Post on 30-Jan-2018
19
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
4.1. Metodologi Pemecahan Masalah
Penelitian ini bertujuan untuk menyusun strategi yang tepat untuk manajemen
PT. INTI dalam memecahkan masalah‐masalah di tingkat strategis serta
membuat penyelarasan antara strategi induk dengan strategi di bisnis unit.
Dengan strategi yang baru ini, PT. INTI diharapkan dapat bertahan, tumbuh
dan berkembang.
Penelitian dimulai dengan melakukan pengamatan umum terhadap kondisi
internal dan eksternal perusahaan. Pengamatan tersebut dilakukan melalui
wawancara, pengumpulan data dan informasi dari artikel, jurnal, berita surat
kabar dan majalah. Atas dasar data dan informasi tersebut dirumuskan
masalah yang dihadapi perusahaan..
Kemudian, penelitian dilanjutkan dengan mencari faktor‐faktor eksternal yang
mempengaruhi perusahaan melalui pendekatan five forces model (Porter,1980)
serta pendekatan yang meliputi faktor pasar, faktor ekonomi makro, faktor
pemerintah, faktor teknologi, dan faktor sosial (Hax dan Majluf, 1996:91). Hal
ini bertujuan untuk mengidentifikasi peluang dan ancaman bagi PT. INTI.
Sedangkan untuk melihat faktor‐faktor internal digunakan pendekatan value
chain analysis (Porter, 1985), analisis sumber daya, meliputi sumber daya
manusia, keuangan, dan sumber daya teknologi, base of competition analysis (key
of success factors industries).
Data dan informasi dari analisis lingkungan internal dan eksternal tersebut,
kemudian dikelompokkan dan dianalisa menggunakan matriks IFAS dan EFAS
dan diringkas dalam SFAS. Dalam SFAS ini hanya faktor‐faktor strategis saja
20
yang diambil, yang selanjutnya dipresentasikan dalam TOWS matriks untuk
merumuskan strategi.
Untuk menghindari kesalahan analisis, strategi juga dirumuskan dengan
menggunakan pendekatan four basics strategy dari Kenichi Ohmae (1982),
pendekatan The value disciplines dari Treacy dan Wiersema (1996) serta
pengelompokkan grand strategy oleh Pearl dan Robinson (2005).
Berdasarkan hasil analisa dengan pendekatan‐pendekatan yang berbeda
tersebut dirumuskan strategi PT. INTI. Pendekatan‐pendekatan yang berbeda
ini dianggap saling melengkapi.
Persoalan yang saat ini dihadapi PT. INTI adalah kegagalan dalam
mengimplementasikan strategi. Strategi yang telah dirumuskan oleh direksi
tidak dapat diimplementasikan oleh perusahaan karena tidak adanya
kesinambungan dengan kegiatan SBU. Agar situasi ini tidak terjadi,
dirumuskan sasaran‐sasaran kinerja yang merefleksikan strategi PT. INTI dan
saling berkesinambungan satu dengan yang lain dalam strategy maps.
Untuk sebuah perusahaan dengan multibisnis, strategi bisnis yang dibuat harus
pula mengacu pada strategi perusahaan induknya. Dan untuk mengukur
kinerjanya dapat digunakan balanced scorecard perusahaan yang kemudian
diadaptasi sesuai karakter setiap bisnis unit. Akan tetapi, jika bisnis yang
ditekuni di dalamnya berbeda ruang bisnis antara satu dengan lainnya, maka
parameter ukur yang paling tepat hanya dari kinerja keuangannya. Sedangkan
pada perspektif yang lainnya, akan sulit sekali digabungkan (Kaplan dan
Norton, 1996; 168).
Untuk alur penelitian yang akan dilakukan terlihat pada gambar IV.1.
21
Mulai
Identifikasi Masalah
Pengamatan secara kasar kondisi internal dan eksternal perusahaan dengan cara wawancara dengan pihak manajemen, artikel, jurnal, dan berita di surat kabar atau majalah.
Penggambaran Posisi PT INTI
Pengukuran posisi relatif terhadap:Visi dan MisiIndustri KeseluruhanSumberdaya
Berdasarkan rasio pertumbuhan dan pangsa pasar
Analisis Lingkungan Internal
Menggunakan metode Porter’s Value Chain untuk melihat keunggulan kompetitif perusahaanAnalisis sumberdaya keuangan, sumberdaya manusia, dan sumberdaya teknologi.Analysis technology brick (competencies and capabilities technology)Analisis base of competition (key of success factor Industries)
Analisis Lingkungan Eksternal
Analisis industri menggunakan variabel-variabel dalam model Porter’s Five Forces (rivalry among competitors, barrier to entry, substitute, buyer, dan supplier)Analisis lingkungan umum meliputi analisis pasar, ekonomi makro, pemerintah, teknologi dan faktor sosial
Kajian Lingkungan Internal
Mendefinisikan kekuatan dan kelemahan perusahaan
Kajian Lingkungan Eksternal
Mendefinisikan Peluang dan ancaman lingkungan bisnis
Selesai
Matriks TOWS
Mendefinisikan strategi dasar sebagai langkah acuan bagi formulasi corporate themes
Matriks EFAS
Pengerucutan faktor-faktor strategis eksternal
Matriks IFAS
Pengerucutan faktor-faktor strategis internal
Matriks Empat Strategi Dasar
Menetapkan strategi kompetitif perusahaan untuk memperkuat posisi dalam industri (Kenichi Ohmae)
The Value Disciplines
Penyusunan strategi berdasarkan pendekatan terhadap nilai kedisiplinan (Treacy & Wiersema)
Grand StrategyPenyusunan strategi sebagai panduan dalam melakukan kegiatan untuk tujuan jangka panjang (Pearce & Robinson)
Strategy MapsMemperlihatkan keterkaitan sebab akibat antar strategi yang disusunMemberikan parameter ukur untuk setiap strategi dalam setiap perspektif
Rumusan Strategi
Merumuskan Strategi yang akan diterapkan dengan mempertimbangkan beberapa pendekatan.
SWOT
Mengerucutkan faktor-faktor strategi dari lingkungan eksternal dan internal
Gambar IV.1 Diagram alur penelitian
4.2 Pengumpulan dan Pengolahan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara, analisis terhadap data
sekunder, serta melalui kuesioner, untuk memperoleh gambaran kondisi internal
perusahaan. Responden untuk kuesioner ini disebar mewakili divisi yang ada
dalam perusahaan, meliputi: JTT, JTS, JIT, JTP, OSP, Financial, Pusbispro dan
22
Sekper, serta diwakili oleh orang yang berada pada level 0 dan level 1 (kepala divisi
dan deputi).
Sedangkan untuk analisis eksternal dilakukan dengan analisis terhadap data‐data
sekunder, baik dari jurnal ataupun berita‐berita dari media. Hasilnya kemudian
didiskusikan lagi dengan responden internal (expert) perusahaan.
4.2.1 Pengumpulan Data Lingkungan Eksternal
Ada dua metoda yang dapat digunakan untuk menganalisis lingkungan eksternal.
Metoda tersebut dikembangkan oleh Hax dan Majluf (1996) serta Michael Porter
(1980). Perbedaan antara kedua metoda ini adalah Hax dan Majluf lebih memberi
kebebasan dalam menganalisa dan mengidentifikasi faktor‐faktor eksternal yang
mempengaruhi industri tersebut. Sedangkan Michael Porter membatasi faktor‐
faktor yang mempengaruhi industri tersebut menjadi lima faktor (Porter’s five
forces). Kelima faktor tersebut adalah kekuatan dari pihak pembeli, kekuatan dari
pemasok, tingkat persaingan dengan kompetitor, hambatan untuk pemain baru,
serta hambatan dari produk pengganti (Porter, 1980). Sedangkan Hax dan Majluf
membagi faktor eksternal tersebut menjadi lima, yaitu: faktor pasar, faktor
kompetisi, faktor ekonomi dan pemerintah, faktor teknologi, dan faktor sosial
(Hax and Majluf, 1996; 91).
4.2.1.1 Data lingkungan eksternal berdasarkan analisis lingkungan umum
Data untuk lingkungan eksternal ini diperoleh dari beberapa sumber data
eksternal, seperti Indonesian Telecommunication Report Q4 2006 (Business Monitor
International, 2006) dan Indonesian Telecommunication Report Q3 2006 (Business
Monitor International, 2006), majalah, serta beberapa artikel media massa.
1. Faktor Pasar
Berdasarkan data BMI (2006), pertumbuhan pasar telekomunikasi di Indonesia
untuk tahun 2006 memperlihatkan kecenderungan untuk meningkat terus.
Diperkirakan hingga akhir tahun 2008 pertumbuhan pelanggan telekomunikasi
23
untuk fixed wireless access dan fixed line akan mencapai angka 22.5% setiap
tahunnya, dan kemudian tahun 2009 dan 2010 pertumbuhannya hanya berkisar
pada angka 10%. Sedangkan untuk mobile telecommunication pertumbuhannya
sampai dengan tahun 2010 sebesar 20% setiap tahun.
Kompetisi dalam industri telekomunikasi akan diramaikan pula dengan adanya
dua operator baru (Hutchison CP Telecommunication dan Natrindo Telepon Seluler)
dan telah memperoleh izin penggunaan teknologi 3G, disamping 3 operator lain
yang telah menerapkan teknologi 3G (Telkomsel, Indosat, dan Excelcomido).
Dari segi makro ekonomi, pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun 2006
memperlihatkan kondisi yang cukup menggembirakan. Setelah pada tahun 2005
angka inflasi mencapai 17.11%, akibat kenaikan harga BBM, pada tahun 2006 laju
inflasi dapat ditekan dibawah angka 6%. Pertumbuhan ekonomi di tahun 2006
mencapai angka 5.5% (dibawah target pemerintah yang sebesar 6.2%). Indikator
lain yang cukup menggembirakan dari segi faktor ekonomi adalah turunnya suku
bunga Bank Indonesia ke level 9.75% (akhir 2006), yang diharapkan akan
memperbesar laju penyaluran kredit bagi para investor (Swa sembada, 2007).
Secara garis besar, kemenarikan dari faktor pasar dapat digambarkan pada tabel
IV.1 di bawah ini.
Tabel IV.1 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari perspektif pasar.
Current
MARKET FACTOR
Price sensitivity
Market sizeMarket growth rateProduct differentiation
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
CyclicalitySeasonalityCaptive marketIndustry profitability
24
2. Faktor Kompetisi
Menurut Hax dan Majluf, untuk faktor kompetisi ada beberapa hal yang
mempengaruhinya, yaitu intensitas persaingan (competitive intensity), derajat
konsentrasi (degree of concentration), hambatan masuk (barriers to entry), hambatan
keluar (barrier to exit), ketidakpastian pangsa (share volatility), derajat integritas
(degree of integration), keberadaan produk pengganti (availability of substitutes),
pemakaian kapasitas (capacity utilization).
