Post on 05-Feb-2018
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2. 1. Pengertian Pelumasan
Teknik pelumasan adalah suatu cara untuk memperkecil gesekan dan
keausan dengan menempatkan suatu lapisan tipis (film) fluida diantara permukan-
permukaan yang bergesekan. Sementara pelumas dapat didefinisikan sebagai
suatu zat yang berada atau disisipkan diantara dua permukaan yang bergerak
secara relatife agar dapat mengurangi gesekan antar permukaan tersebut.
Teknik pelumasan ini sangat dibutuhkan dalam suatu industri terutama
dalam dunia permesinan yang sangat banyak terjadinya gesekan antara
komponen-komponen mesin dan banyaknya komponen mesin yang harus dijaga
kondisinya agar umur dari suatu komponen mesin tersebut lebih panjang dalam
pemakaiannya. Misalnya dalam gerakan berputar pada bantalan luncur, poros atau
jurnal yang beroksilasi pada bantalan, gabungan dari gerakan menggelinding atau
luncuran pada gigi-gigi roda gigi yang berpasangan, gerakan luncuran pada piston
terhadap silindernya dan yang lain yang kesemuanya itu memerlukan pelumasan.
2. 2. Fungsi Bahan Pelumas
Merawat mesin maupun peralatan (equipment) harus dilakukan dengan
perawatan berkala secara teratur salah satunya dengan memperhatikan
penggunaan minyak pelumas yang tepat dan berkualitas. Penggunaan minyak
pelumas yang tepat merupakan syarat yang mutlak agar kemampuan mesin
ataupun peralatan yang digunakan tetap prima.
Universitas Sumatera Utara
21
Hal ini sesuai dengan fungsi dari minyak pelumasan antara lain:
1. Mengurangi gesekan dan keausan
Mengurangi gesekan dan keausan dilakukan dengan memberikan lapisan
(film) untuk menghindari kontak langsung bagian-bagian mesin yang
saling bergesekan sehingga melindungi permukaan logam yang
bersinggungan baik yang meluncur atau yang menggelinding dari keausan.
Ini merupakan fungsi utama dari bahan pelumas.
2. Memindahkan panas
Panas yang timbul akibat pergesekan seperti pada bantalan-bantalan atau
roda gigi dapat dipindahkan oleh minyak pelumas asalkan terjadi aliran
minyak yang mencukupi. Demikian juga panas yang terjadi akibat dari
pembakaran. Minyak pelumas menjadi komponen pendingin dari piston,
silinder liner, dan lainnya dari panas pembakaran Di samping itu, minyak
pelumas juga mendinginkan panas akibat gesekan. Panas yang diserap
akan mengakibatkan turunnya viscositas minyak pelumas.
3. Menjaga sistem agar tetap bersih
Pelumas juga sebaiknya bisa mencegah terjadinya fouling
serpihan-serpihan yang dihasilkan dari proses mekanis, dari hasil
degradasi pelumas itu sendiri maupun dari hasil proses pembakaran. Apa
yang disebut deposit adalah seperti karbon padat, varnish atau endapan.
Ini dapat mengganggu pengoperasian alat. Kasus ekstrem adalah ring
piston tidak bisa bergerak, dan aliran minyak tersumbat. Juga partikel-
partikel logam akibat keausan, abu yang berasal dari luar dan sisa
pembakaran yang dapat memasuki sistem dan menghalangi operasi yang
Universitas Sumatera Utara
22
efisien juga harus dapat dibersihkan oleh suatu bahan pelumas. Kotoran ini
perlu disingkirkan dari permukaan komponen yang bersinggungan.
4. Melindungi sistem
Baik dari hasil degradasi pelumas atau akibat kontaminasi
hasil pembakaran, pelumas bisa bersifat asam dan menjadikan korosi pada
logam. Adanya uap air dapat juga menyebabkan karat pada besi. Oleh
sebab itu pelumas harus bisa menanggulangi efek-efek tersebut dan oleh
Karena itu bahan pelumas harus direncanakan untuk melindungi sistem
terhadap serangan korosif dan kimiawi. Bahan pelumas juga dapat
melindungi sistem dari getaran yang terjadi dengan cara meredam getaran
dan kejutan pada sambungan karena gerakan tenaga yang selalu berubah
Mengingat arti pentingnya minyak pelumas bagi daya tahan mesin, maka
sebelum memilih minyak pelumas ada baiknya lebih dulu mengetahui kualitas
minyak pelumas tersebut sehingga dapat mencegah penggunaan minyak pelumas
yang tidak sesuai dengan spesifikasi mesin.
2. 3. Gesekan dan Keausan
a. Gesekan
Jika dua permukaan berada dalam gerakan relatif satu sama yang lain di
bawah pengaruh tekanan yang diberikan maka gaya yang bekerja pada kedua
permukaan bersinggungan tersebut akan menahan gerakan. Fenomena ini
menunjukkan adanya gesekan.
