Post on 24-Nov-2020
7
BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Pengertian Manajemen
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2008:P870) manajemen adalah penggunaan
sumber daya secara efisien untuk mencapai sasaran atau pimpinan bertanggung
jawab atas jalannya perusahaan dan organisasi. Kata manajemen berasal dari kata
“Management” yang berasal dari kata dasar “Manage”.
Definisi manajemen lainnya adalah sebuah proses yang dilakukan untuk
mewujudkan tujuan organisasi melalui rangkaian kegiatan berupa perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian orang-orang serta sumber daya
organisasi lainnya. (Nickles, Mchugh,2007).
Menurut Stephen P. Robbins dan Mary Coulter (2007:P8) mendefinisikan
manajemen yaitu proses pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan sehingga
pekerjaan tersebut terselesaikan secara efisien dan efektif dengan dan melalui
orang lain.
2.2 Pengertian Efisiensi dan Efektif
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2008:P354) pengertian efisien yaitu tepat atau
sesuai untuk mengerjakan (menghasilkan) sesuatu (dengan tidak membuang-
buang waktu, tenaga, biaya), atau mampu menjalankan tugas dengan tepat dan
cermat, berdaya guna, bertepat guna, sangkil
7
8
Stephen P. Robbins & Mary Coulter (2007:P8) definisi efesiensi yaitu
memperoleh output terbesar dengan input yang terkecil; digambarkan sebagai
“melakukan segala sesuatu secara benar”.
Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2008:P352) efektif berarti ada efeknya
(akibatnya, pengaruhnya, kesannya); manjur atau mujarab (obat); dapat membawa
hasil; berhasil guna (usaha, tindakan); mangkus; mulai berlaku (undang-undang,
peraturan).
Stephen P. Robbin & Mary Coulter, (2007:P8) definisi efektivitas yaitu
menyelesaikan kegiatan-kegiatan sehingga sasaran organisasi dapat tercapai;
digambarkan sebagai “melakukan segala sesuatu yang benar”.
2.3 Pengertian Manajamen Operasi dan produksi
Jay Heizer & Barry Render, (2009:P4) Manajemen Operasi adalah serangkaian
aktivitas yang menghasilkan nilai dalam bentuk barang dan jasa dengan
mengubah input menjadi output.
Tita Deitiana, (2011:P2) manajemen operasi merupakan suatu ilmu yang dapat
diterapkan pada berbagai jenis bidang usaha seperti rumah sakit, perguruan tinggi,
pabrik semen, dan lain-lain. Hal ini dikarenakan jenis usaha di atas menghasilkan
produk yang bisa berupa barang atau jasa, yang mana untuk kegiatan proses
produksinya yang efektif dan efisien memerlukan berbagai konsep, peralatan serta
berbagai cara mengelola operasinya.
Danang Sunyoto & Danang Wahyudi, (2011,P2) Manajemen operasi pada
mulanya selalu identik dengan proses manufaktur, tetapi setelah kegiatan bisnis
9
makin berkembang, meluas ke berbagai sektor non manufaktur, maka dalam
perkembangannya, manajemen operasi mempunyai arti yang lebih luas. Jika
dilihat dari kata manajemen operasi itu sendiri, manajemen operasi terdiri dari dua
kata, yaitu manajemen dan operasi. Manajemen (Stoner,1999 dalam
Basri,2005:55) adalah suatu proses dari perencanaan ,pengorganisasian,
pengarahan dan pengawasan terhadap aktivitas organasasi sesuai dengan sumber
daya yang dimilikinya untuk mecapai tujuan yang telah ditetapkan, sedangkan
Operasi merupakan kegiatan mentransformasikan input menjadi output (Mitra
Bestari,2004:1), sedangkan Pangestu (2000:1) menjelaskan bahwa operasi adalah
kegiatan mengubah bentuk unutk menambah manfaat atau menciptakan manfaat
baru dari suatu barang atau jasa.
Dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan bidang manajemen operasi,
terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu:
1. Desain produk dan jasa
2. Perencanaan proses produksi
3. Tata letak fasilitas
4. Penentuan lokasi dan material handling
5. Desain tugas dan pekerjaan
6. Peramalan produk dan jasa
7. Penjadwalan dan perencanaan produk.
Pontas M. Pardede, (2007:P13) manajemen operasi dan produksi adalah
pengarahan dan pengendalian berbagai kegiatan yang mengolah berbagai jenis
sumber daya untuk membuat barang atau jasa tertentu.
10
Murdifin Haming & Mahfud Nurnajamuddin, (2011:P6) gagasan Taylor
mengenai produksi terutama bertujuan untuk menghilangkan gerakan-gerakan
yang tidak berguna, yaitu gerakan yang tidak memberikan nilai tambah pada
produk yang dihasilkan.
