Post on 31-Dec-2016
BAB III
FIDUSIA SEBAGAI LEMBAGA JAMINAN KEBENDAAN
3.1. Konsepsi Jaminan Pada Umumnya
3.1.1. Pengertian dan Fungsi Jaminan
Berbicara tentang jaminan, umumnya selalu dihubungkan
dengan pemberian kredit. Suatu lembaga keuangan baik maupun
bukan bank, termasuk lembaga pembiayaan, didalam memberikan
kredit atau pembiayaan umumnya meminta jaminan kepada
debitur. Jaminan yang dimaksud disini bisa jaminan kebendaan
maupun jaminan perorangan.
Istilah jaminan merupakan terjemahan dari bahasa
Belanda, yaitu “Zekerheid” atau “Cautie”. Zekerheid atau
“Cautie” mencakup secara umum cara-cara kreditur menjamin
dipenuhinya tagihannya, disamping pertanggung jawaban umum
debitur terhadap hutang-hutangnya.77
Selain istilah jaminan, dikenal juga dengan istilah agunan.
Istilah agunan dapat dibaca di dalam pasal 1 angka 23 Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, agunan adalah :
“Jaminan tambahan diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan prinsip syariah”.
Dalam Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang
77 H. Salim HS, 2004, Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, hal. 21. (selanjutnya disebut H. Salim HS. II).
65
diselenggarakan di Yogyakarta dari tanggal 20 sampai dengan 30
Juli 1977 disimpulkan pengertian jaminan. Jaminan adalah
menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang
yang timbul dari suatu perikatan hukum. Oleh karena itu, hukum
jaminan erat sekali hubungannya dengan hukum benda-
benda.78
Menurut ketentuan Pasal 2 Ayat (1) Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 23/69/KEP/DIR tanggal 28
Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit menyatakan
bahwa "Jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan
debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan".
Sutarno merumuskan "Jaminan kredit adalah segala sesuatu
yang mempunyai nilai mudah untuk diuangkan yang diikat
dengan janji sebagai Jaminan untuk pembayaran dari utang
debitur berdasarkan perjanjian kredit yang dibuat oleh kreditur
dan debitur".79
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh
Hadisoeprapto yang mengemukakan bahwa "Jaminan kredit ialah
segala sesuatu yang diberikan kepada kreditur untuk
menimbulkan keyakinan bahwa debitur akan memenuhi
kewajiban, yang dapat dinilai dengan uang yang timbul dari suatu
78 Mariam Darus Badrulzaman, 1987, Bab-Bab Tentang Creditverband,
Gadai, dan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 227 – 265 (selanjutnya disebut Mariam Darus Badrulzaman II).79 Sutarno, Op.Cit, ha. 142.
67
perikatan".80
Kartono menyatakan bahwa "Jaminan dalam suatu
pemberian kredit merupakan suatu usaha dari kreditur untuk
memperkuat kedudukannya sebagai kreditur dalam arti mendapat
Jaminan yang lebih kuat walaupun hak-hak kreditur pada
umumnya sudah dijamin oleh kekayaan debitur baik yang telah
ada maupun yang akan ada dikemudian hari sesuai dengan
ketentuan Pasal 1131 dan ketentuan Pasal 1132 Kitab Undang-
Undang Hukum Perdata".81
Adapun selengkapnya dari ketentuan Pasal 11131 dan
Pasal 1132 KUH Perdata dimaksud adalah sebagai berikut :
Pasal 1131 KUH Perdata;Segala kebendaan siberutang, baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada dikemudian hari, menjadi tanggungan untuk segala perikatan perseorangan.
Pasal 1132 KUH Perdata;Kebendaan tersebut menjadi jaminan bersama-sama bagi semua orang yang menghutangkan kepadanya, pendapatan penjualan benda-benda itu dibagi-bagi menurut keseimbangan, yaitu menurut besar kecilnya piutang masing-masing, kecuali apabila diantara orang-orang yang berpiutang itu ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan.
Dari pengertian jaminan sebagaimana telah dikemukakan
di atas, maka dapat dipahami konsepsi jaminan sebagai berikut :
1. Difokuskan pada pemenuhan kewajiban kepada kreditur
80 Hartono Hadisoeprapto, 1984, Pokok-Pokok Hukum Perikatan dan
Hukum Jaminan, Liberty, Yogyakarta, h. 5081
Kartono, 1977, Hak-hak Jaminan Kredit. Cetakan Kedua, Pradnya Paramita, Jakarta, h. 11
2. Wujud jaminan ini dapat dinilai dengan uang (jaminan
materiil).
3. Timbulnya jaminan karena adanya perikatan antara kreditur
dengan debitur.
4. Keyakinan kreditur atas kesanggupan debitur untuk melunasi
hutangnya.
Dalam konteks pemberian kredit, menurut Sutan Remy
Sjahdeini, jaminan kredit adalah segala sesuatu yang mempunyai
nilai, mudah untuk diuangkan yang diikat dengan janji sebagai
jaminan untuk pembayaran dari hutang debitur berdasarkan
perjanjian kredit yang dibuat kreditur dan debitur.82
Sesungguhnya keberadaan jaminan merupakan prasyarat
untuk memperkecil risiko kreditur dalam penyaluran kredit.
Sebagai langkah antisipatif dalam menarik kembali kredit atau
pembiayaan yang telah diberikan kepada debitur, jaminan
hendaknya dipertimbangkan dua faktor, yaitu :
1. Secured, artinya jaminan kredit dapat diadakan pengikatan secara yuridis formal, sesuai dengan ketentuan hukum dan perundang-undangan. Jika kemudian hari terjadi wanprestasi dari debitur, maka bank memiliki kekuatan yuridis untuk melakukan tindakan eksekusi.
2. Marketable, artinya jaminan tersebut bila hendak dieksekusi, dapat segera dijual atau diuangkan untuk melunasi seluruh kewajiban debitur.83
82Sutan Remy Sjahdeini, 1999, Hak Tanggungan, Azas-azas, Ketentuan-
Ketentuan Pokok dan Masalah yang Dihadapi oleh Perbankan, Alumni, Bandung, h. 132.
83
69
Kredit yang diberikan selalu diamankan dengan jaminan
kredit dengan tujuanuntuk menghindarkan adanya risiko debitur
tidak membayar hutangnya. Apabila debitur oleh karena sesuatu
sebab tidak mampu melunasi hutangnya maka kreditur dapat
menjual atau menutup hutang dari hasil penjualan jaminan
tersebut.
Menurut Subekti, jaminan yang dapat dianggap baik
(ideal), apabila :
1. Secara mudah dapat membantu perolehan kredit oleh
pihak yang memerlukan.
2. Tidak melemahkan potensi (kekuatan) si pemberi kredit untuk
melakukan (meneruskan) usahanya
3. Memberikan kepastian kepada si pemberi kredit dalam arti
bahwa barang jaminan setiap waktu tersedia untuk dieksekusi
yaitu bila perlu dapat mudah diuangkan untuk melunasi
utangnya si penerima (pengambil) kredit.84
Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas maka fungsi
jaminan adalah memberikan hak dan kekuasaan terhadap kreditur
untuk mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang
Johannes Ibrahim, 2004, Cross Default & Cross Collateral Sebagai Upaya Penyelesaian Kredit Bermasalah, Refika Aditama, Bandung, h. 71.
84Soebekti, 1996, Jaminan-jaminan Pemberian Kredit Termasuk Hak
Tanggungan Menurut Hukum Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 73.
jaminan tersebut bila debitor tidak melunasi hutangnya pada
waktu yang ditentukan. "Kredit yang didukung dengan jaminan
disebut secured loans sedangkan kredit yang tidak didukung
dengan jaminan disebut unsecured loans”.85
Menurut Sutarno, jaminan kredit berfungsi untuk
memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan barang-barang
jaminan tersebut bila debitur tidak melunasi utangnya pada waktu
yang ditentukan.86
Sementara Suyatno menyatakan bahwa kegunaan jaminan
kredit adalah :
a. Memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari agunan apabila debitur
melakukan cidera janji, yaitu untuk membayar kembali
utangnya pada waktu yang ditetapkan dalam perjanjian.
b. Menjamin agar debitur berperan serta dalam transaksi untuk
membiayai usahanya, sehingga kemungkinan untuk
meninggalkan usahanya atau proyeknya dengan merugikan
diri sendiri atau perusahaan dapat dicegah atau sekurang-
kurangnya kemungkinan untuk berbuat demikian dapat
diperkecil.