Universitas Sumatera Utara
23
Ada 3 tipe dasar gesekan antara permukaan-permukaan yang bersinggungan,
yaitu:
- Gesekan meluncur (dihasilkan oleh suatu permukaan yang bergerak di atas
permukaan lainnya)
- Gesekan menggelinding (dihasilkan oleh silinder atau bola yang
menggelinding di atas permukaan lain)
- Gesekan fluida (dihasilkan jika salah satu atau kedua permukaan padat
secara sempurna dipisahkan oleh lapisan fluida)
Atau dapat kita gambarkan sebagai berikut:
Gambar 2. 1. Gerakan menggelinding (rolling)
Gesekan meluncur dan menggelinding merupakan gesekan kering,
berlawanan dengan gesekan fluida yang merupakan gesekan basah. Gesekan
menggelinding lebih mudah diatasi dibandingkan dengan gesekan meluncur dan
gesekan fluida lebih mudah diatasi dibandingkan dengan kedua jenis gesekan
kering tersebut. Itulah sebabnya gesekan gelinding dalam banyak hal lebih
efisienn dibandingkan dengan gesekan meluncur, namun kedua tipe gesekan ini
Gambar 2.2 Gerakan meluncur
Universitas Sumatera Utara
24
akan lebih efisien dalam operasinya apabila digunakan bahan pelumas yang
ditempatkan di antara kedua permukaan yang bergesekan, sehingga terhindar
kontak langsung antar permukaan.
Pada gesekan fluida tahanan gesek lebih jelas ada, tapi relatif sangat kecil
dibandingkan dengan gesekan kering. Teknologi pemanfaatan gesekan fluida ini
mengarahkan kita kepada teknik pelumasan.
b. Keausan
Suatu permukaan yang kelihatannya licin mempunyai ketidakteraturan
yang membedakan luas sebenarnya persinggungan antara 2 permukaan logam.
Biarpun untuk pembebanan ringan tekanan pada titik singgung yang
bersinggungan bukan main tingginya, dan jika ada gerakan relatif antara
permukaan-permukaan maka gesekan dan panas timbul pada titik-titik kecil
tersebut.
Hal inilah yang membuat temperatur naik sampai titik cair logam.
Pencairan ini membantu penekanan, temperaturpun turun, lalu logam membeku
dan penyatuan terjadi antara kedua permukaan. Penyatuan ini paling mungkin
menjadi tipe penyatuan sesungguhnya atau penyambungan jika logam dari bahan
yang sama. Gerakan selanjutnya memutuskan penyatuan tadi yang mengakibatkan
terjadinya ”pitting” pada awalnya dan akhirnya terjadi ”scoring” dan ”scuffing”
dari metal.
Universitas Sumatera Utara
25
2. 4. Tipe-tipe Pelumasan
2. 4. 1. Pelumasan Hidrodinamis
Pada pelumasan dengan tipe hidrodinamis (Hydrodynamic Lubrication)
permukaan yang bergesekan atau yang bersinggungan baik yang bergerak
meluncur atau pun menggelinding, dipisahkan oleh pelumas secara sempurna.
Dimana tekanan pada lapisan tipis pelumas dibangkitkan oleh gerakan relatif oleh
kedua permukaan itu sendiri.
Salah satu contoh penggunaan pelumasan dengan tipe hidrodinamis adalah
gerakan rotasi yang terjadi pada bantalan luncur (journal bearing). Selanjutnya
contoh pelumasan ini dapat kita lihat dalam gambar di bawah ini:
V = 0
(a)
(b)
v
A
Universitas Sumatera Utara
26
(c)
Gambar 2. 3. Pelumasan Hidrodinamis untuk gerakan meluncur
Gambar 2.3 di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a) Permukaan kedua logam masih menempel karena belum ada gerak relatif
(b) Permukaan atas mulai naik begitu ada kecepatan relatif
(c) Permukaan atas berselancar (hydroplane) akibat kecepatan relatif yang
cukup dan terjadi gesekan fluida total.
A
V>v
Titik singgung
Roller
Oil-wedge
Roller
Oil-wedge
Universitas Sumatera Utara
27
Gambar 2. 4. Di atas dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a) Roller diam dan
bersinggungan dengan bantalan rata pada satu titik/ garis singgung
(b) Roller berputar dan terbentuk oip-wedge. Kedua permukaan terpisah oleh
lapisan tipis minyak pelumas.
+ +
Poros
Bantalan
(a)
Gambar 2. 4. Pelumasan Hidrodinamis pada roller dengan bantalan rata
Poros
+ +
+
+
minyak pelumas
Universitas Sumatera Utara
28
(b) (c)
Gambar 2. 5. Pelumasan hidrodinamis pada bantalan luncur (journal bearing)
Gambar 2. 5. di atas dapat kita terangkan sebagai berikut:
(a) Poros diam dan lapisan minyak berada pada celah lebar. Kedua permukaan
bersinggungan di bagian bawah.
(b) Poros mulai berputar sementara terbentuk celah kecil di bagian bawah kiri.
Minyak pelumas mengalir dari celah lebar ke celah sempit.
