Post on 12-Aug-2019
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1 Sejarah Singkat Terbentuknya Kelurahan Limba U 1
Menurut dari riwayat orang tua-tua bahwa tempat atau lingkungan ini masih
hutan belukar serta rawa-rawa. Pada waktu itu yang dikenal hanya tepi pantai
Gorontalo yang merupakan Pesisir Pantai Utara dan Selatan, dimana oleh bangsa
Portugis tempat ini menjadi pusat perniagaan mereka. Di tempat ini pula mereka
membuka usaha perdagangan dengan sekelompok rakyat, dimana pada saat itu rakyat
atau masyarakat belum mengenal jual beli barang, akan tetapi hanya tukar menukar
menukar barang.
Dalam penentuan nama tempat atau lingkungan dimana mereka tinggal, mereka
mengadakan pertemuan atau musyawarah sehingga dengan keputusan bersama
didasarkan atas riwayat bahwa tempat atau lingkungan ini sebagai pusat lalu
lalangnya pedagang asing, yang dalam bahasa Gorontalo lalu lalang ialah
“LILIMBATA” sehingga lahir nama “LIMBA” kata tengahnya. Dan oleh karena
tempat ini di pesisir pantai sebelah utara yang dalam bahasa daerah Gorontalo disebut
“UMILANGOLIO”, maka desa ini menjadi “LIMBA U”.1
1Diperoleh dari profil kelurahan Limba U 1 Berdasarkan Surat Keputusan “MENDAGRI tanggal 8
september 1979” Kelurahan Limba U 1 di mekarkan menjadi Kelurahan Limba U I dan Kelurahan
Limba U II.
4.1.2 Letak Geografis
Kelurahan Limba U 1 merupakan salah satu Kelurahan dalam wilayah Kota
Gorontalo. Selama tahun 2011, curah hujan tertinggi tercatat 322 mm pada Februari
2011 sedangkan terendah tercatat 7 mm pada Agustus 2011. Sementara itu, hari hujan
terbanyak tercatat 27 hari pada maret 2011 sedangkan hari hujan tersedikit tercatat 8
hari pada juli 2011.2
Sebagian besar Kelurahan di Kota Gorontalo termasuk Kelurahan Limba U 1
merupakan Kelurahan bukan pesisir yang jumlahnya mencapai 45 Kelurahan dengan
topografi wilayah sebagian besar berada di dataran yaitu sebanyak 36 Kelurahan.Di
Kelurahan Limba U 1 terdapat dua musim, yaitu musim kemarau dan musim
penghujan. Keadaan ini berkaitan erat dengan arus angin yang bertiup di wilayah
Kota Gorontalo. Pada bulan oktober sampai april arus angin berasal dari barat/barat
Laut yang banyak mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim penghujan.
Sedangkan bulan juni sampai september arus angin berasal dari timur yang tidak
mengandung uap air. Keadaan seperti ini berganti setiap setengah tahun setelah
melewati masa peralihan pada bulan mei dan oktober.3
2 ISSN No.20886284, Katalog No. 1101002.7571, “Satatistik Daerah Kota Gorontalo 2012”, Badan
Pusat Statistik Kota Gorontalo, Hlm 1.
3Profil Kelurahan Limba U 1 pada tahun 2011, “Data Potensi Desa Dan Kelurahan_Potensi Umum-
Batas Wilayah”, Hlm 2.
4.1.3 Letak Demografi
Luas wilayah Kelurahan Limba U 1 adalah 388.021 m2
dengan jumlah penduduk
sebanyak 4588 jiwa. Komposisi laki-laki sebanyak 2191 orang dan perempuan
sebanyak 2397 orang yang terdiri dari 3 lingkungan dengan jumlah RT sebanyak 23.4
Kelurahan Limba U 1 memiliki batas wilayah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Wumialo Kecamatan Kota Tengah.
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kelurahan Limba B Kecamatan Kota Selatan.
c. Sebelah Timur berbatasan dengan Kelurahan Heledulaa Utara Kecamatan Timur.
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Limba U II Kecamatan Kota Selatan.
4 Ibid, Hlm 1
4.1.4 Distibusi Penduduk Berdasarkan Umur
Tabel 1.
Distribusi Penduduk Berdasarkan Umur
di Kelurahan Limba U 1 Kecamatan Kota Selatan Tahun 2011.5
Umur Jumlah Persentase
0-10 58 27,36
11-20 37 17,45
21-30 35 16,51
31-40 36 16,98
41-50 26 12,26
51-60 9 4,25
61-70 8 3,77
71-80 3 1,42
81-90 0 0
91-100 0 0
JUMLAH 212 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi umur penduduk terbanyak di
Kelurahan Limba U 1 Lingkungan III pada golongan umur 0-10 tahun sebanyak 58
orang (27.36%). Berdasarkan distribusi penduduk dilihat dari persentase jenis umur
ini ditandai dengan gejala meningkatnya pertumbuhan penduduk, yang sehingganya
memberikan tekanan pada kemampuan ruang sehubungan untuk menampung
5 Ibid, Hlm 4
kegiatan bermukim, kemudian ditenggarai oleh tipologi perkembangan kelompok
pemukiman perkampungan yang tidak teratur. Dengan demikian untuk itu penelitian
mengenai kehidupan masyarakat sekitar aliran kali pasar sentral ini yang berada tepat
dalam perkembangan permukiman kota perlu dikaji lebih mendalam lagi.
4.1.5 Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
Tabel 2.
Distribusi Penduduk Berdasarkan Pendidikan
di Kelurahan Limba U 1 Kecamatan Kota Selatan Tahun 2011.6
Pendidikan Jumlah Persentase
SD 47 24,35
SMP 43 22,28
SMA 45 23,32
Diploma/Sarjana 4 2,07
Belum Sekolah 23 10,85
Tidak Sekolah 50 24,51
JUMLAH 212 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi pendidikan penduduk terbanyak
di Kelurahan Limba U 1 Lingkungan III yaitu tidak sekolah sebanyak 50 orang
(24.51%). Berdasarkan distibusi penduduk dilihat dari persentase dalam pendidikan,
ini ditandai dengan ditemukan gejala minimnya kemauan dalam menempuh
pendidikan. Oleh karena, memberikan tekanan pada kemampuan ruang sehubungan
untuk kegiatan perkembangan kelompok agar dapat pengetahuan pendidikan yang
semestinya disalurkan sehingga memberikan pembelajaran atau mengurangi dampak
6 Ibid, Hlm 5
terhadap masyarakat akan buta huruf. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan
segala aspek kehidupan yang mempengaruhi pengetahuan masyarakat akan baik
pendidikan formal ataupun pendidikan informal.
