Post on 16-Aug-2020
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Terhadap Penyelidik dan Penyidik
1. Pengertian Penyelidik
Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penyelidikan (Pasal 1 butir 4 jo Pasal 4
KUHAP)11
. Sesuai dengan perumusan tersebut, maka setiap pejabat Polisi
(POLRI) dengan pangkat yang paling rendah sampai dengan pangkat yang
tertinggi adalah penyelidik. Didalam Pasal 5 KUHAP ditentukan kewenangan
penyidik yaitu:
a. Penyelidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 KUHAP :
1) Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
a) Menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang
adanya tindak pidana.
b) Mencari keterangan dan barang bukti.
c) Menyuruh berhenti seorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri.
11
R.Susilo&M. Karyadi, Kitab Undang-Undang Acara Pidana, Piliteia, Bogor, Hal 3
19
d) Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab.
2) Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
a) Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penyitaan.
b) Pemeriksaaan dan penyitaan surat.
c) Mengambil sidik jari dan memotret seseorang.
d) Membawa dan menghadap seorang kepada penyidik.
3) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan
tindakan kepada penyidik
Kewenangan penyelidik tersebut sebenarnya merupakan
sebagian dari kewenangan penyidik, karena penyelidikan merupakan
sub fungsi/ bagian yang tak terpisahkan dari penyidikan. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa setiap penyidik selain mempunyai
kewenangan melakukan penyidikan dengan sendirinya berwenang pula
melakukan penyelidikan, sedangkan penyelidik kewenangannya hanya
sebatas pada penyelidikan12
. Dalam praktek hukum yang bertugas
melaksanakan penyelidikan adalah pejabat POLRI yang oleh
atasan/pimpinannya selaku penyidik ditugaskan melakukan
penyelidikan Dilingkungan POLRI kegiatan penyelidikan dikenal atau
12
Moch. Faisal Salam SH.MH, Hukum Acara Pidana Dalam Teori&Prektek, CV Mandar Maju, 2001
20
dinamakan sebagai tindakan penyelidikan reserse dan petugasnya
dikenal sebagai penyelidik/reserse (detektif).
2. Pengertian Penyidik
Penyidikan suatu istilah yang dimaksudkan sejajar dengan pengertian
opsporing (Belanda) dan investigation (Inggris) atau penyiasatan atau siasat
(Malaysia). KUHAP dalam Pasal 1 butir 2 memberi definisi penyidikan
sebagai berikut, “ Serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut
cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak
pidana yang terjadi guna menemukan tersangkanya ”.13
Dalam bahasa
Belanda ini sama dengan opsporing.
Menurut De pinto, menyidik (opsporing) berarti “pemeriksaan permulaan
oleh pejabat-pejabat yang untuk itu ditunjuk oleh undang-undang segera
setelah mereka dengan jalan apapun mendengar kabar yang sekedar
beralasan, bahwa ada terjadi suatu pelanggaran hukum”. Pengetahuan dan
pengertian penyidik perlu dinyatakan dengan pasti dan jelas, karena itu
langsung menyinggung dan membatasi hak-hak asasi manusia14
.
13
Kansil, C.S.T., Drs,S.H, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN Balai Pustaka,
1985. 14
DR Aandi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, CV Sapta Artha Jaya, Jakarta hal 121-122.
21
Bila diperhatikan pekerjaan ini mempunyai segi-segi yuridis, oleh karena
keseluruhan pekerjaan ini ditujukan pada pekerjaan disidang pengadilan.
Penyidikan dilakukan untuk kepentingan peradilan, khususnya untuk
kepentingan penuntutan, yaitu untuk menentukan dapat tidaknya suatu
tindakan atau perbuatan dilakukan penuntutan.
Tujuan penyidikan secara konkrit dapat diperinci sebagai tindakan penyidik
untuk mendapatkan keterangan tentang : a). Tindak pidana apa yang
dilakukan ; b). Kapan tindak pidana dilakukan ; c). Dengan apa tindak pidana
dilakukan ; d). Bagaimana tindak pidana dilakukan ; e). Mengapa tindak
pidana dilakukan ; dan f). Siapa pembuatnya atau yang melakukan tindak
pidana tersebut.15
Penyidikan dilakukan setelah dilakukannnya penyelidikan, sehingga
penyidikan tersebut mempunyai landasan atau dasar untuk melakukannya.