(c) Poros berputar terus dan berada pada posisi stabil, celah sempit agak
melebar. Oil-wedge terbentuk pada celah yang konvergen.
2. 4. 2. Pelumasan Hidrostatis
Pada pelumasan hidrostatis ini menggunakan pompa tekanan tinggi yang
akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang bergerak. Pelumasan jenis
ini tidak memerlukan gerakan relatif dan biasanya digunakan pada mesin-mesin
yang bagian-bagian bergeraknya terlalu berat seperti turbin yang berkapasitas
besar tidak dimungkinkan lagi terjadinya pelumasan hidrodinamis pada saat start,
sementara tipe pelumasan lainnya tidak dihendaki terjadi. Untuk ini diperlukan
tekanan yang besar terjadi pada lapisan tipis minyak pelumas di antara poros dan
bantalan misalnya. Tekanan demikian dapat diperoleh dengan menggunakan
pompa tekanan tinggi yang akan menekan minyak pelumas ke bagian-bagian yang
Universitas Sumatera Utara
29
bergesek, bukann sekedar pompa tekanan rendah yang berfungsi hanya sebagai
pendistribusi atau pensirkulasi minyak pelumas.
Pelumasan hidrostatis disebut juga pelumasan tekanan luar karena tekanan
yang timbul diakibatkan pengaruh kerja dari luar sistem. Setelah poros berputar
dengan kecepatan tinggi biasanya pompa tekanan tinggi yang digunakan dapat
dihentikan sementara pompa tekanan rendah sebagai pensuplai minyak pelumas
terus difungsikan.
2. 4. 3. Pelumasan Elastohidrodinamis (Elastohydrodynamic Lubrication)
Pelumasan jenis ini dipakai jika kontak bidang antara kedua permukaan
yang bergerak sangat kecil seperti kontak titik atau kontak garis sehingga akan
timbul tekanan yang demikian besar pada lapisan tipis minyak pelumas yang
membatasi permukaan-permukaan tersebut. Pelumasan dengan tipe seperti ini
dapat ditemukan pada bantalan gelinding meskipun pelumasan hidrodinamis dapat
juga dilakukan.
2. 4. 4. Pelumasan Bidang Batas (Boundary Lubrication)
Pelumasan bidang batas ini terjadi karena tidak dimungkinkannya
membentuk lapisan tipis minyak pelumas yang sempurna karena beban yang
terlalu besar, penurunan kecepatan dari permukaan yang bergerak, pengurangan
jumlah pelumas yang dimasukkan ke dalam bantalan dan kenaikan suhu pelumas.
Pada keadaan ini lapisan tipis yang terjadi hanya dalam ketebalan beberapa
ukuran molekul saja. Pelumasan ini sering terjadi ketika mesin dihidupkan dan
terus berlanjut hingga menjelang mesin mencapai kecepatan
operasionalnya.Lapisan yang terbentuk dalam pelumasan jenis ini sangat rumit
untuk dijelaskan yang jelas, ketebalan lapisan tersebut hanya beberapa
Universitas Sumatera Utara
30
molekul.Lapisan ini bahkan tidak terbentuk dari oli pelumas, melainkan berupa
kotoran, oksida logam, dan gas dari udara.
2. 4. 5. Pelumasan Padat (Solid Lubrication)
Pelumasan padat dapat dipahami misalnya pada sebuah contoh, misalnya
debu pasir dan kerikil pada permukaan jalan dapat menyebabkan kendaraan
tergelincir karena debu, pasir dan kerikil mengurangi gesekan antara ban dan
permukaan jalan. Teknisnya, debu, pasir dan kerikil tersebut bertindak sebagai
pelumas, namun tentu saja tidak ada yang merekomendasikan debu, pasir dan
kerikil sebagai pelumas padat pada elemen mesin.
Jadi pelumasan padat (Solid Lubrication) dapat diartikan seperti sebuah
sistem pelumasan dimana diantara permukaan kontak saling melumasi sendiri
oleh bahan padat yang dilapisi dan kadang menyatu pada elemen tersebut.
Misalnya bahan inorganik tertentu seperti grafit dan molybdenum disulfida,
memiliki sifat mampu membentuk lapisan tipis pada permukaan logam yang
bergeser dengan mudah dan menahan penetrasi oleh permukaan-permukaan yang
bergesekan.
2. 4. 6. Pelumasan Tekanan Ekstrim
Di bawah pengaruh kondisi kerja yang paling hebat, seperti pada
pemotongan logam atau roda gigi yang mengalami beban kejut, adiktif tekanan
ekstrim digunakan. Tekanan adiktif ekstrim ini merupakan senyawa minyak yang
dapat larut dan biasanya mengandung zat belerang, chlorin atau fosfor yang
bereaksi denga permukaan bantalan pada temperatur tinggi yang timbul dimana
lapisan tipis minyak pelumas pecah, membentuk zat lapisan tipis yang titik
cairnya tinggi antara permukaan-permukaan yang berkontak. Pada proses
Universitas Sumatera Utara
31
pelumasan tekanan ekstrim sedikit keausan tak dapat dielakkan antara permukaan
yang bergerak tapi boleh jadi sangat kecil dan hampir berakhir bagi permukaan
yang bergerak relatif.
