Post on 02-Nov-2019
84
BAB IV
PETANI TEBU DI PABRIK GULA TASIKMADU KARANGANYAR
A. Kelompok Petani
Petani merupakan komponen yang paling penting dalam sistem Tebu
Rakyat Intensifikasi. Melalui sistem TRI, petani dijadikan sentral sebagai
produsen tebu dengan bimbinngan dari Pabrik Gula. Anwas (1992:34)
mengemukakan bahwa petani adalah orang yang melakukan cocok tanam dari
lahan pertaniannya atau memelihara ternak dengan tujuan untuk memperoleh
kehidupan dari kegiatan itu.1 Kelompok tani juga merupakan kumpulan para
petani yang bersifat informal, sehingga kelompok tersebut terbentuk karena
adanya pandangan, kepentingan dan kebutuhan yang sama untuk tujuan tertentu.2
Seorang petani dalam usaha tani adalah operator sekaligus manager. Sebagai
operator petani bekerja dalam pengolahan tanah, penanaman, pemupukan dan
pemanenan termasuk penebangan. Sebagai maneger petani menetapkan macam
tanaman yang diusahakan, jumlah pupuk, jumlah tenaga kerja dan sebagainya.
Sebagai tanaman komersial, pengusahaan tebu secara teknis maupun
ekonomis harus bisa menggunakan dan memaksimalkan lahan tertentu. Di sisi
lain, petani yang memiliki lahan kebanyakan sempit sehingga tidak bisa
maksimal dalam menanam tanaman tebu. Mengingat akan hal tersebut untuk
meningkatkan efektifitas produksi tebu dan meningkatkan areal lahan tebu yang
digunakan perlu diadakan beberapa penyatuan lahan petani. Melalui cara ini
petani dihimpun kedalam suatu kelompok-kelompok tani. Kelompok tani
1 Http. Petanikelompokintensifikasi. (diakses pada tanggal 9 september
2015) 2Satuan Pembina Bimas., Silabus Bahan Latihan Kepemimpinan Kontak
Tani.(Tanpa Kota : Satuan Pembina Bimas Provinsi Dati I Jawa Tengah), hlm. 8.
85
tersebut ditujukan agar bisa memaksimalkan produksi dan juga penyatuan lahan.
Kelompok tani yang telah terbentuk kemudian untuk menjamin pengelolaan
usaha tebu dan menunjang sistem TRI yang diberlakukan oleh pemerintah.
Kelompok merupakan kumpulan dari beberapa orang yang bekerja
bersama-sama untuk mecapai tujuan bersama, sebagai unit sosial di mana
terdapat hubungan saling ketergantungan antara individu-individu anggotanya.3
Pengoperasian lahan untuk penanaman tebu akan lebih mudah dan terkendali
melalui pembentukan kelompok-kelompok tani tersebut. Petani yang diikut
sertakan dalam sebuah kelompok dan diberikan kesempatan dalam pengambilan
keputusan merasa mendapat perhatian secara psikologis, hal itu akan berdampak
pada keaktifan petani dalam bekerja. Faktor ekonomi juga menjadikan
pembentukan kelompok tani lebih efisien, selain menghemat biaya, waktu dan
juga tenaga yang akan dipikul secara bersama-sama. Adapun syarat-syarat suatu
kelompok tani mencangkup :
1) Lahan sebagai wadah kegiatan. Melalui lahan yang dikembangkan dari
berbagai petani dan dikumpulkan menjadi satu bisa menjadi sebuah lahan
untuk menanam tebu.
2) Anggota kelompok sebagai pelaksana kegiatan. Di sini peran dan tugas
dari anggota petani TRI sangat vital. Karena memang ditangan anggotalah
lahan tebu dikerjakan dan dikembangkan dengan Ketua kelompok sebagai
penanggung jawab.
3) Organisasi sebagai pengarah gerak kelompok. Kelompok tani tebu yang
telah terbentuk akan terhimpun dalam kesatuan organisasi, dimana
3 Harry Susanto, op.cit . hlm. 67.
86
organisasi dari kelompok tersebut mendapat binaan dari PG dan beberapa
lembaga terkait TRI.
Lahan merupakan media yang sangat pokok untuk penanaman tebu. Oleh
karenanya syarat petani yang masuk kelompok adalah memiliki lahan untuk
penanaman tebu. Lahan yang biasanya dikelola oleh kelompok adalah sekitar 5
sampai 75 ha. Biasanya satu kelompok tani mempunyai lahan yang terkumpul
dalam satu wilayah dan dalam satu tempat tidak terpencar pencar. Hal ini
dimaksudkan untuk memudahkan pengelolaan tebu mulai dari pembuatan got,
juringan, pemeliharaan, sampai dengan tebang angkut. Lahan yang dikelola
kelompok tani juga bersebelahan dengan anggota lainnya agar bisa
mempermudah mengontrol perkembangan tanaman.
Perkembangan dari setelah terbentuknya kelompok tani adalah memilih
ketua kelompok sebagai penanggung jawab dari kelompok tani yang dipimpin.
Ketua kelompok biasanya memiliki standarisasi sebagai pemimpin yang lebih
mengetahui teknis penanaman tebu, mampu memimpin dan bertanggung jawab
terhadap kelompokya, mempunyai hubungan luas dengan pelaku TRI (Pabrik
Gula, Dinas Pertanian, maupun KUD), dan juga memiliki lahan untuk
penanaman. Adapun tugas dan wewenang dari ketua kelompok adalah : 4
1) Sebagai wakil dari petani untuk mengurus dan menandatangani surat
perjanjian penggilingan tebu dengan PG Tasikmadu, mengelola dan
mengambil kredit, dan menerima pupuk dan obat-obatan dari PG
2) Mengadakan koordinasi/pembagian kerja diantara anggota kelompok
mengenai pekerjaan pengelolaan tanahm penanaman, dan pengangkutan
4 Satuan Pembina Bimas., op.cit. hlm. 12.
87
3) Mengerjakan admininstrasi kebun dan memantau perkembangan tanaman
tebu di lahan perkebunan.
Ketua kelompok biasanya mewakili satu hamparan areal seluas 15-75
hektar. Oleh karenanya untuk membantu ketua kelompok biasanya dibentuk
sekeretaris dan bendahara. Selain itu, ketua kelompok juga dibantu wakil
kelompok yang mambawahi areal 15-25 hektar. Melalui mekanisme tersebut,
sebuah kelompok tani dapat berjalan sesuai harapan dari ketua kelompoknya.
Pada masa TRI, terdapat 3 macam bentuk kelompok tani. Bentuk kelompok tani
kolektif, koordinatif dan kooperatif. Kelompok tani kolektif merupakan
kelompok tani di mana semua kegiatan pengelolaan pertanian dan pengelolaan
dana kredit BRI dilaksanakan oleh pengurus kelompook tani. Bentuk koordinatif
adalah kelompok tani untuk pemberian kredit diterima masing-masing petani dan
pengusahaan tebu dilaksanakan secara individu oleh masing-masing petani.
Sedangkan bentuk kooperatif hampir sama dengan koordinatif, hanya
pelaksananya yaitu petani lebih maju dalam hal minat dan pengusahaan
penanaman tebu.
Kelompok tani yang berkembang di wilayah pabrik gula Tasikmadu
adalah bentuk kelompok tani kolektif dan sebagian kecil kelompok tani
koordinatif. Melalui bentuk kolektif ini kelompok tani di wilayah PG Tasikmadu
mengembangkan penanaman tebu dengan baik dan dapat mensejahterakan
anggota kelompoknya.5 Pada dasarnya TRI dikembangkan agar petani menjadi
tuan rumah di atas tanahnya sendiri dan mengembangkan tebunya. Bentuk
kelompok kooperatif sangat sesuai dengan tujuan dari sistem TRI, di mana
5 Wawancara dengan Samto selaku ketua Kelompok Tani TRI Wilayah
kebun tanggal 3 november 2015
88
anggota kelompok mempunyai keterlibatan dalam sistem penanaman dan
pengembangan tebu dilapangan. Namun praktek dilapangan, petani yang
mempunyai lahan kebanyakan hanya menyerahkan tanahnya kepada kelompok
tertentu. Hal ini dikarenakan banyak juga pemilik lahan tidak hanya bekerja
sebagai petani, melainkan ada pekerjaan pokok yang dimiliki. Oleh karenanya,
ada juga anggota kelompok yang hanya memberikan tanahnya kepada kelompok
tertentu. Melalui keadaan seperti inilah, kemungkinan adanya sebuah kesempatan
bagi kelompok tertentu untuk mengambil keuntungan pribadi. Namun hal yang
terjadi di lapangan masih terdapat sedikit kelompok petani yang melakukan hal
yang sedemikian itu.6 Pengurus kelompok menangani biaya garap, bibit,
pemeliharaan, tebang angkut, panen dan perhitungan pendapatan. 7
Pada musim tanam tebu 1987/1988, Kelompok tani di wilayah kerja
Pabrik Gula Tasikmadu terbagi ke dalam 68 kelompok tani tebu. 44 Kelompok
berada di Karanganyar, 15 di Sukoharjo, 7 di Sragen dan 2 di Wonogiri. 8
Melalui 68 kelompok tersebut menggarap lahan dengan luas 1.155, 77 hektar.