Dengan kata lain penyidikan dilakukan bukan atas praduga terhadap
seseorang menurut penyidik bahwa ia bersalah. Penyidikan dilaksanakan
bukan sekedar didasarkan pada dugaan belaka, tetapi suatu asas dipergunakan
adalah bahwa penyidikan bertujuan untuk membuat suatu perkara menjadi
terang dengan menghimpun pembuktian-pembuktian mengenai terjadinya
suatu perkara pidana. Dengan kata lain bahwa penyidikan dilakukan bila telah
15
Abdussalam, H. R. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu
Agung, Jakarta. 2009. hlm. 86.
22
cukup petunjuk-petunjuk bahwa seorang atau para tersangka telah melakukan
peristiwa yang dapat dihukum.16
3. Jenis – Jenis Penyidik
Penyidik adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia ( POLRI ) atau
Pejabat Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ) tertentu yang diberi wewenang khusus
oleh undang-undang untuk melakukan penyidikan.17
a. Penyidik POLRI
Pejabat POLRI tertentu paling rendah Pembantu LetnanDua (Pelda=
Ajun Inspektur II / Aipda) yang ditunjuk/diangkat oleh KepalaPolisi
Republik Indonesia. Jadi tidak setiap anggota POLRI dengan pangkat
terendah Aipda (Pelda) boleh bertindak selaku penyidik, melainkan
terbatas hanya pejabat POLRI yang diangkat/ditunjuk oleh KAPOLRI
(pejabat lain yang mendapat pelimpahan wewenang KAPOLRI) untuk
menjabat selaku penyidik POLRI.
b. Penyidik Pegawai Negeri Sipil ( PPNS ).
PPNS tertentu paling rendah berpangkatkan golongan II/b yang
diangkat oleh Menteri Kehakiman atas usul dari departemen yang
membawahi PPNS yang bersangkutan.
16
Moeljatno, Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana Bina Aksara,
Jakarta. 1993. hlm.105 17
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H,2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana
& Yurisprudensi, Sinar Grafika,Jakarta, Hal.73.
23
c. Penyidik Pembantu
Pejabat tertentu paling rendah berpangkat Sersan Dua (Brigadir II) dan
PPNS tertentu di lingkungan POLRI paling rendah berpangkatkan
golongan II/a yang diangkat selaku Penyidik Pembantu oleh
KAPOLRI18
4. Wewenang Penyidik
a. Penyidik POLRI
Penyidik POLRI mempunyai wewewnang sesuai dengan Undang-
undang yang menjadi dasar hukumnya masing-masing, wewenang
penyidik POLRI di atur di pasal 7 ayat 1 KUHAP.
Penyidik berwenang untuk memeriksa tempat kejadian perkara,
terdakwa yang diduga melakukan suatu tindak pidana dan juga
memeriksa saksi – saksi untuk menemukan alat bukti.
Menurut Pasal 7 ayat 1 KUHAP poin ke 4 mengatur tentang
wewenang penyidik polri untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan.
18
DR, H.M.A. Kuffal, SH, Penerapan KUHAP Dalam Praktik, UMM Press hal 49-50
24
1) Penangkapan
Adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara
waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup
bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau
peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-
undang.19
Alasan penangkapan atau syarat penangkapan seseorang :
a) seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana;
b) dugaan yang kuat itu didasarkan pada bukti permulaan yang
cukup.