85Muhammad Djumhana, 1993, Hukum Perbankan di Indonesia, Citra Aditya
Bakti, Bandung, h. 76.
86Thomas Suyatno, 1991, Dasar-dasar Perkreditan, PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, h. 88.
71
c. Memberikan dorongan kepada debitur untuk memenuhi
janjinya, khususnya mengenai pembayaran kembali sesuai
dengan syarat-syarat yang telah disetujui agar debitur dan/atau
pihak ketiga yang ikut menjamin tidak kehilangan kekayaan
yang dijaminkan kepada bank.87
Dengan demikian keberadaan jaminan mempunyai kedudukan
dan manfaat yang sangat penting dalam menunujang pembangunan
ekonomi. Keberadaan jaminan dapat memberikan manfaat baik bagi
kreditur maupun debitur. Bagi debitur, dengan adanya benda jaminan
itu dapat memperoleh fasilitas kredit dari bank dan tidak khawatir
dalam pengembangan usaha yang dijalankannya, karena sudah
tersedia modal yang memadai sesuai dengan kebutuhannya. Dengan
modal yang diperoleh melalui fasilitas kredit itu debitur dapat
menjalankan bisnisnya dengan lancar.
Sedangkan manfaat jaminan bagi kreditur, mencakup :
1. Terwujudnya keamanan transaksi dagang yang ditutup
2. Memberikan kepastian hukum bagi kreditur.88
Kepastian hukum yang dimaksud adalah kepastian hukum untuk
menerima pengembalian pokok kredit dan bunga dari debitur.
Apabila debitur tidak mampu dalam pengembalian pokok kredit
dan bunga, maka bank dapat melakukan eksekusi terhadap benda
jaminan
87 Ibid.
88 Munir Fuady, 1996, Hukum Perkreditan Kontemporer, Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 31. (selanjutnya disebut Munir Fuady III).
3.1.2. Sumber Hukum Jaminan
Sumber hukum mengandung banyak pengertian.89 Sumber
hukum dapat diartikan sebagai bahan-bahan yang digunakan
sebagai dasar oleh pengadilan dalam memutus perkara.90 Ada juga
yang memberi arti sumber hukum itu sebagai tempat asalnya
hukum.91
Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi dua
macam, yakni sumber hukum materiil dan sumber hukum
formil.92 Menurut Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, bagi
seorang sarjana hukum yang penting adalah sumber hukum yang
formal,93 terutama yang berbentuk tertulis.
Analog dengan hal tersebut, maka yang dimaksud dalam
tulisan ini adalah sumber hukum jaminan yang formal dalam
bentuk tertulis. Yang dimaksud dengan sumber hukum jaminan
yang tertulis adalah tempat ditemukannya kaedah-kaedah hukum
jaminan berasal dari sumber hukum tertulis.
1. Buku II KUH Perdata (Burgerlijke Wetboek).
KUH Perdata merupakan ketentuan hukum yang
89 G.W. Paton, 1972, A Textbook of Jurisprudence, English Language Book
Society, Oxford University Press, London, hal. 188.90 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Kencana, Jakarta, hal. 301.91 Bachsan Mustafa, Op.Cit.,hal. 74.92 Algra, dkk., 1975, Kamus Istilah Hukum Fochema Andreal Belanda – Indonesia, Bina Cipta Bandung, hal. 74.93 Moch Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, 1988, Pengantar Hkum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara FH UI, Jakarta, hal. 45.
73
berasal dari produk pemerintah kolonial Belanda, yang
diundangkan pada tahun 1848. KUH Perdata (BW) ini
diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas konkordansi.
Tentang jaminan diatur dalam Buku II BW pada bagian yang
mengatur tentang Hukum Benda. Pada Buku II BW diatur
tentang lembaga jaminan gadai, dan hipotik. Untuk hipotik
atas tanah tidak berlaku lagi, karena telah diganti dengan
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan.
Masalah gadai diatur dalam pasal 1150 sampai dengan
pasal 1160 KUH Perdata. Dalam ketentuan ini diatur
tentang;
1. Pengertian gadai (pasal 1150)2. Bentuk perjanjian gadai (pasal 1151)3. Hak-hak para pihak (pasal 1152 – pasal 1153)4. Kewajiban para pihak (pasal 1154 – 1155)5. Wanprestasi (pasal 1156)6. Tanggung jawab para pihak (pasal 1157)7. Bunga (pasal 1158)8. Debitur tidak berhak untuk menuntut kembali barang
gadai, sebelum dilunasi seluruhnya (pasal 1159)9. Tidak dapat dibagi-bagi barang gadai (pasal 1160).94
Sedangkan untuk hipotik dalam pasal 1162 sampai
dengan pasal 1232, KUH Perdata. Didalam berbagai
ketentuan ini diatur tentang;
1. Ketentuan-ketentuan umum (pasal 1162 – pasal 1178)2. Pendaftaran Hipotik dan bentuk pendaftaran (pasal
94 H. Salim HS, II, Op.Cit, hal. 15.
1179 – 1194)3. Pencoretan pendaftaran (pasal 1995 – 1197)4. Akibat Hipotik terhadap pihak ketiga yang menguasai
barang yang dibebani (pasal 1198 – 1208)5. Hapusnya hipotik (pasal 1209-1220)6. Pegawai-pegawai yang ditugaskan menyimpan hipotik,
tanggung jawab mereka dalam hal diketahuinya daftar-daftar oleh masyarakat (pasal 1221-1232).95
2. KUH Perdata (Wetboek Van Kophandell)
KUH Dagang diatur dalam stb. 1847 Nomor 23. KUH
Dagang terdiri atas 2 buku, yaitu Buku I tentang Dagang pada
umumnya dan Buku II tentang Hak-hak dan kewajiban yang
timbul dalam pelayaran. Pasal-pasal yang erat kaitannya
dengan jaminan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan
Hipotik Kapal Laut. Pasal-pasal yang mengatur tentang
Hipotik Kapal Laut adalah pasal 314 sampai dengan pasal 316
KUH Dagang.
3. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak
Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-Benda yang Berkaitan
dengan Tanah.
Undang-undang ini mencabut berlakunya Hipotik
sebagaimana yang diatur dalam Buku II KUH Perdata,
sepanjang mengenai tanah dan ketentuan mengenai
Creditverband dalam stb. 1908 – 542 sebagaimana telah
diubah dalam stb. 1937 – 190. Tujuan pencabutan ketentuan
yang tercantum dalam Buku II KUH Perdata dan stb. 1937 –
95 H. Salim HS, II, Opcit, hal. 16.
75
190 adalah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan kegiatan
perkreditan, sehubungan dengan perkembangan tata
perekonomian Indonesia.
4. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia.
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan
Fidusia mengatur tentang lembaga jaminan untuk benda
bergerak yang dijadikan jaminan hutang. Lembaga jaminan
ini sebagai alternatif dari gadai, ketika benda bergerak
dijadikan jaminan hutang. Ada 3 (tiga) pertimbangan lahirnya
Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, yaitu :
1) Kebutuhan yang snagat besar dan terus meningkat bagi dunia usaha atas tersedianya dana, perlu diimbangi dengan adanya ketentuan hukum yang jelas dan lengkap yang mengatur mengenai lembaga jaminan.
2) Jaminan Fidusia sebagai salah satu bentuk lembaga jaminan saat ini masih didasarkan pada yurisprudensi dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan secara lengkap dan komprehensif.
3) Untuk memenuhi kebutuhan hukum yang dapat lebih memacu pembangunan nasional dan untuk menjamin kepastian hukum serta mampu memberikan perlindungan bagi pihak yang berkepentingan, maka perlu dibentuk ketentuan yang lengkap mengenai jaminan fidusia dan jaminan tersebut perlu didaftarkan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.96
5. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran.
Ketentuan pasal 49 Undang-Undang Nomor 21 Tahun
96 H. Salim HS, II, Op.Cit, hal. 18.
1992 menyatakan :
1) Kapal yang telah didaftar dapat dibebani dengan Hipotik.
2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan pemerintah.
Peraturan Pemerintah (PP) tentang penjabaran pasal ini
sampai ini belum ada, namun didalam penjelasan Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 1992 ditentukan substansi yang
diatur dalam Peraturan Pemerintah tersebut, yang meliputi
syarat-syarat dan tata cara pembebasan hipotik. Sedangkan
pelaksanaan pembebanan hipotik atas kapal dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundangan-undangan.