Oleh karenanya pada masa tesebut kelompok tani harus bisa mengoptimalkan
kinerja dari masing-masing anggotanya untuk menggarap lahan tebunya. Untuk
mengoptimalkan kinerja dan kualitas dari petani, maka setiap 1-2 bulan
dilakukan pertemuan. Pertemuan ini dilakukan secara rutin yang frekuensi
waktunya tidak sama antara kelompok satu dengan kelompok lainya sesuai
6 Wawancara dengan Bapak Nardi tanggal 3 november 2015
7 Sarjono.,“Tebu dan Perubahan Sosial di Desa Blorong Kecamatan
Jumantono Kabupaten Karanganyar Tahun 1983-1999”, Skripsi.,Fakultas Sastra
dan Seni Rupa, hlm. 80. 8 Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu, Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1987/1988 dan Rencana TRI MTT 1989/1990 Wilayah kerja PG
Tasikmadu. (Karanganyar,1996), hlm. 4.
89
dengan permasalahan dan kegiatan petani.9 Dalam pertemuan rutin tersebut
membahas agenda tentang rencana kerja pelaksanaan di kebun dan pertanggung
jawaban dari hasil kegiatan yang sudah dilaksanakan (Perkembagan tanaman,
kredit dan lain-lain). Pertemuan kelompok ini juga bisa menjadikan hubungan
yang lebih antara ketua kelompok dengan bawahanya. 10
Perkembangan jumlah kelompok tani yang mengikuti program TRI dari
tahun ketahun mmengalami pasang surut. Hal ini juga dipengaruhi oleh UU No
12 tahun 1992 tentang kebebasan dari petani untuk menanam tanaman sesuai
dengan kehendak mereka. Melalui Undang-undang tersebut ada kalanya petani
yang menginginkan untuk tidak menanam tebu dan digantikan dengan tanaman
lain. Berikut adalah jumlah daftar Kelompok tani yang mengikuti TRI dari tahun
1989-1997 :
Tabel 17. Jumlah Kelompok Tani TRI Tahun 1987-1997 di PG
Tasikmadu Karanganyar
No Tahun Jumlah Kelopok Luas Kebun (ha)
1 1987/1988 63 1.155
2 1990/1991 636 7.309
3 1994/1995 618 4.814
4 1995/1996 634 4.505
5 1996/1997 307 2.179
Sumber Arsip UPP TRI Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan data dari tabel dapat diketahui bahwa jumlah kelompok yang
mengikuti TRI pada tahun 1987/1988 berjumlah 63 kelompok yang terbagi
dalam wilayah kerja PG Tasikmadu. Pada tahun tersebut mewakili luas 1.155
hektar. Jumlah kelompok bertambah menjadi 636 kelompok tani pada tahun
1990/1991 yang mewakili kebun seluas 7.309 hektar. Pada tahun ini banyak
9 Ibid., hlm. 5.
10 Wawancara dengan Taufan tanggal 2 November 2015
90
antuasisme petani yang ingin bergabung dalam kelompok tani melihat
keuntungan yang besar didapatkan oleh petani semakin besar. Namun
keuntungan tersebut tak menuai banyak kestabilan. Pada tahun 1995/1995 jumlah
kelompok petani tebu sedikit mengalami penurunan disertai dengan luas kebun
yang digunakan untuk penanaman tebu. Pada tahun tersebut kelompok tani yang
mengikuti TRI menjadi 616 kelompok dengan mewakili kebun 4.814 hektar.
Selain karena memang keengganan petani tebu untuk mengikui TRI, juga karena
petani mengalami banyak kerugian. Selain karena kerugian, dampak dari adanya
TRB menjadikan petani menjadi sedikit demi sedikit meninggalkan program ini.
TRB yang dianggap mampu menguntungkan petani menjadikan TRI mengalami
kemunduran pada tahun 1994/1995. Akhirnya pada musim tanam 1996/1997
kelompok tani tebu yang mengikuti program ini menjadi 307 kelompok TRI
dengan mewakili luas kebun sekitar 2.179 hektar. Jumlah ini menurun hampir
50% dari kelompok tani pada tahun 1990/1991.
B. Penggarapan Lahan dan Penanaman Tebu Oleh Petani
Penggarapan lahan dan penanaman tebu sangat tergentung kepada
perkiraan awal musim hujan dan awal musim kemarau. Untuk perkiraan musim
dapat didasarkan pada data-data dan sifat iklim. Pada daerah yang beriklim
sedang, penggarapan tanah dan penggarapan tebu dilakukan menjelang musim
kemarau (periode 1) atau menjelang musim hujan (periode II). Untuk penanaman
didaerah kering dilakukan menjelang musim hujan (periode II) untuk melakukan
penanaman. Hal ini dilakukan untuk menghasilkan hasil yang optimal. Sesudah
tanah dicangkul, kemudian dikeringkan selama kurang lebih 1 bulan. Selanjutnya
91
dibuat parit yang jaraknya 1,3 m dari tepi dengan lebar dan dalam parit 0,40 m.
Parit dikelilingi lebarnya 100 m dan panjangnya sesuai dengan tanah yang ada.
Setelah hal itu dibuat parit melintang panjangnya 100 m dengan lebar dan dalam
0,50 m.
Pembuatan lubang untuk bibit tebu dilakukan setelah pembuatan parit
selesai. Lubang untuk bibit tebu dibuat sejajar dengan parit membujur sepanjang
10 m dengan lebar 0,25 m. Bibit tebu yang akan dimasukan ke lubang dimasukan
dengan posisi tertidur dengan mata tunas ke kiri dan ke kanan dan ditutup tanah.
Lubang sepanjang 20 m memerlukan 20 bibit, yang umumnya 2-3 mata tunas.
Penanaman tebu ini sebisa mungkin dilakukan saat yang tepat guna untuk musim
tebang bersamaan dengan musim giling pabrik. 11
Bibit tebu untuk petani disediakan oleh pabrik yang berupa paket kredit
yang diberikan dalam bentuk bibit tebu. Dalam suatu kasus tertentu kadang kala
petani tidak bisa memenuhi paket kredit yang diberikan oleh Pabrik Gula, maka
dari situlah kekurangan kredit untuk bibit biayanya diambil dari penghasilan
petani setelah panen nanti. Setelah mencapai 1 bulan untuk penanaman tebu,
maka pekerjaan petani lainnya adalah melakukan pembumbunan dengan
garpu/cangkul, pembuatan guludan dan klethek daun. Untuk pengendalian hama
dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan pantauan dari perwakilan dari Pabrik
Gula. Selain bibit, petani juga mendapatkan pupuk dan pestisida dari Pabrik Gula
untuk pemeliharaan tebu di lapangan. Paket pestisida dan pupuk digunakan agar
kualitas tanaman tebu menjadi baik dan mendapatkan rendemen yang tinggi.
11
Widodo, “Studi Perbandingan Pendapatan Petani Dari Usaha Penanaman
Tebu (TRI) dengan Penanaman Non Tebu pada Lahan Kering di Kecamatan
Jumantono Kabupaten Karanganyar”. Skripsi, Surakarta : Universitas Sebelas
Maret Fakultas Pertanian, 1991, hlm. 51.
92
Namun dalam prakteknya, apabila dana paket pestisida dan pupuk tidak
digunakan karena memang kondisi di kebun tidak ada serangan dari
hama/penyakit, maka petani boleh menggunakan dana tersebut untuk sarana yang
lainya sesuai dengan kebutuhan petani. 12
Pemupukan pertama adalah dengan cara ditebarkan di pinggiran bibit tebu,
lalu bibit yang sudah ditanam sebelumnya ditutup dengan tanah pada hari
tersebut.13
Setelah pemupukan pertama, pemupukan kedua dilakukan dengan
menaburkan di sekitar bibit tebu yang sudah tertanam. Tebu di tegalan
memerlukan pupuk dengan kualitas dan intensitas yang lebih banyak
dibandingkan tebu disawah, karena memang kondisi tanah yang berbeda. Oleh
karenanya, pemberian pupuk sangat berpengaruh tehadap tumbuhnya gulma atau
penyakit. Apabila pemberian pupuk sesuai dengan tatacara yang ada, maka hasil
tebu akan lebih baik dan terbebas dari gulma.
Petani di Pabrik Gula Tasikmadu disetiap masa tanam dan penggarapan
tebu selalu menginginkan hasil yang maksimal agar tebu yang ditebang
mendapat kualitas yang baik. Namun permasalahan lain muncul pada tahun
1995/1996 dimana petani penggarap lahan semakin sedikit sehingga hal ini
menjadikan ketua kelompok sempat berpikir panjang untuk mancari petani
penggarap lahan. Akibatnya banyak ketua kelompok petani TRI di PG
Tasikmadu yang mencari dan mendatangkan petani dari luar daerah. Hal ini
dilakukan untuk meminimalisir dana yang dikeluarkan untuk menanam tebu.
Selain hal itu, faktor penghambat dalam penanaman tebu adalah mengingat
12
Wawancara dengan Samto Tanggal Bambang 6 November 2015 13
Muljana. Teori dan Praktek cocok tanam tebu dengan segala
masalahnya. (Yogyakarta : CV Aneka. 1982 ), hlm. 17.
