Post on 20-Jan-2016
description
BAB IV. GAMBARAN WILAYAH PROVINSI RIAU
4.1. Geografis dan Fisik Wilayah kajian
4.1.1. Letak dan Luas
Letak, luas, dan batas wilayah administrative Provinsi Riau adalah sebagai
berikut: (1) luas wilayah sebesar 8.915.015,09 ha (luas sesudah pemekaran
dengan Provinsi Kepulauan Riau keberadaan batas wilayahnya membentang dari
lereng Bukit Barisan sampai ke Laut Cina Selatan, terletak antara1°15´Lintang
Selatan sampai 4°45´ Lintang Utara atau Antara °03´-104°19´ Bujur Timur dan
6°50´-1°45´ Bujur Barat; dan (3) secara administratif pemerintahan wilayah
Provinsi Riau terdiri atas 12 kabupaten dan kota, 10 Kabupaten dan duakota.
Gambar 4.1. Peta Wilayah Administrasi Propinsi Riau (Sumber ; BPS Propinsi
Riau, 2012)
Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau terbagi lagi menjadi 129 kecamatan,
kelurahan 190 an 1.236 desa. Luas wilayah masing-masing kabupaten dan kota
di Provinsi Riau ada disajikan pada Tabel 4.1. Provinsi Riau berbatasan
disebelah utara dengan Selat Singapura dan Selat Malaka, di sebelah selatan
dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala, disebelah timur berbatasan dengan Laut
Cina Selatan (Provinsi Kepulauan Riau), dan disebelah barat berbatasan dengan
Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara.
Tabel 4.1 Kabupaten dan Kota di Provinsi Riau
Kabupaten/Kota IbukotaLuas
Ha %1. Kuantan Singigi Teluk Kuantan 520.216 5,84
2. Indragiri Hulu Rengat 767.627 8,61
3. Indragiri Hilir Tembilahan 1.379.837 15,48
4. Pelalawan Pangkalan Kerinci 1.240.414 13,91
5. Siak Siak Sri Indrapura 823.357 9,24
6. Kampar Bangkinang 1.092.820 12,26
7. Rokan Hulu Pasir Pangarayan 722.978 8,11
8. Bengkalis Bengkalis 843.720 9,46
9. Rokan Hilir Bagan Siapi-api 896.143 10,05
10. Kepulauan Meranti
Selat Panjang 360.703 4,05
11. Pekanbaru Pekanbaru 63.301 0,71
12. Dumai Dumai 203.900 2,29
Jumlah 8.915.016 100,0Sumber : BPS - Riau Dalam Angka 2012
4.1.2. Geologi dan Topografi
Wilayah Provinsi Riau merupakan hamparan yang relatif datar dan
memiliki konfigurasi dataran rendah. Jenis tanah terbesar adalah podsolik merah
kuning yang tersebar di daerah perbukitan sebelah timur dan latosol merah di
sebelah barat. Tanah ini mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Hal ini
berhubungan dengan tingkat keasaman tanah, kandungan hara yang rendah,
kandungan liat tinggi dan adanya unsur-unsur beracun dalam tanah kedalaman
tanah bervariasi dari 40 cm sampai lebih dari 150 cm.
Pada daerah-daerah sekitar puncak bukit dan lereng atas bukit, kedalaman
solum tanahnya hanya 30-50cm, sedangkan pada lereng bawah berkisar antara 50-
100cm. Topografi secara umum relatif datar dan sedikit bergelombang, sampai
berbukit-bukit dengan kelerengan curam. Wilayah dengan topografi berbukit
dengan kelerengan curam antara lain terdapat di TamanNasional Bukit Tiga Puluh
dengan ketinggian mencapai 843 m dpl.
Gambar 4.2. Peta Geologi Propinsi Riau
Gambar 3.3. Peta Kelas Lereng Propinsi Riau
4.1.3. Kondisi Tanah
Sebagian besar wilayah Provinsi Riau merupakan daratan yang terbentuk
dari Formasi Alluvium. Pada beberapa tempat terdapat formasi Neogen,
misalnya di sepanjang Sungai Kampar dan Sungai Indragiri. Akan tetapi di
daerah perbatasan sepanjang Bukit Barisan sepenuhnya terdiri atas lapisan
Permikarbon, Peleogen dan Neogen yang membentuk Tanah Podsolik.
Keseluruhan daerah tersebut merupakan tanah tua, sisanya membentang kearah
Timur merupakan kontruksi dari formasi jenis Tanah Aluvium (endapan) yang
berasal dari zaman Quarter hingga zaman Saat ini (Recen), terlebih-lebih pada
daerah berawa-rawa sepanjang daerah Pantai Timur.
Karakteristik lahan dicirikan dengan tanah-tanah yang berkembang dari
bahan induk batuan sedimen dan bahan induk aluvial yang mempunyai
kesuburan alami rendah, yaitu reaksi tanah masam, kandungan bahan organic
rendah, basa-basa dapat ditukar dan kejenuhan basa rendah, dan kejenuhan
aluminium tinggi. Tanah-tanah ini tersebar pada ketinggian dari muka laut 10-
120 m dengan kemiringan bergelombang sampai berbukit. Lahan basahnya
tergolong gambut oligotropik yang dicirikan dengan genangan air, reaksi tanah
masam sampai dengan sangat masam, basa-basa dapat ditukar dan kejenuhan
basa rendah. Lahan basah tersebut tersebar pada ketinggian 5-25 m dari muka
laut dengan ketebalan 0,5-3m.
Kondisi tanah di wilayah daratan Riau secara umum didominasi oleh jenis
tanah Organosol dan Podsolik Merah Kuning. Luas tanah Organosol mencapai
5.065.600Ha, sedangkan Podsolik Merah Kuning mencapai 2.746.600 Ha.
Tanah Organosol mendominasi pada topografi wilayah datar, sedangkan podsolik
merah kuning pada wilayah datar dan bukit/gunung (Tabel 4.2 dan Gambar 4.4).
Tanah wilayah datar terdiri atas tiga jenis tanah yaitu Organosol dan Gley
Humus, Podsolik Merah Kuning dengan bahan endapan dan Podsolik Merah
Kuning dari bahan aluvial. Sementara itu, tanah wilayah berbukit terdiri atas
Podsol dan Podsolik dari batuan endapan dan batuan beku, serta Podsolik Merah
Kuning (komplek) dari batuan beku. Dengan kondisi tersebut tantangan dan
hambatan dalam pembangunan pangan khususnya penyediaan bahan pangan di
daerah ini lebih besar dibanding daerah lainnya.
Tabel 4.2.Jenis dan Luas Satuan Tanah di Wilayah Provinsi Riau
No.JeniSSS Bahan Induk Fisiografi
Luas(Ha)Dudal-Soepraptoharjo
(1957-1961)Soil TaxonoMMmyWilayahDatar
1.
2.
3.
OrganosoldanGleyHumus
PodsolikCoklatdanRegosol
PodsolikMerahKuning
Haplofibrist, haplohemist,haplofibrist, Halaquepts,Fluvaqents, Endoaquents, Endoaquepts,Halaquepts, Hydraquents,Sulfaquepts, Sulfaquents,Sulfihemist, SulfohemistDystrudepts,
BahanOrganikdanAluvial
BahanAluvial
BahanEndapan
Datar
Datar
Datar
5.065.600
68.000
2.156.000
WilayahBerbukit
1.2.
3.
PodsolPodsolikCoklat
PodsolikMerahKuning(Komplek)
Haplohumods, HapludalfsDystrudepts
Hapludults,Kandiudults, Kanhapludults,Hapludox,
BatuanEndapanBatuanEndapan danBekuBatuanBeku
DataranLipatan
Instrasi
209.600218.200
94.800
Sumber: BPN Provinsi Riau (2011) dan Soil Taksonomi (1998)
Wilayah Provinsi Riau memiliki 15 sungai, di antaranya ada 4 sungai yang
mempunyai arti penting sebagai prasarana perhubungan seperti Sungai Siak
(300km) dengan kedalaman 8-12m, Sungai Rokan (400 km) dengan kedalaman 6-
8m, Sungai Kampar (400 km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai
Indragiri (500km) dengan kedalaman 6-8 m. Keempat sungai besar tersebut
membelah pegunungan dataran tinggi Bukit Barisan dan bermuara di Selat
Malaka.
Gambar 4.4. Peta Tanah Propinsi Riau
4.1.4. Hidrologi dan Iklim
Daerah Provinsi Riau beriklim tropis basah dengan rata-rata curah hujan
berkisar antara 2000-3000 mm pertahun yang dipengaruhi oleh musim kemarau
dan musim hujan. Daerah yang sering ditimpa hujan setiap tahun adalah Rokan
Hulu yaitu 210 hari, Kota Pekanbaru 209 hari Kabupaten Indragiri Hulu dan
Kampar 178 hari, dan yang terakhir adalah Kabupaten Siak dengan jumlah hari
hujan 52 hari. Jumlah curah hujan tertinggi pada tahun 2006 terjadi di Kabupaten
Kampar dengan curah hujan sebesar 3.507,0 mm, disusul Kota Pekanbaru sebesar
3.046,1 mm, sedangkan curah hujan terendah terjadi di Kabupaten Siak 99 mm.
Menurut klasifikasi curah hujan dari Schmidt dan Ferguson, kawasan
berhutan di Provinsi Riau sebagian besar termasuk tipe iklim B. Curah hujan
rata-rata tahunan antara 2000 – 3000 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada
bulan Oktober sekitar 347 mm dan terendah terjadi pada bulan Juli yaitu sekitar
83 mm. Temperatur udara rata-rata bulanan berkisar antara 25,6-27,7 ºC.
Temperatur maksimum terjadi pada bulan Agustus sebesar 33ºC, dan minimum
terjadi pada bulan Januari sebesar 20,8ºC. Kelembaban udara cukup tinggi yaitu
antara 81 persen sampai 90 persen. Kelembaban udara maksimum hampir terjadi
di sepanjang tahun kecuali bulan Juli. Kelembaban minimum terjadi pada bulan
Agustus sebesar 46 persen.