2) Penahanan
Adalah penempatan tersangka atau terdakwa di tempat tertentu
oleh penyidik, atau penuntut umum atau hakim dengan
penetapannya, dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam
undang-undang.20
19
Drs. P.A.F. Lamintang, S.H,2010, Pembahasan KUHAP Menurut Ilmu Pengetahuan Hukum Pidana
& Yurisprudensi, Sinar Grafika,Jakarta, Hal 83 20
ibid
25
Jenis-jenis Penahanan yaitu :
a) Penahanan Rumah Tahanan Negara ( RUTAN )
Terdakwa/tersangka ditempatkan di RUTAN atau Lembaga
Pemasyarakatan ( LP ) yang telah ditetapkan sebagai Rumah
Tahanan Negara.
b) Penahanan Rumah
Penahanan dilaksanakan di tempat tinggal kediaman
terdakwa/tersangka dengan tetap dibawah pengawasan yang
berwenang, untuk menghindari segala sesuatu yang akan
menimbulkan kesulitan dalam proses penyidikan,
penuntutan atau pemeriksaan di siding pengadilan.
c) Penahanan Kota
Penahanan dilakukan di kota tempat tinggal tersangka/terdakwa.
Terdakwa/tersangka wajib melapor diri pada waktu yang
ditentukan.
Tujuan penahanan dapat kita temui pengaturannya dalam Pasal
20 KUHAP, yakni:
26
a) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik atau penyidik
pembantu atas perintah penyidik berwenang melakukan
penahanan;
b) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut umum berwenang
melakukan penahanan atau penahanan lanjutan;
c) Untuk kepentingan pemeriksaan hakim di sidang pengadilan
dengan penetapannya berwenang melakukan penahanan.
3) Penggeledahan
Penggeledahan rumah menurut Pasal 1 angka 17 KUHAP adalah
memasuki rumah tempat tinggal dan tempat tertutup lainnya untuk
melakukan pemeriksaan atau penyitaan dan penangkapan dalam hal
yang telah diatur oleh undang-undang.
Penggeledahan badan menurut pasal 1 angka 18 KUHAP adalah
tindakan penyidik untuk mengadakan pemeriksaan badan dan/atau
pakaian tersangka untuk mencari benda yang diduga keras ada pada
badannya atau didakwakan srta, untuk disita.21
21
HMA Kuffal, 2008, Penerapan KUHAP Dalam Praktik Hukum, UMM Press, Malang, Hal 156.
27
4) Penyitaan
Upaya paksa yang dilakukan oleh penyidik untuk mengambil atau
merampas’ sesuatu barang bukti tertentu dari seseorang tersangka,
pemegang atau penyimpan.22
Penyitaan ini dilakukan agar bukti – bukti perbuatan tindak
pidana atau akibat tindak pidana tidak hilang atau dihilangkan oleh
terdakwa/tersangka.
Pasal 39 KUHAP mengatur tentang benda-benda yang dapat
dikenakan penyitaan adalah :
a) Benda atau tagihan terdakwa/tersangka yang seluruh atau
sebagian diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian
hasil dari tindak pidana.
b) Benda yang dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya.
c) Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi
penyidikan tindak pidana.
d) Benda yang khusus dibuat atau untuk melakukan tindak pidana.
e) Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan (Pasal 39 ayat 2 KUHAP).
22
ibid Hal.111.
28
B. Tinjauan Tentang Alat Bukti Dan Barang Bukti
1. Alat Bukti
Dalam Pasal 184 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(”KUHAP”) disebutkan bahwa alat bukti yang sah adalah: keterangan saksi,
keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa. Dalam sistem
pembuktian hukum acara pidana hanya alat-alat bukti yang sah menurut
undang-undang yang dapat dipergunakan untuk pembuktian.23
Hal ini berarti
bahwa di luar dari ketentuan tersebut tidak dapat dipergunakan sebagai alat
bukti yang sah di pengadilan.
a. Alat Bukti Keterangan Saksi
Salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengan sendiri, ia lihat sendiri dan
ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.
Keterangan saksi sebagai alat bukti ialah apa yang saksi nyatakan di muka
siding pengadilan.
b. Alat Bukti Keterangan Ahli
Apa yang seorang ahli nyatakan di muka persidangan (Pasal 186
KUHAP). Menurut Pasal 1 butir 28 KUHAP diterangkan bahwa apa yang
23
Martiman Prodjohamidjojo, Sistem Pembuktian dan Alat-alat Bukti, hal. 19.
29
dimaksut dengan keterangan ahli ialah keterangan yang diberikan oleh
seorang yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan
untuk membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan ( di sidang pengadilan ).
c. Alat Bukti Surat
Adalah surat yang dibuat atas kekuatan sumpah jabatan atau dikuatkan
dengan sumpah.