2. 5. Kekentalan, Temperatur dan Tekanan
2. 5. 1. Kekentalan (Viscosity)
Kekentalan merupakan sifat yang paling utama dari sebuah bahan pelumas karena
sifat ini secara garis besar menunjukkan kemampuan melumasi sesuatu. Atau
dengan kata lain bahwa kekentalan adalah kemampuan dari bahan pelumas untuk
melawan tegangan geser yang terjadi pada waktu bergerak.
Kekentalan minyak pelumas itu berubah-ubah menurut perubahan
temperatur. Dengan sendirinya minyak pelumas yang baik tidak terlalu peka
terhadap perubahan temperatur, sehingga dapat berfungsi sebagai mestinya, baik
dalam keadaan dingin pada waktu mesin mulai bekerja maupun pada saat
temperatur kerja. Bahan harus mengalir ketika suhu mesin atau temperatur
ambient. Mengalir secara cukup agar terjamin pasokannya ke komponen-
komponen yang bergerak. Semakin kental bahan pelumas, maka lapisan yang
ditimbulkan menjadi lebih kental. Lapisan halus pada pelumas kental memberi
kemampuan ekstra menyapu atau membersihkan permukaan logam yang
terlumasi. Sebaliknya pelumas yang terlalu tebal akan memberi resitensi berlebih
mengalirkan pelumas pada temperatur rendah sehingga mengganggu jalannya
pelumasan ke komponen yang dibutuhkan. Untuk itu, pelumas harus memiliki
Universitas Sumatera Utara
32
kekentalan lebih tepat pada temperatur tertinggi atau temperatur terendah ketika
mesin dioperasikan.
Hukum Newton tentang aliran viscos menyatakan bahwa tegangan geser di
dalam fluida adalah berbanding lurus dengan perubahan kecepatan.
Gambar 2.6. Defenisi kekentalan melalui hukum Newton
Jadi kekentalan menurut hukum Newton dapat kita defenisikan sebagai
berikut:
hu
dydu µµτ == ...............................................................(2.1)
(sumber: Literatur 13 Hal. 16)
dimana: τ = tegangan geser fluida (N/m2)
µ = kekentalan dinamik (Poise, P)
u = kecepatan relatif prmukaan (m/det)
h = tebal lapisan pelumasan (m)
Sehingga kekentalan dinamik dapat ditulis:
dy
duτµ = ...................................................................(2.2)
Kekentalan dinamik disebut juga dengan kekentalan absolut, sementara
kadar geseran adalah du/dy. Jika kekentalan dinamik dibagi dengan rapat massa
Universitas Sumatera Utara
33
pada temperatur yang sama hasilnya disebut kekentalan kinematik. Secara
Matematis ditulis:
ρµν = ....................................................................(2.3)
dimana: ν = kekentalan kinematik (Stoke, S)
ρ = rapat massa (gram/cm3)
Dalam satuan cgs, tegangan geser adalah dalam dyne/cm2 dan kadar
geseran dalam det-1, maka satuan kekentalan dinamik adalah poise disingkat P.
Sedangkan satuan rapat massa gram/cm3 sehingga satuan kekentalan kinemati
adalah stoke disingkat St.
Satuan yang paling umum dalam industri perminyakan adalah centipoise
disingkat cP dan centistoke disingkat cSt, dimana 1 P = 100 cP dan 1 St = 100
cSt. Dalam satuan SI, untuk kekentalan dinamis adalah N det/m2 atau kg/m det
dan satuan kekentalan kinematik adalah m2/det. Dengan demikian diperoleh
hubungan satuan-satuan:
1 P = 10-1 N det/m2
1 cP = 10-3 N det/m2
1 St = 10-4 m/det2
1cSt = 10-6 m2/det
Dalam satuan British untuk kekentalan dinamik dikenal satuan lbf.s/in2
(pound-force second per square inch) yang disebut juga dengan reyn, untuk
penghormatan terhadap Sir Osborne Reynolds.
Hubungan antara reyn dan centipoise:
1 reyn = 1 lbf.s/in2 = 7,03 kgf.s/m2
Universitas Sumatera Utara
34
1 reyn = 6,9 . 106 cP
Tabel 2.1. Kekentalan beberapa fluida pada temperatur kamar.
Fluida
Kekentalan dinamik
dalam cP
Kekentalan kinematik
dalam cSt
Udara 0,018 15
Bensin 0,5 0,7
Air 1 1
Minyak zaitun 84 93
Gliserol 1500 1250
Minyak pelumas 8-1400 10-1500
(Sumber: Literatur 6 Hal. 32)
2. 5. 2. Hubungan Kekentalan Dengan Temperatur
Yang penting dalam setiap situasi dimana bahan pelumas bekerja pada
suatu daerah temperatur tertentu. Pada temperatur rendah molekul-molekul pada
cairan sangat rapat sekali satu sama yang lain dengan kata lain volume bebas
terbatas. Pada temperatur tinggi volume bebas bertambah, kekentalan fluida turun
dan ukuran, bentuk molekul-molekul dan sebagainya tidak begitu penting.