Provinsi Riau sebelum dimekarkan menjadi dua provinsi baru mempunyai
luas total 359.883,64 hektar dengan proporsi sebesar 71,33 persen (235.306.00 ha)
berupa lautan dan 28,67 persen (94.577.64 hektar) berupa daratan.
Pada wilayah daratan terdapat 15 sungai dengan 4 sungai diantaranya
memiliki fungsi sebagai sarana perhubungan yaitu: (1) Sungai Siak dengan
panjang 300 km dan kedalaman sekitar 8 -12m; (2) Sungai Rokan dengan panjang
400 km dan kedalaman sekitar 6-8 meter; (3) Sungai Kampar dengan panjang 400
km dan kedalaman sekitar 6m; (4) Sungai Indragiri dengan panjang 500 km dan
kedalaman sekitar 6-8 m. Keempat sungai ini berhulu di pegunungan daratan
tinggi Bukit Barisan dan bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan.
Gambar 4.5. Peta Iklim Propinsi Riau
4.1.5. Tata Guna Lahan
4.1.5.1. Tata Guna Lahan Berdasarkan RTRWP
Berdasarkan RTRW Propinsi Riau, Perencanaan ruang untuk wilayah
perkebunan seluas 4.054.110,34 ha, dimana tata ruang untuk perkebunan rakyat
seluas 2.034.117,29 atau 50,17 % dari tetal areal peruntukan perkebunan.
Dibandingkan tanaman perkebunan, pola ruang untuk tanaman pertanian jauh
lebih kecil, 742.677,62 ha atau hanya 18,32 % dari peruntukan lahan untuk
perkebunan. Sedangkan Untuk arahan bidang kehutanan yang meliputi hutan
lindung, hutan produksi, hutan rakyat dan areal konservasi, dalam RTRW propinsi
Riau seluas 3430706,66 ha atau 84,62 % dibandingkan luas areal perkebunan.
Penyebaran luas sektor perkebunan, pertanian dan kehutanan dalam RTRW
Propinsi Riau disajikan pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Arahan Pola Ruang bidang Perkebunan, Pertanian dan Kehutanan pada RTRW Propinsi Riau
No. Kabupaten / KotaPeruntukan Lahan dalam RTRWP Riau (ha)
Hutan dan Konservasi
Perkebunan Pertanian
1 Bengkalis 347.882,29 300.259,27 62.336,44 2 Indragiri Hilir 378.034,85 781.069,55 180.861,07 3 Indragiri Hulu 312.846,83 406.963,07 50.771,75 4 Kampar 372.356,86 610.043,37 78.368,10 5 Kep. Meranti 168.086,20 111.361,36 58.549,10 6 Kuantan Singingi 203.693,51 210.382,34 108.055,73 7 Pelalawan 619.398,11 413.437,53 45.778,02 8 Rokan Hilir 254.127,25 449.404,76 76.081,61 9 Rokan Hulu 285.712,02 405.279,07 29.266,96
10 Siak 392.278,80 329.333,17 33.949,96 11 Kota Dumai 95.656,99 31.612,94 18.302,09 12 Kota Pekanbaru 632,95 4.963,91 356,79
Total 3.430.706,66 4.054.110,34 742.677,62 Sumber : Peta RTRWP Riau, 2012 - 2032
Gambar 4.6. Peta Rencana Tata Ruang Propinsi Riau
4.1.5.2. Tata Guna Lahan Existing
Penyebaranpenggunaan lahankhususnya
sawahmencapailuas249.589haatau2,81%dariluasdaratanProvinsi Riau (Tabel 3.4).
Umumnya lahan-lahan sawah diusahakan satu kali
dalamsetahun,biasanyapadaawalmusim.Apabila musimkemaraulahan-
lahantersebut biasanya tidakdiusahakan ataudiusahakanuntuk
tanamanpanganlainnya.Dengan
demikian,sisteminidapatdigolongkankepadasawahtadah hujan.Penggunaanlahan
sawahinidilapanganberbentuksawahirigasi teknis, irigasi setengah teknis,irigasi
sederhana,irigasidesa,tadahhujan,irigasipasangsurut,lebak,danlainnya (polder,
rembesan,dll).
Tabel 4.5.Penggunaan Lahan di Provinsi Riau
No. PenggunaanLahanDitanamiPadi
dalamSetahu
Tidak Ditanam
i Padi
Sementara Tidak
Diusahakan
Jumlah(Ha)
3x 2x 1x1 LahanSawah 1.11
527.012
94.128
36.442
90.892
249.589a) IrigasiTeknis
b)IrigasiSetengahTeknis c) IrigasiSederhanad)IrigasiDesa/NonPUe) TadahHujanf) IrigasiPasangSurut g)Lebakh)Lainnya(polder,rembesan,dll)
050
00
850215
00
5053.18
5293273
9.475
13.28100
2664.74
3999540
50.19635.740
1.15
741.29
6271135
26.8335.09
02.71
1
4391.88
0709791
53.61128.032
4.034
1.39
1.284
11.154
2.272
1.739
140.965
2 Lahan BukanSawah 5.175.017a) Tegalan/Kebun
b)Ladang/Huma c) Perkebunand)DitanamiPohon/HutanRakyat e) Tambakf) Kolom/Tebat/Empangg)PadangPengembalaan/Rumput h)Sementaratidakdiusahakani)
---------
---------
---------
---------
---------
562.278
188.443
3.175.990
550.7261.36
85.47
93 Lahan BukanPertanian - - - - - 3.452.359a) Rumah,bangunan,halaman
b)HutanNegarac) Rawa-rawa(tidakditanami)d)Lainnya(jalan,sungai,danau,l
ahan kritis,dll)
----
----
----
----
----
551.895
1.900.917
363.368
Jumlah 1.115
27.012
94.128
36.442
90.892
8.876.965Sumber: DinasTanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau(2011)
Penyebaran lahan bukan sawah atau pertanian mencapai luas 5.175.017 ha
atau 58,30% dari luas daratan Provinsi Riau.Penggunaanlahanini terutama
terdiriatas perkebunan (35,78 %) yaitu kelapa sawit, karet, kelapa,sagu,
kakao, kopi, pinang, gambir, dan aneka tanaman perkebunan.
Selain itu, penggunaan lahan ini juga berbentuk tegalan/kebun,
ladang/huma, ditanami pohon/hutan rakyat, tambak, tebat/empang, padang
pengembalaan/rumput, sementara tidak diusahakan, lainnya (pekarangan yang
ditanami tanaman pertanian, dll). Sementara penggunaan lahan bukan pertanian
seperti rumah, bangunan, halaman, hutan negara, rawa-rawa (tidak ditanami),
lainnya (jalan, sungai, danau, lahan kritis, dll) mencapai luas 38,89% dari luas
daratan Provinsi Riau.
Gambar 4.7. Peta Penutupan Lahan di Provinsi Riau
Lahan pertanian bukan sawah yang berpotensi untuk ditanami padi gogo
berupa lahan-lahan tegal/kebun, ladang/huma, lahan yang sementara tidak
diusahakan, kebun rakyat, hutan rakyat, dan pekarangan.‐ Tegalan/Kebun. Pola tanam yang umum ditemui adalah campuran
tanaman semusim seperti cabe, terung, mentimun, dan kacang panjang dengan
dominasi tanaman buah-buahan secara acak atau sepanjang batas jalan, batas
lahan kebun karet, kebun kelapa sawit, kebun kelapa, dan kebun kopi. Jenis
tanaman buah- buahan yang ditanam adalah kelapa, kopi, cengkeh, serta sedikit
jengkol, nangka, rambutan, pisang, dan mangga. Pola ini memiliki hubungan
fungsional, ekonomi, biofisik, dan kultur social dengan masyarakat sekitarnya.‐Ladang/Huma. Penggunaan lahan lading umumnya merupakan tahapan awal dari
pembangunan kebun campuran, kebun karet rakyat, atau kebun kelapa sawit
rakyat. Pola tanam lading yang dilakukan umumnya tidak teratur tetapi sudah
menetap. Petani biasanya menanam padi lading dan kadang-kadang sayur-
sayuran. Produksinya terutama ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.‐ Perkebunan dan ditanami pohon. Pola pengunaan lahan ini dilapangan dibedakan
menjadi Hutan Tanaman Industri, Perkebunan Kelapa Sawit, dan Perkebunan
Karet:
1)Areal hutan tanaman industri dengan jenis tegakan yang dominan adalah akasia
(Acacia mangium wild) dan sebagian sudah ditanami dengan dengan jenis
tanaman ekalyptus (Eucalyptus sp). Seluruh area lini dikelola olehswasta; 2)Areal
perkebunan kelapa sawit umumnya dikelola oleh swasta;3) Areal perkebunan.‐ Lainnya. Pola ini dikategorikan sebagai padang pengembalaan, rumput,
semak belukar, ditanami pohon atau hutan rakyat, alang-alang, tanah terbuka,
lahan kritis, dan lahan yang sementara ini tidak diusahakan. Kategori ini terdapat
hampir di semua wilayah Provinsi Riau yang tidak digunakan seperti tebing
sungai, pinggir jalan, atau lahan-lahan yang tidak terawat. Pola ini terbentuk
akibat lading yang ditinggalkan dan vegetasi belukar muda merupakan tahap
awal pembentukan permukaan bersama vegerasi semak. Belukar ditumbuhi oleh
jenis tumbuhan tipe pancang dan tiang seperti meranti (Shorea sp), loban (Vitex
pubescens), tenggek burung (Sauraunia sp), dan sebagainya. Jenis semak terdiri
atas sikaduduk (Melastoma sp), sianik (Careca sp), rumputan (Graminae sp),
paku-pakuan, dan rumput liar lainnya.‐ Rumah dan Bangunan. Pola penggunaan lahan ini merupakan campuran
bangunan, pekarangan, jalan, sarana dan prasaran lainnya. Tutupan tajuk tanaman
pekarangan pada areal pemukiman memperlihatkan kondisi yang bervariasi:1)
perkampungan penduduk dengan luas bangunan lebih kecil dibandingan luas
pekarangan; 2)unit pemukiman transmigrasi ditengah areal perkebunan;3)
komplek pabrik kelapa sawit; 4) komplek industri.‐ Hutan Negara. Hutan Negara di Provinsi Riau merupakan hutan dataran
rendah. Jenis vegetasi yang dominan adalah rengas (switonia penagiana), pisang-
pisang (mizetia sp), meranti(shorea uliginosa), durian (durio carinatus), arang-
arang (dyospyosos sp), kelat (Eugenia sp), dan kelakok (melanorhoea walichii).
