Post on 25-Oct-2020
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Komunikasi Tradisional
Komunikasi adalah istilah yang sering didengar atau bahkan diucapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Namun untuk mendefinisikan komunkasi tidak
semudah mengucapkan atau mendengarkannya. Definisi komunikasi bersifat
fleksibel, seperti yang ditulis Morrisan (2014: 14) bahwa suatu definisi harus
dievaluasi atas dasar seberapa besar definisi itu membantu dalam mencapai tujuan
penelitian. Jadi penelitian yang berbeda dapat menjadikan definisi yang berbeda
pula. Dengan demikian definisi adalah alat yang harus digunakan secara fleksibel.
Frank Dance (dalam LittleJohn, 2009: 4) mendapatkan tiga poin penting yang
membentuk dimensi-dimensi dasar komunikasi. Dimensi pertama adalah tingkat
pengamatan. Sebagai contoh, definisi komunikasi adalah proses yang
menghubungan semua bagian yang terputus. Yang kedua adalah tujuan. Sebagai
contoh, komunikasi adalah situasi dimana sumber mengirim pesan kepada
penerima dengan sengaja untuk mempengaruhi tingkah laku penerima. Dan
dimensi yang ketiga adalah penilain normatif. Sebagai contoh, komunikasi adalah
pertukaran sebuah pemikiran dan gagasan
Pembahasan pakaian adat istiadat yang mengarah pada identitas budaya
termasuk kedalam kajian komunikasi tradisional. Menurut Martono (2011)
“komunikasi tradisional adalah proses penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak
lain, dengan menggunakan media tradisional yang sudah lama digunakan di suatu
tempat sebelum kebudayaannya tersentuh oleh teknologi modern.”
8
komunikasi tradisional adalah dua buah kata yaitu komunikasi dan
tradisional. Komunikasi berkaitan dengan perhubungan yang melibatkan
penyampaian dan penerimaan pesan, sedangkan tradisional berkaitan dengan gaya
hidup masyarakat terdahulu yang diwariskan secara turuntemurun, Dari penjelasan
diatas, komunikasi tradisional dapat didefinisikan sebagai segala bentuk kaedah,
alat atau cara masyarakat terdahulu dalam menyampaikan pesan yang diwariskan
secara turun-temurun sebelum bermunculan media modern seperti percetakan dan
penyiaran. Sedangkan Muslimin (2011: 36) mengemukakan komunikasi tradisional
sebagai bentuk komunikasi yang menekankan proses penyampaian pesan dengan
media yang bersifat tradisi atau sederhana, yang digunakan oleh sekelompok
masyarakat tertentu yang berbeda dengan masyarakat lainnya (Muslimin, 2011:36)
2.2 Pakaian Adat Sebagai Komunikasi Tradisional
Pakaian adat adalah kajian utama dalam penelitian, dimana peneliti menitik
fokuskan pakaian adat pernikahan yang digunakan oleh para calon pengantin di
Suku Dayak, Sampit Kaliman Tengah. Dengan demikian peneliti perlu
memeparkan bagaimana pakaian adat ini menjadi media komunikasi budaya
sebagai bentuk dari komunikasi tradisional. Komunikasi tradisional adalah proses
penyampaian pesan dari satu pihak ke pihak lain, dengan menggunakan media
tradisional yang sudah lama digunakan di suatu tempat sebelum kebudayaannya
tersentuh oleh teknologi modern. Biasanya komunikasi tradisional terjadi pada
masyarakat tradisional dengan menggunakan media tradisional. Seringnya
komunikasi ini dilaksanakan antara individu-individu anggota kelompok
subbudaya yang tergolong kepada masyarakat tradisional (Samovar, 2010:18).
Masyarakat tradisional sering dikaitkan dengan masyarakat pedesaan yang
9
memiliki ciri-ciri: man land ration yang cukup besar, biasanya mereka memiliki
lahan yang luas, kepadatan penduduk rendah, lapangan kerja yang lebih dominan
agraris yang berada pada dataran tinggi dan rendah atau pun maritim (pesisir).
Kemudian, biasanya juga masyarakat pedesaan memiliki hubungan sosial yang
akrab, bentuk kehidupan bersama di mana masyarakatnya diikat oleh hubungan
batin yang murni, dan bersifat alamiah (gemeinschaft). Perubahan sosial
masyarakat desa cukup lambat, kontrol sosial nya pun ditentukan oleh adat, moral,
dan hukum informal, serta tradisi lama masih tetap berlaku (Soekanto, 2001:67).
Dari pengertian tersebut dapat difahami bahwa pakaian adat pernikahan Dayak
adalah media komunikasi tradisional, karna pada kenyataanya pakaian adat tersebut
telah disepakati menjadi pakaian adat sejak dulu jaman nenek moyang mereka dan
tentu tidak tersentuh oleh era mordn atau tidak tercipta pada era modrn
Dalam konteks penelitian ini komunikasi tradisional yang dijadikan fokus
adalah pakaian adat, Pakaian adat merupakan bagian dari kebudayaan nasional
yang bersifat khas dan bermutu dari suku bangsa yang ada di Indonesia. Kekhasan
tersebut dalam pandangan Ki Hajar Dewantara dianggap sebagai puncak-puncak
kebudayaan daerah yang dapat mengidentifikasikan diri dan menimbulkan rasa
bangga. Pakaian adat memiliki fungsi yang beragam. Tidak hanya fungsi sebagai
pelindung atau sekedar identitas dari sebuah daerah saja, tetapi memiliki beberapa
fungsi, yaitu:
1. Fungsi Etik Pakaian Adat memiliki ketentuan-ketentuan pemakaian.
Pemakaian pakaian adat merupakan salah satu kode etik yang sudah ada
ketentuan pemakaiannya menurut daerah khas masing-masing. Contoh:
10
pada masyarakat Tolaki, berpakaian adat di rumah walaupun sederhana
asalkan bersih dan menutup aurat merupakan salah satu kode etik.