Dalam Masukan‐masukan Menuju Cetak Biru Telematika Indonesia 2005 – 2015,
MASTEL memetakan persaingan dalam industri telekomunikasi, dari suatu
matriks yang didasarkan pada pengelompokkan yang berbasiskan pada rekayasa
(engineering) dan yang hanya berbasiskan perdagangan saja di satu dimensi,
sedangkan di dimensi yang lain adalah perusahaan domestic dan perusahaan
asing, menjadi 3, yaitu:
1. Perusahaan multi nasional (MNC) sebagai pemilik teknologi.
2. Perusahaan perdagangan asing
3. Perusahaan perdagangan lokal.
Gambar IV.2 Strategic grouping pesaing industri perangkat telekomunikasi di Indonesia
Porsi yang diperebutkan oleh perusahaan lokal dalam industri infastruktur
telekomunikasi ini sekitar 2 – 3% dari seluruh pasar perangkat telekomunikasi,
25
dengan perkiraan kontribusi produk dalam negeri berkisar 0.1 – 0.5% (MASTEL,
2003).
Tidak adanya produk utama yang dapat dijadikan andalan oleh perusahaan lokal
menjadikan industri ini dikuasai oleh perusahaan‐perusahaan asing. Posisi
perusahaan lokal hanya menjadi engineering services saja. Jika digambarkan
kompetensi yang harus dimiliki oleh perusahaan yang berkecimpung dalam
industri telekomunikasi dapat terlihat pada gambar 4.3 di bawah ini. Perusahaan
lokal akhirnya bersaing untuk memperebutkan posisinya sebagai pilihan partner
dari pemain‐pemain asing yang telah memiliki produk utama. Di sisi lain, Huawei
Technologies, perusahaan dari China, mencoba untuk masuk ke dalam pasar ini
dengan membangun cabang di setiap negara, dengan mempekerjakan orang‐
orang lokal (tersebar di 100 negara di dunia, dengan karyawan lokal sampai
dengan 73%) yang tidak hanya menjual produk, akan tetapi melakukan jasa
pendukungnya untuk di setiap negara.
R & D
Firmware
Software
System Test
PCB Assembly
Network Design & Implementation
Technical AssistantNetwork Maintenance
Hardware Repair
Software Upgrade
Telecom Network Eng.
System Integration & Test Eng.Real time SW Engineering
Telecom Protocol Engineering
Datacom Protocol EngineeringRadio Protocol Engineering
Machine Lvl Dept Fw DevptRadio Part Mfc. ProcessElectronic Mfc. Process
Digital Cct Design
Analog Cct Design
System Concept
Radio Cct Design
Gambar IV.3 Kompetensi yang harus dimiliki dalam industri telekomunikasi.
Munculnya pemain dari China ini berakibat tingkat persaingan menjadi lebih
keras. Mereka menawarkan harga yang lebih murah dibanding produk‐produk
Sumber: MASTEL, 2003
26
lokal lainnya. Selain itu, porsi untuk perusahaan lokal yang bergerak di bidang
jasa pendukung pun telah diambil oleh pemilik produk itu sendiri.
Oleh karena itu, dari sisi kompetisi dalam lingkungan eksternal, kemenarikan
industri ini terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.2 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor kompetisi
Current
COMPETITIVE FACTOR
Degree of concentration
Share volatilityDegree of integrationAvailability of substitutesCapacity of utilization
Barrier to exit
Competitive Intensity
Barrier to entry
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
MILDLY
ATT
RACTIVE
3. Faktor Ekonomi dan Pemerintah
Keterbukaan di sisi regulasi dimulai dengan diberlakukannya UU no 36 tahun
1999 tentang telekomunikasi. Selain itu, untuk mengontrol penerapan peraturan
dalam industri ini, pemerintah pun membentuk Badan Regulasi Telekomunikasi.
Salah satu fungsi dari badan ini adalah untuk mengawasi persaingan antar
operator telekomunikasi. Kemudian, kebijakan pemerintah yang lahir berikutnya
dalam bidang ICT adalah pada tanggal 13 November 2006, Presiden SBY
menandatangani pembentukan Dewan Teknologi dan Komunikasi Nasional.
Salah satu fungsi dewan ini adalah mengembangkan dan merumuskan blueprint
baru tentang teknologi informasi dan komunikasi (e‐Indonesia, 2007). Selain itu,
pemerintah pun telah mengeluarkan wacana tentang Palapa Ring, yaitu
pemasangan jaringan komunikasi menggunakan kabel (fiber optic) sepanjang
35000 km yang menghubungkan 450 kota dan kabupaten di 33 provinsi di
Indonesia dengan kapasitas transport sampai dengan 320 Gb/s. Selain itu,
27
2006 2007 2008 2009 HASIL YANG DICAPAI
Akses komunikasi terhubungdi 50% Kota/Kabupaten
Tersedianya service BWA dikota-kota besar
Palapa Ring ProjectPengembangan BWA
Implementasi e-Procurement
National Single Window
Implementasi e-Education
Nomor Induk Nasional (NIN)
UU Konvergensi ICT
Kampanye Sosialisasi Internet
Implementasi Software Legal
UU ITE
Semua tender pemerintahtransparan, dilakukan secarae-Procurement
Peluang ekspor & impor lebihbesar dan proses lebih cepatSebagian besar Perguruan Tinggidan SMA terhubung Internet danliterasi TI dan SDM yang memiliki e-skills meningkat
Semua penduduk tercatatdengan data yang unique
Regulasi ICT lintas industriterkait yang efektif danefisienPengguna internet meningkatmenjadi 50 juta
Jumlah pembajakan berkurang(Pemerintah: 0%, Nasional: 65%) dan citra positif Indonesia di mata internasional
Keamanan data dan transaksielektronik terjamin
Implementasi e-Anggaran
Tersedianya Technoparkyang integrated antarakademik & industri
Pembangunan & Pengembangan Technopark
Koordinasi AnggaranNasional, antara Departemendan DPR
program pemerintah lainnya dalam membangun infrastruktur telekomunikasi
untuk daerah‐daerah yang secara ekonomis tertinggal, yang diserahkan kepada
para operator, melalui program USO (Universal Service Obligation)(Dephub, 1999).
Hal ini dapat dianggap sebagai dukungan dan peluang yang baik dari pemerintah
dalam industri teknologi informasi dan telekomunikasi. Roadmap teknologi
informasi dan telekomunikasi di Indonesia dapat digambarkan seperti di bawah
ini.
Gambar IV.4 Roadmap Teknologi Informasi dan Komunikasi di Indonesia (Harijadi, 2006)
Sedangkan dari sisi ekonominya sendiri, pertumbuhan ekonomi Indonesia,
perekonomian Indonesia untuk tahun 2006 mengalami pertumbuhan sebesar
5.6%, setelah tahun sebelumnya mengalami penurunan akibat naiknya harga
BBM. Inflasi tahun 2006 pun dapat ditekan sampai dengan 5.27%, padahal tahun
2005 mencapai 17.11%. Serta nilai tukar rupiah stabil pada kisaran 9100 per dollar
Amerika. Kesemuanya ini sangat mendukung untuk perkembangan industri
secara umum. Oleh karena itu, dilihat dari sisi pemerintah dan kondisi ekonomi,
maka struktur industri ini cukup menarik (tabel IV.3).
28
Tabel IV.3 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor ekonomi dan dukungan pemerintah.
Current
ECONOMIC AND GOVERNMENT FACTOR
Currency transferWage level
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
Man power supply
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
MILDLY
ATT
RACTIVE
InflationForeign exchange impact
Legislation (protection)RegulationTaxationGovernment Support
4. Technological Factor
Faktor eksternal lainnya yang termasuk dalam lingkungan umum menurut Hax &
Majluf (1996) adalah faktor teknologi. Yang termasuk di dalamnya adalah
kompleksitas teknologi dalam industri ini. Selain itu, produk life cycle sangat
berpengaruh juga dalam penerapan teknologi.
Dalam gambar di bawah tampak perubahan teknologi yang digunakan dalam
industri telekomunikasi.
Gambar IV.5 Perkembangan teknologi telekomunikasi
Saat ini teknologi yang digunakan akan menginjak ke dalam generasi 3.5G, yaitu
dengan menggunakan teknologi HSDPA. Perubahan dari satu generasi ke
29
generasi lainnya terkadang sangat cepat sekali. Sebagai contoh, teknologi 3G di
Indonesia mulai dilelang pada sekitar bulan Februari, dan mulai diluncurkan oleh
operator seluler pada sekitar bulan Agustus ‐ September 2006. Namun pada bulan
November 2006 sudah mulai digunakan teknologi generasi 3.5G. Perubahan yang
cepat ini berakibat pada life cycle dari suatu produk menjadi semakin pendek.
Sementara secara global, antar satu negara dengan negara lain masih terjadi
perbedaan dalam mulainya penerapan teknologi yang digunakan tersebut.
Sehingga dengan demikian, secara global produk atau teknologi tersebut masih
dapat digunakan di negara lain. Hal ini menjadi suatu kelemahan bagi
perusahaan‐perusahaan lokal dalam pengembangan produk.
Pada awalnya, para produsen peralatan mampu melakukan lock‐in sehingga
mereka mampu menjaga pangsa pasar produknya. Akan tetapi dengan
berkembangnya sistem integrator berakibat pasar menjadi lebih terbuka. Operator
menjadi tidak tergantung kepada satu vendor dalam pelaksanaan proyeknya.
Oleh karena itu, dari sisi teknologi maka kemenarikan industri ini digambarkan
pada tabel di bawah ini.
Tabel IV.4 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari faktor teknologi.
Current
TECHNOLOGICAL FACTOR
Maturity and volatilityPatents
Complexity
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
MILDLY
ATT
RACTIVE
4.2.1.2 Data lingkungan eksternal berdasarkan analisis Porter’s five forces
Porter (1980) mengungkapkan bahwa ada lima faktor yang membentuk struktur
suatu industri. Kelima faktor tersebut akan membentuk kemenarikan dari suatu
industri. Dengan mempertimbangkan kekuatan mana yang lebih dominan dalam
struktur industri tersebut, maka perusahaan dapat merencanakan strategi apa
30
yang tepat. Perusahaan sedapat mungkin harus mampu melakukan
penyeimbangan terhadap kelima faktor tersebut. Selama keseimbangan struktur
industri ini dapat dijaga, maka industri tersebut akan tetap menarik. Keberlabaan
(profitability) suatu industri merupakan fungsi dari struktur industrinya, bukan
berasal dari fungsi produk tersebut ataupun teknologi yang terkandung di
dalamnya (Porter, 1985). Perusahaan dengan strategi yang dikembangkannya
akan mampu menciptakan struktur industri agar tetap menarik bagi dirinya.
Sementara itu di lain pihak, kompetitor pun mencoba membentuk struktur
industrinya sendiri sesuai dengan kompetisi yang dimilikinya.
Antara satu industri dengan industri lain mempunyai struktur industri yang
berbeda. Hal ini sangat tergantung dari kekuatan lima faktor. Lima faktor
penyusun struktur industri tersebut dapat dilihat seperti pada gambar IV.6 di
bawah ini.