4.1.6 Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
Tabel 3.
Distribusi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pekerjaan
di Kelurahan Limba U 1 Kecamatan Kota Selatan Tahun 2011.7
Pekerjaan Jumlah Persentase
IRT 35 18,72
Wiraswasta 68 32,08
Swasta 10 4,72
PNS 9 4,25
Tidak Bekerja 90 42,45
JUMLAH 212 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi pekerjaan penduduk terbanyak di
Kelurahan Limba U 1 Lingkungan III yaitu tidak bekerja sebanyak 90 orang
(42.45%).berdasarkan distribusi penduduk dilihat dari persentase dalam tingkat
pekerjaan, ini ditandai dengan tingginya angka penduduk yang tidak bekerja sehingga
bertambahnya jumlah pengangguran di kota. Apabila ini tidak diupayakan
7 Ibid, Hlm 6
semaksimal mungkin untuk mengurangi angka penduduk yang tidak bekerja
(pengangguran), dapat mempengaruhi aktivitas sosial ekonomi masyarakat. Pada
hakekatnya memerlukan penanganan yang komprehensif dan terencana dengan baik.
Sehingga dapat mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah disamping
memperlihatkan gejala perkembangan kawasan perumahan dengan kualitas
lingkungan masyarakat akan suatu kebutuhan hidupnya.
4.1.7 Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
Tabel 4.
Distribusi Penduduk Berdasarkan Agama
di Kelurahan Limba U 1 Kecamatan Kota Selatan Tahun 2011.8
Agama Jumlah Persentase
Islam 198 93,40
Kristen 12 5,66
Katholik 2 0,94
Hindu 0 0
Budha 0 0
JUMLAH 212 100
Tabel diatas menunjukkan bahwa distribusi agama penduduk terbanyak di
Kelurahan Limba U 1 Lingkungan III yaitu Islam sebanyak 198 orang (93.40%).
8 Ibid, Hlm 6
Berdasarakan distribusi penduduk dilihat dari persentase agama, ini dapat dilihat
bahwa penduduk atau masyarakat yang bermukim di lingkungan III tersebut dominan
atau mayoritas agama islam. Perkembangan tersebut memberikan kesan baik bagi
masyarakat terutama di lingkungan III apabila adanya suatu kegiatan dalam
keagamaan antar sesama, yang saling gotong royong dengan kondisi sosial serta
tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam hal mengutamakan diri sendiri ataupun
kepentingan kelompok.
4.2 Deskripsi Hasil Penelitian
4.2.1 Kesadaran Terhadap Lingkungan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan di lapangan, keadaan pemukiman aliran
kali pasar sentral di Kelurahan Limba U 1 kondisinya cukup memprihatinkan dilihat
dari bangunan, jalan umum, sarana umum, semuanya kurang memadai. Dari
bangunannya sendiri, mereka menggunakan seng sebagai atap dan tripleks sebagai
dinding, tetapi ada sebagian rumah masyarakat yang terbuat dengan dinding
permanen. Posisi bangunan pun ada yang agak miring karena permukaan tanah tidak
rata. Jalannya sempit dan sarana umum seperti tempat sampah kurang memadai,
sehingga kurangnya kesadaran warga sekitar yang membuang sampah di aliran kali
dan sampah-sampah itu akhirnya menumpuk dikali dan menimbulkan bau tidak sedap
sehingga dapat menimbulkan banjir apabila diguyur hujan yang cukup deras.
Gambar 1.
Sampah yang berada dalam aliran kali.
Apabila dilihat dari daerah aliran kali pasar sentral tersebut tidak pernah lepas
dari masalah banjir yang melanda apabila hujan deras mengguyur daerah sekitar.
Selama bertahun-tahun mereka hidup dengan kondisi demikian, dan telah menjadi
sesuatu yang dimaklumi bagi warga tersebut apabila lagi-lagi fenomena banjir datang.
Mereka sudah mempersiapkan diri menghadapi banjir, rumah kayu yang ditempati
bersama istri dan anak-anaknya serta ada juga yang dibangun dua tingkat. Tujuannya,
jika datang banjir barang-barang berharga langsung diselamatkan lebih dulu
kemudian anggota keluarganya.
Gambar 2.
Air meluap di aliran kali sehingga menyebabkan banjir.
Seperti wawancara yang dilakukan pada tanggal 15 april 2013 ”iwan” yang
sehari-hari pekerjaannya membawa bentor.
“Iyo langsung banjir, karna ini kan dekat dengan got jadi tanpa
torang sadari, otomatis aer dari got mo nae kmri sehingga tu yang
menyebabkan capat banjir dan aer tersebut nae baru maso pa torang
perumah.”9
Kondisi demikian tentu saja membuat mereka rentan terhadap penyakit.
