP
dan FP (gambar 2.1.5).
Secara umum, tinggi suatu kapal (gambar 2.16) dibagi menjadi sisi sarat/draft (draught),
tinggi bebas permukaan (freeboard), dan tinggi keseluruhan (depth). Draft diukur dari lunas luar
dari kapal sampai ke garis muka air (WL). Pengukuran draft biasa dilakukan pada titik lunas
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-5
terbawah, FP, AP, serta midship. Tinggi bebaspermukaan diukur dari dek luar pada tingkat pertama
sampai garis muka air. Sedangkan tinggi keseluruhan merupakan penjumlahan dari draft dan tinggi
bebas permukaan.
Ukuran yang dimaksudkan untuk menunjukkan ukuran dari lebar kapal biasa ditunjukkan
oleh lebar kapal (breadth).Lebar kapal diukur pada penampang melintang terbesar (midship).
Selain panjang, lebar, dan tinggi kapal.Besaran geometri lainnya yang cukup penting
ditunjukkan oleh kurva area penampang (curve of areas) (gambar 2.1.7).Kurva ini merupakan grafik
yang menunjukkan hubungan luas kapal dengan panjang dari kapal.Dari kurva area penampang,
dapat diketahui letak titik apung (center of buoyancy/CB) dari kapal pada sumbu
memanjang.Sedangkan letak titik apung pada sumbu tinggi kapal ditentukan dengan tes kemiringan
pada saat konstruksi.
Gambar 2.1.5 Dimensi-dimensi Panjang Kapal
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan. Institut Teknologi Bandung. 2012)
LBP
LWL
LOA
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-6
Gambar 2.16 Draft Kapal, Tinggi Keseluruhan Kapal, dan Tinggi Bebas Atas
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan.Institut Teknologi Bandung. 2012)
Gambar 2.1.7 Kurva Area Penampang
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan. Institut Teknologi Bandung. 2012)
Selain ukuran-ukuran dasar, terdapat ukuran turunan yang merupakan suatu koefisien tak
berdimensi (non-dimensional coefficients) yang menunjukkan karakteristik dari suatu geometri
kapal yang ditunjukan oleh koefisien bidang air/Coefficients of Waterplane (CWP) (gambar 2.1.8)
yang menunjukkan perbandingan antara luas permukaan basah/Area of Waterplane (AWP),
sedangkan perbandingan antara area tengah kapal/area of midship dengan luas sisi sarat lunas
terbawah ditunjukan oleh koefisien bidang tengah kapal/Coefficient of Midship (CM) (gambar 2.1.8),
koefisien blok/Block Coefficient (CB) (gambar 2.1.9) menunjukan perbandingan volume
basah/volume displacement dari kapal dengan sisi sarat dikalikan luas permukaan basah (T x AWP),
sedangkan koefisien prismatik/longitudinal prismatic coefficient, CP menunjukkan perbandingan
antara volume basah dengan luas penampang midship dikalikan dengan LBP, dan CVP (Vertical
Luas Penampang
Panjang Kapal
draft
tinggi keseluruhan (depth)
freeboard
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-7
Prismatic Coefficient) menunjukkan perbandingan volume basah dengan luas permukaan basah
dikalikan dengan sisi sarat (gambar 2.1.10).
Gambar 2.1.8 Koefisien Penampang Basah (CWP) dan Koefisien dari Midship (CM)
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan. Institut Teknologi Bandung. 2012)
Gambar 2.1.9 Koefisien Blok (CB)
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan. Institut Teknologi Bandung. 2012)
Gambar 2.1.10 Koefisien Prismatik (CP)
(sumber: Tawekal, Ricky L. Diktat Kuliah KL-4131 Dasar-Dasar Teknik Perkapalan. Institut Teknologi Bandung. 2012)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-8
II.1.3 Bagian-bagian Kapal
Bagian-bagian kapal secara garis besar dibagi menjadi dek dan lambung. Lambung kapal
memiliki fungsi untuk memberikan gaya apung dan kestabilan pada suatu kapal. Sedangkan dek
sendiri secara dasar memiliki fungsi sebagai tempat untuk memuat barang, orang, maupun sumber
penggerak dari kapal. Semakin kompleks dan besar suatu struktur kapal maka komponen-komponen
struktural dari kapal tersebut akan semakin kompleks. Kapal dapat digolongkan menjadi struktur
semi-monoqoque oleh karena kulit dari kapal memiliki fungsi sebagai komponen struktural dan
terdapat rangka-rangka yang memberikan dukungan terhadap kulit tersebut
Pelat lambung kapal merupakan bagian terluar dri struktur lambung kapal. Oleh karena
fungsinya yang telah disebutkan di atas, lambung kapal memiliki peranan utama dalam membangun
suatu integritas struktur kapal. Sehingga dalam beberapa desain, pelat lambung kapal dirancang
berganda.
Gading kapal merupakan rangka dari kulit suatu kapal. Gading kapal memiliki fungsi untuk
mempertahankan bentuk dari lambung kapal dan memberikan dukungan terhadap pelat kapal dalam
menanggung beban luar. Serupa dengan gading, namun dalam arah memanjang, galar pada dasarnya
merupakan balok yang mendukung kekuatan dari struktur kapal. Oleh karena pelat lambung kapal
seringkali tidak didesain sebagai komponen struktur utama yang menanggung beban lentur dan torsi,
gading dan galar kapal merupakan komponen struktur yang penting dalam menanggung beban luar
lokal tersebut.
Lunas adalah komponen struktur kapal utama yang memiliki fungsi dalam memberikan
integritas/kekuatan struktur secara keseluruhan/makro dalam arah memanjang. Lunas merupakan
tempat bersimpulnya berbagai komponen struktur kapal.Kemampuan suatu lunas dalam menahan
suatu beban luar yang bersifat makro/keseluruhan menyebabkan lunas memiliki persyaratan-
persyaratan perancangan yang cukup ketat.
Linggi merupakan komponen struktur yang hampir menyerupai lunas dalam fungsinya,
namun letaknya berada pada bagian haluan dan buritan kapal. Selain itu fungsi utama dari linggi
adalah memberikan kekuatan pada bagian buritan dan haluan kapal sehingga dirancang tahan
terhadap beban-beban impak seperti tabrakan maupun slamming. Linggi juga merupakan
perpanjangan dari lunas kapal sehingga memiliki fungsi lain untuk memberikan dukungan pada lunas
dalam menghadapi beban.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-9
Gambar 2.1.11 Penampang Melintang Kapal dan Bagian-Bagian Struktur Kapal
(sumber: Stettler, J. W. Bahan Kuliah EN 358 Ship Structures. . 2010)
II.2 Material Teknik
Setiap benda padat (solid) memiliki properti dan sifat yang membangunnya.Dalam
mekanika, hal-hal tersebut diperlukan untuk menentukan hubungan antara tegangan dan regangan,
kuantifikasi beban-beban non-mekanis (panas, elektris, magnetis, dan sebagainya), serta penurunan
hubungan antara regangan dan perpindahan. Apabila dilakukan klasifikasi menurut perilaku
elastisitasnya, material dibagi menjadi tujuh kelompok yaitu material anisotropis, material
monoklinik, material ortotropis, material tetragonal, material isotropis transersal (transverly
isotropic), material kubik, dan material isotropis.Lebih spesifik lagi, penggolongan material tersebut
ditentukan oleh jumlah tensor elastisitas (Eijkl) yang independen.Dalam teori tegangan-regangan
linier, tensor elastisitas adalah variabel yang menunjukkan hubungan antara tegangan pada suatu
arah dengan regangan yang terjadi pada setiap arah. Secara umum, hubungan kondisi tersebut
dengan menerapkan Hukum Hooke yang Berbentuk Umum (Generalized Hookes Law) dapat
dituliskan dalam bentuk matriks
gading
galar
dek kapal
pelat lambung
lunas
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-10
{
}
[
]
{
}
(2.1)
* + [ ]{ }
dimana : tensor tegangan pada sumbu-m ke arah sumbu-n
: tensor regangan pada sumbu-p ke arah sumbu-q
: tensor elastisitas
dengan
[ ] [ ]
oleh karena pertimbangan energi
karena pertimbangan geometri
dan dari hukum pertama termodinamika, maka
sehingga total terdapat 21 tensor elastisitas yang independen (6 pada diagonal dan 15 pada diagonal
atas/bawah). Harus diingat bahwa konstanta 2 di depan tensor regangan merupakan ketentuan dari
penulisan antara regangan teknik (engineering strain) dan tensor regangan (strain tensor):
yang penurunannya akan dijelaskan pada sub-bab teori elastisitas.