Jay Heizer & Barry Render, (2009:P4) definisi produksi yaitu proses penciptaan
barang atau jasa. Untuk menghasilkan barang dan jasa, semua jenis organisasi
menjalankan tiga fungsi. Fungsi-fungsi ini merupakan hal penting, bukan hanya
untuk proses produksi, tetapi juga demi kelangsungan hidup sebuah organisasi.
Fungsi-fungsi ini adalah sebagai berikut.
1. Pemasaran yang menghasilkan permintaan, paling tidak, menerima
pemesanan untuk sebuah barang atau jasa (tidak aka nada aktivitas jika
tidak ada penjualan).
2. Produksi/operasi yang menghasilkan produk.
3. Keuangan/akuntansi yang mengawasi sehat tidaknya sebuah organisasi,
membayar tagihan dan mengumuplkan keuangan.
Mempelajari MO (Manajemen Operasional) karena empat alasan berikut (Render
& Heizer, 2009:P5):
1. MO adalah satu dari tiga fungsi utama dari setiap organisasi dan
berhubungan secara utuh dengan semua fungsi bisnis lainnya. Semua
organisasi memasarkan (menjual), membiayai (mencatat rugi laba), dan
memproduksi (mengoperasikan), maka sangat penting untuk mengetahui
bagaimana aktivitas MO berjalan. Karena itu pula, kita mempelajari
11
bagaimana orang-orang mengorganisasikan diri mereka bagi perusahaan
yang produktif.
2. Kita mempelajari MO karena kita ingin mengetahui bagaimana barang dan
jasa diproduksi. Fungsi produksi adalah bagian dari masyarakat yang
menciptakan produk yang kita gunakan.
3. Kita mempelajari MO untuk memahami apa yang dikerjakan oleh manajer
operasi. Dengan memahami apa saja yang dilakukan oleh manajer ini, kita
dapat membangun keahlian yang dibutuhkan untuk dapat menjadi seorang
manajer seperti itu. Hal ini akan membantu Anda untuk menjelajahi
kesempatan kerja yang banyak dan menggiurkan di bidang MO.
4. Kita mempelajari MO karena bagian ini merupakan bagian yang paling
banyak menghabiskan biaya dalam sebuah organisasi. Sebagian besar
pengeluaran perusahaan digunakan untuk fungsi MO. Walaupun demikian,
MO memberikan peluang untuk meningkatkan keuntungan dan pelayanan
terhadap masyarakat.
2.4 Tata letak
Jay Heizer & Barry Render,(2009:P532) tata letak merupakan suatu keputusan
penting yang menentukan efisiensi sebuah operasi secara jangka panjang.
Danang Sunyoto & Danang Wahyudi, (2011:P77) Perencanaan layout/tata letak
merupakan salah satu tahap dalam perencanaan suatu fasilitas yang bertujuan
untuk mengembangkan suatu sistem produksi yang efisien dan efektif. Sehingga
dapat mencapai kebutuhan kapasitas dan kualitas dengan biaya yang paling
ekonomis. Perencanaan layout mencakup desain dari bagian perusahaan, pusat-
12
pusat kerja dan peralatan yang membentuk proses perubahan dari bahan mentah
menjadi bahan jadi.
Tata letak didefinisikan sebagai penataan fasilitas operasi secara ekonomis (Mitra
Bestari, 2004:P59), sedangkan menurut Zulian Yamit (1996:P120), perencanaan
tata letak adalah rencana pengaturan semua fasilitas produksi guna memperlancar
proses produksi yang efektif dan efisien. Krajeweski & Ritzman (2002:P445)
mengartikan perencanaan tata letak sebagai perencanaan yang meliputi
pengambilan keputusan tentang berbagai pusat aktivitas fisik dan fasilitas
ekonomi perusahaan.
Perencanaan tata letak adalah perencanaan yang meliputi pengaturan tata
bangunan, tata ruang kerja, pengaturan letak berbagai mesin-mesin/peralatan yang
berada dalam bangunan yang diperlukan dalam proses produksi, sedangkan tujuan
dari perencanaan layout ini adalah meminumkan biaya atau meningkatkan
efisiensi dalam pengaturan segala fasilitas produksi dan area kerja.