3.1.3. Azas-Azas Hukum Jaminan
Berdasarkan hasil analisis terhadap berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang jaminan maupun
kajian terhadap berbagai literatur tentang jaminan, maka
ditemukan 5 (lima) azas penting dalam hukum jaminan, yaitu :97
1. Asas publicitet, yaitu asas bahwa semua hak, baik hak
tanggungan, hak fidusia, dan hipotek harus didaftarkan.
Pendaftaran ini dimaksudkan supaya pihak ketiga dapat
mengetahui bahwa benda jaminan tersebut sedang dilakukan
97 H. Salim HS, Op.Cit. hal. 9
77
pembebanan jaminan. Pendaftaran hak tanggungan di Kantor
Badan Pertanahan Nasional Kabupaten/Kota, pendaftaran
fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia pada Kantor
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, sedangkan
pendaftaran hipotek kapal laut dilakukan di depan pejabat
pendaftar dan pencatat balik nama, yaitu syahbandar;
2. Asas specialitet, yaitu bahwa hak tanggungan, hak fidusia,
dan hipotek hanya dapat dibebankan atas persil atau atas
barang-barang yang sudah terdaftar atas nama orang tertentu;
3. Asas tak dapat dibagi-bagi, yaitu asas dapat dibaginya hutang
tidak dapat mengakibatkan dapat dibaginya hak tanggungan,
hak fidusia, hipotek, dan hak gadai walaupun telah dilakukan
pembayaran sebagian.
4. Asas inbezittstelling, yaitu barang jaminan (gadai) harus
berada pada penerima gadai;
5. Asas horizontal, yaitu bangunan dan tanah bukan merupakan
satu kesatuan. Hal ini dapat dilihat dalam penggunaan hak
pakai, baik tanah negara maupun tanah hak milik.
Bangunannya milik dan yang bersangkutan atau pemberi
tanggungan, tetapi tanahnya milik orang lain, berdasarkan
hak pakai.
Mariam Dams Badrulzaman mengemukakan asas-asas
hukum jaminan. Asas-asas itu meliputi asas filosofis, asas
konstitusional, asas politis, dan asas operasional (konkret) yang
bersifat umum. Asas operasional dibagi menjadi asas sistem
tertutup, asas absolut, asas mengikuti benda, asas publisitas, asas
spesialitet, asas totalitas, asas asessi perlekatan, asas konsistensi,
asas pemisahan horizontal, dan asas perlindungan hukum.98
Pemaparan asas-asas hukum yang dikemukakan oleh
Mariam Darus tidak diberikan pengertian dan penjelasan yang
lengkap, namun H. Salim HS, mencoba untuk menjelaskan dan
mengartikan asas-asas yang berkaitan dengan asas filosofis,
konstitusional, politis, dan operasional. Keempat asas itu
disajikan berikut ini.
1) Asas filosofis, yaitu asas di mana semua peraturan
perundangan-undangan yang berlaku di Indonesia harus
didasarknn pada falsafah yang dianut oleh bangsa Indonesia,
yaitu Pancasila;
2) Asas konstitusional, yaitu asas di mana semua peraturan
perundang-undangan dibuat dan disahkan oleh pembentuk
undang-undang harus didasarkan pada hukum dasar
(konstitusi). Hukum dasar yang berlaku di Indonesia, yaitu
UUD 1945. Apabila undang-undang yang dibuat dan
disahkan tersebut bertentangan dengan konstitusi, undang-
undang tersebut harus dicabut;
3) Asas politis, yaitu asas di mana segala kebijakan dan teknik
98 Mariam Darus Badrulzaman, 1996, Benda-Benda Yang Dapat Diletakkan
Sebagai Obyek Hak Tanggungan Dalam Persiapan Pelaksanaan Hak Tanggungan di Lingkungan Perbankan, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, hal. 23.
79
di dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
didasarkan pada Tap MPR;
4) Asas operasional (konkret) yang bersifat umum merupakan
asas yang dapat digunakan dalam pelaksanaan pembebanan
jaminan.99
3.1.4. Jenis-Jenis Jaminan
Salah satu prinsip yang dipegang oleh lembaga keuangan
bank atau lembaga-lembaga pembiayaan yang memberikan kredit
atua pembiayaan adalah mensyaratkan adanya jaminan yang harus
diserahkan oleh debitur. Jaminan yang dimaksud dalam hal ini
adalah baik jaminan kebendaan dan jaminan perorangan.100
Menurut jenisnya, jaminan terbagi atas 2 (dua) golongan,
yaitu jaminan kebendaan dan jaminan perorangan. Jaminan
kebendaan (zakelijke zekerheid/security right in rem) adalah
jaminan berupa harta kekayaan (harta benda) dengan cara
pemisahan bagian dari harta kekayaan, baik dari debitur maupun
pihak ketiga, guna menjamin pemenuhan kewajiban-kewajiban
debitur yang bersangkutan cidera janji. Jaminan kebendaan-
kebendaan ini menurut sifatnya dibagi menjadi : (1) jaminan
dengan benda berwujud, berupa benda bergerak dan benda tidak
bergerak dan (2) jaminan dengan benda tidak berwujud yang
99 H. Salim HS, Op.Cit, hal. 10-11.
100 Y. Sogar Simamora, 2000, Tanggung Gugat Penanggung Dalam Lembaga
Personal Guarantiee dan Corporate Guarantiee, Karya Abditama, Surabaya, hal. 67.
dapat berupa hak tagih.101
Sedangkan jaminan perorangan (Borgtoch/Personal
guarantiee) adalah jaminan berupa pernyataan kesanggupan yang
diberikan oleh seorang pihak ketiga guna menjamin pemenuhan
kewajiban-kewajiban debitur kepada kreditur, apabila debitur
yang bersangkutan cidera janji (Wanprestasi).
Jaminan semacam ini pada dasarnya adalah penanggungan
utang yang diatur dalam pasal 1820-1850 B.W. Pada
perkembangannya, jaminan perorangan juga dipraktekkan oleh
perusahaa yang menjamin utang perusahaan lainnya. Bank dalam
hal ini sering menerima jaminan serupa, yang sering disebut
corporate guarantee.102
Perbedaan antara jaminan kebendaan dan jaminan
perorangan adalah :
1. Jaminan perorangan terdapat pihak ketiga yag
menyanggupi untuk memenuhi perikatan
debitur bila debitur melakukan wanprestasi.
2. Dalam jaminan kebendaan harta kekayaan
debitur sajalah yang dapat dijadikan jaminan
bagi pelunasan kredit apabila debitur
wanprestasi.
Terkait dengan keberadaan jaminan kebendaan adalah
101 Herowati Poesoko, Op.Cit, hal. 34.102
Herowati Poesoko, Op.Cit, hal. 33.
81
untuk melindungi kepentingan kreditur agar dia mendapat hak
preferen dalam pengembalian utang dan sebagai alat bukti yang
sah, maka terhadap jaminan yang diberikan debitur haruslah
dilakukan pengikatan atau pembebanan hak.103 Untuk lebih
jelasnya akan diuraikan secara lebih lanjut tentang jaminan
kebendaan dan jaminan perorangan sebagai berikut :
1. Jaminan Kebendaan.
Jaminan kebendaan ialah Jaminan yang berupa hak
mutlak atas sesuatu benda dengan ciri-ciri mempunyai
hubungan langsung dengan benda tertentu dari debitur atau
pihak ketiga sebagai penjamin, dapat dipertahankan terhadap
siapapun, selalu mengikuti bendanya, dan dapat diperalihkan.
Jaminan kebendaan ini selain dapat diadakan antara kreditur
dengan debiturnya juga dapat diadakan antara kreditur dengan
pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban si
berutang (debitur) sehingga hak kebendaan ini memberikan
kekuasaan yang langsung terhadap bendanya.
Jaminan kebendaan lahir dan bersumber pada perjanjian.
Jaminan ini ada karena diperjanjikan antara kreditur dengan
debitur. Jaminan dalam bentuk hak tanggungan, hipotik,
103Djuhaendah Hasan, 1996, Lembaga Jaminan Kebendaan Bagi Tanah dan Benda Lain Yang Melekat Pada Tanah Dalam Konsepsi Penerapan Azas Pemisahan Horisontal, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 236.
gadai, dan fidusia tergolong jaminan karena diperjanjikan
terlebih dahulu antara kreditur dan debitur.104
Jaminan kebendaan berupa kekayaan debitur sendiri
atau kekayaan orang ketiga, penyendirian atas benda objek
Jaminan dalam perjanjian jaminan kebendaan adalah untuk
kepentingan dan keuntungan kreditur tertentu yang telah
memintanya, sehingga memberikan hak atau kedudukan
istimewa kepada kreditur tersebut. Kreditur tersebut
mempunyai kedudukan sebagai kreditur preferen yang
didahulukan dari kreditur lain dalam pengambilan pelunasan
piutangnya dari benda objek jaminan, bahkan dalam kepailitan
debitur, kreditur mempunyai kedudukan sebagai kreditur
separatis.
