Post on 02-Mar-2021
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tinjauan Pustaka
1. Kepolisian
a. Pengertian Polisi
Polisi merupakan aparat negara yang mempunyai tugas utama menjaga
keamanan dan ketertiban masyarakat. Sesuai dengan kamus umum bahasa
Indonesia, bahwa polisi Indonesia di artikan sebagai badan pemerintah yang
bertugas memelihara keamanan dan ketertiban umum (seperti menangkap
orang yang melanggar undang-undang), anggota dari badan pemerintah
tersebut (pegawai Negara yang bertugas menjaga keamanan).1
Menurut Anton Tabah kepolisian berasal dari kata polisi yang
mendapatkan awalan ke-an. Istilah polisi pada mulanya berasal dari bahasa
yunani yakni politea yang mempunyai arti pemerintahan negara. Seperti
yang telah diketahui bahwa dahulu sebelum abad masehi negara yunani
terdiri dari kota-kota yang disebut “polis”. Pada masa itu pengertian polisi
adalah menyangkut segala urusan pemerintahan atau dengan kata lain arti
polisi adalah urusan pemerintahan. Sedangkan menurut UU no 2 tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Pasal 1 ayat (1), pengertian
kepolisian yaitu “Kepolisian adalah segala hal ihwal yang berkaitan dengan
fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.2
Bunyi Pasal 1 ayat (1) diatas, maka kepolisian berarti berkaitan dengan
lembaganya, sedangkan polisi menunjukkan orang yang termasuk dalam
anggota kepolisian dengan syarat-syarat tertentu. Jadi polisi adalah anggota
atau pejabat kepolisian yang mempunyai wewenang umum kepolisian yang
dimiliki berdasarkan undang-undang yang berstatus pegawai negeri sipil
yang mempunyai fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan
keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.3
Selanjutnya Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
KepolisianNegara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara yang
berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat,
menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan,
pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam
rangkaterpeliharanya keamanan dalam negeri.
1W.J.S. Purwodarminto, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, hlm. 763.
2Kaelan, Pendidikan Kewarganegaraan. Yogyakarta : Paradigma, 2007) hlm 145-149
3ibid
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional
yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).4
Satu hal yang perlu di cermati dari polisi yaitu bahwa polisi
termasuk organ pemerintah yang di beri wewenang dan kewajiban
menjalankan pengawasan, dengan demikian istilah polisi dapat di
maknai sebagai bagian dari organisasi pemerintah dan sebagai alat
pemerintah.5
b. Tugas pokok polisi
Tugas polisi secara umum sebagaimana tercantum dalam Pasal
13Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia, menyebutkan bahwa tugas pokok Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah:
1) Memberikan keamanan dan ketertiban masyarakat
2) Menegakkan hukum
3) Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan
kepada masyarakat ( Pasal 13 Undang–Undang No. 2 Tahun
2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia) Untuk
mendukung tugas pokok tersebut di atas, polisi juga memiliki
tugas-tugas tertentu sebagaimana tercantum dalam Pasal 14
ayat (1) Undang–Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Negara Republik Indonesia adalah sebagai berikut :
a. Melaksanakan pengaturan penjagaan, pengawalan, dan
patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai
kebutuhan.
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin
keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas di jalan.
c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat, kesadaran hukum masyarakat, serta ketaatan
warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan.
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional.
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum :
melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri
sipildan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis
terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil
dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa.
4 Pasal 5, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia
5Sadjijono, Mengenal Hukum Kepolisian, Surabaya, 2005, h. 5.
g. Melakukan penyelidikan terhadap semua tindak pidana
sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan
perundang-undangan lainnya.
h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran
kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian
untuk kepentingan tugas kepolisian.
i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat
dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan / atau
bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan
dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara
sebelum ditangani oleh instansi/ atau pihak berwenang.
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan
kepentingan dalam lingkup tugas kepolisian.
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. (Pasal 14 ayat (1) Undang–Undang
No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia)6
Dimaksud dalam ayat (1) huruf f diatur lebih lanjut dengan
PeraturanPemerintah. Pasal 15 (1) Dalam rangka menyelenggarakan
tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 dan 14 Kepolisian
Negara Republik Indonesia secara umum berwenang:
a. menerima laporan dan/atau pengaduan.
b. membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang
dapat mengganggu ketertiban umum.
c. mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat
d. mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau
mengancam persatuan dan kesatuan bangsa.
e. mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan
administratif kepolisian.
f. melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari
tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan.
g. melakukan tindakan pertama di tempat kejadian.
h. mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret
seseorang.
i. mencari keterangan dan barang bukti.
j. menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional.
k. mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang
diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat.
l. memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan
pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta
kegiatan masyarakat.
m. menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara
waktu.7
6 Pasal 13, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia
7 Ibid. Pasal 15
Dari tugas-tugas polisi tersebut dapat dikemukakan bahwa pada
dasarnya tugas polisi yaitu tugas untuk memelihara keamanan,
ketertiban, menjamin dan memelihara keselamatan negara, orang,
benda dan masyarakat serta mengusahakan ketaatan warga negara dan
masyarakat terhadap peraturan negara. Tugas ini dikategorikan
sebagai tugas preventif, tugas yang kedua adalah tugas represif. Tugas
ini untuk menindak segala hal yang dapat mengacaukan keamanan
masyarakat, bangsa, dan negara. Dan juga Tugas Kuratif yang berati
akan membina, menghukum atau memenjarakan para pelaku penjudi
agar tidak mengulanginya lagi. Berdasarkan uraian tersebut maka
dalam penanggulangan kasus tindak pidana judi togel polisi
melakukan tindakan preventif, represif, dan kuratif.
c. Tindakan kepolisian
Tindak pidana merupakan tindakan yang menyimpang dari
peraturanperundang-undangan dan dirasakan oleh masyarakat sebagai
suatu tindakanyang tidak boleh dilakukan dan terhadap pelakunya
akan dikenai sanksipidana. Tindak pidanaakan selalu berhubungan
dengan masyarakat dimanatindak pidana itu dilakukan. Masyarakat
merasa terganggu akibat adanyatindak pidana sehingga diperlukan
suatu upaya untuk menanggulangi tindakpidana agar kehidupan
masyarakat dapat berjalan sesuai denganapa yangdiharapkan.
Tindak pidana baik merupakan kejahatanataupunpelanggaran
padadasarnya melekat pada kondisi dinamik kehidupan masyarakat
yangmempunyai latar belakang yang sangat kompleks yang antara
lainmenyangkut aspek sosial budaya dan juga aspek ideologi, politik
sertakemampuan dan efektifitas aparat negara dan masyarakat.
Sehubungandengan persoalan tersebut dalam upaya penanggulangan
tindak pidanahendaknya dilakukan secara dinamis dan menyeluruh
(komprehensif) melaluitindakanyang bersifatpreventif,maupunrepresif
dan juga kuratif.
Penanggulangan tindak pidana baik kejahatan maupun pelanggaran
secarapreventifmaupunrepresif dan juga kuratifadalah merupakan
bagian dari politik kriminilsecara umum. Politik kriminal artinya
mengadakan pemilihan dari sekianbanyak alternatif penanggulangan
yang paling efektif dalam menanggulangimasalah kejahatan atau
pelanggaran. Dalam arti sempit politik kriminaldiartikan sebagai
keseluruhan asas dan metode yang menjadi dasardari reaksiterhadap
pelanggaran hukumyang berupa pidana, sedangkan arti yang lebihluas
merupakan keseluruhan fungsi dari aparatur penegak hukum termasuk
didalamnya cara kerja dari pengadilan dan polisi. Dalam arti yang
paling luasmerupakan keseluruhan kebijakan yang dilakukan melalui
perundang-undangan dan badan resmiyang bertujuan untuk
menegakkannorma-normasentral dalam masyarakat.8
Menurut Muladi dan Barda Nawawi, upaya penanggulangan tindak
pidana dapat menggunakan 2 pendekatan yaitu pendekatan integral
antara kebijakan penal dan non penal dan penanggulangan
menggunakan kebijakan nilai penggunaan hukum pidana.
1) Pendekatan Integral Antara Kebijakan Penal dan Non Penal
Dalam hal pemberantasan tindakan perjudian di wilayah hukum
Boyolali ,kepolisian wilayah hukum Boyolali melakukan tindakan penal
dan non penal.
Upaya untuk mengatasi kejahatan (politik/kriminal) dengan
menggunakan sarana penal yaitu melalui hukum pidana yakni kaitannya
dengan sanksi pidana berupa kurungan penjara dan/atau denda. Adapun
usaha non penal misalnya dengan melakukan penyantunan dan
pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan tanggung jawab sosial
warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui
8 Sudarto, Hukumdan Hukum Pidana, Cetakan IV, Penerbit Alumni, Bandung, 1986, hlm 114
pendidikan moral, agama,dan sebagainya peningkatan usaha–usaha
kesejahteraan anak dan remaja, kegiatan patroli dan pengawasan di
tempat tempat yang disinyalir terdapat perjudian tentunya secara
continue oleh polisi dan aparat keamanan lainnya.
Tujuan utama dari usaha–usaha non penal ini ialah memperbaiki
kondisi-kondisi sosial tertentu. Secara tidak langsung usaha non penal
ini mempunyai pengaruh preventif terhadap tindak pidana perjudian.
Dengan demikian dilihat dari sudut politik kriminal keseluruhan
kegiatan preventif yang non penal itu sebenarnya mempunyai
kedudukan yang sangat strategis, memegang posisi kunci yang harus
diintensifkan dan diefektifkan. Kegagalan dalam menggarap posisi
strategis ini justru akan berakibat fatal bagi usaha penanggulangan
perjudian.