Tata letak yang efektif dan efisien dapat membantu perusahaan mencapai hal-hal
berikut (Render & Heizer, 2001:P272):
1. Pemanfaatan yang lebih besar atas ruangan, peralatan dan manusia.
2. Arus informasi, bahan baku dan manusia yang lebih baik.
3. Lebih memudahkan konsumen.
4. Peningkatan moral karywan dan kondisi kerja yang lebih aman.
Sritomo Wignjosoebroto, (2009:P68-72) tujuan perencanan dan pengaturan tata
letak pabrik adalah mengatur area kerja dan segala fasilitas produksi yang paling
ekonomis untuk operasi produksi aman, dan nyaman sehingga akan dapat
13
menaikkan moral kerja dan performance dari operator. Lebih spesifik lagi suatu
tata letak yang baik akan dapat memberikan keuntungan-keuntungan dalam
system produksi, yaitu antara lain sebagai berikut:
• Menaikkan output produksi.
• Mengurangi waktu tunggu.
• Mengurangi proses pemindahan bahan.
• Penghematan penggunaan areal untuk produksi. Gudang dan service.
• Pendaya guna yang lebih besar dari pemakaian mesin, tenaga kerja,
dan fasilitas produksi lainnya.
• Mengurangi resiko bagi kesehatan dan keselamatan kerja dari
operator.
• Mempermudah aktivitas supervisi.
• Mengurangi kemacetan dan kesimpang-siuran.
• Mengurangi faktor yang bisa merugikan dan mempengaruhi kualitas
dari bahan baku ataupun produk jadi.
Sritomo Wignjosoebroto, (2009:P72) berdasarkan aspek dasar, tujuan, dan
keuntungan-keuntungan yang bisa didapatkan dalam tata letak pabrik yang
terencanakan dengan baik, maka bisa disimpulkan enam tujuan dasar dalam tata
letak pabrik, yaitu:
• Integrasi secara menyeluruh dari semua faktor yang mempengaruhi
proses produksi.
• Perpindahan jarak yang seminimal mungkin.
• Aliran kerja berlangsung secara lancer melalui pabrik.
14
• Semua area yang ada dimanfaatkan secara efektif dan efisien.
• Kepuasan kerja dan rasa aman dari pekerja dijaga sebaik-baiknya.
• Pengaturan tata letak harus cukup fleksibel.
Danang Sunyoto & Danang Wahyudi, (2011,P77-78) menurut Yulian Zamit
(2000:122), terdapat 5 prinsip dasar dalam perencanaan tata letak, yaitu:
a. Integrasi secara total
Prinsip ini menyatakan bahwa penataan tata letak dilakukan
secara terintegrasi dari semua faktor yang mempengaruhi proses
produksi menjadi satu unit organisasi yang besar.
b. Jarak tempuh bahan paling minimum
Waktu perpindahan bahan dari satu proses ke proses yang lain
dapat dihemat dengan cara mengurangi jarak perpindahan
seminimum mungkin.
c. Memperlancar aliran kerja
Prinsip ini diusahakan untuk menghindari adanya gerakan balik,
gerakan memotong dan kemacetan. Dengan kata lain,material
diusahakan bergerak terus tanpa andanya interupsi atau gangguan
schedulle kerja.
d. Kepuasan dan keselamatan kerja
Jaminan keselamatan bagi para karyawan akan memberikan
suasana yang menyenangkan dan memuaskan, di mana hal ini
dapat direncanakan dalam penataan layout.
e. Fleksibilitas
15
Suatu layout yang baik dapat mengantisipasi berbagai perubahan
dalam bidang teknologi, komunikasi maupun kebutuhan
konsumen. Produsen yang cepat tanggap akan adanya perubahan
tersebut menurut layout pabrik diatur dengan memperhatikan
prinsip fleksibilitas.
Adapun manfaat dari perencanaan tata letak ini antara lain (Zulian Yamit,
1996:P120):
1. Meningkatkan Jumlah Produksi
Suatu layout yang baik akan memberikan kelancaran proses
produksi dan pada akhirnya akan memberikan output yang lebih
besar dengan biaya yang sama atau lebih sedikit, jam tenaga kerja
dan jam kerja mesin men jadi lebih kecil.
2. Mengurangi Waktu Tunggu
Layout yang baik akan memberikan keseimbangan beban dan waktu
antara satu mesin atau departemen dengan departemen yang lain.
Keseimbangan ini akan dapat mengurangi penumpukan bahan
dalam proses dan waktu tunggu anatara satu mesin dengan mesin
yang lain.
3. Mengurangi Proses Pemindahan Bahan
Dengan layout desain fasilitas yang baik dengan cara menekankan
pada usaha-usaha meminimumkan aktivitas pemindahan bahan pada
16
saat proses produksi sedang berjalan. Sehingga akan dapat dicapai
efisiensi waktu proses pemindahan bahan dalam proses.
4. Penghematan Penggunaan Ruangan
Perencanaan layout fasilitas yang optimal akan memberikan
manfaat penggunaan ruangan yang efisien atau akan mengurangi
pemborosan pemakaian ruangan.