Jaminan kebendaan ini dapat dibedakan menjadi 2 (dua)
golongan yaitu:
1) Jaminan benda tidak bergerak
Yang termasuk dalam kategori jaminan benda tidak
bergerak meliputi:
a. Tanah (dengan atau tanpa bangunan dan tanaman
diatasnya)
b. Mesin dan peralatan yang melekat pada tanah dan
bangunan, dan merupakan satu kesatuan dengan tanah
104 Sutarno, Op.Cit, hal. 145.
83
dan bangunan tersebut
c. Bangunan rumah atau hak milik atas rumah susun
bilamana tanahnya berstatus hak milik atau hak guna
bangunan.
2) Jaminan benda bergerak
Jaminan benda bergerak dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua) yaitu:
a. Benda berwujud
- Kendaraan bermotor
- Mesin-mesin
- Kapal laut dan kapal terbang yang telah terdaftar
- Persediaan barang
b. Benda tidak berwujud
- Wesel
- Sertifikat deposito
- Obligasi
- Saham 105
Pembagian benda bergerak dan benda tidak bergerak
memiliki arti yang penting dalam menentukan jenis lembaga
jaminan mana yang dapat digunakan untuk pengikatan
perjanjian kredit. Jika benda jaminan berupa benda bergerak
maka dapat digunakan lembaga jaminan yaitu gadai dan
105 Siswanto Sutojo, 2007, Analisis Kredit Bank Umum, PT. Damar Mulia
Pustaka, Jakarta, hal. 191.
fidusia. Sedangkan jika benda jaminan merupakan benda tidak
bergerak maka lembaga jaminannya adalah hipotik atau hak
tanggungan.
2. Jaminan perorangan
Jaminan perorangan adalah jaminan yang menimbulkan
hubungan langsung pada perorangan tertentu, selalu berupa
suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur) dengan
pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya kewajiban dari si
berutang (debitur), bahkan jaminan perorangan ini dapat
diadakan tanpa pengetahuan dari si berutang (debitur)
tersebut, sehingga jaminan perorangan menimbulkan
hubungan langsung antara perorangan yang satu dengan yang
lain. Termasuk dalam jaminan perorangan adalah personal
guarantee, corporate guarantee dan atau perikatan tanggung
menanggung.
Jaminan perorangan kurang disukai dalam praktek,
karena para kreditur hanya berkedudukan sebagai kreditur
konkuren yang harus bersaing dengan kreditur lain dalam
pemenuhan kewajiban debitur, dan karena pihak ketiga juga
tidak mengikatkan harta tertentu dalam perjanjian sehingga
pihak ketiga sering melakukan pengingkaran terhadap
kesanggupannya.
Jaminan perorangan tidak memiliki hak privilege atau
hak yang diistimewakan terhadap kreditur lainnya, maka
85
jaminan itu harnpir tidak berarti bagi pihak bank sebagai pihak
pemberi kredit. Hal ini disebabkan karena pihak kreditur
menginginkan jaminan yang lebih kuat dan bersifat khusus
sehingga bila suatu saat debitur tidak memenuhi utangnya
maka bank dapat dengan mudah menyita dan melelang barang
yang dijadikan jaminan tersebut.106
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dikemukakan
unsur-unsur yang terdapat dalam jaminan kebendaan dan
jaminan perorangan, sebagai berikut :
1. Hak mutlak atas suatu benda2. Cirinya mempunyai hubungan langsung atas benda
tertentu.3. Dapat dipertahankan terhadap siapapun4. Selalu mengikuti bendanya, dan5. Dapat dialihkan kepada pihak lainnya.
Unsur jaminan perorangan, yaitu :1. Mempunyai hubungan langsung pada benda tertentu.2. Hanya dapat dipertahankan terhadap debitur tertentu,
dan3. Terhadap harta kekayaan debitur pada umumnya. 107
3.2. Konsepsi Jaminan Fidusia
3.2.1. Pengertian Fidusia dan Jaminan Fidusia
Istilah fidusia berasal dari bahasa Belanda, yaitu “fiducie”
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut “fiduciary transfer of
ownership”, yang artinya kepercayaan. Didalam berbagai
literature, fidusia lazim disebut dengan istilah “eigendom
106 Kwik Kian Gie, 2005, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan Teori dan Contoh
Kasus. Kencana Prenada Media Group, Jakarta, hal. 18107 H. Salim HS., Op.Cit., hal. 24.
overdract (FEO), yaitu penyerahan hak milik berdasarkan atas
kepercayaan. 108
Jaminan fidusia telah digunakan di Indonesia sejak masa
Hindia Belanda sebagai suatu bentuk lembaga jaminan yang lahir
dari yurisprudensi, yang memungkinkan kepada pemberi fidusia
untuk menguasai barang yang dijaminkan untuk melakukan
kegiatan usaha yang dibiayai dari pinjaman dengan menggunakan
jaminan fidusia.
Dalam perkembangan selanjutnya lembaga jaminan fidusia
ini diatur melalui peraturan perundang-undangan, yaitu Undang-
Undang No.42 tahun 1999 ini, pengikatan jaminan utang yang
dilakukan melalui jaminan fidusia wajib memenuhi ketentuan
undang-undangnya.
Dalam kaitannya dengan lembaga jaminan fidusia ini, OK
Brahu mengatakan bahwa :
Het is deze “deling” van het eigendomrecht in een juris discheigendom, in handen van de creiteur en een, economische eigendom’, verbleven bij de debiteur, waaraan men doorgaans terstond denkt bij de ‘term’ Fidusiaire eigendom.109
Terjemahan bebas dapat diartikan bahwa pembagian hak
milik antara hak secara yuridis berada ditangan kreditur dan
hak milik secara ekonomis tetap berada di tangan debitur,
lazimnya orang menyebut dengan istilah milik fidusia. Keluar
108 H. Salim HS., Op.Cit., hal. 55.109
OK Brahn, 1988, Fidusiare Stille Vervanding en Eigendoms voor behoud Naar Hulding en Komenrecht, (Den Haag : Tjeenk Williank, B.V, Zwolle) , hal. 10.
87
ditampakkan sebagai pemindahan milik, sebenarnya (ke dalam,
intern) hanya suatu jaminan saja untuk hutang. Dalam sistem
hukum Anglo Sakson, Henry Campbell Black, mengatakan :
The term is derived from the Roman law, and means (as a noun) a person holding the character analogous to that of a trustee, in respect to the trust and confidence involved in itand the scrupulous good faith and candor whichit requires. A person having duty, created by his undertaking, to act primarily for another’s benefit in matters connected which such undertaking. As an adjective it means of nature of a trust; having the characteristics of a trust; analogous to a trust; relating to or founded upon a trust or confidence.110
Dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang No. 42 tahun 1999
tentang Jaminan Fidusia, tentang Fidusia diberikan pengertian
sebagai berikut
Fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda.
Jika diuraikan dari ketentuan tersebut, maka terlihat unsur
perumusannya, yaitu :
1) Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan.
2) Benda itu tetap berada dalam penguasaan pemilik benda.
1. Pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar
kepercayaan.
Doktrin para sarjana mengemukakan bahwa dalam
110 Herry Combell Black, 1991, Black’s Law Dictionary, Definitions of the
Terms and Phrases of American and English Jurisprudence Ancient and Modern, Siut Paul, Minu : West Publishing Co, hal. 431.