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh
pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya
yang membuat keterangan tentang kejadian atau keadaan yang di
dengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri disertai dengan alas
an yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan undang-undang atau surat
yang dibuta oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata
laksana yang menjadi tanggung jawabnya dan yang diperuntukkna
bagi pembuktian sesuatu hal atau sesuatu keadaan.
30
3) Surat dari keterangna seorang ahli yang memuat pendapatnya
berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan
yang diminta secara resmi dari padanya.
4) Surat Lain yang hanya berlaku jika ada hubungannya dengan isi
dari alat pembuktian yang lain.
d. Alat Bukti Petunjuk
Adalah perbuatan, kejadian atau keadaan yang karena persesuaiannya,
baik antara yang satu dengan yang lain, maupun dengan tindak pidna itu
sendiri, menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana. Petunjuk
yang dimaksut hanya dapat direoleh dari Keterangan saksi, Surat dan
Keterangan terdakwa.
e. Alat Bukti Keterangan Terdakwa
Adalah apa yang terdakwa nyatakan di siding pengadilan tentang
perbuatan yang ia lakukan atau ia ketahui sendiri atau alami sendiri ( Pasal
189 KUHAP ).
31
2. Barang Bukti
Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana memang tidak menyebutkan
secara jelas tentang apa yang dimaksud dengan barang bukti. Namun dalam
Pasal 39 ayat (1) KUHAP disebutkan mengenai apa-apa saja yang dapat
disita, yaitu:
a. benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau sebagian
diduga diperoleh dari tindakan pidana atau sebagai hasil dari tindak
pidana;
b. benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
c. benda yang digunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan tindak
pidana;
d. benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana;
e. benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak pidana
yang dilakukan,
Atau dengan kata lain benda-benda yang dapat disita seperti yang
disebutkan dalam Pasal 39 ayat (1) KUHAP dapat disebut sebagai barang
bukti.24
24 Ratna Nurul Afiah, Barang Bukti Dalam Proses Pidana, hal. 14
32
Prof. Andi Hamzah mengatakan, barang bukti dalam perkara pidana
adalah barang bukti mengenai mana delik tersebut dilakukan dan barang
dengan mana delik dilakukan, termasuk juga barang yang merupakan hasil
dari suatu delik. 25
Menurut Martiman Prodjohamidjojo, barang bukti atau corpus delicti
adalah barang bukti kejahatan. Dalam Pasal 181 KUHAP majelis hakim wajib
memperlihatkan kepada terdakwa segala barang bukti dan menanyakan
kepadanya apakah ia mengenali barang bukti terebut. Jika dianggap perlu,
hakim sidang memperlihatkan barang bukti tersebut.
Ansori Hasibuan berpendapat barang bukti ialah barang yang digunakan
oleh terdakwa untuk melakukan suatu delik atau sebagai hasil suatu delik,
disita oleh penyidik untuk digunakan sebagai barang bukti pengadilan.
Jadi, dapat saya simpulkan dari pendapat beberapa Sarjana Hukum di atas
bahwa yang disebut dengan barang bukti adalah suatu barang yang
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau benda yang dipergunakan
untuk membantu melakukan suatu tindak pidana atau benda yang dihasilkan
dari suatu tindak pidana, barang bukti juga merupakan penunjang alat bukti.