93
kondisi air. Air merupakan sesuatu yang pokok dalam penanaman tebu. Namun
kebanyakan air pada saat tebu sudah masa mengakibatkan penurunan rendemen
14. Melalui cara dengan mengalirkan genangan air bisa mencegah terjadinya
masalah ini. Masalah yang lain adalah adanya angin yang dapat merobohkan
tanaman tebu. Banyak disekitar kebun di PG Tasikmadu yang mengalami roboh
karena terkena angin. Petani melakukan pengikatan dan menegakan kembali
apabila tebu roboh terkena angin. 15
C. Petani dan Pabrik Gula Tasikmadu
Sebagai pelaksana program dari Pemerintah tentang Tebu Rakyat
Intensifikasi, Pabrik Gula setempat bertindak/berlaku sebagai pimpinan Kerja
Operasional yang berfungsi sebagai pembimbing teknis dan perusahaan bagi
kelopok tani ke dalam suatu pelaksanaan produksi.16
Pabrik Gula sebagai mitra
petani memberikan bimbingan kepada anggota pelaksana TRI yang dilakukan
setiap harinya di perkebunan kebu yang sedang dikerjakan. Melalui hal inilah
tercipta hubungan antara petani TRI dan Pabrik Gula. Ketua kelompok
berhubungan langsung kepada sinder tanam dan sinder tebang dalam hal
kebutuhan akan tebu.
Berdasarkan keterangan dari Samto, perwakilan dari sinder tersebut setiap
harinya berkeliling ke perkebunan tebu yang menjadi tanggung jawab pada daerah
binaannya. Melalui cara inilah banyak dirasakan manfaatnya, disamping tanaman
tebu mendapatkan perhatian dalam hal pemeliharaan, juga bermanfaat dengan
14
Muljana. Teori dan Praktek cocok tanam tebu dengan segala
masalahnya. (Yogyakarta : CV Aneka. 1982 ). hlm. 31. 15
Ibid., hlm. 32. 16
Ibid., hlm. 45.
94
hasil yang tebu mmenjadi berkualitas karena pantauan dari perwakilan sinder
tersebut.17
Bimbingan lain yang diterima kelompok tani adalah mengenai
pengembangan bibit yang baik dan benar. Pemakaian bibit yang baik sangat
diharapkan oleh kelompok tani agar tebu yang dihasilan juga berkualitas baik
dengan kadar rendemen yang tinggi. Di sisi lain, penyediaan bibit dan
pendistribusianya dilakukan oleh PG. Pabrik Gula Tasikmadu selaku pabrik
menyediakan bibit dengan mmendistribusikan kepada kelompok tani setempat.
Faktor inilah yang pada perkembanganya mendapatkan respon yang kurang
diminati oleh petani, karena petani yang berlaku sebagai sentral penanaman tebu
tapi masalah bibit harus mendapatkan rekomendasi dari Pabrik Gula. Oleh
karenanya, petani hanya menanam bibit yang disediakan oleh Pabrik Gula.
Masalah bibit juga menjadi faktor dari kualitas tebu yang dihasilkan. Jika
bibit yang berasal dari PG bagus, maka dengan penanaman dan pemeliharaan
yang sesuai dengan aturan maka produksi dari tebu tersebut juga akan baik.
Namun ada kalanya pemberian bibit tebu ke suatu perkebunan tidak cocok dengan
kondisi wilayah tertentu. Petani yang mendapatkan bibit tersebut tidak bisa
menolak, karena bibit sudah terlanjur datang. Oleh karenanya, petani harus
semaksimal mungkin menanam dan mengembangkan bibit tersebut agar
menghasilkan tebu dengan kualitas rendemen yang baik. Faktor inilah yang
menjadikan sebuah kendala tersendiri dalam perkembangan dari sistem TRI.
Namun praktek di lapangan petani diharuskan bekerja secara maksimal agar
nantinya tebu yang akan ditebang sesuai dengan waktu tebangnya. Berkaitan
dengan masalah tebang, erat kaitanya dengan masalah pendapatan petani baik
17
Wawancara dengan Hari Purnomo tanggal 1 November 2015
95
untung maupun rugi. Jika seandainya tebu yang ditanam dilapangan mendapat
kualitas baik dan pengelolaan yang sesuai biasanya rendemen yang didapat juga
baik dan sesuai target. Namun penghalang terbesar adalah karena faktor cuaca
yang bisa merubah waktu tanam dan tebang. Hal inilah yang berdampak pada
pendapatan petani karena jika cuaca yang tidak menguntungkan petani harus
berpikir otak untuk menanggulanginya. Berikut adalah pendapatan petani di
wilayah kerja Tasikmadu Karanganyar tahun 1987-1997:
Tabel 18. Pendapatan petani TRI di PG Tasikmadu Karanganyar tahun
1987-1997
No Tahun Pendapatan Petani
TRI (kotor)
Total biaya
Kewajiban
Pendapatan
Bersih
Pendapatan
bersih/hektar
1 1987/1988 3.058.637.038 1.845.540.630 1.268.976.508 1.050.000
2 1990/1991 15.766.748.940 9.185.865.207 6.580.833.733 977.924
3 1994/1995 7.037.320.852 4.608.520.698 2.428.800.154 953.811
4 1995/1996 6.084.990.072 4.154.226.402 1.930.477.476 875.504
5 1996/1997 5.819.195.992 3.295.055.490 2.524.140.502 650.087
Sumber : Arsip UPP TRI Kabupaten Karanganyar
Berdasarkan keterangan dari tabel, pendapatan petani dapat dikatakan
mengalami naik turun. Jumlah pendapatan tersebut di komulatifkan dari berbagai
wilayah di perkebunan PG Tasikmadu. Melaui data tersebut dapat diketahui
pendapatan paling besar perhektar adalah pada tahun 1987/1988 dengan rata-rata
mencapai Rp. 1.050.00. Situasi ini berbanding terbalik pada tahun 1990/1991 di
mana pendapatan (kotor) petani TRI mencapai Rp. 15.766.784.940, namun
dengan biaya kewajiban yang besar juga. Melihat kondisi yang seperti itu belum
pasti apabila pada tahun tertentu pendapatan mengalami kenaikan yang sangat
besar, keuntungan perkelompok juga besar juga. Hal ini harus dibuktikan dengan
pendapaan per hektar yang meliputi rata-rata ditiap kelompok petani. Memang
pada tahun 1990/1991 petani dihadapkan dengan situasi yang cukup
96
menguntungkan. Pengaiaran untuk lahan tebu sawah juga lancar, cuaca yang
bagus dan kelompok berkerja secara maksimal. Hasilnya adalah rendemen tebu
yang sangat tinggi dan penghasilan petani tebu juga semakin meningkat.
Perkembangan selanjutnya setelah tahun 1990/1991 keuntungan petani
semakin menurun. Pada tahun 1994/1995 pendapatan petani secara menyeluruh
menjadi Rp. 7.037.320.852 dengan pendapatan per hektar Rp. 953.811.
Penyebabnya adalah karena pada waktu itu pengaruh cuaca yang kurang
mengunungkan, disamping varietas tebu bz 148 yang dikebun mudah roboh.
Akibatnya semakin menurunya jumlah hasil tebu yang akan ditanam. Selain hal
itu mengingat pada tahun sebelumnya petani menganggap mendapat keuntungan
yang lebih, pada masa tanam berikutnya pengeluaran biaya untuk tanam tebu
kurang bisa dikontrol. Akibatnya sedikit demi sedikit petani mengalami kerugian.
D. Petani dan KUD
KUD merupakan suatu koperasi serba usaha yang beranggotakan
penduduk desa dan berlokasi di daerah pedesaan dan daerahnya mencangkup
satu kecamatan. Menurut Intruksi Presiden Republik Indonesia No 4 Tahun 1984
Pasal 1 Ayat (2) disebutkan bahwa pengembangan KUD untuk menjadi pusat
keiatan perekonomian pedesaan yang merupakan bagian dari pembangunan
nasional.18
Pada tahun 1982/1983, KUD difungsikan sebagai penyedia paket
Kredit yang diberikan oleh BRI. Sebelumnya paket kredit di lakukan di Pabrik
Gula, namun setelah tahun tersebut permintaan paket kredit melalui KUD. KUD
ditunjuk sebagai tempat kredit karena memang bisa memenuhi kebutuhan petani
18
http//anindyaditakhoirina.wordpress.comm/2011/koperasi-unit-desa
diakses pada tanggal 19 september 2015
97
dan bisa menghubungkan keluh kesah petani. Di samping sebagai penyalur kredit
dan pengembalian kredit, KUD pada masa TRI juga berfungsi sebagai penyalur
sarana produksi, tempat pendaftaran calon peserta TRI, ikut membina kelompok
tani, menyaksikan penebangan dan penimbangan tebu. Oleh karenanya, peran
KUD sangat mempengaruhi juga kinerja dari petani. Dalam kenyataanya,
keterlibatan KUD dalam pelaksanaan program ini hanya berfungsi sebagai
penyalur kredit dan bertanggung jawab pengembalianya. Selain hal itu, juga
berfungsi sebagai penyalur pupuk dan melaksanakan pendaftaran calon peserta
TRI.