Fidusia, “Pengalihan hak milik atas dasar Kepercayaan”, tidak
benar-benar menjadikan kreditur sebagai pemilik pemilik atas
benda yang telah dijaminkan, tetapi hanya memberika hak
jaminan saja pada kreditur sebagaimana tujuan dari kata
“pengalihan” tersebut tidak lain hanyalah untuk memberikan
jaminan atas suatu pemenuhan hak tagihan atas eksekusi
terhadap jaminan.111
Begitu pula apabila berpegang pada kata-kata “atas
dasar kepercayaan”, dapat ditapsirkan bahwa dengan
pengalihan itu, kreditur tidak dengan benar-benar menjadi
pemilik atas benda jaminan, karena dengan berpegang pada
penafsiran yang selam aini berlaku (doktrin di atas), berarti
pemberi jaminan percaya bahwa jika nanti hutang yang telah
diberikan jaminan Fidusia dilunasi, maka hak milik atas benda
jaminan akan kembali pada pemberi jaminan, dan dalam
prakteknya hal demikianlah yang berlaku.112
2. Benda itu Tetap Berada dalam Pengusaan pemilik benda.
Unsur yang kedua ini telah ditapsirkan pula oleh
doktrin para sarjana yang ada, meskipun alas hak (title) dari
benda itu diserahkan melalui suatu perjanjian, namun
bendanya secara fisik tetap dikuasai oleh pemberi jaminan.
111 H. Tan Kamelo, 2004, Hukum Jaminan Fidusia, Alumni, Bandung, hal. 190
– 191.112 Ibid, hal.160 – 162
89
Jadi secara yuridis, hak terhadap benda tersebut telah
diserahkan, namun pemberi jaminan masih mempunyai hak
untuk menikmati atau memanfaatkan benda yang telah
dibebani jaminan tersebut, meskipun dengan sendirinya atas
hak yang diserahkan terebut bukan hak kepemilikan suatu
benda sepenuhnya, melainkan hak milik terhadap jaminan atas
benda sebagaimana dijelaskan di atas.
Terhadap apa yang dikemukakan di atas, maka
dipertegas kembali dalam pasal 1 angka (2) Undang-Undang
Fidusia sebagai berikut :
Jaminan Fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Tanggungan yang tetap berada dalam penguasaan pemberi Fidusia, sebagaimana agunan bagipelunasa hutang tetentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada Penerima Fidusia terhadap kreditur lainnya.
Dari ketentuan tersebut, maka unsur-unsur Fidusia
adalah merupakan upaya pemberian hak jaminan pada
kreditur dengan tujuan :
1) Sebagai Agunan
Sebagai agunan menunjuk pada ciri umum dari hak
jaminan, bahwa pengalihan hak milik terhadap suatu benda
hanya diperuntukkan sebagai agunan/jaminan saja.
Memang apabila dilihat lebih jauh terhadap konstruksi
jaminan fidusia akan membingungkan dan sering
menimbulkan salah tafsir apabila dikaitkan dengan unsur
dari pengertian fidusia tentang "pengalihan hak milik"
yang sering ditafsirkan bahwa penerima jaminan fidusia
semestinya menjadi pemilik atas benda yang bersangkutan.
Apabila ditinjau lebih jauh riwayat fidusia sebenarnya
merupakan penyelundupan atas ketentuan gadai yang
diatur pada Pasal 1152 ayat (i) KUH Perdata untuk
membedakan dari gadai berdasarkan kebutuhan praktek
hukum jaminan. Karena hukum merupakan suatu sistem
yang tidak memungkinkan untuk adanya pertentangan
sehingga digunakan istilah pengalihan hak milik untuk
membedakan dangan gadai.113
2) Untuk kepentingan pelunasan utang tertentu;
Unsur ini menunjuk pada penjelasan bahwa
pemberian jaminan fidusia memiliki tujuan yang sama
dengan jaminan lainnya yaitu untuk jaminan agar debitur
memenuhi kewajibannya yaitu dalam pelunasan utang
tertentu. Dengan demikian terlihat bahwa perjanjian
pokoknya adalah hutang, piutang dan perjanjian pemberian
jaminan fidusianya sebagai perjanjian tambahan (assesoir).
Hal tersebut ditegaskan dalam Pasal 4 UU Fidusia yang
113 Henry Subagyo, 2006, Op.Cit, hal. 103.
91
menyatakan: "Jaminan Fidusia merupakan perjanjian
ikutan dan suatu perjanjian pokok yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi suatu
prestasi." Sedangkan ciri perjanjian tambahan (assesoir)
adalah perjanjian tersebut bersifat dependen yang tidak
dapat berdiri sendiri, kemudian berakhirnya adalah
tergantung pada berakhirnya perjanjian pokoknya.114
3) Memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima
fidusia terhadap kreditor lain dari pelunasan/kewajiban
debitur (pemberi jaminan fidusia).
Unsur ini menunjukkan bahwa kreditur penerima
fidusia akan mempunyai posisi lebih baik di depan hukum
dalam penagihan, demikian pula apabila terjadi eksekusi
terhadap benda jaminan fidusia, maka kedudukannya lebih
diutamakan atau didahulukan daripada kreditur lainnya
dalam mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi
dari benda jaminan fidusia. Hal demikian dinamakan hak
preferen. Terhadap hak preferan tersebut perlu
diperhatikan bahwa: 1) hak preferen harus dilihat dalam
kaitannya dengan kreditur lainnya; 2) hak preferen
menggambarkan adanya kaitan antara hak dengan benda
yang dijaminkan; 3) pelaksanaan hak adalah untuk
114 Ibid. hal. 104.
mengambil pelunasan piutang, bukan memiliki benda
jaminan; 4) hak preferen lahir pada saat jaminan fidusia
didaftarkan. Hal ini selaras pula dengan Pasal 27 UU
Fidusia yang menyatakan:
1) Penerima Fidusia memiliki hak yang didahulukan terhadap kreditur lainnya.
2) Hak yang didahulukan yang didahulukan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah hak Penerima Fidusia untuk mengambil pelunasan piutangnya atas hasil eksekusi benda yang menjadi objek jaminan Fidusia.
3) Hak yang didahulukan dari Penerima Fidusia tidak hapus karena adanya kepailitan dan atau likuidasi Pemberi Fidusia.
3.2.2. Subyek dan Obyek Jaminan Fidusia
Subyek hukum adalah setiap pendukung hak dan
kewajiban, yaitu manusia dan badan hukum. Pada masa sekarang
manusia adalah subyek hukum, disamping badan hukum.115
Sedangkan obyek hukum adalah setiap benda baik bergerak
maupun tidak bergerak dan berwujud maupun tidak berwujud.116
Subyek Jaminan Fidusia adalah pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan perjanjian /akta Jaminan Fidusia yaitu pemberi
fidusia dan penerima Fidusia.
Pemberi fidusia adalah orang perorangan atau korporasi
pemilik benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia. Pemberi
fidusia bisa debitur sendiri atau pihak lain bukan debitur. Yang
115 Peter Mahmud Marzuki, 2009, Pengantar Ilmu Hukum, Prenada Media
Group, Jakarta, hal. 242.116 Bachsan Mustafa, 2003, Op.Cit, hal. 61.
93
dimaksud korporasi menurut hemat penulis adalah suatu badan
usaha yang berbadan hukum atau badan usaha bukan berbadan
hukum. Untuk membuktikan bahwa benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia milik sah pemberi fidusia maka harus dilihat
bukti-bukti kepemilikan benda-benda jaminan tersebut.
Penerima Fidusia adalah orang perseorangan atau
korporasi sebagai pihak yang mempunyai piutang yang
pembayarannya dijamin dengan jaminan Fidusia. Yang dimaksud
korporasi menurut hemat penulis adalah badan usaha yang
berbadan hukum yang memiliki usaha dibidang pinjaman-
meminjam, uang seperti perbankan.
Jadi penerima fidusia adalah kreditur (pemberi pinjaman),
bisa Bank sebagai pemberi kredit atau orang-perorangan atau
badan hukum yang memberi pinjaman. Penerima fidusia
memiliki hak untuk mendapatkan pelunasan utang yang diambil
dari nilai obyek fidusia dengan cara menjual oleh kreditur sendiri
atau melalui pelelangan umum.
Yang dimaksud obyek Jaminan Fidusia adalah benda-
benda apa yang dapat dijadikan jaminan utang dengan dibebani
Jaminan Fidusia. Benda-benda yang dapat dibebani Jaminan
Fidusia yaitu:
1) Benda bergerak berwujud, contohnya:
a. Kendaraan bermotor seperti mobil, bus, truck, sepeda
motor dan lain-lainnya.
b. Mesin-mesin pabrik yang tidak melekat pada tanah/
bangunan pabrik
c. Alat-afat inventaris kantor Perhiasan
d. Persediaan barang atau inventory, stock barang,
stock barang dagangan dengan daftar mutasi barang.
e. Kapal laut berukuran dibawah 20
f. Perkakas rumah tangga seperti mebel, radio, televisi,
almari es, mesin jahit.
g. Alat-alat pertanian seperti traktor pembajak sawah, mesin
penyedot air dan lain-lain.
