Post on 10-Aug-2019
12
BAB 2
LANDASAN PUSTAKA
2.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Menurut UU No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, Pendapatan Asli Daerah merupakan
Pendapatan Daerah yang bersumber dari hasil Pajak Daerah, hasil Retribusi
Daerah, hasil pengelolaan kekayaan Daerah yang dipisahkan, dan Lain-lain
Pendapatan Asli Daerah yang sah, yang bertujuan untuk memberikan keleluasaan
kepada Daerah dalam menggali pendanaan dalam pelaksanaan otonomi daerah
sebagai perwujudan asas Desentralisasi.
2.2 Pajak
2. 2. 1 Pengertian Pajak
Menurut Rochmat Soemitro (Zuraida dan Advianto, 2011 : 1) dalam
bukunya Dasar-Dasar Hukum Pajak dan Pajak Pendapatan, pajak adalah iuran
rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksa)
dengan tidak mendapat jasa imbal (kontraprestasi), yang langsung dapat
ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Dapat
dipaksakan artinya bila utang pajak tidak dibayar, utang itu dapat ditagih dengan
menggunakan kekerasan, seperti surat paksa dan sita, dan juga penyanderaan;
walaupun atas pembayaran pajak, tidak dapat ditunjukan jasa timbal balik tertentu.
13
Hal ini berbeda dengan retribusi, dimana jasa timbal balik dapat langsung dapat
langsung dirasakan atau dapat ditunjuk oleh pembayar retribusi.
Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaja (Ilyas, 2010 : 6), pajak adalah
iuran wajib berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan
snorma-norma hukum, guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa
kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum.
Menurut Undang-Undang pasal 1 angka 1 Undang-Undang nomor 6 tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah
diubah beberapa kali dengan Undang-Undang nomor 16 tahun 2009, pajak adalah
kontribusi wajib pajak kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan
yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan
imbalan secara langsung.
Dari pengertian pajak diatas, dapat disimpulkan bahwa ada 5(lima) unsur
yang melekat dalam pengertian pajak yaitu (Ilyas, 2010 : 7) :
1. Pembayaran pajak harus berdasarkan Undang-Undang
2. Sifatnya dapat dipaksakan
3. Tidak ada kontra-prestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh
pembayar pajak
4. Pemungut pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun
daerah (tidak boleh dipungut oleh swasta)
14
5. Pajak digunakan untuk membiayai berbagai pengeluaran pemerintah (rutin dan
pembangunan) bagi kepentingan masyarakat umum.
2.2.2 Pembagian Pajak
Pembagian jenis pajak dikelompokan menjadi 3(tiga) yaitu menurut
golongan, menurut sifat, dan menurut lembaga pemungut (Mardiasmo, 2009 : 5)
1. Menurut Golongan
Menurut golongan pajak dibagi menjadi 2(dua) kelompok, yaitu pajak langsung
dan pajak tidak langsung.
a. Pajak langsung yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak
dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung yaitu pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan
atau dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut Sifat
Menurut sifatnya pajak dikelompokan menjadi pajak subjektif dan pajak objektif.
a. Pajak subjektif yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada
subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
b. Pajak objektif yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya, tanpa
memperhatikan keadaan diri wajib pajak.
3. Menurut Lembaga Pemungut
Menurut lembaga pemungutnya pajak dikelompokan menjadi pajak pusat dan
pajak
15
a. Pajak pusat yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga negara.
b. Pajak daerah yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah dan
digunakan untuk membiayai rumah tangga daerah. Pajak daerah terbagi
lagi menjadi 2(dua) yaitu pajak propinsi dan pajak kabupaten.
2.2.3 Tujuan dan Fungsi Pajak
Secara umum tujuan diberlakukannya pajak adalah untuk mencapai
kondisi meningkatnya ekonomi suatu Negara (1) untuk membatasi konsumsi dan
dengan demikian mentransfer sumber dari konsumsi (2) untuk mendorong
tabungan dan menanam modal (3) untuk mentransfer sumber dari tangan
masyarakat ketangan pemerintah sehingga memungkinkan adanya investasi
pemerintah (4) untuk memodifikasi pola investasi (5) untuk mengurangi
ketimpangan ekonomi (6) untuk memobilisasi surplus ekonomi (Muklis, 2010).
Peraturan pajak dibuat dengan didasarkan pada tujuan meningkatkan
kesejahteraan umum. Untuk meningkatkan kesejahteraan umum aturan pajak
tidak semata-mata dibuat untuk memasok uang sebanyak-banyaknya ke dalam kas
negara, akan tetapi harus memiliki sifat yang mengatur guna meningkatkan taraf
kehidupan masyarakat. Penerimaan atas uang untuk peningkatan kesejahteraan
masyarakat harus ditingkatkan lagi serta pemungutannya harus berdasarkan
aturan-aturan yang berlaku. Fungsi pajak menurut Mardiasmo (2009) dalam
bukunya yang berjudul “Perpajakan” adalah sebagai berikut :
(a) Fungsi Budgetair
16
Pemungutan pajak bertujuan untuk memasukkan uang
sebanyak-banyaknya ke dalam kas negara yang pada waktunya akan digunakan
oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran negara baik untuk pengeluaran
rutin dalam melaksanakan mekanisme pemerintahan maupun pengeluaran untuk
membiayai pembangunan.