II.2.1 Hukum Hooke
Pada awal sub-bab ini telah disinggung mengenai Hukum Hooke. Hukum Hooke adalah
hubungan antara komponen dari tegangan dengan komponen dari regangan yang didapatkan dari
penelitian oleh Hooke. Penelitian tersebut melibatkan eksperimen tarik maupun tekan material pada
laboraturium.Kesimpulan dari eksperimen yang dilakukan, untuk material tertentu, saat material
tersebut diberikan tegangan normal pada suatu arah dan material tersebut masih dalam kondisi
elastisnya, Hooke membuat teori bentuk umum dari hubungan komponen tegangan dengan
komponen regangan yang bersifat linier (gambar 2.2.1)untuk mempermudah pekerjaan analisa
struktur.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-11
(2.2)
dimana
: komponen tegangan pada sumbu-i dengan arah-i
: komponen regangan pada sumbu-i dengan arah-i
: modulus elastisitas material
= 1, 2, 3
Kondisi elastis benda adalah kondisi ketika setelah benda berdeformasi karena diberikan
beban lalu beban tersebut hilang, benda tersebut akan kembali ke formasi/bentuk awalnya. Bila pada
saat beban dihilangkan benda tetap mengalami deformasi, benda tersebut sudah berada pada kondisi
plastisnya. Saat/kondisi yang menunjukkan batas dari kondisi elastis material biasa disebut dengan
kekuatan luluh (yield strength). Sedangkan saat/kondisi suatu benda ketika mengalami
kegagalan/putus adalah titik kekuatan terbesar (ultimate strength).
Gambar 2.2.1 Grafik Hubungan Tegangan-Regangan
II.2.2 Rasio Poisson
Dalam mempermudah penjelasan tentang Rasio Poisson, diambil suatu kasus ketika suatu
benda berbentuk ramping (slender) berpenampang tetap diberikan gaya tarik yang merata pada satu
sisi penampang benda dan sisi yang berlawanannya ditumpu/ditahan secara merata. Benda tersebut
akan mengalami perubahan panjang sesuai dengan arah gaya tarik yang diberikan. Pada saat yang
bersamaan, penampang dari benda mengalami perubahan. Hal tersebut terjadi oleh karena material
benda tersebut tersusun dari partikel-partikel yang saling berkaitan satu sama lain. Perbandingan
dari besar regangan dalam suatu sumbu dengan sumbu lainnya merupakan Rasio Poisson. Setiap
material memiliki Rasio Poisson yang relatif berbeda satu dengan yang lain. Selain itu suatu material
dapat memiliki Rasio Poisson yang lebih dari satu, namun khusus untuk material isotropis, besar
Rasio Poisson untuk setiap sumbu dan arah tensor gaya adalah sama sedangkan untuk material
anisotropis, nilai Rasio Poisson berbeda untuk setiap sumbunya.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-12
II.2.3 Material Kayu
Kayu merupakan material anisotropis, namun untuk penyederhanaan perhitungan, dalam
referensi yang diberikan oleh Forest Product Laboratory, kayu dapat dianggap sebagai material
ortotropis oleh karena memiliki 9 variabel independen yaitu:
- 3 modulus elastisitas, yang terdiri dari:
o Modulus Elastisitas Longitudinal
o Modulus Elastisitas Transversal
o Modulus Elastisitas Radial
- 3 rasio poisson, yang terdiri dari:
o Modulus Geser Longitudinal dalam Bidang
o Modulus Geser Longitudinal keluar Bidang
o Modulus Geser Transversal keluar Bidang
- 3 modulus bulk, yang terdiri dari:
o Poisson Rasio Major
o Poisson Rasio Minor
o Poisson Rasio Transversal
Sedangkan 12 variabel lainnya diabaikan karena tidak terlalu signifikan dalam menentukan
perilaku mekanis dari kayu.Material ortotropis merupakan material yang memiliki properti mekanis
yang tergantung arah seratnya. Sehingga dalam pemakaiannya, konfigurasi penampang dengan arah
serat dari kayu yang dipakai untuk suatu elemen struktur menjadi penting untuk diperhatikan dan
ditentukan.
Selain bersifat ortotropis, kayu juga merupakan material yang bersifat higroskopik, yaitu
material yang memiliki sifat untuk menyerap moisture dari lingkungannya.Kelembaban dan
temperatur dari udara/lingkungan serta kandungan air pada suatu kayu dalam suatu keadaan
tertentu mempengaruhi properti dan performa dari suatu kayu. Hal ini merupakan variabel yang
sangat penting untuk menentukan kekuatan struktural dari suatu kayu. Hubungan dari keadaan ini
biasa disebut dengan kadar air dari kayu. Kadar air biasa dituliskan dalam persentase dan secara
makro dapat dihitung dari persamaan:
(2.3)
dimana mbasah : massa suatu spesimen kayu
mkering : massa suatu spesimen kayu yang telah diproses dengan oven
Kadar air dari suatu kayu yang baru saja ditebang berkisar dari 30% sampai lebih dari 200%.
Dalam suatu struktur kapal, dimana banyak bagian kayu yang langsung bersinggungan dengan air,
kadar air dalam suatu kayu dapat berubah secara cepat sehingga menyebabkan kadar air dari kayu
tersebut melebihi titik jenuh serat (fiber saturation). Hal tersebut menyebabkan udara dalam sel-sel
kayu digantikan oleh air yang bersinggungan langsung dengan kayu tersebut. Penyerapan cairan
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-13
akan terus berlangsung sampai mencapai kadar air maksimum dari kayu tersebut. Semakin tinggi
kadar air dalam suatu kayu menyebabkan perubahan yang berbeda dalam setiap properti mekanis
dari kayu.
Kenaikan kadar air menyebabkan turunnya nilai dari modulus (modulus of rupture),
modulus elastisitas, energi pada beban maksimum (work to maximum load), kuat tekan sejajar serat,
dan kekerasan sisi kayu. Sehingga dapat dikatakan bahwa peningkatan kadar air kayu membuat
kekuatan dari kayu tersebut berkurang.
Karakteristik kekuatan kayu berbeda setiap spesiesnya. Selain itu dalam spesies yang sama,
karakteristik kekuatan juga dapat berbeda. Oleh karena itu, dalam praktiknya, sistem klasifikasi kelas
kuat kayu digunakan. Suatu batang dari kayu yang memenuhi karakteristik secara kasat mata
maupun diukur dengan peralatan pada laboraturium digolongkan pada suatu kelas kuat untuk
keperluan praktis. Pada prinsipnya, kelas kuat suatu kayu dapat ditentukan oleh 3 properti utama:
- Kekuatan lentur;
- Modulus Elastisitas;
- Berat jenis.
Dalam tugas akhir ini, menurut salah satu industri kayu pada daerah Kawasan Industri
Makassar (KIMA), jenis kayu yang dipakai adalah kayu bitti (vitex cofassus). Kayu bitti merupakan
bagian dari tanaman Bitti yang merupakan pohon yang banyak tumbuh pada daerah Sulawesi hingga
Kepulauan Maluku dan Pulau Irian. Berikut properti dari kayu bitti:
Properti Dikeringkan Tidak
Dikeringkan Satuan Keterangan
Massa Jenis 700-800 kg/m3 pada kadar air 12%
Kekuatan SD3 - lihat tabel 2.xx
Kelas Struktural F27 - lihat tabel 2.xx
Keuletan (Izod) 7.3 15 Joule nilai Izod: pengukuran dari kemampuan menahan impak akibat beban yang tiba-tiba
Kekerasan (Janka) 5.6 5.1 kN kekerasan Janka: resistance of wood to denting
Kuat Tekan Mutlak 64 42 MPa -
Modulus Elastisitas Longitudinal 14 12 GPa -
Kuat Lentur Mutlak 133 80 MPa -
Sumber: Eddowes, Peter J. Solomon Island Timber. Asia Pasific Timber Consultants Queensland. Australia.
Besar suatu properti dari suatu jenis kayu bervariasi oleh karena berbagai variabel yang
mempengaruhinya seperti kondisi penanaman, umur, kelembaban, suhu, cara penebangan, cara
pengolahan, dan lainnya. Hal tersebut akan mempengaruhi suatu desain dari struktur yang akan
dibangun. Agar analisa dari desain suatu struktur dapat cukup valid, dalam praktik, perancang
sebaiknya melakukan pengujian dengan sampel dari kayu yang akan digunakan, lalu nilai-nilai
lainnya dapat dihitung dari relasi-relasi antara properti mekanis yang dicari dalam pengujian dengan
properti mekanis yang dibutuhkan. Contohnya seperti yang dimuat pada literatur yang dibuat oleh
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-14
Forest Product Laboratory. Dalam penelitian yang oleh Kuilen-Ravenshorst (2002), didapatkan
hubungan antara massa jenis dengan kuat lentur mutlak dari kayu bitti (gambar 2.2.2).