5. Efisiensi Penggunaan Fasilitas
Layout yang terencana dengan baik, dapat menciptakan
pendayagunaan elemen produksi seperti tenaga kerja, mesin
maupun peralatan yang lain secara lebih efektif dan efisien.
6. Mempersingkat Waktu Proses
Dengan memperpendek jarak antara satu mesin dengan mesin lain
dan mengurangi penumpukkan bahan dalam proses atau
mengurangi waktu tunggu. Maka waktu yang diperlukan dari bahan
baku untuk berpindah dari operasi satu ke operasi yang lain akan
dapat diperpendek. Sehingga secara total waktu proses produksi
mulai dari bahan baku menjadi bahan produk akan dapat
diperpendek, yang berarti mempersingkat waktu proses produksi.
7. Meningkatkan Kepuasan dan Keselamatan Kerja
Pengaturan layout secara baik akan dapat menciptakan suasana
ruangan dan lingkungan kerja yang nyaman, aman, tertib dan rapi.
Sehingga kepuasan dan keselamatan kerja akan dapat lebih
ditingkatkan. Dengan kondisi ini akan menghasilkan kinerja yang
lebih baik, mempermudah supervisi, mempermudah kegiatan
17
perbaikan dana penggantian yang semuanya akan dapat
meningkatkan produsktivitas kerja.
8. Mengurangi Kesimpangsiuran
Layout yang baik akan dapat memberikan ruangan yang cukup
untuk seluruh rangkaian operasi dan proses dapat berlangsung
denagan mudah dan sederhana.
2.4.1 Kepentingan Strategis Keputusan Layout
Tita Deitiana (2011:P136). Tata letak sangat penting, karena banyak kegiatan
operasional baik perusahaan jasa ataupun manufaktur dapat dicapai dengan baik
melalui tata letak yang baik, yakni:
� Mengurangi kemacetan yang menghalangi gerakan orang atau bahan.
� Meminimumkan biaya penanganan bahan.
� Mengurangi bahaya bagi personel.
� Memanfaatkan tenaga kerja secara efisien.
� Memanfaatkan ruang yang tersedia secara efektif dan efisien.
� Memberikan fleksibilitas.
� Memudahkan koordinasi dan komunikasi tatap muka.
2.4.2 Tipe-tipe Tata Letak (layout)
Tita Deitiana, (2011:P136-137) terdapat enam pendekatan layout akan dibahas
dalam topik ini yaitu:
a. Layout dengan posisi tetap, biasanya untuk proyek besar yang
memerlukan tempat luas, seperti pembuatan jalan layang maupun gedung.
18
b. Layout berorientasi pada proses, untuk produksi dengan volume rendah
dan variasi tinggi disebut juga “jop shop”.
c. Layout perkantoran, bagaimana menempatkan tenaga kerja, peralatan
kantor dan ruangan kantor yang melancarkan aliran informasi.
d. Ritel layout, penempatan rak dan pemberian tanggapan atas perilaku
konsumen.
e. Layout gudang, mengefisiensikan ruang penyimpanan dan sistem
penanganan bahan memperhatikan kelebihan dan kekurangannya.
f. Layout berorientasi produk, pemanfaatan tenaga kerja, mesin yang
terbaik dalam produksi yang kontinyu atau berulang.
Adapun dapat menetapkan layout yang efektif maka perlu menetapkan beberapa
hal diantaranya adalah:
1. Peralatan penanganan bahan
2. Kapasitas dan persyaratan luas ruangan
3. Lingkungan hidup dan estetika
4. Aliran informasi
5. Biaya perpindahan antar wilayah kerja yang berbeda.
2.4.3 Tata Letak Berulang dan Berorientasi Produk
Jay Heizer dan Barry Rander (2009:P557) Tata letak berorientasi produk
diorganisasikan disekeliling produk atau kelompok produk yang sama yang
bervolume tinggi dan bervariasi rendah. Produksi yang berulang dan kontinu
menggunakan macam-macam tata letak produk. Berikut asumsi yang digunakan:
1. Volumenya memadai untuk utilisasi peralatan yang tinggi.
19
2. Permintaan produknya cukup stabil untuk menjamin penanaman modal
besar untuk peralatan khusus.
3. Produknya terstandardisasi atau medekati suatu fase dalam siklus
hidupnya yang menjamin penanaman modal pada peralatan khusus.
4. Pasokan bahan baku dan komponennya memadai dan berkualitas seragam
(cukup tertandardisasi) untuk memastikan mereka dapat dikerjakan dengan
peralatan khusus tersebut.
Sritomo Wignjosoebroto (2003:P82-83) Beberapa pertimbangan-pertimbangan
berikut ini akan merupakan dasar utama didalam penetapan tata letak fasilitas
produksi berdasarkan aliran produk yaitu:
• Hanya ada satu atau beberapa standard produk yang dibuat.