(b) Fungsi Mengatur
Pada lapangan perekonomian, pengaturan pajak memberikan dorongan
kepada pengusaha untuk memperbesar produksinya, dapat juga memberikan
keringanan atau pembesaran pajak pada para penabung dengan maksud menarik
uang dari masyarakat dan menyalurkannya antara lain ke sektor produktif. Adanya
industri baru maka dapat menampung tenaga kerja yang lebih banyak, sehingga
pengangguran berkurang dan pemerataan pendapatan akan dapat terlaksana untuk
mencapai keadilan sosial ekonomi dalam masyarakat.
2.2.4 Sistem Pemungutan Pajak
Sistem pemungutan pajak dapat dibagi menjadi sebagai berikut,
(Mardiasmo, 2009 : 7) :
1. Official Assessment System
Merupakan suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada
pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib
pajak. Adapun ciri-cirinya adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus , b.
Wajib pajak bersifat pasif, c. Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat
ketetapan pajak oleh fiskus
17
2. Self Assessment System
Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak terutang. Adapun
ciri-cirinya adalah :
a. Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib
pajak sendiri
b. Wajib pajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan
sendiri pajak yang terutang
c. Fiskus tidak ikut campur dan hanya mengawasi
3. With Holding System
Merupakan suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang
kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan)
untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Adapun
ciri-cirinya adalah :
a. Wewenang menentukan besarnya pajak yang terutang ada pada pihak
ketiga, pihak selain fiskus dan wajib pajak.
2.2.5 Asas pemungutan Pajak
Pemungutan pajak baik dikelola oleh pemerintah pusat maupun pemerintah
daerah selalu berpedoman pada asas-asas pemungutan pajak (Mardiasmo,2003)
yaitu :
a. Asas kebangsaan
18
Bahwa pajak pendapatan dipungut terhadap orang-orang bertempat tinggal di
Indonesia.
b. Asas tempat tinggal
Pajak pendapatan dipungut bagi orang-orang yang bertempat tinggal di
Indonesia di tentukan menurut keadaan.
c. Asas sumber penghasilan
Jika sumber penghasilan berada di Indonesia dengan tidak memperhatikan
subjek tempat tinggal. Selain asas-asas berpedoman kepada hal tersebut di atas,
ada asas-asas pemungutan pajak yang dilandasi oleh falsafah hukum. Ada
beberapa teori pajak yang dilancarkan dari jaman ke jaman yaitu :
1. Asas sumber penghasilan
Negara mempunyai fungsi melindungi rakyat dengan segala kepentingannya
seperti keselamatan jiwa dan harta. Untuk kepentingan tugas-tugas negara itu
seperti halnya dengan perusahaan asuransi, maka rakyat harus membayar
premi yang berupa pajak.
2. Teori kepentingan
Teori ini memperhatikan memungut pembagian beban penduduk seluruhnya
supaya adil. Akan tetapi karena teori ini membenarkan adanya hak
pemerintah untuk memungut pajak dari rakyat dapat pula digolongkan dalam
teori yang memperkuat beban pajak didasarkan atas kepentingan
masing-masing orang dalam tugas pemerintah termasuk dalam perlindungan
jiwa orang-orang berserta harta bendanya.
3. Teori bukti
19
Menurut teori ini seseorang tidak dapat berdiri artinya tanpa adanya
persekutuan dimana persekutuan ini menjelma menjadi negara. Bahkan
tiap-tiap individu menyadari tugas sosial sebagai tanda bukti kebaktian
kepada negara dalam bentuk iuran atau pajak. Teori gaya pikul pemungutan
pajak didasarkan pada gaya pikul individu dalam masyarakat yaitu dalam
tekanan pajak tidak harus sama besarnya untuk tiap orang, jadi beban pajak
harus sesuai pemikul beban. Ukuran kemampuan pikul antara lain
penghasilan, kekayaan, dan pengeluaran belanja seseorang.
Ada pula asas pemungutan pajak yang dikemukakan Adam Smith (dalam
Waluyo,2005) didasarkan pada asas berikut :
(a) Equality
Pemungutan pajak harus bersifat adil dan merata, yaitu pajak dikenakan
kepada orang atau pribadi yang harus sebanding dengan kemampuan
membayar pajak atau ability to pay dan sesuai dengan manfaat yang diterima.
(b) Certainty
Penetapan pajak itu tidak ditentukan sewenang-wenang. Oleh karena itu,
wajib pajak harus mengetahui secara jelas dan pasti besarnya pajak terutang,
kapan harus dibayar, serta batas waktu pembayaran.
(c) Convenience
Kapan wajib pajak itu harus membayar wajib pajak sebaiknya sesuai
dengan saat-saat yang tidak menyulitkan wajib pajak.
(d) Economy
20
Secara ekonomi bahwa biaya pemungutan dan biaya pemenuhan
kewajiban pajak bagi wajib pajak diharapkan seminimum mungkin, demikian
pula beban yang dipikul wajib pajak.