• Economies of Scale• Product Differentiation• Capital Requirements• Switching Costs
Potential Entrants
Buyers
Industry Competitors
Rivalry Among Existing Firm
Substitutes
Suppliers
Other Stakeholders
Bargaining Power of Buyers
Threat of New Entrants
Relative Power of Unions,
Governments, etc.
Bargaining Power of Suppliers Threat of
Substitute Products or Services
• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service
Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals
• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality
• Price of substitute products.
• Switching cost.
• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate
Forward• Purchasing Industry Buying only
a Small Portion
• Polices and requests that threat the industry
• Economies of Scale• Product Differentiation• Capital Requirements• Switching Costs
Potential Entrants
Buyers
Industry Competitors
Rivalry Among Existing Firm
Substitutes
Suppliers
Other Stakeholders
Bargaining Power of Buyers
Threat of New Entrants
Relative Power of Unions,
Governments, etc.
Bargaining Power of Suppliers Threat of
Substitute Products or Services
• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service
Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals
• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality
• Price of substitute products.
• Switching cost.
• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate
Forward• Purchasing Industry Buying only
a Small Portion
• Polices and requests that threat the industry
Potential Entrants
Buyers
Industry Competitors
Rivalry Among Existing Firm
Substitutes
Suppliers
Other Stakeholders
Suppliers
Other Stakeholders
Bargaining Power of Buyers
Threat of New Entrants
Relative Power of Unions,
Governments, etc.
Bargaining Power of Suppliers Threat of
Substitute Products or Services
• Number of Competitors• Rate of industry Growth• Product & Service
Characteristics• Amount of Fixed Costs• Capacity• High of Exit Barriers• Diversity of Rivals
• A buyer purchase a large proportion.• A buyer has potential to integrate backward.• Alternative suppliers are plentiful.• Switching costs are very little.• High percentage of a buyer cost.• A buyer earns low profits.• Product is unimportant to final quality
• Price of substitute products.
• Switching cost.
• Dominated by Few Companies• Unique Materials or Services• Substitutes are Not Ready• Suppliers are able to Integrate
Forward• Purchasing Industry Buying only
a Small Portion
• Polices and requests that threat the industry
Gambar IV.6 Porter’s five forces
1. Hambatan untuk masuknya pendatang baru (threat of new entrant)
Barrier to entry merupakan hambatan sebuah perusahaan untuk dapat masuk ke
dalam suatu industri. Semakin tinggi barrier yang terbentuk maka semakin sulit
31
perusahaan untuk dapat masuk dan berkompetisi di dalamnya. Dari sisi faktor
terbentuknya hambatan untuk masuk (barrier to entry) maka secara garis besar
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian besar, yaitu faktor‐faktor yang berasal
dari sisi pendatang baru dan faktor yang berasal dari perusahaan yang telah ada.
Yang termasuk pada faktor dari pendatang baru adalah skala ekonomi,
diferensiasi produk, intensitas modal yang dibutuhkan, kemudahan untuk masuk
ke dalam saluran distribusi, kemudahan mendapatkan bahan baku utama,
kemudahan untuk memperoleh teknologi terbaru, termasuk kaitannya dengan
kurva pembelajaran serta perlindungan dari pemerintah. Sedangkan faktor yang
berasal dari perusahaan yang ada adalah faktor identitas dari merk, serta biaya
untuk berganti produk. Semakin tinggi hambatan untuk masuk, maka semakin
menarik industri tersebut. Pengertian pendatang baru tidak hanya terbatas
kepada perusahaan yang sama sekali baru untuk industri tersebut, akan tetapi
dapat pula berupa perluasan pasar dari perusahaan yang telah ada sebelumnya.
Misalnya masuknya industri lokal menjadi pemain global.
Keterbukaan pasar industri telekomunikasi Indonesia berakibat banyaknya para
pemain asing yang tertarik untuk masuk. Baik itu dengan membuka kantor
cabang di Indonesia, ataupun menggandeng partner lokal. Dengan cara demikian,
dari sisi skala ekonomi serta kebutuhan modal akan menjadi lebih kecil.
Sementara itu, pada sisi produk akan terdiferensiasi sebagai akibat dari teknologi
yang dibawa oleh perusahaan asing tadi, kompetensi yang mereka miliki, serta
pemahaman budaya dari perusahaan lokal.
Sementara, hambatan yang terbentuk dari perusahaan yang telah ada merupakan
kekuatan merk yang telah tercipta serta biaya yang dibutuhkan oleh konsumen
jika akan mengganti produknya tadi. Kemampuan dalam melakukan integrasi
sistem berakibat menurunnya biaya untuk berganti produk serta loyalitas
terhadap suatu merk. Oleh karena itu, dari sisi hambatan untuk masuk tergambar
pada tabel IV.5 di bawah ini.
32
Tabel IV.5 Penilaian industri berdasarkan perspektif barrier to entry
Current
BARRIER TO ENTRYSmall LargeSmall LargeLow HighLow HighLow HighAmple RestrictedHigh Non ExistentUnimportant Very important
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
Capital requirements
Product differentiationBrand identification
Economies of scale
Switching cost
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
Experience effectGovernment production
NEU
TRAL
Access to raw material
2. Persaingan dengan perusahaan sejenis (rivalry among existing firm)
Tingkat persaingan dengan competitor dapat diukur dari beberapa unsur, yaitu
banyaknya competitor dalam industri (baik itu dalam satu strategy group ataupun
tidak), pertumbuhan industri, besarnya biaya tetap, karakter dari produk dan
pelayanan, kapasitas, besarnya hambatan untuk keluar, serta ragam persaingan.
Pemain‐pemain yang ada dalam pasar industri perangkat jaringan telekomunikasi
di Indonesia pada saat ini dapat dibagi menjadi:
1. Perusahaan multi nasional sebagai pemilik teknologi; antara lain Nokia,
Siemens, Ericsson, Huawei Technoogies, NEC, Motorola, Alcatel, dan lain‐lain.
2. Perusahaan perdagangan lokal, yaitu perusahaan‐perusahaan yang bertindak
sebagai agen penjualan ataupun hanya sekedar perantara saja. Untuk
memperkuat posisinya, perusahaan ini kadang dilengkapi dengan
pengetahuan teknologi yang seadanya. Ada pula yang mempunyai tenaga ahli
yang mampu melakukan integrasi sistem.
Selain dari jumlah pesaing yang ada, tingkat persaingan dalam industri pun
dipengaruhi oleh besarnya biaya tetap. Biaya tetap terbesar yang timbul dalam
industri ini biasanya berasal dari gaji karyawan. Untuk memangkas biaya ini,
banyak perusahaan yang melakukan outsource untuk tenaga kerja dengan
mempertimbangkan besar serta lamanya proyek.
33
Secara garis besar, struktur industri jika dilihat dari perspektif persaingan dengan
kompetitor dapat digambarkan pada tabel IV.6 di bawah ini.
Tabel IV.6 Penilaian industri berdasarkan perspektif persaingan dengan kompetitor.
Current
RIVALRY AMONG COMPETITORSLarge SmallSlow FastHigh LowCommodity SpecialtyLarge Small High LowHigh Low
Fixed or storage cost
Number of equally balanced competitors
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
NEU
TRAL
Strategic stakesDiversity of competitors
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
Product featuresCapacity increases
Relative industry growth
3. Kekuatan dari pembeli (bargaining power of buyers)
Pembeli, atau dalam hal ini lebih tepat disebut dengan customer, sangat
berpengaruh dalam membentuk struktur industri. Unsur yang berkaitan dengan
kekuatan pembeli adalah jumlah pembeli (customer), adanya produk pengganti,
biaya berganti produk, hambatan untuk melakukan backward integration dari sisi
pembeli, hambatan untuk melakukan forward integration dari sisi pemasok,
kontribusi kualitas terhadap kualitas produk pembeli, serta keuntungan di sisi
pembeli.
Perkembangan industri telekomunikasi di Indonesia memperlihatkan
kecenderungan yang sangat terus meningkat. Dimulai dengan dikeluarkannya
UU no. 36 tahun 1999 tentang telekomunikasi. Pada tahun 1999, industri
telekomunikasi hanya dikuasai oleh dua pemain, Telkom dan Indosat. Sedangkan
untuk pelayanan data (internet) masih sangat minim sekali. Di akhir tahun 2006,
jumlah operator telekomunikasi telah bertambah mencapai 8 operator. Sedangkan
di sisi penyedia jasa internet jumlah telah berkembang lebih pesat, dengan adanya
ISP‐ISP lokal (walaupun kontribusi terhadap industri pendukung sangat kecil).
34
Jika dilihat dari sisi pembeli (customer), teknologi serta sistem pendukung
infrastruktur telekomunikasi ini tidak terlalu berpengaruh secara signifikan bagi
pendapatannya. Oleh karena itu, hambatan untuk melakukan backward integration
di sisi pembeli besar.
Secara grafis, kekuatan tawar dari pembeli dapat tergambar seperti pada tabel
IV.7 berikut.
Tabel IV.7 Penilaian industri dilihat dari perspektif kekuatan pembeli.
Current
POWER OF BUYERSFew ManyMany FewLow HighHigh LowLow HighSmall LargeLarge fraction Small fractionLow High
Availability of substitutes for industry products
Industry threat of forward integration
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
Buyersʹ profitabilityTotal buyersʹ cost contributed by the industryContribution to quality or service of buyersʹ products
Buyer switching cost
Number of important buyers
Buyersʹ threat of backward integration
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
4. Kekuatan dari pemasok (bargaining power of suppliers)
Unsur yang terkandung dalam kekuatan tawar dari pemasok adalah jumlah
pemasok, keberadaan bahan pengganti, diferensiasi serta biaya ganti produk,
hambatan untuk melakukan forward integration dari sisi pemasok, hambatan untuk
backward integration, kontribusi terhadap kualitas atau pelayanan, besarnya biaya
untuk pemasok, serta keuntungan bagi pemasok dari industri.
Dari segi jumlah pemasok untuk kebutuhan produksi (pelayanan) maka terdapat
jumlah pemasok untuk industri ini relatif sedikit, terutama pemasok‐pemasok
dalam negeri. Industri yang mendukung kebutuhan perangkat telekomunikasi di
Indonesia masih belum berkembang. Hal ini diakibatkan oleh ketertinggalan
teknologi serta kurangnya pemain dalam bisnis ini. Selain itu tingginya skala
ekonomi dan besarnya modal untuk membangun industri ini.
35
Pada tabel di bawah tampak penilaian terhadap unsur yang mempengaruhi
kekuatan pemasok.
Tabel IV.8 Penilaian terhadap kekuatan pemasok.