Apalagi kondisi rumah dan lingkungan yang kotor mudah berkembangnya bibit
penyakit. Oleh karena itu, pengetahuan tentang kesehatan dan lingkungan hidup ini
perlu dipahami masyarakat yang tinggal dekat aliran kali pasar sentral. Langkah
pertama yang harus dilakukan adalah meningkatkan pengetahuan kemudian
mengubah sikap dan perilakunya. Kesehatan masyarakat selain erat dengan
9 “Artinya: iya, cepat banjir. Karena kondisi tersebut sangat dekat dengan aliran kali jadi tanpa kami
sadari, secara langsung air dari kali meluap sehingga kondisi tersebut yang menyebabkan cepat banjir
dan air dari kali meluap kemudian merendam lingkungan tempat tinggal kami.
pendapatan masyarakat juga erat kaitannya dengan kebiasaan dalam kehidupannya,
misalnya kebiasaan mandi, cuci, dan keperluaan sehari-hari untuk makan dan
minum.10
4.2.2 Ketergantungan Terhadap Orang Tua
Ini dapat diketahui dengan kondisi yang setiap hari sepanjang jalan kali pasar
sentral sibuk dengan berbagai aktifitas karena mayoritas mata pencaharian warga
adalah pedagang. Seperti pedagang buah, penjual ikan, dan ada juga pekerjaan
pengemudi bentor serta sampai rumah mereka dijadikan warung kecil untuk
memperoleh penghasilan. Tentu fenomena tersebut sangat berkaitan erat dengan
dengan kondisi keluarga mereka untuk dapat bertahan hidup di tengah kota dengan
kondisi lingkungan yang kurang memungkinkan untuk di tinggalkan.
Di ketahui dari fenomena tersebut peneliti melakukan wawancara pada tanggal
14 april 2013 “Farida” yang pekerjaan sehari-harinya sebagai ibu rumah tangga dan
mengawali usaha kecil-kecilan seperti jualan gorengan.
“Karena torang disini tidak punya doi lebih seperti orang-orang laen
untuk dapat bili rumah. Torang pe mata pencaharian disini cuma
bergantung juga karna disini dekat dengan pasar sentral sehingga
torang tidak lagi memirkan doi bentor mo pigi akan di pasar.”11
10 Gunarwan Suratmo, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yogyakarta, 2004, Hllm 117
11 “Artinya: karena kami yang berada disini tidak mempunyai uang lebih seperti orang-orang lainnya
untuk dapat membeli rumah. Mata pencaharian kami disini hanya bergantung juga karena tempat
tinggal dekat dengan pasar sentral sehingga kami tidak memikirkan uang transportasi pergi ke pasar.
Ditanyakan mengapa tidak pindah dari pinggiran kali lalu mencari tempat
tinggal yang lebih layak dan aman dari berbagai masalah salah satunya pemukiman
padat. Meskipun keinginan masyarakat tetap pada pendiriannya masing-masing
kemudian adapun temuan lain yang ditemukan oleh peneliti pada saat berada
dilapangan. Dari melihat segi fisik tempat tinggal mereka sehingga peneliti
mendapatkan fenomena lain dari tempat tinggal padat penduduk tersebut, seperti
kepala keluarga yang menempati tempat tinggal berjumlah dua hingga tiga kepala
keluarga meski ukuran tempat yang mereka tempati tidak memenuhi kapasitas suatu
ruangan yang mereka tinggal.
Wawancara pada tanggal 09 april 2013 “Fatma” yang pekerjaan sehari-harinya
sebagai ketua Rukun Tetangga (RT) sekaligus ibu rumah tanggga.
“Karena mereka masih tergantung pada orang tua, pola pikir
mereka jauh dari bayang-bayang. Contohnya dalam pendidikan
belum ada kemauan mau kasih sekolah anak karena mereka pikir
mau jadi presiden atau jadi apa sudah ada semua.”12
Kondisi tersebut sangat memprihatinkan apabila dilihat dari segi lingkungan
serta sampai pada proses tingkat pendewasaan diri suatu individu atau kelompok
sosial. Dampaknya pun berimbas pada rantai kehidupan masyarakat sampai pada
lingkungan keluarga yang Akhirnya permasalahan pun muncul berangkat dari
kehidupan masyarakat kota yang mengutamakan kebutuhan akan materi dan
12 “Artinya: karena mereka masih bergantung pada orang tua, pola pikir mereka jauh dari harapan.
Contohnya, dalam bidang pendidikan belum ada upaya untuk menyekolahkan anak karena yang ada di
benak mereka keinginan untuk menjadi presiden sudah ada yang menempati.
terjadilah persoalan yang semuanya berpangkal pada faktor ekonomi. Kebutuhan
setiap manusia berbeda satu dengan yang lain, akan tetapi paling tidak sebuah rumah
akan selalu diusahakan untuk dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia, yaitu
kebutuhan akan perlindungan.13
Artinya dalam suatu tempat tinggal tersebut mereka
merasa dapat memenuhi kebutuhan akan perlindungan dengan tinggal bersama orang
tua mereka yang kebutuhan fisik akan makanan, tempat tinggal dan rasa aman dan
pemenuhannya dianggap penting.
Dalam penelitian ini juga, peneliti melihat masyarakat di sekitar aliran kali
pasar sentral masih menggunakan wc umum yang kurang layak pakai sebagai tempat
mandi, dan cuci pakaian serta adapun mengambil air untuk dijadikan air minum. Bagi
penghuni sepanjang aliran kali pasar sentral itu mereka sudah terbiasa dengan
kehidupan yang sebagian orang menganggap kurang wajar dan kurang sehat.
4.2.3 Kondisi Ekonomi Pasca Renovasi Pasar Sentral
Bagi mereka kebutuhan seperti akan makan ini menjadi faktor utama demi
dapat mempertahankan kehidupan sehari-hari. Kemudian tidak memikirkan untuk
kebutuhan esok harinya oleh sebab penghasilan yang didapatkan hanya untuk dapat
mencukupi kebutuhan hari itu juga.
13 Eko budihardjo, Sejumlah Masalah Pemukiman Kota, Bandung: Alumni, 1992, Hlm 50.
Wawancara pada tanggal 11 april 2013 “Rasyid” pekerjaan sehari-harinya
sebagai penjual ikan.
“Sebelum pasar sentral di bongkar, ekonomi masyarakat disini
berjalan baik. Setelah di bongkar perekonomian merosot kembali.
Karena rata-rata orang disini mata pencaharian sebagai pedagang
buah-buahan, yang sebelumnya tidak punya hutang menjadi ada
hutang.”14
Sehingga ini menjadi alasan mengapa sebagian warga setempat dapat bertahan
hidup dengan lingkungan sekitar dengan begitu kerasnya kehidupan kota di tengah-
tengah pemukiman padat penduduk. Keadaan tersebut telah mendorong masyarakat,
khususnya bagi masyarakat golongan berpenghasilan menengah kebawah, yang
tinggal di permukiman kumuh di dalam kota agar dekat dengan tempat kerja.