2.2.6 Syarat Pemungutan Pajak
Dalam pembayaran pajak agar tidak menimbulkan hambatan atau
perlawanan maka harus memenuhi beberapa syarat (Tarmudji.2001:12), yaitu :
a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan).
b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang- undang (syarat yuridis).
c. Tidak menganggu perekonomian (syarat ekonomis).
d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial).
e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana.
Disamping itu ada beberapa teori yang mendukung hak negara untuk
memungut pajak dari rakyatnya, sehingga secara teoritis pemungutan pajak yang
dilakukan negara itu dapat dibenarkan baik dipandang dari sisi yuridis maupun
sisi ilmiah (Prakoso, Kesit Bambang.2005:5).
a. Teori Asuransi
Pajak diasumsikan sebagai premi asuransi yang harus dibayar oleh
masyarakat (tertanggung) kepada negara (penanggung). Kelemahan teori
ini, jika rakyat mengalami kerugian seharusnya ada penggantian dari
negara kenyataannya tidak ada. Selain itu, besarnya pajak yang dibayar
dan jasa yang diberikan tidak ada hubungan langsung.
b. Teori kepentingan
21
Pajak dibebankan atas dasar kepentingan (manfaat) bagi masing-masing
orang. Teori ini dikenal sebagai Benefit Approach Theory.
c. Teori daya pikul
Kesamaan beban pajak untuk setiap orang sesuai daya pikul
masing-masing orang. Ukuran daya pikul ini dapat berupa penghasilan dan
kekayaan atau pengeluaran seseorang. Teori ini dikenal sebagai Ability to
Pay Approach Theory.
d. Teori Bakti
Pajak (kewajiban asli) merupakan bukti tanda bakti sesesorang kepada
negaranya.
d. Teori Asas Daya Beli
2.3 Pajak Daerah
2.3.1 Pengertian Pajak Daerah
Pajak Daerah diatur dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 tentang
Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 34 Tahun 2000 dengan perubahan terakhir yaitu Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah,yang mana
merupakan sumber pendapatan daerah yang digunakan untuk membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah. Peraturan daerah ini merupakan peraturan
perundang-undangan yang dibentuk oleh DPRD provinsi dan/atau daerah
kabupaten/kota dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Pajak daerah yang selanjutnya disebut pajak, adalah kontribusi wajib
kepada daerah yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
22
berdasarkan Undang-Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung
dan digunakan untuk keperluan daerah bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Adapun tujuan dari Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
adalah (Suandy, 2011 : 22) :
1. Menyederhanakan berbagai pungutan daerah dalam rangka mengurangi
ekonomi biaya tinggi.
2. Menyederhanakan sistem dan administrasi perpajakan dan retribusi daerah
untuk memperkuat fondasi penerimaan daerah khususnya Dati II, dengan
mengefektifkan jenis pajak dan retribusi tertentu yang potensial.
Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1. Pajak propinsi, terdiri dari:
a. Pajak Kendaraan Bermotor dan kendaraan di atas air.
b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.
c. Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.
d.Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air
permukaan.
2. Pajak kabupaten/kota terdiri dari:
a. Pajak Hotel
b. Pajak Restoran
c. Pajak Hiburan
d. Pajak Reklame
e. Pajak Penerangan Jalan
23
f. Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C
g. Pajak Parkir
h. Pajak lain-lain
2.3.2 Cara Perhitungan Pajak Daerah
Pajak daerah dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) x Tarif Pajak Daerah
2.3.3 Sistem Pemungutan Pajak Daerah dan Tata Cara Pemungutan
Pajak Daerah
Sistem pemungutan Pajak Daerah dapat dibagi menjadi 2(dua) yaitu sistem
official assessment dan sistem self assessment (Suandy, 2011 : 231).
1. Sistem Official Assessment
Pemungutan Pajak Daerah berdasarkan penetapan Kepala Daerah dengan
menggunakan Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD) atau dokumen lainnya yang
dipersamakan. Setelah wajib pajak menerima SKPD atau dokumen yang
dipersamakan lalu melakukan pembayaran dengan menggunakan Surat Setoran
Pajak Daerah (SSPD) pada kantor pos atau bank. Jika wajib pajak tidak
membayar atau kurang bayar maka wajib pajak akan ditagih menggunakan Surat
Tagihan Pajak Daerah (STPD).
2. Sistem Self Assessment
Pada sistem self assessment ini wajib pajak menghitung, membayar dan
melaporkan sendiri Pajak Daerah yang terutang. Dokumen yang digunakan oleh
wajib pajak adalah Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). SPTPD
merupakan formulir untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan
24
melaporkan pajak yang terutang. Jika wajib pajak tidak atau kurang bayar atau
salah hitung atau salah tulis dalam SPTPD maka akan ditagih menggunakan
STPD.
2.3.4 Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak
Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kepada
walikota atau pejabat yang sudah ditunjuk atas kelebihan pembayaran pajak.
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk dalam jangka waktu paling lama 12 (dua
belas) bulan, sejak diterimanya permohonan pengembalian kelebihan pembayaran
harus meberikan keputusan. Apabila melewati jangka waktu yang diberikan maka
Pejabat yang ditunjuk tidak memberikan suatu keputusan, permohonan
pengembalian pembayaran pajak diangap dikabulkan dan SKPDLB harus
diterbitkan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan.
Pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan dalam jangka waktu
paling lama 2 (dua) bulan sejak diterbitkannya SKPDLB. Jika pengembalian
kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah lewat 2 (dua) bulan, Walikota atau
Pejabat yang ditunjuk memberikan imbalan bunga sebesar 2 & (dua persen)
sebulan atas keterlambatan pembayaran kelebihan pembayaran pajak. Tata cara
pengembalian kelebihan pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Walikota.
2.3.5 Kadaluarsa Penagihan
Hak untuk melakukan penagihan pajak menjadi kadaluwarsa setelah waktu
5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutangnya pajak, kecuali apabila wajib pajak
melakukan tindak pidana di bidang perpajakan daerah. Kadaluwarsa penagihan
pajak tertangguh apabila :
25
a. Diterbitkan Surat Teguran dan/atau Surat Paksa
b. Ada pengakuan utang pajak dawi wajib pajak, baik langsung maupun tidak
langsung
Piutang pajak yang tidak mungkin lagi ditagih karena hak untuk melakukan
penagihan sudah kadaluwarsa dapat dihapuskan dan akan ditetapkan oleh
Walikota.
2.3.6 Pembukuan dan Pemeriksaan
Wajib Pajak yang melakukan usaha dengan omzet paling sedikit
Rp.300.000.000 (tiga ratus juta rupiah) per tahun wajib menyelenggarakan
pembukuan atau pencatatan. Kriteria Wajib Pajak dan penentuan besaran omzet
serta tata cara pembukuan atau pencatatan diatur dengan Peraturan Walikota.
Walikota atau Pejabat yang ditunjuk berwenang melakukan pemeriksaan
untuk menguji kebenaran dan kepatuhan kewajiban perpajakan daerah dalam
rangka melaksanakan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah. Wajib
Pajak atau Pihak – pihak yang terkait yang diperiksa wajib :
a. Memperlihatkan dan/atau meminjamkan buku atau catatan, dokumen yang
menjadi dasarnya dan dokumen lain yang berhubungan dengan objek
pajak
b. Memberikan kesempatan untuk memasuki tempat atau ruangan yang
dianggap perlu dan memberikan bantuan guna kelancaran pemeriksaan
c. Memberikan kesempatan kepada petugas untuk melakukan pemerikasaan
kas, bon/bill, penjualan atau sistem pembukuan
26
d. Memberikan keterangan yang diperlukan secara benar, lengkap dan jelas
dan/atau
e. Memenuhi ketentuan lain yang ditetapkan oleh Walikota atau Pejabat yang
ditunjuk guna menunjang kelengkapan pemeriksaan
Pemeriksaan sederhana juga dapat dilakukan di kantor dengan
membandingkan laporan Wajib Pajak dengan basis data yang dimiliki Daerah,
sehingga nantinya dapat diterbitak SKPDKB, SKPDBT, SKPDLB, dan SKPDN.
Jika terdapat perbedaan yang signifikan pada objek pajak antara yang dilaporkan
dengan data basis pajak yang dimiliki daerah maka dilakukan pemeriksaan
lapangan. Petugas pemeriksa wajib menjaga kerahasiaan data dan informasi Wajib
Pajak.
2.4 Pajak Hotel
2.4.1 Pengertian Pajak Hotel
Dalam Peraturan derah Kota Yogyakarta Nomor 1 Tahun 2011 tentang
Pajak Daerah, Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Hotel adalah fasilitas
penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan
dipungut bayaran, yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma
pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos
dengan jumlah kamar lebih dari 10 ( sepuluh).
Yang menjadi objek pajak adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel
dengan pembayaran termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel yang
sifatnya memberikan kemudahan dan kenyaman termasuk fasilitas olahraga dan
hiburan termasuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh) yang
27
memiliki fasilitas Air Conditioner (AC). Jasa penunjang yang dimaksud adalah
fasilitas telepon, faksimile, teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika,
transportasi dan fasilitas sejenin lainnya yang disediakan atau dikelola hotel.
Sedangkan yang tidak termasuk objek pajak hotel adalah :
1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah
2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
3. Jasa tempat tingal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan
4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti
asuhan, dan panti sosial lainnya yang sejenis
5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh
hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum
Subjek Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang melakukan
pembayaran kepada orang pribadi atau Badan yang mengusahakan hotel.
Sedangkan Wajib Pajak Hotel adalah orang pribadi atau Badan yang
mengusahakan hotel.
Pengertian hotel di sini termasuk juga rumah penginapan yang memungut
pembayaran. Pengenaan pajak hotel tidak mutlak ada pada seluruh daerah
kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Hal ini berkaitan dengan kewenangan yang
diberikan kepada pemerintah kabupaten/kota untuk mengenakan atau tidak
mengenakan suatu jenis pajak kabupaten/kota. Oleh karena itu, untuk dapat
dipungut pada suatu daerah kabupaten/kota, pemerintah daerah harus terlebih
dahulu menerbitkan peraturan daerah tentang pajak hotel. Peraturan itu akan
28
menjadi landasan hukum operasional dalam teknis pelaksanaan pengenaan dan
pemungutan Pajak Hotel di daerah kabupaten atau kota yang bersangkutan
(Siahaan, 2005).
