Post on 03-Feb-2018
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial ( BPJS) Kesehatan
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan adalah Badan
hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan. BPJS
Kesehatan mulai beroperasi sejak tanggal 1 Januari 2014. Jaminan Kesehatan
adalan jaminan berupa perlindungan kesehatan agar peserta memperoleh manfaat
pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan dasar
kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang telah membayar iuran atau
iurannya dibayar oleh pemerintah (Kemenkes, RI., 2013).
Peserta Jaminan Kesehatan yaitu setiap orang, termasuk orang asing yang
bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Indonesia, yang telah membayar iuran,
meliputi:
a. penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI): fakir miskin dan orang yang
tidak mampu, dengan penetapan peserta sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
b. bukan penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (Non PBI), terdiri dari:
i. pekerja penerima upah dan anggota keluarganya diantaranya sebagai berikut:
1. pegawai negeri sipil
2. anggota TNI
3. anggota POLRI
4. pejabat negara
5. pegawai pemerintah non pegawai negeri
6. pegawai swasta
Universitas Sumatera Utara
8
7. pekerja yang tidak termasuk angka 1 sampai dengan 6 yang menerima
upah termasuk WNA yang bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam)
bulan.
ii. pekerja bukan penerima upah dan anggota keluarganya, terdiri atas pekerja di
luar hubungan kerja dan pekerja mandiri.
iii. bukan pekerja dan anggota keluarganya, terdiri atas:
1. investor
2. pemberi kerja
3. penerima pensiun, terdiri dari :
a. pegawai negeri sipil yang berhenti dengan hak pensiun
b. anggota TNI dan anggota POLRI yang berhenti dengan hak pensiun
c. pejabat negara yang berhenti dengan hak pensiun
d. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun yang mendapat
hak pensiun
e. penerima pensiun lain
f. janda, duda, atau anak yatim piatu dari penerima pensiun lain yang
mendapat hak pensiun.
4. veteran
5. perintis Kemerdekaan
6. bukan Pekerja yang tidak termasuk angka 1 sampai dengan 6 yang mampu
membayar iuran. Anggota keluarga yang ditanggung antara lain:
a. pekerja penerima upah:
i. keluarga inti meliputi istri/suami dan anak yang sah (anak kandung, anak
tiri dan/atau anak angkat), sebanyak-banyaknya 5 (lima) orang.
Universitas Sumatera Utara
9
ii. anak kandung, anak tiri dari perkawinan yang sah, dan anak angkat yang
sah, dengan kriteria:
1. tidak atau belum pernah menikah atau tidak mempunyai penghasilan
sendiri.
2. belum berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau belum berusia 25 (dua
puluh lima) tahun yang masih melanjutkan pendidikan formal.
b. pekerja bukan penerima upah dan bukan pekerja : Peserta dapat mengikut
sertakan anggota keluarga yang diinginkan (tidak terbatas).
c. peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan yang meliputi
anak ke 4 dan seterusnya ayah, ibu dan mertua.
d. peserta dapat mengikut sertakan anggota keluarga tambahan, yang meliputi
kerabat lain seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga (Kemenkes,
RI., 2013)
2.2 Hak dan Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan
Hak Peserta BPJS Kesehatan Sebagai Berikut :
a. mendapatkan kartu peserta sebagai bukti sah untuk memperoleh pelayanan
kesehatan.
b. memperoleh manfaat dan informasi tentang hak dan kewajiban serta prosedur
pelayanan kesehatan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
c. mendapatkan pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan yang bekerja sama
dengan BPJS Kesehatan.
d. menyampaikan keluhan/pengaduan, kritik dan saran secara lisan atau tertulis ke
kantor BPJS Kesehatan.
Universitas Sumatera Utara
10
Kewajiban Peserta BPJS Kesehatan Sebagai Berikut :
a. mendaftarkan dirinya sebagai peserta serta membayar iuran yang besarannya
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
b. melaporkan perubahan data peserta, baik karena pernikahan, perceraian,
kematian, kelahiran, pindah alamat atau pindah fasilitas kesehatan tingkat I.
c. menjaga kartu peserta agar tidak rusak, hilang.
d. mentaati semua ketentuan dan tata cara pelayanan kesehatan (Kemenkes, RI.,
2004).