2) Barang bergerak tidak berwujud, contohnya:
a. Wesel
b. Sertifikat deposito
c. Saham
d. Obligasi
e. Konosemen
f. Piutang yang diperoleh pada saat jaminan diberikan
atau yang diperoleh kemudian.
g. Deposito berjangka.
3) Hasil dari benda yang menjadi obyek jaminan baik benda
bergerak berwujud atau benda bergerak tidak berwujud atau
hasil dari benda tidak bergerak yang tidak dapat dibebani Hak
Tanggungan.
4) Klaim asuransi dalam hal benda yang menjadi obyek Jaminan
95
Fidusia diasuransikan.
5) Benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat
dibebani hak tanggungan yaitu hak milik satuan rumah susun
di atas tanah hak pakai atas tanah negara (UU No. 16 tahun
1985) dan bangunan rumah yang dibangun diatas tanah orang
lain sesuai pasal 15 UU No. 5 tahun 1992 tentang Perumahan
dan Pemukiman.
6) Benda-benda termasuk piutang yang telah ada pada saat
jaminan diberikan maupun piutang yang diperoleh kemudian
hari.
3.2.3. Sifat-Sifat Jaminan Fidusia
Jaminan Fidusia yang ditur dalam Undang-Undang Nomor
42 Tahun 1999 mempunyai sifat-sifat sebagai berikut :
1. Jaminan Fidusia mempunyai sifat accessoir.
Seperti sifat-sifat jaminan pada umumnya, Jaminan
Fidusia bersifat accessoir artinya Jaminan Fidusia bukan hak
yang berdiri sendiri tetapi lahirnya keberadaannya atau
hapusnya tergantung perjanjian pokoknya. Yang dimaksud
perjanjian pokok adalah perjanjian yang menimbulkan
kewajiban bagi para pihak untuk memenuhi prestasi.
Perjanjian pokok misalnya perjanjian kredit atau perjanjian
utang atau perjanjian lainnya yang menimbulkan kewajiban
para pihak untuk memberikan sesuatu, berbuat sesuatu dan
tidak berbuat sesuatu yang dapat dinilai dengan uang.
Sifat accessoir dari Jaminan Fidusia ini berdasarkan
pada pasal 4 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan: Jaminan
Fidusia merupakan perjanjian ikutan dari suatu perjanjian
pokok yang menimbulkan kewajiban bagi para pihak untuk
memenuhi prestasi. Pasal 25 juga menegaskan bahwa Jaminan
Fidusia hapus karena hapusnya utang yang dijamin dengan
fidusia.
2. Jaminan Fidusia mempunyai sifat droit de suite.
Jaminan Fidusia memiliki sifat Droit De Suite ini
mengikuti sifat droit de suite seperti Hak Tanggungan karena
prinsip droit de suite merupakan bagian dari peraturan
perundang-undangan Indonesia dalam kaitannya dengan hak
mutlak atas kebendaan. Jaminan Fidusia yang memiliki sifat
droit de suite artinya penerima Jaminan Fidusia/Kreditur
mempunyai hak mengikuti benda yang menjadi obyek Jaminan
Fidusia dalam tangan siapapun benda itu berada. Namun sifat
ini dikecualikan untuk obyek Jaminan Fidusia yang berbentuk
benda persediaan (inventory). Obyek Jaminan Fidusia yang
berbentuk benda persediaan dalam dunia perdagangan dapat
dijual setiap saat karena benda persediaan tersebut merupakan
barang-barang dari hasil produksi industri yang memang
untuk diperdagangkan. Sifat droit de suite dapat
97
dicontohkan benda obyek Jaminan Fidusia berupa bus-bus
atau truck oleh pemilik benda dijual kepada pihak lain, maka
dengan sifat don't de suite, jika debitur cidera janji Kreditur
sebagai penerima Jaminan Fidusia tetap dapat mengeksekusi
benda jaminan bus-bus atau truck meskipun oleh pemberi
Fidusia telah dijual dan dikuasai pihak lain. Jadi penjualan
obyek Jaminan Fidusia oleh pemilik benda tersebut tidak
menghilangkan hak Kreditur untuk mengeksekusi benda
jaminan (obyek Fidusia) itu.
3. Jaminan Fidusia memberikan hak preferent.
Kreditur sebagai penerima Fidusia memiliki hak yang
didahulukan, (preferent) terhadap kreditur lainnya artinya jika
debitur cidera janji atau lalai membayar hutangnya maka
kreditur penerima fidusia mempunyai hak untuk menjual atau
mengeksekusi benda jaminan fidusia dan kreditur mendapat
hak didahulukan untuk mendapatkan pelunasan hutang dari
hasil eksekusi benda jaminan fidusia tersebut.
Contoh Bank BTN memberikan kredit kepada B dengan
Jaminan Fidusia berupa kendaraan truck dan bus. Ternyata B
juga mempunyai hutang di Bank Gajah Tunggal tanpa
jaminan. Jadi B memiliki hutang kepada Bank BNI dan Bank
Gajah Tunggal. Jika debitur B cidera janji maka Bank BTN
sebagai penerima fidusia mendapatkan pelunasan terlebih
dahulu dari hasil eksekusi benda jaminan, sedangkan Bank
Gajah Tunggal baru mendapatkan pelunasan jika hasil
eksekusi tersebut lebih besar dari pelunasan seluruh hutang B
kepada Bank BTN.117
4. Jaminan Fidusia untuk menjamin utang yang telah ada atau
akan ada.
Fungsi Jaminan Fidusia ialah untuk menjamin
pelunasan suatu utang yang besarnya sudah diperjanjikan
dalam perjanjian pokok yaitu perjanjian kredit atau perjanjian
utang. Utang yang dijamin pelunasannya dengan fidusia harus
memenuhi syarat sesuai pasal 7 UU Fidusia yaitu:
a. Utang yang telah ada artinya besarnya utang yang ditentukan dalam perjanjian kredit atau perjanjian lainnya. Besarnya utang yang ada dalam perjanjian kredit merupakan jumlah utang maksimum atau disebut plafond kredit. Sering terjadi jumlah plafond kredit yang tercantum dalam perjanjian kredit tidak seluruhnya ditarik oleh debitur sehingga jumlah utang yang sebenarnya tidak sama dengan jumlah plafond dalam perjanjian kredit. Oleh karena itu besarnya utang telah ada, dapat menggunakan bukti tambahan berupa rekening koran atau bukti lainnya yang dikeluarkan Bank. Rekening koran yang diterbitkan Bank inilah merupakan bukti besarnya jumlah utang riil yang ada yang dijamin pelunasannya dengan Jaminan fidusia .
b. Utang yang akan timbul di kemudian hari yang telah diperjanjikan dalam jumlah tertentu. Utang yang akan timbul di kemudian hari atau yang akan ada ini misalnya utang yang timbul dari pembayaran yang dilakukan oleh kreditur untuk kepentingan debitur dalam rangka pelaksanaan Bank Garansi. Utang ini merupakan utang yang akan ada karena terjadinya dimasa akan datang tetapi
117 Sutarno, Op.Cit., hal. 208.
99
jumlahnva utang sudah bisa ditentukan sesuai komitmen kreditur untuk membayar Bank Garansi akibat debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada penerima Bank Garansi (pihak yang dijamin).
c. Utang yang pada saat eksekusi dapat ditentukan jumlahnya berdasarkan perjanjian kredit yang menimbulkan kewajiban memenuhi suatu prestasi.Pada saat eksekusi terhadap Jaminan fidusia, kreditur akan menentukan jumlah utang riil debitur berdasarkan perjanjian kredit atau rekening koran yang meliputi penarikan hutang pokok, bunga, denda keterlambatan dan biaya-biaya lainnya yang dikeluarkan kreditur. Berdasarkan bukti-bukti tersebut jumlah utang dapat ditentukan pada saat kreditur akan mengajukan eksekusi.118
5. Jaminan Fidusia dapat menjamin lebih dari satu utang.
Pasal 8 Undang-Undang Fidusia (UUF) menegaskan
bahwa: Jaminan Fidusia dapat diberikan kepada lebih dari
satu Penerima Fidusia atau kepada kuasa atau wakil dari
Penerima Fidusia tersebut. Dari ketentuan pasal ini maka
benda jaminan fidusia dapat dijaminkan oleh debitur kepada
beberapa kreditur. Dari penjelasan pasai tersebut, yang
dimaksud lebih dari satu penerima fidusia atau lebih dari satu
kreditur hanya berlaku dalam rangka pembiayaan kredit secara
konsorsium atau sindikasi. Artinya seorang kreditur secara
bersama-sama dengan Kreditur lain (secara konsorsium atau
sindikasi) memberikan kredit kepada seorang debitur dalam
satu perjanjian kredit. Jaminan Fidusia yang diberikan debitur
digunakan untuk menjamin kepada semua kreditur itu secara
bersama. Antara kreditur satu dengan kreditur lainnya
118 Sutarno, Op.Cit,. hal.
mempunyai kedudukan yang sama atas jaminan Fidusia, tidak
ada kreditur yang memiliki peringkat yang lebih tinggi
dibanding debitur lain.