2. Fungsi Estetik Keindahan pakaian adat, baik bentuk maupun warna dan
hiasan-hiasannya menjadi salah satu daya tarik keindahan bagi pemakai
maupun pelihat.
3. Fungsi Religius Indonesia terdiri dari berbagai suku dan budaya yang
pastinya terdapat banyak ajaran agama di dalamnya. Dari situ, pakaian adat
tidak lepas dari cerminan ajaran agama yang ada di setiap daerahnya.
4. Fungsi Sosial Penentuan bentuk dan warna pakaian adat Indonesia untuk
tiap tingkat kemasyarakatan pemakai adalah suatu identitas yang biasanya
telah dibakukan oleh masyarakat adat tertentu
Komunikasi tradisional juga terjadi pada etnis tertentu. Suatu etnis biasanya
memiliki karakteristik. Di antara karakteristik yang melekat pada suatu etnis adalah
pertama, masyarakatnya fanatik terhadap idiologi kelompok sendiri dibandingkan
dengan kelompok lain. Kedua, masyarakat etnis biasanya mempunyai kesadaran
terhadap kesamaan adat, bahasa, dan norma budayanya. Ketiga, mereka selalunya
akan membentuk jaringan komunikasi dan interaksi sendiri. Opinion leader dan
lembaga sosial merupakan sumber dan media komunikasi masyarakat tersebut.
Keempat, masyarakat etnis selalu menentukan ciri kelompoknya sendiri sehingga
dapat dibedakan dari kelompok etnis lain, seperti dalam hal pakaian, tarian,
makanan, dan rumah. Lebih jauh, kelompok etnis tidak selamanya menetap pada
satu daerah tertentu, namun, kelompok etnis bisa juga lintas geografis, di mana
mereka berada pada ruang fisik yang lain. Kondisi ini sering terjadi di lingkungan
masyarakat Indonesia, seperti etnis Minangkabau yang berdomisili di Aceh, etnis
11
Aceh yang tinggal di Bali, dan etnis Batak yang ada di Palembang, serta masih
banyak etnis lain yang menyebar ke segala penjuru. Biasanya, masyarakat etnis
yang tinggal di daerah lain, mereka tetap saja menggunakan komunikasi tradisional
kepada sesama mereka. Media tradisional yang mereka gunakan juga sama dengan
masyarakat di kampong asalnya meskipun mereka tinggal di dalam kelompok etnis
lain
2.3 Simbol-simbol Budaya
Selanjutnya peneliti juga memjabarkan bagian dari komunikasi budaya
yakni symbol-simbol yang yerdapat dalam sebuah kebudayaan. Pakaian adat yang
digunakan dalam upacara pernikahan Suku Dayak pada jenisnya cukup beragam
antara pakaian adat perempuan dan laki-laki memiliki symbol-simbol tertentu
untuk menunjukkan Suku. Geertz (dalam Sobur, 2006: 178) mengatakan bahwa
kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam simbol-
simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah sistem dari
konsep-konsep yang diwariskan dan diungkapkan dalam bentuk-bentuk simbolik
melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan, dan memerkembangkan
pengetahuan tentang kebudayaan dan bersikap terhadap kehidupan ini. Pengertian
kebudayaan dari Sobur diatas difahami peneliti sebagai sebuah proses terjadinya
sebuah kebudayaan dimana system yang dikatakan menjadi sebuah konsep-kosep
yang disepakati oleh kalangan atau masyarakat tradisional tertentu untuk dijadikan
karakteristik yang pada akhirnya menjadi sebuah kebudayaan, sama halnya dengan
pakaian pernikahan milik Suku Dayak yang akhirnya menjadi ciri khas kebudayaan
suku Dayak itu sendiri
12
Mengamati apa yang diungkapkan oleh Geertz tersebut dapat diambil
sebuah pemahaman bahwa manusia, sebagai makhluk berbudaya, berkomunikasi
dengan melontarkan dan memaknai simbol melalui jalinan interaksi sosial yang
terjadi. Simbol dengan demikian merupakan sebuah petunjuk dalam memerluas
cakrawala wawasan para masyarakat budaya. Proses komunikasi adalah proses
pemaknaan terhadap simbol-simbol tersebut. Melalui pemaknaan inilah kemudian
manusia mencari tahu dan berbagi mengenai realitas. Melalui pemaknaan ini
pulalah manusia mengambil peranannya dalam kebudayaan.
Syam (2013: 42) mengungkapkan bahwa simbol mengungkapkan sesuatu
yang sangat berguna untuk melakukan komunikasi. Berdasarkan apa yang
disampaikan Syam tersebut, simbol dengan demikian memiliki peran penting
dalam terjadinya komunikasi. Dalam kajian interaksionisme simbolik, simbol
sendiri diciptakan dan dimanipulasi oleh individu-individu yang bersangkutan demi
meraih pemahamannya, baik tentang diri maupun tentang masyarakat.
Pada dasarnya simbol dapat dimaknai baik dalam bentuk bahasa verbal
maupun bentuk bahasa non verbal pada pemaknaannya dan wujud riil dari interaksi
simbol ini terjadi dalam kegiatan komunikasi. Saat seorang komunikator
memancarkan suatu isyarat (pesan), baik verbal maupun non verbal, komunikan
berusaha memaknai stimuli tersebut.
Di sinilah terjadi sebuah proses sosial dimana kedua belah pihak berusaha
untuk memberi andil terhadap proses komunikasi yang terjadi saat itu. Karena itu
komunikasi sebenarnya tidak bisa dilihat sebagai sebuah proses sederhana untuk
berinteraksi antar simbol melainkan lebih jauh lagi, komunikasi merupakan proses
interaksi makna yang terkandung dalam simbol-simbol yang digunakan.