Kegiatan utama dalam usaha ini adalah mengintegrasikan dan
mengharmonisasikan kebijakan non penal dan penal itu kearah
penekanan atau pengurangan faktor-faktor yang potensial untuk
terjadinya perjudian. Dengan kebijakan ini diharapkan social defance
planing benar-benar dapat berhasil diharapkan pula dapat tercapai
hakikat tujuankebijakan sosial.9
2) Pendekatan Kebijakan Nilai Penggunaan Hukum Pidana
Kebijakan dengan hukum pidana menyangkut permasalahan
Perbuatanapa yang seharusnya dijadikan tindak pidana dan sanksi
apayang sebaiknya digunakan bagi si pelanggar. Hal tersebut harus
berorientasi pada kebijakan (policyoriented approach).10
Berdasarkan
pendekatan yang berorientasi pada kebijakan sosial Prof. Sudarto
berpendapat dalam bukunya Muladi dan Barda Nawawi bahwa dalam
menghadapi masalah sentral tentang perbuatan apa yang seharusnya
dijadikan tindak pidana yang sering disebut masalah kriminalisasi harus
diperhatikan hal-hal yang intinya sebagai berikut :
a) Penggunaan hukum pidana yang harus memperhatikan
tujuanpembangunan nasional yaitu mewujudkan masyarakat
adil makmuryang merata materiil dan spirituil berdasarkan
Pancasila sehubungandengan ini maka penggunaan hukum
9 Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-Teori dan Kebijakan Pidana, (Alumni:Bandung), 1992.
hlm. 159 10
Ibid. Hlm 160
pidana bertujuan untukmenanggulangi kejahatan dan
mengadakan pengugeran terhadaptindakan penanggulangan itu
sendiri demi kebijakan dan pengayomanmasyarakat.
b) Perbuatan yang diusahakan untuk dicegah atau ditanggulangi
denganhukum pidana harus merupakan perbuatan yang tidak
dikehendakiyaitu perbuatan yang mendatangkan kerugian (
materiil dan atauspirituil) atas warga masyarakat.
c) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan prinsip
biayadan hasil.
d) Penggunaan hukum pidana harus pula memperhatikan
kapasitas ataukemampuan daya kerja dari badan-badan
penegak hukum, yaitu jangansampai ada kelampauan beban
tugas(overbelasting).11
Di lingkungan Polri istilah penanggulangan diartikan sebagai suatu
usaha,tindakan dan kegiatan untuk mencegah dan menindak suatu
kejahatan danpelangaran serta untuk memelihara dan meningktakan
pembinaan Kamtibmas. Penanggulangan meliputi 2 usaha yaitu usaha
pencegahan dan pembinaan, usaha penindakan. Dengan demikian
penanggulangan dapat dimaksudkan melaksanakan segala kegiatan
tindakan dan pekerjaan baik yang menyangkut segi preventif maupunr
epresifdalam upaya meniadakan gangguan kamtibmas.12
Tindakan preventif merupakan tindakan pencegahan agar tidak
terjadi pelanggaran norma-norma yang berlaku yaitu dengan
mengusahakan agarfaktor niat dan kesempatan tidak bertemu sehingga
situasi kamtibmas tetap terpelihara aman dan terkendali. Sedangkan
Tindakan represif adalah rangkaian tindakan yang dimulai dari
penyelidikan, penindakan (penangkapan, penahanan, penggeledahan,
dan penyitaan), pemeriksaan danpenyerahan penuntut umum untuk
dihadapakan ke depan sidang pengadilan.13
Berbagai solusi dan pembinaan selalu dilakukan oleh Kepolisian
Boyolali, diharapkan kemungkinan terjadinya tindak pidana perjudian
ini akan semakin berkurang dan teratasi. Dari pembahasan mengenai
penanggulangan tindak pidana perjudian ini perlu ditekankan bahwa
segala usaha harus ditujukan ke arah tercapainya masyarakat yang takut
akan norma Agama dan taat akan Hukum yang berlaku di Negara
11
Ibid. Hlm 161 12
Nurdjana, Hukum dan Aliran Mennyimpang di Indonesia, Peran Polisi, Bakopakem dan Penanggulangan, Pustaka Pelajar, Yogyakartta, 2009. Hlm 28 13
Ibid. Hlm 29
Republik Indonesia. Masyarakat diharapkan akan menjadi orang
dewasa yang berpribadi baik.
Penanggulangan tindak pidana dilakukan polisi Secara preventif dan
represif. Tindakan preventif dilakukan untuk mencegah terjadinya
kejahatan misalnya dengan melakukan penyuluhan-penyuluhan,
sedangkan tindakan represif dilakukan dengan menindak pelaku
kejahatan yaitu dengan melakukan tindakan penyelidikan dan
penyidikan. Serta tindakan kuratif dengan cara pembinaan terhadap
masyarakat yang melakukan tindak pidana perjudian.
2. Pengaturan tindak pidana perjudian
a. Pengertian perjudian
Perjudian adalah suatu permainan dimana pemain bertaruh untuk
memilih satu pilihan diantara beberapa pilihan dimana hanya satu
pilihan saja yang benar dan menjadi pemenang. Pemain yang kalah
taruhan akan memberikan taruhannya kepada si pemenang. Peraturan
dan jumlah taruhan ditentukan sebelum pertandingan dimulai.14
Pada hakekatnya perjudian adalah bertentangan dengan agama,
kesusilaan dan moral Pancasila serta membahayakan masyarakat,
bangsa dan negara dan ditinjau dari kepentingan nasional. Perjudian
mempunyai dampak yang negatif merugikan moral dan mental
masyarakat terutama generasi muda. Di satu pihak judi adalah
14
Wirjono Prodjodikoro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Edisi III, PT. Refika Aditama, 2003. Hlm 134-135
merupakan problem sosial yang sulit di tanggulangi dan timbulnya judi
tersebut sudah ada sejak adanya peradaban manusia.
Judi atau permainan “judi” atau “perjudian” menurut Kamus besar
Bahasa Indonesia adalah “Permainan denganmemakai uang sebagai
taruhan”.15
Berjudi ialah “Mempertaruhkan sejumlah uang atau harta dalam
permainan tebakan berdasarkan kebetulan, dengan tujuan mendapatkan
sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau
hartasemula”.16
Perjudian menurut Kartini Kartono adalah:
“Pertaruhan dengan sengaja, yaitu mempertaruhkan satu nilai
atau sesuatu yang dianggap bernilai dengan menyadariadanya
resiko dan harapan harapan tertentu pada peristiwa peristiwa,
permainan pertandingan, perlombaan dan kejadian-kejadian yang
tidak/belum pasti hasilnya.17
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 303 ayat (3)
mengartikan judi adalah tiap-tiap permainan yang mendasarkan
pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-
untungan saja dan juga kalau pengharapan itu jadi bertambah besar
karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Termasuk juga main judi
adalah pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain
yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain
itu, demikian juga segala permainan lain-lainnya. Bila melihat Pasal
303 ayat (3) dapat dipersepsikan bahwa unsur utama dari judi adalah
„‟untung-untungan‟‟ yang juga ada pakar menyebut „‟tergantung
nasib‟‟.18
15
Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Balai Pustaka, Jakarta, 1995, Hlm. 419. 16
Ibid, Hlm. 419.
17 Kartono, Kartini. Patologi Sosial, jilid I, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005. Hlm 56
18 Leden Marpaung, Asas-Teori-Praktik Hukum Pidana, Sinar Grafika, Jakarta, 2008. Hlm. 82
Pada sebagian besar jenis perjudian di dunia memiliki peraturan
persis seperti yang telah dijelaskan di atas. Namun banyak juga jenis
perjudian yang memliki peraturan tersendiri namun intinya sama, yang
kalah kehilangan uang, yang menang mendapat uang. Pada beberapa
perjudian, terdapat eseorang yang menjadi Bandar Judi. Setiap pemain
bertaruh pada Bandar, jika kalah uang akan mengalir ke tangan Bandar
namun jika menang Bandarakan mengalirkan sejumlah uang yang
telah dilipat gandakan kepada pemenang.
b. Perkembangan pengaturan perjudian
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Tentang Kitab Undang-
Undang Hukum Pidana (KUHP) dalam Bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesopanan pada Pasal 303 dan Pasal 303 bis menetapkan
perjudian sebagai perbuatan yang dilarang. Kejahatan mengenai
perjudian yang pertama dirumuskan dalam Pasal 303 KUHP yang
rumusannya yaitu:
1) Pasal 303 KUHP
a) Diancam dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun
atau pidana denda paling banyak dua puluh lima juta rupiah,
barang siapa tanpa mendapat izin:
(1) dengan sengaja menawarkan atau memberikan
kesempatan untuk permainan judi dan
menjadikannya sebagai pencaharian, atau dengan
sengaja turut serta dalam suatu perusahaan untuk
itu.
(2) dengan sengaja menawarkan atau memberi
kesempatan kepada khalayak umum untuk bermain
judi atau dengan sengaja turut serta dalam
perusahaan untuk itu, dengan tidak peduli apakah
untuk menggunakan kesempatan adanya sesuatu
syarat atau dipenuhinya sesuatu tata cara
(3) menjadikan turut serta pada permainan judi sebagai
pencarian.
b) Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam
menjalankan pencahariannya, maka dapat dicabut haknya
untuk menjalankan pencarian itu.
c) Yang disebut permainan judi adalah tiap-tiap permainan, di
mana pada umumnya kemungkinan mendapat untung
bergantung pada peruntungan belaka, juga karena
pemainnya lebih terlatih atau lebih mahir. Di situ termasuk
segala pertaruhan tentang keputusan perlombaan atau
permainan lain-lainnya yang tidak diadakan antara mereka
yang turut berlomba atau bermain, demikian juga segala
pertaruhan lainnya.19
2) Pasal 303 bis KUHP Semula rumusan kejahatan Pasal 303 bis
KUHP berupa pelanggaran dan dirumuskan dalam Pasal 542
KUHP tentang judi di jalanan umum.Namun melalui Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban
Perjudian.Diubah menjadi kejahatan dan diletakkan pada Pasal 303
bis KUHP. Dengan adanya perubahan tersebut, ancaman pidana
yang semula yang berupa kurungan maksimum satu bulan atau
denda maksimum Rp. 4.500,00 dinaikkan menjadi pidana penjara
maksimum empat tahun atau denda maksimum Rp. 10.000.000,00
(sepuluh juta rupiah). Kejahatan mengenai perjudian yang kedua
dirumuskan dalam Pasal 303 bis KUHP yang rumusannya yaitu:
a) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat
tahun atau pidanadenda paling banyak sepuluh juta
rupiah:
b) Barang siapa menggunakan kesempatan main judi,
yang diadakan dengan melanggar ketentuan Pasal
303
c) Barang siapa ikut serta main judi di jalan umum atau
di pinggir jalan umum atau di tempat yang dapat
dikunjungi umum, kecuali kalau adaizin dari
penguasa yang berwenang yang telah memberi izin
untuk mengadakan perjudian itu. 20
Jika ketika melakukan pelanggaran belum lewat dua tahun sejak
adapemidanaan yang menjadi tetap karena salah satu dari pelanggaran
ini, dapat dikenakan pidana penjara paling lama enam tahun atau
pidana denda paling banyak lima belas juta rupiah.