6. Jaminan Fidusia mempunyai kekuatan eksekutorial.
Kreditur sebagai penerima Fidusia mempunyai hak
untuk mengeksekusi benda jaminan bila debitur cidera janji.
Hak untuk mengajukan eksekusi tersebut berdasarkan: Pasal
15 ayat 3 yang menegaskan bahwa Apabila debitur cidera
janji, kreditur sebagai Penerima Fidusia mempunyai hak
untuk menjual Benda yang menjadi obyek jaminan Fidusia
atas kekuasaan sendiri. Hak untuk menjual obyek Jaminan
Fidusia atas kekuasaan sendiri merupakan perwujudan dari
Sertifikat Jaminan Fidusia mempunyai eksekutorial yang
sama dengan putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan
hukum tetap. Hal ini ditegaskan dalam pasal 15 ayat 1 dan 2
UU Jaminan Fidusia yang intinya menegaskan Sertifikat
Jaminan Fidusia yang dicantumkan kata-kata "Demi Keadilan
Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa mempunyai kekuatan
eksekutorial yang sama dengan putusan pengadilan yang telah
memperoleh kekuatan hukum tetap.
Dengan sifat eksekutorial ini jika debitur cidera janji
maka kreditur sebagai penerima Fidusia dapat melakukan
penjualan benda jaminan secara langsung dengan bantuan
101
Kantor Lelang atau tidak dengan bantuan Kantor Lelang dan
tidak perlu meminta fiat dari pengadilan. Hak kreditur untuk
menjual sendiri benda jaminan dinamakan Parate Eksekusi.
7. Jaminan Fidusia mempunyai sifat spesialitas dan publisitas.
Sifat spesialitas adalah uraian yang jelas dan rinci
mengenai obyek Jaminan Fidusia. Benda yang menjadi obyek
Jaminan Fidusia harus diuraikan secara jelas dan rinci dengan
cara mengidentifikasi benda jaminan tersebut, dijelaskan
mengenai surat bukti kepemilikannya dalam Akta Jaminan
Fidusia.
Sifat publisitas adalah berupa pendaftaran Akta
Jaminan Fidusia yang merupakan akta pembebanan benda
yang dibebani Jaminan Fidusia. Pendaftaran Akta Jaminan
Fidusia dilakukan di Kantor Pendaftaran Fidusia tempat
dimana Pemberi Fidusia berkedudukan. Untuk benda-benda
yang dibebani Jaminan Fidusia tetapi berada di luar wilayah
Negara Republik Indonesia tetap didaftarkan di kantor
Pendaftaran Fidusia di Indonesia dimana Pemberi Fidusia
berkedudukan.
Dengan dilaksanakan pendaftaran benda yang dibebani
Jaminan Fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia, maka
masyarakat dapat mengetahui bahwa suatu benda telah
dibebani Jaminan Fidusia sehingga masyarakat akan berhati-
hati untuk melakukan transaksi atas benda tersebut dan
sekaligus memberikan jaminan kepastian terhadap kreditur
lainnya mengenai benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia.
Pendaftaran benda yang telah dibebani Jaminan Fidusia ini
untuk memenuhi asas publisitas seperti tercantum pada pasal
11 UU Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa benda yang
dibebani dengan jaminan Fidusia wajib didaftarkan.
8. Jaminan Fidusia berisi hak untuk melunasi utang.
Pada umumnya sifat ini ada dalam setiap hak jaminan
yang menjamin pelunasan utang, seperti Hak Tanggungan juga
memiliki sifat ini. Sifat ini sesuai fungsi setiap jaminan yang
memberikan hak dan kekuasaan kepada kreditur untuk
mendapatkan pelunasan dari hasil penjualan jaminan tersebut
bila debitur cidera janji bukan untuk dimiliki kreditur.
Ketentuan ini bertujuan untuk melindungi debitur dari
tindakan sewenang-wenang kreditur. Seandainya debitur
setuju mencantumkan janji bahwa benda yang menjadi obyek
fidusia akan menjadi milik debitur jika debitur cidera janji
maka oleh undang-undang janji semacam itu batal demi
hukum. Batal hukum artinya sejak semula dianggap tidak
pernah ada sehingga tidak perlu dilaksanakan (vide pasal 33
UU Fidusia ).
9. Jaminan Fidusia meliputi hasil benda yang menjadi obyek
103
Jaminan Fidusia dan klaim asuransi.
Sifat ini sangat menguntungkan kepentingan Kreditur
karena obyek jaminan fidusia menjadi lebih luas bukan hanya
benda-benda saja tetapi meliputi hasil dari pemanfaatan atau
pengelolaan dari benda yang menjadi obyek jaminan fidusia
termasuk klaim asuransi jika benda yang menjadi obyek
jaminan fidusia di asuransikan (vide pasal 10 UU Fidusia).
Misalnya obyek jaminan fidusia berupa bus-bus atau
truck-truck, maka yang menjadi jaminan fidusia bukan hanya
bus-bus dan truck saja tetapi meliputi hasil dari pengoperasian
atau pengelolaan bus dan truck itu yaitu berupa sejumlah
uang. Namun dalam penerapannya tentu tidak mudah untuk
mengetahui berapa jumlah uang hasil dari pemanfaatan atau
pengelolaan bus atau truck tersebut.
10. Obyek Jaminan Fidusia berupa benda-benda bergerak
berwujud dan tidak berwujud dan benda tidak bergerak yang
tidak dapat dibebani dengan Hak Tanggungan serta benda-
benda yang diperoleh di kemudian hari.
3.2.4. Pembebanan Jaminan Fidusia
Apabila permohonan kredit sudah disetujui, maka
selanjutnya dibuatkanlah perjanjian, baik perjanjian kredit
maupun perjanjian pembebanan jaminannya. Pembebanan
jaminan fidusia atas kredit yang telah disetujui tersebut dilakukan
melalui beberapa tahapan sesuai dengan ketentuan UU Fidusia
(UU No. 42 tahun tahun 1999) yang dimaksud tahap-tahap
pembebanan fidusia adalah rangkaian perbuatan hukum dari
dibuatnya perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit,
pembuatan akta jaminan fidusia sampai dilakukannya pendaftaran
di Kantor Pendaftaran Fidusia. Rangkai perbuatan hukum
tersebut memerlukan beberapa tahapan sebagai berikut :
a. Tahap Pertama (Pembuatan Perjanjian
Pokok).
Tahap pertama didahului dengan dibuatnya perjanjian
pokok yang berupa perjanjian kredit atau perjanjian utang.
Perjanjian pokok yang berupa perjanjian kredit dapat dibuat
dengan akta dibawah tangan artinya dibuat oleh Kreditur
dan Debitur sendiri atau akta otentik artinya dibuat oleh dan
dihadapan Notaris. Didahuluinya pembuatan perjanjian
pokok yang berupa perjanjian kredit ini sesuai sifat
accessoir dari Jaminan Fidusia yang artinya pembebanan
Jaminan Fidusia merupakan ikutan dari perjanjian pokok.
Pasal 4 UU Fidusia menegaskan Jaminan Fidusia merupakan
perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok yang
menimbulkan kewajiben bagi para pihak untuk memenuhi
suatu prestasi.