Current
POWER OF SUPPLIERSFew ManyLow HighHigh LowHigh LowLow HighHigh LowLarge fraction Small fractionSmall Large
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
Importance of the industry to suppliersʹ profitTotal industry cost contributed by suppliersSuppliersʹ contribution to quality or service
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
Number of important suppliers
Suppliersʹ threats of forward integrationIndustry threat of backward integration
Availability of substitutes for industry productsDifferentiation or switching cost of suppliersʹ products
5. Hambatan untuk produk pengganti (threat of substitute products or services)
Produk pengganti dapat merupakan suatu ancaman bagi keberlangsungan
industri. Di lain pihak produk baru tersebut dapat berupa pengembangan dari
produk yang secara fungsi lebih komplit dari produk sebelumnya. Selain itu
munculnya produk pengganti dapat timbul dari pergeseran teknologi. Pada saat
ini, kebutuhan konsumen untuk komunikasi tidak cukup lagi dengan layanan
voice, akan tetapi sudah mulai beralih kepada layanan data dengan menggunakan
media pita lebar (broadband). Di Korea Selatan sejak tahun 2004, sudah mulai
dikembangkan komunikasi data dengan menggunakan media pita lebar. Hal ini
dapat terlihat pada gambar IV.7 (Hong, 2004) di bawah ini.
36
Gambar IV.7 Roadmap teknologi telekomunikasi.
Oleh karena itu, industri telekomunikasi, khususnya untuk komunikasi suara,
sangat rentan sekali dengan produk pengganti. Akan tetapi di sisi lain hal ini
justru akan memicu untuk perkembangan teknologi berikutnya. Dari sisi biaya
untuk mengganti atau beralih teknologi untuk saat ini masih tergolong tinggi.
Dengan demikian, struktur industri dilihat dari perspektif produk pengganti
dapat digambarkan pada tabel IV.9 di bawah ini.
Tabel IV.9 Penilaian industri berdasarkan perspektif produk pengganti.
Current
AVAILABILITY OF SUBSTITUTESLarge SmallLow HighHigh LowHigh Low
Availability of close substitute
Substitute price/value
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIGHLY
ATT
RACTIVE
HIGHLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
Userʹs switching costsBuyer propensity to substitute
Selain dari lima faktor utama di atas, ada faktor lain yang mempengaruhi struktur
industri, yaitu faktor stakeholder dan hambatan untuk keluar (barrier to exit). Yang
termasuk dalam faktor stakeholder adalah kebijakan dan aturan pemerintah,
kekuatan dari serikat pekerja, dan lingkungan sekitar. Sedangkan hambatan
Data Rate <100 Mbps14.4 kbps
Mob
ility
V eh i
c ul a
r
2G
3.5G
3G
4G Mobile Communication Broadband
Convergence Network(BcN)
802.11b/g
B-WLL
cdma2000/W-CDMA
WiBro
EV-DV/HSDPA
<50 Mbps
Wireless Local Loop
2.4 GHzWLAN
5 GHz WLAN
WLL(Wireless Local Loop)
802.11aWLAN
cdmaOne/GSM
High Data Rate PAN
High Data Rate WLAN
PAN
Cellular(Mobile Communication)
Wireless IEEE 1394Home RF
After 20102003 2004 After 2005
Communication Objects
Human-to-Human Thing-to-ThingHuman-to-Machine
Mobile(Voice) TelephoneShort Message Service(SMS)
Ubiquitous Service4G Mobile Communication
Mobile Phone/Wireless Internet AccessWLAN / Positioning / Video Service/
High Data Rate Portable InternetService
Market Requirement
Customer-oriented SystemHigh Data Rate (>100Mbps) Wireless TX
Ubiquitous Network
Service-oriented SystemHigh Data Rate Wireless Internet
Technology-oriented SystemEnhanced Voice Quality/Roaming
Category2002Before 2001
3G2G 4GPe
dest
r ian
High Data Rate Portable Internet
Data Rate <100 Mbps14.4 kbps
Mob
ility
V eh i
c ul a
r
2G
3.5G
3G
4G Mobile Communication Broadband
Convergence Network(BcN)
802.11b/g
B-WLL
cdma2000/W-CDMA
WiBro
EV-DV/HSDPA
<50 Mbps
Wireless Local Loop
2.4 GHzWLAN
5 GHz WLAN
WLL(Wireless Local Loop)
802.11aWLAN
cdmaOne/GSM
High Data Rate PAN
High Data Rate WLAN
PAN
Cellular(Mobile Communication)
Wireless IEEE 1394Home RF
After 20102003 2004 After 2005
Communication Objects
Human-to-Human Thing-to-ThingHuman-to-Machine
Mobile(Voice) TelephoneShort Message Service(SMS)
Ubiquitous Service4G Mobile Communication
Mobile Phone/Wireless Internet AccessWLAN / Positioning / Video Service/
High Data Rate Portable InternetService
Market Requirement
Customer-oriented SystemHigh Data Rate (>100Mbps) Wireless TX
Ubiquitous Network
Service-oriented SystemHigh Data Rate Wireless Internet
Technology-oriented SystemEnhanced Voice Quality/Roaming
Category2002Before 2001
3G2G 4GPe
dest
r ian
High Data Rate Portable Internet
Sumber : Hong, 2004
37
keluar adalah faktor ekonomi, strategi, dan faktor emosional yang mengakibatkan
suatu industri tetap berkompetisi dalam bisnis, walaupun secara penghasilan
yang didapat sangat rendah bahkan negatif ditinjau dari nilai ROI (return on
investment) (Porter, 1980;20). Dengan kata lain, barrier to exit adalah beban yang
harus dipikul oleh perusahaan jika akan berhenti beroperasi atau keluar dari
industri.
Struktur industri ini jika dilihat dari perspektif tindakan pemerintah dapat
digambarkan pada tabel IV.10 di bawah ini.
Tabel IV.10 Faktor lingkungan eksternal dilihat dari perspektif tindakan pemerintah.
Current
GOVERNMENT ACTIONSUnfavorable FavorableUnfavorable FavorableLow HighRestricted UnrestrictedRestricted UnrestrictedRestricted UnrestrictedLimited UnlimitedSubstantial None
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
Assistance provided to competitorsForeign ownershipForeign exchange
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
Industry protection
Capital movements among countriesCustom duties
Industry regulationConsistencies of policies
Sedangkan jika dilihat dari hambatan untuk keluar, maka dapat terlihat pada tabel
IV.11 di bawah ini.
Tabel IV.11 Struktur industri dilihat dari perspektif hambatan keluar.
Current
BARRIER TO EXITHigh LowHigh LowHigh LowHigh LowHigh LowHigh Low
MILDLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
ATT
RACTIVE
HIG
HLY
UNATT
RACTIVE
MILDLY
UNATT
RACTIVE
NEU
TRAL
Social restrictionsGovernment restrictions
Strategic interrrelationship
Asset specializationOn‐time cost of exit
Emotional barriers
38
Firm Infrastructure(General Management, Accounting, Finance, Strategic Planning)
Human Resource Management(Recruiting, training, development)
Technology Development(R&D product and process improvement)
Procurement inbound and outbound logistic
(including outsource
management)
Operational Sales and Marketing
After Sales Service
Profit Margin
Primary Activities
Support Activities
Firm Infrastructure(General Management, Accounting, Finance, Strategic Planning)
Human Resource Management(Recruiting, training, development)
Technology Development(R&D product and process improvement)
Procurement inbound and outbound logistic
(including outsource
management)
Operational Sales and Marketing
After Sales Service
Profit Margin
Primary Activities
Support Activities
4.2.2. Pengumpulan Data Internal Perusahaan
Untuk memperoleh data internal perusahaan, maka dilakukan dengan
pendekatan analisis rantai nilai Porter (Porter’s value chain analysis). Pengumpulan
data dilakukan dengan wawancara serta kuesioner terhadap manajemen di PT.
INTI.
Menurut Porter (1985), secara garis besar ada dua macam proses di dalam suatu
rantai nilai; proses utama dan proses pendukung.
Gambar IV.8 Rantai nilai menurut Porter (1985) yang telah dimodifikasi.
Perbedaan antara proses pendukung (support activities) dengan proses utama
(primary activities) didasarkan kepada nilai yang diciptakan. Pada proses utama,
setiap kegiatan dapat menciptakan nilai tambah pada produk secara mandiri.
Sedangkan pada proses pendukung, nilai tambah tersebut dapat berarti jika
dihubungkan dengan kegiatan‐kegiatan lain. Garis putus vertikal yang
menghubungkan proses pendukung di bagian atas dengan proses utama di
bagian bawah. Hal ini diartikan bahwa kegiatan tersebut akan berpengaruh pada
proses utama hanya pada sebagian saja. Dan garis vertikal tadi terhenti pada
kegiatan di infrastruktur perusahaan. Hal ini dikarenakan infrastruktur
perusahaan berpengaruh untuk semua proses, baik proses utama maupun proses
pendukung.
39
Dari hasil pengamatan terhadap kondisi internal di PT. INTI, maka yang termasuk
dalam proses utama adalah adalah semua kegiatan yang berada pada divisi JTT,
JTS, JTP, JIT dan OSP. Sedangkan yang termasuk proses pendukung adalah semua
kegiatan yang berada pada divisi Sekper, Keuangan, Internal Audit, Pusbispro.
Pengelompokkan rantai nilai ini lebih dilihat karena fungsi kerja masing‐masing
divisi mewakili kegiatan pada nilai rantai tersebut. Sedangkan untuk proses‐
proses utama, setiap divisi mempunyai karakter yang berbeda‐beda. Perbedaan
ini lebih disebabkan setiap divisi (bisnis unit) mempunyai konsumen dan produk
unggulan yang berbeda‐beda pula. Sebagai contoh, pada JTS yang lebih besar
didapat dari menjual produk vendor luar, maka fungsi pengawasan terhadap
pemasok lebih kuat dibanding JTP, yang lebih cenderung mengembangkan
produk sendiri. Selain itu, bisnis unit yang baru (JTP) terlihat masih mencari
bentuk bisnisnya sendiri. Karena, pada awalnya, bisnis unit ini dibuat untuk
merespon peluang pasar yang timbul. Namun secara keseluruhan, potensi
kekuatan terbesar yang dimiliki oleh PT. INTI berada pada kemampuan bidang
pemasaran dalam melihat peluang yang ada. Hal ini disebabkan faktor
pengalaman dalam industri perangkat telekomunikasi yang telah terbangun lebih
dari 30 tahun. Selain dari itu, dengan pengalaman lebih 30 tahun ini dalam
industri telekomunikasi ini, kompetensi yang dimiliki oleh PT. INTI meliputi
(INTI, 2006):
1. Pemahaman yang komprehensif tentang teknologi telekomunikasi wireline
dan wireless (akses, transport, control, aplikasi) dan standar telekomunikasi
(ITU, ETSI, ANSI, IETF).
2. Keahlian dalam bidang protokol komunikasi data (ITU rec. X‐Series).
3. Keahlian dalam bidang protokol telekomunikasi seperti SS7 ( MTP, ISUP, TUP,
SCCP,TCAP), R2, V5.2, ISDN dan fitur‐fitur call processing.
4. Kemampuan dalam menggunakan berbagai OS (Dos, Win9x, Win 2000, Win
XP, Linux) dan Embedded OS( OS/2, OS/9, AMX, iRMX).
40
5. Keahlian dalam bidang GUI SW, Data base, O&M dan Telecommunication
Management Network (SNMP).
6. Kemampuan implementasi SW dengan berbagai programming language
(Assembly, C, C++, Visual, Java dan Script Language).
7. Kemampuan dalam pengembangan hardware elektronik (modul control dan
peripheral), hardware elektrikal (rectifier dan DC‐DC Converter) dan
hardware mekanik (rak).
