Post on 29-May-2019
22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penelitian Sebelumnya
Penelitian terdahulu ini akan memaparkan beberapa penelitian yang sudah
dilakukan, baik berupa skripsi, tesis, ataupun penelitian-penelitian lainnya yang
membahasa seputar kewenangan DPD, yaitu:
1. “REVITALISASI PERANAN DPD DALAM SISTEM
PARLEMEN DI INDONESIA” (Kajian Yuridis UUD
NRI Tahun 1945 Pasal 22C Dan 22D Serta UU N0. 27
Tahun 2009 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat,
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah). Skripsi ini ditulis
oleh Januar Muttaqien dari Fakultas Hukum Universitas
Brawijaya Malang. Dalam skripsi ini penulis menjelaskan
tentang posisi DPD dalam kelembagaan saat ini serta upaya
memaksimalkan peran DPD didalam parlemen. Sedangkan di
skripsi yang saya tulis, yaitu kewenangan legislasi DPD
menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2017.
2. “KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN DAERAH
DALAM LEGISLASI RANCANGAN UNDANG-
UNDANG OTONOMI DAERAH AANALISIS
PUTUSAN MK 93/PUU/-X/203” Skripsi ini ditulis oleh
23
Fikri Abdullah dari Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam skripsi ini
penulis menjelaskan posisi kewenangan DPD dalam hal
proses pengajuan dan pembahasan rancangan undang-undang
otonomi daerah paska Putusan Mahkamah Konstitusi
93/PUU/-X/203. Sedangkan di skripsi yang saya tulis, yaitu
kewenangan legislasi DPD menurut Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2017.
3. “EKSISTENSI DEWAN PERWAKILAN DAERAH
(DPD) DALAM SISTEM BIKAMERAL DI
INDONESIA”. Skripsi ini ditulis oleh Miki Pirmansyah dari
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
skripsi ini penulis menjelaskan tentang fungsi dan kedudukan
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam penyelenggaraan
sistem Bikameral di Indonesia. Serta sejauh mana eksistensi
DPD dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
Sedangkan dalam skripsi saya tulis saya lebih menyoroti
mengenai kewenangan DPD dalam legislasi menurut
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014, sehingga lebih
terfokus pada pembahasan mengenai kewengan legislasi
DPD. Dan hal tersebut jelas berbeda dengan apa yang dibahas
oleh skripsi di atas yang lebih bersifat universal terhadap
24
DPD dan tidak ada objek yang dikajinya.
B. Legislasi Menurut Siyasah Dusturiyah
Kata Siyasah berasal dari kata saasa-yasuusu-siyaasatan, berarti
mengatur, mengendalikan, mengurus, atau membuat keputusan. Pengertian secara
kebahasaan ini mengisyaratkan bahwa tujuan siyasah adalah mengatur dan
membuat kebijaksanaan atau sesuatu yang bersifat politis untuk mencapai sesuatu.
Secara terminologis, Abdul wahhab Al-Khallaf mendefinisikan bahwa siyasah
adalah pengaturan perundang-undangan yang diciptakan untuk memelihara
ketertiban dan kemaslahatan serta mengatur keadaan.1 Sedangkan secara istilah
menurut Ahmad Fathi Bahantsi sebagaimana dikutip oleh A.Djazuli, siyasah
adalah tadbiiru mashoolihul ‘ibaad ‘ala waqfi syrar’i yang artinya pengurusan
kemaslahatan umat manusia sesuai dengan syara.2
Kemudian menurut Beni Ahmad Saebani dengan mengutip pendapat
Quraisy Shihab, bahwa siyasah diartikan pula dengan politik sebagaimana uraian
ayat-ayat Al-Qur’an tentang politik secara sepintas dapat ditemukan pada ayat-
ayat yang berakar kata hukum. Kata itu pada mulanya berarti “menghalang-
halangi atau melarang’ dalam rangka perbaikan. Dari akar kata yang sama
terbentuk kata hikmah yang pada mulanya “kendali”. Makna ini sejalan dengan
1 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Konteksualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Prenamadia
Group 2014. Hlm. 3. 2 A. Djazuli, Fiqh Siyasah: Implementasi Kemaslahatan Umat dalam Rambu-Rambu Syariah,
Jakarta: Kencana, 2013. Hlm. 25-26
25
asal makna kata Sasaa Yasuusu Siyasatan yang artinya mengemudi,
mengendalikan, dan cara pengendalian.3
Dalam kajian fiqh siyasah, legislasi atau kekuasaan legislatif disebut juga
dengan al-sulthah al-tasyri’iyah, yaitu kekuasaan pemerintah Islam dalam
membuat dan menetapkan hukum. Akan tetapi, dalam wacana fiqh siyasah, istilah
al-sulthah al-tasyri’iyah digunakan untuk menunjukan salah satu kewenangan
atau kekuasaan pemerintah Islam dalam mengatur masalah kenegaraan, di
samping kekuasan eksekutif (al-sulthah al-tanfidziyah), dan kekuasaan yudikatif
(al-sulthah al-qadha’iyah). Dalam konteks ini, kekuasaan legislatif (al-sulthah al-
tasyri’iyah) berarti kekuasaan atau kewenangan pemerintah Islam untuk
menetapkan hukum yang akan diberlakukan dan dilaksanakan oleh masyarakatnya
berdasarkan ketentuan yang telah di turunkan Allah SWT dalam syariat islam.