25
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, hal. 254
33
C. Tinjauan Tentang Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Tindak Pidana Menurut para ahli hukum :
Menurut Vos, tindak pidana adalah salah kelakuan yang diancam oleh
peraturan perundang-undangan, jadi suatu kelakuan yang pada umumnya
dilarang dengan ancaman pidana.26
Menurut D Simons, tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum
yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak sengaja ataupun tidak
dengan oleh seseorang yang dapat dipertanggung jawabkan atas
tindakannya dan yang oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu
tindakan yang dapat di hukum.27
Menurut Moeljatno, tindak pidana adalah perbuatan yang dilarang dan
diancam dengan pidana, terhadap siapa saja yang melanggar larangan
tersebut. Perbuatan itu harus jjuga dirasakan oleh masyarakat sebagai
suatu hambatan tata pergaulan yang dicita-citakan oleh masyarakat.28
26
Tri Andrisman. Hukum Pidana. Universitas Lampung. 2007. Bandar Lampung. Hlm 81 18Ibid. Hlm
81 27
Ibid, hal.81 28
Moeljatno. Azas-Azas Hukum Pidana. Rineka Cipta. 1993. Jakarta Hlm. 69
34
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat saya simpulkan
bahwa tindak pidana adalah perbuatan melakukan atau tidak melakukan
sesuatu yang memiliki unsur kesalahan sebagai perbuatan yang dilarang
dan diancam dengan pidana, dimana penjatuhan pidana terhadap pelaku
adalah demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan
umum.
2. Jenis-Jenis Tindak Pidana
Menurut Moeljatno, jenis-jenis tindak pidana dibedakan atas dasar-dasar
tertentu, antara lain sebagai berikut.29
a. Menurut Kitab Undang-Undang Pidana (KUHP) dibedakan antara lain
kejahatan yang dimuat dalam Buku II dan Pelanggaran yang dimuat
dalam Buku III. Pembagian tindak pidana menjadi “kejahatan” dan
“pelanggaran” itu bukan hanya merupakan dasar bagi pembagian
KUHP kita menjadi Buku ke II dan Buku III melainkan juga
merupakan dasar bagi seluruh sistem hukum pidana di dalam
PerUndang-Undangan secara keseluruhan.
29
Ibid hal. 47
35
b. Cara merumuskannya, dibedakan dalam tindak pidana formil (Formeel
Delicten) dan tindak pidana materil (Materiil Delicten). Tindak pidana
formil adalah tindak pidana yang dirumuskan bahwa larangan yang
dirumuskan itu adalah melakukan perbuatan tertentu. Misalnya Pasal
351 KUHP yaitu tentang penganiayaan. Tindak pidana materil inti
larangannya adalah pada menimbulkan akibat yang dilarang, karena itu
siapa yang menimbulkan akibat yang dilarang itulah yang
dipertanggung jawabkan dan dipidana.
c. Dilihat dari bentuk kesalahan, tindak pidana dibedakan menjadi tindak
pidana sengaja (dolus delicten) dan tindak pidana tidak sengaja
(culpose delicten). Contoh tindak pidana kesengajaan (dolus) yang
diatur di dalam KUHP antara lain sebagai berikut: Pasal 310 KUHP
(penghinaan) yaitu sengaja menyerang kehormatan atau nama baik
seorang, Pasal 322 KUHP (membuka rahasia) yaitu dengan sengaja
membuka rahasia yang wajib disimpannya karena jabatan atau
pencariannya.Pada delik kelalaian (culpa) orang juga dapat dipidana
jika ada kesalahan, misalnya Pasal 360 Ayat 2 KUHP yang
menyebabkan orang lain luka-luka.
36
d. Berdasarkan macam perbuatannya, tindak pidana aktif (positif),
perbuatan aktif juga disebut perbuatan materil adalah perbuatan untuk
mewujudkannya diisyaratkan dengan adanya gerakan tubuh orang
yang berbuat, misalnya Pencurian (Pasal 362 KUHP) dan penipuan
(Pasal 378 KUHP).Tindak pidana dibedakan menjadi dua yaitu :
1) Tindak pidana murni adalah tindak pidana yang dirumuskan
secara formil atau tindak pidana yang pada dasarnya unsur
perbuatannya berupa perbuatan pasif, misalnya diatur dalam Pasal
224,304 dan 552 KUHP.
2) Tindak pidana tidak murni adalah tindak pidana yang pada
dasarnya berupa tindak pidana positif, tetapi dapat dilakukan
secara tidak aktif atau tindak pidana yang mengandung unsur
terlarang tetapi dilakukan dengan tidak berbuat, misalnya diatur
dalam Pasal 338 KUHP, ibu tidak menyusui bayinya sehingga
bayi tersebut meninggal.