Namun di sisi lain, beberapa kompetensi yang telah dimiliki tersebut sudah tidak
relevan dengan kebutuhan dan teknologi yang berkembang saat ini. Salah satunya
perkembangan teknologi untuk produk IP based.
Selain dengan menggunakan analisis rantai nilai Porter, dilakukan pengukuran
internal berdasarkan komponen Baldridge National Quality Program (2006).
Komponen yang diukur dalam Baldridge ini adalah: kepemimpinan, perencanaan
strategik, fokus pada pelanggan dan pasar, pengukuran, analisis dan manajemen
pengetahuan, fokus sumber daya manusia, manajemen proses, dan hasil bisnis.
Unsur‐unsur yang diukur pada setiap komponen tersebut adalah:
1. Kepemimpinan, meliputi misi, visi, nilai perusahaan, lingkungan kerja,
informasi serta pembelajaran di dalam perusahaan.
2. Perencanaan strategik, meliputi keterlibatan karyawan dalam perencanaan,
tanggung jawab dan pembagian kerja dalam perusahaan, serta evaluasi
terhadap pencapaian kerja.
3. Fokus pada pelanggan dan pasar, meliputi proses pendekatan pada
pelanggan, menjaga hubungan dengan pelanggan, pengambilan keputusan
serta tanggung jawab dalam hubungan dengan pelanggan.
4. Pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan, meliputi standar kerja
untuk memperoleh kualitas yang diharapkan, perangkat untuk mengukur
kulitas, serta evaluasi terhadap hasil pengukuran.
41
5. Fokus sumber daya manusia, meliputi improvement (perbaikan), reward dan
punishment (penghargaan dan hukuman), fasilitas kerja, pelatihan, dan kerja
kelompok.
6. Manajemen proses, meliputi sistem dan pengaturan sistem di dalam
perusahaan.
7. Hasil bisnis. Hal ini diukur berdasarkan kepuasan pelanggan, kesesuaian
produk dengan standar, manajemen keuangan, manajemen waktu, hukum dan
peraturan, etika dan tanggung jawab social, serta kepuasan karyawan.
Dari hasil pengumpulan kuesioner yang dilakukan internal PT. INTI dengan
kriteria Baldridge ini dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
Tabel IV.12 Hasil pengukuran internal berdasarkan criteria Baldridge (2006)
Kategori STS TS R S SSLELELELELELELE
Keterangan:
L = Leader
E = Employee
Sumber: INTI, 2006
Fokus Sumber Daya Manusia
Manajemen Proses
Hasil Bisnis
Kepemimpinan
Perencanaan Strategik
Fokus Pelanggan dan Pasar
Pengukuran, Analisis, dan Manajemen Pengetahuan
Skala pengukuran R diartikan bahwa responden ragu‐ragu terhadap kondisi yang
diajukan dalam kuesioner. Sedangkan STS diartikan bahwa responden tidak
setuju terhadap kondisi yang diajukan dalam kuesioner. Sedangkan SS diartikan
bahwa responden sangat setuju dengan kondisi yang diajukan dalam kuesioner
(lampiran A). Semakin baik kondisi perusahaan, maka hasil penilaian akan
bergerak ke sebelah kanan pada tabel di atas tersebut. Sedangkan perusahaan
dengan kondisi buruk akan bergeser ke bagian kiri tabel tersebut.
42
Dari tabel di atas tampak bahwa pada tingkat karyawan, merasakan keraguan
tentang kondisi kepemimpinan dan perencanaan strategik perusahaan.
Sedangkan pada tingkatan pimpinan mereka beranggapan bahwa kondisi
perusahaan sudah cukup baik.
4.3 Analisis dan Interpretasi Hasil
4.3.1 Analisis Lingkungan Eksternal
Dari hasil pengolahan data lingkungan eksternal, maka dapat diperoleh gambaran
tentang kondisi lingkungan eksternal seperti pada tabel (tabel IV.13) di bawah ini:
Tabel IV.13 Penilaian kemenarikan industri dilihat dari lingkungan eksternal (Hax dan Majluf, 1996).
Current
CRITICAL FACTOR
MILDLY
ATTRA
CTIVE
HIGHLY
ATTRA
CTIVE
HIGHLY
UNATTRA
CTIVE
MILDLY
UNATTRA
CTIVE
NEU
TRAL
Technological factors
Market factorsCompetitive factorsEconomic and Governmental factors
Dari tabel di atas dapat disimpulkan bahwa industri perangkat telekomunikasi
jika dilihat dari faktor eksternal memperlihatkan gambaran industri yang cukup
menarik.
Dari penilaian terhadap data eksternal serta struktur industri, maka dapat
diperoleh beberapa peluang dan ancaman yang dapat disimpulkan dalam tabel
IV.14 di bawah ini:
43
Tabel IV.14 Peluang dan ancaman dari analisis lingkungan eksternal
Perspektif Peluang Ancaman Industri 1. Pertumbuhan industri di atas
rata‐rata industri lain 2. Perkembangan pasar (bukan
hanya pada operator telekomunikasi)
1. Masuknya pemain asing (China) dengan harga produk yang lebih murah.
2. Turunnya harga per satuan sambungan.
Pesaing 1. Kerja sama dalam bentuk konsorsium untuk pengerjaan proyek yang besar.
1. Persaingan harga yang tidak sehat.
Pemasok 1. Pengembangan peningkatan tingkatan kandungan lokal.
1. Terbatasnya pemasok dalam negeri untuk perangkat elektronik.
Pembeli 1. Bertambahnya operator telekomunikasi.
2. Kontribusi terhadap kualitas produk yang ditawarkan pembeli sangat besar.
1. Banyaknya pilihan pemasok untuk kebutuhan perangkat telekomunikasi.
Regulasi 1. Peraturan pemerintah tentang TKDN.
2. Dimulainya program USO. 3. Ketertarikan pemerintah dalam
pengembangan BWA.
Produk Pengganti 1. Peralihan dari pelayanan voice ke pelayanan data.
1. Semakin pendeknya product life cycle.
2. Skala ekonomi yang besar untuk investasi baru.
4.3.2. Analisis Lingkungan Internal
Pasar yang saat ini dilayani oleh PT. INTI segmennya sangat luas. Setiap bisnis
unit mempunyai pelanggan utama tersendiri, yang memberikan kontribusi
pendapatan untuk setiap bisnis unit. Sebagai contoh, untuk JTS kontribusi
terbesar diperoleh dari Indosat. Sedangkan untuk JTT kontribusi terbesar
diperoleh dari Telkom. Untuk JIT konsumen utamanya adalah Icon plus.
Sedangkan untuk JTP serta OSP merupakan bisnis unit baru yang belum
mempunyai basis pelanggan utama.
Di sisi lain, PT. INTI tidak memiliki produk utama yang dapat mewakili PT. INTI.
Selama ini PT. INTI bekerja sama dengan vendor asing untuk memberikan
layanan penjualan kepada operator telekomunikasi. Seperti untuk kebutuhan
perangkat radio link, PT. INTI melakukan kerja sama dengan Sagem (INTI, 2006).
Sementara itu, ada beberapa produk yang dikembangkan oleh PT. INTI. Produk
44
terbaru yang dikembangkan oleh PT. INTI adalah VDSL. Produk ini dipasarkan
oleh JTP.
Tabel IV.15 Faktor kekuatan dan kelemahan dari hasil analisis lingkungan internal
Faktor Kekuatan Kelemahan
Infrastruktur Manajerial
1. Kecepatan dalam pengambilan keputusan untuk kebijakan operasional
2. Pengalaman dalam industri perangkat telekomunikasi
3. Citra PT. INTI sebagai perusahaan lokal dalam industri jasa perangkat telekomunikasi masih baik.
1. Masih adanya keraguan dari sebagian besar karyawan atas kepemimpinan di PT. INTI.
2. Perencanaan strategik yang tidak terkomunikasikan dengan baik terhadap karyawan.
3. Tidak memiliki sistem yang terintegrasi secara online antar divisi dan bisnis unit.
Keuangan 1. Kondisi keuangan yang sangat likuid.
2. Debt to equity ratio sangat kecil
1. Besarnya dividen yang harus dibayarkan kepada pemegang saham (pemerintah).
Sumber daya manusia
1. Tenaga yang berpengalaman.
2. Sumber daya manusia yang besar.
1. Kurang efektifnya penilaian terhadap kinerja karyawan.
Teknologi dan pengembangan
1. Dana untuk R&D sangat kecil
2. Teknologi yang dimiliki tertinggal oleh industri.
Logistik 1. Tingginya nilai inventori untuk beberapa bisnis unit (mendekati sepertiga nilai penjualan).
2. Logistik tersebar di setiap bisnis unit.
Operasional / Manajemen proyek
1. Kecepatan dalam pengambilan keputusan.
1. Besarnya biaya tetap (fixed cost)
2. Terhambatnya penyelesaian proyek akibat kendala‐kendala non teknis.
Pemasaran dan layanan purna jual.
1. Pengetahuan tentang pasar cukup baik.
1. Ketergantungan terhadap dua operator telekomunikasi terbesar di Indonesia.
2. Tidak adanya produk utama (genuine product)
45
Pada tabel IV.15 di atas tampak hasil analisis terhadap lingkungan lingkungan
internal berdasarkan kriteria Malcolm Baldridge dan value chain Porter yang
dinyatakan dalam faktor kekuatan dan kelemahan PT. INTI.
4.3.3 Pengerucutan Faktor‐faktor Strategis
Dari penilaian kondisi eksternal dan internal tersebut di atas, kemudian faktor‐
faktor tersebut dikerucutkan hanya faktor‐faktor strategis saja yang nantinya akan
digunakan dalam analisis untuk perumusan strategis. Adapun faktor‐faktor
strategis yang tersebut terlihat dalam tabel IV.16 di bawah ini.
Tabel IV.16 Faktor‐faktor strategis dari analisis lingkungan internal dan eksternal
Internal Faktor Eksternal Faktor Strength 1. Pengetahuan dan pengalaman tentang
industri Telekomunikasi dari hulu ke hilir. 2. Citra PT. INTI yang baik dalam industri
telekomunikasi 3. Kondisi keuangan yang sangat likuid. 4. Kecilnya nilai debt to equity ratio.
Opportunities 1. Perkembangan pasar (tidak hanya
operator telekomunikasi) 2. Pertumbuhan industri di atas rata‐rata
industri lain 3. Regulasi tentang tingkatan kandungan
lokal. 4. Bertambahnya operator telekomunikasi. 5. Semakin tingginya kepedulian konsumen
akhir terhadap kualitas layanan telekomunikasi.
6. Adanya program USO dan Palapa Ring dari pemerintah.
7. Ketertarikan pemerintah dalam pengembangan BWA.
8. Beralihnya dari pelayanan voice ke pelayanan data.
Weakness 1. Budaya perusahaan belum tercipta. 2. Teknologi yang dimiliki tertinggal oleh
industri. 3. Tingginya nilai inventori. 4. Besarnya biaya tetap 5. Tidak adanya produk utama (main product)
Threat 1. Masuknya pemain asing (China) dengan
harga produk yang lebih murah. 2. Terbatasnya ketersedian bahan baku lokal
untuk produk telekomunikasi. 3. Banyaknya pesaing (kompetitor) untuk
kebutuhan perangkat telekomunikasi. 4. Skala ekonomi yang besar untuk investasi
baru.