Konsep mengenai perjudian menurut KUHP aslinya adalah konsep
orang Belanda yang berbeda dengan konsep mengenai perjudian
menurut nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat Indonesia yang kuat
dipengaruhi oleh norma-norma agama dan norma lain yang hidup
menurut masyarakat Indonesia. Setelah Pemerintah mengeluarkan
Undang-Undang No 7 Tahun 1974 Tentang Penertiban Perjudian,
sesuai dengan asas hukum Lex posteriori derogat lex priori yang
berarti Undang-Undang atau peraturan yang baru mengenyampingkan
Undang-Undang atau peraturan yang lama, maka ketentuan yang ada
19
Pasal 303 KUHP 20
Ibid
dalam KUHP itu dapat dikesampingkan demi tercapainya keamanan
dan ketertiban masyarakat.21
Pengaturan mengenai tindak pidana perjudian yang kedua dalam
hukum positif di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 7 Tahun
1974 Tentang Penertiban Perjudian. Undang-undang ini menyatakan
semua tindak pidana perjudian adalah sebagai kejahatan. Pemerintah
mengeluarkan undang-undang ini dimaksudkan menggunakan
kebijaksanaan-kebijaksanaan untuk menertibkan perjudian, hingga
akhirnya menuju kepenghapusan perjudian sama sekali dari seluruh
wilayah Indonesia. Dalam KUHP tidak ada menjelaskan secara rinci
apa yang dimaksud sebagai kejahatan, tetapi dimuat dalam Buku II
KUHP Pasal 104 sampai dengan Pasal 488 KUHP. Semua jenis
kejahatan diatur dalam Buku ke- II KUHP. Meski demikian, masih ada
jenis kejahatan yang diatur di luar KUHP, yang dikenal dengan tindak
pidana khusus misalnya tindak pidana korupsi, narkotika, terorisme,
tindak pidana ekonomi. Bonger menayatakan bahwa kejahatan adalah
merupakan perbuatan anti sosial yang secara sadar mendapat reaksi
dari negara berupa berupa pemberian derita dan kemudian sebagai
reaksi terhadap rumusan-rumusan hukum (legal definitions) mengenai
kejahatan.22
Dengan undang-undang ini diatur beberapa perubahan beberapa
Pasal dalam KUHP yang berkaitan dengan tindak pidana perjudian
yaitu :
a. Semua tindak pidana perjudian dianggap sebagai kejahatan.Dengan
ketentuan ini, maka Pasal 542 KUHP tentang tindak pidana
pelanggaran perjudian yang diatur dalam Buku III tentang
Pelanggaran dimasukkan dalam Buku II tentang Kejahatan dan
ditempatkan dalam Buku II setelah Pasal 303 KUHP dengan
sebutan Pasal 303 bis KUHP.
b. Memperberat ancaman pidana bagi pelaku bandar perjudian dalam
Pasal 303 ayat (1) KUHP dari pidana penjara maksimal 2 tahun 8
bulan atau denda maksimal Rp. 90.000,- menjadi pidana penjara
maksimal 10 tahun dan denda maksimal Rp. 25.000.000,-. Di
samping pidana dipertinggi jumlahnya (2 tahun 8 bulan menjadi 10
tahun dan Rp. 90.000,- menjadi Rp. 25.000.000,-) sanksi pidana
juga diubah dari bersifat alternatif (penjara atau denda) menjadi
bersifat kumulatif (penjara dan denda).
c. Memperberat ancaman pidana dalam Pasal 542 ayat (1) tentang
perjudian dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 1 bulan
atau denda maksimal Rp. 4.500,- menjadi pidana penjara maksimal
4 tahun atau denda maksimal Rp. 10.000.000,-. Pasal ini kemudian
menjadi Pasal 303 bis ayat (1) KUHP. d. Memperberat ancaman
pidana dalam Pasal 542 ayat (2) KUHP tentang residive perjudian
dalam KUHP dari pidana kurungan maksimal 3 bulan atau denda
maksimal Rp. 7.500,- menjadi pidana penjara maksimal 6 tahun
21
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang acara pidana, Politea.Bogor. 1996. Hlm 222 22
Topo Santoso dan Eva Achjani Zulfa, Kriminologi, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada), 2002.
Hlm. 2.
atau denda maksimal Rp. 15.000.000,-. Pasal ini kemudian menjadi
Pasal 303 bis ayat (2) KUHP.
Maksud diberlakukannya undang-undang tersebut ialah
dikarenakan pengaturan yang ada di dalam KUHP lama sudah tidak
relevan lagi diberlakukan dikarenakan hukuman yang diberikan tidak
dapat membuat efek jera seiring berkembangnya jaman
Salah satu contoh judi togel yang juga cukup banyak pelakunya di
wilayah Kabupaten Boyolali tetapi lewat media elektronik sms atau
internet saat berkomunikasi untuk membeli nomor togel juga bisa
dikenakaan UU ITE
Pengaturan tindak pidana judi online di atur dalam Undang-undang
No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Perkembangan dunia teknologi informasi dengan adanya internet
menimbulkan banyak bentuk kejahatan baru yang merubah kejahatan
konvensional menjadi lebih modern, termasuk dalam perjudian yakni
perjudian melalui internet (internet gambling).
Dalam Undang-undang ini diatur pada Pasal 27 yang terdiri dari
empat ayat dan masing- masing ayat mengatur tindak pidana yang
berbeda. Pasal 27 ayat (1) mengatur perbuatan “dengan sengaja dan
tanpa hak mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau
membuat dapat di aksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan”. Pasal
27 ayat (2) mengatur perbuatan “dengan sengaja dan tanpa hak
mendistribusikan dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat
di aksesnya informasi elektronik dan/atau dokumen elektronik yang
memiliki muatan perjudian”. Pasal 27 ayat (3) mengatur perbuatan
“dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau
menstransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya informasi
elektronik dan/atau dokumen elektronik yang memiliki muatan
penghinaan dan/atau pencemaran nama baik”. Pasal 27 ayat (4)
mengatur perbuatan” dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau menstransmisikan dan/atau membuat dapat di aksesnya
informasi elektronik Universitas Sumatera Utara dan/atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau
pengancaman”.23
Berdasarkan rumusan tersebut, ketentuan Pasal 27 merupakan
ketentuan yang mengatur content-related offences yaitu tindak pidana
yang memiliki muatan beberapa tindak pidana kesusilaan (Pasal 282
dan Pasal 283 KUHP), perjudian (Pasal 303 KUHP), penghinaan atau
pencemaran nama baik (Pasal 310 dan Pasal 311 KUHP), dan
pemerasan atau pengancaman (Pasal 368 dan Pasal 369 KUHP).24
Perumusan perbuatan dalam Pasal 27 pada dasarnya merupakan
revormulasi tindak pidana yang terdapat dalam pasal-pasal KUHP
tersebut. Perjudian dalam KUHP diartikan sebagai tiap-tiap permainan,
diamana pada umumnya kemungkinan mendapat untung tergantung
pada peruntungan belaka, juga karena pemainnya lebih terlatih atau
lebih mahir. Dengan mengacu pada pengertian tersebut , kriteria suatu
permainan termasuk perjudian adalah :
a. Ada taruhan
b. Ada hadiah
c. Kesempatan ada menang karena peruntungan
d. Berdasarkan pada keahlian pemain.48 Pada Pasal 45 dalam
Undang-undang No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik ini dijelaskan bahwa pengaturan tindak
pidana perjudian online ini dapat diberikan sanksi berupa
23
Sigid Suseno ,Yurisdiksi Tindak Pidana Siber, (Bandung : Rafika Aditama), 2012,hal.166 24
Ibid Hlm. 166
kurungan maksimal selama 6 (enam) tahun penjara dan denda
maksimal sebesar Rp.1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).25
Untuk melakukan kriminalisasi suatu perbuatan biasanya dilakukan
melalui suatu proses yang diawali dengan penetapan suatu perbuatan
yang dilakukan oleh seseorang atau dipersamakan dengan orang, yang
oleh undang-undang dinyatakan sebagai perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan sanksi. Proses ini berakhir dengan terbentuknya
undang-undang di mana perbuatan diancam dengan suatu sanksi yang
berupa pidana.26
Ketentuan dalam pasal ini semula adalah pelanggaran dan
dirumuskan dalam Pasal 542 KUHP dan dengan Undang-Undang No.
7 Tahun 1974 tentang Penertiban Perjudian dirubah sebutannya
menjadi pasal 303 bis. ini berarti perjudian dalam bentuk pelanggaran
dalam pasal 542 tersebut dinyatakan sebagai tindak pidana
kejahatan.27
Salah satu contoh judi togel yang juga cukup banyak pelakunya di
wilayah kabupaten Boyolali tetapi lewat media elektronik sms atau
internet saat berkomunikasi untuk membeli nomor togel juga bisa
dikenakaan UU ITE,Kasus judi online bisa dijerat dengan 3 pasal
dalam UU Informasi dan Transaksi Elektonik (ITE) atau UU No. 11
Tahun 2008. Selain dengan Pasal 303 KUHP, maka pelaku juga bisa
dikenai pelanggaran Pasal 27 ayat 2 UU ITE, yaitu
“Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan
dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya
25
Pasal 27 KUHP 26Sudarto, Hukum dan Hukum Pidana,op.cit. hal. 32
27 Barda Nawawi Arief, Hukum Pidana I (Pelengkap Bahan Kuliah), Cet. I. Penerbit Yayasan
Sudarto. Semarang, 1990, hlm. 88
Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki
muatan perjudian”.
Oleh karena pelanggaran pada Pasal tersebut maka menurut Pasal
43 ayat 1, yang bersangkutan bisa ditangkap oleh Polisi atau “Selain
Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai
Negeri Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas
dan tanggung jawabnya di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik diberi wewenang khusus sebagai penyidik sebagaimana
dimaksud dalam Undang‐Undang tentang Hukum Acara Pidana untuk
melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi Informasi
dan Transaksi Elektronik”. Sementara sanksi yang dikenakan adalah
Pasal 45 ayat 1, yaitu
“Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau
ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6
(enam) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).”
Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan
Transaksaksi Elektronik (UU ITE) telah mengatur masalah yurisdiksi
yang didalamnya sudah menerapkan asas universal. Hal ini dapat
dilihat dari Pasal 2 dan penjelasannya:
Pasal 2 UU ITE: Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang
yang melakukan perbuatan hukumsebagaimana diatur dalam undang-
undang ini, baik yang berada di wilayah hukum Indonesia maupun di
luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di
wilayah hukumIndonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia
dan merugikan kepentingan Indonesia.28
Penjelasan Pasal 2 UU ITE Undang-Undang ini memiliki
jangkauan yurisdiksitidak semata-mata untuk perbutanhukum yang
berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga Negara Indonesia,
tetapi juga berlaku untuk perbutan hukum yang dilakukan di luar
wilayahhukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga negara
Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukumIndonesia
maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di
Indonesia,mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk
Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas
teritorial atau universal. Yang dimaksud dengan ”merugikan
kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada
merugikan kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data
strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan keamanan
Negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum
Indonesia.
3. Faktor yang mempengaruhi penegakan hukum
Penegakan hukum pada hakikatnya merupakan bagian dari politik
kriminal yang pada hakikatnya menjadi bagian integral dari kebijakan
social (social policy), kemudian kebijakan ini diimplementasikan ke
dalam system peradilan pidana (criminal justice system), menurut
Muladi system peradilan pidana mempunyai dimensi fungsional ganda.