13
Dengan demikian, proses komunikasi dapat pula menjadi sarana yang
digunakan untuk meperkenalkan sesuatu kepada pihak lain melalui lambang yang
digunakannya untuk menyampaikan suatu pesan. Adapun perihal lambang atau
simbol di sini menyangkut tentang simbol verbal yang disampaikan dengan
menggunakan bahasa dan juga lambang yang diperlihatkan melalui kebendaan,
warna, dan hal penunjang lainnya
Menurut Tubbs and Moss (1996), sistem komunikasi non verbal berbeda
dari satu budaya ke budaya lain seperti juga sistem verbal. Di beberapa negara,
suatu anggukan kepala berarti ”tidak”, di sebagian negara lainnya, anggukan kepala
sekedar menunjukkan bahwa orang mengerti pertanyaan yang diajukan. Petunjuk-
petunjuk non verbal ini akan lebih rumit lagi bila beberapa budaya memperlakukan
faktor-faktor non verbal seperti penggunaan waktu dan ruang secara berbeda.
Isyarat-isyarat vokal seperti volume suara digunakan secara berbeda dalam
budaya-budaya yang berbeda, begitu juga dengan ekspresi emosi. Misalnya, orang
Italia dan orang Inggris lebih terbiasa mengekspresikan kesusahan dan kemarahan
daripada orang Jepang, karena bagi orang Jepang merupakan suatu kewajiban
sosial untuk tampak bahagia dan tidak membebani teman-teman mereka dengan
kesusahan. Menurut Gudykunst dan Ting Tommey (1988), dalam beberapa budaya
penampilan emosi terbatas pada emosi-emosi yang ”positif” dan tidak mengganggu
harmoni kelompok.
Liliweri (2003) mengatakan bahwa ketika berhubungan antarpribadi maka
ada beberapa faktor dari pesan non verbal yang mempengaruhi komunikasi
antarbudaya. Ada beberapa bentuk perilaku non verbal yakni: (1) kinesik; (2)
okulesik, dan (3) haptiks; (4) proksemik; dan (5) kronemik.
14
a. Kinesik, adalah studi yang berkaitan dengan bahsa tubuh, yang terdiri dari
posisi tubuh, orientasi tubuh, tampilan wajah, gambarang tubuh, dll.
Tampaknya ada perbedaan anatara arti dan makna dari gerakan-gerakan
tubuh atau anggota tubuh yang ditampilkan tersebut.
b. Okulesik, adalah studi tentang gerakan mata dan posisi mata. Ada
perbedaan makna yang ditampilkan alis mata diantara manusia. Setiap
variasi gerakan mata atau posisi mata menggambarkan satu makna tertentu,
seperti kasih sayng, marah, dll. Orang Amerika Utara tidak membenarkan
seorang melihat wajah mereka kalau mereka sedang berbicara. Sebaliknya,
orang Kamboja yakin bahwa setiap pertemuan didahului oleh pandangan
mata pertama, namun melihat seorang adalah sesuatu yang bersifat privacy
sehingga tidak diperkenankan memandang orang lain dengan penuh nafsu.
c. Haptik, adalah studi tentang perabaan atau memperkenankan sejauh mana
seseorang memegang dan merangkul orang lain. Banyak orang Amerika
Utara merasa tidak nyaman ketika seseorang dari kebudayaan lain
memegang tangan mereka dengan ramah, menepuk belakang dan lain-lain.
Ini menunjukkan – derajat keintiman: fungsional/profesional, sosial dan
sopan santun, ramah tamah dan baik budi, cinta dan keintiman, dan daya
tarik seksual.
d. Proksemik, studi tentang hubungan antar ruang, antar jarak, dan waktu
berkomunikasi, sebagaimana dikategorikan oleh Hall pada tahun 1973,
kecenderungan manusia menunjukkan bahwa waktu orang berkomunikasi
itu harus ada jarak antarpribadi, terlalu dekat atau terlalu jauh. Makin dekat
artinya makin akrab, makin jauh arinya makin kurang akrab.
15
e. Kronemik, adalah studi tentang konsep waktu, sama seperti pesan non
verbal yang lain maka konsep tentang waktu yang menganggap kalu suatu
kebudayaan taat pada waktu maka kebudayaan itu tinggi atau peradaban
maju. Ukuran tentang waktu atau ketaatan pada waktukemudian
menghailkan pengertian tentang orang malas, malas bertnggungjawab,
orang yang tidak pernah patuh pada waktu.
f. Tampilan, apperance – cara bagaimana seorang menampilakn diri telah
cukup menunjukkan atau berkolerasi sangat tinggi dengan evaluasi tentang
pribadi. Termasuk di dalamnya tampilan biologis misalnya warna kulit,
warna dan pandangan mata, tekstur dan warna rambut, serta struktur tubuh.
Ada stereotip yang berlebihan terhadap perilaku seorang dengan tampilan
biologis. Model pakaian juga mempengaruhi evaluasi kita pada orang lain.