• Produk dibuat dalam jumlah/volume besar jangka waktu relative lama.
• Adanya kemungkinan untuk melakukan motion and time study guna
menentukan laju produksi per satuan waktu.
• Adanya keseimbangan lintasan (line Balancing) yang baik antara operator
dan peralatan produksi, setiap mesin diharapkan menghasilkan jumlah
produk per satuan waktu yang sama.
• Memerlukan aktivitas inspeksi yang sedikit selama proses produksi
berlangsung.
• Satu mesin hanya digunakan untuk melaksanakan satu macam operasi
kerja dari jenis komponen yang serupa.
• Aktivitas pemindahan bahan dari satu stasiun kerja ke stasiun kerja lainnya
dilaksanakan secara mekanis, umumnya dengan menggunakan conveyor.
20
• Mesin-mesin yang berat dan memerlukan perawatan khusus jarang sekali
dipergunakan dalam hal ini. Mesin produksi yang diaplikasikan biasanya
dipilih tipe special purpose machine.
Sritomo Wignjosoebroto, (2003:P83-84) Selanjutnya keuntungan-keuntungan
yang bisa diperoleh untuk pengaturan berdasarkan aliran produk dapat dinyatakan
sebagai berikut:
- Biaya material handling rendah karena disini aktivitas pemindahan bahan
menurut jarak yang terpendek. Hal ini bisa terjadi karena layout diatur
berdasarkan urutan operasi sehingga menghasilkan garis aliran produksi
yang lancer dan logis.
- Total waktu yang dipergunakan untuk produksi relatif singkat.
- Work process jarang terjadi karena lintasan produksi sudah diseimbangkan
dan output dari suatu proses langsung akan dipergunakan sebagai input
dalam proses berikutnya.
- Adanya insentif bagi kelompok karyawan akan dapat memberikan
motivasi guna meningkatkan produktivitas kerjanya. Selain itu tidak
diperlukan operator yang memiliki kemampuan terlalu tinggi, sehingga
biaya operator relatif rendah.
- Tiap unit produksi atau stasiun kerja memerlukan luas area yang minimal,
karena disini tidak diperlukan work-in process storage.
- Perencanaan dan pengendalian proses produksi akan mudah dilaksanakan.
Kekurangan dan kerugian yang ada dalam aplikasi product layout seperti (Sritomo
Wignjosoebroto, 2003,P:84):
21
• Adanya breakdown dari satu mesin akan menyebabkan seluruh aliran
produksi akan berhenti pula. Disini tidak memungkinkan untuk
mengalihkan ke aliran kegiatan produksi yang lain karena bisa menunggu.
• Karena layout diatur berdasarkan macam produk yang akan dibuat, maka
perubahan didalam produk akan memerlukan perombakan yang prinsipil
dari aliran produk atau layoutnya. Dalam hal ini tidak dijumpai adanya
fleksibilitas layout untuk memproduksi produk-produk yang lain yang
memerlukan urutan proses yang berbeda pula.
• Laju proses produksi atau siklus waktu kegiatan akan ditentukan oleh
proses mesin yang paling lambat.
• Investasi yang tinggi untuk mesin yang dipergunakan (special purpose
machine) dan seringkali pula dijumpai adanya ketidak-efisiensienan
didalan utilisasi mesin.
Menurut Chase (2001) dalam Sri Joko (2004), terdapat beberapa langkah yang
perlu dilakukan untuk merancang tata letak produk antara lain:
1. Identifikasi elemen kerja yang diperlukan dalam proses produksi beserta
pola urutannya dan gambar kedalam diagram urutan. Pola urutan adalah
batasan fisik yang menjelaskan urutan-urutan proses yang diperlukan
dalam jalur produksi. Diagram urutan adalah sebuah jaringan yang terdiri
dari lingkaran atau noktah yang menggambarkan elemen kerja dan garis
yang menunjukan urutan dari setiap elemen kerja tersebut.
2. Tentukan kecepatan produksi yang harus dilakukan perusahaan agar dapat
mencapai target produksi yang ditentukan. Kecepatan produksi ini
22
biasanya disebut sebagai waktu siklus (cycle time), yaitu jumlah waktu
maksimum yang diperlukan setiap stasiun kerja untuk mengerjakan setiap
item produk agar target produksi yang ditetapkan dapat tercapai. Waktu
siklus dapat dihitung dengan cara membagi waktu yang tersedia dengan
jumlah produk yang direncanakan untuk dibuat.