Di satu pihak berfungsi sebagai sarana masyarakat untuk menahan dan
mengendalikan kejahatan pada tingkatan tertentu (crime containment
system), dilain pihak sistem peradilan pidana juga berfungsi untuk
28
Pasal 2, Undang-Undang No.11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksaksi Elektronik
pencegahan sekunder (secondary prevention) yaitu mencoba
mengurangi kriminalitas dikalangan mereka yang pernah melakukan
tindak pidana dan mereka yang bermaksud melakukan kejahatan
melalui proses deteksi, pemidanaan dan pelaksanaan pidana.29
Sistem peradilan pidana tersebut di dalam operasionalnya melibatkan
sub-systemnya yang bekerja secara koheren, koordinatif dan integratif,
agar dapat mencapai efesiensi dan efektivitas yang maksimal. Oleh
karena itu efesiensi maupun efektivitasnya sangat tergantung pada
faktor-faktor sebagai berikut:
1) infrastruktur pendukung sarana dan prasarana
2) profesionalisme aparat penegak hukum dan;
3) budaya hukum masyarakat 30
Terhadap masalah penegakan hukum Soerjono Soekanto
mengemukakan bahwa secara konsepsional inti dan arti penegakan
hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang
terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah
sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk
menciptakan, memelihara dan mempertahankan kedamaian pergaulan
hidup. Sebagai suatu proses penegakan hukum pada hakikatnya
merupakan penerapan diskresi yang menyatakan pembuat
keputusannya tidak secara ketat diatur oleh kaidah hukum. Akan tetapi
mempunyai unsur penilaian pribadi demikian menurut Wayn
Lafawel.31
Sehubungan dengan pandangan diatas menurut Soerjono Soekanto
ada beberapa faktor yang mempengaruhi penegakan hukum yaitu:
a. faktor hukumnya
b. faktor penegak hukum
c. faktor sarana dan fasilitas
29
Barda Nawawi Arif. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Cetakan Kedua Edisi Revisi, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2002. Hlm. 2-3 30
ibid. Hlm. 25 31
Soerjono Soekanto, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1983. Hlm 4-5
d. faktor budaya
e. faktor masyarakat
Kelima faktor di atas merupakan faktor-faktor yang terkait satu
sama lain. Merupakan esensi dari penegakan hukum dan bekerjanya
hukum dalam masyarakat. Kaitannya dengan penegakan hukum
terhadap tindak pidana perjudian, efesiensi maupun efektivitasnya juga
tergantung kepada faktor-faktor sebagaimana yang disebutkan
meliputi:
a. Faktor Hukum
Faktor utama, yakni undang-undang menjadi faktor utama dalam
menunjang lahirnya penegakan hukum, yang diartikan dengan undang-
undang dalam arti materiil adalah peraturan tertulis yang berlaku
umum dan dibuat oleh penguasa pusat maupun daerah yang sah. Maka
undang-undang tersebut mencakup peraturan pusat yamg berlaku
untuk semua warga negara atau golongan tertentu saja maupun yang
berlaku umum di sebagian wilayah negara dan peraturan setempat
yang hanya berlaku di suatu tempat atau daerah saja.
b. Faktor Penegak Hukum
Faktor kedua dalam mempengaruhi penegakan hukum yakni
penegak hukum. Penegak hukum yang dimaksudkan di sini adalah
mereka yang berkecimpung dalam bidang penegakan hukum, kalangan
tersebut mereka yang bertugas dikehakiman, kejaksaan, kepolisian,
pengacara, dan pemasyarakatan.
Seorang penegak hukum, sebagaimana halnya dengan warga-
warga masyarakat lainnya, lazimnya mempunyai beberapa kedudukan
dan peranan. Dengan demikian tidaklah mustahil, bahwa antgara
berbagai kedudukan dan peranan timbul konflik (statud conflict fsn
conflict of roled). Bila di dalam kenyataan terjadi suatu kesenjangan
antara peranan yang seharusnya dengan peranan yang sebenarnya
dilakukan untuk peranan actual, maka terjadi suatu kesenjangan
peranan (role-distance).
c. Faktor Sarana Dan Fasilitas
Faktor ketiga yang mempengaruhi penegakan hukum ialah faktor
sarana atau fasilitas. Tanpa adanya sarana dan fasilitas tertentu, maka
tidak mungkin penegakan hukum akan berlangsung dengan lancar.
Sarana atau fasilitas tgersebut, antara lain mencakup tenaga manusia
yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang
memadai, keuangan yang cukup, dan seterusnya. Bila hal-hal itu
terpenuhi maka mustahil penegakan hukum akan mencapai tujuannya.
d. Faktor Budaya
Faktor budaya menjadi faktor yang berperan dalam
mempengaruhi lahirnya penegakan hukum. Kebudayaan (sistem)
hukum pada dasarnya mencakup nilai-nilai yang mendasari hukum
yang berlaku, nilai-nilai yang merupakan konsepsi-konsepsi mengenai
apa yang dinilai baik dan apa yang dinilai tidak baik.
e. Faktor Masyarakat
Kepatuhan semua masyarakat terhadap hukum, ketidak disiplinan
sosial, tidak diindahkannya etika sosial, mudahnya anggota masyarakat
tergiur oleh suatu bentuk perjudian yang menawarkan keuntungan
diluar kelaziman dan lain sebagainya. Adalah sederetan contoh dari
bentuk-bentuk budaya hukum yang rawan serta potensial untuk
terjadinya tindak pidana perjudian. Tidak berdaya untuk
memanfaatkan upaya-upaya hukum karena faktor-faktor ekonomi,
psikis, sosial, atau polotik.
Masaaah-masalah yang sering timbul dalam masyarakat yang dapat
mempengaruhi penegakan hukum dapat berupa:
1. Masyarakat tidak mengetahui atau tidak menyadari, apabila
hak-hak mereka dilanggar tertanggu
2. Masyarakat tidak mengetahui akan adanya upaya-upaya hukum
untuk melindungi kepentingan-kepentingannya
3. Masyarakat
Pendapat lain mengenai syarat-syarat agar hukum lebih efektif
dalam penerapannya menurut CG. Howard dan RS. Mumner, antara
lain:
1. undang-undang harus dirancang baik
2. undang-undang seyogianya bersifat melarang bukan
mengatur
3. sanksi yang dicantumkan harus sepadan dengan sifat-
sifat undang-undang yang dilanggar.
4. berat sanksi yang diancamkan kepada sipelanggar tidak
boleh keterlaluan.
5. kemungkinan untuk mengamati dan menyelidiki atau
menyidik perbuatan yang dilanggar undang-undang
harus ada.
6. hukum yang mengandung larangan-larangan moral
akan lebih efektif dari pada hukum yang tidak selaras
dengan kaidah moral, atau yang netral.
7. mereka yang bekerja sebagai pelaksana-pelaksana
hukum harus menunaikan tugasnya dengan baik.32
Berdasarkan pendapat di atas, maka pembuatan peraturan
perundang-undangan harus dirumuskan secara jelas dan terinci
mengatur dan memberisanksi agar tidak menimbulkan keraguan dalam
penerapannya agar tercipta suatu keadilan dan kepastian hukum bagi
pihak-pihak yang berperkara. Menurut Soedarto bahwa secara
fungsional sistem penegakan hukum merupakan suatu sistem aksi.33
Ada banyak aktivitas yang dilakukan alat perlengkapan negara dalam
melaksanakan penegakan hukum yaitu kepolisian, kejaksaan, hakim,
pembentuk undang-undang, institusi pemerintah dan aparat pelaksana
pidana, yang kesemuanya itu mempunyai peranan untuk mencegah dan
menanggulangi kejahatan.
Memperhatikan masalah penegak hukum ini jika dikaitkan dengan
penegak hukum terhadap tindak pidana perjudian, maka aktivitas atau
kegiatan yang dapat dilakukan sebagai upaya menghadapi masalah-
masalah yang timbul dalam rangka penegakan hukum dan
antisipasinya dapat meliputi pembuatan undang-undang atau
penyempurnaan ketentuan yang sudah ada. Tersedianya aparat
penegak hukum yang memadai baik secara kuantitas maupun secara
perorangan maupun kelompok.
32
http://e-journal.igilib.ac.id/7868/6/5MIH01253.pdf. diakses pada tanggal 06 Juni 2018 pukul
08:27 33
Soedarto, Kapita Selekta hukum pidana, op.cit. Hlm. 112
.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas dapat dilihat
bahwa efektivitas fungsionalisasi hukum pidana terhadap tindak
pidana perjudian tidak hanya terletak pada efesiensi dan efektivitas
kinerja masing-masing sub sistem dalam peradilan pidana. Melainkan
juga tergantung pada dukungan sosial maupun kelembagaan dalam
rangka pembentukan opini masyarakat tentang tindak pidana
perjudian dan sosialisasi hukum nasional secara luas.
B. Hasil Penelitian
1. Gambaran lokasi penelitian
Dalam penelitian ini ,penulis melakukan penelitian di wilayah hukum
Kepolisian Kota Boyolali yang tepatnya di Jalan Ampel/ Solo-Boyolali,
Kecamatan Boyolali, Dusun 2, Kiringan, Kec. Boyolali, Kabupaten Boyolali,
Jawa Tengah 57313.
Secara Geografis Kepolisian Kota Boyolali terletak di Kabupaten
Boyolali, Polres Boyolali terletak antara110‟.22 – 110‟.50 Bujur Timur dan
7‟.36 – 7‟.11 Lintang Selatan dengan ketinggian antara 1500 s/d 2200 meter
dari permukaan laut.Luas Wilayah Polres Boyolali Luas wilayah seluruhnya
1.015.100.965.
Kabupaten Boyolali sendiri terbagi atas 19 Kecamatan yang terdiri dari 267
Desa.Dari 19 kecamatan yang terdapat di Kabupaten Boyolali tersebut jumlah
kepadatan penduduk daerah Boyolali mencapai 944.181 jiwa yang terdiri
dari,laki-laki 461.806 jiwa (48,9%) dan perempuan 483.735 jiwa
(51,1%)dengan kepadatan penduduk rata-rata 930 jiwa/km2.Adapun batas –
batas Wilayah Polres Boyolali ialah sebagai berikut :
a. Sebelah Utara : Kabupaten Grobogan dan Kabupaten Sragen
b. Sebelah Selatan : Kabupaten Klaten dan Kabupaten Sukoharjo
c. Sebelah Barat : Kabupaten Magelang dan Kabupaten Salatiga
d. Sebelah Timur : Kabupaten Karanganyar dan Kota Surakarta
Dari sekian banyaknya penduduk yang terdapat di Kabupaten Boyolali dan
masyarakat yang beraneka ragam maka diperlukanlah peran serta anggota
Kepolisian Boyolali untuk mengontrol perilaku masyarakat Boyolali. Dalam
hal ini Kepolisian Boyolali mempunyai unsur pelaksana yang bertugas
menyelenggarakan tugas kepolisian mencangkup penjagaan, pengaturan,
pengawalan, patroli, menertibkan, mengamankan dan penegakan hukum.
Selain itu Kepolisian Boyolali juga menyelenggarakan beberapa fungsi sebagai
berikut
a. Melayani masyarakat
b. Pengamanan dan menyelamatkan masyarakat
c. Pelaksanaan patrolidan penindakan pelanggaran serta dalam
rangka penegakan hukum.
d. penyelidikan dan penyidikan tindak pidana sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
e. pemberian bantuan hukum bagi masyarakat setempat.