2.3 Biaya Iuran Peserta BPJS Kesehatan
1. biaya iuran peserta penerima bantuan iuran (PBI)
Peserta BPJS Kesehatan PBI dibayar oleh pemerintah sebesar
Rp19.225/orang/bulan
2. biaya iuran bukan penerima bantuan iuran (Non-PBI)
a. PNS 5% (gaji) :
i. 2% dari pekerja
ii. 3% dari pemerintah
b. Pegawai Perusahaan 4,5% (gaji) :
i. 0,5% dari pekerja
ii. 4% dari perusahaan
c. Mandiri :
i. kelas 1 = Rp 59.500/orang/bulan
ii. kelas 2 = Rp 42.500/orang/bulan
iii. kelas 3 = Rp.25.500/orang/bulan (Kurniawan, 2015).
Universitas Sumatera Utara
11
2.4 Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan
Sistem rujukan pelayanan kesehatan adalah penyelenggaraan pelayanan
kesehatan yang mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan
kesehatan secara timbal balik baik vertikal maupun horizontal yang wajib
dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau asuransi kesehatan sosial, dan
seluruh fasilitas kesehatan (Kemenkes, RI., 2004). Gambar 2.1.
Gambar 2.1 Alur pelayanan kesehatan
2.5 Tata Cara Sistem Rujukan Berjenjang Peserta BPJS Kesehatan
Dalam hal peserta memerlukan pelayanan kesehatan tingkat lanjutan,
fasilitas kesehatn tingkat pertama harus merujuk ke fasilitas kesehatan rujukan
tingkat rujukan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
sebagai berikut:
a. sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai
kebutuhan medis yaitu:
i. dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan
tingkat pertama.
ii. jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat
dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua.
Universitas Sumatera Utara
12
iii. pelayanan kesehatan tingkat kedua di fasilitas kesehatan sekunder hanya
dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan primer.
iv. pelayanan kesehatan tingkat ketiga di fasilitas kesehatan tersier hanya
dapat diberikan atas rujukan dari fasilitas kesehatan sekunder dan
fasilitas kesehatan primer.
b. pelayanan kesehatan di fasilitas kesehatan primer yang dapat dirujuk langsung
ke fasilitas kesehatan tersier hanya untuk kasus yang sudah ditegakkan
diagnosis dan rencana terapinya, merupakan pelayanan berulang dan hanya
tersedia di fasilitas kesehatan tersier.
c. ketentuan pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi:
i. terjadi keadaan gawat darurat, kondisi kegawat daruratan mengikuti
ketentuan yang berlaku.
ii. bencana, kriteria bencana ditetapkan oleh pemerintah pusat dan atau
pemerintah daerah.
iii. kekhususan permasalahan kesehatan pasien.
iv. pertimbangan geografis.
v. pertimbangan ketersediaan fasilitas.
d. pelayanan oleh bidan dan perawat.
i. dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan
pelayanan kesehatan tingkat pertama sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
ii. bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau
dokter gigi pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam
kondisi gawat darurat dan kekhususan permasalahan kesehatan pasien,
Universitas Sumatera Utara
13
yaitu kondisi di luar kompetensi dokter dan/atau dokter gigi pemberi
pelayanan kesehatan tingkat pertama.
e. rujukan parsial
i. rujukan parsial adalah pengiriman pasien atau spesimen ke pemberi
pelayanan kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau
pemberian terapi, yang merupakan satu rangkaian perawatan pasien di
Fasilitas kesehatan tersebut.
ii. rujukan parsial dapat berupa:
a. pengiriman pasien untuk dilakukan pemeriksaan penunjang atau
tindakan.
b. pengiriman spesimen untuk pemeriksaan penunjang.
iii. apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan
pasien dilakukan oleh fasilitas kesehatan perujuk (Kemenkes, RI.,
2004).
2.6 Puskesmas
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
128/Menkes/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Puskesmas dinyatakan bahwa
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan kabupaten/kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Secara rinci, pengertian dari Puskesmas tersebut dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. unit pelaksana teknis
Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD),
Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional
Universitas Sumatera Utara
14
Dinas Kesehatan kabupaten/kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama
serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.
2. pembangunan kesehatan
Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh
bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
3. penanggung jawab penyelenggaraan
Penanggung jawab utama seluruh upaya pembangunan kesehatan
diwilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan kabupaten/kota, sedangkan
puskesmas bertanggung jawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan
yang dibebankan oleh Dinas Kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan
kemampuannya.
4. wilayah kerja
Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan,
tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka
tanggung jawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan
keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas
tersebut secara operasional bertanggung jawab langsung kepada Dinas Kesehatan
kabupaten/kota (Kemenkes, RI., 2004).