Sedangkan vegetasi yang dominan pada hutan sekunder antara lain adalah
mahang (macaranga sp), kemadon (madhuca sericea), loban (vitex pubescens),
medang (litseasp), ando (gardenia sp),dan sianik (carexphacota).
‐ Rawa-rawa. Luas penutupan rawa mencapai 363.368 ha. Tutupan hutan
ini menyebar ditengah daerah cekungan antara dua perbukitan kecil. Kondisi
lahan dicirikan dengan drainase jelek dan cenderung tergenang permanen.
Tutupan vegetasi rawa memperlihatkan kondisi jarang. Jenis vegetasi yang
banyak dijumpai adalah sianik (carexphacota), rumputan (Graminae sp), pandan
duri (pandanussp), dan jenis dipterocarp.
Saat ini, alih fungsi lahan pertanian menjadi non pertanian dan kelapa sawit
sudah tidak terhindarkan lagi. Berdasarkan pengamatan lapangan, animo
masyarakat kepada kelapa sawit yang sangat tinggi sekali. Selain alih fungsi
lahan, juga adanya perubahan kawasan, seperi kawasan lindung berubah menjadi
kawasan pemerintah, kawasan pertambangan, dan kawasan perkebunan.
Salah satu isu penting yang terintegrasi dengan pengembangan kebijakan
ketahanan panganya itu penataan ruang wilayah terutama melalui proses
pembangunan wilayah pertanian yang didasarkan atas competitive forces dengan
mengelola hemogemic forces melalui pengembangan kebijakan yang sejalan
dengan system nilai pengembangan pangan. Kaitannnya dengan hal tersebut,
maka guna menjamin pengembangan wilayah pertanian dan ketersediaan pangan
di suatu daerah diperlukan tata ruang yang jelas peruntukkannya.
Penataan ruang merupakan tanggung jawab sepenuhnya pemerintah
kabupaten (UU Nomor 26 tahun 2007). Pada sisi lain, aspek penting untuk
menjamin ketahanan pangan adalah penataan ruang. Penataan ruang pemanfaatan
terutama pengelolaan pemanfaatan ruang yang berkaitan dengan mempertahankan
pemanfaatan fungsi lahan irigasi teknis dan kawasan hutan lindung yang pada
akhirnya dapat menciptakan tata ruang pertanian yang efektif sebagai dasar
pengembangan wilayah pertanian. Hal ini dapat mengurangi konversi lahan
pertanian ke non pertanian.
4.2. Kondisi Umum Pertanian, Perkebunan dan Kehutaan di Propinsi
Riau
4.2.1. Kondisi Umum Pertanian
Untuk mengantisipasi kekurangan yang pangan yang cukup serius pada
masa yang akan datang, Pemerintah Provinsi Riau berupaya meningkatkan
produksi pangan melalui perluasan areal tanam (ekstensifikasi), perbaikan kultur
teknis dan peningkatan indeks pertanaman (intensifikasi).
Pembangunan pertanian khususnya bidang tanaman pangan mulai
memasuki fase penting dalam kontribusinya terhadap ketersediaan pangan daerah
Riau seiring dengan digulirkannya Operasi Pangan Riau Makmur (OPRM) tahun
2009-2013. Target luas tanam yang diharapkan dari program ini adalah 100.000
ha yang terdiri dari intensifikasi IP100 menjadi IP200 seluas 68.108 ha,
rehabilitasi sawah terlantar seluas 13.127 ha, dan cetak sawah baru seluas 18.765
ha. Pada pelaksanaannya, OPR Makan berhasil optimal jika didukung dengan
teknologi dan kemampuan dan keterampilan petani Perkembangan sasaran luas
tanam dan luas panen tanaman padi per kabupaten/kota melalui program-
program ekstensifikasi maupun intensifikasi untuk mengantisipasi kekurangan
yang pangan di Provinsi Riau disajikan berturut-turut pada Tabel 3.6 dan
Tabel3.7.
Tabel4.6. Sasaran Luas Tanam Padi di Provinsi Riau Tahun 2008-2012 Dirinci Menurut Kabupaten/Kota (Satuan Ha)
No.Kabupaten
/ KotaTAHUN
2008 2009 2010 2011 2012123456789101112
KamparIndragiriHulu IndragiriHilir BengkalisSiakKuansingPelalawan RokanHulu RokanHilir Dumai Pekanbaru Kep.Meranti
10.1526.8293.381
13.642775
11.11214.65715.97737.195
488--
13.647
7.104
37.744
13.025
8.515
11.791
11.66
13.868
7.473
33.954
13.392
7.966
11.583
14.79
1.309
8.575
42.334
8.875
11.871
13.099
1.59
1.747
11.215
33.221
9.076
9.437
11.023
14.14Jumlah 156.00
4169.259
173.501
189.232
177.132Keterangan: berdasarkan MT (MusimTanam)
Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau (2011)
Tabel 4.7 Sasaran Luas Panen Padi di Provinsi Riau Tahun 2008-2012 Dirinci Menurut Kabupaten/Kota (Satuan Ha)
No.Kabupate
n/ Kota
TAHUN200
8200
9201
0201
1201
2123456789101112
KamparIndragiriHulu IndragiriHilir BengkalisSiakKuansingPelalawan RokanHulu RokanHilir Dumai
35.9712.03
7117.25
741.45
926.74
536.34
85.29
3
54.577
23.891
129.089
48.877
32.178
53.427
43.48
4.477
16.751
108.656
42.458
26.056
38.254
49.22
62.695
29.232
158.467
25.938
5.949
50.716
52.22
65.175
32.559
128.561
33.341
36.041
46.487
48.73Jumlah 508.697
610.626
562.342
700.809
629.636Sumber: Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Riau (2011)
4.2.2. Kondisi Umum Perkebunan
Pembangunan perkebunan bertujuan untuk menghilangkan kemiskinan
dan keterbelakangan khususnya didaerah pedesaan, disamping itu juga
memperhatikan pemerataan perekonomian antar golongan dan antar wilayah.
Pembangunan pertanian yang berbasis perkebunan dalam arti luas bertujuan
untuk meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat sehingga terjadi suatu
perubahan dalam pola hidup masyarakat disekitarnya.
Kegiatan pembangunan perkebunan khususnya kelapa sawit diharapkan
dapat mengangkat perekonomian masyarakat khususnya mereka yang bermata
pencaharian dari sector pertanian. Dampak dari pembangunan tersebut akan
terlihat dari indikator, antara lain: 1) Angka multiplier effect ekonomi yang
diciptakan dari kegiatan pembangunan perkebunan kelapa sawit di pedesaan;
2)Indek kesejahteraan masyarakat pedesaan sebagai akibat dari
pembangunan perkebunan kelapa sawit.
Pembangunan perkebunan khususnya kelapa sawit di Daerah Riau telah
membawa dampak ekonomi terhadap masyarakat, baik masyarakat yang terlibat
dengan aktivitas perkebunan maupun terhadap masyarakat sekitarnya. Dari hasil
penelitian Almasdi Syahza (2011) menjelaskan bahwa pembangunan perkebunan
kelapa sawit di Riau dapat mengurangi ketimpangan pendapatan antar golongan
masyarakat dan mengurangi ketimpangan ekonomi antar kabupaten/kota; dapat
menciptakan multiplier effect dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat
pedesaan; dan ekspor produk turunan kelapa sawit (CPO) dapat merangsang
pertumbuhan ekonomi daerah Riau. Tingkat kesejahteraan yang dirasakan oleh
masyarakat pedesaan telah membawa dampak berkembangnya perkebunan di
daerah, khususnya kelapa sawit dan karet. Pembangunan perkebunan ini
sekarang lebih banyak dilakukan oleh masyarakat secara swadaya.
Aktivitas pembangunan perkebunan kelapa sawit yang melibatkan
banyak tenaga kerja dan investasi yang relative besar untuk industry hilirnya,
diperkirakan secara positif merangsang, menumbuhkan dan menciptakan
lapangan kerja serta lapangan berusaha. Melalui kegiatan ekonomi yang
menghasilkan barang dan jasa yang diperlukan selama proses kegiatan
perkebunan kelapa sawit dan pembangunan industry hilirnya akan mempunyai
keterkaitan ke belakang (backward linkages).
Perkebunan mempunyai kedudukan yang penting didalam pengembangan
pertanian baik di tingkat nasional maupun regional. Tanaman perkebunan yang
merupakan tanaman perdagangan yang cukup potensial di daerah ini ialah kelapa
sawit, karet, kelapa, kopi dan cengkeh. Data luas dan produksi tanaman
perkebunan tahun 2011 yang dikumpulkan dari Dinas Perkebunan menunjukkan
adanya perubahan luas areal tanaman pada komoditi kelapa sawit dibandingkan
dengan tahun sebelumnya. Luas areal perkebunan kelapa sawit 2.256.538 hektar,
kelapa 521.019 hektar, karet 498.907 hektar dan kopi 4.725 hektar dengan
produksi tanaman kelapa sawit 6.932.572 ton, kelapa 470.370 ton, karet 344.538
ton dan kopi 2.107 ton.