Dalam hal ini fungsi kepolisian Polres Boyolali adalah menjalankan
komando dari atasan untuk menangani atau memberikan pengarahan dan
penyuluhan kepada masyarakat,demi terciptanya lingkungan yang aman,
nyaman, tentram dan yang terutama ialah menciptakan situasi kondusif di
lingkungan masyarakat Boyolali selain itu membentuk masyarakat yang tertib
hukum. Maka dari itu untuk melancarkan fungsi-fungsi Polres Boyolali
tersebut maka peranan Polsek- polsek yang tersebar di seluruh wilayah hukum
Boyolali sangatlah penting guna membantu mempercepat penanganan kasus.
Dari hal tersebut dengan kerjasama yang baik antara Polres Boyolali dengan
Polsek yang tersebar di wilayah hukum Boyolali nantinya angka perjudian di
wilayah hukum Boyolali dapat ditekan atau diminimalisir,tentunya dengan
melakukan fungsi -fungsi tersebut diatas.Polres Boyolali sendiri membawahi
19 Polsek yang terletak dalam 19 Kecamatan yang dapat dilihat dalam Tabel
sebagai berikut:
Table dilihat dalam halaman berikutnya.
Tabel 3
Daftar Polsek di Lingkungan Polres
NO DAERAH POLSEK Desa/Kelurahan Jumlah penduduk
1. Polsek Cepogo Kecamatan
Cepogo
D/K=15 55.250
2. Polsek Ampel Kecamatan
Ampel
D/K=20 77.279
3. Polsek Musuk Kecamatan
Musuk
D/K=20 55.705
4. Polsek Boyolali
Kecamatan Boyolali
D/K=9 67.373
5. Polsek Mojosongo
Kecamatan Mojosongo
D/K=13 51.429
6. Polsek Teras Kecamatan
Teras
D/K=13 43.631
7. Polsek Sawit Kecamatan
Sawit
D/K=12 29.753
8. Polsek Banyudono
Kecamatan Banyudono
D/K=15 48.355
9. Polsek Sambi Kecamatan
Sambi
D/K=16 41.688
10. Polsek Ngemplak
Kecamatan Ngemplak
D/K=12 83.208
11. Polsek Nogosari
Kecamatan Nogosari
D/K=13 64.580
12. Polsek Simo Kecamatan
Simo
D/K=13 44.649
13. Polsek Karanggede
Kecamatan Karanggede
D/K=16 37.963
14. Polsek Klego Kecamatan
Klego
D/K=13 39.588
15. Polsek Andong Kecamatan
Andong
D/K=16 54.337
16. Polsek Kemusu Kecamatan D/K=13 39.604
Sumber : Polres Boyolali
Dari tabel data diatas dapat dijelaskan bahwa wilayah Polres Boyolali
membawahi 19 Polsek dan 19 Polsek ini sesuai dengan Kewilayahan di
Kabupaten Boyolali yang terdiri 19 Kecamatan.Dengan table tersebut penulis
bermaksud untuk menjelaskan dan mempertegas bahwa tersebarnya 19 Polsek
di wilayah hukum Polres Boyolali adalah sebagai salah satu cara untuk
mewujudkan ke lima fungsi yang telah dijelaskan pada paragraf sebelumnya
,Dari table tersebut diketahui bahwa setiap Polsek membawahi 9 hingga 20
kelurahan yang masing – masing dengan jumlah penduduk antara 28.408 s/d
83.208 .Hal itu tidak lain juga untuk mewujudkan dan mengontrol perilaku
masyarakat dalam hal ini khususnya pada masyarakat pelaku perjudian dan
disisi lain untuk menciptakan tegaknya hukum diwilayah hukum Polres
Boyolali.Dengan table tersebut penulis juga menjelaskan dan mempertegas
bahwa setiap Polsek di wilayah hukum Polres Boyolali bertanggung jawab atas
beberapa kelurahan dan bahkan ribuan masyarakat yang tersebar diberbagai
kelurahan untuk menjalankan kelima fungsi yang telah disebutkan diatas.
Kemusu
17. Polsek Wonosegoro
Kecamatan Wonosegoro
D/K=18 49.720
18. Polsek Juwangi Kecamatan
Juwangi
D/K=10 31.661
19. Polsek Selo Kecamatan
Selo
D/K=13 28.408
2. Gambaran upaya Kepolisian Boyolali dalam menanggulangi tindak pidana
perjudian
Tabel 4
Tabel penanganan tindak pidana perjudian di Polres Boyolali
No Tahun Laporan Selesai P21
1 2013 20 22
2 2014 76 47
3 2015 33 37
4 2016 51 71
5 2017 56 34
Jumlah 236 211
Sumber : Polres Boyolali
Dari tabel diatas dapat dijelaskan total laporan perjudian yang masuk dari
tahun 2013-2017 sebanyak 236 laporan dan dilimpahkan ke Penuntut Umum
sebanyak 211 kasus. Dan dari tahun ke tahun terjadi fluktuasi.
Pada tahun 2013 terdapat 20 laporan mengenai adanya tindak pidana
perjudian di wilayah hukum Polres Boyolali, dan dari ke 20 kasus tersebut
dapat diselesaikan P21 dan dilimpahkan ke jaksa Penuntut Umum sebanyak 22
kasus, 2 diantaranya ialah laporan kasus perjudian tunggakan tahun
sebelumnya yang belum terselesaikan.
Adapun dengan tahun 2014 terdapat 76 laporan kasus perjudian, dapat
disimpulkan bahwa pada tahun 2014 kasus perjudian mengalami peningkatan
dibanding dengan tahun 2013, dan dari ke 76 laporan tersebut hanya dapat
diselesaikan hingga ke tahap P21 atau dilimpahkan ke jaksa Penuntut Umum
sebanyak 47 kasus dan sisanya belum terselesaikan ataupun belum P21
sehingga menjadi tunggakan penanganan kasus untuk tahun selanjutnya.
Ditahun 2015 angka laporan tindak pidana perjudian di wilayah hukum
Polres Boyolali sebanyak 33 laporan dan dapat diselesaikan hingga tahap P21
sebanyak 37 kasus, 4 kasus sisanya ialah tunggakan kasus di tahun – tahun
sebelumnya.
Pada tahun 2016 terdapat 51 laporan masuk tentang tindak pidana
perjudian di wilayah hukum Polres Boyolali dan kesemuanya dapat
diselesaikan dan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum ataupun P21 sebanyak
71 kasus, itu menandakan 20 kasus sisanya ialah tunggakan tunggakan kasus
perjudian yang belum diselesaikan diantara kurun waktu tahun 2013-2015.
Dan ditahun 2017 laporan tindak pidana perjudian sebanyak 56 kasus
dan terselesaikan dilimpahkan ke Jaksa Penuntut Umum hanya sebanyak 34
kasus.
Total dari keseluruhan laporan yang masuk kurun waktu 2013 hingga
2017 ialah sebanyak 236 laporan kasus perjudian dan hanya dapat mencapai
hingga pelimpahan berkas ke Penuntut Umum sebanyak 211 kasus.Hal ini
menandakan bahwa masih terdapat 25 kasus perjudian yang belum
terselesaikan dan akan terus menjadi tanggungan sekaligus tunggakan secara
terus menerus untuk tahun – tahun berikutnya jika dalam setahun selalu
terdapat tunggakan kasus yang belum dilimpahkan ke Penuntut Umum.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh penulis, penulis hanya
memfokuskan penanganan tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh
Polres Boyolali, belum memperhatikan kontribusi dari 19 Polsek yang
berada di bawah Polres Boyolali.
Terkait dengan data pada tabel 2 diatas, Aiptu Dalyanto selaku
kasatreskrim menambahkan juga bahwa dari kurun waktu 2013-2017
walaupun tercatat 236 laporan, tapi masih ada angka-angka gelap artinya
kasus perjudian yang terjadi tidak diketahui oleh Kepolisian Polres Boyolali
yang jumlahnya mungkin lebih besar dari data pada tabel 2 diatas.34
Tabel 5
Upaya Kepolisian Boyolali dalam menghadapi tindak pidana perjudian
Usaha Preventif Usaha Represif Usaha Kuratif
34
Hasil dari wawancara dengan Aiptu Dalyamto selaku Kasatreskrim pada tanggal 9 juni 2018di Polres Boyolali
-pengawasan ditempat
keramaian
-melakukan sosialisasi
atau penyuluhan tentang
dampak dari bermain
judi
Pertemuan rutin dengan
tokoh masyarakat dan
alim ulama setiap
bulanya untuk
mengetahui keadaan
yang berkembang di
masyarakat.Peran serta
Binmas sangatlah
mencolok dalam usaha
preventif.
-ikut bermain judi
-melakukan penyamaran
-melakukan lidik dan
mencari informasi
-melakukan pengintaian
-menangkap tersangka dan
menyita barang bukti.
-melakukan operasi/patroli
usaha represif biasanya
dilakukan oleh reserse
kriminal
Pembinaan terhadap
terpidana agar tidak
mengulangi
perbuatannya.
Sumber : Polres Boyolali
Dari tabel diatas adalah bentuk upaya Kepolisian Boyolali dalam
menanggulangi tindak pidana perjudian, dapat dijelaskan sebagai berikut :
a. Usaha Preventif (Upaya meningkatkan kesadaran hukum dalam
masyarakat)
Kepolisian Boyolali melakukan operasi dan pengawasan di tempat
– tempat keramaian dengan sasaran tempat- tempat keramaian seperti
pasar yang bertujuan untuk mencegah munculnya perjudian di wilayah
tersebut dan menjaga keamanan daerah tersebut, juga melakukan
sosialisasi atau penyuluhan tentang dampak dari bermain judi dengan
sasaran semua warga masyarakat yang bertujuan untuk memberikan
pemahaman atau pengetahuan tentang akibat yang ditimbulkan dari
permainan judi.
Usaha Preventif yaitu usaha penanggulangan berupa tindakan
pencegahan. Usaha preventif ini menitik beratakan pada unsur
pencegahan, artinya usaha penanggulangan yang dilakukan sebelum
terjadinya perjudian. Salah satu perwujudan dari usaha preventif ini
dalah dengan memberi penyuluhan hukum. Apabila kita semua dalam
kehidupan bernegara dan masyarakat bersedia dan dengan sukarela
mematuhi hukum dan wajib membantu menegakan hukum, maka
kehidupan bernegara dan bermasyarakat menjadi aman dan tenteram
meskipun dinyatakan bahwa setiap orang dianggap mengetahui
hukum, akan tetapi kenyataan tidaklah demikian, oleh sebab itu kita
harus selalu menyebarluaskan pengetahuan hukum yang kita miliki
agar jumlah masyarakat yang menetahui mengenai hukum dapat
bertambah. Dengan bertambahnya orang yang mengetahui hukum
maka di harapkan masyarakat dapat sadar akan manfaat hukum dalam
kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Usaha Preventif dilakukan Binmas yang melibatkan Reserse
berupa penyuluhan kepada masyarakat guna meminimalisir tindak
pidana perjudian, adapun upaya penyuluhan dilakukan dengan
mengundang tokoh – tokoh dan/atau perangkat desa sekaligus anggota
masyarakat untuk hadir dalam sosialisasi dengan maksud dan tujuan
memberika wawasan kepada masyarakat akan arti tidak pentingnya
sekaligus bahaya perjudian.