Dengan demikian unsur-unsur legislasi dalam Islam. Dengan demikian unsur-
unsur legislasi dalam Islam meliputi:
1. Pemerintah sebagai pemegang kekuasan untuk menetapkan hukum
yang akan diberlakukan dalam masyarakat Islam.
2. Masyarakat Islam yang akan melaksanakannya.
3. Isi peraturan atau hukum itu sendiri yang harus sesuai dengan nilai-
nilai dasar syariat islam.
Jadi dengan kata lain, dalam al-sulthah al-tasyri’iyah pemerintah
melakukan tugas siyasah syar’iyahnya untuk membentuk suatu hukum yang akan
3 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Siyasah: Pengantar Ilmu Politik, Bandung: Pustaka Setia, 2008. Hlm.
25
26
diberlakukan di dalam masyarakat Islam demi kemaslahatan umat Islam, sesuai
dengan semangat ajaran Islam.4
Lembaga legislatif adalah lembaga yang memegang kekuasaan membuat
undang-undang sebagai sistem perwakilan rakyat. Orang-orang yang duduk di
lembaga legislatif terdiri dari para mujtahid dan ahli fatwa (mufti) serta para pakar
dalam berbagai bidang. Karena menerapkan syariat sebenarnya hanya wewenang
Allah, maka wewenang dan tugas lembaga legislatif hanya sebatas menggali dan
memahami sumber-sumber syariat, yaitu Al-qur’an dan Sunnah dan menjelaskan
hukum-hukum yang terkandung di dalamnya. Selain itu, undang-undang dan
peraturan yang akan dikeluarkan oleh lembaga legislatif harus mengikuti
ketentuan-ketentuan Alqur’an dan Sunnah.5
Oleh karena itu, ada dua fungsi lembaga legislatif. Pertama, dalam hal-hal
yang ketentuannya sudah terdapat didalam Alqur’an dan Sunnah, undang-undang
yang dikeluarkan Al-sulthah Al-tasyri’iyah adalah undang-undang ilahiyah yang
di syariatkan dalam Alqur’an dan Sunnah. Namun hal ini sangat sedikit karena
pada prinsipnya kedua sumber ajaran Islam tersebut banyak berbicara masalah-
masalah yang global dan sedikit sekali yang menjelaskan suatu permasalahan
secara rinci. Sementar perkembangan masyarakat begitu cepat dan kompleks
sehingga membutuhkan jawaban tang tepat. Kedua, melakukan penalaran kreatif
(ijtihad) terhadap masalah-masalah yang secara tegas tidak dijelaskan oleh Al-
qur’an dan Sunnah. Disinilah perlunya, Al-sulthah Al-tasyri’iyah di isi oleh para
4 Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam, Jakarta: Prenadamedia
group, 2014, Hlm. 187 5Ahmad Sukarja, Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Dalam Perspektif Fikih Siyasah,
Jakarta: Sinar Grafika, Cetakan ke-2 2014. Hlm. 137.