Tabel 4.8. Pertumbuhan Indeks Kesejahteraan Petani KelapaSawit dan Multiplier Effect Ekonomi di Pedesaan Daerah Riau
KelompokPendapatan1)1995 2)1998 3)2003 4)2006 5)2009 20126)
w g w G w w w g W g w g
20% pendapatanterendah
20% pendapatanterendahkedua
20% pendapatanterendahketiga
20% pendapatanterendahkeempat
20% pendapatantertinggi
0.0805 -0.0084 0.1513 0.0708 0.1169 -0.0344 0.1040 -0.0129 0.1127 -0.0087 0,1228 -0,0101
0.1267 0.0090 0.1946 0.0679 0.1583 -0.0363 0.1590 0.0007 0.1547 0.0043 0,1665 -0,0117
0.1438 -0.0056 0.2152 0.0714 0.1831 -0.0321 0.1791 -0.0040 0.1841 -0.0050 0,1971 -0,0131
0.1955 -0.0119 0.2010 0.0055 0.2107 0.0097 0.2260 0.0153 0.2197 0.0063 0,2164 0,0032
0.4535 0.0167 0.2379 -0.2156 0.3309 0.0930 0.3319 0.0010 0.3288 0.0031 0,2972 0,0316
IndekKesejahteraan 0.49 -1.09 1.72 0.18 0.12 0,43
MultiplierEffect Ekonomi 4,23 2,48 3,03 3,48
Catatan: Angka2006setelahperbaikanSumber: 1)Almasdi Syahza,1995
2)Almasdi Syahza,19983)Almasdi Syahza,20054)Almasdi Syahza,20075)Almasdi Syahza,20096)Almasdi Syahza,2012
Tabel 4.9 (1). Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Kabupaten Kota
Kabupaten/KotaRegency/City
KaretRubber
KelapaCoconut
Kelapa Sawit
PalmOil
KopiCoffee
CengkehClove
PinangArecaNut
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10. KepulauanMeranti
71. Pekanbaru
73. Dumai
150.565
61.372
5.194
27.286
13.851
101.342
49.967
37.042
26.967
20.307
2.776
2.238
3.149
1.828
439.508
16.379
1.605
1.821
1.176
16.982
5.840
30.730
6
1.995
123.512
118.970
226.398
304.052
237.043
362.756
413.933
177.169
247.970
-
10.732
34.003
18
348
1.297
1.277
131
17
172
325
13
1.102
-
25
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
235
383
16.108
31
-
90
154
897
89
512
-
94
Jumlah/Total 498.907 521.019 2.256.538 4.725 - 18.593
Sumber : Sumber:DinasPerkebunanProvinsiRiau dalam Riau dalam Angka, 2012
Tabel 4.9 (2). Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Kabupaten Kota
Kabupaten/KotaRegency/City
EnauArenga Saccharifera
LadaPepper
GambirGambir
KakaoCocoa
KemiriKemiri
CassiaveraAreaNut
(1) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10. KepulauanMeranti
71. Pekanbaru
73. Dumai
17
-
-
-
-
-
12
-
-
-
-
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.817
111
-
-
-
-
-
3.226
589
1.998
347
60
213
193
302
238
-
13
24
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah/Total 29 7 4.928 7.203 - -
Sumber: Dinas Perkebunan Provinsi Riau dalam Angka, 2012
Tabel 4.10.Luas Areal Perkebunan menurut Jenis Tanaman
JenisTanamanCrops
2007 2008 2009 r2010 2011*
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. KaretRubber
2. KelapaCoconut
3. KelapasawitPalmoil
4. KopiCoffeee
5. CengkehClove
6. PinangArecanut
7.EnauArengasacchariferra
8. LadaPepper
9. GambirGambir
10. KakaoCocoa
11. Kemiri
12. CassiaveraAreaNut
13. Sagu
14. JambuMete
15. Kapuk
16. Tebu
17. Jahe
18. Lain-lain
532.901
552.022
1.612.382
10.192
19
9.265
99
563
4.901
5.778
2
1
62.343
-
7
-
2
675
528.655
553.657
1.673.551
7.978
17
11.377
99
62
5.702
6.420
2
1
69.917
-
7
-
-
125
516.474
527.598
1.925.341
5.065
-
19.101
111
18
4.903
7.016
2
1
79.057
-
-
-
-
84
499.490
525.398
2.103.174
4.325
-
18.078
94
-
5.012
6.688
2
-
81.841
-
-
-
-
42
498.907
521.019
2.256.538
4.725
-
18.593
29
7
4.928
7.203
-
-
82.378
-
-
-
-
-
Sumber:DinasPerkebunanProvinsiRiau dalam Riau dalam Angka, 2012
Tabel 4.11 (1). Produksi Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan Kabupaten / Kota
Kabupaten/KotaRegency/City
KaretRubber
KelapaCoconut
Kelapa Sawit
PalmOil
KopiCoffee
CengkehClove
PinangArecaNut
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10. KepulauanMeranti
71. Pekanbaru
73. Dumai
55.617
40.216
1.327
28.473
10.628
67.624
47.968
33.373
26.099
31.246
656
1.311
3.838
1.635
390.927
19.596
1.634
897
628
10.067
5.835
34.558
9
746
412.913
393.991
678.670
1.142.395
738.879
1.157.868
1.036.646
436.411
829.094
-
30.581
75.124
3
50
234
891
70
-
88
74
6
675
-
16
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
175
144
9.454
7
49
44
21
546
70
145
-
23
Jumlah/Total 344.538 470.370 6.932.572 2.107 - 10.678
Sumber:DinasPerkebunanProvinsiRiau dalam Riau dalam Angka, 2012
Tabel 4.11 (1). Produksi Perkebunan menurut Jenis Tanaman dan
Kabupaten / Kota
Kabupaten/KotaRegency/City
EnauArenga Saccharifera
LadaPepper
GambirGambir
KakaoCocoa
KemiriKemiri
CassiaveraArea.Nut
(1) (8) (9) (10) (11) (12) (13)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10. KepulauanMeranti
71. Pekanbaru
73. Dumai
15
-
-
-
-
-
3
-
-
-
-
-
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4.289
23
-
-
-
-
-
2.703
237
328
-
18
58
94
1
64
-
-
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Jumlah/Total 18 1 4.312 3.505 - -
Sumber:DinasPerkebunanProvinsiRiau dalam Riau dalam Angka, 2012
Tabel 4.12. Produksi Perkebunan berdasarkan Jenis di Propinsi Riau Tahun 2007
– 2011 (ton)
JenisTanamanCrops
2007 2008 2009 r2010 2011*
(1) (2) (3) (4) (5) (6)
1. KaretRubber
2. KelapaCoconut
3. KelapasawitPalmoil
4. KopiCoffeee
5. CengkehClove
6. PinangArecanut
7. EnauArengaSaccharifera
8. LadaPepper
9. GambirGambir
10. KakaoCocoa
11. KemiriKemiri
12. CasiaveraAreaNut
13. Sagu
14. JambuMete
15. KapukCeibaP
16. TebuSugarcane
17. Jahe
18. Lain-Lain
392.781
563.112
5.119.290
4.068
3
7.718
41
208
1.705
4.079
1
-
176.102
-
4
-
-
673
409.445
575.612
5.764.201
3.244
6
5.805
43
21
1.698
4.076
1
-
171.594
-
4
-
-
48
403.075
517.773
5.932.308
2.248
-
9.906
57
3
4.572
4.573
1
-
209.811
-
-
-
-
18
336.670
495.306
6.293.542
1.416
-
9.402
24
9
4.564
3.321
1
-
291.665
-
-
-
-
336.670
344.538
470.370
6.932.572
2.109
-
10.678
18
1
4.312
3.505
-
-
249.503
-
-
-
-
-
Sumber:DinasPerkebunanProvinsiRiau dalam Riau dalam Angka, 2012
4.2.3. Kondisi Umum Kehutanan4.2.3.1. Kawasan Hutan berdasarkan RTRWP dan TGHK
Berdasarkan Peraturan Daerah No. 10 tahun 1994 tanggal 19 Agustus 1994
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP) Riau telah ditetapkan
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Riau yang menjadi
pedoman penataan ruang wilayah kabupaten/kota se-Provinsi Riau dan merupakan
dasar dalam mengeluarkan ijin lokasi pembangunan (Tabel 4.13). Hingga saat ini
pedoman pemanfaatan ruang di wilayah Provinsi Riau masih mengacu kepada
Perda tersebut. Sebelumnya telah ada Surat Keputusan Menteri Kehutanan No.
173 Tahun 1986 tentang Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) yang juga
hingga kini tetap dijadikan acuan arahan pemanfaatan Ruang Provinsi Riau (Tabel
4.14).
Tabel 4.13. Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan RTRWP (PERDA No.10 Tabun 1994)
No
PeruntukanLuas
(Ha) (%)
1Arahan Pengembangan Kawasan Kehutanan
2,872,491 33.41
2 Hutan Lindung 161,823 1.88
3 Kawasan Lindung Gambut 830,235 9.66
4 Cagar Alam / SA / SM 570,412 6.63
5 Kawasan Sekitar Waduk / Danau 20,024 0.23
6 Kawasan Pengembangan Perkebunan, Transmigrasi, Pemukiman dan Penggunaan Lain (Non Kehutanan)
4,143,772 48.19
Jumlah 8,598,757 100.0
0
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012)
Tabel 4.14 Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan TGHK (SK. Menhut No.173/Kpts-II/86)
No
Peruntukan Luas
(Ha) (%)
1 Hutan Lindung (HL) 228,794 2.66
2 Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata 531,853 6.19
3 Hutan Produksi Tetap (HPT) 1,605,763 18.67
4 Hutan Terbatas (HP) 1,815,950 21.12
5Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK)
4,277,964 49.75
6 Hutan Mangrove / Bakau 138,434 1.61
Jumlah 8,598,757 100.00
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012)
Dalam TGHK dan RTRWP Riau tersebut luas daratan Riau adalah
8,598,757 Ha. TGHK memuat pembagian pemanfaatan ruang berdasarkan fungsi
hutan menjadi 5 klasifikasi yaitu Hutan Lindung (HL); Hutan Suaka Alam dan
Wisata (Kawasan Hutan Bakau); Hutan Produksi Terbatas (HPT); Hutan Produksi
Tetap (HP); dan Hutan Produksi Konversi (Tabel 3.14), sedangkan dalam
RTRWP membagi arahan pemanfaatan ruang menjadi 2 klasifikasi besar yaitu
Kawasan Lindung dan Kawasan Budidaya. Kawasan Lindung meliputi kawasan
pelestarian alam, kawasan hutan suaka alam, kawasan perlindungan setempat, dan
kawasan yang memberikan perlindungan kawasan bawahnya, sementara Kawasan
Budidaya meliputi kawasan hutan produksi, perkebunan, industri, pariwisata,
pertanian, pemukiman dan lain-lain, dan kawasan prioritas.Penyebaran luas
kawasan hutanmasing-masing kabupaten/kota di Provinsi Riau berdasarkan fungsi
kawasan hutandisajikan pada Tabel 4.15.