Paket kredit yang disalurkan BRI kepada KUD meliputi beberapa
komponen antara lain Cost of Living atau biaya beban hidup, Biaya penggarapan
tanah, Pupuk, Biaya tebang dan angkut, dan Biaya insektisida. Adapun paket
kredit tersebut diberikan secara bertahap sesuai dengan pengelolaan tanaman
tebu. Kredit yang diberikan KUD di Wilayah kerja PG Tasikmadu ada
bermacam-macam. Ada yang berbentuk uang dan ada yang berbentuk barang.
Pada perkembanganya, petani tidak mengetahui besarnya perhitungan paket
kredit yang disalurkan di KUD. Petani sifatnya hanya menerima kredit dan
mengembalikan apabila setelah masa tebang berakhir. Hal inilah yang
menjadikan sebuah keberatan dan tidak adanya transparansi antara KUD dan
petani di PG Tasikmadu.
Kurangnya kepercayaan petani terhadap KUD membuat hubungan kurang
baik antara KUD dan petani. Melihat pada tahun 1990/1991 TRI di PG
Tasikmadu Karanganyar mengalami hasil tebu dengan kualitas rendemen yang
sangat tinggi, terdapat sebuah permasalahan antara pemberi paket kredit dan
98
petani. Akibatnya banyak keganjilan tentang biaya-biaya kredit yang diterima
oleh petani. 19
Keberatan lain yang dirasakan petani adalah berkaitan dengan
pengembalian paket kredit setelah selesai tebang. Harapan petani adalah
dihentikannya penambahan bunga untuk pengembalian kredit. Keadaan ini
terjadi karena memang sistem administrasi yang kurang baik. Namun pada
intinya keadaan semacam ini tidak terjadi di semua KUD dan kelompok tani.
Fungsi dari KUD yang semula sebagai penyalur pupuk dan tanaman tebu
yang diharapkan petani, namun praktek di lapangan kadang tidak sesuai dengan
perkiraan. Akibatnya keterlambatan pupuk untuk tebu dan tidak sesuainya pupuk
yang diminta oleh petani menjadi sebuah kendala. Keterlambatan datangnya
pupuk disebabkan KUD mampu menyediakan cadangan pupuk bagi kelompok
petani, disamping juga terbatasnya persediaan pupuk di pasaran. Oleh karenanya
banyak dijumpai di berbagai KUD di Wilayah Kerja PG Tasikmadu yang
mengalami keterlambatan. Faktor lain juga adanya penaburan pupuk yang tidak
sesuai dengan waktu pemupukan, akibatnya pupuk cepat habis.
Di wilayah kerja Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar ada banyak KUD
yang mengikuti sistem TRI. Pada masa tanam tebu 1987/1988 KUD yang ikut
dalam TRI seujumlah 24 KUD yang tersebar di 4 Kabupaten di wilayah kerja PG
Tasikmadu. 20
Berikut adalah daftar KUD yang mengikuti program TRI pada
masa tanam 1987/1988 :
19
Wawancara dengan Sunaryo tanggal 3 November 2015 20
Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu., op.cit. hlm. 10.
99
Tabel 19. Daftar KUD yang mengikuti TRI pada masa tanam 1987/1988
di Wilayah Kerja PG Tasikmadu
No Kabupaten Kecamatan KUD
1 Karanganyar Karanganyar Lalung Jaya
Tasikmadu Madukoro
Jaten Jaten
Kebakramat Kebakramat
Mojogedang Mojogedang
Jumapolo Ngestiluhur
Jatipuro Jatipuro
Jumantono Ngudiluhur
Matesih Komojoyo
Karangpandan Karangpandan
Jumlah 10 Kecamatan 10 kud
2 Sukoharjo Mojolaban Mojolaban I
Mojolaban II
Polokarto Sukodono
Nguter Saritani
Bendosari Bahkti
Jumlah 4 Kecamatan 5 KUD
3 Sragen Masaran Akur
Sepat
Gemolong Gemolong
Kalijambe Banaran
Plupuh Sambirejo
Plupuh
Sumberlawang Sumberlawang
Jumlah 5 Kecamatan 7 KUD
4 Wonogiri Wonogiri Utama
Ngadirojo Ngadirojo
Jumlah 2 Kecamatan 2 KUD
Jumlah Total 21 Kecamatan 24 KUD
Sumber : Arsip UPP TRI Kabupaten Karangayar
Berdasarkan ketarangan dari tabel dapat diketahui bahwa KUD yang
mengikti program TRI pada musim tanam tebu 1987/1988 sekitar 24 KUD. Dari
24 KUD tersebut dibagi kedalam 4 wilayah kabupaten Wonogiri, Sragen,
Karanganyar dan Sukoharjo. Wonogiri sendiri memiliki 2 KUD untuk 2 wilayah
kecamatan, Karanganyar memiliki 10 KUD untuk 10 kecamatan, Sragen memiliki
7 KUD di 5 kecamatan dan Sukoharjo memiliki 5 KUD di 4 Kecamatan. Melaui
100
KUD tersebut pemberian paket kredit dari BRI disalurkan. Namun pada
perkembangan selanjutnya, KUD yang mengikuti program TRI mengalami
pasang surut. Hal ini dipengaruhi oleh pedapatan dan hasil dari tebu yang
dihasilkan oleh petani. Jika rendemen baik dan menghasilkan tebu dengan kualitas
bagus, maka otomastis keuntungan yang didapatkan dalam TRI akan meningkat,
sehingga diantara KUD dan petani juga mendapatkan hasil dari keuntungan
tersebut. Namun seandainya kualiatas tebu kurang baik, cuaca kurang mendukung
dan pengelolaan mengalami gangguan, maka para pelaku TRI mengalami
kerugian. Dampak salah satunya adalah menurunya keikut sertaan pemberi paket
kredit (KUD). Berikut adalah banyaknya KUD yang mengikuti TRI dari tahun
1987-1997 :
Tabel 20. Jumlah KUD yang mengikuti TRI tagun 1987-1997
No Tahun Karanganyar Sukoharjo Wonogiri Sragen Grobogan
1 1987/1988 10 5 2 7 -
2 1990/1991 11 5 12 8 -
3 1994/1995 9 5 5 5 -
4 1995/1996 9 7 12 3 -
5 1996/1997 9 8 13 3 3
Jumlah 48 30 44 26 3
Arsip UPP Pertanian Kabupaten Karanganyar
Jumlah KUD yang mengalami naik turun didominasi oleh hasil dari tebu
yang digiling. Hal ini berkaitan dengan keuntungan dari KUD di setiap wilayah.
KUD di Kabupaten Karanganyar pada tahun 1990/1991 paling banyak yang ikut
andil dalam progam ini. Untuk Sukoharjo KUD yang mengikuti TRI pada tahun
1996/1997 dengan 8 KUD. Begitu juga dengan wilayah Wonogiri dengan jumlah
13 KUD pada tahun 1996/1997. Berbeda dengan wilayah yang lain, Sragen pada
tahun 1996/1996 KUD yang ikut sebagai pemberi paket kredit menurun.
Grobogan sebagai daerah luasan mulai kelihatan KUD yang ikut pada tahun
101
1996/1997 dengan meliputi KUD geyer, Toroh dan Pakisaji yang terbagi ke dalam
3 wilayah kecamatan.21
Pada tahun 1996/1997 TRI mengalami penurunan baik
dari segi keuntungan maupun keinginan dari Petani untuk menanam dengan
menerapkan program TRI. Petani beranggapan bahwa ada oknum-oknum yang
mencari keuntungan dalam program ini karena memang pada musim tanam
1996/1997 mengalami penurunan. Faktor lain adalah adanya TRB (Tebu Rakyat
Bebas) yang diterapkan. Pada sistem TRB ini, semua biaya dan bagaimana pola
penanaman dititik beratkan kepada petani sendiri. Akibatnya, KUD sebagai
penyalur kredit juga enggan untuk aktif dalam mengikuti program ini. Berikut
adalah KUD yang ikut TRI pada masa tanam tebu 1996-1997:
21
Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu, Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1996/1977 dan Rencana TRI MTT 1997/1998 Wilayah kerja PG
Tasikmadu. (Karanganyar,1997), hlm. 13.