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat diketahui bahwa jenis-jenis
tindak pidana terdiri dari tindak pidana kejahatan dan tindak pidana
pelanggaran, tindak pidana formil dan tindak pidana materil, tindak pidana
sengaja dan tindak pidana tidak sengaja serta tindak pidana aktif dan tindak
pidana pasif.
37
D. Tinjauan Tentang Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
1. Tempat Kejadian Perkara ( TKP )
Tempat kejadian perkara yang kemudian dapat disingkat ( TKP ) adalah
tempat dimana suatu tindak pidana dilakukan atau terjadi dan tempat-tempat
lain dimana tersangka dan/atau korban dan/atau barang-barang bukti yang
berhubungan dengan tindak pidana tersebut dapat ditemukan.30
TKP merupakan tempat dimana seorang penyelidik dapat menemukan
barang bukti dan menggali informasi tentang tindak pidana apa yang telah
terjadi. TKP merupakan tempat yang penting untuk penyidik dan penyelidik
guna mengungkap suatu tindak pidana dan juga menemukan tersangkanya
melalui tahapan – tahapan proses awal penyidikan.31
2. Dasar Hukum TKP
Hingga kini belum ada ketentuan perundang-undangan nasional yang
mengatur khusus mengenai TKP, meskipun demikian penyelenggaraan TKP
dikuatkan dalam :
30 Kriminalistik, Pusat Pendidikan Reserse Polri, Megamendung, 1992
31 Ibid,
38
a. Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia Pasal 14 ayat 1 butir h: Kepolisian Negara Republik
Indonesia bertugas untuk menyelenggarakan:
1) Identifikasi Kepolisian
2) Kedokteran Kepolisian
3) Laboratorium Kepolisian
4) Psikologi Kepolisian.
b. UU No. 8 tahun 1981 tentang KUHAP, Bab IV:
1) Pasal 5 ayat 1 butir b.3.
2) Pasal 7 ayat 1 butir f.
POLRI atau penyidik mempunyai wewenang untuk melakukan penyelidikan
dan penyidikan di tempat kejadian.32
32 Juklak, Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia No. POL: JUKLAK/08/V/1981, tentang
fungsi Identifikasi.
39
3. Penanganan TKP
Adalah kegiatan penyidikan dan penyelidikan yang dilakukan di TKP
dengan:
a. Tindakan pertama di tempat kejadian perkara (TPTKP).
TPTKP adalah tindakan penyelidik atau penyidik Kepolisian di TKP
segera setelah terjadi tindak pidana, untuk melakukan pertolongan pada
korban, penutupan dan pengamanan TKP guna penyidikan lebih lanjut.
b. Pada dasarnya TPTKP pada tempat kejadian perkara meliputi:
1) Menolong, melindungi korban dan atau pelaku,
2) Menutup TKP
3) Mengamankan TKP guna keperluan penyelidikan lebih lanjut.
Kemampuan dan keteramplan dala melakukan TPTKP wajib dimiliki
oleh setiap anggota Polri tanpa memandang pangkat jabatan dan kedudukan
dari semua tugas Kepolisian dan bahkan sampai kepada anggota
masyarakat.
c. Pengolahan tempat kejadian perkara
Pengolahan TKP adalah tindakan/kegiatan-kegiatan untuk mencari,
mengumpulkan, menganalisis, mengevaluasi petunjuk-petunjuk,
40
keterangan-keterangan, bukti-bukti, serta identitas tersangka, guna
memberi arah kepada penyidikan selanjutnya.33
Pengolahan TKP adalah suatu tindakan yang dilakukan untuk mencari,
mengumpulkan dan mengevaluasi petunjuk-petunjuk, keterangan dan bukti-
bukti serta identitas tersangka menurut pembuktian segitiga.34
Dalam pengolahan TKP, penyidik yang tiba di TKP pertama-tama
harus melakukan pengamatan lingkungan TKP. Di sini pimpinan Satuan
Pengamanan yang tiba lebih dulu menyampaikan laporan tertulis, terutama
laporan tentang tugas yang telah dilakukannya dan perubahan-perubahan
TKP yang diketahuinya terjadi.