Tabel 4.14. Luas Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan Hasil Tata Batas Hutan
No Fungsi Luas (Ha)
1. Hutan Lindung 228,794
2. Hutan Produksi Tetap 1,668,322
3. Hutan Produksi Terbatas 1,715,315
4. Hutan Konservasi 570,815
5. Kawasan Hutan Bakau 138,434
Jumlah 4,321,680
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2009)
Tabel 4.15. Luas Kawasan Hutan Provinsi Riau Berdasarkan Fungsi Kawasan Hutan
No
Kab/
Kota
Luas /Fungsi Kawasan Hutan
Luas Total
(Ha)HL HP HPT KSA Bakau
1 Bengkalis
- 212.767 194.714 89.012 21.981 518.474
No
Kab/
Kota
Luas /Fungsi Kawasan Hutan
Luas Total
(Ha)HL HP HPT KSA Bakau
2 Kep.Meranti
1.996 - 152.878
5.173 25.619 185.666
2 Pekanbaru
- - 15.024 749 - 15.773
3 Dumai - 145.841 1.288 4.722 11.583 163.433
4 Siak - 188.188 215.229 74.680 6.831 484.927
5 Rokan Hulu
67.574 51.592 134.772 - - 253.938
6 Rokan Hilir
12.198 276.385
138.739
560 8.441 436.323
7 Pelalawan
- 438.764
245.839
70.848 445 755.896
8 Kuansing
49.041 41.209 85.936 48.817 - 225.003
9 Kampar
41.697 41.027 316.078
102.983 - 501.785
10
Indragiri Hulu
21.316 54.914 160.087
148.509 - 384.826
11
Indragiri Hilir
34.973217.635 54.731 24.762 63.534 395.635
Jumlah 228.7941.668.322
1.715.315
570.815 138.434 4.321.680
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012)
Kawasan hutan sesuai Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) Provinsi
Riau yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan melalui SK No.
173/Kpts-II/1986 tanggal 6 Juni 1986 dan ditetapkan berdasarkan hasil paduserasi
TGHK dan RTRWP pada bulan Maret 1998 adalah seluas ± 3.906.333 Ha. Luas
kawasan hutan ini mencakup 41,31 % dari luas Provinsi Riau. Kawasan hutan ini
terdiri dari kawasan Hutan Konservasi, Hutan Lindung dan Hutan Produksi
dengan rincian luas seperti Tabel 3.16.
Tabel 4.16.Kawasan Hutan di Provinsi Riau Berdasarkan Paduserasi TGHK dan RTRWP
No.
Peruntukan Kawasan HutanLuas Areal
(ha) (%)
1. Hutan Konservasi 560.237 14,34
2. Hutan Lindung (HL) 361.967 9,27
3. Hutan Produksi :
- Hutan Produksi Terbatas (HPT)
- Hutan Produksi Tetap (HP)
- Hutan Produksi yang Dapat Dikonversi (HPK)
0
2.649.608
334.521
0
67,83
8,56
Jumlah 3.309.333 100,00
Sumber : Badan Planologi Kehutanan Departemen Kehutanan (2002) dan Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012)
Kawasan Hutan Konservasi terdiri dari Cagar Alam (CA), Suaka
Margasatwa (SM), Taman Nasional (TN), Taman Wisata Alam (TW), Taman
Hutan Raya (THR) dan Taman Buru (TB). Hutan Konservasi adalah hutan dengan
ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman
tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Dalam rangka mempertahankan
ekosistem dan keanekaragaman hayati, Pemerintah telah menetapkan kawasan
konservasi sebanyak 18 unit di Provinsi Riau dengan luas sebesar 560.237 Ha
(Tabel 3.17), sedangkan kawasan Hutan Lindung sebanyak 12 unit dengan luas
sebesar 160,307.55 Ha (Tabel 3.18).
Kawasan hutan yang tersisa tersebut sampai saat ini masih terus mendapat
tekanan-tekanan sehingga keberadaannya di masa depat terancam, seperti klaim-
klaim masyarakat adat, kurangnya pengakuan mayarakat terhadap batas-batas
kawasan hutan, keinginan kuat dari sektor lain untuk mengkonversi hutan menjadi
penggunaan lain terutama perkebunan kelapa sawit, rumitnya sinkronisasi
penatagunaan hutan pada RTRWP dan RTRWK, dan banyaknya pal-pal batas
yang sudah hilang.
Tabel 4.17 Kawasan Hutan Konservasi di Provinsi Riau
No.
Nama KawasanKabupat
enFungs
iLuas (ha)
SK Penetapan
1. Kerumutan Pelalawan, Inhu, Inhil
SM 120.000,0
SK. Mentan No.350 /Kpts/II/6/1979
2. Tasil Belat Sungai Apit, Siak
SM 2.529,0 SK.Menhut No. 480/Kpts-II/1986
3. Tasik Besar-Tasik Metas
SM 3.200,0
4. Pusat Latihan Gajah Mandau, Bengkalis
SM 5.828,8 SK. Gubernur KDH Tk 1. Riau No. 387/VI/1992
5. Giam Siak Kecil Siak SM 84.967,4
SK. Gubernur KDH Tk 1. Riau No. 324/XI/1983
6. Tasik Serkap/Tasik Sarang Burung
Pelalawan
SM 6.900,0 SK. Menhut No.173/Kpts-II/1986
7. DanauP.Besar/DanauBawah
Siak SM 25.000,0
846/Kpts/Um/11 /1980
8. Balai Raja Mandau Bengkalis
SM 18.000,0
9. Bukit Batu Bengkalis
SM 21.500,0
10. Bukit Rimbang Bukit Baling
Kuansing SM 136.000,0
11. Tasik Tanjung Padang SM 4.925,0
12. Pulau Berkey Rohil CA 559,6
13. Bukit Bungkuk Kampar CA 11,730.00
No.
Nama KawasanKabupat
enFungs
iLuas (ha)
SK Penetapan
14. Sultan Sarif Hasyim Pekanbaru, Kampar, Siak
THR 6.172,0 Kepmenhutbun No. 348/Kpts- II/1999
15. Pawan Rohul TW 886,1
16. Sungai Dumai Dumai TW 4.712,6
17. BukitTigaPuluh Inhu, Inhil
TN 101.698,0
539/Kpts-II/9510Mei1995
18. Tesso Nilo Pelalawan
TN 38.576,0
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012) dan BBKSDA Provinsi Riau (2012)
Tabel 4.18 Data Hutan Lindung di Provinsi Riau Sampai dengan Tahun 2009
No.
Nama Hutan Lindung Luas (Ha)Wilayah
Administrasi
1 HL Tasik Air Putih 985.63 Bengkalis
2 HL Tasik Nambus 423.96 Bengkalis
3 HL Tasik Penyagun 586.21 Bengkalis
4 HL Sungai Rokan 20,017.16 Rokan Hulu
5 HL Bukit Suligi 33,494.07Rokan Hulu, Kampar
6 HL Sungai Mahato 28,455.17 Rokan Hulu
7 HL Sungai Kepanasan 622.71Rokan Hulu, Kampar
8 HL Bukit Batabuh Lbk. Jambi 48,743.73 Rokan Hulu
9 HL Sentajo 296.93 Rokan Hulu
11 HL Batang Ulak I 15,798.39 Kampar
12 HL Batang Ulak II 10,883.59 Kampar
Jumlah 160,307.55
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012) dan BBKSDA Provinsi Riau (2012)
Kawasan Hutan Produksi yang telah dimanfaatkan untuk IUPHHK dan ijin
usaha pemanfaatan hasil hutan bukan kayu (IUPHH-BK) sesuai SK.IUPHHK dan
SK.IUPHHBK seluas 1.862.100 ha yang terdiri dari IUPHHK-HA seluas 318.498
ha atau sebanyak 9 unit, IUPHHK-HTI seluas 1.509.702 ha IUPHHK-HTI
sebanyak 48 unit dan IUPHH-BK seluas 21.620 ha sebanyak 1 unit serta seluas
12.280 ha dicadangkan untuk IUPHHK-HTR. Luas tersebut berbeda dengan
laporan triwulan III yang dilaporkan seluas 1.988.115 ha. Perubahan tersebut
disebabkan 2 unit IUPHHK-HA di Provinsi Riau telah berakhir izinnya dan tidak
diperpanjang. Tabel 3.19 menyajikan jumlah dan luas ijin pemanfaatan hutan
produksi di Provinsi Riau.
Tabel 4.19. Bentuk Ijin Pemanfaatan Hutan Produksi di Provinsi Riau
No IUPHHK Jumlah (Unit)Luas
berdasarkan SK(ha)
1 IUPHHK-HA 6 318.498,00 2 IUPHHK-HT 48 1.509.702,00 3 IUPHHK-BK 1 21.620,00 4 Pencadangan HTR 1 12.280,00
Jumlah 56 1.862.100,00 Sumber : Direktorat Jendral Bina Produksi Kehutanan (2009)
4.2 Keadaan Penutupan Kawasan Hutan
Keadaan penutupan vegetasi di kawasan hutan di Provinsi Riau,
berdasarkan hasil penafsiran Citra Satelit Landsat tahun 2012 (Tabel 4.20)
diketahui bahwa luas penutupan yang masih berupa hutan (hutan primer atau
sekunder)adalah sebesar 33%dandaratanyangbukanberupa hutan (non hutan)
sebesar 67 %. Penutupan lahan non hutan adalah penutupan lahan selain daratan
yang bervegetasi hutan yaitu berupa perkebunan kelapa sawit semak/belukar,
lahan tidak produktif, sawah, lahan pertanian, pemukiman, alang-alang, lahan
terbuka/tanah kosong dan lain-lain.