Tabel 6
Frekuensi penyuluhan Binmas
No Tahun Total Penyuluhan
1. 2013 70 kali
2. 2014 56 kali
3. 2015 65 kali
4. 2016 43 kali
5. 2017 78 kali
Sumber : Polres Boyolali
Pada tahun 2013 Kepolisian Boyolali telah melakukan 70 kali
penyuluhan antara bulan januari – desember 2013. Pada bulan januari
diadakan 12 kali usaha preventif, bulan febuari 8 kali penyuluhan,
maret 6 kali, april 9 kali, mei 4 kali, juni 4 kali, juli 2 kali, agustus 11
kali, september 9 kali, oktober 4 kali, november 3 kali dan desember 5
kali. Dari sekian banyaknya penyuluhan yang dilakukan kepolisian
Boyolali selama kurun waktu Januari – Desember 2013, penyuluhan
tersebut dilakukan di 19 Kecamatan yang terdapat di Boyolali, dimana
disetiap kecamatan terdapat 1 polsek. Dari 70 kali penyuluhan yang
telah dilakukan diantaranya dilakukan di wilayah polsek ngemplak
tepatnya di 12 kelurahan sebanyak 12 kali, penyuluhan di wilayah
polsek ini di intensifkan karena kepadatan penduduknya yang paling
tinggi dibanding dengan kepadatan penduduk di wilayah polsek
lainnya. Dan sisanya penyuluhan dilakukan di 20 kelurahan di wilayah
polsek musuk, polsek Banyudono sebanyak 15 kali di 15 kelurahan ,di
wilayah polsek Sambi 16 kali di 16 kelurahan, dan 7 kali di kelurahan
wilayah polsek Boyolali. Adapun materi yang diberikan Kepolisian
Boyolali pada tahun 2013 ialah mengenai pemberantasan perjudian di
kalangan masyarakat.35
Pada tahun 2014 kepolisian Boyolali telah melakukan 56 kali
penyuluhan antara bulan januari – desember 2014. Pada bulan januari
diadakan 10 kali usaha preventif, bulan febuari 6 kali penyeluhan,
maret 4 kali, april 7 kali, mei 3 kali, juni 4 kali,juli 5 kali, agustus 3
kali, september 2 kali, oktober 4 kali, november 5 kali dan desember 5
kali. Dari sekian banyaknya penyuluhan yang dilakukan kepolisian
Boyolali selama kurun waktu Januari – Desember 2014, penyuluhan
tersebut dilakukan di 19 Kecamatan yang terdapat di Boyolali, dimana
disetiap Kecamatan terdapat 1 polsek. Penyuluhan yang telah
dilakukan sebanyak 56 kali diantaranya dilakukan di wilayah polsek
cepogo tepatnya di 15 kelurahan sebanyak 15 kali, penyuluhan di
wilayah polsek ini di intensifkan karena dicurigai penduduknya
kedapatan diduga terjadi perjudian didaerah tersebut. Dan sisanya,
penyuluhan dilakukan 10 kali di 13 kelurahan di wilayah polsek selo,
polsek Ampel sebanyak 15 kali di 20 kelurahan, di wilayah polsek
sawit 16 kali di 16 kelurahan, materi yang disuluhkan kepada
35
Hasil wawancara penulis dengan Aiptu Dalyanto selaku reserse Polres Boyolali pada 9 juni 2018.
masyarakat pada tahun 2014 ialah Menciptakan situasi kondusif
dengan tertib hukum.36
Pada tahun 2015 kepolisian boyolali telah melakukan 65 kali
penyuluhan antara bulan januari – desember 2015. Pada bulan januari
diadakan 8 kali usaha preventif, bulan febuari 8 kali penyeluhan, maret
6 kali, april 4 kali, mei 4 kali,juni 7 kali, juli 5 kali, agustus 9 kali,
september 3 kali, oktober 3 kali, november 3 kali dan desember 5 kali.
Dari sekian banyaknya penyuluhan yang dilakukan kepolisian Boyolali
selama kurun waktu Januari – Desember 2015, penyuluhan tersebut
dilakukan di 19 kecamatan yang terdapat di Boyolali, dimana disetiap
kecamatan terdapat 1 polsek. Dari 65 kali penyuluhan yang telah
dilakukan diantaranya dilakukan di wilayah polsek boyolali tepatnya di
9 kelurahan sebanyak 8 kali, dan sisanya penyuluhan dilakukan di 13
kelurahan di wilayah polsek mojosongo sebanyak 13 kali, polsek teras
sebanyak 15kali di 13 kelurahan, di wilayah polsek sambi 16 kali di 16
kelurahan, dan 13 kali di 13 kelurahan wilayah polsek nogosari.Materi
yang diberikan kepolisian Boyolali kepada masyarakat ialah mengenai
bahaya narkoba mengancam nyawa dan masa depan.37
Pada tahun 2016 Kepolisian Boyolali telah melakukan 43 kali
penyuluhan antara bulan januari – desember 2016. Pada bulan januari
diadakan 5 kali usaha preventif, bulan febuari 3 kali penyeluhan, maret
2 kali, april 5 kali, mei 3 kali, juni 2 kali, juli 3 kali, agustus 5 kali,
36
Ibid. 37
Ibid.
september 3 kali, oktober 2 kali, november 5 kali dan desember 5 kali.
Dari sekian banyaknya penyuluhan yang dilakukan kepolisian Boyolali
selama kurun waktu Januari – Desember 2016, penyuluhan tersebut
dilakukan di 19 Kecamatan yang terdapat di Boyolali, dimana disetiap
kecamatan terdapat 1 Polsek. Dari 43 kali penyuluhan yang telah
dilakukan diantaranya dilakukan di wilayah polsek simo tepatnya di 13
kelurahan sebanyak 13 kali, dan sisanya penyuluhan dilakukan di 16
kelurahan di wilayah polsek karanggede sebanyak 17 kali, polsek
klego sebanyak 13 kali di 13 kelurahan.Adapun materi yang diberikan
kepada masyarakat ialah tertib berlalulintas jaminan keselamatan
diri.38
Pada tahun 2017 Kepolisian Boyolali telah melakukan 78 kali
penyuluhan antara bulan januari – desember 2017. Pada bulan januari
diadakan 15 kali usaha preventif, bulan febuari 7 kali penyeluhan,
maret 3 kali, april 6 kali, mei 8 kali, juni 4 kali, juli 5 kali, agustus 9
kali, september 5 kali, oktober 4 kali, november 7 kali dan desember 8
kali. Dari sekian banyaknya penyuluhan yang dilakukan kepolisian
Boyolali selama kurun waktu Januari – Desember 2017, penyuluhan
tersebut dilakukan di 19 kecamatan yang terdapat di Boyolali, dimana
disetiap Kecamatan terdapat 1 polsek. Dari 78 kali penyuluhan yang
telah dilakukan diantaranya dilakukan di wilayah polsek andong
tepatnya di 16 kelurahan sebanyak 16 kali, penyuluhan di wilayah
polsek ini di intensifkan karena kepadatan banyaknya laporan tentabng
38
Ibid.
perjudian yang masuk. Dan dilakukan penyuluhandi 13 kelurahan di
wilayah Polsek Kemusu sebanyak 13 kali, polsek juwangi sebanyak 10
kali di 10 kelurahan, di wilayah polsek wonosegoro 18 kali di 18
kelurahan, 16 kali dilakukan penyuluhan 16 kelurahan di sambi, dan 5
kali dilakukan polsek Boyolali di 9 kelurahan. Materi pada tahun 2017
ialah mengenai budayakan lapor dan waspada lingkungan sekitar.39
Adapun materi – materi penyuluhan dari tahun ke tahun dalam
kurun waktu 5 tahun terhitung sejak tahun 2013 s/d 2017 berasal dan
disampaikan langsung oleh Kepolisian Boyolali dalam hal ini Reserse,
Binmas.
Demikian jadwal yang selalu dilakukan oleh reskrim dan binmas
dari 19 Polsek akan tetapi terkadang tidak setiap bulan dilakukan
karena banyaknya jadwal yang berbeda atau kepentingan lain yang
harus diprioritaskan.
b. Usaha Represif ( Langkah pemberantasan dan penangkapan)
Kepolisian Boyolali selalu melakukan lidik dan mencari informasi
dengan sasaran warga masyarakat bertujuan untuk memetakan daerah-
daerah yang dianggap rawan dari tindak pidana perjudian, ikut
bermain judi dengan sasaran para pemain dan pelakui judi bertujuan
untuk mengetahui tindak pidana permainan tersebut, melakukan
penyamaran dengan sasaran bandar dan pelaku judi bertujuan untuk
mengetahui tempat-tempat perjudian dan orang-orang yang terlibat
perjudian tersebut, melakukan pengintaian lingkungan tempat
39
Ibid
berlangsungnya perjudian bertujuan untuk mengetahui keadaan daerah
dari morang-orang sekitar lingkungan tempat diadakannya perjudian
tersebut.
Usaha represif terhadap perjudian di lakukan setelah terjadinya tindak
pidana perjudian oleh pelaku perjudian. Mengenai masalah tindakan
represif, “Yang di maksud dengan tindakan represif adalah segala
tindakan yang di lakukan oleh aparatur penegak hukum sesudah
terjadinya kejahatan atau tindak pidana termasuk dalam represif ini
adalah penyidikan, penuntutan sampai pelaksanaan pidana.40
Dengan demikian usaha represif dalam tindak pidana kejahatan
perjudian dilakukan setelah terjadi tindak pidana perjudian, dengan di
lakukanya penyelidikan oleh pihak kepolisian kemudian berkas
penyidikan di serahkan ke jaksa sebagai penuntut umum untuk
dilakukan penuntutan.
Menengok padal tabel 2 (halaman 30) terdapat laporan yang masuk
dari kurun waktu 2013 hingga 2017 ialah sebanyak 236 laporan kasus
perjudian dan hanya dapat mencapai hingga pelimpahan berkas ke
Penuntut Umum sebanyak 211 kasus.Hal ini menandakan bahwa
masih terdapat 25 kasus perjudian yang belum terselesaikan dan akan
terus menjadi tanggungan sekaligus tunggakan secara terus menerus
untuk tahun – tahun berikutnya jika dalam setahun selalu terdapat
tunggakan kasus yang belum dilimpahkan ke Penuntut Umum.Hal
40Sudarto, Hukum dan HukumPidana, (Bandung: Alumni, 1981), hal.118
tersebut ialah tindakan represif yang selama ini dilakukan oleh
Kepolisian Boyolali.