Menurut Dinas Pariwisata Kota Yogyakarta, klasifikasi hotel di Kota
Yogyakarta dikategorikan sebagai berikut :
1. Hotel berbintang adalah usaha yang menggunakan suatu
bangunan atau sebagian bangunan yang disediakan secara
khusus, dan setiap orang dapat menginap, makan, serta
memperoleh pelayanan dan fasilitas lainnya dengan
pembayaran dan telah memenuhi prasyarat sebagai hotel
berbintang yang telah ditentukan oleh Direktorat Jenderal
Pariwisata antara lain keadaan fisik, seperti lokasi hotel dan
kondisi bangunan, pelayanan yang diberikan, kualifikasi tenaga
kerja dan kesejahteraan karyawan, serta sarana rekreasi atau
olahraga yang disediakan seperti lapangan tennis, kolam renang,
dan diskotek. Ciri khusus hotel berbintang adalah mempunyai
restoran yang berada dibawah manajemen hotel tersebut.
2. Hotel Melati adalah usaha yang menggunakan suatu bangunan
atau sebagian bangunan yang disediakan khusus, dimana setiap
orang dapat menginap, makan serta memperoleh pelayanan dan
fasilitas lainnya dengan pembayaran dan belum dapat
memenuhi persyaratan sebagai hotel bintang seperti yang telah
dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pariwisata tetapi telah
29
memenuhi kriteria sebagai hotel melati yang dikeluakan oleh
Dinas Pariwisata Daerah. Hotel melati dirinci menjadi Melati 1,
Melati 2, Melati 3
Yang menjadi objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh
hotel dengan pembayaran, termasuk jasa penunjang sebagai kelengkapan hotel
yang sifatnya memberikan kemudahan dan kenyamanan, termasuk fasilitas
olahraga dan hiburan. Jasa penunjang tersebut seperti fasilitas telepon, faksimile,
teleks, internet, fotokopi, pelayanan cuci, seterika , transportasi, dan fasilitas
sejenis lainnya yang disediakan atau dikelola oleh hotel. Sedangkan yang tidak
termasuk objek pajak adalah:
1. Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh Pemerintah atau
Pemerintah Daerah
2. Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya
3. Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau kegiatan keagamaan
4. Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan,
dan panti sosial lainnya yang sejenis
5. Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel
yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Yang menjadi subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang
melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan
hotel. Sedangkan wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel.
30
2.4.2 Dasar Pengenaan, Tarif, dan Cara Perhitungan Pajak
Dasar pengenaan pajak adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya
dibayar kepada hotel. Tarif pajak ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen),
kecuali untuk rumah kos tarif pajak ditetapkan sebesar 5% (lima persen).
Sedangkan besaran pokok pajak yang terutang dihitung dengan cara mengalikan
tarif pajak yang telah ditetapkan dengan dasar pengenaan pajak.
2.4.3 Masa Pajak dan Pajak Terutang
Masa pajak adalah jangka waktu yang lamanya 1 (satu) bulan kalender,
yang menjadi dasar bagi wajib pajak untuk menghitung, menyetor, dan
melaporkan pajak yang terutang. Pajak yang terutang dalam masa pajak terjadi
pada saat pelayanan yang disediakan atau dikelola oleh hotel.
2.4.4 Sistem Pemungutan Pajak dan Tata Cara Pemungutan Pajak
Pemungutan pajak dilakukan dengan sistem self assessment. Wajib pajakakan
menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Daerah yang terutang.
Dokumen yang digunakan oleh wajib pajak adalah Surat Pemberitahuan Pajak
Daerah (SPTPD). SPTPD merupakan formulir untuk menghitung,
memperhitungkan, membayar, dan melaporkan pajak yang terutang. SPTPD wajib
disampaikan dalam jangka waktu 20(dua puluh) hari setelah berakhirnya masa
pajak.
Apabila dalam jangka waktu 5(lima) tahun berdasarkan pemeriksaan oleh
Walikota atau Pemerintah ditemukan adanya Pajak Daerah yang tidak atau kurang
bayar maka akan ditagih dengan menerbitkan :
31
1. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB) jika :
a. Berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain, pajak yang
terutang tidak atau kurang bayar
b. SPTPD tidak disampaikan dalam waktu 20(dua puluh) hari
setelah berakhirnya setelah ditegur secara tertulis tidak
disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat
teguran
c. Kewajiban mengisi SPTPD tidak dipenuhi, pajak yang terutang
dihitung secara jabatan
2. Setelah SKPDKB diterbitkan, berdasarkan data baru dan ternyata masih
ada Pajak Daerah yang kurang bayar maka akan diterbitkan Surat
Ketetapan Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT).
3. SKPDN diterbitkan jika jumlah pajak yang terutang sama besarnya
dengan jumlah kredit pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit
pajak
Jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan
sanksi administrsi berupa bunga sebesar 2% sebulan dihitung dari pajak yang
kurang bayar atau terlambat dibayar untuk jangka waktu paling lama 24(dua
puluh empat) bulan dihitung sejak saat terutangnya pajak. Sedangkan jumlah
kurang bayar dalam SKPDKBT akan dikenakan sanksi administrasi berupa
kenaikan 100% dari jumlah kekurangan pajak tersebut.