102
Tabel 21. KUD Pelaksana TRI di PG Tasikmadu Masa Giling 1996/1997
No Kabupaten Kecamatan Nama KUD
1 SRAGEN
Miri Girimargo
Kalijambe Banaran
Gemolong Gemolong
3 Kecamatan 3 KUD
2 GROBOGAN
Geyer Geyer
Toroh Toroh
Pakisaji Pakisaji
3 Kecamatan 3 KUD
3 KARANGANYAR
Kebakramat Kebakramat
Jaten Jaten
Karangpandan Pandanwangi
Tasikmadu Madukoro
Mojogedang Suka Maju
Karanganyar Lalung Jaya
Jumantono Ngudi Subur
Jumapolo Ngesti Luhur
Jatipuro Putroraharjo
9 Kecamatan 9 KUD
4 SUKOHARJO
Polokarto Sukodono
Hasta Manunggal
Sapta Usaha
Mulya
Bendosari Bhakti
Sukoharjo Karya Bhakti
Grogol Mempan
Nguter Sari Tani
Bulu Bulu
7 Kecamatan 8 KUD
5 WONOGIRI
Wonogiri Utama
Manyaran Manyaran
Eromoko Eromoko
Pracimantoro Pracimantoro
Ngadirojo Ngadirojo
Jatisrono Jatisrono
Girimarto Girimarto
Jatipurwo Jatipurwo
Slogohimo Slogohimo
Giriwoyo Giriwoyo
Giritontro Giritontro
Baturetno RAM
Sidoharjo Sidoharjo
13 Kecamatan 13 KUD
TOTAL PG Tasimadu 35 Kecamatan 36 KUD
Sumber : Arsip Bagian UPP Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
103
Berdasarkan data tabel, Wonogiri tercatat sebagai daerah yang paling banyak
menerapkan program TRI. Wonogiri terbagi kedalam 13 kecamatan yang
memiliki 13 KUD. Kabupaten Karanganyar pada tahun 1996/1997 kecamatan
yang tercatat menerapkan TRI hanya 9 dengan 9 KUD di masing-masing
Kecamatan. Areal dan KUD yang mengikuti program TRI seringkali mengalami
pasang surut. Pada tahun tertentu suatu KUD kadang tidak mengikuti TRI,
namun tahun berikutnya KUD tersebut kembali mengikuti TRI sebagai wadah
perkreditan bagi petani. Hal semacam ini pengaruh dari harga gula, rendemen,
dan keuntungan dari giling tebu. Ketiga faktor tersebut sangat berkaitan dan
berkesinambungan dalam menentukan apakah pada tahun berikutnya KUD akan
mengikuti sistem perkreditan ataukah tidak. Oleh karenanya peran dari petani
sangatlah penting dalam memelihara kualitas tebu untuk mendapatkan rendemen
yang baik. Dalam melaksanakan program TRI.
E. Dampak Sosial dan Ekonomi TRI Bagi Kehidupan Petani di Wilayah
Kerja PG Tasikmadu
1. Dampak Bidang Sosial
Program TRI yang pada awalnya untuk bisa menumbuhkan sikap dari
petani untuk bisa mengusahakan dan menanam tanaman tebu pada lahanya
sendiri tidak memenuhi hasil yang baik. 22
Banyak dari petani yang akhirnya
merasa tidak puas dengan kinerja dari pelaksana TRI, baik dari pemerintah
BIMAS, maupun dari pemberi paket kredit. Petani juga diharuskan
mengeluarkan biaya untuk menanam tebu, namun hasil yang dikirim ke pabrik
22
Mubyarto. Masalah Industri Gula Indonesia. (Yogyakarta :BPFE, 1982),
hlm. 106.
104
berbanding terbalik dengan keuntungan yang diterima oleh petani di PG
Tasikmadu. Akibatnya banyak petani yang tidak mau melanjutkan dan mengikuti
program TRI ini karena alasan tersebut. Keberatan petani untuk terlibat secara
aktif dalam program TRI terutama didasarkan pada tingkat keuntungan yang
diperoleh dari tanaman tebu yang lebih kecil daripada dari jenis tanaman lain.
Berdasarkan keterangan dari Sunardi bahwa seharusnya petani mendapat
keuntungan yang besar, karena tebu mengalami banyak proses dengan
mengharuskan giling menggunakan alat yang besar. Namun prakteknya tanaman
lain seperti palawija dan padi harga kisaran hamper sama dengan tebu.
Petani merasa kehilangan kebebasan untuk mengolah pada lahannya
sendiri, karena program ini memberikan sebuah anjuran menanam tebu di
kebunya dengan kredit dari KUD. Menanam tanaman padi dan palawija akan
lebih banyak memberi penghasilan bagi para petani daripada menanam tebu. Jika
menanam tebu, sebelum masa panen tiba petani sudah punya utang kepada
Pabrik Gula. Oleh karenanya, pada masa TRI petani sangat ditekan dalam
menanam tanaman, terutama tebu yang pada waktu itu ditujukan untuk
kepentingan ekspor. Sebagai pelaksana tugas di kebun, petani mendapatkan suatu
tantangan yang sangat beragam. Utang penjagaan lahan pertanian, pupuk, bibit,
dan obat-obatan harus dibayar kembali setelah panen. Sementara ongkos tebang
dan ongkos angkutan masih juga dibebankan kepada petani. Namun ada juga
petani di PG Tasikmadu yang memberikan kewenangan kepada pihak pabrik
untuk menebang tebu (rembang). Alasanya adalah untuk menekan kerugian
petani dan meminimalisir rendemen yang dihasilkan tebu, karena memang
105
seandainya ditebang oleh petani membutuhkan waktu yang lama daripada yang
dilakukan oleh pihak pabrik.
Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) merupakan program yang diberlakukan
oleh pemerintah yang tujuan utamanya adalah memberdayakan para petani
pemilik lahan untuk bisa mengolah lahannya tidak mencapai hasil yang
maksimal. Para petani kadang merasa belum siap menerima pogram baru yang
diberlakukan oleh pemerintah ini. Pada sistem sewa, petani hanya menyewakan
lahannya kepada pihak pabrik untuk ditanami tebu dan mendapatkan uang dari
sistem sewa tersebut. Namun pada masa TRI, petani dipaksa untuk memikirkan
perkembangan dari tanaman tebu yang ditanam. Petani harus mengontrol tebu.
Pada perkembangan selanjutnya, pemilik lahan di wilayah kerja PG Tasikmadu
tidak berfrofesi sebagai petani. Mereka adalah kebanyakan hanya menitipkan
lahannya untuk diberikan kepada kelompok dan mendapatkan hasil dari
penanaman tebu. Hal yang demikian tidak sesuai dengan tujuan awal yaitu
mengupayakan petani dalam penanaman. Pemilik lahan tersebut kebanyakan dari
kalangan PNS maupun swasta yang tidak mempunyai keahlian bertani.
Pembentukan kelompok tani tebu rakyat merupakan kewajiban bagi petani
yang menginginkan melaksanakan program TRI. Kelompok tani kebanyakan
mereka bergabung bukan karena kesamaan kehendak melainkan pemilikan
tanahnya menyatu. Pembentukkannya diadakan secara musyawarah dibawah
bimbingan dan pengawasan SATPEL BIMAS. Setelah terbentuk kelompok
kemudian mereka mulai mempersiapkan sistem penanaman tebu. Diantara
kelompok-kelompok tersebut pasti terdapat persaingan. Persaingan diantara
kelompok tani menjadi dampak sosial dalam pelaksanaan program ini. Antara
106
kelompok satu dengan kelompok lain kadang kalanya mengalami gesekan-
gesekan berkaitan dengan penentuan masa tebang tebu dan keuntungan yang
didapatkan. Ada kalanya kelompok satu melaporkan kepada pihak BIMAS
bahwa terdapat sebuah kecurangan dalam hal penebangan tebu karena pihak PG
memberikan kesempatan tebang tebu kepada kelompok tersebut lebih awal.
Namun penentuan masa tebang ditiap kebun dan kelompok memang sudah diatur
dan dilaksanakan secara berurutan.23
Namun permasalahn-permasalahan ini
menjadi tanggung jawab BIMAS dan Pabrik tebu untuk bisa menenangkan
suasana melalui pertemuan-pertemuan rutin yang dilakukan. Tujuanya adalah
untuk mengevaluasi kerja dilapangan dan kelompok.
Permasalahan lain adalah munculnya Tebu Rakyat Bebas (TRB). TRB
menjadi masalah sendiri karena memang sistem ini merupakan sistem di mana
petani melakukan penanaman di atas tanahnya sendiri dengan modal yang
berasal dari petani tersebut. Bagi petani yang merasa cukup banyak mendapat
keuntungan banyak berlari dari TRI ke TRB ini, karena memang dari permodalan
dan sebagainya petani memerankan fungsi penuh. Berbeda dengan TRI, di mana
petani berkewajiban mengembalikan kredit setelah panen. Petani di wilayah
Blorong Kabupaten Karanganyar meninggalkkan sistem TRI ke TRB karena
menurutnya keuntungan yang didapat tidak sesuai dengan biaya di lapangan.
Banyak kelompok yang mendapatkan kerugian, akibatnya TRB menjadi pinjakan
selanjutnya.
23
Wawancara dengan Bapak Samiyun tanggal 20 September 2015
107
2. Dampak bidang Ekonomi
Pada sistem sewa, pendapatan petani berasal dari tanah yang telah
diberikan kepada Pabrik Gula. Oleh karenanya, besar sedikitnya pendapatan
petani bergantung dari hasil sewa yang telah disepakati antara petani dengan
pihak pabrik gula. Dalam perkembanganya, sistem sewa mengalami
permasalahan di mana hasil dari pendapatan sewa tidak mengalami kenaikan
dibandingkan dengan hasil dari tebu yang terus meningkat. Melalui hal itu,
pemerintah mulai mengganti sistem dengan nama TRI di mana petani berlaku
sebagai wiraswasta yang harus menanggung sendiri resiko penanaman tebu.24
Pada era TRI, awalnya semua sistem berjalan dengan lancar baik dari penerapan
maupun berkaitan dengan pelaksanaanya. Petani sebagai mitra dari Pabrik Gula
memegang peranan penting dalam penanaman tebu, pengelolaan maupun
penebangan. Namun karena adanya faktor tertentu menjadikan petani merasakan
bahwa TRI ini terdapat beberapa hal yang tidak memuaskan. Salah satunya
adalah menurunya besaran paket kredit di antara KUD. Petani menilai bahwa
terdapat orang tertentu di KUD yang mengurangi angka kredit ini. Melihat pada
tahun-tahun 1990 TRI mengalami hasil yang sangat bagus baik dari rendemen
maupun hasil tebu. Oleh karenanya kecurigaan ini menjadi faktor yang
menjadikan hubungan kurang baik antara KUD dengan petani.