Pimpinan Satuan Pengolah TKP pertama harus menguji apakah
pembatasan atau pemagaran TKP telah cukup ataukah perlu diperbaiki
misalnya diperluas. Pengambilan foto dilakukan sampai pada daerah
tersempit dari TKP yaitu bahwa pemotretan dilakukan secara berturut-turut
mulai dari panorama umum secara keseluruhan dan bagian-bagiannya
sampai kepada panorama khusus dimana tindakan kejahatan itu terjadi
(engerer-Tatort). Gambar-gambar ini adalah merupakan “bukti dalam
33
Kriminalistik, Pusat Pendidikan Reserse Polri, Megamendung, 1992 34
Mabes Polri, Panduan Struktur Program Pelatihan In-Service POLRI/ICITAP FY 05 (Penanganan TKP), 2004.
41
bentuk situasi” dan untuk ini harus dipegang suatu prinsip: pengambilan
yang lebih adalah lebih baik daripada terlalu sedikit atau kurang.35
4. Tujuan Penanganan TKP36
Adalah sebagai berikut:
a. Menjaga agar TKP berada dalam keadaannya sebagaimana pada saat
dilihat dan dikemukakan petugas yang melakukan tindakan pertama di
TKP serta memberikan pertolongan atau perlindungan kepada korban
atau anggota masyarakat bilamana diperlukan sambil menunggu
pengolahan TKP.
b. Melindungi agar barang bukti yang diperlukan tidak hilang, rusak,
tidak ada penambahan atau pengurangan dan tidak berubah letaknya,
yang berakibat menyulitkan atau mengaburkan pengolahan TKP dan
pemeriksaannya secara tehnis ilmiah.
c. Untuk memperoleh keterangan dan fakta sebagai bahan penyidikan
lebih lanjut dala menjajagi atau menentukan pelaku, korban, saksi-
saksi, barang bukti, modus operandi dan alat yang dipergunakan dalam
rangka mengungkapkan tindak pidananya.
35
Petunjuk Teknis No.Pol. JUKNIS/01/II/1982. Penanganan Kejadian Perkara. Mabes POLRI 36
Mabes Polri, Panduan Struktur Program Pelatihan In-Service POLRI/ICITAP FY 05 (Penanganan TKP), 2004.
42
5. Langkah-langkah dalam melakukan TKP.
a. Pengamatan umum.
b. Menentukan jalan masuk petugas/penyidik.
c. Memprediksikan tindakan pelaku di TKP.
d. Mencari jalan keluar pelaku.
e. Melakukan pemotretan TKP.
f. Melakukan pembuatan sketsa TKP.
g. Melakukan pengumpulan barang bukti.
h. Melakukan Pra-konstruksi dan menganalisis terjadinya tindak pidana.
6. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai suatu TKP dalam penyidikan suatu
kejahatan.37
a. Faktor kecepatan penanganan TKP.
Semakin cepat suatu TKP ditangani, semakin besar harapan
mendapat jejak-jejak atau barang bukti yang bernilai bagi kegiatan
penyidikan tindak pidana selanjutnya.
37
Mabes Polri, Panduan Struktur Program Pelatihan In-Service POLRI/ICITAP FY 05 (Penanganan TKP), 2004.
43
b. Faktor keutuhan TKP
Barang bukti di TKP harus diusahakan agar tidak rusak atau hilang.
TKP yang utuh akan sangat membantu dalam mengungkap tindak
kejahatan.
c. Faktor kemampuan dalam menangani TKP
Kemampuan dalam mencari, mengumpulkan, mengirim dan
mengemas barang bukti sangat membantu dalam penanganan TKP.
Petugas harus selalu menjaga keutuhan TKP agar sesuai dengan
kejadian yang sesungguhnya.
E. Kajian Teoritis tentang Pengungkapan
1. Pengertian Pengungkapan
Pengungkapan adalah upaya penyelidikan terjadinya suatu tindak pidana
yang membuahkan hasil terangnya tindak pidana yang terjadi.38
38
Wawancara dengan briptu Tatang, tanggal 20 Maret 2008
44
2. Dasar Hukum Pengungkapan
Adapun yang menjadi dasar hukum dalam mengungkap pelaku tindak
pidana melalui TKP dalam proses penyidikan adalah sebagai berikut:
a. Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia
b. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
c. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
d. Laporan Polisi
F. Tinjauan Tentang Unit Bantuan Teknik Investigasi
1. Pengertian Investigasi
a. Investigasi menurut KBBI
Penyelidikan dengan mencatat atau merekam fakta melakukan
peninjauan, percobaan, dan sebagainya, dengan tujuan memperoleh
jawaban atas pertanyaan ( tentang peristiwa, sifat atau khasiat suatu zat
dan sebagainya ); penyidikan.