3. Tentukan jumlah stasiun kerja minimal yang diperlukan.
4. Tentukan aturan untuk memasukkan elemen kerja ke dalam stasiun kerja,
karena terdapat beberapa atuaran untuk memasukkan elemen kerja ke
dalam stasiun kerja antara lain: pembobotan urutan kedudukan, waktu
operasi paling lama,waktu operasi paling pendek, jumlah tugas terbanyak
yang mengikuti dan jumlah paling sedikit tugas yang mengikuti.
5. Evaluasi tata letak tersebut dengan melihat tingkat efisiensi yang dicapai
dan persentase waktu yang terbuang.
Jay Heizer & Barry Renders (2009,P562) Seimbangkan lini perakitan dengan
memberikan tugas perakitan tertentu pada stasiun kerja. Keseimbangan yang
efisien dapat melengkapi perakitan yang dibutuhkan, mengikuti urutan yang
telah ditentukan dan menjaga waktu supaya waktu kosong setiap stasiun kerja
tetap minimal. Berikut prosedur formal untuk mengerjakan hal ini.
a. Menghilangkan daftar tugas utama.
b. Menghilangkan tugas-tugas yang telah diberikan pada stasiun kerja
tertentu.
c. Menghilangkan tugas-tugas yang memiliki hubungan preseden
yang tidak dapat dipenuhi.
23
d. Menghilangkan tugas-tugas yang tidak cukup waktunya untuk
dilaksanakan pada stasiun kerja.
e. Menggunakan salah satu “heuristik” penyeimbang lini perakitan.
Terdapat 5 pilihan:
1. Waktu pengerjaan terpanjang.
2. Tugas yang paling sering diikuti.
3. Bobot posisi berperingkat.
4. Waktu tugas terpendek.
5. Jumlah tugas lanjutan yang paling sedikit.
Beberapa cara ini dapat dicoba untuk melihat heuristik yang
menghasilkan solusi terbaik yang jumlah stasiun kerja paling
sedikit dengan efisiensi yang tertinggi. Akan tetapi,walaupun
heuristikdapat memberikan solusi, tidak dijamin bahwa solusi yang
dihasilkan ini paling optimal.
2.5 Keseimbangan Lini Produksi (Line Balancing)
Dalam penelitian Citra Palada (jurnal INASEA Vol 9 No 1), istilah keseimbangan
lini (line balancing) atau biasa disebut keseimbangan lintasan adalah suatu
metode penugasan sejumlah pekerjaan ke dalam stasiun-stasiun kerja, yang paling
berkaitan dalam satu lini produksi sehingga setiap stasiun kerja memiliki waktu
yang tidak melebihi waktu siklus dari stasiun kerja tersebut. Keseimbangan lini
juga dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengadakan keseimbangan kapasitas
antara keseimbangan kapasitas antara satu bagian dengan bagian lain didalam
suatu proses produksi.
24
Jadi berdasarkan dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa line
balancing adalah suatu penugasan sejumlah pekerjaan kedalam stasiun-stasiun
kerja yang saling berkaitan dalam satu lintasan atau lini produksi. Stasiun kerja
tersebut memiliki waktu yang tidak boleh melebihi waktu siklus atau stasiun
kerja.
Fungsi dari Line balancing dalah membuat suatu lintasan yang seimbang. Tujuan
pokok dari penyeimbangan lintasan adalah meminimumkan waktu menganggur
(idle time) pada lintasan yang ditentukan oleh operasi yang paling lambat (Baroto,
2002).
2.5.1 Langkah Pemecahan Line Balancing
Dalam penelitian Citra Palada (jurnal INASEA Vol 9 No 1), terdapat terminologi
dalam line balancing yaitu sebagai berikut:
1. Work element, merupakan bagian dari keseluruhan pekerjaan dalam proses
assembly.
2. Work station, merupakan lokasi pada lini assembly atau pembuatan suatu
produk di mana pekerjaan diselesaikan baik secara manual ataupun
otomatis (dengan menggunakan mesin-mesin). Jumlah minimum stasiun
kerja adalah K, dimana K harus ≤ I.
3. Minimum work element (elemen kerja terkecil). Elemen kerja minimum
adalah elemen pekerjaan yang tidak dapat dibagi lagi.
25
4. Total work content (total waktu pengerjaan), merupakan jumlah dari
seluruh waktu pengerjaan setiap elemen pekerjaan dari suatu lini.
5. Workstation process time (waktu proses stasiun kerja), yaitu
• Pertama, elemen pekerjaan yang diselesaikan dalam satu stasiun
kerja dapat terdiri dari satu elemen pekerjaan atau lebih
• Kedua, waktu proses dalam stasiun kerja merupakan penjumlahan
dari seluruh waktu pengerjaan setiap elemen yang berada di dalam
stasiun kerja tersebut.