Adapun upaya represif yang telah dilakukan kepolisian boyolali
dalam hal ini merupakan tugas khusus reserse untuk menanggulangi
kasus perjudian diwilayah Hukum Polres Boyolali pada umumnya
seperti penyelidikan dan penyidikan terhadap pelaku perjudian dan
kawasan yang dianggap rawan terjadinya perjudian, dimana
penyelidikan dilakukan di 19 kecamatan yang terdapat di Boyolali,
tentunya dengan bantuan polsek masing – masing wilayah. Dan jika
disinyalir dari hasil penyelidikan ,pengintaian, maupun laporan
masyarakat setempat dan cukup bukti menurut hukum acara bahwa
disuatu kawasan di wilayah hukum Boyolali terjadi perjudian ,maka
akan dilakukan penggrebekan maupun operasi tangkap tangan.
c. Usaha Kuratif
Kepolisian Boyolali memberikan pembinaan terhadap narapidana
dan pengawasan kepada mantan narapidana kasus perjudian. Dengan
dilakukannya upaya ini diharapkan setelah keluar dari penjara mereka
tidak mengulangi lagi perbuatannya karena telah mengetahui akibat
dari perbuatannya. Namun jika didasarkan pada penelitian yang
dilakukan oleh penulis, usaha kuratif kepolisian Boyolali terhadap
narapidana dan mantan narapidana baik selama dan sesudah dipidana
tidak ada.
3. Fakta Tindak Pidana Perjudian di Boyolali
Fakta tindak pidana perjudian di Boyolali yaitu seperti tabel
tersebut, yaitu banyaknya laporan dari masyarakat yang masuk ke
Kepolisian Boyolali dengan jumlah 236 kasus dan terselesaikan 211
kasus, sebenarnya diluar sana masih terdapat angka gelap perjudian
yang tidak dilaporkan dan tidak tertangani oleh Kepolisian Boyolali
dan jika berdasar pada penelitian penulis jumlah kasus perjudian
melebihi 236 kasus baik yang terdapat keramaian kota maupun daerah
pelosok desa.Hal ini gambaran bahwa fluktuatifnya kejadian di
Boyolali maka perlu mendapat perhatian dan penanganan yang lebih
intensif.
Perjudian terjadi di berbagai daerah diboyolali dan dikawasan
ramai mupun sepi dengan pemain yang berbeda-beda umurnya baik dari
anak-anak sampai orang tua, didekat rumah penulis ada dua tempat
perjudian yang ramai. Pertama belakang pasar Bendan dan di warung
kopi.
Menurut pendapat pemain perjudian kartu di warung kopi tersebut,
ternyata fasilitas tempat tersebut memang disediakan untuk para penjudi
kartu oleh pemilik warung kopi karena warung kopi tersebut mendapat
untung karna banyak pembeli dan semakin banyak juga pemasukan yang
diperoleh oleh yang mempunyai warung kopi juga mendapat persenan
dari uang kemenangan dari para penjudi.41
41
Hasil wawancara dengan Bagus selaku pemain perjudian, yang dilakukan pada tanggal 10 juni 2018
Sebenarnya warga terganggu dengan adanya perjudian diwarung
kopi tersebut, karena perjudian sangat bertentangan dengan agama dan
setiap malam sangat mengganggu karena berisiknya suara mereka yang
begitu keras. Saat warga lapor kepada yang berwewenang, dan saat itu
waktu dipatroli oleh polisi mereka dengan sigap sudah bersih tanpa alat
bukti. Saat didatangi mereka hanya terlihat sekedar ngopi.42
Dan ada tempat perjudian yang paling besar di Boyolali yaitu judi
dadu, ditempat tersebut banyak pemain judi dari berbagai daerah yang
mengadu nasib ditempat judi tersebut, diantaranya ialah dikawasan pasar
Klumpit dan tempat billiard di daerah Bendan. Anehnya ditempat
tersebut jarang sekali terjadi penggropyokan judi. Dikarenakan banyak
oknum seperti anggota kopasus, masyarakat lingkungan sekitar kawasan
perjudian yang mendapatkan uang suap dari bandar dadu untuk
membungkam adanya tindak pidana dikawasan tersebut, dimana uang
suap yang diberikan oleh bandar dadu kepada masyarakat sekitar juga
digunakan untuk mengisi pemasukan kas desa, sehingga dari hal tersebut
terjadilah disfungsi hukum yang salah satunya disebabkan oleh aparat
penegak hukum itu sendiri dan masyarakat. Jika dari Polres Boyolali
ditarget mencari pelaku perjudian di tempat tersebut, maka bandar judi
dan rekan rekannya akan membayar orang untuk jadi joki dengan diberi
uang sebesar Rp.30.000.000 dan keluarganya juga diberi uang santunan
42
Hasil wawancara dengan bapak Modin selaku ulama/tokoh masyarakat, yang dilakukan pada tanggal 10 juni 2018
sebesar Rp.200.000/bulan.43
Menurut penulis perjudian ditempat tersebut
akan bubar setelah aparat yang membela perjudian dadu itu sudah tidak
aktif dalam mengurusi tempat perjudian dan sadarnya masyarakat
setempat kalau hal tersebut melanggar norma agama dan Hukum yang
ada di Indonesia. Maka dari itu penulis dapat menyimpulkan bahwa
upaya Kepolisian Boyolali dalam memberantas tindak pidana perjudian
diwilayah hukum Boyolali sudah dilakukan mulai dari upaya preventif,
represif, dan kuratif, namun upaya – upaya tersebut belum sepenuhnya
berjalan secara efektif, terbukti dengan tidak adanya pemberantasan
tindak pidana perjudian yang nominal angka perjudian sudah mencapai
ratusan juta dimana kondisi tersebut dimanfaatkan oleh oknum
sebagaimana penulis telah jelaskan pada bagian sebelumnya.
4. Penegakan Hukum Kasus Perjudian Oleh Polres Boyolali
Dalam penegakan hukum terhadap kasus perjudian di Boyolali
faktor yang mempengaruhi diantaranya ialah fakor hukum itu sendiri,
faktor hukum itu sendiri ialah bagaimana dituangkan dalam KUHP dan
Undang – Undang 7 Tahun 1974 bahwa judi tanpa izin tidak
diperbolehkan dan sebaliknya. Faktor lain ialah penegak hukum itu
sendiri,penegak hukum sebenarnya sudah paham tentang penanganan
kasus perjudian di Boyolali terbukti dari 236 kasus Kepolisian
Boyolali berhasil menindaklanjuti 211 tetapi yang disayangkan ialah
adanya pembiaran oleh aparat penegak hukum dalam hal ini
43
Hasil wawancara dengan Budi selaku pemuda setempat, yang dilakukan pada tanggal 10 juni 2018
Kepolisian Boyolali terhadap tempat – tempat perjudian tertentu, dan
yang terakhir ialah faktor masyarakat dan budaya, masyarakat
cenderung permisif atau menerima adanya judi tidak mau melaporkan,
dan budaya cari untung sendiri walaupun sebenarnya melanggar
Undang – Undang. Dari sinilah penulis berpendapat bahwa dalam
penegakan hukum secara umum ada beberapa faktor yang
memengaruhi demikian juga penegakan hukum pidana terkait
perjudian di Boyolali sebagaimana dijelaskan penulis diatas.
Dalam hal ini reserse kriminal melakukan kerjasama dengan binmas
hal ini lantaran jika dilihat pada tugas umumnya, reserse kriminal
sendiri lebih kepada tugas penyidikan dan fungsi dari reskrim sendiri
akan bekerja apabila telah terjadi suatu tindak pidana maupun diduga
terjadi tindak pidana dalam hal ini tindak pidana perjudian, reserse
lebih pada pengumpulan bukti yang bertujuan untuk mengungkap
kasus perjudian, dan tugas dari binmas sendiri lebih condong pada
tugas humas,yaitu berkonsentrasi pada sosialisasi informasi kepolisian
secara aktif yang menghubungkan antara polisi dan masyarakat.
Pelaksanaan penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian
tidak dapat terlepas dari peran berbagai pihak baik itu aparat penegak
hukum “polisi, Jaksa, Hakim, Pengacara, Ulama, Aparat desa, dan
Organisasi Masyarakat”. Semua pihak di atas tidak dapat berjalan
sendiri-sendiri tanpa adanya kerja sama dan kesinambungan dalam
penanganan tindak pidana perjudian tersebut. Menurut pengamatan
selama ini pihak- pihak yang ada di rasakan kurang peduli terhadap
adanya tindak pidana Perjudian di Kabupaten Boyolali.
C. Analisis
1. Upaya Kepolisian Boyolali Dalam Menanggulangi Tindak Pidana
Perjudian
a. Upaya kepolisian Boyolali dalam menanggulangi tindak pidana
perjudian
Dari beberapa peraturan yang mengatur tugas Kepolisian yaitu
Undang-Undang No 2 tahun 2002 Tentang Kepolisian Pasal 13 Tugas
pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum,
memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat. Pasal 5 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan bahwa:
1) Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat negara
yang berperan dalam memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat
dalam rangkaterpeliharanya keamanan dalam negeri.
2) Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian
Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan
peran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).44
Selama ini aparat kepolisian tetap mengandalkan upaya pencegahan
dalam memberantas perjudian yang pendekatan-pendekatannya
dilakukan dengan bantuan kerjasama dari masyarakat. Karena melalui
upaya inilah yang diharapkan bagi seluruh masyarakat Indonesia
mampu untuk mencegah dan menanggulangi perjudian yang saat ini
44
Pasal 5, Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang KepolisianNegara Republik Indonesia
masih marak terjadi. Walau memang angka perjudian sangat sulit
diberantas sampai ke akarnya akan tetapi Kepolisian Boyolali selalu
berusaha menanggulangi tindak pidana perjudian atau setidaknya
meminimalisir angka perjudian di Boyolali.
Menurut hasil penelitian penulis, Kepolisian Boyolali sudah
melakukan perlindungan, pengayoman dan pelayanan terhadap
masyarakat Boyolali walaupun belum seluruh kasus perjudian
tertangani dengan baik, Kepolisian Boyolali sudah melakukan upaya –
upaya represif dan preventif untuk mencegah dan menghindari adanya
tindak pidana perjudian yang dilakukan oleh masyarakat Boyolali,
adapun upaya preventif tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Usaha preventif yang telah dilakukan oleh Kepolisian Boyolali
ialah seperti pengawasan ditempat keramaian, melakukan sosialisasi
atau penyuluhan seperti tabel halaman 44 tentang dampak dari bermain
judi pertemuan rutin dengan tokoh masyarakat dan alim ulama setiap
bulanya untuk mengetahui keadaan yang berkembang di
masyarakat.Peran serta Binmas sangatlah mencolok dalam usaha
preventif.
Dan berikut adalah usaha – usaha represif yang telah dilakukan
oleh Kepolisian Boyolali seperti diantaranya masyarakat lidik atau
undercover untuk mengetahui permainan judi, melakukan penyamaran ,
melakukan lidik dan mencari informasi, melakukan pengintaian,
menangkap tersangka dan menyita barang bukti, melakukan
operasi/patroli usaha represif biasanya dilakukan oleh reserse kriminal.
Namun demikian walaupun sudah dilakukan upaya represif dan
preventif, masih terdapat perjudian yang terjadi di wilayah hukum
Boyolali dikarenakan adanya perjudian yang tidak diketahui (angka
gelap) dan dilain sisi ada perjudian yang terkesan dibiarkan baik oleh
Kepolisian maupun oknum – oknum yang memanfaatkan situasi
tersebut.