Perubahannya pun berdampak pada kegiatan sosial yang mereka lakukan sehari-hari
oleh sebab keterbatasan kebutuhan, sarana dan prasarana yang kurang memadai.
14 “Artinya: sebelum pasar sentral di renovasi, ekonomi masyarakat setempat berjalan baik. Setelah di
renovasi perekonomian merosot kembali. Karena rata-rata warga setempat bermata pencaharian sebagai pedagang buah-buahan, yang sebelumnya tidak mempunya hutang kemudian menjadi punya
hutang.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Pemukiman Padat Penduduk
Perkembangan kehidupan masyarakat terutama permukiman yang berada tepat
dalam kota ditandai dengan gejala meningkatnya pertumbuhan penduduk dan
perumahan permukiman. Hal ini dapat memberikan tekanan pada kemampuan ruang
sehubungan untuk menampung kegiatan bermukim, yang ditengarai oleh tipologi
perkembangan kelompok permukiman perkampungan yang tidak teratur.
Keberadaan Kota15
sehubungan adanya permasalahan berkembangnya
permukiman dalam kota, maka perlu ada kebijakan yang mengatur pengembangan
permukiman pada kawasan tersebut. Untuk itu penelitian mengenai kehidupan
masyarakat sekitar aliran kali pasar sentral ini yang berada tepat dalam perkembangan
permukiman kota perlu dikaji lebih mendalam lagi. Aktivitas bermukim adalah
merupakan salah satu elemen dari kebutuhan sosial ekonomi masyarakat dan
berkaitan dengan penggunaan lahan. Dalam pengelolaan serta pengalokasian
penggunaan lahan, hubungannya dengan penataan/perencanaan ruang untuk
meningkatkan daya dukung ruang, yang merupakan media bagi aktivitas sosial
ekonomi masyarakat, pada hakekatnya memerlukan penanganan yang komprehensip
15 Menurut Eko(2001) Kota adalah sebuah istilah atau kata yang sudah sangat populer di kalangan
masyarakat baik masyarakat awam maupun masyarakat yang memperdalam studinya mengenai kota,
karena hal inilah bagi masyarakat awam kata kota ini seolah-olah tidak memerlukan pembahasan lebih
lanjut. Namun, manakala seseorang memasuki wacana ilmiah, pengertian kata ini ternyata tidak
sesederhana yang dibayangkan sebelumnya. Dalam pemahaman awam, sesuatu kota merupakan suatu tempat yang berasosiasi dengan kompleks pertokoan besar yang berjajar-jajar keramaian lalu lintas
yang luar biasa dan bangunan yang berjubel.
dan terencana dengan baik. Hal itu dilakukan dengan mempertimbangkan segala
aspek yang mempengaruhi penggunaan lahan, agar ruang kota tersebut mampu
mewadahi segala aktivitas yang dilakukan warga kota, dan mengurangi kesenjangan
pembangunan antar wilayah.
Fenomena permasalahan yang menarik sehubungan dengan kehidupan
masyarakat sekitar aliran kali pasar sentral kelurahan Limba U 1 perkembangan
adalah adanya perkembangan permukiman dalam kota dari waktu ke waktu.
Disamping memperlihatkan gejala perkembangan kawasan perumahan dengan
kualitas lingkungan masyarakat akan suatu kebutuhan hidupnya. Perkembangan
tersebut memberikan kesan buruk tidak memadai sebagai lingkungan perumahan kota
atau cenderung menurun daya dukungnya, dan membentuk pola perkampungan yang
tidak teratur.
Masyarakat kaya di kota-kota besar masih bisa memanfaatkan kekayaannya
untuk mengatasi krisis. Sedangkan masyarakat miskin di kota-kota besar sama sekali
tidak bisa berbuat apa-apa. Oleh karena itu program perbaikan kampung dan
pemukiman golongan ekonomi lemah seharusnya dilihat dalam konteks ini. Suatu
usaha perbaikan kampung yang bertujuan memperkokoh eksistensi masyarakat
kampung dengan memberikan mereka peran yang lebih esensial dalam kehidupan
kota akan memberikan manfaat ganda.16
16 Eko, ibid. Hlm 63
Akhirnya permasalahan pun muncul berangkat dari kehidupan masyarakat kota
yang mengutamakan kebutuhan akan materi dan terjadilah persoalan yang semuanya
berpangkal pada faktor ekonomi. Terjadilah kemerosotan sosial dan budaya dalam hal
kemiskinan, kriminalitas serta budaya materialis yang mengagungkan harta benda
sebagai hal yang paling utama dalam kehidupan, akibatnya masyarakat kota banyak
yang hidup dalam tingkat persaingan yang tinggi seperti dalam hal hal mencari
pekerjaan, serta tingkat individual yang tinggi dengan mengutamakan diri sendiri
ataupun kepentingan kelompok. Keberadaan masyarakat yang begitu banyak di kota,
sehingga mengakibatkan sebahagian masyarakat harus terpaksa ada yang bermukim
di tempat kumuh dan juga liar, tidak terlepas dari adanya urbanisasi tadi. Masyarakat
yang demikian banyak yang terjebak di kota, padahal sebelumnya keinginan mereka
sebagai pendatang ke kota adalah ingin mengadu nasib lebih baik namun tidak
beruntung, masyarakat seperti itulah korban dari urbanisasi. Urbanisasi ikut
mempengaruhi kondisi pemukiman di perkotaan. Urbanisasi juga semakin memicu
kemiskinan yang lebih banyak di perkotaan. Masyarakat yang berurbanisasi dan
kurang memiliki peruntungan yang baik dikancah lapangan pekerjaan kota kemudian
banyak yang bergantung pada pekerjaan di sektor informal.17
17 BPS telah mencoba mengklasifikasi sektor informal kedalam : perdagangan ( menetap dan keliling),
jasa-jasa (tukang cukur, pembantu rumah tangga, bidan, guru agama .calo, tukang reparasi, calo, dll),
bangunan (buruh, tukang batu, mandor, dll ) angkutan ( supir, tukang becak, kernet, dll), industri
pengolahan ( termasuk industri rumah tangga dan kerajinan kerakyatan).