Gambar 2.2.2 Hubungan Massa Jenis dengan Kuat Lentur Mutlak Beberapa Jenis Kayu Hardwood
(Sumber: Kuilen Ravenshorst. Bending Strength and Stress Wave Grading of Hardwoods Joint Committee on Structural Safety.
2002)
II.2.4 Kegagalan oleh karena Beban Statis
Pada sub-bab sebelumnya diketahui bahwa kekuatan merupakan properti atau karakteristik
dari suatu elemen mekanis. Properti tersebut merupakan hasil dari identitas material, perlakuan
maupun pemrosesan ketika proses pembentukan, maupun pembebanan, dan hal tersebut berada
pada lokasi kritis pada suatu struktur.
Telah dijelaskan sebelumnya, bahwa beban statis merupakan beban yang tidak berubah arah
maupun besar serta lokasi terjadinyapada suatu bagian struktur dalam variabel waktu.Selain itu
suatu kondisi beban dianggap statis ketika efek dari inersia diabaikan.Menurut teori elastisitas, suatu
beban statis dapat menghasilkan beban tarik maupun tekan aksial, beban geser, beban lentur, beban
tori, maupun kombinasinya.Pertimbangan hubungan antara kekuatan suatu material dengan beban
statis dengan maksud membuat keputusan sehingga suatu struktur/benda dapat memenuhi aspek
fungsional, aspek keamanan, aspek keterpercayaan (reliability), aspek manufaktur, serta aspek
pemasarannya.
Kegagalan merupakan kondisi suatu bagian (part) yang terpisah menjadi dua bagian atau
lebih; telah terganggu secara permanen sehingga menmbuat kacau geometrinya; telah menurunkan
aspek keterpercayaannya (reliability); maupun membuat benda tersebut sulit dalam menjalankan
fungsinya.Pada dasarnya teori kegagalan fokus dalam memprediksi distorsi maupun separasi
permanen dari suatu material.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-15
Suatu kegagalan dalam material benda padat tidak dapat ditentukan oleh suatu teori
kegagalan yang universal/berlaku untuk semua oleh karena secara garis besar, setidaknya pada
material logam, jenis material diklasifikasikan menjadi getas dan daktail.Namun suatu material yang
digolongkan sebagai material daktail juga dapat gagal seperti material getas. Penentuan klasifikasi
material ini dapat didasari oleh energi yang dapat diterima ketika terjadi regangan (pada kurva
tegangan-regangan ditunjukkan oleh luas area yang berada di bawah kurva) maupun nilai regangan
maksimum(f). Material daktail biasanya memiliki nilai f 5 dan memiliki kuat luluh (yield
strength, Sy) yang dapat diidentifikasi yang nilainya biasanya sama pada keadaan tekan maupun tarik
(Syt=Syc=Sy). Material getas f< 0,05, tidak memiliki kuat luluh yang dapat diidentifikasi, dan
biasanya hanya diklasifikasikan oleh kuat tarik mutlak (Sut) dan kuat tekan mutlak (Suc). Teori
kegagalan yang biasa dipakai untuk kedua jenis material tersebut adalah:
- Material Daktail (didasari oleh kriteria luluh/yielding)
o Tegangan Geser Maksimum (TGM)/Tresca/Maximum Shear Stress
o Energi Distorsi (ED)/Von-Mises/Distortion Energy
o Coulomb-Mohr Daktail (CMD)/Ductile Coulomb-Mohr
- Material Getas (didasari oleh kriteria hancur/fracture)
o Tegangan Normal Maksimum (TNM)/Maksimum Normal Stress
o Coulomb-Mohr Getas (CMG)/Brittle Coulomb-Mohr
o Mohr yang Dimodifikasi (MD)/Modified Mohr
II.3 Teori Elastisitas
Mekanika merupakan cabang ilmu yang berkonsentrasi pada perilaku dari benda fisik ketika
diberikan gaya atau perpindahan dan efek lebih lanjut dari benda tersebut terhadap lingkungannya.
Secara teori mekanika, antara beban eksternal yang terjadi pada suatu benda dengan perilaku/reaksi
dalam hal ini adalah perpindahan (displacements) dihubungkan dengan gaya dalam struktur,
tegangan (stress), dan regangan (strain).
Pada gambar 2.3.1, bagian keterangan pada garis penghubung di antara elips menunjukkan
jembatan antara dua kondisi yang terjadi. Jembatan tersebut merupakan kondisi yang harus dipenuhi
sehingga hubungan antara kedua hal yang ada dapat diketahui.
Dalam melakukan analisa suatu struktur, dengan adanya syarat batas (boundary condition)
yang berupa beban eksternal maupun perpindahan dengan jumlah yang sama atau lebih dari derajat
kebebasan (degree of freedom) struktur tersebut, maka kondisi tegangan-regangan, perpindahan,
dan gaya dalam di setiap bagian dari struktur dapat ditentukan. Apabila syarat batas yang ada tidak
memenuhi kondisi tersebut, maka struktur berada pada kondisi dinamis yang berarti komponen
inersia dari benda harus diperhitungkan agar persamaan yang ada konvergen dan dapat diselesaikan.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-16
Gambar 2.3.1 Hubungan antara Perpindahan (Displacements) dengan Beban Eksternal (External Loads)
(sumber: Vable, M. Intermediate Mechanics of Material)
Dalam mekanika sistem yang ditinjau berlaku Hukum Newton I untuk komponen gaya maupun
momen:
dimana
r = jarak tegak lurus dari titik O ke garis aksi F
F = gaya
M = momen
n = sumbu (ruang vektor) ke-n
Untuk suatu sistem struktur tiga dimensi, maka berlaku
Sehingga dari kesetimbangan yang ditunjukkan di atas, dapat ditentukan hubungan antara
beban eksternal dengan beban internal.
Selanjutnya, karena hukum Newton II,
Beban Luar
(External Loads)
Gaya Dalam
(Internal Forces
and Moments)
Tegangan
(Stress)
Regangan
(Strain)
Perpindahan
(Displacements)
Kesetimbangan
(Equilibrium)
Kinematik
(Kinematics)
Keseimbangan Statis
(Static Equivalency)
Model Material & Hukum Hooke
(Material Models & Hookes Law)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-17
(2.4)
dimana,
m : Massa dari struktur
: Percepatan dari struktur
I : Gaya Internal pada struktur
P : Gaya Luar yang diberikan
dan untuk momen
(2.5)
dimana,
I : Inersia dari struktur
: Percepatan sudut dari struktur
I : Momen Internal pada struktur
P : Momen Luar yang diberikan
Untuk mengetahui perilaku dari material padat (solid), terutama pergerakannya (displacement) dan
perubahannya (deformation) karena aksi dari gaya luar, perubahan temperatur, perubahan fasa, dan
agen eksternal maupun internal lainnya, mekanika benda padat merupakan cabang ilmu yang
mempelajarinya. Pada tugas akhir ini, diterapkan teori elastisitas teori dalam mekanika benda
padat oleh karena diasumsikan perubahan struktur masih pada daerah elastisnya, yaitu keadaan
ketika setelah terjadi regangan pada struktur masih dapat kembali ke bentuk awalnya. Dari teori
elastisitas, akan diturunkan persamaan diferensial dari perilaku benda dan tegangan yang terjadi
pada benda tersebut sehingga perilaku dari keseluruhan benda akibat beban eksternal dapat
dianalisa.
II.3.1 Tegangan
Tegangan merupakan gaya yang terjadi disetiap luas permukaan suatu benda/struktur.
Tegangan yang terjadi pada suatu penampang elemen dari benda dapat dibagi menjadi dua jenis
menurut arah kerjanya terhadap potongan penampang dari elemen benda yang ditinjau. Tegangan
normal (gambar 2.3.2) merupakan tegangan yang bekerja pada arah normal (tegak lurus dengan
penampang) dari elemen yang diambil. Tegangan geser (gambar 2.3.3) merupakan tegangan yang
bekerja pada arah sejajar dengan penampang elemen yang diambil.