32
Jumlah pajak yang terutang dalam SKPDKB akan dikenakan sanksi
administrasi berupa kenaikan sebesar 25% dari pokok pajak ditambah sanksi
administrasi berupa bunga 2% sebulan dihitung dari pajak yang kurang atau
terlambat bayar untuk jangka waktu 24 (dua puluh empat) bulan dihitung sejak
saat terutangnya pajak.
Walikota atau Pejabat dapat menerbitkan STPD apabila :
1. Pajak dalam tahun berjalan tidak atau kurang bayar
2. Dari hasil penelitian SPTPD terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat
salah tulis dan/atau salah hitung
3. Wajib pajak dikenakan sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda
Dalam perhitunganya jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam STPD
ditambah dengan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% setiap bulan dalam
jangka waktu paling lama 15(lima belas) bulan sejak saat terutangnya pajak.
Untuk SKPD yang tidak atau kurang bayar setelah jatuh tempo pembayaran
dikenakan sanksi aministrasi berupa bunga sebesar 2% dan ditagih melalui STPD.
2.4.5 Tata Cara Pembayaran dan Penagihan
Bupati atau pejabat menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan
penyetoran pajak yang terutang paling lama 30 (tiga puluh) hari setelah
berakhirnya masa pajak. SKPDKB, SKPDKBT, STPD, Surat Keputusan
Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, dan Putusan Banding yang
menyebabkan jumlah pajak yang harus dibayar bertambah merupakan dasar
33
penagihan pajak dan harus dilunasi dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan
sejak tanggal diterbitkan.
Atas pemohonan wajib pajak, Walikota atau Pemerintah yang ditunjuk
memberikan persetujuan kepada wajib pajak untuk mengangsur atau menunda
pembayaran pajak dengan dikenakan bunga sebesar 2% (dua persen) sebulan.
Wajib pajak yang telah melakukan pembayaran atau penyetoran pajak atas pajak
yang terutang diberikan SSPD. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pembayaran, penyetoran, tempat pembayaran, angsuran, dan penundaan
pembayaran pajak diatur dengan Peraturan Walikota.
Pajak yang terutang berdasarkan SKPDKB, SKPDKBT, STPD, surat
keputusan pembetulan, surat keputusan keberatan, dan putusan banding yang
tidak atau kurang dibayar oleh wajib pajak pada waktunya dapat ditagih dengan
surat paksa. Penagihan pajak dengan surat paksa dilaksanakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2.4.6 Keberatan dan Banding
Wajib pajak dapat mengajukan keberatan hanya kepada Walikota atau
pejabat yang ditunjuk atas suatu :
1. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar (SKPDKB)
2. Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar Tambahan (SKPDKBT)
3. Surat Ketetapan Pajak Daerah Lebih Bayar (SKPDLB)
4. Surat Ketetapan Pajak Daerah Nihil (SKPDN)
34
5. Surat Tagihan Pajak Daerah (STPD)
6. Pemotongan atau pemungutan oleh pihak ketiga berdasarkan ketentuan
perundang-undangan perpajakan daerah
Dalam mengajukan keberatan wajib pajak harus memenuhi beberapa
persyaratan sebagai berikut :
1. Keberatan diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia dengan disertai
alasan-alasan yang jelas
2. Dalam hal wajib pajak mengajukan keberatan atas ketetapan pajak secara
jabatan, wajib pajak harus dapat membuktikan ketidakbenaran ketetapan pajak
tersebut
Keberatan harus diajukan dalam jangka waktu paling lama 3(tiga) bulan
sejak tanggal surat, tanggal permohonan atau pemungutan, kecuali jika wajib
pajak dapat menunjukan bahwa jangka waktu itu tidak dapat dipenuhi karena
keadaan di luar kekuasaannya. Pengajuan keberatan dapat dilakukan jika wajib
pajak telah membayar paling sedikit sejumlah yang telah disetujui wajib pajak.
Keberatan yang tidak memenuhi persyaratan tidak dianggap sebagai Surat
Keberatan sehingga tidak dipertimbangkan.
Walikota dalam jangka waktu paling lama 12(dua belas) bulan, sejak tanggal
Surat Keberatan Diterima harus memberi keputusan atas keberatan yang diajukan.
Keputusan Kepala Daerah atas keberatan dapat berupa menerima seluruhnya atau
sebagian, menolak, atau menambah besarnya pajak yang terutang. Apabila jangka
waktu telah lewat dan Kepala Daerah tidak memberi suatu keputusan, keberatan
yang diajukan dianggap dikabulkan.
35
Wajib pajak dapat mengajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak
terhadap keputusan mengenai keberatan yang ditetapkan oleh Walikota.
Permohonan banding diajukan secara tertulis dalam bahasa Indonesia, dengan
alasan yang jelas dalam jangka waktu 3(tiga) bulan sejak keputusan diterima dan
melampirkan salinan dari surat keputusan keberatan tersebut. Pengajuan
permohonan banding menangguhkan kewajiban membayar pajak sampai dengan
1(satu) bulan sejak tanggal penerbitan putusan banding.
Jika pengajuan keberatan atau permohonan banding dikabulkan sebagian atau
seluruhnya, kelebihan pembayaran pajak dikembalikan dengan ditambah imbalan
bunga sebesar 2% sebulan untuk paling lama 24(dua puluh empat) bulan. Imbalan
bunga dihitung sejak bulan pelunasan sampai dengan diterbitkannya SKPDB.