Pada minyak pelumas dengan ukuran-ukuran molekul-molekulnya
bertambah akan sekaligus menaikkan titih didih, titik beku, rapat massa dan
kekentalannya sementara volatilitasnya menurun. Hubungan paling berguna yang
mana dapat digunakan pada minyak mineral dengan daerah temperatur yang besar
adalah:
Universitas Sumatera Utara
35
Log 10 Log 10 (v + 0,6) = n Log 10 T + C..............................(2.4) (sumber: Literatur 6 Hal.33)
Dimana :
v = kekentalan dinamik (cSt)
T = temperatur (oR = oF + 460)
C = konstanta
n = konstanta
Persamaan Roeland, Blok dan Vlugter juga memberikan hubungan antara
kekentalan minyak pelumas dengan temperaturnya dan dinyatakan sebagai
berikut:
Log (1,200 + log µ) = log b – S log (1 + t/135)...........................(2.5)
Dimana :
µ = kekentalan dalam cP
t = temperatur dalam oC
S = indeks slope (dituntut konstan untuk minyak pelumas dari minyak
mentah yang diolah sama)
Harganya bergantung pada jenis minyak pelumas
Universitas Sumatera Utara
36
2. 5. 3. Hubungan Kekentalan Dengan Tekanan
Hubungan ini sangat penting dalam bidang hidrolika dan pelumasan tipe
elastohidrodinamis. Kenaikan tekanan analog dengan penurunan temperatur,
dimana begitu tekanan bertambah kekentalan menurun. Minyak pelumas yang
menunjukkan perubahan kekentalan yang besar dengan perubahan temperatur
juga akan menunjukkan perubahan yang besar dengan percobaan tekanan. Hal ini
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.2 Perubahan kekentalan terhadap tekanan dan temperatur
Tekanan
dalam psi
Kekentalan dalam centipoise
Minyak pelumas HVI Minyak pelumas LVI
30oC 60oC 90oC 30oC 60oC 90oC
0 890 137 38,5 1700 149 32,6
5000 2200 302 76,6 5300 393 73,4
10000 5400 640 146 17300 1020 158
15000 12000 1240 251 50000 2400 314
(Sumber: Literatur 6 Hal. 37)
2. 6. Klasifikasi Minyak Pelumas.
2. 6. 1. Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Materi Pelumas
Pada umumnya pelumas dibagi menjadi empat macam jenis yang berdasarkan dari
material pelumas tersebut.
Universitas Sumatera Utara
37
1. Pelumas Cair (Liquid Lubricant)
Pelumas yang mencair pada suatu suhu ruangan dengan kandungan-kandungan
yang dimiliki didalamnya berupa zat cair, pelumas tersebut bisa dituangkan dari
satu wadah ke wadah lain.Pelumas ini tidak mempunyai bentuk melainkan akan
mengisi bentuk wadahnya, contoh, semua jenis oli adalah pelumas cair.
2. Pelumas Yang Semi Padat (Semi solid Lubricant)
Pelumas semi padat ciri khasnya adalah, akan menjadi cair manakala suhu naik,
dan sebaliknya akan menjadi kental jika temperatur turun. Contohnya, Gemuk
(Grease).
3. Pelumas Padat (Solid Lubricant)
Pelumas padat seringkali berbentuk bubuk atau butiran-butiran.Umumnya
pelumas ini digunakan pada daerah yang sangat dingin dimana oli akan membeku,
dan pada tempat yang panas dimana oli akan terbakar
Tabel 2.3 Beberapa material yang digunakan sebagai bahan pelumas padat
Kelompok Bahan Nama Bahan
Layer-lattice compounds
Molybdenum disulphide Graphite Tungsten diselenide Tungsten disulphide Niobium diselenide Tantalum disulphide Calcium fluoride Graphite fluoride
Polymers
PTFE Nylon PTFCE Acetal PVF2 Polyimide FEP Polyphenylene sulphide PEEK
Metals Lead Tin Gold Silver Indium
Other Inorganics Molybdic oxide Boron trioxide Lead monoxide Boron nitride
Universitas Sumatera Utara
38
Sumber: http://ligerlube.com/berita2.html
4. Pelumas Gas (Gases)
Kedengarannya jenis pelumas ini asing bagi kita bahwa sebuah gas bisa
digunakan berfungsi sebagai pelumas, ingat bahwa tujuan utama pelumas adalah
untuk memisahkan dua buah benda yang berhadapan dan bergerak, contoh yang
sering kita lihat adalah pada kunci impact, disamping gas sebagai pengatur tenaga
sebenarnya gas sebagai pemisah gigi didalam kunci impact tersebut.