Dalam mekanika benda padat terdapat tiga persamaan dari teori elastisitas yang menjadi
acuan untuk mengetahui perilaku suatu material akibat beban luar, yaitu persamaan diferensial
keseimbangan tegangan pada benda, persamaan diferensial regangan/perpindahan, persamaan
kompatibilitas, dan hubungan tegangan-regangan.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-18
Gambar 2.3.2 Tegangan Normal Gambar 2.3.3 Tegangan Geser
II.3.2 Persamaan Diferensial Keseimbangan Benda
Persamaan diferensial keseimbangan benda diperlukan untuk mengetahui kondisi tegangan
yang terjadi pada suatu elemen dari benda yang ditinjau. Untuk menyederhanakan penurunan awal,
keseimbangan dari suatu elemen bangun datar persegi dengan panjang sisi dx dan dy yang diberi
tegangan normal dan (dalam besaran gaya per satuan luas) pada setiap sisi, tegangan geser
(dalam besaran gaya per satuan luas) pada setiap sisi, dan gaya dalam dan (dalam besaran
gaya per satuan luas) yang dapat berupa gaya berat, elektrostatis, dan sebagainya pada titik pusat
dari persegi (titik C) dikaji dengan besar dan arah dari tegangan yang terjadi pada setiap sisi
diasumsikan konstan. Namun, besar dan arah tegangan pada suatu sisi dengan sisi yang berhadapan
dengannya berbeda (gambar 2.3.4). Pada bab ini, penurunan mengenai teori elastisitas akan merujuk
pada Timoshenko-Goodier, 1951.
Operasi penjumlahan gaya pada arah sumbu-x adalah sebagai berikut
(
) 4
5
( )
( )
(2.6)
Operasi tersebut dilakukan juga pada sumbu-y, sehingga didapatkan
(2.7)
Karena yang ditinjau adalah bidang datar, tiga kondisi keseimbangan dari Hukum Newton I harus
terpenuhi. Sehingga persamaan ketiga adalah keseimbangan momen pada arah sumbu normal dari
sumbu-x dan sumbu-y (sumbu-z) yang bekerja pada titik pusat dari elemen (titik c) (MZC) adalah
normal
geser
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-19
(( )
.
/
) 4( )
.
/
5
(( ) .
/)
4( ) .
/5
(( ) .
/) 4( ) .
/5
.( ) ( )/ .( ) ( )/ 4.
/ .
/5
maka
(2.8)
Gambar 2.3.4 Elemen Kecil Suatu Benda Padat (Solid) dengan Tegangan di Setiap Sisinya
Ketika penurunan yang sama dilakukan untuk elemen tiga dimensi dengan tegangan yang
bekerja pada setiap sisi elemen tersebut seperti yang diperlihatkan pada gambar 2.3.4, didapatkan
persamaan keseimbangan
(2.9)
c
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-20
dan
(2.10)
II.3.3 Hubungan Regangan Perpindahan
Hubungan antara regangan dengan perpindahan atau yang biasa disebut dengan hubungan
diferensial kinematis untuk benda tiga dimensi, didapatkan dari tinjauan suatu elemen dua dimensi
yang dapat dilihat pada gambar 2.3.5.
Gambar 2.3.5 Elemen Kecil Suatu Benda Padat
(sumber:http://en.wikipedia.org/wiki/File:2D_geometric_strain.svg)
Dengan meninjau elemen garis ab pada arah sumbu-x, dapat dilihat garis ab berubah menjadi
garis ab setelah berdeformasi. Perpindahan (displacements) pada sumbu x dan y ditunjukkan
dengan notasi u dan v. Sesuai dengan definisi regangan normal teknik (engineering normal strain)
yaitu perubahan panjang dibagi dengan panjang awal, maka
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-21
ditinjau dari gambar 2.3.5 yang merepresentasikan garis ab dan ab
( ) .
/
.
/
cos
cos .
/
( )
Besar sangat kecil ( ), maka
cos
.
/
( )
( ) .
/
.
/
.
/
Apabila hal yang sama dilakukan dengan garis AD, maka didapatkan
Regangan geser ( ) merupakan penjumlahan antara sudut antara garis ab dengan ab
(gambar2.3.5) dan garis ac dengan ac (gambar 2.3.5). Adapun besarnya sudut adalah
sin (
)
.
/
Karena sangat kecil,
sin
maka
(
)
.
/
Besar sudut adalah:
sin .
/
(
)
karena sangat kecil,
sin
maka
.
/
(
)
Definisi dari regangan geser teknik (engineering shear strain) adalah
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-22
sehingga
.
/
(
)
(
)
.
/ (2.11)
dengan asumsi linier
.
/
.
/
Sehingga dapat berlaku teori regangan sangat kecil (infinitesimal strain theory) dan persamaan
(2.11) menjadi
(2.12)
Maka untuk suatu elemen tiga dimensi dengan volume didapatkan hubungan antara tegangan
dengan regangan yang terjadi adalah:
(2.13)
II.3.4 Persamaan Kompatibilitas
Seiring dengan persamaan regangan/perpindahan (strain/displacement), dibutuhkan
persamaan kompatibilitas (compatibillity equations) untuk memastikan komponen perpindahan , ,
dan merupakan fungsi tunggal sehingga pada elemen-elemen tidak muncul nilai yang tumpang
tindih. Secara sederhana, persamaan kompatibilitas menentukan ada atau tidaknya celah atau
tumpang tindih antara satu bagian elemen dengan elemen lainnya karena asumsinya setiap volume
dari elemen benda yang ada terhubung dengan elemen tetangganya. Perlu digarisbawahi bahwa
enam komponen regangan di setiap titik ditentukan seluruhnya oleh tiga fungsi , , dan . Dari
enam persamaan regangan/perpindahan, diambil tiga persamaan untuk menjadi acuan penurunan
persamaan lainnya, jenis penurunan pertama dilakukan dengan menurunkan komponen regangan
geser terhadap y dan x
komponen regangan normal-x diturunkan2 kali terhadap y sebagai berikut
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-23
komponen regangan normal-y diturunkan 2 kali terhadap x sebagai berikut
sehingga
(2.14)
Selanjutnya, dilakukan penurunan/perumusan kedua dengan menurunkan komponen
regangan normal terhadap y dan z sebagai berikut
(2.15)
Selanjutnya, persamaan 2.15 dikalikan dengan 2 menjadi
(2.16)
komponen regangan geser-xy diturunkan terhadap z sebagai berikut
(2.17)
komponen regangan geser-yz diturunkan terhadap x sebagai berikut
(2.18)
komponen regangan geser-xz diturunkan terhadap y sebagai berikut
(2.19)
dan persamaan 2.17, 2.18, dan 2.19 dioperasikan sehingga
.
/ .
/ .
/
(2.20)
persamaan 2.20 diturunkan terhadap sehingga
.
/
(2.21)
persamaan 2.20 dan 2.21 digabungkan menjadi
.
/ (2.22)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-24
Untuk empat komponen regangan normal dan geser lainnya diturunkan dengan tata cara yang serupa
dengan dua perumusan diatas sehingga menghasilkan enam persamaan kompatibilitas
.
/
.
/ (2.23)
.
/
II.3.5 Hubungan Tegangan dan Regangan
Dengan asumsi di awal bahwa material struktur/benda yang ditinjau bersifat linier, yang
berarti perpindahan (displacement) yang terjadi pada benda relatif kecil dan regangannya masih
berada pada daerah elastis, maka Hukum Hooke berlaku:
Dengan berlakunya hukum Hooke, maka regangan yang terjadi pada suatu titik pada struktur dapat
ditentukan dari tegangan yang terjadi pada titik tersebut. Sedangkan hubungan antara modulus
elastisitas material (E) dengan modulus bulk material tersebut (G) adalah:
( )
Sehingga hubungan antara tegangan dengan regangan dari suatu elemen pada benda padat (solid)
isotropis linier secara 3 dimensi dapat dituliskan dalam bentuk matriks sebagai berikut:
[
]
( )( )
[
]
[
]
[
]
[
( )
( )
( )]
[
]
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-25
Pada sub-bab sebelumnya telah dibahas bahwa kayu merupakan material komposit anisotropis
(orthotropis) yaitu material dengan kekuatan tarik dan tekan yang berbeda tergantung dengan arah
tegangan terhadap arah seratnya.Perbedaan ini ditunjukan dengan nilai properti mekanis (modulus
elastisitas dan rasio poisson) yang berbeda di setiap sumbunya. Sehingga hubungan antara tegangan
dan regangan untuk elemen benda padat orthotropis linier adalah
[
]
[
]
[
]
(2.24)
II.3.6 Teori Elastisitas Nonlinier
Pada dasarnya, ketidaklinieran pada teori elastisitas timbul oleh karena 3 hal, yaitu:
Ketidaklinieran Geometris (Geometric Non-linearity) yang disebabkan oleh besarnya
regangan ataupun deformasi yang terjadi;
Ketidaklinieran Material (Material Non-linearity) yang disebabkan oleh hubungan antara
regangan dan tegangan;
Ketidaklinieran pada Kondisi Batas (Boundary Non-linearity) yang disebabkan oleh kontak
benda/struktur yang ditinjau dengan benda lain (termasuk gesekan).