Jika dalam hal permohonan banding wajib pajak ditolak atau dikabulkan
sebagian, wajib pajak akan dikenai sanksi administratif berupa denda sebesar
100% dari jumlah pajak berdasarkan keputusan banding dikurangi dengan pajak
yang telah dibayarkan sebelum mengajukan keberatan.
2.4.7 Pembetulan, Pembatalan, Pengurangan Tetetapan, Penghapusan
atau Pengurangan Sanksi Administrasi
Atas permohonan wajib pajak atau karena jabatannya, Walikota atau
Pejabar yang telah ditunjuk dapat membetulkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT
atau STPDN, SKPDN atau SKPDLB yang dalam penerbitannya terdapat
kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan/atau kekeliruan penerapan
ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan daerah.
Walikota atau pejabat yang ditunjuk dapat :
36
1. Mengurangkan atau menghapuskan sanksi administratif berupa bunga,
denda dan kenaikan pajak yang terutang menuut perundan-undang
perpajakan daerah, dalam hal ini sanksi tersebut dikenakan karena
kehilafan wajib pajak atau bukan karena kesalahannya
2. Mengurangkan atau membatalkan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT atay
STPD, SKPDN atau SKPDLB yang tidak benar
3. Mengurangkan atau membatalkan STPD
4. Membatalkan hasil pemeriksaan atau ketetapan pajak yang dilaksanakan
atau diterbitkan tidak sesuai dengan tata cara yang ditentukan
5. Mengurangkan ketetapan pajak terutang berdasarkan pertimbangan
kemampuan membayar wajib pajak atau kondisi tertentu objek pajak
2.4.8 Ketentuan Pidana
Wajib pajak yang karena kealpaannya tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang
tidak benar ssehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak 2 (dua) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
Wajib pajak yang dengan sengaja tidak menyampaikan SPTPD atau
mengisi dengan tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang
tidak benar sehingga merugikan keuangan Daerah dapat dipidana dengan pidana
penjara paling lama 2 (dua) tahun atau pidana denda paling banyak 4 (empat) kali
jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.
37
Tindak pidana yang dimaksud di atas tidak akan dituntut setelah
melampaui jangka waktu 5 (lima) tahun sejak saat terutangnya pajak atau
berakhirnya masa pajak atau berakhirnya bagian tahun pajak atau berakhirnya
tahun pajak yang bersangkutan.
2.5 Jumlah Wisatawan
Wisatawan adalah orang yang mengadakan perjalanan dari tempat
kediamannya tanpa menetap di tempat yang didatanginya atau hanya untuk
sementara waktu tinggal di tempat yang didatanginya. Organisasi Wisata Dunia
(WTO) menyebut wisatawan sebagai pelancong yang melakukan perjalanan
pendek.
Menurut Undang - Undang No 10 thn 2009 tentang Kepariwisataan
disebutkan wisatawan adalah orang yang melakukan wisata. Sihite (2000 : 49)
mengklasifikasikan wisatawan menjadi 2 yaitu :
1. Wisatawan nusantara adalah wisatwan dalam negeri atau wisatwan domestik
2. Wisatawan mancanegara adalah warga negara suatu negara yang mengadakan
perjalanan wisatwa keluar lingkungan dari negaranya (memasuki negara lain)
IUOTO (International Union of Official Travel Organization), dalam Gamal
Suwantoro (2009;4) mengkategorikan pengunjung menjadi 2 yaitu :
-. Wisatawan (tourist) adalah pengunjung yang tinggal sementara
sekurang-kurangnya 24 jam di suatu negara. Wisatawan tersebut digolongkan lagi
menjadi (a). Pesiar (leisure) untuk keperluan rekreasi, liburan, kesehatan, study,
keagamaan dan olahraga, (b). Hubungan (relationship) untuk keperluan dagang,
mengunjungi sanak saudara, kerabat
38
-. Pelancong (ekscursionist) adalah pengunjung sementara yang tinggal dalam
suatu negara yang dikunjungi dalam waktu kurang dar 24 jam
2. 6 Jumlah Hotel
2.6.1 Pengertian Hotel
Menurut Perda Kota Yogyakarta No 1 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah,
hotel adalah fasilitas penyedia jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait
lainnya dengan pungutan yang mencakup juga motel, losmen, gubuk pariwisata,
wisma pariwisata, pesanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah
kos dengan jumlah lebih dari 10.
2.6.2 Karakteristik Hotel
Hotel memiliki beberapa karakteristik yang membedakan antara hotel
dengan industri lainnya. Karakkteristik tersebut adalah sebagai berikut :
a. Industri hotel tergolong industri yang padat modal serta padat karya yang
artinya dalam pengelolaanya memerlukan modal usaha yang besar dengan
tenaga pekerja yang banyak pula
b. Dipengaruhi oleh keadaan dan perubahan yang terjadi pada sektor
ekonomi, politik, sosial, budaya dan keamanan dimana hotel tersebut berada
c. Menghasilkan dan memasarkan produknya bersamaan dengan tempat
dimana jasa pelayanannya dihasilkan
d. Beroperasi selama 24 jam sehari tanpa adanya hari libur dalam pelayanan
jasa terhadap pelanggan hotel dan masyarakat pada umumnya
e. Memperlakukan pelanggan seperti raja selain itu juga memperlakukan
pelanggan sebagai partner dalam usaha karena jasa pelayanan hotel sangat
39
tergantung pada banyaknya pelanggan yang menggunakan fasilitas hotel
tersebut.