46
4.4 Perencanaan Strategi
4.4.1 Langkah‐langkah Perencanaan Strategi
Ada empat pendekatan yang dilakukan untuk penyusunan strategi ini. Yaitu
pendekatan berdasarkan pendekatan berdasarkan four basics strategies (Ohmae,
1982), pendekatan berdasarkan value discipline dari Treacy dan Wiersema (1993),
pendekatan grand strategy dari Pearce dan Robinson (2005), serta penyusunan
strategi dengan menggunakan TOWS matriks.
Pemilihan keempat pendekatan perencanaan strategi tadi merupakan upaya
untuk memberikan penilaian yang saling melengkapi dan didasari oleh parameter
yang relatif sama dalam menetapkan strategi. Empat Strategi Dasar dari Ohmae
dan pendekatan Grand Strategi dari Pearce dan Robinson membagi strategi
berdasarkan kekuatam persaingan yang dimiliki. Sedangkan The Value Discipline
dari Treacy melalui penciptaan kekuatan kompetitif.
Alur untuk perencanaan strategi terlihat pada gambar IV.9.
Gambar IV.9 Alur perencanaan strategi
4.4.2 Penyusunan Strategi Berdasarkan Four Basic Strategies Ohmae
Pada prinsipnya, apa yang dikembangkan oleh Ohmae berangkat dari prinsip
keunggulan dalam kompetisi (competitive advantage). Ohmae (1982) membagi
strategi menjadi 4 macam (gambar IV.10), yaitu:
47
Old, Existing Strengths New and Creative Strengths
Compete (wisely)
Avoid head on
competition
1. KFS
2. Relative superiority 4. Strategic degree of freedom
3. Aggressive initiatives
Exploit competitor’s weakness Maximize user benefit
Intensify functional differentiation
Ask “why-whys ”
1. Strategy based on KFS, key factors for success. Yaitu strategi dengan
mengembangkan kemampuan sumber daya dengan meningkatkan
kemampuan perusahaan untuk bersaing dengan kompetitor pada fakto‐faktor
kunci kesuksesan.
Gambar IV.10 Empat strategi dasar dari Kennichi Ohmae (1982)
2. Strategy based on relative superiority. Strategi ini didasarkan kepada
pemanfaatan kelemahan lawan baik itu dalam bisnis yang telah ada ataupun
pelayanannya. Dengan memanfaatkan kelemahan lawan, maka nantinya
keseimbangan pasar yang telah terbentuk dapat terganggu sehingga lambat
laun pangsa pasar lawan akan terambil.
3. Strategy based on aggressive initiative. Strategi ini didasarkan atas kebuntuan
yang dihadapi perusahaan dalam bersaing dengan perusahaan lain pada
bagian key factors for success. Oleh karena itu, maka harus dicari suatu inovasi
untuk memecahkan kebuntuan tersebut, yaitu dengan cara menciptakan suatu
nilai tambah baru bagi konsumen.
4. Strategy based on degree of freedom. Strategi ini didasarkan atas adanya
keterbatasan untuk melakukan perbaikan secara menerus. Oleh karena itu,
tindakan yang dilakukan lebih cenderung kepada menghindari pemborosan
waktu dan uang dalam perbaikan tadi. Tindakan tersebut dapat dilakukan
secara serentak untuk memaksimalkan nilai.
48
Pertimbangan yang harus diperhatikan dalam memilih strategi yang tepat yang
dapat diterapkan di PT. INTI melalui pendekatan ini adalah:
1. Kemampuan PT. INTI untuk melakukan inovasi yang masih rendah yang
disebabkan keterbatasan dana dan sumber daya manusia untuk bidang riset
dan pengembangan.
2. Fixed cost yang tinggi berakibat PT. INTI tidak dapat melakukan persaingan
langsung dengan perusahaan dan produk‐produk China yang menerapakan
low cost strategy.
3. Cakupan bisnis yang digeluti PT. INTI yang sangat luas serta pengalaman
dalam industri infrastruktur telekomunikasi diharapkan mampu dijadikan
portfolio bisnis PT. INTI serta peluang dalam memanfaatkan kelemahan para
kompetitor.
4. Belum memiliki kompetensi yang dapat dijadikan sebagai senjata untuk dapat
bersaing secara langsung dengan kompetitor.
Dari keempat pertimbangan di atas, maka dapat disimpulkan dua hal pokok
dalam menyusun strategi, yaitu hindari kompetisi secara langsung serta gunakan
kompetensi yang dimiliki. Oleh karena itu, strategi yang harus dilakukan oleh PT.
INTI yang terbagi ke dalam dua tahap, yaitu:
1. Tahap pertama, strategy based on relative superiority. Yaitu berusaha
memanfaatkan kelemahan kompetitor untuk mengganggu keseimbangan
pasar. Perbaikan internal merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam
tahap ini, yang bertujuan untuk menciptakan competitive advantage. Ada
beberapa bidang yang harus menjadi fokus dalam perbaikan internal, antara
lain:
a. perbaikan sisi operasional, yaitu berusaha untuk menekan pengeluaran
biaya tanpa mengurangi kualitas layanan yang diberikan.
b. perbaikan pada supply chain management untuk mengurangi nilai inventori,
yang pada akhirnya akan mengurangi biaya yang timbul.
c. perbaikan dalam manajemen proyek, termasuk di dalamnya antisipasi
terhadap resiko keterlambatan penyelesaian akibat kendala non teknis.
49
Old, Existing Strengths New and Creative Strengths
Compete (wisely)
Avoid head on
competition
1. KFS
2. Relative superiority 4. Strategic degree of freedom
3. Aggressive initiatives
Exploit competitor’s weakness Maximize user benefit
Intensify functional differentiation
Ask “why-whys ”
d. membangun sistem informasi yang terintegrasi secara online antar divisi
dan bisnis unit.
2. Tahap kedua, strategy based on key factors for success. Pada tahap ini, PT. INTI
telah mempunyai kemampuan untuk bersaing secara langsung dengan
kompetitor pada faktor‐faktor kunci. Perbaikan‐perbaikan yang dilakukan
pada tahap pertama diharapkan akan menciptakan competitive advantage yang
nantinya dapat digunakan sebagai senjata dalam persaingan. Bersaing secara
langsung dengan pesaing ini dapat dilakukan pula dengan menggandeng
partner strategis yang dapat menutupi kelemahan‐kelemahan yang masih
dimiliki.
Kedua tahap strategi yang harus dilakukan oleh PT. INTI tergambar pada gambar
IV.11 di bawah ini.
Gambar IV.11 Strategi yang dapat dikembangkan oleh PT. INTI berdasarkan four basic strategies
Ohmae (1982)
4.4.3 Penyusunan Strategi Berdasarkan The Value Discipline.
Michael Treacy dan Fred Wiersema (1996) dalam tulisannya mengungkapkan
bahwa penyusunan strategi dapat dilakukan dengan melakukan pendekatan
terhadap value disciplines yang diberikan kepada pelanggan. Ketiga value disciplines
tersebut adalah operational excellence, customer intimacy, dan product leadership.
50
Product Leadership
Operational Excellence
Customer Intimacy
Competition Parity
Untuk dapat menjadi pemimpin pasar, sebuah perusahaan harus melakukan
fokus terhadap salah satu value disciplines, dan harus tetap menjaga value disciplines
yang lainnya terpenuhi sesuai dengan standar yang diperlukan dalam industri
(competition parity) (Gambar IV.12).
Gambar IV.12 Generic strategi berdasarkan discipline value (Treacy & Wiersema, 1993)
Ketiga disiplin tersebut menurut Michael Treacy dan Fred Wiersema dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1. Operational excellence. Merupakan pendekatan pada bagian operasional yang
dilakukan dengan tujuan untuk menciptakan produk ataupun layanan bagi
pelanggan dengan harga yang kompetitif dan kualitas yang baik. Oleh karena
itu, proses yang dilakukan adalah menghilangkan semua kegiatan yang tidak
berakibat pada penambahan nilai bagi pelanggan, meminimalisir biaya‐biaya
yang ada, serta mengoptimalkan bisnis proses antar fungsional dan hubungan
internal organisasi.
2. Customer intimacy. Pendekatan yang dilakukan dalam disiplin ini lebih
mengarah kepada pemenuhan kebutuhan pelanggan sehingga diperlukan
fleksibilitas dalam operasional perusahaan. Perusahaan berusaha untuk meng‐
customize setiap kebutuhan pelanggannya. Pemahaman tentang detail
pelanggan serta industri secara keseluruhan merupakan faktor utama bagi
perusahaan untuk dapat melakukan disiplin ini. Termasuk di dalamnya
adalah pemahaman tentang nilai yang diinginkan oleh pelanggan.
51
3. Product Leadership. Pada disiplin ini, inovasi serta kreatifitas merupakan faktor
utama yang berperan. Perusahaan dituntut untuk selalu menciptakan produk‐
produk yang selalu baru, sehingga produk pesaing akan menjadi kuno
(usang). Ada tiga hal pokok yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang
melakukan pendekatan disiplin ini, yaitu: kreatifitas, kecepatan dalam
komersialisasi ide, serta perbaikan secara terus menerus (tidak menunggu
pesaing melakukan perbaikan).
Dengan melihat kondisi internal PT. INTI, serta dengan mempertimbangkan
faktor‐faktor yang harus dikuasai dalam ketiga disiplin di atas, maka strategi yang
tepat untuk PT. INTI adalah dengan melakukan operational excellence. Pengalaman
PT. INTI di dalam industri pelayanan perangkat telekomunikasi selama tiga
puluh tahun lebih harus dapat dijadikan kekuatan untuk memberikan nilai yang
terbaik untuk pelanggan dengan harga yang kompetitif. Dengan kata lain, learning
curve yang telah dijalani oleh PT. INTI harus mampu meningkatkan efisiensi
dalam operasional pelayanan terhadap pelanggan. Tidak terikatnya kepada satu
vendor asing dalam produk yang dijual, memberikan kekuatan bagi PT. INTI
untuk dapat memilih produk yang sesuai dengan kebutuhan dan dengan harga
yang kompetitif pula.
Upaya untuk mencapai operational excellence dapat pula dicapai dengan membuat
standar operasi untuk semua proses yang ada serta merestrukturisasi bisnis
proses antar fungsional dan internal organisasi agar diperoleh struktur yang
ramping dan fleksibel.
Selain itu, tingginya nilai inventori serta besarnya kontrak yang diperoleh setiap
bulan tidak seimbang dengan kontrak yang mampu di‐generate menjadi sales. Hal
ini bisa akibat dari kontrol terhadap penyelesaian proyek (project management)
yang kurang baik, di samping manajemen rantai pasok dalam pengadaan dan
pengaturan inventori. Oleh karena itu, pembuatan sistem informasi yang
terintegrasi secara online merupakan salah satu cara untuk mempermudah
52
pengontrolan. Semua hal di atas merupakan upaya untuk menciptakan competitive
advantages bagi PT. INTI.