6. Presendence constraints (pembatas pendahulu). Dalam menyelesaikan
suatu elemen pekerjaan seringkali terdapat urutan-urutan yang harus
terpenuhi sebelumnya agar elemen tersebut dapat dijalankan.
7. Precendence diagram (diagram presenden) merupakan suatu gambaran
secara grafis dari suatu urutan pekerjaan yang memperlihatkan
keseluruhan operasi pekerjaan dan ketergantungan masing-masing operasi
pekerjaan tersebut dimana elemen pekerjaan tertentu tidak dapat
dikerjakan sebelum elemen pekerjaan yang mendahuluinya dikerjakan
lebih dulu.
8. Cycle time, merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan untuk
menyelesaikan produk dari lini perakitan, dengan asumsi setiap assembly
mempunyai kecepatan yang konstan. Nilai minimum dari waktu siklus ≥ n
waktu stasiun yang terpanjang.
9. Delay time of a station, merupakan selisih antara waktu siklus dengan
waktu stsiun. Perbedaan antara waktu stasiun dengan waktu siklus disebut
waktu idle time.
26
10. Line efficiency, rasio dari total waktu stasiun terhadap keterkaitan waktu
siklus dengan jumlah stasiun kerja yang dinyatakan dalam persentase.
11. Balance delay, merupakan rasio dari total waktu menganggur dengan
keterkaitan waktu siklus dan jumlah stasiun kerja atau dengan kata lain
jumlah antara balance delay dan line efficiency sama dengan 1.
12. Station efficiency, rasio dari waktu stasiun kerja terhadap waktu siklus atau
stasiun kerja terbesar.
13. Smoothness index, merupakan suatu index yang menunjukkan kelancaran
relative dari suatu keseimbangan lini assembly. Suatu smoothness index
sempurna jika nilai 0 atau disebut perfect balance.
27
2.6 Kerangka Pemikiran
Sumber: Penulis
28
2.7 Penelitian Terdahulu
Berikut ini adalah beberapa penelitian terdahulu:
1. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Citra Palada dengan judul “Keseimbangan Lini Produksi Pada PT. PAI”
(Sumber: INASEA Vol. 9 No 1, April 2008). Menyimpulkan bahwa
pengukuran waktu siklus memperhitungkan ketika mesin jahit dijalankan
atau ketika mesin mulai menjahit komponen, pengambilan keputusan yang
akan dikerjakan, menjalankan mesin jahit, pengambilan keputusan yang
akan dikerjakan, menjalankan mesin jahit, pengambilan komponen yang
sudah dikerjakan dan lain-lain. Elemen kerja yang memiliki waktu proses
terlama adalah waktu proses jahit Foxing, yaitu 184.79 detik di mana
proses ini dapat mengakibatkan penumpukkan serta menghambat proses
kerja lainnya.
2. Didalam penelitian Gerry Kislewi dengan judul “Suatu Tinjauan Tehadap
Tata Letak dalam Perusahaan Untuk Meningkatkan Efisiensi Dengan
Menggunakan Load-Distance Model” (Sumber: Managemen UNNUR
Bandung Volume 2 No. 1 Maret 2010). Mempunyai kesimpulan bahwa:
- Tata letak bengkel X saat ini memiliki rata-rata jarak tempuh
produk sebesar 3810 meter-trips untuk kategori 1 dan 476 meter-
trips untuk kategori 2 ( kedua perhitungan terebut merupakan hasil
rata-rata penelitian selama bulan) dengan biaya total untuk kategori
1 dan 2 sebesar Rp. 36.876.
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran
29
- Ada 3 alternatif yang dibuat penulis, ketiga alternatif itu dibuat
pada intinya didasarkan pada tujuan penelitian untuk
meminimalisasi jarak tempuh produk yang sesuai dengan kondisi
perusahaan. Kondisi perusahaan ini diwakili oleh asumsi- asumsi
yang telah disampaikan. Alternatif 1,2 dan 3 yang dapat dilihat
gambar 4.2; gambar 4.3; dan gambar 4.4 merupakan alternatif yang
paling mungkin dibentuk sesuai dengan kondisi perusahaan.
- Berdasarkan hasil perhitungan terhadap alternatif tata letak, didapat
hasil jarak tempuh produk sebagai berikut:
• Alternatif 1 = 3.392 meter-trips (kategori
1)
= 476 meter-trips (kategori 2)
• Alternatif 2 = 3.246 meter-trips (kategori
1)
= 476 meter-trips (kategori 2)
• Alternatif 3 = 2.813 meter-trips (kategori
1)
= 246 meter-trips (kategori2)
- Posisi mesin pada tata letak saat ini
menyulitkan supervisor dalam pengawasan kerja. Hal ini selain
karena jarak antar mesin berjauhan, juga karena ada beberapa
mesin yang terhalang oleh mesin yang lain karena posisinya saling
menutupi atau terhalang dinding, sehingga membutuhkan
perubahan posisi mesin agar lebih memudahkan pengawasan.