Tabel 4.20 Keadaan Penutupan Vegetasi Seluruh Kawasan HutanN
o Kawasan Hutan
Penutupan Lahan Luas Kaw HutanBerhutan Tidak Berhutan
Ha % Ha % Ha
1 Hutan Lindung 101,946 44.56 126,848 55.44 228,794
2 Hutan Produksi Tetap1,119,55
7 67.12 548,364 32.881,667,92
1
Hutan Produksi Terbatas 729,474 42.52 986,242 57.48
1,715,716
3 Hutan Produksi yang dapat
dikonservasi
401,544 9.39 3,875,535
90.61 4,277,079
4 Hutan Bakau 45,339 32.75 93,094 67.25 138,434
5 Kawasan Suaka Alam 468,889 82.14 101,926 17.86 570,815
Jumlah
2,866,750
33.345,732,00
8 66.66
8,598,758
Sumber : Dinas Kehutanan Provinsi Riau (2012) dan Bappeda (2012)
Gambar 4.8.Peta Persebaran HPH di Provinsi Riau
Tabel 4.21. Perusahaan IUPHHK-HA (HPA) di Provinsi Riau dari tahun 2006-2011
No.
Nama Perusahaan
(Group)
SK Definitif
(No & Tgl)
Luas (Ha)
1. PT. Bhara Induk 802/Kpts-VI/99, 30-9-1999
47.687
2. PT. Dexter Perkasa Timber Indonesia (Sinarmas )
293/Kpts-IV/87, 3-9-1987
51.000
3. PT. Diamond Raya Timber ( Uniseraya )
443/Kpts-II/98, 8-5-1998
90.956
4. PT. Hutani Sola Lestari ( Raja Garuda Mas)
804/Kpts-VI/99, 6-10-1999
45.990
5. PT. Mutiara Sabuk Khatulistiwa 109/Kpts-II/00, 29-12-2000
44.595
6. PT. Siak Pakan Raya ( Raja Garuda Mas)
295/Kpts-IV/87, 3-9-1987
46.000
7. PT. Siak Raya Timbe (Siak raya)r
89/Kpts-II/01, 15-3-2001
38.650
No.
Nama Perusahaan
(Group)
SK Definitif
(No & Tgl)
Luas (Ha)
8. PT. The Best One Unitimber (Alas Kesuma)
38/Kpts-II/01, 15-2-2001
50.620
9. PT. Yos Raya Timber (Barito Pasific)
243/Kpts-II/89, 24-5-1989
97.000
Sumber : APHI 2006 – 2011
Gambar 4.9. Peta Penyebaran HPH di Provinsi Riau
Pembangunan kehutanan di Indonesia diarahkan untuk mencapai visi jangka
menengah yaitu Terwujudnya Penyelenggaraan Kehutanan untuk Menjamin
Kelestarian dan Peningkatan Kemakmuran Rakyat. Berdasarkan visi tersebut,
penyelenggaraan pengurusan hutan diarahkan untuk memperoleh manfaat yang
optimal dan lestari serta untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang
berkeadilan dan berkelanjutan. Dalam upaya untuk mencapai misi tersebut,
Departemen Kehutanan juga telah menetapkan Lima Kebijakan Prioritas yang
telah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK.
456/Menhut/2004 yaitu : 1) Penanggulangan pencurian kayu di hutan Negara dan
perdagangan kayu illegal, 2) Revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri
kehutanan, 3) Rehabilitasi dan Konsevasi Sumber Daya Hutan, 4) Pemberdayaan
ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan, 5) Pemantapan
Kawasan Hutan.
Kelima kebijakan prioritas tersebut juga didukung dengan satu Kebijakan
pendukung. Sesuai dengan tugas pokok dan fungsi Badan Planologi Kehutanan
yaitu penyusunan rencana makro dibidang kehutanan dan pemantapan kawasan
hutan (sesuai Peraturan Menteri Kehutanan nomor P.13/Menhut-II/2005 tanggal 5
Mei 005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehutanan) maka Badan
Planologi Kehutanan sangat berkepentingan dengan kebijakan prioritas
Pemantapan Kawasan Hutan disamping sebagai agen yang mendukung
keberhasilan pencapaian kebijakan prioritas yang lain. Kebijakan prioritas
pemantapan kawasan hutan dimaksudkan untuk: a) Mewujudkan keberadaan
kawasan hutan dan penutupan lahan, b) Mendukung berjalannya unit-unit
pengelolaan hutan untuk berbagai pemanfaatan hutan dan hasil hutan, c)
Mewujudkan intensifikasi pengelolaan hutan dan hasil hutan, d) Mendukung
terwujudnya kelestarian usaha dan daya dukung kehidupan dari hutan. Sedangkan
dalam kebijakan pendukung Badan Planologi Kehutanan bertanggungjawab
dalam mewujudkan ketersediaan rencana-rencana kehutanan yang menjadi acuan
pelaksanaan kegiatan pembangunan kehutanan.
Pembangunan kehutanan bidang planologi kehutanan tahun 2008
dituangkan dalam suatu Rencana Kerja Badan Planologi Kehutanan tahun 2008
dan merupakan penjabaran dari Rencana Strategis Badan Planologi Kehutanan
Tahun 2005 - 2009 (Penyempurnaan) sebagai rencana tahunan. Sedangkan dalam
pelaksaanaannya, Rencana Kerja Badan Planologi Kehutanan tahun 2008 akan
dilakukan oleh Badan Planologi Kehutanan baik Pusat maupun Daerah (Balai
Pemantapan Kawasan Hutan atau BPKH dan Dinas Kehutanan).
Di dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan, kepemilikan sumberdaya
dapat menentukan kinerja pengelolaan sumberdaya hutan. Menurut Kartodihardjo
(1999), kepemilikan sumberdaya menentukan bentuk kelembagaan dalam
pengelolaan sumberdaya, yang mana kelembagaan tersebut secara langsung
berpengaruh terhadap kinerja pengelolaan, dan pengaturan kelembagaan lebih
lanjut berkorelasi positif untuk dapat mengubah kinerja pengelolaan hutan yang
diharapkan. Dalam sistem pengelolaan sumberdaya hutan, dikenal beberapa
bentuk kepemilikan sumberdaya hutan, yaitu :
- Private Property Right (hak kepemilikan pribadi, contohnya hutan rakyat)
- State Property Right (hak kepemilikan negara, contoh hutan negara : hutan
produksi, hutan lindung dan hutan konservasi)
- Common Property Right (hak kepemilikan bersama, contohnya adalah hutan
adat/ulayat)
Bentuk kepemilikan merupakan salah satu faktor dari kelembagaan,
sehingga kepemilikan juga dapat menentukan kinerja dalam pengelolaan hutan.
Hutan rakyat merupakan salah satu dari bentuk kepemilikan sumberdaya hutan.
Menurut Undang - Undang Kehutanan Nomor 41 tahun 1999 disebutkan bahwa
hutan rakyat adalah hutan yang dibebani hak milik. Hutan rakyat ini berada dalam
kawasan sekitar masyarakat dan keberadaannya sangat dekat dengan kehidupan
masyarakat. Kedekatan hutan rakyat dengan masyarakat ini dapat dilihat dari pola
pengelolaan hutan rakyat. Dari sisi pola pengelolaan, pengelolaan hutan rakyat
dapat dibedakan menjadi pola monokultur dan pola campuran
(agroforest).Terdapat suatu hubungan antara kebutuhan hidup masyarakat dengan
pola tanam yang ada dalam suatu sistem pengelolaan hutan rakyat. Hubungan
tersebut dapat dilihat dari jenis tanaman yang ditanam dan pola penanaman.
Bentuk tradisional hutan rakyat adalah untuk dikelola dengan pola campuran
(agroforest). Dengan pola ini maka hutan memberikan manfaat, diantaranya
dalam mendukung penyediaan bahan baku kayu untuk industri kehutanan.
4.3. Kependudukan dan Sosial Budaya
4.3.1. Monografi Daerah
Jumlahpenduduk Provinsi Riau menurut hasil Sensus Penduduk 2010
(SP2010) adalah 5.538.367 jiwa, terdiri dari 2.853.168 laki-laki dan2.685.199
perempuan atau setara dengan kepadatan penduduk 62,12 jiwa/km2. Sementara
banyaknya rumah tangga yang terdapat di Provinsi Riau pada tahun 2010 tercatat
1.328.461 rumah tangga dengan rata-rata penduduk 4 jiwa per rumah tangga.
Distribusi penduduk menurut kabupaten/kota menunjukkan bahwa penduduk
Riau terkonsentrasi di Kota Pekanbaru sebagi ibukota provinsi dengan jumlah
penduduk 897.767 jiwa atau sekitar16,21 persen dari seluruh penduduk Riau.
Sedangkan kabupaten/kota dengan jumlah penduduk terkecil adalah Kabupaten
Kepulauan Meranti sebesar 176.290 jiwa. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel
4.22.
Sensus Penduduk (SP) dilaksanakan10 tahun sekali. Dan berdasarkan data
SP2010, estimasi penduduk Riau tahun 2009 berjumlah 5.365.358 jiwa. Pada
tahun 2010, jumlah penduduk miskin di Riau 10,01 persen, dengan garis
kemiskinan yang meningkat menjadi Rp.301.190,-. Pemerintah selalu
berupaya untuk mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat melalui kebijakan-
kebijakannya. Transmigrasi merupakan program pemerintah dalam pemerataan
penduduk. Hingga tahun 2011, Provinsi Riau masih menjadi daerah tujuan
transmigrasi. Pada tahun 2011 realisasi penempatan Transmigran di Provinsi Riau
adalah 70 kepala keluarga atau 262 jiwa, berasal dari APPDT.
Tabel 4.22. Jumlah Penduduk menurut jenis kelamin
Kabupaten/KotaRegency/City
PendudukPopulation
Laki-LakiMale
PerempuanFemale
JumlahTotal
(1) (2) (3) (4)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10.KepulauanMeranti
71.Pekanbaru
73.Dumai
149.779
187.304
340.269
158.704
196.450
354.836
245.620
257.199
284.591
90.566
456.385
131.465
142.337
176.138
321.510
143.125
180.292
333.368
229.223
241.137
268.625
85.724
441.382
122.338
292.116
363.442
661.779
301.829
376.742
688.204
474.843
498.336
553.216
176.290
897.767
253.803
Jumlah/Total 2.853.168 2.685.199 5.538.367
Sumber : SP 2010 dala Riau Dalam Angka 2012
4.3.2. Sumber Daya Manusia
Teori ekologik dan teori sumber daya manusia menyatakan bahwa untuk
faktor-faktor yang tidak dapat diperbarui perlu dikendalikan pertumbuhannya
(Kaplan dan Manners, 2000: 102 dalam Anwar, 2007: 64). Teori sumber daya
manusia memandang mutu penduduk sebagai kunci utama dalam pembangunan.
