Post on 25-Aug-2019
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
Sesuai dengan permasalahan yang diteliti, maka dalam bab II ini akan
diuraikan teori-teori yang mendasari penelitian ini. Secara garis besar, tinjauan
teoritis ini dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama akan menguraikan tentang
persepsi beserta isi pekerjaan dan bagian kedua menguraikan tentang kepuasan kerja.
A. Persepsi
1. Pengertian Persepsi
Pengertian persepsi dijelaskan oleh beberapa ahli seperti:
� Morgan (1961) mengatakan:
Perception is the process of discriminating among stimuli and interpreting their
meaning.
(Persepsi adalah proses dimana kita membedakan antara stimulus dan
menafsirkan stimulus tersebut).
� Mitchel (1961) mengatakan:
Perception is defined as those factors that shape produced what we actually
experience. It is a process that include both a selection and organizing
mechanism.
19
(Persepsi adalah faktor-faktor yang menentukan dan menghasilkan hal-hal yang
sebenarnya sedang kita alami, yaitu proses yang mencakup mekanisme pemilihan
dan pengorganisasian).
� Gibson, Ivancevich, Donelly (1996) mengatakan:
Persepsi adalah proses seseorang dalam memahami lingkungannya yang
melibatkan pengorganisasian dan penafsiran sebagai rangsangan dalam suatu
pengalaman psikologis.
� Robbins (2001) mengatakan:
Persepsi adalah suatu proses dengan mana individu mengorganisasikan dan
menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna kepada lingkungan
mereka.
� Pangewa (2004) mengatakan:
Persepsi adalah suatu pemberian arti terhadap stimulus lingkungan oleh seorang
individu.
Setiap manusia dalam hidupnya selalu berhadapan dengan stimulus
lingkungan, obyek atau peristiwa. Dalam memandang obyek yang sama, pengertian
yang ditangkap seseorang mungkin berbeda dengan orang lain karena persepsinya
berbeda. Begitupun panca indera pendengaran, perasa, penglihatan, penciuman, dan
indera peraba akan selalu dihadapkan pada berbagai stimulus lingkungan.
Mengorganisasikan informasi dari lingkungan tersebut dinamakan persepsi.
20
Setiap orang di dalam memberi arti terhadap stimulus lingkungannya dapat
berbeda yang disebabkan pada tiga faktor, yaitu: 1) orang yang memberikan persepsi
itu sendiri; 2) stimulus yang berupa obyek atau peristiwa tertentu; dan 3) situasi
dimana pembentukan persepsi itu sendiri. Jadi, persepsi adalah suatu proses
pemberian arti terhadap objek yang diterima dengan melalui tahapan pemilihan,
pengorganisasian, yang ditangkap oleh panca indera.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
Sejumlah faktor bekerja untuk membentuk persepsi dan kadangkala
membiaskan persepsi. Faktor-faktor tersebut dapat terletak pada orang yang
mempersepsikannya, objek atau sasaran yang dipersepsikan, atau konteks di mana
persepsi itu dibuat.
Menurut Gibson, Ivancevich, & Donelly (1996) terdapat faktor-faktor yang
dapat mempengaruhi persepsi seseorang, antara lain:
1) Stereotipe
Istilah stereotipe yaitu terlalu digeneralisasikan, terlalu disederhanakan, dan
dipersepsikan sendiri tentang karakteristik diri seseorang.
2) Selektivitas
Konsep persepsi selektif penting untuk para manajer yang sering menerima
banyak informasi dan data dan mungkin cenderung memilih informasi yang
mendukung pandangannya.
21
3) Konsep diri
Orang-orang seringkali menggunakan diri mereka sendiri sebagai perbandingan
(benchmark) dalam memandang orang lain. Penelitian menunjukkan bahwa (1)
mengetahui seseorang membuat lebih mudah untuk melihat orang lain dengan
tepat; (2) karakteristik yang dimiliki seseorang mempengaruhi karakteristik yang
ditentukan pada orang lain; dan (3) orang-orang yang menerima diri mereka
sendiri lebih melihat hal-hal yang baik dari orang lain.
4) Situasi
Tekanan waktu, sikap seseorang yang bekerja sama dengan manajer dan faktor-
faktor situasi lain mempengaruhi ketepatan persepsi. Jika seorang manager
berpendapat bahwa orang-orang tertentu dalam kelompok berbeda-beda karena
warna kulitnya yang khusus atau kebiasaan berbicaranya, maka perbedaan ini
dapat diperbesar dan juga dapat dipersepsi di bidang lain. Perbedaan yang
dipersepsi semacam itu mungkin menyebabkan persepsi yang tidak tepat
mengenai prestasi karyawan, kesetiaan dan tanggung jawab. Manajer mencari
perbedaan karena berprasangka bahwa perbedaan itu ada.
5) Kebutuhan
Persepsi dipengaruhi secata nyata oleh kebutuhan dan keinginan. Dengan kata
lain pekerja, manajer, wakil presiden, dan direktur melihat apa yang mereka ingin
lihat.
22
6) Emosi
Keadaan emosi seseorang mempunyai banyak segi dikaitkan dengan persepsi.
Emosi yang kuat, seperti tidak senang sama sekali terhadap kebijakan perusahaan,
dapat membuat seseorang memandang negatif kebijakan dan peraturan
perusahaan.
Ketika seorang individu melihat suatu sasaran dan berusaha
menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh
karakteristik pribadi individu yang melihat. Karakteristik pribadi yang mempengaruhi
persepsi meliputi sikap, kepribadian, motif, kepentingan, pengalaman masa lalu, dan
harapan (Robbins, 2003). Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi digambarkan
sebagai berikut:
23
Gambar 2.1: Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi
(Robbins, 2003)
A. Faktor-faktor Ekstern yang Mempengaruhi Persepsi
Parrek (1993) mengemukakan beberapa faktor yang dianggap penting
pengaruhnya terhadap seleksi rangsangan adalah:
a. Intensitas
b. Ukuran
c. Kontras
d. Gerakan
Faktor dalam Situasi: - Waktu - Keadaan tempat
kerja - Keadaan sosial
PERSEPSI
Faktor pada Target: - Hal baru - Gerakan - Bunyi - Ukuran - Latar belakang - Kedekatan
Faktor pada Pemersepsi: - Sikap - Motif - Kepentingan - Pengalaman - Pengharapan
24
e. Ulangan
f. Keakraban
g. Sesuatu yang baru
B. Faktor-faktor Intern yang Mempengaruhi Persepsi
Parrek (1993) menyatakan faktor ini berkaitan dengan diri sendiri, yaitu:
a. Kebutuhan Psikologis
Kebutuhan-kebutuhan psikologis seseorang akan mempengaruhi persepsinya.