Perjanjian jaminan sebagai perjanjian ikutan
105
(tambahan) dimaksudkan untuk mendukung secara khusus
perjanjian terdahulu yaitu perjanjian pokok (perjanjian
kredit) yang telah disepakati dan yang hanya memiliki sifat
relatif. Menurut Mochamad Isnaeni:
Pada umumnya diakui bahwa segala sesuatu yang memperoleh dukungan akan menjadi lebih kokoh ketimbang saat sebelumnya ketika tidak ada pendukungnya. Begitu pula kalau perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok bermula ekedar memiliki sifat relative, sehingga krediturnya hanya berposisi sebagai kreditur konkuren, kalau koemudian didukung oleh perjanjian jaminan (tambahan) yang bersifat kebendaan, mengakibatkan kreditur yang bersangkutan berubah posisi menjadi kreditur preferen dengan hak-hak yang lebih istimewa.119
b. Tahap Kedua (Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia)
Tahap kedua berupa pembebanan benda dengan
jaminan Fidusia yang ditandai dengan pembuatan Akta
Jaminan Fidusia ditandatangani Kreditut sebagai penerima
Fidusia dan pemberi Fidusia (debitur atau pemilik benda
tetapi bukan debitur). Dalam Akta Jiminan Fidusia selain
dicantumkan hari dan tanggal juga dicantumkan mengenai
waktu atau jam pembuatan akta tersebut. Bentuk Akta
Jaminan Fidusia adalah akta otentik yang dibuat oleh dan
dihadapan Notaris. Pembebanan fidusia dilakukan dengan
menggunakan instrument yang disebut “Akta Jaminan
Fidusia”. Akta jaminan fidusia ini haruslah dibuat dengan
119 Mochamad Isnaeni, 1996, hal. 36, Hipotik Pesawat Udara di Indonesia, CV. Dharma Muda, Surabaya.
akta Notaris (Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang No. 42 Tahun
1999).120
Sejalan dengan ketentuan yang mengatur Hipotik
dan Hak Tanggungan, maka Akta Jaminan Fidusia harus
dibuat oleh dan dihadapan pejabat yang berwenang, yaitu
Notaris.121 Pasal 1870 KUH Perdata menyatakan bahwa
Akta Notaris merupakan akta otentik yang memiliki
kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang dimuat
didalamnya diantara para pihak beserta para ahli warisnya
atau para pengganti haknya. Itulah sebabnya mengapa
Undang-Undang Fidusia (UU No. 42 Tahun 1999)
menetapkan perjanjian Fidusia harus dibuat dengan Akta
Notaris. 122
Menurut Ratnawati W. Prasadja, alasan Undang-
Undang menetapkan bentuk perjanjian pembebanan jaminan
fidusia dengan akta notaris adalah : Pertama , akta notaris
adalah akta otentik, sehingga memiliki kekuatan pembuktian
sempurna; Kedua , obyek jaminan fidusia umumnya adalah
benda bergerak; Ketiga , undang-undang melarang adanya
fidusia ulang.123
120 Bedi, HL dan Hardikal, V.K, 1997, hal. 138, Practical Banking
Advances,New Delhi, India : UBS Publishers Distributors Ltd.121 Gunawan Widjaya dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 135.
122 Gunawan Widjaja dan Achmad Yani, Op.Cit, hal. 36.
123 Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 131
107
Kewajiban pembebanan jaminan fidusia dengan
akta notaris, adalah merupakan norma yang bersifat
memaksa (dwingenrecht). Sudah tentu apabila dibuat tidak
dengan akta notaris atau dibuat hanya dengan akta dibawah
tangan, perjanjian jaminan fidusia itu tidak memiliki
eksistensi dan konsekwensinya tidak dapat didaftarkan
untuk memenuhi azas publisitas sebagaimana dikehendaki
oleh undang-undang.
Secara teoritis fungsi akta adalah untuk
kesempurnaan perbuatan hukum (formalitas causa), 124 dan
akta notaris mempunyai kekuatan pembuktian lahir sesuai
azas “acta publica proban seseipsa”. Bila dibandingkan
dengan akta dibawah tangan tidak mempunyai kekuatan
pembuktian lahir karena tanda tangan pada akta dibawah
tangan masih dapat dipungkiri oleh para pihak. Dengan
demikian, akta notaris mempunyai kekuatan hukum dan
kepastian hukum yang lebih besar dan sempurna
dibandingkan akta dibawah tangan.125
Akta jaminan fidusia sebagaimana dimaksud,
haruslah berisikan sekurang-kurangnya hal-hal sebagai
berikut :
124 Sudikno Mertokusumo, 1970, hal. 121-122, Sejarah Peradilan dan Perundang-
Undangannya di Indonesia, Universitas Gajah Mada, Gunung Agung, Jakarta.125 Tan Kamelo,Op.Cit, hal. 130.
a) Identitas pihak pembeli fidusia, berupa :– Nama lengkap– Agama– Tempat tinggal/tempat kedudukan,– Tempat lahir,– Tanggal lahir,– Jenis kelamin– Status perkawinan– Pekerjaan.
b) Identitas pihak penerima fidusia, yakni tentang data seperti tersebut diatas.
c) Haruslah dicantumkan hari, tanggal dan jam pembuatna akta fidusia.
d) Data perjanjian pokok yang dijamin dengan fidusia.e) Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia, yakni tentang identifikasi benda tersebut, dan surat bukti kepemilikannya. Jika bendanya selalu berubah-ubah seperti benda dalam persediaan (inventory), haruslah disebutkan tentang jenis, merek, dan kualitas dari benda tersebut.
f) Berapa nilai pejaminannyag) Berapa nilai benda yang menjadi obyek jaminan
fidusia.126
c. Tahap Ketiga, (Pendaftaran Jaminan
Fidusia)
Pada tahap ketiga ini, ditandai dengan pendaftaran
jaminan fidusia di Kantor Pendaftaran Fidusia di tempat
kedudukan pemberi Fidusia (domisili debitur atau pemilik
benda jaminan fidusia).
Pendaftaran jaminan fidusia diatur dalam Pasal 11
sampai dengan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jamman Fidusia dan Peraturan Pemerintah
Nomor 86 Tahun 2000 tentang Tata Cara Pendaftaran
126 Munir Fuady I, Op.Cit, hal. 20.
109
Jaminan Fidusia dan Biaya Pembuatan Akta Jaminan
Fidusia. Peraturan Pemerintah ini terdiri atas 4 bab dan 14
pasal. Hal-hal yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini
meliputi pendaftaran fidusia, tata cara perbaikan sertifikat,
perubahan sertifikat, pencoretan pendaftaran, dan
penggantian sertifikat.
Dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 42 Tahun
1999 tentang Jaminan Fidusia ditentukan bahwa benda, baik
yang berada di dalam wilayah negara Republik ladonesia
maupun berada di luar wilayah negara Republik Indonesia
yang dibebani jaminan fidusia wajib didaftarkan.
Pendaftaran dilakukan pada Kantor Pendaftaran Fidusia.
Untuk pertama kalinya Kantor Pendaftaran Fidusia didirikan
di Jakarta dengan wilayah kerja mencakup seluruh wilayah
RI. Tapi kini Kantor Pendaftaran Fidusia telah dibentuk
pada setiap provinsi di Indonesia. Kantor Pendaftaran
Fidusia berada dalam lingkup tugas Departemen hukum dan
Hak Asasi Manusia.
Pendaftaran jaminan fidusia dilakukan oleh kreditur
atau kuasanya atau wakilnya. Dalam prakteknya kreditur
memberikan kuasa kepada Notaris yang membuat akta
jaminan fidusia untuk melakukan pendaftaran jaminan
fidusia dimaksud. Adapun tujuan pendaftaran jaminan
fidusia adalah :
1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak
yang berkepentingan.
2. Memberikan hak yang didahulukan (preferent) kepada
penerima fidusia terhadap kreditur yang lain. Ini
disebabkan jaminan fidusia memberikan hak kepada
penerima fidusia untuk tetap menguasai bendanya yang
menjadi obyek jaminan fidusia berdasarkan kepercayaan
(Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000
tentang Tata Cara Pendaftaran Jaminan Fidusia dan
Biaya Pembuatan Akta Jaminan Fidusia).127
Setelah dilakukan pendaftaran jaminan fidusia, guna
membuktikan adanya jaminan fidusia, maka Kantor Pendaftaran
Fidusia menerbitkan sertifikat jaminan fidusia pada tanggal yang
sama dengan tanggal penerimaan permohonan pendaftaran (pasal
14 ayat 1 UU No. 42 tahun 1999). Sertifikat jaminan fidusia ini
merupakan salinan dari Buku Daftar Fidusia yang berisi catatan
tentang hal-hal yang sama dengan data dan keterangan yang ada
pada saat pernyataan pendaftaran. Sertifikat ini diserahkan kepada
penerima fidusia pada tanggal yang sama dengan tanggal
penerimaan permohonan pendaftaran.
Dalam sertifikat jaminan fidusia dicantumkan azas-azas
“Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (pasal
127 H. Salim, HS I, Op.Cit, hal. 2