Dari pemukiman elit sampai pada pemukiman yang biasa-biasa saja terdapat di
kota, dari yang bagus sampai pada pemukiman kumuh18
lengkap keberadaannya di
kota. Orang yang berada pada dan tinggal di kawasan elit menandakan dirinya
mampu dalam segi ekonomi dan jelas sekali rumah yang dia tempati dapat dikatakan
sebagai aset dan menjadi bagian dari harta benda yang dimiliki. Lalu masyarakat
yang kurang beruntung secara ekonomi dan kurang beruntung dalam menempati
pemukiman yang layak sangat sulit untuk dikatakan tidak memiliki harta benda,
karena tidak semua masyarakat yang susah secara ekonomi tidak memiliki harta, hal
itu disebabkan setiap orang memiliki pandangan, pendapat serta ukuran yang berbeda
terkait harta.
Dlihat dari Nilai suatu harta berbeda-beda, maka masyarakat kecil sekalipun
memiliki harta yang walaupun bagi orang lain tidak berharga, namun bagi mereka
berharga adanya. Harta benda menjadi tolak ukur dari tingkat ekonomi suatu
masyarakat dan menjadi indikasi yang menandakan bentuk hunian dan pemukiman
masyarakat. Meskipun terdapat penduduk di kota yang bermukim di lingkungan yang
dikatakan kumuh namun pengetahuan serta pandangan mereka akan harta benda
justru ada dan melekat dalam kehidupan mereka, bahkan menjadi sebuah nilai
18 KUMUH dan KEKUMUHAN didefinisikan oleh program NUSSP adalah suatu lingkungan
perumahan dan permukiman yang kotor, tidak teratur, dimana banyak terdapat rumah tinggal warga
yang tidak layak huni yang disebabkan oleh ketidak mampuan warga akibat penghasilan rendah dan
kepadatan penduduk, yang banyak terdapat di daerah perkotaan. Diakses pada tanggal 15 juni 2013
“Online” (http://www.nussp.or.id/dialogdetil.asp?mid=127&catid=1&).
budaya. Nilai budaya yang terbentuk yang didasari oleh pengetahuan akan harta
benda sesuai pandangan masing-masing penduduk yang bermukim pada pinggiran
atau sekitar aliran kali pasar sentral Lingkungan I Kelurahan Limba U 1 Kota
Gorontalo terjadi dibarengi dengan keadaan dan kondisi lingkungannya baik struktur
masyarakat, historis / sejarah, kenyamanan, serta kebersamaan masyarakat yang
terikat dalam sifat kelompok sosial.
Selain itu masalah harta benda yang dimiliki berdasarkan keberadaan
pemukiman yang ditempati, hal lain yang cukup menarik di kota adalah akibat dari
keterbatasan lahan tadi maka muncul trend berdiri dan berkembangnya untuk umum,
melainkan diperuntukkan untuk kawasan RTH (Ruang Terbuka Hijau) namun disalah
gunakan. Kemunculan pemukiman di sekitar aliran kali pasar sentral akhirnya
melahirkan kekumuhan, itulah yang dinamakan dengan Slum.
Selain itu juga tidak selamanya kawasan seperti pinggiran aliran kali dihuni
oleh rumah-rumah kumuh malah sebaliknya terdapat bangunan-bangunan megah
yang malah berdiri kokoh persis di pinggiran kali. Untuk itu pemukiman di pinggiran
sungai yang tadinya banyak dihuni oleh masyarakat kelas bawah atau masyarakat
yang kurang sanggup untuk tinggal di tempat yang lebih baik dan membeli lahan
yang berizin, lambat laun justru diisi oleh masyarakat yang bahkan mampu
mendirikan rumah yang cukup bagus, seperti bangunannya yang permanen seakan-
akan kontras dengan lingkungan dan keadaan sekitarnya yang masih bertetangga
dengan rumah-rumah yang sangat sederhana, masih ada yang semi permanen dan non
permanen, misalkan saja rumah-rumah seperti pada umumnya di pemukiman kumuh
adalah rumahnya kecil, terbuat dari papan, tepas-tepas, untuk di pinggiran kali rumah
sengaja ditinggikan dengan menggunakan tiang-tiang penyangga seperti kayu karena
pinggiran aliran Kali memang rendah dan sekaligus tiang penyangga dibuat untuk
mensiasati rumah dari banjir maupun luapan sungai. Lingkungan sekitar pada
pemukiman kumuh biasanya sempit, berdesakan, padat, hanya dibatasi oleh sekat dari
gang-gang kecil, kurang bersih, dan dikarenakan masih areal pinggiran kali maka
biasanya banyak ditemukan sampah, hal ini juga tidak boleh dilepaskan dari
kebiasaan penduduk kota yang masih membuang sampah ke aliran kali.
Begitulah sekilas tentang keadaan di lingkungan kumuh, sekarang yang terjadi
malah dinamika dari kehidupan daerah pemukiman kumuh cukup menarik karena
berbagai lapisan orang tinggal dan jika dilihat sekilas ternyata rumah-rumah yang
berada di pinggiran atau sekitar aliran kali yang masuk ke dalam daerah kumuh diisi
oleh rumah-rumah yang sebagian sudah bagus dan layak jadi yang boleh dikatakan
untuk penilaian awal bahwa orang yang mampu secara ekonomi kini mulai merambah
dan ikut tinggal di pemukiman yang dikatakan kumuh serta masih liar/illegal (Slum
dan Squatter).
Untuk kota yang sudah padat bangunannya, semakin berkembangnya penduduk
yang tinggal di wilayah tersebut dengan segala aspek kehidupannya, yang
berlangsung terus menerus akan mengakibatkan kota tidak lagi dapat menampung
kegiatan penduduk. Oleh karena wilayah kota secara administratif terbatas, maka
harus mengalihkan perhatiannya ke daerah pinggiran. Selanjutnya akan
mengakibatkan terjadinya perluasan pemukiman di daerah pinggiran kota sebagai
dampaknya. Kawasan pinggiran juga berfungsi sebagai kawasan lindung untuk
melindungi kawasan. Seperti sebagai kawasan resapan air dimana dapat bermanfaat
bagi penyediaan air tanah maupun melindungi kawasan dari erosi dan juga banjir.