Puskesmas sesuai peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
Kesehatan Nomor 1 Tahun 2014 tentang penyelenggaraan jaminan kesehatan
merupakan pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama,
pelayanan kesehatan pada fasilitas kesehatan tingkat pertama terdiri atas:
Universitas Sumatera Utara
15
a. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama.
b. pelayanan kesehatan rawat inap tingkat pertama.
c. pelayanan kesehatan gigi.
d. pelayanan kesehatan oleh bidan dan perawat (Kemenkes, RI., 2014).
Pelayanan Kesehatan Rawat Jalan Tingkat Pertama meliputi :
a. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama harus memiliki fungsi
pelayanan kesehatan yang komprehensif berupa pelayanan kesehatan promotif,
preventif, kuratif, rehabilitatif, pelayanan kebidanan dan pelayanan kesehatan
gawat darurat termasuk pelayanan penunjang yang meliputi pemeriksaan
laboratorium sederhana dan pelayanan farmasi.
b. pelayanan kesehatan tingkat pertama sebagaimana dimaksud diatas untuk
pelayanan medis mencakup:
i. kasus medis yang dapat diselesaikan secara tuntas di pelayanan Kesehatan
tingkat pertama.
ii. kasus medis yang membutuhkan penanganan awal sebelum dilakukan
rujukan.
iii. kasus medis rujuk balik.
iv. pemeriksaan, pengobatan dan tindakan pelayanan kesehatan gigi tingkat
pertama.
v. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, bayi dan anak balita oleh
bidan atau dokter.
vi. rehabilitasi medik dasar.
c. pelayanan kesehatan rawat jalan tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan
non spesialistik yang mencakup:
Universitas Sumatera Utara
16
a. administrasi pelayanan yang meliputi biaya administrasi pendaftaran
peserta untuk berobat, penyediaan dan pemberian surat rujukan ke fasilitas
kesehatan lanjutan untuk penyakit yang tidak dapat ditangani di fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
b. pelayanan promotif dan preventif yang meliputi kegiatan penyuluhan
kesehatan perorangan, imunisasi dasar, keluarga berencana, skrining
kesehatan.
c. pemeriksaan, pengobatan, dan konsultasi medis.
d. pemeriksaan ibu hamil, nifas, ibu menyusui, dan bayi.
e. upaya penyembuhan terhadap efek samping kontrasepsi.
f. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif.
g. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai.
h. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama berupa
pemeriksaan darah sederhana (Hemoglobin, trombosit, leukosit,
hematokrit, eosinofil, eritrosit, golongan darah, laju endap darah, malaria),
urine sederhana (warna, berat jenis, kejernihan, pH, leukosit, eritrosit),
feses sederhana (benzidin tes, mikroskopik cacing), gula darah sewaktu.
i. pemeriksaan penunjang sederhana lain yang dapat dilakukan di fasilitas
kesehatan tingkat pertama.
j. pelayanan rujuk balik dari fasilitas kesehatan lanjutan.
k. pelayanan program rujuk balik.
l. pelaksanaan prolanis dan home visit.
m. rehabilitasi medik dasar (Kemenkes, RI., 2014).
Universitas Sumatera Utara
17
2.7 Peran Puskesmas pada JKN (Jaminan Kesehatan Nasional)
Puskesmas merupakan ujung tombak dari program jaminan kesehatan
nasional (JKN). Peran puskesmas sangat krusial dimana merupakan posisi
pelayanan kesehatan dasar yang berperan sebagai kontak pertama kepada
masyarakat.Untuk mencapai tujuan MDGs maka pembangunan puskesmas perlu
direvitalisasi untuk memberikan layanan primer yang lebih baik dan berkualitas
(Kemenkes, RI., 2013).
Berdasarkan peraturan presiden nomor 12 tahun 2013 pasal 21 pelayanan
promotif dan preventif yang diberikan puskesmas meliputi penyuluhan kesehatan
perorangan berupa:
a. penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup
bersih dan sehat.
b. imunisasi dasar
Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertusis Tetanus dan Hepatitis-B
(DPT-HB), Polio, dan Campak.
c. keluarga berencana
meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja sama
dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana.
d. skrining kesehatan
diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan
mencegah dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Ketentuan mengenai
tata cara pemberian pelayanan skrining kesehatan jenis penyakit, dan waktu
pelayanan skrining kesehatan diatur dengan Peraturan Menteri.
Universitas Sumatera Utara
18
e. vaksin untuk imunisasi dasar dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh
Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah. Sedangkan pelayanan kuratif dan
rehabilitatif yang diberikan meliputi :
i. administrasi pelayanan.
ii. pemeriksaan, pengobatan dan konsultasi medis
iii. tindakan medis non spesialistik, baik operatif maupun non operatif
iv. pelayanan obat dan bahan medis habis pakai
v. transfusi darah sesuai dengan kebutuhan medis
vi. pemeriksaan penunjang diagnostik laboratorium tingkat pertama.
vii. rawat inap tingkat pertama sesuai dengan indikasi (Kemenkes, RI.,
2013).