Misalnya dalam suatu organisasi seseorang yang menginginkannya adanya
hubungan baik dengan orang lain, dia akan tertarik dan sudah menemukannya
pada orang yang mempunyai sikap bersahabat. Dalam kehidupan sehari-hari
misalnya seseorang yang merasa haus maka dia seperti melihat air dibeberapa
tempat, hal seperti ini biasanya terjadi dipadang pasir yang disebut fatamorgana.
b. Latar Belakang
Latar belakang akan mempengaruhi hal-hal yang dipilih dalam persepsi.
Seseorang akan mencari orang lain dengan latar belakang yang sama. Misalnya
dalam suatu organisasi seseorang yang mempunyai latar belakang pendidikan
manajemen akan mendekati orang yang mempunyai pendidikan yang sama.
c. Pengalaman
Pengalaman yang pernah dialami seseorang pada waktu yang lalu akan
mempengaruhi orang itu dalam mencari teman, hal-hal atau gejala yang serupa
25
dengan pengalaman pribadinya. Misalnya seseorang yang mempunyai
pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu agar tidak terulang
lagi seperti yang pernah dialaminya dia akan menyeleksi orang tertentu untuk
bekerja sama dengannya.
d. Kepribadian
Kepribadian yang dimiliki seseorang juga mempengaruhi persepsi. Misalnya
seorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang introvert
lagi atau orang yang sama sekali berbeda. Selain itu sikap dan kepercayaan umum
juga akan mempengaruhi seseorang dalam persepsi. Pendapat umum atau sikap
yang dimiliki seseorang dinamakan persepsi atau perangkat mental. Misalnya
seorang manajer mungkin telah membentuk kepercayaan dan sikap umum bahwa
para karyawan itu malas, suka menghindari pekerjaan dan ingin memperoleh
semua keuntungan dari organisasi tetapi tidak mau memberika yang terbaik
kepadanya. Jika demikian ia telah membentuk suatu perangkat mental. Jika ia
bertemu dengan sekelompok karyawan ia cenderung menafsirkan perilaku para
karyawan itu sesuai dengan perangkat mental yang sudah disusunnya.
e. Penerimaan Diri
Penerimaan diri merupakan sifat penting yang mempengaruhi persepsi. Beberapa
telaah telah menunjukkan bahwa mereka yang lebih ikhlas menerima kenyataan
diri akan lebih tepat menyerap sesuatu dari mereka yang kurang menerima
realitas dirinya. Orang yang kurang menerima realitas dirinya cenderung untuk
26
mengurangi kecermatan persepsi. Implikasi dari fakta ini ialah bahwa kecermatan
persepsi dapat ditingkatkan dengan membantu orang-orang untuk lebih menerima
diri mereka sendiri.
3. Faktor-faktor yang Menghambat Persepsi
Robbins (2003) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang menghambat
persepsi, antara lain:
a. Persepsi yang selektif
Persepsi yang selektif ini merupakan kecenderungan pemersepsi utuk
memilih informasi-informasi yang mendukung pandangannya. Dengan
adanya persepsi yang demikian, seorang individu sering mengabaikan
informasi-informasi yang membuat dirinya merasa tidak nyaman atau
mengancam pandangannya.
b. Stereotip
Stereotip merupaakn suatu generalisasi tentang sekelompok orang. Stereotip
ini membuat pemersepsi mengurangi informasi mengenai diri orang
lain/target hingga pada level yang dapat bekerja dan efisien untuk penyusunan
informasi. Stereotip ini akurat, dia dapat berguna untuk dijadikan petunjuk
persepsual. Namun demikian, stereotip ini lebih sering tidak akurat. Stereotip
merusak individu atau pemersepsi bila mereka memperoleh kesan yang tidak
27
akurat karena kesan tersebut akan diterapkannya pada semua aspek
pandangnya pada diri target tanpa diuji dan tidak diubah terlebih dahulu.
c. Kesalahan kesan pertama
Kesalahan kesan pertama adalah kecenderungan seseorang untuk membentuk
opini yang berlangsung dan bertahan lama di ingatan mengenai seseorang
individu lain atau objek tertentu berdasarkan pada persepsi awal. Pada kondisi
ini pemersepsi mengobservasi suatu perilaku awal dari seseorang atau objek
pada pertemuan pertama dan menduga bahwa perilaku tersebut
mencerminkan bagaimana objek itu sebenarnya, kemudian akan membentuk
kesan pertama secara cepat dan kesan ini menjadi dasar dari hubungan kerja
dalam waktu yang lama.
d. Teori kepribadian implisit
Faktor ini dapat memepngaruhi persepsi menjadi tidak akurat karena dengan
faktor ini pemersepsi cenderung membuat teori mininya sendiri mengenai
bagaimana seseorang terlihat dan berperilaku berdasarkan pemikirannya
sendiri.
e. Ramalan pemuasan diri
Ramalan pemuasan diri adalah suatu situasi dimana harapan-harapan
pemersepi mengenai suatu target atau objek yang mempengaruhi interaksinya
dengan objek hingga harapannya terpenuhi.
28
4. Proses Pembentukan Persepsi
Persepsi membantu individu dalam memilih, mengatur, menyimpan dan
menginterpretasikan rangsangan menjadi gambaran dunia yang utuh dan berarti. Oleh
karena persepsi berperan dalam cara memperoleh pengetahuan khusus tentang obyek
atau kejadian pada saat tertentu, maka persepsi terjadi ketika rangsangan
mengaktifkan indera. Karena persepsi melibatkan kognisi (pengetahuan), ini
termasuk interpretasi obyek, simbol-simbol dan orang-orang dengan pengalaman
yang relevan. Dengan kata lain, persepsi berperan dalam penerimaan rangsangan,
mengaturnya dan menerjemahkan atau menginterpretasikan rangsangan yang sudah
teratur itu untuk mempengaruhi perilaku dan membentuk sikap. Setiap orang memilih
berbagai petunjuk yang mempengaruhi persepsinya terhadap orang, obyek dan
simbol. Karena faktor ini dan ketidakseimbangan mereka, orang seringkali salah
persepsi terhadap orang, kelompok, atau obyek lain. Pada pertimbangan tertentu,
orang menginterpretasikan perilaku orang lain dalam konteks dirinya sendiri.