30
- Pesanan yang terima bengkel X dibagi menjadi
2 kategori bahan. Kategori pertama adalah pesanan dengan berat
yang kurang dari 100 kg dan kategori 2 dengan berat lebih besar
dari 100 kg. Perbedaan berat ini menyebabkan proses produksinya
mengalami perbedaan, dimana bahan dengan berat lebih dari 100
kg harus menggunakan alat bantu angkat (takel) dalam prosesnya.
Takel atau alat bantu angkat ini memiliku lebar 330 cm, sehingga
lebar jalan yang dilalui takel ini memiliki 350 cm.
- Berdasarkan penghitungan, faktor biaya tidak
memiliki dampak yang signifikan, sehingga faktor ini tidak
menghambat usaha desain ulang yang dilakukan. Biaya terbesar
terjadi pada biaya pemindahan atau pengubahan tata letak, yaitu
sebesar Rp. 232.000 yang hanya dikeluarkan satu kali, yaitu pada
saat desain ulang saja. Biaya lainnya, seperti biaya jarak-trips
memiliki nilai yang kecil jika dibanding denga keuntungan jangka
panjang yang akan didapat yang terjadi tidak hanya dari sisi
keuangan saja.
3. Didalam penelitian yang dilakukan oleh
Setyoko dengan judul “Suatu Tinjauan Terhadap Tata Letak Pabrik Untuk
Meningkatkan Produktivitas” (Sumber: ORBITH Vol. 8 No. 2 Juli 2012).
Menyimpulkan bahwa bentuk pengaturan terhadap fasilitas-fasilitas suatu
pabrik yang baik dapat menciptakan efisiensi pada tata letak mengurang
jarak tempuh suatu produk, mengurangi waktu dan biaya produk,
memperpendek waktu penyelesaian sehingga dapat meningkatkan
31
produktivitas. Pengaturan tata letak yang baik mendorong moral kerja
yang tinggi akan dapat meningkatkan produktivitas.
4. Didalam penelitian yang dilakukan oleh Dewi
Ulfah, Ichwani Kurniasih, Sulistia dengan judul “Efisiensi Produksi Pada
Indsutri Rumah Tangga Tahu (Studi Kasus Di Kelurahan Margoagung
Kecamatan Seyegan Kabupaten Sleman)” (Sumber: Agros Vol. 6, No. 2,
Januari 2005). Menyimpulkan dari hasil penelitian yaitu produksi tahu
dipengaruhi oleh faktor produksi yaitu jumlah kedelai, jumlah jo’o dan
biaya kunyit. Pendapatan produksi tahu dipengaruhi oleh besarnya biaya
kedelai, biaya atau pengeluaran bahan baku jo’o dan biaya kunyit. Faktor
produksi kedelai belum dialokasikan secara efisien dan faktor produksi
jo’o, kunyit,dan kayu bakar dialokasikan secara tidak efisien.
5. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Iis
Alviya dengan judul “Efisiensi dan Produktivitas Industri Olahan
Indonesia Periode 2004-2007 Dengan Pendekatan Non Parametrik Data
Envelopment Analisis” (Sumber: Penelitian Sosial dan Ekonomi
Kehutanan Vol. 8 No.2 Juni 2011). Didalam penelitiannya menyimpulkan
bahwa:
• Secara rata-rata industri kayu olahan Indonesia
belum efisien secara maksimal selama periode 2004 hingga 2007.
• Dilihat berdasarkan jenis koordinatnya, selama
periode 2004-2007, tingkat efisiensi industry kayu gergajian lebih
tinggi dibandingkan industry lapis.
32
• Rata-rata produktivitas industri kayu olahan
selama 2004-2007 mengalami pertumbuhan yang berfluktausi.
Pada periode 2004-2005 mengalami penurunan, kemudian
meningkat pada periode 2005-2006 dan kembali menurun pada
periode 2006-2007.
• Pertumbuhan produktivitas menurut jenis
komoditi, indsutri kayu gergajian cenderung mengalami
peningkatan produktivitas selam periode observasi, sedangkan
produktivitas industri kayu lapis cenderung berfluktuasi.
• Berdasarkan hasil dekomposisi TFP, secara
rata-rata menurunya produktivitas pada industri kayu olahan
disebabkan oleh penurunan teknologi.
• Perubahan efisiensi yang tinggi belum tentu
cukup untuk meningkatkan produktivitas.