Produk perhotelan mempunyai empat karakteristik khusus yaitu : produk
nyata (tangible), tidak nyata (intangible), bersifat “perishable“ dan
“nonperishable”. Produk yang bersifat nyata antara lain kamar, makanan,
minuman, kolam renang, dsb. Produk yang bersifat tidak nyata antara lain
keramah-tamahan, kenyamanan, keamanan.
Produk bersifat perishable artinya bahwa produk tersebut hanya bisa dijual
saat ini contohnya bahan makanan segar yang tidak dapat disimpan seperti sayur -
mayur. Produk yang bersifat nonperishable misalnya minuman eras, soft drink,
perlengkapan tamu (guest supply and amenities).
2.7 Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan ini mengacu pada beberapa penelitian terdahulu.
Berikut merupakan ringkasan dari beberapa penelitian terdahulu yang mendasari
penelitian ini :
40
Tabel 2.1
Ringkasan Penelitian Terdahulu
No Penulis dan Judul Variabel Hasil Penelitian
1 Ni Komang Sri Wulandari
(2016), "Peran Sektor
Pariwisata Dalam
Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Tabanan Tahun
1990-2014"
Variabel
Independen : Jumlah
kunjungan
wisatawan, Jumlah
hotel, Belanja modal
dan Jumlah sarana
angkutan Variabel
Dependen : PAD
Jumlah kunjungan wisatawan memiliki pengaruh positif dan signifikan
terhadap PAD, jumlah sarana angkutan memiliki pengaruh negatif dan
signifikan terhadap PAD , jumlah hotel dan belanja modal tidak
berpengaruh signifikan terhadap PAD
41
2 Ni Nyoman Suartini
(2013), "Pengaruh Jumlah
Kunjungan Wisatawan,
Pajak Hiburan, Pajak Hotel
dan Restoran Terhadap
Pendapatan Asli Daerah
Kabupaten Gianyar "
Variabel
Independen : Jumlah
wisatawan, Pajak
hiburan, Pajak hotel
dan restoran Variabel
Dependen : PAD
Jumlah kunjungan wisatawan, pajak hiburan, pajak hotel dan pajak
restoran berpengaruh signifikan terhadap PAD kabupaten Gianyar
tahun 1991-2010
3 Yulita Andriani (2015),
"Pengaruh Penerimaan
Pajak Hotel, Pajak Hiburan
dan Pajak Restoran
Variabel
Independen : Pajak
hotel, Pajak hiburan
dan Pajak restoran
Pajak hotel tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, Pajak
hiburan tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah, Pajak
restoran tidak berpengaruh terhadap Pendapatan Asli Daerah
42
Terhadap Pendapatan Asli
Daerah (PAD) Di Kota
Wisata (Studi Kasus
Bukittinggi Tahun
2010-2014)"
Variabel Dependen :
PAD
4 Devilian Fitri (2014),
"Pengaruh Sektor
Pariwisata Terhadap
Pendapatan Asli
Daerah (PAD) di
Kabupaten Pesisir Selatan"
Variabel
Independen : Jumlah
wisatawan, Sarana
akomodasi, Tempat
belanja tourist
Variabel Dependen :
PAD
Tidak ada pengaruh yang positif dan signifikan antara jumlah
wisatawan terhadap Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pesisir
Selatan, Sarana akomodasi berpengaruh signifikan dan positif terhadap
Pendapatan Asli Daerah di Kabupaten Pesisir Selatan, Tempat belanja
tourist berpengaruh signifikan dan positif terhadap Pendapatan Asli
Daerah, Jumlah wisatawan sarana akomodasi dan tempat belanja
tourist secara bersamaan berpengaruh positif dan signifikan terhadap
Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Pesisir Selatan
43
5 Mahardika Pandu Adyaksa
(2016), "Pengaruh Jumlah
Hotel, Jumlah Wisatawan
dan Laju Inflasi Terhadap
Pendapatan Asli Daerah Di
Seluruh Ibukota Propinsi
Di Pulau Jawa"
Variabel
Independen : Jumlah
kunjungan
wisatawan, Jumlah
hotel, Laju inflasi
Secara parsial adanya pengaruh positif dan signifikan antara jumlah
hotel dan jumlah wisatawan domestik dan mancanegara terhadap PAD
sedangkan laju inflasi berpengaruh negatf, Secara simultan terdapat
pengaruh positif dan signifikan antara jumlah hotel, jumlah wisatawan,
dan laju inflasi terhadap PAD
44
2.8 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah maka hipotesis dalam penelitian
ini adalah :
(a). Jumlah wisatawan berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta
(b). Jumlah hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta
(c). Pajak hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta
(d). Jumlah wisatawan berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta
dengan pajak hotel sebagai variabel moderasi
(e). Jumlah hotel berpengaruh terhadap PAD di Kota Yogyakarta
dengan pajak hotel sebagai variabel moderasi