Setiap individu pada dasarnya selalu dirangsang oleh berbagai stimulus, yang
mana rangsang tersebut akan diterima oleh alat inderanya, namun dalam memberikan
reaksi individu akan tergantung pada proses penilaian dan pemberian arti terhadap
rangsang tersebut. Persepsi terjadi berdasarkan adanya perhatian objek yang
dibutuhkan, sehingga hanya objek yang dibutuhkan saja yang menjadi perhatiannya.
29
Gambar 2.2: Proses Persepsi
(Gibson, Ivancevich, & Donelly: 1993)
Kemudian, Kaet dan Rosenvelig (1979) mengemukakan tentang beberapa
proses dasar pembentukan persepsi, yaitu selectivity, closure, dan interpretation.
Proses seleksi dalam persepsi adalah penting karena banyaknya informasi yang
masuk dan individu memiliki keterlibatan dalam mengolahnya. Individu selalu
memilih informasi yang hanya mendukung atau memuaskannya, misalnya saja orang
yang merasa lapar cenderung tidak akan memperhatikan keadaan atau objek yang
tidak ada kaitannya dengan kebutuhan yang sedang dialaminya yaitu makanan.
Dengan demikian ia mungkin akan merasa lebih puas dengan keputusan yang
diambilnya.
Kenyataan dalam Hasil Organisasi Pekerjaan Stimulus (ump,
sistem imbalan organisasi, gaya persuasi yang dipakai supervisor, arus pekerjaan)
Proses persepsi orang Mengorganisasi dan Menafsirkan
Pengamatan Stimulus
Faktor-faktor yang mempengaruhi Persepsi: - Meniru - Memilih-milih - Gambaran diri
sendiri - Situasi - Kebutuhan - Emosi
Evaluasi dan penafsiran kenyataan
Perilaku tanggapan
Sikap yang
terbentuk
30
Stimulus yang sama dapat pula ditafsirkan berbeda oleh beberapa individu,
karena dalam menafsirkan suatu objek dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu dan
sistem nilai yang khusus dimiliki oleh setiap individu dan cenderung untuk berpikir
atau bertindak dalam suatu cara tertentu untuk menafsirkan berbagai stimulus.
Proses closure dalam proses persepsi berhubungan dengan kecenderungan
individu untuk menggambarkan situasi secara menyeluruh. Dalam proses ini individu
memberi arti terhadap stimulus yang diterima, selain itu persepsi dipelajari oleh
seseorang menurut kegunaan dan kepentingannya.
5. Isi Pekerjaan
Hackman dan Oldham (1975) melakukan penelitian untuk mengukur isi
pekerjaan melalui tanggapan karyawan atas sebuah kuesioner menghasilkan lima
karakteristik yaitu skill variety, task identity, task significance, autonomy, dan
feedback. Landasan berpikirnya berangkat dari bagaimana caranya untuk membuat
suatu pekerjaan mempunyai sifat yang dapat menciptakan peningkatan kondisi
motivasi kerja, kepuasan kerja dan tingkah laku kerja individu yang maksimal dalam
melaksanakan pekerjaan tersebut.
Hackman dan Oldham (1975) mengajukan lima jenis karakteristik pekerjaan
yang dapat meningkatkan kondisi kerja yang lebih baik. Unsur-unsurnya adalah:
31
1. Keragaman kecakapan (Skill Variety)
Skill Variety adalah keanekaragaman aktivitas yang diperlukan untuk
menyelesaikan suatu pekerjaan dengan melibatkan penggunaan beberapa
keterampilan dan bakat yang berbeda dari individunya di dalam menyelesaikan
pekerjaannya. Dengan tidak hadirnya unsur ini di dalam suatu pekerjaan dapat
menimbulkan rasa bosan. Rasa bosan ini nanti akan menimbulkan kesalahan.
Dengan menambahkan beberapa faktor variety of skill ke dalam suatu pekerjaan
dapat mengurangi terjadinya kelelahan yang dapat menyebabkan kesalahan.
2. Identitas tugas (Task Identity)
Task Identity adalah besarnya tingkat kebutuhan yang diperlukan suatu
pekerjaan dalam mengenali keseluruhan pekerjaannya dan bagian-bagian dari
pekerjaannya dari semenjak awal hingga berwujud hasil nyata. Dengan tidak
adanya unsur ini membuat karyawan tidak dapat menyelesaikan bagian-bagian
pekerjaannya dengan baik. Rasa tanggung jawabnya sedikit sekali, dan dapat
menghilangkan rasa bangga terhadap hasil karyanya, juga dapat mengurangi
semangat untuk berprestasi. Apabila suatu pekerjaan dikelompok-kelompokkan
dapat menjadikan karyawan mampu melakukan pengenalan sumbangan
karyanya dan dapat meningkatkan kepuasan kerjanya.
3. Kepentingan pekerjaan (Task Significance)
Task Significance adalah tingkat keberartian suatu pekerjaan terhadap
kehidupan orang lain, apakah yang ada di dalam lingkungan organisasi atau pun
32
yang berada di luar organisasi. Dalam hal ini ada kedekatan hubungan antara
task significance dengan task identity. Perasaan pribadi yang menyangkut self
importance menjadi tinggi, dikarenakan karyawan mengetahui bahwa orang
lain akan tergantung kepada hasil pekerjaannya. Sehingga karyawan dapat
menunjukkan rasa bangga, bertanggung jawab, motivasi kerjanya meningkat,
mendapatkan kepuasan dan tingkah laku kerjanya menjadi lebih baik.
4. Otonomi (Autonomy)
Autonomy adalah besarnya derajat/tingkat kebebasan, kemandirian dan
keleluasaan yang dimiliki individu untuk mengatur sistem kerja, penentuan
prosedur kerja, yang akan digunakan dalam penyelesaian tugas yang dihadapi.