Pada bagian ini, tidak akan dibahas mengenai ketidaklinieran material (sudah dibahas pada sub-bab
II.2.1). Ketidaklinieran geometris dibagi menjadi ketidaklinieran karena regangan yang besar dan
ketidaklinieran karena perpindahan besar. Pertama, akan dibahas mengenai ketidaklinieran
geometris akibat regangan yang besar. Terdapat suatu elemen kecil dari benda padat seperti pada
sub-bab II.3.3 maka definisi dari regangan teknik (engineering strain) adalah sebagai berikut
(2.25)
ditinjau dari gambar 2.3.5 yang merepresentasikan garis ab dan ab
( ) .
/
.
/
( ) .
/
.
/
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-26
Sehingga persamaan 2.25 menjadi
(.
/ (
)
)
4.
/ .
/
5
4
.
/ .
/
5 (2.26)
pada penurunan dengan teori regangan sangat kecil pada sub-bab sebelumnya, persamaan 2.13
menunjukan hubungan
sehingga persamaan 2.26 dapat ditulis menjadi
4 ( ) .
/
5 (2.27)
( ) ( ) .
/
( ) .
/
( ) .
/
(2.28)
Untuk mendapatkan definisi formal dari tensor regangan, dari persamaan 2.27
4 ( ) .
/
5
( ( ) (
)
)
karena
maka
4 ( ) .
/
5
kuadratkan kedua ruas di atas sehingga
( ( ) .
/
)
( ( ) .
/
) (2.29)
sehingga dari persamaan 2.29 didapatkan definisi formal dari tensor regangan dengan mengabaikan
komponen regangan berorde dua ( ) dan .
/
( ) ( ) (2.30)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-27
Batasan lainnya berurusan dengan perpindahan, maka dari itu pertimbangan akan
perpindahan yang besar dan regangan non-linear harus diketahui. Dalam hal ini dipakai definisi
tensor lagrangian untuk mengetahui hubungan yang terjadi.
untuk i = 1, 2, 3,......, n
dimana
: posisi akhir partikel-i suatu benda padat
: posisi awal partikel-i suatu benda padat
: perpindahan partikel-i suatu benda padat
dengan adalah panjang busur di antara dua partikel pada posisi akhir benda padat dan adalah
panjang busur di antara dua partikel pada posisi awal benda padat yang sama, maka
( ) ( )
( ) ( )
( ) ( )
(2.31)
dimana
untuk ( )
dengan mengganti suku menjadi pada persamaan 2.31, didapatkan
( ) ( ) ({
( )
( )}
)
4.
/ (
)
5
(
)
(
)
(
) (2.32)
dimana
maka dari persamaan 2.32 dapat diketahui tensor regangan yaitu
(
) (2.33)
dimana
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-28
Apabila persamaan 2.32 digunakan untuk mendeskripsikan regangan pada elemen di gambar 2.3.5,
maka
( ) ( ) .
/
( ) ( ) (
.
/ .
/
)
( ) ( ) ( ( ) .
/
) (2.34)
dapat dilihat bahwa persamaan 2.34 sama dengan persamaan 2.29 sehingga penurunan rumus dan
asumsi-asumsi sebelumnya valid untuk digunakan.
II.4 Metode Elemen Hingga
Pada dasarnya, langkah awal pada setiap simulasi menggunakan elemen hingga adalah
membagi (to discritize) geometri dari struktur sesungguhnya menggunakan sekumpulan elemen-
elemen yang berhingga. Sekumpulan titik nodal dan suatu elemen hingga disebut dengan mesh.
Banyaknya elemen per satuan panjang, area, atau pada suatu mesh disebut dengan mesh density.
Pada suatu analisa statik mekanika benda padat (solid), perpindahan (displacements) dari
titik nodal adalah variabel dasar yang akan dikalkulasi oleh analis (dengan bantuan perangkat lunak).
Tegangan, regangan, gaya dalam, serta gaya luar dapat ditentukan setelah perpindahan pada setiap
titik nodal diketahui.
Suatu analisa menggunakan elemen hingga merupakan analisa pendekatan sehingga hasil
yang didapatkan bukanlah suatu hasil analitis/tepat. Terdapat ketidaksesuaian (error) dari hasil
yang didapat dengan hasil yang seharusnya. Namun terdapat suatu batasan yang dapat ditoleransi
sehingga hasil dari analisa menggunakan elemen hingga dapat dinyatakan valid. Faktor yang
mempengaruhi error yang timbul pada perhitungan adalah:
Faktor perhitungan matematis yang disebabkan pendekatan secara numerik;
Faktor penurunan rumus yang disebabkan oleh asumsi-asumsi/penyederhanaan dari
persamaan maupun teori yang berlaku;
Faktor geometri yang disebabkan oleh akurasi penggambaran benda maupun pembagian
benda menjadi elemen-elemen hingga pada komputer/perangkat lunak.
Untuk menghindari/memperkecil error yang timbul terdapat beberapa hal yang harus
diperhatikan, yaitu:
Tipe analisa kasus (dinamika/statika);
Pendeskripsian masalah linier/non-linier;
Penentuan jenis elemen (rangka batang, balok, membran, cangkang, pelat tipis, pelat datar,
benda padat 3 dimensi, titik massa, per, peredam, dan sebagainya);
Penentuan derajat kebebasan pada titik nodal (translasi, rotasi, warping, tekanan, potensial
listrik, temperatur);
Jumlah titik nodal pada suatu elemen (linier atau kuadratik);
Metode interpolasi, integrasi, dan diferensiasi numerik yang dipakai.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-29
Perihal tentang statika dan dinamika telah dijelaskan pada awal bab ini. Untuk masalah ke-
liniear-an suatu struktur ditentukan oleh efek dari perpindahan yang besar (Geometric Non-
liniearity); ketidaklinieran properti material (Material Non-linearity); ketidaklinieran pada kondisi
batas benda yang ditinjau (Boundary Non-liniearity). Contoh: friksi dan kontak. Sedangkan untuk
empat faktor lain yang berkontribusi dalam terjadinya error akan dijelaskan pada penjelasan-
penjelasan berikutnya.
II.4.1 Pendekatan Variasi untuk Teori Elemen Hingga (Variational Approach to Finite Element Theory)
Perumusan suatu perhitungan kondisi struktur ditentukan oleh penurunan-penurunan dari
teori-teori yang ada. Dalam metode elemen hingga, terdapat beberapa cara penurunan rumusan
perhitungan:
- Metode Kekakuan Langsung (Direct Stiffness Method);
- Prinsip Kerja Semu (Virtual Work Principles) atau bisa juga disebut dengan Prinsip Energi
Potensial Minimum (Minimum Potential Energy Principles);
- Prinsip Tegangan Semu (Virtual Stress Principles) atau bisa juga disebut dengan Prinsip
Energi Komplementer Minimum (Minimum Complementary Energy);
- Prinsip Energi Potensial Termodifikasi (Modified Potential Energy Principles);
- Prinsip Energi Komplementer Termodifikasi (Modified Complementary Energy Principles);
- Prinsip Variasi Reissner (Reissners Variational Principles).
Enam jenis penurunan di atas memiliki perbedaan pada asumsi pada setiap elemennya, kondisi di
sepanjang batas antar elemennya, dan variabel yang tidak diketahui (unknown) pada rumus
akhirnya. Pada praktiknya masih terdapat jenis-jenis penurunan yang lainnya. Namun pada tugas
akhir ini, jenis pendekatan variasi yang akan dibahas hanya prinsip kerja semu (Virtual Work
Principles) oleh karena jenis pendekatan tersebut yang banyak dipakai pada masalah-masalah
analisa struktur dan merupakan jenis pendekatan yang dipakai oleh perangkat lunak yang dipakai
pada penelitian tugas akhir ini.
II.4.2 Prinsip Kerja Semu
Pertama, untuk mempermudah penurunan, diambil sebuah kasus sistem dari gaya yang
setimbang pada suatu titik (gambar 2.3.4) dalam kasus dua dimensi. Apabila gaya
setimbang, maka dapat ditulis
dan
dimana adalah komponen pada sumbu-x dan adalah komponen pada sumbu-y. Setelah itu
kalikan persamaan diatas dengan fungsi perpindahan dan yang sembarang nilainya sehingga
( ) ( )
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-30
Apabila kita anggap dan sebagai perpindahan semu yang muncul pada kondisi suatu sistem
yang memiliki gaya setimbang, maka persamaan di atas dapat dilihat sebagai persamaan dari suatu
kerja yang dilakukan oleh sistem tersebut. Sehingga
( ) ( ) (2.35)
adalah persamaan kesetimbangan.
Pada setiap titik pada benda diketahui dari persamaan 2.6 dan 2.7:
Dengan memasukkan persamaan tersebut pada persamaan 2.35 maka
0 .