Untuk usaha kuratif sendiri penulis tidak mendapati usaha kuratif
yang dilakukan oleh Kepolisian Boyolali guna memberantas dan
menindak lanjuti pelaku – pelaku perjudian.
Upaya untuk menanggulangi tindak pidana perjudian di Kabupaten
Boyolali, Polres Boyolali yang merupakan lembaga penegak hukum
terdepan didalam melindungi dan mengayomi masyarakat mempunyai
beberapa kendala yang menjadi hambatan untuk memberantas
kejahatan atau suatu tindak pidana khususnya masalah mengenai
perjudian. Faktor yang menghambat atau menjadi kendala kepolisian
dalam menangani tindak perjudian antara lain Kurangnya kesadaran
masyarakat tentang akibat yang ditimbulkan dari perjudian yang bisa
mengganggu kenyamanan masyarakat, selain minimnya informasi atau
laporan dari masyarakat tentang adanya tindak pidana tersebut.
Perjudian di wilayah pedesaan merupakan budaya terutama jika ada
yang mempunyai kerja (hajatan atau yang lain), sehingga ini dapat
mengurangi peran serta masyarakat untuk ikut serta menanggulangi
tindak pidana tersebut. Adanya pihak-pihak tertentu yang menjadi
“beking” tindak perjudian.
Menurut penulis upaya Polres Boyolali dalam memberantas
perjudian seperti penyuluhan sebenarnya sudah dilakukan oleh Polres
Boyolali terbuki dengan frekuensi penyuluhan yang telah
diselenggarakan dan bahkan penyuluhan telah menyentuh kalangan
masyarakat, hanya saja minat dan audiens yang diharapkan seperti
tokoh masyarakat, ormas, aparat desa, masyarakat itu sendiri untuk
turut serta dalam penyuluhan tersebut masih rendah sehingga perlu
daya tarik yang dilakukan oleh Polres Boyolali guna mengundang minat
masyarakat, agar citra Polisi sebagai pengayom dan pelindung
masyarakat yang dapat menjalankan tanggung jawabnya dengan baik
dapat tercapai .
b. Penindakan terhadap pelaku perjudian di wilayah Hukum Polres
Boyolali dengan pendekatan Teori Penegak Hukum
Untuk menangani dan mengatasi kasus hukum yang penulis angkat
yakni tentang usaha Kepolisian Boyolali dalam menanggulangi tindak
pidana perjudian maka perlu kerja nyata dari aparat kepolisian dalam
hal ini, satreskrim selaku penegak hukum. Namun setelah didalami
oleh penulis masih terdapat kejanggalan dilapangan , kejanggalan
tersebut tidak lain ialah tidak ditegakkannya hukum salah satu contoh
judi terbesar di Boyolali tepatnya dipasar Klumpit. Penulis menyadari
bahwa Penegakan hukum merupakan suatu proses untuk mewujudkan
keinginan – keinginan hukum yakni pikiran pikiran badan pembuat
undang – undang yang dirumuskan dalam peraturan – peraturan
hukum menjadi kenyataan.
Penegakan hukum sendiri merupakan jembatan antara norma
hukum dengan realita masyarakat. Didalam penegakan hokum materiil
yang berisi norma dan sanksi, dimana setiap kali norma dan sanksi
tersebut dilanggar oleh masyarakat, perlu adanya penegakan hukum
oleh aparat penegak hukum dalm hal ini Polres Boyolali.
Berdasarkan hasil wawancara penulis dengan Aiptu Dalyamto,
Polres Boyolali yang berwenang mengurusi masalah perjudian ada
kesan seperti membiarkan terhadap perjudian dipasar Klumpit, karena
dianggap dengan tempat perjudian besar di pasar klumpit Boyolali
dapat membantu polisi untuk menangkap salah satu masyarakat
terduga melakukan tindak pidana perjudian saat ditarget dari atasan
karena dapat negosiasi dengan aparat kopasus selaku pembacking
tempat perjudian pasar klumpit tersebut.
Jika dikaitkan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan
hukum maka yang paling dominan pengaruhnya terhadap perjudian
ialah faktor penegak hukum yakni Polres Boyolali dan Budaya
Masyarakat untuk memanfaatkan situasi perjudian tersebut sebagai
simbiosis yang saling menguntungkan seperti uang tip, uang keamanan
dan kepolisian yang masih tebang pilih yang kebanyakan tidak
menyentuh judi yang dibelakangnya dilindungi dan dibeking oleh baik
dari Kepolisian maupun luar Kepolisian. Karena pada prakteknya
meskipun masyarakat sadar akan adanya tindak pidana perjudian
namun masyarakat terkesan membiarkan perjudian tersebut terjadi dan
bahkan menikmati hasil dari perjudian tersebut seperti pemberian uang
tip, uang keamanan, dan sebagainya, dari hal tersebut penulis
menganalisa bahwa peran masyarakat yang seharusnya melapor
menjadi beralih fungsi tidak melapor. Adapun faktor – faktor yang
mempengaruhi penegakan hukum terhadap tindak pidana perjudian di
wilayah Boyolali dapat dijelaskan sebagai berikut:
1) Hukum Itu Sendiri
Hukum itu sendiri dalam hal ini untuk memberantas tindak pidana
perjudian sudah tegas dijelaskan dalam Undang – Undang No. 7 Tahun
1974 (sebutkan unsur unsur nya dan sanksinya) judi tanpa ijin dikenai
sanksi, Pasal 303 ayat (1) KUHP dan UU No.19 Tahun 2016 tidak bisa
berdiri sendiri tetapi harus pakai UU No. 11 Tahun 2008 yang diubah
UU No.19 Tahun 2016, karena UU No.19 Tahun 2016 itu tidak
menggantikan tetapi hanya ada beberapa perubahan tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik, dalam undang – undang ITE sendiri diatur
mengenai judi berbasis online, walaupun belum diterapkan selain itu
masih sering ditemuinya iklan – iklan perjudian online di internet
,sehingga penulis berpendapat bahwa UU ITE belum dimaksimalkan.
Pada prakteknya di wilayah hukum Boyolali hukum itu sendiri
sudah tegas dan benar adanya mengenai pemberantasan perjudian,
namun walaupun demikian tidak diiringi oleh penegakan hukum yang
baik, sehingga hukum itu sendiri tidak dapat berjalan dengan maksimal.
Disisi lain pada prakteknya UU No.11 Tahun 2008 yang diubah dengan
UU No.19 tahun 2016 tentang ITE tidak menjadi acuan Polres Boyolali
untuk memberantas perjudian , melainkan mengacu pada hukum
materiilnya yakni UU No.7 tahun 1974.
2) Penegak hukum
Dalam kasus ini penegak hukum wilayah Boyolali sebenarnya
sudah paham akan hukum yang berlaku, terbukti dari 236 kasus
perjudian sebanyak 211 kasus berhasil mancapai tahap P21 ataupun
pelimpahan berkas ke pada Jaksa Penuntut Umum, jika di
prosentasekan kurang lebih 80%. Kinerja Kepolisian Boyolali sudah
sangat positif, walaupun pada kasus - kasus tertentu Kepolisian
Boyolali tidak maksimal kinerjanya seperti masih banyak ditemukannya
angka gelap, dan kurang tegasnya Kepolisian untuk melakukan
penggrebekan di tempat perjudian tertentu , misalnya di warung kopi
dan di pasar Klumplit Boyolali yang dibeking oleh oknum kopasus.
Selain itu sudah jelas terdapat peraturan yang mengatur tentang
perjudian namun jika dilihat dari fakta dilapangan Kepolisian seakan
tidak mau memberantas tempat judi tersebut lantaran adanya aparat
kopasus yang melindungi. Walaupun demikian penulis menyadari
bahwa perjudian tidak mungkin diberantas sampai nol. Akan tetapi
apabila Kepolisian sadar dengan adanya aturan yang berlaku dalam UU
No.02 tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia yang
didalamnya mengatur Tupoksi Kepolisian dalam menjalankan tugas
penegak hukum dapat dijalankan secara obyektif maka akan dapat
meminimalisir perjudian di Boyolali.
3) Masyarakat
Jika mengaca pada hasil wawancara yang dilakukan penulis kepada
satreskrim, serta pelaku perjudian sendiri, dan juga masyarakat .penulis
berpendapat bahwa justru pelaku perjudian dan masyarakat itu sendiri
yang menginginkan masih berdirinya tempat perjudian dadu di Klumpit
Boyolali. Walaupun sebenarnya masyarakat sudah mengetahui bahaya
perjudian namun karena adanya benefit yang didapatkan masyarakat
dari adanya perjudian tersebut akan sulit untuk menghilangkannnya,
dari hal tersebut dikembalikan lagi juga kepada ketidak efektifan
penyuluhan yang minim audiens.
Bukan hanya budaya judi yang timbul ditengah tengah masyarakat
Boyolali namun juga budaya suap masyarakat kepada aparat penegak
hukum Polres Boyolali.
4) Budaya
Budaya masyarakat yakni budaya pembiaran terhadap perjudian
dan budaya enggan lapor kepada kepolisian menjadi salah satu faktor
yang mempengaruhi penegakan hukum. Karena bagaimanapun jika
nilai – nilai kebiasan buruk tersebut sudah tertanam di masyarakat
wilayah hukum Boyolali maka sulit rasanya penegak hukum untuk
menghilangkan budaya pembiaran tersebut.
5) Sarana dan Prasarana
Fasiltas atau sarana amat penting untuk mengefektifkan suatu
aturan tertentu. Ruang lingkup sarana dimaksud yaitu terutama sarana
fisik yang berfungsi sebagai factor pendukung. Bagaimana penegak
hukum dapat bekerja dengan baik apabila tidak dilengkapi dengan
kendaraan dan alat-alat komunikasi dan proporsional. Sarana dalam
penelitian penulis ialah terkait kompetensi Polres Boyolali dalam
menangani kasus, kompentensi tersebut ialah dilihat dari segi
pendidikan yang tidak memadahi yang tidak dimiliki kepolisian, penulis
berargumen bahwa banyaknya Kepolisian ialah lulusan SMA sederajat
dan tidak ada spesialisasi khusus yang lebih mendalam yakni
kesarjanaan hukum dimana pengetahuan hukum ialah hal dasar yang
harus dimiliki polisi, sehinga dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan polisi maka juga akan berpengaruh pada kualitas lidik
seorang polisi dan kualitas polisi dalam menangani kasus kasus hukum,
disisi lain yang menjadi prasarana ialah terkait akomodasi guna
menunjang kepolisian untuk menjalankan tugasnya. Jika penulis amati
prasarana berupa kendaraan oprasional, senjata dan komponen –
komponen untuk Kepolisian dalam melakukan oprasi dan patroli sudah
terealisasi dengan baik terbukti dengan tersedianya mobil transportasi,
namun disayangkan hal tersebut tidak dibarengi dengan sarana polisi
yang baik seperti pendidikan.