Dalam sebagian masyarakat barat, jas dan pakaian formal merefleksikan
profesionalisme, karen itu tidak terlihat dalam semua masyarakat.
g. Posture, adalah tampilan tubuh waktu sedang berdiri dan duduk. Cara
bagaimana orang itu duduk dan berdiri dapat diinterpretasi bersama dalam
konteks antarbudaya. Kalau orang Jawa dan orang Timor (Dawan) merasa
tidak bebas jika berdiri tegak di depan yang orang yang lebih tua sehingga
harus merunduk hormat, sebaliknya duduk bersila berhadapan dengan orang
yang lebih tua merupakan sikap yang sopan.
h. Pesan-pesan paralinguistik antarpribadi adalah pesan komunikasi yang
merupakan gabungan anatara perilaku verbal dan non verbal. Paralinguistik
terdiri dari satu unit suara, atau gerakan yang menampilkan maksud tertentu
dengan makna tertentu. Paralinguistik juga berperan besar dalam
16
komunikasi antarbudaya. Contoh, orang Amerika yang berbicara terlalu
keras acapkali oleh orang eropa dipandang terlalu agresif atau tanda tidak
bersahabat. Orang Inggris yang berbicara pelan dan hati-hati dipahami
sebagai sekretif bagi Amerika.
i. Simbolisme dan komunikasi non verbal yang pasif – beberapa di antarnya
adalah simbolisme warna dan nomor. Di Amerika Utara, AS dan Canada,
warna merah menunjukkan peringatan, daya tarik seks, berduka,
merangsang. Sedangkan warna kuning menggambarkan kesenangan dan
kegembiraan. Warna biru berarti adil, warna bisnis sehingga dipakai di
perkantoran. Warna hitam menunjukkan kematian, kesengsaraan, dosa,
kegagalan dalam bisnis dan seksi. Sebaliknya warna merah di Brazil adalah
yang menunjukkan jarak penglihatan, hitam melambangkan kecanggihan,
kewenangan, agama dan formalitas.
Dilihat dari fungsinya,perilaku nonverbal mempunyai beberapa fungsi.Paul
Ekman dalam Mulyana (2007) menyebutkan lima fungsi pesan nonverbal,seperti
yang dapat dilukiskan dengan perilaku mata,yakni sebagai :
a. Emblem. Gerakan mata tertentu merupakan symbol yang memiliki
kesetaraan dengan simbol verbal.Kedipan dapat mengatakan,”Saya tidak
sungguh-sungguh.”illustrator.Pandangan ke bawah dapat menunjukkan
depresi atau kesedihan.
b. Regulator. Kontak mata berarti saluran percakapan terbuka.Memalingkan
muka menandakan ketidaksediaan berkomunikasi.Penyesuai.Kedipan mata
yang cepat meningkat ketika orang berada dalam tekanan.Itu merupakan
17
respon tidak disadari yang merupakan upaya tubuh untuk
mengurangikecemasan.
c. Affect Display. Pembesaran manik mata (pupil dilation) menunjukkan
peningkatan emosi.Isyarat wajah lainnya menunjukkan perasaan takut
,terkejut,atau senang.
Lebih lanjut lagi Mulyana (2007) merumuskan,dalam hubungannya dengan
perilaku verbal mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut : 1). Perilaku nonverbal
dapat mengulagi perilaku verbal,misalnya anda menganggukan kepala ketika anda
mengatakan “ya,”atau menggelengkan kepala ketika mengatakan “tidak,” atau
menunjukan arah (dengan telunjuk) ke mana seseorang harus pergi untuk
menemukan WC. 2). Memperteguh, menekankan atau melengkapi perilaku
verbal.Misalnya Anda melambaikan tangan seraya mengucapkan “Selamat Jalan,”
“Sampai jumpa lagi,ya,” atau “Bye bye,”;atau anda menggunakan gerakan tangan
,nada suara yang ninggi,atau suara yang lambat ketika Anda berpidato hadapan
khalayak.Isyarat nonverbal demikian itulah yang disebut affect display. 3) Perilaku
nonverbal dapat menggantikan perilaku verbal,jadi berdiri sendiri,misalnya Anda
menggoyangkan tangan Anda dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai
pengganti: kata “Tidak”) ketika seorang pengamen mendatangi mobil tau Anda
menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan tanpa mengucapkan sepatah
kata pun,kepada seorang mahasiswa baru. 4) Perilaku nonverbal dapat meregulasi
perilaku verbal.Misalnya Anda sebagai mahasiswa mengenakan jaket atau
membereskan: buku-buku,atau melihat jam tangan Anda menjelang kuliah
berakhir,sehingga dosen segara menutup kuliahnya. 5) Perilaku nonverbal dapat
membantah atau bertentangan dengan perilaku verbal.Misalnya,seorang suami
18
mengatakan “Bagus! Bagus!” ketika diminta komentar oleh istrinya mengenai gaun
yang dibelinya,seraya terus membaca surat: kabar atau menonton televisi
Jika terdapat pertentangan antara pesan verbal dan pesan nonverbal,kita
biasanya lebih mempercayai pesan nonverbal,yang menunjukkan pesan
sebenarnya,karena pesan nonverbal lebih sulit dikendalikan daripada pesan
verbal.Kita dapat mengendalikan sedikit perilaku nonverbal; namun kebanyakan
perilaku nonverbal di luar kesadaran kita.Kita dapat memutuskan dengan siapa dan
kapan berbicara serta topik-topik apa yang akan kita bicarakan,tetapi kita sulit
mengendalikan ekspresi wajah senang, malu, ngambek, cuek; anggukkan atau
gelengan kepala; kaki yang mengetuk-ngetuk lantai; dan sebagainya.Anda sulit
menyangkal komentar seorang pendengar bahwa Anda sangat gugup ketika Anda
berpidato, karena tangan Anda terlihat gemetar dan wajah Anda berkeringat dalam
pidato Anda
2.4 Identitas Budaya
Dalam praktik komunikasi identitas tidak hanya memberikan makna tentang
pribadi seseorang, tetapi lebih jauh dari itu menjadi ciri khassebuah kebudayaan
yang melatarbelakanginya, dari ciri khas tersebut seseorang dapat menemukan dari
mana orang yang dia kenal. Secara etimologis, kata identitas berasal dari kata
identity yang berarti (1) kondisi atau kenyataan tentang sesuatu yang sama, suatu
keadaan yang mirip satu sama lain; (2) kondisi atau fakta tentang sesuatu yang
sama diantara dua orang atau dua benda; (3) kondisi atau fakta yang
menggambarkan sesuatu yang sama diantara dua orang individu atau dua kelompok
atau benda (Alo. 2001:68)
19
Pada table di atas yang peneliti kutip dari (Alo, 2006:34) dapat dimaknai
bahwa, kebanyakan orang – dengan cara yang amat sederhana menunjukkan
identitas orang lain berdasarkan peran mereka dalam suatu masyarakat. Dalam
ranah sosiologi, peran diartikan sebagai satu set harapan budaya terhadap sebuah
posisi tertentu. sebagai sebuah contoh, Bebrapa orang akan mengatakan si ”A”
sebagai seorang “Pimpinan dari Suku Dayak” jika dia menampilkan „identitas‟ diri,
kepribadian, serta perilaku verbal dan nonverbal sebagaimana layaknya seorang
“Pimpinan dari Suku Dayak”.