Namun, pada kenyataannya wilayah yang pada awalnya diperuntukkan untuk
ruang terbuka atau kawasan lindung kemudian beralih fungsi menjadi kawasan
perumahan dan pemukiman. Dampak yang timbul adalah sarana untuk menetralisir
polusi udara yang timbul semakin berkurang sehingga kondisi udara di kawasan
perkotaan menjadi semakin sesak seiring dengan semakin sesaknya bangunan-
bangunan yang telah berdiri kokoh. Fungsi sebagai kawasan lindung serta ruang
terbuka hijau (RTH) yang melindungi daerah sekitar pada khususnya dan kota pada
umumnya juga akan berkurang. Akibat yang dapat dilihat secara langsung adalah
terjadinya banjir. Air hujan yang turun lebih banyak yang mengalami run-off
dibandingkan dengan yang mengalami filtrasi. Dampak tersebut tentu saja pada
akhirnya juga akan dirasakan oleh masyarakat perkotaan sendiri.19
Kondisi perumahan dan pemukiman yang kurang layak huni merupakan
dampak langsung dari kemiskinan, disamping juga karena kekurang pahaman
masyarakat akan pentingnya pemeliharaan lingkungan yang bersih bagi kesehatan
19 Diakses pada tanggal 21 mei 2013 “Online” (http://fauziasp.tumblr.com/)
mereka. Pada golongan masyarakat menengah kebawah ini, kemampuan ekonomi
masih terkonsentrasi pada pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan sebagai
kebutuhan pokok hidup (basic need).
Begitu juga dengan masyarakat pemukiman kumuh yang pada dasarnya tidak
terlalu memperhatikan tempat yang ditinggali, baik secara fisik maupun sosial, akan
tetapi lebih fokus semata-mata hanya pada kebutuhan untuk makan saja sudah cukup,
meskipun sesungguhnya keadaan yang seperti itu semakin lama semakin bergeser
karena jika dilihat secara aktual, masyarakat pemukiman kumuh juga sudah banyak
yang mampu memenuhi kebutuhan hidup yang lain diluar dari kebutuhan pokok saja.
Dengan kata lain, meskipun tinggal di tempat kumuh namun pemenuhan akan
kebutuhan sekunder dan tersier bahkan sudah sanggup dipenuhi. Bahkan trend yang
ada saat ini, para pemukim kumuh berusaha memperbaiki rumahnya sedemikian rupa
sehingga tidak kalah dengan rumah-rumah biasa yang bukan berada di areal kumuh.
Mereka memperbaiki rumahnya menjadi semi permanen ataupun sudah permanen,
dengan alasan jika suatu saat digusur oleh pemerintah atau dibeli oleh suatu pihak
maka ganti rugipun akan besar. Oleh karenanya hal itu juga dapat menjadi parameter
bahwa tidak selamanya kehidupan para pemukim kumuh buruk, karena di sisi lain
ada juga dari mereka yang telah mampu mendapatkan ekonomi yang baik dan telah
mampu melengkapi kebutuhan hidupnya meskipun mereka tetap tinggal di
pemukiman kumuh, itu saja yang membedakannya dengan masyarakat yang tidak
tinggal di pemukiman kumuh atau masyarakat yang tempat tinggalnya di sekitar
aliran kali pasar sentral.
Hal ini menjadi sangat kontras dalam menunjukkan perbedaan antara jurang si
kaya dan si miskin dan untuk kota hal seperti itu sudah biasa. Menggambarkan
kehidupan masyarakat pinggiran atau sekitar aliran kali pasar sentral dari segi sosial
ekonomi serta mengungkapkan realita kehidupan mereka yang sebenarnya dan
kebertahanan mereka di lingkungan slum dan squatter, kemudian pada akhirnya
mengidentifikasi masyarakat yang tinggal dikawasan tersebut dengan berkaca pada
keadaan lingkungan fisik, sosial, ekonomi, bahkan budaya mereka. Hal itulah yang
melatar belakangi ketertarikan saya meneliti tentang kehidupan masyarakat
pemukiman yang berada di sekitar aliran kali pasar sentral Lingkungan I Kelurahan
Limba U 1 Kota Gorontalo.
4.3.2 Kesenjangan atau Modal Sosial
Lingkungan permukiman merupakan bagian dari lingkungan binaan merupakan
bagian pula dari lingkungan hidup. Menyadari adanya hubungan timbal balik antara
permukiman di satu pihak dan kependudukan serta lingkungan hidup dilain pihak
maka sangatlah penting agar berbagai langkah kebijaksanaan di bidang permukiman,
kependudukan dan lingkungan hidup berjalan dalam hubungan yang serasi dan saling
menunjang.20
Penurunan kualitas kehidupan di kawasan permukiman di tengah-tengah kota,
memaksa mereka yang tidak mampu menanggung beban ekonomis pemeliharaan
20 Wiradisuria dalam Budihardjo, 1992. Hlm 66
tingkat kualitas yang ada, untuk berpindah ke tempat lain umumnya ke pinggiran kota
dan membentuk kawasan ”rumah petak” yang paralel pola penyebarannya dengan
penyebaran lapisan-lapisan lebih mampu.
Cepatnya laju urbanisasi yang tidak dibarengi dengan ktersediaan ruang,
prasarana dan sarana serta utilitas yang cukup menyebabkan suatu kawasan
permukiman over capacity dan menjadi kumuh. Pada umumnya kondisi permukiman
kumuh menghadapi permasalahan antara lain :21
a. Luas bangunan yang sangat sempit dengan kondisi yang tidak memenuhi standar
kesehatan dan kehidupan social.
b. Kondisi bangunan rumah yang salingberhimpitan sehingga rentanterhadap bahaya
kebakaran.
c. Kurangnya air bersih.
d. Jaringan listrik yang ruwet dan tidak mencukupi.
e. Drainase yang sangat buruk.
f. Jalan lingkungan yang buruk.
g. Ketersediaan sarana MCK yang sangat terbatas.