Dalam sistem sewa yang sebelumnya, petani menerima sejumlah uang
sewa tanpa menanggung resiko. Dalam sistem TRI petani menjadi pengusaha
secara penuh dan menanggung berbagai resiko seperti kerusakan, panen, turunya
rendemen, kesulitan tebang, pengangkutan dan lain-lain. Dalam hal ini kalau
24
Mubyarto.op.cit , hlm. 103.
108
ditelaah lebih lanjut sebenarnya pabrik gula tidak sama sekali bebas dari resiko,
apabila petani dalam menggarap lahan mengalami banyak kendala mengenai
hasil tebu otomatis dalam hal penggilingan dan hasil tebu yang dilakukan oleh
pabrik gula juga mengalami kendala. Dalam hal ini terasa keadaan yang saling
membutuhkan antara petani dan pabrik gula. Pembagian hasil dari TRI antara
petani dengan pabrik gula sangat mempengaruhi besar kecilnya bagian bagi
pabrik gula. Pabrik gula tasikmadu dalam sistem TRI pembagian hasil tebu
dengan petani berkisar 40% untuk Pabrik Gula Tasikmadu dan 60% untuk petani.
Namun, dalam perkembanganya jumlah pembagian ini kadang mengalami
peningkatan berkaitan dengan hasil rendeman tebu.
Sejak diterapkan sistem TRI memang tidak begitu mudah menilai
kenaikan pendapatan petani. Kalau produksi tebu meningkat sehingga nillai total
hasil lahan meningkat, belum tentu pembagian pendapatan petani juga
meningkat. Hal ini bergantung dengan keadaan di kebun seperti biaya-biaya
pengelolaan tebu. Pada musim tanam 1994/1995 banyak petani yang
mengeluhkan tentang hasil dari tebu. Pada tahun tersebut mengalami keadaan
cuaca yang sangat ekstrim, kemarau yang cukup panjang, kemudian juga
pengairan untuk tebu sawah mengalami kekurangan. Di samping hal itu,
banyaknya ketua kelompok yang mendatangkan pekerja kebun dari berbagai
daerah mengingat minimnya jumlah petani di kebun yang mau menanam lahanya
dengan sistem TRI. Oleh karenanya, besarnya hasil dari penanaman tebu harus
dikurangi dengan faktor-faktor tersebut. Berikut adalah kerugian petani pada
masa TRI tahun 1987-1997 :
109
Tabel 22. Kerugian Petani TRI Tahun 1987-1997
No Tahun Luas (Ha) Kerugian petani
(Total)
Kerugian
per Ha
1 1987/1988 275,93 35.483.974 128.594
2 1990/1991 609,859 210.174.729 344.628
3 1994/1995 339,711 82.122.828 241.743
4 1995/1996 362,868 85.792.231 229.812
5 1996/1997 56,468 27.572.621 441.212
Sumber : Arsip UPP TRI Kabupaten Karangayar
Berdasarkan tabel dapat diketahui bahwa kerugian petani mengalami
prosentase yang sangat tinggi pada tahun 1990/1991. Namun pada saat itu
memang wilayah TRI paling luas dan tersebar diantara 5 wilayah kerja dari PG
Tasikmadu Karanganyar. Pada tahun 1995/1996 luas areal yang mengalami
kerugian paling sedikit dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Mengingat pada
waktu itu sistem sewa yang diterapkan sebelum TRI diberlakukan kembali di
berbagai wilayah walau cuma dengan cangkupan yang lebih sedikit. Akibatnya
petani yang mengikuti program TRI berkurang. Jumlah beban petani juga
mengalami kenaikan yang besar pada tahun 1995/1996 dan hal itu berdampak
pada semakin berkurangnya pendapatan petani yang harusnya digunakan untuk
pengelolaan tebu. Pada tahun 1987/1988 kerugian petani per hektar mencapai
128.594 ribu. Perkembangan selanjutnya kerugian menjadi besar dan pada tahun
1996/1997 kerugian petani mencapai 441.212 ribu.
Pada akhirya sistem TRI mengalami kemunduran pada tahun 1994/1995.
Banyak kerugian yang di alami petani menjadikan faktor bagi kemunduran dan
keengganan petani untuk melanjutkan sistem TRI ini. Munculnya TRB dan
keinginan petani untuk dikembalikanya sistem sewa menjadi faktor yang
menurunkan dari keberhasilan TRI ini. Hal itu memang kerugian petani dalam
setiap masa tanam diharuskan untuk memikirkan bagaimana cara
110
mengembalikan kredit yang diterima diawal, petani kadang merasa kurang
nyamanya dengan sistem yang diberlakukan. Keadaan pernah terjadi dimana
petani membakar lahanya sebelum masa tebang. Peristiwa tersebut menurut
Soemardi adalah karena keadaan ekonomi dari suatu kelompok yang mengalami
banyak kerugian. Jalan salah satunya adalah dengan membakar lahan tebu yang
ketika itu hampir mencapai masa panen, karena memang seandainya jika terjadi
keadaan seperti itu Pabrik Gula Tasikmadu selalu memberikan perhatian. Pabrik
Gula Tasikmadu memperhatikan keadaan kebun yang terbakar dengan
mempercepat tebang angkut untuk mengurangi turunnya angka rendemen pada
tebu.25
25
Wawancara dengan Sumardi Tanggal 5 November 2015
111
BAB V
KESIMPULAN
Pabrik Gula Tasikmadu berada di wilayah Kabupaten Karanganyar.
Pengusahaan tebu di Pabrik Gula Tasikmadu menggunakan lahan basah (sawah)
dan lahan kering (tegalan). Melalui cara ini pengembangan tebu di wilayah kerja
Pabrik Gula Tasikmadu dikembangkan dengan melalui sistem sewa. Pada tahun
1975 terjadi perubahan dalam hal sistem penguasaan tebu. Perubahan ini
diwujudkan dengan diterbitkannya intruksi presiden nomor 9 tahun 1975 yang
kemudian melahirkan sistem tebu rakyat intensifikasi (TRI). Program Tebu
Rakyat Intensifikasi merupakan langkah yang diambil pemerintah untuk
menggairahkan petani untuk mengusahakan tebu di lahanya sendiri dengan
mendapatkan kredit dari KUD untuk mengelola tanaman tebu tersebut. Di
samping hal itu, program ini juga bertujuan untuk menggalakan produksi gula
nasional melalui bimbingan masal. Oleh karena itulah pemerintah berharap
sistem TRI bisa memajukan produksi gula nasional. Pemerintah menerapkan
sistem tersebut karena melihat sistem sewa yang diberlakukan tidak mengalami
perkembangan yang cukup baik. Banyak petani yang kecewa dengan penghasilan
dari sistem sewa karena uang hasil sewa tidak mengalami kenaikan berbanding
dengan hasil yang diterima oleh Pabrik Gula. Oleh karenanya, pemerintah
mengambil inisiatif tersebut untuk memberdayakan petani.
Pelaksanaan sistem TRI di PG Tasikmadu melalui berbagai tahapan.
Kelompok tani yang menginginkan untuk mengikuti program ini diharuskan
untuk mendaftarkan kelompoknya ke Pabrik gula dan memenuhi persyaratan
yang telah dicantumkan. Melalui surat yang direkomendasikan camat dan
112
Kepala Desa setempat, kelompok tani baru bisa memulai menanam tebu.
Sebenarnya langkah/cara yang diberlakukan pemerintah melalui sistem TRI ini
sangatlah rumit, karena petani dituntut aktif dalam hal pelaksanaan. Kesulitan
awal yang dihadapi oleh petani adalah adanya keterpaksaan petani untuk
menggunakan sistem ini. Mengingat pada sistem sewa tidak melibatkan banyak
lembaga seperti TRI. Setelah mendapatkan rekomendasi mulailah kelompok tani
menanam tebu dengan adanya bimbingan dari pihak Pabrik Gula. Pabrik Gula
Tasikmadu mengirimkan perwakilan sinder ke lapangan untuk mengecek tebu
yang ditanam dan menentukan apakah tebu yang ditanam sudah waktunya untuk
di tebang atau belum. Forum atau bimbingan antar Ketua Kelompok juga
dilaksanakan untuk mengevaluasi perkembangan tebu di kebun dan
meminimalisir gesekan antar kelompok tani.
Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar mempunyai 5 wilayah kerja yang
menerapkan Inpres No 9 tahun 1975 tersebut. Wilayah perkebunan tebu pada
masa sistem TRI meliputi kebun di Karanganyar, sukoharjo, Wonogiri dan
Sragen sebagai kebun pokok. Wilayah perkebunan lain yaitu berada di wilayah
Grobogan yang pada waktu itu digunakan sebagai daerah perkebunan binaan
dari Pabrik. Penggunaan lahan dari ke 5 wilayah kerja tersebut adalah
menggunakan lahan basah dan lahan kering, hanya saja di wilayah Wonogiri
yang terfokus kepada lahan kering. Oleh karenanya pada masa TRI PG
Tasikmadu Karanganyar berusaha menerapkan program itu secara maksimal.
Pada perkembanganya, pelaksanaan program TRI di PG Tasikmadu
karanganyar pada akhirnya dirasa kurang memuaskan. Petani di berbagai daerah
mengalami kerugian yang berakibat karena permasalahan teknis maupun non
113
teknis. Dari faktor teknisnya banyak keterlambatan dalam hal pendistribusian
pupuk, paket kredit dan juga bibit yamg sesuai dengan harapan oleh petani.
Karena memang banyaknya lembaga yang mengikuti program TRI ini berakibat
semakin kurang terkendalinya keadaan di lapangan. Di faktor non teknis sendiri
adalah adanya gesekan-gesekan diantara para petani dan anggota pelaksana
program TRI ini. Mengingat bahwa pada pertengahan tahun 1990/1991 TRI di
wilayah kerja Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar mengalami keuntungan
yang banyak, maka tidak sedikit adanya oknum yang memanfaatkan
kesempatan ini untuk mengambil keuntungan. Petani melihat adanya keganjilan
dari sistem penerimaan kredit untuk penanaman tebu yang diharuskan melalui
rekomendasi dari berbagai pihak, dan juga adanya pengurangan dari sistem
kredit tersebut membuat petani merasa gerah. Akibatnya tidak sedikit dari petani
yang kembali menginginkan sebuah sistem yang baru yang pada waktu itu
dikenal dengan TRB. Melalui sistem ini petani tidak diberatkan dengan
pengambalian kredit dan petani bebas melakukan pengembangan tebu
dipalangan sesuai dengan kehendaknya. Mengingat bahwa sistem TRB ini
semua pengeloaan dan pendanaan ada ditangan petani.
Program TRI yang diberlakukan oleh pemerintah juga berdampak pada
keadaan sosial maupun ekonomi petani. Petani merasakan dampak dari TRI ini
menyangkut dengan hubungan kurang sehat antara kelompok tani satu dengan
kelompok yang lain. Di wilayah kerja Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar,
petani merasa adanya persaingan dalam hal penanaman tebu. Seringkali gesekan
antar petani dalam hal penetapan masa tebang. Hal ini menjadi kebutuhan
mereka mengingat berkaitan dengan meminimalisir biaya pengelolaan tebu.
114
Oleh karenanya, pembakaran lahan oleh petani menjadi sesuatu yang biasa
untuk mendapatkan perhatian dari pihak pabrik gula. Selain hal itu munculnya
TRB menjadi persaingan sendiri dengan petani TRI yang ketika itu mengalami
kerugian. Dampak TRI bagi kehidupan petani sangat terasa pada berkurangnya
pendapatan petani di Pabrik Gula Tasikmadu. Lambat lahun kerugian yang
dialami petani semakin membesar disamping petani harus mengembalikan paket
kredit yang diterima diawal masa tanam. Akibat kerugian yang banyak melanda
kelonpok tani tebu, akhirnya membuat TRI berangsur-angsur berubah kembali
menjadi sistem sewa.
115
DAFTAR PUSTAKA
A. Dokumen/Arsip
Arsip Intruksi Presiden No 9 Tahun 1975
Arsip Intruksi Presiden No 5 Tahun 1997
Arsip Undang-Undang No. 12 Tahun 1992
Arsip Pembentukan kelompok TRI dan daftar Anggota
Arsip Urusan Umum Sejarah Berdirinya Pabrik Gula Tasikmadu
Arsip Evaluasi Pelaksanaan TRI di Kabupaten Karanganyar
Monografi Desa Ngijo, Kecamatan Tasikmadu, Kabupaten Karanganyar
Peta Wilayah TRI Kabupaten Karanganyar
Peta Wilayah TRI Kabupaten Sukoharjo
Peta Wilayah TRI Kabupaten Sragen
Peta Wilayah TRI Kabupaten Wonogiri
Peta Wilayah TRI Kabupaten Grobogan
B. Buku
Abdul Karim, Pringgodigdo, 1987. Sejarah Perusahaan-Perusahaan Kerajaan
Mangkunegaran, Solo: Reksopustoko .
Apoen, S Djojosoewardo. 1988. Sumbangan Pemikiran Mendukung
Kebijaksanaan Pemerintah dalam Upaya Khusus Meningkatkan Produksi
Gula. Pasuruan: P3GI
Ardian Kresna. 2011 Sejarah Panjang Mataram . Yogyakarta : Diva Press .
Badan Pusat Statistik Kabupaten Karanganyar., 1980. Karanganyar dalam Angka
1980, Karanganyar : Tanpa penerbit.
116
Breman, Jan. 1986. Penguasaan Tanah dan Tenaga Kerja : Jawa di Masa
Kolonial. Jakarta : LP3ES.
David Lucas, Peter Mc Donald. 1982Pengantar Kependudukan. Jogjakarta
:Gadjah Mada University Press.
Dibyo Prabowo, 1994 Penguasaan Tanah dalam Program Tebu Rakyat
Intensifikasi. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Geerz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian : Proses Perubahan Ekologi di
Indonesia. Jakarta :Yayasan Obor.
Gottshalk, Louis, 1986. Mengerti Sejarah, Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Hary Susanto. 1996. Kelompok Tani Tebu Rakyat Intensifikasi : Konsepsi dan
Operasionalnya. Pasuruan.
Koentjaraningrat.,1981. Metode-Metode Penelitian Masyarakat, Jakarta: PT
Gramedia
Kuntowijoyo, 1994 . Metodologi Sejarah, Yogyakarta : PT Tiara Wacana Yogya.
Muljana. 1982 Teori dan Praktek cocok tanam tebu dengan segala masalahnya.
Yogyakarta : CV Aneka.
Mubyarto. 1982. Masalah Industri Gula Indonesia. Yogyakarta :BPFE .
Nugroho Notosusanto. 1978. Masalah Penelitian Kontemporer, Jakarta: Balai
Pustaka.
Sri Hery Susilowati. 1989. Pengusahaan Tanaman Tebu dan Pelaksanaan
Program Tebu Rakyat Intensifikasi (TRI) di PG Tasikmadu, PT
PERKEBUNAN XV- XVI(PERSERO), JAWA TENGAH., ( BOGOR
:Departemen Agronomi).
Sangadi. 1991. Pengusahaan Tanaman Tebu di Wilayah Kerja PG.Tasikmadu
PTP, XV-XVI( Persero) Surakarta, Jawa Tengah. Bogor : Fakultas
Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Sartono Kartodirjo. 1992. Pendekatan Ilmu-ilmu social dalam Metodologi
Sejarah, Jakarta: Gramedia.
Satuan Pembina Bimas., Silabus Bahan Latihan Kepemimpinan Kontak Tani.
Tanpa Tahun. Tanpa Kota : Satuan Pembina Bimas Provinsi Dati I Jawa
Tengah.
117
Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani. Jakarta : LP3ES.
Selo Soemardjan, dkk, Petani Tebu, 1987. Tanpa Kota: Kerja Sama Dewan Gula
dan Yayasan Ilmu-ilmu Sosial.
Soesilo Widhijanto, 1994. Bercocok Tanam Tebu di Lahan Kering dan Masalah-
Masalahnya di PG Tasikmadu. Surakarta : PTP .XV-XVI (Persero).
Sri Sumarsih. 2007 Upacara Cembengan : Tradisi di Pabrik Gula Tasikmadu
Karanganyar. Jogjakarta : Penerbit Eja Publisher.
Upp TRI Wilayah Kerja PG Tasikmadu, 1989 Evaluasi Pelaksanaan Program
TRI MTT Giling 1987/1988 dan Rencana TRI MTT 1989/1990 Wilayah
kerja PG Tasikmadu. Karanganyar : Tanpa penerbit.
Upp Intensifikasi Karanganyar I.1996, Evaluasi Pelaksanaan Program TRI MTT
Giling 1990/1991 Wilayah kerja PG Tasikmadu. Karanganyar : Tanpa
penerbit.
Upp Intensifikasi Karanganyar I. 1996 Laporan Tahunan Tahun Anggaran
1996/1997. Karanganyar : Tanpa Penerbit
Upp Intensifikasi Karanganyar I. 1996 Evaluasi Pelaksanaan Program TRI MTT
Giling 1996/1997 Wilayah kerja PG Tasikmadu. Karanganyar : Tanpa
penerbit
Upp Intensifikasi Karanganyar I. 1996, Laporan Tahunan Tahun Anggaran
Giling 1996/1997. Karanganyar: Tanpa Penerbit.