27
mujtahid dan ahli fatwa. Mereka melakukan ijtihad untuk menetapkan hukumnya
dengan ilmu yang mereka miliki. Hal ini berbeda dengan sistem demokrasi,
dimana seluruh rakyat berhak duduk sebagai wakil di lembaga legislatif. Wakil-
wakil yang duduk di lembaga legislatif tidak dipersyaratkan memiliki kemampuan
ijtihad, melainkan cukup dipilih oleh rakyat. Dalam sistem demokrasi, ada dua
sistem lembaga perwakilan rakyat, yaitu sistem bikameral (becameral system) dan
sistem satu kamar (one cameral system). Bagir Manan berpendapat bahwa sistem
satu atau dua kamar tidak terkait dengan landsasan bernegara tertentu, juga tidak
terkait dengan bentuk negara, bentuk pemerintahan, atau sistem pemerintahan
tertentu. Setiap negara mempunyai pertimbangan sendiri-sendiri. Ada negara yang
menjalankan sistem dua kamar karena latar belakang kesejarahan.6
C. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Menurut UUD RI 1945
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga negara yang
memiliki kedudukan yang sama dengan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Perbedaannya pada penekanan posisi anggota DPD sebagai wakil yang dan
representasi dari daerah (provinsi). Pembentukan DPD sebagai salah satu institusi
negara yang baru bertujuan memberikan kesempatan kepada orang-orang daerah
untuk ikut mengambil kebijakan dalam tingkat nasional, khususnya yang terkait
dengan kepentingan daerah.7
6Ibid, Hlm. 138 7Arifin Firmansyah dkk, Lembaga Negara dan Sengketa Kewenangan Antar Lembaga Negara,
Jakarta: Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN), 2005. Hlm. 75
28
Dalam bidang pengawasan, DPD mengawasi pelaksanaan berbagai
undang-undang yangikut dibahasa dan diberikan pertimbangan oleh DPD.
Namun, kewenangan pengawasan menjadi sangat terbatas karena hasil
pengawasan itu hanya untuk disampaikan kepada DPR guna bahan pertimbangan
dan ditindak lanjuti. Akan tetapi, pada sisi lain anggota DPD ini memiliki
kedudukan dan kewenangan yang sama dengan anggota DPR ketika bersidang
dalam kedudukannya sebagai anggota MPR, baik dalam perubahan UUD,
pemberhentian Presiden maupun pemilihan Wakil Presiden.8
Dewan Perwakilan Daerah (DPD) lembaga negara baru, yang diatur oleh
Undang-undang Republik IndonesiaTahun 1945. Dewan Perwakilan Daerah
merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga
negara. Dewan Perwakilan Daerah terdiri atas wakil-wakil dari Provinsi yang
dipilih melalui pemilihan umum.
Jumlah anggota DPD dari setiap provinsi tidak sama, tetapi ditetapkan
sebanyak-banyaknya empat orang. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari
1/3 jumlah anggota DPR. Keanggotaan DPD diresmikan dengan keputusan
Presiden, anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya, teteapi selama
bersidang, bertempat tinggal di ibu kota Republik Indonesisa.9 Masa jabatan
anggota DPD adalah lima tahun. Sesusai dengan pasal 22D UUD RI 1945,
kewenangan DPD antara lain sebagai berikut:10
8Ibid, Hlm. 76. 9Dadang Sufianto, Pengantar Ilmu Pemerintahan, Bandung: Pustaka Setia, 2015. Hlm. 141. 10Undang-Undang Republik Indonesia Pasal 22D
29
1. Mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR yang berkaitan
dengan otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan
daerah.
2. Turut merancanag undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah,
hubungan pusat dengan daerah, pembentukan dan pemekaran, serta
penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya
ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan daerah.
3. Memberikan pertimbangan kepada DPR yang berkaitan dengan rancangan
undang-undang, RAPBN, pajak, pendidikan, dan agama.
4. Melakukan pengawasan yang berkaitan dengan pelaksanaan undang-
undang otonomi daerah, hubungan pusat dengan daerah,pembentukan dan
pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam
dan sumber daya ekonomi lainnya, perimbangan keuangan pusat dan
daerah, pajak, pendidikan, dan agama.