Terdapat pembedaan yang tegas antara hubungan peran sebagai sebuah
identitas dengan struktur kebudayaan dan struktur sosial. Karena itu, Peneiti harus
jeli membedakan antara peran yang diharapkan sebagai bagian dari struktur budaya
suatu masyarakat dengan tampilan peran yang merupakan bagian dari struktur
sosial suatu masyarakat. Yang dimaksud dengan struktur budaya adalah pola-pola
20
persepsi, berpikir dan perasaan, sedangkan struktur sosial adalah pola-pola perilaku
sosial.
Identitas budaya adalah rincian karakteristik atau ciri-ciri sebuah kebudayaan
yang dimiliki oleh sekelompok orang yang diketahu batasbatasnya tatkala
dibandingkan dengan karakteristik atau ciri-ciri kebudayaan orang lain. Juga berarti
jika seseorang ingin mengetahu dan menetapkan identitas budaya, maka tidak
hanya menentukan karakteristik atau ciri-ciri fisik atau biologis semata, tetapi
mengkaji identitaskebudayaan sekelompok manusia melalui tatanan berfikir (cara
berpikir, orientasi berpikir), perasaan (cara merasa dan orientasi perasaan), dan cara
bertindak (motivasi tindakan atau orientasi tindakan)
Kenneth Burke menjelaskan, bahwa untuk menentukan identitas budaya itu
sangat tergantung pada „bahasa‟ (sebagai unsur nonmaterial), bagaimana
representasi bahasa menjelaskan sebuah kenyataan atas semua identitas yang
dirinci kemudian dibandingkan. Menurutnya, persamaan identitas seseorang atau
sesuatu itu selalu mengikuti konsep penggunaaan bahasa, terutama untuk mengerti
suatu kata secara denotative atau konotatif (Alo, 2001:72).
Identitas budaya dapat diartikan sebagai suatu ciri berupa budaya yang
membedakan suatu bangsa atau kelompok masyarakat dengan kelompok yang
lainnya. Setiap kelompok masyarakat atau bangsa pasti memiliki budaya sendiri
yang berbeda dengan bangsa lainnya. Dalam hal ini, Indonesia yang memiliki
berbagai macam suku bangsa juga memiliki berbagai macam budaya yang berbeda-
beda. Budaya yang dimiliki oleh masing-masing kelompok tersebut tentunya
memiliki ciri atau keunikan tersendiri dibandingkan dengan kelompok-kelompok
21
masyarakat lainnya, Serta hal tersebutlah yang membedakan budaya antar suku
atau kelompok masyarakat di Indonesia
2.5 Model Sosio Culture William B. Gudykunst
Model William B. Gudykunst dan Young Yun Kim sebenarnya merupakan
model komunikasi antarbudaya yakni komunikasi antara orang orang yang
berlainan budaya (Mulyana, 2003:169). Model tersebut menggambarkan dua pihak
yang berkomunikasi secara timbal balik dimana masing-masing sebagai pengirim
dan penerima. Dari model Gudykunst dan Kim bahwa setiap kita berkomunikasi,
secara serentak kita menyandi pesan dan menyandi balik pesan. Oleh karena itu
komunikasi tidak statis tapi berlangsung secara interaktif
Gambar 2.1
Model Komunikasi Antarbudaya Gudykunst dan Young
Dari model komunikasi Gudykunst dan Kim, penyandian pesan dan
penyandian balik pesan merupakan proses interaktif yang dipengaruhi oleh filter-
filter konseptual yang dikategorikan menjadi faktor faktor buday sosiobudaya,
psikobudaya dan faktor lingkungan (Mulyana, 2003:170). Lingkaran paling dalam,
mengandung interaksi antara penyandian pesandan penyandian balik pesan,
dikelilingi tiga lingkaran lainnya yang mempresentasikan pengaruh budaya,
sosiobudaya dan psikobudaya.
22
Pengaruh budaya (cultural) meliputi faktor faktor yang menjelaskan
kemiripan dan perbedaan budaya, misalnya panangan dunia (agama), bahasa, sikap
kita terhadap manusia yang berarti mempengaruhi nilai, norma, dan aturan.
Pengaruh sosiobudaya (sosiocultural) adalah pengaruh yang menyangkut proses
penataan sosial. Proses ini berkembang berdasarkan interaksi dengan orang lain.
Sosiobudaya ini menyangkut konsep diri, peran kita dalam kelompok, definisi kita
mengenai hubungan antarpribadi. Pengaruh psikobudaya (psichocultural) meliputi
dimensi penataan pribadi (proses yang memberi stabilitas pada proses psikologis).