2. 6. 2. Klasifikasi Minyak Pelumas Berdasarkan Kekentalannya
Klasifikasi minyak pelumas berdasarkan indeks kekentalannya (sumber: Literatur
6 Hal. 22) adalah sebagai berikut:
1. High Viscosity Index (HVI) atau Indeks kekentalan tinggi yaitu indeks
kekentalan (VI) = 80 – 100
2. Medium Viscosity Index (MVI) atau indeks kekentalan sedang yaitu VI = 30 –
79
3. Low Viscosity Index (LVI) atau indeks kekentalan rendah yaitu VI = 0 – 29
2. 6. 3. Klasifikasi Kekentalan Minyak Pelumas Menurut SAE
Derajat kekentalan menurut SAE (Society of Automotive Enginers) untuk
pelumasan mesin-mesin ditentukan seperti pada tabel-tabel di bawah ini:
a. Klasifikasi kekentalan untuk motor bensin dan motor diesel
Kekentalan (Viskositas) minyak lumas motor bensin dan motor diesel yang
beredar di Indonesia harus memenuhi klasifikasi viskositas menurut SAE J300
sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini:
Universitas Sumatera Utara
39
Tabel 2.4 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Mesin Menurut SAE-J300
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri
b. Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi Transmisi
Manual dan Gardan
Kekentalan (Viskositas) minyak lumas roda gigi/transmisi manual yang beredar di
Indonesia harus memenuhi klasiifikasi kekentalan viskositas menurut SAE,
sebagaimana tercantum pada tabel 2.5.
Klasifikasi Viskositas menurut
SAE Viskositas pada suhu rendah ".
Viskositas pada suhu tinggi
Cranking (cP)
maks pada temperatur °C
Pemompaan (cP) maks. tanpa ada
stress pada temperatur °C *)
Kinematic (cSt) pada
100°C
Shear Tinggi (cP) pada 150 °C dan 10 6 S 4 min
ASTM D 5293 ASTM D 4648 ASTM D 445 ASTM D 4683 OW 6200 pada -35 60.000 pada -40 3,8 - - 5W 6600 pada -30 60.000 pada -35 3,8 - - 10W 7000 pada -25 60.000 pada -30 4,1 - - 15W 7000 pad a -20 60.000 pada -25 5,6 - - 20W 9500 pada -15 60.000 pada -20 5,6 - - 25W 13000 pad a - 60.000 pada -15 9,3 - - 10
20 - - 5,6 <9,3 2,6 30 - - 9,3 <12,5 2,9 40 - - 12,5 <16,3 2,9
(OW40,5W40, 1 OW40 grade) 40 - - 12,5 <16,3 3,7
(15W40,20W40,25W40,40 grade) 50 - - 16,3 <21,9 3,7 60 - - 21,9 <26.1 3,7
Universitas Sumatera Utara
40
Tabel 2.5 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Roda Gigi/Transmisi Manual dan Gardan Menurut SAE- J 306
Klasivikasi Suhu Visl<ositas Viskositas (eSt) pada 100° C Viskositas 150.000 cP (ASTM D 2983) ASTM D 445
menurut SAE Temperatur Maks. ° C Minimum Maksimum
70W - 551) 4,1 . -15W -40 4,1 - 80W -26 7,0 - 85W -12 11,0 - 80 - 7,0 <11,0 85 - 11,0 <13,5 90 - 13,5 <24,0 140 - 24,0 <41,0 250 - 41,0 -
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri 1) Pengujian dengan metode ASTM D 2983, tidak dilakukan untuk suhu dibawah - 40 ° C
Pada kedua tabel di atas terdapat dua seni kekentalan yang mana satu
mengandung letter W dan yang lainnya tidak. Dimana minyak pelumas yang
mengandung letter W (winter) ini ditunjukkan sebagai minyak pelumas yang
dimaksudkan untuk kemudahan dalam menghidupkan mesin selama kondisi cuaca
dingin.
2.6.4. Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri
Berdasarkan Sistem ISO
Kekentalan (Viskositas) minyak lumas industri yang beredar di Indonesia
harus memenuhi klasifikasi kekentalan (Viskositas) menurut ISO sebagaimana
tercantum pada tabel 2.6 di bawah ini.
Universitas Sumatera Utara
41
Tabel 2.6 Klasifikasi Kekentalan (Viskositas) Minyak Lumas Industri Menurut
ISO dan ASTM (ISO 3448, ASTM D 2422, DIN 51519)
Klasifikasi Viskositas Batasan ASTM Viskositas Viskositas ISO Tengah, viskositas Nomor Saybolt, SUS
Kinematik kinematik (cSt) Viskositas pada 100° F pada 40 ° C Saybolt, (37,5° C) (104° F) ASTM 0 445 Min Maks. Min. Maks.