C. Skripsi dan Tesis
Sarjono. 1995. “Tebu dan Perubahan Sosial di Desa Blorong Kecamatan
Jumantono Karanganyar 1983-1999”. Skripsi Fakultas Sastra dan Seni
Rupa UNS.
Wanti. 2005.“Buruh Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar Tahun 1980 – 1997
(Studi tentang Kebijakan Aturan Perburuhan)”. Skripsi Fakultas Sastra dan
Seni Rupa UNS.
Jati Isnanto. “Pelaksanaan Program Tebu Rakyat Intensifikasi di Klaten tahun
1975-1997” Skrpsi Fakultas Ilmu Sosial. UNY. 2012
118
Widodo, “Studi Perbandingan Pendapatan Petani Dari Usaha Penanaman Tebu
(TRI) dengan Penanaman Non Tebu pada Lahan Kering di Kecamatan
Jumantono Kabupaten Karanganyar. „ Skripsi, Surakarta : Universitas
Sebelas Maret Fakultas Pertanian, 1991
D. Internet
http://ahmadyani.blogspot.com/2012/10/pengertian-penduduk-masyarakat-dan.
html (diakses pada tanggal 9 juni 2015)
http://adiatmojo1.blogspot.com/2012/10/pengertian-penduduk-masyarakat-dan.
html (diakses pada tanggal 9 juni 2015) .
http://Pembudidayaantebu/201510/bibit tebu (diakses pada tanggal 3 Novemer
2015)
www.Forumtebu.com (diakses pada tanggal 9 september 2015)
http://PenguasaanTanahPadaTRI/201510/(diakses pada tanggal 2 oktober 2015)
Http. Petanikelompokintensifikasi. (diakses pada tanggal 9 september 2015)
http://anindyaditakhoirina.wordpress.comm/2011/koperasi-unit-desa diakses pada
tanggal 19 september 2015
119
DAFTAR NARASUMBER
1. Nama : Samto Wiyono (Mantan Ketua Kelompok TRI)
Umur : 70 Tahun
Alamat : Wonorejo RT 04/16 Bejen Karanganyar
Pekerjaan : Swasta
2. Nama : Sunaryo
Umur : 44 Tahun
Alamat : Wonorejo RT 02/15 Bejen Karanganyar
Pekerjaan : Staff Bagian Perkebunan
3. Nama : Sunardi
Umur : 57 Tahun
Alamat : Popongan
Pekerjaan : Swasta
4. Nama : Taufan Rahmadi
Umur : 35 Tahun
Alamat : Karanganyar
Pekerjaan : Bagian Litbang (Penelitian dan Pengembangan) PG
Tasikmadu
5. Nama : Hari Purnomo
Umur : 49 Tahun
Alamat : Ngijo, Tasikmadu Karanganyar
Pekerjaan : Bagian SDM PG Tasikmadu
6. Nama : Tugimin
Umur : 66 Tahun
Alamat : Lalung Karanganyar
120
Pekerjaan : Pranata bagian pengembangan bibit Tanaman Dinas
Pertanian
7. Nama : Samiyun
Umur : 46 Tahun
Alamat : Cangakan timur RT 3/8 Karanganyar .
Pekerjaan : Dinas Perkabunan
8. Nama : Bambang W (Mantan petani TRI)
Umur : 51 Tahun
Alamat : Wonogiri
Pekerjaan : Swasta
9. Nama : Suhardi
Umur : 73 Tahun
Alamat : Sukoharjo
Pekerjaan : Keuangan bagian Tanaman PG Tasikmadu
10. Nama : Sumijati
Umur : 64 Tahun
Alamat : Sukoharjo
Pekerjaan : Petani tebu
11. Nama : Marni
Umur : 55 Tahun
Alamat : Karanganyar
Pekerjaan : Petani tebu
12. Nama : Sudarmi
Umur : 57 Tahun
Alamat : Karanganyar
Pekerjaan : Petani tebu
130
Lampiran VII. Daftar Daerah Pelaksana TRI di Karanganyar
No Kab/Kecamatan Desa Jumlah
KARANGANYAR:
1 Kebakramat
Macanan, Alastuwo,
Kaliwuluh, Banjarharjo,
Brujul
4
2 Jaten Brujul, Suruhkalang, Jati,
Jaten 4
3 Karangpandan
Pablengan, Bangsri,
Gantiwarno, Ngemplak,
Tohkuning
5
4 Tasikmadu
Kaling, Pandeyan, Buran,
Papahan, Kalijirak,
Karangmojo, Ngijo,
Suruh, Gaum, Wonolopo
10
5 Mojogedang
Gentungan, Kaliboto,
Buntar, Gebyog,
Kedungjeruk,
Mojogedang, Sewurejo
7
6 Karanganyar
Jungke, Jantiharjo,
Delingan, Bejen,
Gayamdompo, Lalung,
Popongan, Tegalgede,
Gedong
9
7 Jumantono
Sedayu, Tugu, Sukosari,
Ngunut, Genengan,
Tunggulrejo, Gemantar,
Blorong, Smbirejo, Kebak
10
8 Jumapolo
Giriwondo, Jumapolo,
Jatirejo, Lemahbang,
Ploso, Karangbangun,
Kwangsan, Bakalan,
Paseban
10
9 Jatipuro
Jatipuro, Ngepngsari,
Jatisobo, Jatiroyo,
Jatikuwung, Jatipurwo,
Jatiwarno, Jatisoko
8
9 Kecamatan 66 Desa
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
131
Lampiran VIII. Peta Wilayah TRI Kabupaten Sukoharjo
Sumber : www. Petakabupaten.blogspot.com/Sukoharjo
132
Lampiran IX. Daftar Daerah Pelaksana TRI di Sukoharjo
No Kab/Kecamatan Desa Jumlah
SUKOHARJO :
1 Polokarto
Jatisobo, Polokarto,
Rejosari, Tepisari, Bulu,
Mranggen, Kayuapak,
Genengsari
8
2 Bendosari
Mojorejo, Bendosari,
Mulur, Gentan, Torio,
Pohgogor, Manisharjo,
Jombor, Jagan
9
3 Mojolaban Demakan, Kragilan 2
4 Sukoharjo Kenep, Banmati, Dukuh,
Kriwen 4
5 Grogol Manang, Pondok,
Sanggrahan 3
6 Nguter
Pengkol, Bendosari,
Celep, Lawu, Tanjung,
Nguter, Serut
7
7 Bulu Kunden, Bulu, Tiyaran 3
7 Kecamatan 36 Desa
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
134
Lampiran XI.Daftar Daerah Pelaksana TRI di Sragen
No Kab/Kecamatan Desa Jumlah
SRAGEN :
1 Miri
Doyong, Soko, Ngandul,
Pagak, Bagor, Brojol,
Sunggingan, Hadiluwih,
Jeruk, Ngargotirto, Geneng,
Girimargo
12
2 Kalijambe
Kalimacan, Tribayan,
Tegalombo, Jetis
Karangpug, Samberembe,
Ngebung, Bakuran, Saren,
Keden, Wonorejo,
Karangjati, Donoyudan
12
3 Gemolong
Ngembatpadas, Kalangan,
Jenalas, Kaloran, Pelaman,
Purworejo, Nganti,
Tegaldowo, Jatibatur,
Gemolong, Kragilan,
Genengduwur
12
3 Kecamatan 36 Desa
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
136
Lampiran XIII. Daftar Daerah Pelaksana TRI di Wonogiri
No Kab/Kecamatan Desa Jumlah
WONOGIRI :
1 Wonogiri
Wonokerto, Sendang,
Manjung, Purworejo,
Giriwono, Wuryorejo,
Wonoharjo, Bulusulur,
Pokoh kidul
9
2 Manyagan Karanglor, Bero,
Pujiharjo, Pagutan 4
3 Eromoko Baleharjo, Panekan,
Jimbar 3
4 Ngadirojo
Kasihan, Mlokomanis
kulon, Kerjo Lor,
Ngadirojo Lor, Ngadirojo
kidul, Mlokomanis wetan,
Gedong, Pondok
11
5 Pracimantoro Tubokarto, Wonodadi,
Jimbar 3
6 Jatisrono
Sidorejo, Watuagung,
Genengsari, Tanjungsari,
Ngrompak
5
7 Girimarto Sidokerto, Gemawang,
Girimarto 3
8 Jatipurwo Kopan 1
9 Slogohimo Slogohimo, Made,
Pandan, Klunggen, Gunan 5
10 Giriwoyo Selomarto, Ngancar 2
11 Giritontro Pucanganom 1
12 Baturetno
Boto, Balepanjang,
Talunombo, Glesungrejo,
Sendangrejo, Saradan,
Baturetno, Pandaksari,
Kedungrejo, Ngadiroyo
10
13 Sidoharjo Widoro, Ngabean, Jatinom 3
13 Kecamatan 60 Desa
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar
138
Lampiran XV. Daftar Daerah Pelaksana TRI di Grobogan
No Kab/Kecamatan Desa Jumlah
GROBOGAN :
1 Geyer Geyer, Ledoklawan 2
2 Toroh Sindorejo, Bndungharjo 2
3 Pakisaji Katekan, Tiram, Kronggen,
Karangsari 4
3 Kecamatan 38 Desa
Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Karanganyar