/ .
/1 (2.36)
Persamaan 2.36 merupakan kasus 2 dimensi sehingga diperlukan untuk memakai bentuk dari
Teorema Green (Greens Theorm) agar persamaan tersebut dapat diturunkan menjadi bentuk kerja
virtual.
Pertama dimulai dengan teorema divergen yang menyatakan integral dari divergen dari
sebuah vektor f pada suatu volume V sama dengan fluks dari f pada suatu area A yang membatasi
volume V tersebut
( )d
( )
bentuk persamaan di atas juga dapat menyatakan integral dari divergen dari sebuah vektor f pada
suatu area A sama dengan fluks dari f pada suatu garis C yang membatasi area A tersebut
( )d
( )
(2.37)
selanjutnya untuk mendapatkan Teorema Green kita buat subtitutsi
dimana dan merupakan fungsi skalar dari dan . Sehingga persamaan 2.37 menjadi
( )d ( ) (2.38)
untuk mendapatkan bentuk yang lebih sederhana dari persamaan 2.38, pada sisi kiri dibentuk
.
/
sedangkan sisi kanan dari persamaan 2.38 dibentuk menjadi
.
/
.
/
.
/
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-31
dimana
cos
sin
Apabila persamaan 2.38 disubtitusi dengan bentuk-bentuk di atas, maka persamaan tersebut menjadi
4
.
/5d
4 .
/5
.
/ d
4 .
/5 d
4 .
/5
(2.39)
Tinjau persamaan 2.36 dan dijabarkan menjadi
( )
Pada bagian pertama persamaan di atas
dilakukan subtitusi
sehingga
( .
/) d ( ( ) )
untuk bagian kedua persamaan di atas
dilakukan subtitusi
sehingga
4 .
/5d ( ( ) )
untuk bagian ketiga persamaan di atas
dilakukan subtitusi
sehingga
4 .
/5 d ( ( ) )
untuk bagian ketiga persamaan di atas
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-32
dilakukan subtitusi
sehingga
( .
/) d ( ( ) )
( .
/) d ( ( ) ) 4 .
/5 d ( ( ) )
4 .
/5 d ( ( ) ) ( .
/) d ( ( ) )
( )
6( .
/) 4 .
/5 4 .
/5 ( .
/)7 d (
)d [( )( ) ( )( )] (2.40)
diketahui dari teori regangan sangat kecil (infinitesimal strain theory)
.
/
.
/
.
/ .
/ 0.
/ .
/1 ( )
dan dengan memunculkan variabel baru yang menunjukan gaya yang terjadi pada permukaan dan
dimana
Sehingga persamaan 2.40 dapat ditulis menjadi
[( ) ( ) ( )]d ( )d [ ( )
( )]
(2.41)
dan dengan bentuk umum
( , - )* +
, - [
]
, - [
]
(2.42)
Bentuk pada persamaan 2.42 merupakan bentuk persamaan kerja semu untuk kasus dua
dimensi. Penurunan yang sama dapat juga dilakukan dengan langkah-langkah yang sama untuk kasus
tiga dimensi sehingga menghasilkan bentuk persamaan kerja semu
( , - )* +
, - [
]
, - [
]
(2...)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-33
dengan ( , - )* +
, - [
]
, - [
]
maka
(2.43)
dimana
: perubahan dalam energi regangan akibat tegangan yang terjadi
: kerja yang dilakukan oleh gaya benda (gaya berat,
elektromagnetik, maupun magnetik) akibat perpindahan semu
: kerja semu dari beban permukaan
Perlu diingat, batas daerah (A) pada persamaan 2.42 adalah daerah permukaan dengan kondisi
tegangan yang terdeskripsi yang mana kondisi perpindahannya tidak dideskripkan. Persamaan di
atas merupakan persamaan yang selanjutnya akan dipakai untuk melakukan analisa tegangan pada
suatu struktur.
II.4.3 Fungsi Perpindahan
Langkah selanjutnya adalah menentukan fungsi perpindahan (displacement function) dari
setiap nodal yang ada pada elemen-elemen benda. Diketahui, untuk kasus dua dimensi, terdapat
komponen perpindahan yang menunjukan perpindahan pada sumbu-x dan yang menunjukan
perpindahan pada sumbu-y pada titik-n dimana n adalah nama titik, n=i,j,k,l,...,n
Fungsi dari perpindahan ( ) dimisalkan dengan bentuk-bentuk
( )
( )
Sehingga dapat ditulis dalam bentuk matriks:
( ) , - 6 7 , ( )- , -
dan untuk setiap titik dari i sampai dengan n,
[
] [
] [
]
atau
, -( ) , -( ), -
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-34
untuk perpindahan ( ) dilakukan penurunan yang serupa sehingga untuk perpindahan pada
kasus dua dimensi didapatkan
( ) , ( )- , - , - [ ( )]
, -( )
( ) , ( )- , - , - [ ( )]
, -( )
Dari keempat persamaan di atas dapat dibentuk menjadi suatu matriks
[ ( )
( )] [
, ( )-
, ( )- ] 0
1
[, ( )-
, ( )- ] 6
, -( )
, -( )7
6, -( )
, -( )7 (2.44)
6, ( )- [ ( )]
, ( )- [ ( )] 7 6
, -( )
, -( )7
dengan
, ( )- [ ( )] [ ( )]
, ( )- [ ( )] [ ( )]
Maka didapatkan fungsi perpindahan (displaement function)
[ ( )
( )] [
[ ( )]
[ ( )] ] 6
, -( )
, -( )7
dalam bentuk yang lebih sederhana dapat ditulis
* + , -* + (2.45)
Komponen dari regangan diturunkan dengan teori regangan sangat kecil (infinitesimal strain theory)
dimana dari persamaan 2.33 diketahui untuk komponen tensor g dan h
(
)
sehingga untuk kasus dua dimensi pada sumbu x dan y dapat ditulis
dan dalam bentuk matriks:
[
]
[
]
[
]
, ( ) ( )-
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-35
subtitusikan komponen ( ) dan ( ) dengan persamaan 2.44 sehingga
* +
[
]
[, ( )-
, ( )- ] 6
, -( )
, -( )7
6, -( )
, -( )7
* +
[ , ( )-
, ( )-
, ( )-
, ( )-
]
6, -( )
, -( )7
6, -( )
, -( )7
bila
* +
[ , ( )-
, ( )-
, ( )-
, ( )-
]
6, -( )
, -( )7
maka
* + * +* + (2.46)
Sehingga perubahan regangan semu (virtual displacements) * +, seperti yang terdapat pada
persamaan kerja semu 2.42 dapat ditulis
* + * + * + * + (2.47)
II.4.4 Tegangan pada Metode Elemen Hingga
Dengan mengasumsikan hubungan regangan-tegangan yang terjadi berbentuk linier seperti
yang ditunjukkan pada persamaan 2.2
{ } [ ]{ }
[ ] { } { }
[ ]{ } { }
maka komponen tegangan , dimana notasi dan enunjukkan komponen sumbu dapat ditulis
( )
( )
( )
sehingga dalam dapat ditulis dalam bentuk matriks
[ ]{ } 2( ) ( ) 3
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-36
[ ] { } 2( ) ( ) 3
{ } [ ] 2( ) ( ) 3
{ } [ ] 2( ) ( ) 3
variabel ( ) , ( ) , dan ( ) menunjukkan regangan awal (initial strains) yang secara spesifik
diakibatkan perbedaan termal dan aksi mekanis.