Banyaknya penduduk bukan merupakan beban suatu bangsa bila mutunya tinggi.
Berdasarkan teori diatas, jumlah penduduk perlu dilihat sebagai potensi dalam
upaya memberdayakan sumber daya manusia.
Salah satu ciri demografi di Indonesia adalah penyebaran penduduk yang
tidak merata, dan jumlah penduduk pria yang lebih dominan dibandingkan dengan
penduduk wanita. Hasil registrasi penduduk Provinsi Riau Tahun 2010, tercatat
jumlah penduduk sebesar 5.538.367 jiwa yang terdiri dari penduduk pria
2.853.168 jiwa (51,51 persen) dan wanita 2.685.199 jiwa (48,49 persen) yang
berasal dari 1.328.461 rumahtangga. Kepadatan penduduk sebesar 62,12 jiwa per
km2, kepadatan tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru.Artinya potensi sumberdaya
manusia cukup memadai bila dilihat dari segi kuantitas penduduk. Masalah
kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk tahun 2010 (SP2010), jumlah
penduduk Provinsi Riau adalah 5.543.031 orang yang terdiri dari 2.854.989 laki-
laki dan 2.688.042 perempuan. Berdasarkan hasil SP 2010 tersebut masih terlihat
bahwa penyebaran penduduk Provinsi Riau masih bertumpu di Kota Pekanbaru
yang merupakan ibukota Provinsi Riau yakni sebesar 16,31 persen, kemudian
diikuti oleh Kabupaten Kampar sebesar 12,38 persen. Sedangkan persentase
terkecil terdapat di Kabupaten Kepulauan Meranti yakni sebesar 3,18 persen.
Tabel 4.23. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010
Kabupaten/Kota
Jumlah
Penduduk
Laki-laki
Jumlah
Penduduk
Perempuan
Jumlah
penduduk
total
Rasio
Laki-laki/
Perempua
n
Laju
Pertumbuhan
Penduduk
2000-2010
(%)
Kuantan Singingi 149.368 141.676 291.044 105 2,61
Indragiri Hulu 186.989 175.972 362.961 106 3,53
Indragiri Hilir 340.299 322.006 662.305 106 1,38
Pelalawan 159.247 143.774 303.021 111 6,71
Siak 196.814 180.418 377.232 109 4,73
Kampar 353.787 332.243 686.030 106 3,99
Rokan Hulu 245.636 229.375 475.011 107 5,61
Bengkalis 257.200 241.184 498.384 107 2,90
Rokan Hilir 283.758 268.675 552.433 106 4,66
Kep. Meranti 90.577 85.794 176.371 106 0,53
Pekanbaru 459.533 444.369 903.902 103 4,06
Dumai 131.781 122.556 254.337 108 3,54
Provinsi Riau 2.854.989 2.688.042 5.543.031 106 3,59
Sumber: BPS Provinsi Riau, 2012
4.2.1. Pendidikan
Pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting bagi masyarakat
guna mengubah perilaku melalui peningkatkan pengetahuan dan keterampilan
serta mengubah sikap kearah yang lebih baik. Soekanto (2002:327-328)
menyatakan bahwa pendidikan mengajarkan kepada individu aneka macam
kemampuan. Pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi manusia, terutama
dalam membuka cakrawala atau pikiran dan dalam menerima hal-hal baru, serta
bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Melalui pendidikan diharapkan mampu
mewujudkan manusia berkualitas sehingga mampu memberdayakan petani untuk
keluar dari kemiskinan.
Berhasil atau tidaknya pembangunan suatu bangsa banyak dipengaruhi
oleh tingkat pendidikan penduduknya. Semakin maju pendidikan berarti akan
membawa berbagai pengaruh positif bagi masa depan berbagai bidang kehidupan.
Demikian pentingnya peranan pendidikan, tidaklah mengherankan kalau
pendidikan senantiasa banyak mendapat perhatian dari pemerintah maupun
masyarakat. Gambaran secara umum perkembangan pendidikan didaerah Riau,
dibagi 3 tingkat sebagai berikut :
a. Pendidikan Dasar
Pada tahun2011/2012 Taman Kanak-kanak berjumlah 1.435 sekolah, 61.352
murid dan 6.385 guru dengan rasio murid terhadap guru 9,61 dan murid terhadap
sekolah 42,75. Jika dilihat dari rasio,gambaran diatas menunjukkan
perkembangan yang cukup berarti jika dibandingkan dengan tahun
2010/2011 dimana rasio murid terhadap guru 8,01 dan murid terhadap sekolah
35,83.
Selanjutnya pada tahun 2011/2012 Sekolah Dasar berjumlah 3.127, murid
775.085 dan guru 46.767, dengan rasio murid terhadap guru 16,57 dan ratio
murid terhadap sekolah 247,87.
b. PendidikanMenengah
Data statistic pendidikan menengah terbatas pada SLTP dan SMU di
lingkungan Dinas Pendidikan Nasional saja. Pada tahun 2011/2012 terdapat 1.400
SLTP umum, 560 SMU, dengan jumlah murid SLTP 264.552. Sedangkan rasio
murid terhadap guru SLTP 5,66. Rasio tersebut lebih rendah disbanding rasio pada
tahun-tahun sebelumnya. Jika dibandingkan dengan tahun 2010/2011 yaitu 892
SLTP, 344 SMU, dengan 223.172 murid SLTP, 112.727 murid SMU serta guru
SLTP 19.606 dan guru SMU 13.692 dengan rasio murid terhadap guru SLTP11,74
dan murid terhadap guru SMU 8,23. Jikahal ini berkelanjutan, dikhawatirkan
kualitas pendidikan akan menurun.
c. PendidikanTinggi
Pada tahun 2008 terdapat 5 buah universitas swasta, 30 sekolah tinggi, dan
24 akademi serta 4 poltek di Provinsi Riau dalam lingkungan APTISI Riau dan
siap menampung lulusan SLTA.
Tabel 4.24. Jumlah Murid Sekolah Berdasarkan Tingkat Pendidikan Riau, 2010
No Jenis Kelamin Jumlah (jiwa) %
1 Taman Kanak-Kanak 54.742 4,48
2 Sekolah Dasar 647.434 52,68
3 SLTP 216.321 17,60
4 SLTA 172.492 14,03
5 Perguruan Tinggi 137.873 11,21
Jumlah 1.228.862 100,00
Sumber: Riau dalam Angka 2012
Tabel 3.24 menggambarkan persentase terbesar dari jumlah murid masih
berada pada tingkat pendidikan Sekolah Dasar sebanyak 647.434 atau sekitar
52,68%. Hal tersebut menggambarkan bahwa keadaan pendidikan di Provinsi
Riau masih berada pada kondisi yang memprihatinkan. Tingkat pendidikan
masyarakat Riau masih sangat rendah, sedangkan jumlah penduduk yang masuk
perguruan tinggi sangat rendah, yaitu 137.873 atau sekitar 11,21%.
3.2.2. Kesempatan Kerja
Masalah kependudukan selalu berkaitan dengan masalah ketenagakerjaan.
Salah satu contoh adalah tingginya tingkat pertumbuhan penduduk akan
berpengaruh juga pada tingginya penyediaan (supply) tenaga kerja. Penawaran
tenaga kerja yang tinggi tanpa diikuti penyediaan kesempatan kerja yang cukup
akan menimbulkan pengangguran dan setengah pengangguran.
Hasil Survei Angkatan Kerja Nasional 2009 (Sakernas 2009)
menunjukkan bahwa di Provinsi Riau komposisi antara angkatan kerja dan bukan
angkatan kerja untuk penduduk berusia 15 tahun keatas tidak jauh berbeda
disemua kabupaten/kota. Angkatan kerja penduduk laki-laki jauh lebih banyak
dibanding bukan angkatan kerja.Sementara pada penduduk perempuan, bukan
angkatan kerja justru lebih banyak dibanding angkatan kerja, yang sebagian besar
merupakan ibu rumah tangga.
Kabupaten dengan persentase angkatan kerja terbesar adalah Indragiri
Hilir dan Pelalawan, masing-masing sebesar 66,75 persen dan 66,92 persen.
Sedangkan nilai persentase angkatan kerja terkecil adalah Rokan Hilir dan Rokan
Hulu, masing-masing sebesar 57,83 persen dan 59,64 persen. Dari total angkatan
kerja yang bekerja, ternyata sebagian besarnya terserap disektor Pertanian (49,30
persen), diikuti oleh sektor Perdagangan, rumah makan, dan hotel serta jasa-jasa,
masing-masing sebesar 17,58 persen dan 13,50 persen.
4.2.3. Kemiskinan
Kemiskinan penduduk merupakan persoalan yang dihadapi oleh
pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan.Keberdayaan masyarakat
merupakan persoalan yang harus segera diselesaikan dalam mengatasi
kemiskinan. Memberdayakan masyarakat miskin akan berhasil jika sumber daya
manusianya berkualitas. Kemiskinan penduduk bisa dilihat dari jumlah penduduk
miskin yang terdapat di Provinsi Riau yang disajikan pada Tabel 3.4.
Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa jumlah penduduk miskin di Riau
masih banyak. Jumlah penduduk miskin paling banyak terdapat di Kabupaten
Indragiri Hilir, yaitu 80,60 ribu jiwa. Banyaknya jumlah penduduk miskin di Riau
merupakan salah satu alasan perlu dilaksanakan Program Pemberdayaan Desa
untuk menanggulangi kemiskinan yang masih tinggi di Riau.
Indikator BPS (2005) dapat digunakan untuk menggambarkan
rumahtangga masuk dalam kategori miskin. Kondisi rumahtangga miskin akan
tergambar dari keadaan perumahan masyarakat miskin seperti jenis lantai, atap,
dinding rumah, sumber air yang digunakan, bahan bakar dalam memasak, sumber
penerangan dan penggunaan kakus atau jamban.