Faktor faktor psikobudaya ini meliputi stereotip dan sikap ( misalnya etnosentrisme
dan prasangka). Salah satu unsur lagi yang mempengaruhi kita dalam menyandi
pesan dan menyandi balik pesan adalah lingkungan (environment) dimana letak
geografis, iklim, situasi arsitektural, dan persepsi terhadap lingkungan tertentu
mempengaruhi kita dalam menafsirkan rangsangan dan memprediksikan
penyandian balik pesan
Filter filter tersebut mempengaruhi prediksi yang kita buat mengenai
bagaimana orang lain merespon komunikasi kita, yang selanjutnya mempengaruhi
cara kita menyandi pesan, membatasi rangsangan apa yang kita perhatikan dan
bagaimana kita menafsirkan rangsangan tersebut ketika kita menyandi balik pesan
yang datang
2.6 Komunikasi Non Verbal
Kehidupan manusia tak luput dari komunikasi baik verbal maupun
nonverbal. Komunikasi nonverbal berupa lambang-lambang seperti gestura (gerak
tangan, kaki atau bagian lainnya dari tubuh). Sebagaimana menurut Albert
Mehrebian (1981) didalam bukunya “Silent Messages: Implicit Communication of
23
Emotions and Attitudes” yang dikutip dalam buku Sendjaja, menegaskan hasil
penelitiannya bahwa makna setiap pesan komunikasi dihasilkan dari fungsi-fungsi :
7% peryataan verbal, 38% bentuk vokal, dan 55% ekspresi wajah (Sendjaja,
2004:61).
Dengan demikian kode-kode nonverbal merupakan aspek penting dalam
komunikasi manusia. Pengertian komunikasi nonverbal adalah semacam “evaluasi”
atau sesuatu yang sulit dipahami. Hal ini bisa dimengerti, karena komunikasi
nonverbal menyangkut “rasa” atau “emosi”. Menurut Frank E.X. Dance dan Calr
E. Learson (1976) dalam bukunya “The Functions of Human Communication: A
Theoritical Approach” yang dikutip oleh Sendjaja, menawarkan satu definisi
tentang komunikasi nonverbal sebagai suatu stimulus yang pengertiannya tidak
ditentukan oleh makna isi simboliknya (Sendjaja, 2004:63-64)
Komunikasi nonverbal merupakan bagian dari sifat komunikasi yang
menjadi penyelaras dari proses komunikasi setiap manusia, karena dalam
kesehariannya manusia tidak hanya menggunakan lisan saja dalam berkomunikasi
melainkan dalam simbol yang dapat memberikan isyarat-isyarat kepada
komunikannya. Berbeda dengan pengertian komunikasi nonverbal dari Himpunan
Istilah Komunikasi, dimana komunikasi nonverbal merupakan komunikasi yang
dilakukan dengan menggunakan isyaratisyarat.
Di lain pihak, Judee K. Burgoon dan Thomas J. Seine (1978) dalam
bukunya “The Unspoken Dialoque : An Introduction to Nonverbal
Communication” yang dikutip oleh Sendjaja memberikan definisi kerja sebagai
berikut : “Komunikasi nonverbal adalah tindakan-tindakan manusia yang secara
umum sengaja dikirimkan dan diintrepretasikan seperti tujuannya dan memiliki
24
potensi akan adanya umpan balik (feed back) dari yang menerimanya” (Gunadi,
1998:71).
Sedangkan menurut Atep Adya Barata dalam (Sendjaja, 2004:64)
mengemukakan bahwa: “Komunikasi non verbal yaitu komunikasi yang
diungkapkan melalui pakaian dan setiap kategori benda lainnya (the object
language), komunikasi dengan gerak (gesture) sebagai sinyal (sign language), dan
komunikasi dengan tindakan atau gerakan tubuh (action language).
2.5.1 Bentuk Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal sendiri beragam akan bentuk-bentuknya. Dalam
(Rakhmat, 1994:287) dijelaskan adapun bentuk-bentuk komunikasi non verbal
terdiri dari tujuh macam yaitu:
a. Komunikasi visual, merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
digunakan untuk menyampaikan pesan berupa gambargambar,
grafik-grafik, lambang-lambang, atau simbol-simbol.
b. Komunikasi sentuhan, Ilmu yang mempelajari tentang sentuhan
dalam komunikasi non verbal sering disebut Haptik. Sebagai
contoh: bersalaman, pukulan, mengelus-ngelus, sentuhan di
punggung dan lain sebagainya merupakan salah satu bentuk
komunikasi yang menyampaikan suatu maksud/tujuan tertentu dari
orang yang menyentuhnya.
c. Komunikasi gerakan tubuh, Kinesik atau gerakan tubuh merupakan
bentuk komunikasi non verbal, seperti, melakukan kontak mata,
ekspresi wajah, isyarat dan sikap tubuh. Gerakan tubuh digunakan
untuk menggantikan suatu kata yang diucapkan. Dengan gerakan
25
tubuh, seseorang dapat mengetahui informasi yang disampaikan
tanpa harus mengucapkan suatu kata. Seperti menganggukan kepala
berarti setuju.
d. Komunikasi lingkungan, Lingkungan dapat memiliki pesan tertentu
bagi orang yang melihat atau merasakannya. Contoh: jarak, ruang,
temperatur dan warna. Ketika seseorang menyebutkan bahwa
”jaraknya sangat jauh”, ”ruangan ini kotor”, ”lingkungannya panas”
dan lain-lain, berarti seseorang tersebut menyatakan demikian
karena atas dasar penglihatan dan perasaan kepada lingkungan
tersebut.
e. Komunikasi penciuman, merupakan salah satu bentuk komunikasi
dimana penyampaian suatu pesan atau informasi melalui aroma
yang dapat dihirup oleh indera penciuman.
f. Komunikasi penampilan, Seseorang yang memakai pakaian yang
rapi atau dapat dikatakan penampilan yang menarik, sehingga
mencerminkan kepribadiannya. Hal ini merupakan bentuk
komunikasi yang menyampaikan pesan kepada orang yang
melihatnya. Tetapi orang akan menerima pesan berupa tanggapan
yang negatif apabila penampilannya buruk (pakaian tidak rapih,
kotor dan lain-lain).
g. Komunikasi citrasa, Komunikasi citrasa merupakan salah satu
bentuk komunikasi, dimana penyampaian suatu pesancatau
informasi melalui cita rasa dari suatu makanan atau minuman.