Sehingga perubahan dalam energi regangan akibat tegangan yang terjadi, , dapat disubtitusi
( , - )* +
( , - ), -* +
* + * + , -* +* +
* + * + , -* +
* + . * + , -* +
/ * + * + . * + , -* + / (2.48)
Selanjutnya akan diturunkan persamaan kerja semu yang disebabkan beban permukaan ( ) yang
memiliki komponen ( ) dan ( ) dapat dimisalkan dengan bentuk-bentuk polinomial seperti
( )
( )
Sehingga dapat ditulis dalam bentuk matriks
( ) , - [
] , ( )- , -
dan untuk setiap titik dari i sampai dengan n,
[
] [
] [
]
atau
, -( ) , -( ), -
dan
( ) , ( )- , - , - [
( )] , -
( )
( ) , ( )- [ ( )]
, -
( )
dan untuk komponen pada sumbu y
( ) , ( )- [ ( )]
[ ]
( )
sehingga dapat digabungkan dalam bentuk matriks
[ ( )
( )] [
, ( )-
, ( )- ] 0
1
[, ( )-
, ( )- ] 6
, -( )
, -( )7
[, -
( )
[ ]( )
] (2.49)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-37
6, ( )- [ ( )]
, ( )- [ ( )] 7 [
, -( )
[ ]( )
]
[ ( )
( )] 6
, -( )
, -( )7 [
, -( )
[ ]( )
]
Sehingga nilai beban permukaan pada titik-titik nodal
, ( )- , -* +( ) (2.50)
Dari persamaan 2.43 diketahui kerja semu akibat beban permukaan adalah
, - [
]
, ( )- , ( )-
dengan melakukan subtitusi persamaan tersebut dengan persamaan 2.45 dan 2.50
* + , - , -* +( )
* + , - , -* +( )
(2.51)
dengan adalah vektor gaya yang terhubung dengan perpindahan titik nodal dari titik nodal
pada permukaan elemen yang diberi beban
, - . , - , -
/ * +( ) (2.52)
maka persamaan 2.51 dapat disederhanakan menjadi
* + , - (2.53)
Untuk surface point loads dapat diperhitungkan dengan memunculkan fungsi delta (delta function)
sehingga persamaan 2.52 menjadi
, - , - , - (2.54)
Selanjutnya akan dilakukan penurunan komponen-komopnen kerja yang dilakukan oleh
gaya benda (gaya berat, elektromagnetik, maupun magnetik) akibat perpindahan semu, . Fungsi
beban dari gaya-benda ( ) dengan komponen untuk gaya-benda pada sumbu-x dan untuk
gaya-benda pada sumbu-y. Dengan melakukan penurunan yang sama dengan penurunan persamaan
2.50, didapatkan
, ( )- , -* +( ) (2.55)
Sehingga kerja virtual yang disebabkan gaya-benda
, ( )- , ( )-
menjadi
* + , - , -* +( )
* + , - , -
* +( )
* + , - (2.56)
dimana
, - . , - , -
/ * +( )
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-38
Sehingga keseluruhan persamaan kerja semu
dapat dituliskan
* + (* + , -* +
) * + * + (* + , -* +
) * + , - * + , -
* + . * + , -* +
/ * + * + . * + , -* + / * + , - * +
, -
. * + , -* +
/ * + . * + , -* + / , - , - (2.57)
dan dengan menuliskan
. * + , -* +
/ , - ; , - : matriks kekakuan
. * + , -* + / , - ; , - : beban awal (initial loads)
, - , - , - , - ; , - : beban global pada titik nodal
Maka persamaan 2.57 dapat dituliskan menjadi persamaan umum analisa tegangan statis
menggunakan metode elemen hingga, yaitu
, -* + , - (2.58)
dimana
* + : matriks perpindahan global (global displacements) untuk setiap titik
, - : matriks kekakuan global (global stiffness) untuk setiap titik
, - : matriks beban total global (global stiffness) untuk setiap titik
, - . * + , -* +
/
* +
[ , ( )-
, ( )-
, ( )-
, ( )-
]
6, -( )
, -( )7
, ( )- , -
, ( )- , -
, -( ) [
]
, -( ) [
]
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-39
II.4.5 Elemen dalam Metode Elemen Hingga
Pada dasarnya, dalam menganalisa suatu geometri menggunakan metode elemen hingga
adalah membagi geometri menjadi elemen-elemen kecil dengan suatu jumlah tertentu/berhingga
(finite). Selain itu, setiap bentuk dari elemen tersebut memiliki/mengadaptasi teori elastisitas sesuai
dengan jenisnya. Menurut dimensinya, jenis elemen hingga dalam analisa struktur dibagi menjadi 4,
yaitu:
- Elemen 0 dimensi (0D)
- Elemen 1 dimensi (1D)
- Elemen 2 dimensi (2D)
- Elemen 3 dimensi (3D)
Elemen 0 dimensi biasa digunakan untuk merepresentasikan suatu titik yang memiliki
properti seperti massa, redaman, maupun per (spring).
Elemen 1 dimensi biasa digunakan untuk merepresentasikan suatu struktur yang
diasumsikan memiliki perilaku elastisitas batang (truss/rod), balok (beam), maupun gabungan
keduanya (bar).
Elemen 2 dimensi biasa digunakan untuk merepresentasikan suatu struktur yang
diasumsikan memiliki perilaku elastisitas membran (membrane), pelat tipis (thin shell), maupun
pelat tebal (thick shell).
Elemen 3 dimensi biasa digunakan untuk merepresentasikan suatu struktur yang
diasumsikan memiliki perilaku elastisitas benda padat 3 dimensi (3D solid).
Secara garis besar perbedaan dari setiap jenis dan sub-jenis dari elemen di atas terdapat
pada hubungan antara gaya-luar yang terjadi pada struktur dengan perpindahan yang terjadi,
sehingga apabila dua benda yang serupa secara geometri serta properti dan gaya luar yang terjadi
pada kedua benda sama dimodelkan dengan jenis elemen yang berbeda maka gaya dalam, regangan,
tegangan, dan perpindahan yang terjadi pada masing-masing struktur akan berbeda. Contoh kasus
tersebut dapat dilihat pada gambar 2.4.1, dimana suatu pelat yang memiliki lubang pada sisi tengah
atas dan bawah dimodelkan dengan luas elemen yang sama namun berbeda jenis memiliki besar
tegangan Von-Mises yang berbeda di beberapa daerah.
Gambar 2.4.1 Tegangan Von Mises pada Pelat Berlubang yang Dimodelkan dengan Elemen Pelat Tipis (kiri) dan Elemen 3D
(kanan)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-40
Oleh karena itu dalam menganalisa struktur menggunakan metode elemen hingga
diperlukan justifikasi yang tepat dalam menentukan asumsi yang terjadi pada struktur sehingga
dapat menentukan jenis elemen yang dipakai. Namun apabila dinilai sulit untuk menentukan jenis
elemen yang dipakai untuk analisa, elemen 3 dimensi dapat dipilih oleh karena jenis elemen tersebut
hanya memiliki asumsi linier dalam penurunan teori elastisitasnya.
Setiap elemen terdiri dari titik nodal dan sisi elemen. Adapun jumlah titik nodal minimum
untuk setiap elemen ditunjukkan oleh tabel 2.1.
Jenis Elemen
Jumlah Titik Nodal Minimum dalam
Satu Elemen
0D
1
1D
2
2D Segitiga 3
2D Persegi 4
3D Prisma Segitiga 6
3D Limas Segitiga 4
3D Heksagonal 8 Tabel 2.1 Jumlah Titik Nodal Minimum untuk Setiap Elemen
Selain itu setiap elemen dapat juga memiliki jumlah titik nodal yang lebih dari jumlah minimumnya
dengan suatu ketentuan. Namun hal ini tidak akan dibahas dalam tugas akhir ini.
Setiap titik nodal berguna untuk mendefinisikan gaya luar maupun dalam, dan perpindahan
yang terjadi, sedangkan setiap elemen berguna untuk mendefinisikan regangan dan tegangan yang
terjadi.
Berikut akan dijelaskan mengenai beberapa jenis elemen yang akan dipakai dalam tugas
akhir ini beserta perbandingannya satu dengan yang lain.
II.4.6 Elemen 1 Dimensi
II.4.6.1 Elemen Rangka Batang (Truss/Rod)
Elemen struktur berupa rangka batang biasa dipakai ketika suatu struktur dapat dianggap
hanya mengalami perpindahan dan regangan pada arah sumbu tegak lurus penampang. Hal tersebut
terjadi oleh karena pada elemen batang, Prinsip St.Vernant berlaku (panjang batang > 2 x luas
penampang) (faktor konsentrasi tegangan diabaikan) yaitu ketika faktor konsentrasi tegangan pada
suatu penampang struktur diabaikan sehingga gaya yang berlaku pada satu titik pada penampang
batang dianggap berlaku pada keseluruhan penampang. Lebih lanjut lagi, hal tersebut menyebabkan
dalam penurunan matriks kekakuan yang pada dasarnya merupakan energi regangan, perpindahan
yang diperhitungkan hanya perpindahan dalam sumbu tegak lurus penampang. Oleh karena kedua
alasan tersebut, tegangan maupun perpindahan yang didapatkan dari hasil perhitungan hanya
merupakan tegangan dan perpindahan tegak lurus sumbu penampang.
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-41
Pada kasus-kasus pembebanan suatu struktur yang hanya melibatkan gaya aksial yang
berupa gaya tarik maupun gaya tekan, pemakaian elemen ini cukup valid untuk digunakan dan dapat
mengurangi biaya dan waktu perhitungan. Pada bagian-bagian struktur yang dirancang hanya untuk
menahan beban tarik maupun tekan, elemen rangka batang valid untuk digunakan.