Autonomy mengandung unsur tanggung jawab terhadap apa yang dilakukan
karyawan. Menunjukkan adanya kebebasan untuk mengontrol respon yang akan
diberikan kepada lingkungan. Pekerjaan yang memberikan kekuasaan kepada
individu untuk dapat membuat keputusan, menimbulkan peningkatan rasa
tanggung jawab dan cenderung meningkatkan perasaan recognition dan self
esteem. Ketidak hadiran unsur autonomy pada suatu pekerjaan dapat membuat
karyawan menunjukkan tingkah laku kerja yang tidak menunjang prestasi
kerjanya.
5. Umpan balik dari pekerjaan itu sendiri (Feed back from the job it self)
Feed back adalah besarnya informasi hasil aktivitas kerja yang diperoleh secara
langsung dan jelas. Apabila suatu pekerjaan tidak memberikan feed back
33
kepada karyawan terhadap kualitas usaha individu, maka akan ditemukan
rendahnya petunjuk. Sedangkan dengan membiarkan karyawan mengetahui
kualitas kerjanya di dalam memenuhi target yang ditetapkan, dapat membuat
karyawan melakukan penyesuaian tehadap hasil yang mereka lakukan. Dengan
kata lain adanya feed back dalam pekerjaan dapat meninngkatkan motivasi
kerja.
Model Hackman & Oldham dikembangkan untuk menetapkan bagaimana
sifat isi pekerjaan dan perbedaan individu saling mempengaruhi untuk mempengaruhi
kepuasan hati, motivasi, dan produktivitas individu dalam bekerja. Model ini
membantu dalam merencanakan dan melakukan penggantian bentuk pekerjaan.
Dalam mengembangkan model tersebut, Hackman & Oldham (1976) mendasarkan
pada teori dua-faktor Herzberg 's dengan beberapa landasan teoritis secara langsung
dari Teori Pengharapan.
Model tersebut yaitu alat Job Diagnostic Survey (JDS) yang sudah dipakai di
banyak organisasi. JDS adalah alat untuk mengukur elemen pokok teori sifat atau isi
pekerjaan. JDS didesain untuk diselesaikan oleh pemegang jabatan pekerjaan atau
oleh individu di luar pekerjaan. Survai ini mengukur beberapa sifat pekerjaan,
keadaan psikologis yang dialami pegawai, kepuasan hati pegawai dengan pekerjaan
dan konteks kerja mereka, dan kekuatan kebutuhan pertumbuhan orang yang dituntut.
Dengan adanya karakteristik pekerjaan dapat menciptakan kondisi internal
work motivation karyawan yang disebabkan adanya perasaan:
34
1. Experience meaningfulness of the work
Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur-unsur skill variety, task identity dan
task significance. Adapun dirasakan adanya skill variety adalah apabila suatu
pekerjaan meminta karyawannya untuk mempergunakan skill atau ability
didalam melakukan kegiatan-kegiatan yang menantang, maka karyawan akan
merasakan bahwa pekerjaannya itu sebagai hal yang mempunyai arti dan
semakin besarnya kebutuhan skill maka keberartian suatu tugas akan semakin
dirasakan karyawan.
2. Experience responsibility for outcome of the work
Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur autonomy didalam suatu pekerjaan.
Apabila suatu pekerjaan dilengkapi dengan autonomy yang besar maka
pekerjaan yang harus dihadapi itu akan dipandang oleh karyawannya sebagai
suatu hal yang sangat tergantung pada besarnya usaha, inisiatif dan keputusan
yang harus di ambil individu, daripada hanya sekedar tergantung pada instruksi
dari pimpinan ataupun dari petunjuk lainnya. Jika autonomy bertambah,
individu cenderung dapat merasakan adanya tanggung jawab pribadi terhadap
keberhasilan ataupun kegagalan yang dialaminya pada saat menyelesaikan
pekerjaannya.
3. Knowledge of the result
Keadaan ini sebagai akibat adanya unsur feed back dalam suatu pekerjaan.
Apabila di dalam suatu proses penyesuaian terhadap lingkungan kerja karyawan
35
yang melakukannya tidak mengetahui sampai seberapa baik usaha yang telah
ia lakukan, dapat menjadikan karyawan tidak memiliki landasan untuk
mendapatkan perasaan-perasaan yang menyenangkan atas keberhasilannya
dalam melakukan suatu usaha, ataupun perasaan sedih apabila usaha yang
dilakukannya itu menemui kegagalan.
B. Kepuasan Kerja
1. Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja adalah cara seorang karyawan merasakan pekerjaannya.
Kepuasan kerja merupakan generalisasi sikap-sikap terhadap pekerjaannya yang
didasarkan atas aspek-aspek pekerjaannya yang bemacam-macam. Kepuasan kerja
merupakan masalah yang cukup menarik dan penting, baik bagi individu sebagai
karyawan maupun bagi perusahaan. Seorang manajer perlu menciptakan lingkungan
kerja yang dapat memenuhi kebutuhan atau motif karyawannya, guna tercapai tujuan-
tujuan organisasi sebagaimana yang diharapkannya.
Beberapa ahli mengemukakan mengenai kepuasan kerja, sebagai berikut:
� Wexley and Yukl (1973: 98), mengatakan:
“Job satisfaction is the way an employee feels about his or her job”.
(Kepuasan kerja adalah cara seorang karyawan merasakan pekerjaannya).
� Haller (Robbins, 2003), mengatakan:
36
“Job satisfaction or dissatisfaction is result of various attitudes the person
holds toward his job, life in general”.
(Kepuasan kerja atau ketidakpuasan kerja adalah hasil dari berbagai sikap
seseorang yang berpengaruh terhadap pekerjaannya, umumnya pada
kehidupan).
� Schemerhorn (Robbins, 2003) mengatakan:
“Job satisfaction is the degree to which an individual feels positively or
negatively about the various facets of job task, the work setting and
relationships with co-workers”.
(Kepuasan kerja adalah derajat perasaan positif atau negatif individu mengenai
bermacam-macam aspek dari tugas kerja, situasi kerja, dan hubungan dengan
teman sekerja).
Berdasarkan berbagai definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
kepuasan kerja merupakan derajat perasaan seseorang, baik positif maupun negatif
terhadap pekerjaannya. Kepuasan kerja menunjukkan sikap yang berdasarkan
penilaian karyawan terhadap berbagai aspek dari tugas-tugas, situasi kerja, serta
hubungan antar pekerja.