26
Fungsi Komunikasi Nonverbal Penyampaian pesan-pesan oleh
komunikator memiliki fungsi dari apa yang menjadi tujuan pesan tersebut
disampaikan. Pada komunikasi nonverbal pun demikian, walaupun
menggunakan simbol-simbol yang ada isyarat atau maksud tertentu. Namun
komunikasi nonverbal ini pun dapat menjalankan fungsi utamanya Menurut
Ekman (1965) dan Knapp (1978) dalam bukunya Josep A. Devito, Komunikasi
nonverbal dapat menjalankan sejumlah fungsi penting. Periset nonverbal
mengidentifikasi enam fungsi utama, (Devito, 2011:173) yaitu :
a. Untuk Menekankan. Menggunakan komunikasi nonverbal untuk
menonjolkan atau menekankan beberapa bagian dari pesan verbal.
b. Untuk Melengkapi. Menggunakan komunikasi nonverbal untuk
memperkuat warna atau sikap umum yang dikomunikasikan oleh
pesan verbal.
c. Untuk Menunjukkan Kontradiksi. Dapat dilakukan secara sengaja
mempertentangkan pesan verbal dengan gerakan nonverbal.
d. Untuk Mengatur. Gerak-gerik nonverbal dapat mengendalikan atau
mengisyaratkan keinginan untuk mengatur arus pesan verbal.
e. Untuk Mengulangi. Dapat mengulangi atau merumuskan ulang
makna dari pesan verbal.
f. Untuk Menggantikan. Komunikasi nonverbal juga dapat
menggantikan pesan verbal.
Komunikasi nonverbal merupakan bagian penyampaian pesan yang
memiliki fungsi dari pesan-pesan nonverbal tersebut. Pada pesan-pesan
nonverbal sendiri memiliki fungsi yang dapat menjelaskan maksud dari
27
penyampaian pesan melalui komunikasi nonverbal tersebut, menurut Mark L.
Knapp (1972:9-12) dalam (Rakhmat, 1994:287), fungsi-fungsi pesan nonverbal
yaitu :
1. Repetisi, mengulang kembali gagasan yang sudah disajikan secara
verbal
2. Substitusi, menggantikan lambang-lambang verbal
3. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberikan makna yang lain
terhadap pesan verbal
4. Komplemen, melengkapi dan memperkaya makna pesan nonverbal
5. Aksentuasi, menegaskan pesan verbal atau menggaris bawahinya.
2.5.2 Jenis Komunikasi Nonverbal
Komunikasi Nonverbal itu sendiri terdapatnya jenis-jenis didalamnya,
sebagaimana menurut Anita Taylor. Dkk dalam bukunya Communicating (1983)
yang dikutip oleh Sendjaja dalam bukunya, memberikan gambaran tentang aneka
ragam bentuk komunikasi nonverbal. Dari hasil penelitian para psikolog
diperkirakan gerak dan mimik wajah manusia mampu menghasilkan lebih dari
20.000 ekspresi yang berlainan. Disamping itu, ada 7.777 isyarat atau gesture yang
berbeda dan sejumlah 1.000 sikap yang berbeda pula. Dari jenis dan jumlah yang
digambarkan, pembagian tentang komunikasi nonverbal yang diberikan oleh para
ahli juga bervariasi (Sendjaja, 2004: 22-31).
1) Adapun jenis-jenis komunikasi nonverbal dibagi kedalam lima kelompok,
yaitu :
a. Komunikasi Tubuh
b. Komunikasi Gestura
28
c. Ekspresi Wajah
d. Komunikasi Mata
e. Komunikasi Sentuhan
2) Komunikasi Ruang
a. Proxemics atau Komunikasi Jarak
b. Teritorial
c. Estetika dan Warna
3) Diam
a. Memberi Kesempatan Berpikir
b. Menyakiti
c. Mengisolasi diri sendiri
d. Mencegah komunikasi
e. Mengkomunikasi perasaan
f. Tidak menyampaikan sesuatupun
4) Paralanguage
a. Paralanguage dan Perasaan
b. Paralanguage dan Percakapan
5) Komunikasi Temporal (Waktu)
a. Menunjukkan Status
b. Waktu dan Kesesuaian.
2.5.3 Tujuan Komunikasi Nonverbal
Komunikasi nonverbal pada aplikasinya seringkali dikaitkan atau beriringan
dengan aplikasi dari komunikasi verbal. Bahkan keduanya seringkali berbarengan
dalam pelaksanaan atau penyampaiannya. Maka, dalam setiap penyampaian pesan
29
baik secara verbal maupun nonverbal memiliki tujuan-tujuan yang tersirat dan
dicapainya. Adapun pada komunikasi nonverbal mempunyai beberapa tujuan,
diantaranya:
a. Menyediakan atau memberikan informasi
b. Mengatur alur suara percakapan
c. Mengekspresikan emosi
d. Memberikan sifat, melengkapi, menentang, atau mengembangkan pesan-
pesan verbal
e. Mengendalikan atau mempengaruhi orang lain,
f. Mempermudah tugas-tugas khusus.