4.4.4 Penyusunan Strategi Berdasarkan Grand Strategi
Grand strategi diartikan sebagai suatu pendekatan yang luas yang dapat dijadikan
panduan perusahaan dalam melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan jangka
panjang (Pearce & Robinson, 2005; 200). Pearce dan Robinson membagi grand
strategi menjadi lima belas, yaitu : concentrated growth, market development, product
development, innovation, horizontal integration, vertical integration, concentric
diversification, conglomerate diversification, turnaround, divestiture, liquidation,
bankruptcy, joint ventures, strategic alliances, dan consortia. Masih menurut Pearce
dan Robinson (2005), ada dua pendekatan yang dilakukan dalam pemilihan grand
strategi, yaitu dengan menggunakan grand strategy selection matrix dan model of
grand strategy clusters.
1. Grand strategy selection matrix. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan
melihat tujuan pemilihan strateginya, apakah untuk menutupi kelemahan atau
memperkuat kekuatan yang dimiliki serta asal dari sumber daya yang akan
digunakan mengatasi kelemahan atau memaksimalkan kekuatan tersebut.
Pendekatan ini dapat digambarkan pada gambar IV.13.
53
Maximize strengths
External (acquisition or merge for resource capability)
Internal (redirected resources within the
firm)
II IIII IV
Turnaround or retrenchmentDivestiture Liquidation
Overcome weakness
Vertical integration Conglomerate diversification
Concentrated growthMarket development Product development Innovation
Horizontal integrationConcentric diversification Joint venture
Gambar IV.13 Grand strategi berdasarkan arah pertumbuhan serta kekuatan dan kelemahan
perusahaan.
2. Model of grand strategy clusters. Model ini menggunakan pendekatan terhadap
tingkat pertumbuhan pasar serta kekuatan posisi persaingan yang dimiliki
perusahaan dibandingkan dengan pesaing lainnya. Pendekatan ini dapat
digambarkan pada gambar IV.14.
54
Slow market position
Weak competitive position
Strong competitive position
II IIII IV
1. Concentrated growth*
2. Vertical Integration
3. Concentric diversification
Rapid market growth
1. Reformulation of concentrated growth *
2. Horizontal integration
3. Divestiture
4. Liquidation
1. Concentric diversification
2. Conglomerate diversification
3. Joint ventures
1. Turnaround or retrenchment
2. Concentric diversification
3. Conglomerate diversification
4. Divestiture
5. Liquidation
Gambar IV.14 Grand strategi berdasarkan tingkat pertumbuhan serta kekuatan persaingan.
Dalam penyusunan grand strategi PT. INTI, maka pendekatan yang digunakan
adalah dengan menggunakan model of grand strategy clusters, yaitu dengan melihat
kekuatan kompetisi serta dari tingkat pertumbuhan pasar.
Pertumbuhan pelanggan telekomunikasi, sebagaimana yang diungkapkan oleh
Business Monitor International (2006), untuk fixed wireless access dan fixed line akan
mencapai angka 22.5% setiap tahunnya sampai dengan tahun 2008, dan untuk
mobile telecommunication akan tumbuh sebesar 20%. Hal ini akan berakibat pada
tumbuhnya industri perangkat telekomunikasi secara signifikan. Sedangkan
kekuatan kompetisi PT. INTI pada saat ini, dilihat dari kemampuan sumber daya,
teknologi serta produk yang dimiliki, dibandingkan dengan pesaing perusahaan
lain (terutama perusahaan asing) kekuatan kompetisi PT. INTI adalah lemah.
Oleh karena itu, PT. INTI berada pada kuadran I pada model of grand strategy
clusters. Pada kuadran ini, strategi yang dapat dipilih oleh PT. INTI adalah
55
melakukan penyusunan kembali strategi untuk tumbuh secara terpusat
(reformulation of concentrated growth), melakukan penggabungan secara horizontal
dengan perusahaan sejenis (horizontal integration), melepaskan beberapa bisnis
(divestiture) atau melikuidasi usaha (liquidation). Dengan kondisi pasar yang
tumbuh dengan cepat, sangat disayangkan sekali apabila PT. INTI melepas bisnis
yang telah dimiliki dan dibangun. Oleh karena itu, strategi yang sesuai adalah
dengan melakukan reformulation of concentrated growth dan horizontal integration.
4.4.5 Alternatif Strategi dengan Menggunakan TOWS Matriks
Metoda penyusunan strategi berikutnya adalah dengan menggunakan faktor‐
faktor strategis yang diambil dari kondisi internal dan eksternal perusahaan.
Faktor‐faktor strategis tersebut kemudian dikelompokkan menjadi kekuatan
(strength) dan kelemahan (weakness), serta peluang (opportunities) dan hambatan
(threat) dalam suatu matriks.
Ada empat macam strategi yang dapat dikembangkan dari metoda ini (Wheelen
& Hunger, 2006: 144), yaitu:
1. SO strategies, yaitu strategi yang dibentuk dengan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk memperoleh keuntungan dari peluang yang ada.
2. WO strategies, yaitu strategi yang dibentuk dengan menanggulangi kelemahan
yang dimiliki untuk mengambil peluang yang dihadapi.
3. ST strategies, yaitu strategi yang dibentuk dengan menggunakan kekuatan
yang dimiliki untuk menghindari hambatan yang akan dihadapi.
4. WT strategies, yaitu strategi yang dibuat untuk menanggulangi kelemahan dan
menghindar dari hambatan yang dihadapi.
Dalam menyusun strategi pada pendekatan ini, harus diperhatikan pula apakah
kompetensi yang dimiliki cukup untuk mengembangkan kekuatan (strength)
menjadi sebuah strategi. Jika kompetensi yang dimiliki belum mencukupi untuk
mengembangkan kekuatan tadi, maka harus dilakukan perbaikan pada
kelemahan, sehingga terbentuk sebuah kompetensi.
56
Adapun alternatif strategi dengan menggunakan TOWS matriks terlihat pada
tabel IV.17 di bawah ini.
Tabel IV.17 Alternatif strategi dengan menggunakan TOWS matriks.
Strength 1. Pengetahuan dan pengalaman
tentang industri Telekomunikasi dari hulu ke hilir.
2. Citra PT. INTI yang baik dalam industri telekomunikasi
3. Kondisi keuangan yang sangat likuid.
4. Kecilnya nilai debt to equity ratio.
Weakness 1. Budaya perusahaan belum
tercipta. 2. Teknologi yang dimiliki
tertinggal oleh industri. 3. Tingginya nilai inventori. 4. Besarnya biaya tetap 5. Tidak adanya produk
utama (main product)
SO Strategies Tahap 1 ‐ Intensifikasi pasar ‐ Menjual jasa kepada operator
baru
WO Strategies Tahap 1 ‐ Memperkuat struktur SDM ‐ Perbaikan dalam sistem
financial management ‐ Penerapan continuous
improvement ‐ Membangun sistem
informasi yang terintegrasi
Opportunities 1. Perkembangan pasar (tidak
hanya operator telekomunikasi)
2. Pertumbuhan industri di atas rata‐rata industri lain
3. Regulasi tentang tingkatan kandungan lokal.
4. Bertambahnya operator telekomunikasi.
5. Semakin tingginya kepedulian konsumen akhir terhadap kualitas layanan telekomunikasi.
6. Adanya program USO dan Palapa Ring dari pemerintah.
7. Ketertarikan pemerintah dalam pengembangan BWA.
8. Beralihnya dari pelayanan voice ke pelayanan data.
Tahap 2 ‐ Investasi untuk pengembangan
produk (product development) ‐ Peningkatan kandungan lokal
produk dengan melakukan kerja sama dengan perusahaan lokal lainnya
‐ Menggandeng mitra strategis untuk turut dalam proyek‐proyek besar (contoh: Palapa Ring).
‐ Mengembangkan produk‐produk asli PT. INTI (genuine product)
Tahap 2 ‐ Bekerja sama dengan
partner asing dalam penyedian produk utama.
ST Strategies Tahap 1 ‐ Membangun loyalitas dan
kepercayaan konsumen dengan penjaminan selesainya proyek tepat waktu
‐ Fokus pada kekuatan teknis yang dimiliki.
‐ Memberikan layanan dengan kualitas terbaik
WT Strategies Tahap 1 ‐ Membangun budaya
organisasi ‐ Membangun keunggulan
operasional termasuk penerapan advance project management, learning organization dan knowledge management.
‐ Memperbaiki manajemen rantai pasok
Threat 1. Masuknya pemain asing
(China) dengan harga produk yang lebih murah.
2. Terbatasnya ketersedian bahan baku lokal untuk produk telekomunikasi.
3. Banyaknya pesaing (kompetitor) untuk kebutuhan perangkat telekomunikasi.
4. Skala ekonomi yang besar untuk investasi baru. Tahap 2
‐ Peningkatan kemampuan teknis karyawan untuk meningkatkan keunggulan operasional (operational excellent)
Tahap 2 ‐ Mengembangkan
multisourcing
57
Pada tabel di atas tampak strategi yang disusun dengan mempertimbangkan
faktor‐faktor strategis dari kondisi internal dan eksternal perusahaan. Dalam
pelaksanaannya, strategi tersebut dikelompokkan menjadi dua tahapan strategi
yang dilaksanakan secara berkesinambungan. Sehingga dapat dibuat suatu
roadmap pelaksanaan strategi tersebut.
1. Tahap membangun kompetensi, budaya dan sistem.
Pada tahapan ini, strategi yang dilakukan adalah untuk memperbaiki kondisi
internal. Termasuk di dalamnya membangun budaya serta sistem di dalam
perusahaan. Perubahan PT. INTI yang sebelumnya merupakan manufaktur
menjadi perusahaan jasa secara otomatis menuntut adanya perubahan budaya.
Dan hal ini belum tampak dalam aktifitas di perusahaan. Oleh karena itu,
dalam tahap ini, yang harus dilakukan adalah:
a. Membangun sistem informasi yang terintegrasi antar divisi dan bisnis unit.
b. Memperkuat struktur SDM dan meningkatkan kemampuan teknis SDM.
c. Mengembangkan proses continuous improvement, learning organization, dan
knowledge management untuk memperbaiki seluruh proses di perusahaan.
d. Meningkatkan loyalitas dan kepercayaan pelanggan dengan penjaminan
penyelesaian proyek tepat waktu dan kualitas yang baik.
e. Menawarkan jasa atau produk kepada para operator baru atau konsumen
baru, tanpa menambah investasi yang besar di sisi perusahaan.
f. Menciptakan prosedur operasional yang efektif, sehingga mampu menekan
biaya pengeluaran.
g. Memperbaiki manajemen rantai pasok.
2. Tahap membangun aliansi dan pertumbuhan.
Setelah membangun kompetensi internal perusahaan, tahap berikutnya adalah
menciptakan kekuatan dengan melakukan aliansi dengan perusahaan lain.