Menurut Wexley dan Yukl (1973) teori-teori tentang kepuasan kerja ada tiga
macam yang lazim dikenal, yaitu:
37
1. Discrepancy Theory
Seseorang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaan antara yang
diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan, karena batas minimum yang
diinginkan telah terpenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar daripada yang
diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas walaupun terdapat discrepancy,
tetapi merupakan discrepancy yang positif. Sebaliknya makin jauh kenyataan yang
dirasakan itu dibawah standar minimum sehingga menjadi negative discrepancy,
maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaan.
2. Equity Theory
Prinsip dari teori ini adalah bahwa orang akan merasa puas atau tidak puas,
tergantung apakah ia merasakan adanya keadilan (equity) atau tidak adanya keadilan
dalam situasi. Perasaan equity dan inequity atas situasi diperoleh orang dengan cara
membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun ditempat
lain. Elemen dari equity ada tiga yaitu input, outcome, comparison person dan equity-
inequity.
Input merupakan segala sesuatu yang berharga yang dirasakan karyawan
sebagai sumbangan terhadap pekerjaan, misalnya education, experience, skill dan
sebagainya. Outcome merupakan segala sesuatu yang berharga yang dirasakan
karyawan sebagai hasil pekerjaannya seperti upah, status simbol dan sebagainya.
Sedangkan yang dimaksud dengan comparison person ialah perbandingan kepada
38
orang lain dengan siapa karyawan membandingkan rasio input – outcome yang
dimilikinya.
3. Two Factor Theory
Herzberg mengembangkan teori dua faktor tentang kepuasan kerja. Teori ini
berdasarkan konsep bahwa manusia memiliki dua kumpulan kebutuhan. Dua faktor
tentang motivasi itu dinamakan faktor yang membuat orang merasa puas dan tidak
puas, yaitu:
� Kebutuhan untuk menghindari rasa sakit.
� Kebutuhan untuk berkembang secara psikologis.
2. Faktor-faktor yang Menentukan Kepuasan Kerja
Herzberg (Robbins, 2003) mengumpulkan data tentang kepuasan dan
ketidakpuasan seseorang sehubungan dengan pekerjaan mereka. Dalam penelitian ini
ia telah mewawancarai kurang lebih dua ratusan akuntan dan ahli mesin secara
individual. Hasil yang didapat adalah:
� Ada lima faktor yang menentukan kepuasan kerja, yaitu achievement,
recognition, work it self, responsibility, dan advancement.
� Faktor yang menentukan ketidakpuasan kerja adalah working condition,
interpersonal technical, salary dan job security.
39
Faktor-faktor ketidakpuasan kerja disebut Hygiene factors dan faktor yang
termasuk kepuasan kerja disebut Motivator factor, karena efektif dalam memotivasi
individu terhadap sikap kerja dan usaha untuk lebih baik.
1. Hygiene Factors
Faktor-faktor yang tergolong dalam kategori ini merupakan bagian dari
job contex, yaitu lingkungan tempat seseorang melakukan pekerjaan. Jadi lebih
berhubungan dengan situasi kerja daripada pekerjaan itu sendiri. Faktor-faktor
ini merupakan sumber ketidakpuasan kerja bagi seorang individu. Perbaikan
terhadap faktor-faktor ini dalam lingkungan kerja akan mengurangi tingkat
ketidakpuasan kerja yang dirasakan oleh seorang pekerja.
Robbins (2003) mengemukakan faktor-faktor yang tergolong dalam
kategori ini, yaitu sebagai berikut:
a. Working condition:
Mencakup kondisi-kondisi fisik dari pekerjaan, banyaknya pekerjaan atau
fasilitas-fasilitas yang tersedia untuk melakukan pekerjaan disini
mencakup pula sesuai tidaknya masalah penerangan, ventilasi, ruang kerja
dan karakteristik lingkungan.
b. Interpersonal relation:
Karakteristik utama adalah sifat dari interaksi antar individu. Relasi
interpersonal ini dapat berupa interaksi antar individu dengan penyelia,
bawahan dan rekan sekerja. Sifat interaksi ini dapat bersifat sosial, artinya
40
interaksi yang terlepas dari aktivitas kerja sekalipun terjadinya pada
waktu kerja. Interaksi ini dapat pula bersifat sosial teknikal, yaitu
interaksi yang terjadi dalam kaitan dengan performance kerjanya.
c. Company policy and administration:
Karakteristik utamanya adalah aspek perusahaan secara keseluruhan.
Cirinya mencakup keadaan adekuat atau tidak adekuatnya organisasi dan
manajemen perusahaan, serta mencakup dampak yang menguntungkan
dan merugikan dari kebijaksanaan perusahaan. Adanya kesenjangan
antara otoritas yang diharapkan, dapat dianggap sebagai bukti dari
manajemen yang kurang baik.
d. Supervision technical:
Karakteristik utamanya adalah kompeten atau tidak kompeten dan adil
atau tidak adilnya penyelia menjalankan tugasnya. Sebagai penyelia
apakah bersedia atau tidak untuk mendelegasikan tanggung jawabnya atau
mengajarkan sesuatu.
e. Salary:
Kategori ini mencakup segala urutan kejadian yang mana kompensasi
memainkan suatu peranan yang penting.
41
f. Status:
Yang dimaksud dengan status disini adalah posisi atau kedudukan yang
nyata dari pekerjaan, disertai dengan fasilitas-fasilitas yang diperoleh
sehubungan dengan posisi tersebut.
g. Job security:
Kategori ini mencakup ada atau tidaknya tanda-tanda yang objektif dari
jaminan kerja, seperti masalah stabilitas perusahaan. Menurut Herzberg
(Robbins, 2003) faktor-faktor ini atau sebagian dari faktor ini dapat
mengurangi ketidakpuasan kerja, atau menghindarkan seseorang dari
perasaan yang tidak menyenangkan terhadap pekerjaan.
2. Motivator Factors
Motivator hanya dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang.
Faktor-faktor yang termasuk dalam motivator hanya berhubungan dengan apa
yang dilakukan seseorang secara aktual dalam pekerjannnya. Dengan demikian
dalam usaha untuk memperbaiki tingkat kepuasan kerja, perhatian perlu
diarahkan pada faktor-faktor yang tergolong dalam kelompok ini.