2.6 Fokus Penelitian
Fokus atau batasan penelitian ini telah peneliti sesuaikan dengan rumusan
masalah yang telah peneliti paparkan di Bab 1. Dari fokus penelitian tersebut
Sehingga untuk mencapai sebuah penelitian yang dapat menjawab rumusan
masalah pada proposal penelitian, peneliti kemudian melakukan sebuah teknis
wawancara dengan subjek penelitian yang peneliti butuhkan dan yang sesuai
dengan kriteria yang telah dibuat dalam penentuan subjek penelitian, agar
penelitian bisa lebih kredible dari sisi subjek penelitian
Fokus dalam penelitian berfungsi untuk membatasi studi bagi seorang
peneliti dan menentukan sasaran penelitian sehingga dapat mengklasifikasikan data
yang akan dikumpulkan, diolah dan dianalisis dalam suatu penelitian (Moleong,
2002:7). Fokus penelitian ini terdiri dari apa yang dialami subjek penelitian pada
sebuah fenomena, dalam hal ini tentang simbol non verbal dalam konteks
penelitian ini adalah pakaian adat sebagai bentuk identitas budaya masyarakat
30
dayak di sampit, kalimantan tengah melalui apa yang dilakukan dan bagaimana
subjek penelitian dalam hal ini masyarakat dayak menunjukkan bentuk-bentuk
simbol tersebut.
Selain ini peneliti juga memfokuskan bagaimana subjek penelitian
mengalami dan memaknai pengalamannya, hal ini terkait tentang pesan apa yang
subjek penelitian ingin sampaikan melalui simbol ketika menggunakan pakaian
adat dayak, Umumnya, suku Dayak memiliki perhiasan berupa manik-manik yang
terbuat dari batu alam. Dahulu, batu-batu ini dibentuk dengan tangan dan tanpa
bantuan mesin, sehingga terlihat lebih kusam dibandingkan dengan manik-manik
modern buatan pabrik. Selain itu, ada juga perbedaan berat di bebatuan dan manik-
manik tersebut. Jika ingin membuktikan bahwa manik-manik tersebut asli dari
Suku Dayak atau bukan, lakukan tes dengan cara membakarnya. Masyarakat
Dayak, khususnya kaum prianya, tidak mengenal aksesories batu lain selain
perhiasan manik-manik. Aksesoris yang umum mereka gunakan berasal dari hewan
hasil buruan, seperti taring dan gigi beruang atau taring babi. Jika di Papua taring
babi dijadikan perhiasan yang ditusukkan di hidung, Suku Dayak menadikan taring
tersebut “buah” kalung mereka Ciri khas Suku Dayak lainnya adalah Tato. Bagi
masyarakat Dayak, tato memiliki makna yang sangat mendalam. Tato merupakan
bagian dari tradisi, religi, dan status sosial seseorang dalam masyarakat, Tato juga
bisa dijadikan bentuk penghargaan suku terhadap kemampuan seseorang. Oleh
karena itu, tato tidak bisa dibuat sembarangan. Semakin banyak tato, "obor"
mereka akan semakin terang.
31
2.7 Penelitian Terdahulu
No Nama Peneliti Judul penelitian Tahun Metode Hasil penelitian
1 Turita Indah
Setyani
Bahasa Jawa
Sebagai Simbol
Budaya
Masyarakatnya
2008 Kualitatif Berdasarkan
uraian di muka,
dapatlah
dinyatakan bahwa
meskipun seakan
bahasa Jawa itu
terancam punah,
namun realitasnya
tidaklah demikian
adanya. Bahkan
anak-anak muda
pun justru
berusaha untuk
turut
mempertahankan
dan
melestarikannya
dengan penuh
kesadaran akan
identitas
masyarakatnya
2 Gabriela Lordy
Darmaputri
REPRESENTASI
IDENTITAS
KULTURAL
DALAM
SIMBOL-
SIMBOL PADA
BATIK
TRADISIONAL
DAN
KONTEMPORE
R
2011 Semiotika Melalui penelitian
ini peneliti
memisahkan batik
tradisional dengan
batik kontemporer
dengan
pembedaan motif.
Dalam batik
tradisional, motif
batik diciptakan
sesuai dengan
pakem atau
ketentuan yang
berlaku pada
jaman dahulu,
karena konteksnya
batik merupakan
seragam,
merupakan
identitas diri
sehingga tidak
sembarangan
32
dapat digunakan
dan terikat
pemakaiannya
pada waktu,
tempat dan status
kepemilikan
(status sosial atau
jabatan).
3 Dominikus Isak
Petrus Berek
Fashion Sebagai
Komunikasi
Identitas Sub
Budaya (Kajian
Fenomenologis
terhadap
Komunitas Street
Punk Semarang)
2012 Fenomenol
ogi
ketika individu
dan kelompok/
komunitas Street
Punk mempunyai
aspek dalam
keanggotaanya
seperti yang telah
dijelaskan
sebelumnya
dengan segala
cirinya, apa itu
karena lingkungan
yang
membentuknya
atau sebaliknya,
atau Street Punk
akan
mempertahankan
identitas
komunitasnya
sebagai komunitas
tunggal atau
komunitas tetap
merasa aman
dalam masyarakat
sebagai entitas
tunggal
33
2.8 Kerangka Pemikiran
SIMBOL PAKAIAN ADAT SEBAGAI BENTUK IDENTITAS BUDAYA
MASYARAKAT DAYAK DI SAMPIT, KALIMANTAN TENGAH
Konsep Identitas Budaya
Pengolahan Data
Penelitian
1. Pakaian Adat sebagai bentuk
identitas
2. Bentuk symbol dalam pakaian
adat
3. Pengelaman dan pemakanaan
pakaian adata
4. Pesan yang disampaikan
melalui pakaian adat
Suku Dayak, Sampit
Kalimantan Tengah
Penarikan Kesimpulan