2.8 Standar Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas
Sebagai upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian di
Puskesmas yang berorientasi kepada pasien dan untuk melaksanakan ketentuan
Pasal 21 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan
Kefarmasian maka diperlukan suatu standar yang dapat digunakan sebagai acuan
dalam pelayanan kefarmasian. Untuk itu, pada tanggal 20 Juni 2014 Kementerian
Kesehatan mengeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 30 tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas yang wajib diikuti oleh setiap apoteker
dan/atau Tenaga Teknis Kefarmasian yang menyelenggarakan Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas yang kemudian menjadi tolok ukur yang dipergunakan
sebagai pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan
langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan Sediaan
Farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu
Universitas Sumatera Utara
19
kehidupan pasien. Pengaturan Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pelayanan kefarmasian
b. menjamin kepastian hukum bagi tenaga kefarmasian dan
c. melindungi pasien dan masyarakat dari penggunaan obat yang tidak rasional
dalam rangka keselamatan pasien (Kemenkes, RI., 2014).
Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas meliputi standar
pengelolaan obat dan bahan medis habis pakai (mulai dari perencanaan
kebutuhan, permintaan, penerimaan, penyimpanan, pendistribusian, pengendalian,
pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan serta pemantauan dan evaluasi
pengelolaan) dan standar pelayanan farmasi klinik mulai dari pengkajian resep,
penyerahan obat, dan pemberian informasi obat, Pelayanan Informasi obat (PIO),
konseling, ronde/visite pasien (khusus Puskesmas rawat inap), pemantauan dan
pelaporan efek samping obat, pemantauan terapi obat serta evaluasi penggunaan
obat (Kemenkes, RI., 2014).
Pelayanan kefarmasian di Puskesmas minimal harus dilaksanakan oleh 1
(satu) orang tenaga apoteker sebagai penanggung jawab, yang dapat dibantu oleh
tenaga teknis kefarmasian sesuai kebutuhan. Jumlah apoteker di Puskesmas
dihitung berdasarkan rasio kunjungan pasien, baik rawat inap maupun rawat jalan
serta memperhatikan pengembangan Puskesmas. Rasio untuk menentukan jumlah
apoteker di Puskesmas adalah 1 (satu) apoteker untuk 50 (lima puluh) pasien per
hari. Bagi Puskesmas yang belum memiliki apoteker sebagai penanggung jawab,
penyelenggaran pelayanan kefarmasian secara terbatas dilakukan oleh tenaga
teknis kefarmasian atau tenaga kesehatan lain (Kemenkes, RI., 2014).
Universitas Sumatera Utara
20
2.9 Kepuasan
Kepuasan pasien adalah suatu tingkat perasaan pasien yang timbul sebagai
akibat dari kinerja layanan kesehatan yang di perolehnya. Menurut Merkouris, et.
al., (1999) mengukur kepuasan pasien dapat digunakan untuk evaluasi kualitas
atau mutu pelayanan kesehatan dengan parameter penilaian sebagai beriut:
a. Reliability atau kehandalan yaitu kemampuan untuk menampilkan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera dan akurat.
b. Assurance atau jaminan yaitu kompetensi yang dimiliki sehingga membuat
rasa aman, bebas resiko atau bahaya, kepastian yang mencakup pengetahuan
sikap perilaku.
c. Tangibles atau wujud nyata yaitu penampilan fisik, fasilitas, peralatan, sarana
informasi, petugas.
d. Empathy atau perhatian yaitu sifat dan kemampuan untuk memberikan
perhatian penuh, kemudahan kontak, komunikasi yang baik.
e. Responsiveness atau ketanggapan yaitu kemampuan untuk membantu
konsumen dan meningkatkan kecepatan pelayanan (Merkouris, et. al., 1999).
Menurut Supranto untuk mengembangkan ikatan serta kepuasan
pelanggan yang lebih kuat, perlu tiga pendekatan penciptaan nilai pelanggan,
yaitu:
a. Pendekatan I adalah memberikan keuntungan finansial bagi pelanggan
b. Pendekatan II adalah meningkatkan ikatan sosial antara perusahaan dengan
pelanggan dengan cara mempelajari kebutuhan masing-masing pelanggan serta
memberikan pelayanan yang lebih pribadi sifatnya.
c. Pendekatan III adalah meningkatkan ikatan struktural (Supranto, 2011).
Universitas Sumatera Utara