Kondisi dan permasalahan tersebut telah berdampak pada timbulnya berbagai
jenis penyakit, menurunnya produltivitas warga penghuni, timbulnya kerwawanan
21 Anonim, Buku Pedoman Umum NUSSP, versi-2, Dirjen Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum
RI, Jakarta, 2006, Hlm 34
dan penyakit sosial. Hakikat pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan
perumahan dan permukiman Mewujudkan masyarakat sebagai pelaku penentu serta
pusat dari kegiatan dalam proses pelaksanaan pembangunan, dengan memobilisasi
masyarakat melalui keikutsertaannya sejak dari perencanaan, pembangunan,
pengoperasian dan pemeliharaan dari hasil-hasil pembangunan.
Pembangunan fisik bagi masyarakat miskin di perkampungan kumuh selain
dapat memberi tempat tinggal yang layak huni juga perlu ada peningkatan asset
masyarakat miskin; yang berupa meningkatnya kemampuan/kesempatan untuk
membuka usaha sehingga meningkatkan keterlibatan anggota keluarga dalam usaha,
dengan demikian masyarakat dapat mandiri di dalam mencapai kesejahteraannya.
Kehidupan di perkotaan seolah-olah memberikan suasana menjanjikan bagi
setiap urban yang silau dengan corak kehidupan glamour, penuh kemewahan, fasilitas
sosial dan fasilitas umum memadai, berbagai gedung menjulang tinggi dan
masyarakat bergaya hidup “modern”. Semua sisi kehidupan kota seolah memberi
kesan kemakmuran hidup. Padahal di balik itu ternyata beberapa studi yang pernah
dilakukan menemukan bahwa di sisi lain kehidupan kota yang menunjukkan
kemajuan terdapat keterbelakangan yang mencerminkan potret ketidakberdayaan,
kemiskinan yang terkonsentrasi pada pemukiman kumuh (slum area).22
22 Santosa, Imam., Gambaran Kehidupan Gelandangan di Kota Industri dan Kota Non Industri : Studi
Kasus di Kota Yogyakarta dan Semarang. The Toyota Foundation dan Yayasan Ilmu Ilmu Sosial
Indonesia. Jakarta, 1991. Hlm 78
Ketergantungan mereka terhadap produk dan jasa dari luar sistem kian tinggi
tanpa terkendali. Tak jarang, akhirnya sampai menimbulkan pola hidup konsumtif,
hedonis dan mudah terpengaruh oleh tekanan penetrasi pasar global dan pada
gilirannya mengikis akar-akar kemandirian masyarakat. Keputusan mereka tetap
mengkonsumsi aneka produk industri mengakibatkan belitan kemiskinan di desa
semakin menguat. Sebaliknya, desa meracuni kota dengan gerak arus urbanisasi
kaum pengangguran yang sulit dibendung, Over urbanisasi terjadi tanpa terkendali
terutama di negara-negara dengan ketimpangan pertumbuhan antar wilayah yang
cukup tinggi.
Kehidupan masyarakat di perkotaan kelas bawah dengan terminologi sebagai
“massa apung kota” mencerminkan realitas sebuah kehidupan yang serba terbatas.
Massa apung kota yang lebih dikenal dengan istilah warga miskin atau wong mlarat
merupakan refleksi dari keberadaan kaum tak beruntung umpama: tunakisma,
tunakarya, gelandangan, pengemis, buruh kasar dan anak jalanan. Mereka cenderung
tinggal tak menentu di sembarang tempat seperti belakang gedung bertingkat, kolong
jembatan, pinggiran rel kereta api, tepi bantaran sungai, kios kosong di sudut pasar,
trotoar pertokoan, pekuburan umum yang kontras berbeda dengan kondisi kehidupan
gemerlap di permukaan kota.23
23 Evers, Hans-Dieter, 1982. Sosiologi Perkotaan-Urbanisasi dan Sengketa Tanah di Indonesia dan
Malaysia, LP3ES, Jakarta, Hlm 49
4.3.3 Kehidupan Ekonomi
Seiring dengan meningkatnya tuntutan akan kebutuhan masyarakat akan lahan
kota terutama untuk keperluan tempat tinggal dimana sektor ini adalah merupakan
sektor kegiatan kota yang dianggap tidak komersil dan tidak memberikan keuntungan
ekonomis, maka untuk memenuhinya akan mencari lokasi yang harga lahannya relatif
masih murah serta masih dapat dijangkau dengan moda transportasi yang ada, dan
lokasi tersebut pada umumnya terletak di pinggiran kota.
Sejak mengglobalnya masalah lingkungan dari, banyak yang memperdebatkan
antara kepentingan ekonomi (pembangunan, industrialisasi) dengan kepentingan
lingkungan yang bertujuan melindungi kualitas lingkungan sehingga tetap berada
dalam batas-batas kemampuannya dalam mendukung kehidupan masyarakat.
Keinginan untuk hidup layak dan mendapatkan posisi atau status lebih tinggi
adalah aspek naluriah setiap manusia, karena setiap manusia ingin dihormati sesuai
dengan status yang dimilikinya. Dalam masyarakat, semakin tinggi nilai status
seseorang, semakin besar pula penghormatan orang terhadap orang itu. Kenaikan
dalam jenjang kemasyarakatan ini (Social Climbing) di kota, hanya dapat dilakukan
dengan usaha dan perjuangan pribadi. Perjuangan pribadi artinya kemampuan yang
dimiliki oleh seseorang untuk mencapai status tersebut. Tetapi sebaliknya, seseorang
dapat turun kelasnya akibat tindakannya sendiri (misalnya dipecat dari jabatan karena
membuat kesalahan). Kondisi seperti ini termasuk dalam kategori mobilitas vertikal,
yang sangat mungkin dan sering terjadi pada masyarakat kota.