2 2,2 1,98 2.42 32 34,0 35,5 3 3,2 2,88 3,52 36 36,5 38,2 5 4,6 4,14 5,06 40 39,9 42.7 7 6,8 6,12 7.48 50 45,7 50,3 10 10 9,00 11.0 60 55,5 62,8 15 15 13,5 16,5 75 72 83 22 22 19,8 24,2 105 96 115 32 32 28,8 35,2 150 135 164 46 46 41.4 50,6 215 191 234 68 68 61,2 74,8 315 280 345 100 100 90,0 110 465 410 500 150 150 135 165 700 615 750 220 220 198 242 1000 900 1110 320 320 288 352 1500 1310 1600 460 460 414 506 2150 1880 2300 680 680 612 748 3150 2800 3400 1000 1000 900 1100 4650 4100 5000 1500 1500 1350 1650 7000 6100 7500
Sumber:http//www.pertamina.com/index.php?option=com_search&searchword=keputusanmenteri 2. 7. Zat Aditif
Aditif atau bahan tambahan minyak pelumas adalah sejenis kimia yang
mana jika ditambahkan pada minyak pelumas asal minyak bumi atau minyak
pelumas sintetis akan mempertinggi atau memperbaiki sifat yang ada dari minyak
pelumas atau membuat sifat tambahan yang sebelumnya tidak dijumpai pada
minyak pelumas semula. Dengan kata lain, aditif berfungsi untuk memperbaiki
daya pelumasan. Dalam kaitan ini pemberian aditif mesti sesuai dengan dosis
Universitas Sumatera Utara
42
tertentu.
Komposisi suatu minyak pelumas mungkin memerlukan satu atau lebih
aditif, bergantung pada kondisi yang bagaimana minyak pelumas digunakan.
Beberapa kondisi yang lebih umum dikenakan pada minyak pelumas diberikan
pada tabel di bawah ini:
Tabel 2.7 Tipe aditif dan penggunaannya.
Kondisi yang dialami minyak
pelumas yang digunakan pada
mesin-mesin
Tipe aditif yang diperlukan untuk
memperbaiki performansi
Temperatur tinggi Anti-oxidant
Temperatur rendah Pour point depressant
Range temperatur besar VI Improver
Pembebanan berat Anti-wear
Lingkungan korosif Anti-corrosion
Kontaminasi asam Alkaline
Kontaminasi jelaga Detergent dan dispersant
Kontaminasi partikel logam Metal-deactivator
Kontaminasi air Demulsifier
Agitasi mekanis berbahaya Anti busa (foam)
(Sumber: Literatur 6 Hal. 58)
2.8 Pengukuran/Pengujian Kekentalan Minyak Pelumas
Kekentalan fluida/minyak pelumas dapat diukur dengan berbagai metode
dengan prinsip-prinsip yang berbeda. Pengujian minyak pelumas biasanya
Universitas Sumatera Utara
43
dilakukan pada temperatur yang konstan, misalnya -18 C° , 10 C° , 28 C° , 40 C° ,
50 C° atau 100 C° . Alat untuk mengukur kekentalan minyak pelumas disebut
dengan viskometer (viscometers).
2.8.1 Viskometer Bola Jatuh Yang Memenuhi Hukum Stokes
Menurut hukum Stokes, sebuah bola dengan jari-jari r yang bergerak
dengan kecepatan rendah v di dalam fluida akan mengalami gaya gesekan yang
melawan arah gerakannya akibat kekentalan fluida, dengan suhu dan tekanan
konstan yang besarnya dirumuskan sebagai berikut:
Gambar 2.7 Viskometer bola jatuh yang memenuhi hukum Stokes
Maka: ΣF = 0
Fg-Fb-Fv = 0
Fg = Fb + Fv
Dimana: Fv = 6.π.r.v.μ........................................(2.6)
Fg = 4/3. π. r3. bρ . g.............................(2.7)
Fb = 4/3. π. r3. fρ .g.............................(2.8)
Universitas Sumatera Utara
44
Maka persamaan tersebut menjadi:
4/3. π. r3. bρ . g = 4/3. π. r3. fρ .g + 6.π.r.v.μ
4/3. π. r3. bρ . g - 4/3. π. r3. fρ .g = 6.π.r.v.μ
4/3. π. r3 .g ( bρ - fρ ) = 6.π.r.v.μ
Maka diperoleh kekentalan dinamik (μ) minyak pelumas (fluida) yang diuji:
gvr
fbr
).(92 2
ρρµ −= ....................................................(2.9)
dimana:
Fb = gaya apung (kg m/det2)
Fg = gaya yang dialami bola jatuh (kg m/det2)
Fv = gaya yang melawan gerakan (kg m/det2)
r = jari-jari bola (m)
v = kecepatan bola relatif (m/det)
μ = kekentalan fluida (N det/m2)
vr 2
= perbandingan kuadrat jari-jari bola baja dengan kecepatan
rata-rata (m/det)
bρ = rapat massa bola baja (kg/m3)
fρ = rapat massa fluida (kg/m3)
g = gaya gravitasi = 9,81 (m/det2)
Universitas Sumatera Utara
45
2.8.2 Viskometer Bola Jatuh Menurut Hoeppler
Gambar 2.8 Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
Viskometer bola jatuh menurut Hoeppler dapat dilihat pada gambar
diatas. Salah satu keuntungan viskometer bola jatuh menurut Hoeppler
dibandingkan dengan menurut hukum Stokes adalah peralatan yang relatif lebih
kecil dan adanya kontrol temperatur, artinya pengukuran dapat dilakukan dengan
temperatur yang bervariasi.