Robbins (2003) mengemukakan faktor-faktor yang tergolong dalam
kelompok ini adalah sebagai berikut:
42
a. Achievement:
Mencakup beberapa keberhasilan yang dinyatakan secara spesifik,
meliputi pelaksanaan kerja yang berhasil, penyelesaian masalah dan
usaha-usaha untuk mempertahankan keberhasilan.
b. Recognition:
Kriteria utama yang termasuk dalam recognition ini adalah tindakan-
tindakan atau penghargaan, pengakuan pada seseorang yang diperoleh
dari penyelia, teman sebaya dan masyarakat umum. Recognition dapat
pula bersifap negatif, tindakan tersebut dapat berupa peringatan atau
menyalahkan.
c. Advancement:
Kategori ini menyangkut adanya perubahan yang nyata dalam status atau
posisi seseorang dalam perusahaan.
d. Responsibility:
Mencakup faktor-faktor yang berhubungan dengan tanggung jawab dan
otoritas. Seseorang memperoleh kepuasan dari tanggung jawab yang
diberikan atas pekerjaannya sendiri, pekerjaan orang lain atau dari
tanggung jawab baru lainnya.
e. Possibility of Growth:
Kategori ini mencakup elemen-elemen situasi baru yang memungkinkan
untuk mempelajari keterampilan-keterampilan baru atau mendapatkan
43
suatu pandangan profesional baru. Dengan kata lain, adanya suatu
peluang untuk perubahan status yang dapat menjadi semakin baik, maju
atau meningkat.
f. Work it Self:
Mencakup pelaksanaan kerja aktual atau tugas-tugas pekerjaan sebagai
sumber perasaan senang atau tidak senang terhadap pekerjaan. Pekerjaan
itu dapat bersifat rutin atau bervariasi, kreatif atau tidak berguna, mudah
atau sukar dan sebagainya. Dapat pula menyangkut pelaksanaan sebagian
kecil saja dari pekerjaan.
Satisfiers (motivator) ialah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikannya
sebagai sumber kepuasan kerja. Dikatakannya bahwa hadirnya faktor ini akan
menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu
mengkibatkan ketidakpuasan. Dissatisfiers (hygiene factors) ialah faktor-faktor
yang terbukti menjadi dua sumber ketidakpuasan. Perbaikan terhadap kondisi
atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi
tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan.
Herzberg (Robbins, 2003) beranggapan bahwa kepuasan kerja dan
ketidakpuasan kerja merupakan dimensi yang berbeda. Seseorang dalam
bekerja dapat saja sekaligus mengalami kepuasan dan ketidakpuasan kerja.
Dengan demikian seseorang dalam pekerjannya dapat jatuh pada salah satu dari
empat kemungkinan seperti di bawah ini:
44
Job dissatisfaction Satisfaction
high high
low high
high low
low low
Keadaan yang paling tidak menyenangkan bagi manajer adalah
mempunyai bawahan yang mengalami kepuasan kerja rendah dan
ketidakpuasan kerja yang tinggi. Yang paling menyenangkan adalah
mempunyai kepuasan kerja yang tinggi dan ketidakpuasan kerja yang rendah.
Dalam setiap keadaan, tujuan manajer dalam teori dua faktor adalah
meminimalkan ketidakpuasan kerja dan memaksimalkan kepuasan kerja. Untuk
melakukan ini manajer harus ingat bahwa ketidakpuasan dihilangkan melalui
perbaikan-perbaikan pada faktor hygiene. Disamping itu manajer perlu
memperhatikan faktor satisfiers jika akan menciptakan kepuasan kerja.
Kegagalan dalam melaksanakan hal ini akan menyebabkan karyawan memiliki
ketidakpuasan yang rendah pada pekerjaan, tapi juga rendah dalam kepuasan.
Herzberg (Robbins, 2003) menyatakan bahwa satu-satunya cara untuk
memotivasi karyawan adalah dengan menambahkan satisfier kedalam job
content yang disebut job enrichment. Para manajer harus menerapkan teknik ini
mencakup vertical loading yaitu suatu usaha untuk menyediakan sebanyak
mungkin motivator dalam suatu pekerjaan. Hal ini meliputi pendekatan-
45
pendekatan seperti peningkatan tanggung jawab individu terhadap
pekerjaannya, pemberian otoritas tambahan pada pekerjaan dalam aktivitas dan
memberikan kebebasan kerja, memberikan sesuatu unit kerja yang bersifat
memperkenalkan tugas-tugas baru yang lebih sukar dan belum pernah
ditangani, menyerahkan tugas-tugas individual yang bersifat khusus dan
memungkinkan mereka menjadi ahli dan sebagainya. Hal tersebut dirancang
untuk meningkatkan motivasi para karyawan.
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja
Burt (As’ad, 2003:112), mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:
a. Faktor hubungan antar karyawan, antara lain:
1) Hubungan antara atasan dengan karyawan
2) Faktor fisik dan kondisi kerja
3) Hubungan sosial di antara karyawan
4) Sugesti dari rekan sekerja
b. Faktor individual, antara lain:
1) Sikap orang terhadap pekerjaannya
2) Umur orang sewaktu bekerja
3) Jenis kelamin
46
c. Faktor luar, antara lain:
1) Keadaan keluarga karyawan
2) Rekreasi
3) Pendidikan
Siagian (1999) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang dikategorikan turut
berpengaruh terhadap karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan adalah:
a. Upah
Kompensasi kerja adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai
balas jasa untuk hasil kerja mereka. Kompensasi kerja merupakan bagian dari fungsi
manajemen personalia yang paling sulit dan membingungkan karena bersifat sangat
kompleks dan sangat berarti baik bagi karyawan maupun organisasi. Dalam
rancangan sistem kompensasi harus didasarkan pada logika dan rasio yang dapat
dipertahankan. Kompensasi penting bagi karyawan sebagai individu karena
jumlahnya mencerminkan nilai karya mereka bila dihadapkan dengan sesama
karyawan, keluarga, dan dalam masyarakat. Sedangkan kepentingan bagi organisasi,
sistem kompensasi yang berlaku dapat mencerminkan upaya organisasi tersebut
dalam mempertahankan sumber daya manusianya (caring and protecting), disamping
merupakan komponen biaya yang paling besar dan strategis.
b. Pengawasan
c. Isi atau konten pekerjaan
47
d. Ketentraman
Panggabean (2002:129) yang dikutip dari Gibson dan Durick mengemukakan
bahwa faktor kepuasan kerja terbagi dalam tiga kelompok, yaitu:
a. Karakteristik pekerjaan, terdiri atas keanekaragaman keterampilan, identitas
tugas, keberartian tugas, otonomi dan umpan balik pekerjaan.
b. Karakteristik organisasi, mencakup skala usaha, kompleksitas formalisasi,
sentralisasi, jumlah anggota kelompok, anggaran, lamanya beroperasi, usia,
masa kerja, status perkawinan, dan jumlah tanggungan.