Susunan keanggotaan DPD terbagiatas beberapa bagian, diantaranya:11
1. DPD terdiri atas wakil-wakil daerah provinsi yang dipilih melalui
pemilihan umum.
2. Anggota DPD dari setiap provinsi ditetapkan sebanyak-banyaknya empat
orang.
11C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia “Pengertian Hukum Tata Negara dan
Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini”,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Edisi Revisi 2. Hlm. 143-146
30
3. Jumlah seluruh anggota DPD tidak lebih dari 1/3 jumlahanggota DPR.
4. Keanggotaan DPD diresmikan dengan Keputusan Presiden.
5. Anggota DPD berdomisili didaerah pemilihannya dan selama bersidang
bertempat tinggal di ibukota negara Republik Indonesia.
6. Masa jabatan anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan
pada saat anggota DPD yang baru mengucapkan sumpah/janji.
7. Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
secara bersama-sama yang dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam
sidang paripurna DPD.
Pimpinan DPD:
1. (1) Pimpinan DPD terdiri atas seseorang ketua dan sebanyak-banyaknya
dua orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota DPD dalam
sidang paripurna DPD.
(2) Selama pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum
terbentuk, DPD dipimpin oleh pimpinan sementara DPD.
2. Tugas pimpinan DPD adalah diantara lain;
a. Memimpin sidang-sidang dan menyampaikan hasil sidang untuk
diambil keputusan;
b. Menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara
ketua dan wakil ketua;
c. Menjadi juru bicara DPD;
3. Pimpinan DPD sebagaimana dimaksuddalam pasal 37 ayat (1) berhenti
atau diberhentikan dari jabatannya,karena:
31
a. Meninggal dunia;
b. Mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau
berhalangan tetap sebagai pimpinan DPD;
Kedudukan DPD:
1. DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai
lembaga negara.
2. DPD mempunyai fungsi: pengajuan usul, ikut dalam pembahasan dan
memberikan pertimbangan yang berkaitan dengan bidang legislasi
tertentu.
Tugas dan wewenang DPD:
1. (1) DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah,
pembentukan dan pemekaran, serta penggabungan daerah, pengelolaan
sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta berkaitan
dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
(2) DPD mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) kepada DPR dan DPR mengundang DPD untuk membahas
sesuai dengan tata tertib DPR.
(3) Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan sebelum DPR membahas rancangan undang-undang
dimaksudpada ayat (1) dengan pemerintah.
32
2. DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atasrancangan undang-
undang APBN dan rancangan undang-undang yang berkaitan dengan
pajak, pendidikan, dan agama.
3. (1) DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
otonomi daerah, pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah,
hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber
daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan, agama.
(2) pengawasan sebagaimana dimaksud di atas merupakan pengawasan
astas pelaksanaan undang-undang.
Yang dimaksud DPD dapat melakukan pengawasan sebagaimana
ketentuan ini adalah:
a. DPD menerima dan membahas hasil-hasil pemeriksaan keuangan
negara yang dilkukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan sebagai
bahan untuk melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-
undang tertentu.
b. DPD dapat meminta secara tertulis kepada pemerintah tentang
pelaksanaan undang-undang tertentu.
Hak dan Kewajiban DPD:
1. DPD mempunyai hak:
a. Mengajukan rancangan undang-undang
b. Ikut membahas rancangan undang-undang
2. Anggota DPD mempunyai hak:
a. Menyampaikan usul dan pendapat
33
b. Memilih dan dipilih
c. Membela diri
d. Imunitas
e. Protokoler
f. Keuangan dan administratif
3. Anggota DPD mempunyai kewajiban antara lain:
a. Mengamalkan Pancasila
b. Melaksanakan Undang-undang Dasar Nrgara Republik Indonesia
Tahun 1945 dan menaati peraturan perundang-undangan
c. Melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan
pemerintahan
d. Memperhatikan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan
negara kesatuan Republik Indonesia.12
12 C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia “Pengertian Hukum Tata Negara dan
Perkembangan Pemerintah Indonesia Sejak Proklamasi Kemerdekaan 1945 Hingga Kini”,
Jakarta: Rineka Cipta, 2008. Edisi Revisi 2. Hlm. 143-146