45
2. Unit-unit Bantuan Teknik Investigasi POLRI
a. Unit Kesatuan Polisi Lalu Lintas (SATLANTAS)
Satuan lalu lintas (Satlantas) adalah unsur pelaksana yang bertugas
menyelenggarakan tugas kepolisian mencakup penjagaan, pengaturan,
pengawalan, patroli, pendidikan masyarakat dan rekayasa lalu lintas.
Selain itu, Satlantas juga menjalankan kegiatan rutin seperti: registrasi
dan identifikasi pengemudi kendaraan bermotor, penyidikan kecelakaan
lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang lalu lintas. Hal ini sangat
berkaitan guna menciptakan suasana aman, tertib dan lancar selama
berlalu lintas.39
Unit ini bertugas membantu proses awal pemeriksaan tempat
kejadian perkara adalah seperti mengamankan, menyuruh berhenti
seseorang yang ada disekitar TKP, meminta keterangan orang di sekitar,
melakukan pemeriksaan awal terhadap orang disekitar dan penanganan
korban.
b. Unit Intelejen Polri
Unit yang bertugas sebagai mata dan telinga kesatuan Polri yang
berkewajiban melaksanakan deteksi dini dan memberikan peringatan
39
repository.usu.ac.id,2013, diakses pada hari kamis, tanggal 15/06/2017.
46
masalah dan perkembangan masalah dan perubahan kehidupan sosial
dalam masyarakat. Mengidentifikasi ancaman, gangguan, atau hambatan
terhadap Kamtibmas.
c. Unit Narkotika dan Obat-Obatan Terlarang (NARKOBA)
Unit yang mempunyai fungsi penyelenggarakan penyelidikan dan
penyidikan mengenai kasus yang terkait dengan kasus Narkoba, serta
melakukan penangkapan terhadap pengedar dan pengguna Narkoba yang
kemudian akan di proses sesuai dengan ketentuan hukum dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
d. Unit Kedokteran Forensik
Kedokteran Forensik juga disebut dengan Kedokteran Kehakiman atau
Yurisprudensi medis.40
Dokter spesialis kedokteran forensikn untuk
membantu melaksanakan proses pemeriksaan bagi kepentingan peradilan
bilamana diminta oleh penyidik.41
Ilmu kedokteran forensik adalah cabang spesialistik ilmu kedokteran
untuk kepentingan penegakan hukum.
40
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Kedokteran_forensik diakses pada hari jumat, 16/06/17 41
Idries AM, Tjiptomartono (2008). Penerapan ilmu kedokteran forensic dalam proses penyidikan (dalam Bahasa Indonesia). Jakarta: Sagung Seto.
47
Unit yang mempunyai peranan cukup penting dalam proses
penyidikan atau mencari kebenaran tentang : 1). Otopsi medikolegal
dalam pemeriksaan mengenai sebab-sebab kematian, apakah mati wajar
atau tidak wajar; 2). Identifikasi mayat; 3). Meneliti kapan kematian itu
berlangsung; 4). Penyidikan pada tindak kekerasan seperti kekerasan
seksual, kekerasan terhadap anak di bawah umur, kekerasan dalam rumah
tangga; 5). Pelayanan penelusuran keturunan.
e. Unit Satuan Satwa ( K9 )
Salah satu unit dimana anggota kepolisian menggunakan bantuan
hewan berupa anjing pelacak dari golongan Jerman Sheeper dan Labrador
yang sudah terlatih guna membantu dan menemukan barang bukti yang
tertinggal di TKP serta melacak jejak seseorang yang tertinggal di TKP
dan diduga sebagai pelaku suatu tindak pidana tersebut.