Munandar (2001), mengemukakan ada dua faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu sebagai berikut:
a. Faktor karyawan, yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis
kelamin, kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja, kepribadian,
emosi, cara berpikir, persepsi dan sikap pengalaman kerja serta sikap kerja.
b. Faktor pekerjaan, yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan),
kedudukan, mutu pengawasan, jaminan financial, kesempatan promosi,
interaksi sosial dan hubungan kerja.
Siagian (1999:128) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
kepuasan kerja, yaitu:
a. Pekerjaan yang penuh tantangan
Pekerjaan yang penuh tantangan dapat diartikan bahwa seseorang dalam
melakukan pekerjaan menuntut tingkat kreatifitas, inovatif dan daya imajinatif
48
yang tinggi dalam pelaksanaannya. Dengan adanya pekerjaan yang menantang
tersebut maka jelas karyawan akan berusaha menjalankannya sehingga tujuan
yang diharapkan dapat terwujud dengan baik.
b. Penerapan sistem penghargaan yang adil
Masalah keadilan dalam kehidupan organisasi, sesungguhnya berhubungan
dengan masalah persepsi. Secara sederhana dapat dinyatakan bahwa biasanya
seseorang akan merasa diperlakukan adil, apabila perlakuan tersebut
menguntungkan dirinya dan sebaliknya merasa diperlakukan tidak adil apabila
perlakuan itu dilihatnya sebagai sesuatu yang merugikan.
c. Kondisi yang sifatnya mendukung
Efisiensi, efektivitas dan produktivitas kerja akan dicapai secara optimal apabila
kondisi kerja yang ada bersifat mendukung. Keadaan ini berarti bahwa
tersedianya sarana dan prasarana kerja yang memadai sesuai dengan sifat tugas
yang harus diselesaikan.
d. Sikap rekan kerja
Perlu diakui bahwa manusia sebagai makhluk sosial tidak dapt hidup sendiri,
apalagi dalam kehidupan organisasi yang melibatkan banyak orang.
49
4. Efek Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
Kepuasan dan ketidakpuasan kerja mempunyai implikasi penting terhadap
kesehatan mental (penyesuaian psikologis seseorang) dan efektivitas organisasi
(Wexley & Yukl, 1992:153). Dijelaskan sebagai berikut:
a. Kesehatan Mental (Penyesuaian Psikologis Seseorang)
Karyawan yang merasakan ketidakpuasan kerja akan memiliki kecenderungan
melakukan penarikan diri dan mengarah pada perilaku agresif karena merasa
frustrasi terhadap pekerjaannya. Bentuk perilakunya seperti sabotase, sengaja
melakukan kesalahan, kegiatan-kegiatan serikat buruh yang militant seperti
pemogokan yang tidak bertanggung jawab, pelambatan kerja, protes yang
berlebihan, banyak terjadi pertengkaran dan permusuhan diantara karyawan,
munculnya insiden-insiden seperti pencurian uang, peralatan serta persediaan
barang di organisasi yang dilakukan oleh karyawan.
b. Keefektifan Organisasi
Berdasarkan sejumlah studi, kepuasan dan ketidakpuasan kerja mempengaruhi
produktivitas, absensi, perpindahan kerja serta aspek-aspek perilaku kerja
lainnya yang relevan dengan keefektifan organisasi. Menurut Petri & Govern
(2004), mengemukakan adanya hubungan yang tetap antara ketidakpuasan kerja
dan pengunduran diri. Pengunduran diri dapat berbentuk turn-over (berganti
pekerjaan) dan ketidakhadiran. Karyawan yang tidak puas akan lebih sering
tidak hadir atau berhenti dari pekerjaannya dibandingkan dengan karyawan
50
yang lebih puas. Berganti pekerjaan atau perpindahan karyawan menyebabkan
pekerjaan tidak berjalan secara normal. Demikian juga ketidakhadiran
menyebabkan hambatan pekerjaan dan meningkatkan biaya pengobatan.
Biasanya karyawan yang puas dengan apa yang diperolehnya dari organisasi,
akan memberikan hal yang lebih dari apa yang diharapkan organisasi dari
dirinya dan ia akan terus berusaha memperbaiki kinerjanya (tampilan kerja).
Sehingga, moral kerja, motivasi, dedikasi, kecintaan dan kedisiplinan karyawan
semakin meningkat. Sebaliknya, karyawan yang kepuasan kerjanya rendah,
cenderung melihat pekerjaan sebagai hal yang menjemukan dan membosankan,
sehingga ia bekerja dengan terpaksa dan asal-asalan. Karyawan yang merasakan
ketidakpuasan memunculkan tampilan kerja yang negatif, tidak disiplin,
kemangkiran, pergantian karyawan dan pencurian.
Mitchel (1982) mengemukakan beberapa efek dari kepuasan dan
ketidakpuasan kerja, yaitu:
a. Turn Over (Pergantian Pekerjaan)
Karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya dan tidak mempunyai semangat
kerja yang tinggi, akan menunjukkan perilaku kerja yang tidak serius. Hal
terburuk adalah karyawan tersebut akan pindah ke tempat lain atau pindah ke
jenis pekerjaan yang berbeda. Oleh karena itu, hubungan antara kepuasan kerja
dengan turn over adalah negatif, berarti semakin tinggi kepuasan kerja maka
semakin rendah turn over.