Kemampuan dalam memenuhi kebutuhan dasar dapat menggambarkan
kondisi kemiskinan suatu rumahtangga. Indikator kemiskinan dapat dilihat dengan
menggunakan kriteria yang ditetapkan oleh BPS (2005). Berdasarkan jenis
dinding, rumahtangga dikatakan miskin jika jenis dinding tempat tinggal terbuat
dari bambu atau kayu.Berdasarkan jenis lantai, rumahtangga dikatakan miskin jika
lantai rumah tempat tinggal terbuat dari tanah, kayu atau papan.
Tabel 4.25. Jumlah Penduduk Miskin Riau Dirinci Berdasarkan Kabupaten Kota Tahun 2010
Kabupaten/KotaRegency/City
Jumlah Penduduk Miskin Number ofPoorPopulation
(000)
PersentasePenduduk Miskin Percentage of Poor Population
(%)
Garis Kemiskinan PovertyLine (Rp)
2009 2010 2009 2010 2009 2010
(1) (2) (3) (5) (6) (8) (9)
01. KuantanSingingi
02. IndragiriHulu
03. IndragiriHilir
04. Pelalawan
05. Siak
06. Kampar
07. RokanHulu
08. Bengkalis
09. RokanHilir
10. KepulauanMeranti
71. Pekanbaru
73. Dumai
42,74
35,98
80,60
50,71
20,19
65,58
68,01
63,43
55,96
-
33,42
15,65
36,7
32,5
62,4
44,4
24,6
72,3
62,4
41,3
51,7
75,0
38,2
16,5
14,42
10,25
11,11
16,71
5,71
10,04
15,49
7,91
9,32
-
3,92
6,08
12,57
8,90
9,41
14,51
6,49
10,47
13,03
8,25
9,30
42,57
4,20
6,45
299.369
269.484
219.841
331.024
247.965
257.508
289.554
295.967
227.571
-
300.852
261.859
325.060
292.610
238.707
359.431
269.244
279.606
318.432
325.485
250.267
339.327
326.670
287.975
Jumlah/Total 532,26 558,0 9,45 10,01 270.504 301.190
Air yang digunakan untuk memasak akan mempengaruhi tingkat
kesehatan dari anggota rumahtangga pengguna air guna dikonsumsi dalam
kehidupan sehari-hari. Sumber air yang digunakan rumahtangga dalam memenuhi
kebutuhan sehari-hari berasal dari sumur pompa, perigi atau sumur, sungai, dan
mata air serta sumber lainnya. Rumahtangga dikategorikan miskin jika sumber air
minum berasal dari sungai, air hujan atau sumur.
Bahan bakar untuk memasak merupakan salah satu indikator yang
digunakan BPS dalam menggambarkan kemiskinan masyarakat disamping tempat
tinggal dan sumber air minum.Rumahtangga dikatakan miskin jika menggunakan
kayu bakar atau minyak tanah sebagai bahan bakar untuk memasak.
4.3. Sumber Daya Alam
Provinsi Riau merupakan provinsi yang salah satu sumber pendapatan
daerahnya berasal dari sektor perkebunan terutama kelapa sawit. Lahan
merupakan salah satu faktor produksi bagi masyarakat khususnya petani dalam
menjalankan usahanya. Ketersediaan lahan akan memberikan kontribusi bagi
petani dalam mengembangkan usahanya dan meningkatkan pendapatannya.
Faktor ketidaktersediaan lahan dapat mengantarkan petani menjadi tidak berdaya
yang akhirnya menjadi miskin, karena menurut Tohir (1983:115) luas lahan yang
sangat sempit dengan pengelolaan secara tradisional dapat menimbulkan: 1)
kemiskinan, 2) kurang mempunyai produksi bahan makanan pokok, khususnya
beras, 3) ketimpangan dalam penggunaan teknologi, 4) bertambahnya jumlah
pengangguran, dan 5) ketimpangan dalam penggunaan sumber daya alam.
Di kawasan bagian Timur Provinsi Riau sebagian besar merupakan lahan
gambut yang cenderung tergenang dengan luas sekitar 4,04 juta Ha (Data Annual
Provinsi Riau 2010: 99), terdiri dari rawa gambut air tawar dan rawa gambut
pasang-surut. Walaupun lahan gambut bersifat miskin unsur hara esensial, namun
memiliki kemampuan untuk menyimpan dan mengatur aliran air permukaan.
Kecenderungan penurunan luas lahan gambut di kawasan bagian timur merupakan
salah satu permasalahan lingkungan yang harus diatasi, terutama untuk
mempertahankan fungsinya sebagai kawasan retensi air. Selain itu, kawasan ini
juga rawan terhadap bahaya kebakaran di musim kemarau akibat pembukaan
lahan gambut perkebunan dan pertanian oleh masyarakat dan perusahaan.
Provinsi Riau memiliki kondisi kawasan yang cukup bervariatif berupa
kawasan daratan, kawasan pesisir, perairan laut, dan pulau-pulau kecil yang
banyak jumlahnya merupakan salah satu ekosistem penting yang mendukung
keberlanjutan pembangunan Provinsi Riau. Kawasan pesisir dan perairan laut
merupakan ekosistem pendukung kehidupan biota perairan laut, termasuk biota-
biota yang dilindungi. Sebagai muara lima belas sungai yang mengalir ke pantai
Timur, maka kawasan pesisir dan laut kaya akan sumber daya perikanan.
Demikian pula halnya pulau-pulau kecil yang sebagian diantaranya sesuai dengan
luasnya berfungsi sebagai kawasan yang dilindungi. Kawasan pesisir dan pulau-
pulau kecil nyatanya juga merupakan tempat bermukim para nelayan yang
sebagian besar merupakan masyarakat golongan ekonomi lemah. Oleh karenanya
pengendalian kerusakan dan penurunan kualitas lingkungan pesisir, perairan laut,
dan pulau-pulau kecil perlu diperkuat untuk mendukung keberlanjutan kehidupan
nelayan dan keanekaragaman biota yang perlu dilindungi.
Tingginya alih fungsi lahan dan hutan merupakan salah satu penyebab
terjadinya kerusakan lingkungan di wilayah Riau. Alih fungsi tersebut
dipergunakan untuk kegiatan perkebunan, pertanian, industri perkayuan,
permukiman, dan perladangan. Umumnya alih fungsi lahan tersebut terjadi di
bagian hulu, tengah, dan hilir DAS yang sebagian diantaranya tidak
mengindahkan konsep konservasi. Perubahan fungsi lahan secara tidak terkendali
selain berpotensi menyebabkan bencana banjir dan genangan di wilayah hilir
karena berkurangnya daerah resapan air serta perubahan lahan pertanian di daerah
tangkapan air. Hal tersebut juga menimbulkan kerusakan badan sungai berupa
longsoran dan abrasi tebing dan tanggul sungai oleh aktifitas bongkar-muat bahan
dan produk industri; pendangkalan sungai yang menimbulkan dampak
berkurangnya panjang alur sungai efektif yang dapat dilayari; pencemaran badan
sungai oleh limbah industri dan penurunan keanekaragaman hayati. Terjadinya
alih fungsi lahan diindikasikan dengan semakin luasnya lahan terlantar yang tidak
dikelola, sebagaimana diindikasikan dengan meningkatnya luas lahan tidur dan
terbentuknya padang rumput. Berdasarkan data dari Balai Pengelolaan DAS
Indragiri - Rokan, menunjukkan bahwa hutan tanaman industri (HTI), dan
pertanian lahan kering dalam kawasan DAS Siak semakin luas, sehingga secara
bertahap mengurangi luasan hutan sebagai resapan dan reservoir air.
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan budidaya dan perkebunan turut
meningkatkan produksi pertanian. Meskipun demikian, tidak sedikit pula
menyebabkan lahan-lahan terlantar. Keberadaan lahan terlantar ini menciptakan
lahan kritis di beberapa bagian wilayah Provinsi Riau. Pembukaan hutan sekunder
untuk keperluan lahan pertanian dan kebun penduduk telah menyebabkan
terbentuknya lahan-lahan kritis oleh karena lahan garapan tersebut tidak dipelihara
dengan baik dan ditinggalkan untuk berpindah ke lokasi lainnya. Lahan yang
ditinggalkan berubah menjadi semak belukar dan alang-alang, sehingga tidak
mampu menahan air lebih lama untuk diresapkan ke dalam tanah. Lahan kritis
yang luasnya mencapai ratusan ribu hektar perlu dipulihkan dan difungsikan
secara lestari.
4.4. Sosial dan Budaya Masyarakat
Masyarakat Riau adalah masyarakat yang heterogen, terdiri dari berbagai
suku bangsa, agama, dan budaya. Masyarakat Riau hidup rukun dan damai dengan
masyarakat lain dari suku yang berbeda. Sejak zaman dahulu interaksi sosial
masyarakat Riau dengan masyarakat lain sudah terjalin, termasuk dengan
masyarakat dari negara lain, seperti Malaysia dan China.
Penduduk Provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa, suku
asli masyarakat Riau adalah suku Melayu. Masyarakat yang berasal dari suku lain,
seperti suku Jawa sekitar (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%),
Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu merupakan
masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk Riau.
Namun begitu banyak juga masyarakat Minangkabau, terutama yang bermukim di
Pekanbaru, Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan Indragiri Hulu, serta
masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, lebih mengaku sebagai Melayu daripada
sebagai Minangkabau ataupun Batak.
Abad ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis dari
Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka banyak bermukim di
Kabupaten Indragiri Hilir khususnya Tembilahan.Kemudian, di bukanya
perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun 1940-an di Rumbai,
Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib
di Riau.Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan
transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan
banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru, Bangkinang, Duri,
dan Dumai. Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis
Minangkabau, yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada kawasan perkotaan,
serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi,
Selatpanjang, Pulau Rupat, dan Bengkalis. Selain itu di provinsi ini masih terdapat
sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di pedalaman dan pinggir sungai, seperti
Suku Sakai , Suku Akit, dan Suku Talang Mamak.