Bagi masyarakat kota juga dikenakan untuk mobilitas fisik, yaitu gerakan-
gerakan yang horizontal dari setiap orang secara territorial, yaitu perpindahan dari
satu tempat ke tempat lain. sifat mudah bergerak ini dapat dilihat dari:24
a. Banyaknya mempergunakan berbagai macam kendaraan baik kepentingan dinas
atau perusahaan, maupun karena kegemaran semata-mata.
b. Sering kalinya berpindah tempat tinggal, disebabkan karena banyaknya
kesempatan untuk mendapatkan perumahan (banyaknya hotel-hotel dan
rumahrumah sewaan lainnya).
c. Kerap kalinya bertukar pekerjaan, disebabkan lebih banyaknya pilihan-pilihan
bagi tenaga-tenaga ahli yang cakap. Petani di desa-desa biasanya sukar sekali
berpindah lapangan pekerjaan, karena yang meraka dapat hanyalah warisan dari
nenek moyang mereka.
d. Pembentukan “cities” di dalam kota, yaitu penunjukkan daerah-daerah khusus
guna pembangunan kantor-kantor, pendirian pabrik-pabrik dibagian-bagian kota
yang ditetapkan secara khusus, terjadinya kota-kota forens (Forens adalah orang
yang tinggal di luar kota, tetapi bekerja di kota). Hal ini menyebabkan orang-
orang pada waktu pagi pergi berduyun-duyun pergi kebagian kota tersebut untuk
bekerja, dan sore harinya berduyun-duyun kembali ke tempat tinggalnya masing-
masing, yakni tempat mereka bekerja semula. Kelompok ini disebut dengan
24Khairuddin, 2000, Pembangunan Masyarakat, Liberty, Yogyakarta. Hlm 70
kelompok penglaju (Commuters), yaitu kelompok yang tinggal di daerah
pinggiran kota atau luar kota, yang biasanya ke kota mengendarai kendaraan
umum, bersepeda atau kendaraan lainnya.25
Hal semacam ini di Daerah Istimewa
Yokyakarta misalnya, sering kita lihat penduduk berbondong-bondong memasuki
Kota Yokyakarta pada pagi hari, dari daerah Bantul (sebelah selatan Kota
Yokyakarta), dan dari daerah Godean (sebelah barat Kota Yokyakarta), baik para
pekerja maupun para anak-anak sekolah; Makassar demikian adanya. Demikian
pula halnya pada waktu-waktu pulang bekerja dan pulang sekolah. Umumnya
mereka bersepeda atau menumpang kendaraan umum.
e. Mondar-mandirnya orang-orang yang berbelanja ke toko (shopping), pergi dan
pulang menonton berbagai pertunjukan atau keolahragaan, dan seterusnya (bagi
banyak orang kota, tempat tinggal itu hanya merupakan “a parking place for the
night”).
Ada kalanya, gerak mobilitas untuk perpindahan pekerjaan ini disebabkan juga
oleh nilai-nilai pekerjaan itu sendiri. Di kebanyakan negara berkembang, status
pekerjaan lebih ditekankan pada “gengsi” pekerjaan tersebut. Seperti misalnya, orang
lebih menghargai menjadi pegawai negeri daripada wiraswastawan walaupun
pendapatan dalam bidang wiraswasta lebih tinggi daripada pegawai negeri. Tetapi
karena pekerjaan menjadi pegawai negeri sudah terlanjur memberikan gengsi yang
25 Bintarto R., 1989, Interaksi Desa-Kota dan Permasalahannya, Ghalia Indonesia, Jakarta. Hlm 47
tinggi dan dianggap pekerjaan “white collar”, maka kedudukannya dianggap lebih
tinggi dibanding bidang pekerjaan lainnya, yang sering dicap sebagai pekerjaan “blue
collar”.
“Analisis masalah mobilitas dan motivasi pada bangsa-bangsa yang sedang
berkembang biasanya menganggap bahwa masyarakat yang bersangkutan lebih
menitik beratkan untuk memelihara status yang lebih tinggi pada posisi-posisi yang
“empuk” akibat tingginya tuntutan-tuntutan pada posisi tersebut.”26
Hal inilah yang
menyebabkan bertambah besarnya dalam menilai jabatan yang dianggap “halus” dan
jabatan yang dianggap “kasar”. Dengan mengutip pendapat Hert Hoselitz; “sangat
rendah prestise yang diberikan pada pekerja kasar, yakni pekerja yang mau berkotor
tangan”. Beberapa pekerja terpaksa mempertahankan posisi pekerjaan yang tidak
terkenal itu hanya demi ekonomi mereka. Sedangkan para pekerja “white collar”
selalu membayangkan bahwa “pekerjaan kasar” tersebut biasanya ramai dengan
buruh-buruh biasa. Dalam beberapa negara sedang berkembang, sifat prestise sosial
yang melekat pada pekerjaan pekerjaan “white collar” juga lebih besar, dan ini secara
relatif mempunyai korelasi yang sangat erat dengan tingginya angka buta huruf.
26 Hadi Sabari Yunus, 2005, Manajemen Kota : Perspektif Spasial, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.
Dilihat dari Tata Hubungan Masyarakat Di Kota:27
a. Di kota terdapat banyak asosiasi dengan keadaan bahwa satu individu adalah
anggota dari banyak asosiasi.
b. Hubungan antar manusia lebih bersifat secondary group daripada hubungan yang
bersifap primary group, dan juga lebih bersifat hubungan kategoris.
c. Adanya spesialisasi dalam kehidupan ekonomi.
d. Kontrol sosial (sosial control) oleh keluarga sebagai pengganti kontrol sosial
masyarakat desa.
e. Keputusan harus diambil oleh individu.
f. Keterampilan dan prestasi lebih menentukan daripada status sosial.
Serta Tata-kelola pemerintah yang kurang baik juga dapat memicu
pertumbuhan permukiman kumuh dengan berdampak pada kondisi ekonomi
masyarakat. Pemerintah seringkali tidak mengakui hak masyarakat miskin dan
melibatkan mereka dalam proses perencanaan. Hal ini justru mendukung
pertumbuhan permukiman kumuh hingga akhirnya takkan ada titik penyelesaiannya.
27 Bintarto, Ibid. Hlm 56