Formula untuk pengukuran viskositas menurut Hoeppler adalah :
tK ).( 21 ρρµ −= ...............................................(2.10)
Dimana: μ = kekentalan dinamik (cP)
ρ1 = massa jenis bola uji (gram/cm3)
ρ2 = massa jenis fluida (gram/cm3)
K = Konstanta bola uji (=33,8 sumber:Daftar konstanta bola baja
Laborarium FMIPA USU) (mPa.s. cm3/g.s)
Universitas Sumatera Utara
46
t = waktu rata-rata bolah jatuh (sekon)
2.9 Bantalan Luncur dan Pelumasan Pada Bantalan Luncur
2.9.1 Bantalan Luncur
Jenis bantalan luncur (journal bearings) sangat luas penggunaannya
pada mesin-mesin yang memiliki elemen berputar (rotating machines), seperti
turbin uap, generator, blower, kompresor, motor bakar, poros kapal laut, bahkan
sebagai bantalan pada elemen yang seharusnya menggunakan bantalan gelinding
(rolling elements bearing). Hal tersebut karena bantalan luncur lebih baik dari
bantalan gelinding (pada parameter yang dapat dianggap sama) dalam hal
penyerapan getaran, tahanan terhadap gaya kejut, relatif tidak bising, dan umurnya
lebih panjang. Semua karakteristik ini disebabkan oleh prinsip pelumasan
bantalan luncur yang menggunakan lapisan tipis minyak pelumas saat menumpu
poros,misalnya. Tentu saja hal tersebut tidak lepas dari teknik desain dan
pemilihan material yang terus dikembangkan.
Bantalan luncur termasuk dari jenis bantalan yang arah pembebanan
normalnya pada arah radial atau lebih banyak mengarah tegak lurus pada garis
sumbu poros. Maka bantalan luncur termasuk ke dalam jenis plain bearing atau
kadang disebut dengan sliding bearing.
Disebut bantalan luncur (dalam bahasa Indonesia) adalah karena adanya
gesekan luncur dan gerakan luncuran (sliding) yang terjadi pada bantalan, akibat
adanya lapisan fluida tipis diantara bantalan dan poros tersebut. Dapat juga
dibandingkan seperti atlit selancar air yang berselancar/meluncur bebas diatas air,
Universitas Sumatera Utara
47
demikian juga dengan poros yang dapat meluncur dengan mudah pada bantalan
dengan bantuan lapisan tipis minyak pelumas.
Dalam bahasa Inggris disebut journal bearings karena poros ditumpu
oleh bantalan pada tempat/daerah yang dinamakan tap-poros atau leher-poros
(neck), dan daerah leher-poros tersebut dinamakan journal.
Gambar 2.9 Bantalan luncur
2.9.2 Pelumasan Hidrodinamis Pada Bantalan Luncur
Ada berbagai jenis bantalan luncur, dan bantalan-bantalan tersebut dapat
dilumasi dengan minyak pelumas, gas bahkan dengan minyak gemuk. Namun tipe
pelumasan yang paling efektif dan paling banyak digunakan adalah dengan
minyak pelumas dengan tipe pelumasan hidrodinamis.
Universitas Sumatera Utara
48
Seperti yang telah dijelaskan diatas, teori pelumasan hidrodinamis ini berasal dari
penelitian Beauchamp Tower, yang dianalisa oleh Osborne Reynolds.
Gambar 2.10 Bantalan luncur dan tata namanya (sumber:Literatur 11 Hal. 26)
Pada tahun 1904, A. J. W. Sommerfeld (1869-1951) menemukan suatu
persamaan yang dapat menganalisa tekanan pada lapisan tipis minyak pelumas
pada bantalan luncur, yang dikenal dengan persamaan Sommerfeld, yaitu:
0222
2
)cos1)(2()cos2(sin6 prp +
+++
−=θεεθεθε
δωµ .................(2.11)
(Sumber: Literatur 8 Hal.10)
Dapat juga ditulis:
+++
−=− 222
2
0 )cos1)(2()cos2(sin6
θεεθεθε
δωµ rpp .....................(2.12)
Dimana:
0p = tekanan suplai (Pa)
ω = kecepatan putaran poros / journal (rpm)
R = radius bantalan (m)
r = radius poros (m)
δ = kelonggaran radial (R-r) (m)
Universitas Sumatera Utara
49
e = eksentrisitas (m)
ε = perbandingan eksentrisitas
= δe
μ = viskositas minyak pelumas (cP)
h = tebal lapisan minyak pelumas (mm)
θ = posisi angular (°)
dimana lapisan film minyak pelumas minimum adalah:
h = δ(1-ε.cosθ)
Sommerfeld juga memberikan solusi untuk beban total di sepanjang bantalan ,
yaitu sebagai berikut:
)1()2(
...12222
3
εεδ
επωµ
−+=
lrP
)1(
..22ε
π
−=
rlkP ……………………………………………..(2.13)
(sumber : Literatur 8 Hal. 17)
Universitas Sumatera Utara