II.4.6.2 Elemen Balok (Beam)
Elemen struktur berupa balok biasa dipakai ketika suatu struktur dapat dianggap hanya
mengalami perpindahan pada arah sumbu tegak lurus penampang dan rotasi pada sumbu normal
bidang yang tegak lurus penampang. Sesuai dengan flexure formula, perpindahan tersebut
menyebabkan timbulnya gaya dalam dengan arah tegak lurus dan sejajar penampang. Elemen balok
memiliki geometri lurus dalam arah memanjang dan bentuk penampang yang tetap. Pada elemen
balok, apabila terjadi beban terdistribusi, beban tersebut akan dipindah ke titik nodal terdekatnya
dengan kata lain beban tersebut diubah menjadi reaksi ujung tetap. Selain itu, lokasi dari sumbu
utama relatif terhadap penampangdianggap tetap setelah berdeformasi dan penampang dari elemen
tidak mengalami warping sehingga flexure formula dapat berlaku.
Gambar 2.4.2 Elemen Rangka Batang (Truss/Rod) Gambar 2.4.3 Elemen Balok (Beam)
II.4.6.3 Elemen Batang (Bar)
Pada dasarnya, elemen batang (bar) yang dimaksud berbeda dengan elemen rangka batang
(truss/rod).Elemen batang merupakan penggabungan antara elemen rangka batang dengan elemen
balok. Sehingga perpindahan, tegangan, regangan, asumsi-asumsi, batasan, hingga perumusannya
mengikuti/sama dengan dua elemen lain yang membangun elemen batang.Elemen batang biasa
ditemui pada kasus-kasus portal/frame.
II.4.7 Elemen 2 Dimensi
II.4.7.1 Elemen Cangkang Membran
Suatu elemen membran memiliki karakteristik seperti elemen rangka batang
(truss/rod).Artinya, elemen membran 2 dimensi hanya diasumsikan memiliki kekakuan dalam arah
di dalam bidangnya (in-plane). Sehingga hal tersebut menyebabkan struktur hanya mengalami
tegangan aksial ke-3 sumbu utama lokal. Apabila terjadi suatu beban luar yang dapat menyebabkan
lentur pada elemen maupun geser pada penampang elemen, hal tersebut tidak diperhitungkan
sehingga tidak memberikan pengaruh terhadap perpindahan pada titik nodal pada elemen tersebut.
II.4.7.2 Elemen Pelat/Cangkang Tipis (Thin Shell/Kirchoff Plate Theory)
Pada dasarnya, elemen pelat tipis memiliki kekakuan seperti elemen balok (beam), sehingga
pada elemen pelat, perpindahan yang diakibatkan gaya yang menyebabkan gaya geser dan momen
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-42
internal diperhitungkan. Namun pada elemen pelat tipis, ketika pelat mengalami deformasi,
penampang dari pelat tersebut tetap tegak lurus sumbu utamanya. Hal ini membuat penurunan dari
persamaan yang dibutuhkan untuk menghubungkan gaya luar dengan perpindahan menjadi lebih
sederhana. Namun, penggunaan asumsi ini memiliki suatu batas. Dari penelitian yang banyak
dilakukan, batasan dari penggunaan asumsi pelat tipis merupakan variabel dari geometri/ukuran
penampang.Selain itu tegangan normal pada sumbu keluar bidangnya (out of plane) dianggap tidak
mempengaruhi regangan dalam arah normal in-plane.
II.4.7.3 Elemen Pelat/Cangkang Tebal (Thick Shell/Reissner-Mindlin Plate Theory)
Elemen cangkang tebal merupakan elemen yang hampir mendekati elemen 3
dimensi.Namun, dalam penurunan rumusnya masih terdapat kesamaan dengan elemen pelat tipis
ditambahkan dengan fleksibilitas geser transversal dan interpolasi orde kedua (elemen
kuadratik).Namun regangannya tetap dianggap bernilai kecil.
Gambar 2.4.4 Elemen Membran LST (Linear Strain Triangle) Gambar 2.4.5 Elemen Cangkang
II.4.8 Fungsi Bentuk
Pada dasarnya, pada elemen hingga, setiap titik nodal pada suatu elemen memberikan
pengaruh/kontribusi pada perpindahan yang terjadi pada suatu titik di dalam elemen tersebut.
Variabel yang menunjukkan hubungan antara suatu titik nodal dengan titik-titik yang berada di
dalam elemen disebut dengan fungsi bentuk (shape function) yang biasa direpresentasikan dengan
lambang Nn, dimana n merupakan identitas titik yang dicari perpindahannya..
dimana u : perpindahan pada suatu titik pada elemen
un : perpindahan pada titik nodal-n
Nn : fungsi bentuk titik nodal-n
Apabila ditelaah lebih teliti, bentuk tersebut merupakan operasi numerik interpolasi. Lebih tepatnya
metode interpolasi numerik polinomial lagrange.Pada perhitungan metode elemen hingga,
interpolasi merupakan hal yang penting, oleh karena, suatu perpindahan yang terjadi pada suatu titik
tanpa kondisi batas perpindahan dianggap dihitung dengan mengasumsikan fungsinya terlebih
dahulu sebelum pada akhirnya diturunkan.Terdapat beberapa cara lain seperti weighted residual
methods, Metode Galerkin, Metode Newton-Rhapson, dan sebagainya.
II.4.9 Integrasi Numerik
Pada sub-bab II.4.3 diketahui persamaan yang dipakai untuk metode elemen hingga
diturunkan dari prinsip kerja semu yang memiliki komponen integrasi.Oleh karena perhitungan
elemen hingga yang lazim menggunakan komputer, maka diperlukan metode numerik untuk
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-43
menyelesaikan fungsi integrasi yang ada. Salah satu metode integrasi numerik yang cukup sedehana
dan memiliki error yang relatif kecil adalah metode trapesium,
( )
( )
dimana fn : nilai fungsi ke-n
fn+1 : nilai fungsi pada titik n+1
a : titik a
b : titik b
II.5 Mekanika Gelombang Air Laut
Pada perairan di laut, karena beberapa hal seperti pengaruh angin yang berhembus di
sepanjang perairan, pengaruh gravitasi, pengaruh rotasi bumi, pengaruh gempa/pergeseran lempeng,
pengaruh pergerakan suatu benda pada perairan, pada suatu perairan terjadi gelombang.Seperti
yang telah dijelaskan pada awal sub-bab kegagalan struktur pada kapal, kondisi struktur kapal dapat
mengalami pengaruh yang cukup signifikan oleh karena adanya variasi tinggi muka air akibat
terjadinya gelombang.Terdapat beberapa teori yang mendefinisikan tentang tinggi muka air pada
perairan yang terjadi gelombang, salah satunya teori gelombang linier. Teori gelombang linier
mengasumsikan bahwa tinggi elevasi muka air ( )memiliki bentuk
( )
cos( ) (2.60)
dimana H : amplitudo gelombang (m)
x : lokasi titik tinggi elevasi muka air pada sumbu-x (m)
t : waktu (s)
L : panjang gelombang (m)
: frekuensi gelombang (rad/s)
T : periode gelombang (s)
Panjang gelombang (L) dan periode (T) merupakan variabel yang saling mempengaruhi satu
sama lain dan dengan kedalaman perairan (h). Hubungan ini ditunjukan oleh persamaan yang
didapatkan oleh CERC (Coastal Engineering Research Center), yaitu:
tanh (2.61)
dimana g: percepatan gravitasi (m/s2)
L : panjang gelombang (m)
: frekuensi gelombang (rad/s)
KL 4099 Tugas Akhir Analisa Struktur Kapal Kayu Menggunakan Metode Elemen Hingga dan Peraturan Biro Klasifikasi Indonesia Lukki Priantomo Raharjo / 15509009 II-44
T : periode gelombang (s)
h : kedalaman perairan (m)
Dari Dean-Dalrymple, 89/1991, didapatkan rumus untuk menghitung tekanan hidrostatis
pada gelombang progressif, yaitu
( ) (2.62)
dimana, p : tekanan hidrostatis
g : percepatan gravitasi
Kp : faktor respon gelombang = ( )
: tinggi muka air =
cos( )
k : konstanta gelombang =
: frekuensi gelombang =
L : panjang gelombang
T : periode gelombang
x : posisi titik yang ditinjau pada sumbu-x
z : posisi titik yang ditinjau pada sumbu-z
t : waktu tinjauan
Pada model yang akan dianalisa, dianggap model berada pada perairan yang sangat dalam
relatif terhadap sarat air dari model (z h) dan kondisi analisa adalah kondisi statis (t = konstan),
sehingga dapat diasumsikan
cosh ( )
cosh
cosh
cosh
dan apabila dipakai t = 0, maka
cos( ) cos
Sehingga persamaan 2.62 dapat dituliskan menjadi
.
cos(
) / (2.63)