51
b. Absensi
Karyawan yang kurang puas terhadap pekerjaannya, akan memilih tidak masuk
kerja dan kehilangan penghasilan. Sedangkan karyawan yang puas akan terus giat
bekerja. Hubungan antara absensi dengan kepuasan kerja adalah negatif, artinya
semakin tinggi kepuasan kerja maka semakin rendah tingkat absensi.
c. Kesehatan
Kesehatan fisik dan mental dapat meningkat apabila karyawan merasa puas
dengan pekerjaannya. Hasil studi tentang kesehatan mental menunjukkan bahwa
karyawan yang tidak puas terhadap pekerjaannya akan mengeluh mengalami
gangguan sakit kepala hebat, merasa cepat lelah, cemas dan psikosomatis. Hal ini
timbul karena adanya ketegangan yang diakibatkan oleh pekerjaan.
d. Produktivitas
Kepuasan kerja dapat berakibat pada produktivitas yaitu dengan adanya
perubahan pada hasil kerja dan kualitas kerja yang menjadi jauh lebih baik serta
peningkatan kecepatan kerja. Bila suatu pekerjaan dianggap menyenangkan dua
kemungkinan yang dapat terjadi yakni karyawan tersebut bersikap lebih
produktif/berprestasi atau malah bersikap jalan ditempat/stagnan. Sebaliknya, bila
suatu pekerjaan dianggap kurang/tidak menyenangkan akan muncul pula dua
kemungkinan yakni karyawan tersebut bersikap stagnan dengan cara berusaha
bertahan semampunya untuk melawan perasaan tidak menyenangkan itu atau
52
bersikap apatis/ekstrim sehingga tidak peduli dengan produktivitas/prestasi
kerjanya lagi.
5. Usaha Mengatasi Ketidakpuasan Kerja
Jika seorang atau kelompok karyawan merasa tidak puas dengan pekerjannya,
maka organisasi harus segera melakukan beberapa tindakan, seperti:
a. Menentukan penyebab-penyebab ketidakpuasan
Pendekatan yang bisa dilakukan untuk menemukan penyebab ketidakpuasan
kerja adalah dengan Non Directive Counseling untuk menangani karyawan
secara individual atau Anonymous Questionaire digunakan bila ketidakpuasan
sudah meluas di antara para karyawan.
b. Menggunakan beberapa pendekatan untuk mengatasi ketidakpuasan tersebut
1) Mengadakan perubahan-perubahan dalam kondisi kerja, pengawasan,
kompensasi atau rancangan pekerjaan. Hal ini tentunya tergantung pada
faktor pekerjaan mana yang menjadi penyebab ketidakpuasan kerja.
2) Memindahkan karyawan ke pekerjaan yang lain untuk mendapatkan
pasangan yang lebih baik antara karakteristik karyawan dengan
karakteristik pekerjaannya. Jelasnya, pemindahan karyawan merupakan
satu-satunya pendekatan yang layak dalam batas kasus-kasus tertentu.
53
3) Mengubah persepsi atau harapan dari para karyawan yang tidak puas.
Pendekatan ini cocok bila para karyawan memiliki kesalahan konsepsi yang
didasarkan pada informasi yang tidak memadai atau tidak benar.
C. Hubungan Persepsi Isi Pekerjaan dengan Kepuasan Kerja
Studi tentang pentingnya perbedaan isi pekerjaan menemukan secara
konsisten bahwa sifat pekerjaan itu sendiri adalah determinan utama dari kepuasan
kerja. Beberapa studi terakhir telah berusaha mengidentifikasi dimensi-dimensi
penting dari materi pekerjaan dan mengetahui bagaimana kepuasan karyawan
ditentukan bersama-sama oleh materi pekerjaan dan sifat-sifat individu (Hackman
dan Lawler, 1971).
Individu yang menyadari arti bekerja dapat melahirkan suatu kemajuan untuk
meraih nilai yang lebih bermakna, dia mampu menuangkan idenya dalam bentuk
perencanaan tindakan serta melakukan penilaian dan analisa tentang sebab dan akibat
dari aktivitas yang dilakukannya. Bekerja merupakan aktivitas dinamis dan
mempunyai tujuan untuk memenuhi kebutuhan tertentu (jasmani dan rohani) dan di
dalam mencapai tujuannya tersebut dia berupaya dengan penuh kesungguhan untuk
mewujudkan prestasi yang optimal.
Setiap dimensi inti dari isi pekerjaan mencakup sejumlah aspek materi
pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang (Hackman dan
Oldham, 1975). Semakin besar keragaman aktivitas yang dilaksanakan oleh seorang
54
karyawan, pekerjaan tersebut semakin tidak menjemukan. Pekerjaan-pekerjaan yang
sangat membosankan adalah pekerjaan dengan aktivitas-aktivitas yang sama,
sederhana dan berulang-ulang. Suatu pekerjaan yang mencakup semakin banyak
keterampilan dan bakat yang relevan dengan identitas diri karyawan, karyawan akan
lebih merasakan bahwa ia melaksanakan pekerjaan yang berarti.
Individu yang bekerja pada pekerjaan yang tidak bervariasi akan menimbukan
kebosanan sehingga turunlah semangat dan gairah kerjanya. Dengan keadaan seperti
itu akan timbul perasaan puas atau tidak puas yang dirasakan oleh karyawan. Apabila
individu memaknai apa yang diamatinya dalam pekerjaan sesuai dengan apa yang
menjadi harapannya maka akan terjadi kepuasan kerja. Sebaliknya apabila individu
memaknai apa yang diamatinya dalam pekerjaan kurang sesuai dengan apa yang
menjadi harapannya maka akan terjadi ketidakpuasan kerja.
Selain dari sifat-sifat pekerjaan, kepuasan kerja juga bergantung pada
kebutuhan-kebutuhan dan nilai-nilai yang dianut individu. Penelitian yang telah
dilakukan menunjukkan bahwa karyawan dengan kebutuhan aktualisasi yang tinggi
akan lebih merasa puas jika memiliki pekerjaan dengan nilai-nilai dimensi tugas yang
tinggi. Sedangkan karyawan dengan kebutuhan aktualisasi yang rendah tidak akan
peduli apakah pekerjaan itu memiliki nilai dimensi yang rendah tergantung pada
karakteristik kerja yang lain seperti gaji, rasa aman, dan hubungan dengan rekan
sekerja (Hackman, R., Lawler., & Porter :1983).