Dalam melakukan aliansi, faktor‐faktor internal dan faktor eksternal harus
merupakan bahan pertimbangan, selain dari faktor perusahaan yang akan
dijadikan partner. Sehingga nantinya tercipta sinergi ataupun saling
melengkapi kekuatan yang dimiliki.
58
Adapun bidang yang harus menjadi perhatian PT. INTI dalam mencari partner
untuk melakukan aliansi adalah bidang R&D. Diharapkan dengan adanya
aliansi ini diperoleh transfer pengetahuan dan teknologi dari partner. Selain
itu, kemudahan yang diberikan pemerintah untuk perusahaan dengan TKDN
dan BMP mencapai 40%, harus disambut PT. INTI dengan melakukan kerja
sama dengan perusahaan lokal lainnya untuk meningkatkan TKDN dan BMP
mencapai 40% tadi. Di samping pengembangan genuine product yang telah
dimiliki PT. INTI.
Dengan bertambahnya kemampuan dan produk yang dimiliki (baik genuine
product maupun produk dari perusahaan aliansi), PT. INTI dapat melakukan
pengembangan dari pasar yang dimiliki saat ini.
4.5 Rumusan Strategi dan Penyelarasan Strategi
Tahapan berikutnya dalam penelitian ini adalah perumusan strategi yang
merupakan gabungan dari strategi‐strategi dari beberapa pendekatan. Untuk
lebih memudahkan dalam implementasi di tingkat bisnis unit, strategi tersebut
diterjemah menjadi obyektif strategi dan di‐align dengan menggunakan strategi
map, sehingga dapat terlihat sinergi dari strategi tersebut dalam membangun
perusahaan. Setiap bisnis unit dapat menyusun strategi yang sesuai dengan
karakteristik masing‐masing bisnis berpedoman pada obyektif tadi, dan
menggunakan parameter ukur untuk melihat pencapaian penerapan strategi tadi.
Adapun rumusan strategi untuk PT. INTI ini terlihat pada tabel 4.18 di bawah.
59
Tabel IV.18 Rumusan Strategi
Strategi Initiatif Strategi Obyektif
1. Reformulation of concentrated growth
a. Restrukturisasi organisasi
b. Kesempurnaan
operasional (operational excellent)
a. Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi serta sistem manajemen terpadu (continuous improvement, learning organization, dan knowledge management)
b. Peningkatan skill dan kompetensi karyawan
c. Peningkatan loyalitas dan kepercayaan pelanggan
d. Pemasaran jasa atau produk kepada para operator baru atau konsumen baru.
e. Pembuatan prosedur operasional yang efektif.
f. Perbaikan manajemen rantai pasok.
2. Horizontal integration a. Strategic alliances b. Product development c. Market development
a. Peningkatan kegiatan R&D melalui kerja sama dengan perusahaan lain
b. Pengembangan genuine product c. Perluasan pasar
Strategy maps sendiri adalah sebuah metode yang dikemukakan oleh Kaplan dan
Norton (2004) sebagai salah satu alat untuk menerjemahkan strategi sehingga
diperoleh suatu hubungan sebab akibat dilihat dari empat perspektif utama pada
balanced scorecard. Keempat perspektif utama itu adalah: perspektif pembelajaran
dan pertumbuhan, perspektif proses internal, perspektif pelanggan, dan
perspektif keuangan. Keempat perspektif ini dipadukan menjadi suatu aliran
yang berkesinambungan yang pada akhirnya akan berujung pada penciptaan nilai
keberlabaan jangka panjang bagi para pemilik modalnya. Keberlabaan jangka
panjang tersebut dapat diperoleh dengan cara meningkatkan produktifitas dan
melalui pertumbuhan.
Sebagaimana yang dirumuskan dalam tabel IV.18, ada dua strategi utama di PT.
INTI, yaitu dengan melakukan reformulation of concentrated growth dan dengan
melakukan horizontal integration. Rumusan strategi tersebut diterjemahkan ke
dalam strategi map yang terlihat pada gambar IV.15.
60
Gambar IV.15 Strategi map untuk tahap membangun kompetensi, budaya dan sistem manajemen.
Penciptaan nilai jangka panjang dalam perspektif finansial, tidak terbangun secara
solitaire dalam sebuah proses. Nilai ini tercipta dari transformasi nilai dari semua
proses yang ada pada setiap perspektif. Pada gambar di atas tampak bahwa untuk
memperoleh keberlabaan jangka panjang, diperoleh dari nilai yang tercipta dalam
perbaikan struktur biaya, salah satunya adalah dengan mengurangi pengeluaran
biaya. Dan hal ini merupakan hasil dari proses menciptakan layanan dengan total
biaya terbaik pada perspektif konsumen. Ini pun merupakan hasil dari proses
pemilihan pemasok pada perspektif internal, dengan memilih pemasok yang
mampu memenuhi kriteria yang telah ditentukan. Salah satunya adalah kriteria
peningkatan kandungan lokal. Kesemuanya itu awalnya merupakan hasil proses‐
proses yang ada pada perspektif pembelajaran dan pertumbuhan.
Bisnis unit yang ada di PT. INTI mempunyai karakter yang berbeda, terutama
dari siklus hidup. Dua bisnis unit; JTT dan JTS, telah masuk ke dalam fase matur
61
dan yang lainnya; JIT, JTP dan OSP, masih dalam fase akan tumbuh (growth). Oleh
karena itu, untuk parameter ukur pada strategi map harus dibedakan berdasarkan
karakter siklus hidupnya. Adapun parameter ukur untuk strategi map tahap
membangun kompetensi, budaya dan sistem terlihat pada tabel IV.19 di bawah
ini.
‐ 62 ‐
Tabel IV.19 Strategi obyektif dan parameter ukur untuk tahap pertama
Perspective Obyektif Parameter Ukur Parameter Ukur (matur) Parameter Ukur (growth)
Perbaikan struktur biaya
ROI ROE Operating margin Financial leverage percentage Debt to equity ratio
ROCI Operating margin Operating margin
1. Financial Perspective
Peningkatan pemanfaatan asset
Nilai penjualan Total asset turnover Cash to cash cycle
Nilai penjualan Total asset turnover Cash to cash cycle
Besarnya penjualan
Total biaya terbaik Biaya kepemilikan terendah Besar kontrak penjualan Besar kontrak penjualan 2. Customer Perspective
Pelayanan tepat waktu Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Pemilihan pemasok produk
Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Performance pemasok berdasarkan QCD Lead time order
Performance pemasok berdasarkan QCD
Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Lead time order
Penurunan biaya produk COGS Persentase variable cost terhadap COGS
COGS Persentase variable cost terhadap COGS
COGS Persentase variable cost terhadap COGS
Penurunan biaya operasional Persentase direct cost terhadap total cost Persentase direct cost terhadap total cost Persentase direct cost terhadap total cost
3. Internal Process Perspective
Peningkatan perputaran inventori
Inventory turnover ratio Average inventory period
Inventory turnover ratio Average inventory period
Inventory turnover ratio Average inventory period
‐ 63 ‐
Perspective Obyektif Parameter Ukur Parameter Ukur (matur) Parameter Ukur (growth)
Peningkatan kandungan lokal dan genuine product
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Perbaikan manajemen proyek
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Restrukturisasi organisasi Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Sistem IT yang terintegrasi Lama waktu pembuatan laporan Lama waktu pembuatan laporan Lama waktu pembuatan laporan
Peningkatan kompetensi karyawan
Jam training per karyawan Jam training per karyawan Jam training per karyawan
Penerapan sistem manajemen (BSC, knowledge management)
Laporan bulanan tepat waktu Laporan bulanan tepat waktu Laporan bulanan tepat waktu
4. Learning and Growth Perspective
Continuous improvement Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali
Sambungan tabel IV.19
‐ 64 ‐
Untuk tahap kedua, penekanan strategi adalah pada pertumbuhan. Strategi yang
digunakan adalah dengan melakukan aliansi untuk pengembangan secara
horizontal. Selain itu, pada sisi operasional pendekatan diarahkan kepada upaya
untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (customer intimacy). Hal ini dilakukan
untuk meningkatkan competition parity. Adapun stratetgi map untuk tahap kedua
ini terlihat pada gambar IV.16.
Gambar IV.16 Strategi map untuk tahap pertumbuhan
Sedangkan untuk parameter ukur dan strategi obyektif pada tahap ini terlihat
pada tabel IV.20.
‐ 65 ‐
Tabel IV.20 Strategi obyektif dan parameter ukur untuk tahap kedua
Perspective Obyektif Parameter Ukur Parameter Ukur (matur) Parameter Ukur (growth)
Meningkatkan nilai dari pelanggan
Nilai penjualan Operating margin Cah to cash cycle
Kolektabilitas piutang Operating margin Cah to cash cycle Nilai penjualan
Operating margin Nilai penjualan
1. Financial Perspective
Memperluas peluang pendapatan
ROCI ROA Debt to equity ratio Laju pertumbuhan penjualan Net Income
ROCI Laju pertumbuhan penjualan Besarnya penjualan
Total biaya terbaik Biaya kepemilikan terendah Jumlah kontrak penjualan Jumlah kontrak penjualan
Pelayanan tepat waktu Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Denda keterlambatan / total penjualan Rata‐rata waktu penyelesaian Time respond
Solusi komplit untuk pelanggan Pengukuran kepuasan pelanggan Pengukuran kepuasan pelanggan Pengukuran kepuasan pelanggan
2. Customer Perspective
Produk dan atau layanan baru
Account share setiap produk Account share setiap produk Sales
3. Internal Process Perspective
Pemilihan pemasok yang terbaik dan terintegrasi secara online
Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Performance pemasok berdasarkan QCD Lead time order
Performance pemasok berdasarkan QCD
Jumlah pemasok yang sesuai dengan kriteria Lead time order
‐ 66 ‐
Perspective Obyektif Parameter Ukur Parameter Ukur (matur) Parameter Ukur (growth)
Penurunan biaya produk COGS Persentase variable cost terhadap COGS
COGS Persentase variable cost terhadap COGS
COGS Persentase variable cost terhadap COGS
Penurunan biaya operasional Persentase direct cost terhadap total cost Persentase direct cost terhadap total cost Persentase direct cost terhadap total cost
Peningkatan kandungan lokal dan genuine product
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Persentase kandungan lokal terhadap sales Persentase genuine product terhadap sales
Perbaikan manajemen proyek
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Penyelesaian proyek tepat waktu Operation cost
Mengidentifikasi dan mengembangkan pasar
Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales
Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales
Jumlah pelanggan baru Persentase prospek menjadi sales
Melakukan R&D dengan strategic alliances
Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru
Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru
Persentase R&D cost terhadap sales Jumlah produk baru
Restrukturisasi organisasi Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Perbandingan jumlah karyawan terhadap sales
Peningkatan kompetensi karyawan
Jam training per karyawan Jam training per karyawan Jam training per karyawan
Penerapan sistem manajemen (BSC, knowledge management)
Laporan bulanan tepat waktu Laporan bulanan tepat waktu Laporan bulanan tepat waktu
4. Learning and Growth Perspective
Continuous improvement Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali Evaluasi prosedur setiap 6 bulan sekali
Sambungan tabel IV.20